Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL

PENGARUH STORE ATMOSPHERE DAN IN-STORE PROMOTION


TERHADAP IMPULSE BUYING

(STUDI PADA AWAM SWALAYAN CABANG PANGEAN DI


KABUPATEN LAMONGAN)

Diajukan sebagai syarat mengikuti Ujian Proposal Skripsi

Tasya Adela Putri

NBI.1121900131

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NIAGA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA

2022
PENGARUH STORE ATMOSPHERE DAN IN-STORE PROMOTION
TERHADAP IMPULSE BUYING

(STUDI PADA AWAM SWALAYAN CABANG PANGEAN DI


KABUPATEN LAMONGAN)

1. Latar Belakang

Ritel Modern banyak ditemukan di daerah kota besar. Seiring dengan perkembangan
jaman, keberadaan pasar tradisional mulai tersaingi atau bahkan tergeser oleh adanya bisnis
ritel modern. Bisnis ritel modern semakin terasa keberasaanya dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari. Ada berbagai macam pusat perbelanjaan ritel modern bermunculan dengan
bermacam bentuk dan ukuran yang menyebabkan persaingan dalam dunia ritail semakin
ketat. Contoh bentuk pusat perbelanjaan eceran yang ramai pada saat ini adalah diantaranya
minimarket dan supermaret. Bisnis ritel sendiri adalah instrumen dari aktivitas bisnis yang
melaksanakan interpolasi nilai atas produk-produk dan layanan penjualan kepada klien
dalam pemakaian atau konsumen individu ataupun kelompok. Sedangkan menurut ahli
artinya meliputi semua acara yang terlibat dalam pemasaran barang atau pelayanan secara
spontan kepada klien akhir guna pemakaian pribadi bisnis. Bisa disimpulkan dari kedua
pendapat di atas artinya bisnis ritel merupakan kegiatan yang terkait atas upaya guna
menjual barang secara spontan kepada klien akhir guna pemakaian individu dan bukan
untuk diperjual belikan.

Dilihat dari sudut pandang konsumen, dengan hadirnya bisnis ritel konsep seperti
swalayan yang menjual berbagai produk kebutuhan konsumen serta suasana toko yang
bersih, teratur dan nyaman menjadikan daya tarik konsumen untuk berbelanja di swalayan.
konsumen sendiri tidak perlu berpindah dari satu penjual ke penjual lainnya ataupun tidak
usah berdesak-desakan saat membeli kebutuhan. Semakin meningkatnya jumlah bisnis retail
swalayan maka konsumen dihadapkan oleh banyaknya pilihan tempat untuk melakukan
pembelian, tentunya konsumen menginginkan bisnis retail swalayan yang mampu
menawarkan manfaat-manfaat bagi konsumen seperti harga terjangkau, produk yang
lengkap, lokasi yang mudah dicapai, serta suasana yang nyaman. Dengan demikian
perusahaan dituntut untuk dapat menciptakan apa yang seharusnya di harapkan oleh
konsumen.

Dengan adanya banyaknya kebutuhan konsumen, peritel bisnis swalayan diharapkan


terus mencari cara agar retail bisnis swalayan bisa terus berkembang dan memberikan
kontribusi kepada konsumen dan terus berinivadi dalam megahadapi berbagai macam
kebutuhan yang di inginkan. Serta dapat mengikuti perkembangan dan strategi-strategi yang
bisa menjadikan laba bagi bisnis ritel swalayan tersebut. startegi yang dapat dilakukan oleh
peritel bisnis swalayan adalah salah satunya dengan melakukan strategi marketing store
atmosphere. Store atmosphere yang baik, mutu pelayanan yang baik dapat memunculkan
konsumen untuk melakukan keputusan impulse buying. Seperti halnya jika di ritel
bisnis swalayan memiliki suasana toko yang baik seperti suasana dalam swalayan
tersebut sangat nyaman dan tidak berbau maka akan muncul perilaku keputusan pembelian.

Store Atmosphere merupakan penciptaan suasana toko melalui visual, penataan, cahaya,
musik dan aroma yang dapat menciptakan lingkungan pembelian yang nyaman sehingga
dapat mempengaruhi persepsi dan emosi konsumen untuk melakukan pembelian (Mega
Rahmawati, dkk, 2021). Store Atmosphere berpengaruh penting pada konsumen ketika
sedang memutuskan pembelian tak terencana, jika seorang peritel bisnis dapat membuat
suasana dalam toko yang bisa menarik konsumen maka akan dapat lebih mudah konsumen
untuk melakukan keputusan pembelian tak terencana oleh konsumen. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Firdha Windyaningrum (2022) menunjukan bahwa store atmosphere (X2)
terhadap impulse buying (Y) berpengaruh positif dan signifikan pada pelanggan H&M
Tunjungan Plaza Surabaya. Peneliti Anita Tri Lestari, dkk, (2022) juga menunjukan bahwa
variabel store atmosphere berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap impulse
buying, pada peneilitian tersebut bahwasannya variabel store atmosphere yang menunjukan
kontribusi terbesar dalam meningkatkan perilaku impulse buying.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi impulse buying adalah salah satunya adalah in-
store promotion. In-store promotion merupakan kegiatan promosi yang dilakukan di dalam
toko dan bertujuan untuk menimbulkan keinginan konsumen untuk membeli produk yang
ditawarkan (Maylinda, 2018). In-store promotion dapat menjadi ketertarikan konsumen
yang berniat atau bahkan tindakan untuk membeli suatu produk walaupun tidak
direncanakan sebelumnya. Konsumen kerap berbelanja di sebuah ritel modern akan
menemukan berbagai macam bentuk promosi menarik dari produk-produk yang dijual,
pelayanan seorang peramuniaga yang menawarkan dan menginformasikan produk-produk,
serta bagaimana kemudahan dan kenyamanan konsumen dalam berbelanja karena adanya
display sebuah toko yang ditata rapih dan baik membuat konsumen tertarik untuk
melakukan tindakan pembelian produk tertentu yang tidak terencana.

Peritel kerap mengeluarkan jumlah uang banyak untuk dapat melakukan promosi dalam
toko agar dapat memperkenalkan produk mereka. Dengan adanya promosi atau iklan di
dalam toko diharapkan dapat menarik minat konsumen untuk membeli suatu produk.
konsumen akan tertarik pembelian impulse karena adanya perhatian mereka diahlikan oleh
iklan, barang- barang atau bahkan promosi yang dilakukan di dalam toko. Dalam variabel
in-store promotion sangat berpengaruh terhadap impulse buying dapat dibuktikan oleh
peneliti Jane Chiquita (2020) bahwa berdasarkan hasil penelitian tersebut pengaruh in-store
promotion berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku impulse buying konsumen
YOMART minimarket cabang Cibaduyut Bandung. Peneliti Alinda (2019) juga
membuktikan bahwa pengaruh in-store promotion (X2) terhadap impulse buying (Y)
terdapat pengaruh positif dan signifikan, dalam penelitian tersebut menunjukan bahwa
semakin menarik in-store promotion yang dilakukan maka akan semakin tinggi pula
kecenderungan konsumen dalam melakukan impulse buying.

Menurut Ika Kusniawanti, dkk (2022) Impulse Buying adalah kecenderungan konsumen
untuk melakukan pembelian secara spontan, tidak terefleksi, terburu-buru, dan didorong
oleh aspek psikologis emosional terhadap suatu produk serta tergoda oleh persuasi dari
pemasar. Fenomena seperti impulse buying inilah yang menjadi peran penting bagi peritel
bisnis, karena peritel bisnis di paksa agar dapat membuat konsumen membeli produk secara
spontan karena ada unsur ketertarikan pada saat itu juga. Hal seperti ini bertujuan untuk
menarik konsumen agar dapat berbelanja dan mendapatkan laba bagi peritel bisnis. Faktor
yang dapat mempengaruhi impulse buying diantaranya seperti meliputi store atmosphere
(suasana toko) dan in store promotion (promosi di dalam toko) dapat dimanfaatkan oleh
peritel untuk mempengaruhi konsimen yang sebelumnya tidak ada rencana untuk melakukan
impulse buying menjadi tertarik untuk melakukan pembelian.

