Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal dan
nonverbal. Segala perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang
atau lebih.frase dua atau lebih perlu ditekankan ,karena sebagian literatur
menyebut istilah komunikasi intrapersonal,yakni komunikasi diri sendiri.
Komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan respons pada
penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau symbol,baik
bentuk verbal atau bentuk nonverbal,tanpa harus memastikan terlebih dulu bahwa
kedua pihak yang berkomunikasi punya suatu sistemsimbol yang
sama.Komunikasi efektif terjadi apabila sesuatu (pesan) yang diberitahukan
komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh komunikan,sehingga
tidak terjadi salah persepsi.
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah
sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit yaitu :
keselamatan pasien (paitent safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan,
keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak
terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green
productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan
“bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Kelima
aspek keselamatan tersebut keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk
dilakukan oleh rumah sakit. Keselamatan pasien merupakan prinsip dasar dari
pelayanan kesehatan yang memandang bahwa keselamatan merupakan hak bagi
setiap pasien dalam menerima pelayanan kesehatan.1
Di Indonesia data tentang kejadian tidak diharapkan (KTD) apalagi kejadian
nyaris cedera (KNC) masih langka, namun di lain pihak terjadi peningkatan
tuduhan “mal praktek”, yang belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir.
Mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat maka
pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit perlu dilakukan, maka
rumah sakit perlu melaksanakan sasaran keselamatan pasien (SKP).Sasaran

1
keselamatan pasien tersebut meliputi ketepatan identifikasi pasien, peningkatan
komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai,
kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi, pengurangan risiko
infeksi terkait pelayanan kesehatan, dan pengurangan risiko pasien jatuh. Dari
enam sasaran keselamatan pasien, unsur yang utama dari layanan asuhan ke
pasien adalah komunikasi efektif.2
       Komunikasi yang tidak efektif akan menimbulkan risiko kesalahan dalam
pemberian asuhan keperawatan. Sebagai contoh kesalahan dalam pemberian obat
ke pasien, kesalahan melakukan prosedur tindakan perawatan. Mencegah
terjadinya risiko kesalahan pemberian asuhan keperawatan maka perawat harus
melaksanakan sasaran keselamatan pasien : komunikasi efektif di Instalasi Rawat
Inap. Komunikasi efektif dapat dilakukan antar teman sejawat (dokter dengan
dokter/ perawat dengan perawat) dan antar profesi (perawat dengan dokter).
Kualitas suatu rumah sakit sebagai institusi yang menghasilkan produk
teknologi jasa kesehatan sudah tentu tergantung juga pada kualitas pelayanan
medis dan pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien (Tjiptono,2001). 
Menurur Walker, Evan dan Robbson (2003), komunikasi efektif dalam praktik
keperawatan profesional merupakan unsur utama bagi perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan dalam mencapai hasil yang optimal. Kegiatan
keperawatan yang memerlukan komunikasi efektif adalah saat serah terima tugas
(handover) dan komunikasi lewat telepon. 3 Berdasarkan latar belakang diatas
maka implementasi sasaran keselamatan pasien : komunikasi efektif harus
dilakukan oleh perawat

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Patient Safety?
2. Apa yang dimaksud dengan komunikasi efektif?
3. Apa saja proses komunikasi efektif?
4. Apa saja prinsip-prinsip dari komunikasi?
5. Apa saja faktor yang mempengaruhi komunikasi?
6. Mengapa komunikasi itu penting dalam pelayanan kesehatan?
7. Apa saja komunikasi dalam pelayanan kesehatan?

2
8. Apa saja peran perawat sebagai patient safety?
9. Apa saja komunikasi dalam melaksanakan patient safety?
10. Bagaimana peningkatan komunikasi yang efektif?
11. Apa yang dimaksud dengan komunikasi SBAR?

1.3  Tujuan
Adapun tujuan yang dapat diperoleh dari isi makalah ini antara lain:
1. pengertian patient safety
2. pengertian komunikasi efektif
3. proses komunikasi efektif
4. prinsip-prinsip komunikasi
5. faktor yang mempengaruhi komunikasi
6. pentingnya komunikasi dalam pelayanan kesehatan
7. komunikasi dalam pelayanan kesehatan
8. peran perawat sebagai pelaksana patient safety
9. komunikasi dalam melaksanakan patient safety
10. peningkatan komunikasi yang efektif
11. komunikasi SBAR

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN PATIENT SAFETY


Patient safety atau keselamatan pasien merupakan sebuah sistem yang
dijumpai di rumah sakit dimana rumah sakit membuat suatu asuhan yang
bertujuan untuk membuat pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan yang tidak diharapkan terjadi.Sistem keselamatan
pasien meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan
resiko (Depkes 2008).
Pemberi tindakan medis sangat memiliki potensi resiko yang sangat
besar.Seperti kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk
diselesaikan tidak seperti yang diharapkan yaitu, kesalahan tindakan atau
perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan yaitu, kesalahan
perencanaan. Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan keperawatan ini akan
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa
Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius
tidak terjadi. Sedangkan Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan
pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau
kondisi pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnosa seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnosa, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai,
menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas
hasil pemeriksaan atau observasi, dll.

