Anda di halaman 1dari 26

TUGAS PBL

SKENARIO 4
“KELUAR DARAH DARI TELINGA DAN HIDUNG”

Disusun oleh : KELOMPOK 12


1. Suci Rahmawati Hidayatulloh (17700013)
2. Komang Vedanta Rama Krsna (17700019)
3. Dewa Gede Aditya Pratama Putra (17700021)
4. Refindo Hesa Hilda Rosada (17700025)
5. Savira Puspita Sari (17700029)
6. Isna Mila Nindaniati Mahanani (17700031)

PEMBIMBING TUTOR : dr. Harman Agus S, Sp.PA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
DAFTAR ISI

COVER

DAFTAR ISI

I. SKENARIO………………………………………………………………..….1
II. KATA KUNCI……………………………………………………………..….2
III. PROBLEM…………………………………………………………………….3
IV. PEMBAHASAN………………………………………………………………4
IV.1 BATASAN……………………………………………………
……….4
IV.2 ANATOMI/HISTOLOGI/FISIOLOGI/PATOFISIOLOGI….…
……..5
IV.3 JENIS-JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN………
………6
IV.4 GEJALA KLINIS PENYAKIT YANG
BERHUBUNGAN…….....…8
V. HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTAL DIAGNOSIS)…………………..….10
VI. ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS………………………….12
VI.1 ANAMNESIS…..………………………………………………
……12
VI.2 GEJALA KLINIS……..………………………
……………………..12
VI.3 PEMERIKSAAN FISIK……….………………………………
…… 12
VI.4 PEMERIKSAAN
PENUNJANG…………………………………….12
VII. HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)………………………………………...15
VIII. MEKANISME DIAGNOSIS………………………………………………...16
IX. STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH…………………………..…19
IX.1 PENATALAKSANAAN…...…………………………………
….….19
X. PROGNOSIS …………………………………………………………….….21

i
X.1PROGNOSIS ………………….…………………………….21
X.2CARA MENYAMPAIKAN PROGNOSIS KEPADA PASIEN/K
ELUARGA………………………………………21
X.3PERAN PASIEN/KELUARGA …………………………….21
X.4PENCEGAHAN PENYAKIT……………………………….21

DAFTAR PUSTAKA…………………………………..……………………………23

i
BAB I

SKENARIO 2

KELUAR DARAH DARI TELINGA DAN HIDUNG

Sony, laki laki pengendara motor terjatuh dari motor, wajah terbentur stang
motor, mengeluh keluar darah dari telinga dan hidung, serta hidung terasa mampet.
Mengeluh pusing serta muntah berulang kali.

1
BAB II

KATA KUNCI

1. Terjatuh dari motor


2. Wajah terbentur oleh stang motor
3. Keluar darah dari hidung dan telinga
4. Hidung mampet
5. Pusing serta mual berulang kali

2
BAB III

PROBLEM

1. Apa masalah yang terjadi dalam skenario tersebut?

2. Penyakit apa saja yang berhubungan dengan gejala dalam skenario terse
but?

3. Bagaimana cara menegakkan diagnosanya?

4. Bagaimana penatalaksanaan kasus pada skenario ini?

5. Bagaimana prognosis kasus pada skenario ini?

3
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 BATASAN
1. Terjatuh dari motor
2. Wajah Terbentur oleh stang motor
3. Keluar darah dari hidung dan telinga

Keluarnya darah dari hidung dan telinga dapat disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu:

 paparan udara dingin di area dataran tinggi dengan tekanan udara yang lebih
tinggi (paparan udara dingin menyebabkan mimisan sedangkan tekanan udara
yang tinggi menyebabkan cedera pada gendang telinga)

 infeksi pada saluran napas yang juga menyebabkan infeksi pada telinga

 cedera kepala

 gangguan pembekuan darah

 kanker nasofaring

4. Hidung Mampet

Hidung tersumbat merupakan gejala penting dari berbagai penyakit, dan keluhan i
ni merupakan keluhan tersering seorang pasien mengunjungi seorang dokter THT.
Hidung tersumbat merupakan terminologi yang biasa digunakan ketika terjadi kon
gesti hidung, akibat  penumpukan lendir dan atau kelainan hidung lain.

