Anda di halaman 1dari 6

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 15, Nomor 3, Desember 2017 : 211 – 216

METODE KUANTITATIF FORAMINIFERA KECIL DALAM PENENTUAN LINGKUNGAN

Lia Jurnaliah, Winantris, Lili Fauzielly


Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
lia.jurnaliah@unpad.ac.id

ABSTRAK
Foraminifera adalah hewan uniseluler yang dapat berperan sebagai indikator lingkungan.
Metode kuantitatif foraminifera merupakan salah satu cara dalam penentuan lingkungan,
diantaranya adalah rasio foraminifera plangtonik dan bentonik (rasio P/B), Triangular plot
Murray dan Indeks α
Fisher. Berdasarkan studi pustaka dan ulasan yang dilakukan terhadap ketiga metode
tersebut dapat disimpulkan bahwa metode rasio P/B dapat digunakan dalam penentuan
lingkungan laut dangkal dan laut dalam, tetapi tidak dapat digunakan untuk menentukan
karakteristik ekologi dari lingkungannya. Sementara itu, Metode Triangular Plot Murray d a n
Indeks α Fisher dapat digunakan hanya terbatas pada penentuan lingkungan la u t d an g kal,
tetapi dapat digunakan untuk menentukan karakteristik ekologi lin gkungannnya.

Kata Kunci: Foraminifera, rasio P/B, Triangular Plot Murray, Indeks α Fisher, lingkungan.

ABSTRACT
Foraminifera is a unicellular animal can act as indicators of the environment. Quantitative
methods foraminifera is one way in the determination of the environment, such as ratio of
planktonic and benthonic foraminifera ratio (P/B ratio), triangular plot murray and the index
α.
Fisher. Based on the literature reviews of the third methods, it can be concluded that the
ratio of P/B methods can be used in the determination of shallow marine and deep marine
environment, but cannot be used to determine the characteristics ecology of its
environment. On the other hand, method of Triangular Plot Murray and the index α Fisher
can be used is limited to the determination of the shallow marine environments, but can be
used to determine the characteristics ecology of its environment.

Key words: Foraminifera, ratio P/B, triangular plot murray, index α fisher, environment

PENDAHULUAN Selanjutnya, Murray & Rohling (2012)


Foraminifera adalah hewan satu sel menyatakan bahwa terdapat 2 (dua) metode
(uniseluler) kosmopolitan yang analisis foraminifera yaitu analisis kualitatif
menghasilkan cangkang berukuran antara dan analisis kuantitatif. Metode analisis
30µ sampai lebih dari 1 cm. Foraminifera kualitatif adalah suatu metode analisis
dapat ditemukan di lingkungan payau foraminifera kecil yang tidak memerlukan
sampai laut dalam. Sensitivitas Foraminifera jumlah individu tetapi hanya nama genus
terhadap tempat hidupnya membuat mereka atau spesies dari foraminifera, sedangkan
dapat digunakan sebagai indikator dalam metode analisis kuantitatif diperlukan
lingkungan. Mereka hidup pada ekologi jumlah individu dari genus atau spesies d ari
tertentu sehingga mereka sangat berguna foraminifera.
secara spesifik dalam interpretasi karakter Menurut Van Marle (1989) analisis
dari lingkungan purba dan resen (Boltovskoy kuantitatif foraminifera bentonik merupaka n
dan Wright, 1976). alat yang sangat baik dalam merekonstruks i
Data dari distribusi dan kelimpahan lingkungan purba. Terdapat berbagai
foraminifera dapat digunakan sebagai proksi macam metode analisis kuantitatif
paleoenvironment. Banyak dari data foraminifera, pada tulisan ini akan mengulas
tersebut menghasilkan informasi kualitatif mengenai metode Rasio foraminifera
dan kuantitatif untuk menentukan plangtonik dan bentonik (rasio P/B),
kedalaman air atau perubahan muka laut Triangular Plot Murray dan Inde ks α Fisher.
relatif (Leckie & Olson, 2003). Tujuan dari ulasan ini adalah untuk
membandingkan ketiga jenis metode

211
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 15, Nomor 3, Desember 2017 : 211 – 216

tersebut sehingga dapat diketahui METODE


persamaan, kekurangan dan kelebiha n d ari Metode yang digunakan dalam tulisan ini
setiap jenis metode. Selain itu hasil u la s a n adalah studi pustaka. Bahan-bahan t u lis an
ini diharapkan dapat menjadi pandua n b a g i ini berasal dari beberapa pustaka berupa
peneliti yang akan melakukan penelitian buku dan artikel. Keseluruhan bahan
tentang paleoenvironment dan paleoekolo gi tersebut kemudian diulas, diberi pendapat
berdasarkan foraminifera kecil. dan dibuat satu kesimpulan.

