Anda di halaman 1dari 2

Meski bulan Syuro telah lewat, situs peninggalan sejarah Kerajaan Kadiri pada masa

pemerintahan Sri Aji Jayoboyo, berupa Sendang Tirto Kamandanu, masih ramai dikunjungi
wisatawan.

Bukan hanya dari Kediri, melainkan juga wisatawan dari luar daerah. Bahkan, wisatawan
asing sekali pun terkadang terlihat muncul di tempat ini.

"Kadang dari luar negeri pun pernah ke sini, Jakarta, dan Bali juga, termasuk masyarakat
Kediri. Tapi lebih banyak lagi pada saat momentum bulan Syuro," tutur Mbah Suratin, sang
juru kunci kepada Liputan6.com beberapa waktu lalu. 

Selain bulan Syuro, pada Jumat Legi dan Jumat Kliwon banyak masyarakat datang
berkunjung. Sebelum pengunjung masuk ke dalam area Sendang Tirto Kamandanu, di luar
terdapat sebuah prasasti tertulis dalam bahasa Indonesia mengenai sejarah singkat tentang
Sendang Tirto Kamandanu.

Dijelaskan jika Sendang Tirto Kamandanu merupakan situs peninggalan kerajaan di masa
pemerintahan Sri Aji Jayabaya pada abad ke-12, yang dipugar atas prakarsa Yayasan
Hondodento Yogyakarta.

Tempat ini merupakan patirtan (mata air yang dianggap suci) yang digunakan pada masa
pemerintahan sang Prabu Sri Aji Jayabaya dan masih lestari sampai sekarang. 

Selain sebagai tempat pemandian, air dari sendang Tirto Kamandanu ini banyak digunakan
untuk berbagai keperluan pengunjung atau peziarah sesuai keyakinan masing masing.  

Hal ini seiring keyakinan masyarakat bahwa Sendang Tirto Kamandanu ini digunakan
Melukad (mandi dan bersuci) oleh Sang Prabu Sri Adji Jayabaya sebelum melakukan Parama
Mokhsa, yakni menghadap Tuhan beserta raganya. 

Banyaknya pengunjung yang datang pada bulan Syuro karena mereka menganggap, pada saat
momentum tersebut dirasa paling pas untuk mengalap berkah. Menarik untuk disimak,
ternyata yang datang ke tempat ini bukan hanya dari kalangan lapisan masyarakat biasa,
tetapi juga para pejabat.

Pada saat momentum pemilihan legislatif (pileg) seperti sekarang, hingga pemilihan Kepala
Daerah, banyak para calon yang datang berkunjung ke tempat ini, hanya sekadar untuk
berdoa agar hajatnya terkabul.
"Kalau caleg itu dari berbagai penjuru datang waktu pilihan saja. Pokoknya banyak sekali,
namanya tidak saya utarakan. Ini beberapa hari sudah tujuh orang datang ke sini," kata Mbah
Suratin.

Awalnya para calon legislatif (caleg) ini, tidak secara langsung atau terang-terangan
menemui dirinya, melainkan mengutus pengantarnya.

"Ritualnya seperti biasa berdoa tetap kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mereka tidak menyepi,
setelah selesai langsung pulang. Mereka juga sempat mandi menggunakan air sendang. Itu
suatu rahasia bagi saya, tidak saya utarakan namanya," ucapnya.

Mbah Suratin menilai siapa pun diperbolehkan untuk datang ke Sendang Tirto Kamandanu,
tanpa memandang status maupun latar belakang agama maupun kepercayaaanya.

"Di sini boleh dan bebas, dalam arti kata hanya berdoa serta melestarikan budaya leluhur. Ini
hanya sebagai perantara saja. Intinya percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Maha
Segala," tutur mantan guru Sekolah Rakyat, yang menjadi juru kunci sejak tahun 1997.

Anda mungkin juga menyukai