Anda di halaman 1dari 22

DEFINISI STRUKTUR MODAL

Ingat kembali neraca, sisi kiri adalah aktiva


disebut stuktur harta/bisnis. Sisi kanan adalah
hutang dan ekuitas yang disebut struktur
keuangan (Financial Structure). Struktur modal
(Capital Structure) didefinisikan sebagai
komposisi dan proporsi hutang jangka panjang
dan ekuitas (saham preferen dan saham biasa)
yang ditetapkan perusahaan. Dengan demikian
struktur modal adalah struktur keuangan
dikurangi oleh hutang jangka jangka pendek.
DEFINISI STRUKTUR MODAL

Hutang jangka pendek tidak diperhitungkan


dalam struktur modal karena jenis hutang ini
umumnya bersifat spontan (berubah sesuai
dengan perubahan tingkat penjualan).
Sementara itu, hutang jangka panjang
bersifat tetap selama jangka waktu yang
relatif panjang (lebih dari satu tahun)
sehingga keberadaannya perlu lebih
dipikirkan oleh para manajer keuangan.
FAKTOR YG MEMPENGARUHI
STRUKTUR MODAL
Risiko Bisnis
Risiko bisnis dipengaruhi oleh empat hal yaitu perubahan
penjualan (volume dan harga), perubahan harga masukan
(tenaga kerja dan biaya produksi lain), kemampuan
menyesuaikan perubahan harga keluaran akibat
perubahan harga masukan, dan tingkat leverage operasi.

Pajak
Mengingat beban bunga dari hutang termasuk pengurang
pajak, secara umum tingginya tingkat pajak akan
mendorong perusahaan untuk lebih memilih hutang
daripada ekuitas.
TEORI MODIGLIANI DAN MILLER (MM)

MM menggunakan beberapa asumsi untuk


menopang dalilnya :
1. Individu dan perusahaan dapat meminjam
atau meminjamkan pada tingkat bunga
pasar yang sama.
2. Tidak ada resiko kebangkrutan.
3. Tidak ada biaya transaksi atau hambatan
untuk memperoleh informasi.
TEORI MODIGLIANI DAN MILLER (MM)
Apabila pajak tidak diperhitungkan, MM
berpendapat bahwa kenaikan hutang pada
struktur modal akan menaikkan ROE (return on
equity) sekaligus menaikkan pula risiko investor.
Karena dua pengaruh itu saling meniadakan,
tanpa pajak dan risiko kebangkrutan, nilai suatu
perusahaan tidak berpengaruh oleh tingkat
leverage. Dengan kata lain, nilai perusahaan
yang menggunakan hutang sama dengan nilai
perusahaan tanpa hutang. Kondisi itu dinyatakan
dalam persamaan berikut :
TEORI MODIGLIANI DAN MILLER (MM)

VL = V U

VL = nilai perusahaan dengan leverage


VU = nilai perusahaan tanpa leverage
Apabila pajak dipertimbangkan, teori MM dapat
dinyatakan dalam persamaan berikut :

VL = VU + T.B

T = pajak (%) T.B = penghematan pajak (tax


shield)
B = Hutang
TEORI MODIGLIANI DAN MILLER (MM)

Hubungan leverage dengan nilai perusahaan tanpa biaya


kebangkrutan, disajikan dalam gambar berikut :

VL VL = VU + T.B

VU

B/S (Utang/Ekuitas)
TEORI MODIGLIANI DAN MILLER (MM)
Persamaan dan gambar sebelumnya menyimpulkan
bahwa nilai perusahaan akan terus meningkat secara
linear, seiring dengan bertambahnya proporsi
hutang pada struktur modal perusahaan. Hal itu
mengandung makna bahwa makin tinggi proporsi
utang makin tinggi nilai perusahaan. Sudah tentu hal
ini tidak realistis sebab makin tinggi proporsi hutang
yang digunakan dalam struktur modal makin tinggi
pula risiko kebangkrutan yang mungkin dihadapi
oleh suatu perusahaan. Namun, perlu diingat
kembali bahwa MM memang mengabaikan risiko
kebangkrutan dalam asumsi teorinya.
BIAYA KEBANGKRUTAN : KOREKSI MODEL
MM OLEH KRAUS DAN LIZENBERGER
Kraus dan Lizenberger menyatakan bahwa faktor
penghematan pajak (dari perusahaan yg
berhutang) dihilangkan oleh meningkatnya
ekspektasi atas biaya kebangkrutan. Bertambahnya
tingkat leverage berdampak meningkatnya
probabilitas risiko kebangkrutan, dan akhirnya
meningkatkan pula biaya kebangkrutan. Kraus dan
Lizenberger pada dasarnya ingin mengungkapkan
bahwa struktur modal optimal akan tercapai jika
tambahan dan penghematan pajak tepat sama
dengan tambahan biaya kebangkrutan .
BIAYA KEBANGKRUTAN : KOREKSI MODEL
MM OLEH KRAUS DAN LIZENBERGER
Model Kraus dan Lizenberger dijelaskan dengan
persamaan dan gambar berikut :

VL = VU + T.B – PV (risiko kebangkrutan)

VL = nilai perusahaan dengan leverage


VU = nilai perusahaan tanpa leverage
T = pajak (%) T.B = penghematan pajak (tax shield)
B = Hutang
PV = present value (risiko kebangkrutan)
BIAYA KEBANGKRUTAN : KOREKSI MODEL MM OLEH
KRAUS DAN LIZENBERGER

Hubungan leverage dan nilai perusahaan


dengan biaya kebangkrutan :

