Anda di halaman 1dari 39

REFERAT

TELEMEDICINE (PANDEMI COVID-19)

Oleh:

Amalia Widya Larasati - 1518011174


Dita Ayu Permata Dewi - 1318011008
Mira Kurnia - 1518011120

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................1

1.2 Tujuan....................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5

2.1 Definisi dan Terminologi Telemedicine.................................................5

2.2 Konsep Telemedicine.............................................................................6

2.2.1 Real time (synchronous)................................................................6

2.2.2 Store and forward (asynchronous)...............................................6

2.2.3 Teknologi perangkat keras telemedicine.......................................7

2.2.4 Teknologi perangkat lunak telemedicine......................................8

2.3 Tujuan dan Manfaat Telemedicine.........................................................9

2.3.1 Tujuan telemedicine......................................................................9

2.3.2 Manfaat telemedicine..................................................................10

2.4 Kekurangan dalam Telemedicine.........................................................11

2.5 Kebijakan Telemedicine di Indonesia..................................................12

2.6 Jenis Pelayanan Telemedicine..............................................................15

2.7 Proses Pelayanan Telemedicine...........................................................16

2.8 Alur Pelayanan Telemedicine di Fasyankes.........................................20

BAB III TELAAH KRITIS JURNAL...................................................................27


3.1 Validity.................................................................................................27

3.2 Importance...........................................................................................30

3.3 Applicability.........................................................................................30

3.4 Problem................................................................................................31

3.5 Intervention..........................................................................................31

3.6 Comparison..........................................................................................31

3.7 Outcomes..............................................................................................31

BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................38

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan

referat yang berjudul “Telemedicine (Pandemi COVID-19)” ini dengan lancar.

Referat ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik Ilmu

Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang dijalani

oleh penulis.

Penulis berharap referat ini dapat memberi manfaat khususnya kepada penulis,

rekan-rekan sejawat, dan masyarakat. Dalam penyusunan referat ini tentu saja

masih terdapat kelemahan dan kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan

masukan dan kritik yang membangun demi kesempurnaan referat ini.

Bandarlampung, Juli 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Walaupun jarang terjadi, pandemik global yang muncul akan menyebabkan

malapetaka bagi populasi. Kita, sebagai mahluk hidup tentu tidak pernah

merasa siap dengan hal ini (Portnoy J, 2020). Pada 31 Desember 2019, WHO

China Country Office melaporkan kasus pneumonia yang tidak diketahui

etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada tanggal 7 Januari

2020, Cina mengidentifikasi pneumonia yang tersebut sebagai jenis baru

coronavirus. Pada tanggal 30 Januari 2020, WHO telah menetapkan sebagai

Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Penambahan

jumlah kasus COVID-19 berlangsung cukup cepat dan sudah terjadi

penyebaran antar negara (Kemenkes RI, 2020).

Pada 11 Maret 2020, WHO telah menyatakan Corona Virus Disease 2019

(COVID-19) sebagai pandemik dengan jumlah kasus lebih dari 720.000 dan

mengenai 203 negara di dunia (Ohannessian R, 2020). Di Indonesia telah

ditetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019

(COVID-19) melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 dan bencana

non-alam yang diakibatkan oleh Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

sebagai bancana nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020.


2

COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusia melalui droplet. Orang

yang paling berisiko tertular penyakit ini adalah orang yang kontak erat

dengan pasien COVID-19 termasuk dokter dan tenaga kesehatan. Orang yang

terinfeksi COVID-19 diklasifikasikan menjadi Orang Tanpa Gejala (OTG),

Orang Dalam Pengawasan (ODP), dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang

semuanya membutuhkan pemeriksaan laboratorium RT-PCR atau Rapid test

yang negatif untuk dinyatakan tidak terinfeksi COVID-19. Hubungan

langsung antara dokter sebagai pemberi pelayanan kesehatan dan pasien

sebagai penerima pelayanan kesehatan menjadi risiko terhadap penyebaran

penyakit COVID-19, baik penyebaran dari pasien kepada dokter maupun

penyebaran dari dokter yang sudah terinfeksi sebagai Orang Tanpa Gejala

(OTG) kepada pasien. Untuk itu dibutuhkan langkah-langkah dalam

melakukan pencegahan terhadap penyebaran COVID-19.

Hal ini tercantum dalam Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/303/2020

tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Melalui Pemanfaatan

Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang ditetapkan oleh Menteri

Kesehatan Republik Indonesia pada tanggal 29 April 2020 di Jakarta. Dalam

Surat Edaran itu dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan dilakukan melalui

telemedicine untuk mengurangi frekuensi tatap muka antara dokter dan pasien.

Menurut Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dengan pertimbangannya,

yaitu perlu dilakukan upaya penanggulangannya pencegahan penularan


3

dan/atau penatalaksanaan pasien Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

melalui praktik kedokteran melalui telemedicine. Hal tersebut tercantum

dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonsia Nomor 74 Tahun 2020 yang

ditetapkan pada tanggal 29 April 2020 dan diundangkan pada tanggal 30 April

2020 di Jakarta. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia ini berlaku mulai

pada tanggal diundangkan dan berakhir sampai dengan masa kedaruratan

kesehatan masyarakat terhadap penanganan COVID-19 yang ditetapkan

pemerintah berakhir.

