Anda di halaman 1dari 43

Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kota Malang memiliki hasil kebudayaan yang khas salah satunya yaitu
Batik. Menurut Balai Pustaka dalam Wulandari (2011:2) batik merupakan kain
bergambar yang dibuat secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam
(lilin) pada kain, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu. Daerah
Malang memiliki batik yang disebut dengan Batik Malangan dimana memiliki ciri
khas yang nampak, yaitu seringkali mengangkat unsur daerah Malang sebagai
motifnya. Batik Malangan terdiri dari batik klasik hingga batik kreasi atau batik
modern Batik Malangan klasik biasa digunakan sebagai pakaian dalam perayaan
upacara adat yang diaplikasikan dalam bentuk udheng, sewek, dan sembong. Selain
batik klasik, Malang juga kaya akan batik modern dimana batik tersebut banyak
mengangkat tentang ikon khas Kota Malang seperti bunga teratai, Tugu Pemkot
Malang, Topeng Malang, candi-candi di Malang, dan lain sebagainya. Salah satu
contoh Batik Malangan yang terkenal di masyarakat adalah Batik Topeng Malangan
dimana batik tersebut merupakan motif yang diangkat dari kesenian Topeng
Malangan. Batik modern dengan motif Malangan umumnya sekarang menjadi
barang pakai seperti kain panjang, pakaian, dan aksesoris-aksesoris lainnya.
Kota Malang merupakan daerah yang memiliki banyak kekayaan alam dan
budaya dimana salah satunya yaitu kekayaan flora. Salah satu flora selain bunga
teratai yang menjadi ciri khas Kota Malang adalah trembesi. Trembesi sudah umum
di kalangan masyarakat Malang dan sekitarnya karena banyak ditemukan di daerah
Alun-alun Kota Malang. Pohon trembesi sangat berpotensi jika diangkat menjadi
motif atau ornamen, salah satunya bisa diterapkan pada kain batik.. Seperti
namanya, Batik Trembesi merupakan batik yang bermotifkan bagian-bagian dari
tumbuhan trembesi. Dari peluang tersebut, terdapat salah satu industri batik di Kota
Malang yang mengangkat pohon trembesi sebagai motif batik. Industri tersebut
ialah Soendari Batik And Art Gallery.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Soendari Batik and Art Gallery merupakan salah satu industri batik di
Malang yang memiliki keunikan tersendiri. Keunikan tersebut ditunjukkan dari
berbagai faktor seperti layanan yang ditawarkan, koleksi batik yang dimiliki,
hingga teknik pembuatan batik yang digunakan. Soendari Batik and Art Gallery
merupakan industri sekaligus galeri batik yang memiliki konsep Wastra Nusantara,
yaitu mengangkat batik dari berbagai daerah di Indonesia dengan jalan mengoleksi
batik tradisional dan memproduksi batik yang mengangkat tentang potensi-potensi
daerah. Selain itu, kegiatan dan fasilitas yang ditawarkan tidak hanya sebatas
kegiatan jual beli kain batik saja. Akan tetapi, Soendari Batik and Art Gallery juga
berfokus pada pelatihan-pelatihan membatik dan telah bekerjasama dengan
berbagai instansi pemerintah maupun instansi pendidikan. Dalam proses
produksinya, Soendari Batik and Art Gallery mengembangkan teknik laseman
remazol dimana teknik ini merupakan proses pewarnaan yang mana warna yang
telah digores malam panas bisa ditimpa dengan warna lain. Proses pewarnaan ini
diterapkan pada beberapa produk batik di Soendari Batik and Art Gallery, salah
satunya ialah Batik Trembesi.
Keunggulan dan perbedaan Motif Batik Trembesi ini dengan batik yang lain
yaitu motif ini merupakan satu-satunya motif yang dikeluarkan perdana oleh
Soendari Batik and Art Gallery karena sejauh ini belum ada industri lain yang
memproduksi batik dengan motif trembesi sebagai ikon khas Kota Malang.
Perbedaan dengan koleksi batik lain yang ada di galeri ini yaitu batik ini memiliki
kesan unik dan berbeda karena seringkali memunculkan ikon Kota Malang pada
visualnya. Berbeda dengan motif batik Malangan yang lain dimana seringkali hanya
menampilkan satu unsur ikon Kota Malang seperti Motif Bunga Teratai saja. Dari
hal tersebut, peneliti akhirnya tertarik untuk meneliti Motif Batik Trembesi yang
ada di Soendari Batik and Art Gallery. Kelima batik yang dipilih pada penelitian
ini juga merupakan produk batik yang paling banyak dibeli oleh pembeli daripada
seri Motif Batik Trembesi yang lain.

Eksistensi Batik Trembesi ini masih kurang dikenal oleh masyarakat luas
karena belum ada pemberian hak paten dari Pemerintah Kota Malang. Selain itu,

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

juga belum ada penelitian atau ulasan yang membahas tentang batik ini. Walaupun
demikian, Batik Trembesi sudah pernah tampil dalam beberapa kesempatan seperti
pada acara Malang Fashion Movement. Batik Trembesi juga telah menjadi
seragam resmi dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang dan akan
digunakan juga sebagai seragam Ikatan Pejabat Notaris Kota Malang. Penggagas
pertama motif Batik Trembesi ini ialah Satrya Paramanandana, yang sekaligus
menjadi pimpinan Soendari Batik and Art Gallery di Jalan PTP II Kota Malang.
Batik Trembesi ini oleh Satrya diatasnamakan sebagai batik milik yaitu motif ini
merupakan satu-satunya motif yang dikeluarkan perdana oleh Soendari Batik and
Art Gallery. Berdasarkan wawancara kepada narasumber Satrya Paramanandana
yang dilakukan pada saat observasi awal pada tanggal 22 Februari 2020, Batik
Trembesi ini menggambarkan tentang kekuatan dimana pohon ini telah menjadi
pohon pusaka di area Balaikota Malang. Selain itu, Batik Trembesi ini diangkat
menjadi motif karena pohon trembesi yang ada di Kota Malang ini telah menjadi
saksi tiga zaman yang terjadi Indonesia yaitu zaman kolonial Belanda, zaman
penjajahan Jepang, dan era kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia
tahun 1945. Sehingga dari hal tersebut, penting bagi peneliti untuk meneliti Motif
Batik Trembesi.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui lebih jauh mengenai
bagaimana ragam visualisasi dan visualisasi estetik Motif Batik Trembesi. Batik
dengan motif trembesi merupakan kekayaan budaya nusantara yang harus
dilestarikan dan dikenal baik melalui karya maupun tulisan sehingga Motif Batik
Trembesi dapat diketahui dan dikenal lebih luas khususnya oleh masyarakat
Malang. Oleh karena itu, penulis mengambil judul “Analisis Batik Trembesi karya
Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang” dengan mengambil lima sampel kain
batik untuk dianalisis visualnya. Penelitian ini bermanfaat di bidang pendidikan
seni rupa karena dapat menambah pengetahuan mengenai motif batik kreasi yang
mengangkat ikon khas di setiap daerah khususnya di Kota Malang dan bagaimana
visualisasinya. Penelitian ini bermanfaat untuk pendidikan seni rupa khususnya di
daerah Malang dan sekitarnya dimana supaya pendidik dan peserta didik berminat
untuk melestarikan Motif Trembesi sebagai ikon Kota Malang dan

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

mengembangkannya serta mau berinovasi untuk berkarya batik dengan sumber ide
budaya yang khas lainnya dari Kota Malang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, peneliti merumuskan
masalah dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana ragam visualisasi Motif Batik Trembesi karya Soendari Batik and
Art Gallery?
2. Bagaimana visualisasi estetik Motif Batik Trembesi karya Soendari Batik
and Art Gallery Malang?

C. Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup dan batasan penelitian yang berjudul “Analisis Batik
Trembesi karya Soendari Batik and Art Gallery Malang” adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1 Ruang Lingkup Penelitian
Variabel Sub Indikator Prosedur Objek/ Instrumen
Variabel Pengumpulan Responden
Data
Visualisasi Ragam Motif Utama a. Wawancara 5 produk Batik a. Lembar
Batik Visualisasi Motif Pendukung b. Observasi Trembesi dan wawancara
Trembesi Motif Isen-isen c. Dokumenta pimpinan b. Lembar
Batik Pola Penyusunan Soendari Batik
si observasi
Trembesi and Art
c. List
Gallery
Pertanyaan
Visualisasi Unsur Cecekan a. Observasi 5 produk Batik a. Lembar
Estetik Motif Klowongan b.Dokumentasi Trembesi dan Observasi
Motif Batik Batik c. Wawancara pimpinan b. Lembar
Bidang
Trembesi Soendari Batik Wawancara
Ruang
and Art c. List
Warna Gallery pertanyaan
Prinsip Kesatuan a. Observasi 5 produk Batik a. Lembar
Motif Keselarasan b.Dokumentasi Trembesi Observasi
Batik Kesebandingan
Ritme/Irama
Keseimbangan
Penekanan