4
Di Indonesia, telah dikeluarkan Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/200
tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah
untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical
error dan memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia(PERSI) yang berinisiatif
melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih
memperhatikan keselamatan pasien di rumah sakit (patient safety).
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu
memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan
rumah sakit untuk berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari
penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan sistem Patient
Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada.

2.2 PENGERTIAN KOMUNIKASI EFEKTIF


Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia
sekitarnya. Nursalam (2007) menyatakan, komunikasi juga merupakan suatu seni
untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang mudah
sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima maksud dan tujuan pemberi
pesan Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan
yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada
komunikasi interpersonal yang terapeutik.Komunikasi interpersonal adalah
interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil,
terutama dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal yang sehat
memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang mampu untuk menghasilkan
perubahan sikap pada orang yang terlihat dalam komunikasi.Tujuan komunikasi
efektif adalah memberi kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan
antara pemberi dan penerima sehingga bahasa lebih jelas, lengkap, pengiriman
dan umpan balik seimbang, dan melatih menggunakan bahasa non verbal secara
baik. Ada beberapa pendapat para ahli mengenai komunikasi efektif, antara lain :

5
1. Menurut Jalaluddin dalam bukunya Psikologi Komunikasi (2008:13)
menyebutkan, komunikasi yang efektif ditandai dengan adanya pengertian,
dapat menimbulkan kesenangan, mempengaruhi sikap, meningkatkan
hubungan sosial yang baik, dan pada akhirnya menimbulkan suatu tidakan.
2. Johnson, Sutton dan Harris (2001: 81) menunjukkan cara-cara agar
komunikasi efektif dapat dicapai. Menurut mereka, komunikasi efektif
dapat terjadi melalui atau dengan didukung oleh aktivitas role-playing,
diskusi, aktivitas kelompok kecil dan materi-materi pengajaran yang
relevan. Meskipun penelitian mereka terfokus pada komunikasi efektif
untuk proses belajar-mengajar, hal yang dapat dimengerti di sini adalah
bahwa suatu proses komunikasi membutuhkan aktivitas, cara dan sarana
lain agar bisa berlangsung dan mencapai hasil yang efektif.
3. Menurut Mc. Crosky Larson dan Knapp (2001) mengatakan bahwa
komunikasi yang efektif dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan
(accuracy) yang paling tinggi derajatnya antara komunikator dan
komunikan dalam setiap komunikasi. Komunikasi yang lebih efektif
terjadi apabila komunikator dan komunikan terdapat persamaan dalam
pengertian, sikap dan bahasa.

2.3 PROSES KOMUNIKASI EFEKTIF


Komunikasi merupakan suatu proses yang mempunyai komponen dasar
sebagai berikut :
1. Pengirim pesan (sender) dan isi pesan atau materi
Pengirim pesan adalah orang yang mempunyai ide untuk disampaikan
kepada seseorang dengan harapan dapat dipahami oleh orang yang
menerima pesan sesuai dengan yang dimaksudkannya. Pesan adalah
informasi yang akan disampaikan atau diekspresikan oleh pengirim pesan.
Pesan dapat verbal atau non verbal dan pesan akan efektif bila diorganisir
secara baik dan jelas. Materi pesan dapat berupa :
a. Informasi
b. Ajakan
c. Rencana kerja

6
d. Pertanyaan dan sebagainya
2. Simbol atau isyarat
Pada tahap ini pengirim pesan membuat kode atau symbol sehingga
pesannya dapat dipahami oleh orang lain. Biasanya seorang manager
menyampaikan peasan dalam bentuk kata-kata, gerakan anggota badan,
(tangan , kepala, mata, dan bagian muka lainnya ). Tujuan penyampaian
pesan adalah untuk mengajak, membujuk, mengubah sikap, periklaku atau
menunjukkan arah tertentu.
a. Media atau penghubung. Adalah alat untuk menyampaikan pesan
seperti : TV, radio surat kabar, papan pengumuman, telepon dan
lainnya. Pemilihan media ini dapat dipengaruhi oleh isi pesan yang
akan disampaikan, jumlah penerimaan pesan, situasi dsb.
b. Mengartikan kode atau isyarat. Setelah pesan diterima melalui
indra ( telinga, mata dst)maka si penerima pesan harus dapat
mengartikan symbol/kode dari pesan tersebut, sehingga dapat
dimngerti / dipahaminya.
c. Penerima pesan. Penerima pesan adalah orang yang dapat
memahami pesan dari si pengirim meskipun dalam bentuk code
/isyarat tanpa mengurangi arti pesan yang dimaksud oleh pengirim.
d. Balikan (feedback). Balikan adalah isyarat atau tanggapan yang
berisi kesan dari penerima pesan dalam bentuk verbal maupun
nonverbal. Tanpa balikan seorang pengirim pesan tidak akan tahu
dampak pesannya terhadap sipenerima pesan hal ini penting bagi
manager atau pengirim pesan untuk mengetahui apakah pesan
sudah diterima dengan pemahaman yang benar dan tepat. Balikan
dapat disampaikan oleh penerima pesan atau orang lain yang bukan
penerima pesan. Bailkan yang disampaikan oleh penerima pesan
pada umumnya merupakan balikan langsung yang mengandung
pemahaman atas pesan tersebut dan sekaligus merupakan apakah
pesan itu akan dilaksanakan atau tidak.
e. Gangguan. Gangguan bukan merupakan bagian dari proses
komunikasi akan tetapi mempunyai pengaruh dalam proses

