Anda di halaman 1dari 40

BAB 12

TEORI STRUKTUR MODAL

A. PENDEKATAN TRADISIONAL
Pendekatan tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal. Dengan
kata lain struktur modal mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. Struktur modal
bisa diubah-ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal.
B. PENDEKATAN MODIGLIANI DAN MILLER (MM)
a. Proposisi MM Tanpa Pajak
 Proposisi 1 (Tanpa Pajak)\
Nilai perusahaan yang menggunakan utang akan sama dengan nilai
perusahaan yang tidak menggunakan utang sebagai berikut.
VL = VU
Di mana VL = Nilai untuk perusahaan yang menggunakan utang (value
for leveraged companies)
VU = Nilai untuk perusahaan yang tidak menggunakan utang (100%
saham, atau value for unlevered companies)
Dengan kata lain, dalam kondisi tanpa pajak, Modigliani dan Miller
berpendapat bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan.
Tingkat keuntungan dan risiko usaha (keputusan investasi) yang kan
mempengaruhi nilai perusahaan (bukannya keputusan pendanaan).
 Proposisi 2 (Tanpa Pajak)
Proposisi dua mengatakan bahwa tingkat keuntungan yang diisyaratkan
untuk perusahaan yang menggunakan utang, naik proporsional terhadap
peningktan rasio utang dengan saham
Ks = Ko + B/S (Ko – Kb)
Di mana Ks = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
Ko = Tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham perusahaan tanpa
utang
B/S = Rasio utang dengan saham
Kb = Tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk utang (tingkat bunga)
Dengan menggunakan utang yang semakin banyak, perusahaan bisa
menggunakan sumber modal yang lebih murah yang semakin besar.
Penggunaan sumber modal yang murah yang semakin banyak akan
menurunkan biaya modal rata-rata tertimbang perusahaan (WACC)
tersebut, jika tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham (Ks)
konstan. Tetapi dengan semakin meningkatnya utang, tingakt keuntungan
yang disyaratkan untuk saham (Ks) juga akan meningkat. Dua efek yang
saling berlawan tersebut menghasilakan biaya modal rata-rata tertimbang
yang konstan. Hasilnya, nilai perusahaan akan konstan.
b. Proposisi MM dengan pajak
Denagn memasukkan pajak, MM menambah dimensi baru kedalam analisis
terlihat bahwa. Dibagi kedalam tiga bagian : saham, utang, dan pajak. Pajak
dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Utang
bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai
pengurang pajak.
 Proposisi 1 (Dengan Pajak)
Nilai perusahaan dengan utang akan sama dengan nilai perusahaan tanpa
utang plus penghematan pajak karena bunga utang. Formula untuk
pernyataan tersebut ditulis berikut ini.
VL = VU + Tc B
= EBIT (1-Tc) + Tc.Kb.B
Ko Kb
Dimana Tc = tingkat pajak (perusahaan)
B = Besarnya utang
Ks = Tingkat keuntungan yang disyatarkan untuk saham
Kb = Tingkat keuntungan utang (tingkat bunga)
Ko = Tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham perusahaan tanpa
utang
EBIT = earning before interes and Taxes (pendapatan sebelum pajak dan
bunga)
Nilai perusahaan tanpa utang merupakan present value dari tingkat
keuntungan EBIT (earning before interest and Taxes ), di diskontokan
dengan biaya modal saham tanpa utang (ko). Penghematan Bungan
didiskontokan dengan biaya modal utang (kb). Perbedaan diskonto
tersebut disebabkan karena risiko yang berbeda antara EBIT ( aliran kas
untuk pemegang saham ) dengan bunga (aliran kas untuk pemegang
utang).
 Proporsi 2 (dengan pajak)
Proporsi 2 (dengan pajak) mengatan bahwa biaya modal saham akan
meningkat dengan semakin meningkatnya utang. Tetapi penghematan dari
pajak akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai karena
kenaikan biaya modal saham. Pernyataan tersebut bisa dituliskan kedalam
formula berikut ini.
Ks = Ko + B/S (1-Tc) (Ko-Kb)
Formula tersebut mempunyai implikasi bahwa penggunaan utang yang
semakin banyak akan meningkatkan biaya modal saham. Tetapi
penggunaan utang yang lebih banyak, yang berarti menggunakan modal
yang lebih murah (Karena biaya modal utang lebih kecil dibandingkan
dengan biaya modal saham), akan menurunkan biaya modal rata-rata
tertimbang (meskipun biaya sahamnya miningkat).
C. TEORI TRADE-OFF DALAM STRUKTUR MODAL
Dalam kenyataan, ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan utang
sebanyak-banyaknya. Satu hal yang terpenting adalah dengan semakin tingginya utang,
akan semakin tinggi kemungkinan (probabilitas ) kebangkrutan.
Biaya kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan. Penelitian diluar negeri menunjukkan
biaya kebangkrutan bisa mencapai sekitar 20% dari nilai perusahaan. Biaya tersebut
mencakup dua hal :
a. Biaya langsung: Biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, biaya
pengacara, biaya akuntan, dan biaya lainnya yang sejenis.
b. Biaya tidak langsung : Biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan,
perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara
normal. Misal, supplier barangkali tidak akan mau memasok barang karena
mengkhawatirkan kemungkinan tidak terbayar.
D. MODEL MILLER DENGAN PAJAK PERUSAHAAN DAN PERSONAL
Pemegang saham dan pemegang utang harus membayar pajak jika mereka menerima
dividen (unutk pemegang saham) atau bunga (untuk pemegang utang). Menurut miller,
nilai perusahaan yang menggunakan utang, setelah memasukkan pajak personal adalah
sebagai berikut.
VL = VU + {1-[
Dimana VL = nilai perusahaan dengan utang
VU = nilai perusahaan tanpa utang
Tc = tingkat pajak perusahaan
Ts = tingkat pajak pemegang saham (atas dividend an capital gain)
Tb = tingkat pajak untuk pemegang utang (atas bunga)
B = utang
Menurut model tersebut, tujuan yang ingin dicapai adalah, tidak hanya meminimalkan
pajak perusahaan, tetapi meminimalkan total pajak yang harus dibayarkan (pajak
perusahaan, pajak atas pemegang saham, dan pajak atas pemegang utang).
E. PECKING ORDER THEORY
Menurut teiro ini, manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat utang yang optimal.
Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Jika ada kesempatan investasi,
maka perusahaan kan mencari dana untuk mendanai kebutuhan investasi tersebut.
Perusahaan akan mulai dengan dana internal dan sebagai pilihan terakhir adalah
menerbitkan saham. Disampingkan kebutuhan investasi hal lain yang berkaitan adalah
pembayaran deviden.
Teori pecking order bisa menjelaskan kenapa perusahaan yang mempunyai tingkat
keuntungan justru mempunyai tingkat utang yang lebih kecil. Tingkat utang yang kecil
tersebut tidak dikarenakan perusahaan mempunyai target tingkat utang yang kecil, tetapi
karena mereka tidak membutuhkan dana eksternal. Tingkat keuntungan yang tinggi
menjadikan dana internal mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan infestasi.
F. TEORI ASIMETRI INFORMASI DAN SIGNALING
Konsep signaling dan asimetri informasi berkaitan erat. Teori asimetri mangatakan
bahwa pihak – pihak yang berkaitan dengan perusahaan tidak mempunyai informasi yang
sama mengei prospek dan risiko perusahaan. Pihak tertentu mempunyai informasi yang
lebih baik dibandingkan pihak lainnya. Manejer biasanya mempunyai informasi yang
lebih baik dibandingkan pihak lainnya. Manejer biasanya mempunyai informasi yang
lebih baik dibandingkan dengan pihak luar ( seperti investor ). Karena itu bisa dikatakan
terjadi asimetri informasi antara manejer dengan investor.
a. Myers dan Majluf (1977)
Menurut Myers dan Majluf (1977), ada asimetri informasi antara manejer dengan
pihak luar : manejer mempunyai informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi
perusahaan dibandingkan dengan pihak luar. Pada saat harga saham menunjukkan
nilai yang terlalu tinggi (over value ), manejer akan cenderung mengeluarkan
saham (memanfaatkan harga yang terlalu tinggi). Tentunya pihak luar ( pasar)
tidak mau ditipu. Karena itu pada saat penerbitan saham baru diumumkan, harga
akan jatuh karena pasar menginterpretasikan bahwa harga saham sudah over
value. Teori tersebut bisa menjelaskan fenomena jatuhnya harga saham pada saat
terjadi pengumuman penerbitan saham baru, yang sering dijumpai titik. Teori
asimetri tersebut bisa digunakan untuk menjelaskan teori pecking order
( perusahaan memilih dana internal , dsan menggunakan penerbitan saham baru
sebagai langkah terakhir ). Dfalam mkonteks asimetri informasi,preferensi
penerbitan saham yang paling kecil (urutan paling rendah), disebabkan karena
biaya asimetri saham adalah yang paling besar.
b. Signaling (Ross, 1977)
Ross (1977) mengembangkan model dimana struktur modal ( penggunaan utang )
merupakan signal yang disampaikan oleh manejer kepasar. Jika manejer
mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin
harga saham meningkat, ia ingin mengkomunikasikan hal tersebut ke investor.
G. TEORY LAINNYA
a. pendekatan teori keagenan (agency Approach)
Menurut pendekatan ini, struktur modal di susun sedemikian rupa untuk
mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan ( lihat bagian
sebelumnya sdalam kaitannya dengan teori trade off dalam struktur modal).
Sebaigai contoh, pemegang saham dengan pemegang utang kan mempunyai
konflik kepentingan. Pemegang saham dengan manajemen juga akan mengalami
konflik kepentingan.
Erat kaitannya dengan konflik antara pemegang saham dengan manajer adalah
konsep free – cash flow (Jensen,1985). Free cash flow dalam konteks ini
didefinisikan sebagai aliran kas yang tersisa sesudah semua usulan investasi
dengan NPV positif didanai. Karena perusahaan tidak mempunyai lagi
kesempatan investasi yang menarik, free cash flow sebaiknya dibagikan ke
pemegang saham dan pemegang saham sendiri dibiarkan untuk menginvestasikan
kelebihan kas tersebut. Tetapi ada kecenderungan manajer ingin menahan sumber
daya (termasuk free cash flo) sehingga mempunyai control atas sumber daya
tersebut.
b. pendekatan interaksi produk/input dengan pasar
Model ini berangkat dari teori organisasi industry dan relatif baru dibandingkan
teori lainnya. Ada dua kategori dalam pendekatan ini: (1)menjelaskan hubungan
antara struktur modal perusahaan dengan strategi, dan (2) menjelaskan hubungan
antara struktur modal dengan karakteristik produk atau input. Salah satu contoh
pendekatan pertama adalah kesimpulan bahwa kapasitas utang akan berhubungan
positif dengan elastisitas permintaan dan negative dengan discount rate.
c. kontes atas pengendalian perusahaan
Pendekatan ini semakin memperoleh perhatian dengan semakin berkembangnya
kegiatan pengembilalihan dan penggabungan bisnis serta restrukturisasi pada
tahun 1980 – an di AS. Beberapa penemuan pendekatan ini adalah perusahaan
yang menjadi target (dalam pengambilalihan) akan meningkatkan tingkat
utangnya, dan mengakibatkan kenaikan harga saham.
Pertanyaan :
1. Jelaskan pendekatan tradisional untuk struktur modal ?
Jawab:
Pendekatantradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal. Dengan
kata lain struktur modal mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. Struktur modal
bisa diubah – ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal. (hal: 297)
2. Jelaskan argument Modigliani-Miller yang mengatakan bahwa struktur modal tidak
berpengaruh terhadap nilai perusahaan?
Jawab:
Pada tahun 1950 – an, dua orang ekonom menentang pandanga tradisional struktur
modal. Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan.
Kemudian pada awal tahun 1960 – an, kedua ekonom tersebut memasukkan faktor pajak
ke dalam analisis mereka. Mereka sampai pada kesimpulan bahwa nilai perusahaan
dengan utang lebih tinggi dibandingkan nilai perusahaan tanpa utang. Kenaikan nilai
tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak dari penggunaan utang. Bagian berikut
ini membicarakan argument kedua orang ekonom tersebut. Yang pertama argument tanpa
pajak, kemudian disusul dengan argumen dengan pajak. (hal: 299)
3. Jelaskan proposisi 1 dan 2 MM (Modigliani-Miller) tanpa pajak! Apa kesimpulan nya?
Jawab:
Proposisi 1 (tanpa pajak) nilai perusahaan yang menggunakan utang akan sama dengan
nilai perusahaan yang tidak menggunakan utang sebagai berikut ini.
VL = VU
Dimana : VL = nilai untuk perusahaan yang menggunakan utang ( value per leveraged
companies).
VU = nilai untuk perusahaan yang tidak menggunakan utang (100% saham, atau value
for unlevered companies)
Dengan kata lain, dalam kondisi tanpa pajak, Modigliani dan miller berpendapan bahwa
struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Tingkat keuntungan dan risiko
(keputusan investasi) yang akan mempengaruhi nilai perusahaan ( bukannya keputusan
pendanaa).
*Kesimpulan dari proporsi 1 tanpa pajak,yaitu:
Dari Proposisi I ini dapat kita ketahui bahwa nilai dari perusahaan yang berhutang sama
dengan nilai dari perusahaan yang tidak berhutang. Implikasi dari preposisi I ini adalah
struktur modal dari suatu perusahaan tidak relevan, perubahan struktur modal tidak
mempengaruhi nilai perusahaan dan weighted average cost of capital (WACC)
perusahaan akan tetap sama tidak dipengaruhi oleh bagaimana perusahaan memadukan
hutang dan modal untuk membiayai perusahaan.
Proporsi 2 (tanpa pajak) mengatakan bahwa tingkat keuntungan yang diisyarat untuk
perusahaan yang menggunakan utang, naik proporsional terhadap peningkatan rasio
utang dengan saham.
Ks = ko + B/S (ko – kb)
Dimana ks = tingkat keuntungan yang diisyaratkan untuk saham
Ko = tingkat keuntungan yang diisyaratkan untuk saham perusahaan tanpa utang
B/S = rasio utang dengan saham
Kb = tingkat keuntungan yang diisyaratkan untuk utang (tingkat bunga)
Dengan menggunakan utang yang semakin banyak, perusahaan bisa menggunakan
sumber modal yang lebih murah yang semakin besar. Penggunaan sumber modal yang
murah semakin banyak akan menurunkan biaya modal rata – rata tertimbang perusahaan
(WACC) tersebut, jika tingkat keuntungan yang diisyaratkan untuk saham (ks) konstan.
Tetapi dengan semakin meningkatnya utang, tingkat keuntungan yang diisyaratkan untuk
saham (ks) juga akan meningkat. Dua efek yang saling berlawan tersebut menghasilkan
biaya modal rata – rata tertimbang yang kosntan hasilnya, nilai perusahaan akan
konstans.
*Kesimpulan dari proposisi 2 tanpa pajak,yaitu:
Dapat disimpulkan bahwa biaya modal saham akan meningkat apabila perusahaan
melakukan atau mencari pinjaman dari pihak luar. Risk of the equity bergantung pada
resiko dari operasional perusahaan (business risk) dan tingkat hutang perusahaan
(financial risk).
(hal:300 – 305)
4. Jelakan proposisi 1 dan 2 MM (Modigliani –Miller)dengan pajak!
Jawab:
Apa kesimpulan nya?Proporsi 1 (dengan pajak) nilai perusahaan dengan utang akan sama
dengan nilai perusahaan tanpa utang plus penghematan pajak karena bunga utang.
Formula untuk permulaan tersebut tertulis berikut ini.
VL = VU + Tc B
= EBIT (1 – Tc) + Tc . kb . B
Ko kb
Dimana Tc = tingkat oajak ( perusahaan)
B = besarnya utang
ks = tingkat keuntungan yang diisyarat untuk saham
kb = tingkat keuntungan utang (tingkat bunga)
ko = tingkat keuntungan yang diisyaratkan untuk saham perusahaan tanpa utang
EBIT = earning before interest and taxes (pendapatan sebelum pajak dan bunga)
*Kesimpulan proposisi 1 dengan pajak,yaitu:
Nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang tidak
berhutang ditambah dengan penghematan pajak karena bunga hutang. Implikasi dari
preposisi I ini adalah pembiayaan dengan hutang sangat menguntungkan dan MM
menyatakan bahwa struktur modal optimal perusahaan adalah seratus persen hutang.
Proporsi 2 (dengan pajak) mengatakan bahwa biaya modal saham akan meningkat
dengan semakin meningkatnya utang. Tetapi penghematan dari pajak akan lebih besar
dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal saham. Pernyataan
tersebut bisa dituliskan kedalam formula berikut ini.
Ks = ko + B/S (1 – Tc) (ko – kb)
Formula tersebut mempunyai implikasi bahwa penggunaan utang yang semakin banyak
akan meningkatkan biaya modal saham. Tetapi penggunaan utang yang lebih banyak,
yang berarti menggunakan modal yang lebih murah (karena biaya modal utang lebih kecil
dibandingkan dengan biaya modal saham), akan menurunkan biaya modal rata – rata
tertimbang (meskipun biaya modal sahamnya meningkat).

