Anda di halaman 1dari 26

RESUME PBL

SKENARIO 4

“Pasien Tertular Nakes Positif COVID19”

Nama : Alfi Meitasari

NPM : 117170007

Kelompok : 6A

Blok/smt : 5.1/ 5

Tutor : dr. Ignatius Hapsoro., M.Si

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS GUNUNG JATI

KOTA CIREBON

2020
Skenario 4

Pasien Tertular Nakes Positif COVID19

Seorang perempuan berusia 70 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan lemah


anggota gerak tubuh dan didiagnosis stroke, lalu mendapatkan perawatan di bangsal
RS. Selama perawatan di bangsal RS, pasien selalu dikunjungi untuk fisioterapi oleh
perawat yang sejak 1 hari sebelumnya mengeluh demam dan nyeri menelan namun
tetap harus bekerja karena tidak ada perawat yang bisa menggantikan.

Seminggu kemudian pasien mengalami demam tinggi, batuk, sesak napas dan
penurunan kesadaran hingga didapatkan hasil swab test terkonfirmasi COVID19. Tim
RS melakukan tracing kepada keluarga, seluruh pasien di bangsal dan perawat hingga
didapatkan sejumlah perawat ternyata terkonfirmasi COVID-19. Pihak RS
memutuskan untuk menutup beberapa akses rawat inap dan rawat jalan RS sebagai
upaya untuk mengedepankan keselamatan pasien.

STEP 1

1. tracing : pelacakan kontak guna mengendalikan penyebaran penyakit menular


seperti covid.

STEP 2

1. kejadian apa yang terjadi pada pasien?

2.apa maksud dari keselamatan pasien dan dasar hokum apa yang mengatur
keselamatan pasien?

3. apakah tindakan perawat terhadap masalah di kasus merupakan suatu ke lalaian?

4. bagaimana langkah yang harus di terapkan untuk mengurangi resiko terinfeksi di


layanan kesehatan?

5. hal apakah yang harus di lakukan rumah sakit untuk agar perawat lebih siaga
melaksanakan pasien safety?

6. upaya kesalamatan pasien apakah yang harus di lakukan pihak RS?

STEP 3
1. tertularnya pasien dari perawat karena tidak menerapkan prinsip keselamatan
pasien

- IKP, KTD, KNC, KTC, KPC, Sentinel

2. peraturan mentir kesehatan 1691 tahun 2011

- keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

- permenkes no 11 tahun 2017 pasal 16 dan 17

- uu no 44 thn 2009tentang RS, pasal 13 (3), 32, 43

- uu no 29 thn 2004 tetang praktik kedokteran pasal 2

3. bisa diliat dari segi profesionalisme : di langgar , alturisme dan accounttabilty

- altursme : mengutamakan kepentingan pasien di atas kepentingan sendiri

4. 1. Mengidentifikasi pasien dengan tepat

2. meningkatkan komunikasi efektif

3. meningkatkan ke amanan obat

4. mengurangi resiko salah lokasi, salah pasien, dan tindakan operasi

- merancang SOP mencuci tangan dengan benar baik perawat maupun pengunjung,
menyediakan fasilita scuci tanggan, dan melakukan sosialisasi dan edukasi baik ke
perawat maupun ke pasien agar tidak tertular

- RS membuat pedoman pencegakan infeksi di RS dan di jadikan acuan ke seluruh


unit rs

- RS  pasal ayat 4 dimana rs menjalankan peran untuk melakukan edikusi,


konsultasi, pemantauan, evaluasi

- standar pencegahan: pencegakan dari droplet dari pasien maupun ke perawat


maupun sebgaliknya
5. – 7 standar : 1. Hak pasien, 2. Mendidik pasien dan keluarga, 3. Keselamatan
pasien dan kesinambungan pelayanan, 4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan
kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien, 5.
Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien, 6. Mendidik staf
tentang keselamatan pasien, dan 7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk
mencapai keselamatan pasien.

