Anda di halaman 1dari 10

KEBIJAKAN DIVIDEN

Kebijakan dividen adalah apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang
saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa
datang.

Kebijakan deviden didefinisikan sebagai kebijakan yang terkait dengan pembayaran dividen oleh
perusahaan, berupa penentuan besarnya pembayaran dan besarnya laba yang ditahan untuk
kepentingan perusahaan.

Kebijakan dividen ini harus dianalisa dalam kaitannya dengan keputusan pembelanjaan atau penentu
struktur modal secara keseluruhan. Persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang
saham sebagai “cash dividen” disebut Dividen Payout Ratio (DPR).

Faktor-faktor yang sesungguhnya terjadi dan harus dianalisa dalam kaitannya dengan kebijakan dividen :

1. Kebutuhan dana perusahaan

Kenyataannya merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan dividen yang
akan diambil. Aliran kas perusahaan yang diharapkan, pengeluaran modal dimasa datang yang
diharapkan, kebutuhan tambahan piutang dan persediaan, dan banyak faktor lain yang mempengaruhi
posisi kas perusahaan harus dipertimbangkan.

2. Likuiditas

Likuiditas perusahaan sangat besar pengaruhnya terhadap investasi perusahaan dan kebijakan
pemenuhan kebutuhan dana. Dividen bagi perusahaan merupakan kas keluar, maka semakin besar kas
dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan, akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk
membayar dividen.

3. Kebutuhan pelunasan hutang

Apabila perusahaan mengambil hutang untuk membiayai ekspansi atau untuk mengganti jenis
pembiayaan yang lain, perusahaan tersebut menghadapi 2 pilihan. Perusahaan membayar hutang itu
pada saat jatuh tempo atau menggantikan dengan jenis surat berharga yang lain. Jika keputusannya
membayar hutang tersebut, maka biasanya perlu untuk menahan laba.

4. Tingkat ekspansi aktiva

Semakin cepat suatu perusahaan berkembang, semakin besar kebutuhannya untuk membiayai ekspansi
aktivanya. Perusahaan cenderung untuk menahan laba dari pada membayarkannya dalam bentuk
dividen.

5. Stabilitas laba

Suatu perusahaan yang mempunyai laba stabil seringkali dapat memperkirakan berapa besar laba
dimasa yang akan datang. Perusahaan seperti ini biasanya cenderung membayarkan “DPR” yang tinggi,

Manajemen Keuangan 2: Kebijakan Deviden Page 1


dari pada perusahaan yang labanya berfluktuasi. Dividen yang lebih rendah akan lebih mudah untuk
dibayar apabila laba menurun pada masa yang akan datang.

Macam-macam Kebijakan Dividen

1. Kebijakan Dividen Yang Stabil

Jumlah dividen perlembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu tertentu
meskipun pendapatan perlembar saham pertahunnya berfluktuasi. Apabila pendapatan perusahaan
meningkat dan kenaikkan pendapatan tersebut nampak mantap dan relatif permanen barulah besarnya
dividen perlembar saham dinaikkan.

Rupiah

EPS

DPS

Waktu

2. Kebijakan Dividen Dengan Penetapan Jumlah Dividen Minimal Plus Jumlah Ekstra Tertentu

Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen pershare (DPS) setiap tahunnya. Keuangan
perusahaan lebih baik, perusahaan akan membayar dividen ekstra diatas jumlah minimal. Kalau keadaan
keuangan memburuk maka yang dibayarkan hanya dividen minimalnya saja.

3. Kebijakan Dividen Dengan Penetapan Dividen Payout Ratio Yang Konstan

Misalnya ; perusahaan menetapkan dividen payout ratio yang konstan sebesar 10%. Ini berarti jumlah
dividen perlembar yang dibagikan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan tingkat keuntungan
yang diperoleh setiap tahunnya.

Manajemen Keuangan 2: Kebijakan Deviden Page 2


Rupiah

EPS

DPS

Waktu

4. Kebijakan Dividen Dengan Penetapan Dividen Payout Ratio Yang Fleksibel

Besarnya setiap tahun disesuaikan dengan posisi finansial dan kebijakan finansial dari perusahaan yang
bersangkutan.

STOCK DIVIDEN

Tindakan perusahaan memberikan saham baru sebagai pembayaran dividen (dividen dalam bentuk
saham) kepada pemegang saham. Bagi investor dengan adanya stock dividen tidak memperoleh apa-apa
kecuali tambahan saham. Demikian proporsi kepemilikan tidak mengalami perubahan.