*Kesimpulan proposisi 2 dengan pajak,yaitu:


Biaya modal saham akan meningkat dengan semakin meningkatnya hutang, tetapi
penghematan pajak akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai karena
kenaikan biaya modal saham. Implikasi dari preposisi II ini adalah penggunaan hutang
yang semakin banyak akan meningkatkan biaya modal saham.
(hal:306 – 307)
5. Jelaskan teori trade-off untuk struktur modal! Apa perbedaan dan persamaannya dengan
teori tradisional?
Jawab:
Trade off theory adalah struktur modal yang menyatakan bahwa perusahaan menukar
manfaat pajak dari pendanaan utang dengan masalah yang ditimbulkan oleh potensi
kebangkrutan (Brigham dan Houston, 2011). Sejauh manfaat lebih besar, tambahan utang
masih diperkenankan.
Perbedaan teori trade-off dengan teori tradisional adalah:Dalam teori trade-off
diasumsikan bahwa utang mempengaruhi nilai perusahaan.Sedangkan dalam teori
tradisional,Diasumsikan bahwa struktur modal mempengaruhi nilai perusahaan.
Persamaan kedua teori tersebut adalah bahwa kedua nya berpengaruh terhadap nilai
perusahaan.(sumber: Buku Manajemen keuangan halaman 297 dan 309.)
6. Pecking order The theory dalam struktur modal menurut teori ini, manajer keuangan
tidak memperhitungkan tingkat utang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh
kebutuhan investasi. Jika ada kesempatan investasi, maka perusahaan akan mencari dana
untuk mendanai kebutuhan investasi tersebut. Perusahaan akan mulai dengan dana
internal dan sebagai pilihan terakhir adalah menerbitkan saham. Disamping kebutuhan
incvestasi, hal lain yang berkaitan adalah pembayaran dividen. Pembayaran dividen akan
menyebabkan dana kas berkurang. Jika kas berkurang, maka perusahaan akan
menerbitkan sekuritas baru. Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan lebih menyukai
kebijakan dividen yang stabil, yaitu besarnya dividen tidak berubah – ubah. (hal: 314)
7. Teori asimetri tersebut bisa digunakan untuk menjelaskan teori pecking order
(perusahaan memilih dana internal, dan menggunakan penerbitan sebagai langkah
terakhir dalam konteks asimetri informasi, penerbitan saham yang paling kecil (urutan
paling rendah), disebabkan biaya asimetri adalah yang paling besar. Utang mempunyai
asimetri yang lebih rendah dibandingkan saham. Dana internal bebas dari biaya asimetri,
oleh karena itu dana internal mempunyai asimetri paling kecil. Karenya, urutan – urutan
preferensi penggunaan berdasarkan asimetri adalah:
a. Dana internal
b. Utang
c. Penerbitan

(sumber:https://superkurnia.wordpress.com/2015/09/11/teori-asimetri-informasi/amp/)

