SKENARIO 5
NPM : 117170011
Kelompok : 7B
Blok : 4.3
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
SKENARIO 5
KENCING NANAH
STEP 1
STEP 2
1. Mengapa pasien mengalami keluhan adanya nyeri saat BAK dan keluar
nanah?
2. Apa hubungan riwayat berhubungan seksual dengan keluhan pasien?
3. Apa penyebab dan faktor resiko dari keluhan pasien?
4. Bagaimana penegakan diagnosis dari kasus tersebut?
5. Apa kemungkinan diagnosis pada pasien tersebut?
6. Bagaimana tatalaksana dan edukasi yang diberikan pada pasien?
STEP 3
1. Mengapa pasien mengalami keluhan adanya nyeri saat BAK dan keluar
nanah?
- Terjadinya infeksi pada tractus urinarius, mislanya pada uretra, jika
terjadi peradangan ada peningkatan sel leukositnya, terjadi peperangan
antara leukosit dengan pathogen.
- Terjadi inflamasi, jika mukosa yang terinfeksi kontak dengan urin akan
menstimulasi saraf sensori yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri
saat BAK
- Terjadi karena infeksi baik karena bakteri yang akan menyebabkan
respon imun yang menyebabkan uretra inflamasi, daya tamping uretra
nya juga akan menurun,dan terjdi dysuria.
- Discharge disbebakan inflamasi akut pada saluran kemih, bakteri akan
difagosit, dan terjadi akumulasi dari bakteri dan neutrofil yang
menyebabkan timbulnya discharge.
2. Transmisi IMS bisa karena kontak langsung secara seksual antara pasien
dengan orang yang terinfeksi.
3. Apa penyebab dan faktor resiko keluhan?
Faktor resiko:
- Memiliki pasangan seksual gentian
- Obat obatan
- Alkohol
- Berhubungan dengan yang terinfeksi
- Social ekonomi rendah
- Kondisi pasien rentan terinfeksi
- Usia muda 18-39 tahun
- Homoseksual
- Mobilitas pendududk tinggi
- Tidak menggunakan pengaman saat berhubungan
- Perubahan demografik
- Perubahan sifat dan perilaku
- Pemberian pendidikan kesehatan yang belum terlaksana dengan baik
- Antibiotic tidak dengan resep menyebabkan resistensi
- Fasilitas kesehatan tidak memadai
Penyebab :
STEP 4
1. Bakteri masuk, akan melintasi selnya, melekat pada sel epitel tractus
urinarius, mislanya di urethra, dengan fimbriae dan pilinnya, bakteri ini
punya OPA yang membantu mengikat bakteri dengan sel epitel, bakteri
bisa berkolonisasi, kemudian sel dendritic sebagai APC mempresentasikan
ke sel sel inflamasi dan mengeluar sitokin-sitokinnya, seperti neutrofil
basophil san eosinophil, akan terjadi peperangan dan menyebabkan
timbulnya pus atau nanah.
Tergantung faktor host nya, berperan dalam masuknya bakteri, terjadi
pelepasan gliserol yang dibutuhkan bakteri untuk melakukan kolonisasi,
menyebabkan inflamasi pada mukosa.
Urin yang melewati mukosa yang terinflamasi akan menstimulasi saraf
sensorik, reseptor nyeri, reseptor akan lebih tersensitisasi selama inflmasi,
terjadi proses neuropati, rasa nyeri terbakar kadang gatal.
2. Transmisi seksual, kontak langsung melalui seksual, masuknya komponen
bakteri yang menyebabkan rusaknya bagian mukosa, bakteri akan
bereplikasi di dalam sel epitel, dan akan terjadi respon imun, ketika imun
tidak kuat, akan terjadi infeksi.