7
komunikasi, karena setiap situasi hampir selalu ada hal yang
mengganggu kita. Gangguan adalah hal yang merintangi atau
menghambat komunikasi sehingga penerima salah menafsirkan
pesan yang diterimanya.

2.4 PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI


Adapun prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers yaitu :
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, percaya, dan
menghargai.
3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien.
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien, baik fisik maupun
mental.
5. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang nyaman dan aman bagi
pasien.
6. Kejujuran dan terbuka.
7. Mampu sebagai role model.
8. Bertanggung jawab.

2.4 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI


1. Situasi/suasana
Situasi/suasana yang hiruk pikuk atau penuh kebisangan akan
mempengaruhi baik/tidaknya pesan diterima oleh komunikan, suara bising yang
diterima komunikan saat proses komunikasi berlangsung membuat pesan tidak
jelas, kabur, bahkan sulit diterima. Oleh karena itu, sebelum proses komunikasi
dilaksanakan, lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa supaya tenang dan
nyaman. Komunikasi yang berlangsung dan dilakukan pada waktu yang kurang
tepat mungkin diterima dengan kurang tepat pula. Misalnya, apabila perawat
memberikan penjelasan kepada orang tua tentang cara menjaga kesterilan luka
pada saat orang tua sedang sedih, tentu saja pesan tersebut kurang diterima
dengan baik oleh orang tua karena perhatian orang tua tidak berfokus pada
pesan yang disampaikan perawat, melainkan pada perasaan sedihnya.

8
2. Kejelasan pesan
Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi. Pesan
yang kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara
komunikan dan komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang
disampaikan. Hal ini akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan komunikasi
yang dijalankan. Oleh karena itu, komunikator harus memahami pesan sebelum
menyampaikannya pada komunikan, dapat dimengerti komunikan dan
menggunakan artikulasi dan kalimat yang jelas.

2.5 PENTINGNYA KOMUNIKASI DALAM PELAYANAN KESEHATAN


Manusia sebagai makhluk sosial tentunya selalu memerlukan orang lain dalam
menjalankan dan mengembangkan kehidupannya. Hubungan dengan orang lain
akan terjalin bila setiap individu melakukan komunikasi diantara sesamanya.
Kepuasan dan kenyamanan serta rasa aman yang dicapai oleh individu dalam
berhubungan sosial dengan orang lain merupakan hasil dari suatu komunikasi.
Komunikasi dalam hal ini menjadi unsur terpenting dalam mewujudkan integritas
diri setiap manusia sebagai bagian dari sistem sosial.
Komunikasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari memberikan dampak
yang sangat penting dalam kehidupan, baik secara individual maupun kelompok.
Komunikasi yang terputus akan memberikan dampak pada buruknya hubungan
antar individu atau kelompok. Tatanan klinik seperti rumah sakit yang dinyatakan
sebagai salah satu sistem dari kelompok sosial mempunyai kepentingan yang tinggi
pada unsur komunikasi.
Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama untuk
meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya.
Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal an
konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar individu
yang bekerja Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama
untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada
konsumennya. Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen
internal an konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur hubungan
antar individu yang bekerja di rumah sakit, baik hubungan secara horisontal

9
ataupun hubungan secara vertikal. Hubungan yang terjalin antar tim multidisplin
termasuk keperawatan, unsur penunjang lainnya, unsur adminitrasi sebagai provider
merupakan gambaran dari sisi konsumen internal. Sedangkan konsumen eksternal
lebih mengarah pada sisi menerima jasa pelayanan, yaitu klien baik secara
individual, kelompok, keluarga maupun masyarakat yang ada di rumah
sakit.Seringkali hubungan buruk yang terjadi pada suatu rumah sakit, diprediksi
penyebabnya adalah buruknya sistem komunikasi antar individu yang terlibat
dalam sistem tersebut.
Ellis (2000) menyatakan jika hubungan terputus atau menjadi sumber stres,
pada umumnya yang ditunjuk sebagai penyebabnya adalah komunikasi yang
buruk.Keperawatan yang menjadi unsur terpenting dalam memberikan pelayanan
dalam hal ini perawat berperan sebagai provider. Fokus perhatian terhadap
buruknya komunikasi juga terjadi pada tim keperawatan. Hal ini terjadi karena
beberapa sebab diantaranya adalah:
a. Lemahnya pemahaman mengenai penggunaan diri secara terapeutik saat
melakukan intraksi dengan klien.
b. Kurangnya kesadaran diri para perawat dalam menjalankan komunikasi
dua arah secara terapeutik.
c. Lemahnya penerapan sistem evaluasi tindakan (kinerja) individual yang
berdampak terhadap lemahnya pengembangan kemampuan diri sendiri.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu diupayakan suatu hubungan