8. Signaling ( Ross, 1977)


Ros (1977) mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan utang)
merupakan signal yang disampaikan oleh manajer kepasar. Jika manajer mempunyai
keyakinan bahwa prospek perusahaan baik dan karenanya ingin harga saham meningkat,
iya inginmengkomunikasikan hal tersebut keinvestor. (hal: 316)
9. Teori – teori lain yang mencoba menjelaskan struktur modal adalah sebagai berikut:
a. Pendekatan teori keagenan
menurut pendekatan ini struktur modal disusun sedemikian rupa untuk mengurangi
konflik antar berbagai kelompok kepentingan (lihat bagian sebelumnya dalam
kaitannya dengan teori trade – off dalam struktur modal ). Sebagai contoh, pemegang
saham dengan pemegang utang akan mempunyai konflik kepentingan.
b. Pendekatan interaksi produk atau input dengan pasar
Model ino berangkat dari teori organisasi industry, dan relative baru dibandingkan
teori lainnya. Ada dua kategori dalam pendekatan ini: (1) menjelaskan hubungan
antara struktur modal perusahaan dengan strategi, dan (2) menjelaskan hubungan
antara syruktur modal dengan karakteristik produk atau input. Salah satu contoh
pendekatan pertama adalah kesimpulan bahwa kapasitas utang akan berhubungan
positif dengan kapasitas permintaan dan negative dengan discount rate.
c. Kontes atau pengendalian perusahaan
Pendekatan ini semakin memperoleh perhatian dengan semakin berkembangnya
kegiatan pengambil alihan dan penggabungan bisnis serta restrukturisasi pada tahun
1996 di AS.
Beberapa penemuan pendekatan ini adalah perusahaan yang menjadi target (dalam
pengambialihan ) akan meningkatkan tingkat utangnya, dan mengakibatkan
kenaikkan harga saham. (hal: 316 – 318)
Problem bab 12
1.
a. Tanpa pajak
Diketahui : EBIT = Rp. 10 jt
Ks = 20%
VS = EBIT/ ks
= Rp. 10 jt / 20%
= Rp. 50 jt

Model MM menyatakan nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang maka nilai
perusahaan (VU) sama dengan modal sendiri (s).
VU = VL
D+S = D +S
0 + Rp.50 jt= Rp. 50 jt +S
S = Rp. 50 jt – 50 jt
S =0
VL =D+T
= Rp. 50 jt
= Rp. 50 jt

Model mm mengatakan bahwa nilai perusahaan tanpa pajak sama

(Hal : 300)

b. Menggunakan pajak 40%


Nilai U
VU = EBIT (1 – Tc)
Ko
= Rp. 10 jt (1 – 0,4)
0,2
= Rp. 30 jt

Nilai L
VL = VU + Tc . B
= Rp. 30 jt + (0,4 x 50 jt)
= Rp. 50 jt
(Hal: 306)
2. Teori trade-off dalam struktur modal dikembangkan untuk memasukan
ketidaksempurnaan pasar dan menjelaskan utang yang tidak mencapai 100% dalam dunia
nyata, karena hal terpenting yang harus diketahui adalah dengan semakin tingginya
hutang , akan semakin tinggi kemungkinan (probabilitas) kebangkrutan. Hubungannya
dengan teori pecking order adalah teori ini berbicara tentang urutan-urutan pendanaan
jadi sangat penting untuk diketahui proses/sistem kelola pendanaan yang baik itu seperti
apa, dalam proses teori ini menjelaskan kenapa perusahaan yang mempunyai tingkat
keuntugan yang tinggi justru mempunyai tingkat utang yang lebih kecil. Tingkat utang
yang kecil tersebut tidak dikarenakan perusahaan mempunyai tingkat utang yang kecil,
tetapi karena mereka tidak membutuhkan dana eksternal, tingkat keuntungan yang tinggi
menjadikan dana intrenal mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan investasi. Jadi
hubungan kedua teori ini sangat bermanfaat dalam mengambil sebuah keputusan dari
informasi yang ada , dan hubungan teori pecking order dengan asimetri informasi adalah
fokus utamanya dalam mengambil suatu keputusan bagaimana teori pecking berbicara
tentang sistem urutan pendanaan maupun investasi dan asimetri lebih kepada
pembagian-pembagian informasi dimana pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan
baik pihak internal dan eksternal , tidak memiliki informasi yang sama mengenai prospek
dan risko perusahaan. Gunanya adalah sebagai pembatas antara pihak internal dan
ekternal dalam mengambil sebuah keputusan, manajer biasanya mempunyai informasi
yang lebih baik dibandingkan dengan pihak luar (investor), karena itu bisa dikatakan
terjadi asimetri informasi antara manajer dan investor. Dan disinilah yang harus dijaga
agar komunikasi antara pihak intenal dan eksternal tidak terjadi kesalahpahaman yang
dapat merugikan jalanya perkembanagan dari perusahaan tersebut.
(Hal: 297-314)

3. Diketahui
Rasio utang-saham = 2,5
WACCnya = 15%
Biaya utang = 11%
Pajak = 35%
Ditanya :
Hitung biaya modal PT X
Hitung biaya modal tanpa utang ( 100 saham ) PT X
Hitung WACC jika rasio utang saham menjadi 0,75
Jawab :
Biaya modal PT X
A. Ks = ko + B/S ( 1 – TC ) ( Ko - Kb )
= 15 + (2,5) (0,65) ( 15 - 11 )
= 15 + 6,5
= 21,5%
B. Hitung Biaya modal tanpa utang ( 100% saham ) PT X
VU = 15% ( 1 – 0,35 ) /2,5
= 15% x 0,65/ 2,5
= 3,9%
C. WACC = [{ B/(B + S )} x { Kb { 1 - Tc )}] + [ S/( B + S )} x ks ]
= [0,75(0,75) x 11 ( 1 – 0,35 )] + [ 0,75( 0,75 ) x 21,5 ]
= 7,15 + 21,5
= 28,65%
(Hal: 307-308 )
BAB 13
KEPUTUSAN STRUKTUR MODAL

Arti leverage secara harfiah (literal) adalah pengungkit. Pengungkit biasanya digunakan
untuk membantu mengangkat beban yang berat. Dalam keuangan, leverage juga mempunyai
maksud yang serupa yaitu bisa digunakan untuk meningkatkan tingkat keuntungan yang di
harapkan.
ada dua dua jenis leverage:
1. Operating leverage
Bisa diartikan sebagai seberapa besar perusahaan menggunakan bahan tetap operasional.
Beban tetap operasional biasanya berasal dari biaya depresiasi, biaya produksi dan pemasaran
yang bersifat tetap (misal gaji bulanan karyawan). Sebagai kebalikannya adalah beban (biaya)
variabel operasional. Komposisi biaya tetap/variabel yang berbeda mempunyai implikasi yang
berbeda terhadap risiko dan keuntungan yang diharapkan oleh perusahaan.
Perusahaan yang menggunakan biaya tetap dalam proporsi yang tinggi (relatif terhadap
biaya variabel) dikatakan menggunakan operating leverage yang tinggi. Dengan kata lain, degree
of operating leverage (DOL) untuk perusahaan tersebut tinggi. Perubahan penjualan yang kecil
akan mengakibatkan perubahan pendapatan yang tinggi (lebih sensitif). Jika perusahaan
mempunyai degree of operating leverage (DOL) yang tinggi, tingkat penjualan yang tinggi akan
menghasilkan pendapatan yang tinggi. Tetapi sebaliknya, jika tingkat penjualan turun secara
signifikan, perusahaan tersebut akan mengalami kerugian. Dengan demikian DOL seperti pisau
dengan dua mata: bisa membawa manfaat, sebaliknya bisa merugikan.
Derajat leverage operasi (Degree of Operating Leverage) bisa diartikan sebagai efek
perubahan penjualan terhadap pendapatan (profit). Secara formal, degree of operating leverage
(DOL) bisa dituliskan sebagai berikut ini.
Persentase perubahan laba (profit)
DOL = ------------------------------------------------
Persentase perubahan unit yang terjual
Δ Profit / Profit
DOL= -----------------
ΔQ / Q
Profit bisa ditulis sebagai berikut:
Profit = P = (c.Q) – F
dimana :
c = marjin kontribusi = (P – V)
P = harga produk per-unit
V = biaya variabel per-unit
Q = jumlah unit produk yang terjual
F = biaya tetap

DOL = (ΔP / P) / (ΔQ / Q)


= (Δ (cQ – F) ) / (cQ – F) / (ΔQ / Q)
= (cΔQ – ΔF) ) / (cQ – F) / (ΔQ / Q)

Karena ΔF = 0, (biaya tetap), maka:


= (cΔQ.Q) / (cQ – F) ΔQ
= c.Q / (cQ – F)

2. leverage keuangan ( financial leverage)


Bisa diartikan sebagai besarnya beban tetap keuangan (finansial) yang digunakan oleh
perusahaan. Beban tetap keuangan tersebut biasanya berasal dari pembayaran bunga untuk utang
yang digunakan oleh perusahaan. Karena itu pembicaraan leverage keuangan berkaitan dengan
struktur modal perusahaan. Perusahaan yang menggunakan beban tetap (bunga) yang tinggi
berarti menggunakan hutang yang tinggi. Perusahaan tersebut dikatakan mempunyai leverage
keuangan yang tinggi, yang berarti degree of financial leverage (DFL) untuk perusahaan tersebut
juga tinggi.
Degree of financial leverage mempunyai implikasi terhadap earning per-share
perusahaan. Untuk perusahaan yang mempunyai DFL yang tinggi, perubahan EBIT (Earning
Before Interest and Taxes) akan menyebabkan perubahan EPS yang tinggi. Sama seperti degree
of operating leverage (DOL),DFL seperti pisau bermata dua: jika EBIT meningkat, EPS akan
meningkat secara signifikan, sebaliknya, jika EBIT turun, EPS juga akan turun secara signifikan.
Derajat leverage keuangan (Degree of Financial Leverage) bisa diartikan sebagai efek
perubahan EBIT terhadap pendapatan (profit). Secara formal, degree of financial leverage (DFL)
bisa dituliskan sebagai berikut.
Persentase perubahan laba bersih setelah pajak
DFL = ------------------------------------------------------- (2)
Persentase perubahan EBIT
Persamaan di atas bisa diringkaskan sebagai berikut ini.
Laba setelah pajak = (EBIT – Bunga) (1 – Tc),
Tambahan laba setelah pajak = Δ(EBIT – Bunga) (1 – Tc) = (ΔEBIT – Δbunga) ( 1 – Tc)
Karena Δbunga = 0, maka bisa ditulis kembali menjadi
(ΔEBIT) (1 – Tc)
Dengan demikian DFK bisa ditulis kembali menjadi:
(ΔEBIT) (1 – Tc) / (EBIT – Bunga) (1 – Tc)
DFL = -------------------------------------------------------
ΔEBIT / EBIT
DFL = EBIT / (EBIT – Bunga)
Semakin tinggi hutang yang dipakai, semakin tinggi Degree of financial leverage.
Penggunaan leverage keuangan yang besar mempunyai implikasi yang sama dengan penggunaan
leverage operasi yang besar, yaitu meningkatkan ‘leverage’. Dengan menggunakan leverage
yang tinggi, perubahan EBIT yang sedikit akan meningkatkan EAT lebih besar.
3. Kombinasi Leverage Operasi dengan Leverage Keuangan
Leverage operasi berkaitan dengan efek perubahan penjualan terhadap EBIT (laba
sebelum bunga dan pajak). Sementara leverage keuangan berkaitan dengan efek perubahan EBIT
terhadap EAT (laba setelah pajak). Perusahaan bisa mengkombinasikan keduanya untuk
memperoleh leverage gabungan. Derajat leverage gabungan (DCL atau Degree of Combined
Leverage) bisa dihitung sebagai berikut ini.