5. Pusing serta mual berunlangkali

4
Pusing dan mual bukanlah suatu penyakit, melainkan gejala adanya penyakit t
ertentu. Keduanya dapat berhubungan satu sama lain atau berdiri sendiri sebagai d
ua penyakit yang berbeda.

Pusing adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan berbagai s


ensasi yang dialami, seperti limbung, kehilangan keseimbangan, atau seperti akan
pingsan. Banyak orang mengira pusing sama dengan sakit kepala, padahal keduan
ya sangat berbeda. Pusing biasanya disertai perasaan lingkungan seperti berputar
(vertigo). Sementara itu, sakit kepala pada umumnya tidak diketahui sebabnya. Bi
asanya, sakit kepala dapat dicetuskan oleh kelelahan, kurang tidur, dan lainnya. S
ementara itu, mual adalah sensasi tidak nyaman pada perut bagian atas yang diser
tai dorongan untuk muntah. Namun begitu, mual tidak selalu diikuti muntah.

4.2 ANATOMI/HISTOLOGI/FISIOLOGI/PATOFISIOLOGI/PATOMEKANISME

4.2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI KEPALA

Kegunaan dari tulang kepala adalah melindungi otak dari cedera.

Kepala terdiri atas kulit kepala, tengkorak dan otak. Kulit kepala terdiri atas

lima lapis jaringan lunak yang membungkus tengkorak. Lapisan paling dalam

disebut galea yang terdiri atas jaringan konektif kasar. Tulang tengkorak

dibentuk oleh kranium dan tulang-tulang fasialis dimana hanya dapat bergerak

pada temporo mandibulare join. Kranium terdiri atas 8 tulang yang menyatu

dan dihubungkan oleh sutura. Tulang-tulang tersebut yaitu frontal, parietal,

temporal, sphenoid, occipital dan ethmoid, yang kemudian dihubungkan oleh

sutura (Docherty,2012)

Dasar cavum intracranial dibagi dalam tiga area. Fossa anterior

terdapat diatas tulangorbita, tempat lobus frontal otak. Fossa postero media

kepuncak stenoid merupakan tempat dari lobus temporal cerebellum dan

5
batang otak tedapat pada fossa posterior, dibelakang puncak petrous. Daerah

yang terbuka atau foramen, pada daerah paling belakang dari aspek midline

fossa posetrios adalah foramen magnum tempat keluarnya batang otak menuju

ke spinal cord dalam canalis spinalis. (Docherty,2012)

Struktur anatomi yang paling penting di fossa cranial anterior adalah

orbita dan sinus paranasal. Tulang orbita merupakan rute untuk penyebaran

infeksi dan tumor karena sangat dekat dengan fossa anterior. Dinding posterior

sangat tipis dan berbatasan dengan sinus sagital dan dura lobus frontal. Aspek

posterior termasuk kanaloptik, fisura orbital superior dan fisura orbital

inferior.Celah orbitall superior membawa oculomotor, troklearis, abdusen dan

nervus ophtalmicus, serta pembuluh darah mata. Fisura orbital inferior

mentransmisikan nervus maksilaris dan pembuluh darah infraorbital, juga

berhubungan dengan fossa infratemporal dan fossa pterygomaksilaris. Bagian

lateral fisuraorbita inferior merupakan penanda bedah penting untuk osteotomi

orbital lateral selama reseksi anterior basis cranii. Canal optic

mentransmisikan nervus optikus dan arteriophtalmicus. (Docherty,2012)

Sumber: (Drake et al., 2015)

6
Gambar 1.1 Basis cranii

4.2.2 PATOFISIOLOGI

Fraktur basis crani merupakan fraktur akibat benturan langsung pada daerah-
daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbital), tansmisi energy yang
berasal dari benturan pada wajah atau mandubula, atau efek “remote” dai benturan
pada kepala (“gelombang tekanan”) yang dipropagasi dari titik benturan atau
perubahan bentuk tengkorak) (Corwin, 2009).