Apabila memerlukan dana investor dapat menjual tambahan saham yang diperolehnya. Stock Dividen
baru akan meningkatkan kemakmuran pemegang saham, apabila perusahaan juga membayarkan dividen
dalam bentuk kas.

Tujuan perusahaan memberikan stock dividen adalah untuk menghemat kas karena adanya kesempatan
investasi yang lebih menguntungkan.

Misalnya; suatu perusahaan memiliki struktur modal sbb :

Saham Biasa (Nominal Rp 5.000,- , 600.000 lbr) = Rp 3.000.000.000,-


Capital surplus = Rp 1.500.000.000,-
Laba ditahan = Rp 7.500.000.000,-(+)
Modal sendiri = Rp 12.000.000.000,-

Perusahaan menentukan stock dividen sebesar 5%, maka akan ada tambahan saham : 5% x 600.000 lbr =
30.000 lbr. Dengan demikian setiap 20 lbr saham akan mendapatkan tambahan satu lembar saham baru.
Apabila harga saham Rp 10.000,- , maka setelah stock dividen keadaan perusahaan menjadi :

Manajemen Keuangan 2: Kebijakan Deviden Page 3


Saham biasa ( nom. 5.000,- , 630.000 lbr = Rp 3.150.000.000,-
Capital surplus = Rp 1.650.000.000,-
Laba ditahan = Rp 7.200.000.000,-(+)
Modal sendiri = Rp 12.000.000.000,-

Karena ada stock dividen : Rp 10.000,- x 30.000lbr = Rp 300.000.000,- ditransfer dari laba ditahan ke
saham biasa dan capital surplus. Kenaikkan jumlah lembar saham tercermin dalam kenaikkan saham
biasa : Rp 5.000,- x 30.000 lbr = Rp 150.000.000,- sedangkan sisanya Rp 150.000.000,- dimasukkan dalam
capital surplus. Dengan demikian modal sendiri tidak mengalami perubahan.

Capital surplus = 1.500.000.000 + 30.000 ( 10.000 – 5.000)


= 1.500.000.000 + 150.000.000
= 1.650.000.000,-

Laba ditahan = 7.500.000.000 – 30.000 (10.000)


= 7.500.000.000 – 300.000.000
= 7.200.000.000,-

STOCK SPLIT

Stock split adalah tindakan perusahaan memecah nilai nominal saham yang beredar menjadi nilai
nominal yang lebih kecil. Dengan demikian jumlah lembar saham yang beredar akan meningkat
proporsional dengan nilai nominal saham.

Tujuan stock split adalah untuk menempatkan harga pasar saham dalam trading range tertentu. Harga
saham yang terlalu tinggi akan menyulitkan investor kecil untuk membeli saham tersebut, sehingga
menurunkan demand untuk saham tersebut di pasar sekunder.

Misalnya; perusahaan menentukan stock split dari satu menjadi dua saham, dari contoh soal di atas,
bagaimana setelah adanya stock split ?

Saham biasa (nom. Rp 2.500,- ; 1.200.000 lbr) = Rp 3.000.000.000,-


Capital surplus = Rp 1.500.000.000,-
Laba ditahan = Rp 7.500.000.000,- (+)
Modal sendiri = Rp 12.000.000.000,-

REPURCHASE OF STOCK

Perusahaan sering harus melakukan pembelian kembali saham, karena perusahaan memiliki kelebihan
kas dan tidak ada kesempatan investasi yang menguntungkan. Alasan lain mungkin perusahaan akan
melakukan penggabungan usaha dengan perusahaan lain.

Misalnya; perusahaan memiliki laba bersih setelah pajak sebesar Rp 200.000.000,-. 50% dari jumlah ini
akan didistribusikan kepada pemegang saham. Jumlah saham yang beredar adalah 50.000 lembar
saham. Perusahaan dapat menggunakan Rp 100.000.000,- untuk membeli kembali saham perusahaan.
Investor berharap nilai saham sebelum dividen dibayarkan sebesar Rp 25.000,-. Harga saham saat ini

Manajemen Keuangan 2: Kebijakan Deviden Page 4


adalah Rp 20.000,- per lembar. Efek dari repurchase of stock pada EPS (Earning Per Share) dan harga
saham sbb :

200.000.000
1. EPS sekarang =  Rp 4.000 / lembar . Dividen per lembar saham =
50.000
100.000.000
 Rp 2.000 / lembar
50.000

20.000
2. PER (Price Earning Ratio) sekarang =  5 kali (5 x) PER ini dianggap konstan.
4.000

3. Perusahaan akan membeli saham dengan dana Rp 100.000.000,- , maka akan dapat dibeli saham
100.000.000
sebanyak =  4.000 lembar saham . Jumlah lembar saham yang beredar menjadi
25.000
46.000 lembar.