- 9 solusi : pastikan nama obat rupa, dan ucapan mirip, pastikan identifikasi pasien,
komunikasi , serah terima pasien

-komunikasi efektif

- 6 keselamatan pasien : 1.. Identifikasi Pasien Secara Tepat (Identify Patients


Correctly)
2.Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif (Improve Effective Communication)
3.Meningkatkan Keamanan Penggunaan Obat yang membutuhkan perhatian
(Improve the safety of High-Alert Medications)
4.Meningkatkan benar lokasi, benar pasien, benar prosedur pembedahan (Ensure
Correct-Site, Correct-Procedure, Correct-Patient Surgery)
5.Mengurangi Risiko Infeksi (Reduce the risk of health care-Associated Infections)
6.Mengurangi risiko pasien cedera karena jatuh (Reduce the risk of patient harm
resulting from falls)

6. indentifikasi, peningkatan tatalaksana, pengurangan infeksi, kepastian tepat lokasi,


pasien, prosedur operasi

- system kerja membangun team (komunikasi), pembagian tugas, perlengkapan untuk


perlindungan staf, perlengkapan untuk pasien, mengurangi pasien rawat inap dan
kunjungan klinik rawat jalan, dll

- belajar dan berbagi pengalaman tentang keselmatan pasien, cegah cedera melalui
inplementasi system keselamatan pasien

STEP 4

1. - ikp : situasi yang dapat mengakibatkan cedera, cacat dan kematian

- Ktd : mengakibatkan cedera yang tidak di harapkan krn suatu tindakan  cont:
Tertusuk jarum)

- knc : belum sampai terpapar sehingga belum terjadi cedera ke pasien  coth : salah
identitas pasien namun sebelum melakukan tindakan
- ktc : sudah terpapar namun tidak menimbulkan cider  cont: minum paracetamol
namun tidak bereaksi, tapi dokter tdak menarankan paracetamol, kejadiannya sudah
terpapar tapi tidak menimbulkan cidera

Kpc : menimbulkan cedera namun

Sentinel : yang mengakibatkan cedera yang tidak di harapkan (pada kasus di


perkirakan terjadi karena sentinel)

2. peraturan mentir kesehatan 1691 tahun 2011 : menjamin kesinambungan dan


koordinasi pasien dan perawat

- keselamatan pasien : tdk ada nya bahaya pada pasien dan resiko bahaya. Bebas dari
cedera,, dan keselahan yang tidak sengaja bai di akbatkan oleh error of eksekution
dan error of planning

- uu 44 thn 2009 tentang rs : pengaturan penyelenggaran rs untuk mempermuda


pasien, melindungin keselamatan pasien dan sumber daya manusia di rumah sakit,
dan kepastian hokum

- uu 29 thn 2004 tntg praktk ke dokter ayat 2, berdasarkan nilai ke adilan,


perlindungan, keselmatan pasien

- DASAR HUKUM PASIEN SAFETY (KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH


SAKIT) Dasar hukum Keselamatan pasien :
UU NO 44 /2009 TENTANG Rumah Sakit. Pengaturan penyelenggaraan Rumah
Sakit bertujuan:
a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan
rumah
sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan
d. memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia
rumah
sakit, dan Rumah Sakit
UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.
- Pasal 2 Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada
nilai ilmiah, manfaat, keadilan, keseimbangan, serta perlindungan dan keselamatan
pasien.
PERMENKES RI NO 1691/MENKES/PER/VIII/2011, BAB I KETENTUAN
UMUM, Pasal 1,
- Permenkes No 11 tahun 2017 tentang kesalamatan pasien
Pasal 16 (1) penanganan insiden sebagaimana di tunjukan untuk meningkatan kualitas
pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien
Pasal 17 ( 1 ) penanganan insiden sebagaimana ditunjukan untuk meningkatan
kualitas pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien

3. – profesionalisme ada yang di langgar : tidak mementingkan kepentingan pasien,

- Accountability : tidak bertanggung jawab terhadap resiko pasien

- Etik kedokteran melanggar

- profesionalisme perawat : alturism  tidak tepat, karena tidak mementingkan


keselamatan pasien,

4. rs mengadaptasi pedoman have moment higin

- cuci tangan

- memberikan tanggal menggunakan spidol yang jelas pada saat melakukan prosedur
infasif

- menerapkan cuci tangan : sebelum kontak dengan pasien, sebelum melakukan


tndakan, sebelum kontak dg cairan tubuh, sebelum kontak dg lingkungan pasien

- kebersihan tangan sebelum memegang pasien, perlindungan diri pada anggota


medis, dekontaminasi alat2 pasien (harus steril), dan lingkungan

- pengelolahan limbah cont: bekas suntukan, perlndungan kesehatan bagi petugas,


etika batuk/bersin, praktik menyuntik yg aman dan lumbalfungsi yang aman

- pencegaan dg ruang isolasi  pemisahan pasien yang dapat tertular lewat udara

- kewaspadaan : peningkatan kesehatan lingkunga  kualitas air, kualitas udara,


pengelolahan limbah dan konstruksi bangunan u/ mengurangi jentik2 penyakit

5. – 7 aspek : hak pasien , mendidik pasien, keselamatan pasien, metode kinerja untuk
efaluasi dalam rangka meningkatkan kualitas kinerja keselamatan pasien, peran
kepemimpinan