Tipe dari fraktur basis crani yang parah adalah jenis ring fracture, karena area i
ni mengelilingi foramen magnum, apertura didasar tengkorak dimana spinal cord lewa
t. Ring fracture komplit biasanya segera berakibat fatal akibat cedera batang otak. Rin
g fracture in komplit lebih sering dijumai. Kematian biasannya terjadi seketika kamu
cedera batan otak disertai denan avulsi dan laserasi dari pembuluh darah besar pada d
asar tengkorak (Corwin, 2009).

Fraktur basis crani telah dikaitkan dengan berbagai mekanisme termasuk bent
uran dari arah mandibular atau wajah dan kubah tengkorak, atau akiat beban inersia p
ada kepala (sering disebut cedera tipe whiplash). Terjadinya baban inersia, misalnya,
ketika dada pengendara sepeda motor berhenti secara mendadak akibat mengalami be
nturan dengan sebuah objek misalnya pagar. Kemudian secara tiba – tiba mengalami
percepaatan gerakan namun pada area medulla oblongata mengalami tahanan oleh for
amen magnum, beban inersia tersebut kemudian menyebabkan ring fracture. Ring frac
ture juga dapat terjadi akibat paksa ruda paksa pada benturan tipe vertical, arah bentur
an dari inferior diteruskan ke superior (daya kompresi) atau ruda paksa dari ara superi
or kemudian diteruskan kearah acciput atau mandibular.

4.3 JENIS-JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN


 Fraktur basis cranii
 Fraktur maksilofacial
 Cedera otak ringan

7
4.4 GEJALA KLINIS/PEMERIKSAAN KLINIS/PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Fraktur Basis Cranii

Fraktur basis cranii Fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada
dasar tulang tengkorak. Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada duramater
yang merekat erat pada dasar tengkorak.

 Epidemiologi fraktur basis cranii

Insiden cedera kepala meningkat secara tajam di seluruh dunia, hal ini terutama diakib
atkan oleh meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor di negara-negara berkemba
ng. Insiden bervariasi antara 67 sampai 317 per 100.000 individu dan rasio mortalitas
berkisar antara 4% sampai 7% untuk cedera kepala sedang dan sekitar 50% pada cede
ra kepala berat.

Anamnesis :

 Didapatkan riwayat trauma


 Riwayat keluarnya darah atau cairan dari hidung dan/atau telinga
 Mual
 Muntah
 Gangguan Melihat
 Wajah mencong
 Gangguan Mendengar

Pemeriksaan Fisik Umum (pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi )

Pemeriksaan fisik pertama kali diutamakan pada evaluasi A (airways), B (brea


thing), dan C (circulation)

 Dapat disertai dengan cedera lain dan penurunan kesadaran

Pemeriksaan lokalis

Gambaran Khas :

 Retro aurikular/Mastoid Ecchymosis (Battle sign)

8
 Periorbital Ecchymosis (Raccoon eyes)
 Clear Rhinorea
 Clear Otorhea
 Hemotimpanum

Pemeriksaan Neurologis (jika didapatkan)

 Tingkat kesadaran Glasgow Coma Scale (GCS)


 Lesi N III,IV,VI
 Lesi N VII
 Lesi N VIII

Pemeriksaan Penunjang :

 CT Scan kepala

CT-Scan Bone Window untuk melihat gambar tulang kalvaria dan CT-
Scan Brain Window untuk melihat lesi parenkim otak atau perdarahan otak. Fr
aktur pada dasar tengkorak dapat menggunakan irisan tipis potongan axial bon
e window dasar tengkorak. Rinorea dan ottorhea merupakan indikasi untuk dil
akukan tindakan CT Scan

