Konsep “cost of capital” (biaya penggunaan modal atau biaya modal) merupakan konsep yang sangat penting
dalam pembelanjaan perusahaan. Setiap perusahaan selalu membutuhkan dana untuk membiayai operasi
perusahaan. Konsep ini dimaksudkan untuk dapat menentukan besarnya biaya yang secara riil harus ditanggung
oleh perusahaan untuk memperoleh dana dari suatu sumber. Dana yang digunakan oleh perusahaan bisa dipenuhi
dari pemilik berupa modal sendiri maupun pinjaman pihak lain atau hutang. Konsep biaya modal erat
hubungannya dengan konsep mengenai pengertian tingkat keuntungan yang disyaratkan (required rate of return).
Biaya modal adalah biaya yang harus dikeluarkan atau yang harus dibayar untuk mendapatkan modal, baik yang
berasal dari hutang, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk membiayai investasi perusahaan.
Biaya modal juga dapat diukur dengan rate of return minimum dari investasi baru yang dilakukan perusahaan,
dan diasumsikan bahwa tingkat risiko investasi baru tersebut sama dengan risiko aktiva yang dimiliki perusahaan
saat ini.
Jika investasi baru menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih besar dari biaya modal, maka nilai perusahaan
akan meningkat. Sebaliknya apabila investasi baru tersebut memberikan tingkat keuntungan yang lebih rendah
dari biaya modal, maka nilai perusahaan akan turun.
Biaya modal dapat dihitung berdasarkan biaya untuk masing-masing sumber dana atau disebut biaya modal
individual. Biaya modal individual tersebut dihitung satu per satu untuk tiap jenis modal. Namun apabila
perusahaan menggunakan beberapa sumber modal maka biaya modal yang dihitung adalah biaya modal rata-rata
tertimbang (weighted average cost of capital disingkat WACC) dari seluruh modal yang digunakan.
DP
KP
PNet
Misalkan; perusahaan menjual saham preferent nominal Rp 10.000,- dengan harga Rp 12.000,-, dividen saham
preferen setiap tahun diperkirakan Rp 2.000,-, floatation cost Rp 200,-. Berapa biaya modal saham preferen?
DP 2.000
KP 16,9%
PNet 12.000 200
Ki Kd 1 t
Ki 10%1 15%
8,5%
Biaya hutang (Kd)= merupakan biaya hutang sebelum pajak (pre-tax cost).
Contoh: perusahaan menggunakan modal 100jt, seluruhnya modal sendiri.
Penjualan = 200 jt
Harga pokok penjualan (HPP) = 100 jt
Laba kotor = 100 jt
Biaya Adm, overhead, dan lain2 = 20 jt
EBIT = 80 jt
Biaya bunga = 0
EBT = 80 jt
Pajak 15% = 12 jt
EAT = 68 jt
Dengan menggunakan hutang dapat menghemat pembayaran pajak = 12 jt – 11,25 jt = 0,75 jt.
Biaya hutang sebelum pajak = 5 jt
Penghematan pajak = 0,75 jt
Biaya hutang setelah pajak = 4,25 jt
jika dihitung dalam persentase = 4,25 jt / 50 jt = 0,085 = 8,5% atau sama dengan Kd(1-t).
D1
Ke g
Po
2.000
Ke 5% 27,2%
9.000
Biaya floatation saham Rp 2.000,-, maka biaya modal saham biasa baru:
D1
Ke' g
PNet
2.000
Ke' 5% 27,7%
9.000 200
Misalkan; target stuktur modal perusahaan adalah 30% hutang, 10% saham preferen, dan 60% modal sendiri.
Biaya hutang 12%, biaya saham preferen 12,6% dan biaya laba ditahan 16,5%, pajak diketahui sebesar 40%.
Perusahaan mentargetkan 60% modal sendiri, 60% dari Rp 500 jt adalah Rp 300jt. Sedangkan laba ditahan Rp
100jt, sehingga perusahaan harus menerbitkan saham biasa baru untuk memperoleh Rp 200jt. Artinya sampai
titik dimana modal sendiri diperoleh dari laba ditahan, WACC:13,38%.
Setelah melewati titik tersebut kebutuhan modal sendiri harus dipenuhi dari penjualan saham biasa baru, sehingga
WACC:13,86%.
Titik dimana MCC naik disebut “Break Point”.
100.000.000
Break Po int 166.666.666,67
0,6
WACC (%)
15 .
WACC =
WACC =
13,86%
13,38% MCC
10 .
5.
Break Point
0 . 200. 300. 400. Modal Baru
100