interpersonal yang mencerminkan penerapan komunikasi yang lebih terapeutik.
Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan permasalahan yang dapat terjadi pada
komunikasi yang dijalin oleh tim keperawatan dengan kliennya. Modifikasi yang
perlu dilakukan oleh tim keperawatan adalah melakukan pendekatan dengan
berlandaskan pada model konseptual sebagai dasar ilmiah dalam melakukan
tindakan keperawatan. Sebagai contoh adalah melakukan komunikasi dengan
menggunakan pendekatan model konseptual proses interpersonal yang
dikembangkan oleh Hildegard E.Peplau.

10
2.6 KOMUNIKASI DALAM PELAYANAN KESEHATAN
Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk
menggambarkan suatu hubungan kerja sam yang dilakukan pihak tertentu. Sekian
banyak pengertian yang dikemukakan dengan sudut pandang beragam namun
didasari prinsip yang sam yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas,
kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun demikian kolaborasi sulit
didenifisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya yang menjadi esensi dari
kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan National Joint Practice Commision(1977)
yang dikutip Siegler dan Whitney(2000) bahwa tidak ada definisi yang mampu
menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya kolaborasi dalam kontek
perawatan kesehatan.
Pada saat sekarang dihadapkan pada paradigma baru dalam pemberian
pelayanan kesehatan yang menuntut peran perawat yang lebih sejajar untuk
berkolaborasi dengan dokter.Pada kenyataannya profesi keperawatan masih kurang
berkembang dibandingkan dengan profesi yang berdampingan erat dan sejalan
yaitu profesi kedokteran. Kerjasam dan kolaborasi dengan dokter perlu
pengetahuan, kemauan, dan keterampilan, maupun sikap yang professional mulai
dari komunikasi, cara kerjasama dengan pasien, Maupin dengan mitra kerjanya,
sampai pada keterampilan dalam mengambil keputusan.
Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah
pelayanan yang bermutu.Suatau pelayanan dikatakan bermutu apabila memberikan
kepuasan pada pasien.Kepuasan pada pasien dalam menerima pelayanan kesehatan
mencakup beberapa dimensi.Salah satunya adalah dimensi kelancaran komunikasi
antaran petugas kesehatan (termasuk dokter) dengan pasien. Hal ini berarti
pelayanan kesehatan bukan hanya berorientasi pada pengobatan secara medis saja,
melainkan juga berorientasi pada komunikasi karena pelayanan melalui komunikasi
sangat penting dan berguna bagi pasien, serta sangat membantu pasien dalam
proses penyembuhan.

2.7 PERAN PERAWAT SEBAGAI PELAKSANA PATIENT SAFETY


Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional dan merupakan tenaga
kesehatan terbesar yang ada di rumah sakit mempunyai peranan yang snaat penting

11
dalam mewujudkan keselamatan pasien.Perawat berperan dalam melindungi,
melakukan promosi dan mencegah terjadinya sakit dan injury, mengurangi
penderitaan melalui diagnosa dan pengobatan, serta melindungi dalam perawatan
individu, keluarga, komunitas dan populasi (ANA, 2003).
Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan Patient
safety di rumah sakit yaitu sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat harus
mematuhi semua standar pelayanan dan SOP yang telah dibuat dan ditetapkan oleh
rumah sakit serta tidak luput pula dalam menerpkan prinsip-prinsip etik dalam
pemberian pelayanan keperawatan, memberikan pendidikan kepada pasien dan
keluarga tentang asuhan yang diberikan, menerapkan kerjasama tim kesehatan yang
handal dalam melakukan penyelesaian masalah terhadap kejadian yang tidak
diharapkan, melakukan pendokumentasian dengan benar dari semua asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga serta komunikasi efektif
yang merupakan hal yang sangat berperan terhadap keberhasilan suatau pelayanan
yang diberikan kepada pasien dan keluarganya.
Peran perawat dalam memberikan keselamatan pasien di rumah sakit (patient
safety) dapat dilakukan dengan cara berikut :
1. Perawat dapat melakukan hal yang berkaitan dalam 7 Standar Keselamatan
Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang
dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA, tahun 2002) yaitu:
a. Perawat memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya
agarmendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan
termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan).
b. Perawat memberikan pengarahan, perencanaan pelayanan
kesehatan pada pasien dan keluarga mengenai keselamatan pasien.
c. Menjaga keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
d. Menggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
e. Menerapkan peran kepemimpinan dalam meningkatkan
keselamatan pasien

12
f. Menerima pendidikan tentang keselamatan pasien
g. Menjaga komunikasi sebagai kunci bagi perawat untuk mencapai
keselamatan pasien.

