BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kota Malang memiliki hasil kebudayaan yang khas salah satunya yaitu
Batik. Menurut Balai Pustaka dalam Wulandari (2011:2) batik merupakan kain
bergambar yang dibuat secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam
(lilin) pada kain, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu. Daerah
Malang memiliki batik yang disebut dengan Batik Malangan dimana memiliki ciri
khas yang nampak, yaitu seringkali mengangkat unsur daerah Malang sebagai
motifnya. Batik Malangan terdiri dari batik klasik hingga batik kreasi atau batik
modern Batik Malangan klasik biasa digunakan sebagai pakaian dalam perayaan
upacara adat yang diaplikasikan dalam bentuk udheng, sewek, dan sembong. Selain
batik klasik, Malang juga kaya akan batik modern dimana batik tersebut banyak
mengangkat tentang ikon khas Kota Malang seperti bunga teratai, Tugu Pemkot
Malang, Topeng Malang, candi-candi di Malang, dan lain sebagainya. Salah satu
contoh Batik Malangan yang terkenal di masyarakat adalah Batik Topeng Malangan
dimana batik tersebut merupakan motif yang diangkat dari kesenian Topeng
Malangan. Batik modern dengan motif Malangan umumnya sekarang menjadi
barang pakai seperti kain panjang, pakaian, dan aksesoris-aksesoris lainnya.
Kota Malang merupakan daerah yang memiliki banyak kekayaan alam dan
budaya dimana salah satunya yaitu kekayaan flora. Salah satu flora selain bunga
teratai yang menjadi ciri khas Kota Malang adalah trembesi. Trembesi sudah umum
di kalangan masyarakat Malang dan sekitarnya karena banyak ditemukan di daerah
Alun-alun Kota Malang. Pohon trembesi sangat berpotensi jika diangkat menjadi
motif atau ornamen, salah satunya bisa diterapkan pada kain batik.. Seperti
namanya, Batik Trembesi merupakan batik yang bermotifkan bagian-bagian dari
tumbuhan trembesi. Dari peluang tersebut, terdapat salah satu industri batik di Kota
Malang yang mengangkat pohon trembesi sebagai motif batik. Industri tersebut
ialah Soendari Batik And Art Gallery.
Soendari Batik and Art Gallery merupakan salah satu industri batik di
Malang yang memiliki keunikan tersendiri. Keunikan tersebut ditunjukkan dari
berbagai faktor seperti layanan yang ditawarkan, koleksi batik yang dimiliki,
hingga teknik pembuatan batik yang digunakan. Soendari Batik and Art Gallery
merupakan industri sekaligus galeri batik yang memiliki konsep Wastra Nusantara,
yaitu mengangkat batik dari berbagai daerah di Indonesia dengan jalan mengoleksi
batik tradisional dan memproduksi batik yang mengangkat tentang potensi-potensi
daerah. Selain itu, kegiatan dan fasilitas yang ditawarkan tidak hanya sebatas
kegiatan jual beli kain batik saja. Akan tetapi, Soendari Batik and Art Gallery juga
berfokus pada pelatihan-pelatihan membatik dan telah bekerjasama dengan
berbagai instansi pemerintah maupun instansi pendidikan. Dalam proses
produksinya, Soendari Batik and Art Gallery mengembangkan teknik laseman
remazol dimana teknik ini merupakan proses pewarnaan yang mana warna yang
telah digores malam panas bisa ditimpa dengan warna lain. Proses pewarnaan ini
diterapkan pada beberapa produk batik di Soendari Batik and Art Gallery, salah
satunya ialah Batik Trembesi.
Keunggulan dan perbedaan Motif Batik Trembesi ini dengan batik yang lain
yaitu motif ini merupakan satu-satunya motif yang dikeluarkan perdana oleh
Soendari Batik and Art Gallery karena sejauh ini belum ada industri lain yang
memproduksi batik dengan motif trembesi sebagai ikon khas Kota Malang.
Perbedaan dengan koleksi batik lain yang ada di galeri ini yaitu batik ini memiliki
kesan unik dan berbeda karena seringkali memunculkan ikon Kota Malang pada
visualnya. Berbeda dengan motif batik Malangan yang lain dimana seringkali hanya
menampilkan satu unsur ikon Kota Malang seperti Motif Bunga Teratai saja. Dari
hal tersebut, peneliti akhirnya tertarik untuk meneliti Motif Batik Trembesi yang
ada di Soendari Batik and Art Gallery. Kelima batik yang dipilih pada penelitian
ini juga merupakan produk batik yang paling banyak dibeli oleh pembeli daripada
seri Motif Batik Trembesi yang lain.
Eksistensi Batik Trembesi ini masih kurang dikenal oleh masyarakat luas
karena belum ada pemberian hak paten dari Pemerintah Kota Malang. Selain itu,
juga belum ada penelitian atau ulasan yang membahas tentang batik ini. Walaupun
demikian, Batik Trembesi sudah pernah tampil dalam beberapa kesempatan seperti
pada acara Malang Fashion Movement. Batik Trembesi juga telah menjadi
seragam resmi dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang dan akan
digunakan juga sebagai seragam Ikatan Pejabat Notaris Kota Malang. Penggagas
pertama motif Batik Trembesi ini ialah Satrya Paramanandana, yang sekaligus
menjadi pimpinan Soendari Batik and Art Gallery di Jalan PTP II Kota Malang.