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

D. Landasan Teori
1. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini menggunakan penelitian terdahulu untuk memudahkan
pengumpulan informasi mengenai penelitian sejenis, metode yang digunakan, dan
analisis data yang digunakan dalam penelitian sebelumnya. Penelitian terdahulu
berfungsi sebagai pembanding serta memberikan kontribusi berupa paparan teori-
teori terkait batik. Selain itu, penelitian terdahulu juga berfungsi untuk
menguatkan bahwa penelitian ini bukanlah hasil plagiasi dari penelitian terdahulu.
Penelitian-penelitian terdahulu yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai
berikut:
a. Analisis Motif Batik Manggur Kota Probolinggo
Penelitian “Analisis Motif Batik Manggur Kota Probolinggo” ini telah
dilaksanakan oleh Rian Permadi, alumni Mahasiswa Jurusan Seni Desain Prodi
Pendidikan Seni Rupa dan selesai pada tahun 2015 dimana penelitian ini
merupakan tugas skripsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis visual motif Batik Manggur Kota Probolinggo. Penelitian ini
dilatarbelakangi dari banyaknya buah mangga dan anggur di Probolinggo, akan
tetapi banyak masyarakat Probolinggo yang tidak mengetahui adanya batik yang
bermotif mangga dan anggur khas Kota Probolinggo itu sendiri.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini
menggunakan metode pengumpulan data antara lain yaitu observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dengan pengecekan keabsahan
temuan berupa perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, dan triangulasi.
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan hal-hal sebagai berikut:
1. Motif Batik Manggur yang diteliti antara lain Motif Daun Mangga, Motif
Melati Manggur, Motif Manggur Seribu Taman, Motif Sulur Manggur, dan
Motif Bunga Sepatu Manggur.
2. Persamaan dari beberapa sampel yang diteliti adalah kesamaan objek atau
motif yaitu motif buah mangga dan anggur. Selain itu juga ditemukan
ornamen pendukung berupa; bunga mawar, daun mawar, bunga matahari,
daun bunga matahari, bunga kembang sepatu, daun anggur dan sulur-suluran.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Selain itu, isen-isen yang digunakan antara lain; cecek-cecek, cecek pitu,
galaran dan sisik.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah sama-sama
meneliti tentang visualisasi motif batik. Jenis batik yang ditelitipun sama-sama
merupakan batik modern atau batik kreasi dan bukan batik klasik. Selain itu, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data, teknik pengumpulan data, dan teknik
pengecekan keabsahan data yang digunakan juga sama. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian penulis adalah pada objek penelitiannya. Penelitian ini meneliti
tentang visualisasi Motif Batik Manggur Probolinggo, sedangkan penulis meneliti
tentang visualisasi Motif Batik Trembesi. Kedua penelitian inipun dilakukan pada
tempat dan waktu yang berbeda. Kontribusi penelitian ini untuk penulis ialah
sebagai pembanding dan juga berkontribusi dalam memberikan paparan teori-teori
yang terkait dengan visualisasi batik. Penelitian ini menyarankan kepada peneliti
selanjutnya untuk menjadikan penelitian tersebut sebagai pembanding jika
penelitian yang dilakukan oleh peneliti selanjutnya adalah penelitian sejenis dengan
mengembangkan ide dan lingkup penelitiannya. Dari paparan ini, maka dapat
disimpulkan bahwa penelitian yang berjudul “Analisis Batik Trembesi Karya
Soendari Batik And Art Gallery” bukan merupakan plagiasi penelitian yang telah
ada dan murni merupakan karya penelitian baru.

b. Analisis Motif Batik Tulis Bantengan di “ Anjani Batik Galeri”


Kelurahan Ngaglik Kota Batu Jawa Timur
Penelitian dengan judul “Analisis Motif Batik Tulis Bantengan di “ Anjani
Batik Galeri” Kelurahan Ngaglik Kota Batu Jawa Timur” ini telah dilaksanakan
oleh Ici Jarmadiya Warani, alumni Mahasiswa Jurusan Seni Desain Prodi
Pendidikan Seni Rupa dan selesai pada tahun 2015 dimana penelitian ini
merupakan tugas skripsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis bagaimana visualisasi dari motif batik tulis yang terdapat di Anjani
Batik Galeri Batu dan bagaimana warna dari batik tulis yang terdapat di Anjani
Batik Galeri. Penelitian ini dilatarbelakangi dari salah satu kesenian yang terdapat
di Kota Batu yaitu Batik Bantengan dimana bantengan merupakan kesenian yang
terkenal di Kota Wisata Batu yang diselenggarakan ketika panen dan bersih desa.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Selain itu, Anjani Batik juga merupakan salah satu galeri batik terbesar di Kota
Batu yang sering memamerkan dan menjual karya-karyanya.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini
menggunakan metode pengumpulan data antara lain yaitu observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dengan pengecekan keabsahan
temuan berupa triangulasi dan membercheck.
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan hal-hal sebagai berikut:
1. Motif batik tulis yang diteliti di Anjani Batik Galeri antara lain Motif Banteng
Agung, Motif Banteng Agung II, Motif Barongan, dan Motif Omahe Banteng
dimana motif-motif tersebut merupakan karya dari Anjani Sekar Arum,
pemilik Anjani Batik Galeri.
2. Visualisasi motif pada batik-batik yang diteliti menampilkan objek-objek
seperti kepala banteng dan atribut bantengan antara lain seperti; macanan,
monyetan, pecut, alat musik gendang, tempat ritual punden dan barongan.
Selain itu juga terdapat motif pendukung berupa sulur, bunga, dan daun serta
isen-isen seperti cecek, telon, sisik melik, carat, ukel, liris, srimpet, sawut, dan
galaran.
3. Warna pada batik yang diteliti antara lain adalah warna merah dan hitam yang
tegas. Jenis perpaduan warna yang digunakan dalam batik merupakan
perpaduan warna dingin dan panas sehingga sesuai dengan karakter bantengan
itu sendiri.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah sama-sama
meneliti tentang visualisasi motif batik. Jenis batik yang ditelitipun sama-sama
merupakan batik modern atau batik kreasi dan bukan batik tradisional. Selain itu,
teknik pengumpulan data, pendekatan dan jenis penelitian, teknik analisis data yang
digunakan juga sama. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis yaitu pada
objek penelitian dan teknik pengecekan keabsahan data. Penelitian ini meneliti
tentang visualisasi Motif Batik Tulis Bantengan, sedangkan penulis meneliti
tentang visualisasi Motif Batik Trembesi. Dari hal tersebut diketahui bahwa
penelitian ini hanya meneliti batik dengan jenis batik tulis saja, sedangkan pada
penelitian penulis juga meneliti batik dengan jenis batik cap. Pengecekan keabsahan

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

data yang digunakan juga berbeda. Penelitian ini menggunakan pengecekan


keabsahan temuan dengan triangulasi dan membercheck, sedangkan peneliti
menggunakan teknik perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, dan
triangulasi sumber. Selain itu, kedua penelitian ini pun dilakukan pada tempat dan
waktu yang berbeda. Kontribusi penelitian ini untuk penulis ialah sebagai
pembanding dan juga berkontribusi dalam memberikan paparan teori-teori yang
terkait dengan visualisasi batik. Penelitian ini menyarankan kepada peneliti
selanjutnya untuk menjadikan penelitian tersebut sebagai pembanding jika
penelitian yang dilakukan oleh peneliti selanjutnya adalah penelitian sejenis dengan
mengembangkan ide dan lingkup penelitiannya. Dari paparan ini, maka dapat
disimpulkan bahwa penelitian yang berjudul “Analisis Batik Trembesi Karya
Soendari Batik And Art Gallery” bukan merupakan plagiasi penelitian yang telah
ada dan murni merupakan karya penelitian baru.

c. Motif Batik Daun Tembakau di Industri Batik Labako Desa


Sumberpakem Kecamatan Sumberjambe Kabupaten Jember
Penelitian dengan judul “Motif Batik Daun Tembakau di Industri Batik
Labako Desa Sumberpakem Kecamatan Sumberjambe Kabupaten Jember” ini telah
dilaksanakan oleh Luisa Ulfah Virera, alumni Mahasiswa Jurusan Seni Desain
Prodi Pendidikan Seni Rupa dan selesai pada tahun 2017 dimana penelitian ini
merupakan tugas skripsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis bagaimana proses penciptaan motif daun tembakau di Desa
Sumberpakem Kecamatan Sumberjambe Kabupaten Jember dan bagaimana
visualisasi motifnya. Penelitian ini dilatarbelakangi dari sebuah Industri milik
Bapak Mawardi yaitu Industri Batik Labako dimana secara konsisten memproduksi
batik khas Jember. Selain itu, Industri Labako dapat mengangkat perekonomian
warga sekitar yang mana terbukti dari karyawan industri yang seluruhnya berasal
dari ibu-ibu rumah tangga desa tersebut. Batik Labako pun telah merambah ke kota-
kota besar baik di Surabaya, Jakarta, Bali, dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini
menggunakan metode pengumpulan data antara lain yaitu observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dengan pengecekan keabsahan


temuan berupa triangulasi dan membercheck.
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan hal-hal sebagai berikut:
1. Penciptaan motif tembakau didasari dari daun tembakau sebagai ide
penciptaan yang dikembangkan sebagai motif batik. Daun tembakau diangkat
sebagai ide karena perajin mengambil objek dari kehidupan sehari-hari di
Jember. Selain itu, batik ini juga bukan merupakan batik tradisional sehingga
perajin bebas mengkreasikan sesuai keinginan tanpa terikat pakem. Penelitian
ini mengambil enam sampel kain batik sebagai objek yang diteliti.
2. Penelitian ini didasari dari banyaknya masyarakat yang minat terhadap enam
motif batik tembakau tersebut. Motif batik yang diteliti antara lain; Motif
Batik Daun Tembakau Cokelat, Motif Batik Daun Tembakau Batu, Motif
Batik Daun Tembakau Pohon Cokelat, Motif Batik Daun Tembakau Merica,
Motif Batik Daun Tembakau Pohon Pisang, dan Motif Batik Daun Tembakau
Bunga. Ornamen utama yang digunakan dalam motif ini adalah motif flora
berupa daun tembakau, buah cokelat, merica, pohon cokelat, pohon pisang,
dan bunga kopi. Sedangkan motif pendukung yang digunakan adalah motif
sulur, bunga tembakau, sayap kupu-kupu, dan buah kopi. Isen- isen yang
digunakan dalam batik ini adalah cecek-cecek.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah sama-sama
meneliti tentang visualisasi motif batik. Jenis batik yang ditelitipun sama-sama
merupakan batik modern atau batik kreasi dan bukan batik tradisional. Selain itu,
teknik pengumpulan data, teknik analisis data, pendekatan dan jenis penelitian yang
digunakan juga sama. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah
pada objek penelitian dan teknik pengecekan keabsahan temuan. Penelitian ini
meneliti tentang visualisasi Motif Batik Daun Tembakau, sedangkan penulis
meneliti tentang visualisasi Motif Batik Trembesi. Pengecekan keabsahan data yang
digunakan juga berbeda. Penelitian ini menggunakan pengecekan keabsahan
temuan dengan triangulasi dan membercheck, sedangkan peneliti menggunakan
teknik perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, dan triangulasi sumber.
Selain itu, kedua penelitian ini pun dilakukan pada tempat dan waktu yang berbeda.
Kontribusi penelitian ini untuk penulis ialah sebagai pembanding dan juga

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

berkontribusi dalam memberikan paparan teori-teori yang terkait dengan visualisasi


batik. Penelitian ini menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menjadikan
penelitian tersebut sebagai pembanding jika penelitian yang dilakukan oleh peneliti
selanjutnya adalah penelitian sejenis dengan mengembangkan ide dan lingkup
penelitiannya. Dari paparan ini, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian yang
berjudul “Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik And Art Gallery” bukan
merupakan plagiasi penelitian yang telah ada dan murni merupakan karya
penelitian baru.

