Anda di halaman 1dari 8

PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN DENGAN METODE EVA

(ECONOMIC VALUE ADDED)

Konsep EVA (Nilai Tambah Ekonomis) merupakan pendekatan baru dalam menilai kinerja
perusahaan dengan memperhatikan secara adil ekspektasi para penyandang dana. Tidak seperti ukuran
kinerja konvensional, konsep EVA dapat berdiri sendiri tanpa perlu analisa perbandingan dengan
perusahaan sejenis ataupun membuat analisa kecenderungan (trend). Secara sederhana apabila EVA >
0 maka telah terjadi proses nilai tambah pada perusahaan, karena tingkat penghasilan melebihi tingkat
biaya modal, sementara EVA = 0 menunjukkan posisi impas perusahaan. Sebaliknya kondisi EVA < 0
menunjukkan tidak terjadinya proses nilai tambah pada perusahaan, karena laba yang tersedia tidak
bisa memenuhi harapan para penyandang dana.

Perubahan yang demikian pesat disegala bidang telah menyebabkan begitu banyak perkembangan
pemikiran-pemikiran baru dibidang manajemen. Manajemen yang pada dasarnya lebih bersifat seni
dari pada ilmu telah banyak mengalami proses transformasi dalam pendekatan-pendekatan
pemikirannya oleh para ahli yang telah lama berkecimpung dalam penelitian dibidang manajemen.

Sebagai contoh pada dasawarsa 1980-an buku In Search of Excellence (1992) yang ditulis oleh
Waterman & Peters sempat menjadi best seller dengan jurus-jurus perspektifnya untuk para eksekutif
jika ingin menjadi yang “terbaik” dibidangnya.

Pada tahun 1987 pengarang yang sama. Yakni Tom Peters justru membuat pernyataan yang
berlawanan melalui bukunya Thriving on Chaos bahwa tidak ada perusahaan yang terbaik dan setiap
perusahaan harus berusaha hidup dengan situasi yang serba kacau (chaos). Adalah Tom Peters juga
yang pada akhirnya tahun 1992 menerbitkan buku barunya yang sangat kontroversial, Liberation
Manajement. Esensi dari buku tersebut adalah bahwa pada saat ini dan disaat mendatang para
eksekutif tidak punya cukup waktu untuk membuat perencanaan jangka penjang karena demikian
cepatnya perubahan pasar dan semakin beragamnya kebutuhan konsumsi dunia yang sudah global ini.
Pada saat yang bersamaan pula dengan temannya James Champy mengemukakan pemikiran sangat
revolusioner dibidang manajemen yang menekankan pada proses, yaitu Reengineering The
Corporation-a manifesto to business revolution.

Dengan demikian bila memang benar eksekutif dimasa mendatang tidak punya cukup waktu lagi untuk
membuat perencanaan jangka panjang, bagaimana eksekutif dapat mengendalikan jalannya perusahaan
secara efektif dan efisien?. Ukuran apa yang dapat digunakan untuk menilai kinerja operasional
perusahaan?. Sejauh mana dampak ukuran tersebut terhadap keputusan-keputusan strategis?.
Bagaimanakah perilaku eksekutif dalam memanfaatkan ukuran kinerja perusahaannya untuk sukses
dalam kompetisi dan pada saat yang bersamaan memenuhi harapan-harapan pelanggan, karyawan dan
penyandang dana (stakeholders satisfaction concept)?

EVA (ECONOMIC VALUE ADDED)

Sudah sangat lama para ahli dibidang manajemen keuangan mencoba memikirkan suatu cara untuk
mengukur kinerja operasional perusahaan secara tepat dengan memperhatikan sepenuhnya
kepentingan dan harapan para penyandang dana (kreditur dan pemegang saham).

Manajemen Keuangan 2: Pengukuran Kinerja Perusahaan Dengan Metode EVA dan MVA Page 1
Fortune edisi 20 September 1993 menurunkan suatu artikel yang berkaitan dengan ukuran kinerja
operasional suatu perusahaan dengan menggunakan suatu teknik yang disebut EVA (Economic Value
Added). Teknik ini sangat cocok untuk menilai kinerja operasional ekonomis suatu perusahaan dan
sekaligus menjawab keinginan para eksekutif dalam menyajikan suatu ukuran yang secara “adil”
mempertimbangkan harapan-harapan kreditur dan pemegang saham. Teknik EVA ini relatif masih
baru, untuk menjawab persoalan tentang ukuran yang tepat untuk menilai kinerja operasional dan
sangat membantu dalam mempertimbangkan keputusan manajemen.