Batik Trembesi ini oleh Satrya diatasnamakan sebagai batik milik yaitu motif ini
merupakan satu-satunya motif yang dikeluarkan perdana oleh Soendari Batik and
Art Gallery. Berdasarkan wawancara kepada narasumber Satrya Paramanandana
yang dilakukan pada saat observasi awal pada tanggal 22 Februari 2020, Batik
Trembesi ini menggambarkan tentang kekuatan dimana pohon ini telah menjadi
pohon pusaka di area Balaikota Malang. Selain itu, Batik Trembesi ini diangkat
menjadi motif karena pohon trembesi yang ada di Kota Malang ini telah menjadi
saksi tiga zaman yang terjadi Indonesia yaitu zaman kolonial Belanda, zaman
penjajahan Jepang, dan era kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia
tahun 1945. Sehingga dari hal tersebut, penting bagi peneliti untuk meneliti Motif
Batik Trembesi.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui lebih jauh mengenai
bagaimana ragam visualisasi dan visualisasi estetik Motif Batik Trembesi. Batik
dengan motif trembesi merupakan kekayaan budaya nusantara yang harus
dilestarikan dan dikenal baik melalui karya maupun tulisan sehingga Motif Batik
Trembesi dapat diketahui dan dikenal lebih luas khususnya oleh masyarakat
Malang. Oleh karena itu, penulis mengambil judul “Analisis Batik Trembesi karya
Soendari Batik and Art Gallery Kota Malang” dengan mengambil lima sampel kain
batik untuk dianalisis visualnya. Penelitian ini bermanfaat di bidang pendidikan
seni rupa karena dapat menambah pengetahuan mengenai motif batik kreasi yang
mengangkat ikon khas di setiap daerah khususnya di Kota Malang dan bagaimana
visualisasinya. Penelitian ini bermanfaat untuk pendidikan seni rupa khususnya di
daerah Malang dan sekitarnya dimana supaya pendidik dan peserta didik berminat
untuk melestarikan Motif Trembesi sebagai ikon Kota Malang dan
mengembangkannya serta mau berinovasi untuk berkarya batik dengan sumber ide
budaya yang khas lainnya dari Kota Malang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, peneliti merumuskan
masalah dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana ragam visualisasi Motif Batik Trembesi karya Soendari Batik and
Art Gallery?
2. Bagaimana visualisasi estetik Motif Batik Trembesi karya Soendari Batik
and Art Gallery Malang?
D. Landasan Teori
1. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini menggunakan penelitian terdahulu untuk memudahkan
pengumpulan informasi mengenai penelitian sejenis, metode yang digunakan, dan
analisis data yang digunakan dalam penelitian sebelumnya. Penelitian terdahulu
berfungsi sebagai pembanding serta memberikan kontribusi berupa paparan teori-
teori terkait batik. Selain itu, penelitian terdahulu juga berfungsi untuk
menguatkan bahwa penelitian ini bukanlah hasil plagiasi dari penelitian terdahulu.
Penelitian-penelitian terdahulu yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai
berikut:
a. Analisis Motif Batik Manggur Kota Probolinggo
Penelitian “Analisis Motif Batik Manggur Kota Probolinggo” ini telah
dilaksanakan oleh Rian Permadi, alumni Mahasiswa Jurusan Seni Desain Prodi
Pendidikan Seni Rupa dan selesai pada tahun 2015 dimana penelitian ini
merupakan tugas skripsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis visual motif Batik Manggur Kota Probolinggo. Penelitian ini
dilatarbelakangi dari banyaknya buah mangga dan anggur di Probolinggo, akan
tetapi banyak masyarakat Probolinggo yang tidak mengetahui adanya batik yang
bermotif mangga dan anggur khas Kota Probolinggo itu sendiri.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini
menggunakan metode pengumpulan data antara lain yaitu observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dengan pengecekan keabsahan
temuan berupa perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, dan triangulasi.
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan hal-hal sebagai berikut:
1. Motif Batik Manggur yang diteliti antara lain Motif Daun Mangga, Motif
Melati Manggur, Motif Manggur Seribu Taman, Motif Sulur Manggur, dan
Motif Bunga Sepatu Manggur.
2. Persamaan dari beberapa sampel yang diteliti adalah kesamaan objek atau
motif yaitu motif buah mangga dan anggur. Selain itu juga ditemukan
ornamen pendukung berupa; bunga mawar, daun mawar, bunga matahari,
daun bunga matahari, bunga kembang sepatu, daun anggur dan sulur-suluran.
Selain itu, isen-isen yang digunakan antara lain; cecek-cecek, cecek pitu,
galaran dan sisik.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah sama-sama
meneliti tentang visualisasi motif batik. Jenis batik yang ditelitipun sama-sama
merupakan batik modern atau batik kreasi dan bukan batik klasik. Selain itu, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data, teknik pengumpulan data, dan teknik
pengecekan keabsahan data yang digunakan juga sama. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian penulis adalah pada objek penelitiannya. Penelitian ini meneliti
tentang visualisasi Motif Batik Manggur Probolinggo, sedangkan penulis meneliti
tentang visualisasi Motif Batik Trembesi. Kedua penelitian inipun dilakukan pada
tempat dan waktu yang berbeda. Kontribusi penelitian ini untuk penulis ialah
sebagai pembanding dan juga berkontribusi dalam memberikan paparan teori-teori
yang terkait dengan visualisasi batik. Penelitian ini menyarankan kepada peneliti
selanjutnya untuk menjadikan penelitian tersebut sebagai pembanding jika
penelitian yang dilakukan oleh peneliti selanjutnya adalah penelitian sejenis dengan
mengembangkan ide dan lingkup penelitiannya. Dari paparan ini, maka dapat
disimpulkan bahwa penelitian yang berjudul “Analisis Batik Trembesi Karya
Soendari Batik And Art Gallery” bukan merupakan plagiasi penelitian yang telah
ada dan murni merupakan karya penelitian baru.
Selain itu, Anjani Batik juga merupakan salah satu galeri batik terbesar di Kota
Batu yang sering memamerkan dan menjual karya-karyanya.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini
menggunakan metode pengumpulan data antara lain yaitu observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dengan pengecekan keabsahan
temuan berupa triangulasi dan membercheck.
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan hal-hal sebagai berikut:
1. Motif batik tulis yang diteliti di Anjani Batik Galeri antara lain Motif Banteng
Agung, Motif Banteng Agung II, Motif Barongan, dan Motif Omahe Banteng
dimana motif-motif tersebut merupakan karya dari Anjani Sekar Arum,
pemilik Anjani Batik Galeri.
2. Visualisasi motif pada batik-batik yang diteliti menampilkan objek-objek
seperti kepala banteng dan atribut bantengan antara lain seperti; macanan,
monyetan, pecut, alat musik gendang, tempat ritual punden dan barongan.