Salah satu perusahaan ritel bisnis yaitu Awam Swalayan cabang Pangean yang
beralamatkan di Jl. raya Sekaran, Pangean kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan
merupakan ritel yang masuk ke dalam kategori swalayan namun dengan skala yang lebih
kecil atau lebih populer disebut dengan minimarket. Swalayan ini memberikan pelayanan
yang bersifat self service dan komoditif yang dijual adalah barang-barang rumah tangga,
makanan, minuman dan barang-barang kebutuhan sehari-hari. Posisi yang sangat strategi
karena berada di area perdagangan pasar tradisional Sekaran membuat awam swalayan tetap
bisa bertahan di tengah-tengah gempuran para pesaing-pesaingnya. Awam swalayan cabang
Pangean menjadi salah satu tujuan berbelanja para konsumen di sekitarnya seperti
konsumen di daerah kecamatan Sekaran Maupun Maduran.

Banyaknya konsumen yang berbelanja di sana merupakan suatu daya tarik persaingan
pasar ritel di kecamatan Maduran maupun sekitarnya. Dengan adanya keberadaan awam
swalayan yang hadir sebagai minimarket lokal menjadi pesaing terkuat dari minimarket
berskala nasional yaitu Indomaret dan Alfamart. Seperti wawancara yang saya lakukan
kepada salah satu konsumen yang pernah melakukan pembelian di bsinsi ritel awam
swalayan Kurnia (22 Tahun) yang mengungkapkan bahwa “aku seneng belonjo nang awam,
tapi kadang tatanan rak awam seng iso garai wong bingung karna kurange informasi
barang seng tersedia karena awam seng terlalu gede seharuse terdapat informasi tatanan
barang seng podo sejenis karo swalayan besar”. Artinya bahwa saya senang berbelanja di
awam, namun terkadang layout awam yang membingungkan karen kurangnya informasi
barang yang tersedia mengingat ukuran awam sangat besar seharusnya terdapat informasi
layout jenis barang seperti pada swalayan besar.

Apabila hal ini terus terjadi dengan meningkatkan perilaku konsumtif yang terjadi pada
konsumen awam swalayan dan semkin meningkatnya pesaingan bagi para bisnis ritel akan
mengalami kebangkrutan. Dari hasil kuisoner penlitian yang disebarkan pada konsumen
awam swalayan cabang Pangean di Kabupaten Lamongan, hasil tabel 1.1 merupakan
hasil dari suasana toko (store atmosphere).

Tabel 1.1 Hasil Pra Survey Store Atmosphere

No Keterangan Hasil
Ya % Tidak %
1 Apakah tata letak produk pada Awam 16 53,3 14 46,6%
Swalayan Cabang Pangean sudah %
diterapkan dengan baik ?
2 Apakah terdapat papan pengumuman pada 14 46,6 16 53,3%
Awam Swalayan Cabang Pangean ? %
3 Apakah daerah depan toko (store exterior) 8 26,6 22 73,3%
pada Awam Swalayan sudah tertata dengan %
rapi?
4 Apakah general interior pada Awam 15 50% 15 50%
Swalayan tertata dengan rapi ?

Berdasarkan hasil pra-survey pada tabel 1.1 yang peneliti lakukan 30 responden
menyatakan sebanyak 53,3% bahwasanya tata letak Awam Swalayan Cabang Pangean
sudah diterapkan dengan rapi. lalu sebanyak 53,3% papan pengumuman seperti nama-nama
dari produk, harga dan papan pengumuman promo pada Awam Swalayan tidak tertata rapi
sesuai dengan tempatnya. Sebanyak 73.3% daerah depan toko (store exterior) pada Awam
Swalayan belum tertata dengan rapi. Namun 50% general interior atau daerah dalam Awam
Swalayan Cabang Pangean sudah tertata rapi. Dari pra-survey yang dilakukan oleh peneliti
bahwasanya daerah depan toko (Store exteroir) maupun papan pengumuman yang berada di
dalam toko belum dapat menciptakan suasana toko yang nyaman dan bersih. Hal ini
bertentangan dalam penelitian Megawati & Vishella (2022) mengatakan suasana berperan
untuk menciptakan suasana yang nyaman untuk konsumen dan membuat konsumen ingin
berlama-lama berada di dalam toko dan secara tidak langsung membuat konsumen ingin
melakukan pembelian.

Tabel 1.2 Hasil Pra Survey In-Store Promotion

NO Keterangan Hasil

Ya % Tidak %

1. Apakah pelanggan tertarik untuk 24 80% 6 20%


berbelanja dengan program
potongan harga di Awam
Swalayan Cabang Pangean ?

2 Apakah pelanggan tertarik untuk 16 53,3% 14 46,6%


berbelanja dengan program
pemberian kupon pada produk
tertentu di Awam Swalayan
Cabang Pangean ?

3 Apakah pelanggan tertarik untuk 8 26,6% 22 73,3%


berbelanja dengan adanya
display layout produk yang
sudah diterapkan di Awam
Swalayan Cabang Pangean ?

4 Apakah pelanggan tertarik untuk 6 20% 24 80%


berbelanja dengan adanya
personal selling yang informatif
di Awam Swalayan Cabang
Pangean ?

5 Apakah Pelanggan tertarik 9 30% 21 70%


untuk berbelanja dengan adanya
demontrasi promosi penjualan di
Awam Swalayan Cabang
Pangean ?

Berdasarkan hasil pra-survey pada tabel 1.2 yang peneliti lakukan kepada 30 responden
menyatakan bahwa sebanyak 80% pelanggan tertarik untuk melakukan belanja dengan
program potongan harga yang dilakukan oleh pihak peritel bisnis Awam Swalayan Cabang
Pangean. Sebanyak 46,6% pelanggan tidak tertarik untuk melakukan belanja dengan
program pemberian kupon pada produk di Awam Swalayan Cabang Pangean. Hanya 26,6%
pelanggan yang tertarik untuk berbelanja dengan adanya display layout produk pada Awam
Swalayan Cabang pangean. 80% konsumen tidak tertarik untuk berbelanja dengan adanya
personal selling yang informatif di Awam Swalayan cabang Pangean. Namun terdapat 30%
saja pelanggan yang tertarik untuk berbelanja dengan adanya demontrasi promosi penjualan
di Awam Swalayan Cabang Pangean. Hal ini dapat dikatakan kurangnya promosi didalam
toko seperti promosi personal selling yang kurang informatif maupun adanya demontrasi
promosi yang dilakukan oleh peritel, hal tersebut lah yang membuat konsumen untuk malas
melakukan pembelian.
Tabel 1.3 Hasil Pra Survey Impulse Buying

No Keterangan Hasil
Ya % Tidak %
1 Apakah anda pernah melakukan pembelian 12 40% 18 60%
tidak terencana untuk mencoba produk
baru di Awam Swalayan cabang Pangean ?
2 Apakah anda pernah melakukan pembelian 14 46,6 16 53,3%
tidak terencana bila ada produk yang %
termasuk diskon di Awam Swalayan
Cabang Pangean ?
3 Apakah anda pernah melakukan pembelian 7 23,3 23 76,6%
tidak terencana saat melihat produk baru %
untuk pertama kali di Awam Swalayan
Cabang Pangean ?
4 Apakah anda pernah melakukan pembelian 8 26,6 22 73,3%
tidak terencana dengan tujuan untuk %
melengkapi produk lain di Awam
Swalayan Cabang Pangean ?

Berdasarkan hasil pra-survey pada tabel 1.3 yang peneliti lakukan kepada 30 responden,
terdapat 40% konsumen yang pernah melakukan pembelian secara spontan atau tidak
terencana untuk mencoba produk baru. 46,6% konsumen pernah melakukan pembelian tidak
terencana apabila ada produk diskon. Hanya 23,3% konsumen pernah melakukan pembelian
tidak terencana saat melihat produk baru untuk pertama kalinya. Dan 26,6% konsumen
pernah melakukan pembelian tidak terencana dengan tujuan untuk melengkapi produk lain.
Hal ini dapat dikatakan bahwa konsumen memiliki keinginan kecil dalam melakukan
pembelian secara tidak terencana karena adanya faktor dari peritel yang kurangnya
mengadakan diskon dalam toko (in-store promotion) maupun mempercantik atau
memperbaiki suasana di toko (Store Atmosphere) tersebut.
Apabila peritel tidak dapat mengetahui seberapa penting store atmosphere dan in-store
promotion terhadap impulse buying pada konsumen mereka, serta peritel juga tidak dapat
mengetahui dimana posisi peritel dibandingkan dengan kompotitor bisnis ritel tersebut maka
bisnis ritel tidak dapat mengambil keputusan yang tepat untuk keberlangsungan ritel
kedepannya agar membuat konsumen puas dan setia terhadap ritel bisnis swalayan tersebut.
Uraian latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh Store Atmosphere Dan In-Store Promotion Terhadap Impulse Buying (Studi
Pada Awam Swalayan Cabang Pangean Di Kabupaten Lamongan).

