Anda di halaman 1dari 12

Pengertian Nilai Perusahaan 

Nilai perusahaan adalah persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering
dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi, dan
meningkatkan kepercayaan pasar tidak hanya terhadap kinerja perusahaan saat ini namun juga pada
prospek perusahaan di masa mendatang. Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi
suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan
tujuan utama perusahaan. Meningkatnya nilai perusahaan adalah sebuah prestasi yang sesuai dengan
keinginan para pemiliknya, karena dengan meningkatnya nilai perusahaan, maka kesejahteraan para
pemilik juga akan meningkat.Berikut ini beberapa definisi dan pengertian nilai perusahaan dari
beberapa sumber buku:
 Menurut Sartono (2010:487), nilai Perusahaan adalah nilai jual sebuah perusahaan sebagai
suatu bisnis yang sedang beroperasi. Adanya kelebihan nilai jual diatas nilai likuidasi adalah
nilai dari organisasi manajemen yang menjalankan perusahaan itu.
 Menurut Harmono (2009:233), nilai Perusahaan adalah kinerja perusahaan yang dicerminkan
oleh harga saham yang dibentuk oleh permintaan dan penawaran pasar modal yang
merefleksikan penilaian masyarakat terhadap kinerja perusahaan.
 Menurut Noerirawan (2012), nilai Perusahaan merupakan kondisi yang telah dicapai oleh
suatu perusahaan sebagai gambaran dari kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan setelah
melalui suatu proses kegiatan selama beberapa tahun, yaitu sejak perusahaan tersebut
didirikan sampai dengan saat ini. 
 Menurut Brigham dan Erdhadt (2005:518), nilai perusahaan merupakan nilai sekarang
(present value) dari free cash flow di masa mendatang pada tingkat diskonto sesuai rata-rata
tertimbang biaya modal. Free cash flow merupakan cash flow yang tersedia bagi investor
(kreditur dan pemilik) setelah memperhitungkan seluruh pengeluaran untuk operasional
perusahaan dan pengeluaran untuk investasi serta aset lancar bersih. 
 Menurut Gitman (2006: 352), nilai perusahaan adalah nilai aktual per lembar saham yang
akan diterima apabila aset perusahaan dijual sesuai harga saham.
Jenis-jenis Nilai Perusahaan 
Terdapat lima jenis nilai perusahaan berdasarkan metode perhitungan yang digunakan, yaitu (Yulius
dan Tarigan, 2007:3):
1. Nilai Nominal. Nilai nominal adalah nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran
dasar perseroan, disebutkan secara eksplisit dalam neraca perusahaan, dan juga ditulis secara
jelas dalam surat saham kolektif.
2. Nilai Pasar. Nilai pasar sering disebut kurs adalah harga yang terjadi dari proses tawar
menawar di pasar saham. Nilai ini hanya bisa ditentukan jika saham perusahaan dijual di
pasar saham. 
3. Nilai Intrinsik. Nilai intrinsik merupakan konsep yang paling abstrak, karena mengacu
kepada perkiraan nilai riil suatu perusahaan. Nilai perusahaan dalam konsep nilai intrinsik ini
bukan sekedar harga dari sekumpulan aset, melainkan nilai perusahaan sebagai entitas bisnis
yang memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan di kemudian hari.
4. Nilai Buku. Nilai buku adalah nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep akuntansi.
Secara sederhana dihitung dengan membagi selisih antar total aset dan total utang dengan
jumlah saham yang beredar.
5. Nilai Likuidasi. Nilai likuidasi adalah nilai jual seluruh aset perusahaan setelah dikurangi
semua kewajiban yang harus dipenuhi. Nilai likuidasi dapat dihitung dengan cara yang sama
dengan menghitung nilai buku, yaitu berdasarkan neraca performa yang disiapkan ketika
suatu perusahaan akan dilikuidasi.
Pengukuran Nilai Perusahaan 
Nilai perusahaan dapat diukur dengan menggunakan harga saham menggunakan rasio yang disebut
rasio penilaian. Menurut Sudana (2011:23), rasio Penilaian adalah suatu rasio yang terkait dengan
penilaian kinerja saham perusahaan yang telah diperdagangkan di pasar modal (go public). Rasio
penilaian memberikan informasi seberapa besar masyarakat menghargai perusahaan, sehingga
masyarakat tertarik untuk membeli saham dengan harga yang lebih tinggi dibanding nilai bukunya.
Berikut ini beberapa metode yang digunakan untuk mengukur nilai perusahaan.
a. Price Earning Ratio (PER) 
Price earning ratio (PER) menunjukkan berapa banyak jumlah uang yang rela dikeluarkan oleh para
investor untuk membayar setiap dolar laba yang dilaporkan (Brigham dan Houston, 2006:110).
Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar perbandingan antara harga saham perusahaan
dengan keuntungan yang diperoleh oleh para pemegang saham.Kegunaan price earning ratio adalah
untuk melihat bagaimana pasar menghargai kinerja perusahaan yang dicerminkan oleh earning per
share nya. Price earning ratio menunjukkan hubungan antara pasar saham biasa dengan earning per
share.
Price earning ratio (PER) berfungsi untuk mengukur perubahan kemampuan laba yang diharapkan di
masa yang akan datang. Semakin besar PER, maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan
untuk tumbuh sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Adapun rumus yang digunakan untuk
mengukur Price earning ratio (PER) adalah sebagai berikut:

Rumus Price Earning Ratio (PER)

b. Price to Book Value (PBV) 


Price to Book Value (PBV) adalah rasio yang menunjukkan apakah harga saham yang
diperdagangkan overvalued (di atas) atau undervalued (di bawah) nilai buku saham tersebut
(Fakhruddin dan Hadianto, 2001). Price to Book Value (PBV) menggambarkan seberapa besar pasar
menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Makin tinggi rasio ini, berarti pasar percaya akan
prospek perusahaan tersebut. PBV juga menunjukkan seberapa jauh suatu perusahaan mampu
menciptakan nilai perusahaan yang relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. Untuk
perusahaan-perusahaan yang berjalan dengan baik, umumnya rasio ini mencapai diatas satu, yang
menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari nilai bukunya. Semakin besar rasio PBV
semakin tinggi perusahaan dinilai oleh para pemodal relatif dibandingkan dengan dana yang telah
ditanamkan di perusahaan.
Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur Price to Book Value (PBV) adalah sebagai berikut:

Rumus Price to Book Value (PBV)

c. Tobin’s Q 
Alternatif lain yang digunakan dalam mengukur nilai perusahaan adalah dengan menggunakan
metode Tobin’s Q yang dikembangkan oleh James Tobin. Tobin’s Q dihitung dengan
membandingkan rasio nilai pasar saham perusahaan dengan nilai buku ekuitas perusahaan (Weston
dan Copeland, 2001).
Rasio Q lebih unggul daripada rasio nilai pasar terhadap nilai buku karena rasio ini fokus pada berapa
nilai perusahaan saat ini secara relatif terhadap berapa biaya yang dibutuhkan untuk menggantinya
saat ini. Adapaun rumus Tobin’s Q adalah sebagai berikut:
Rumus Tobin’s Q

