Anda di halaman 1dari 49

Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan keterangan pada bab III, penciptaan Motif Trembesi


merupakan salah satu usaha masyarakat dalam mengangkat potensi kekayaan yang
ada di daerah Malang. Eksplorasi ide tersebut bersumber dari pohon heritage Kota
Malang yaitu pohon trembesi. Sejarah panjanglah yang membuat pohon trembesi
menjadi pohon pusaka Kota Malang. Motif inipun juga tidak terlepas dari
pengangkatan pohon trembesi sebagai saksi bisu sejarah pada masa kolonial
Belanda, Penjajahan Jepang, kemerdekaan Republik Indonesia, bahkan hingga saat
ini. Dalam penggambaran visual motifnya, terlihat beberapa unsur tanaman
trembesi yang diangkat seperti daun dan bunga tremmbesi. Daun dan bunga
trembesi tersebut distilasi, dideformasi, bahkan ada yang ditransformasi dengan
motif lain. Selain itu, batik ini juga mengangkat ikon khas Malang yang lain seperti
Topeng Malangan, Candi Badut, dan bunga teratai. Hal ini menunjukkan bahwa
motif yang terdapat di Soendari Batik and Art tidak terlepas dari kebudayaan lokal
yang sekarang sedang dilestarikan melalui motif batik
Pada bab ini akan diuraikan pembahasan mengenai hasil temuan dan
paparan data penelitian pada bab III dimana akan dibahas dan disesuaikan dengan
teori-teori pada bab I. Adapun pembahasan mengenai hasil temuan peneliti di
lapangan antara lain sebagai berikut:

A. Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Sekar Kanjuruhan dan Motif


Topeng Malangan
1. Ragam Visualisasi
Ditinjau dari visualisasinya, Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Sekar
Kanjuruhan dan Motif Topeng Malangan merupakan jenis motif campuran non-
geometris dan geometris. Dikatakan motif non geometris karena batik ini
menggambarkan tentang motif flora seperti Motif Daun dan Bunga Trembesi serta
alam benda dengan bentuk non-geometris seperti Motif Gerbang Candi Badut dan
Motif Topeng Malangan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Siswomiharjo
(2011: 12) yang mengatakan bahwa motif non-geometris terdiri dari flora, fauna,

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

bangunan-bangunan, sayap dalam berbagai bentuk, dan benda-benda alam.


Sedangkan untuk motif geometris, ditunjukkan oleh garis-garis pada bagian bawah.
Motif-motif pada batik ini telah mengalami proses stilasi, transformasi, dan
deformasi. Motif hasil stilasi flora tersebut antara lain adalah Motif Daun Trembesi,
serta Motif Bunga trembesi tampak atas dan samping. Sedangkan, motif yang
termasuk hasil stilasi alam benda adalah gerbang candi badut dan Topeng
Malangan. Motif-motif tersebut mengalami penggayaan sehingga pada visualnya
dibuat berbagai variasi-variasi seperti dilengkungkan dan diberi tambahan isen-isen
agar terlihat lebih indah dan menarik. Hal ini sejalan dengan pendapat Maghfirah
(2016:7) yang mengatakan bahwa stilasi adalah penggambaran bentuk dengan cara
menggayakan objek atau benda yang digambar, seperti yang banyak digunakan
pada stilasi penggambaran ornamen untuk motif batik, tatah sungging dan lain
sebagainya
Motif flora dan alam benda yang mengalami deformasi dan stilasi sekaligus
yaitu Motif bunga trembesi tampak atas dan samping. Selain digayakan, motif ini
juga mengalami proses penyederhanaan tetapi bentuknya tetap mewakili bentuk
atau wujud aslinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Maghfirah (2016:7) yang
mengatakan bahwa deformasi yaitu pencapaian bentuk dengan cara mengambil
unsur tertentu yang mewakili karakter hasil intepretasi yang sifatnya sangat hakiki.
Selain stilasi dan deformasi, salah satu motif pada batik ini yaitu Motif Sekar
Kanjuruhan juga mengalami proses transformasi. Proses transformasi tersebut
ditunjukkan dari penggabungan antara dua objek yaitu gerbang Candi Badut dan
bunga mawar yang dijadikan satu kemudian ditransformasi menjadi satu bentuk
baru yaitu Motif Sekar Kanjuruhan. Hal tersebut sesuai pendapat Maghfirah (2016:
7) yang mengatakan bahwa transfomasi adalah penggambaran karakter dengan cara
memindahkan wujud dari objek yang satu ke objek yang lain, sehingga
menciptakan perwujudan karakter ganda pada satu karya, seperti penggambaran
manusia berkepala binatang.
Motif utama pada batik ini yaitu Motif Daun Trembesi, Motif Sekar
Kanjuruhan, dan Motif Topeng Malangan. Ketiga motif ini merupakan motif yang
menggambarkan tentang ikon Kota Malang. Ikon Kota Malang tersebut antara lain
yaitu pohon trembesi, Candi Badut, dan Topeng Malangan. Hal tersebut seperti

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

pada pernyataan Wulandari (2011: 105) bahwa ornamen utama adalah suatu corak
yang menentukan makna motif tersebut. Sedangkan untuk motif tambahan dan
pendukung antara lain yaitu Motif Bunga Trembesi tampak atas, Motif Bunga
Trembesi tampak samping, Motif Truntum, dan pendukung lain berupa Motif
Garis-garis. Motif-motif tersebut berfungsi untuk tambahan, pengisi bidang kosong
dan tidak memiliki arti. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Susanto dalam
Ratnawati (2011:16) yang menyatakan bahwa ornamen pendukung atau ornamen
tambahan tidak mempunyai arti dalam pembetukan motif dan berfungsi sebagai
pengisi bidang.
Selain itu, batik ini memiliki isen-isen yaitu cacah gori yang merupakan
pengisi dari Motif Sekar Kanjuruhan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Kartika
(2007:36) yang menyatakan bahwa isen-isen adalah komponen untuk memperindah
pola secara keseluruhan baik ornamen pokok maupun ornamen pengisi yang diberi
isian berupa hiasan titik-titik, garis-garis, gabungan titik dan garis. Pola penyusunan
pada batik ini menggunakan pola penyusunan simetris. Hal tersebut dikarenakan
batik ini memiliki tata susun, jumlah, ukuran, dan bentuk motif utama, pendukung,
isen-isen, maupun unsur lain yang sama pada kedua sisinya yaitu kanan dan kini.
Sedangkan struktur desain pada batik ini menggunakan struktur desain horizontal.
Hal tersebut merujuk pada pendapat Pujiyanto (2010: 29) yang menyatakan bahwa
komposisi penyusunan motif batik antara lain yaitu: vertikal, horizontal, diagonal,
sentral (perpaduan vertikal dan horisontal), dan sentral (perpaduan dua arah
diagonal). Hal tersebut dikarenakan pada penyusunannya, motif dibuat berjajar
dengan arah horizontal kanan ke kiri atau sebaliknya.

2. Visualisasi Estetik
a. Unsur
1. Cecekan/Titik
Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Sekar Kanjuruhan dan Topeng
Malangan tidak memiliki cecekan sebagai isen-isennya. Akan tetapi jika cecekan
dikatakan sebagai unsur titik pembentuk garis, Motif Batik Trembesi Kombinasi
Motif Sekar Kanjuruhan dan Topeng Malangan memiliki unsur titik sebagai unsur
utama pembentuk garis atau klowongan pada motif. Motif tersebut antara lain

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

seperti motif utama dan pendukung. Karena seperti yang diketahui, dalam satu
susunan maupun bagian yang lebih kecil pada karya seni maupun batik, terdapat
satu hal yang mendasar dimana merupakan unsur pokok dan dasar pembentuk unsur
lain yang lebih lanjut. Unsur dasar terkecil tersebut yaitu titik. Hal tersebut sejalan
dengan pandapat Indrawati (2009: 18) yang menyatakan bahwa jika
titik/noktah/spot tersebut kita buat ulang lebih dari dua, maka terkesan sebagai titik
yang bergerak sehingga lintasannya dapat kita rasakan sebagai garis.

2. Klowongan/Garis
Unsur klowongan pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Sekar
Kanjuruhan dan Topeng Malangan merupakan unsur pembentuk motif, baik motif
utama, motif pendukung, maupun isen-isen. Klowongan pada suatu motif tersusun
lengkung, sambung-menyambung, bercabang, maupun tumpang tindih.
Klowongan pada motif batik ini berbentuk garis dengan jenis garis nyata non-
geometris atau garis kaligrafi yang dinamis. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Indrawati (2009: 35) yang mengatakan bahwa garis nyata teridentifikasi sebagai
garis kaligrafi dan garis geometris, sedangkan garis semu teridentifikasi sebagai
garis struktural dan garis pengikat/imajiner. Garis non-geometris berbentuk garis
lengkungan dengan berbagai variasi bentuk dan ukuran. Pada Motif Trembesi,
garis penyusunnya merupakan jenis garis nyata non-geometris dengan
penggambaran yang melengkung, bercabang pada sisi kanan, kiri, atas dan bawah
dengan ukuran cabang yang bervariasi.
Pada Motif Sekar Kanjuruhan, garis penyusunnya merupakan garis nyata
non geometris dengan isen-isen galaran yang terbentuk dari garis geometris lurus.
Pada Motif Topeng Malangan, garis klowongan terbentuk dari garis nyata non
geometris sedangkan pada ornamen garis terbenuk dari garis nyata geometris
dengan bentuk garis lurus dan berjajar. Selain itu, pada motif pendukung yaitu
Motif Bunga Trembesi tampak atas, tampak samping 1, maupun tampak samping
2, tersusun dari garis nyata non-geometris yang membentuk motif bunga dan garis
geometris lurus yang membentuk sebagian putik pada motif. Klowongan pada
batik ini memiliki ketebalan yang sama antara motif satu dengan yang lainnya.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Hal tersebut dikarenakan pada pembuatannya, motif pada batik ini menggunakan
teknik cap dengan ukuran garis atau klowongan yang sama.

3. Bidang
Bidang pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Sekar Kanjuruhan
dan Topeng Malangan terbentuk melalui gabungan atau susunan garis berupa
klowongan, kemudian garis-garis yang telah tergabung tersebut membentuk suatu
bidang datar dua dimensi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sanyoto ( 2009:
103) yang menyatakan jika garis digerakkan memutar dan kembali lagi bertemu
dengan dirinya pada titik awalnya, akan menghasilkan bidang yang merupakan
bentuk berdimensi panjang dan lebar serta menutup permukaan dan jika garis
tersebut dibuat patah-patah akan menghasilkan segitiga, segiempat, bentuk
bintang sebagainya. Unsur bidang pada batik ini merupakan bentuk utama dari
motif utama dan pendukung yang ada dalam batik ini. Bidang motif utama pada
batik ini merupakan bidang non geometris dan bidang geometris yakni pada Motif
Sekar Kanjuruhan, bidang non geometris pada Motif Daun Trembesi dan Motif
Topeng Malangan. Bidang geometris pada Motif Sekar Kanjuruhan terbentuk
akibat adanya garis-garis pada isen galaran yang saling tumpang tindih sehingga
menjadi bentuk bujur sangkar. Selain itu, pada bidang motif penunjang pun
merupakan bidang non-geometris namun berbentuk lengkungan yang tersusun
rapi dan indah.

4. Ruang
Pada dasarnya ruang pada batik ini merupakan ruang yang terbentuk dari
unur-unsur yang nampak pada kain seperti motif, warna, isen-isen, dan lain-lain.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sanyoto (2009: 93) yang mengatakan bahwa
gempal atau ruang merupakan wujud, rupa, bangun, atau gambaran tentang apa
saja yang ada di alam termasuk karya seni atau desain yang dapat disederhanakan
menjadi titik, garis, dan bidang. Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Sekar
Kanjuruhan dan Motif Topeng Malangan memiliki ruang yang ditunjukkan oleh
beberapa aspek, yaitu efek kedalaman yang ditimbulkan dari penumpukan dan
penempatan motif yang tumpang tindih serta efek kedalaman yang ditimbulkan

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

dari warna yang diterapkan. Seperti yang diketahui, pada beberapa karya seni rupa
dua dimensi, usaha untuk menampilkan kesan ruang dapat ditunjukkan dengan
penumpukan objek. Selain itu, kesan ruang pada batik dapat diciptakan juga
dengan pengolahan unsur-unsur kerupaan lainnya, seperti perbedaan intensitas
warna, terang-gelap, atau mengunakan teknik menggambar perspektif.
Pada batik ini, kesan ruang pertama ditimbulkan dari penumpukan susunan
motif yang ditunjukkan dari Motif Sekar Kanjuruhan dan Motif Topeng
Malangan. Jika diamati lebih teliti, kedua motif tersebut diletakkan bertumpukan
dengan Motif Daun Trembesi dengan posisi Motif Sekar Kanjuruhan dan Motif
Topeng Malangan berada di atas Motif Daun Trembesi. Dari hal tersebut, terlihat
kesan ruang seperti Motif Sekar Kanjuruhan dan Motif Topeng Malangan berada
tampak lebih dekat daripada Motif Daun Trembesi atau Motif Daun Trembesi
tampak lebih jauh dari kesua motif tersebut.
Kesan ruang kedua pada batik ini ditimbulkan dari perbedaan unsur warna
yang digunakan. Berdasarkan visualisasinya, batik ini hanya menggunakan dua
warna yaitu biru dongker dan coklat muda. Seperti yang diketahui jika warna biru
dongker lebih tua daripada coklat muda. Dari hal tersebut, nampak efek ruang
atau kedalaman yang lebih dalam pada warna biru dongker. Sehingga ketika
diamati, warna biru dongker terkesan lebih jauh daripada warna coklat muda.