2. Kajian Teori
Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai
berikut:
A. Batik
Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia memiliki beragam budaya di
setiap daerahnya. Keragaman suku bangsa itulah yang menjadikan Indonesia
sebagai salah satu negara yang memiliki produk kesenian maupun kerajinan yang
banyak dan beragam. Budaya kesenian dan kriya nusantara tersebut ada karena
nenek moyang Bangsa Indonesia telah mewariskannya turun-temurun dari generasi
ke generasi. Selain kekayaan budaya, kita juga mengetahui bahwa Indonesia juga
kaya akan potensi sumber daya alam di setiap daerah. Sumber daya alam flora fauna
di Indonesia banyak dimanfaatkan sebagai pemenuhan kebutuhan, objek
pariwisata, kuliner, dan lain sebagainya. Hal ini sebagian besar sangat berpengaruh
terhadap kekaryaan seni maupun kriya nusantara dimana kemudian banyak
diciptakan produk seni maupun kerajinan yang khas dari flora maupun fauna di
berbagai daerah di Indonesia.
Masyarakat Indonesia dan dunia pada saat ini telah mengetahui bahwa
salah satu kekayaan budaya Indonesia yang terkenal ialah batik. Dunia mengenal
batik karena batik itu sendiri telah menjadi warisan dunia yang ditetapkan oleh
UNESCO sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan non-bendawi
(Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) dimana sejak
tanggal 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik di Indonesia. Batik adalah kain
bergambar yang dibuat secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

(lilin) pada kain, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu (Balai
Pustaka dalam Wulandari, 2011:2).

Gambar 1 Kain Batik


Sumber: Dokumentasi Peneliti

Seperti yang berlaku di masyarakat pada zaman dahulu, batik tradisional


bukan hanya sekedar kain yang bermotif, akan tetapi juga memiliki makna filosofis
dan nilai-nilai adiluhung pada setiap motif dan warnanya. Dari hal tersebut dapat
difahami bahwa batik merupakan tradisi yang syarat akan makna. Oleh karena itu,
penggunaannya pun terbatas untuk sebagian besar kalangan keraton dan tidak boleh
sembarang orang memakainya setiap waktu. Perlu waktu atau upacara khusus
hingga seseorang dapat mengenakan kain batik dengan motif tertentu. Dengan
adanya pergeseran zaman dan waktu, kini batik tidak hanya menjadi sandangan
upacara atau kelangan tertentu saja, tetapi dapat dikenakan oleh seluruh masyarakat
dimanapun dan kapanpun. Dari hal tersebut, diketahui bahwa fungsi batik pun juga
beralih dari fungsi yang bersifat filosofis menjadi fungsi praktis dikarenakan fungsi
utamanya beralih menjadi barang komoditi yang diperdagangkan untuk memenuhi
kebutuhan sandang masyarakat khususnya masyarakat di Indonesia. Fungsi ini
ditunjukkan dari berbagai kesempatan seperti pada acara-acara resmi, pernikahan,
instansi pemerintah, maupun pendidikan, dimana masyarakat mengenakan batik
sebagai pakaian sehari-hari bahkan menetapkan batik menjadi seragam. Tidak
hanya itu, motif batik pun sekarang berkembang sangat pesat mengikuti kreatifitas
perajin batik dan tidak hanya mengikuti pakem batik tradisional.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Gambar 2 Penerapan Kain Batik Masa Kini


Sumber: Dokumentasi Peneliti

1. Pengertian Batik
Jika mendengar kata “batik”, hal yang pertama akan diingat oleh seseorang
ialah kaitannya dengan identitas maupun kekayaan budaya Indonesia. Dilihat dari
asal katanya, batik berasal dari Bahasa Jawa yaitu amba yang berarti luas dan nitik
yang berarti membuat titik. Dari kata asal tersebut, kemudian muncul kata kerja
yang berkaitan dengan batik, yaitu membatik. Seperti pada bentuk dan cara
pembuatannya, batik dijelaskan sebagai kain bergambar yang dibuat secara khusus
dengan menuliskan atau menerakan malam (lilin) pada kain, kemudian
pengolahannya diproses menggunakan cara tertentu. Dalam proses pembuatannya,
batik memiliki ciri khas tersendiri yang dapat dilihat yaitu cara penggambaran
motifnya yang melalui proses pemalaman atau menggoreskan malam (lilin batik)
yang ditempatkan pada media canting atau cap. Membatik itu sendiri merupakan
kegiatan membuat corak atau gambar dengan tangan dengan menerakan malam
pada kain, membuat batik, atau menulis dengan cara seperti membuat batik
(Wulandari, 2011: 3).

Gambar 3 Batik
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Di Indonesia sendiri, rata-rata seseorang menggunakan canting tulis dan alat


cap untuk membatik. Dikarenakan menggunakan canting saat membatik, maka
membatik sangat mengandalkan keterampilan tangan dimana hal tersebut sangat
berpengaruh pada kehalusan hasil motif, mutu, dan keindahan batik yang
dihasilkan. Dalam proses pembuatannya, batik sangat identik dengan berbagai
teknik mulai dari proses menggambar pola sketsa pada kain hingga proses akhir
yaitu pelorotan dimana semua itu membutuhkan ketekunan.
Pada awalnya, sketsa pola digambar di atas kain dimana selanjutnya akan
digambar menggunakan malam panas mengikuti pola yang sudah terbentuk. Kain
yang telah digambar menggunakan lilin baik dengan cara dicanting ataupun cap
kemudian diwarna menggunakan pewarna kain sesuai yang diinginkan. Setelah
proses pewarnaan selesai dan kain telah kering, kemudian kain yang telah diwarna
diberi cairan waterglass dimana berfungsi untuk mengunci warna pada kain agar
tidak luntur. Setelah didiamkan dengan cairan waterglass beberapa saat, kain
kemudian dilorot kemudian dicuci dan dijemur. Pelorotan yang dimaksud disini
ialah proses penghilangan malam yang terdapat pada kain dengan mencelupkannya
ke dalam air panas sehingga malam pada kain menghilang.

2. Ragam Motif Batik


Seperti yang kita ketahui bahwa motif batik di Indonesia sangat banyak
dan beragam sejalan dengan jumlah kekayaan alam baik flora, fauna, maupun
alam benda di Indonesia. Motif batik di Indonesia sangat beragam apalagi di masa
sekarang dimana berbagai corak motif batik dikreasikan menurut potensi daerah
maupun keinginan kreator. Pada saat ini, banyak daerah yang mengangkat
potensi-potensi daerahnya menjadi ragam hias baik kerajinan maupun motif batik.
Hal tersebut menjadikan suatu bentuk motif batik berkaitan erat dengan letak
geografis. Motif batik adalah suatu dasar atau pokok dari suatu pola gambar yang
merupakan pangkal atau pusat suatu gambar sehingga makna dari tanda, simbol,
atau lambang dibalik motif batik tersebut dapat diungkap (Wulandari. 2011:113).
Oleh karena itu, umumnya motif batik selalu menggambarkan suatu hal tertentu
baik diangkat dari suatu daerah maupun potensi alam yang terdapat di daerah
tersebut. Pada saat sekarang, umumnya motif batik yang dituangkan dalam bidang

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

kain pada tiap daerah di Indonesia akan memiliki ciri khas masing-masing. Hal
tersebut telah menjadi sebuah karakter pada setiap daerah karena kaitannya
dengan letak geografis, potensi alam, dan faktor-faktor lainnya. Dalam
penggambarannya, potensi-potensi tersebut diolah menjadi motif batik dengan
melalui berbagai proses seperti stilasi, deformasi, transformasi, dan lain-lain
sehingga motif yang dihasilkan menjadi ragam hias yang lebih indah dan menarik.
Motif batik memiliki beberapa jenis ragam hias antara lain sebagai berikut:
1. Non-geometris
Seperti namanya, motif non geometris dapat diketahui jika komponen
motifnya tidak terikat pada suatu bangun atau geometri tertentu. Karena tidak
terikat, motif ini akan cenderung lebih bebas dan kreatif. Siswomiharjo (2011: 12)
mengatakan bahwa motif non-geometris terdiri dari flora, fauna, bangunan-
bangunan, sayap dalam berbagai bentuk, dan benda-benda alam. Berikut
merupakan beberapa jenis dari motif non geometris:
a. Ragam Hias Flora
Flora di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk diangkat
menjadi ragam hias batik. Hal tersebut dikarenakan setiap flora memiliki keunikan
tersendiri baik dari jenisnya maupun asalnya. Seperti namanya, motif flora dapat
diketahui jika di dalamnya tersusun atau terbentuk dari gubahan ragam hias yang
diangkat dari tumbuhan atau flora sebagai objek utamanya. Motif flora termasuk
ke dalam motif non-geometris karena bentuk flora yang cenderung tidak geometris,
bebas, dan natural. Motif flora dapat berupa motif yang diangkat dari bagian-bagian
tumbuhan seperti sulur-suluran, bunga, daun, akar, batang, buah, bahkan biji. Motif
sulur-suluran pada batik umumnya digambarkan sebagai tumbuhan yang merambat,
sedangkan bagian-bagian lain seperti buah, bunga, biji umumnya melalui proses
stilasi sehingga ragam hiasnya terlihat lebih indah dan menarik.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Gambar 4 Motif Ragam Hias Flora


Sumber: Dokumentasi Peneliti

b. Ragam Hias Fauna


Kekayaan fauna atau hewan di Indonesia sangatlah banyak,beragam, dan
unik. Hal tersebut yang menjadikan fauna di Indonesia sangat potensial untuk
diangkat menjadi ragam hias motif batik. Biasanya, setiap daerah memiliki ciri
khas hewan masing-masing yang mana memiliki keistimewaan maupun historis
tertentu. Seperti namanya, motif fauna tersusun dari ragam hias yang diangkat
dari hewan atau binatang. Motif fauna termasuk ke dalam motif non-geometris.
Selain diangkat dari binatang-binatang yang memiliki keistimewaan, banyak juga
ragam hias motif fauna yang diangkat dari hewan yang terdapat di sekitar
lingkungan baik di lingkungan darat maupun lingkungan air. Dalam
penggambarannya, umumnya motif fauna telah mengalami stilasi maupun
transformasi agar ragam hias motif batik yang dimunculkan lebih indah dan
menarik.