% perubahan EBIT % perubahan laba bersih


DCL = (------------------------) × (------------------------------)
% perubahan penj % perubahan EBIT
( % perubahan laba bersih )
= ---------------------------------------
( % perubahan penjualan )
DCL = DOL × DFL
= { [ c.Q / (cQ – F) ] × [ EBIT / (EBIT – Bunga) ] }
= { [ c.Q / (cQ – F) ] × [ (cQ – F) / ( (cQ – F) – Bunga) ] }
= c.Q / (c.Q – F – Bunga)

PENDEKATAN EBIT-EPS
Pendekatan EBIT-EPS untuk menentukan utang yang optimal. Pendekatan EBIT-EPS
dalam struktur modal bermanfaat bagi manajer keuangan, meskipun mempunyai beberapa
keterbatasan. Pertama, metode tersebut tidak membicarakan pengaruh struktur modal terhadap
nilai perusahaan. Kedua, pendekatan tersebut tidak memperhitungkan biaya utang yang bersifat
implisit. Kita bisa menghitung titik EBIT ‘break-even’ dimana alternatif saham baru akan
menghasilkan EPS yang sama dengan alternatif hutang. Berikut ini formula untuk perhitungan
tersebut.
(EBIT* – B1) (1 – Tc) – Dp1 EBIT* – B2) (1 – Tc) – Dp2
---------------------------------- = ---------------------------------
N1 N2
dimana :
EBIT* =EBIT break-even
B1, B1 =Bunga yang dibayarkan untuk alternatif 1, dan 2
Tc =Tingkat pajak
Dp1, Dp1 =Dividen saham preferen untuk alternatif 1 dan 2
N1, N2 =Jumlah saham beredar untuk alternatif 1 dan 2
Pendekatan EBIT-EPS dalam struktur modal bermanfaat bagi manajer keuangan, meski
ada beberapa keterbatasan. Pertama, metode tersebut tidak membicarakan pengaruh struktur
modal terhadap nilai perusahaan. Kedua, pendekatan tersebut tidak memperhitungkan biaya
hutang yang bersifat implisit.
Tetapi analisis tersebut bisa memberi gambaran seberapa besar EBIT yang harus
diperoleh jika manajer keuangan ingin memperoleh EPS tertentu. Contoh, manajer keuangan
bisa menghitung EBIT* (yang menyamakan EPS hutang dengan EPS saham), kemudian manajer
keuangan bisa memperkirakan probabilitas memperoleh EBIT di atas EBIT*. Jika
probabilitasnya tinggi, maka penggunaan hutang bisa disarankan. Sebaliknya, jika
probabilitasnya kecil, manajer keuangan barangkali akan lebih baik menggunakan saham.
RASIO COVERAGE
Rasio coverage ingin melihat seberapa jauh kemampuan perusahaan memenuhi
kewajiban yang bersifat tetap. Semakin tinggi angka tesebut, makin tinggi (aman) kemampuan
perusahaan bisa memenuhi kewajibannya. Rasio coverage bisa dihitung sbb:
EBIT
Times interest earned ----------
Bunga utang
Formula di atas hanya memasukkan pembayaran bunga, padahal perusahaan, dalam
beberapa situasi, harus juga membayar cicilan pembayaran. Alternatif lain untuk menghitung
rasio coverage adalah dengan memasukkan cicilan pembayaran hutang. Rasio debt-service
coverage dipakai untuk menghitung kewajiban tersebut.
EBIT
Debt-service coverage = -----------------------------------------------
Bunga + (Cicilan Hutang / (1 – Pajak))
Cicilan hutang disesuaikan karena cicilan hutang tidak bisa dipakai sebagai pengurang
pajak. Disamping beban tetap dari bunga, perusahaan bisa memperoleh beban tetap lainnya.
Leasing (sewa) merupakan contoh beban tetap bukan bunga. Beban tetap leasing mempunyai
kewajiban yang sama dengan beban tetap hutang. Karena itu, leasing seharusnya juga
dimasukkan ke dalam persamaan-persamaan di atas. Rasio fixed charge coverage (FCC)
memasukkan sewa, sebagai berikut ini :
EBIT + Pembayaran Sewa
FCC = --------------------------------------------------------------------------------------------
Bunga + Pembayaran Sewa + Pembayaran Cicilan Hutang / (1 – pajak)
Manajer keuangan bisa menggunakan rasio-rasio tersebut pada menghitung target
struktur modal. Lebih spesifik, jika perusahaan mempunyai target rasio coverage tertentu, atau
pihak perbankan (kreditor) menetapkan rasio coverage tertentu, maka penggunaan hutang harus
dianalisis efeknya terhadap rasio tersebut.
PENDEKATAN BIAYA MODAL
Pendekatan EBIT-EPS mempunyai kelemahan karena tidak memfokuskan pada nilai
peusahaan. Manajer keuangan bisa menggunakan pendekatan biaya modal untuk menghitung
struktur modal yang optimal, yaitu yang bisa memaksimumkan nilai perusahaan. Model analisis
ini mirip dengan analisis pendekatan tradisional.
Perbandingan dengan Struktur Modal Industri/Perusahaan Lain
Metode lain untuk menentukan struktur modal adalah dengan mengikuti struktur modal
industri (perusahaan yang sejenis, yang kemudian dirata-rata) atau perusahaan lain (satu atau
dua) yang mempunyai risiko bisnis yang sama.
Jika perusahaan mempunyai struktur modal yang terlalu menyimpang dari rata-rata
industri, maka pasar (pihak luar) akan langsung mempertanyakan penyebabnya. Penyimpangan
tersebut tidak harus berarti jelek. Jika kebanyakan perusahaan menggunakan struktur modal yang
konservatif, maka rata-rata industri untuk struktur modal akan terlihat lebih kecil. Meskipun
kemungkinan rasio hutang yang optimal bisa lebih tinggi dari rata-rata industri. Karena itu
manajer keuangan harus menyiapkan argumen yang kuat dan meyakinkan jika ingin
menggunakan struktur modal yang menyimpang signifikan dari rata-rata industri.
Standar dari Pihak Luar
Pihak luar (biasanya pemberi pinjaman) akan menetapkan standar tertentu dalam struktur
modal. Jika perusahaan ingin meminjam, maka perusahaan tersebut harus mengikuti standar
yang telah ditetapkan oleh pemberi pinjaman. Pada situasi lain, jika perusahaan ingin
menerbitkan obligasi (surat hutang), biasanya perusahaan tersebut akan dirating oleh perusahaan
perating (contoh: Pefindo (Indonesia), Moody’s, Standard and Poor’s (Amerika Serikat)). Rating
tersebut didasarkan atas beberapa faktor, diantaranya faktor struktur modal (hutang).
Rasio coverage biasanya sering digunakan oleh pemberi pinjaman dan lembaga rating
untuk menilai risiko kebangkrutan. Dua rasio yang sering digunakan dalam analisis coverage
adalah Times Interest Earned (TIE) dan Fixed Charge Coverage (FCC). Semakin tinggi angka
tersebut, semakin aman dari risiko kegagalan membayar kewajiban. Rasio FCC memasukkan
semua kewajiban pembayaran, yaitu bunga, sewa, dan cicilan pembayaran hutang (pokok
pinjaman). Rasio TIE tidak memasukkan dua komponen terakhir.
Analisis Aliran Kas
Manajer keuangan bisa menganalisis aliran kas, menggunakan semacam simulasi atau
skenario untuk memperkirakan kemampuan membayar pada situasi yang jelek (misal resesi).
Setelah mengetahui kemampuan menghasilkan kas pada situasi baik dan jelek, bisa diputuskan
tingkat hutang yang optimal.
Kombinasi
Manajer keuangan tidak harus menggunakan hanya satu metode analisis dalam penentuan
struktur modal. Manajer keuangan bisa menggabungkan metode-metode yang telah disebutkan di
muka, untuk memperoleh gambaran yang lebih baik dan menyeluruh terhadap struktur modal
tersebut.
Pertimbangan Lainnya
Beberapa hal lainnya yang bisa dipakai sebagai pertimbangan dalam menentukan struktur
modal. Berikut ini beberapa faktor tersebut:
1. Stabilitas Penjualan. Perusahaan yang mempunyai penjualan yang stabil, bisa
menggunakan hutang yang semakin tinggi. Semakin stabil penjualan suatu perusahaan, semakin
mampu perusahaan tersebut menutup kewajiaban-kewajibannya.
2. Tingkat pertumbuhan penjualan. Perusahaan yang mempunyai tingkat penjualan yang
tinggi akan lebih menguntungkan jika memakai hutang.
3. Struktur Aset. Perusahaan yang mempunyai aktiva tetap yang lebih besar (yang berusia
panjang), apalagi jika digabung dengan tingkat permintaan produk yang stabil, akan
menggunakan hutang yang lebih besar.
4. Sikap Manajemen. Manajemen yang konservatif akan menggunakan hutang yang lebih
sedikit, dan sebaliknya. Pemegang saham yang ingin menjaga kendali atas perusahaanya akan
menggunakan hutang yang lebih banyak. Sebaliknya, jika perusahaan tidak berkepentingan
terhadap kendali perusahaan, akan cenderung menerbitkan saham baru.
Pertanyaan :
1. Operating Leverage timbul bila perusahaan dalam operasinya mempergunakan aktiva
tetap. Penggunaan aktiva tetap akan menimbulkan beban tetap berupa penyusutan.
Perusahaan yang mempunyai operating leverage yang tinggi, break event point (BEP)
akan tercapai pada tingkat penjualan yang relative tinggi. Besar lecilnya operating
leverage diukur dengan degree of operating leverage (DOL).Untuk lebih jelas
bagaimana pengaruh operating leverage terhadap risiko bisnis, dapat dibandingkan
dua perusahaan yaitu: perusahaan ALFA yang bersifat pada karya atau DOL-nya
rendah, dengan perusahaan BETA yang bersifat padat modal atau DOL-nya tinggi,
Hal ini menunjukkan perusahaan yang padat modal lebih sensitive terhadap
perubahan penjualan dibandingkan perusahaan yang padat karya. Jika volume
penjualan turun akibat krisis ekonomi menjadi lebih kecil dibandingkan volume
penjualan BEP, maka perusahaan yang padat modal akan mengalami kerugian yang
lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang padat karya, dan sebaliknya.
Seperti itulah cara operating leverage mempengaruhi struktur modal.
( sumber dari buku manajemen keuangan edisi 2 halaman 328)
2. DOL adalah suatu efek yang memberikan perubahan penjualan terhadap pendapatan
(profit). Sedangkan DFL itu adalah suatu efek yang memberikan perubahan EBIT
terhadap pendapatan(profit).
(sumber dari buku manajemen keuangan edisi 2 halaman 330 & 333)
3. Pendekatan EBIT-EPS dalam struktur modal bermanfaat bagi manajer keuangan,
meskipun mempunyai beberapa keterbatasan. Pertama, metode tersebut tidak
membicarakan pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan. Manajemen
keuangan mempunyai fokus pada maksimisasi nilai perusahaan. Kedua, pendekatan