PEMBAHASAN 1974; Van marle, 1989; Gibson, 1989;


RASIO P/B Kroon, dkk ,1993 dan Jurnaliah, 2016).
Perubahan rasio foraminifera plangtonik da n Metode ini memerlukan data jumlah individ u
bentonik dalam sedimen pada bagian tepi foraminifera plangtonik dan bentonik.
kontinental pertama kali diungkapkan oleh Berdasarkan jumlah individu kedua jenis
Israelsky (1949) dan Phleger (1951), foraminifera kecil tersebut maka dapat
sedangkan Grimsdale dan Van Markhoven diketahui kedalaman dan paleoenviron me nt
(1955) mengungkapkan bahwa rasio ini suatu daerah. Penghitungan rasio
kemungkinan metode yang dapat foraminifera plangtonik dan bentonik dengan
memperkirakan kedalaman dari sedimen menggunakan rumus sebagai berikut:
pada sekuen Cretaceous dan Tersier marin Rasio P/B= (P/P+B) x 100%; dimana P =
terbuka (Van Marle, 1989). Jumlah individu foraminifera plangtonik dan
Metode rasio P/B dapat digunakan dalam B = Jumlah individu foraminifera bentonik.
penentuan kedalaman, paleoenvironment, Klasifikasi dari nilai rasio P/B dapat dilihat
paleoekologi, distribusi massa air dan pada tabel 1.
intensitas aliran (contoh: Murray & Wright,

Tabel 1. Klasifikasi dari rasio P/B (Murray, 1976 dan Boersma, 1983 dalam Valchev, 2003)

Rasio P/B Lingkungan


< 20% Neritik dalam (paparan dalam)
20-60% Neritik tengah (paparan tengah)
40-70% Neritik luar (paparan luar)
˃ 70% Batial atas
˃ 90% Batial bawah

Di dalam penggunaan metode rasio P/B rasio P/B. Hasil penelitian menunjukkan
tidak diperlukan nama genus (spesies) dari lingkungan pengendapan daerah p e ne lit ian
setiap foraminifera yang ditemukan, akan selama Kala Miosen Akhir adalah lingkungan
tetapi diperlukan pengetahuan dari p e n elit i laut dalam (oseanik) dengan perubahan
untuk dapat membedakan (mengidentifikasi) kedalaman dimulai dari zona batial atas
jenis foraminifera plangtonik dan bentonik kemudian mendalam menjadi zona batial
berdasarkan morfologi cangkangnya dan bawah, selanjutnya mendangkal kembali
mengelompokkannya. menjadi zona batial atas. Setelah itu,
Jurnaliah dkk (2016) melakukan penentuan mendalam kembali menjadi zona batial
lingkungan pengendapan pada Lintasan Ka li bawah (tabel 2 dan Gambar 1)
Jragung Formasi Kalibeng berdasarkan h a sil

Tabel 2. Data Jumlah individu foraminifera kecil dan rasio P/B pada lintasan Sungai Jragung
(Jurnaliah, dkk, 2016)

212
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 15, Nomor 3, Desember 2017 : 211 – 216

Gambar 1. Grafik perubahan lingkungan pengendapan berdasarkan rasio P/B pada Lintasan
Sungai Jragung (Jurnaliah, dkk, 2016)

TRIANGULAR PLOT MURRAY menentukan paleoenvironment dan


Metode ini menggunakan persentase jenis paleoekologi Formasi Jatiluhur.
cangkang foraminifera kecil. Berdasarkan Langkah-langkah penggunaan metode
komposisi dinding cangkang, foraminifera triangular plot murray adalah sebagai
dibagi menjadi 3 (tiga) Subordo, yaitu: berikut:
Textulariina (bercangkang 1. Hitung jumlah individu & persentase
aglutinin/arenacoeus), Milioliina setiap jenis cangkang foraminifera ya n g
(bercangkang calcareous porselen) dan ditemukan (tabel 3);
Rotaliina (bercangkang calcareous hyalin). 2. Plot persentase ketiga jenis cangkang
Nw djidji, dkk (2014) menggunakan tersebut pada diagram triangular
triangular plot murray untuk (Gambar 2);
menginterpretasi paleoenvironment dan 3. Hasil plotting pada diagram triangular
salinitas. Proporsi ketiga jenis cangkang dari rasio 3 subordo diproyeksikan ke
foraminifera telah berhasil membedakan dalam triangular plot standar murray
lingkungan brackish (hypersalin) dan normal sehingga dapat diketahui lingkungan
marin. Sedangkan Jurnaliah (2006) berhasil daerah penelitian. (Gambar 3).

