SKENARIO 4
“KELUAR DARAH DARI TELINGA DAN HIDUNG”
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI
I. SKENARIO………………………………………………………………..….1
II. KATA KUNCI……………………………………………………………..….2
III. PROBLEM…………………………………………………………………….3
IV. PEMBAHASAN………………………………………………………………4
IV.1 BATASAN……………………………………………………
……….4
IV.2 ANATOMI/HISTOLOGI/FISIOLOGI/PATOFISIOLOGI….…
……..5
IV.3 JENIS-JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN………
………6
IV.4 GEJALA KLINIS PENYAKIT YANG
BERHUBUNGAN…….....…8
V. HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTAL DIAGNOSIS)…………………..….10
VI. ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS………………………….12
VI.1 ANAMNESIS…..………………………………………………
……12
VI.2 GEJALA KLINIS……..………………………
……………………..12
VI.3 PEMERIKSAAN FISIK……….………………………………
…… 12
VI.4 PEMERIKSAAN
PENUNJANG…………………………………….12
VII. HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)………………………………………...15
VIII. MEKANISME DIAGNOSIS………………………………………………...16
IX. STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH…………………………..…19
IX.1 PENATALAKSANAAN…...…………………………………
….….19
X. PROGNOSIS …………………………………………………………….….21
i
X.1PROGNOSIS ………………….…………………………….21
X.2CARA MENYAMPAIKAN PROGNOSIS KEPADA PASIEN/K
ELUARGA………………………………………21
X.3PERAN PASIEN/KELUARGA …………………………….21
X.4PENCEGAHAN PENYAKIT……………………………….21
DAFTAR PUSTAKA…………………………………..……………………………23
i
BAB I
SKENARIO 2
Sony, laki laki pengendara motor terjatuh dari motor, wajah terbentur stang
motor, mengeluh keluar darah dari telinga dan hidung, serta hidung terasa mampet.
Mengeluh pusing serta muntah berulang kali.
1
BAB II
KATA KUNCI
2
BAB III
PROBLEM
2. Penyakit apa saja yang berhubungan dengan gejala dalam skenario terse
but?
3
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 BATASAN
1. Terjatuh dari motor
2. Wajah Terbentur oleh stang motor
3. Keluar darah dari hidung dan telinga
Keluarnya darah dari hidung dan telinga dapat disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu:
paparan udara dingin di area dataran tinggi dengan tekanan udara yang lebih
tinggi (paparan udara dingin menyebabkan mimisan sedangkan tekanan udara
yang tinggi menyebabkan cedera pada gendang telinga)
infeksi pada saluran napas yang juga menyebabkan infeksi pada telinga
cedera kepala
kanker nasofaring
4. Hidung Mampet
Hidung tersumbat merupakan gejala penting dari berbagai penyakit, dan keluhan i
ni merupakan keluhan tersering seorang pasien mengunjungi seorang dokter THT.
Hidung tersumbat merupakan terminologi yang biasa digunakan ketika terjadi kon
gesti hidung, akibat penumpukan lendir dan atau kelainan hidung lain.
4
Pusing dan mual bukanlah suatu penyakit, melainkan gejala adanya penyakit t
ertentu. Keduanya dapat berhubungan satu sama lain atau berdiri sendiri sebagai d
ua penyakit yang berbeda.
4.2 ANATOMI/HISTOLOGI/FISIOLOGI/PATOFISIOLOGI/PATOMEKANISME
Kepala terdiri atas kulit kepala, tengkorak dan otak. Kulit kepala terdiri atas
lima lapis jaringan lunak yang membungkus tengkorak. Lapisan paling dalam
disebut galea yang terdiri atas jaringan konektif kasar. Tulang tengkorak
dibentuk oleh kranium dan tulang-tulang fasialis dimana hanya dapat bergerak
pada temporo mandibulare join. Kranium terdiri atas 8 tulang yang menyatu
sutura (Docherty,2012)
terdapat diatas tulangorbita, tempat lobus frontal otak. Fossa postero media
5
batang otak tedapat pada fossa posterior, dibelakang puncak petrous. Daerah
yang terbuka atau foramen, pada daerah paling belakang dari aspek midline
fossa posetrios adalah foramen magnum tempat keluarnya batang otak menuju
orbita dan sinus paranasal. Tulang orbita merupakan rute untuk penyebaran
infeksi dan tumor karena sangat dekat dengan fossa anterior. Dinding posterior
sangat tipis dan berbatasan dengan sinus sagital dan dura lobus frontal. Aspek
6
Gambar 1.1 Basis cranii
4.2.2 PATOFISIOLOGI
Fraktur basis crani merupakan fraktur akibat benturan langsung pada daerah-
daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbital), tansmisi energy yang
berasal dari benturan pada wajah atau mandubula, atau efek “remote” dai benturan
pada kepala (“gelombang tekanan”) yang dipropagasi dari titik benturan atau
perubahan bentuk tengkorak) (Corwin, 2009).