Gambar 5 Motif Ragam Hias Fauna


Sumber: Dokumen Peneliti

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

c. Ragam Hias Alam benda


Seperti yang kita ketahui, selain kekayaan flora dan fauna, Indonesia juga
kaya akan potensi alam benda baik alami maupun buatan. Di dalam motif alam
benda, memuat berbagai ragam hias yang diangkat dari benda-benda di sekitar
lingkungan kita seperti contohnya bangunan-bangunan, gerbang candi, topeng,
dan lain-lain. Umumnya, alam benda yang diangkat ke dalam motif merupakan
benda yang mempunyai keistimewaan, arti khusus, maupun sejarah tersendiri.
Seperti contoh yaitu Motif Topeng Malangan, dimana motif ini mengangkat
topeng sebagai motif sebagai penggambaran motif khas ikon Kota Malang yaitu
Topeng Malangan. Motif alam benda pada batik umumnya mengalami proses
stilasi tersebih dahulu sebelum dibuat motif sehingga motif tidak kaku dan lebih
indah. Selain itu, proses stilasi alam benda ini membuat suatu benda tertentu
menjadi ragam hias yang cantik dan tidak hanya seperti gambar saja yang bersifat
realis.

Gambar 6 Motif Ragam Hias Alam Benda


Sumber: Dokumen Peneliti

2. Motif Geometris
Selain motif non-geometris, batik Indonesia juga memiliki corak
geometris. Kebalikan dari non-geometris, motif geometris merupakan motif
dimana di dalamnya tersusun dari ragam hias yang berbentuk geometris dan
mudah dibagi-bagi menjadi bagian-bagian yang disebut “raport”. Bagian yang
disebut “raport” ini bila disusun akan menjadi motif yang utuh selengkapnya
(Ratnawati, 2011:19). Corak geometris merupakan corak hias yang mengandung
unsur-unsur garis dan bangun seperti garis miring, bujur sangkar, persegi panjang,
trapesium, belah ketupat, jajar genjang, lingkaran, dan bintang yang disusun
secara berulang-ulang membentuk satu kesatuan corak.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Gambar 7 Motif Geometris


Sumber: Dokumentasi Peneliti

Dalam suatu bidang kain, terdapat berbagai ragam hias yang terbentuk dari
berbagai macam unsur-unsur yang membentuk suatu motif batik dimana motif
tersebut ditata dan dibuat secara berulang-ulang. Dalam hal ini, biasanya dalam
satu kain batik terdapat variasi ukuran, motif, bentuk, warna, dan lain-lain yang
bisa dispesifikasikan ke dalam beberapa bagian ragam motif. Bagian ragam motif
batik dalam suatu bidang kain batik diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Ornamen utama atau Motif Utama
Dalam satu bidang kain batik, terdapat suatu corak atau motif yang
menentukan sebuah nama atau pemaknaan dari suatu batik tersebut. biasanya
motif yang dijadikan ornamen utama tersebut memiliki suatu penggambaran,
tema, atau keunggulan tertentu. Seperti yang dikatakan oleh Wulandari (2011:
105) bahwa ornamen utama adalah suatu corak yang menentukan makna motif
tersebut. Dalam memberi nama suatu batik, dasar yang digunakan adalah ornamen
utama ini. Contohnya seperti jika corak motif utamanya adalah parang, maka
batik tersebut diberi nama Batik Parang, jika motif utamanya trembesi, maka batik
tersebut diberi nama Batik Trembesi, dan lain sebagainya. Banyak sekali jenis
corak utama yang digunakan dalam motif batik, yaitu seperti flora, fauna, alam
benda maupun geometris. Menurut Kartika (2007:36) Motif utama merupakan
unsur pokok pola berupa gambar-gambar bentuk tertentu, karena merupakan
unsur pokok maka kita sebut pula ornamen pokok (utama).

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Ornamen
Utama

Gambar 8 Ornamen Utama


Sumber: Dokumentasi Peneliti

2. Ornamen Pendukung
Dalam sebuah kain batik, tidak akan terasa lengkap jika tidak ada
komponen pendukungnya. Selain berfungsi sebagai pendukung, ornamen atau
motif pendukung juga memberikan variasi tersendiri agar suatu batik tidak
monoton dan agar terlihat lebih penuh. Karena dijadikan sebagai pendukung,
ornamen pendukung digambarkan memiliki bentuk lebih kecil dari ornamen
utama dan tidak turut membentuk arti atau jiwa pola tersebut. Ornamen
pendukung atau ornamen tambahan tidak mempunyai arti dalam pembetukan
motif dan berfungsi sebagai pengisi bidang (Susanto dalam Ratnawati, 2011:16).
Dari hal tersebut, motif pendukung sangat penting untuk disematkan sebagai
pendukung ornamen utama. Walaupun keberadaannya tidak memiliki arti, tetapi
motif pendukung dapat memberikan kesan estetik yang lebih pada satu kain batik
dan agar kain batik tidak terasa kosong dan monoton.

Ornamen
Pendukung

Gambar 9 Ornamen Pendukung


Sumber: Dokumentasi Peneliti

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

3. Isen-isen
Seperti namanya, isen-isen atau isian dapat dikatakan sebagai komponen
pengisi baik ornamen utama maupun pengisi ornamen pendukung. Isen-isen
dalam suatu kain batik digambarkan dalam aneka corak pengisi latar kain dan
bidang-bidang kosong corak batik. Menurut Kartika (2007:36), isen-isen adalah
komponen untuk memperindah pola secara keseluruhan baik ornamen pokok
maupun ornamen pengisi yang diberi isian berupa hiasan titik-titik, garis-garis,
gabungan titik dan garis. Isen-isen pada batik biasanya berupa bentuk-bentuk
yang rumit dan detail seperti titk-titik, garis-garis, atau gabungan keduanya.
Isen – isen yang biasa digunakan sebagai pengisi latar kain antara lain seperti;
rawan, galaran, ukel, udar, belara sineret, anam karsa, debundel, kelir, kerikil,
sisik melik, uceng mudik, kembang jati, dan gingseng. Sedangakn untuk isen-isen
yang biasa digunakan untuk mengisi bidang kosong antara lain sebagai berikut;
cecek, kembang jeruk, kembang suruh, kembang cengkeh, sawat, sawut kembang,
kemukus, srikit, serit, dan untu walang. Isen-isen ini umumnya bentuknya sangat
kecil, lebih kecil dari motif utama maupun motif pendukung. Karena bentuk dan
ukurannya yang sangat kecil, pembuatan isen-isen memerlukan waktu yang relatif
lama sehingga dalam proses pengerjaannya, memerlukan ketelatenan dan
kesabaran yang tinggi.

Isen-isen

Gambar 10 Isen-isen
Sumber: Dokumentasi Peneliti

3. Pola Batik
Dalam suatu susunan pola batik, terdapat hal penting yang perlu
diperhatikan yaitu pola penyusunan motif batik dan komposisi penyusunan motif
batik (struktur desain batik). Pola dalam penyusunan motif batik antara lain yaitu

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

pola penyusunan asimetris dan simetris. Seperti yang kita ketahui, pola asimetris
pada motif batik dapat terbentuk melalui tata susun motif yang tidak sama antara
kanan dan kiri maupun atas dan bawah. Walaupun dalam penyusunan yang tidak
sama, keseimbangan akan tetap terbentuk melalui keseimbangan informal.
Sedangkan dalam penyusunan pola simetris, motif batik ditata dengan susunan yang
simetris atau sama antara kanan-kiri maupun atas-bawah. Keseimbangan motif
dengan pola simetris dalam satu kain batik akan lebih mudah terbentuk daripada
menggunakan pola susunan asimetris karena tata susun motif yang formal.

Selain memperhatikan pola penyusunan batik, dalam menyusun motif batik


pada satu kain kita juga harus memperhatikan komposisi penyusunan motif yang
disebut dengan desain struktur desain motif batik. Desain struktur batik tersebut
tentunya akan memudahkan seseorang dalam menyusun beberapa motif batik ke
dalam satu kain. Komposisi penyusunan motif batik menurut Pujiyanto (2010: 29)
antara lain yaitu: vertikal, horizontal, diagonal, sentral (perpaduan vertikal dan
horisontal), dan sentral (perpaduan dua arah diagonal). Seperti namanya, struktur
desain vertikal berarti motif batik kita susun dengan posisi tidur yaitu dari kanan ke
kiri atau dari kiri ke kanan, sedangkan struktur desain vertikal berarti motif batik
disusun dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas. Selain ini, terdapat struktur
desain lain yaitu struktur desain diagonal dan central. Seperti namanya, struktur
desain horizontal terbentuk apabila motif disusun secara menyilang dari kanan atas
ke kiri bawah maupun kiri atas ke kanan bawah. Sedangkan struktur desain central
merupakan struktur desain gabungan antara vertikal dan horizontal, sehingga motif
disusun dari atas ke bawah atau sebaliknya dan dari kanan ke kiri atau sebaliknya.

Gambar 11 Contoh Struktur Desain Diagonal dan Sentral

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Sumber: Dokumen Peneliti

4. Jenis Batik
a. Batik Klasik
Diketahui bahwa batik klasik sudah ada sejak jaman Majapahit dan sangat
populer sampai saat ini. Tidak ada yang dapat memastikan kapan batik tercipta..
Menurut pendapat Asti M. dan Ambar B. Arini (2011: 1), kesenian batik adalah
kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan
keluarga raja-raja Indonesia. Pada awalnya batik klasik dikerjakan hanya terbatas
dalam keraton, untuk pakaian raja dan keluarga, serta para pengikutnya. Dari hal
tersebut, kemudian batik yang masuk kalangan istana diklaim sebagai milik dalam
benteng, orang lain tidak boleh mempergunakannya. Hal inilah yang menyebabkan
kekuasaan raja serta pola tata laku masyarakat dipakai sebagai landasan penciptaan
batik. Penentuan batik klasik adalah hak prerogatif raja setempat pada saat itu. Batik
klasik selalu memiliki makna tertentu yang bersifat spiritual dan idealisme yang
terjaga. Biasanya pembatik melakukan ritual atau puasa tertentu sebelum
membatik. Hal ini sangat berbeda dengan perajin batik sekarang. Selain itu, kita
akan sering menjumpai warna batik klasik berwarna soga atau kecoklat – coklatan,
hitam, putih, warna dengan unsur biru gelap dan warna dengan karakter tanah.
Warna-warna dan motif batik tersebut tentunya memiliki makna dan do’a yang
saling berhubungan satu sama lain. Hal itulah yang menjadikan batik klasik sebagai
warisan adiluhung Bangsa Indonesia.

