Anda di halaman 1dari 11

DISKUSI 1

EK O NO M I M ANAJER IAL

NAMA : MILLINNIA
NIM : 041252896

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TERBUKA
2021
1. Bagaimana konsep dari nilai perusahaan yang telah anda pahami, berikan contoh dan
cara menghitungnya!

Jawab : Seperti disampaikan sebelumnya, dasar dari model ekonomi adalah


maksimisasi nilai suatu perusahaan. Oleh karena itu, pengertian nilai dalam
pembahasan di sini harus jelas batasannya. Dalam literatur ekonomi dan
bisnis, nilai mempunyai bermacam-macam pengertian, misalnya nilai buku,
nilai pasar, nilai likuidasi, dan lain-lain. Untuk pembahasan di sini, nilai
perusahaan kita definisikan sebagai nilai sekarang (present value) dari aliran
kas suatu perusahaan yang diharapkan akan diterima pada masa yang akan
datang. Aliran-aliran kas tersebut, untuk saat ini, bisa disamakan dengan
laba. Oleh karena itu, nilai perusahaan sekarang ini atau nilai sekarangnya
adalah nilai dari laba yang diharapkan akan diperoleh pada masa yang akan
datang yang dihitung pada masa sekarang dengan cara mendiskontokannya
pada suatu tingkat bunga tertentu. Tingkat bunga tersebut sering juga
disebut sebagai tingkat diskonto yang terbaik (opportunity discount rate).
Esensi model tersebut bisa ditunjukkan seperti berikut ini :

Nilai Perusahaan = PV dari laba yang diharapkan pada masa depan


𝜋1 𝜋2 𝜋𝑛
= + + …….. +
(1+𝑖)1 (1+𝑖)2 (1+𝑖)𝑛
𝜋
= ∑𝑛𝑡=1 (1+𝑖)
1
1 [pers.1.1]

PV merupakan singkatan dari present value; 𝜋1, 𝜋2, dan seterusnya


menunjukkan laba yang diharapkan setiap tahun; dan i adalah tingkat bunga
(diskonto) yang terbaik. Oleh karena laba sama dengan penerimaan total
atau total revenue (TR) dikurangi dengan biaya total atau total cost (TC)
maka persamaan 1.1 bisa juga dituliskan dengan cara berikut :

𝑇𝑅1 −𝑇𝐶1
Nilai Perusahaan = ∑𝑛𝑡=1 [pers.1.2]
(1+𝑖)1
Bagian pemasaran dari suatu perusahaan bertanggung jawab besar dalam
pengelolaan penjualan. Bagian produksi bertanggung jawab dalam
pengelolaan biaya produksi. Bagian keuangan bertanggung jawab dalam
mencari dan mengelola modal untuk menunjang kegiatan-kegiatan
perusahaan serta menetapkan tingkat diskonto yang terbaik.

Nilai perusahaan adalah persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan


perusahaan yang sering dihubungkan dengan harga saham. Harga saham
yang tinggi membuat nilai perusahaan tinggi dan meningkatkan
kepercayaan pasar tidak hanya terhadap kinerja perusahaan kini tapi juga di
masa depan. Penting untuk memaksimalkan nilai perusahaan, karena
memaksimalkan nilai perusahaan berarti memaksimalkan tujuan
perusahaan.

Pengertian Nilai Perusahaan Menurut Para Ahli :


1) Brigham dan Erdhadt (2005:518)
Nilai Perusahaan adalah nilai sekarang (present value) dari free cash
flow di masa mendatang pada tingkat diskonto sesuai rata-rata
tertimbang biaya modal. Free cash flow adalah cash flow yang tersedia
bagi investor (kreditur dan pemilik) setelah memperhitungkan seluruh
pengeluaran untuk operasional perusahaan dan pengeluaran untuk
investasi serta aset lancar bersih.

2) Gitman (2006:352)
Nilai Perusahaan adalah nilai aktual per lembar saham yang akan
diterima apabila aset perusahaan dijual sesuai harga saham.

3) Harmono (2009:233)
Nilai Perusahaan adalah kinerja perusahaan yang dicerminkan oleh
harga saham yang dibentuk oleh permintaan dan penawaran pasar
modal yang merefleksikan penilaian masyarakat terhadap kinerja
perusahaan.
4) Sartono (2010:487)
Nilai Perusahaan adalah nilai jual sebuah perusahaan sebagai suatu
bisnis yang sedang beroperasi. Adanya kelebihan nilai jual diatas nilai
likuidasi adalah nilai dari organisasi manajemen yang menjalankan
perusahaan itu.