2.8 KOMUNIKASI DALAM MELAKSANAKAN PATIENT SAFETY


Komunikasi dalam praktik keperawatan profesional merupakan unsur utama
bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang
optimal.Kegiatan keperawatan yang memerlukan komunikasi meliputi timbang
terima, interview/anamnesis, komunikasi melalui komputer, komunikasi rahasia
klien, komunikasi melalui sentuhan, komunikasi dalam pendokumentasian,
komunikasi antara perawat dengan profesi lainnya, dan komunikasi antara perawat
dengan pasien.
Komunikasi merupakan alat atau sarana yang digunakan dalam menjalin
hubungan. Komunikasi menjadi kunci utama bagi perawat untuk mencapai
keselamatan pasien ( patient safety). Teknik berkomunikasi yang digunakan secara
tepat dapat menciptakan hubungan terapeutik dan menghindarkan pasien dari KTD,
dan apabila tidak tepat akan menimbulkan masalah bagi pasien dan perawat. Dalam
teknik berkomunikasi ini, ada tiga keterampilan yang diperlukan untuk membina
hubungan terapeutik antara perawat dan pasien, yaitu :
1. Kehadiran atau Keberadaan Perawat. Kehadiran berarti kebersamaan
fisik dan psikologis dalam berkomunikasi dengan pasien. Hal itu antara
lain mencakup mendengarkan dan mengamati, serta memberikan perhatian
terhadap ucapan dan perilaku pasien, agar pasien tetap merasa nyaman dan
keselamatannya terjaga.
2. Kehadiran fisik. Mempunyai peran yang penting dalam komunikasi
interpersonal karena tubuh dapat memperkuat pesan yang disampaikan
dalam bentuk kata-kata.
3. Kehadiran psikologis, yaitu mendengarkan secara aktif yang berarti
mendengarkan dengan telinga, pikiran dan perasaan mengenai kata-kata
yang diucapkan pasien dan perilaku nonverbal pasien. Selama mendengar
aktif, perawat mengikuti apa yang dibicarakan pasien dan memperhatikan
perilaku pasien serta memberi tanggapan dengan tepat.

13
4. Perilaku Nonverbal. Beberapa macam perilaku nonverbal dapat
memengaruhi hubungan perawat dengan pasien. Perilaku nonverbal
tersebut seperti : aktifitas fisik, vokalisasi dan jarak antarpembicara.
5. Keterampilan Memberi Respon. Keterampilan ini digunakan oleh
perawat untuk menyampaikan pengertian kepada pasien, memberikan
umpan balik, dan memperjelas pemahaman perawat tentang pembicaraan
dan perilaku pasien.

Komunikasi efektif yang dilakukan antara pasien dan perawat merupakan


syarat yang penting dalam memberikan pelayanan keperawatan terutama
pelayanan keperawatan yang berfokus pada pasien.Komunikasi merupakan salah
satu standar dalam praktek keperawatan profesional terutama dalam memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien (ANA, 2010).Kompetensi profesional dalam
praktek keperawatan tidak hanya psikomotor dan kemampuan melakukan
diagnosa klinik melainkan kemampuan dalam melakukan komunikasi
interpersonal.
Komunikasi menjadi cara yang paling tepat untuk memberikan keselamatan
pada pasien. Untuk mencapai keselamatan pasien di rumah sakit sangat diperlukan
komunikasi di antara petugas pelayanan kesehatan yang saling berkolaborasi,
seperti perawat dan staf yang lainnya untuk memberikan kenyamanan dan
keselamatan pada pasien (patient safety).
Kolaborasi dalam lingkungan kerja profesional telah diakui oleh keperawatan,
dan tim kesehatan lain serta organisasi profesional kesehatan sebagai komponen
penting dalam keselamatan yang mempunyai kualitas tinggi dalam memberikan
pelayanan perawatan berpusat pada pasien (Interprofessional Education
Colaborative Expert Panel, 2011).
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS
No.001-VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, “ciptakan kepemimpinan
dan budaya yang terbuka dan adil”.

14
Bagi Tim:
a. Anggota mampu berbicara, peduli dan berani lapor bila ada
insiden.
b. Laporan terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yg tepat.
2. Pimpin dan dukung staf , “bangunlah komitmen & fokus yang kuat & jelas
tentang keselamatan pasien di RS ”.
Bagi Tim:
a. Ada “penggerak” dalam tim untuk memimpin Gerakan
Keselamatan Pasien.
b. Jelaskan relevansi dan pentingnya, serta manfaat Gerakan
Keselamatan Pasien.
c. Tumbuhkan sikap ksatria yg menghargai pelaporan insiden.
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko, “kembangkan sistem & proses
pengelolaan resiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yg potensial
bermasalah”
Bagi Tim:
a. Diskusi isu keselamatan pasien dalam forum-forum, untuk umpan
balik kepada manajemen terkait.
b. Penilaian resiko pada individu pasien.
c. Proses asesmen resiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap resiko,
dan langkah memperkecil resiko tersebut.
4. Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf agar dengan mudah dapat
melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS”
Bagi Tim:
a. Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yg
telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yg
penting.
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara
komunikasi yg terbuka dengan pasien”.