2. Fraktur Maksilofasial

Fraktur adalah hilangnya atau putusnya kontinuitas jaringan keras tubuh. Fra
ktur maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yaitu t
ulang nasoorbitoetmoid, tulang zigomatikomaksila, tulang nasal, tulang maksil
a, dan juga tulang mandibular. Penyebab trauma maksilofasial bervariasi, men
cakup kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, terjatuh, olah raga dan trauma ak
ibat senjata api. Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama trauma maksilo
fasial yang dapat membawa kematian dan kecacatan pada orang dewasa secara
umum dibawah usia 50 tahun dan angka terbesar biasanya terjadi pada pria de
ngan batas usia 21-30 tahun.
Anamnesis

9
 Penyebab pasien mengalami trauma : kecelakaan lalu lintas, trauma tumpul, tr
auma benda keras, terjatuh, kecelakaan olah raga, berkelahi.
 Dimana kejadiannya.
 Sudah berapa lama sejak saat kejadian sampai tiba di rumah sakit.
 Apakah setelah kejadian pasien sadar atau tidak, jika tidak sadar, berapa lama
pasien tidak sadarkan diri.

Pemeriksaan Fisik

 Lokasi nyeri dan durasi nyerinya.


 Adanya Krepitasi.
 Fraktur, tanda pasti fraktur adalah pemendekan, rotasi, angulasi, dan false mov
ement
 Deformitas, kelainan bentuk.
 Trismus (tonik kontraksi rahang)
 Edema.
 Ketidakstabilan, atau keabnormalan bentuk dan gerakan yang terbatas

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan rontgen dengan tujuan untuk menentukan lokasi / luasnya fraktur / tr


auma. Scan tulang (fomogram, scan CT / MRI) untuk memperlihatkan fraktur dan
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak. Arteri
ogram, dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

10
BAB V

HIPOTESIS AWAL
(DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)

Berdasarkan gejala klinis pasien didapat hipotesis awal yang terdiri dari 3 kem
ungkinan penyakit pada pasien yaitu :
 Fraktur basis cranii
 Fraktur maksilofasial

11
BAB VI
ANALISIS DARI
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

6.1 ANAMNESIS

 Nama : Sony
 Jenis Kelamin : Laki laki
 Umur : 21 tahun
 Tempat lahir : Surabaya
 Bangsa : Indonesia
 Agama : Islam
 Suku : Jawa
 Pekerjaan : Mahasiswa
 Alamat : Rungkut, Surabaya
 Status : belum menikah
 Nama suami/istri : -

6.2 ANAMNESIS

a. Keluhan Utama (KU) : perdarahan dari telinga dan hidung serta hidung mampet.

b. Riwayat penyakit sekarang (RPS) : pasien jatuh dari motor karena selip atau terg
elincir,wajah terbentur stang motor dan keluar darah dari hidung dan telinga serta hid
ung mampet, 1 jam sebelum ke rumah sakit. Pasien juga mengeluh pusing dan muntah
berulang ulang kali.

c. Riwayat penyakit dahulu (RPD) : (-) penyakit seperti ini, (-) sakit kepala sebelum
nya atau

tiba tiba pingsan. (-) mengalami kecelakaan sebelumnya

12
d. Riwayat penyakit keluarga : tidak ada riwayat kejang ataupun tiba

tiba tidak sadar pada keluarga

e. Riwayat Sosial (RSos) : pasien adalah mahasiswa di universitas swasta

6.3 PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT


PRIMARY SURVEY

Tanda vital : T= 120/70, N= 88x/ menit, t ax =36,7 C

 Airway : lapang
 Breathing : spontan, RR: 20x/menit
 Circulation : baik
 Disability : GCS E4V5M6

SECONDARY SURVEY (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi)