5) Noerirawan (2012)
Nilai Perusahaan adalah kondisi yang telah dicapai oleh suatu
perusahaan sebagai gambaran dari kepercayaan masyarakat terhadap
perusahaan setelah melalui suatu proses kegiatan selama beberapa
tahun, yaitu sejak perusahaan tersebut didirikan sampai dengan saat ini.

Faktor nilai perusahaan yang mempengaruhi nilai perusahaan, diantaranya :


1) Pertumbuhan Laba
Petumbuhan laba merupakan pengaruh positif terhadap nilai
pertumbuhan yang tinggi dan semakin bernilai pertumbuhan laba yang
dihasilkan pada potensi laba yang lebih besar. Sehingga laba
perusahaan bisa dikelola secara efisien dan bisa memperoleh
peningkatan profitabilitas juga kepercayaan masyarakat. Selain itu juga
memperoleh penanam modal yang mendorong lebih besar.

2) Dividend Payout Ratio (DPR)


Ini merupakan nilai yang berpengaruh positif pada pertumbuhan yang
semakin tinggi dari peningkatan nilai jual pada perusahaan dengan
keuntungan untuk para pemegang saham. Faktor ini juga mampu
memberi sinyal pada investor terhadap perusahaan untuk
mempertahankan dan direspon positif dengan pertumbuhan yang lebih
tinggi sehingga mempunyai karakter pertumbuhan dividen.

3) Required Rate of Return


Ini merupakan faktor nilai yang mempunyai tingkat laba yang dianggap
layak diperoleh investor atau tingkat dengan keuntungan yang lebih
dikedepankan. Faktor ini bisa diberikan hasil nilai dalam menjual
saham dan mendorong penurunan harga saham lebih jauh sehingga
kemampuan tersebut akan semakin rendah.

Jenis-jenis nilai perusahaan dari metode perhitungan yang digunakan,


terdapat 5 (lima) jenis nilai perusahaan, antara lain :
1) Nilai Nominal
Nilai nominal adalah nilai yang tercantum secara formal dalam
anggaran dasar perseroan, disebutkan secara eksplisit dalam neraca
perusahaan dan juga ditulis secara jelas dalam surat saham kolektif.

2) Nilai Pasar
Nilai pasar atau disebut kurs adalah harga yang terjadi dari proses tawar
menawar di pasar saham. Nilai pasar hanya dapat ditentukan apabila
saham perusahaan dijual di pasar saham.

3) Nilai Intrinsik
Pengertian nilai intrinsik adalah konsep terabstrak sebab mengacu pada
perkiraan nilai riil suatu perusahaan. Nilai perusahaan dalam konsep
nilai intrinsik bukan sekedar harga dari sekumpulan aset, namun juga
nilai perusahaan sebagai entitas bisnis yang memiliki kemampuan
menghasilkan keuntungan di kemudian hari.

4) Nilai Buku
Pengertian nilai buku adalah nilai perusahaan yang dihitung
berdasarkan konsep akuntansi. Sederhananya, nilai buku dihitung
dengan membagi selisih antar total aset dan total utang dengan jumlah
saham yang beredar.

5) Nilai Likuidasi
Pengertian nilai likuidasi adalah nilai jual semua aset perusahaan
setelah dikurangi semua kewajiban yang harus dipenuhi. Nilai likuidasi
dapat dihitung berdasarkan neraca performa yang disiapkan saat
perusahaan akan dilikuidasi (sama dengan menghitung nilai buku).
Pengukuran nilai perusahaan dapat diukur dengan harga saham
menggunakan rasio yang disebut rasio penilaian. Rasio penilaian
memberikan informasi seberapa besar masyarakat menghargai perusahaan,
sehingga masyarakat tertarik untuk membeli saham dengan harga lebih
tinggi dibandingkan nilai bukunya. Berikut beberapa cara mengukur nilai
perusahaan, diantaranya yaitu :
1) Price Earning Ratio (PER)
Price Earning Ratio (PER) menunjukkan beraa banyak jumlah uang
yang rela dikeluarkan investor untuk membeyar setiap dolar laba yang
dilaporkan. Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar
perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang
diperoleh pemegang saham.