15
Bagi Tim:
a. Hargai & dukung keterlibatan pasien dan keluarga bila telah terjadi
insiden.
b. Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila terjadi
insiden.
c. Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien &
keluarga.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, “dorong staf
untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul”
Bagi Tim:
a. Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden.
b. Identifikasi bagian lain yg mungkin terkena dampak dan bagi
pengalaman tersebut.
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien, “Gunakan
informasi yg ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan
pada sistem pelayanan”
Bagi Tim:
a. Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman.
b. Telaah perubahan yg dibuat tim dan pastikan pelaksanaannya.
c. Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang
dilaporkan.

TREND DAN ISSUE YANG TERJADI

Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah


cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien.Perspektif yang
berbeda dalam memendang pasien,dalam prakteknya menyebabkan munculnya
hambatan-hambatan teknik dalam melakukan proses kolaborasi. Kendalap
sikologi keilmuan dan individual, factor sosial, serta budaya menempatkan kedua
profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya kolaborsi yang dapat menjadikan
keduanya lebih solid dengan semangat kepentingan pasien.

16
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak aspek positif yang dapat
timbul jika hubungan kolaborasi dokter-perawat berlangsung baik. American
Nurses Credentialing Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 Rumah Sakit
melaporkan bahwa hubungan dokter-perawat bukan hanya mungkin dilakukan,
tetapi juga berlangsung pada hasil yang dialami pasien ( Kramer dan
Schamalenberg, 2003). Terdapat hubungan kolerasi positif antara kualitas
huungan dokter perawat dengan kualitas hasil yang didapatkan pasien.

Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat


profesional dan institusional.Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi
sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional dalam
aplikasi kolaborasi.Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi dan
biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim dan kondisi sosial
masih mendkung dominasi dokter. Inti sesungghnya dari konflik perawat dan
dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara
berkomunikasi diantara keduanya.

Dari hasil observasi penulis di Rumah Sakit nampaknya perawat dalam


memberikan asuhan keperawatan belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi
khususnya dengan dokter. Perawat bekerja memberikan pelayanan kepada pasien
berdasarkan instruksi medis yang juga didokumentasikan secara baik, sementara
dokumentasi asuhan keperawatan meliputi proses keperawatan tidak ada.
Disamping itu hasil wawancara penulis dengan beberapa perawat Rumah Sakit
Pemerintah dan swasta, mereka menyatakan bahwa banyak kendala yang dihadapi
dalam melaksanakan kolaborasi, diantaranya pandangan dokter yang selalu
menganggap bahwa perawat merupakan tenaga vokasional, perawat sebagai
asistennya, serta kebijakan Rumah Sakit yang kurang mendukung.

Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional


dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan
masyarakat yang membutuhkan jasa pelayang kesehatan, serta menghambat upaya
pengembangan dari keperawatan sebagai profesi.

17
PEMAHAMAN KOLABORASI
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika
hanya dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu
terjadi justru menjadi point penting yang harus disikapi.bagaimana masing-
masing profesi memandang arti kolaborasi harus dipahami oleh kedua belah pihak
sehingga dapat diperoleh persepsi yang sama.
Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, “ Apa
diagnosa pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya “ pola pemikiran
seperti ini sudah terbentuk sejak awal proses pendidikannya.Sudah dijelaskan
secara tepat bagaimana pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi kurikulum
kedokteran terus berkembang.Mereka juga diperkenalkan dengan lingkungan
klinis dibina dalam masalah etika,pencatatan riwayat medis,pemeriksaan fisik
serta hubungan dokter dan pasien.Mahasiswa kedokteran pra-klinis sering terlibat
langsung dalam aspek psikososial perawatan pasien melalui kegiatan tertentu
seperti gabungan bimbingan-pasien.Selama periode tersebut hampir tidak ada
kontak formal dengan para perawat,pekerja sosial atau profesional kesehatan
lain.Sebagai praktisi memang mereka berbagi linkungan kerja dengan para
perawat tetapi mereka tidak dididik untuk menanggapinya sebagai
rekanan/sejawat/kolega.
Dilain pihak seorang perawat akan berfikir,apa masalah pasien ini?
Bagaimana pasien menanganinya?,bantuan apa yang dibutuhkannya? dan apa
yang dapat diberikan kepada pasien Perawat dididik untuk mampu menilai status
kesehatan pasien, merencanakan interfensi, melaksanakan rencana, mgevaluasi
hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan. Para pendidik menyebutnya sebagai
proses keperawatan. Inilah yang dijadikan dasar argumentasi bahwa profesi
keperawatan didasari oleh disiplin ilmu yang membantu individu sakit atau sehat
dalam menjalankan kegiatan yang mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga
pasien bisa mandiri.
Sejak awal perawat didik mengenal perannya dan berinteraksi dengan
pasien.Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan dalam
praktek rumah sakit dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para pelajar

18
bekerja di unit perawatan pasien bersama staf perawatan untuk belajar
merawat,menjalankan prosedur dan menginternalisasi peran.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan shering
pengetahuan yang direncanakan yang disengaja,dan menjadi tanggung jawab
bersama untuk merawat pasien. Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama
antara tenaga profesional.