Keterangan: 
Q       = nilai perusahaan

EMV = nilai pasar ekuitas

EBV  = nilai buku dari total aktiva

D       = nilai buku dari total hutang

EMV diperoleh dari hasil perkalian harga saham penutupan pada akhir tahun (closing price) dengan
jumlah saham yang beredar pada akhir tahun sedangkan EBV diperoleh dari selisih total asset
perusahaan dengan total kewajibannya.
Daftar Pustaka
 Sartono, Agus. 2010. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: BPFE.
 Harmono. 2009. Manajemen Keuangan Berbasis Balanced Scorecard (Pendekatan Teori,
Kasus, dan Riset Bisnis). Jakarta: Bumi Aksara.
 Noerirawan, Ronni, dkk. 2012. Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan
Terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Akuntansi Vol.1 No. 2. hal. 4.
 Brigham dan Ehrhardt. 2005. Financial Management Theory And Practice, Eleventh
Edition. Ohio: South Western Cengage Learning.
 Gitman, Lawrence J. 2006. Principles of Manajerial Finance. International Edition, 10 th
edition. Boston: Pearson Education.
 Christiawan, Yulius Jogi dan Josua Tarigan. 2007. Kepemilikan Manajeral: Kebijakan
Hutang, Kinerja dan Nilai Perusahaan. Jurnal Akuntansi danKeuangan, Vol. 9 No.1. Hal. 1-
8. Surabaya: Universitas Kristen Petra.
 Sudana, I Made. 2011. Manajemen Keuangan Perusahaan Teori dan Praktek. Jakarta:
Erlangga.
 Brigham, Eugene F and Joel F.Houston. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Jakarta:
Salemba Empat.
 Fakhruddin dan Hadianto, Sopian. 2001. Perangkat dan Model Analisis Investasi di Pasar
Modal, Buku satu. Jakarta: Elex Media Komputindo.
 Weston, J. Fred dan Copeland, Thomas E. 2001. Manajemen Keuangan Jilid I, Edisi ke-9.
Jakarta: Binarupa Aksara.
Obligasi merupakan salah satu instrumen investasi berupa surat berharga yang masih belum
banyak diketahui oleh masyarakat. Sebetulnya, apa yang dimaksud dengan obligasi? Apa saja yang
perlu diketahui bila seorang investor pemula ingin berinvestasi obligasi? Apa saja jenis-jenisnya dan
bagaimana keuntungan yang didapatkan darinya? Mari simak pembahasan mengenai investasi
obligasi berikut.
Mengenal Instrumen Investasi Obligasi
Bagi sebagian orang, investasi obligasi masih merupakan hal yang awam dan banyak diketahui. Hal
ini dikarenakan rata-rata masyarakat belum terlalu mengenal bentuk investasi obligasi, sehingga
masih banyak yang menyimpan uangnya di deposito. Namun demikian, hasil investasi dari
menyimpan uang di deposito tidak menjamin nilai uang seseorang tidak tergerus inflasi. Menanggapi
hal ini, obligasi dapat menjadi alternatif investasi karena dapat memberikan hasil investasi yang lebih
tinggi.
Obligasi bisa jadi jawaban bagi yang ingin mencari keamanan berinvestasi untuk kebutuhan keuangan
di masa depan. Sebelum melangkah lebih jauh untuk berinvestasi obligasi, mari kita membahas
bersama-sama, apa itu obligasi.

Obligasi merupakan salah satu instrumen investasi berupa surat berharga yang masih belum
banyak diketahui oleh masyarakat. Sebetulnya, apa yang dimaksud dengan obligasi? Apa saja yang
perlu diketahui bila seorang investor pemula ingin berinvestasi obligasi? Apa saja jenis-jenisnya dan
bagaimana keuntungan yang didapatkan darinya? Mari simak pembahasan mengenai investasi
obligasi berikut.
 