Ukuran yang lazim dipakai dalam penelitian kinerja suatu perusahaan dinyatakan dalam rasio finansial
yang dibagi empat kategori utama, yaitu :

1. Rasio Keuntungan (Laba)


Rasio ini ditunjukkan untuk menilai seberapa baik tingkat laba suatu perusahaan.
Termasuk dalam kelompok ini adalah :
a. Net Profit Margin (NPM), yaitu rasio antara laba bersih setelah pajak terhadap penjualan
bersih.
b. Return on Assets (ROA), yaitu rasio antara keuntungan bersih setelah pajak terhadap
jumlah asset keseluruhan yang juga berarti merupakan suatu ukuran untuk menilai
seberapa besar tingkat pengembalian (%) dari asset yang dimiliki.
c. Return on Equity (ROE), yaitu rasio antara laba bersih setelah pajak terhadap penyertaan
modal saham sendiri yang berarti juga merupakan ukuran untuk menilai seberapa besar
tingkat pengembalian (%) dari saham sendiri yang ditanamkan dalam bisnis yang
bersangkutan.
d. Retur on Investment (ROI), yaitu rasio antara laba bersih setelah pajak terhadap jumlah
modal (hutang dan saham) yang ditanamkan dalam usaha yang bersangkutan.

2. Rasio Aktivitas
Rasio ini mencoba untuk mengukur efisiensi dari kegiatan operasional perusahaan dan
mencoba mengungkapkan masalah-masalah yang selama ini tersembunyi. Termasuk dalam
kategori ini adalah :
a. Total Assets Turnover (ATO), yaitu rasio antara penjualan terhadap jumlah harta
keseluruhan.
b. Collection Period, yaitu mengukur jangka waktu pembayaran piutang oleh pembeli.
c. Inventory Turnover (ITO), yaitu mengukur tingkat perputaran barang dari persediaan ke
penjualan dan dinyatakan dengan rasio antara harga pokok penjualan (HPP) terhadap
tingkat persediaan.
d. Fixed Assets Turnover, yaitu mengukur tingkat penggunaan harta tetap dinyatakan dalam
rasio antara penjualan bersih terhadap harta tetap bersih (setelah dikurangi akumulasi
penyusutan).

3. Rasio Leverage
Rasio ini ditujukan untuk mengukur seberapa baik struktur permodalan perusahaan. Termasuk
dalam rasio leverage ini adalah :
a. Debt Ratio, yaitu perbandingan jumlah hutang terhadap jumlah modal.

Manajemen Keuangan 2: Pengukuran Kinerja Perusahaan Dengan Metode EVA dan MVA Page 2
b. Debt Equity Ratio (DER), yaitu perbandingan jumlah modal saham terhadap jumlah
modal keseluruhan.
c. Times Interest Earned (TIE), yaitu mengukur tingkat kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban bunga kepada kreditur.

4. Ratio Likuiditas

Rasio ini mengukur seberapa likuid perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek.
Yang termasuk dalam kategori ini adalah :
a. Current Ratio, yaitu rasio antara harta lancar dengan hutang lancar.
b. Quick Ratio, yaitu rasio antara harta lancar tanpa persediaan terhadap kewajiban jangka
pendek.

Dalam menganalisa setiap ukuran (rasio) diatas, angka-angka yang diperoleh dari perhitungan tidak
dapat berdiri sendiri. Rasio tersebut akan bermakna bila setidaknya satu dari dua hal berikut ini dapat
terpenuhi :

1. Adanya perbandingan dengan perusahaan sejenis yang mempunyai tingkat resiko yang hampir
sama.
2. Adanya analisa kecenderungan (trend analisys) dari setiap rasio terhadap rasio pada tahun-
tahun sebelumnya.

NITAMI (NILAI TAMBAH EKONOMIS)

Penggunaan istilah adalah untuk meng-Indonesia-kan istilah EVA. Nitami berdasarkan pada konsep
bahwa dalam pengukuran laba suatu perusahaan, harus dilakukan dengan “adil” mempertimbangkan
harapan-harapan setiap penyedia dana (kreditur dan pemegang saham). Derajat ke “adil”-an tersebut
dinyatakan dengan ukuran tertimbang (weighted) dari struktur modal yang ada. Untuk itulah
diperlukan pemahaman mengenai konsep ongkos modal (cost of capital) karena NITAMI memang
berangkat dari cost of capital. Secara singkat NITAMI dapat dihitung dengan rumus sederhana sebagai
berikut :

NITAMI (Rp) = EBIT (Rp) – Beban Pajak (Rp) – Ongkos Modal (Rp)

Jika NITAMI > 0, maka kita telah menambahkan nilai tambah kedalam usaha tersebut. Jika NITAMI
= 0, maka berarti secara ekonomis usaha tersebut impas, karena semua laba digunakan untuk
membayar kewajiban kepada penyandang dana baik kreditur maupun pemegang saham. Bila NITAMI
< 0, maka usaha tersebut tidak menghasilkan nilai tambah secara ekonomis, sebab laba yang tersedia
tidak mampu memenuhi harapan-harapan penyandang dana (terutama pemegang saham).