200.000.000
4. EPS setelah repurchase of stock =  Rp 4.347,83 . Dividen per lembar saham =
46.000
100.000.000
Rp 2.173,91 .
46.000

5. Harga saham yang diharapkan setelah repurchase of stock = PER x EPS = 5 x Rp 4.347,83 = Rp
21.739,15.

6. Capital gains yang diharapkan = Rp 21.739,83 – Rp 20.000 = Rp 1.739,83.

7.Harga repurchase of stock pada ekuilibrium =


(S x Pc ) (50.000 x 20.000) 1.000.000.000
P*     Rp 21.739,13
(S  n) (50.000  4.000) 46.000

P* = harga repurchase of stock ekuilibrium

S = jumlah saham beredar sebelum repurchase of stock

Pc = harga saham saat ini sebelum repurchase of stock

n = jumlah lembar saham yang akan di beli kembali oleh perusahaan

Keuntungan repurchase of Stock bagi pemegang saham :

1) Repurchase of Stock sering di pandang sebagai tanda positif bagi investor karena pada
umumnya repurchase of Stock dilakukan jika perusahaan merasa bahwa saham “ undervalued “.
2) Repurchase of Stock mengurangi jumlah saham yang beredar dipasar. Repuchase of Stock ada
kemungkinan harga saham naik.

Manajemen Keuangan 2: Kebijakan Deviden Page 5


Keuntungan bagi perusahaan :

1) Menghindari kenaikan dividen. Jika dividen naik terlalu tinggi dikhawatirkan di masa mendatang
perusahaan terpaksa membagi dividen yang lebih kecil (pada masa sulit atau banyak kebutuhan
dana investasi) yang dapat memberi petanda negatif. Repurchase of Stock merupakan alternatif
yang baik untuk mendistribusikan penghasilan yang diatas normal (extraordinary earnings)
kepada pemegang saham.
2) Dapat digunakan sebagai strategi untuk mengacau usaha pengambil – alihan perusahaan (yang
biasanya dilakukan dengan cara membeli saham sebanyak –banyaknya hingga mencapai jumlah
saham mayoritas) repuchase of stock dapat menggagalkan usaha ini.
3) Mengubah struktur modal perusahaan. Misalnya, perusahaan ingin meningkatkan rasio hutang
dengan cara menggunakan hutang baru untuk membeli kembali saham yang beredar.
4) Saham yang ditarik kembali dapat dijual kembali ke pasar jika perusahaan membutuhkan
tambahan dana.

Kerugian bagi perusahaan adalah :

1) Dapat merusak image perusahaan karena sebagian investor merasa bahwa stock repuchase
merupakan indikator bahwa manajemen perusahaan tidak mempunyai proyek – proyek baru
yang baik. Namun demikian, jika perusahaan benar – benar tidak memiliki kesempatan investasi
yug baik, ia memang sebaiknya mendistribusikan dana kembali kepada pemegang saham. Tidak
banyak bukti empiris yang mendukung alasan ini.
2) Setelah stock repuchase, pasar mungkin merasa bahwa risiko perusahaan meningkat sehingga
dapat menurunkan harga saham.

Ada berbagai pendapat ahli atau teori tentang kebijakan dividen sebagai berikut :

a. Teori Dividen Tidak Relevan dari Modigliani dan Miller

Menurut Modigliani dan Miller (MM), nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya
presentase laba yang dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai atau DPR (Dividen
Payout Ratio) , tapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak atau EBIT (Earning Before Interest and
Tax) dan kelas risiko perusahaan. Jadi menurut MM, dividen adalah tidak relevan.

Pernyataan ini didasarkan pada beberapa asumsi penting yang lemah seperti:

1) Pasar modal sempurna dimana semua investor adalah rasional,


2) Tidak ada biaya emisi saham baru jika perusahaan menerbitkan saham baru, dan
3) Tidak ada pajak Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah.