Telemedicine merupakan pemberian pelayanan kedokteran jarak jauh oleh

dokter dan dokter gigi dengan menggunakan teknologi informasi dan

komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan

penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan

penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan

individu dan masyarakat.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu untuk:
a. Mengetahui definisi dan terminologi dari telemedicine
b. Mengetahui konsep telemedicine
c. Mengetahui tujuan, manfaat, dan tantangan dari telemedicine
d. Mengetahui kebijakan dan jenis pelayanan telemedicine
e. Mengetahui proses pelayanan telemedicine
f. Mengetahui alur pelayanan telemedicine di fasyankes
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Terminologi Telemedicine


Istilah telemedicine (telemedika) berasal dari bahasa Yunani yaitu 'tele' yang

berarti jarak atau jauh sehingga telemedicine adalah memberikan pelayanan

kesehatan dari jarak jauh (Fong, 2011). Telemedicine merupakan praktik

kesehatan menggunakan komunikasi audio visual dan data, termasuk

perawatan, diagnosis, konsultasi dan pengobatan serta pertukaran data medis

dan diskusi ilmiah jarak jauh. Telemedicine adalah pemberian pelayanan

kedokteran jarak jauh oleh dokter dan dokter gigi dengan menggunakan

teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis,

pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan

pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan

peningkatan kesehatan individu dan masyarakat (Perkonsil, 2020).

Telemedicine memiliki cakupan yang luas, meliputi penyediaan pelayanan

kesehatan (termasuk klinis, pendidikan dan pelayanan administrasi) jarak jauh,

melalui transfer informasi (audio, video, grafik), dengan menggunakan

perangkat–perangkat telekomunikasi (audio-video interaktif dua arah,

komputer, dan telemetri) yang melibatkan dokter, pasien, dan pihak-pihak lain

(Santoso, 2015).
6

Pelayanan telemedicine merupakan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh

dokter dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk

mendiagnosis, mengobati, mencegah, dan/atau mengevaluasi kondisi

kesehatan pasien sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya dengan tetap

memperhatikan mutu pelayanan dan keselamatan pasien (Kemenkes RI,

2020).

2.2 Konsep Telemedicine

Dalam praktik pelaksanaannya, telemedicine diterapkan dalam dua konsep,

yaitu realtime (synchronous) dan store-and-forward (asynchronous).

2.2.1 Real time (synchronous)

Telemedicine secara real-time (synchronous telemedicine) dalam bentuk

sedarhana seperti penggunaan telepon, atau kompleks seperti

penggunaaan robot bedah. Synchronous telemedicine memerlukan

kehadiran kedua pihak pada waktu yang sama. Untuk itu diperlukan

media penghubung yang dapat menawarkan interaksi real time sehingga

bisa dilakukan penanganan kesehatan. Contohnya penggunaan

teknologi tele-otoscope yang memberikan fasilitas untuk seorang dokter

mampu menilai organ dalam pendengaran pasien dari jarak jauh.

Contoh lainnya yaitu tele-stethoscope yang membuat seorang dokter

dapat mendengarkan detak jantung pasien dari jarak jauh.

2.2.2 Store and forward (asynchronous)

Telemedicine dengan store-and-forward (asynchronous telemedicine)

mencakup pengumpulan data medis dan pengiriman data ini ke seorang


7

dokter (specialist) pada waktu yang tepat untuk evaluasi secara offline.

Jenis telemedicine ini tidak memerlukan kehadiran kedua belah pihak

dalam waktu yang sama. Rekam medis dalah komponen utama dalam

konsep ini (Wiryawan, 2016).

Teknologi telemedicine terdiri dari teknologi perangkat keras dan perangkat

lunak.

2.2.3 Teknologi perangkat keras telemedicine

a. Jaringan komputer/internet

Teknologi ini dapat menghubungkan antar komputer sehingga dapat

saling komunikasi dan bertukar data. Teknologi ini lebih dikenal

dengan internet. Jaringan komputer ini tidak hanya dengan kabel tapi

juga nirkabel. Jaringan komputer termasuk internet mampu

menciptakan synchronous telemedicine maupun asynchronous.

b. Satelit

Satelit dapat mengatasi tempat-tempat yang tidak terjangkau. Satelit

saat ini dipakai untuk dijadikan infrastruktur komunikasi seperti

telepon. Satelit memperluas jangkauan telemedicine ke daerah-daerah

terpencil atau lokasi yang sulit dibangun infrastruktur jaringan kabel.

c. Handphone

Fungsi utama handphone adalah untuk komunikasi suara dan teks

(SMS), namun fitur-fitur tambahan banyak ditambahkan seperti:

MMS, fasilitas ini dapat mengirim suara, gambar, maupun video 4G.

Fasilitas ini menambah kecepatan pengiriman data ke handphone


8

sehingga dapat dikirim secara real time sehingga dapat dilakukan

video conference, chatting atau browsing internet.

d. Plug-play device

Yaitu teknologi yang memungkinkan penambahan piranti baru dalam

komputer. Setiap komputer akan dilengkapi dengan berbagai port.

Lewat port-port tersebut piranti baru dapat ditambahkan dalan

komputer. Dengan port tersebut piranti kesehatan dapat dihubungkan

dengan komputer lewat port ini, contohnya stetoskop, termometer, dan

USG.

e. Teknologi multimedia

Multimedia disini adalah yang berkaitan dengan media suara, gambar,

dan video. Semuanya dapat bersifat digital dan dapat dikirim secara

digital juga.

2.2.4 Teknologi perangkat lunak telemedicine

a. Teknologi chatting dan conference

Chatting biasanya dilakukan antara 2 orang berbeda di komputer yang

berbeda. Sedangkan conference dapat dilakukan lebih dari dua orang

yang berbeda tetapi dalam satu forum. Salah satu software ini misalnya

yahoo messenger dan google talk.

b. Pengolahan gambar

Pengolahan gambar mengaji teknik-teknik mengolah citra (gambar,

foto). Pengolahan ini menawarkan teknik-teknik untuk mengolah dan

memperbaiki foto sebelum dikirm ke tempat lain.