5. Warna
Warna yang digunakan pada batik ini hanya menggunakan dua warna saja
yaitu biru dongker atau biru tua dan coklat muda. Warna biru dongker tersebar di
seluruh latar kain batik maupun pada isi motifnya. Warna biru dongker
merupakan warna primer yang berada pada dimensi value. Warna biru dongker
tersebut berada pada posisi value shade dikarenakan warna tersebut adalah warna
biru yang memiliki karakter gelap dan lebih cenderung ke hitam. Pemberian
warna pada batik ini sangat penting dikarenakan dari unsur warna seseorang akan
lebih tertarik untuk mengamati visual dari batik tersebut. Hal ini sejalan dengan
pendapat Sony Kartika ( 2007 :76) yang menyatakan demikian eratnya hubungan
warna dengan kehidupan manusia, maka warna mempunyai peranan yang sangat
penting. Warna tersebut dapat kita nikmati melalui indra penglihatan.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Selain biru dongker, warna pada batik ini yaitu coklat muda. Berdasarkan
pada lingkaran warna, warna coklat pada batik ini berada pada tingkatan warna
tersier karena warna coklat muda pada batik ini adalah coklat dengan jenis siena
mentah dan muncul karena dari percampuran antara dua warna sekunder. Warna
coklat muda pada batik ini terdapat pada keseluruhan garis motif utama, motif
pendukung, maupun isen-isennya. Berdasarkan dimensinya, warna coklat muda
pada batik ini merupakan warna yang berada pada dimensi value tint dikarenakan
warna coklat muda pada batik ini cenderung lebih ke putih sehingga
penggambarannya lebih terang dari warna aslinya.
Warna yang terdapat pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Sekar
Kanjuruhan dan Motif Topeng Malangan menggunakan warna dominan yang
cenderung gelap yaitu biru dongker dengan karakter mendalam, sendu, dan formal.
Warna tersebut terletak pada seluruh latar belakang dan isi dari dari keseluruhan
motif. Warna biru dongker merupakan warna biru yang cenderung gelap mendekati
warna hitam. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanyoto (2009: 49) yang
menyatakan bahwa ketika kita melihat warna biru makan akan menimbulkan kesan
dingin, tenang, dan luas. Selain itu, biru juga memiliki mempunyai watak pasif,
melankoli, sayu, sendu, terkesan jauh dan mendalam. Selain warna biru dongker
sebagai warna utama, batik ini menggunakan warna coklat muda pada garis
motifnya dimana menggambarkan kenaturalan dan kelembutan. Hal ini sejalan
dengan pendapat Sanyoto (2009: 51) yang menyatakan warna ini seringkali
berasosiasi dengan warna tanah atau warna natural.

b. Prinsip
1. Kesatuan
Kesatuan pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Sekar Kanjuruhan
dan Topeng Malangan terbentuk dari beberapa aspek. Kesatuan pada batik ini
terbentuk melalui hubungan antar motif utama berupa: Motif Daun Trembesi,
Motif Sekar Kanjuruhan dan Topeng Malangan; motif pendukung berupa Motif
Bunga trembesi; ornamen garis-garis pada bagian bawah; isen-isen; warna biru
dan coklat muda; serta unsur-unsur lain yang bersatu padu membentuk suatu
komposisi yang serasi dan indah. Menurut Sanyoto (2009: 213) prinsip kesatuan

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

sesungguhnyai ialah adanya saling hubungan antar semua elemen yang disusun
dalam sebuah karya. Unsur-unsur tersebut yang saling mendukung, saling
membutuhkan, dan saling terkait satu sama lain. Selain itu, kesatuan pada batik
ini juga dapat terbentuk melalui pendekataan kesamaan-kesamaan bentuk motif
utama dan pendukung, kemiripan warna yang berdekatan, keselarasan,
keterikatan, keterkaitan, dan kerapatan antar komponen motif utama maupun
motif pendukung Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Sekar Kanjuruhan dan
Motif Topeng Malangan.

2. Keselarasan
Keselarasan pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Sekar
Kanjuruhan dan Topeng Malangan ditunjukkan dari berbagai kesamaan
komponen yaitu pada bentuk motif utama, pendukung, isen-isen, dan warna.
Komponen lain yang memiliki kesamaan yaitu warna coklat muda yang sama di
setiap garis motifnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Indrawati (2009: 41) bahwa
keselarasan/keserasian dapat dicapai dengan memperbanyak kesamaan dan
kemiripan pada media estetik yang dimanfaatkan dalam suatu organisasi visual.
Selain itu, batik ini juga memiliki kesamaan bentuk, ukuran, dan warna antara
motif satu dengan yang lain. Dari hal tersebut, dapat diketahui jika motif utama
seperti Motif Daun Trembesi, Motif Sekar Kanjuruhan, Motif Topeng Malangan
serta motif-motif pendukung lain dan isen-isennya mengalami perulangan.

3. Kesebandingan
Kesebandingan pada batik ini dicapai melalui susunan Motif Daun
Trembesi yang dibuat dengan model horizontal dan tertata, ukuran motif batik
yang variatif dan jumlah yang sesuai kemudian ditata sedemikian rupa hingga
terbentuk perimbangan. Selain itu, kesebandingan pada batik ini juga terbentuk
melalui ukuran motif Sekar Kanjuruhan, Motif Daun Trembesi, dan Motif Topeng
Malangan sebagai motif utama lebih besar ukurannya daripada motif
pendukungnya yaitu Motif Bunga Trembesi tampak atas dan tampak samping.
Motif-motif tersebut saling berhubungan satu sama lain. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Indrawati (2009:52) yang menyatakan bahwa kesebandingan

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

pada sebuah tata susun dapat dicapai dengan menciptakan perimbangan pada
susunan, ukuran, persamaan, jumlah dan hubungan antara bagian-bagian atau
media estetik yang ditata.

4. Ritme/Irama
Ritme atau irama pada batik ini terbentuk melalui komposisi motif yang
disusun. Selain itu, ritme juga terbentuk dari perulangan motif baik Motif Daun
Trembesi maupun motif pendukung lain yang disusun dari kiri ke kanan atau
sebaliknya sehingga timbul efek gerak horizontal. Motif utama seperti Motif Daun
Trembesi disusun berjajar lurus horizontal, kemudian di sela-sela motif tersebut
terdapat Topeng Malangan yang disusun berjajar horizontal dengan space yang
renggang. Selain itu juga, efek gerak juga timbul dari penataan Motif Sekar
Kanjuruhan yang ditata berjajar secara horizontal pada bagian bawah kain. Hal
tersebut sejalan dengan pendapat Indrawati (2009: 48) yang menyatakan bahwa
ritme/irama terasa karena penciptaan perulangan yang menyebabkan terjadinya
efek gerak.

5. Keseimbangan
Pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Sekar Kanjuruhan dan
Topeng Malangan memiliki keseimbangan formal. Bobot visual ditentukan oleh
ukuran, wujud, warna, tekstur, dan kehadiran semua unsur dipertimbangkan dan
memperhatikan dalam penyusunan bentuk, yaitu keseimbangan formal (formal
balance) dan keseimbangan informal (informal balance) (Dharsono, 2009 : 83).
Keseimbangan formal ini juga berkaitan dengan desain pola penyusunan yang
digunakan pada batik ini yaitu pola penyusunan simetris dengan struktur desain
hoizontal. Pada batik ini, keseimbangan formal dapat tersusun melalui tata susun
yang memiliki kesamaan pada keseluruhan komponennya di dua sisi yaitu kanan
dan kiri. Pada sisi kanan, komponen seperti motif utama yaitu Motif Daun
Trembesi, Motif Sekar Kanjuruhan, dan Topeng malangan, kemudian motif
pendukung seperti Motif Bunga Trembesi tampak atas, tampak samping 1 dan 2
serta garis-garis pada bawah motif memiliki ukuran, warna, bentuk, dan jumlah

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

yang sama dengan sisi sebelah kiri. Keseimbangan ini mudah dicapai dengan
penataan yang teratur dan jarak serta interval yang sama antar motif.

6. Penekanan
Penekanan pada batik ini terbangun melalui ukuran dan jumlah motif
utama yang lebih banyak dan lebih besar dari motif pendukung maupun isen-isen.
Penekanan pada batik ini tidak hanya pada satu elemen saja. Motif Batik
Trembesi Kombinasi Motif Sekar Kanjuruhan dan Motif Topeng Malangan
memiliki penekanan pada Motif Sekar Kanjuruhan., Motif Daun Trembesi, dan
Motif Topeng Malangan. Hal tersebut dikarenakan Motif Sekar Kanjuruhan
memiliki ukuran yang besar daripada yang lain, Motif Daun Trembesi memiliki
jumlah yang sangat banyak dan rapat, dan Motif Topeng Malangan menimbulkan
kelainan atau karakter tersendiri karena berbentuk menyerupai bentuk wajah di
antara motif flora sehingga menimbulkan daya tarik bagi yang melihat. Hal ini
tersebut sejalan dengan pendapat Indrawati (2009: 53) menyatakan bahwa
empasis pada sebuah tata susun dapat dicapai melalui penciptaan penekanan
melalui perulangan, ukuran, kontras, susunan, dan kelainan, sehingga
menghasilkan daya tarik.

B. Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Dele Kecer


1. Ragam Visualisasi
Motif batik selanjutnya adalah motif batik yang memadukan antara Motif
Trembesi dan Motif Dele Kecer. Seperti pada gambar, Motif Trembesi dan Motif
Dele Kecer berada pada satu ruang atau area yang berbeda. Selain sebagai motif
utama, Motif Dele Kecer juga berfungsi sebagai pinggiran kain. Ditinjau dari
visualisasinya, Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Dele Kecer merupakan jenis
motif non-geometris. Dikatakan motif non geometris karena batik ini
menggambarkan tentang motif flora seperti pada karya batik sebelumnya yaitu
Motif Trembesi Kombinasi Motif Sekar Kanjuruhan dan Motif Topeng Malangan.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Siswomiharjo (2011: 12) yang mengatakan
bahwa motif non-geometris terdiri dari flora, fauna, bangunan-bangunan, sayap
dalam berbagai bentuk, dan benda-benda alam. Visual Motif Trembesi pada batik

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

ini sama seperti visual pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Sekar
Kanjuruhan dan Motif Topeng Malangan. Hal tersebut ditunjukkan dari bentuk,
susunan, dan ukurannya yang sama. Akan tetapi terdapat perbedaan antara Motif
Trembesi pada batik ini dengan batik sebelumya. Perbedaan tersebut ditunjukkan
oleh warna yang digunakan pada garis motifnya.
Motif-motif pada batik ini telah mengalami proses stilasi dan deformasi.
Motif hasil stilasi flora tersebut antara lain adalah Motif Daun Trembesi dan Motif
Bunga Trembesi tampak atas dan samping. Motif-motif tersebut mengalami
penggayaan sehingga pada visualnya dibuat berbagai variasi-variasi seperti
dilengkungkan agar terlihat lebih indah dan menarik. Hal ini sejalan dengan
pendapat Maghfirah (2016:7) yang mengatakan bahwa stilasi adalah penggambaran
bentuk dengan cara menggayakan objek atau benda yang digambar, seperti yang
banyak digunakan pada stilasi penggambaran ornamen untuk motif batik, tatah
sungging dan lain sebagainya. Motif flora yang mengalami deformasi dan stilasi
sekaligus yaitu Motif Bunga Trembesi tampak atas dan samping, sedangkan motif
flora yang mengalami deformasi saja adalah Motif Dele Kecer. Selain digayakan,
Motif Bunga Trembesi tampak atas dan samping juga mengalami proses
penyederhanaan tetapi bentuknya tetap mewakili bentuk atau wujud aslinya.
Sedangkan proses deformasi yang dilakukan pada Motif Dele Kecer dilakukan
dengan cara menyederhanakan bentuk kedelai menjadi bentuk yang lebih
sederhana. Objek kedelai tersebut digambarkan menjadi motif dengan bentuk titik-
titik lonjong yang berserakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Maghfirah (2016:7)
yang mengatakan bahwa deformasi yaitu pencapaian bentuk dengan cara
mengambil unsur tertentu yang mewakili karakter hasil intepretasi yang sifatnya
sangat hakiki.
Motif utama yang terdapat pada batik ini adalah Motif Daun Trembesi dan
Motif Dele Kecer. Motif Trembesi merupakan motif yang menggambarkan tentang
ikon khas Kota Malang yaitu berupa pohon heritage Kota Malang. Hal tersebut
seperti pada pernyataan Wulandari (2011: 105) yang menyatakan bahwa ornamen
utama adalah suatu corak yang menentukan makna motif tersebut. Batik ini
memiliki motif pendukung berupa Motif Bunga Trembesi tampak atas dan Motif
Bunga Trembesi tampak samping. Motif-motif tersebut berfungsi untuk tambahan

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

dan pengisi bidang kosong. Motif pendukung ini tidak memiliki arti atau makna.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Susanto dalam Ratnawati (2011:16) yang
menyatakan bahwa ornamen pendukung atau ornamen tambahan tidak mempunyai
arti dalam pembentukan motif dan berfungsi sebagai pengisi bidang.
Selain itu, batik ini memiliki isen-isen berupa mlinjon dimana isen-isen
tersebut merupakan pengisi dari pembatas area antara Motif Dele Kecer dan Motif
Trembesi. Isen-isen ini berfungsi sebagai komponen pengisi yang mempercantik
bagian pembatas tersebut. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Kartika
(2007:36) yang menyatakan bahwa isen-isen adalah komponen untuk memperindah
pola secara keseluruhan baik ornamen pokok maupun ornamen pengisi yang diberi
isian berupa hiasan titik-titik, garis-garis, gabungan titik dan garis. Sama seperti
batik sebelumnya, pola penyusunan pada batik ini menggunakan pola penyusunan
simetris. Hal tersebut dikarenakan batik ini memiliki tata susun, jumlah, ukuran,
dan bentuk motif utama, pendukung, isen-isen, maupun unsur lain yang sama pada
kedua sisinya yaitu kanan dan kini. Sedangkan struktur desain pada batik ini
menggunakan struktur desain horizontal. Hal tersebut merujuk pada pendapat
Pujiyanto (2010: 29) yang menyatakan bahwa komposisi penyusunan motif batik
antara lain yaitu: vertikal, horizontal, diagonal, sentral (perpaduan vertikal dan
horisontal), dan sentral (perpaduan dua arah diagonal). Hal tersebut dikarenakan
pada penyusunannya, motif dibuat berjajar dengan arah horizontal kanan ke kiri
atau sebaliknya.

2. Visualisasi Estetik
a. Unsur
1. Cecekan/Titik
Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Dele Kecer hanya memiliki sedikit
sekali cecekan sebagai isen-isen motifnya. Cecekan itu pun juga muncul karena
isen-isen mlinjon dimana bentuk mlinjon tersebut berbentuk belah ketupat dengan
unsur titik di tengahnya. Isen-isen tersebut terdapat pada area pembatas antara
Motif Tembesi dan Motif Dele Kecer atau bagian tengahnya. Titik pada batik ini
dibuat dengan cara menitikkan malam pada kai tanpa adanya pergeseran canting
sedikitpun. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang menyatakan jika suatu bentuk

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

disebut sebagai titik karena ukurannya yang sangat kecil dan merupakan hasil
sentuhan tanpa pergeseran dari suatu alat tulis (Sanyoto,2010 :84). Selain cecekan
yang berdiri sendiri, Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Dele Kecer memiliki
unsur titik sebagai unsur utama pembentuk garis atau klowongan pada motif. Motif
tersebut antara lain seperti motif utama yaitu Motif Daun Trembesi serta motif
pendukung yaitu Motif Bunga Trembesi tampak atas, tampak samping 1 dan
tampak samping 2. Selain itu, titik pada batik ini merupakan dari bentuk oval pada
Motif Dele Kecer. Karena seperti yang diketahui, dalam satu susunan maupun
bagian yang lebih kecil pada karya seni maupun batik, terdapat satu hal yang
mendasar dimana merupakan unsur pokok dan dasar pembentuk unsur lain yang
lebih lanjut yaitu garis. Unsur dasar terkecil tersebut yaitu titik. . Hal tersebut
sejalan dengan pandapat Indrawati (2009: 18) yang menyatakan bahwa jika
titik/noktah/spot tersebut kita buat ulang lebih dari dua, maka terkesan sebagai titik
yang bergerak sehingga lintasannya dapat kita rasakan sebagai garis.