Gambar 12 Motif Batik Klasik


Sumber: Dokumen Peneliti

b. Batik Modern

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Berdasarkan keterangan pada batik klasik, sebelumnya batik hanya boleh


dikenakan oleh keluarga keraton atau kerajaan saja. Akan tetapi kemudian karena
banyaknya pengikut raja yang tinggal di luar keraton, menjadikan keterampilan
membuat batik meluas dan ditiru oleh masyarakat sekitar. Bahkan keterampilan
membatik menjadi pekerjaan wanita untuk mengisi waktu luangnya. Akibatnya,
batik yang semula hanya dipakai oleh keluarga keraton, menjadi pakaian rakyat.
Dari hal tersebut, motif dan warna yang digunakan dalam pembuatan batik
cenderung lebih bebas dibandingkan dengan batik klasik yang memerlukan suatu
ritual atau aturan tertentu. Batik modern umumnya menggambarkan tentang situasi
kondisi suatu masyarakat tertentu maupun suatu kondisi geografis masyarakat
tertentu.

Gambar 13 Batik Modern


Sumber: Dokumen Peneliti

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

c. Batik Kontemporer
Istilah kontemporer seringkali kita dengar di dunia seni baik seni rupa, seni
musik, maupun seni pertunjukan. Seperti namanya, kontemporer diartikan sebagai
kebaruan atau kekinian. Dari hal tersebut, setiap hasil karya ataupun produk yang
dihasilkan oleh seniman atau perajin akan selalu berbeda dari sebelumnya. Begitu
pula dengan desain batik kontemporer yang selalu mengalami kebaruan. Kebaruan
kreasi desain motif batik muncul dengan tujuan memenuhi selera masyarakat,
penikmat, dan konsumen. Contoh batik kontemporer yaitu Batik Covid, dimana
populer pada saat terjadinya wabah virus Covid-19 menyerang masyarakat di
seluruh dunia. Desain batik yang dikembangkan dengan konsep kontemporer
berbasis potensi dan kearifan lokal memerlukan serangkaian tahap perancangan
(Nurcahyanti dalam Bastomi, 2018: 15-16). Dalam hal ini, usaha kreatif batik
sangat diperlukan dalam pengembangan desain motif batik kontemporer.
Identifikasi masalah terbaru diperlukan sehingga hakikat desain batik kontemporer
sebagai solusi permasalahan. Terihat pada saat ini, pengembangan desain batik
dipengaruhi oleh tren atau kondisi yang sedang terjadi, selera, kondisi geografis,
dan kebutuhan masyarakat sehingga tercipta motif baru yang dinamis dan cepat
diserap pasar.

Gambar 14 Motif Kontemporer pada Masker


Sumber: Dokumen Peneliti

5. Teknik Batik
Berdasarkan teknik pembuatannya, batik memiliki jenis-jenis antara lain
sebagai berikut:
a. Batik Tulis
Jenis batik yang beredar pada saat ini ada beberapa jenis berdasarkan
teknik pembuatannya, salah satunya ialah batik tulis. Seperti yang kita ketahui

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

bahwa batik tulis ialah salah satu jenis batik yang motifnya dihasilkan dengan
menulis, lebih tepatnya dihasilkan dari proses pencantingan malam menggunakan
alat yang disebut canting serta pola yang dihasilkan berasal dari proses menerakan
malam menggunakan tangan. Batik tulis bukan sekadar pekerjaan tukang, akan
tetapi merupakan energi kreatif yang menyatukan tangan, hati, dan pikiran untuk
memahami malam, canting, bagaimana cara menyapukan malam panas di atas
kain dan melihatnya meresap, dan menciptakan semua efek yang berbeda
(Musman, 2011: 19). Hal tersebutlah yang menjadikan batik tulis lebih mahal
daripada jenis batik yang lain. Karena harganya yang relatif lebih mahal dari jenis
batik lainnya, batik tulis memiliki segmen pasar tersendiri di kalangan masyarakat
menengah ke atas karena kualitasnya yang tinggi.

Gambar 15 Batik Tulis


Sumber: Dokumentasi Peneliti

Dalam pembuatannya, canting yang digunakan dalam membuat batik tulis


memiliki ukuran beragam sesuai dengan kegunaan dan besar garis yang
dihasilkan. Terdapat dua jenis canting untuk membuat batik tulis, yaitu canting
klowong dan canting isen. Dilihat dari motifnya, biasanya dalam suatu motif
terdapat motif dengan garis yang relatif tebal. Dari hal tersebut diketahui bahwa
pembuatannya ditulis menggunakan canting klowong atau canting yang memiliki
lubang agak besar dan biasa digunakan untuk membuat outline bagian luar pada
suatu pola sedangkan canting isen yaitu canting yang memiliki lubang kecil
dimana biasanya digunakan untuk membuat isen-isen pada pola seperti cecek,
garis-garis, dan lain sebagainya. Canting biasanya dibuat dari tembaga yang
berbentuk seperti corong yang berlubang pada salah satu sisinya yang berfungsi
untuk menampung cairan malam batik dan menyalurkannya. Biasanya pola pada
batik tulis tidak memiliki pengulangan yang jelas sehingga gambar yang

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

dihasilkan lebih luwes. Pembuatan batik tulis memakan waktu yang relatif lama
dibandingkan batik cap karena pola digoreskan satu per satu dengan teliti.

b. Batik Cap
Seperti namanya, pola motif batik cap dihasilkan dari proses pengecapan
malam menggunakan alat cap. Batik cap adalah kain yang dihias dengan motif
atau corak batik dengan menggunakan media canting cap (Musman, 2011: 19).
Umumnya motif yang dihasilkan dari proses batik cap bersifat pengulangan
dengan bentuk yang sama. Dikarenakan permintaan produk batik yang terus
meningkat di pasaran, batik cap menjadi alternatif solusi dari permasalahan
tersebut. Permintaan ini kemudian direspon oleh pengrajin batik dengan membuat
cap karena dirasa jika media pembuatan batik menggunakan canting akan
memakan waktu yang relatif lama.

Gambar 16 Batik Cap


Sumber: Dokumentasi Peneliti

Dalam pembuatannya, cap yang digunakan ialah cap khusus untuk


membatik yang berbentuk seperti stempel dimana salah satu sisinya membentuk
pola batik dan di sisi lainnya adalah pegangan. Pada umumnya, cap batik dibuat
dari logam tembaga atau tembaga yang dikombinasikan dengan besi. Proses
membatik dengan menggunakan cap bisa menghemat waktu dalam pengerjaannya
dan bisa memproduksi produk batik lebih banyak jika dibandingkan dengan batik
tulis. Dikarenakan menggunakan cap, bentuk gambar yang dihasilkan dari batik
cap mengalami perulangan bentuk yang sama dan lebar garis yang lebih besar
dibandingkan dengan batik tulis. Hal ini yang menjadikan proses pembuatan batik

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

cap relatif lebih cepat dan dijual dengan harga yang lebih murah dibandingkan
dengan batik tulis.

B. Visualisasi Estetik
Dalam suatu karya seni terutama seni modern, visualisasi estetik sangat
diperlukan untuk mengukur kualitas visual pada sebuah karya seni. Kualitas
visual pada batik juga dapat dilihat dari kualitas visual estetiknya. Kualitas
tersebut dapat dilihat dari unsur-unsur pembentuknya dan prinsip-prinsip
visualnya, apakah sesuai dan memenuhi kaidah yang ditetapkan atau belum.
Seperti yang diketahui jika visualisasi estetik merupakan gabungan antara kata
visualisasi dan estetik. Dalam seni rupa, visualisasi dikatakan sebagai tampilan
pada karya seni atau segala unsur yang nampak pada karya seni, sedangkan
estetika merupakan ilmu atau cabang filsafat yang membahas tentang
keindahan. Estetik dapat meliput esensi dari totalitas kehidupan yang mampu
menggelitik jiwa manusia dan berlaku terhadap apa saja yang dirasa sejalan
dengan konsepsi hidup pada zamannya, terkait dengan hal diatas perlu adanya
mengenal suatu unsur dan prinsip (Sachari, 2002 : 4). Dalam batik ini, visualisasi
estetik dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang nampak pada selembar kain
batik dan dapat diukur kualitas estetiknya melalui kaidah estetika yang berlaku.

1. Unsur-unsur Motif Batik


Seperti halnya karya seni, batik juga memiliki unsur – unsur visual yang
membentuk suatu motif hingga satu kesatuan susunan motif dalam satu kain batik
yang indah. Unsur-unsur pembentuk tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Cecekan/Titik
Dalam satu kain batik, tersusun atas banyak unsur dan komponen
pembentuk hingga tercipta suatu susunan motif batik. Dalam satu susunan
maupun bagian yang lebih kecil, terdapat satu hal yang mendasar dimana
merupakan unsur pokok pembentuk unsur lain yang lebih lanjut. Seperti yang kita
ketahui, bahwa suatu karya seni memiliki unsur dasar terkecil yaitu titik. Sanyoto
(2009: 94) mengatakan bahwa secara umum dimengerti bahwa suatu bentuk
disebut titik karena ukurannya kecil karena obyek tersebut berada pada area yang

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

luas yang manakala dengan objek yang sama dapat dikatakan besar apabila
diletakkan pada area yang sempit. Dalam batik, titik disebut dengan cecek. Suatu
bentuk disebut sebagai titik karena ukurannya yang sangat kecil dan merupakan
hasil sentuhan tanpa pergeseran dari suatu alat tulis (Sanyoto,2010 :84). Titik
dalam sebuah motif batik biasanya berperan sebagai isen. Isen pada motif batik
biasanya disusun untuk memberi kesan penuh dan variatif pada sebuah motif.
Pada motif batik penyusunan titik atau isen ini dapat dilakukan dengan pola
sejajar, membentuk suatu bidang, mengisi suatu bidang maupun dengan pola
acak. Dalam suatu karya batik, titik – titik yang dihasilkan dari suatu alat penitik
atau canting disebut dengan cecek sedangkan bila dengan lima alat penitik
disatukan itu disebut dengan byok. Titik ini berperan penting dalam memberikan
isian baik pada motif maupun pada latar sehingga motif yang dihasilkan nampak
lebih indah dan lebih penuh.