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka penelitian yang akan di bahas adalah :

1. Apakah Store Atmosphere Berpengaruh Signifikan Terhadap Impulse Buying Pada


Konsumen Awam Swalayan Cabang Pangean Di Kabupaten Lamongan ?
2. Apakah In-Store Promotion Berpengaruh Signifikan Terhadap Impulse Buying Pada
Konsumen Awam Swalayan Cabang Pangean Di Kabupaten Lamongan ?
3. Apakah Store Atmosphere Dan In-Store Promotion Berpengaruh Signifikan Terhadap
Impulse Buying Pada Konsumen Awam Swalayan Cabang Pangean Di Kabupaten
Lamongan ?

3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Impulse Buying (Studi Awam Swalayan Cabang
Pangean Di Kabupaten Lamongan

2. Pengaruh In-Store Promotion Terhadap Impulse Buying (Awam Swalayan Cabang


Pangean Di Kabupaten Lamongan

3. Pangaruh Store Atmosphere dan In-Store Promotion Terhadap Impulse Buying (Awam
Swalayan Cabang Pangean Di Kabupaten Lamongan

4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain sebagai berikut :


1. Manfaat teoris

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk menambah informasi dan
sebagai bahan bacaan untuk menambah pengetahuam tentang Impulse Buying.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pelaku usaha kecil dan
menengah atai bisnis ritel di kawasan Awam Swalayan di Kabupaten Lamongan dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dalam Impulse Buying.

5. Tinjauan Teoritis

5.1 Penelitian Terdahulu

Teori-teori atau penelitian terdahulu yang relavan yang bisa digunakan untuk
menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti, serta sebagai acuan dasar untuk mengetahui
jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang akan diajukan (hipotesis), dan dapat
mempermudah penyusunan instrumen penelitian. Berikut adalah penelitian terdahulu dalam
penelitian ini :

Tabel 5.1 Penelitian Terdahulu


No Judul penelitian dan Metode yang Persamaan Perbedaan
nama penelitian digunakan
1. Pengaruh Price Discount Metode yang Persamaan Peneliti
dan Store Atmosphere digunakan pada dari menggunakan
Terdapat Impulse Buying penelitian ini adalah penelitian ini variabel In-
Pelanggan H&M dengan metode adalah sama- Store
Tunjungan Plaza kuantitatif kausal. sama Promotion
Surabaya. Hasil penelitian menggunakan Sedangkan
(Firdha Windyaningrum & menunjukan bahwa variabel peneliti
Tri Sudarwanto, 2022) Price Discount (X1) Store terdahulu
dan Store Atmosphere menggunakan
Atmosphere (X2) dan Impulse Price Discount.
Berpengaruh Buying.
Simultan Terhadap
Impulse Buying
Pelanggan H&M
Tunjungan Plaza
Surabaya.
2. Pengaruh Store Metode yang Pada Perbedaan
Atmosphere, Kualitas digunakan dalam penelitian ini peneliti
Pelayanan Dan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan
Keberagaman Produk metode kuantitatif. meneliti In-Store
Terhadap Minat beli Hasil penelitian Variabel Promotion
Konsumen Pada menunjukan bahwa Store sedangkan
Minimarket X-Dress. Store Atmosphere, Atmosphere. peneliti
(Febtahadul Imam, dkk. Kualitas Pelayanan terdahulu
2022) dan Keberagaman menggunakan
Produk Berdampak kualitas
simultan Terhadap pelayanan dan
Minat beli Pelanggan keberagaman
Marketplace Shopee. produk terhadap
minat beli.
3. Pengaruh Lifestyle Dan Metode analisis data Persamaan Perbedaannya
In-Store Promotion yang digunakan oleh dari penelitu
Terhadap Impulse Buying peneliti ini adalah penelitian ini menggunakan
(Studi Pada Konsumen metode uji validasi, adalah sama- Store
Matahari Departement dan reabilitas. Hasil sama meneliti Atmosphere
Store Java Mall penelitian tentang In- sedangkan
Semarang). menunjukan bahwa Store Peneliti
(Alinda Mahdiyan & Agus adanya pengaruh Promotion terdahulu
Hermani, 2019) yang positif dan Terhadap menggunakan
signifikan antara Impulse Lifestyle.
Lifestyle dan In- Buyingi.
Store Promotion
terhadap Impulse
Buying Pada
Konsumen MDS
Java Mall baik
secara persial
maupun simultan.
Sumber : Dari beberapa jurnal

5.2 Landasan Teori

5.2.1 Store Atmosphere

A. Pengertian Store Atmosphere

Menurut Berman (2010) dalam Sopiah & Sangadji (2016:325) Atmosphere refers to the
store’s physical characteristic that are used to developed an image and draw customers.
Bahwa suasana lingkungan toko berdasarkan pada karakteristik fisik yang biasanya
digunakan untuk membangun kesan yang menarik pada pelanggan.

Atmosphere refers to the an evironment via visual communication, lighting, colors,


music, and scent the stimulate customers, perceptual and emotional responses and ultimately
to affect their purchase behavior. Berdasarkan definisi tersebut, Atmosphere adalah sebuah
rancangan dan suatu desain lingkungan melalui komunikasi visual, pencahayaan, warna,
musik, dan pemciuman agar dapat merangsang persepsi dan emosi dari pelanggan, dan dapat
mempengaruhi perilaku belanja pada pelanggan menurut (Levy, 2021) dalam Sopiah dan
Sangadji (2016: 326)

Sedangkan menurut Lamb, Hair dan McDaniel (2001) dalam Sopiah & Sangadji
(2016:326), store atmosphere (Suasana toko) adalah suatu keseluruhan yang terdiri dari tata
letak fisik, dekorasi, dan lingkungan sekitar.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa store atmosphere adalah mencangkup
susasan fisik toko dan mental yang dapat membuat pengunjung toko nyaman atau sebaliknya.

B. Faktor-Faktor Penciptaan Store Atmosphere

Menurut Lamb, Hair dan McDaniel (2001) dalam Sopiah & Sangadji (2016:326),
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penciptaan suasana toko (store atmosphere) yaitu :

1. Jenis karyawan dan karakteristik umum dari karyawan. Contoh, rapi, berwawasan luas,
dan berotoritas pada pelayanan.
2. Jenis barang dagangan dan kepadatan jenis barang yang dijual, dan pengaturan display
barang akan dapat menentukan susana yang diinginkan oleh peritel.
3. Jenis perlengkapan tetap (fixture) dan kepadatan barang yang tetap konsisten dengan
suasana yang ingin diciptakan oleh peritel.
4. Bunyi suara yang dapat membuat konsumen senang atau tidak senang. Musik dapat
membuat konsumen ingin tetap tinggal lebih lama dalam toko.
5. Aroma, bau yang dapat marangsang maupun mengganggu penjualan. Beberapa penelitian
menyatakan, konsumen menilai barang dagangan secara lebih positif, menghabiskan
waktu lama bila sedang berbelanja. Maka akan menyebabkan suasana yang senang bila
ada aroma yang disenangi.
6. Faktor visual, warna dapat menciptakan suasana hati atau dapat memfokuskan perhatian.
Warna merah, kuning, dan oren dianggap sebagai warna yang dapat menghangatkan hati
dan memiliki arti kedekatan. Pencahayaan juga dapat mempengaruhi pentingnya pada
suasana toko.

C. Tujuan Store Atmosphere

Menurut Lamb, Hair dan McDaniel (2001) dalam Sopiah & Sangadji (2016:327),
Atmosper toko mempunyai tujuan tertentu yaitu sebagai berikut :
a. Tampilan eceran toko dapat menentukan citra toko dan memposisikan eceran toko ke
dalam benak konsumen.
b. Tata letak yang efektif, tidak hanya kenyamanan dan kemudahan, melainkan juga dapat
mempengaruhi yang besar pada pola lalu lintas pelanggan dan perilaku belanja.