2. Klowongan/Garis
Seperti motif batik sebelumnya, unsur klowongan pada motif ini juga
merupakan unsur pembentuk motif, baik motif utama, motif pendukung, maupun
bagian isen-isen. Klowongan pada motif batik ini berbentuk garis dengan jenis
garis nyata non-geometris yang dinamis dan terdapat sedikit garis nyata
geometris. Hal tersebut merujuk pada pendapat Indrawati (2009: 35) yang
mengatakan bahwa garis nyata teridentifikasi sebagai garis kaligrafi dan garis
geometris, sedangkan garis semu teridentifikasi sebagai garis struktural dan garis
pengikat/imajiner. Garis non-geometris pada batik ini berbentuk garis
lengkungan dengan berbagai variasi bentuk dan ukuran. Pada motif utama yaitu
Motif Trembesi, garis penyusunnya merupakan jenis garis nyata non-geometris
dengan penggambaran yang melengkung, bercabang pada sisi kanan, kiri, atas dan
bawah dengan ukuran cabang yang bervariasi. Motif tersebut juga memiliki garis
nyata non-geometris yang pendek-pendek dimana membentuk daun pada motif
tersebut.
Selain itu, pada motif pendukung yaitu Motif Bunga Trembesi tampak
atas, tampak samping 1, maupun tampak samping 2, tersusun dari garis nyata non-

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

geometris yang membentuk motif bunga dan garis geometris lurus yang
membentuk sebagian putik pada motif. Klowongan pada batik ini memiliki
ketebalan yang sama antara motif satu dengan yang lainnya. Hal tersebut
dikarenakan pada pembuatannya, motif pada batik ini menggunakan teknik cap
dengan ukuran garis atau klowongan yang sama. Selain garis nyata, batik ini juga
memiliki garis semu geometris dengan bentuk lurus karena adanya batas antara
dua warna yaitu warna coklat dengan warna hijau muda dan warna hijau muda
dengan warna hitam.

3. Bidang
Bidang pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Dele Kecer terbentuk
melalui gabungan atau susunan garis berupa klowongan, kemudian garis-garis
yang telah tergabung tersebut membentuk suatu bidang datar dua dimensi. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Sanyoto ( 2009: 103) yang menyatakan jika garis
digerakkan memutar dan kembali lagi bertemu dengan dirinya pada titik awalnya,
akan menghasilkan bidang yang merupakan bentuk berdimensi panjang dan lebar
serta menutup permukaan dan jika garis tersebut dibuat patah-patah akan
menghasilkan segitiga, segiempat, bentuk bintang sebagainya. Seperti pada batik
sebelumnya, unsur bidang pada batik ini juga merupakan bentuk utama dari motif
utama dan pendukung yang ada dalam batik ini. Bidang motif utama pada batik
ini merupakan bidang non geometris pada Motif Daun Trembesi dan bidang
geometris pada Motif Dele Kecer.
Pada Motif Dele Kecer, terbentuk bidang menyerupai bidang oval
dikarenakan adanya pengeblokan malam pada kain yang membentuk motif
tersebut. Isen-isen pada batik itu membentuk bidang geometris dengan bentuk
belah ketupat dengan titik yang berbentuk bidang lingkaran pada tengahnya.
Selain itu, pada bidang motif penunjang pun seperti Motif Bunga Trembesi
tampak samping 1, dan tampak samping 2 merupakan bidang non-geometris
namun berbentuk lengkungan yang tersusun rapi dan indah membentuk motif
bunga.
4. Ruang

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Dele Kecer memiliki ruang yang
ditimbulkan dari efek warna yang diterapkan. Seperti yang diketahui, kesan ruang
pada batik dapat diciptakan dengan pengolahan unsur-unsur kerupaan lainnya,
seperti perbedaan intensitas warna, terang-gelap, atau menggunakan teknik
menggambar perspektif. Pada batik ini, kesan ruang kedua pada batik ini
ditimbulkan dari perbedaan unsur warna yang digunakan. Seperti pada batik
sebelumnya, batik ini juga merupakan produk dua dimensi sehingga ruang pada
batik ini ditunjukkan dari berbagai unusr seperti motif utana-motif pendukung,
isen-isen maupun warnanya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sanyoto (2009:
93) yang mengatakan bahwa gempal atau ruang merupakan wujud, rupa, bangun,
atau gambaran tentang apa saja yang ada di alam termasuk karya seni atau desain
yang dapat disederhanakan menjadi titik, garis, dan bidang.
Berdasarkan visualisasinya, batik ini menggunakan tiga warna yaitu
coklat, hijau muda, hitam, dan sedikit merah. Seperti yang diketahui jika warna
hijau muda lebih terang daripada warna coklat dan warna hitam, kemudian warna
coklat lebih muda daripada warna hitam. Dari hal tersebut, nampak efek ruang
atau kedalaman yang lebih dalam pada warna hitam dan coklat. Warna coklat
nampak lebih dalam daripada warna hijau muda serta warna hitam nampak lebih
dalam daripada wana coklat dan warna hijau muda. Sehingga ketika diamati,
warna hitam terkesan paling jauh, disusul warna coklat, kemudian wana hijau
muda.

5. Warna
Warna yang digunakan pada batik ini menggunakan tiga warna yaitu warna
hijau muda, warna coklat, dan hitam. Warna coklat tersebar di seluruh latar kain
batik maupun pada isi motifnya kecuali di bagian tepi kain. Warna coklat
merupakan pada batik ini termasuk ke dalam warna tersier yang berada pada
dimensi hue. Hal tersebut karena warna coklat memiliki identitas dan karakteristik
yang membedakan dengan hue warna lain. Pada lingkaran warna, warna coklat
tersebut merupakan warna burnt umber yang berada pada posisi tersier. Selain itu,
warna coklat tersebut muncul akibat percampuran antara dua warna sekunder.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Warna lain yaitu warna hitam dimana pada batik ini terdapat pada tepi kain yaitu
pada area Motif Dele Kecer dengan wilayah yang tidak terlalui luas.
Selain warna coklat dan hitam, batik ini mempunyai warna yang sangat
terang dan mencolok yaitu warna hijau muda. Karakteristik hijau muda pada batik
ini bebeda dengan hijau muda pada umumnya karena hijau muda pada batik ini
merupakan warna yang berada antara warna kuning dan hijau atau sejenis warna
lawn green. Oleh karena itu, warna hijau pada motif ini termasuk ke dalam warna
intermediete dengan dimensi hue. Dikatakan warna intermediete dikarenakan
warna tersebut berada pada posisi antara warna primer dan sekunder pada lingkaran
warna. Warna pada batik ini sangat penting dikarenakan memberikan rangsangan
mata untuk kemudian membuat apresiator tertarik dan mengamati visual–visual
laindari batik tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Sony Kartika ( 2007 :76)
yang menyatakan demikian eratnya hubungan warna dengan kehidupan manusia,
maka warna mempunyai peranan yang sangat penting. Warna tersebut dapat kita
nikmati melalui indra penglihatan.
Warna yang terdapat pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Dele
Kecer menggunakan warna-warna dengan karakter segar, hidup, natural, dalam,
dan mempresentasikan alam. Warna tersebut antara lain warna coklat, hijau muda,
hitam, dan sedikit merah. Warna coklat dengan karakter natural, dalam, dan sopan
terdapat pada seluruh latar belakang dan isi dari dari keseluruhan pada area Motif
Trembesi. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanyoto (2009: 51) yang mengatakan
bahwa warna ini seringkali berasosiasi dengan warna tanah atau warna natural serta
memiliki karakter sopan, arif, bijaksana, kedekatan hati, hemat, hormat, dan kotor.
Selain itu, pada garis-garis motifnya terdapat warna hijau muda yang
menggambarkan karakter segar dan hidup dimana sesuai dengan pendapat Sanyoto
(2009: 50) yang menyatakan bahwa warna hijau berasosiasi pada hijaunya alam
alam, tumbuhan-tumbuhan, sesuatu yang hidup dan berkembang. Pada latar
belakang Motif Dele Kecer, batik ini menggunakan warna hitam dengan karakter
kedalaman, kegelapan, formalitas. Pada sebagian isen-isennya, batik ini
menggunakan warna merah dimana menunjukkan karakter semangat walaupun
hanya sedikit yaitu terdapat pada sebagian isen-isen mlinjon.

b. Prinsip

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

1. Kesatuan
Seperti pada motif sebelumnya, kesatuan pada Motif Batik Trembesi
Kombinasi Motif Dele Kecer juga terbentuk dari beberapa aspek. Kesatuan pada
batik ini terbentuk melalui hubungan antar motif utama berupa: Motif Daun
Trembesi dan Motif Dele Kecer; motif pendukung berupa Motif Bunga trembesi;
isen-isen mlinjon; warna motif dan latar; serta unsur-unsur lain yang bersatu padu
membentuk suatu komposisi yang serasi dan cantik. Menurut Sanyoto (2009: 213)
prinsip kesatuan sesungguhnyai ialah adanya saling hubungan antar semua elemen
yang disusun dalam sebuah karya. Unsur-unsur tersebut yang saling
mendukung, saling membutuhkan, dan saling terkait satu sama lain. Selain itu,
kesatuan pada batik ini juga dapat terbentuk melalui pendekataan kesamaan-
kesamaan bentuk motif utama dan pendukung, keterikatan, keterkaitan, dan
kerapatan antar komponen motif utama maupun motif pendukung Motif Batik
Trembesi Kombinasi Motif Dele Kecer.

2. Keselarasan
Keselarasan pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Dele Kecer
ditunjukkan dari berbagai kesamaan yang ditunjukkan berbagai komponen yaitu
pada bentuk motif utama seperti kesamaan Motif Daun Trembesi dan Motif Dele
Kecer, motif pendukung seperti Motif Bunga Trembesi, isen-isen, dan warna.
Komponen lain yang memiliki kesamaan yaitu warna hijau muda yang sama di
setiap garis motifnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Indrawati (2009: 41) bahwa
keselarasan/keserasian dapat dicapai dengan memperbanyak kesamaan dan
kemiripan pada media estetik yang dimanfaatkan dalam suatu organisasi visual.
Selain itu, batik ini juga memiliki kesamaan bentuk, ukuran, dan warna antara
motif satu dengan yang lain. Dari hal tersebut, dapat diketahui dari motif utama
seperti Motif Daun Trembesi, Motif Dele Kecer, serta motif-motif pendukung lain
dan isen-isennya mengalami perulangan.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

3. Kesebandingan
Kesebandingan pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Dele Kecer
dicapai melalui perimbangan susunan Motif Daun Trembesi yang dibuat dengan
model horizontal dan tertata, ukuran motif batik yang variatif dan jumlah yang
sesuai kemudian ditata sedemikian rupa hingga terbentuk perimbangan. Selain itu,
kesebandingan pada batik ini juga terbentuk melalui ukuran motif Sekar Motif
Daun Trembesi sebagai motif utama lebih besar ukurannya daripada motif
pendukungnya yaitu Motif Bunga Trembesi tampak atas dan tampak samping.
Sedangkan Motif Dele Kecer juga digambarkan dengan bentuk yang kecil-kecil
yang menyebar sehingga bentuknya ideal dengan objek aslinya. Sebagaimana
fungsinya, Motif Dele Kecer berfungsi sebagai tepian sehingga sudah diletakkan
pada tempatnya yaitu pada bagian tepi kain. Antara motif utama dan motif
pendukung tersebut saling berhubungan satu sama lain.
Kesebandingan juga terbentuk dari jumlah motif utama yang lebih banyak
daripada motif pendukung serta banyaknya persamaan bentuk dari motif utama
maupun pendukung. Dari hal tersebut, motif-motif tersebut ditata hingga
membentuk kesebandingan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Indrawati
(2009:52) yang menyatakan bahwa kesebandingan pada sebuah tata susun dapat
dicapai dengan menciptakan perimbangan pada susunan, ukuran, persamaan,
jumlah dan hubungan antara bagian-bagian atau media estetik yang ditata.

4. Ritme/Irama
Ritme atau irama pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Moitf Dele Kecer
terbentuk melalui komposisi motif-motif yang disusun. Selain itu, ritme juga
terbentuk dari perulangan motif baik Motif Daun Trembesi maupun motif
pendukung lain yang disusun dari kiri ke kanan atau sebaliknya sehingga timbul
efek gerak horizontal. Motif utama seperti Motif Daun Trembesi disusun berjajar
lurus horizontal. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Indrawati (2009: 48) yang
menyatakan bahwa ritme/irama terasa karena penciptaan perulangan yang
menyebabkan terjadinya efek gerak.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

5. Keseimbangan
Sama seperti motif sebelumnya, pada Motif Batik Trembesi Kombinasi
Motif Dele Kecer juga memiliki keseimbangan formal. Keseimbangan formal ini
juga berkaitan dengan desain pola penyusunan yang digunakan pada batik ini
yaitu pola penyusunan simetris dengan struktur desain horizontal. Pada batik ini,
keseimbangan formal dapat tersusun melalui tata susun yang memiliki kesamaan
pada keseluruhan komponennya di dua sisi yaitu kanan dan kiri. Bobot visual
ditentukan oleh ukuran, wujud, warna, tekstur, dan kehadiran semua unsur
dipertimbangkan dan memperhatikan dalam penyusunan bentuk, yaitu
keseimbangan formal (formal balance) dan keseimbangan informal (informal
balance) (Dharsono, 2009 : 83). Pada sisi kanan, komponen seperti motif utama
yaitu Motif Daun Trembesi dan Motif Dele Kecer, kemudian motif pendukung
seperti Motif Bunga Trembesi tampak atas, tampak samping 1 dan 2 memiliki
ukuran, warna, bentuk, dan jumlah yang sama dengan sisi sebelah kiri.
Keseimbangan ini mudah dicapai dengan penataan yang teratur dan jarak serta
interval yang sama antar motif.