Selain itu juga terdapat motif pendukung berupa sulur, bunga, dan daun serta
isen-isen seperti cecek, telon, sisik melik, carat, ukel, liris, srimpet, sawut, dan
galaran.
3. Warna pada batik yang diteliti antara lain adalah warna merah dan hitam yang
tegas. Jenis perpaduan warna yang digunakan dalam batik merupakan
perpaduan warna dingin dan panas sehingga sesuai dengan karakter bantengan
itu sendiri.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah sama-sama
meneliti tentang visualisasi motif batik. Jenis batik yang ditelitipun sama-sama
merupakan batik modern atau batik kreasi dan bukan batik tradisional. Selain itu,
teknik pengumpulan data, pendekatan dan jenis penelitian, teknik analisis data yang
digunakan juga sama. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis yaitu pada
objek penelitian dan teknik pengecekan keabsahan data. Penelitian ini meneliti
tentang visualisasi Motif Batik Tulis Bantengan, sedangkan penulis meneliti
tentang visualisasi Motif Batik Trembesi. Dari hal tersebut diketahui bahwa
penelitian ini hanya meneliti batik dengan jenis batik tulis saja, sedangkan pada
penelitian penulis juga meneliti batik dengan jenis batik cap. Pengecekan keabsahan
2. Kajian Teori
Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai
berikut:
A. Batik
Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia memiliki beragam budaya di
setiap daerahnya. Keragaman suku bangsa itulah yang menjadikan Indonesia
sebagai salah satu negara yang memiliki produk kesenian maupun kerajinan yang
banyak dan beragam. Budaya kesenian dan kriya nusantara tersebut ada karena
nenek moyang Bangsa Indonesia telah mewariskannya turun-temurun dari generasi
ke generasi. Selain kekayaan budaya, kita juga mengetahui bahwa Indonesia juga
kaya akan potensi sumber daya alam di setiap daerah. Sumber daya alam flora fauna
di Indonesia banyak dimanfaatkan sebagai pemenuhan kebutuhan, objek
pariwisata, kuliner, dan lain sebagainya. Hal ini sebagian besar sangat berpengaruh
terhadap kekaryaan seni maupun kriya nusantara dimana kemudian banyak
diciptakan produk seni maupun kerajinan yang khas dari flora maupun fauna di
berbagai daerah di Indonesia.
Masyarakat Indonesia dan dunia pada saat ini telah mengetahui bahwa
salah satu kekayaan budaya Indonesia yang terkenal ialah batik. Dunia mengenal
batik karena batik itu sendiri telah menjadi warisan dunia yang ditetapkan oleh
UNESCO sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan non-bendawi
(Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) dimana sejak
tanggal 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik di Indonesia. Batik adalah kain
bergambar yang dibuat secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam
(lilin) pada kain, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu (Balai
Pustaka dalam Wulandari, 2011:2).
1. Pengertian Batik
Jika mendengar kata “batik”, hal yang pertama akan diingat oleh seseorang
ialah kaitannya dengan identitas maupun kekayaan budaya Indonesia. Dilihat dari
asal katanya, batik berasal dari Bahasa Jawa yaitu amba yang berarti luas dan nitik
yang berarti membuat titik. Dari kata asal tersebut, kemudian muncul kata kerja
yang berkaitan dengan batik, yaitu membatik. Seperti pada bentuk dan cara
pembuatannya, batik dijelaskan sebagai kain bergambar yang dibuat secara khusus
dengan menuliskan atau menerakan malam (lilin) pada kain, kemudian
pengolahannya diproses menggunakan cara tertentu. Dalam proses pembuatannya,
batik memiliki ciri khas tersendiri yang dapat dilihat yaitu cara penggambaran
motifnya yang melalui proses pemalaman atau menggoreskan malam (lilin batik)
yang ditempatkan pada media canting atau cap. Membatik itu sendiri merupakan
kegiatan membuat corak atau gambar dengan tangan dengan menerakan malam
pada kain, membuat batik, atau menulis dengan cara seperti membuat batik
(Wulandari, 2011: 3).
Gambar 3 Batik
Sumber: Dokumentasi Peneliti
kain pada tiap daerah di Indonesia akan memiliki ciri khas masing-masing. Hal
tersebut telah menjadi sebuah karakter pada setiap daerah karena kaitannya
dengan letak geografis, potensi alam, dan faktor-faktor lainnya. Dalam
penggambarannya, potensi-potensi tersebut diolah menjadi motif batik dengan
melalui berbagai proses seperti stilasi, deformasi, transformasi, dan lain-lain
sehingga motif yang dihasilkan menjadi ragam hias yang lebih indah dan menarik.
Motif batik memiliki beberapa jenis ragam hias antara lain sebagai berikut:
1. Non-geometris
Seperti namanya, motif non geometris dapat diketahui jika komponen
motifnya tidak terikat pada suatu bangun atau geometri tertentu. Karena tidak
terikat, motif ini akan cenderung lebih bebas dan kreatif. Siswomiharjo (2011: 12)
mengatakan bahwa motif non-geometris terdiri dari flora, fauna, bangunan-
bangunan, sayap dalam berbagai bentuk, dan benda-benda alam. Berikut
merupakan beberapa jenis dari motif non geometris:
a. Ragam Hias Flora
Flora di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk diangkat
menjadi ragam hias batik. Hal tersebut dikarenakan setiap flora memiliki keunikan
tersendiri baik dari jenisnya maupun asalnya. Seperti namanya, motif flora dapat
diketahui jika di dalamnya tersusun atau terbentuk dari gubahan ragam hias yang
diangkat dari tumbuhan atau flora sebagai objek utamanya. Motif flora termasuk
ke dalam motif non-geometris karena bentuk flora yang cenderung tidak geometris,
bebas, dan natural. Motif flora dapat berupa motif yang diangkat dari bagian-bagian
tumbuhan seperti sulur-suluran, bunga, daun, akar, batang, buah, bahkan biji. Motif
sulur-suluran pada batik umumnya digambarkan sebagai tumbuhan yang merambat,
sedangkan bagian-bagian lain seperti buah, bunga, biji umumnya melalui proses
stilasi sehingga ragam hiasnya terlihat lebih indah dan menarik.