9

c. Teknologi pemampatan (kompresi) data

Teknik ini mengubah data berukuran besar menjadi data berukuran

kecil. Pengubahan tidak akan menghilangkan informasi di dalamnya.

Secara sederhana, telemedicine sesungguhnya telah diaplikasikan ketika

terjadi diskusi antara dua dokter membicarakan masalah pasien lewat mobile.

Ilustrasi seperti Gambar 1.

Gambar 1. Blok Diagram Sistem Telemedicine

(Sumber: Design of Multimedia Messaging Service for Mobile


Telemedicine System - Setyono)

2.3 Tujuan dan Manfaat Telemedicine

2.3.1 Tujuan telemedicine

Menurut WHO (2010) terdapat empat elemen yang erat kaitannya

dengan telemedicine, tujuannya yaitu:

1. Untuk memberikan dukungan klinis


10

2. Untuk mengatasi hambatan geografis, menghubungkan pengguna

yang tidak berada dalam lokasi fisik yang sama

3. Melibatkan penggunaan berbagai jenis teknologi informasi dan

komunikasi

4. Untuk meningkatkan outcome kesehatan

Adapun tujuan implementasi telemedicine terutama kaitannya dengan

pandemi COVID-19, yaitu sebagai tindakan pencegahan untuk

melindungi orang dari kontaminasi dan untuk meratakan kurva

COVID-19 termasuk membatasi interaksi sosial atau meminimalisir

kontak fisik selama dilakukannya karantina dan isolasi mandiri (Leite

et al, 2020).

2.3.2 Manfaat telemedicine

Secara manfaat, telemedicine lebih mudah diakses, efisien waktu,

menghemat biaya kesehatan, meningkatkan kualitas pelayanan pasien,

metode modern, dan dapat menyimpan rekam medis. Hasilnya,

telemedicine menyebabkan pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien,

membuat pasien dan pihak kesehatan lainnya dapat melakukan

konsultasi dan interaksi tanpa harus bertemu secara tatap muka

(Pagliari, 2005).

Adapun kelebihan dari teknologi telekomunikasi dan informasi ini,

antara lain:
11

1. Membantu masyarakat dalam bidang kesehatan karena sebagian

masyarakat masih awam dalam melakukan pengobatan dan masih

menggunakan pengobatan alternatif.

2. Mempermudah untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan,

pelayanan kesehatan, obat, penyakit dan lain-lain, sehingga

masyarakat dapat dengan dini untuk mencengah ataupun mengobati

penyakit yang diderita.

3. Mencari informasi tentang gaya hidup sehat.

4. Mencari kelompok diskusi tentang kesehatan (Pagliari, 2005).

Dalam penerapannya di era pandemi COVID-19 ini, manfaat yang juga

dapat diperoleh, yaitu seperti:

1. Memahami secara menyeluruh tentang arus situasi pelayanan

kesehatan di negara setempat.

2. Menyediakan pelayanan kesehatan secara jarak jauh tanpa

mengurangi kualitas pelayanan.

3. Memungkinkan tingkat keberhasilan pencegahan penyebaran virus

lebih besar tanpa adanya interaksi tatap muka dan risiko bahaya

(Leite et al, 2020).

2.4 Kekurangan dalam Telemedicine

Telemedicine hanya dapat digunakan oleh para tenaga terlatih, membutuhkan

peralatan yang canggih, dan memerlukan biaya yang besar dalam hal akses
12

koneksi jaringan digital. Oleh karena itu hal tentu juga terdapat

kekurangannya, yaitu sebagai berikut:

1. Akses kesehatan melalui internet terbatas pada golongan tertentu saja yang

cukup mapan. Bagi sebagian orang tua, dan orang yang memiliki status

ekonomi rendah mungkin mengalami kesulitan dalam menggunakan

teknologi untuk akses telemedicine.

2. Informasi internet masih terkendala dengan sulitnya mencari informasi

yang valid, lengkap, dan mudah dimengerti.

3. Pada saat tertentu, banyak orang kembali ke apa yang biasa mereka

lakukan dan bagaimana mereka sebelumnya berinteraksi dengan sistem

pelayanan kesehatan

4. Pasien mungkin tidak menyadari bahwa mereka memiliki telemedicine

sebagai pilihan dan tidak tahu cara mengaksesnya

5. Inti tantangan bagi praktisi sebenarnya yang harus dihadapi, yaitu dalam

menjaga dan melakukan perlindungan atas data dan privasi pasien

(Pagliari, 2005; Portnoy et al, 2020).

Walaupun ada beberapa hambatan seperti akses kesehatan yang kurang bagi

masyarakat ekonomi rendah, tetapi dikatakan setidaknya sebagian besar rumah

tangga memiliki satu perangkat digital yang mampu menyediakan akses

telemedicine (Chauhan et al, 2020).


13

2.5 Kebijakan Telemedicine di Indonesia

Praktik kedokteran pada masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-

19) dapat dilakukan oleh dokter dan dokter gigi melalui tatap muka secara

langsung dan/atau melalui aplikasi/sistem elektronik berupa telemedicine

dengan memperhatikan komunikasi efektif dan menerapkan prinsip

kerahasiaan pasien. Telemedicine dilakukan dalam bentuk moda daring

tulisan, suara, dan/atau video secara langsung untuk mendapatkan informasi

yang diperlukan dalam rangka penegakkan diagnosis serta penatalaksanaan.

Menurut Perkonsil No. 74 Tahun 2020 Pasal 4:

1. Dokter dan dokter gigi yang melaksanakan Praktik Kedokteran melalui

Telemedicine harus melakukan penilaian kelaikan pasien sesuai dengan

kompetensi dan kewenangannya.