Cecekan

Gambar 17 Cecekan pada Batik


Sumber: Dokumentasi Peneliti

a. Klowongan/Garis
Pada suatu karya seni, garis terbentuk karena adanya beberapa titik
bersambung sehingga memiliki panjang. Hal tersebut juga berlaku pada batik.
Indrawati (2009: 18) mengatakan bahwa jika titik/noktah/spot tersebut kita buat
ulang lebih dari dua, maka terkesan sebagai titik yang bergerak sehingga
lintasannya dapat kita rasakan sebagai garis. Selain karya seni, batik juga
memiliki unsur garis yang disebut dengan klowongan. Disebut sengan klowongan
karena dalam pembuatan garis pada batik, kita menggunakan salah satu jenis
canting dengan ukuran lubang yang lebih besar yang disebut dengan canting
klowong. Pada karya seni maupun batik, garis memiliki dua bentuk yaitu garis

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

lurus dan garis lengkung. Untuk jenisnya sendiri, garis memiliki dua jenis yaitu
garis nyata dan garis semu. Indrawati (2009: 35) mengatakan bahwa garis nyata
teridentifikasi sebagai garis kaligrafi dan garis geometris, sedangkan garis semu
teridentifikasi sebagai garis struktural dan garis pengikat/imajiner. Di dalam batik,
garis nyata dapat dilihat dari hasil torehan malam yang dicanting atau dicap. Garis
nyata inilah yang nantinya membentuk motif batik yang saling tersambung antar
pangkal hingga ujung garis. Ukuran tebal tipis klowongan pada kain batik dapat
dibuat dengan menentukan jenis canting yang berdasarkan pada ukuran lubang
canting. Sedangkan garis semu dapat terlihat dari batasan pada warna-warna batik
maupun dari batasan antar jenis motif yang berbeda. Kedua jenis garis ini saling
melengkapi untuk membentuk suatu karya batik yang estetik dan artistik.

Klowongan/garis
pada motif

Gambar 18 Klowongan pada Batik


Sumber: Dokumen Peneliti

b. Bidang
Dalam suatu karya batik, bidang dan sangat penting sebagai unsur
pembentuk motif batik. Bidang menjadi unsur pembentukan suatu motif batik
karena bidang merupakan dasar pengembangan suatu bentuk motif batik tertentu.
Bidang dan bentuk merupakan salah satu unsur kelanjutan dari garis. Sanyoto (
2009: 103) menyatakan jika garis digerakkan memutar dan kembali lagi bertemu
dengan dirinya pada titik awalnya, akan menghasilkan bidang yang merupakan
bentuk berdimensi panjang dan lebar serta menutup permukaan dan jika garis
tersebut dibuat patah-patah akan menghasilkan segitiga, segiempat, bentuk

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

bintang sebagainya. Bidang dan bentuk pada karya seni maupun batik terbentuk
dari ujung atau sudut garis ke ujung lain yang disatukan. Terdapat dua jenis
bidang yaitu bidang geometris dan non geometris. Dalam batik, contoh bidang
geometris yaitu seperti motif yang berbentuk geometris yaitu seperti Motif
Kawung, Motif Swastika, Batik Tumpal, dan lain-lain. Sedangkan contoh bidang
non geometris pada batik yaitu bentuk-bentuk organik seperti motif daun, bunga,
dan fauna dengan pengambaran yang bebas. Contoh batik tersebut seperti Motif
Seribu Bunga, Motif Pecel, Motif Gajah Oleng, dan lain sebagainya. Sesuatu yang
kita lihat dan dapat diterima oleh persepsi kita menyerupai sesuatu tertentu
disebut dengan bentuk. Bentuk biasanya hanya berupa bidang geometris saja
seperti: bujur sangkar, lingkaran, garis menyilang, dan lain-lain. Pada wujud
murninya bentuk belum memiliki makna atau tidak dijadikan simbol untuk suatu
hal tertentu.

Gambar 19 Bidang Geometris dan Non Geometris


Sumber: Dokumen Peneliti

c. Ruang
Secara umum, ruang sering kali dikaitkan dengan objek tiga dimensi.
Akan tetapi dalam seni rupa, ruang merupakan unsur yang memberikan kesan
keluasan, kedalaman, maupun jauh dekatnya suatu objek. Pada ruang dua dimensi
salah satunya pada karya batik, ruang tersebut menunjukkan ukuran (dimensi)
panjang dan lebar. Menurut Sanyoto (2009: 93) gempal atau ruang merupakan
wujud, rupa, bangun, atau gambaran tentang apa saja yang ada di alam termasuk
karya seni atau desain yang dapat disederhanakan menjadi titik, garis, dan bidang.
Pada karya batik perajin atau desainer dapat menghadirkan kesan tiga dimensi
atau kesan ruang pada batiknya dengan pengolahan unsur-unsur kerupaan lainnya,
seperti perbedaan intensitas warna, terang-gelap, atau mengunakan teknik

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

menggambar/mencanting perspektif untuk menciptakan ruang semu atau khayal.


Selain pada batik, pada beberapa karya seni rupa dua dimensi usaha untuk
menampilkan kesan ruang ditunjukan pula dengan penumpukan objek atau
penempatan objek yang dekat dengan pengamat di bagian bawah dan objek yang
lebih jauh pada bagian atas. Contoh kesan ruang pada batik yaitu penciptaan
warna pada yang dibuat menjadi dua warna yaitu hitam dan putih. Warna hitam
terlihat lebih gelap daripada warna putih, sehingga warna hitam menimbulkan
kesan efek ruang yang lebih dalam dan lebih jauh pada warna putih. Dari hal
tersebut juga muncul efek ruang berupa kesan lebih dekat pada motifnya dan
seakan berada di atas dari warna hitam.

Warna latar
memiliki
kesan lebih
dalam dan
jauh daripada
motif

Gambar 20 Kesan Ruang


Sumber: Dokumen Peneliti

d. Warna
Setiap karya seni maupun kriya, unsur warna menjadi sangat penting dan
tidak terlepas sebagai penyusun utama karya. Suatu karya seni maupun batik akan
lebih berkesan dan indah bila memiliki unsur warna yang beragam. Seperti yang
kita ketahui, bahwa warna merupakan suatu kesan yang ditimbulkan oleh cahaya.
Warna tersebut dapat kita nikmati melalui indra penglihatan. Demikian eratnya
hubungan warna dengan kehidupan manusia, maka warna mempunyai peranan
yang sangat penting (Sony Kartika, 2007 :76). Sanyoto (2009: 9) menyatakan
bahwa warna secara fisik adalah sebuah sifat dari cahaya yang dipancarkan
sedangkan secara psikologis sebagai bagian dari pengalaman indera dalam
penglihatan. Berdasarkan teori warna, terdapat beberapa tingkatan warna, yaitu

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

warna primer, intermediete, sekunder, tersier, dan kuater. Yang termasuk ke


dalam warna primer antara lain merah, kuning dan biru. Seperti namanya, warna
intermediete berada di antara warna primer dan sekunder. Contoh dari warna
intermediete antara lain seperti kuning hijau (sejenis moon green), biru hijau
(sejenis sea green), dan lain-lain. Contoh dari warna sekunder yaitu
oranye/jingga, hijau, ungu/violet , warna tersier yaitu yellow ochre, burnt siena,
navy blue dan lain-lain srta warna kuarter seperti moss green, deep purple, dan
lain-lain. Seperti yang kita tau bahwa warna tingkatan warna dihasilkan dari
percampuran dari warna-warna pada tingkatan di bawahnya.
Di dalam teori seni rupa dan desain, warna memiliki beberapa dimensi
antara lain yaitu hue, value, dan chroma. Seperti yang kita ketahui jika hue
merupakan dimensi warna yang memiliki identitas dimana berguna untuk
membedakan dengan warna lainnya, agar setiap warna dapat dikenali dengan jelas
untuk menunjukan nama dari suatu warna, seperti merah, ungu, biru, hijau, kuning
dan warna lainya. Selain hue, terdapat dimensi lain yaitu value dimana dimensi
warna tersebut menyatakan terang gelapnya warna atau tingkat kecerahan dari
suatu warna. Value memiliki dua jenis yaitu value shade (semakin gelap) dan
value tint (semakin terang). Warna dengan dimensi chroma adalah istilah untuk
menyatakan cerah atau buramnya warna, kualitas atau kekuatan warna. Warna-
warna yang intensitasnya penuh akan nampak sangat mencolok dan menimbulkan
efek tegas, sedang warna-warna yang intensitasnya rendah nampak lebih lembut.
Pada kain batik, seringkali kita menjumpai warna-warna batik dengan
menggunakan kesan warna alami atau warna tanah. Sebagian besar batik yang
digunakan seperti untuk bawahan adalah warna coklat, hitam, maupun putih.
Amri Yahya berpendapat bahwa batik klasik terdiri dari tiga warna yaitu; coklat
identik dengan merah, biru identik dengan warna hitam,dan kuning atau atau
coklat muda yang identik dengan warna putih (Musman, 2011: 24). Dalam
prosesnya, batik membutuhkan dua macam pewarnaan yaitu pewarnaan alami dan
sintetis. Pada awalnya, pewarna batik yang digunakan berasal dari bahan-bahan
dari alam seperti daun, kulit pohon, kayu, kulit akar, bunga, dan sebagainya.
Seiring perkembangan zaman dan kebutuhan akan kain batik, maka digunakanlah
pewarna kimia atau sintetis karena pewarna ini lebih mudah didapatkan. Pewarna

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

kimia atau sintetis tersebut tidak lain adalah pewarna yang diperoleh dari bahan-
bahan seperti remazol, napthol, dan indigosol.
Warna-warna yang biasanya digunakan pada kain batik antara lain adalah:
a. Merah
Seperti keterangan sebelumnya, warna merah merupakan warna yang
berada pada tingkatan primer atau biasa disebut dengan warna pokok. Pada benda-
benda yang berwarna merah seperti bendera, kita akan melihat kesan yang kuat
dan berani. Warna merah bisa mengasosiasikan suatu benda misalnya pada darah,
api, dan juga panas. Dalam hal ini, Sanyoto (2009: 47) mengatakan bahwa
karakter dari warna merah yaitu kuat, cepat, enerjik, semangat, gairah, marah,
berani, bahaya, positif, agresif, merangsang, dan panas.