2. Motif Geometris
Selain motif non-geometris, batik Indonesia juga memiliki corak
geometris. Kebalikan dari non-geometris, motif geometris merupakan motif
dimana di dalamnya tersusun dari ragam hias yang berbentuk geometris dan
mudah dibagi-bagi menjadi bagian-bagian yang disebut “raport”. Bagian yang
disebut “raport” ini bila disusun akan menjadi motif yang utuh selengkapnya
(Ratnawati, 2011:19). Corak geometris merupakan corak hias yang mengandung
unsur-unsur garis dan bangun seperti garis miring, bujur sangkar, persegi panjang,
trapesium, belah ketupat, jajar genjang, lingkaran, dan bintang yang disusun
secara berulang-ulang membentuk satu kesatuan corak.
Dalam suatu bidang kain, terdapat berbagai ragam hias yang terbentuk dari
berbagai macam unsur-unsur yang membentuk suatu motif batik dimana motif
tersebut ditata dan dibuat secara berulang-ulang. Dalam hal ini, biasanya dalam
satu kain batik terdapat variasi ukuran, motif, bentuk, warna, dan lain-lain yang
bisa dispesifikasikan ke dalam beberapa bagian ragam motif. Bagian ragam motif
batik dalam suatu bidang kain batik diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Ornamen utama atau Motif Utama
Dalam satu bidang kain batik, terdapat suatu corak atau motif yang
menentukan sebuah nama atau pemaknaan dari suatu batik tersebut. biasanya
motif yang dijadikan ornamen utama tersebut memiliki suatu penggambaran,
tema, atau keunggulan tertentu. Seperti yang dikatakan oleh Wulandari (2011:
105) bahwa ornamen utama adalah suatu corak yang menentukan makna motif
tersebut. Dalam memberi nama suatu batik, dasar yang digunakan adalah ornamen
utama ini. Contohnya seperti jika corak motif utamanya adalah parang, maka
batik tersebut diberi nama Batik Parang, jika motif utamanya trembesi, maka batik
tersebut diberi nama Batik Trembesi, dan lain sebagainya. Banyak sekali jenis
corak utama yang digunakan dalam motif batik, yaitu seperti flora, fauna, alam
benda maupun geometris. Menurut Kartika (2007:36) Motif utama merupakan
unsur pokok pola berupa gambar-gambar bentuk tertentu, karena merupakan
unsur pokok maka kita sebut pula ornamen pokok (utama).
Ornamen
Utama
2. Ornamen Pendukung
Dalam sebuah kain batik, tidak akan terasa lengkap jika tidak ada
komponen pendukungnya. Selain berfungsi sebagai pendukung, ornamen atau
motif pendukung juga memberikan variasi tersendiri agar suatu batik tidak
monoton dan agar terlihat lebih penuh. Karena dijadikan sebagai pendukung,
ornamen pendukung digambarkan memiliki bentuk lebih kecil dari ornamen
utama dan tidak turut membentuk arti atau jiwa pola tersebut. Ornamen
pendukung atau ornamen tambahan tidak mempunyai arti dalam pembetukan
motif dan berfungsi sebagai pengisi bidang (Susanto dalam Ratnawati, 2011:16).
Dari hal tersebut, motif pendukung sangat penting untuk disematkan sebagai
pendukung ornamen utama. Walaupun keberadaannya tidak memiliki arti, tetapi
motif pendukung dapat memberikan kesan estetik yang lebih pada satu kain batik
dan agar kain batik tidak terasa kosong dan monoton.
Ornamen
Pendukung
3. Isen-isen
Seperti namanya, isen-isen atau isian dapat dikatakan sebagai komponen
pengisi baik ornamen utama maupun pengisi ornamen pendukung. Isen-isen
dalam suatu kain batik digambarkan dalam aneka corak pengisi latar kain dan
bidang-bidang kosong corak batik. Menurut Kartika (2007:36), isen-isen adalah
komponen untuk memperindah pola secara keseluruhan baik ornamen pokok
maupun ornamen pengisi yang diberi isian berupa hiasan titik-titik, garis-garis,
gabungan titik dan garis. Isen-isen pada batik biasanya berupa bentuk-bentuk
yang rumit dan detail seperti titk-titik, garis-garis, atau gabungan keduanya.
Isen – isen yang biasa digunakan sebagai pengisi latar kain antara lain seperti;
rawan, galaran, ukel, udar, belara sineret, anam karsa, debundel, kelir, kerikil,
sisik melik, uceng mudik, kembang jati, dan gingseng. Sedangakn untuk isen-isen
yang biasa digunakan untuk mengisi bidang kosong antara lain sebagai berikut;
cecek, kembang jeruk, kembang suruh, kembang cengkeh, sawat, sawut kembang,
kemukus, srikit, serit, dan untu walang. Isen-isen ini umumnya bentuknya sangat
kecil, lebih kecil dari motif utama maupun motif pendukung. Karena bentuk dan
ukurannya yang sangat kecil, pembuatan isen-isen memerlukan waktu yang relatif
lama sehingga dalam proses pengerjaannya, memerlukan ketelatenan dan
kesabaran yang tinggi.
Isen-isen
Gambar 10 Isen-isen
Sumber: Dokumentasi Peneliti
3. Pola Batik
Dalam suatu susunan pola batik, terdapat hal penting yang perlu
diperhatikan yaitu pola penyusunan motif batik dan komposisi penyusunan motif
batik (struktur desain batik). Pola dalam penyusunan motif batik antara lain yaitu
pola penyusunan asimetris dan simetris. Seperti yang kita ketahui, pola asimetris
pada motif batik dapat terbentuk melalui tata susun motif yang tidak sama antara
kanan dan kiri maupun atas dan bawah. Walaupun dalam penyusunan yang tidak
sama, keseimbangan akan tetap terbentuk melalui keseimbangan informal.