6. Penekanan
Berbeda dengan batik sebelumnya, penekanan pada batik ini muncul dari
warna yang ditampilkan. Penekanan pada batik ini terbangun melalui warna yang
mencolok dan terang pada bagian garis-garis motifnya dan pada salah satu motif
utamanya. Warna tersebut nampak muncul dan hidup dikarenakan bersandingan
dengan warna coklat dimana warna coklat tersebut cenderung lebih gelap dari
pada warna hijau muda, sehingga warna hijau muda tersebut menjadi daya tarik
utama ketika apresiator mengamati produk Batik Trembesi Kombinasi Motif Dele
Kecer. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Indrawati (2009: 53) menyatakan
bahwa empasis pada sebuah tata susun dapat dicapai melalui penciptaan
penekanan melalui perulangan, ukuran, kontras, susunan, dan kelainan, sehingga
menghasilkan daya tarik.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

C. Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Kawung Pagi-Sore


1. Ragam Visualisasi
Ditinjau dari visualisasinya, Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif
Kawung Pagi-Sore merupakan perpaduan antara jenis motif geometris dan non-
geometris. Dikatakan motif non geometris karena batik ini menggambarkan tentang
motif flora seperti pada karya batik sebelumnya yaitu Motif Trembesi Kombinasi
Motif Dele Kecer dimana motif tersebut terletak pada sisi sebelah kanan bagian
kain. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Siswomiharjo (2011: 12) yang
mengatakan bahwa motif non-geometris terdiri dari flora, fauna, bangunan-
bangunan, sayap dalam berbagai bentuk, dan benda-benda alam. Visual pada area
Motif Trembesi ini sama seperti visual pada Batik Trembesi sebelumnya. Hal
tersebut ditunjukkan dari bentuk, susunan, dan ukurannya yang sama. Akan tetapi
terdapat perbedaan antara Motif Trembesi pada batik ini dengan batik sebelumnya.
Perbedaan tersebut ditunjukkan oleh warna yang digunakan pada garis motifnya
dan warna pada isi ornamen. Selain termasuk motif non-geometris, batik ini juga
termasuk ke dalam motif geometris. Hal tersebut ditunjukkan oleh Motif Kawung
yang terdapat di sebelah sisi kiri kain. Motif Kawung merupakan motif tradisional
yang berasal dari Yogyakarta dimana penggambaran motif tersebut mudah
dibagi-bagi dan mengandung unsur-unsur geometris oval. Hal tersebut sejalan
dengan pendapat Ratnawati (2011:19) yang menyatakan bahwa Salah satu ciri pada
ragam hias geometris ini ialah motif tersebut mudah dibagi-bagi menjadi bagian-
bagian yang disebut “raport”. Bagian yang disebut “raport” ini bila disusun akan
menjadi motif yang utuh selengkapnya. Dalam pengambarannya, Motif Kawung
dan Motif Trembesi berada pada sisi area yang berbeda. Kedua area tersebut
dibatasi oleh garis semu diagonal. Garis tersebut merepresentasikan istilah Pagi-
Sore yang mengacu pada batik Pagi-Sore dari Pekalongan.
Motif-motif pada batik ini telah mengalami proses stilasi dan deformasi.
Motif hasil stilasi flora tersebut antara lain adalah Motif Daun Trembesi dan Motif
Bunga Trembesi tampak atas dan samping. Motif-motif tersebut mengalami
penggayaan sehingga pada visualnya dibuat berbagai variasi-variasi seperti
dilengkungkan agar terlihat lebih indah dan menarik. Hal ini sejalan dengan
pendapat Maghfirah (2016:7) yang mengatakan bahwa stilasi adalah penggambaran

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

bentuk dengan cara menggayakan objek atau benda yang digambar, seperti yang
banyak digunakan pada stilasi penggambaran ornamen untuk motif batik, tatah
sungging dan lain sebagainya. Motif flora yang mengalami deformasi dan stilasi
sekaligus yaitu Motif Bunga Trembesi tampak atas dan samping. Selain digayakan,
Motif Bunga Trembesi tampak atas dan samping juga mengalami proses
penyederhanaan tetapi bentuknya tetap mewakili bentuk atau wujud bunga trembesi
pada aslinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Maghfirah (2016:7) yang mengatakan
bahwa deformasi yaitu pencapaian bentuk dengan cara mengambil unsur tertentu
yang mewakili karakter hasil intepretasi yang sifatnya sangat hakiki.
Motif utama yang terdapat pada batik ini adalah Motif Daun Trembesi dan
Motif Kawung. Motif Trembesi merupakan motif yang menggambarkan tentang
ikon khas Kota Malang yaitu berupa pohon heritage Kota Malang, sedangkan Motif
Kawung merupakan motif batik tradisional Yogyakarta yang menggambarkan
tentang kesucian, kekosongan, pengendalian diri, dan kemurnian. Hal tersebut
seperti pada pernyataan Wulandari (2011: 105) yang menyatakan bahwa ornamen
utama adalah suatu corak yang menentukan makna motif tersebut. Batik ini
memiliki motif pendukung berupa Motif Bunga Trembesi tampak atas dan Motif
Bunga Trembesi tampak samping. Motif-motif tersebut berfungsi untuk tambahan
dan pengisi bidang kosong. Motif pendukung ini tidak memiliki arti atau makna.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Susanto dalam Ratnawati (2011:16) yang
menyatakan bahwa ornamen pendukung atau ornamen tambahan tidak mempunyai
arti dalam pembentukan motif dan berfungsi sebagai pengisi bidang.
Selain itu, batik ini memiliki isen-isen berupa cecek-cecek dan mlinjon yang
terdapat pada Motif Kawung. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Kartika
(2007:36) yang menyatakan bahwa isen-isen adalah komponen untuk memperindah
pola secara keseluruhan baik ornamen pokok maupun ornamen pengisi yang diberi
isian berupa hiasan titik-titik, garis-garis, gabungan titik dan garis. Pada batik ini,
pola penyusunan yang digunakan adalah pola penyusunan asimetris. Hal tersebut
dikarenakan pada penyusunan motifnya, antara dua sisi baik kanan kiri maupun atas
bawah tidak sama. Sedangkan untuk struktur desainnya, batik ini menggunakan
struktur desain diagonal pada keseluruhan bagian kain, struktur desain horizontal
pada bagian Motif Trembesi, dan struktur desain sentral pada bagian Motif

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Kawung. Hal tersebut merujuk pada pendapat Pujiyanto (2010: 29) yang
menyatakan bahwa komposisi penyusunan motif batik antara lain yaitu: vertikal,
horizontal, diagonal, sentral (perpaduan vertikal dan horisontal), dan sentral
(perpaduan dua arah diagonal). Dikatakan menggunakan struktur desain diagonal
karena pada penyusunan motifnya dibagi menjadi 2 area dengan garis batas
diagonal kanan atas ke kiri bawah atau sebaliknya.

2. Visualisasi Estetik
a. Unsur
1. Cecekan/Titik
Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Kawung Pagi-Sore memiliki
cecekan sebagai isen-isen motifnya. Motif yang terdapat cecekan tersebut yaitu
terdapat pada Motif Kawung Pagi-Sore, tepatnya pada kelopak motifnya. Pada tiap
kelopaknya, terdapat dua cecekan. Cecekan tersebut dibentuk sangat kecil dengan
menitikkan malam tanpa menggeser alat sedikitpun. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat yang menyatakan bahwa suatu bentuk disebut sebagai titik karena
ukurannya yang sangat kecil dan merupakan hasil sentuhan tanpa pergeseran dari
suatu alat tulis (Sanyoto,2010 :84). Selain cecekan yang berdiri sendiri, Motif Batik
Trembesi Kombinasi Motif Kawung Pagi Sore juga memiliksi unsur titik sebagai
unsur utama pembentuk garis atau klowongan pada motif. Motif tersebut antara lain
seperti motif utama yaitu Motif Daun Trembesi dan Motif Kawung serta motif
pendukung yaitu Motif Bunga Trembesi tampak atas, tampak samping 1 dan
tampak samping 2. Karena seperti yang diketahui, dalam satu susunan maupun
bagian yang lebih kecil pada karya seni maupun batik, terdapat satu hal yang
mendasar dimana merupakan unsur pokok dan dasar pembentuk unsur lain yang
lebih lanjut seperti garis. Hal tersebut sejalan dengan pandapat Indrawati (2009: 18)
yang menyatakan bahwa jika titik/noktah/spot tersebut kita buat ulang lebih dari
dua, maka terkesan sebagai titik yang bergerak sehingga lintasannya dapat kita
rasakan sebagai garis.

2. Klowongan/Garis

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Seperti motif batik sebelumnya, unsur klowongan pada motif ini juga
merupakan unsur pembentuk motif, baik motif utama, motif pendukung, maupun
bagian isen-isen. Klowongan pada motif batik ini berbentuk garis dengan jenis
garis nyata non-geometris yang dinamis dan garis nyata geometris. Hal tersebut
merujuk pada pendapat Indrawati (2009: 35) yang mengatakan bahwa garis nyata
teridentifikasi sebagai garis kaligrafi dan garis geometris, sedangkan garis semu
teridentifikasi sebagai garis struktural dan garis pengikat/imajiner. Garis non-
geometris pada batik ini berbentuk garis lengkungan dengan berbagai variasi
bentuk dan ukuran. Pada motif utama yaitu Motif Trembesi, garis penyusunnya
merupakan jenis garis nyata non-geometris dengan penggambaran yang
melengkung, bercabang pada sisi kanan, kiri, atas dan bawah dengan ukuran
cabang yang bervariasi. Motif tersebut juga memiliki garis nyata non-geometris
yang pendek-pendek dimana membentuk daun pada motif tersebut. Pada motif
utama lain yaitu Motif Kawung, klowongan tersebut membentuk blokan sehingga
pada tiap kelopak motifnya penuh ditutupi oleh malam.
Selain motif utama, pada motif pendukung yaitu Motif Bunga Trembesi
tampak atas, tampak samping 1, maupun tampak samping 2, tersusun dari garis
nyata non-geometris yang membentuk motif bunga dan garis nyata geometris
lurus yang membentuk sebagian putik pada motif. Klowongan pada batik ini
memiliki ketebalan yang sama antara motif satu dengan yang lainnya. Hal tersebut
dikarenakan pada pembuatannya, motif pada batik ini menggunakan teknik cap
dengan ukuran garis atau klowongan yang sama.
Selain garis nyata, batik ini juga memiliki garis semu geometris dengan
bentuk lurus diagonal. Garis tersebut merupakan garis tidak nyata yang muncul
dari perbatasan antara area Motif Trembesi dan Motif Kawung. Perpotongan atau
perbatasan tersebut berada pada tengah kain batik dengan posisi kanan atas ke kiri
bawah dengan sedikit kemiringan. Dari hal tersebut, pada daerah tengah kain
batik ini seakan muncul garis panjang diagonal dari kanan atas ke kiri bawah ang
membatasi dua area.

3. Bidang

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Bidang pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Kawung Pagi-Sore


terbentuk melalui gabungan atau susunan garis berupa klowongan, kemudian
garis-garis yang telah tergabung tersebut membentuk suatu bidang datar dua
dimensi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sanyoto ( 2009: 103) yang
menyatakan jika garis digerakkan memutar dan kembali lagi bertemu dengan
dirinya pada titik awalnya, akan menghasilkan bidang yang merupakan bentuk
berdimensi panjang dan lebar serta menutup permukaan dan jika garis tersebut
dibuat patah-patah akan menghasilkan segitiga, segiempat, bentuk bintang
sebagainya. Seperti pada batik sebelumnya, unsur bidang pada batik ini juga
merupakan bentuk utama dari motif utama dan pendukung yang ada dalam batik
ini. Bidang motif utama pada batik ini merupakan bidang non geometris yaitu
terdapat pada pada Motif Daun Trembesi dan bidang geometris pada Motif
Kawung.
Pada Motif Kawung, terbentuk bidang menyerupai bidang oval
dikarenakan adanya pengeblokan malam pada kain yang membentuk motif
tersebut. Selain itu, pada bidang motif penunjang pun seperti Motif Bunga
Trembesi tampak samping 1, dan tampak samping 2 merupakan bidang non-
geometris namun berbentuk lengkungan yang tersusun rapi dan indah membentuk
motif bunga. Selain dari aspek motif, pada produk batik ini jika dilihat dari
keseluruhan tampak membentuk bidang trapesium sama kaki yang saling
behadapan dan berhimpitan karena adanya perpotongan garis semu yang muncul
akibat perbatasan area Motif Trembesi dan Motif Kawung.

4. Ruang
Seperti pada batik-batik sebelumnya jika pada dasarnya ruang pada batik
ini merupakan ruang yang terbentuk dari unur-unsur yang nampak pada kain
seperti motif, warna, isen-isen, dan lain-lain. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Sanyoto (2009: 93) yang mengatakan bahwa gempal atau ruang merupakan
wujud, rupa, bangun, atau gambaran tentang apa saja yang ada di alam termasuk
karya seni atau desain yang dapat disederhanakan menjadi titik, garis, dan bidang.
Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Kawung Pagi-Sore memiliki ruang yang
ditimbulkan dari efek warna yang diterapkan. Seperti yang diketahui, kesan ruang
pada batik dapat diciptakan dengan pengolahan unsur-unsur kerupaan lainnya,

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

seperti perbedaan intensitas warna, terang-gelap, atau mengunakan teknik


menggambar perspektif. Pada batik ini, kesan ruang kedua pada batik ini
ditimbulkan dari perbedaan unsur warna yang digunakan.
Berdasarkan visualisasinya, batik ini hanya menggunakan dua warna yaitu
coklat tua dan putih. Seperti yang diketahui jika warna putih merupakan warna
yang lebih terang daripada warna coklat tua. Dari hal tersebut, nampak efek ruang
atau kedalaman yang lebih dalam pada coklat tua. Jika diamati, Motif Batik
Trembesi Kombinasi Motif Kawung Pagi-Sore memiliki dua area motif yaitu area
Motif Kawung dan area Motif Trembesi. Area Motif Kawung menggunakan
warna putih lebih dominan daripada warna coklat tua, sedangkan pada area Motif
Trembesi lebih dominan menggunakan warna coklat tua daripada warna putih.
Dari hal tersebut, area pada Motif Trembesi nampak lebih dalam daripada area
Motif Kawung. Sehingga ketika diamati, warna coklat tua tersebut terkesan lebih
jauh daripada warna putih.