3. Penyebab :
- Bakteri : Neisseria gonorrhea, Chlamidia trachomatis,Treponema
pallidum, Mycoplasma hominis,
- Virus : HSV, HPV
- Protozoa : Trikomonas vaginalis
- Fungi : Candida Albicans
- Ektoparasit : Sarcoptes scabiei, Pthirus pubis
Faktor resiko :
- Usia muda
- Pasangan seksual yang terinfeksi
- Berganti ganti pasangan seksual
- Riwayat penggunaan kondom saat berhubungan
- Penggunaan obat-obatan
- Ekonomi rendah yang membuat segolongan masyarakat bekerja
sebagai PSK
- Keturunan/secara vertical/dari ibu ke janin
- Pengetahuan kurang tentang IMS
4. Penegakan diagnosis
Anamnesis
- Keluhan
- Riwayat seksual
- Cara berhubungan
- Orientasi seksual
- Riwayat pemakaian kondom
- Pasangan seksual : jenis kelamin
- Riwayat perjalanan penyakit dari pasien
- Riwayat penyakit yang diderita pasien
- Riwayat pengobatan IMS sebelumnya
- Tanyakan riwayat penyakit dan pengobatan pada pasangan seksual
- Alat kontrasepsi yang digunakan
- Keluar nanah, rasa nyeri dan panas saat BAK
- Pria : rasa gatal dan panas, dysuria, keluar duh tubuh mukopurulen dari
OUE, hiperemis, edem, pembesaran KGB
- Wanita : urethritis/servisitis, ada duh tubuh. Dysuria, polyuria, OUE
edema tau merah, nyeri punggung bawah, sekresi mukopurulen
PF
PP
- Mikroskopis
- Kultur menggunakan media Thayer martin
- Betalactamse
- Test Thomson
- Apusan duh tubuh uretra dengan pewarnaan gram : diplococcus gram
negative, adanya PMN perempuan >30/LPB, pria >5/LPB
5. Urethritis GO : inkubasi 2-7 hari, secret mukopurulen, PMB >5/LPB,
DGNI (+), penyebab Neisseria gonorrhea, gejala nyeri dna terbakar saat
BAK, ada discharge, discharge semakin banyak jadi mukopurulen dan
terkadang disertai darah juga. Neiseeria gonorrhea sifatnya gram negative,
tidak tahan suhu diata 39 derajat, secara morfologi ada 4 tipe, 1 dan 2 ada
pili dan bersifat virulen, 3 dan 4 tidak ada pili dan non-virulen.
Urethritis Non-GO : inkubasi 2-3 minggu, secret agak mucoid, PMN
>5/LPB, DGNI (-), penyebab C. Trachomatis.
6. Tatalaksana dan Edukasi
Edukasi :
- Edukasi pasien dan pasangannya untuk melakukan cek secara rutin
- Jangan melakukan hubungan seksual sampai dinyatakan sembuh
- Menggunakan kondom ketika berhubungan
- Pengobatan dilakukan secara rutin dan tuntas
- Pemeriksaan terhadap penyakit lain seperti HIV
- Rujuk : kriterianya apabila harus dilakukan cek laboratorium, apabila
obat-obatannya farmakologinya tidak ada perbaikan selama 2 minggu
- Management partner seksual penderita untuk mencegah lebih lanjut
- Pasangan seks terbaru pasien harus diobati
- Pencegahan dengan edukasi masyarakat
- Lakukan screening untuk mencegah meluasnya IMS
Farmakologi :
Mind Map
medikamentosa
non-
medikamentosa
STEP 5
STEP 6
BELAJAR MANDIRI
STEP 7
1. GONORE
1) Definisi
infeksi gonokokal adalah infeksi menular seksual (ims) pada epitel dan
umumnya bermanifestasi sebagai servisitis, ureritis, an konjungtivitis. Jika
tidak diobatu, infeksi pada daerah ini dapat mengakibatkan komplikasi
local seperti endometritis, salpingitis, abses tubo-ovarian, bartholinitis,
peritonitis, dan perihepatis pad pasien waita; periuretritis dan epididymitis
pada pasien laki-laki; dan oftalmia neonatorum pada bayi baru lahir.