tersebut tidak memperhitungkan biaya utang yang bersifat implisit. Hal semacam itu
tidak diperhitungkan dalam analisis EBIT-EPS. Tetapi analisis tersebut bisa
memberikan gambaran seberapa besar EBIT yang harus diperoleh jika manajer
keuangan ingin memperoleh EPS tertentu. Artinya jika probabilitasnya tinggi, maka
penggunaan utang bisa disarankan. Sebaliknya, jika probabilitasnya kecil, manajer
keuangan barangkali akan lebih baik menggunakan saham. Demikian lah pendekatan
EBIT-EPS dipakai untuk menganalisis struktur modal.
( sumber dari buku manajemen keuangan edisi 2 halaman 340)
4. Rasio coverage adalah suatu cara untuk melihat seberapa jauh kemampuan
perusahaan memenuhi kewajiban yang bersifat tetap. Semakin tinggi angka tesebut,
makin tinggi (aman) kemampuan perusahaan bisa memenuhi kewajibannya. Kaitanya
yaitu untuk menghitung rasio coverage dengan memasukkan cicilan pembayaran
hutang. Rasio debt-service coverage dipakai untuk menghitung kewajiban. Cicilan
hutang disesuaikan karena cicilan hutang tidak bisa dipakai sebagai pengurang pajak.
Disamping beban tetap dari bunga, perusahaan bisa memperoleh beban tetap lainnya.
Leasing (sewa) merupakan contoh beban tetap bukan bunga. Beban tetap leasing
mempunyai kewajiban yang sama dengan beban tetap hutang.
Karena itu, leasing seharusnya juga dimasukkan ke dalam persamaan-persamaan di
atas. Rasio fixed charge coverage (FCC) memasukkan sewa.
Dari situlah Manajer keuangan bisa menggunakan rasio-rasio tersebut pada
menghitung target struktur modal. Lebih spesifik, jika perusahaan mempunyai target
rasio coverage tertentu, atau pihak perbankan (kreditor) menetapkan rasio coverage
tertentu, maka penggunaan hutang harus dianalisis efeknya terhadap rasio tersebut.
( sumber dari buku manajemen keuangan edisi 2 halaman 340-341)
5. Biaya modal merupakan konsep yang sangat penting dalam manajemen keuangan.
Pada prakteknya seringkali biaya modal atau cost of capital digunakan sebagai
discount rate perusahaan. Discount rate sendiri digunakan untuk menghitung nilai
perusahaan (valuasi perusahaan) dan untuk menentukan apakah suatu proyek atau
aktivitas perusahaan layak dijalankan atau tidak (valuasi proyek/analisis kelayakan
investasi).
Jika investasi atau aktivitas perusahaan memberikan tingkat pengembalian (IRR)
lebih besar dari biaya modal/cost of capital berarti investasi atau aktivitas tersebut
memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Sebaliknya, jika ternyata tingkat
pengembaliannya lebih kecil dari biaya modalnya, maka investasi atau aktivitas
tersebut justru akan mengurangi nilai perusahaan.
Contoh Sederhana untuk Perhitungan Biaya Modal:
Arif berkeinginan untuk membuka café ; setelah dihitung, Arif membutuhkan dana
/modal sebesar 30 juta. Setelah berusaha, Arif mendapatkan dana tersebut dari 2
sumber:
Investasi dari teman baiknya, namanya Udin. Ketika ditawarkan untuk berinvestasi,
Udin mempertimbangkan untuk mendepositokan uangnya di bank. Bunga yang
didapatkan jika Udin mendepositoka uang nya adalah sebesar 5% per tahun; oleh
karena itu, Arif menyepakati akan memberikan tingkat pengembalian yang lebih
besar dari bunga deposito, yaitu senilai 10% jika Udin mau berinvestasi pada café
milik Arif. Akhirnya Udin setuju untuk mengivestasikan uangnya sebesar 20 juta
dengan syarat tingkat pengembalian `10%.
Sumber dana yang kedua didapatkan melalui pinjaman Bank. Arif berhasil
mendapatkan pinjaman senilai 10 juta dengan bunga pinjaman sebesar 7% untuk
pengembalian 6 tahun.
Setelah mendapatkan semua modal yang dibutuhkan, Arif mendaftarkan usaha
miliknya ke dinas pelayanan pajak di kotanya. Ketika itu Arif mendapatkan informasi
bahwa pihak pemerintah menetapkan pajak perusahaan sebesar 25%.
Dari informasi yang ada diatas, berapakah biaya modal atau cost of capital untuk café
Arif? Apa yang bisa Arif simpulkan dari informasi mengenai biaya modal café nya
tersebut?
WACC = [(Proporsi hutang * Biaya Hutang)*(1 – %Pajak)] + [Proporsi Equity *
Biaya Equity/Ekuitas]
Proporsi Equity = Investasi dari Udin = 20 juta ÷ 30 juta = 0.67
Biaya equity = Tingkat pengembalian yang diinginkan Udin = 10%
Proporsi Hutang = Pinjaman Bank = 10 juta ÷ 30 juta = 0.33
Biaya Hutang = Bunga Pinjaman Bank = 7%
% Pajak = 25%
Cost of Equity = [Proporsi Equity x Biaya Equity/Ekuitas] = 0.67 * 10% = 0.067 ~
6.7%
Cost of Debt = [(Proporsi hutang * Biaya Hutang)*(1 – %Pajak)] = (0.33 * 7%) *(1 –
25%) = 0.0175 ~ 1.75%
Jadi total biaya modal untuk café yang dimiliki Arif adalah 6.7% + 1.75% = 8.41%
Usaha café Arif dibilang menguntungkan jika mampu memberikan tingkat
pengembalian (IRR/Internal Rate of Return) lebih dari 8.41%.
Contoh tersebut merupakan contoh yang sudah disederhanakan khususnya pada
bagian biaya equity (cost of equity). Pada kenyataannya, perhitungan mengenai biaya
equity tersebut dapat berupa laba ditahan (retained earnings), saham biasa (common
stock) dan saham preferen (preferred stock), dimana cara perhitungannya pun
membutuhkan metode yang berbeda. Itulah contoh bagimana biaya modal
menganalisi strk modal.
( sumber dari https://rumahsaraswati.co/konsep-biaya-modal-dan-perhitungannya/)
6. 1. Stabilitas Penjualan. Perusahaan yang mempunyai penjualan yang stabil, bisa
menggunakan hutang yang semakin tinggi. Semakin stabil penjualan suatu
perusahaan, semakin mampu perusahaan tersebut menutup kewajiaban-kewajibannya.
2. Tingkat pertumbuhan penjualan. Perusahaan yang mempunyai tingkat penjualan
yang tinggi akan lebih menguntungkan jika memakai hutang.
3. Struktur Aset. Perusahaan yang mempunyai aktiva tetap yang lebih besar (yang
berusia panjang), apalagi jika digabung dengan tingkat permintaan produk yang
stabil, akan menggunakan hutang yang lebih besar.
4. Sikap Manajemen. Manajemen yang konservatif akan menggunakan hutang yang
lebih sedikit, dan sebaliknya. Pemegang saham yang ingin menjaga kendali atas
perusahaanya akan menggunakan hutang yang lebih banyak. Sebaliknya, jika
perusahaan tidak berkepentingan terhadap kendali perusahaan, akan cenderung
menerbitkan saham baru.
( sumber dari buku manajemen keuangan edisi 2 halaman 345)
Problem :
1. Pendekatan EBIT-EPS untuk menentukan utang yang optimal. Pendekatan EBIT-
EPS dalam struktur modal bermanfaat bagi manajer keuangan, meskipun
mempunyai beberapa keterbatasan. Pertama, metode tersebut tidak membicarakan
pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan. Kedua, pendekatan tersebut
tidak memperhitungkan biaya utang yang bersifat implisit. Kita bisa menghitung
titik EBIT ‘break-even’ dimana alternatif saham baru akan menghasilkan EPS
yang sama dengan alternatif hutang. Pendekatan EBIT-EPS dalam struktur modal
bermanfaat bagi manajer keuangan, meski ada beberapa keterbatasan. Pertama,
metode tersebut tidak membicarakan pengaruh struktur modal terhadap nilai
perusahaan. Kedua, pendekatan tersebut tidak memperhitungkan biaya hutang
yang bersifat implisit. Tetapi analisis tersebut bisa memberi gambaran seberapa
besar EBIT yang harus diperoleh jika manajer keuangan ingin memperoleh EPS
tertentu. Contoh, manajer keuangan bisa menghitung EBIT* (yang menyamakan
EPS hutang dengan EPS saham), kemudian manajer keuangan bisa
memperkirakan probabilitas memperoleh EBIT di atas EBIT*. Jika
probabilitasnya tinggi, maka penggunaan hutang bisa disarankan. Sebaliknya, jika
probabilitasnya kecil, manajer keuangan barangkali akan lebih baik menggunakan
saham. Artinya jika saham biasa itu dibuang maka yang tersisa itu adalah saham
utang dan saham preferen yang tidak bertabrakan.
2. Bisa, jika penjualan perusahaan tinggi dan memperoleh keuntungan (profitabilits)
yang tinggi juga (karena hanya membayar bunga yang sifatnya tetap), maka daya
saing perusahaan akan meningkat. Dalam leverage operasional (beban tetap
operasional) yang tinggi (relatif terhadap biaya variabel) dengan kata lain Degree
of Operating Leverage (DOL) untuk perusahaan tinggi, maka penjualan yang
tinggi akan menghasilkan pendapatan yang tinggi. Lalu dalam leverage keuangan,
perusahaan yang menggunakan beban tetap (bunga) yang tinggi berarti
menggunakan utang yang tinggi, yang berarti Degree of Financial Leverage
(DFL) untuk perusahaan itu juga tinggi. DFL mempunyai implikasi terhadapa
earning per-share (EPS) perusahaan. Untuk perusahan yang mempunyai DFL
yang tinggi, perubahan EBIT (Earning Before Interest dan Taxes) akan
menyebabkan EPS (laba/jumlah lembar saham) yang tinggi.
(Acuan dari hal. 41,328, dan 332, buku manajemen keuangan)
3. Menurut kelompok kami, kemampuan perusahaan X lebih bagus daripada
perusahaan Y. Sebab, perusahaan X mempunyai kemampuan dalam dalam
memberi kesempatan bagi para investor dalam menanam sahan, hal ini bisa
dilihat dari tersenarnya pemegang saham. Kemudian, depresiasinya juga sangat
kecil namun pertumbuhan penjualan di perusahaannya sangat tinggi. Jika
dibandingkan dengan kondisi yang dialami oleh perusahaan Y.
4. a. Return yang diharapkan = Probabilitas x Return on Equity
Perusahaan A = (0,1 x 0%)+(0,2 x 5%)+(0,4 x 10%)+(0,2 x 15%)+(0,1 x 20%)
= 0 + 0,01 + 0,04 + 0,03 + 0,02
= 0,1
Perusahaan B = (0,1 x -2%)+(0,2 x 5%)+(0,4 x 12%)+(0,2 x 19%)+(0,1 x 26%)
= -0,002 + 0,01 + 0,048 + 0,038 + 0,026
= 0,12
Perusahaan C = (0,1 x -5%)+(0,2 x 5%)+(0,4 x 12%)+(0,2 x 15%)+(0,1 x 35%)
= -0,005 + 0,01 + 0,06 + 0,05 + 0,035
= 0,15
Standar deviasi
Perusahaan A = 0,1(0 - 0,1)2 + 0,2(0,05 - 0,1)2 + 0,4(0,1 - 0,1)2 + 0,2(0,15 – 0,1)2
+ 0,1(0,2 – 0,1)2
= 0,0075
= √ 0,0075 = 0,0866 = 8%