- hak pasien: Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden
STANDAR II. MENDIDIK PASIEN DAN KELUARGA
Standar: Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik pasien dan keluarganya
tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
STANDAR III. KESELAMATAN PASIEN DALAM KESINAMBUNGAN
PELAYANAN
Standar: Fasilitas pelayanan kesehatan menjamin keselamatan pasien dalam
kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit
pelayanan.
STANDAR IV. PENGGUNAAN METODE-METODE PENINGKATAN KINERJA
UNTUK MELAKUKAN EVALUASI DAN PROGRAM PENINGKATAN
KESELAMATAN PASIEN
Standar: Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendesain proses baru atau
memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan peru

6. sasaran keselamatan pasien: ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi


efektif, keamanan obat , kepastian tepat lokasi, pengurangan risiko infeksi dan
pengurangan risiko pasien jatuh
MINDMAP

keselamatan
pasien

standar insiden
pencegahan
dasar hukum definisi keselamatan keselamtan
insiden
pasien pasien

Step 5

1 menjelaskan mengenai keselamatan pasien :

- Pengertian
- Tujuan
- Jenis insiden

2. pihak yang berperan dan bertanggung jawan dalam keselematan pasien

3. alur pelaporan insiden keselamatan di pelayanan kesehatan

Refleksi diri

Alhamdulillah pada pbl pertemuan pertama berjalan cukup lancar, semoa di


pertemuan selanjutnya lebih baik lagi. Terimakasih kepada tutor yang telah hadir di
diskus kelompok kami.

Step 6
BELAJAR MANDIRI

Step 7

1. KESELAMATAN PASIEN

a. Pengertian

Patient safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk : assesment resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah
terjadinya cedera yang di sebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan. (DepKes RI,
2006).

Menurut penjelasan Pasal 43 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 yang dimaksud

dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu rumah sakit

yang memberikan pelayanan kepada pasien secara aman termasuk didalamnya

pengkajian mengenai resiko, identifikasi, manajemen resiko terhadap pasien,

pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti

insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya

risiko.

Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000, patient safety adalah tidak
adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan. Keselamatan pasien
(patient safety;;) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan
resiko. Meliputi: assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

b. Tujuan
Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah: (depkes 2006)
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
penanggulangan KTD

Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:


1. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif)
3. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari
pengobatan resiko tinggi)
4. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery (mengeliminasi
kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi)
5. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka karena
jatuh)
Tujuan utama rumah sakit adalah merawat pasien yang sakit dengan tujuan
agar pasien segera sembuh dari sakitnya dan sehat kembali, sehingga tidak dapat
ditoleransi bila dalam perawatan di rumah sakit pasien menjadi lebih menderita
akibat dari terjadinya risiko yang sebenarnya dapat dicegah, dengan kata lain pasien
harus dijaga keselamatannya dari akibat yang timbul karena error. Bila program
keselamatan pasien tidak dilakukan akan berdampak pada terjadinya tuntutan
sehingga meningkatkan biaya urusan hukum, menurunkan efisisiensi, dll.

c. Jenis insiden

Adapun penjelasan dari masing-masing jenis insiden tersebut yaitu

1. Kondisi Potensi Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk

menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. (Contoh: kerusakan alat

ventilator, DC shock, tensi meter)

2. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)/Near miss adalah terjadinya insiden yang

belum sampai terpapar ke pasien. (contoh: salah identitas pasien namun

diketahui sebelum tindakan)

3. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien,

tetapi tidak timbul cedera. Hal ini dapat terjadi karena “keberuntungan”

(misal: pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi

obat), atau “peringanan” (suatu obat dengan reaksi alergi diberikan, diketahui

secara dini lalu diberikan antidotumnya)

4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/Adverse event adalah insiden yang

mengakibatkan cedera pada pasien. Kejadian sentinel/Sentinel event

merupakan suatu KTD yang mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau

cedera berat yang temporer dan membutuhkan intervensi untuk

mempertahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak terkait

dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien. Seperti melakukan operasi

pada bagian tubuh yang salah (misal: amputasi pada kaki yang salah). Kasus
sentinel yang dilaporkan kepada The Joint Commission dari tahun 2005

hingga 2017 sebanyak 13.688, sekitar 52,1% pasien mengalami kematian

2. Pembentukan tim keselamatan pasien serta tugas dan kepada siapa tim tersebut
bertanggung jawab sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien.