Warna merah

Gambar 21 Warna Merah


Sumber: Dokumen Peneliti

b. Jingga
Dalam kehidupan sehari-hari, warna jingga bisa mengasosiakan suatu
benda seperti buah jeruk. Warna jingga memberi kesan hangat dan ceria jika
dipandang. Seperti pada keterangan sebelumnya, warna jingga merupakan warna
sekunder dimana keberadaannya merupakan hasil percampuran antara warna
merah dan kuning. Sanyoto (2009: 46) mengatakan bahwa warna jingga
melambangkan kemerdekaan, penganugerahan, kehangatan, keseimbangan, tetapi
juga lambang bahaya.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Warna jingga

Gambar 22 Warna Jingga


Sumber: Dokumen Peneliti

c. Kuning
Seperti keterangan sebelumnya, warna kuning merupakan warna yang
berada pada tingkatan primer atau biasa disebut dengan warna pokok. Warna
kuning sering kita temui dalam benda sehari-hari seperti buah pisang, matahari,
mentega, dan lain-lain. Sanyoto (2009: 46) mengatakan bahwa warna kuning
berasosiasi pada matahari, bahkan pada mataharinya sendiri yang menunjukkan
keadaan terang dan hangat. Oleh karena itu warna kuning mempunyai karakter
terang, supel, gembira, ceria, dan cerah.

Warna kuning

Gambar 23 Warna Kuning


Sumber: Dokumen Peneliti

d. Hijau
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemui benda-benda yang
berwarna hijau terutama benda-benda alam seperti flora. Biasanya ketika kita
melihat warna hijau pada alam, maka penglihatan kita akan terasa lebih rileks,
teduh, dan segar. Warna hijau termasuk ke dalam warna sekunder karena
terbentuk dari percampuran antara warna kuning dan biru. Sanyoto (2009: 50)

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

menyatakan bahwa warna hijau berasosiasi pada hijaunya alam alam, tumbuhan-
tumbuhan, sesuatu yang hidup dan berkembang. Oleh karena itu warna hijau
mempunyai watak yang segar, hidup, tumbuh, tenang, dan beberapa watak lain
yang mirip dengan warna biru.

Warna hijau

Gambar 24 Warna Hijau


Sumber: Dokumen Peneliti

e. Biru
Pada saat kita melihat warna biru, kita akan teringat dengan benda-benda
alam seperti langit dan laut. Dari hal tersebut, jika kita melihat warna biru pada
benda-benda buatan, kita akan merasakan kesan luas. Sanyoto (2009: 49)
mengatakan bahwa warna biru memiliki asosiasi pada air, laut, langit, dan di barat
pada es. Ketika kita melihat warna biru makan akan menimbulkan kesan dingin,
tenang, dan luas. Selain itu, biru juga memiliki mempunyai watak pasif,
melankoli, sayu, sendu, terkesan jauh dan mendalam. Warna biru merupakan
warna yang berada pada tingkatan primer atau biasa disebut dengan warna pokok.

Warna biru

Gambar 25 Warna Biru


Sumber: Dokumen Peneliti

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

f. Ungu
Dalam kehidupan sehari-hari, warna ungu sering diasosiasikan sebagai
warna janda. Warna ungu juga sering disamakan dengan warnat violet. Akan
tetapi, warna ungu lebih tepat jika disamakan dengan warna purple dikarenakan
warna tersebut lebih cenderung kemerahan sedangkan violet lebih cenderung
kebiruan. Sanyoto (2009: 47) mengatakan bahwa ungu merupakan lambang
kebesaran, kejayaan, keningratan, kebangsawanan, kebijaksanaan, pencerahan.

Warna ungu

Gambar 26 Warna Ungu


Sumber: Dokumen Peneliti

g. Violet
Seringkali ketika melihat warna violet maka warna violet akan sering
disamakan dengan warna ungu, padahal terdapat perbedaan yaitu warna ungu
lebih cenderung kemerahan sedangkan warana violet lebih cenderung ke biru.
Dari hal tersebut, warna violet akan cenderung lebih terkesan lembut dan dingin.
Sanyoto (2009: 48) mengatakan bahwa violet memiliki watak melankoli,
kesusahan, kesedihan, belasungkawa, bahkan bencana.

Warna violet

Gambar 27 Warna Violet


Sumber: Dokumen Peneliti

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

h. Abu-abu
Jika melihat warna abu-abu, seringkali kita akan berasosiasi dengan
suasana suram dan mendung. Selain itu, kita dapat menemui warna abu-abu pada
benda-benda seperti besi, timah, awan mendung, dan lain-lain. Abu-abu
merupakan warna yang dihasilkan dari warna putih dan hitam.Sanyoto (2009: 51)
mengatakan bahwa abu-abu adalah warna yang paling netral, tidak adanya
kehidupan yang spesifik. Akan tetapi abu-abu mempunyai karakter yang
menggambarkan sebuah ketidakpastian.

Warna abu-abu

Gambar 28 Warna Abu-abu


Sumber: Dokumen Peneliti

i. Coklat
Seringkali ketika kita melihat warna ini kita akan berasosiasi dengan
warna tanah atau warna natural. Selain tanah, benda-benda yang dapat kita temui
dengan warna coklat antara lain seperti warna kulit, warna makanan cokelat, dan
lain-lain. Berdasarkan teori warna, warna coklat masuk ke dalam warna tersier
karena merupakan warna yang dihasilkan dari beberapa primer atau dua warna
sekunder. Sanyoto (2009: 51) berkata bahwa warna coklat melambangkan
kesopanan, kearifan, kebijaksanaan, kehormatan. Warna coklat seringkali
digunakan dalam batik-batik klasik. Coklat memiliki karakter sopan, arif,
bijaksana, kedekatan hati, hemat, hormat, dan kotor.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Warna coklat

Gambar 29 Warna Coklat


Sumber: Dokumen Peneliti

j. Hitam
Dalam kehidupan sehari-hari, warna hitam banyak kita temui dalam
benda-benda sehari hari seperti baju, sepatu, dan pakain lainnya. Warna hitam
seringkali menjadi warna yang sering digunakan dalam pakaian karena warna ini
berkesan elegan dan formal. Warna-warna lain jika dicampur dengan warna hitam
akan berada pada dimensi value (semakin gelap). Sanyoto (2009: 46) mengatakan
bahwa hitam adalah warna tergelap. Warna hitam menggambarkan kekuatan,
kedalaman, kegelapan, formalitas, dan keanggunan. Akan tetapi warna hitam juga
berasosiasi pada kebodohan, kegelapan malam, kesengsaraan, bencana,
perkabungan, kejahatan, ketiadaan, dan keputusasaan.

Warna hitam

Gambar 30 Warna Hitam


Sumber: Dokumen Peneliti

k. Putih
Seperti yang kita ketahui, putih adalah warna yang paling terang. Warna
putih seringkali berasosiasi pada benda-benda seperti salju di dunia barat, kain
kafan, sinar, dan lain-lain. Warna-warna lain jika dicampur dengan warna putih
akan berada pada dimensi value (semakin terang). Warna putih mempunyai
karakter positif, cerah, dan mengalah. Sunyoto (2009: 46) menyatakan bahwa
warna putih melambangkan cahaya, kesucian, kekanak-kanakan, kejujuran,

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

ketulusan, kedamaian, ketentraman, kebenaran, kesopanan, keadaan tak bersalah,


kehalusan, kelembutan, kewanitaan, kebersihan, simple, kehormatan.

Warna putih

Gambar 31 Warna Putih


Sumber: Dokumen Peneliti

b. Prinsip Visual dalam Batik


Dalam hal penyusunan motif batik terdapat beberapa prinsip yang harus
diperhatikan antara lain sebagai berikut:
a. Kesatuan
Pada karya seni maupun batik, alangkah baiknya jika prinsip kesatuan
selalu diterapkan. Motif pada kain batik akan telihat lebih indah dan tertata jika
didalamnya satu kesatuan yang utuh secara menyeluruh. Menurut Sanyoto (2009:
213) prinsip kesatuan sesungguhnyai ialah adanya saling hubungan antar semua
elemen yang disusun dalam sebuah karya. Kesatuan pada batik dapat terbentuk
melalui hubungan antar motif utama, pendukung, isen-isen, warna, dan unsur-
unsur lain yang bersatu padu membentuk suatu komposisi yang serasi, indah, dan
menarik. Prinsip kesatuan pada batik memuat unsur-unsur yang saling
mendukung, saling membutuhkan, dan saling terkait. Selain itu, kesatuan pada
batik juga dapat terbentuk melalui pendekataan kesamaan-kesamaan motif, warna,
kemiripan unsur seperti warna yang berdekatan, keselarasan, keterikatan,
keterkaitan, dan kerapatan antar komponen motif utama maupun motif
pendukung.
b. Keselarasan/Keserasian/Harmoni
Pada karya seni, prinsip keselarasan dapat terbentuk melalui kesamaan
antara objek satu dengan yang lain, tidak adanya pertentangan, dan terdapat
kesatuan dalam karya seni tersebut. Hal ini juga berlaku pada batik. Indrawati