Perusahaan B = 0,1(0 - 0,12)2 + 0,2(0,05 - 0,12)2 + 0,4(0,1 - 0,12)2 + 0,2(0,15 –


0,12)2 + 0,1(0,2 – 0,12)2
= 0,00144 + 0,00098 + 0,00016 + 0,00018 + 0,00064
= √ 0,0034 = 0,0583 = 5%
Perusahaan C = 0,1(0 - 0,15)2 + 0,2(0,05 - 0,15)2 + 0,4(0,1 - 0,15)2 + 0,2(0,15 –
0,15)2 + 0,1(0,2 – 0,15)2
= 0,0055
= √ 0,0055 = 0,0741 = 7%
(Sumber : Buku Manajemen Keuangan, Edisi 2, Dr. Mamduh M. Hanafi, hal.194,
rumus 2 dan 4)

b. Risiko bisa didefinisikan sebagai kemungkinan penyimpangan dari hasil yang


diharapkan. Untuk mengoperasionalkan definisi tersebut, maka risiko dapat dihitung
menggunakan standar deviasi dari hasil yang diharapkan. Dengan demikian, standar
deviasi digunakan untuk mengukur tingkat risiko. Semakin besar standar deviasi
tingkat keuntungan suatu aset, semakin tinggi risiko aset tersebut. Perusahaan A
menunjukkan angka standar deviasinya 8%, perusahaan B menunjukkan angka
standar deviasinya 5%, dan perusahaan C menunjukkan angka standar deviasinya 7%.
Terlihat jelas bahwa ketiga perusahaan tersebut memiliki tingkat risiko yang berbeda.
Jika diurutkan perusahaan dengan risiko tertinggi, maka Perusahaan A – Perusahaan
C – Perusahaan B. Data menunjukkan bahwa perusahaan A memiliki tingkat
keuntungan yang lebih besar dari perusahaan lainnya dan juga memiliki risiko yang
lebih besar pula sebesar 8%, hal ini berarti bahwa perusahaan A yang lebih berisiko
(risiko lebih tinggi) dan perusahaan B yang lebih rendah risikonya.

(Sumber : Buku Manajemen Keuangan, Edisi 2, Dr. Mamduh M. Hanafi, hal.192


sebagai acuan)
BAB 14
ANALISIS INVESTASI LANJUTAN
PENDEKATAN ADJUSTED PRESENT VALUE

Kerangka APV
Variasi lain dari WACC (weighted average cost of capital, atau biaya modal rata-
rata tertimbang) dalam analisis investasi adalah APV (Adujsted Present Value). APV
menggunakan prinsip value additive (penambahan nilai), dengan mengambil ide dari
model struktur modal Modigliani Miller (MM). Menurut MM dengan pajak, nilai
perusahaan dengan hutang adalah nilai perusahaan 100% saham ditambah dengan
penghematan pajak dari hutang (bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak).
APV dengan demikian dihitung dengan menambahkan nilai base-case plus
manfaat dari pinjaman (financing), seperti berikut ini.
APV = Base-case NPV + NPV dari keputusan pembelanjaan karena memutuskan
melakukan proyek.

Peningkatan Kapasitas Pinjaman


Misalkan perusahaan ingin mempertahankan rasio hutang sebesar 40%. Dengan
bertambahnya aset, maka hutang yang bisa dipinjam oleh perusahaan juga akan
semakin meningkat (untuk mempertahankan rasio yang sama). Jika perusahaan
melakukan usulan investasi, maka asetnya akan bertambah, dan karenanya kapasitas
pinjaman juga akan bertambah. Apakah kapasitas pinjaman yang bertambah tersebut
mempunyai nilai? Jika bunga yang dibayarkan bisa dipakai sebagai pengurang pajak,
maka semakin besar bunga yang dibayarkan, akan semakin besar penghematan pajak
yang diperoleh. Dengan kata lain, penambahan kapasitas hutang akan mendatangkan
nilai bagi perusahaan.
Perbandingan APV dengan WACC Secara teoritis, analisis investasi dengan
metode APV dan WACC akan menghasilkan angka dan kesimpulan yang sama.
Dengan menggunakan metode APV, dimana hanya penghematan pajak saja yang kita
analisis (penghematan lainnya seperti subsidi pinjaman dianggap tidak ada).

Analisis dengan APV


Dengan menggunakan APV, maka kita akan menghitung formula berikut ini. APV =
NPV 100% saham + PV penghematan pajak dari bunga = ( Kas / ks ) + ( Tingat pajak
× Hutang )
Analisis dengan WACC Jika kita menggunakan WACC, kita akan menghitung biaya
modal rata-rata tertimbang. Pertama, kita harus menghitung biaya modal saham yang
baru, yang mencerminkan tambahan hutang.

Dengan menggunakan formula yang dikembangkan oleh MM seperti berikut ini, kita
bisa menghitung ks yang baru.
ks = ro + B / S (1 – tc) (ro – rb)
Net Present Value (NPV) dengan menggunakan WACC adalah. NPV = (Kas tersedia
untuk pemegang saham / WACC) – Investasi
Perbandingan APV dengan WACC
Pembahasan di muka menunjukkan bahwa APV dan WACC secara teoritis
menghasilkan kesimpulan yang sama. Keduanya juga menggunakan aliran kas yang
tidak dipengaruhi oleh keputusan pendanaan. Keduanya berbeda sebagai berikut ini.
Pada APV, NPV dasar (base) kemudian ditambahkan dengan PV manfaat dari
keputusan pendanaan. Sedangkan pada WACC, pengaruh keputusan pendanaan
terlihat pada tingkat diskonto (biaya modal rata-rata tertimbang). APV menghitung
pengaruh keputusan pendanaan secara langsung. Sedangkan pada WACC pengaruh
keputusan pendanaan dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui tingkat diskonto.
Pertanyaan berikutnya adalah dalam situasi apa WACC atau APV lebih baik dipakai.
Berikut ini beberapa pedoman untuk menentukan mana yang sebaiknya dipakai, dan
dalam situasi yang bagaimana.
1. Jika risiko proyek konstan selama usia proyek tersebut, maka biaya modal saham
dan biaya modal rata-rata tertimbang akan konstan selama proyek tersebut dilakukan.
Dalam situasi tersebut, WACC cukup praktis digunakan. Dengan menggunakan APV,
kita tidak perlu mengidentifikasi satu-persatu efek keputusan pendanaan. Jika risiko
proyek berubah-ubah selama usia proyek tersebut, maka biaya modal juga akan
berubah-ubah. Pada situasi ini menghitung efek keputusan pendanaan secara
langsung, seperti yang dilakukan oleh APV akan lebih praktis.
2. WACC berbicara mengenai rasio hutang, sedangkan APV berbicara mengenai
tingkat (jumlah) hutang. Jika jumlah hutang bisa diprediksi dengan baik, maka APV
cukup praktis digunakan. Jika tingkat (jumlah) hutang sulit diprediksi, maka
penggunaan APV menjadi lebih sulit. Contoh, jika rasio hutang terhadap nilai
perusahaan tetap, kemudian nilai perusahaan berubah-ubah, maka jumlah hutang juga
akan berubah-ubah. Jumlah hutang menjadi lebih sulit dihitung Tetapi jika rasio
hutang berubah-ubah, maka WACC menjadi sulit diaplikasikan.