D. Indikator Store Atmosphere

Menurut Berman (2001) dalam Shopia dan Sangadja (2016:327), terdapat beberapa
elemen-elemen dalam store atmosphere antara lain :

1) Eksterior (Bagian Luar)


2) General
3) Store Layout
4) interior Display

Menurut Berman & Evan (1998) dalam Ananda dan Rafida (2016:63), menjelaskan ada
beberapa indikator dalam store atmosphere antara lain :

1) Eksterior.
Eksterior meliputi keseluruhan bagunan fisik yang meliputi bentuk bangunan, pintu
masuk, tangga dan sebagainya.
2) Interior.
Meliputi estetika dari toko, desain ruangan dan tata letak toko. Penataan yang bagus akan
mengasilkan dampak yang positif bagi pelanggan karena dapat memberikan kenyamanan
dalam berbelanja di toko.
3) Layout
Meliputi pengaruran fisik, penempatan barang, perlengkapan tetap, sehingga dapat
memberikan gerak dengan arah tertentu sambil melihat pajangan dengan disorot oleh
lampu dengan pencahayaan yang menarik.
4) Karyawan.
Bahwasannya karyawan ini merupakan ujung tombak terjadinya transaksi yang dapat
menimbulkan rasa puas atau tidaknya pada konsumen. Apabila ada karyawan yang dapat
menarik simpati konsumen dengan segara keramahannya, tegur sapanya, cara bicara maka
konsumen akan merasa nyaman.
Menurut Husen & Ali (2015) dalam Sutina dan Susan (2022:136), terdapat tujuh
dimensi atmosfer toko yaitu :

1) Kebersihan
Aspek penting yang terlihat dan dapat teramati oleh pengunjung yang akan memperbaiki
atmosfer toko. Kebersihan sebuah toko dapat menciptakan atmosfer yang positif dan dapat
menciptakan kenyamanan konsumen akan berlama saat berbelanja.
2) Musik
Terutama untuk toko yang benbentuk departement store dengan menjual produk-produk
fashion akan mempengaruhi suasana pada toko. Konsumen akan merasa nyaman jika ada
alunan musik yang diputar di dalam toko, bukan itu saja konsumen akan merasa perasaan
yang menyenangkan.
3) Aroma
Aroma atau bau sangat berperan penting terhadap pembentukan suasana toko. Aroma yang
terhirup pada indra penciuman bisa menimbulkan pengaruh pada perasaan seseorang, jika
aroma di dalam toko tidak disenangi oleh pelanggan maka pelanggan merasa tidak nyman
berada di dalam toko.
4) Temperatur
Pengaruh suhu udara pada toko berpengaruh perasaan positif atau negatif yang dapat
mempengaruh minat beli konsumen. Contoh seperti pengaturan temperatur pada ruangan
toko terlalu panas akan menyebabkan konsumen tidak akan berkunjung terlalu lama di
dalam toko.
5) Pencahayaan
Pengaturan cahaya pada toko memiliki pengaruh yang penting. Jika pencahayaan di dalam
toko yang terlalu gelap maka konsumen merasa tidak nyaman di dalam toko dikarenakan
pencahayaan terlalu gelap akan mempersuli konsumen untuk melihat produk di dalam
toko.
6) Warna
Seperti halnya aroma warna juga dapat berpengaruh terhadap konsumen agar dapat
menumbukan perasaan yang senang pada saat melakukan pembelanjaan di dalam toko.
7) Display/Layout
Pemajangan dan tempata pemajangan akan membentuk suasana toko. Seperti penempatan
produk yang tidak sesuai atau beraturan akan mempersuli konsumen untuk menemukan
produk tersebut.
Menurut Evan dan Berman (2014:545) dalam Imam dkk, (2022) indikator store
atmosphere terdiri dari
1) Tata letak (Store Layout)
2) Papan Pengumuman (Interior dispalay)
3) Daerah depan toko (store exterior)
4) Daerah dalam toko (General interior)

5.2.2 In-Store Promotion


A. Pengertian In-Store Promotion
Menurut Maylinda (2018), In-store promotion merupakan Kegiatan promosi yang
dilakukan di dalam toko yang mempunyai tujuan dapat menimbulkan keinginan konsumen
untuk membeli produk yang ditawarkan. Promosi penjualan merupakan program promosi
yang dilakukan ritel untuk mendorong penjualan atau dapat meningkatkan penjualan (Utami,
2018:318). Menurut Grewal dan Levy (2014) dalam Sanjaya (2019), promosi merupakan
suatu komunikasi yang dapat dilakukan pemasar untuk memberitahukan, membujuk, dan
mengingatkan pembeli potensial akan produk atau jasa agar dapat mempengaruhi opini
pembeli dan memperoleh respon dari pembeli. Dari beberapa definisi tersebut aka dapat
disimpulkan bahwa in store promotion merupakan suatu proses komunikasi yang dapat
dilakukan oleh pihak perusaaan yang berisikan tentang informasi suatu produk atau jasa yang
tujuannya untuk membujuk pelanggan.

B. Jenis-Jenis Promosi Penjualan

Menurut Utami (2018:318) terdapat beberapa jenis promosi penjualan :

1) Titik Penjualan
Dilakukan dengan cara memajang produk (display) di konter, lantai, jendela yang
memungkinkan peritel untuk mengingat para konsumen agar dapat menstimulasi pola
perilaku belanja impulsif.
2) Kontes
Dilakukan dengan cara menyelenggarakan event yang bersifat perlombaan agar dapat
merebutkan hadiah yang telah disiapkan. Event-even seperti ini biasanya seorang peritel
belerja sama dengan pemasok.
3) Sampel Produk
Seperti produk yang diberikan secara cuma-cuma yang tujuannya adalah seperti
memberikan rupa dari produk yang dipromosikan.
4) Demontrasi
Bertujuan memberikan contoh gambaran dari produk atau jasa yang dijual. Contoh semisal
produk tersebut adalah seperti produk alat masak maka promosi menggunakan demontrasi,
karena peragaan untuk menggunakan alat tersebut di depan konsumen agar konsumen
mengerti.
5) Program Pelanggan Setia
Seperti konsumen yang sering berbelanja akan mendapatkan poin atau diskon. Jika dalam
bentuk poin maka poin tersebut dikumpulkan agar mencapai jumlah tertentu yang
kemudian dapat tukarkan dengan barang.
6) Kupon
Ditunjukan pada konsumen agar mendapatkan diskon khusus saat mereka melakukan
belanja.
7) Hadiah Langsung
Seperti jumlah belanja konsumen agar dapat memperoleh hadiah. Bedanya ini dengan poin
adalah tidak perlu menunggu pengumpulan jumlah poin tertentu.
8) Hadia Untuk rujuan
Hadiah untuk pelanggan apabila pelanggan membawa calon pelanggan baru.
9) Suvenir
Barang-barang suvenir dapat menjadikan promosi penjualan yang menunjukan nama atau
logo peritel.
10) Acara-Acara Khusus
Promosi ini biasanya seperti event-event yang diadakan peritel seperti fashion show,
penandatangan buku, pameran dan kegiatan lainnya.

C Tujuan Dilakukannya promosi

Menurut Sanjaya (2019) tujuan dilakukannya kegiatan promosi adalah :

1) Menaikan penjualan.
2) Menumbuhkan pembelian secara tak terencana (impulse buying).
3) Memperlancar pergerakan barang seperti tipe barang slow movig.
4) Memperlancar penjualan barang di gudang dan hampir habis masa kadaluarsanya.
5) Melindungi tingkat keuntungan yang telah dicapai.

D. Promosi Penjualan (Sales Promotion)

Menurut Grewal dan Levy (2014) dalam Sanjaya (2019) ada beberapa bentuk kegiatan
promosi yang bisa dilakukan oleh supermarker sebagai berikut :
a) Promosi Mailer
Promosi Mailer merupaan bentuk promosi brosur seperti koran yang memperlihatkan
produk-produk yang ditawarkan dengan harga diskon. Promosi ini dilakukan dalam jangka
waktu 14 hari untuk satu periode promosi, dan waktu tenggang dua haru untuk dapat
menerbitkan mailer periode selanjutnya.
b) PDP (Pembelian dengan Pembelian)
Merupakan jenis promosi penjualan yang memiliki syarat, yang artinya mendapatkan
promosi pada produk-produk tertentu konsumen harus berbelanja sebesar yang telah
ditentukan oleh peritel. Promosi ini memiliki tenggangan waktu, setiap hari selalu ada
produk yang dipromosikan PDP.
c) Promosi Diskon
Promosi penujualan produk tertentu yang diberikan harga diskon atau harga turun.
d) Promosi Koran
Merupakan kegiatan promosi produk-produk di dalam koran seperti koran koran
pemasaran dan koran-koran harian lainnya. Promosi koran seperti ini berlaku selama 3
hari pada hari weekend (Jum’at, Sabtu, Minggu).
e) In- Store Promo
Kegiatan promosi produk-produk tertentu yang tidak masuk kedalam mailer ataupun
promosi koran. Kegiatan promosi ini biasanya dilakukan pada produk yang sudah
mendekati masa kadaluarsa atau biasanya disebut dengan cuci gudang.
f) Self-taker
Kegiatan self-taker ini seperti program in-store promo merupakan kegiatan promosi
tambahan diluar promosi mailer dan promosi jenis koran. Promosi ini tidak memiliki
jangka waktu, jadi promosi ini digunakan jika dianggap perlu.
g) Sampling
Biasanya dilakukan atas kemauan supplier, karena produk tersebut biasanya terbilang baru
atau hanya untuk menambah jumlah penjualan. Sampling biasanya dilakukan oleh seorang
SPG (Pramuniaga) yang dikirim oleh supplier.
h) Promo Activity
Kegiatan ini biasanya sering digunakan atas permintaan dari supplier. Kegiatan ini
dilakukan di dalam dan diluar kota. Contoh dari kegiatan ini adalah seperti mengadakan
lomba, games bahkan juga membagikan sampel.
E. Penjualan Perorangan (Personal Selling).