2. Dalam hal pasien tidak dalam kondisi gawat darurat, dokter dan dokter

gigi yang menangani wajib menilai kelaikan pasien untuk ditangani

melalui Telemedicine.

3. Dalam hal hasil penilaian ditemukan pasien dalam kondisi gawat darurat,

memerlukan tindakan diagnostik, dan/ atau terapi, dokter dan dokter gigi

harus merujuk pasien ke Fasyankes disertai dengan informasi yang

relevan.

Adapun ketentuan yang tertulis dalam Pasal 5, menyatakan bahwa pasien yang

berobat melalui telemedicine wajib memberikan persetujuan (informed

consent) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian

pada Pasal 7 disebutkan bahwa dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik
14

kedokteran melalui telemedicine wajib membuat rekam medis. Pasal 8, dokter

dan dokter gigi dapat melakukan diagnosis dan tatalaksana pemeriksaan

penunjang berupa laboratorium, pencitraan/radio image, terapi, dan dicatat

dalam rekam medis. Selain itu dokter dan dokter gigi juga dapat memberikan

resep obat dan/atau alat kesehatan dan surat keterangan sakit. Pada Pasal 10

juga dijelaskan bahwa dokter dan dokter gigi yang melaksanakan praktik

kedokteran melalui telemedicine berhak mendapatkan imbalan.

Adapun hal-hal yang dilarang bagi dokter dan dokter gigi dalam melakukan

praktik kedokteran melalui telemedicine tertuang dalam Pasal 9:

a. Telekonsultasi antara tenaga medis dengan pasien secara langsung tanpa

melalui Fasyankes;

b. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, tidak etis, dan tidak memadai

(inadequate information) kepada pasien atau keluarganya;

c. Melakukan diagnosis dan tatalaksana di luar kompetensinya;

d. Meminta pemeriksaan penunjang yang tidak relevan;

e. Melakukan tindakan tercela, tindakan intimidasi, atau tindakan kekerasan

terhadap pasien dalam penyelenggaraan praktik kedokteran;

f. Melakukan tindakan invasif melalui telekonsultasi;

g. Menarik biaya diluar tarif yang sudah ditetapkan oleh Fasyankes; dan/ atau

h. Memberikan surat keterangan sehat

Penerapan telemedicine erat hubungannya dengan kebijakan dan peraturan

pemerintah. Beberapa tantangan yang harus dilewati oleh pemerintah adalah:


15

1. Mengintegrasikan telemedicine menjadi pedoman internasional dan

nasional untuk kesiapan pelayanan kesehatan dan responnya.

2. Mendefinisikan secara jelas peraturan nasional dan rencana

pembiayaan telemedicine dalam keadaan darurat kesehatan

masyarakat.

3. Mengembangkan pedoman klinis dan menetapkan standardisasi triase.

4. Menetapkan strategi dan rencana operasional yang membimbing

penyedia layanan kesehatan untuk beralih ke telekonsultasi rawat jalan

dan meningkatkan keahlian dan pemantauan pasien jarak jauh.

5. Merekomendasikan telemedicine sebagai sebuah alat komunikasi

untuk menginformasikan dan mengedukasi penduduk.

6. Mekanisme pembagian data untuk mengintegrasikan data penyedia dan

memudahkan studi epidemiologi.

7. Sebagai kerangka evaluasi ilmiah untuk menggambarkan dan menilai

dampak telemedicine selama wabah (Ohannessian, 2020).

2.6 Jenis Pelayanan Telemedicine

Menurut Permenkes No. 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanaan

Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan Bagian Kesatu Bab II

tentang Jenis Pelayanan, yaitu:

1. Pelayanan telemedicine dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang memiliki

surat izin praktik di Fasyankes penyelenggara

2. Pelayanan telemedicine terdiri atas pelayanan:

a. Teleradiologi
16

Merupakan pelayanan radiologi diagnostik dengan menggunakan

transmisi elektronik image dari semua modalitas radiologi beserta data

pendukung dari Fasyankes Peminta Konsultasi ke Fasyankes Pemberi

Konsultasi, untuk mendapatkan Expertise dalam hal penegakan

diagnosis.

b. Teleelektrokardiografi (EKG)

Merupakan pelayanan elektrokardiografi dengan menggunakan

transmisi elektronik gambar dari semua modalitas elektrokardiografi

beserta data pendukung dari Fasyankes Peminta Konsultasi ke

Fasyankes Pemberi Konsultasi, untuk mendapatkan Expertise dalam

hal penegakan diagnosis.

c. Teleultrasonografi (USG)

Merupakan pelayanan ultrasonografi obstetrik dengan menggunakan

transmisi elektronik gambar dari semua modalitas ultrasonografi

obstetrik beserta data pendukung dari Fasyankes Peminta Konsultasi

ke Fasyankes Pemberi Konsultasi, untuk mendapatkan Expertise dalam

hal penegakan diagnosis.

d. Telekonsultasi klinis

Merupakan pelayanan konsultasi klinis jarak jauh untuk membantu

menegakkan diagnosis, dan/atau memberikan pertimbangan/saran tata

laksana. Ini dapat dilakukan secara tertulis, suara, dan/atau video, serta

harus terekam dan tercatat dalam rekam medis sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.
17

2.7 Proses Pelayanan Telemedicine

Dalam Surat Edaran Nomor HK.02.1/Menkes/303/2020 tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Melalui Pemanfaatan Teknologi

Informasi dan Komunikasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona

Virus Disease 2019 (COVID-19), tertulis:

1. Kewenangan Dokter dalam memberikan pelayanan telemedicine meliputi

kewenangan untuk melakukan:

a. Anamnesa, mencakup keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat

penyakit yang diderita saat ini, penyakit lainnya atau faktor risiko,

informasi keluarga dan informasi terkait lainnya yang ditanyakan oleh

dokter kepada pasien/keluarga secara daring.

b. Pemeriksaan fisik tertentu yang dilakukan melalui audiovisual.

c. Pemberian anjuran/nasihat yang dibutuhkan berdasarkan hasil

pemeriksaan penunjang, dan/atau hasil pemeriksaan fisik tertentu.