Sedangkan kenyataannya:

1) Pasar modal yang sempurna sulit ditemui,


2) Biaya emisi saham baru pasti ada,
3) Pajak pasti ada, dan
4) Kebijakan investasi perusahaan tidak mungkin tidak berubah.

Manajemen Keuangan 2: Kebijakan Deviden Page 6


b. Teori Dividen yang Relevan (The Bird in the Hand) dari Gordon dan Lintner).

Teori ini menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika presentase laba yang
dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai atau DPR (Dividen Payout Ratio) rendah,
karena investor lebih suka menerima dividen dari pada Perolehan modal (Capital Gains). Investor
memandang keuntungan dividen (dividend yield) lebih pasti dari pada keuntungan capital gains (capital
gains yield). Perlu diingat bahwa dilihat dari sisi investor, biaya modal sendiri dari laba ditahan adalah
tingkat keuntungan yang disyaratkan investor pada saham. Laba ditahan adalah keuntungan dari dividen
( dividend yield ) ditambah keuntungan dari capital gains ( capital gains yield ).

Modigliani dan Miller menganggap bahwa argumen Gordon dan Lintner ini merupakan suatu kesalahan (
MM menggunakan istilah “ The Bierd in the hand Fallacy “ ). Menurut MM, pada akhirnya investor akan
kembali menginvestasikan dividen yang diterima pada perusahaan yang sama atau perusahaan yang
memiliki risiko yang hampir sama.

c. Teori Perbedaan Pajak (Tax Differential Theory) dari Litzenberger dan Ramaswamy.

Teori ini menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains, para
investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu investor
mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yield
tinggi, capital gains yield rendah dari pada saham dengan dividend yield rendah, capital gains yield
tinggi. Jika pajak atas dividen lebih besar dari pajak atas capital gains, perbedaan ini akan makin terasa.

Jika manajemen percaya bahwa teori Dividen tidak relevan dari MM adalah benar, maka perusahaan
tidak perlu memperdulikan berapa besar dividen yang harus dibagi, tapi jika mereka menganut teori
Dividen yang relevan, maka mereka harus membagi seluruh laba setelah pajak atau EAT (Earnig After
Tax) dalam bentuk dividen.

Dan bila manajemen cenderung mempercayai teori perbedaan pajak ( Tax Differential Theory ), mereka
harus menahan seluruh EAT atau DPR = 0 %. Jadi ke 3 teori yang telah dibahas mewakili kutub – kutub
ekstrim dari teori tentang kebijakan dividen. Sayangnya test secara empiris belum memberikan jawaban
yang pasti tentang teori mana yang paling benar.

d. Teori Signaling Hypothesis.

Ada bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham.
Sebaliknya penurunan diveden pada umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat
dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen dari pada capital gains. Tapi MM
berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen yang diatas biasanya merupakan suatu tanda kepada para
investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik dividen masa
mendatang.

Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau kenaikan dividen yang dibawah kenaikan normal (biasanya)
diyakini investor sebagai suatu tanda bahwa perusahaan menghadapi masa sulit dividen waktu
mendatang. Seperti teori dividen yang lain, teori ini juga sulit dibuktikan secara empiris. Adalah nyata
bahwa perubahan dividen mengandung beberapa informasi. Tapi sulit dikatakan apakah kenaikan dan
Manajemen Keuangan 2: Kebijakan Deviden Page 7
penurunan harga setelah adanya kenaikan dan penurunan dividen semata-mata disebabkan oleh efek
tanda atau disebabkan karena efek tanda dan preferensi terhadap dividen.

e. Teori Clientele Effect.

Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki
preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang
membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu presentase laba yang dibayarkan atau
DPR (Dividend Payout Ratio) yang tinggi.

Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika
perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan. Jika ada perbedaan pajak bagi individu (
misalnya orang lanjut usia dikenai pajak lebih ringan ) maka pemegang saham yang dikenai pajak tinggi
lebih menyukai perolehan modal (capital gains) karena dapat menunda pembayaran pajak.

Kelompok ini lebih senang jika perusahaan membagi dividen yang kecil. Sebalinya kelompok pemegang
saham yang dikenai pajak relatif rendah cenderung menyukai dividen yang besar. Bukti empiris
menunjukkan bahwa efek dari Clientele ini ada. Tapi menurut MM hal ini tidak menunjukkan bahwa
lebih baik dari dividen kecil, demikian sebaliknya.

Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada
pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan
investasi di masa datang. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka
akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya mengurangi total sumber dana intern atau internal
financing. Sebaliknya jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan
pembentukan dana intern akan semakin besar. Dengan demikian kebijakan dividen ini harus dianalisa
dalam kaitannya dengan keputusan pembelanjaan atau penentuan struktur modal secara keseluruhan.

CONTOH SOAL-SOAL:

1. Perusahaan merencanakan untuk memperluas sarana produksinya tahun depan dengan investasi Rp
25.000.000. Rasio utang terhadap total assets saat ini adalah 30% dan itu dianggap merupakan struktur
modal yang optimum, laba setelah pajak saat ini Rp 8.000.000. Jika perusahaan berharap untuk
mempertahankan 70% dividend payout ratio-nya, beberapa banyak eksternal equity yang diperlukan
untuk membiayai ekspansi tersebut?

Manajemen Keuangan 2: Kebijakan Deviden Page 8


Jawab:

Laba setelah pajak Rp 8.000.000,00


DPR (divident payout 70%
ratio)
Dividen Rp 5.600.000,00 (-)
Laba ditahan Rp 2.400.000,00
Capital Budget Rp 25.000.000,00
Debt to total assets 30%
Total hutang Rp 7.500.000,00 (-)
Total Equity 70% Rp 17.500.000,00
Laba ditahan Rp 2.400.000,00 (-)
External Equity Rp 15.100.000,00

2. Perusahaan memperoleh laba setelah pajak sebesar Rp 10.000.000,00 tahun yang lalu, dan
membagikannya dalam bentuk dividen Rp 3.950.000,00. Laba tersebut telah tumbuh sebesar 5% per
tahun selama 10 tahun. Pada tahun ini perusahaan memperoleh laba sebesar Rp 12.000.000,00.
Kesempatan investasi yang tersedia adalah Rp 9.500.000,00. Hitunglah:

a. Payout ratio yang konstan

b. Pertumbuhan dividen yang stabil

c. Residual dividen policy ( anggapan perusahaan akan mempertahankan debt to total assets ratio 40%)

Jawab:

Rp 3.950.000,00
a. Payout ratio =  39,5%
Rp 10.000.000,00

39,5% (Rp 12.000.000,00) = Rp 4.740.000,00

b. Pertumbuhan 5%, maka divieden yang dibayarkan; D1 = D0(1+g)

D1 = Rp 3.950.000,00 (1 + 5%)

= Rp 4.147.500,00

c.

Investasi Rp 9.500.000,00
Persentase equity financing 60% (x)
Equity financing Rp 5.700.000,00

Dividen yang dibagikan = Rp 12.000.000,00 – Rp 5.700.000,00

= Rp 6.300.000,00

Manajemen Keuangan 2: Kebijakan Deviden Page 9


3. PT. ABADI, dijual dengan harga Rp. 40.000,00 per lembar saham setelah 2 for 1, stock split Harga
saham tersebut mencerminkan price earning (P/E) rasio sebesar 11. Price earning ratio sebelumnya
adalah 9 dan dividen per lembar Rp. 700,00. Setelah stock split, dividen per lembar menjadi Rp. 500,00

Ditanyakan:

a. Berapa harga pasar sebelum stock split?

b. Berapa persen kenaikkan harga saham?

c. Berapa persen kah kenaikkan dividen?

Jawab:

a. Harga pasar sebelum stock split

P
 11
EPS

Rp 40.000,00 Rp 40.000,00
 11  EPS   Rp 3.636,36
EPS 11
EPS setelah stock split Rp 3.636,36
2 for 1 X2
EPS sebelum stock split Rp 7.272,72
P/E ratio sebelumnya 9
Harga saham sebelumnya split (ekv) Rp 65.454,48

b. Kenaikkan harga saham:

Harga saham setelah stock split Rp 40.000,00


2 for 1 X2
Harga saham sebelum stock split RP 80.000,00

Rp 80.000,00  Rp 65.545,48
Kenaikkan harga =  22,05%
Rp 65.545,48

c. Kenaikkan dividen

Dividen setelah stock split Rp 500,00


2 for 1 X2
Dividen sebelumnya (ekv) Rp 1.000,00

Rp 1.000,00  Rp 700,00
Kenaikkan dividen =  42,86%
Rp 700,00

Manajemen Keuangan 2: Kebijakan Deviden Page 10

Anda mungkin juga menyukai