Tipe dari fraktur basis crani yang parah adalah jenis ring fracture, karena area i
ni mengelilingi foramen magnum, apertura didasar tengkorak dimana spinal cord lewa
t. Ring fracture komplit biasanya segera berakibat fatal akibat cedera batang otak. Rin
g fracture in komplit lebih sering dijumai. Kematian biasannya terjadi seketika kamu
cedera batan otak disertai denan avulsi dan laserasi dari pembuluh darah besar pada d
asar tengkorak (Corwin, 2009).
Fraktur basis crani telah dikaitkan dengan berbagai mekanisme termasuk bent
uran dari arah mandibular atau wajah dan kubah tengkorak, atau akiat beban inersia p
ada kepala (sering disebut cedera tipe whiplash). Terjadinya baban inersia, misalnya,
ketika dada pengendara sepeda motor berhenti secara mendadak akibat mengalami be
nturan dengan sebuah objek misalnya pagar. Kemudian secara tiba – tiba mengalami
percepaatan gerakan namun pada area medulla oblongata mengalami tahanan oleh for
amen magnum, beban inersia tersebut kemudian menyebabkan ring fracture. Ring frac
ture juga dapat terjadi akibat paksa ruda paksa pada benturan tipe vertical, arah bentur
an dari inferior diteruskan ke superior (daya kompresi) atau ruda paksa dari ara superi
or kemudian diteruskan kearah acciput atau mandibular.
7
4.4 GEJALA KLINIS/PEMERIKSAAN KLINIS/PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Fraktur Basis Cranii
Fraktur basis cranii Fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada
dasar tulang tengkorak. Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada duramater
yang merekat erat pada dasar tengkorak.
Insiden cedera kepala meningkat secara tajam di seluruh dunia, hal ini terutama diakib
atkan oleh meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor di negara-negara berkemba
ng. Insiden bervariasi antara 67 sampai 317 per 100.000 individu dan rasio mortalitas
berkisar antara 4% sampai 7% untuk cedera kepala sedang dan sekitar 50% pada cede
ra kepala berat.
Anamnesis :
Pemeriksaan lokalis
Gambaran Khas :
8
Periorbital Ecchymosis (Raccoon eyes)
Clear Rhinorea
Clear Otorhea
Hemotimpanum
Pemeriksaan Penunjang :
CT Scan kepala
CT-Scan Bone Window untuk melihat gambar tulang kalvaria dan CT-
Scan Brain Window untuk melihat lesi parenkim otak atau perdarahan otak. Fr
aktur pada dasar tengkorak dapat menggunakan irisan tipis potongan axial bon
e window dasar tengkorak. Rinorea dan ottorhea merupakan indikasi untuk dil
akukan tindakan CT Scan
2. Fraktur Maksilofasial
Fraktur adalah hilangnya atau putusnya kontinuitas jaringan keras tubuh. Fra
ktur maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yaitu t
ulang nasoorbitoetmoid, tulang zigomatikomaksila, tulang nasal, tulang maksil
a, dan juga tulang mandibular. Penyebab trauma maksilofasial bervariasi, men
cakup kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, terjatuh, olah raga dan trauma ak
ibat senjata api. Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama trauma maksilo
fasial yang dapat membawa kematian dan kecacatan pada orang dewasa secara
umum dibawah usia 50 tahun dan angka terbesar biasanya terjadi pada pria de
ngan batas usia 21-30 tahun.
Anamnesis
9
Penyebab pasien mengalami trauma : kecelakaan lalu lintas, trauma tumpul, tr
auma benda keras, terjatuh, kecelakaan olah raga, berkelahi.