Hasil pemeriksaan penunjang dapat dilakukan oleh pasien dengan

menggunakan modalitas/sumber daya yang dimilikinya atau

berdasarkan anjuran pemeriksaan penunjang sebelumnya atas instruksi

dokter. Anjuran/nasihat dapat berupa pemeriksaan kesehatan lanjutan

ke fasilitas pelayanan kesehatan.

d. Penegakkan diagnosis, dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan.

e. Penatalaksanaan dan pengobatan pasien, dilakukan berdasarkan

penegakkan diagnosis yang meliputi penatalaksanaan nonfarmakologi

dan farmakologi, serta tindakan kedokteran terhadap pasien/keluarga


18

sesuai kebutuhan medis pasien. Dalam hal dibutuhkan tindakan

kedokteran atau penatalaksanaan lebih lanjut, pasien disarankan untuk

melakukan pemeriksaan lanjutan ke fasilitas pelayanan kesehatan.

f. Penulisan resep obat dan/atau alat kesehatan, diberikan kepada pasien

sesuai dengan diagnosis.

g. Penerbitan surat rujukan untuk pemeriksaan atau tindakan lebih lanjut

ke laboratorium dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan sesuai hasil

penatalaksanaan pasien.

2. Dokter yang menuliskan resep elektronik obat dan/atau alat kesehatan

harus bertanggung jawab terhadap isi dan dampak yang mungkin timbul

dari obat yang ditulis dalam resep elektronik. Penulisan resep elektronik

dikecualikan untuk obat golongan narkotika dan psikotropika. Salinan

resep elektronik harus disimpan dalam bentuk cetak dan/atau elektronik

sebagai bagian dokumen rekam medik.

3. Penulisan resep elektronik obat dan/atau alat kesehatan dapat dilakukan

secara tertutup atau secara terbuka, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Penyelenggaraan resep elektronik tertutup dilakukan melalui aplikasi

dari dokter ke fasilitas pelayanan kefarmasian.

b. Penyelenggaraan resep elektronik terbuka dilakukan dengan cara

pemberian resep elektronik secara langsung kepada pasien.

Penyelenggaraan resep secara terbuka membutuhkan kode identifikasi

resep elektronik yang dapat diperiksa keaslian dan validitasnya oleh

fasilitas pelayanan kefarmasian.


19

c. Resep elektronik digunakan hanya untuk 1 (satu) kali pelayanan

resep/pengambilan sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau

suplemen kesehatan dan tidak dapat diulang (iter).

4. Pelayanan resep elektronik di fasilitas pelayanan kefarmasian.

a. Pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh apoteker dengan mengacu

pada standar pelayanan kefarmasian pada masing-masing jenis fasilitas

pelayanan kefarmasian.

b. Setiap perubahan pada resep elektronik yang mungkin diperlukan

karena sesuatu hal, harus sepengetahuan dan dengan persetujuan dari

dokter yang menerbitkan resep elektronik.

c. Sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan

berdasarkan resep elektronik dapat diterima oleh pasien/keluarga

pasien di fasilitas pelayanan kefarmasian, atau melalui pengantaran

sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan.

5. Pengantaran sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen

kesehatan dalam resep elektronik secara tertutup dengan ketentuan sebagai

berikut:

a. Pengantaran dilakukan melalui jasa pengantaran atau penyelenggara

sistem elektronik kefarmasian;

b. Jasa pengantaran, atau penyelenggara sistem elektronik kefarmasian

dalam melakukan pangantaran, harus:


20

1) menjamin keamanan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan,

BMHP, dan/atau suplemen kesehatan yang diantar;

2) menjaga kerahasiaan pasien;

3) mengantarkan sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP,

dan/atau suplemen kesehatan dalam wadah yang tertutup dan

tidak tembus pandang;

4) memastikan sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau

suplemen kesehatan yang diantarkan sampai pada tujuan;

5) mendokumentasikan serah terima sediaan farmasi, alat

kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan; dan

6) Pengantaran melengkapi dengan dokumen pengantaran, dan

nomor telepon yang dapat dihubungi.

c. Apoteker pada fasilitas pelayanan kefarmasian yang menerima resep

elektronik wajib menyampaikan informasi sediaan farmasi, alat

kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan kepada pasien secara

tertulis dan/atau melalui Sistem Elektronik.

d. Pasien yang telah menerima sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP,

dan/atau suplemen kesehatan harus menggunakan obat sesuai dengan

resep dan informasi dari apoteker.