 Kepala/ leher : anemia/ikterus/sianosis/dyspneu


 Mata : Pupil isokor D= S,refleks pupil +/+, brill hematome ka/ki,
 Hidung : tampak keluar darah, mengalir, hidung tampak bengkok,
krepitasi +
 Telinga : tampak keluar cairan kemerahan
 Thoraks : tidak tampak jejas, suara napas vesikuler kanan kiri, gerak napas sim
etris kanan kiri
 Abdomen : jejas tidak ada
 Bising usus normal, defans muskuler –
 Ekstremitas : DBN

6.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan Radiologi : CT-Scan

13
BAB VII

DIAGNOSA AKHIR

Berdasarkan data yang telah diperoleh, maka penyakit Tn. Sony dapat didiagn
osa sebagai Fraktur Basis Cranii.

14
BAB VIII

MEKANISME DIAGNOSA

Adapun mekanisme diagnosis sehingga Tn Sony dapat didiagnosa sebagai pen


yakit Fraktur Basis Cranii adalah sebagai berikut :

Fraktur Basis Cranii Fraktur Maksilofasial

Anamnesis  Didapatkan riwayat  Penyebab pasien


trauma mengalami trauma
 Riwayat keluarnya d : kecelakaan lalu li
arah atau cairan dari ntas, trauma tump
hidung dan/atau telin ul, trauma benda k
ga eras, terjatuh, kece
 Mual lakaan olah raga, b
 Muntah erkelahi.

 Gangguan Melihat  Dimana kejadiann

 Wajah mencong ya.

 Gangguan Mendenga  Sudah berapa lama

r sejak saat kejadian


sampai tiba di rum
ah sakit.
 Apakah setelah kej
adian pasien sadar
atau tidak, jika tid
ak sadar, berapa la
ma pasien tidak sa
darkan diri.
Pemeriksaa  Pemeriksaan fisik pertam  Lokasi nyeri dan
n fisik a kali diutamakan pada e durasi nyerinya.
valuasi A (airways), B (b  Adanya Krepitasi.
reathing), dan C (circulat  Fraktur, tanda past
ion) i fraktur adalah pe

15
 Dapat disertai dengan ce mendekan, rotasi,
dera lain dan penurunan angulasi, dan false
kesadaran Pemeriksaan movement
lokalis  Deformitas, kelain
an bentuk.
Gambaran Khas :
 Trismus (tonik ko
 Retro aurikular/Mast ntraksi rahang)
oid Ecchymosis (Bat  Edema.
tle sign)
 Ketidakstabilan, at
 Periorbital Ecchymo
au keabnormalan b
sis (Raccoon eyes)
entuk dan gerakan
 Clear Rhinorea yang terbatas
 Clear Otorhea 
 Hemotimpanum

Pemeriksaan Neurolog
is (jika didapatkan)

 Tingkat kesadaran Gl
asgow Coma Scale
(GCS)
 Lesi N III,IV,VI
 Lesi N VII
 Lesi N VIII
Pemeriksaa  CT- Scan bila ada in  CT-Scan
n penunjan dikasi ottorhea dan r  MRI
g hinorea

16
BAB IX

STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

9.1 PENATALAKSANAAN

1. ABC
a. Airway dengan jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang
dengan posisi kepala ekstensi kalau perlu dipasang oropharyngeal tube atau
nasopharyngeal tube.

17
b. Breathing dengan memberikan O2 dengan menggunakan alat bantu
pernafasan misalnya Nasal Kanul, Simple Mask/Rebreating Mask, Mask
Nonrebreating, Bag-Valve-Mask, dan Intubasi Endotrakea.
c. Circulation pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-
2,5 kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini
terjadi antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan
norepinefrin dalam darah dan akan bertambah bila ada demam. Setekah 3-4
hari dengan cairan perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa
nasograstrik bisa dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari.