5. Warna
Berdasarkan visualisasinya, batik ini menggunakan dua warna yaitu coklat
tua dan putih. Warna coklat tua tersebut tersebar di seluruh latar kain batik
maupun pada isi motifnya. Pemberian warna pada batik ini sangat penting
dikarenakan dari unsur warna seseorang akan lebih tertarik untuk mengamati
visual dari batik tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Sony Kartika ( 2007
:76) yang menyatakan demikian eratnya hubungan warna dengan kehidupan
manusia, maka warna mempunyai peranan yang sangat penting. Warna tersebut
dapat kita nikmati melalui indra penglihatan. Warna coklat merupakan pada batik
ini termasuk ke dalam warna tersier yang berada pada dimensi value shade.
Warna tersebut berada pada dimensi value shade dikarenakan warna coklat
tersebut termasuk coklat yang tua dan cenderung ke hitam atau gelap. Pada
lingkaran warna, warna coklat tersebut merupakan warna burnt siena yang berada
pada posisi tersier. Selain itu, warna coklat tersebut muncul akibat percampuran
antara dua warna sekunder. Warna lain dari batik ini yaitu warna putih dimana
pada batik ini terdapat pada keseluruhan garis dari Motif Batik Trembesi

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Kombinasi Motif Kawung Pagi-Sore. Warna putih tersebut muncul akibat dari
pelorotan kain dari malam yang dicap.
Warna yang terdapat pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Kawung
Pagi-Sore menggunakan warna-warna dengan karakter natural, dalam, terang,
lembut, simple, dan hormat. Warna tersebut antara lain yaitu warna coklat tua dan
putih. Warna coklat tua tersebut cenderung mendekati warna hitam. Warna coklat
tua dengan karakter natural, dalam, sopan, dan hormat terdapat pada seluruh latar
belakang dan isi dari keseluruhan motif batik ini. Hal ini sejalan dengan pendapat
Sanyoto (2009: 51) yang mengatakan bahwa warna ini seringkali berasosiasi
dengan warna tanah atau warna natural serta memiliki karakter sopan, arif,
bijaksana, kedekatan hati, hemat, hormat, dan kotor. Selain itu, pada garis-garis
motifnya terdapat warna putih yang menggambarkan karakter lembut, terang,
hormat, dan kesederhanaan dimana sesuai dengan pendapat Sunyoto (2009: 46)
yang menyatakan bahwa warna putih melambangkan cahaya, kesucian, kekanak-
kanakan, kejujuran, ketulusan, kedamaian, ketentraman, kebenaran, kesopanan,
keadaan tak bersalah, kehalusan, kelembutan, kewanitaan, kebersihan, simple,
kehormatan.Warna putih ini terdapat pada keseluruhan garis motif pada batik ini.

b. Prinsip
1. Kesatuan
Seperti pada motif sebelumnya, kesatuan pada Motif Batik Trembesi
Kombinasi Motif Kawung Pagi-Sore juga terbentuk dari beberapa aspek.
Kesatuan pada batik ini terbentuk melalui hubungan antar motif utama berupa:
Motif Daun Trembesi dan Motif Kawung; motif pendukung berupa Motif Bunga
trembesi; isen-isen; warna motif dan latar; serta unsur-unsur lain yang bersatu
padu membentuk suatu komposisi yang serasi. Menurut Sanyoto (2009: 213)
prinsip kesatuan sesungguhnyai ialah adanya saling hubungan antar semua elemen
yang disusun dalam sebuah karya. Unsur-unsur tersebut yang saling
mendukung, saling membutuhkan, dan saling terkait satu sama lain. Selain itu,
kesatuan pada batik ini juga terbentuk melalui perpaduan dua area motif yaitu
area Motif Trembesi dan area Motif Kawung yang saling bersandingan serta
pendekataan kesamaan-kesamaan bentuk motif utama dan pendukung,

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

keterikatan, keterkaitan, dan kerapatan antar komponen motif utama maupun


motif pendukung Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Kawung Pagi-Sore.

2. Keselarasan
Keselarasan pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Kawung Pagi-
Sore ditunjukkan dari berbagai kesamaan yang ditunjukkan berbagai komponen
yaitu pada bentuk motif utama seperti kesamaan bentuk Motif Daun Trembesi dan
Motif Kawung, motif pendukung seperti Motif Bunga Trembesi, isen-isen, dan
warna. Komponen lain yang memiliki kesamaan yaitu warna putih yang sama di
setiap garis motifnya dan warna coklat pada setiap latar dan isi motifnya. Hal ini
sejalan dengan pendapat Indrawati (2009: 41) bahwa keselarasan/keserasian dapat
dicapai dengan memperbanyak kesamaan dan kemiripan pada media estetik yang
dimanfaatkan dalam suatu organisasi visual. Selain itu, batik ini juga memiliki
kesamaan bentuk, ukuran, dan warna antara motif satu dengan yang lain. Hal
tersebut dapat diketahui dari motif utama seperti Motif Daun Trembesi, Motif
Kawung, Motif Bunga Trembesi, serta motif-motif pendukung lain dan isen-
isennya yang mengalami perulangan.

3. Kesebandingan
Kesebandingan pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Kawung Pagi-Sore
dicapai melalui perimbangan antara area Motif Tembesi dan Motif Kawung yang
dibuat sama luas serta susunan Motif Daun Trembesi yang dibuat dengan model
horizontal dan tertata dan Motif Kawung yang ditata sentral hingga terbentuk
perimbangan antara keduanya. Selain itu, kesebandingan pada batik ini juga
terbentuk melalui ukuran Motif Daun Trembesi dan Motif Kawung sebagai motif
utama lebih besar ukurannya daripada motif pendukungnya yaitu Motif Bunga
Trembesi tampak atas dan tampak samping.
Kesebandingan juga terbentuk dari jumlah motif utama yang lebih banyak
daripada motif pendukung serta banyaknya persamaan bentuk dari motif utama
maupun pendukung. Dari hal tersebut, motif-motif tersebut ditata hingga
membentuk kesebandingan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Indrawati
(2009:52) yang menyatakan bahwa kesebandingan pada sebuah tata susun dapat

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

dicapai dengan menciptakan perimbangan pada susunan, ukuran, persamaan,


jumlah dan hubungan antara bagian-bagian atau media estetik yang ditata.

4. Ritme/Irama
Ritme atau irama pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Kawung
Pagi-Sore terbentuk melalui komposisi motif-motif yang disusun dan garis semu
yang muncul akibat perpotongan atau batasan antara area Motif Kawung dan
Motif Trembesi. Pada batasan area tersebut, terdapat garis semu dengan arah
diagonal kanan atas ke kiri bawah atau sebaliknya sehingga muncul kesan gerak
ke arah tersebut. Selain itu, ritme juga terbentuk dari perulangan motif baik Motif
Daun Trembesi maupun motif pendukung lain yang disusun dari kiri ke kanan
atau sebaliknya sehingga timbul efek gerak horizontal. Motif utama seperti Motif
Daun Trembesi disusun berjajar lurus horizontal. Motif utama lain yaitu Motif
Kawung juga mengalami perulangan dengan penataan posisi sentral sehingga
ketika melihat pada area Motif Kawung maka akan timbul kesan gerak dari atas
ke bawah atau sebaliknya dan dari kanan ke kiri atau sebaliknya. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Indrawati (2009: 48) yang menyatakan bahwa
ritme/irama terasa karena penciptaan perulangan yang menyebabkan terjadinya
efek gerak.

5. Keseimbangan
Berbeda dengan batik-batik sebelumnya, pada Motif Batik Trembesi
Kombinasi Motif Kawung Pagi Sore memiliki keseimbangan informal. Bobot
visual ditentukan oleh ukuran, wujud, warna, tekstur, dan kehadiran semua unsur
dipertimbangkan dan memperhatikan dalam penyusunan bentuk, yaitu
keseimbangan formal (formal balance) dan keseimbangan informal (informal
balance) (Dharsono, 2009 : 83). Keseimbangan informal ini juga berkaitan
dengan desain pola penyusunan yang digunakan pada batik ini yaitu pola
penyusunan asimetris dengan struktur desain diagonal pada susunan
keseluruhannya, struktur desain sentral pada area Motif Kawung, serta struktur
desain horizontal pada area Motif Trembesi. Pada batik ini, keseimbangan
informal dapat tersusun melalui tata susun yang memiliki kesamaan pada

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

keseluruhan komponennya di tiap-tiap area motif dan kedinamisan yang muncul


akibat perpotongan area berbentuk diagonal pada bagian tengah kain batik. Pada
sisi kanan, jumlah, ukuran, warna, dan aspek lain dari komponen tidak sama
dengan komponen pada sisi kiri. Hal tersebut juga berlaku pada sisi atas dan
bawah. Keseimbangan ini dicapai dengan penataan masing-masing area motif
yang teratur dan pembagian area motif yang sama luas.

6. Penekanan
Berbeda dengan batik-batik sebelumnya, penekanan pada batik ini muncul
karena adanya aspek kelainan. Aspek tersebut adalah garis diagonal yang
memotong bagian tengah dan memisahkan antara area Motif Trembesi dengan
Motif Kawung. Pada dasarnya, batik pagi-sore memang difungsikan untuk dipakai
pada satu sisinya atau areanya pada waktu tertentu. Corak yang dipakai pada
waktu pagi hari akan berbeda dengan corak yang dipakai pada saat sore hari. Pada
saat kali pertama melihat batik ini, maka bagian pertama yang akan menarik
perhatian ialah perpotongan antara dua area corak pada batik. Hal tersebut
menyebabkan perpotongan tersebut menjadi daya tarik untuk mengamati motif
batik lebih lanjut. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Indrawati (2009: 53)
menyatakan bahwa empasis pada sebuah tata susun dapat dicapai melalui
penciptaan penekanan melalui perulangan, ukuran, kontras, susunan, dan
kelainan, sehingga menghasilkan daya tarik.

D. Visualisasi Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Bunga Teratai dan


Motif Gerbang Candi Badut I
1. Ragam Visualisasi
Visual Motif Trembesi pada batik ini agak berbeda dengan batik-batik
sebelumnya. Perbedaan tersebut terlihat pada Motif Daun Trembesi yang berukuran
kecil-kecil dan terpisah dengan tangkainya. Selain itu, arah Motif Daun Trembesi
pada batik ini lebih dinamis dalam penataannya. Ditinjau dari visualisasinya, Motif
Batik Trembesi Kombinasi Motif Bunga Teratai dan Motif Gerbang Candi Badut I
merupakan jenis motif non-geometris. Hal tersebut karena batik ini
menggambarkan tentang motif flora dan alam benda. Flora tersebut antara lain yaitu

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

daun trembesi dan bunga teratai. Sedangkan motif alam benda non-geometris pada
batik ini ialah Motif Gerbang Candi Badut. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Siswomiharjo (2011: 12) yang mengatakan bahwa motif non-geometris terdiri dari
flora, fauna, bangunan-bangunan, sayap dalam berbagai bentuk, dan benda-benda
alam.
Motif-motif pada batik ini telah mengalami proses stilasi atau penggayaan.
Motif hasil stilasi tersebut antara lain adalah Motif Daun Trembesi, Motif Bunga
Teratai, dan Motif Gerbang Candi Badut. Motif-motif tersebut mengalami
penggayaan sehingga pada visualnya dibuat berbagai variasi-variasi seperti
dilengkungkan tangkainya, diberi isen-isen, serta garis-garis lain yang dibuat
melengkung agar terlihat lebih indah dan menarik. Hal ini sejalan dengan pendapat
Maghfirah (2016:7) yang mengatakan bahwa stilasi adalah penggambaran bentuk
dengan cara menggayakan objek atau benda yang digambar, seperti yang banyak
digunakan pada stilasi penggambaran ornamen untuk motif batik, tatah sungging
dan lain sebagainya.
Motif utama yang terdapat pada batik ini adalah Motif Daun Trembesi dan
kumpulan dari Motif Gerbang Candi Badut, Motif Bunga Teratai tampak atas dan
samping. Batik ini secara keseluruhan menggambarkan tenatng ciri khas Kota
Malang. Motif Trembesi merupakan motif yang menggambarkan tentang ikon khas
Kota Malang yaitu berupa pohon heritage Kota Malang, Motif Bunga Teratai
merupakan salah satu ciri khas Kota Malang, dan Gerbang Candi Badut merupakan
representasi salah satu peninggalan sejarah yang ada di Malang yaitu Candi Badut.
Hal tersebut seperti pada pernyataan Wulandari (2011: 105) yang menyatakan
bahwa ornamen utama adalah suatu corak yang menentukan makna motif tersebut.
Batik ini memiliki motif pendukung berupa Motif Bunga Teratai yang dilihat dari
tampak samping. Motif-motif tersebut berfungsi untuk tambahan dan pengisi
bidang kosong di sela-sela Motif Daun Trembesi. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Susanto dalam Ratnawati (2011:16) yang menyatakan bahwa ornamen
pendukung atau ornamen tambahan tidak mempunyai arti dalam pembentukan
motif dan berfungsi sebagai pengisi bidang.
Selain itu, batik ini memiliki isen-isen berupa cecek-cecek dan galaran yang
terdapat pada Motif Bunga Teratai dan Motif Gerbang Candi Badut. Isen-isen

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

tersebut merupakan salah satu komponen untuk menggayakan dan memperindah


Motif Trembesi agar tidak terlihat kosong. Pernyataan tersebut sejalan dengan
pendapat Kartika (2007:36) yang menyatakan bahwa isen-isen adalah komponen
untuk memperindah pola secara keseluruhan baik ornamen pokok maupun ornamen
pengisi yang diberi isian berupa hiasan titik-titik, garis-garis, gabungan titik dan
garis. Pada batik ini, pola penyusunan yang digunakan adalah pola penyusunan
asimetris. Hal tersebut dikarenakan pada penyusunan Motif Daun Trembesi arahnya
tidak sama antara dua sisi baik kanan kiri maupun atas bawah. Motif Daun Trembesi
juga digambarkan lebih dinamis Sedangkan struktur desain pada batik ini
menggunakan struktur desain horizontal. Hal tersebut merujuk pada pendapat
Pujiyanto (2010: 29) yang menyatakan bahwa komposisi penyusunan motif batik
antara lain yaitu: vertikal, horizontal, diagonal, sentral (perpaduan vertikal dan
horisontal), dan sentral (perpaduan dua arah diagonal). Hal tersebut dikarenakan
pada penyusunannya, kumpulan Motif Bunga Teratai dan Motif Gerbang Candi
Badut dibuat berjajar dengan arah horizontal kanan ke kiri atau sebaliknya,
sedangkan Motif Daun Trembesi disusun dari kanan ke kiri.