Pasal 16
(1) Penanganan Insiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) ditujukan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan Keselamatan Pasien.
(2) Penanganan Insiden di fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui pembentukan tim Keselamatan Pasien yang
ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan sebagai pelaksana
kegiatan penanganan Insiden.
(3) Dalam melakukan Penanganan Insiden, tim keselamatan pasien sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan kegiatan berupa pelaporan, verifikasi,
investigasi, dan analisis penyebab Insiden tanpa menyalahkan, menghukum, dan
mempermalukan seseorang.

Pasal 17
(1) Tim Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2)
bertanggung jawab langsung kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.
(2) Keanggotaan Tim Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit terdiri atas unsur manajemen fasilitas pelayanan kesehatan dan
unsur klinisi di fasilitas pelayanan kesehatan.
(3) Tim Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan
tugas:
a. menyusun kebijakan dan pengaturan di bidang Keselamatan Pasien untuk
ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan;
b. mengembangkan program Keselamatan Pasien di fasilitas pelayanan
kesehatan;
c. melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan dan penilaian
tentang penerapan program Keselamatan Pasien di fasilitas pelayanan
kesehatan;
d. melakukan pelatihan Keselamatan Pasien bagi fasilitas pelayanan
kesehatan;
e. melakukan pencatatan, pelaporan Insiden, analisis insiden termasuk
melakukan RCA, dan mengembangkan solusi untuk meningkatkan
Keselamatan Pasien;
f. memberikan masukan dan pertimbangan kepada pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan dalam rangka pengambilan kebijakan Keselamatan
Pasien;
g. membuat laporan kegiatan kepada pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan; dan
h. mengirim laporan Insiden secara kontinu melalui e-reporting sesuai
dengan pedoman pelaporan Insiden.

(4) Tim Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikembangkan menjadi Komite Keselamatan Pasien fasilitas pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan fasilitas pelayanan
kesehatan.

(5) Dalam hal tim Keselamatan Pasien belum dapat dibentuk karena keterbatasan
tenaga, fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memiliki petugas yang bertanggung jawab terhadap keselamatan pasien sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan.
Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient safety
Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA, tahun 2002), yaitu:
1. Hak pasien
Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan
terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). Kriterianya adalah sebagai berikut:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas
dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya
KTD

2. Mendidik pasien dan keluarga


Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang
kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah
keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan
pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada sistim dan
mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien &
keluarga dapat:
a. Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan kriteri sebagai berikut:
a. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
b. Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber
daya
c. Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d. Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan


evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah RS harus mendisain proses baru atau memperbaiki
proses yang ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta KP dengan criteria sebagai berikut:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik,
sesuai dengan”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien standarnya


adalah:
a. Pimpinan dorong & jamin implementasi program KP melalui penerapan “7
Langkah Menuju KP RS”.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP
& program mengurangi KTD.
c. Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit &
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
e. Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja RS & KP, dengan criteria sebagai berikut:
1.) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
2.) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden,
3.) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
4.) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis
5.) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insid en,
6.) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
7.) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
antar pengelola pelayanan
8.) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
9.) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien. Standarnya adalah:


a. RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
b. RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan kriteria sebagai berikut:
1.) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
keselamatan pasien
2.) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden
3.) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork)
guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan


pasien. Standarnya adalah:
a. RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk
memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
b. Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat, dengan criteria
sebagai berikut:
1.) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan keselamatan pasien.
2.) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada.

A. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-


VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
1) Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan
& budaya yang terbuka dan adil”
Bagi Rumah sakit:
a) Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul
fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga
b) Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
c) Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
d) Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP
Bagi Tim:
a) Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
b) Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yang tepat
2) Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen & focus yang kuat &
jelas tentang KP di RS anda”
Bagi Rumah Sakit:
a) Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP
b) Di bagian-bagian ada orang yang dapat menjadi “Penggerak”
(champion) KP
c) Prioritaskan KP dalam agenda rapat Direksi/Manajemen
d) Masukkan KP dalam semua program latihan staf
Bagi Tim:
a) Ada “penggerak” dalam tim untuk memimpin Gerakan KP
b) Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
c) Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden
3) Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses
pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial
bermasalah”
Bagi Rumah Sakit:
a) Struktur & proses menjamin risiko klinis & non klinis, mencakup KP
b) Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
c) Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden & asesmen risiko &
tingkatkan kepedulian terhadap pasien
Bagi Tim:
a) Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada
manajemen terkait
b) Penilaian risiko pada individu pasien
c) Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, &
langkah memperkecil risiko tsb.
4) Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dengan mudah
dapat melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kepada
KKP-RS”
Bagi Rumah Sakit:
a) Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam
maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS – PERSI
Bagi Tim:
a) Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yang
telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang
penting
5) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien”
Bagi Rumah Sakit:
a) Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien &
keluarga
b) Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden
c) Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada staf agar selalu
terbuka kepada pasien & keluarga (dalam seluruh proses asuhan
pasien)
Bagi Tim:
a) Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah terjadi
insiden
b) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila terjadi
insiden
c) Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien & keluarga.
6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf
anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana &
mengapa kejadian itu timbul”
Bagi Rumah Sakit:
a) Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab
b) Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause
Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau
metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per
tahun untuk proses risiko tinggi
Bagi Tim:
a) Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis
insiden
b) Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak &
bagi pengalaman tersebut
7) Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan pasien,
“Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan”
Bagi Rumah Sakit:
a) Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan,
asesmen risiko, kajian insiden, audit serta analisis
b) Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian
pelatihan staf & kegiatan klinis, penggunaan instrumen
yang menjamin KP
c) Asesmen risiko untuk setiap perubahan
d) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-
PERSI
e) Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang
diambil atas insiden
Bagi Tim:
a) Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih
aman
b) Telaah perubahan yang dibuat tim & pastikan
pelaksanaannya
c) Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang
dilaporkan

3. alur pelaporan insiden keselamatan di pelayanan kesehatan


Setiap fasilitas pelayanan kesehatan diharuskan melaporkan setiap insiden

yang terjadi. Fasilitas kesehatan diharapkan mempunyai pedoman yang jelas

bagaimana mekanisme pelaporan ketika insiden terjadi. Sistem pelaporan insiden

meliputi kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan dan prosedur pelaporan.

Tersedia format pelaporan IKP yang dapat digunakan oleh setiap Fasilitas

kesehatan, dalam hal ini adalah rumah sakit (lihat gambar 1 dan gambar 2). Setiap

terjadinya insiden diharapkan harus segera dilaporkan sesuai dengan format yang

telah tersedia. Laporan insiden keselamatan pasien (IKP) berisi informasi insiden

yang benar dan jelas tentang lokasi, kronologis, waktu dan akibat kejadian, serta

analisis akar masalah KNC, KTD, atau kejadian sentinel.

Alur pelaporan IKP dilakukan secara internal dan ekternal. Pelaporan

secara internal kepada atasan langsung, Tim Keselamatan Pasien RS, dan direksi,

sedangkan secara eksternal kepada KKPRS PERSI (KNKP). Alur pelaporan IKP

dapat dilihat pada gambar 3. Pada pelaksanaannya jikaterjadi IKP mengikuti alur

penanganan IKP sebagai berikut: insiden (KTD/KNC) harus segera ditanggani

kemudian membuat laporan kepada atasan langsung di unit terjadinya insiden

maksimal 2x24 jam. Atasan langsung melakukan penentuan grading risiko

kejadian insiden dan melakukan investigasi sederhana. Laporan hasil investigasi

dan laporan insden dilaporkan kepada tim KPRS. Tim KPRS membuat laporan

dan rekomendasi untuk dilaporkan kepada direksi. Pelaporan tidak hanya berhenti

sampai internal organisasi namun harus dilaporkan hingga ke KNKP (laporan

eksternal). Laporan hasil investigasi sederhana/ analisis akar masalah/ RCA (Root

Cause Analysis) serta mengembangkan rekomedasi/solusi oleh Tim


KPRS/Pimpinan dikirimkan ke KKPRS (KNKP) melalui e-eporting

menggunakan pedoman pelaporan insiden secara anonim.

Berbagai negara sudah melaporkan angka IKP di rumah sakit, walaupun

laporan yang ada belum mengambarkan keseluruhan.National Patient safety

Agency melaporkan dalam rentang waktu April 2016 hingga Maret 2017

sebanyak 1.925.281 insiden di Inggris. Ministry of Health Malaysia melaporkan

sebanyak

2.769 insiden terjadi pada tahun 2016. Di Indonesia berdasarkan laporan KKPRS
terdapat 144 insiden (2009), 103 insiden (2010), dan 34 laporan insiden pada
triwulan I tahun 2011.