Price earning ratio (PER) berfungsi untuk mengukur perubahan


kemampuan laba yang diharapkan di masa yang akan datang. Semakin
besar PER, maka semakin besar kemungkinan perusahaan untuk
tumbuh sehingga bisa meningkatkan nilai perusahaan. Berikut Rumus
untuk mengukur price earning ratio (PER) :

2) Price to Book Value (PBV)


Price to Book Value (PBV) adalah rasio yang menunjukkan apakah
harga saham yang diperdagangkan overvalued (di atas) atau
undervalued (di bawah) nilai buku saham. Semakin besar rasio Price to
Book Value (PBV) semakin tinggi perusahaan dinilai oleh pemodal
relatif dibandingkan dengan dana yang telah ditanamkan di perusahaan.
Berikut rumus untuk mengukur Price to Book Value (PBV) :
3) Tobin’s Q
Tobin’s Q dihitung dengan membandingkan rasio nilai pasar saham
perusahaan dengan nilai buku ekuitas perusahaan. Rumus Tobin’s Q,
yaitu :

Keterangan:
Q = nilai perusahaan
EMV = nilai pasar ekuitas
EBV = nilai buku dari total aktiva
D = nilai buku dari total hutang

EMV diperoleh dari hasil perkalian harga saham penutupan pada akhir
tahun (closing price) dengan jumlah saham yang beredar pada akhir
tahun sedangkan EBV diperoleh dari selisih total asset perusahaan
dengan total kewajibannya.
2. Suatu keputusan manajerial harus diselesaikan oleh perusahaan berkaitan dengan
prinsip tata kelola manajerial; mengenai Principal Agent. Jelaskan Principal Agent
Problems terkait dengan moral hazard suatu perusahaan!

Jawab : Dalam teori keagenan menjelaskan tentang dua pelaku ekonomi yang saling
bertentangan yaitu prinsipal dan agen. Hubungan keagenan merupakan
suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang
lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi
wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal
(Ichsan, 2013). Jika prinsipal dan agen memiliki tujuan yang sama maka
agen akan mendukung dan melaksanakan semua yang diperintahkan oleh
prinsipal.

Pertentangan terjadi apabila agen tidak menjalankan perintah prinsipal


untuk kepentingannya sendiri. Dalam penelitian ini, pemerintah adalah
prinsipal sedangkan perusahaan adalah agen. Pemerintah yang bertindak
sebagai prinsipal memerintahkan kepada perusahaan untuk membayar pajak
sesuai dengan perundang-undangan pajak. Hal yang terjadi adalah
perusahaan sebagai agen lebih mengutamakan kepentingannya dalam
mengoptimalkan laba perusahaan sehingga meminimalisir beban, termasuk
beban pajak dengan melakukan penghindaran pajak. Manajer perusahaan
yang berkuasa dalam perusahaan untuk pengambilan keputusan sebagai
agen memiliki kepentingan untuk memaksimalkan labanya dengan
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Karakter manajer perusahaan
tentunya mempengaruhi keputusan manajer untuk memutuskan
kebijakannya untuk meminimalkan beban termasuk beban pajak dengan
mempertimbangkan berbagai macam hal seperti sales growth atau leverage.

Sales growth yang semakin meningkat tentunya menggambarkan laba yang


semakin meningkat pula sehingga manajer akan berfikir untuk
memaksimalkan labanya dengan cara apapun. Begitu juga dengan leverage,
kebijakan leverage yang digunakan oleh para manajer untuk memperoleh
pendanaan dari eksternal demi kelangsungan operasional akan
meningkatkan bunga namun memperkecil beban pajak karena semakin
besar perlindungan pajak. Kedua hal tersebut menjadi pertimbangan
manajer dalam memutuskan kebijakan untuk memaksimalkan labanya.

Hal inilah yang menjadikan adanya konflik keagenan. Konflik keagenan


yang terjadi antara agen dan prinsipal dapat diminimalkan dengan berbagai
macam cara, salah satunya dengan pengungkapan corporate governance
(Evianisa, 2014). Menurut Forum for Corporate Governance In Indonesia
(FCGI) dalam Evianisa (2014) mengenai pengertian corporate governance
adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegeng
saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegeng kepentingan intern dan eksteren lainnya
yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Corporate
governance yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan,
komite audit, dan kualitas audit.