2.9 PENINGKATAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF


Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua
rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan
sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO
Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International
(JCI). Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan
spesifik dalam keselamatan pasien.Sasaran menyoroti bagian-bagian yang
bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari
konsensus berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini.Diakui bahwa desain
sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan
yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan
pada solusi-solusi yang menyeluruh.
1. Standar SIKP II
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan
efektivitas komunikasi antar para pemberi layanan.
2. Maksud dan Tujuan SIKP II
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang
dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik,
lisan, atau tertulis.Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan
terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan
kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium
klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan. Rumah sakit secara

19
kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk
perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat (atau memasukkan ke
komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima
perintah; kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back)
perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang
sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau
prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak
melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan
seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.
3. Elemen Penilaian SIKP II
Adapun  Elemen Penilaian untuk sasaran II adalah sebagai berikut:
a. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
b. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan
kembali secara lengkap oleh penerima perintah.
c. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi
perintah atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan.
d. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi
keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.

2.10 KOMUNIKASI SBAR


SBAR adalah metode terstruktur untuk mengkomunikasikan informasi penting
yang membutuhkan perhatian segera dan tindakan berkontribusi terhadap eskalasi
yang efektif dan meningkatkan keselamatan pasien. SBAR juga dapat digunakan
secara efektif untuk meningkatkan serah terima antara shift atau antara staf di
daerah klinis yang sama atau berbeda. Melibatkan semua anggota tim kesehatan
untuk memberikan masukan ke dalam situasi pasien termasuk memberikan
rekomendasi. SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi antara anggota tim
kesehatan atau tim kesehatan lainnya.
Keuntungan dari penggunaan metode SBAR adalah :

20
1. Kekuatan perawat berkomunikasi secara efektif.
2. Dokter percaya pada analisa perawat karena menunjukkan perawat paham
akan kondisi pasien.
3. Memperbaiki komunikasi sama dengan memperbaiki keamanan pasien.

Metode SBAR sama dengan SOAP yaitu Situation, Background, Assessment,


Recommendation. Komunikasi efektif SBAR dapat diterapkan oleh semua tenaga
kesehatan, diharapkan semua tenaga kesehatan maka dokumentasi tidak terpecah
sendiri-sendiri.Diharapkan dokumentasi catatan perkembangan pasien terintegrasi
dengan baik.sehingga tenaga kesehatan lain dapat mengetahui perkembangan
pasien.
1.         Situation : Bagaimana situasi yang akan dibicarakan/ dilaporkan?
a. Mengidentifikasi nama diri petugas dan pasien.
b. Diagnosa medis.
c. Apa yang terjadi dengan pasien yang memprihatinkan
2.         Background : Apa latar belakang informasi klinis yang berhubungan
dengan situasi?
a. Obat saat ini dan alergi.
b. Tanda-tanda vital terbaru.
c. Hasil laboratorium : tanggal dan waktu tes dilakukan dan hasil tes
sebelumnya untuk perbandingan.
d. Riwayat medis.
e. Temuan klinis terbaru
3.         Assessment : berbagai hasil penilaian klinis perawat
a. Apa temuan klinis?
b. Apa analisis dan pertimbangan perawat?
c. Apakah masalah ini parah atau mengancam kehidupan?
4.         Recommendation : apa yang perawat inginkan terjadi dan kapan?
a. Apa tindakan / rekomendasi yang diperlukan untuk memperbaiki
masalah?
b. Apa solusi yang bisa perawat tawarkan dokter?

21
c. Apa yang perawat butuhkan dari dokter untuk memperbaiki kondisi
pasien?
d. Kapan waktu yang perawat harapkan tindakan ini terjadi?

Sebelum serah terima pasien, perawat harus melakukan :


1) Perawat mendapatkan pengkajian kondisi pasien terkini.
2) Perawat mengkumpulkan data-data yang diperlukan yang berhubungan
dengan kondisi pasien yang akan dilaporkan.
3) Perawat memastikan diagnosa medis pasien dan prioritas masalah
keperawatan yang harus dilanjutkan.
4) Perawat membaca dan pahami catatan perkembangan terkini & hasil
pengkajian perawat shift sebelumnya.
5) Perawat menyiapkan medical record pasien termasuk rencana perawat
harian.