Penjualan perorangan atau bisa disebut personal selling merupakan suatu media yang
dapat dilakukan untuk menyampaikan informasi tentang produk. Dalam dunia industri ritel,
khususnya supermarket, swalayan dan lain lain penjualan perorangan adalah elemen yang
terpenting dalam pembentukan image ritel. Kegiatan personal selling di supermarket
biasanya dapat dilakukan dengan cara menempatkan para pramuniaga atau SPG di setiap
lorong. Tujuan dilakukan kegiatan ini adalah agar dapat mengontrol keadaan produk baik dari
segi jumlah maupun penataan dari barang, dapat membantu konsumen dalam mencarai
produk dan dapat meningkatkan pelayanan terhadap konsumen.

Sales Promotion Gril atau pramuniaga merupakan suatu elemen penting dalam
penjualan perorangan, karena SPG bertuga bertemu langsung dengan konsumen dan
menciptakan image mengenai ritel maupun produk.

Tugas yang harus dilakukan oleh SPG adalah sebagai berikut :

1) Memperjualkan produk kepada konsumen.


2) Menaikan penjualan.
3) memberikan penjelasan atau informasi yang baik kepada konsumen.
4) Bersikap ramah dan baik dalam melayani konsumen.
5) Menjaga barang-baeang yang tersedia di rak display.
6) Menjaga kerapihan produk pada rak.
7) Bersedia mengambil barang digudang apabila barang pada display telah habis.

Adanya SPG diharapkan bisa mendorong konsumen untuk membeli produk yang telah
direncanakan maupun tidak direncanakan (impulse buying).

F. Indikator-Indikator In-Store Promotion

Menurut Kotler dan Amstrong (2008) dalam Rohmawati (2021), indikator promosi
terdiri dari :

1. Advertising (Periklanan), Merupakan bentuk presentasi dan promosi non-personal yang


memerlukan biaya gagasan, barang, atau jasa oleh sponsor.
2. Sales Promotion (Promosi penjualan), merupakan insentif jangka pendek guna mendorong
pembelian atau penjualan produk atau jasa.
3. Public Relation and Publicity (Hubungan masyarakat dan publisitas), dapat membangun
hubungan baik dengan berbagai perusahaan dengan bebagai cara agar memperoleh
publisitas yang menguntungkan, membangun citra perusahaan yang baik dan menangani
cerita atau bahkan rumor yang tidak menguntungkan.
4. Personal Selling (Penjualan secara pribadi) Tujuan dari kegiatan ini adalah dapat
menghasilkan transaksi penjualan dan dapat membangun hubungan baik dengan
konsumen.
5. Direct Marketing (Pemasaran Langsung) merupakan kegiatan yang berhubungan langsung
dengan pelanggan dengan tujuan agar memperoleh tanggapan segera, atau agar dapat
memberi hubungan yang baik dengan pelanggan.

Menurut Sanjaya (2019) indikator dari in-store promotion adalah sebagai berikut :

1. Promo Mailer.

2. PDP (Pembelian dalam Pembelian).

3. Promo.

4. Promosi Koran.

5. In-Store Promo

6. Self Talker

7. Sampling

8. Promo Activity

Sedangkan menurut Meylinda & Widiartono (2018) indikator dari in-store promotion
terdiri dari :

1. Program potongan harga

2. Pemberian Kupon pada produk tertentu

3. Kemenarikan penataan display produk

4. Personal Selling yang baik dan informatif

5. Promosi demontrasi yang langsung saat ini


5.2.3 Impulse Buying

A. Pengertian Impulse Buying

Menurut Utami (2018: 61) Pembelian tidak terencana adalah suatu pembelian yang
dibuat tanpa direncanakan sebelumnya, atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada
di dalam toko. Pembelian tidak terencana dapat terjadi ketika konsumen tidak terbiasa dengan
adanya tata ruang toko, adanya tekanan waktu, atau konsumen yang teringat akan hal
kebutuhan untuk membeli sebuah produk yang tertata di dalam rak. Pembelian impulsif
disebabkan oleh adanya dorongan dari tempat belanja agar dapat meningkatnya konsumen
akan apa yang harus di beli atau adanya pengaruh display, promosi dan usaha-usaha pemilik
tempat ritel bisnis untuk menciptakan sebuah kebutuhan baru.

Sedangkan Menurut Sumarwan dkk (2018:160) pembelian tak terencana adalah suatu
perilaku konsumen dimana seorang konsumen tidak memikirkan untuk membeli, atau
konsumen memikirkan pembelian tapi belum memutuskan produk apa yang ingin mereka
beli.

Menurut Mowen dan Minor (2002) dalam Yuliati dan Simanjutak (2022:122) pembelian
tak terencana merupakan suatu perilaku konsumen yang ingin membeli produk atau jasa
tertentu yang tentunya hanya ingin memperoleh kesenangan atau perasaan emosi.

B. Dua Kategori Pembelian Tak Terencana

Utami (2018: 62) pembelian tidak terencana dibagi menjadi 2 kategori yaitu :

1. Reminder Purchases
Reminder pirchases adalah pembelian yang terjadi pada konsumen saat konsumen melihat
produk atau merek tertentu di dalam toko dan konsumen tersebut mengingat bahwa
produk atau merek tersebut yang sedang dibutuhkan oleh konsumen.
2. Impulse Purchases
Pembelian impulsif adalah konsumen yang melihat produk atau merek tertentu yang
kemudian konsumen memiliki ketertarikan untuk membelinya, hal ini biasanya karena
adanya faktor rangsangan yang menarik dari toko tersebut.

C. Tipe Pembelian Impulsif


Menurut Stern dalam Loudon dan Bitta (1998:81) dalam Utami (2018:81) menyatakan
bahwa ada empat tipe pembelian impulsif, yaitu :

1. Impuls Murni (Pure Impulse)


Adalah tindakan konsumen untuk membeli sesuatu karena adanya alasan yang menarik,
hal ini biasanya terjadi ketika konsumen loyalitas terhadap merek atau perilaku
konsumen yang bias dilakukan.
2. Impuls Pengingat (Reminder Impulse )
Terjadi pada saat konsumen melakukan pembelian yang sebelumnya tidak direncanakan,
konsumen melihat produk tersebut tertata dalam rak yang mengakibatkan konsumen
ingat bahwa produk tersebut sedang dibutuhkan.
3. Impuls Saran (Suggestion Impulse)
Dimana konsumen menemukan produk terbaru yang mengakibatkan terjadinya keinginan
untuk membeli dan mencobanya.
4. Impuls Terencna (Planned Impulse)
Perilaku konsumen untuk melakukan pembelian karena adanya masalah dan sudah ada
munculnya niat untuk melakukan pembelian sebelum pembelian terjadi.
D. Faktor Yang Mempengaruhi Pembelian Tak Terencana

Utami (2018:62) Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat perilaku pembelian tidak


terencana yaitu :

1. Penggunaan Daftar Belanja (Shopping List)


Daftar belanja adalah sebuah daftar yang digunakan untuk melakukan pembelian. The
Free dictionary (2009) dalam Utami (2018:62) menjelaskan daftar belanja adalah sebuah
daftar yang tertulis dari barang-barang yang dibeli pada saat akan berbelanja, atau daftar
barang yang disadari atau diminta. Bermen dan Evans (2006:17) dalam Utami (2018:62)
menerangkan bahwa konsumen menggunakan daftar belanja agar mempermudah
kosnumen untuk melakukan pembelian tetapi nyatanya, 74% keputusan pembelian
dilakukan di dalam toko. Hal seperti ini lah yang menunjukan bahwa terkadang konsumen
berbelanja diluar daftar belanja, yang menimbulkan terjadinya perilaku tidak terencana.
2. Pemilihan Toko
Pada saat konsumen belum melakukan pembelian, mereka akan memilih dan memutuskan
toko manakah yang akan mereka datangi.
3. Pengaruh nuansa toko
Menurut Levy dan Weitz (2004:521) dalam Utami (2018:63), pengaruh suasana toko
adalah kombinasi dari karakteristik fisik toko, seperti arsitektur, tata letak, penanda,
pajangan, warna pencahayaan, temperatur musik serta aroma yang secara langsung
menyeluruh akan menciptakan dalam benak konsumen.