LANGKAH-LANGKAH DALAM MENENTUKAN NITAMI

Manajemen Keuangan 2: Pengukuran Kinerja Perusahaan Dengan Metode EVA dan MVA Page 3
Langkah-langkah untuk menghitung ukuran NITAMI adalah :

1. Menghitung / menaksir ongkos modal hutang (Cost of Debt)=(KD). Modal, dalam


penghitungan ini terdiri dari modal hutang jangka panjang dan modal saham. Rumus yang
dapat digunakan adalah sebagai berikut :

KD = (1 – t) x % beban bunga terhadap jumlah hutang

Dimana t adalah tingkat pajak yang dikenakan, pembayaran bunga mengurangi pendapatan
kena pajak (PKP).

2. Menaksir ongkos modal saham (KE)


Untuk menghitung ini ada banyak cara, diantaranya adalah : dividend growth, Capital Assets
Pricing Model (CAPM), Arbitrage Pricing Theory (APT). Namun dalam menghitung NITAMI
ini digunakan pendekatan CAPM dengan rumus sebagai berikut :

KE = rf + β (rm – rf)
Dimana :
rf = tingkat bunga investasi yang dapat diperoleh tanpa resiko
rm = tingkat bunga investasi rata-rata dari keseluruhan pasar
β = faktor resiko (beta) yang berlaku spesifik untuk perusahaan tersebut

3. Menghitung struktur permodalan


Struktur permodalan dapat dihitung dengan melihat pada neraca, yaitu pada jumlah hutang
jangka panjang dan jumlah modal saham, kemudian bandingkan masing-masing dengan
jumlah modal keseluruhan.

4. Menghitung ongkos modal tertimbang (WACC)


Untuk menghitung ini dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

WACC = (% komposisi hutang x KD) + (% komposisi modal saham x KE)

5. Menghitung NITAMI
NITAMI dapat dihitung dengan menggunakan rumus sederhana sebagai berikut :

NITAMI (Rp) = EBIT (Rp) – Beban Pajak (Rp) – Ongkos Modal (Rp)

Manajemen Keuangan 2: Pengukuran Kinerja Perusahaan Dengan Metode EVA dan MVA Page 4
Nitami merupakan suatu ukuran kinerja operasional yang dapat berdiri sendiri tanpa perlu ukuran yang
lain. Hal ini merupakan faktor keuntungan aplikasi metode NITAMI dalam suatu usaha dibandingkan
dengan ukuran kinerja yang sudah lazim (konvensional).

NITAMI tidak memerlukan analisis kecenderungan dan / atau perbandingan dengan perusahaan yang
memiliki tingkat resiko hampir sama. Selain itu NITAMI juga dapat dipakai sebagai dasar penilaian
pemberian bonus kepada karyawan terutama pada divisi-divisi yang memberikan NITAMI positif
demikian pula sebaliknya.

Walaupun NITAMI berorientasi operasional, akan tetapi sangat berpengaruh dalam menentukan arah
strategis perkembangan portofolio perusahaan. Bila suatu unit usaha selalu memiliki NITAMI negatif,
barangkali sudah saatnya pimpinan perusahaan holding dari unit usaha tersebut, harus menghentikan
kegiatan unit usaha dan meninggalkannnya.

Pengertian MVA (Market Value Added)


Konsep Market Value added (MVA) juga dikembangkan oleh Stewart & Stern.

Menurut Warsono (2003:47) “Market Value Added (MVA) adalah perbedaan antara nilai pasar ekuitas
perusahaan pada periode tertentu dengan nilai ekuitas yang dipasok para investornya”. MVA hanya
dapat dihitung atau diaplikasikan pada perusahaan publik atau yang listed di pasar modal.