Sedangkan dalam penyusunan pola simetris, motif batik ditata dengan susunan yang
simetris atau sama antara kanan-kiri maupun atas-bawah. Keseimbangan motif
dengan pola simetris dalam satu kain batik akan lebih mudah terbentuk daripada
menggunakan pola susunan asimetris karena tata susun motif yang formal.
4. Jenis Batik
a. Batik Klasik
Diketahui bahwa batik klasik sudah ada sejak jaman Majapahit dan sangat
populer sampai saat ini. Tidak ada yang dapat memastikan kapan batik tercipta..
Menurut pendapat Asti M. dan Ambar B. Arini (2011: 1), kesenian batik adalah
kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan
keluarga raja-raja Indonesia. Pada awalnya batik klasik dikerjakan hanya terbatas
dalam keraton, untuk pakaian raja dan keluarga, serta para pengikutnya. Dari hal
tersebut, kemudian batik yang masuk kalangan istana diklaim sebagai milik dalam
benteng, orang lain tidak boleh mempergunakannya. Hal inilah yang menyebabkan
kekuasaan raja serta pola tata laku masyarakat dipakai sebagai landasan penciptaan
batik. Penentuan batik klasik adalah hak prerogatif raja setempat pada saat itu. Batik
klasik selalu memiliki makna tertentu yang bersifat spiritual dan idealisme yang
terjaga. Biasanya pembatik melakukan ritual atau puasa tertentu sebelum
membatik. Hal ini sangat berbeda dengan perajin batik sekarang. Selain itu, kita
akan sering menjumpai warna batik klasik berwarna soga atau kecoklat – coklatan,
hitam, putih, warna dengan unsur biru gelap dan warna dengan karakter tanah.
Warna-warna dan motif batik tersebut tentunya memiliki makna dan do’a yang
saling berhubungan satu sama lain. Hal itulah yang menjadikan batik klasik sebagai
warisan adiluhung Bangsa Indonesia.
b. Batik Modern
c. Batik Kontemporer
Istilah kontemporer seringkali kita dengar di dunia seni baik seni rupa, seni
musik, maupun seni pertunjukan. Seperti namanya, kontemporer diartikan sebagai
kebaruan atau kekinian. Dari hal tersebut, setiap hasil karya ataupun produk yang
dihasilkan oleh seniman atau perajin akan selalu berbeda dari sebelumnya. Begitu
pula dengan desain batik kontemporer yang selalu mengalami kebaruan. Kebaruan
kreasi desain motif batik muncul dengan tujuan memenuhi selera masyarakat,
penikmat, dan konsumen. Contoh batik kontemporer yaitu Batik Covid, dimana
populer pada saat terjadinya wabah virus Covid-19 menyerang masyarakat di
seluruh dunia. Desain batik yang dikembangkan dengan konsep kontemporer
berbasis potensi dan kearifan lokal memerlukan serangkaian tahap perancangan
(Nurcahyanti dalam Bastomi, 2018: 15-16). Dalam hal ini, usaha kreatif batik
sangat diperlukan dalam pengembangan desain motif batik kontemporer.
Identifikasi masalah terbaru diperlukan sehingga hakikat desain batik kontemporer
sebagai solusi permasalahan. Terihat pada saat ini, pengembangan desain batik
dipengaruhi oleh tren atau kondisi yang sedang terjadi, selera, kondisi geografis,
dan kebutuhan masyarakat sehingga tercipta motif baru yang dinamis dan cepat
diserap pasar.
5. Teknik Batik
Berdasarkan teknik pembuatannya, batik memiliki jenis-jenis antara lain
sebagai berikut:
a. Batik Tulis
Jenis batik yang beredar pada saat ini ada beberapa jenis berdasarkan
teknik pembuatannya, salah satunya ialah batik tulis. Seperti yang kita ketahui
bahwa batik tulis ialah salah satu jenis batik yang motifnya dihasilkan dengan
menulis, lebih tepatnya dihasilkan dari proses pencantingan malam menggunakan
alat yang disebut canting serta pola yang dihasilkan berasal dari proses menerakan
malam menggunakan tangan. Batik tulis bukan sekadar pekerjaan tukang, akan
tetapi merupakan energi kreatif yang menyatukan tangan, hati, dan pikiran untuk
memahami malam, canting, bagaimana cara menyapukan malam panas di atas
kain dan melihatnya meresap, dan menciptakan semua efek yang berbeda
(Musman, 2011: 19). Hal tersebutlah yang menjadikan batik tulis lebih mahal
daripada jenis batik yang lain. Karena harganya yang relatif lebih mahal dari jenis
batik lainnya, batik tulis memiliki segmen pasar tersendiri di kalangan masyarakat
menengah ke atas karena kualitasnya yang tinggi.
dihasilkan lebih luwes. Pembuatan batik tulis memakan waktu yang relatif lama
dibandingkan batik cap karena pola digoreskan satu per satu dengan teliti.
b. Batik Cap
Seperti namanya, pola motif batik cap dihasilkan dari proses pengecapan
malam menggunakan alat cap. Batik cap adalah kain yang dihias dengan motif
atau corak batik dengan menggunakan media canting cap (Musman, 2011: 19).
Umumnya motif yang dihasilkan dari proses batik cap bersifat pengulangan
dengan bentuk yang sama. Dikarenakan permintaan produk batik yang terus
meningkat di pasaran, batik cap menjadi alternatif solusi dari permasalahan
tersebut. Permintaan ini kemudian direspon oleh pengrajin batik dengan membuat
cap karena dirasa jika media pembuatan batik menggunakan canting akan
memakan waktu yang relatif lama.
cap relatif lebih cepat dan dijual dengan harga yang lebih murah dibandingkan
dengan batik tulis.
B. Visualisasi Estetik
Dalam suatu karya seni terutama seni modern, visualisasi estetik sangat
diperlukan untuk mengukur kualitas visual pada sebuah karya seni. Kualitas
visual pada batik juga dapat dilihat dari kualitas visual estetiknya. Kualitas
tersebut dapat dilihat dari unsur-unsur pembentuknya dan prinsip-prinsip
visualnya, apakah sesuai dan memenuhi kaidah yang ditetapkan atau belum.