Sedangkan menurut Loudon dan Bitta dalam Ainin, et al (2012) dalam penelitian
Sunjaya (2019) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembelian tak terencana adalah :

1) Produk
Memiliki karakteristik harga murah, kebutuhan lebih kecil, produk waktu jangka pendek,
ukuran kecil, dan toko yang dapat dijangkau.
2) Pemasaran dan marketing
Yang terdiri dari distribusi jumlah banya outlet yang pelayanannya tanpa adanya staf
pelayan, menggunakan media masa sebagai pengiklanan secara terus menerus, posisi
display pada penataan rak toko yang rapi dan bukan itu saja lokasi toko yang menojol juga
menjadi faktor.
3) Karakteristik Konsumen
Contohnya seperti keperibadian, jenis kelamin, sosial demografi atau juga karakteristik
sosial. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa impulse buying behavior
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konsumen dalam memilih produk, dari
pemasaran atau marketingnya, dan juga bisa saja dari karakteristik konsumen.
E. Indikator Impulse Buying
Menurut Mahdiyan & Herman (2019), terdapat 4 indikator Impulse Buying yaitu :
1) Pembelian tidak terencana untuk mencoba produk baru
2) pembelian tidak terencana bila ada produk yang termasuk dalam program diskon
3) pembeian tidak terencana saat melihat produk untuk pertama kali
4) pembelian tidak terencana untuk melengkapi produk lain.

Menurut Rook Fisher dalam Sunjaya (2019) indikator dari impulse buying terdiri dari :

1) Spontan
2) Kekuatan, kompulsi, intensitas.
3) kegairahan dan stimulasi
4) ketidak pedulian akan akibat

Menurut Sumartono (1998) dalam Yuliati dan Simanjutak (2022:112) adanya indikator
dari perilaku pembelian tak terencana adalah :
1) Membeli produk karena adanya hadiah.
Konsumen membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan oleh konsumen
jika ingin membeli barang tersebut.
2) Membeli produk karena kemasan menarik.
Konsumen mudah terbujuk saat membeli suatu barang yang barangnya dikemas dengan
rapi dan tentunya berwarna yang menarik.
3) Membeli produk agar menjaga penampilan diri.
Konsumen agar berpenampilan menarik mereka berbelanja agar dapat memenuhi
keinginannya dengan cara membeli produk meskipun produk tersebut mahal.
4) Membeli produk atas pertimbangan harga.
Konsumen membeli produk bukan atas dasar manfaat dan kegunaanya melainkan
melainkan melihat harga terlebih dahulu.
5) Membeli produk sekedar menjaga simbol status.
Konsumen sangat mempunyai perilaku pembelian tinggi dalam membeli sebuah produk
pakaian, sehingga dapat menunjukan citra mereka. Contoh seperti citra yang mahal
membuktikan bahwa konsumen tersebut berasal dari kelas sosial atas.
6) Munculnya penilaian apabila konsumen membeli produk dengan harga yang mahal akan
Menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.
Biasanya konsumen cenderung meniru tokoh idola mereka. Seperti contoh membeli suatu
barang yang dipaai oleh tokoh idola mereka.
7) Mencoba lebih dari 2 produk sejenis tetapi merek yang berbeda.
Kebanyakan konsumen sering menggunakan produk jenis yang sama tetapi dengan merek
yang berbeda-beda, meskipun produk yang ia pakai sekarang belum habis terpakai.

5.3 Definisi Konsep Dan Operasional

5.3.1 Definisi Konsep

A. Store Atmosphere

Menurut Utami (2018:322) store atmosphere merupakan sebuah kombinasi dari


karakteristik fisik toko yang berupa arsitektur, tata letak, pencahayaan, pemajangan,
warna, temperatur, musik, aroma yang secara menyeluruh yang dapat menciptakan citra
dalam benak konsumen.

B. In Store Promotion
Menurut Sukmawati (2010) dalam Maylinda (2018), In-store promotion merupakan
Kegiatan promosi yang dilakukan di dalam toko yang mempunyai tujuan dapat
menimbulkan keinginan konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan.

C. Impulse Buying

Menurut Utami (2018: 61) Pembelian tidak terencana adalah suatu pembelian yang
dibuat tanpa direncanakan sebelumnya, atau keputusan pembelian dilakukan pada saat
berada di dalam toko.

5.3.2 Definisi Oprasional

A Indikator Store Atmosphere

Pada Variabel Store Atmosphere dapat diukur dengan menggunakan 4 indikator :

(1) Tata Letak (Store Layout)


(2) Papan Pengumuman (Interior display)
(3) Daerah Depan Toko (Store Exterior)
(4) Daerah Dalam Toko (General Interior)

B Indikator In Store Promotion

Pada variabel In Store Promotion dapat diukur dengan menggunakan 5 indikator :

(1) Program Potongan Harga


(2) Pemberian Kupon Kepada Produk Tertentu
(3) Kemenarikan Penataan Display Produk
(4) Personal Selling Yang Baik dan Informatif
(5) Promosi Demontrasi Yang Langsung Saat Itu

C. Indikator Impulse Buying


Pada veriabel impulse buying dapat diukur dengan menggunakan 5 indikator :

(1) Pembelian Tidak Terencana Untuk Mencoba Produk Baru


(2) Pembelian Tak Terencana Bila Ada Produk Yang Termasuk Dalam Program
Diskon
(3) Pembelian Tak Terencana Saat Melihat Produk Untuk Pertama Kali
(4) Pembelian Tak Terencana Untuk Melengkapi Produk Lain.
5.3.3 Pola Hubungan Antar Variabel

A. Hubungan Store Atmosphere Dengan Impulse Buying.

Menurut Levy, 2021 dalam Sopiah dan Sangadji (2016:326) Suasana Toko merupakan
sebuah rancangan atau suatu desain lingkungan yang meliputi komunikasi visual,
pencahayaan, warna, musik dan penciuman agar dapat menyebabkan rangsangan persepsi dan
emosi dari konsumen agar dapat mempengaruhi perilaku belanja pada konsumen. Sedangkan
menurut Menurut Utami (2018: 61) Pembelian tidak terencana adalah suatu pembelian yang
dibuat tanpa direncanakan sebelumnya, atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada
di dalam toko. Pembelian tidak terencana dapat terjadi ketika konsumen tidak terbiasa dengan
adanya tata ruang toko, adanya tekanan waktu, atau konsumen yang teringat akan hal
kebutuhan untuk membeli sebuah produk yang tertata di dalam rak

Berdasarkan teori-teori yang telah ada dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Windyaningrum dan Sudarwanto (2022) membuktikan bahwa store atmopshere berpengaruh
positif dan signifikan terhadap impulse buying pelanggan H&M Tunjungan Plaza Surabaya.
Sehingga dengan ini dapat dikatakan bahwa store atmosphere memiliki hubungan dengan
impulse buying.

B. Hubungan In-Store Promotion Dengan Impulse Buying.

Menurut Maylinda (2018), In-store promotion merupakan Kegiatan promosi yang


dilakukan di dalam toko yang mempunyai tujuan dapat menimbulkan keinginan konsumen
untuk membeli produk yang ditawarkan. Berdasarkan teori-teori yang diperoleh dari
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mahdiyan & Hermani (2019) yang membuktikan
bahwa in-store promotion berpengaruh positif dan signikan terhadap impulse buying. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Mahdiyan & Hermani juga menyatakan bahwa semakin
menarik in-store promotion yang dilakukan maka akan semakin tinggi pula kecenderungan
konsumen untuk melakukan impulse buying.