Tabel 3. Persentase 3 (tiga) jenis cangkang foraminifera pada Lintasan Sungai Cikarang dan
Lintasan Sungai Cilegok (Jurnaliah, 2006)

SUBORDO
NO LINTASAN
ROTALIINA TEXTULARIINA MILIOLIINA
1 CIKARANG 94,58 % 2,71 % 2,71 %

2 CILEGOK 98,28 % 0% 1,72 %

213
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 15, Nomor 3, Desember 2017 : 211 – 216

Gambar 2. Hasil Plotting data persentase subordo foraminifera bentonik kecil pada
diagram triangular pada Lintasan Sungai Cikarang (1) dan Sungai Cilegok (2) (
Jurnaliah, 2006)

Gambar 3. Hasil Plotting data persentase subordo foraminifera bentonik kecil pada
triangular plot murray pada Lintasan Sungai Cikarang (1) dan Sungai Cilegok (2) ( Jurnaliah,
2006)

Metode triangular plot murray hampir sama dangkal metode ini juga dapat menen t uka n
dengan metode rasio P/B yaitu tidak karakteristik ekologi dari suatu lingkungan.
memerlukan nama genus (spesies) dari
foraminifera, tetapi dibutuhkan pengetahuan INDEKS α FISHER
dari peneliti untuk dapat membedakan Penggunaan Indeks α Fisher memerlukan
(mengidentifikasi) jenis foraminifera data jumlah individu dan jumlah spesies
berdasarkan jenis cangkangnya di bawah foraminifera kecil dari setiap sampel
mikroskop. sedimen. Minimal jumlah individu
Apabila memperhatikan diagram triangular foraminifera yang diperlukan adalah 100 dan
plot standar murray (Gambar 3) terlihat maksimal jumlah individu adalah 10000,
bahwa metode ini paling baik digunakan sedangkan maksimal jumlah spesies a d alah
untuk menentukan lingkungan laut dangkal. 55. Berarti metode ini tidak dapat
Selain dapat menentukan lingkungan laut digunakan apabila dalam sampel sedimen
yang diteliti jumlah individu dan jumlah

214
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 15, Nomor 3, Desember 2017 : 211 – 216

spesies tidak memenuhi ketentuan Berbeda dengan metode rasio P/B dan
persyaratan. Data tersebut kemudian metode triangular plot, metode indeks α
diproyeksikan kedalam diagram Standar fisher memerlukan proses identifikasi
Indeks α Fisher (Gambar 4). Dari hasil spesies foraminifera. Selain itu dalam
proyeksi tersebut akan diperoleh nilai α d a n penggunaannya metode ini mempunyai
jenis lingkungan dari setiap sampel b a t uan . keterbatasan dalam jumlah spesies dan
Nilai α lebih dari 5 menunjukkan lingkun g an individu.
laut dangkal dengan salinitas normal Berdasarkan diagram indeks α fisher
sedangkan nilai α kurang dari 5 (Gambar 4) terlihat bahwa metode ini s a ma
menunjukkan lingkungan laut dangkal dengan metode triangular plot murray
dengan salinitas tidak normal. sangat baik digunakan dalam penentuan
Metode ini sudah banyak digunakan dalam lingkungan laut dangkal dan juga
penentuan palaoekologi dan karakteristik ekologi dari lingkungannya.
paleoenvironment seperti Murray & Wright Penentuan paleoekologi dan
(1974), Jurnaliah (2006) dan Nwojiji, dkk paleoenviroment dengan menggunakan
(2014). metode triangular plot murray dan in d e ks α
Langkah-langkah penggunaan Indeks α fisher dilakukan oleh Jurnaliah (2006) pada
Fisher adalah sebagai berikut: Lintasan Sungai Cikarang dan Sungai
1. Jumlah individu dan jumlah spesies Cilegok. Hasil penelitian dengan kedua
foraminifera dihitung dalam setiap metode tersebut menunjukkan con t o-co nt o
sampel sedimen (Tabel 4); batuan pada lintasan Sungai Cikarang
2. Plot jumlah individu dan jumlah spesies adalah lingkungan laut dangkal dengan
dalam diagram diversity indeks α fisher salinitas normal, sedangkan conto -conto
sehingga diperoleh nilai α dan batuan pada lintasan Sungai Cilegok a d alah
lingkungan (Gambar 4). lingkungan laut dangkal dengan salinitas
tidak normal (Gambar 4).