VL VL = VU + T.B

PV (rb) dari risiko


Kebangkrutan
PV (pp) dari penghematan Pajak
VU P

B/S (Utang/Ekuitas)
BIAYA KEAGENAN (AGENCY COST)
Dalam kaitannya dengan leverage dan struktur modal,
biaya keagenan timbul akibat ketidakselarasan
kepentingan antara pemilik dan kreditor. Selaku
pemilik uang, kreditor merasa perlu mengatur pemilik
perusahaan sedemikian rupa sehingga uang yang
dipinjamkan dapat kembali berikut bunganya.
Beberapa bentuk pengaturan dari pihak kreditor,
antara lain menentukan jenis jenis dan jumlah
kolateral, menetapkan tingkat likuiditas minimum
(yang bisa memberi konsekuensi kepada para pemilik
untuk mengurangi ekspansi bisnis), dan memutuskan
secara ketat jumlah dividen yang dibayarkan.
IKHTISAR TEORI MODAL
MM berteori bahwa nilai perusahaan akan terus
meningkat dengan bertambahnya proporsi hutang.

Kraus dan Lizenberger lalu mengoreksinya bahwa


dengan adanya biaya kebangkrutan, nilai perusahaan
tidak dapat terus menerus meningkat, bahkan bisa
menurun.

Teori struktur modal yang relatif baru menambahkan


biaya yang berpengaruh terhadap menurunnya nilai
perusahaan juga berasal dari biaya keagenan.
TEKNIK ANALISIS PENGELOLAAN
STRUKTUR MODAL
Tujuan teknik analisis itu bukan untuk
menentukan struktur modal optimal dan
memperkirakan harga saham akibat proporsi
hutang tertentu, melainkan lebih untuk
menjaga agar proporsi hutang dalam struktur
modal berada pada tingkat yang relatif aman
sehingga perusahaan dapat terhindar dari
kebangkrutan, yang mungkin berujung pada
pembubaran perusahaan (likuidasi).
ANALISIS EBIT – EPS

Ada dua jenis pendekatan :


1. EBIT yang sudah diketahui
EPS setiap sumber dana jangka panjang (utang, saham
preferen dan saham biasa) dihitung. Jika EPS dari utang
lebih tinggi daripada saham biasa, kita pilih utang untuk
mendanai proyek tertentu.

2. Menyamakan EPS dari dua jenis sumber dana


Misal antara utang dan saham biasa. Dari penyamaan EPS
itu, akan ditemukan EBIT indeferen, EBIT yg menjadikan EPS
utang dan EPS saham biasa sama besar. Selanjutnya apabila
EBIT diprediksi akan melebihi titik indeferen, kita pilih utang
sebagai sumber dana. Sebaliknya, apabila EBIT diprediksi
akan lebih kecil dari titik indeferen, kita pilih saham biasa.
PEMILIHAN STRUKTUR MODAL

EPS
Utang
Saham Biasa

EPS

EBIT* EBIT
RUMUS EPS
(EBIT – I1 – I2) ( 1 - T) – DP1
EPSD (obligasi) =
N1

(EBIT – I1 ) ( 1 – T ) – DP1 – DP2


EPSPS (saham preferen) =
N1

( EBIT – I1) ( 1 – T) – DP1


EPSCS (saham biasa) =
N1 + N2
RUMUS EPS

EBIT = laba sebelum bunga dan pajak


I1 = bunga dari utang saat ini
I2 = bunga dari utang baru
DP1 = dividen saham preferen saat ini
DP2 = dividen saham preferen baru
N1 = Jumlah lembar saham biasa beredar
saat ini
N2 = Jumlah lembar saham biasa beredar
baru
T = Tingkat pajak
Case Study 1
PT Maxima memiliki struktur modal (dalam
juta rupiah) sbb:
Sumber dana Jumlah
Obligasi (bunga 8%) Rp 25.000
Saham Preferen (11%) Rp 6.200
Saham Biasa (8.000.000 lmbr)Rp 32.000
Rp 63.200
Jumlah kebutuhan dana untuk membeli alat-
alat berat, diperkirakan sebesar Rp 20.000
(juta)
Case Study 1

Terdapat 3 alternatif pendanaan yg mungkin dipilih perusahaan :

- Meminjam ke bank selama 5 thn dengan bunga efektif 9,9 %


- Menerbitkan saham preferen baru dengan biaya 12, 5 %
- Menerbitkan saham biasa baru nilai nominal Rp 2.500 tiap
lembar

Jika EBIT perusahaan tahun depan diperkirakan Rp 8.000 (juta)


dan tingkat pajak (40 %), sumber dana mana yang sebaiknya
dipilih ?
Gunakan EPS sebagai dasar perhitungan
Case Study 2
Perusahaan pengolah kayu lapis mempunyai
struktur modal (dalam juta rupiah) sbb :
Sumber dana Jumlah
Obligasi (bunga 9%) Rp 50.000
Saham preferen (Rp 12.500 par, 12%)Rp 12.500
Saham biasa (Rp 6.250 par)Rp 62.500
Rp 125.000

Untuk membiayai pembangunan pabrik barunya,


perusahaan membutuhkan dana sebesar Rp
30.000 (Juta).
Case Study 2
Ada dua alternatif pembiayaan yang mungkin
dipilih yakni (1) menerbitkan obligasi baru dengan
bunga 10 % atau (2) menerbitkan saham biasa
baru, dengan nilai nominal Rp 6.000 per lembar.

a. Hitung EPS Indiferen, EBIT indeferen


sebesar 16.000 pajak 40%.
b. Gambarkan EBIT dan EPS dalam kondisi
Indeferen
c. Sumber mana yang akan Anda pilih

Anda mungkin juga menyukai