1. PENDEKATAN TRADISIONAL
Pendekatan tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal.
Dengan kata lain struktur modal mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan.
Struktur modal bisa diubah-ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal.
Ilustrasi berikut ini menggambarkan argumen tersebut.
A B C
Laba 100 100 100
Bunga 0 40 60
Laba tersedia untuk pemegang saham 100 60 40
ks 0,2 0.22 0.3
Vs 500 272.73 133.33
kb 0 0.15 0.25
Vb 0 266.67 240
WACC 0,2 0.18554 0.2579
Nilai total perusahaan (Vs + Vb) 500 539.4 373.33
Catatan:
Misal ada tiga perusahaan. Perusahaan A tidak menggunakan ulang, dan karena
itu tidak membayarkan bunga. Tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
adalah 20%. Untuk perusahaan A, WACC adalah:
Biaya modal tersebut lebih kecil dibandingkan biaya modal perusahaan A. Nilai
perusahaan B adalah 272,73 + 266,67-539,40, yang lebih besar dibandingkan nilai
perusahaan A. Penggunaan utang dengan demikian bisa meningkatkan nilai
perusahaan.
Perusahaan C menggunakan utang yang lebih banyak lagi, yaitu sebesar 240.
Karena utang menjadi semakin tinggi, biaya modal utang meningkat menjadi 25%.
Untuk mencerminkan kenaikan risiko penggunaan utang yang semakin tinggi, biaya
modal saham juga meningkat, dalam hal ini menjadi 30%. Biaya modal rata-rata
tertimbang perusahaan C adalah:
Nilai total perusahaan C adalah 133,33 +240 = 347,33. Nilai perusahaan C lebih
kecil dibandingkan dengan nilai perusahaan B. Penggunaan utang yang terlalu
tinggi mengakibatkan nilai total perusahaan menurun.
2. PENDEKATAN MODIGLIANI DAN MILLER (MM)
Pada tahun 1950-an, dua orang ekonom menentang pandangan tradisional
struktur modal. Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak mempengaruhi
nilai perusahaan. Kemudian pada awal tahun 1960-an, kedua ekonom tersebut
memasukkan faktor pajak ke dalam analisis mereka. Mereka sampai pada
kesimpulan bahwa nilai perusahaan dengan utang lebih tinggi nilai perusahaan
tanpa utang. Kenaikan nilai tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak dari
penggunaan ulang. Bagian berikut ini membicarakan argumen kedua orang ekonom
tersebut. Yang pertama, argumen tanpa pajak, kemudian disusul dengan
argumen dengan pajak.
VL = VU
Di mana
VL = nilai untuk perusahaan yang menggunakan utang (value for leveraged
companies)
VU = nilai untuk perusahaan yang tidak menggunakan utang (100% saham, atau
value for unlevered companies)
Dengan kata lain, dalam kondisi tanpa pajak, Modigliani dan Miller berpendapat
bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Tingkat keuntungan
dan risiko usaha (keputusan investasi) yang akan mempengaruhi nilai perusahaan
(bukannya keputusan pendanaan).
2.1.2. Proposisi 2 (Tanpa Pajak)
Proposisi 2 mengatakan bahwa tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk
perusahaan yang menggunakan utang, naik proporsional terhadap peningkatan rasio
utang dengan saham.
ks ko+B/S (ko-kb)
di mana :
ks = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
ko = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham perusahaan tanpa utang
B/S = rasio utang dengan saham
kb = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk utang (tingkatbunga)
VL = VU+ To B
= EBIT (1-Tc) + Tc . kb . B
ko kb
di mana:
Nilai perusahaan tanpa utang merupakan present value dari tingkat keuntungan
EBIT (Earning Before Interest and Taxes), didiskontokan denga biaya modal saham
tanpa utang (ko). Penghematan bunga didiskontoka dengan biaya modal utang (kb).
Perbedaan diskonto tersebut disebabkan Karena risiko yang berbeda antara EBIT
(aliran kas untuk pemegang saham) dengan bunga (aliran kas untuk
pemegang utang).
Perhatikan bahwa biaya kebangkrutan sampai tingkat utang tertentu akan lebih
tinggi dibandingkan dengan PV Penghematan pajak. Nilai perusahaan akan mulai
menurun pada titik tersebut..
Biaya lain dari peningkatan utang adalah meningkatnya biaya keagenan utang
(agency cost of debt). Dengan memasukkan biaya keagenan, persamaan nilai
perusahaan di atas bisa diperluas sebagai berikut ini.
Penghematan pajak = VL – VU = tc . B
( 1−Tc )( 1−ts )
VL = VU + {1-[ ]}B
( 1−tb )
Menurut model tersebut, tujuan yang ingin dicapai adalah tidak hanya
meminimalkan pajak perusahaan tetapi meminimalkan total pajak yang harus
dibayarkan( pajak perusahaan, pajak atas pemegang saham, dan pajak atas
pemegang utang). Melihat persamaan di atas mempunyai beberapa implikasi. Jika
(1-tb) = (1-Tc) (1-ts), maka persamaan diatas menjadi,
VL = VU + (1-1)B = VU
Dengan kata lain pada kondisi tersebut, nilai perusahaan dengan hutang sama
dengan nilai perusahaan tanpa utang. Tidak ada penghematan pajak atas bunga
utang. Pada situasi lain, di mana ts = tb, persamaan diatas menjadi,
VL = VU + Tc . B
6.2.Signalling (Ross,1977)
Ross (1977) mengembangkan model di mana struktur modal (penggunaan utang)
merupakan signal yang disampaikan oleh manajer ke pasar. Jika manajer
mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar
harga saham meningkat, ia ingin mengkomunikasikan hal tersebut ke investor.
Salah satu cara yang paling sederhana adalah dengan mengatakan secara langsung
‘perusahaan kami mempunyai prospek yang baik’. Tentu saja investor tidak akan
percaya begitu saja. Di samping itu, manajer ingin memberikan signal yang lebih
dipercaya (credible). Manajer bisa menggunakan utang lebih banyak, sebagai signal
yang lebih credible.
Jika utang meningkat, maka kemungkinan bangkrut akan semakin meningkat.
Jika perusahaan mengalami kebangkrutan, maka manajer akan 'terhukum’, misal
reputasi dia akan hancur dan tidak bisa dipercaya menjadi manajer lagi. Karena itu,
perusahaan yang meningkatkan utang bisa dipandang sebagai perusahaan yang
yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Karena cukup yakin, maka
manajer perusahaan tersebut berani menggunakan utang yang lebih besar. Investor
diharapkan akan menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan mempunyai
prospek yang baik. Dengan demikian utang merupakan tanda atau signal positif
7. TEORI LAINNYA
Disamping teori-teori struktur modal yang utaman, seperti yang dijelaskan di
muka, ada teori-teori lain yang berusaha menjelaskan struktur modal. Berikut ini
teori-teori tersebut.