Menurut Winarto (2005:4) “Market value added (MVA) adalah perbedaan antara modal yang
ditanamkan di perusahaan sepanjang waktu (untuk keseluruhan investasi baik berupa modal, pinjaman,
laba ditahan dan sebagainya) terhadap keuntungan yang dapat diambil sekarang, yang merupakan
selisih antara nilai buku dan nilai pasar dari keseluruhan tuntutan modal.

MVA harus menjadi tujuan utama perusahaan yang menitikberatkan pada kemakmuran pemegang
saham. Pada dasarnya MVA adalah suatu konsep untuk menilai kinerja keuangan perusahaan dari
sudut pandang eksternal dengan menghitung selisih antara nilai pasar saham dengan nilai buku saham.

Nilai tambah pasar (MVA) dari sebuah perusahaan merupakan hasil dari selisih nilai pasar perusahaan
dikurangi oleh komponen biaya yang telah dikeluarkan perusahaan untuk modal investasinya yang
beredar (Winarto, 2005:5). Langkah yang harus ditempuh untuk menghitung nilai MVA adalah:

1. Menghitung jumlah saham yang nilai buku dan nilai pasar dari keseluruhan beredar (the number of
outstanding)

2. Menghitung harga pasar (share price)

3. Menghitung nilai buku ekonomis per lembar saham (economic book value per share)

4. Menghitung MVA.

Rumus perhitungan masing-masing komponen:

MVA = Market Value of Equity (MVE) – Book Value of Equity (BVE)

Manajemen Keuangan 2: Pengukuran Kinerja Perusahaan Dengan Metode EVA dan MVA Page 5
MVE = Shares outstanding x Stock price

BVE = Shares outstanding x Nominal value of share

MVA yang positif ( MVA  0 ) berarti menunjukkan pihak manajemen telah mampu meningkatkan
kekayaan pemegang saham dan MVA yang negatif (MVA  0 ) mengakibatkan berkurangnya nilai
modal pemegang saham sehingga memaksimumkan nilai MVA seharusnya menjadi tujuan utama
perusahaan dalam meningkatkan kekayaan pemegang saham.

Hubungan Antara EVA dengan MVA

EVA dan MVA memiliki hubungan yang tidak langsung. Pada perusahaan yang memiliki sejarah
EVA yang bagus maka secara tidak langsung juga memiliki MVA yang bagus juga. Menurut Winarto
(2005:) “MVA menjelaskan seberapa besar kekayaan yang dapat diciptakan atau dihilangkan saat ini
dan EVA menggambarkan efisiensi dalam suatu periode tertentu. Dari kedua metode pertambahan
nilai EVA dan MVA ini dapat diperlihatkan valuasi perusahaan publik. Keduanya menjelaskan
seberapa besar kekayaan yang dapat diciptakan ataupun sebaliknya dihilangkan oleh perusahaan
selama melakukan kegiatan operasionalnya.”

Kedua metode penilaian kinerja berdasarkan nilai tambah ini dapat dijadikan acuan atau dasar yang
lebih baik bagi pemilik modal untuk menilai kinerja keuangan suatu perusahaan. Hasil penilaian
dengan kedua metode ini dapat digunakan oleh para pemillik modal sebagai bahan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan investasi agar mendapat tingkat pengembalian yang sesuai dengan
resiko yang diambil.

Perbandingan EVA dan MVA

Salah satu keunggulan EVA sebagai penilai kinerja perusahaan adalah dapat digunakan sebagai
penciptaan nilai (value creation). Menurut Mirza (1997 : 28) mengungkapkan kelebihan EVA adalah :

a. EVA memfokuskan penilaian pada nilai tambah dengan memperhitungkan beban nilai modal
sebagai konsekuensi investasi.
b. Perhitungan EVA dapat dipergunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding
seperti standar industri atau data perusahaan sebagai konsep penilaian dengan menggunakan
analisis ratio.
c. Konsep EVA adalah alat mengukur bonus karyawan perusahaan yang melihat segi ekonomis
dalam pengukurannya yaitu dengan memperhatikan harapan para penyandang dana secara
adil, dimana derajat keadilan dinyatakan dengan ukuran tertimbang dari struktur modal yang
ada dan pedoman pada nilai pasar dan bukan pada nilai buku.
d. Konsep EVA merupakan tolak ukur yang tepat untuk menjalankan stock holder satisfaction
concept yang memperhatikan karyawan, pelanggan dan pemodal.
e. Pengaplikasian EVA yang mudah menunjukkan bahwa konsep tersebut merupakan ukuran
yang praktis, mudah dihitung dan mudah digunakan. Sehingga merupakan salah bahan
pertimbangan dalam mempercepat pengambilan keputusan bisnis.
f. Meskipun konsep EVA beroreintasi pada kinerja operasional akan tetapi sangat berpengaruh
untuk dipertimbangkan dalam penentuan arah strategi perkembangan portofolio perusahaan.
Sebagai contoh bila suatu unit usaha selalu mempunyai EVA yang negatif, kemungkinan