Dalam praktik yang terjadi di berbagai lembaga baik lembaga bisnis,


lembaga nonbisnis, maupun lembaga pemerintah umum dijumpai adanya
agen (agent) yang bekerja atas nama pimpinan (principal). Dalam
perusahaan, pemilik perusahaan (pemilik saham) mempekerjakan sejumlah
pegawai (komisaris, jajaran manajemen, staf divisi, dan lain-lain) untuk
mengelola kegiatan operasional perusahaannya. Dalam kasus ini, pemilik
perusahaan berperan sebagai principal dan pegawai berperan sebagai agent.

Pegawai dihadapkan pada pilihan untuk berperilaku sesuai keinginan


principal atau berperilaku oportunis untuk mengutamakan keinginan pribadi
(interest) nya dalam pengelolaan kegiatan operasional perusahaan. Hal ini
dapat terjadi seiring dengan kapasitas pegawai sebagai orang yang lebih
mengetahui kondisi dan memiliki banyak informasi terkait kegiatan
operasional perusahaan, sementara pemilik perusahaan sebagai principal
tidak memiliki informasi yang lengkap atau bahkan cenderung tidak peduli
(rationally ignorant) tentang detail aktivitas agent akibat biaya monitoring
pegawai yang besar untuk mengetahui apa yang sebenarnya dilakukan
agent. Inilah yang dimaksud permasalahan principal-agent.

Sebagai contoh, principal menginginkan manajer perusahaan untuk


berperilaku sebagai wirausaha, yaitu mau bekerja keras serta berani
mengambil risiko, menggali kreativitasnya, dan melakukan inovasi.
Meskipun demikian, karena manajer tersebut menginginkan kehidupan
yang jauh dari risiko dan nyaman, manajer tersebut lebih memilih untuk
menjalankan tugas secara standar, tanpa bekerja keras.

Ketika seorang agen menoleransi perilaku oportunis tersebut dan merasa ada
kesempatan untuk mengambil keuntungan dari perilaku oportunis tersebut
maka dia akan terjatuh dalam kondisi moral hazard, Mengacu pada Kasper
(2002), moral hazard merepresentasikan suatu kondisi di mana individu
berupaya untuk melanggar nilai-nilai kejujuran dan kepercayaan untuk
keinginan pribadinya karena keadaan lingkungan di mana individu tersebut
beraktivitas memberikan kesempatan melakukan tindakan pelanggaran
tersebut.

Dalam banyak kasus, berbagai kasus korupsi dalam lembaga bisnis terjadi
karena permasalahan principal agent dan praktik moral hazard dari
pegawainya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jajaran manajemen maupun staf
operasional memiliki tugas yang kompleks yang disertai dengan banyak
pertemuan, perjalanan dinas, berbagai proyek kerja sama riset, serta
pembagian dan koordinasi tugas yang berlapis di mana pelaksanaanya tidak
secara detail termonitor oleh principal. Berbagai aktivitas tersebut
tampaknya dapat dipertanggungjawabkan dan perlu dibiayai. Meskipun
demikian, dibalik itu, seringkali terdapat sejumlah manipulasi anggaran dan
praktik korupsi keuangan perusahaan yang akhirnya berdampak negatif
terhadap keuangan perusahaan dan pada titik tertentu dapat berujung pada
kebangkrutan perusahaan.
Kasus principal-agent yang berdampak negatif pada inefisiensi bahkan
kehancuran perusahaan sudah banyak terjadi pada perusahaan, baik luar
negeri maupun dalam negeri. Penyebab utamanya dapat diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok besar, yaitu karakter dan perilaku agen yang
mengedepankan kepentingannya, terbatasnya kapasitas principal dalam
memonitor perilaku agent, dan kurangnya kapasitas dan efektivitas
kelembagaan (aturan formal, aturan informal, berikut mekanisme
monitoring dan mekanisme penegakan) yang ada dalam lingkungan
perusahaan dalam membatasi perilaku individu, terutama agent, yang
bekerja dalam perusahaan.

Sumber : BMP EKMA4312 Modul 1


https://www.pelajaran.co.id/2020/09/nilai-perusahaan.html
https://www.hestanto.web.id/teori-keagenan-agency-theory/

Anda mungkin juga menyukai