Rubrik Finansialku

 
Mengenal Instrumen Investasi Obligasi
Bagi sebagian orang, investasi obligasi masih merupakan hal yang awam dan banyak diketahui. Hal
ini dikarenakan rata-rata masyarakat belum terlalu mengenal bentuk investasi obligasi, sehingga
masih banyak yang menyimpan uangnya di deposito.
Namun demikian, hasil investasi dari menyimpan uang di deposito tidak menjamin nilai uang
seseorang tidak tergerus inflasi. Menanggapi hal ini, obligasi dapat menjadi alternatif investasi karena
dapat memberikan hasil investasi yang lebih tinggi.
Obligasi bisa jadi jawaban bagi yang ingin mencari keamanan berinvestasi untuk kebutuhan keuangan
di masa depan. Sebelum melangkah lebih jauh untuk berinvestasi obligasi, mari kita membahas
bersama-sama, apa itu obligasi.
Obligasi merupakan istilah di bursa efek yang merujuk kepada surat berharga atau sertifikat yang
berisi kontrak pengakuan hutang atas pinjaman yang diterima oleh pihak yang menerbitkan obligasi
dari pemberi pinjaman (pemodal), dalam hal ini yaitu investor obligasi.
Berinvestasi Obligasi berarti meminjamkan uang untuk diinvestasikan, sementara menerbitkan
Obligasi berarti berutang uang. Secara jelasnya, penerbit obligasi adalah pihak yang berutang dan
pemegang obligasi adalah pihak yang berinvestasi dengan cara berpiutang.
Dalam obligasi, dituliskan jatuh tempo pembayaran utang beserta bunganya (kupon) yang menjadi
kewajiban penerbit obligasi terhadap pemegang obligasi. Jangka waktu obligasi yang berlaku di
Indonesia umumnya 1 hingga 10 tahun.
Mengapa Obligasi Diterbitkan?
Obligasi merupakan cara yang dipakai negara atau korporasi untuk menghimpun dana dari
masyarakat/investor. Diterbitkannya obligasi dilatarbelakangi upaya menghimpun dana dari
masyarakat yang akan digunakan sebagai sumber pendanaan.
Nantinya, penerbit obligasi itu akan mengembalikan dana tersebut dalam kurun waktu yang
ditetapkan plus imbal hasil yang besarannya juga ditetapkan di awal.
Bila ditinjau dari sudut pandang pebisnis, tujuan perusahaan menerbitkan obligasi memang tidak lain
adalah karena membutuhkan tambahan modal segar. Biasanya dana yang masuk akan digunakan
untuk ekspansi atau membayar sebagian hutang lainnya yang telah jatuh tempo.
Sementara dari sudut pandang negara, obligasi diterbitkan sebagai sumber pendanaan untuk
membiayai sebagian defisit anggaran belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Memperdagangkan Obligasi

Dalam UU RI No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal disebutkan bahwa obligasi merupakan salah satu
jenis efek (surat berharga), dan dalam memperdagangkan obligasi, transaksinya tidak bisa dilakukan
secara sembarangan, tapi harus melalui sebuah lembaga dalam hal ini lembaga tempat jual-beli efek
adalah BEI (Bursa Efek Indonesia).
Karena sifatnya yang bisa diperjualbelikan, maka setelah melakukan pembelian obligasi, seorang
investor dapat menjual obligasinya kembali di bursa efek Indonesia, sehingga investor tersebut tidak
lagi berhak atas kupon atau pengembalian pokok obligasinya setelah menjualnya.

Jenis-jenis Obligasi
Instrumen investasi obligasi pun memiliki bermacam-macam jenis, yang dibedakan berdasarkan
beberapa kategori, sesuai fungsinya. Ada banyak tolak ukur yang dapat digunakan untuk membedakan
jenis obligasi, Inilah Jenis-jenis obligasi.
#1 Obligasi Berdasarkan Penerbitnya
Berdasarkan penerbitnya, obligasi dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Corporate Bonds, yaitu jenis obligasi yang diterbitkan perusahaan, baik Pemerintah (BUMN)
maupun swasta, misalnya seperti obligasi yang diterbitkan oleh PT Hutama Karya.
2. Government Bonds, yaitu jenis obligasi yang diterbitkan pemerintah pusat. Contohnya:
obligasi yang diberi nama Obligasi Negara Ritel (ORI) diterbitkan satu seri setiap tahun,
kecuali tahun 2007 dan 2008 yang diterbitkan dalam dua seri.
3. Municipal Bond, yaitu jenis obligasi yang diterbitkan Pemerintah Daerah dengan tujuan
untuk membiayai pembangunan yang berhubungan kepentingan publik.

#2 Obligasi Berdasarkan Jaminannya

Berdasarkan jaminannya, obligasi dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Secured Bond, obligasi yang dijaminkan dengan menggunakan kekayaan tertentu


yang dimiliki oleh penerbit, atau bisa juga dijaminkan dengan menggunakan pihak
ketiga. Jenis obligasi ini masih terbagi menjadi tiga yaitu:
o Guaranteed Bond, yaitu obligasi yang dijaminkan oleh pihak ketiga.
o Mortgage Bond, yaitu obligasi yang dijaminkan dengan hipotik atau aset
tetap.
o Collateral Trust Bond, yaitu obligasi yang dijaminkan dengan menggunakan
efek yang dimiliki oleh penerbitnya.
2. Unsecured Bond, yaitu obligasi yang tidak dijaminkan dengan menggunakan
kekayaan tertentu yang dimiliki oleh penerbitnya.