Seperti yang diketahui jika visualisasi estetik merupakan gabungan antara kata
visualisasi dan estetik. Dalam seni rupa, visualisasi dikatakan sebagai tampilan
pada karya seni atau segala unsur yang nampak pada karya seni, sedangkan
estetika merupakan ilmu atau cabang filsafat yang membahas tentang
keindahan. Estetik dapat meliput esensi dari totalitas kehidupan yang mampu
menggelitik jiwa manusia dan berlaku terhadap apa saja yang dirasa sejalan
dengan konsepsi hidup pada zamannya, terkait dengan hal diatas perlu adanya
mengenal suatu unsur dan prinsip (Sachari, 2002 : 4). Dalam batik ini, visualisasi
estetik dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang nampak pada selembar kain
batik dan dapat diukur kualitas estetiknya melalui kaidah estetika yang berlaku.
luas yang manakala dengan objek yang sama dapat dikatakan besar apabila
diletakkan pada area yang sempit. Dalam batik, titik disebut dengan cecek. Suatu
bentuk disebut sebagai titik karena ukurannya yang sangat kecil dan merupakan
hasil sentuhan tanpa pergeseran dari suatu alat tulis (Sanyoto,2010 :84). Titik
dalam sebuah motif batik biasanya berperan sebagai isen. Isen pada motif batik
biasanya disusun untuk memberi kesan penuh dan variatif pada sebuah motif.
Pada motif batik penyusunan titik atau isen ini dapat dilakukan dengan pola
sejajar, membentuk suatu bidang, mengisi suatu bidang maupun dengan pola
acak. Dalam suatu karya batik, titik – titik yang dihasilkan dari suatu alat penitik
atau canting disebut dengan cecek sedangkan bila dengan lima alat penitik
disatukan itu disebut dengan byok. Titik ini berperan penting dalam memberikan
isian baik pada motif maupun pada latar sehingga motif yang dihasilkan nampak
lebih indah dan lebih penuh.
Cecekan
a. Klowongan/Garis
Pada suatu karya seni, garis terbentuk karena adanya beberapa titik
bersambung sehingga memiliki panjang. Hal tersebut juga berlaku pada batik.
Indrawati (2009: 18) mengatakan bahwa jika titik/noktah/spot tersebut kita buat
ulang lebih dari dua, maka terkesan sebagai titik yang bergerak sehingga
lintasannya dapat kita rasakan sebagai garis. Selain karya seni, batik juga
memiliki unsur garis yang disebut dengan klowongan. Disebut sengan klowongan
karena dalam pembuatan garis pada batik, kita menggunakan salah satu jenis
canting dengan ukuran lubang yang lebih besar yang disebut dengan canting
klowong. Pada karya seni maupun batik, garis memiliki dua bentuk yaitu garis
lurus dan garis lengkung. Untuk jenisnya sendiri, garis memiliki dua jenis yaitu
garis nyata dan garis semu. Indrawati (2009: 35) mengatakan bahwa garis nyata
teridentifikasi sebagai garis kaligrafi dan garis geometris, sedangkan garis semu
teridentifikasi sebagai garis struktural dan garis pengikat/imajiner. Di dalam batik,
garis nyata dapat dilihat dari hasil torehan malam yang dicanting atau dicap. Garis
nyata inilah yang nantinya membentuk motif batik yang saling tersambung antar
pangkal hingga ujung garis. Ukuran tebal tipis klowongan pada kain batik dapat
dibuat dengan menentukan jenis canting yang berdasarkan pada ukuran lubang
canting. Sedangkan garis semu dapat terlihat dari batasan pada warna-warna batik
maupun dari batasan antar jenis motif yang berbeda. Kedua jenis garis ini saling
melengkapi untuk membentuk suatu karya batik yang estetik dan artistik.
Klowongan/garis
pada motif
b. Bidang
Dalam suatu karya batik, bidang dan sangat penting sebagai unsur
pembentuk motif batik. Bidang menjadi unsur pembentukan suatu motif batik
karena bidang merupakan dasar pengembangan suatu bentuk motif batik tertentu.
Bidang dan bentuk merupakan salah satu unsur kelanjutan dari garis. Sanyoto (
2009: 103) menyatakan jika garis digerakkan memutar dan kembali lagi bertemu
dengan dirinya pada titik awalnya, akan menghasilkan bidang yang merupakan
bentuk berdimensi panjang dan lebar serta menutup permukaan dan jika garis
tersebut dibuat patah-patah akan menghasilkan segitiga, segiempat, bentuk
bintang sebagainya. Bidang dan bentuk pada karya seni maupun batik terbentuk
dari ujung atau sudut garis ke ujung lain yang disatukan. Terdapat dua jenis
bidang yaitu bidang geometris dan non geometris. Dalam batik, contoh bidang
geometris yaitu seperti motif yang berbentuk geometris yaitu seperti Motif
Kawung, Motif Swastika, Batik Tumpal, dan lain-lain. Sedangkan contoh bidang
non geometris pada batik yaitu bentuk-bentuk organik seperti motif daun, bunga,
dan fauna dengan pengambaran yang bebas. Contoh batik tersebut seperti Motif
Seribu Bunga, Motif Pecel, Motif Gajah Oleng, dan lain sebagainya. Sesuatu yang
kita lihat dan dapat diterima oleh persepsi kita menyerupai sesuatu tertentu
disebut dengan bentuk. Bentuk biasanya hanya berupa bidang geometris saja
seperti: bujur sangkar, lingkaran, garis menyilang, dan lain-lain. Pada wujud
murninya bentuk belum memiliki makna atau tidak dijadikan simbol untuk suatu
hal tertentu.
c. Ruang
Secara umum, ruang sering kali dikaitkan dengan objek tiga dimensi.
Akan tetapi dalam seni rupa, ruang merupakan unsur yang memberikan kesan
keluasan, kedalaman, maupun jauh dekatnya suatu objek. Pada ruang dua dimensi
salah satunya pada karya batik, ruang tersebut menunjukkan ukuran (dimensi)
panjang dan lebar. Menurut Sanyoto (2009: 93) gempal atau ruang merupakan
wujud, rupa, bangun, atau gambaran tentang apa saja yang ada di alam termasuk
karya seni atau desain yang dapat disederhanakan menjadi titik, garis, dan bidang.