Dimana kejadiannya.
Sudah berapa lama sejak saat kejadian sampai tiba di rumah sakit.
Apakah setelah kejadian pasien sadar atau tidak, jika tidak sadar, berapa lama
pasien tidak sadarkan diri.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan penunjang
10
BAB V
HIPOTESIS AWAL
(DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)
Berdasarkan gejala klinis pasien didapat hipotesis awal yang terdiri dari 3 kem
ungkinan penyakit pada pasien yaitu :
Fraktur basis cranii
Fraktur maksilofasial
11
BAB VI
ANALISIS DARI
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
6.1 ANAMNESIS
Nama : Sony
Jenis Kelamin : Laki laki
Umur : 21 tahun
Tempat lahir : Surabaya
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Rungkut, Surabaya
Status : belum menikah
Nama suami/istri : -
6.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama (KU) : perdarahan dari telinga dan hidung serta hidung mampet.
b. Riwayat penyakit sekarang (RPS) : pasien jatuh dari motor karena selip atau terg
elincir,wajah terbentur stang motor dan keluar darah dari hidung dan telinga serta hid
ung mampet, 1 jam sebelum ke rumah sakit. Pasien juga mengeluh pusing dan muntah
berulang ulang kali.
c. Riwayat penyakit dahulu (RPD) : (-) penyakit seperti ini, (-) sakit kepala sebelum
nya atau
12
d. Riwayat penyakit keluarga : tidak ada riwayat kejang ataupun tiba
Airway : lapang
Breathing : spontan, RR: 20x/menit
Circulation : baik
Disability : GCS E4V5M6
13
BAB VII
DIAGNOSA AKHIR
Berdasarkan data yang telah diperoleh, maka penyakit Tn. Sony dapat didiagn
osa sebagai Fraktur Basis Cranii.
14
BAB VIII
MEKANISME DIAGNOSA
15
Dapat disertai dengan ce mendekan, rotasi,
dera lain dan penurunan angulasi, dan false
kesadaran Pemeriksaan movement
lokalis Deformitas, kelain
an bentuk.
Gambaran Khas :
Trismus (tonik ko
Retro aurikular/Mast ntraksi rahang)
oid Ecchymosis (Bat Edema.
tle sign)
Ketidakstabilan, at
Periorbital Ecchymo
au keabnormalan b
sis (Raccoon eyes)
entuk dan gerakan
Clear Rhinorea yang terbatas
Clear Otorhea
Hemotimpanum
Pemeriksaan Neurolog
is (jika didapatkan)
Tingkat kesadaran Gl
asgow Coma Scale
(GCS)
Lesi N III,IV,VI
Lesi N VII
Lesi N VIII
Pemeriksaa CT- Scan bila ada in CT-Scan
n penunjan dikasi ottorhea dan r MRI
g hinorea
16
BAB IX
9.1 PENATALAKSANAAN
1. ABC
a. Airway dengan jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang
dengan posisi kepala ekstensi kalau perlu dipasang oropharyngeal tube atau
nasopharyngeal tube.
17
b. Breathing dengan memberikan O2 dengan menggunakan alat bantu
pernafasan misalnya Nasal Kanul, Simple Mask/Rebreating Mask, Mask
Nonrebreating, Bag-Valve-Mask, dan Intubasi Endotrakea.
c. Circulation pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-
2,5 kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini
terjadi antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan
norepinefrin dalam darah dan akan bertambah bila ada demam. Setekah 3-4
hari dengan cairan perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa
nasograstrik bisa dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari.
2. Medikasi
No Nama Obat Dosis Keterangan
1 Diuretik osmotik Dosisnya 0,5-1 g/kgBB, di Untuk mencegah reboun
(manitol 20%) berikan dalam 30 menit. P d
emberian diulang setelah 6
jam dengan dosis 0,25-0,5/
kgBB dalam 30 menit
2 Loop diuretic (fu Dosisnya 40 mg/hari IV Pemberiannya bersama
rosemid) manitol, karena mempun
yai efek sinergis dan me
mperpanjang efek osmoti
k serum mannitol
18
enitoin) mg perhati n epilepsi
7. Profilaksis antibi Biasanya digunakan setela Tindakan yang sangat pe
otic h 24 jam pertama, lalu 2 ja nting sebagai usaha untu
m pertama, dan 4 jam beri k mencegah terjadinya in
kutnya feksi pasca operasi
3. Pembedahan
Evakuasi hematoma atau kraniotomi untuk mengangkat atau mengambil
fragmen fraktur yang terdorong masuk ke dalam otak dan untuk mengambil
benda asing dan jaringan nekrotik sehingga risiko infeksi dan kerusakan otak
lebih lanjut akibat fraktur dapat dikurangi.