Gambar 4. Hasil plotting jumlah spesies dan individu foraminifera bentonik kecil Lintasan
Sungai Cikarang (1) dan Sungai Cilegok (2) pada diagram diversity indeks α fisher
(Jurnaliah, 2006)

215
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 15, Nomor 3, Desember 2017 : 211 – 216

Tabel 4. Data jumlah spesies dan individu foraminifera bentonik kecil pada Lintasan Su ngai
Cikarang (1) dan Sungai Cilegok (2)

JUMLAH
NO LINTASAN
SPESIES INDIVIDU
1 CIKARANG 31 480
2 CILEGOK 20 348

KESIMPULAN Rasio Foraminifera Plangtonik dan


Berdasarkan ulasan ketiga metode analisis Bentonik (Rasio P/B). Bulletin of Scientific
kuantitatif foraminifera (rasio p/b, triangu la r Contribution, vol. 14, no.3, Desember.
plot murray dan indeks α fisher) diperoleh ISSN: 1683-4873. Hal. 233-238..
kesimpulan bahwa tedapat kekuran gan d a n Kroon, D., Alexander, I., dan Darling, K.
kelebihan dari ketiga jenis metode tersebut. 1993. Planktonic and Benthic
Metode rasio P/B dan triangular plot mu rra y Foraminiferal Abundances and Their Ratios
mempunyai kesamaan yaitu tidak (P/B) as expression of Mid Late
diperlukannya proses identifikasi genus Quartenery Changes in Watermass
(spesies) foraminifera. Sementara itu, Distribution and Flow Intensity on The
Metode triangular plot dan metode indeks α Northeastern Australian Margin.
fisher mempunyai kesamaan yaitu sangat Proceedings of Drilling Program, Scientific
baik digunakan dalam penentuan lingkungan Results, vol.133. hal. 181-188.
laut dangkal beserta karakteristik ekologi Leckie, R. M. & Olson, H.C. 2003.
dari lingkungannya. Metode rasio P/B d a p at Foraminifera as Proxies For Sea-Level
digunakan dalam penentuan baik lingkungan Change on Silisiclastic Margins. SEPM
laut dangkal maupun laut dalam tetapi tid a k Special Publication No. 75. ISBN 1-
dapat untuk menentukan karakteristik 56576-084-0, p. 5-19.
ekologi lingkungannya. Murray, J. W. 2006. Ecology & Applications
of Benthic Foraminifera. Cambridge
DAFTAR PUSTAKA University Press. UK; hal. 327-343.
Boltovskoy, E. dan Wright, R., 1976. Murray, J.W. dan Wright, CA. 1974.
Recent Foraminifera. Dr. W.Junk b.v. Paleogene Foraminiferida and
publishers the Hague; hal. 513. Paleoecology, Hamphshire and Paris Basins
De Stigter, H.C., 1996. Recent and Fossil and The English Channel. Special Papers in
Benthic Foraminifera in The Adriatic Sea: Palaeontology no.14. The Paleontological
Distribution Patterns in Relation to Association. London. 171 hal.
Organic Carbon Flux and Oxygen Nwdjidji, C.N., Osterloff, P., Ukoro, A,U. dan
Concentration at The Seabed. Geologica Ndulue, G. 2014. Foraminiferal
Ultraiectina, Meedelingen van de Faculteit stratigrahy and Paeoecological
Aardwetenschappen, Universiteit Utrecht , Interpretation of Sediments Penetrated by
no.144; hal.15. Kolmani River-1 Well, Gongola basin,
Gibson, TG. 1989. Plankronic-benthonic Nigeria. Journal of Geosciences and
Foraminiferal Ratios: Modern Patterns and Geomatics 2(3). Hal. 85-93. DOI:
Tertiary Applications. Marine 10.12691/jgg-2-3-3. 25/09/2017.
Micropaleontology, 15:29-52. Van Marle, L.J., 1989. Benthic Foraminifera
Jurnaliah, L. 2006. Paleoekologi Satuan From Banda Arc Region, Indonesia, and
Batulempung Formasi Jatiluhur, Daerah Their Paleobathymetric Significance For
Cileungsi, Kab. Bogor, Jawa Barat. Geologic Interpretations of The Late
Bulletin of Scientific Contribution, vol.4, Cenozoic Sedimenary Record. Free
no.1, Januari. hal.78-87. ISSN 1693- University Press, Amsterdam; 271 hal.
4873.
Jurnaliah, L., Muhamadsyah, F. dan Barkah, Rujukan elektronik:
N. 2016. Lingkungan Pengendapan Murray, J & Rohling, E.J. 2012. Foraminifera.
Formasi Kalibeng Pada Kala Miosen Akhir https://www.noc.socton.ac.uk
di Kabupaten Demak dan Kabupaten National Oceanography C e nt re
Semarang, Jawa Tengah Berdasarkan Southampton.

216

Anda mungkin juga menyukai