2. Medikasi
No Nama Obat Dosis Keterangan
1 Diuretik osmotik Dosisnya 0,5-1 g/kgBB, di Untuk mencegah reboun
(manitol 20%) berikan dalam 30 menit. P d
emberian diulang setelah 6
jam dengan dosis 0,25-0,5/
kgBB dalam 30 menit
2 Loop diuretic (fu Dosisnya 40 mg/hari IV Pemberiannya bersama
rosemid) manitol, karena mempun
yai efek sinergis dan me
mperpanjang efek osmoti
k serum mannitol

3 Diazepam Dosisnya 10 mg IV dan bi Diberikan bila ada kejan


sa diulang sampai 3 kali bi g
la masih kejang
4. Analgetik (aseta Dosisnya 325 atau 500 mg Untuk mengurangi dema
minofen) setiap 3 atau 4 jam, 650 m m serta mengatasi nyeri r
g setiap 4-6 jam, 1000 mg ingan sampai sedang aki
setiap 6 bat sakit kepala
5. Analgetik (kodei 30-60 mg, tiap 4-6 jam ses Untuk mengobati nyeri ri
n) uai kebutuh ngan atau cukup parah
6. Antikonvulsan (f Dosisnya 200 hingga 500 Untuk mencegah seranga

18
enitoin) mg perhati n epilepsi
7. Profilaksis antibi Biasanya digunakan setela Tindakan yang sangat pe
otic h 24 jam pertama, lalu 2 ja nting sebagai usaha untu
m pertama, dan 4 jam beri k mencegah terjadinya in
kutnya feksi pasca operasi

3. Pembedahan
Evakuasi hematoma atau kraniotomi untuk mengangkat atau mengambil
fragmen fraktur yang terdorong masuk ke dalam otak dan untuk mengambil
benda asing dan jaringan nekrotik sehingga risiko infeksi dan kerusakan otak
lebih lanjut akibat fraktur dapat dikurangi.
4. Imobilisasi
Pada pasien cedera kepela berat mobilisasi bisa dilakukan dengan pemasangan
servical colar. Servical colar sendiri adalah alat penyangga tubuh khusus untuk
leher. Alat ini digunakan untuk mencegah pergerakan tulang servical yang dapat
memperparah kerusakan tulang servical yang patah maupun pada cedera kepala.
Alat ini hanya membatasi pergerakan minimal pada rotasi, ekstensi, dan fleksi.

BAB X

PROGNOSIS

10.1 Prognosis

Prognosis dari fraktur basis cranii dipengaruhi oleh :

 Usia
 Status Neurologisawal
 Jarak antara trauma dan tindakan bedah
 Edema cerebri
 Kelainan intrakranial lain seperti kontusional, hematom subarachnoid, dan hema
tom epidural
 Faktor ekstrakranial

10.2 Cara Penyampaian Prognosis Kepada Pasien / Keluarga Pasien

19
Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:

 Memberi penjelasan tentang gejala dari fraktur basis Cranii


 Komplikasi yang bisa terjadi (Perdarahan intra cranial, edema cerebri, infeksi,
bengkak)
 Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugian
 Tata cara perawatan dan dokter yang merawat

10.3 Tanda Untuk Merujuk Pasien

Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik yang dilakukan dokter, dan selanjutnya de
ngan melakukan pemeriksaan penunjang untuk melakukan prosedur bedah (jika diperl
ukan)

10.4 Peran Pasien / Keluarga untuk penyembuhan

Peran Pasien

 Minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter


 Jika terjadi keluhan segera periksakan ke dokter
 Melakukan kontrol rutin
 Mengikuti prosedur pemeriksaan medis dengan benar
 Mengikuti dengan baik instruksi dari dokter

Peran Keluarga

 Memberi semangat pada pasien dalam menghadapi penyakit ini


 Mengingatkan pasien untuk melaksanakan perintah dokter
 Memberi perhatian kepada pasien
 Menemani pasien selama masa pengobatan dan penyembuhan

10.5 Pencegahan Penyakit

 Hindari risiko Anda mengalami cedera;


 Patuhi diet kaya kalsium dan vitamin D untuk kesehatan tulang;
 Lakukan latihan untuk memperkuat tulang dan otot;
 Latih diri Anda dengan kegiatan yang meningkatkan kebugaran dan fleksibi
litas tubuh
 Amati faktor-faktor keselamatan di tempat kerja atau tempat beraktivitas.