#3 Obligasi Berdasarkan Hak Penukarannya

Berdasarkan hak penukarannya, obligasi dibagi menjadi 4, yaitu:

1. Convertible Bond, obligasi yang dapat ditukarkan dengan saham perusahaan penerbit.
Artinya obligasi ini memberikan hak kepada pemegang obligasi untuk
mengonversikan obligasi yang dipegangnya dengan sejumlah saham milik
penerbitnya.
2. Exchangeable Bond, obligasi yang memberikan hak kepada pemegang obligasi untuk
menukar obligasi dengan sejumlah saham perusahaan afiliasi milik penerbitnya.
3. Callable Bond, obligasi yang memberikan hak kepada emiten untuk membeli kembali
obligasi pada harga tertentu sepanjang umur obligasi tersebut.
4. Putable Bond, obligasi yang memberikan hak kepada investor yang mengharuskan
emiten untuk membeli kembali obligasi pada harga tertentu sepanjang umur obligasi
tersebut.
Wacana Tarif 0% untuk PPh Final Bunga Obligasi Pemerintah

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah memutar otak untuk mengevaluasi aturan


PPh Final bunga obligasi pemerintah. Pasalnya, pemerintah memandang PPh Final bunga
obligasi pemerintah mempengaruhi besaran imbal hasil (yield) yang ditawarkan.

Kemenkeu memang sempat menggodok rencana pengurangan PPh Final bunga obligasi
pemerintah tahun 2016 silam. Wacana yang bergulir saat itu adalah pengurangan PPh Final
bunga obligasi hingga 0%. Namun, seiring berjalannya waktu wacana ini tak diteruskan dan
akhirnya berlalu begitu saja.

Tahun 2016 Kemenkeu juga telah melakukan kajian mengenai dampak pengurangan PPh
Final bunga obligasi pemerintah. Hasil kajian itu ada dua, yakni:

1. Jika besaran PPh Final bunga obligasi pemerintah dipertahankan, maka pemerintah akan
mendapatkan penerimaan yang besar dari bunga obligasi. Namun, pemerintah juga akan
menanggung beban bunga Surat Berharga Negara (SBN) yang cukup tinggi.

2. Sebaliknya, apabila PPh Final bunga obligasi pemerintah ini diturunkan atau bahkan
dihapus, pemerintah berpotensi membukukan penjualan obligasi yang besar karena harga
obligasi menjadi lebih murah. Namun, konsekuensinya pemerintah tidak akan mendapatkan
pemasukan tambahan dari bunga obligasi.

PPh Final Murah Menguntungkan Investor

Pemangkasan PPh Final bunga obligasi pemerintah sebenarnya bisa menguntungkan investor,
khususnya investor ritel dan institusi seperti asuransi dan yayasan. Namun, saat ini porsi
investor ritel pada SBN masih tergolong kecil.

Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu


menunjukkan porsi investor ritel pada total SBN baru 17%, dengan besaran dana Rp 389
triliun. Jika ditelaah, porsi investor ritel bahkan lebih kecil lagi, baru sebesar 2,8%.

Porsi terbesar pemegang obligasi pemerintah masih didominasi oleh institusi perbankan dan
investor asing. Saat ini, perbankan memegang SBN sebesar Rp 611,93 triliun, sementara
investor asing memegang SBN sebesar Rp 840,58 triliun.

Hanya, untuk perbankan pajak yang dikenakan bukan pajak transaksi, namun perlakuan
pajaknya akumulasi dan dikenakan setiap akhir tahun. Jadi, apabila PPh Final bunga obligasi
pemerintah ini diturunkan, tidak akan berefek bagi investor perbankan.

Beberapa pengamat mengemukakan, pemerintah sebaiknya menimbang dengan betul


mengenai PPh Final untuk bunga obligasi ini. Jangan sampai penurunan PPh Final bunga
obligasi pemerintah ini sedemikian drastis hingga 0%.