Manajemen Keuangan 2: Pengukuran Kinerja Perusahaan Dengan Metode EVA dan MVA Page 6
sudah saatnya perusahaan induk memutuskan untuk keluar dari bisnis tertentu. Sehingga dapat
dikatakan bahwa EVA merupakan suatu metode penilaian yang secara akurat dan
komprehensif mampu memberikan penilaian secara wajar atas kondisi suatu perusahaan.

Melihat berbagai kelebihan EVA, ternyata juga mempunyai kelemahan-kelemahan yang diungkapkan
oleh Mirza (1997 : 23) sebagai berikut :

a. EVA hanya mengukur hasil akhir (result), konsep ini tidak mengukur aktivitas-aktivitas
penentu seperti loyalitas dan tingkat retensi konsumen.
b. EVA terlalu tertumpu pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan pendekatan
fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham
tertentu, padahal faktor-faktor lain terkadang lebih dominan.
c. Konsep ini sangat tergantung pada transparansi internal dalam perhitungan EVA secara akurat.

Walaupun terdapat beberapa kelemahan, EVA tetap berguna untuk dijadikan acuan, mengingat EVA
mempertimbangkan harapan investor terhadap investasi mereka. Pengembalian dari suatu investasi
baru akan berarti apabila besarnya pengembalian tersebut melebihi biaya modal yang dikeluarkan
untuk mewujudkan investasi tersebut.

Kelebihan Market Value Added

(MVA) menurut Zaky dan Ary (2002:139), MVA merupakan ukuran tunggal dan dapat berdiri sendiri
dan tidak membutuhkan analisis trend maupun norma industri sehingga bagi pihak manajemen dan
penyedia dana akan lebih mudah dalam menilai kinerja perusahaan.

Sedangkan kelemahan MVA adalah, MVA hanya dapat di aplikasikan pada perusahaan yang sudah go
public saja.

Market Value Added (MVA) merupakan hasil kumulatif dari kinerja perusahaan yang dihasilkan oleh
berbagai investasi yang telah dilakukan maupun yang diantisipasi akan dilakukan, sehingga
keberhasilan dari MVA ini adalah sebagai keberhasilan memaksimalkan kekayaan pemegang saham
dengan alokasi sumber-sumber dana yang sesuai.

Perusahaan dengan MVA tinggi :

 Memiliki nilai pasar (market value) lebih besar yang berarti perusahaan tersebut dihargai lebih
baik di pasarnya daripada nilai bukunya
 Memiliki nilai buku yang lebih rendah dari nilai pasarnya
 Memiliki jumlah saham yang beredr lebih banyak
 Kinerja harga saham yang lebih baik dan aktif dalam transaksi sehingga adanya rata-rata
kenaikan harga saham perusahaan yang ditawarkan di pasar
 Kinerja perusahaan yang lebih baik

Dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai MVA rendah.

Untuk mengkasifikasikan apakah perusahaan mempunyai MVA yang tinggi atau rendah, terlebih
dahulu perlu diketahui nilai rata-rata dari perusahaan-perusahaan. Setelah nilai rata-rata diperoleh baru

Manajemen Keuangan 2: Pengukuran Kinerja Perusahaan Dengan Metode EVA dan MVA Page 7
dapat ditentukan bahwa MVA di bawah nilai rata-rata adalah MVA dengan klasifikasi rendah dan
MVA di atas nilai rata-rata adalah MVA klasifikasi tinggi.

Cara meningkatkan MVA:

1. Meningkatkan efisiensi operasional yang berpengaruh dan selisih antara rate of return dan
WACC (Weighted Average Cost of Capital). Rate of return = NOPAT/ capital. Capital =
jumlah dana yang terdiri dari hutang berbunga dan ekuitas saham.
2. Menambah jumlah modal yang diinvestasikan ke dalam suatu proyek/ investasi di mana selisih
antara rate of return dan WACC (Weighted Average Cost of Capital) berharga positif.
3. Menarik kembali modal dari operasional jika rate of return lebih kecil dari WACC.

Manajemen Keuangan 2: Pengukuran Kinerja Perusahaan Dengan Metode EVA dan MVA Page 8

Anda mungkin juga menyukai