2.8 Alur Pelayanan Telemedicine di Fasyankes

Dalam Permenkes RI No. 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan

Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan Bab II ditetapkan bahwa:

1. Fasyankes penyelenggara, yaitu meliputi:


21

a. Fasyankes pemberi konsultasi (pengampu) berupa rumah sakit miliki

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi

persyaratan, dan

b. Fasyankes peminta konsultasi (diampu) berupa rumah sakit, fasyankes

tingkat pertama, dan fasyankes lain

2. Fasyankes pemberi konsultasi dan fasyankes peminta konsultasi yang

menyelenggarakan pelayanan telemedicine harus memenuhi persyaratan

yang meliputi:

a. Sumber daya manusia

Yaitu dokter, dokter spesialis/dokter subspesialis, tenaga kesehatan

lain, dan tenaga lainnya yang kompeten di bidang teknologi

informatika. Dokter spesialis/dokter subspesialis dan ahli lain di

bidang kesehatan pada fasyankes pemberi konsultasi merupakan

sumber daya kesehatan yang memberikan expertise dan memiliki

kompetensi sesuai dengan pelayanan telemedicine. Sedangkan pada

fasyankes peminta konsultasi, dokter/dokter spesialis sebagai sumber

daya kesehatan yang meminta expertise sesuai dengan jenis pelayanan

telemedicine tersebut. Jika tidak ada dokter/dokter spesialis, konsultasi

dapat dilakukan oleh bidan atau perawat.

b. Sarana, prasarana, peralatan

Sarana merupakan bangunan/ruang yang digunakan dalam melakukan

pelayanan telemedicine. Prasarana paling sedikit meliputi listrik,

jaringan internet yang memadai, dan yang mendukung pelayanan

telemedicine. Peralatan paling sedikit meliputi peralatan medis dan


22

nonmedis yang menunjang pelayanan telemedicine. Kesemuanya harus

memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan,

keselamatan, dan layak pakai.

c. Aplikasi

Merupakan aplikasi telemedicine dengan sistem keamanan dan

keselamatan data yang disediakan oleh Kementerian Kesehatan

maupun yang dikembangkan secara mandiri dan harus teregistrasi di

Kementerian Kesehatan.

3. Fasyankes pemberi konsultasi harus menyampaikan jawaban konsultasi

dan/atau menerbitkan expertise kepada fasyankes peminta konsultasi.

Gambar 2. Alur Pelayanan Telemedicine di Fasyankes

(Sumber: Kemenkes RI, 2019)


23

Hak dan kewajiban bagi fasyankes pemberi konsultasi dan fasyankes peminta

konsultasi dalam melaksanakan pelayanan telemedicine.

1. Hak dan kewajiban fasyankes pemberi konsultasi

a. Hak:

1) Menerima informasi medis berupa gambar, citra (image), teks,

biosinyal, video dan/atau suara yang baik dengan menggunakan

transmisi elektronik untuk menjawab konsultasi dan/atau

memberi Expertise; dan

2) Menerima imbalan jasa Pelayanan Telemedicine

b. Kewajiban:

1) Menyampaikan jawaban konsultasi dan/atau memberikan

Expertise sesuai standar;

2) Menjaga kerahasiaan data pasien;

3) Memberikan informasi yang benar, jelas, dapat

dipertanggungjawabkan, dan jujur mengenai hasil konsultasi

dan/atau Expertise; dan

4) Menyediakan waktu konsultasi 24 (dua puluh empat) jam

dalam sehari, 7 (tujuh) hari dalam seminggu

2. Hak dan kewajiban Fasyankes Peminta Konsultasi

a. Hak:

1) Memperoleh jawaban konsultasi dan/atau menerima Expertise

sesuai standar; dan


24

2) Menerima informasi yang benar, jelas, dapat

dipertanggungjawabkan, dan jujur mengenai hasil konsultasi

dan/atau Expertise.

b. Kewajiban:

1) Mengirim informasi medis berupa gambar, pencitraan, teks,

biosinyal, video dan/atau suara dengan menggunakan transmisi

elektronik sesuai standar mutu untuk meminta jawaban

konsultasi dan/atau memperoleh Expertise;

2) Menjaga kerahasiaan data pasien; dan

3) Memberikan informasi yang benar, jelas, dapat

dipertanggungjawabkan, dan jujur mengenai hasil konsultasi

dan/atau Expertise kepada pasien

Gambar 3. Pelayanan Telemedicine di Indonesia

(Sumber: Kemenkes RI, 2019)

Selanjutnya pada Bab VI dijelaskan bahwa:


25

1. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan telemedicine

dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan daerah provinsi,

dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota berdasarkan kewenangan

masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Pembinaan dan pengawasan tersebut diarahkan untuk meningkatkan mutu

pelayanan, keselamatan pasien, dan melindungi masyarakat terhadap

segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.

Gambar 4. Alur Pelayanan Telemedicine untuk COVID-19

(Sumber: Ohannessian R, 2020)


BAB III
TELAAH KRITIS JURNAL

Pada bab telaah kritis jurnal ini penulis akan melakukan kegiatan journal reading

terhadap jurnal yang berjudul “Telemedicine in the Era of COVID-19” yang

ditulis oleh Jay Portnoy, Morgan Waller, dan Tania Elliott. Jurnal ini diterbitkan

pada tahun 2020.

3.1 Validity

1. Judul

Judul jurnal, “Telemedicine in the Era of COVID-19”, memiliki jumlah

kata yaitu 6 kata dalam bahasa Inggris. Jumlah kata yang digunakan

cukup dan tidak lebih dari 14 kata sehingga masih memenuhi syarat

penulisan judul jurnal yang baik. Penggunaan kata pada judul jurnal

tersebut juga menarik dan cukup menggambarkan keseluruhan isi jurnal

sehingga dapat mengetahui arah informasi yang ingin disampaikan serta

mudah dipahami oleh pembaca.

2. Pengarang dan institusi

Pada jurnal ini, penulisan nama pengarang dituliskan dengan nama

lengkap dan disertakan gelar, terdapat asal institusi yang merujuk pada

setiap nama pengarang di bawahnya, dan terdapat alamat email sebagai

alamat korespondensi. Hal tersebut tidak sesuai dengan kaidah penulisan


28

nama pengarang dan institusi yang baik. Gelar seharusnya tidak

disertakan dalam penulisan nama penulis jurnal.