Pemerintah jelas perlu mempertimbangkan risiko pengurangan penerimaan pajak dan


mengevaluasi apakah yield obligasi pemerintah sedemikian tinggi sehingga perlu dilakukan
penurunan PPh Final bunga obligasi pemerintah.
Tarif PPh Final Bunga Obligasi Pemerintah

Aturan mengenai PPh Final bunga obligasi pemerintah ini diatur dalam Peraturan Pemerintah
(PP) No. 100 Tahun 2013 tentang perubahan atas PP No. 16 Tahun 2009 Tentang Pajak
Penghasilan Berupa Bunga Obligasi. Dalam peraturan tersebut, tertera besaran pajak yang
dikenakan atas penghasilan dari bunga deposito.

Besarnya PPh Final bunga obligasi yang ditetapkan berdasarkan PP ini adalah:

A.  Bunga dari obligasi dengan kupon sebesar:

1. 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
2. 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan
penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,
dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi.

B.  Diskonto dari obligasi dengan kupon sebesar:

1. 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
2. 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan
penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,
dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak
termasuk bunga berjalan.

C. Diskonto dari obligasi tanpa bunga sebesar:

1. 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
2. 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan
penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,
dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi.

D.  bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak
reksadana yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan sebesar:

1. 5% (lima persen) untuk tahun 2014 sampai dengan tahun 2020.


2. 10% (sepuluh persen) untuk tahun 2021 dan seterusnya.

Besaran tarif PPh Final bunga obligasi pemerintah sebesar 15%-20% inilah yang agaknya
menjadi perhatian pemerintah dan kemudian melahirkan wacana penurunan.

Namun, apabila diterapkan, penurunan PPh Final bunga obligasi tak seharusnya mencapai
0%, karena bagaimanapun juga pemerintah harus mempertimbangkan besaran penerimaan
pajak yang akan tergerus apabila penurunannya sedemikian ekstrem.

Beberapa pengamat berpendapat, jika pemerintah benar-benar akan menurunkan PPh Final
bunga obligasi maka tarifnya bisa ditetapkan antara 5% hingga 10%. Besaran ini dianggap
mampu menarik minat investor ritel, namun di saat yang bersamaan tetap mendatangkan
penerimaan pajak bagi negara.

LAMPIRAN
  PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
  NOMOR 07/PMK.011/2012
  TENTANG
  PERUBAHAN  ATAS  PERATURAN   MENTERI   KEUANGAN
  NOMOR     85/PMK.03/2011     TENTANG     TATA    CARA
  PEMOTONGAN,  PENYETORAN,  DAN  PELAPORAN  PAJAK
  PENGHASILAN ATAS BUNGA OBLIGASI

CONTOH PENGHITUNGAN MENGENAI TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK


PENGHASILAN ATAS BUNGA OBLIGASI
1. Pada tanggal 1 Juli 2011, PT ABC (emiten) menerbitkan Obligasi dengan
kupon (interest bearing bond) sebagai berikut :

  - Nilai nominal Rp10.000.000,00 per lembar.

  - Jangka waktu Obligasi 5 tahun (jatuh tempo tanggal 1 Juli 2016).

  - Bunga tetap (fixed rate) sebesar 16% per tahun, jatuh tempo bunga
setiap tanggal 30 Juni dan 31 Desember.

  - Penerbitan perdana tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

  PT XYZ (investor) pada saat penerbitan perdana membeli 10 lembar


Obligasi dengan harga di bawah nilai nominal (at discount), yaitu sebesar
Rp9.000.000,00 per lembar.
  Penghitungan bunga dan Pajak Penghasilan yang bersifat final (PPh final)
yang terutang oleh PT XYZ pada saat jatuh tempo bunga pada tanggal 31
Desember 2011 adalah sebagai berikut:
  - bunga = (6/12 x 16% x Rp10.000.000,00) x 10

      = Rp8.000.000,00

  - PPh final = 15% x Rp8.000.000,00 = Rp1.200.000,00

  Dipotong oleh emiten atau kustodian yang ditunjuk sebagai agen


pembayaran.