Infeksi gonokokal diseminata yang meliputi manifestasi lesi kulit,
tenosynovitis, artritis, dan (jarang) endokarditis atau meningitis jarang
terjadi. 1
2) Etiologi
3) Patogenesis
4) Klasifikasi
infeksi genital
infeksi rektal
ineksi faringeal
infeksi okular
komplikasi lokal
infeksi gonokokal diseminata
infeksi pada bayi dan anak. 1
5) Gambaran Klinis
Pada sebagian besar laki-laki yang terinfeksi, gejala gonore berupa disuria,
sering berkemih dan eksudat uretra mukopurulen yang terjadi dalam 2 hari
sampai 7 hari sejak permulaan infeksi. Pengobatan dengan obat
antimikroba yang cocok menghasilkan eradikasi organisme dan resolusi
gejala dengan cepat. Infeksi yang tidak diobati dapat berlanjut ke prostat,
vesikula seminalis, epididimis dan testis. Kasus yang tertelantarkan dapat
berkomplikasi berupa striktur uretra kronik dan pada kasus yang lebih
Ianjut sterilitas yang menetap. Laki-laki yang tidak diobati dapat menjadi
carrier N. gonorrhoeae kronik. Pada penderita perempuan, infeksi akut
yang didapat akibat hubungan seksual tanpa gejala atau disertai disuria,
nyeri pelvis bawah dan keluarnya pus dari vagina. Kasus yang tidak
diobati dapat dipersulit oleh infeksi asendens yang menimbulkan radang
akut pada tuba (salpingitis) dan ovarium. Parut yang bisa terjadi pada tuba
bisa mengakibatkan infertilitas dan meningkatnya risiko kehamilan
ektopik. Infeksi gonokok pada traktus genitalia atas dapat menyebar ke
rongga peritoneum, sehingga eksudat dapat meluas ke atas melalui saluran
parakolon kanan sampai di hati, dan menimbulkan perihepatitis
gonokokus. Bergantung kepada praktek seksual, tempat infeksi primer
pada laki-laki maupun perempuan bisa terjadi pada orofaring dan daerah
anorektal, yang masing-masing dapat mengakibatkan faringitis akut dan
proktifis akut. 2
Infeksi yang menyebar luas (diseminata) jauh lebih jarang dari infeksi
lokal, hanya terjadi pada 0,5% sampai 3% kasus gonore, dan lebih sering
pada perempuan daripada laki-laki. Manifestasinya mencakup, paling
sering, tenosinovitis, artritis dan lesi kulit pustular atau hemoragik.
Endokarditis dan meningitis jarang terjadi. Strain yang dapat
menyebabkan infeksi yang menyebar luas biasanya resisten terhadap daya
litik komplemen, tetapi jarang penderita yang menderita defisiensi
komplemen karena keturunan rentan terhadap penyebaran sistemik dan
tidak bergantung kepada strain yang menginfeksi. 2
Infeksi gonokok dapat mengenai bayi sewaktu melintasi saluran Iahir. Pada
neonatus yang terkena dapat terjadi infeksi purulen pada mata (oftalmia
neonatorum), yang dahulu merupakan penyebab kebutaan penting.
Pemberian salep antibiotik secara rutin pada mata bayi baru lahir sangat
mengurangi kelainan ini. Baik biakan maupun berbagai tes untuk deteksi
asam nukleat yang spesifik kuman dapat digunakan untuk diagnosis
infeksi gonokokus. Keuntungan biakan ialah memungkinkan penetapan
sensitivitas antibiotik. Tes berdasarkan asam nukleat lebih cepat dan agak
lebih sensitif daripada biakan dan makin banyak digunakan. 2
Gambar Gonore. 2
Laboratorium
Pendekatan umum pada penderita dengan kecurigaan infeksi gonokokal
terdiri atas pegambilan spesimen eksudat untuk diperiksan apusan dengan
pewarnaan Gram, kultur, dana penentuan sensitivitas antibiotik. Metode
diagnosis terbaru antara lain tes DNA probe, polymerase chair reaction
(pcr) dan ligand chain reaction (LCR), transcription-mediated
amplification (TMA), serta DNA strand displacement (SDA). 1
Perwanaan Gram
Diagnosis cepat infeksi gonokokal melalui pewarnaan gram dari eksudat
uretra telah diteria secara luas. Pada pria dengan gejala urethritis, tes ini
disebutkan sangat spesifik dan sensitive, sehingga hasil yang positis dapat
dianggap diagnosis. Dikatakan positis bila ditemukan adanya diplokokus
garam negative dengan morfologi tipikal yang ditemukan berhubungan
dengan neutrophil. Namun, hasil negative pada pewarnaan gram tidak
dianjurkan untuk menyingkirkan diagnosis pada pria yang asimptomatis. 1
Kultur
Kultur diambil menggunakan swab Dacron atau rayon, kemudian sampel
diinokulsi ke plate modifikasi Thayer-martin atau media selektif
gonokokal lainnya. Pada pria, kultur dari eksudat mendukung diagnosis
bila specimen pewarnaan gram tidak ditemukan bakteri untuk n.