5.4 Kerangka Berpikir

Uma Sekaran (1992) dalam Sugiyono (2019:95), mengemukanan bahwa kerangka


berpikir adalah model konseptual yang berisikan bagaimana teori hubungan dengan berbagai
faktor yang sudah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Variabel dalam penelitian ini
adalah Variabel independet dan dependent. Variabel independet dalam penelitian ini adalah
store atmosphere (X1) dan in-Store Promotion (X2). Lalu variebel dependent pada penelitian
ini adalah impulse buying (Y). Berikut adalah model kerangka berpikir yang peneliti
gambarkan untuk mempermudah arah tujuan penelitian :

Store
Atmosphere
(X1) H1
Impulse
Buying (Y)
In-Store
Promotion H2
(X2)

H3
Gambar 5.1 Bagan Kerangka Pikir
Sumber : Diolah Peneliti

5.5 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah dari penelitian


yang dinyatakan dalam sebuah kalimat. Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka,
maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Ho : Store Atmosphere tidak berpengaruh signifikan terhadap Impulse Buying di Awam


Swalayam Cabang Pangean Kabupaten Lamongan.

Ha : Store Atmosphere berpengaruh signifikan terhadap Impulse Buying di Awam


Swalayan Cabang Pangean Kabupaten Lamongan.

2. Ho : In-Store Promotion tidak berpengaruh signifikan terhadap Impulse Buying di


Awam Swalayan Cabang Pangean Kabupaten Lamongan.

Ha : In-Store Promotion berpengaruh signifikan terhadap Impulse Buying di Awam


Swalayan Cabang Pangean Kabupaten Lamongan.

3. Ho : Store Atmosphere dan In-Store Promotion tidak berpengaruh signifikan terhadap


Impulse Buying di Awam Swalayan Cabang Pangean Kabupaten Lamongan.
Ha : Store Atmosphere dan In-Store Promotion berpengruh signifikan terhadap Impulse
Buying di Awam Swalayan Cabang Pangean Kabupaten Lamongan.

6. Metode Penelitian

6.1 Jenis Penelitian

Jenis digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode kuantitatif yaitu
penelitian yang berupa data penelitian angka lalu di analisis menggunakan statistik dengan
tujuan dapat mengetahui hipotesis atau menguji hipotesis yang ditetapkan. Metode kuantitatif
merupakan metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat positivisme, yang digunakan
untuk meneliti populasi dan sampel tertentu, dengan menggunakan alat penelitian untuk
mendapatkan data, dan melakukan analisis data kuantitatif untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan (Sugiyono, 2019:16).

6.2 Populasi dan Sampel

6.2.1 Populasi

Menurut Sugiono (2019:126) Populasi merupakan wilayah generalisasi yanh terdiri dari
objek atau subjek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang dapat ditetapkan
oleh peneliti untuk dapat dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh konsumen Desa Sungegengeng yang pernah melakukan
pembelanjaan di Awam Swalayan Cabang Pangean di Kabupaten Lamongan, baik laki-laki
maupun perempuan. Jumlah populasi konsumen yang pernah berbelanja di Awam Swalayan
cabang Pangean di Kabupaten Lamongan tidak diketahui secara pasti berapa konsumen yang
pernah berbelanja di sana.

6.2.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2019:127) dalam sebuah penelitian kuantitatif sampel merupakan


bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Penelitian mengenai
Pengaruh Store Atmosphere dan In-Store Promotion Terhadap Impulse Buying Konsumen
Awam Swalayan Cabang Pangean di Kabupaten Lamongan ini dilaksanakan dengan
menggunakan metode non-probability sampling. Non-probability Sampling merupakan
teknik pengambilan yang ditemukan atau ditentukan diri sendiri oleh peneliti atau menurut
pertimbangan pakar (Kuntjojo, 2009 dalam Elvara dan Astarina, 2021:61). Teknik yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling, yaitu teknik yang
penentuan sampelnya dengan dipertimbangan tertentu atau dapat diseleksi khusus.

Peneliti menggunakan teknik purposive sampling karena sampel yang akan diambil
memiliki karakteristik tertentu, seperti :

1. Konsumen Desa Sungegengeng yang sudah berbeanja di Awam Swalayan Cabang


Pangean di Kabupaten Lamongan minimal 2 kali belanja.
2. Konsumen yang sudah berumur di atas 15 tahun.

Dengan jumlah populasi yang tidak diketahui jumlahny, maka untuk menentukan
jumlah sempel digunakan rumus menurut (Widyanto, 2008) sebagai berikut :

2
Z
n=
4 (moe)2
2
1,96
n= 2
4 (0,1)
3,814
n=
0,04
n = 96,04 atau 96 orang
Keterangan

n : Jumlah sampel

Z : Tingkat distribusi normal. Skor pada tingkat signifikan tertentu (dengan menggunakan
tingkat keyakinan sebesar 95%). Jadi nilai Z = 1,96

moe : Margin of eror atau kesalahan maksimum sebesar 10%.

Dalalam penelitian ini minimal sampel yang digunakan agar medapatkan hasil penelitian
yang tepat adalah sebanyak 96 orang. Namun dalam mengantisipasi adanya
kerusakan/salah/tidak dapat dioleh jawaban dari responden maka peneliti mengambil sampel
sebanyak 100 responden.

6.3 Pengukuran dan Instrumen Penelitian

Data yang telah terkumpul kemudian akan diguakan skala pengukuran dan pemberian
scoring. Dalam penelitian ini, peneliti mengukur dengan menggunakan skala Likert. Skala
Likert, digunakan untuk mengukur sikap, pendapatan, dan persepsi seorang atau sekelompok
seseorang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2019:146). Pengukuran skala untuk variabel
Store Atmosphere, In-Store Promotion dan Impulse Buying akan dimodifikasi dengan poin
yang sesuai dengan materi penelitian yang dikembangkan. Berikut kategori cara pemberian
skor :

Tabel 6.1 Skala Likert :

Alternatif Jawaban SKOR

Sangat Setuju (SS) 5


Setuju (S) 4
Kurang Setuju (KS) 3
Tidak Setuju (TS) 2
Sangat Tidak Setuju (STS) 1

Sebelum menguraikan hasil dari jawaban tabel tabulasi responden terlebih dahulu
menguraikan skala pengukuran berdasarkan frekuensi resnponden yang menjawab pada
setiap skala dengan menggunakan kelas interval. Gambaran jawaban dari responden
didapatkan dari besarnya penilaian responden terhadap variabel. Skala yang dapat digunakan
untuk mengukur sebuah tanggapan responden terdiri dari 5 (lima) skala, maka dapat
dicarikan interval rasio tanggapan tersebut berdasarkan rata-ratanya, dengan rumusan sebagai
berikut :

Keterangan :

Nilai tertinggi = 5

Nilai terendah = 1

Jumlah kelas = 5

Rumusan diatas dapat diperoleh interval sebagai berikut :

Kelas Interval = Nilai tertinggi – Nilai terendah

Jumlah kelas

= 5-1

= 0,8
Berdasarkan kelas interval diatas, maka dapat dikategorikan sebagai berikut :

Tabel 3.2 Interval Rata-rata Skor

Alternatif Jawaban SKOR

1,00 – 1,79 Sangat tidak setuju


1,80 – 2,59 Tidak Setuju
2,60 – 3,39 Cukup Setuju
3,40 – 4,19 Setuju
4,20 – 5,00 Sangat Setuju
Sumber : (Wisnawa dkk, 2021)

6.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan agar memperoleh data
yaitu dengan menyebarkan kuisoner. Teknik Kuisoner merupakan teknik pengumpulan
sejumlah data yang dilakukan dengan cara memberikan sebuah pertanyaan atau peryataan
(Sugiyono 2019:199). Data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan metode
penyebaran kuisoner kepada konsumen Awam Swalayan Cabang Pangean di Kabupaten
Lamongan.

6.5 Teknis Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik, seperti statistik
deskriptif dan statistik inferensial (Sugiyono 2019:206). Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebgai berikut :

6.5.1 Uji Instrumen

Dalam penelitian uji instrumen, agar menentukan batasan kebenaran dan ketepatan
suatu indikator variabel penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Uji Validitas
Menurut Sugiyono (2019:175) uji validitas merupakan alat ukur yang dapat digunakan
untuk mendapatkan sebuah data. Pada penelitian ini uji validitas diperhitungkan dengan
menggunakan metode korelasi person dengan melihat nilai signifikan pada tabel
tersebut.
a. Apabila nilai signifikan menunjukan angka < 0,05 maka item pertanyaan dapat
dinyatakan valid.
b. Apabila jika nilai signifikan > 0,05 maka dinyatakan item pertanyaan tidak valid.
2. Uji Reliabilitas
Menurut Sugiyono (2019:176) uji Reliabilitas merupakan uji yang digunakan beberapa
kali untuk mengukur suatu objek yang sama, lalu akan menghasilkan data yang sama.
Keriteria pengambilan keputusan dapat dilihat melalui nilai sebagai berikut :
a. Jika nilai cronbach alpha > 0,7 maka instrumen penelitian dinyatakan reliabel
(terpercaya)
b. Jika nilai cronbach alpha < 0,7 maka instrumen penelitian dinyatakan tidak reliabel
(tidak percaya).