  Keterangan :

  Dalam kenyataannya, harga perolehan Obligasi dengan kupon (interest


bearing bond) pada saat penerbitan perdana tidak harus selalu sama
dengan nilai nominalnya. Pembeli dapat memperoleh Obligasi dengan
harga di bawah nilai nominal (at discount) atau di atas nilai nominal (at
premium). Pada hakekatnya selisih harga beli di bawah atau di atas nilai
nominal tersebut merupakan penyesuaian tingkat bunga Obligasi yang
diperhitungkan ke dalam harga perolehan.
  Dalam hal investor atau pembeli Obligasi sebagaimana tersebut di atas
adalah Wajib Pajak Reksadana, maka penghitungan PPh final atas bunga
yang diperoleh pada saat jatuh tempo tanggal 31 Desember 2011 adalah
sebagai berikut:
  - Bunga = (6/12 x 16% x Rp10.000.000,00) x 10
      = Rp8.000.000,00

  - PPh final = 5% x Rp8.000.000,00


      = Rp400.000,00

2. Pada tanggal 31 Maret 2012, PT XYZ menjual seluruh Obligasi yang


dimilikinya kepada PT PQR melalui perusahaan efek PT MNO di over the
counter (OTC), dengan harga jual Rp10.400.000,00 per lembar termasuk
bunga berjalan.

  Penghitungan bunga berjalan, diskonto, dan PPh final yang terutang oleh
PT XYZ pada saat penjualan Obligasi tanggal 31 Maret 2012 adalah
sebagai berikut :

  - bunga = (3/12 x 16% x Rp10.000.000,00) x 10


berjalan

      = Rp4.000.000,00

  - diskonto = [(Rpl0.400.000,00 - Rp400.000,00) - Rp9.000.000,00] x 10

      = Rp10.000.000,00

  Mengingat Wajib Pajak PT XYZ dikenakan PPh final dengan tarif yang
sama, bunga berjalan dan diskonto dapat dihitung sekaligus yaitu :

  - bunga berjalan = (Rp10.400.000,00 - Rp9.000.000,00) x 10


dan diskonto

      = Rp14.000.000,00

  - PPh final = 15% x Rp14.000.000,00

      = Rp2.100.000,00

  Dipotong oleh PT MNO selaku perantara.

3. PT PQR memiliki Obligasi yang dibeli dari PT XYZ dengan masa


kepemilikan hingga tanggal 31 Desember 2014. Untuk itu, pada setiap
tanggal jatuh tempo bunga selama masa kepemilikan Obligasi tersebut,
PT PQR terutang PPh final sebesar 15% atas bunga yang diterima atau
diperolehnya (lihat contoh nomor 1), yang dipotong oleh emiten atau
kustodian yang ditunjuk sebagai agen pembayaran.

4. Pada tanggal 31 Desember 2014, PT PQR setelah menerima bunga dari


emiten menjual seluruh Obligasi yang dimilikinya kepada PT CDE
melalui Bank Pundi Nasional selaku perantara dengan harga jual
Rp10.500.000,00 per lembar.

  Penghitungan bunga, diskonto, dan PPh final yang terutang oleh PT PQR
pada saat jatuh tempo bunga atau saat penjualan Obligasi tanggal 31
Desember 2014 adalah sebagai berikut:

  - bunga = (6/12 x 16% x Rp10.000.000,00) x 10

      = Rp8.000.000,00
  - PPh final atas = 15% x Rp8.000.000,00 = Rp1.200.000,00
bunga
  Dipotong oleh emiten atau kustodian yang ditunjuk sebagai agen
pembayaran.

  - diskonto = (Rp10.500.000,00 - Rp10.000.000,00) x 10

      = Rp5.000.000,00

  - PPh final atas = 15% x Rp5.000.000,00 = Rp750.000,00


diskonto

  Dipotong oleh Bank Pundi Nasional selaku perantara.

  Keterangan :

  Pengertian diskonto dalam Peraturan Menteri ini tidak hanya terbatas


pada realisasi selisih harga perolehan perdana di bawah (at discount)
nilai nominal Obligasi, melainkan mencakup selisih lebih harga jual di
atas harga perolehan Obligasi.