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

(2009: 41) mengatakan bahwa keselarasan/keserasian dapat dicapai dengan


memperbanyak kesamaan dan kemiripan pada media estetik yang dimanfaatkan
dalam suatu organisasi visual. Untuk mencapai keserasian dalam batik dapat
dilakukan dengan memperbanyak kesamaan unsur seperti warna, motif
pendukung, motif utama, ataupun isen-isen. Dari hal tersebut, keselarasan dalam
batik dapat dicapai dengan memperbanyak motif dengan bentuk yang sama,
memberi pengulangan ukuran yang sama pada motif pendukung atau motif utama,
memilih warna-warna dengan intentitas yang berdekatan, serta memperbanyak
isen-isen dengan jenis yang sama pada motif yang berbeda.
c. Kesebandingan atau Proporsi
Karya seni yang baik akan selalu memiliki proporsi yang ideal, baik
ukurannya, susunannya, jumlahnya, dan lain-lain. Pada karya batik, kita bisa
memperhatikan kesebandingan atau proporsi melalui bentuk motifnya, ukuran
motifnya, dan susunannya. Umumnya, ukuran motif batik yang ideal yaitu motif
utama lebih besar daripada motif pendukung dan isen-isen. Susunan pada motif
batik juga ditata sedemikian rupa agar nampak sebanding dan tidak berantakan.
Indrawati (2009:52) menyatakan bahwa kesebandingan pada sebuah tata susun
dapat dicapai dengan meciptakan perimbangan pada susunan, ukuran, persamaan,
jumlah dan hubungan antara bagian-bagian atau media estetik yang ditata. Dalam
batik, proporsi sangat penting karena jika ingin batik agar lebih indah maka perlu
memperhatikan susunan motif, membuat ukuran motif batik yang variatif dan
jumlah yang sesuai.
d. Ritme atau Irama
Perulangan pada batik dapat terjadi dari tata susun masing-masing motif
dan diulang-ulang dengan posisi yang teratur. Selain itu, repetisi dapat diciptakan
dari garis klowongan yang memiliki efek arah tertentu. Indrawati (2009: 48)
menyatakan bahwa ritme/irama terasa karena penciptaan perulangan yang
menyebabkan terjadinya efek gerak. Akibat perulangan inipun kita dapat
merasakan adanya kesan garis imajiner dan tidak terputus. Ritme dan irama dalam
batik bisa dilihat dari pola komposisi motif yang disusun. Contoh dari batik yang
mempunyai ritme yang dinamis yaitu Motif Batik Porang. Hal tersebut

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

dikarenakan motif-motif yang diciptakan berulang terus-menerus dengan posisi


diagonal memanjang.
e. Keseimbangan
Prinsip seimbang dalam karya seni memberikan kesan stabil pada
komponen visual secara menyeluruh. Pada batik, keseimbangan berkaitan dengan
struktur desain batik yang dipakai dan pola penyusunan yang diterapkan. Bobot
visual ditentukan oleh ukuran, wujud, warna, tekstur, dan kehadiran semua unsur
dipertimbangkan dan memperhatikan dalam penyusunan bentuk, yaitu
keseimbangan formal (formal balance) dan keseimbangan informal (informal
balance) (Dharsono, 2009 : 83).
Dalam seni rupa maupun batik, keseimbangan memiliki dua jenis yaitu
keseimbangan formal atau keseimbangan simetris dan keseimbangan informal
atau keseimbangan asimetris. Seperti namanya, keseimbangan simetris
mempunyai kesamaan antara dua sisi kanan-kiri atau atas-bawah. Pada batik,
keseimbangan formal dapat tersusun melalui tata susun yang memiliki kesamaan
pada keseluruhan komponennya di dua sisi. Keseimbangan simetris akan lebih
mudah jika diterapkan pada batik dengan motif geometris, dikarenakan motif
geometris memiliki bagian mudah dibagi- yang disebut “raport”. Keseimbangan
informal dapat terbentuk melalui unsur-unsur seperti garis, warna, bentuk dan
lain-lain. Pada batik, keseimbangan asimetris dapat terbentuk melalui
kedinamisan tata susun berbagai gubahan motif utama maupun pendukung tetapi
tetap seimbang.
f. Penekanan
Pada suatu karya seni, penekanan dapat berfungsi sebagai daya tarik utama
atau menarik perhatian pengamat. Dengan adanya penekanan, apresiator akan
dipancing untuk memperhatikan keseluruhan unsur dari sebuah karya. Begitu juga
dengan batik. Pada batik, penekanan penting untuk diterapkan agar batik tersebut
mudah dikenali, mempunyai ciri khas dan karakter. Indrawati (2009: 53)
menyatakan bahwa kevariasian/empasis pada sebuah tata susun dapat dicapai
melalui penciptaan penekanan melalui perulangan, ukuran, kontras, susunan, dan
kelainan, sehingga menghasilkan daya tarik.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Pada motif batik, penekanan dapat dilakukan dengan memperbesar ukuran


motif tertentu untuk menjadikan motif tersebut sebagai center of interest. Pada
warna batik, dapat dilakukan dengan cara memberikan warna yang mencolok atau
kontras pada bagian-bagian tertentu sehingga dapat menarik pandangan mata.
Selain itu, motif batik dengan variasi yang berbeda dengan yang lain juga dapat
dijadikan sebagai emphasis. Variasi bentuk motif tersebut bisa dicapai melalui
proses stilasi yang lebih banyak dibanding motif yang lain. Namun demikian,
dalam menerapkan empasis harus memperhatikan beberapa aspek seperti tidak
terlalui banyak variasi sehingga tidak terkesan ramai dan membingungkan saat
dilihat.

C. Pohon Trembesi sebagai Pohon Heritage Kota Malang


Seperti namanya, Motif Trembesi merupakan motif batik yang diangkat
dari tanaman trembesi. Bagian yang bisa diangkat dari tanaman tersebut antara
lain seperti pada bagian bunga, daun, buah, ranting, bahkan satu pohon sekalipun.
Trembesi merupakan salah satu pohon heritage Kota Malang. Trembesi adalah
salah satu tanaman pelindung yang mempunyai banyak manfaat seperti penopang
tanah, meminimalisir polutan, tempat berteduh, dan lain sebagainya. Tanaman
trembesi mempunyai bagian-bagian antara lain batang, akar, daun ranting, bunga,
buah, dan biji. Daun trembesi berbentuk kecil-kecil yang tersusun beberapa deret
dalam satu tangkai daun. Daun trembesi berwarna hijau tua dan hijau muda ketika
masih muda. Daun trembesi berbentuk bulatan-bulatan kecil yang kurang
sempurna. Pohon trembesi biasanya berbunga sepanjang tahun. Bunga tanaman
ini berbentuk umbel (12-25 per kelompok) berwarna merah muda dengan stamen
panjang dalam dua warna (putih dibagian bawah dan kemerahan di bagian atas)
yang berserbuk. Ratusan kelompok bunga dapat mekar atau kembang bersamaan
memenuhi kanopi pohon sehingga pohon terlihat berwarna merah muda.

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

Gambar 32 Tanaman Trembesi


Sumber: Dokumentasi Peneliti

Kota Malang memiliki beberapa pohon heritage antara lain seperti pohon
trembesi (Samanea Saman/Rain Tree), pohon beringin (Ficus Benjamina), dan
pohon kenari (Canarium). Salah satu pohon heritage yang diangkat menjadi motif
batik yaiu pohon trembesi. Di Kota Malang, terdapat pohon trembesi yang berusia
lebih dari 100 tahun. Pohon-pohon tersebut terdapat di sekitar wilayah Tugu Kota
Malang dan terdapat sekitar 20 pohon yang mengelilingi daerah tersebut. Pohon
trembesi dianggap sebagai pohon heritage karena merupakan pohon pusaka Kota
Malang yang telah hidup dari zaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang,
Kemerdekaan Indonesia, hingga saat ini. Pengelolaan pohon heritage tersebut
dimaksudkan untuk dijadikan sebagai destinasi wisata yang nantinya juga
dijadikan sebagai ikon khas Kota Malang.
Pada Motif Trembesi, bagian-bagian pohon trembesi yang digunakan
sebagai sumber penciptaan motif batik ialah pada bagian daun dan bunganya.
Pohon trembesi memiliki bagian khas yaitu terdapat pada daunnya, sehingga
ketika ingin menggambarkan Motif Trembesi, dapat mengadopsi bagian daun
sebagai motif utama. Hal tersebut dikarenakan daun pada pohon trembesi
merupakan bagian yang paling besar, paling dominan, dan paling banyak pada
pohon tersebut. Penggambaran Motif Daun Trembesi dapat diadaptasi dari
sekumpulan daun pada satu tangkai atau dalam beberapa tangkai dengan tetap
mempertahankan karakter dari daun trembesi tersebut. Selain daun, bagian lain
yang dapat diangkat menjadi motif selain daun trembesi yaitu bunga trembesi.
Bunga trembesi dianggap sebagai bagian yang paling estetik atau indah dalam
suatu pohon trembesi. Penggambaran motif dari bunga trembesi dapat

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa


Analisis Batik Trembesi Karya Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang

digayakan menurut perspektif sudut pandang arah melihat, ukuran, jumlah


komponen seperti putik atau kelopak, dan warna nya.

Gambar 33 Daun dan Bunga Trembesi


Sumber: Dokumentasi Peneliti

Dalam setiap pembuatan Motif Trembesi, objek asli dari tiap-tiap bagian
tumbuhan trembesi mengalami proses pengembangan ide. Proses tersebut antara
lain proses stilasi, transformasi, distorsi, dan deformasi. Hal ini sangat
berpengaruh terhadap hasil visual yang ditampilkan dan bertujuan agar
penggambaran Motif Trembesi terlihat lebih menarik, kuat, serta indah.
Maghfirah (2016:7) mengatakan bahwa stilasi adalah penggambaran bentuk
dengan cara menggayakan objek atau benda yang digambar, seperti yang banyak
digunakan pada stilasi penggambaran ornamen untuk motif batik, tatah sungging
dan lain sebagainya, sedangkan distorsi adalah penggambaran bentuk untuk
pencapaian karakter, misalnya topeng dengan warna merah dan mata melotot
untuk melebihkan karakter tokoh yang digambarkan. Selain itu, Maghfirah (2016:
7) juga mengatakan bahwa transfomasi adalah penggambaran karakter dengan
cara memindahkan wujud dari objek yang satu ke objek yang lain, sehingga
menciptakan perujudan karakter ganda pada satu karya, seperti penggambaran
manusia berkepala binatang. Terakhir adalah deformasi, yaitu pencapaian bentuk
dengan cara mengambil unsur tertentu yang mewakili karakter hasil intepretasi
yang sifatnya sangat hakiki (Maghfirah: 2016).

Kris Monika Eva Erianti, Pendidikan Seni Rupa

Anda mungkin juga menyukai