Data jumlah IKP di Indonesia masih belum banyak dilaporkan, tidak

semua insiden terlaporkan. Umumnya insiden tidak dilaporkan, tidak dicatat,

bahkan luput dari perhatian petugas kesehatan karena yang dilaporkan hanya

insiden yang ditemukan secara kebetulan saja. Ini menjadi tantangan semua

pihak, baik pemerintah dan fasilitas kesehatan bertanggung jawab memastikan

sistem pelaporan dapat terlaksana dengan baik.

Masih rendahnya pelaporan insiden disebabkan oleh beberapa masalah

yang sering menjadi hambatan dalam pelaporan insiden. Pertama, kurangnya

pemahaman petugas untuk melaporkan IKP. Laporan masih dipersepsikan

sebagai pekerjaan perawat, seharusnya yang membuat laporan tersebut adalah

siapa saja atau semua staf yang pertama menemukan kejadian dan yang terlibat
dalam insiden. Kedua, insiden yang terjadi sering disembunyikan (underreport),
insiden dilaporkan namun sering terlambat serta laporan tersebut miskin data.
Masih adanya budaya menyalahkan (blame culture) menjadi penyebab
terhambatnya pelaporan insiden. Adanya ketakutan petugas untuk melaporkan
karena takut disalahkan. Ketiga, kurangnya komitmen dari pimpinan, manajemen
dan unit terkait. Faktor organisasi berperan dalam membangun budaya pelaporan
sehingga perlu pendekatan organisasi untuk dapat membudayakan segera melapor
ketika terjadi insiden. Keempat, kurangnya sosialisasi dan pelatihan Pelaporan
IKP kepada semua pihak di organisasi. Petugas tidak tahu apa dan bagaimana cara
melaporkan ketika insiden terjadi. Pengetahuan memegang peranan penting dalam
proses pelaporan IKP, jika petugas sendiri tidak paham bagaimana sistem
pelaporan IKP menyebabkan IKP tidak terlaporkan. Kelima, tidak ada reward
dari rumah sakit jika melaporkan. Keenam, tingginya beban kerja SDM.

Dengan diterapkannya sistem pelaporan yang baik akan mengajak semua

pihak peduli akan bahaya maupun potensi bahaya yang dapat terjadi pada pasien.

Niat untuk melaporkan IKP dipengaruhi oleh faktor organisasi dan faktor individu.

Respon manajemen dan KPRS terkait pelaporan IKP memegang peranan penting.

Manajemen dan Tim KPRS perlu melakukan pendekatan secara individu dan

organisasi untuk meningkatkan pelaporan IKP. Beberapa upaya yang dapat dilakukan

antara lain menciptakan budaya keselamatan pasien dan no blaming, membuat sistem

pelaporan yang baik dan mudah dipahami oleh semua pihak, melakukan sosialisasi

dan pelatihan secara berkala untuk meningkatkan pengetahuan tentang pelaporan

IKP, menghilangkan ketakutan terhadap dampak pelaporan, pelaporan secara


anonym serta pemberian reward jika melaporkan maupun hukuman yang diambil

tidak bersifat blaming maupun hukuman individu.

Pentingnya pelaporan insiden karena akan menjadi awal proses

pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama terjadi kembali. Data laporan

IKP yang akurat sangat bermanfaat untuk menurunkan insiden dan meningkatkan

mutu pelayanan dan keselamatan pasien. Dengan adanya data tersebut juga dapat

digunakan untuk melakukan pemetaan keselamatan pasien, sebagai dasar

perbaikan sistem pelayanan yang berorientasi pada keselamatan pasien dan

pencegahan terjadinya IKP berulang serta dapat digunakan oleh semua pihak

sebagai pembelajaran dan tidak untuk menyalahkan orang (non blaming).


DAFTAR PUSTAKA

1. Permenkes RI No.11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien


2. Depkes RI. 2008. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta:

Depkes RI.

3. World Health Organization. Patient Safety. 2015


4. Pedoman Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia Edisi 3. 2015
5. Widya A, dkk. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien. Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta.2015
6. Rivai, Veithzal. Kepemimipinan dan Perilaku Organisasi, PT.RajaGrafindo

Persada. Jakarta. 2006.

Anda mungkin juga menyukai