5. Pada tanggal 31 Mei 2016, PT CDE menjual seluruh Obligasi yang


dimilikinya kepada Dana Pensiun Sejahtera Mandiri (dana pensiun yang
telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan) langsung tanpa melalui
perantara dengan harga jual Rp10.666.667,00 per lembar termasuk
bunga.
  Penghitungan bunga berjalan, diskonto, dan PPh yang terutang oleh PT
CDE pada saat penjualan Obligasi tanggal 31 Mei 2016 adalah sebagai
berikut :

  - bunga = (5/12 x 16% x Rp10.000.000,00) x 10


berjalan 

      = Rp6.666.670,00

  - diskonto = [(Rp10.666.667,00-Rp666.667,00) - Rp10.500.000,00] x


10

      = (Rp5.000.000,00)
        diskonto negatif atau rugi.

  Perolehan diskonto negatif atau rugi dapat diperhitungkan dengan


penghasilan bunga berjalan. PPh terutang yang bersifat final karena
penjualan Obligasi, sebagai berikut:

  - PPh Final = 15% X (Rp6.666.670,00-Rp5.000.000,00)

      = Rp250.001,00

  Keterangan :

  Meskipun penjualan Obligasi tidak dilakukan melalui perantara dan


tidak dilaporkan ke bursa, dana pensiun sebagai pembeli wajib
melakukan pemotongan pajak. Ketentuan yang sama juga berlaku dalam
hal pembelian langsung dilakukan oleh perusahaan efek, bank, dan
reksa dana selaku investor.

6. Pada tanggal 1 Juli 2016 (jatuh tempo Obligasi), Dana Pensiun Sejahtera
Mandiri menerima pelunasan seluruh Obligasi yang dimilikinya beserta
imbalan bunga sesuai masa kepemilikan (1 bulan) dari PT ABC, yang
merupakan emiten Obligasi tersebut. Penghitungan bunga, diskonto, dan
PPh final yang terutang oleh Dana Pensiun Sejahtera Mandiri pada saat
jatuh tempo/pelunasan Obligasi tanggal 1 Juli 2016 adalah sebagai
berikut:

  - bunga = (1/12 x 16% x Rp10.000.000,00) x 10

      = Rp1.333.330,00

  - diskonto = (Rp10.000.000,00 - Rp10.000.000,00) x 10

      = nihil.
  - PPh final tidak terutang oleh dana pensiun yang memenuhi syarat
sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri ini.

7. Pada tanggal 1 Januari 2011, PT ABC menerbitkan Obligasi tanpa bunga


(non-interest bearing debt securitiest) berjangka waktu 10 tahun (jatuh
tempo tanggal 1 Januari 2021) dengan nilai nominal sebesar
Rp10.000.000,00. Penerbitan perdana Obligasi tersebut tercatat di Bursa
Efek Indonesia (BEI).

  PT GHI membeli 100 lembar Obligasi tanpa bunga tersebut dengan harga
perdana sebesar Rp6.000.000,00 per lembar.

  Pada tanggal 31 Agustus 2014, PT GHI menjual 50 lembar Obligasi


tersebut di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui perusahaan efek PT MNO
kepada PT JKL seharga Rp7.000.000,00 per lembar.

  Penghitungan diskonto dan PPh final yang terutang oleh PT GHI adalah
sebagai berikut :
  - diskonto =  (Rp7.000.000,00 - Rp6.000.000,00) x 50

      = Rp50.000.000,00

  - PPh final = 15% x Rp50.000.000,00

      = Rp7.500.000,00
  Dipotong oleh PT MNO selaku perantara.

  Keterangan :
  Diskonto Obligasi tanpa bunga dikenakan pemotongan PPh final pada
setiap kali dilakukan penjualan, sepanjang :

  - penjualan dilakukan melalui perantara atau pembeli langsung yang


ditunjuk sebagai pemotong pajak; dan

  - penjual Obligasi tidak dikecualikan dari pemotongan Pajak


Penghasilan.
  Pada saat jatuh tempo/pelunasan Obligasi dimaksud, atas diskonto
terakhir dikenakan PPh final.

Anda mungkin juga menyukai