2. Visualisasi Estetik
a. Unsur
1. Cecekan/Titik

Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Teratai dan Motif Gerbang Candi
Badut I memiliki cecekan sebagai isen-isen motifnya. Motif yang terdapat cecekan
tersebut yaitu terdapat pada Motif Bunga Teratai tampak atas dan tampak samping,
tepatnya pada bagian kelopak motifnya. Pada tiap kelopaknya, terdapat cecekan
yang memenuhi bagian kelopak dengan penataan yang acak. Cecekan digambarkan
dengan titik-titik yang sangat kecil dengan jumlah yang banyak. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat yang menyatakan bahwa suatu bentuk disebut sebagai titik karena
ukurannya yang sangat kecil dan merupakan hasil sentuhan tanpa pergeseran dari
suatu alat tulis (Sanyoto,2010 :84). Selain cecekan yang berdiri sendiri, Motif
Batik Trembesi Kombinasi Motif Bunga Teratai dan Motif Gerbang Candi Badut I
juga memiliki unsur titik sebagai unsur utama pembentuk garis atau klowongan

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

pada motif. Motif tersebut antara lain seperti motif utama yaitu Motif Daun
Trembesi Motif Bunga Teratai,Motif Gerbang Candi Badut I serta motif pendukung
yaitu Motif Bunga Teratai tampak samping. Karena seperti yang diketahui, dalam
satu susunan maupun bagian yang lebih kecil pada karya seni maupun batik,
terdapat satu hal yang mendasar dimana merupakan unsur pokok dan dasar
pembentuk unsur lain seperti garis yang lebih lanjut. Hal tersebut sejalan dengan
pandapat Indrawati (2009: 18) yang menyatakan bahwa jika titik/noktah/spot
tersebut kita buat ulang lebih dari dua, maka terkesan sebagai titik yang bergerak
sehingga lintasannya dapat kita rasakan sebagai garis.

2. Klowongan/Garis
Unsur klowongan pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Bunga
Teratai dan Motif Gerbang Candi Badut I ini merupakan unsur pembentuk motif,
baik motif utama, motif pendukung, maupun bagian isen-isen. Klowongan pada
motif batik ini berbentuk garis dengan jenis garis nyata non-geometris yang
dinamis dan garis nyata geometris. Hal tersebut merujuk pada pendapat Indrawati
(2009: 35) yang mengatakan bahwa garis nyata teridentifikasi sebagai garis
kaligrafi dan garis geometris, sedangkan garis semu teridentifikasi sebagai garis
struktural dan garis pengikat/imajiner. Garis non-geometris pada batik ini
berbentuk garis lengkungan dengan berbagai variasi bentuk dan ukuran. Pada
motif utama yaitu Motif Trembesi, garis penyusunnya merupakan jenis garis
nyata non-geometris dengan penggambaran yang melengkung, bercabang yang
terputus-putus dan ukuran garis yang tidak terlalu panjang. Pada bagian daunnya,
klowongan digambarkan dengan teknik blok atau penutupan malam untuk
mencapai bentuk oval dengan ukuran yang kecil-kecil. Pada motif utama lain
yaitu Motif Bunga Teratai, klowongan digambarkan dalam garis nyata non-
geometris yang melengkung membentuk outline motif bunga teratai dan garis
nyata geometris yang membentuk isen-isen galaran pada bagian dalam kelopak
motif. Pada Motif Gerbang Candi Badut juga terbentuk dari garis nyata non
geometris dimana garis tersebut merupakan stilasi dari objek bangunan gerbang
candi sehingga penggambarannya dibuat melengkung-lengkung menjadi ornamen.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Selain itu, pada motif ini juga terbentuk garis nyata geometris dimana berfungsi
sebagai isen-isen galaran pada bagian tiang motif.
Selain motif utama, pada motif pendukung yaitu Motif Bunga Teratai
tampak samping tersusun dari garis nyata non-geometris yang membentuk motif
bunga dan garis nyata geometris lurus yang berfungsi sebagai isen-isen galaran
pada bagian dalam kelopak motifnya. Klowongan pada batik ini memiliki
ketebalan yang tidak sama antara motif satu dengan yang lainnya. Hal tersebut
dikarenakan pada pembuatannya, motif pada batik ini menggunakan teknik
canting sehingga terdapat beberapa garis yang lebih tebal atau tipis daripada garis
yang lain.

3. Bidang
Seperti pada batik sebelumnya, Bidang pada Motif Batik Trembesi
Kombinasi Motif Bunga Teratai dan Motif Gerbang Candi Badut I terbentuk
melalui gabungan atau susunan garis berupa klowongan, kemudian garis-garis
yang telah tergabung tersebut membentuk suatu bidang datar dua dimensi. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Sanyoto ( 2009: 103) yang menyatakan jika garis
digerakkan memutar dan kembali lagi bertemu dengan dirinya pada titik awalnya,
akan menghasilkan bidang yang merupakan bentuk berdimensi panjang dan lebar
serta menutup permukaan dan jika garis tersebut dibuat patah-patah akan
menghasilkan segitiga, segiempat, bentuk bintang sebagainya.
Bidang pada batik ini juga merupakan bentuk utama dari motif utama dan
pendukung yang ada dalam batik ini. Bidang motif utama pada batik ini
merupakan campuran antara bidang non-geometris dan bidang geometris dimana
bidang non-geometris mendominasi sebagian besar motif pada batik ini. Motif
tersebut antara lain seperti Motif Daun Trembesi, Motif Bunga Teratai tampak
atas dan tampak samping, serta Motif Gerbang Candi Badut.
Pada Motif Daun Teratai, terbentuk bidang menyerupai bidang oval
dengan bentuk yang sangat kecil dengan jumlah yang sangat banyak dikarenakan
adanya pengeblokan malam pada kain yang membentuk motif tersebut. Selain itu,
pada bidang motif penunjang seperti Motif Bunga Teratai tampak samping
merupakan bidang non-geometris namun berbentuk lengkungan yang tersusun

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

rapi dan indah membentuk motif bunga tersebut.. Sedangkan pada Motif Gerbang
Candi Badut, terbentuk bidang menyerupai bentuk persegi panjang bersusun
karena adanya pengisian isen-isen galaran pada bagian tiang motif.

4. Ruang
Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Bunga Teratai dan Motif Gerbang
Candi Badut I memiliki ruang yang ditimbulkan dari efek warna yang diterapkan.
Seperti yang diketahui, kesan ruang pada batik dapat diciptakan dengan
pengolahan unsur-unsur kerupaan lainnya, seperti perbedaan intensitas warna,
terang-gelap, atau menggunakan teknik menggambar perspektif. Pada batik ini,
kesan ruang kedua pada batik ini ditimbulkan dari perbedaan unsur warna yang
digunakan. Dari keterangan tersebut, dapat diketahui jika ruang pada batik ini
merupakan ruang semu yang muncul pada produk dua dimensi yang mana
ditimbulkan oleh wujud rupa berupa unsur-unsur seperti motif utama, motif
pendukung, maupun isen-isen dan warna. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Sanyoto (2009: 93) yang mengatakan bahwa gempal atau ruang merupakan
wujud, rupa, bangun, atau gambaran tentang apa saja yang ada di alam termasuk
karya seni atau desain yang dapat disederhanakan menjadi titik, garis, dan bidang.
Berdasarkan visualisasinya, batik ini hanya menggunakan dua warna yaitu
hitam dan putih. Seperti yang diketahui jika warna putih lebih terang daripada
warna hitam. Dari hal tersebut, nampak efek ruang atau kedalaman yang lebih
dalam pada warna hitam. Warna hitam pada latar kain batik nampak lebih dalam
daripada warna putih. Sehingga ketika diamati, warna hitam terkesan lebih jauh
daripada warna putih atau garis motif terkesan lebih dekat daripada bagian latar
dan isi motif. Ketika dilihat, Motif yang memiliki warna dengan warna cerah yaitu
terdapat pada Motif daun Trembesi, serta kumpulan Motif Bunga Teratai tampak
atas dan samping dengan Motif Gerbang Candi Badut. Dari hal tersebut nampak
jika motif-motif tersebut terkesan lebih dekat dari komponen yang lain. Kumpulan
Motif Bunga Teratai tampak atas dan samping dengan Motif Gerbang Candi
Badut nampak lebih dekat daripada Motif Daun Trembesi dikarenakan ukurannya
yang lebih besar dan penggunaan warna putih yang lebih banyak daipada Motif
Daun Trembesi.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

5. Warna
Dilihat dari visualisasinya, batik ini menggunakan dua warna yaitu hitam
dan putih. Dalam penggambarannya, warna hitam mendominasi sebagian besar
dari batik ini termasuk dalam warna latar dan warna isi motif, sedangkan warna
putih pada batik ini terdapat pada keseluruhan garis motif pada kain. Berdasarkan
teori warna, hitam bukanlah termasuk warna dan tidak ada dalam lingkaran warna
pigmen. Hal tersebut dikarenakan hitam muncul karena ketiadaan cahaya. Warna
benda nyata merupakan hasil dari pigmen atau molekul. Sedangkan pada batik
ini, warna hitam hadir karena adanya molekul zat pewarna pada remazol. Dari hal
tersebut, hitam pada batik ini termasuk ke dalam warna. Warna yang lain pada
batik ini ialah warna putih. Warna putih pada garis motif muncul sebagai hasil
drai proses pelorotan kain dari malam batik. Dalam teori warna, putih termasuk ke
dalam warna dikarenakan putih dihasilkan dari semua spektrum warna dan dapat
memantulkan semua warna dari spektrum cahaya yang dapat dilihat mata.
Pemberian warna pada batik ini sangat penting dengan tujuan menarik apresiator
untuk mengamati visual yang lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Sony Kartika (
2007 :76) yang menyatakan demikian eratnya hubungan warna dengan kehidupan
manusia, maka warna mempunyai peranan yang sangat penting. Warna tersebut
dapat kita nikmati melalui indra penglihatan.
Warna yang terdapat pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Bunga
Teratai dan Motif Gerbang Candi Badut I menggunakan warna-warna dengan
karakter gelap, dalam, terang, formal, lembut, simple, dan hormat. Warna tersebut
antara lain yaitu warna hitam dan putih. Warna hitam dengan karakter gelap,
dalam dan formal terdapat pada seluruh latar belakang dan isi dari dari
keseluruhan pada motif batik ini. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanyoto (2009:
46) yang mengatakan bahwa hitam adalah warna tergelap. Warna hitam
menggambarkan kekuatan, kedalaman, kegelapan, formalitas, dan keanggunan.
Selain itu, pada garis-garis motifnya terdapat warna putih yang menggambarkan
karakter lembut, terang, hormat, dan kesederhanaan dimana sesuai dengan
pendapat Sunyoto (2009: 46) yang menyatakan bahwa warna putih
melambangkan cahaya, kesucian, kekanak-kanakan, kejujuran, ketulusan,

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

kedamaian, ketentraman, kebenaran, kesopanan, keadaan tak bersalah, kehalusan,


kelembutan, kewanitaan, kebersihan, simple, kehormatan.Warna putih ini terdapat
pada keseluruhan garis motif pada batik ini.

b. Prinsip
1. Kesatuan
Pada batik ini, kesatuan terbentuk dari beberapa aspek. Kesatuan pada
batik ini terbentuk melalui hubungan antar motif utama berupa: Motif Daun
Trembesi, Motif Bunga Teratai tampak atas dan samping, serta Motif Gerbang
Candi Badut; motif pendukung berupa Motif Bunga teratai tampak samping; isen-
isen; warna hitam dan putih; serta unsur-unsur lain yang bersatu padu membentuk
suatu komposisi yang indah. Menurut Sanyoto (2009: 213) prinsip kesatuan
sesungguhnyai ialah adanya saling hubungan antar semua elemen yang disusun
dalam sebuah karya. Unsur-unsur tersebut bersifat dinamis tetapi saling
mendukung, saling membutuhkan, dan saling terkait satu sama lain. Selain itu,
kesatuan pada batik ini terbentuk dari pendekataan kesamaan-kesamaan bentuk
motif utama seperti Motif Daun Teratai, keterikatan, keterkaitan, dan kerapatan
antar komponen motif utama maupun motif pendukung Motif Batik Trembesi
Kombinasi Motif Bunga Teratai dan Motif Gerbang Candi Badut I.

2. Keselarasan
Keselarasan pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Bunga Teratai
dan Motif Gerbang Candi Badut I ditunjukkan dari berbagai kesamaan yang
ditunjukkan berbagai komponen yaitu pada bentuk motif utama seperti kesamaan
bentuk Motif Daun Trembesi, Motif Bunga Teratai tampak atas dan samping serta
Motif Gerbang Candi Badut, kemudian motif pendukung seperti Motif Bunga
Teratai tampak samping, isen-isen, dan warna. Komponen lain yang memiliki
kesamaan yaitu warna putih yang sama di setiap garis motifnya dan warna hitam
pada setiap latar dan isi motifnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Indrawati
(2009: 41) bahwa keselarasan/keserasian dapat dicapai dengan memperbanyak
kesamaan dan kemiripan pada media estetik yang dimanfaatkan dalam suatu
organisasi visual. Selain itu, batik ini juga memiliki kesamaan bentuk, ukuran, dan

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

warna antara motif satu dengan yang lain. Hal tersebut dapat diketahui dari motif
utama seperti Motif Daun Trembesi, Motif Bunga Teratai tampak atas dan
samping serta Motif Gerbang Candi Badut, kemudian motif pendukung seperti
Motif Bunga Teratai tampak samping, isen-isen, dan warna yang mengalami
perulangan.

3. Kesebandingan
Kesebandingan pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Bunga
Teratai dan Motif Gerbang Candi Badut I dicapai melalui ukuran Motif Daun
Trembesi, dan kumpulan antara Motif Bunga Teratai dengan Motif Gerbang
Candi Badut sebagai motif utama lebih besar ukurannya daripada motif
pendukungnya yaitu Motif Bunga Teratai tampak samping. Kesebandingan juga
terbentuk dari jumlah motif utama yang lebih banyak daripada motif pendukung
serta banyaknya persamaan bentuk dari motif utama maupun pendukung. Dari hal
tersebut, motif-motif tersebut ditata hingga membentuk kesebandingan. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Indrawati (2009:52) yang menyatakan bahwa
kesebandingan pada sebuah tata susun dapat dicapai dengan menciptakan
perimbangan pada susunan, ukuran, persamaan, jumlah dan hubungan antara
bagian-bagian atau media estetik yang ditata.