6.5.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik merupakan prosedur statistik yang perlu dipenuhi sebelum
menganalisis regresi linier berganda. Asumsi klasik ini bertujuan dalam mengerjakan model
regrsi yang dihasilkan agar dapat memenuhi memenuhi standar statistik hingga parameter
yang dihasilkan bersifat rasional. Dalam penelitian ini uji asumsi klasi yang di pakai adalah
sebagai berikut :

1) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel pengganggu atau
residual memiliki distribusi yang normal. Sementara dalam uji t dan uji F dapat
diasumsikan nilai residual mengikuti distribusi normal, sebab jika asumsi tersebut
dilanggar maka uji statistik menjadi tidak normal untuk jumlah sampel yang kecil. Salah
satu cara untuk menguji normalitas residual adalah dengan menggunakan uji statistik
non-parametrik Kolmogorov-Seminov (K-S). Uji K-S dapat dilakukan dengan cara
membuat hipotesis :
Ha : jika nilai signifikan > 0,05 data residual berdistribusi normal
Hb : Jika nilai signifikan < 0,05 data residual tidak berdistribusi normal
2) Uji Multikolonieritas
Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya
sebuah korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik adalah model yang tidak
terjadi korelasi antar variabel independen, uji multikolonieritas dalam penelitian ini
dapat dilihat atau diketahui dengan melihat angka Variance Inflation Factor (VIF) dan
toleransi. Dan apabila sebuah model regresi dikatakan bebas dari multikolinearitas
adalah :
a. melihat tolerance : jika nilai dari tolerance < 0,10 menunjukan adanya
multikolinieritas.
b. melihat variance inflation factor (VIF) : jika nilai dari VIF >10 menunjukan adanya
multikolinieritas.
3) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas ini bertujuan untuk menguji suatu model apakah terdapat
ketidaksamaan variance dari residual untuk suatu pengamatan ke pengamatan lainnya.
Dasar untuk menguji adanya gejala heteroskedastisitas dengan uji glaster sebagai
berikut :
a. Jika nilai sig > 0,05 maka tidak ada gejala heteroskedastisitas
b. Jika nilai sig < 0,05 maka ada gejala heteroskedastisitas.

6.5.3 Uji Regresi Linier Berganda

Uji regresi linier berganda bertujuan untuk menguji hubungan lebih dari satu variabel
bebas (X) dan satu variabel terikat (Y). Analisis regresi linier berganda digunakan agar dapat
megetahui pengaruh variabel bebas terhadao variabel terikat, dalam penelitian ini akan
dianalisis dengan bantuan software SPSS pada regresi linier berganda dengan persamaan
sebagai berikut :

Y = a + b1X1 + b2X2 + e

Keterangan :

Y = Impulse Buying

a = Konstanta

b1, = Koefisien Regresi Store Atmosphere

b2 = Koefisien Regresi In-store Promotion

e = eror term

X1 = Store atmosphere

X2 = In-store promotion
6.5.4 Uji Hipotesis

1) Uji t
Uji t bertujuan untuk menguji level sigifikan dari bentuk pengaruh secara persial atau
terpisah antara variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat. Apabila nilai Sig. t
lebih kecil dari α atau 5%, dinyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifkan secara
persial antara masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Semua proses
pengelolahan data tersebut menggunakan bantuan program aplikasi spss.
2) Uji F
Uji F ini bertujuan untuk menguji level signifikan dari bentuk pengaruh secara simultan
atau bersama-sama antara variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat. Apabila
nilai Sig. f leboh kecil dari pada α atau 5%, dinyatakan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan secara simultan antara semua variabel bebas terhadap terikat. Sebaliknya
apabila nilai Sig. f lebih besar dari α atau 5%, dinyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh
yang signifikan secara simultan antara variabel bebas terhadap terikat.
3) Uji R2
Koefisien Determinasi (R2) bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara
nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Sedangkan, untuk nilai yang
mendekati suatu berartu variabek-variabel independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.
4) Uji r
Menurut Sudarmanto (2005) uji korelasi (r) untuk mengetahui hubungan antar dua
variabel atau lebih. Hubungan yang dipelajari adalah hubungan linier atau garis lurus.
Ukuran korelasi berkisar antara -1 sampai +1, termasuk 0. Semakin besar nilai r
(mendekati angka 1), maka semakin kuat hubungan kedua variabel tersebut. Sebaliknya,
semakin kecil nilai korelasi (mendekati angka 0), maka semakin lemah hubungan kedua
variabel.
DAFTAR PUSTAKA
Ananda, R., & Rafida, T. (2016). Pengantar Kewirausahaan Rekayasa Akademik Melahirkan
Enterpreneurship. (M. Rifai, Penyunt.) Medan: PERDANA PUBLISHING.
Chiquita, J. (2020, Maret). Pengaruh In-Store Promotion Terhadap Impulse Buying
Konsumen Yomart Minimarket Cabang Cibaduyut Bandung. Journal Of Accounting
and Business Studies, V.
Elvera, & Astarina, Y. (2021). METODOLOGI PENELITIAN. (E. Mulyanta, Penyunt.)
Yogyakarta: ANDI (Anggota IKAPI).
Ilham, Setiawan, H. C., & Fatimah, N. (2020). DASAR-DASAR KEWIRAUSAHAAN.
Sidoarjo: PT Berkat Mukmin Mandiri.
Imam, F., Basalamah, M. R., & Hatneny, A. I. (2022). Pengaruh Store Atmosphere, Kualitas
Pelayanan dan Keberagaman Produk Terhadap Minat Beli Konsumen Pada
Minimarket X-Dress. e-Jurnal Riset Manajemen.
Lestari, A. T., Panjaitan, D. R., & Ambarwati, D. A. (2022). Pengaruh Sales Promotion dan
Store Atmosphere Terhadap Impulse Buying (Studi Pada Konsumen Chandra Super
Store di Bandar Lampung). Jurnal Manajemen Bisnis Islam, III.
Mahdiyan, A., & Hermani, A. (2019). Pengaruh Lifestyle dan In Store Promotion Terhadap
Impulse Buying (Studi Pada Konsumen Matahari Departement Store Java Mall
Semarang).
Sopiah, & Sangadji, E. M. (2016). SALESMANSHIP (KEPENJUALAN). (Suryani, & L. M.
Ali, Penyunt.) Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sugiyono, P. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (P. M. Dr. Ir.
Sutopo. S, Penyunt.) Yogyakarta: ALFABETA.
Sumarwan, U., Jauzi, A., Mulyana, A., Karno, B. N., Mawardi, P. K., & Nugroho, W. (2018).
RISET PEMASARAN DAN KONSUMEN: Panduan Riset dan Kajian: Kepuasan,
Perilaku Pembelian, Gaya Hidup, Loyalitas, dan Risiko. (H. Baihaqi, Y. Hana,
Elvina, & P. Komalasari, Penyunt.) Bogor: PT. Penerbit IPB Press.
Sustisna, & Susan, M. (2022). Perilaku Konsumen Sebagai dasar untuk Merancang Strategi
Pemasaran. Yogyakarta: ANDI (Anggota IKAPI).
Vishella, & Megawati. (2022, April). Pengaruh Store Image, Store Atmosphere, Keragaman
Produk, dan Shopping Emotion Terhadap Impulse Buying (Studi Pada CV. Aladin
Jaya Di Kota Palembang). Riset Mahasiswa Manajemen, III.
Wardhani, Z. M., & Suwitho. (2022). Pengaruh Harga, Shopping Lifestyle, dan Promosi
Terhadap Impulse Buying Pada Pembelian Online Shop (Studi Kasus Mahasiswa
Stiesia Surabaya). Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen.
Windyaningrum, F., & Sudarwanto, T. (2022). Pengaruh Price Discount dan Store
Atmosphere Terhadap Impulse Buying Pelanggan H&M Tunjungan Plaza Surabaya.
Jurnal Pendidikan Tata Niaga (JPTN), IX(Vol 10 No 1 (2022)).
Yulianti, L. N., & Simanjutak, M. (2022). Pendidikan dan Perlindungan Konsumen. Bogor :
PT Penerbit IPB Press.

Anda mungkin juga menyukai