gonorrhoeae. 1
Diagnostik lain
Nuclei hybridization test dan nucleis acid amplification test (NAATs)
dapat digunakan untuk deteksi infeksi gonokokal pada sistem
genitourinarius. Sepsimen untuk Nuclei hybridization test dan nucleis acid
amplification test (NAATs berasal dari swab endoservikal pada wanita dan
swab uretra pada pria. 1
6) Diagnosis banding
7) Pengobatan
8) Komplikasi
Komplikasi lokal terdiri dari salpingitis akut (PID) dan asbes kelenjar
bartholin pada wanita, epididimitis, penile lymphangitis, prostatitis,
seminal vasculitis dan striktur uretra ada pria. Komplikasi jangka panjang
dari PID termasuk sterilitis dan risiko kehamilan ektopik. 1
2. HERPES GENITAL
1) Definisi
Infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes
hominis) tipe I atau tipe ll yang ditandai oleh adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sembab dan en'tematosa pada daerah dekat
mukokutan, sedangkan infeksi dapat bedangsung baik primer maupun
rekurens. 4
2) Epidemiologi
Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita
dengan frekuensi yang tidak berbeda. lnfeksi primer oleh virus herpes
simpieks (V.H.S) tipe i biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan
infeksi VHS tipe I! biasanya terjadi pada dekade II atau Ill, dan
berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual. 4
3) Etiologi
VHS tipe I dan ll merupakan virus herpes hominis yang merupakan virus
DNA. Pembagian tipe l dan H berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada
media kultur, antigenic marker, dan lokasi klinis (tempat predileksi). 4
4) Gejala klinis
lnfeksi VHS ini beriangsung dalam 3 tingkat.
(1) Infeksi primer
Tempat predileksi VHS tips I dl daerah pinggang ke ates terutama dl
daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak inokulasi
dapat terjadi secara kebetulan, misalnya kontak kulit pada perawat, dokter
gigi, atau pada orang yang sering menggigit jari (helpetic whit-low). Virus
ini juga sebagai penyebab herpes ensefalitis. lnfeksi primer oleh VHS tipe
II mempunyai tempat predileksl di daerah pinggang ke bawah, temtama di
daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes meningitis dan infeksi
neonatus. Daerah predileksi ini sen'ng kacau karena adanya cara hubungan
seksual seperti pro-genital, sehingga herpes yang terdapat di daerah geni-
tal kadang-kadang disebabkan oleh VHS tipe l sedangkan di daerah mulut
dan ,rongga mulut dapat disebabkan oleh VHS tipe ll. lnfeksi primer
berlangsung labih lama clan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering
disertai gejala sistemik, misalnya demam, malese dan anoreksia, dan dapat
ditamukan pembengkakan kelenjar getah bening regional.
Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas
kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian.
menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami
ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan
tidak terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder
sehingga memberi gambaran yang tidak jelas.
Umumnya didapati pada orang yang kekurangan antibodi virus herpes
simpleks. Pada wanita ada laporan yang mengatakan bahwa 80% infeksi
VHS pada genitalia ekstema disertai infeksi pada serviks. 4
(2)Fase Iaten
Fase ini berarti pada penderita tidak diemukan gejala klinis, tetapi VHS
dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. 4
(3) lnfeksi rakurens
lnfeksi ini berarti VHS pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan tidak
aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga
menimbulkan gejala innis. Mekanisme paou itu dapat berupa trauma fisik
(demam, infeksi, kurang tidur. hubungan seksual, dan sebagainya), trauma
psikis (gangguan emosional, mnstruasi), dan dapat pula timbul akibat jenis
makanan dan minuman yang merangsang.
Gejala klinis yang timbul lebih ringan dari pada infeksi primer dan
berlangsung kira-kira 7 sampai 1O hari. Sering ditemukan gejala
prodromal lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan
nyeri. lnfeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau
tempat Iain/tempat di sekitamya (non loco). 4
Gambar Infeksi virus herpes. 4
6) Tatalaksana
Sampai saat ini belum ada terapiyang memberikan penyembuhan radikal,
artinya tidak ada pengobatan yang dapat mencegah episode rekrurens.Pada
lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salap atau krim yang
mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, viruguet-P) dengan
cara aplikasi. yang sering dengan interval beberapa jam. Preparat asildovit
(zovirax) yang dipakai secara topikal tampaknya memberikan masa depan
yang Iebih cerah. Asiklovir ini cara kerjanya mengganggu replikasi DNA
virus. Klinis hanya bermanfaat bila penyakit sedang aktif. Jika timbul
ulserasi dapat diIakukan kompres. Pengobatan oral berupa preparat
asiklovir tampaknya memberikan hasil yang lebih baik. Penyakit
berlangsung lebih singkat dan masa rekurensnya lebih panjang. Dosisnya 5
x 200 mg sehari selama 5 hari.