Pada karya batik perajin atau desainer dapat menghadirkan kesan tiga dimensi
atau kesan ruang pada batiknya dengan pengolahan unsur-unsur kerupaan lainnya,
seperti perbedaan intensitas warna, terang-gelap, atau mengunakan teknik
Warna latar
memiliki
kesan lebih
dalam dan
jauh daripada
motif
d. Warna
Setiap karya seni maupun kriya, unsur warna menjadi sangat penting dan
tidak terlepas sebagai penyusun utama karya. Suatu karya seni maupun batik akan
lebih berkesan dan indah bila memiliki unsur warna yang beragam. Seperti yang
kita ketahui, bahwa warna merupakan suatu kesan yang ditimbulkan oleh cahaya.
Warna tersebut dapat kita nikmati melalui indra penglihatan. Demikian eratnya
hubungan warna dengan kehidupan manusia, maka warna mempunyai peranan
yang sangat penting (Sony Kartika, 2007 :76). Sanyoto (2009: 9) menyatakan
bahwa warna secara fisik adalah sebuah sifat dari cahaya yang dipancarkan
sedangkan secara psikologis sebagai bagian dari pengalaman indera dalam
penglihatan. Berdasarkan teori warna, terdapat beberapa tingkatan warna, yaitu
kimia atau sintetis tersebut tidak lain adalah pewarna yang diperoleh dari bahan-
bahan seperti remazol, napthol, dan indigosol.
Warna-warna yang biasanya digunakan pada kain batik antara lain adalah:
a. Merah
Seperti keterangan sebelumnya, warna merah merupakan warna yang
berada pada tingkatan primer atau biasa disebut dengan warna pokok. Pada benda-
benda yang berwarna merah seperti bendera, kita akan melihat kesan yang kuat
dan berani. Warna merah bisa mengasosiasikan suatu benda misalnya pada darah,
api, dan juga panas. Dalam hal ini, Sanyoto (2009: 47) mengatakan bahwa
karakter dari warna merah yaitu kuat, cepat, enerjik, semangat, gairah, marah,
berani, bahaya, positif, agresif, merangsang, dan panas.
Warna merah
b. Jingga
Dalam kehidupan sehari-hari, warna jingga bisa mengasosiakan suatu
benda seperti buah jeruk. Warna jingga memberi kesan hangat dan ceria jika
dipandang. Seperti pada keterangan sebelumnya, warna jingga merupakan warna
sekunder dimana keberadaannya merupakan hasil percampuran antara warna
merah dan kuning. Sanyoto (2009: 46) mengatakan bahwa warna jingga
melambangkan kemerdekaan, penganugerahan, kehangatan, keseimbangan, tetapi
juga lambang bahaya.
Warna jingga
c. Kuning
Seperti keterangan sebelumnya, warna kuning merupakan warna yang
berada pada tingkatan primer atau biasa disebut dengan warna pokok. Warna
kuning sering kita temui dalam benda sehari-hari seperti buah pisang, matahari,
mentega, dan lain-lain. Sanyoto (2009: 46) mengatakan bahwa warna kuning
berasosiasi pada matahari, bahkan pada mataharinya sendiri yang menunjukkan
keadaan terang dan hangat. Oleh karena itu warna kuning mempunyai karakter
terang, supel, gembira, ceria, dan cerah.
Warna kuning
d. Hijau
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemui benda-benda yang
berwarna hijau terutama benda-benda alam seperti flora. Biasanya ketika kita
melihat warna hijau pada alam, maka penglihatan kita akan terasa lebih rileks,
teduh, dan segar. Warna hijau termasuk ke dalam warna sekunder karena
terbentuk dari percampuran antara warna kuning dan biru. Sanyoto (2009: 50)
menyatakan bahwa warna hijau berasosiasi pada hijaunya alam alam, tumbuhan-
tumbuhan, sesuatu yang hidup dan berkembang. Oleh karena itu warna hijau
mempunyai watak yang segar, hidup, tumbuh, tenang, dan beberapa watak lain
yang mirip dengan warna biru.
Warna hijau
e. Biru
Pada saat kita melihat warna biru, kita akan teringat dengan benda-benda
alam seperti langit dan laut. Dari hal tersebut, jika kita melihat warna biru pada
benda-benda buatan, kita akan merasakan kesan luas. Sanyoto (2009: 49)
mengatakan bahwa warna biru memiliki asosiasi pada air, laut, langit, dan di barat
pada es. Ketika kita melihat warna biru makan akan menimbulkan kesan dingin,
tenang, dan luas. Selain itu, biru juga memiliki mempunyai watak pasif,
melankoli, sayu, sendu, terkesan jauh dan mendalam. Warna biru merupakan
warna yang berada pada tingkatan primer atau biasa disebut dengan warna pokok.
Warna biru
f. Ungu
Dalam kehidupan sehari-hari, warna ungu sering diasosiasikan sebagai
warna janda. Warna ungu juga sering disamakan dengan warnat violet. Akan
tetapi, warna ungu lebih tepat jika disamakan dengan warna purple dikarenakan
warna tersebut lebih cenderung kemerahan sedangkan violet lebih cenderung
kebiruan. Sanyoto (2009: 47) mengatakan bahwa ungu merupakan lambang
kebesaran, kejayaan, keningratan, kebangsawanan, kebijaksanaan, pencerahan.
Warna ungu
g. Violet
Seringkali ketika melihat warna violet maka warna violet akan sering
disamakan dengan warna ungu, padahal terdapat perbedaan yaitu warna ungu
lebih cenderung kemerahan sedangkan warana violet lebih cenderung ke biru.
Dari hal tersebut, warna violet akan cenderung lebih terkesan lembut dan dingin.
Sanyoto (2009: 48) mengatakan bahwa violet memiliki watak melankoli,
kesusahan, kesedihan, belasungkawa, bahkan bencana.