3. Abstrak

Jurnal ini tidak menyertakan abstrak sehingga tidak memiliki nilai

informatif tambahan yang dapat menggambarkan isi jurnal. Selain itu

pada jurnal ini juga tidak memiliki kata kunci yang dapat mempermudah

penelusuran sehingga informasi yang mungkin diinginkan dan ternyata

terdapat pada jurnal ini kurang dapat diperoleh oleh penelusur dan

menggunakannya sebagai rujukan.

4. Pendahuluan

Jurnal ini tidak memiliki subjudul pendahuluan, bahkan pada paragraf

awal dari jurnal ini belum menjelaskan tentang telemedicine, di paragraph

awal lebih membahas tentang bagaimana penyebaran virus corona ini

membuat dunia kewalahan. Pada paragraf kedua mulai dijelaskan tentang

bagaimana upaya pencegahan dibutuhkan agar penyebaran virus tidak

menyebabkan tenaga kesehatan dan rumah sakit kesulitan karena sumber

daya yang minim namun jumlah pasien yang terus bertambah. Pada

halaman pertama jurnal ini, mulai menjelaskan mengenai telemedicine

meliputi kelebihan dan beberapa kekurangannya.

5. Metode

Secara implisit jurnal ini merupakan studi literatur dengan metode

pengumpulan data dengan studi pustaka. Namun jurnal ini tidak

menjelaskan bagaimana pengambilan data yang dilakukan untuk menulis

jurnal ini.
29

6. Hasil dan Diskusi

Isi jurnal mengemukakan hal-hal yang rasional dan alasan yang relevan

terhadap implementasi telemedicine sebagai solusi yang inovatif dalam

memfasilitasi pelayanan kesehatan yang optimal sambil meminimalisir

risiko paparan virus sehingga mampu menekan jumlah pasien COVID-19.

Pada jurnal ini juga dijelaskan penggunaan telemedicine sebagai sarana

pengobatan pasien, melakukan dan menilai triase untuk COVID-19, dan

pelayanan kesehatan pada penyakit kronik misalnya asma dan

imunodefisiensi. Pada jurnal ini, pemeriksaan fisik untuk triase COVID-19

yang dilakukan melalui telemedicine dijelaskan dengan rinci.

7. Kesimpulan

Jurnal ini tidak memiliki subjudul kesimpulan namun pada paragraf

terakhir dijelaskan mengenai kegunaan telemedicine yang memberi

kemudahan dan fungsi yang optimal dalam menghadapi kondisi pandemic

serta dapat menurunkan resiko penyebara virus dan jumlah pasien

COVID-19 serta tetap memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal.

Diharapkan saat pandemik selesai telemedicine masih terus digunakan

sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan.

8. Daftar Pustaka

Daftar pustaka telah disusun sesuai aturan penulisan menurut Vancouver

dan seluruhnya merujuk pada sitasi yang tertera pada naskah. Sumber

kepustakaan berjumlah 13 sehingga jurnal cukup dapat dipercaya.


30

3.2 Importance

Pembahasan jurnal ini sangat penting terutama di era pandemi COVID-19 ini

karena dapat memberikan informasi mengenai solusi yang inovatif dan

terjangkau, dalam hal ini penggunaan telemedicine dalam memfasilitasi

pelayanan kesehatan sambil meminimalisir risiko paparan dari orang-ke-

orang sehingga akan mengoptimalisasi penyelesaian pandemi COVID-19.

Jurnal ini juga menjelaskan mengenai berbagai metode dalam penerapan

telemedicine seperti bagaimana pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan

dalam penentuan triase COVID-19. Selain COVID-19, jurnal ini juga

menjelaskan bahwa telemedicine dapat digunakan sebagai media pelayanan

kesehatan pada penyakit kronik.

3.3 Applicability

Jurnal ini dapat diterapkan di berbagai negara, namun di Indonesia sendiri

masih terbatas pada kota besar dimana banyak hal yang dibutuhkan seperti

smartphone, komputer, dan ketersediaan internet yang masih minim di daerah

pedalaman. Kurangnya kemampuan mengoperasikan media oleh penyedia

layanan dan juga pasien dalam pelaksanaan telemedicine menjadi salah satu

tantangan sulit untuk pengaplikasian di Indonesia. Masyarakat di Indonesia

juga masih belum semuanya memiliki alat kesehatan di rumah masing-

masing untuk menilai kondisi fisik sendiri. Dalam merealisasikan

telemedicine di Indonesia tentu perlu dukungan dari Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, Kementerian Informasi dan Informatika, dan perusahaan

kesehatan digital.
31

3.4. Problem

Wabah COVID-19 telah menyebar ke berbagai wilayah yang kemudian pada


tanggal 11 Maret 2020 WHO menyatakan COVID-19 sebagai suatu pandemi.
Karena pada awalnya wabah ini berasal dari China, berbagai otoritas regional dan
internasional mengikuti jejak China dalam mengatasi penyebaran virus dari orang-
ke-orang, yaitu dengan memberlakukan pembatasan pergerakan dari populasi
wilayah setempat. Orang dengan riwayat kontak erat dengan pasien terkonfirmasi
COVID-19, seperti tenaga kesehatan misal, dokter, perawat, petugas lab memiliki
peluang lebih besar dalam menyebarkan virus tersebut. Sehingga tatap muka
antara dokter-pasien takutnya akan menyebarkan virus dari dokter ke pasien sehat
atau pasien ke dokter. Sebagai tenaga kesehatan, kita harus mampu membuat
perkiraan yang jelas untuk menjamin individu dengan resiko rendah dan juga
pasien yang cemas, untuk tidak mengambil pelayanan kesehatan dan secara
bersamaan menjamin pasien dengan penyakit serius tetap mendapatkan pelayanan
dan pengobatan di era pandemik. Sehingga, tatap muka ini harus dihindari sebisa
mungkin. Namun, hal ini dapat mengurangi mutu pelayanan kesehatan yang
diterima pasien.
3.5 Intervention

Tidak dilakukan intervensi pada jurnal ini.