4. Ritme/Irama
Ritme atau irama pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Bunga
Trembesi Kombinasi Motif Bunga Teratai dan Gerbang Candi Badut I terbentuk
melalui komposisi motif-motif yang ditata dan disusun. Pada Motif Daun
Trembesi, motif disusun berjajar menghadap ke kiri, sedang penataannya saling
berjejer dari bagian kanan ke arah kiri, atas, dan bawah. Dari hal tersebut, muncul
efek gerak dari arah kanan ke kiri kemudian ke atas dan ke bawah. Motif lain
yaitu kumpulan dari motif Bunga Teratai dan Motif Gerbang Candi Badut yang
disusun dari kiri ke kanan atau sebaliknya dengan jarak antar motif yang sama
sehingga timbul efek gerak horizontal. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Indrawati (2009: 48) yang menyatakan bahwa ritme/irama terasa karena
penciptaan perulangan yang menyebabkan terjadinya efek gerak.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

5. Keseimbangan
Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Bunga Teratai dan Motif Gerbang
Candi Badut I memiliki keseimbangan informal. Keseimbangan informal ini
juga berkaitan dengan desain pola penyusunan yang digunakan pada batik ini
yaitu pola penyusunan asimetris dengan struktur desain. Pada batik ini,
keseimbangan informal dapat terbangun melalui tata susun Motif Daun Trembesi
yang dinamis, luwes, dan cenderung lebih bebas. Selain penantaan yang dinamis,
keseimbangan pada batik ini diimbangi dengan penataan motif dengan model
statis yaitu penataan kumpulan Motif Bunga Teratai dan Motif Gerbang Candi
Badut yang disusun secara hoizontal dengan interval yang sama pada antar
motifnya. Keseimbangan pada motif ini ditentukan oleh kehadiran semua unsur
batik dimana hal tersebut sejalan dengan pendapat yang menyatakan bahwa bobot
visual ditentukan oleh ukuran, wujud, warna, tekstur, dan kehadiran semua unsur
dipertimbangkan dan memperhatikan dalam penyusunan bentuk, yaitu
keseimbangan formal (formal balance) dan keseimbangan informal (informal
balance) (Dharsono, 2009 : 83).

6. Penekanan
Pada batik ini, penekanan terjadi karena ukuran motif yang lebih besar dari
motif lainnya. Aspek tersebut terdapat dalam kumpulan Motif Bunga Teratai
tampak atas, tampak samping, dan Motif Gerbang Candi Badut. Sekilas ketika
melihat batik ini, kumpulan batik tersebut terlihat seperti satu motif yang besar
dan bergerombol. Motif-motif tersebut dibuat dengan susunan yang melingkar.
Pada saat kali pertama melihat batik ini, maka bagian pertama yang akan menarik
perhatian ialah kumpulan motif tersebut. Hal itulah menyebabkan kumpulan
motif tersebut menjadi daya tarik untuk mengamati motif batik yang lain lebih
lanjut. Hal ini sejalan dengan pendapat Indrawati (2009: 53) menyatakan bahwa
empasis pada sebuah tata susun dapat dicapai melalui penciptaan penekanan
melalui perulangan, ukuran, kontras, susunan, dan kelainan, sehingga
menghasilkan daya tarik.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

E. Visualisasi Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Bunga Teratai dan


Motif Gerbang Candi Badut II
1. Ragam Visualisasi
Visual Motif Trembesi pada batik ini agak berbeda dengan batik-batik
sebelumnya tetapi hampir sama dengan Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif
Bunga Teratai dan Motif Gerbang Candi Badut I. Perbedaan tersebut terlihat pada
Motif Daun Trembesi yang tangkainya merambat panjang, tersambung dari pangkal
hingga ke ujung, serta mempunyai daerah warna hitam di tepi motifnya yang
dibatasi oleh outline. Selain itu, terdapat banyak variasi berbagai motif yang
diangkat dari ikon Kota Malang. Ditinjau dari visualisasinya, Motif Batik Trembesi
Kombinasi Motif Bunga Teratai dan Motif Gerbang Candi Badut I merupakan jenis
motif non-geometris. Hal tersebut karena batik ini menggambarkan tentang motif
flora dan alam benda. Flora tersebut antara lain yaitu daun trembesi dan bunga
teratai. Sedangkan motif alam benda non-geometris pada batik ini ialah Motif
Gerbang Candi Badut dan Motif Topeng Malangan. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Siswomiharjo (2011: 12) yang mengatakan bahwa motif non-geometris
terdiri dari flora, fauna, bangunan-bangunan, sayap dalam berbagai bentuk, dan
benda-benda alam.
Motif-motif pada batik ini telah mengalami proses stilasi atau penggayaan.
Motif hasil stilasi tersebut antara lain adalah Motif Daun Trembesi, Motif Bunga
Teratai, Motif Topeng Malangan, Motif Gerbang Candi Badut, Motif Daun dan
Bunga Trembesi, serta Motif Bunga Trembesi Separuh. Motif-motif tersebut
mengalami penggayaan sehingga pada visualnya dibuat berbagai variasi-variasi
seperti Motif Daun Trembesi yang dilengkungkan, disambungkan, dan
dipanjangkan tangkainya, Motif Bunga Teratai yang diberi isen-isen, serta garis
Motif Topeng Malangan dan Motif Gerbang Candi Badut yang dibuat melengkung.
Penggayaan tersebut bertujuan agar motif terlihat lebih indah dan menarik. Hal ini
sejalan dengan pendapat Maghfirah (2016:7) yang mengatakan bahwa stilasi adalah
penggambaran bentuk dengan cara menggayakan objek atau benda yang digambar,
seperti yang banyak digunakan pada stilasi penggambaran ornamen untuk motif
batik, tatah sungging dan lain sebagainya.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Motif utama yang terdapat pada batik ini adalah Motif Daun Trembesi dan
kumpulan dari Motif Gerbang Candi Badut serta Motif Bunga Teratai tampak atas
dan samping. Batik ini secara keseluruhan menggambarkan tentang ciri khas Kota
Malang. Motif Daun Trembesi merupakan motif yang menggambarkan tentang
ikon khas Kota Malang yaitu berupa pohon heritage Kota Malang, Motif Bunga
Teratai merupakan salah satu ciri khas Kota Malang, dan Gerbang Candi Badut
merupakan representasi salah satu peninggalan sejarah yang ada di Malang yaitu
Candi Badut. Hal tersebut seperti pada pernyataan Wulandari (2011: 105) yang
menyatakan bahwa ornamen utama adalah suatu corak yang menentukan makna
motif tersebut. Batik ini memiliki motif pendukung berupa Motif Topeng
Malangan. Motif-motif tersebut berfungsi untuk tambahan dan pengisi bidang
kosong di sela-sela Motif Daun Trembesi. Selain itu, terdapat motif tambahan lain
berupa Motif Daun dan Bunga Trembesi serta Motif Bunga Trembesi Separuh.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Susanto dalam Ratnawati (2011:16) yang
menyatakan bahwa ornamen pendukung atau ornamen tambahan tidak mempunyai
arti dalam pembentukan motif dan berfungsi sebagai pengisi bidang.
Selain itu, batik ini memiliki isen-isen berupa cecek-cecek, sawut, cecek
sawut dan galaran yang terdapat pada Motif Bunga Teratai. Isen-isen tersebut
merupakan salah satu komponen untuk menggayakan dan memperindah Motif
Bunga Trembesi agar tidak terlihat kosong pada motif-motifnya. Pernyataan
tersebut sejalan dengan pendapat Kartika (2007:36) yang menyatakan bahwa isen-
isen adalah komponen untuk memperindah pola secara keseluruhan baik ornamen
pokok maupun ornamen pengisi yang diberi isian berupa hiasan titik-titik, garis-
garis, gabungan titik dan garis. Pada batik ini, pola penyusunan yang digunakan
adalah pola penyusunan asimetris. Hal tersebut dikarenakan pada penyusunan
Motif Daun Trembesi arahnya tidak sama antara dua sisi baik kanan kiri maupun
atas bawah. Motif Daun Trembesi juga digambarkan lebih dinamis. Sedangkan
struktur desain pada batik ini menggunakan struktur desain horizontal. Hal tersebut
merujuk pada pendapat Pujiyanto (2010: 29) yang menyatakan bahwa komposisi
penyusunan motif batik antara lain yaitu: vertikal, horizontal, diagonal, sentral
(perpaduan vertikal dan horisontal), dan sentral (perpaduan dua arah diagonal). Hal
tersebut dikarenakan pada penyusunannya, Motif Daun Trembesi disusun dari arah

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

kanan ke kiri sedangkan kumpulan Motif Gerbang Candi Badut dan Motif Bunga
Teratai dibuat berjajar dengan arah horizontal kanan ke kiri atau sebaliknya.

2. Visualisasi Estetik
a. Unsur
1. Cecekan/Titik
Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Teratai dan Motif Gerbang Candi
Badut II memiliki cecekan sebagai isen-isen motifnya. Motif yang terdapat
cecekan tersebut yaitu terdapat pada Motif Bunga Teratai tampak samping, Motif
Bunga Trembesi Separuh, dan pada Motif Gerbang Candi Badut. Pada Motif
Bunga Teratai tampak samping, cecekan berjajar pada pinggir kelopak motif
bagian bawah dengan susunan mengikuti outline bagian bawah. Pada motif Bunga
Trembesi Separuh, cecekan digambarkan sebagai isen-isen cecek sawut dan
terdapat pada bagian paling dalam motif sedangkan pada Motif Gerbang Candi
Badut, cecekan terdapat pada bagian atas motif dengan jumlah dua titik pada tiap
motifnya. Cecekan pada batik ini dibuat dengan cara menitikkan malam pada kain
sehingga muncul titik-titik yang berukuran sangat kecil. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat yang menyatakan bahwa suatu bentuk disebut sebagai titik
karena ukurannya yang sangat kecil dan merupakan hasil sentuhan tanpa
pergeseran dari suatu alat tulis (Sanyoto,2010 :84).

Selain cecekan yang berdiri sendiri, Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif
Bunga Teratai dan Motif Gerbang Candi Badut II juga memiliki unsur titik sebagai
unsur utama pembentuk garis atau klowongan pada motif. Motif tersebut antara lain
seperti motif utama yaitu Motif Daun Trembesi, Motif Bunga Teratai, Motif
Gerbang Candi Badut serta motif pendukung yaitu Motif Topeng Malangan. Hal
tersebut sejalan dengan pandapat Indrawati (2009: 18) yang menyatakan bahwa jika
titik/noktah/spot tersebut kita buat ulang lebih dari dua, maka terkesan sebagai titik
yang bergerak sehingga lintasannya dapat kita rasakan sebagai garis. Karena seperti
yang diketahui, dalam satu susunan maupun bagian yang lebih kecil pada karya seni
maupun batik, terdapat satu hal yang mendasar dimana merupakan unsur pokok dan
dasar pembentuk unsur lain yang lebih lanjut.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

2. Klowongan/Garis
Unsur klowongan pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Bunga
Teratai dan Motif Gerbang Candi Badut II ini merupakan unsur pembentuk motif,
baik motif utama, motif pendukung, maupun bagian isen-isen. Klowongan pada
motif batik ini berbentuk garis dengan jenis garis nyata non-geometris yang
dinamis dan garis nyata geometris. Hal tersebut merujuk pada pendapat Indrawati
(2009: 35) yang mengatakan bahwa garis nyata teridentifikasi sebagai garis
kaligrafi dan garis geometris, sedangkan garis semu teridentifikasi sebagai garis
struktural dan garis pengikat/imajiner. Garis nyata non-geometris pada batik ini
berbentuk garis lengkungan dengan berbagai variasi bentuk dan ukuran. Pada
motif utama yaitu Motif Daun Trembesi, garis penyusunnya merupakan jenis
garis nyata non-geometris dengan penggambaran yang melengkung, bercabang,
memanjang dengan arah dari kanan ke kiri. Pada bagian daunnya, klowongan
digambarkan dengan teknik blok atau penutupan malam untuk mencapai bentuk
oval dengan ukuran yang kecil-kecil. Klowongan pada batik ini juga nampak jelas
pada bagian luar dari Motif Daun Tembesi dimana di luar Motif tersebut diberikan
garis yang melengkung-lengkung semacam garis pada gambar awan. Garis
tersebut memenuhi dan menutup bagian luar Motif Daun Trembesi serta
membatasi dari warna latar. Pada motif utama lain yaitu Motif Bunga Teratai,
klowongan digambarkan dalam garis nyata non-geometris yang melengkung
membentuk outline motif bunga teratai dan garis nyata geometris yang
membentuk isen-isen galaran pada bagian dalam kelopak motif. Pada Motif
Gerbang Candi Badut juga terbentuk dari garis nyata non geometris dimana garis
tersebut merupakan stilasi dari objek bangunan gerbang candi sehingga
penggambarannya dibuat melengkung-lengkung menjadi ornamen. Selain itu,
pada motif ini juga terbentuk garis nyata geometris dimana berfungsi sebagai
isen-isen galaran pada bagian tiang motif.
Selain motif utama, pada motif pendukung yaitu Motif Topeng Malangan
tampak samping tersusun dari garis nyata non-geometris yang membentuk motif
topeng. Garis-garis tersebut nampak kurang rapi karena antara satu motif dengan
motif yang lain pola garisnya tidak sama. Klowongan pada keseluruhan motif
pada batik ini memiliki ketebalan yang tidak sama antara motif satu dengan yang

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

lainnya. Hal tersebut dikarenakan pada pembuatannya, motif pada batik ini
menggunakan teknik canting sehingga terdapat beberapa garis yang lebih tebal
atau tipis daripada garis yang lain.