Pengobatan parenteral dengan asiklovir terutama ditujukan kepada
penyakit yang lebih berat atau jika timbul komptikasi pada alat dalam.
Begitu pula dengan preparat adenin arabinosid (vitarabin). Lnterferon
sebuah preparat glikoprotein yang dapat menghambat reproduksi virus
juga dapat dipakai secara parenteral.
Untuk mencegah rekurens macam-macam usaha yang dilakukan dengan
tujuan meningkatkan imunitas selular. pemah dilakukan pemberian
preparat Iupidon H (untuk VHS tipe I) dan lupidon G (untuk VHS tipe N)
dalam satu seri pengobatan. Pemberian levamisol dan isoprinosin atau
asiklovir secara berkata menurut beberapa penyelidik memberikan hasiI
yang baik. Efek tevamisol dan isopmosin ialah sebagai imunostimulator.
Pemberian vaksinasi cacar sekarang tidak dianut lagi. 4
3. KONDILOMA AKUMINATA
1) Pendahuluan
Kondiloma akuminata (KA) atau genital warts atau lebih dikenal oleh
masyarakat awam dikenal lebih dari 120 subtipe HPV, namun yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya KA yang tersering adalah subtipe 6
dan 11. Dan subtipe 16 dan 18 diduga mempunyai kecenderungan
ongkogenik menjadi penyebab keganasan pada leher Rahim (2). Angka
kejadian KA semakin bertambah banyak bahkan melebihi herpes genital.
Di Amerika serikat, data dari Center for Disease Control and Prevention
tercatat ada lebih dari 19,7 juta kasus baru infeksi menular seksual (IMS)
tiap tahun, dan 14,1 juta kasus merupakan infeksi HPV (3). Sedangkan
pada penelitian tentang Infeksi Menular Seksual di 12 Rumah Sakit
Pendidikan di Indonesia mulai tahun 2007- 2011, kejadian KA menduduki
peringkat ke 3 terbesar. Kondiloma akuminata menduduki peringkat
pertama di 6 kota yaitu Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, Jogja dan
Denpasar dengan usia terbanyak didapatkan pada golongan usia 25-45
tahun. Di Divisi Penyakit Menular Seksual Unit Rawat Jalan Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya, insidensi KA pada tahun
2002 sebesar 94 kasus, tahun 2003 sebesar 67 kasus, dan tahun 2005
sebesar 75 kasus. 5
3) Patogenesis
4) Manifestasi klinis
(1). Tes asam asetat Tes dilakukan dengan aplikasi larutan asam asetat 5%
pada lesi yang dicurigai. Dalam waktu 3-5 menit, lesi akan berubah
menjadi putih (acetowhite).
(4). Pemeriksaan dermoskopi Alat ini dapat melihat lesi awal datar dan
membantu membedakan dengan lesi liken planus, keratosis seboroik dan
bowenoid. Pada lesi KA menunjukkan gambaran pola vaskular dan
gambaran yang khas, berupa pola mosaik pada lesi awal yang masih datar
dan ola menyerupai tombol (knoblike), serat menyerupai jari pada lesi
papilomatosa.
(1). Pearly penile papules, secara klinis tampak papul berawarna sama
dengan kulit, terkadang lebih putih, berukuran 1-2mm, tersebar diskrit,
mengelilingi sulkus coronaries. Ini adalah varian normal dan tidak perlu
diobati.
(2). Kondiloma lata, merupakan salah satu bentuk sifilis stadium sekunder.
Lesi berupa papul-papul dengan permukaan lebih halus dan bentuk lebih
bulat dari KA.
Infeksi HPV bersifat subklinis dan laten, maka tidak terdapat terapi
spesifik terhadap virus ini. Perawatan diarahkan pada pembersihan kutil –
kutil yang tampak dan bukan pemusnahan virus. Perhatian pada kebersihan
arena genital sangat penting karena kelembaban mendukung pertumbuhan
kutil. Beberapa modalitas terapi yang dapat dilakukan:
(1). Tinktura podofilin 10-25% Podofilin resin bekerja sebagai anti mitotik
yang menginduksi nekrosis jaringan. Pada satu sesi terapi hanya
diperbolehkan meliputi area seluas 10cm2 atau jumlah podofilin kurang
dari 0,5ml. Tidak boleh diberikan pada ibu hamil.