Warna violet
h. Abu-abu
Jika melihat warna abu-abu, seringkali kita akan berasosiasi dengan
suasana suram dan mendung. Selain itu, kita dapat menemui warna abu-abu pada
benda-benda seperti besi, timah, awan mendung, dan lain-lain. Abu-abu
merupakan warna yang dihasilkan dari warna putih dan hitam.Sanyoto (2009: 51)
mengatakan bahwa abu-abu adalah warna yang paling netral, tidak adanya
kehidupan yang spesifik. Akan tetapi abu-abu mempunyai karakter yang
menggambarkan sebuah ketidakpastian.
Warna abu-abu
i. Coklat
Seringkali ketika kita melihat warna ini kita akan berasosiasi dengan
warna tanah atau warna natural. Selain tanah, benda-benda yang dapat kita temui
dengan warna coklat antara lain seperti warna kulit, warna makanan cokelat, dan
lain-lain. Berdasarkan teori warna, warna coklat masuk ke dalam warna tersier
karena merupakan warna yang dihasilkan dari beberapa primer atau dua warna
sekunder. Sanyoto (2009: 51) berkata bahwa warna coklat melambangkan
kesopanan, kearifan, kebijaksanaan, kehormatan. Warna coklat seringkali
digunakan dalam batik-batik klasik. Coklat memiliki karakter sopan, arif,
bijaksana, kedekatan hati, hemat, hormat, dan kotor.
Warna coklat
j. Hitam
Dalam kehidupan sehari-hari, warna hitam banyak kita temui dalam
benda-benda sehari hari seperti baju, sepatu, dan pakain lainnya. Warna hitam
seringkali menjadi warna yang sering digunakan dalam pakaian karena warna ini
berkesan elegan dan formal. Warna-warna lain jika dicampur dengan warna hitam
akan berada pada dimensi value (semakin gelap). Sanyoto (2009: 46) mengatakan
bahwa hitam adalah warna tergelap. Warna hitam menggambarkan kekuatan,
kedalaman, kegelapan, formalitas, dan keanggunan. Akan tetapi warna hitam juga
berasosiasi pada kebodohan, kegelapan malam, kesengsaraan, bencana,
perkabungan, kejahatan, ketiadaan, dan keputusasaan.
Warna hitam
k. Putih
Seperti yang kita ketahui, putih adalah warna yang paling terang. Warna
putih seringkali berasosiasi pada benda-benda seperti salju di dunia barat, kain
kafan, sinar, dan lain-lain. Warna-warna lain jika dicampur dengan warna putih
akan berada pada dimensi value (semakin terang). Warna putih mempunyai
karakter positif, cerah, dan mengalah. Sunyoto (2009: 46) menyatakan bahwa
warna putih melambangkan cahaya, kesucian, kekanak-kanakan, kejujuran,
Warna putih
Kota Malang memiliki beberapa pohon heritage antara lain seperti pohon
trembesi (Samanea Saman/Rain Tree), pohon beringin (Ficus Benjamina), dan
pohon kenari (Canarium). Salah satu pohon heritage yang diangkat menjadi motif
batik yaiu pohon trembesi. Di Kota Malang, terdapat pohon trembesi yang berusia
lebih dari 100 tahun. Pohon-pohon tersebut terdapat di sekitar wilayah Tugu Kota
Malang dan terdapat sekitar 20 pohon yang mengelilingi daerah tersebut. Pohon
trembesi dianggap sebagai pohon heritage karena merupakan pohon pusaka Kota
Malang yang telah hidup dari zaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang,
Kemerdekaan Indonesia, hingga saat ini. Pengelolaan pohon heritage tersebut
dimaksudkan untuk dijadikan sebagai destinasi wisata yang nantinya juga
dijadikan sebagai ikon khas Kota Malang.
Pada Motif Trembesi, bagian-bagian pohon trembesi yang digunakan
sebagai sumber penciptaan motif batik ialah pada bagian daun dan bunganya.
Pohon trembesi memiliki bagian khas yaitu terdapat pada daunnya, sehingga
ketika ingin menggambarkan Motif Trembesi, dapat mengadopsi bagian daun
sebagai motif utama. Hal tersebut dikarenakan daun pada pohon trembesi
merupakan bagian yang paling besar, paling dominan, dan paling banyak pada
pohon tersebut. Penggambaran Motif Daun Trembesi dapat diadaptasi dari
sekumpulan daun pada satu tangkai atau dalam beberapa tangkai dengan tetap
mempertahankan karakter dari daun trembesi tersebut. Selain daun, bagian lain
yang dapat diangkat menjadi motif selain daun trembesi yaitu bunga trembesi.
Bunga trembesi dianggap sebagai bagian yang paling estetik atau indah dalam
suatu pohon trembesi. Penggambaran motif dari bunga trembesi dapat
Dalam setiap pembuatan Motif Trembesi, objek asli dari tiap-tiap bagian
tumbuhan trembesi mengalami proses pengembangan ide. Proses tersebut antara
lain proses stilasi, transformasi, distorsi, dan deformasi. Hal ini sangat
berpengaruh terhadap hasil visual yang ditampilkan dan bertujuan agar
penggambaran Motif Trembesi terlihat lebih menarik, kuat, serta indah.
Maghfirah (2016:7) mengatakan bahwa stilasi adalah penggambaran bentuk
dengan cara menggayakan objek atau benda yang digambar, seperti yang banyak
digunakan pada stilasi penggambaran ornamen untuk motif batik, tatah sungging
dan lain sebagainya, sedangkan distorsi adalah penggambaran bentuk untuk
pencapaian karakter, misalnya topeng dengan warna merah dan mata melotot
untuk melebihkan karakter tokoh yang digambarkan. Selain itu, Maghfirah (2016:
7) juga mengatakan bahwa transfomasi adalah penggambaran karakter dengan
cara memindahkan wujud dari objek yang satu ke objek yang lain, sehingga
menciptakan perujudan karakter ganda pada satu karya, seperti penggambaran
manusia berkepala binatang. Terakhir adalah deformasi, yaitu pencapaian bentuk
dengan cara mengambil unsur tertentu yang mewakili karakter hasil intepretasi
yang sifatnya sangat hakiki (Maghfirah: 2016).