4. Imobilisasi
Pada pasien cedera kepela berat mobilisasi bisa dilakukan dengan pemasangan
servical colar. Servical colar sendiri adalah alat penyangga tubuh khusus untuk
leher. Alat ini digunakan untuk mencegah pergerakan tulang servical yang dapat
memperparah kerusakan tulang servical yang patah maupun pada cedera kepala.
Alat ini hanya membatasi pergerakan minimal pada rotasi, ekstensi, dan fleksi.
BAB X
PROGNOSIS
10.1 Prognosis
Usia
Status Neurologisawal
Jarak antara trauma dan tindakan bedah
Edema cerebri
Kelainan intrakranial lain seperti kontusional, hematom subarachnoid, dan hema
tom epidural
Faktor ekstrakranial
19
Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik yang dilakukan dokter, dan selanjutnya de
ngan melakukan pemeriksaan penunjang untuk melakukan prosedur bedah (jika diperl
ukan)
Peran Pasien
Peran Keluarga
20
Pencegahan trauma basis cranii :
DAFTAR PUSTAKA
Buchari Kasim. Trauma Wajah, Luka Bakar dan Luka Avulsi. Cermin Dunia Ke
dokteran. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera. Medan. 20
03
Chan KH, Mann KS, Yue CP, et al. The significance of skull fracture in acute traumat
ic intracranial hematomas in adolescents: a prospective study. J Neurosurg 199
0; 72:189.
Christanto, S., Rahardjo, S., Suryono, B., & Chasnak Saleh, S. (2015). Penatalaksanaa
n Pasien Cedera Kepala Berat dengan Evakuasi Perdarahan Subdural yang Tertu
nda. Jurnal Neuroanestesi Indonesia, 4(3), 176–185. https://doi.org/10.24244/jni
vol4no3.97
Drake, R. L., Vogl, A. W., & Mitchell, A. W. . (2015). Gray’s Anatomy for Students,
21
Third Edition. Gray’s Anatomy for Students.
Golfinos JG, Cooper PR. Skull fracture and post-traumatic cerebrospinal fluid fistula.
In: Head Injury, 4th, Cooper PR, Golfinos JG. (Eds), McGraw-Hill, New York
2000. p.155
McIntosh, A. S., McCrory, P., Finch, C. F., & Wolfe, R. (2010). Head, face and neck i
njury in youth rugby: Incidence and risk factors. British Journal of Sports
Medicine. https://doi.org/10.1136/bjsm.2007.041400
Munir M, Widiami D, Trimartani. Trauma Muka dan Leher dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher ed VI. Jakarta: Fak
ultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
Sastrawan,Agus Dwi.dkk. 2017.Penatalaksanaan emergensi pada trauma oromaksilo
fasial disertai fraktur basis kranii anterior. Majalah Kedokteran.
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan teling
a hidung tenggorok kepala dan leher. Jakarta: Falkutas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007.
Syaiful Saanin. 2010, Cedera Kepala. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas An
dalas Sumatra Barat
Tunik, M. G., Powell, E. C., Mahajan, P., Schunk, J. E., Miskin, M., Zuspan, S. J., Mi
skin, M., Zuspan, S. J., Jacobs, E., Wootton-Gorges, S., Atabaki, S. M., Hoyle, J.
D., Hoyle, J. D., Holmes, J. F., Kuppermann, N., Dayan, P. S., Gerardi, M., Tuni
22
k, M., Tsung, J., … Wright, J. (2016). Clinical Presentations and Outcomes of C
hildren With Basilar Skull Fractures After Blunt Head Trauma. Annals of Emerg
ency Medicine. https://doi.org/10.1016/j.annemergmed.2016.04.058
23