3. Bidang
Seperti pada batik sebelumnya, Bidang pada Motif Batik Trembesi
Kombinasi Motif Bunga Teratai dan Motif Gerbang Candi Badut II terbentuk
melalui gabungan atau susunan garis berupa klowongan, kemudian garis-garis
yang telah tergabung tersebut membentuk suatu bidang datar dua dimensi. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Sanyoto ( 2009: 103) yang menyatakan jika garis
digerakkan memutar dan kembali lagi bertemu dengan dirinya pada titik awalnya,
akan menghasilkan bidang yang merupakan bentuk berdimensi panjang dan lebar
serta menutup permukaan dan jika garis tersebut dibuat patah-patah akan
menghasilkan segitiga, segiempat, bentuk bintang sebagainya. Bidang pada
batik ini juga merupakan bentuk utama dari motif utama dan pendukung yang ada
dalam batik ini. Bidang motif utama pada batik ini merupakan campuran antara
bidang non-geometris dan bidang geometris dimana bidang non-geometris
mendominasi sebagian besar motif pada batik ini. Motif tersebut antara lain
seperti Motif Daun Trembesi, Motif Bunga Teratai tampak atas dan tampak
samping, serta Motif Gerbang Candi Badut.
Pada Motif Bunga Teratai nampak atas, terbentuk bidang menyerupai
lingkaran pada bagian pusat motif. Pusat tersebut dikelilingi oleh bentuk-bentuk
hasil stilasi dari bunga teratai. Pada Motif DaunTrembesi, terbentuk bidang
menyerupai bidang oval dengan bentuk yang sangat kecil dengan jumlah yang
sangat banyak dan menjalar dikarenakan adanya pengeblokan malam pada kain
yang membentuk motif tersebut. Selain itu, pada bidang motif penunjang seperti
Motif Topeng Malangan merupakan bidang non-geometris namun berbentuk
lengkungan yang tersusun rapi dan indah membentuk motif bunga tersebut.
Sedangkan pada Motif Gerbang Candi Badut, terbentuk bidang menyerupai
bentuk persegi panjang bersusun karena adanya pengisian isen-isen galaran pada
bagian tiang motif.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

4. Ruang
Seperti pada keseluruhan batik yang terdapat pada penelitian ini, ruang
pada batik ini merupakan ruang yang terbentuk dari semua unsur-unsur yang
nampak pada kain seperti motif, warna, isen-isen, pola penyusunan dan lain-lain.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sanyoto (2009: 93) yang mengatakan bahwa
gempal atau ruang merupakan wujud, rupa, bangun, atau gambaran tentang apa
saja yang ada di alam termasuk karya seni atau desain yang dapat disederhanakan
menjadi titik, garis, dan bidang. Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Bunga
Teratai dan Motif Gerbang Candi Badut II memiliki ruang yang ditimbulkan dari
efek warna yang diterapkan. Seperti yang diketahui, kesan ruang pada batik dapat
diciptakan dengan pengolahan unsur-unsur kerupaan lainnya, seperti perbedaan
intensitas warna, terang-gelap, atau menggunakan teknik menggambar perspektif.
Pada batik ini, kesan ruang kedua pada batik ini ditimbulkan dari perbedaan unsur
warna yang digunakan.
Berdasarkan visualisasinya, batik ini menggunakan beberapa warna yaitu
biru ultramarine, hitam, putih, merah, dan hijau. Seperti yang diketahui jika biru
ultramarine dan hitam lebih gelap dari warna lainnya. Dari hal tersebut, nampak
efek ruang atau kedalaman yang lebih dalam pada warna hitam dan biru
ultramarine daripada warna yang lainnya. Sehingga ketika diamati, warna hitam
terkesan paling jauh, disusul warna biru ultramarine, kemudian merah dan hijau,
dan yang terakhir adalah putih. Ketika dilihat, Motif yang memiliki warna dengan
warna cerah yaitu terdapat pada Motif daun Trembesi, kumpulan motif pada
bagian tepi kain, serta kumpulan Motif Bunga Teratai tampak atas dan samping
dengan Motif Gerbang Candi Badut. Dari hal tersebut nampak jika motif-motif
tersebut terkesan lebih dekat dari komponen yang lain.

5. Warna
Berdasarkan visualisasinya, batik ini menggunakan beberapa warna antara
lain biru ultramarine, hijau, merah, dan hitam. Warna biru ultramarine tersebut
merupakan warna latar utama dan warna pada isi Motif Topeng Malangan. Warna
biru ultramarine merupakan pada batik ini termasuk ke dalam warna sekunder
yang berada pada dimensi hue. Warna tersebut berada pada dimensi hue

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

dikarenakan warna biru ultramarine tersebut memiliki identitas atau karakter yang
membedakan dengan warna lain, sedangkan berada pada tingkatan sekunder
dikarenakan biru ultramarine merupakan warna biru dengan percampuran sedikit
warna primer lain dengan perbandingan warna biru yang paling dominan. Warna
lain dari batik ini yaitu warna putih dimana pada batik ini terdapat pada
keseluruhan garis dari Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Bunga Teratai dan
Motif Gerbang Candi Badut II. Warna putih tersebut muncul akibat dari pelorotan
kain dari malam yang dicap. Warna selanjutnya pada batik ini yaitu warna hitam
dimana terdapat pada bagian area luar Motif Daun Trembesi. Warna tersebut
dibatasi dengan outline yang berbentuk lengkung-lengkung seperti awan dengan
garis memanjang dan merambat. Pemberian warna pada batik ini sangat penting
dikarenakan dari unsur warna seseorang akan lebih tertarik untuk mengamati
visual dari batik tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Sony Kartika ( 2007
:76) yang menyatakan demikian eratnya hubungan warna dengan kehidupan
manusia, maka warna mempunyai peranan yang sangat penting. Warna tersebut
dapat kita nikmati melalui indra penglihatan.
Selain warna-warna tersebut, batik ini juga mempunyai sedikit warna
merah dan warna hijau. Warna merah ini terdapat pada kelopak Motif Bunga
Trembesi tampak samping dan isi Motif Bunga Trembesi tampak atas. Warna
merah pada batik ini termasuk ke dalam warna primer yang berada pada dimensi
hue sedangkan warna hijau pada batik ini termasuk ke dalam warna intermediete
yang berada pada dimensi hue. Warna hijau pada batik ini dikatakan intermediete
dikarenakan warna tersebut memiliki warna hijau kekuningan dengan
perbandingan lebih banyak warna hijau (venom green).
Warna yang terdapat pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Bunga
Teratai dan Motif Gerbang Candi Badut II menggunakan warna-warna dengan
karakter dingin, sendu, tenang, berani, segar, dan dalam. Warna tersebut antara
lain yaitu warna biru ultramarine, putih, hitam, merah, dan hijau. Warna biru
ultramarine dengan karakter dingin, sendu, terkesan jauh dan mendalam terdapat
pada latar belakang kain, Motif Topeng Malangan, Motif Gerbang Candi Badut,
Motif Bunga Trembesi dan Motif Daun Trembesi pada sisi tepi. Hal ini sejalan
dengan pendapat Sanyoto (2009: 49) mengatakan bahwa ketika kita melihat warna

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

biru makan akan menimbulkan kesan dingin, tenang, dan luas. Selain itu, biru
juga memiliki mempunyai watak pasif, melankoli, sayu, sendu, terkesan jauh dan
mendalam. Selain itu, pada garis-garis motifnya terdapat warna putih yang
menggambarkan karakter lembut, terang, hormat, dan kesederhanaan dimana
sesuai dengan pendapat Sunyoto (2009: 46) yang menyatakan bahwa warna putih
melambangkan cahaya, kesucian, kekanak-kanakan, kejujuran, ketulusan,
kedamaian, ketentraman, kebenaran, kesopanan, keadaan tak bersalah, kehalusan,
kelembutan, kewanitaan, kebersihan, simple, kehormatan.Warna putih ini terdapat
pada keseluruhan garis motif pada batik ini. Selain warna-warna tersebut, batik ini
menggunakan sebagian kecil warna lain seperti warna hijau yang segar dan hidup
dimana terletak di bagian kelopak bawah Motif Bunga Teratai, warna merah
dengan karakter berani yang terletak pada bagian kelopak atas Motif Bunga
Teratai serta warna hitam yang menggambarkan kedalaman dimana terletak di
tepian motif utama kain.

b. Prinsip
a. Kesatuan
Pada Motif Batik Kombinasi Motif Bunga Teratai dan Motif Gerbang Cani
Badut II, kesatuan terbentuk dari beberapa aspek. Kesatuan pada batik ini
terbentuk melalui hubungan antar motif utama berupa: Motif Daun Trembesi,
Motif Bunga Teratai tampak atas dan samping, serta Motif Gerbang Candi Badut;
motif pendukung berupa Motif Topeng Malangan, Motif Daun dan Bunga
Trembesi, dan Motif Bunga Trembesi Separuh; isen-isen; warna biru ultramarine,
merah, hijau, hitam dan putih; serta unsur-unsur lain yang bersatu padu
membentuk suatu komposisi yang serasi. Menurut Sanyoto (2009: 213) prinsip
kesatuan sesungguhnyai ialah adanya saling hubungan antar semua elemen yang
disusun dalam sebuah karya. Unsur-unsur tersebut terutama Motif Daun
Trembesi bersifat dinamis tetapi saling mendukung, saling membutuhkan, dan
saling terkait satu sama lain. Selain itu, kesatuan pada batik ini terbentuk dari
pendekataan kesamaan-kesamaan bentuk motif utama, motif pendukung,
keterikatan, keterkaitan, dan kerapatan antar komponen motif.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

b. Keselarasan
Keselarasan pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Bunga Teratai
dan Motif Gerbang Candi Badut II ditunjukkan dari berbagai kesamaan yang
ditunjukkan berbagai komponen yaitu pada bentuk motif utama seperti kesamaan
bentuk daun pada Motif Daun Trembesi, kumpulan Motif Bunga Teratai tampak
atas, tampak samping, dan Gerbang Candi Badut, kemudian motif pendukung
seperti Motif Topeng Malangan, Motif Daun dan Bunga Trembesi, Motif Bunga
Trembesi Separuh, isen-isen, dan warnanya. Komponen lain yang memiliki
kesamaan yaitu warna putih yang sama di setiap garis motifnya, warna biru
ultramarine pada setiap latar dan isi Motif Topeng Malangan, warna hitam pada
setiap sisi luar Motif Daun Trembesi, serta warna hijau dan merah pada bagian
bawah kelopak Motif Bunga Teratai tampak samping. Hal ini sejalan dengan
pendapat Indrawati (2009: 41) bahwa keselarasan/keserasian dapat dicapai dengan
memperbanyak kesamaan dan kemiripan pada media estetik yang dimanfaatkan
dalam suatu organisasi visual.
Selain itu, batik ini juga memiliki kesamaan bentuk, ukuran, dan warna
antara motif satu dengan yang lain. Hal tersebut dapat diketahui dari Motif Daun
Trembesi, kumpulan Motif Bunga Teratai tampak atas, tampak samping, dan
Gerbang Candi Badut, kemudian motif pendukung seperti Motif Topeng
Malangan, Motif Daun dan Bunga Trembesi, Motif Bunga Trembesi Separuh,
isen-isen, dan warna-warnanya yang mengalami perulangan dengan jumlah yang
lebih dari satu.

c. Kesebandingan
Kesebandingan pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Bunga
Teratai dan Motif Gerbang Candi Badut II dicapai melalui ukuran Motif Daun
Trembesi, dan kumpulan antara Motif Bunga Teratai dengan Motif Gerbang
Candi Badut sebagai motif utama lebih besar ukurannya daripada motif
pendukungnya. Kesebandingan juga terbentuk dari jumlah motif utama yang lebih
banyak daripada motif pendukung serta banyaknya persamaan bentuk dari motif
utama maupun pendukung. Dari hal tersebut, motif-motif tersebut ditata hingga
membentuk kesebandingan dan perimbangan yang ideal. Hal tersebut sesuai

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

dengan pendapat Indrawati (2009:52) yang menyatakan bahwa kesebandingan


pada sebuah tata susun dapat dicapai dengan menciptakan perimbangan pada
susunan, ukuran, persamaan, jumlah dan hubungan antara bagian-bagian atau
media estetik yang ditata.

d. Ritme/Irama
Ritme atau irama pada Motif Batik Trembesi Kombinasi Motif Bunga
Trembesi Kombinasi Motif Bunga teratai dan Gerbang Candi Badut II terbentuk
melalui komposisi motif-motif yang ditata dan disusun. Ritme atau irama pada
batik ini terbentuk dari Motif Daun Trembesi yang digambarkan seperti merambat
dari kanan atas ke kiri bawah dengan ujung tangkai yang seakan meliuk,
memanjang, dan bercabang-cabang. Dari penggambaran tersebut, muncul efek
gerak dinamis dari kanan atas ke kiri bawah dan arah menuju ujung dari tangkai-
tangkai daun. Motif lain yaitu kumpulan dari motif Bunga Teratai dan Motif
Gerbang Candi Badut yang disusun dari kiri ke kanan atau sebaliknya dengan
jarak antar motif yang sama sehingga timbul efek gerak horizontal. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Indrawati (2009: 48) yang menyatakan bahwa
ritme/irama terasa karena penciptaan perulangan yang menyebabkan terjadinya
efek gerak.

e. Keseimbangan
Keseimbangan pada motif ini ditentukan oleh kehadiran semua unsur
batik dimana hal tersebut sejalan dengan pendapat yang menyatakan bahwa
bobot visual ditentukan oleh ukuran, wujud, warna, tekstur, dan kehadiran semua
unsur dipertimbangkan dan memperhatikan dalam penyusunan bentuk, yaitu
keseimbangan formal (formal balance) dan keseimbangan informal (informal
balance) (Dharsono, 2009 : 83). Sama dengan Motif Batik Trembesi Kombinasi
Motif Bunga Teratai dan Motif Gerbang Candi Badut I, batik ini juga memiliki
keseimbangan informal. Keseimbangan informal ini juga berkaitan dengan
desain pola penyusunan yang digunakan pada batik ini yaitu pola penyusunan
asimetris dengan struktur desain horizontal. Pada batik ini, keseimbangan
informal dapat tersusun melalui tata susun Motif Daun Trembesi yang sangat

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

dinamis, merambat, dan bebas tetapi cenderung hampir memenuhi seluruh space
kain. Hal tersebut diimbangi dengan penataan dari kumpulan Motif Bunga
Teratai dan Motif Gerbang Candi Badut yang statis dan tertata dengan jarak antar
motif yang sama. Keseimbangan ini dicapai dengan penataan masing-masing
motif yang teratur pada kumpulan Motif Bunga Teratai dan Motif Gerbang Candi
Badut dan penataan Motif Daun Trembesi yang dinamis.

f. Penekanan

Penekanan pada batik ini terbangun dari visual Motif Daun Trembesi dan
penciptaan area hitam yang dibatasi oleh outline pada sisi luar dari Motif Daun
Trembesi. Motif serta area hitam tersebut memberikan empasis atau daya tarik
dikarenakan area ini menjadi first impression pada saat dilakukan pengamatan.
Berdasarkan visualisasinya, Motif ini terlihat mencolok karena sangat penuh,
terlihat dominan, dan seperti semacam rangkaian sulur yang sangat besar. Pada saat
kali pertama melihat batik ini, maka bagian pertama yang akan menarik perhatian
ialah bagian tersebut. Hal itulah menyebabkan bagian tersebut menjadi daya tarik
untuk mengamati motif batik yang lain lebih lanjut. Hal ini tersebut sejalan dengan
pendapat Indrawati (2009: 53) menyatakan bahwa kevariasian/empasis pada sebuah
tata susun dapat dicapai melalui penciptaan penekanan melalui perulangan, ukuran,
kontras, susunan, dan kelainan, sehingga menghasilkan daya tarik.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa

Anda mungkin juga menyukai