MENGHITUNG BETA UNLEVERED


Tanpa Pajak Untuk menggunakan APV, kita membutuhkan biaya modal saham untuk
perusahaan yang menggunakan 100% saham (ro).
Dengan menggunakan formula CAPM, biaya modal saham 100%, bisa dihitung
sebagai berikut ini.

ro = Rf + βU (Rm – Rf)

dimana βU adalah beta perusahaan dengan 100% saham. Tetapi, biasanya perusahaan
menggunakan hutang sebagian. Jarang ada perusahaan yang menggunakan saham
100%.
Formula CAPM untuk menghitung biaya modal saham perusahaan (yang biasanya
menggunakan hutang) seperti berikut ini.
rs = Rf + β (Rm – Rf)
β dalam hal ini adalah beta saham atau risiko sistematis saham (karena dihitung
melalui saham yang listing di bursa) yang dihitung melalui regresi model pasar
(market model), atau menggunakan formula β = Kovarians return pasar dengan return
saham / Varians pasar.
Model pasar bisa dituliskan sebagai berikut ini.
Ri = αi + βi (Rm) + ei

βi yang diperoleh merupakan risiko sistematis saham i. Perhatikan bahwa perusahaan


biasanya menggunakan hutang sehingga βi tersebut merupakan beta yang
mengandung unsur hutang. Padahal kita menginginkan beta 100% saham untuk
menghitung biaya modal saham.
Kita bisa melakukan penyesuaian dengan ‘menghilangkan’ pengaruh beta hutang
sebagai berikut ini. Beta perusahaan dengan saham 100% (beta aset) bisa dianggap
terdiri dari beta hutang dan beta saham.
Beta aset tersebut merupakan beta rata-rata tertimbang dari setiap beta individualnya,
seperti berikut ini.
βASET = (B / (B + S)) βHUTANG + (S / (B + S)) βSAHAM)

βHUTANG biasanya sangat kecil, sehingga bisa dianggap nol.


Karena itu persamaan di atas bisa dituliskan sebagai berikut ini.
βASET = (S / (B + S))

βSAHAM Dengan melakukan beberapa manipulasi, beta saham bisa dihitung sebagai
berikut ini. βSAHAM = βASET (1 + (hutang / Saham))

Dengan Pajak
Dalam dunia dengan pajak, kita bisa menggunakan formula Modigliani-Miller
sebagai berikut ini untuk menurunkan beta aset (beta perusahaan dengan 100%
saham).
VL = VU + tc . B = B + S)
Persamaan di atas mengatakan bahwa nilai perusahaan dengan hutang sama
dengan nilai perusahaan tanpa hutang ditambah dengan PV penghematan pajak. Term
yang paling kanan mengatakan bahwa nilai perusahaan dengan hutang sama dengan
nilai hutang ditambah nilai saham.
Beberapa implikasi bisa dilihat dari persamaan di atas. Pada perusahaan dengan
hutang, (B / S) adalah positif. Karena itu term (1 – t) (B / S) akan bernilai positif.
Dengan demikian beta saham perusahaan yang menggunakan hutang lebih besar
dibandingkan dengan beta saham 100%. Hasil semacam itu masuk akal karena hutang
meningkatkan risiko perusahaan. Tetapi peningkatan beta tersebut tidak setajam pada
situasi tanpa pajak.
Pertanyaan :
1. Jelaskan bagaimana menggunakan Adjusted Present Value!
Variasi lain dari WACC (weighted average cost of capital, atau biaya rata-rata
tertimbang) dalam analisis investasi adalah APV (Adjusted Present Value). APV
menggunakan prinsip value additive (penambahan nilai), dengan mengambil file dari
model struktur modal Modigliani Miller (MM).
Berikut ini contoh penggunaan APV. Misalkan suatu usulan investasi dengan pendapatan
masuk sebesar Rp.100 juta pertahun selamanya. Besarnya investasi yang diperlukan
untuk investasi tersebut adalah Rp.400 juta. Tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk
pemegang saham adalah 20%. Misalkan ada beberapa scenario seperti berikut ini.
1. Proyek dilakukan tanpa tambahan pendanaan
Jika proyek dilakukan dengan menggunakan saham 100%, dan di asumsikan berlangsung
selamanya, maka NPV proyek tersebut bisa dihitung sebagai berikut ini :
NPV = - 480 juta + (100 juta / 0,2) = +20 juta
NPV yang diperoleh sebesar Rp.20 juta, yang berarti ususan investasi tersebut layak
dilakukan.

2. Proyek dilakukan dengan menerbitkan saham baru


Misalkan perusahaan harus menerbitkan saham baru, perhitungan melalui pendekatan
WACC bisa dilakukan dengan menghitung ulang discount rate-nya untuk mencerminkan
biaya emisi tersebut. Misal untuk memperoleh dana sebesar Rp.480 juta (bersih),
perusahaan harus mengumpulkan Rp.505 juta Selisih sebesar Rp.25 juta merupakan biaya
emisi yang dipakai untuk membayar perusahaan keuangan, akuntan, dan biaya
administrasi. Biaya modal yang baru adalah sekitar 25%, yaitu 20% ditambah 5% (Rp
25juta / Rp 50juta) biaya emisi. NPV yang baru adalah sebagai berikut ini :
NPV = -480 juta + (100 juta / 0,25) = -80 juta
NPV yang baru adalah negatif Rp.80 juta, karena itu usulan investasi tersebut sebaiknya
ditolak.

3. Memperoleh subsidi pinjaman


Misalkan jumlah pinjaman Rp.240 juta. Jika perusahaan membayar dengan bunga pasar,
maka besarnya bunga adalah 0.2 x Rp.240 juta = Rp.48 juta. karena disubsidi oleh
pemerintah, maka bunga yang dibayar adalah 0,1 x Rp.240 juta = Rp.24 juta. Dengan
demikian perusahaan menghemat sebesar Rp.24 juta (48 juta – 24 juta) pertahunnya, atau
Rp.16,8 juta net pajak ((1 – 0,3) x 24 juta). Present value penghematan tersebut bisa
dihitung dengan menggunakan discount rate yang relevan, yaitu tingkat bunga pinjaman
pasar sebesar 20%.
APV = -480 juta + (100 juta / 0,2) + (16,8 juta / 0,2)
= + Rp.104 juta
(Sumber Buku Manajemen Keuangan Edisi 2 Dr. Mamduh M. Hanafi, M.B.A
Halaman 349-351)

2. Identifikasikan penambahan nilai dari keputusan pendanaan, beri contohnya!


Jika kita ingin menghitung APV (Adjusted Present Value), maka kita harus menghitung
manfaat tambahan dari keputusan pendanaan. Dengan kata lain, kita harus menghitung
penghematan pajak karena semakin meningkatnya utang. Misalkan, untuk mempermudah
analisis, utang sebesar 40 juta tersebut tetap bertahan selama sepuluh tahun. Utang baru
dilunasi pada akhir proyek. Contoh tersebut sebenarnya tidak konsisten dengan
pernyataan perusahaan yang ingin mempertahankan 40% rasio utangnya. Nilai proyek
akan didepresiasi, sehingga nilai buku proyek pertahunnya akan semakin menurun. Jika
nilai tersebut semakin menurun, dan perusahaan ingin mempertahankan rasio utang 40%,
maka nilai utangnya akan semakin turun dari tahun ketahun.

(Sumber Buku Manajemen Keuangan Edisi 2 Dr. Mamduh M. Hanafi, M.B.A


Halaman 352)

3. Jelaskan perbandingan antara NPV dengan WACC!

Misalkan ada usulan investasi yang membutuhkan investasi awal Rp50 juta. Investasi
diperkirakan menghasilkan pemasukan bersih Rp20 juta per tahun. Usia investasi selamanya
(tidak terbatas). Pajak 40%. Perusahaan ingin menggunakan utang sebesar 40% dari totoal nilai
perusahaan (debt ratio sebesar 40%). Tingkat bunga 15%. Tingkat keuntungan yang disyaratkan
untuk pemegang saham 20%. Secara teoritis, analisis investasi dengan metode APV dan WACC
akan menghasilkan angka dan kesimpulan yang sama. Dengan menggunakan metode APV,
dimana hanya penghematan pajak saja yang kita analisis (penghematan lainnya seperti subsidi
pinjaman dianggap tidak ada), analisis bisa dilakukan seperti ini.

 Analisis dengan APV

Dengan menggunakan APV, maka kita akan menghitung formula berikut ini.
APV = NPV 100% saham + PV penghematan pajak dari bunga
= ( Kas / ks ) + ( Tingat pajak × Uutang )
Karena perusahaan ingin menggunakan tingkat utang 40% dari nilai pasar perusahaan, maka kita
menghitung nilai perusahaan dengan utang terlebih dulu, kemudian bisa menghitung besar utang
yang akan dimiliki perusahaan. Perhitungannya sebagai berikut.
Vd = Nilai 100% saham + Pajak x 40% x Vd
Dimana Vd = nilai perusahaan dengan menggunakan utang. Nilai investasi dengan 100% saham
bisa dihitung berikut ini.
Penjualan Rp20 juta
Pajak (40%) Rp 8 juta
Kas bersih Rp12 juta
Kemudian, menghitung nilai investasi dengan 100% saham, usia investasi selamanya, yaitu Rp60
juta (12 juta / 0,2). Vd dengan demikian bisa dihitung sebagai berikut.
Vd = 60 juta + (0,4) (0,4) Vd
Vd = 75 juta
Besarnya utang dengan demikian 30 juta (0,4 x 75 juta). Dengan menggunakan APV, kita bisa
memperoleh APV sebagai berikut.
APV = (12 juta / 0,2) + (0,4 x 30 juta) – 50 juta
= 12 juta
Dengan demikian usulan investasi layak dilakukan.