(2). Larutan trichloroacetic acid (TCA) 80-95% Bahan ini bersifat korosif
dan dengan cepat menjadi inaktif setelah kontak dengan kulit/lesi. Aman
digunakan untuk ibu hamil dan menggunakan konsentrasi 50% ternyata
juga memberikan hasil yang memuaskan. Komplikasi yang mungkin
terjadi adala erosi dan ulkus dangkal.
(5). Bedah listrik. Dapat digunakan untuk lesi internal maupun eksternal.
Keuntungan dan komplikasi sama dengan bedah eksisi.
9) Komplikasi
Ca mulut Rahim. 5
4. MOLOSCUM KONTAGIOSUM
1) Etiologi
2) Patofiologi
3) Penegakan diagnosa
Lesi jarang didapatkan pada daerah telapak tangan dan telapak kaki. Pada
orang dewasa lesi dapat pula ditemui di daerah perigenital dan perianal.
Hal ini berkaitan dengan penularan virus melalui hubungan seksual.
Penegakan diagnosis moluskum kontagiosum secara pasti dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan fisik lesi yang cermat. Pemeriksaan
histopatologi moluskum kontagiosum menunjukkan gambaran proliferasi
sel-sel stratum spinosum yang membentuk lobules disertai central cellular
dan viral debris. Lobulus intraepidermal dipisahkan oleh septa jaringan
ikat dan didapatkan badan moluskum di dalam lobulus berupa sel
berbentuk bulat atau lonjong yang mengalami degenerasi keratohialin. 6
4) Tatalaksana
a) Terapi medikamentosa
Topikal
- Krim imuquimod 5% dioleskan 3x perminggu selama 1-3 bulan.
- Pengeluaran massa yang mengandung badan moluskum dengan
ekstraktor komedo, jarum suntuk atau kuret
- Bedah beku
b) Terapi nonmedikamentosa
5. SIFILIS
2) Patogenesis
Kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi atau dari ibu yang
menderita sifilis ke janinnya melalui plasenta pada stadium akhir kehamilan.
Treponema pallidum masuk dengan cepat melalui membran mukosa yang
utuh dan kulit yang lecet, kemudian kedalam kelenjar getah bening, masuk
aliran darah, kemudian menyebar ke seluruh organ tubuh. Bergerak masuk
keruang intersisial jaringan dengan cara gerakan cork-screw (seperti membuka
tutup botol). Beberapa jam setelah terpapar terjadi infeksi sistemik meskipun
gejala klinis dan serologi belum kelihatan pada saat itu. Darah dari pasien
yang baru terkena sifilis ataupun yang masih dalam masa inkubasi bersifat
infeksius. 7
3) Penegakan Diagnosis
a) Sifilis Primer
b) Sifilis sekunder
Apabila tidak diobati, gejala sifilis sekunde akan mulai timbul dalam 2
sampai 6 bulan setelah pajanan, 2 sampai 8 minggu setelah chancre muncul.
Sifilis sekunder adalah penyakit sistemik dengan spirokaeta yang menyebar
dari chancre dan kelenjar limfe ke dalam aliran darah dan ke seluruh tubuh,
dan menimbulkan beragam gejala yang jauh dari lokasi infeksi semula. Sistem
yang paling sering terkena adalah kulit, limfe, saluran cerna, tulang, ginjal,
mata, dan susunan saraf pusat. 7
Pada kasus yang jarang bisa ditemukan sifilis sekunder disertai dengan
kelainan lambung, ginjal dan hepatitis. Treponema pallidum telah ditemukan
pada sampel biopsi hati yang diambil dari pasien dengan sifilis sekunder.
Glomerulonefritis terjadi karena kompleks antigen treponemaimunoglobulin
yang berada pada glomeruli yang menyebabkan kerusakan ginjal. Sindroma
nefrotik juga dapat terjadi. Sekitar 5% pasien dengan sifilis sekunder
memperlihatkan gejala neurosifilis termasuk meningitis dan penyakit mata. 7
c) Sifilis Laten
Sifilis laten atau asimtomatik adalah periode hilangnya gejala klinis
sifilis sekunder sampai diberikan terapi atau gejala klinik tersier muncul.
Sifilis laten dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu sifilis laten dini dan lanjut.