20
Pencegahan trauma basis cranii :

 Hindari risiko Anda mengalami cedera

 Patuhi diet kaya kalsium dan vitamin D untuk kesehatan tulang;

 Lakukan latihan untuk memperkuat tulang dan otot;

 Latih diri Anda dengan kegiatan yang meningkatkan kebugaran dan


fleksibilitas tubuh

 Amati faktor-faktor keselamatan di tempat kerja atau tempat beraktivitas.

DAFTAR PUSTAKA

Buchari Kasim. Trauma Wajah, Luka Bakar dan Luka Avulsi. Cermin Dunia Ke
dokteran. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera. Medan. 20
03
Chan KH, Mann KS, Yue CP, et al. The significance of skull fracture in acute traumat
ic intracranial hematomas in adolescents: a prospective study. J Neurosurg 199
0; 72:189.

Christanto, S., Rahardjo, S., Suryono, B., & Chasnak Saleh, S. (2015). Penatalaksanaa
n Pasien Cedera Kepala Berat dengan Evakuasi Perdarahan Subdural yang Tertu
nda. Jurnal Neuroanestesi Indonesia, 4(3), 176–185. https://doi.org/10.24244/jni
vol4no3.97

Drake, R. L., Vogl, A. W., & Mitchell, A. W. . (2015). Gray’s Anatomy for Students,

21
Third Edition. Gray’s Anatomy for Students.

Ellis, M. Healthline (2017). Skull Fractures.


Seladi-Schulman, J. Healthline (2018). Cranial Bones Overview.
Qureshi, N. Medscape (2018). Drugs & Diseases. Skull Fracture.

Fahrev. Penanganan Kegawat daruratan Pada Pasien Trauma Maksilofasial. Departe


men Bedah Mulut Dan Maksilofasial. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra
Utara. Medan

Golfinos JG, Cooper PR. Skull fracture and post-traumatic cerebrospinal fluid fistula.
In: Head Injury, 4th, Cooper PR, Golfinos JG. (Eds), McGraw-Hill, New York
2000. p.155

Hermiyanty, Wandira Ayu Bertin, D. S. (2017). Konsep Fraktur. Journal of Chemical


Information and Modeling.

McIntosh, A. S., McCrory, P., Finch, C. F., & Wolfe, R. (2010). Head, face and neck i
njury in youth rugby: Incidence and risk factors. British Journal of Sports

Gigi Indonesia Vol 3 No 2.

Medicine. https://doi.org/10.1136/bjsm.2007.041400

Munir M, Widiami D, Trimartani. Trauma Muka dan Leher dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher ed VI. Jakarta: Fak
ultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
Sastrawan,Agus Dwi.dkk. 2017.Penatalaksanaan emergensi pada trauma oromaksilo
fasial disertai fraktur basis kranii anterior. Majalah Kedokteran.

Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan teling
a hidung tenggorok kepala dan leher. Jakarta: Falkutas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007.
Syaiful Saanin. 2010, Cedera Kepala. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas An
dalas Sumatra Barat

Tunik, M. G., Powell, E. C., Mahajan, P., Schunk, J. E., Miskin, M., Zuspan, S. J., Mi
skin, M., Zuspan, S. J., Jacobs, E., Wootton-Gorges, S., Atabaki, S. M., Hoyle, J.
D., Hoyle, J. D., Holmes, J. F., Kuppermann, N., Dayan, P. S., Gerardi, M., Tuni

22
k, M., Tsung, J., … Wright, J. (2016). Clinical Presentations and Outcomes of C
hildren With Basilar Skull Fractures After Blunt Head Trauma. Annals of Emerg
ency Medicine. https://doi.org/10.1016/j.annemergmed.2016.04.058

23

Anda mungkin juga menyukai