Contoh komunikasi efektif SBAR antar shift dinas/ serah terima :


Situation (S) :
Nama : Tn.A umur 35 tahun, tanggal masuk 8 Desember 2013 sudah 3 hari
perawatan, DPJP : dr Setyoko, SpPD, diagnosa medis : Gagal ginjal kronik.
Masalah keperawatan:
a) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit lebih
b) Perubahan kebutuhan nutrisi kurang
Background (B) :
a) Pasien bedrest total , urine 50 cc/24 jam, balance cairan 1000 cc/ 24 jam.
b) Mual tetap ada selama dirawat, ureum 300 mg/dl.
c) Pasien program HD 2x seminggu Senin dan Kamis.
d) Terpasang infuse NaCl 10 tetes/menit
e) Dokter sudah menjelaskan penyakitnya tentang gagal ginjal kronik
f) Diet : rendah protein 1 gram
Assessment (A) :

22
a) Kesadaran composmentis, TD 150/80 mmHg, Nadi 100x/menit, suhu 37
0
C, RR 20 x/menit, oedema pada ekstremitas bawah, tidak sesak napas,
urine sedikit, eliminasi faeses baik.
b) Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum 237 mg/dl
c) Pasien masil mengeluh mual.
Recommendation (R) :
a) Awasi balance cairan
b) Batasi asupan cairan
c) Konsul ke dokter untuk pemasangan dower kateter
d) Pertahankan pemberian pemberian deuritik injeksi furosemit 3 x 1 amp
e) Bantu pasien memenuhi kebutuhan dasar pasien
f) Jaga aseptic dan antiseptic setiap melakukan prosedur

Contoh komunikasi efektif SBAR antar perawat dengan dokter lewat


telepon:
Situation (S) :
a) Selamat pagi Dokter, saya Noer rochmat perawat Nusa Indah 2
b) Melaporkan pasien nama Tn A mengalami penurunan pengeluaran urine
40 cc/24 jam, mengalami sesak napas.

Background (B) :
a) Diagnosa medis gagal ginjal kronik, tanggal masuk 8 Desember 2013,
program HD hari Senin-Kamis
b) Tindakan yang sudah dilakukan posisi semi fowler, sudah terpasang dower
kateter, pemberian oksigen 3 liter/menit 15 menit yang lalu.
c) Obat injeksi diuretic 3 x 1 amp
d) TD 150/80 mmHg, RR 30 x/menit, Nadi 100 x/menit, oedema ekstremitas
bawah dan asites
e) Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum 237 mg/dl
f) Kesadaran composmentis, bunyi nafas rongki.

23
Assessment (A) :
a) Saya pikir masalahnya gangguan pola nafas dan gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit lebih
b) Pasien tampak tidak stabil
Recommendation (R) :
a) Haruskah saya mulai dengan pemberian oksigen NRM
b) Apa advise dokter? Perlukah peningkatan diuretic atau syringe pump?
c) Apakah dokter akan memindahkan pasien ke ICU?

24
BAB III
PENUTUP

3.1  KESIMPULAN
Komunikasi merupakan landasan bagi profesi bidan dalam memberikan
asuhan kebidanan karena tugas bidan adalah memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Proses komunikasi merupakan suatu penyampaian pesan, ide, atau
lambing kepada orang lain agar dapat mencapai persepsi yang sama sesuai dengan
yang dikehendaki oleh komunikator. Tujuan berkomunikasi adalah memudahakan
dan melancarkan pencapaian tujuan. Unsure dasar komunikasi terdiri atas
komunikator, pesan, saluran komunikasi, metode komunikasi,
komunikan,lingkungan, dan umpan balik.
Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik dalam asuhan
kebidanan memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena
komunikasi terjadi tidak dalam kehampaan, tetapi dalam dimensi nilai,waktu,dan
ruang yang turut memengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui
dampak terapeutik bagi klien dan juga berpusat bagi bidan sebagai komunikator.
Keselamatan pasien (patient safety) adalah hal terpenting yang perlu
diperhatikan oleh perawat yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada pasien.Tindakan pelayanan, peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar
pasien sudah seharusnya menunjang keselamatan serta kesembuhan dari pasien
tersebut.Oleh karena itu, perawat harus memiliki pengetahuan mengenai hak
pasien serta mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan yang dapat
menjaga keselamatan diri pasien serta menjadikan komunikasi sebagai kunci
utama untuk dapat memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi pasien.
Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah
sepatutnya memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi
pasien.Oleh karena itu, rumah sakit harus memiliki standar tertentu dalam
memberikan pelayanan kepada pasien.Standar tersebut bertujuan untuk
melindungi hak pasien dalam menerima pelayanan kesehatan yang baik serta
sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. M.Taufik Juliane. 2010 , Komunikasi Terapeutik Dan Konseling Dalam


Praktik Kebidanan . Jakarta Selatan : Salemba Medika
2. Suryani, S.Kp, MHSc .2005 , Komunikasi Terapeutik:Teori dan Praktik .
Jakarta :EGC
3. Suarli, .S dan Yanyan Bahtiar. 2009. Manajemen Keperawatan dengan
Pendekatan Praktis.Jakarta : Erlangga
4. (http://situliatsitucoment.blogspot.com/2010/02/informative-communication-
komunikasi.html
5. www.Sidesharen.Net/110201014/2-prosestahapanmedia-hambatan-dalam-
komunikasi.

26

Anda mungkin juga menyukai