3.6 Comparison

Dalam jurnal ini tidak ada pembanding dan tidak dilakukan perbandingan.

3.7 Outcomes

Penerapan telemedicine seperti layanan konsultasi melalui video call atau

telekonferensi, pemeriksaan pasien jarak jauh, pemeriksaan dan penentuan

pasien dengan gejala COVID-19, pemberian pelayanan pada pasien dengan

penyakit kronik. Manfaat lainnya, yaitu dapat menjaga individu yang tidak

terpapar untuk tetap aman, termasuk masyarakat umum, pasien, dan tenaga

kesehatan. Kemampuan teknologi ini juga memungkinkan untuk memperluas


32

jangkauan terhadap pemberi pelayanan yang bermutu dan hemat biaya.

Situasi pandemik seperti ini menyebabkan telemedicine mulai ramai

digunakan, namun penulis berharap telemedicine masih terus bisa digunakan

ketika pandemik berakhir.


BAB IV
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari referat yang berjudul “Telemedicine

(Pandemi COVID-19)” ini adalah:

1. Telemedicine adalah pemberian pelayanan kedokteran jarak jauh oleh

dokter dan dokter gigi dengan menggunakan teknologi informasi dan

komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan,

pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan

berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan

kesehatan individu dan masyarakat.

2. Telemedicine diterapkan dalam dua konsep, yaitu realtime (synchronous)

dan store-and-forward (asynchronous) dan penggunaan teknologinya

membutuhkan perangkat keras dan perangkat lunak.

3. Tujuan dan manfaat telemedicine di era pandemi COVID-19, yaitu sebagai

tindakan pencegahan penyebaran virus dari orang-orang dan untuk

meratakan kurva COVID-19 sambil meminimalisir kontak fisik selama

masa karantina dan isolasi diri. Tantangannya, yaitu akses terbatas dan

tantangan praktisi dan pasien dalam mengoperasikan media dalam

melakukan telemedicine.
34

4. Kebijakan terbaru mengenai telemedicine tercantum dalam Perkonsil No.

74 Tahun 2020 tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran

Melalui Telemedicine Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019

(COVID-19) di Indonesia. Jenis pelayanan telemedicine, yaitu

teleradiologi, teleelektrokardiografi, teleultrasonografi, dan telekonsultasi

klinis.

5. Proses pelayanan telemedicine dimulai dari dokter yang melakukan

anamnesis, pemeriksaan fisik, penegakan diagnostik, hingga penulisan

resep elektronik yang kemudian akan diterima oleh apoteker melalui jasa

pengantaran, dan setelah itu pasien harus menggunakan obat sesuai resep

dan informasi dari apoteker.

6. Alur pelayanan telemedicine di fasyankes terdiri dari fasyankes pemberi

konsultasi dan fasyankes peminta konsultasi yang dilakukan pembinaan

dan pengawasan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi,

dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

7. Alur pelayanan telemedicine untuk COVID-19 dengan gejala khas adalah

melakukan triase dengan kuesioner secara online lalu melakukan

telekonsultasi dengan dokter umum. Apabila diperlukan, dokter umum

dapat berkonsultasi dengan dokter spesialis, merujuk pasien ke unit gawat

darurat, atau ICU.


DAFTAR PUSTAKA

Fong, B., Fong, A.C.M, Li, C.K. 2011. Telemedicine Technologies :

Information Technologies in Medicine and Telehealth (1st edition).

United Kingdom: John Willey & Sons.

Kementrian Kesehatan RI. 2019. Implementasi Telemedicine di Indonesia.

Jakarta: Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan RI. 2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian

Corona Virus Disease (COVID-19) Revisi ke- 4. Jakarta: Kemenkes

RI.

Leite H, Hodgkinson IR, Gruber T. New Development: ‘Healing at a

distance’-telemedicine and COVID-19. Public Money &

Managment, 2020.

Ohannessian R, Duong TA, Odone A. 2020. Global Telemedicine

Implementation And Integration Within Health Systems To Fight

The COVID-19 Pandemic: A Call To Action. JMIR Public Health

and Surveillance: 6(2).

Pagliari C, Detmer D, Singleton P. Potential of electronic personal health

records. Analysis, 2005.


39

Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 74 Tahun 2020 Tentang

Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran Melalui Telemedicine

Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di

Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2019

Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas

Pelayanan Kesehatan.

Portnoy J, Waller M, Elliott T. Telemedicine in the Era of COVID-19. J

Allergy Clin Immunol Pract 2020;1-3.

Santoso BS, Rahmah M, Setiasari T, Sularsih P. 2015. Perkembangan dan

Masa Depan Telemedika di Indonesia. Yogyakarta: Departemen

Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, FT UGM.

Setyono A, Alam MJ, Eswaran C. Mobile telemedicine system application

for telediagnosis using multimedia messaging service technology.

Int. J. Wireless and Mobile Computing. 2014; 7(4):348-61

Surat Edaran Nomor HK.02.01/Menkes/303/2020 Tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Melalui Pemanfaatan

Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Rangka Pencegahan

Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Wiryawan IW. 2016. Bunga Rampai 2 Problematika Hukum: Pengaturan

Serta Integrasi Telemedicine Dalam Strategi Kebijakan

Pengembangan Pembangunan Kesehatan Modern. Denpasar:

UNUD.
40

World Health Organization. 2010. Telemedicine Opportunities and

Developments in Member States: Report On The Second Global

Survey On eHealth. Global Observatory for eHealth Series, 2.

Anda mungkin juga menyukai