 Analisis dengan WACC

Jika kita menggunakan WACC, kita akan menghitung biaya modal rata-rata tertimbang. Pertama,
kita harus menghitung biaya modal saham yang baru, yang mencerminkan tambahan utang.
Karena perusahaan menggunakan utang, maka risiko semakin meningkat, sehingga ks juga
meningkat. Tingkat bunga pinjaman (kb) 15%. Dengan menggunakan formula yang
dikembangkan oleh MM seperti berikut ini, kita bisa menghitung ks yang baru.
ks = ro + B / S (1 – tc) (ro – rb)
ks = 20% + (2/5) (1 – 0,4) (20% - 15%) = 22
WACC bisa dihitung sebagai berikut.
WACC = (3/5) (22) + (2/5) (1 – 0,4) (15%)
= 16,8%
Net Present Value (NPV) dengan menggunakan WACC adalah.
NPV = (Kas tersedia untuk pemegang saham / WACC) – Investasi
= (12 juta / 0,168) – 50 juta
= 12 juta
Perbandingan APV dengan WACC
Pembahasan di muka menunjukkan bahwa APV dan WACC secara teoritis menghasilkan
kesimpulan yang sama. Keduanya juga menggunakan aliran kas yang tidak dipengaruhi oleh
keputusan pendanaan. Keduanya berbeda sebagai berikut ini. Pada APV, NPV dasar (base)
kemudian ditambahkan dengan PV manfaat dari keputusan pendanaan. Sedangkan pada WACC,
pengaruh keputusan pendanaan terlihat pada tingkat diskonto (biaya modal rata-rata tertimbang).
APV menghitung pengaruh keputusan pendanaan secara langsung. Sedangkan pada WACC
pengaruh keputusan pendanaan dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui tingkat diskonto.
Pertanyaan berikutnya adalah dalam situasi apa WACC atau APV lebih baik dipakai. Berikut ini
beberapa pedoman untuk menentukan mana yang sebaiknya dipakai, dan dalam situasi yang
bagaimana.
1. Jika risiko proyek konstan selama usia proyek tersebut, maka biaya modal saham dan
biaya modal rata-rata tertimbang akan konstan selama proyek tersebut dilakukan. Dalam situasi
tersebut, WACC cukup praktis digunakan. Dengan menggunakan APV, kita tidak perlu
mengidentifikasi satu-persatu efek keputusan pendanaan. Jika risiko proyek berubah-ubah
selama usia proyek tersebut, maka biaya modal juga akan berubah-ubah. Pada situasi ini
menghitung efek keputusan pendanaan secara langsung, seperti yang dilakukan oleh APV akan
lebih praktis.
2. WACC berbicara mengenai rasio utang, sedangkan APV berbicara mengenai tingkat
(jumlah) utang. Jika jumlah utang bisa diprediksi dengan baik, maka APV cukup praktis
digunakan. Jika tingkat (jumlah) utang sulit diprediksi, maka penggunaan APV menjadi lebih
sulit. Contoh, jika rasio utang terhadap nilai perusahaan tetap, kemudian nilai perusahaan
berubah-ubah, maka jumlah utang juga akan berubah-ubah. Jumlah utang menjadi lebih sulit
dihitung Tetapi jika rasio utang berubah-ubah, maka WACC menjadi sulit diaplikasikan.
(Sumber Buku Manajemen Keuangan Edisi 2 Dr. Mamduh M. Hanafi, M.B.A Halaman 353-355)

4. Jelaskan arti beta unlevered, manfaatnya! Bagaimana menghitungnya!


Beta tidak bertingkat (a.k.a. Asset Beta) / beta unlevered adalah beta perusahaan tanpa
dampak utang. Ia juga dikenal sebagai volatilitas pengembalian untuk suatu perusahaan,
tanpa memperhitungkan leverage keuangannya. Ini membandingkan risiko perusahaan
yang tidak bertingkat dengan risiko pasar. Ini juga sering disebut sebagai "beta aset"
karena volatilitas perusahaan tanpa leverage adalah hasil dari hanya asetnya.

Cara menghitung Beta Unlevered

 Tanpa Pajak

Untuk menggunakan APV, kita membutuhkan biaya modal saham untuk perusahaan yang
menggunakan 100% saham (ro). Dengan menggunakan formula CAPM, biaya modal saham
100%, bisa dihitung sebagai berikut ini :
ro = Rf + βU (Rm + Rf)
tetapi biasanya perusahaan menggunakan utang sebagian. Jarang ada perusahaan yang
menggunakan saham 100%. Kita bisa menggunakan formula CAPM untuk menghitung biaya
modal saham perusahaan (yang menggunakan utang) sebagai berikut ini :
rs = Rf + β (Rm – Rf)
β dalam hal ini adalah beta saham atau risiko sistematis (karena dihitung melalui saham yang
listing di bursa) yang dihitung melalui regresi model pasar (market model), atau menggunakan
formula β = Kovarians return pasar dengan return saham/varians pasar. Model pasar bisa
dituliskan sebagai berikut ini :
Ri = αi + βi (Rm) + ei
Βi yang diperoleh merupakan risiko sistematis saham i. Perhatikan bahwa perusahaan biasanya
menggunakan utang sehingga βi tersebut merupakan beta yang mengandung unsur utang.
Padahal jika menginginkan beta 100% saham untuk menghitung biaya modal saham. Kita bisa
melakukan penyesuaian dengan menghilangkan pengaruh beta utang sebagai berikut ini :
Beta perusahaan dengan saham 100% (beta aset) bisa dianggap terdiri dari beta utang dan
beta saham. Beta aset tersebut merupakan beta rata-rata tertimbang dari setiap beta
individualnya, seperti berikut ini :
ΒASET = {B / (B + S)} βUTANG + {S / (B + S)} βSAHAM
ΒUTANG biasanya sangat kecil, sehingga bisa dianggap nol. Karena itu persamaan diatas bisa
dituliskan sebagai berikut ini :
ΒASET = {S / (B + S)} βSAHAM
Dengan melakukan beberapa manipulasi, beta saham bisa dihitung sebagai berikut ini :
ΒSAHAM = βASET {1 + (Utang / Saham)}

 Dengan Pajak

Dalam dunia dengan pajak, kita bisa menggunakan formula Modigliani-Miller sebagai berikut ini
untuk menurunkan beta aset (beta perusahaan dengan 100% saham).
VL = VU + tc . B = B + S
Persamaan diatas mengatakan bahwa nilai perusahaan dengan utang sama dengan nilai
perusahaan tanpa utang ditambah dengan PV penghematan pajak. Term yang paling
kanan mengatakan bahwa nilai perusahaan dengan utang sama dengan nilai utang
ditambah nilali saham.

(Sumber Buku Manajemen Keuangan Edisi 2 Dr. Mamduh M. Hanafi, M.B.A


Halaman 355-357)
(Sumber lain :
https://corporatefinanceinstitute.com/resources/knowledge/valuation/unlevered-beta-
asset-beta/)
Problem :
1. Diketahui : β PT X = 0,9
Perbandingan utang dan saham :
B = 1
S = 3
β saham 100%
Ditannyakan: β saham =?
Jawab:
Dengan menggunakan data diatas,beta aset dapat dihitung sebagai berikut :

β ASET ={B+S S } β Saham


3
β ASET ={
1+3 }
0,9

3
β ASET ={ } 0,9
4

β ASET =( 0,75 ) (0,9)


β ASET =0,675
Dengan demikian beta PT X dengan saham 100% adalah 0,675
(Sumber acuan perhitungan buku manajemen keuangan Dr.mamduh
M.Hanafi,M.B.A edisi 2 halaman 365)
2. Menghitung ulang penghematan pajak pada tabel 1 tersebut dapat dilakukan melalui
peningkatan kapasitas utang,penghematan tersebut bisa ditambahkan kedalam analisis
APV( Hasil dari keputusan pendanaan)
(Sumber acuan perhitungan buku manajemen keuangan Dr.mamduh
M.Hanafi,M.B.A edisi 2 halaman 352-353)
3. Diketahui : Investasi = Rp.500 juta
EBIT = Rp.151,52 juta
Kd = 10%
Pajak =34 %
Biaya modal saham 100% adalah 20 %
Ditanyakan: Bandingkan analisis dengan WACC dan APV.Apakah usilan insetasi
investasi tersebut sebaiknya diterima=?
Jawab :
 Dengan menggunakan APV,maka akan dihitung formula berikut :

APV = NPV 100% + PV penghematan pajak dari bunga


= (kas/ks) + (Tingkat pajak x utang)
Diman Vd = nilai perusahaan dengan menggunakan utang.Niali investasi dengan 100%
sahm bisa dihitung berikut ini,pertama,kita akn menhitung kas yang tersedia untuk
pemegang saham adalh sebgai berikut :
Investasi Rp.151,52 juta
Pajak (34%) Rp.51,51 juta
Kas besih Rp.100 juta
Kemudian,menghitung niali investasi dengan 100% saham,dengan usia invetasi
selamnanya,yaitu 66,6juta (100juta/1,5).Vd dengan demikian bisa dihitung sebagi berikut.
Vd =66,6 juta + (0,1)(0,1)vd
Vd= 0,66 juta
Besarnya utang dengan demikian adalah 0,066 (0,1 x 0,66juta).Dengan menggunakan
APV,maka bisa diperoleh sebagai berikut Ini :
100
APV = + ( 0,1 x 0,5 ) −500
1,5
APV =66,6+0,05−500
APV =−432,9

Dengan demikian usulan investasi tersebut tidak layak dilakukan .


 Analisis dengan WACC
Dengan menggunakan formula yang dikembangkan oleh MM seperti berikut ini ,dapat
menghitung Ks baru
B
KS=ro+ ( 1−tc ) (ro−rb)
S
2
KS=20 %+ ( 1−0,1 ) (20−10)
5
2
KS=20 %+ ( 0,9 )(10)
5
KS=20 %+3,6
KS=23,6

WACC kemudian bisa dihitung sebgai berikut ini :


3 2
WACC= ( 23,6 ) + ( 1−0,1 ) (10)
5 5

WACC=14,16+3,6

WACC=17,76 %

NPV dengan menggunakan WACC adalah :


Kas tersedia untuk pemegang saham
NPV = −investasi
WACC

100
NPV = – 500
0,17

NPV =1,17 juta

Dengan demikain usulan invetasi tersebut layak dilakukan.


 Dengan demikian maka dapat diambil kesimpulan perbandingan anasis dengan APV
usulan investasi tersebut tidak layak dilakukan sedangkan untuk analisis dengan WACC
usulan investasi tersebut layak dilaukan.

(Sumber acuan perhitungan buku manajemen keuangan Dr.mamduh


M.Hanafi,M.B.A edisi 2 halaman 353-354)

Anda mungkin juga menyukai