Pembagian berdasarkan waktu relaps infeksi mukokutaneus secara spontan
pada pasien yang tidak diobati. Sekitar 90% infeksi berulang muncul dalam
satu tahun, 94% muncul dalam dua tahun dan dorman selama empat tahun.
Sifilis laten dini terjadi kurang satu tahun setelah infeksi sifilis sekunder, 25%
diantaranya mengalami relaps sifilis sekunder yang menular, sedangkan sifilis
laten lanjut muncul setelah satu tahun. Relaps ini dapat terus timbul sampai 5
tahun. Pasien dengan sifilis laten dini dianggap lebih menular dari sifilis laten
lanjut. Pemeriksaaan serologi pada stadium laten lanjut adalah positif, tetapi
penularan secara seksual tidak. 8
Tes serologis
1) Tes non-treponema
Termasuk dalam kategori ini adalah tes RPR (Rapid Plasma Reagin)
dan VDRL (Venereal Disease Research Laboratory) Tes serologis yang
termasuk dalam kelompok ini mendeteksi imunoglobulin yang merupakan
antibodi terhadap bahan-bahan lipid sel-sel T. Pallidum yang hancur. Antibodi
ini dapat timbul sebagai reaksi terhadap infeksi sifilis. Namun antibodi ini
juga dapat timbul pada berbagai kondisi lain, yaitu pada infeksi akut Tes non-
spesifik dipakai untuk mendeteksi infeksi dan reinfeksi yang bersifat aktif,
serta memantau keberhasilan terapi. Karena tes non spesifik ini jauh lebih
murah dibandingkan tes spesifik treponema, maka tes ini sering dipakai untuk
skrining. Jika tes non spesifik menunjukkan hasil reaktif, selanjutnya
dilakukan tes spesifik treponema, untuk menghemat biaya. 7
4) Tatalaksana
Tabel Penatalaksanaan sifilis. 7
6. ULKUS MOLE
1) Etiologi
Chancroid/ Ulkus Mole adalah penyakit menular seksual (STD) yang
disebabkan oleh infeksi oleh Haemophilus ducreyi. Hal ini ditandai
dengan ulkus kelamin nekrosis yang menyakitkan yang mungkin disertai
dengan limfadenopati inguinal. Ini adalah penyakit yang sangat menular
tetapi dapat disembuhkan.9
2) Faktor resiko
Kulit berwarna lebih sering terkena penyakit ini. Banyak terdapat di
daerah tropis dan subtropis. Kebersihan dan hygiene berperan penting
dalam penyebaran penyakit. 9
3) Patofisiologi
Chancroid disebabkan oleh H. ducreyi, basil anaerob fakultatif anaerobik
kecil, gram negatif, yang sangat infektif. Ia bersifat patogenik hanya pada
manusia, tanpa perantara lingkungan atau hewan. H. ducreyi masuk ke
kulit melalui mukosa yang terganggu dan menyebabkan reaksi peradangan
lokal. Ini menghasilkan toksin distensi sitosida yang tampaknya
bertanggung jawab atas efek merusaknya.
4) Manifestasi klinis
Masa inkubasi sekitar 1-5 hari.
Lesi mula-mula berbentuk macula atau papul yang segera berubah menjadi
pustule yang kemudian pecah membentuk ulkus yang khas, antara lain:
a) Multiple.
b) Lunak.
c) Nyeri tekan.
d) Dasarnya kotor dan mudah berdarah.
e) Tepi ulkus menggaung.
f)Kulit sekitar ulkus berwarna merah. 10
Lokasi ulkus pada pria terletak di daerah preputium, glans penis, batang
penis, frenulum dan anus; sedangkan pada wanita terletak di vulva,
klitoris, serviks, dan anus. Lokasi ekstragenital pada lidah, bibir, jari
tangan, payudara, umbilicus, dan konjungtiva.10
Pembesaran kelenjar limfe inguinal tidak multiple, terjadi pada 30% kasus
yang disertai radang akut. Kelenjar kemudian melunak dan pecah dengan
membentuk sinus yang sangat nyeri disertai badan panas.10
5) Penegakan diagnosis
Algoritma diagnosis IMS pada kasus canchroid
Gambar Agoritma diagnosis pada ulkus genitalis.3
Gambar Agoritma diagnosis pada ulkus genitalis untuk tenaga medis.3
Pemeriksaan penunjang
b) Kultur pada media agar coklat, agar Muller Hinton atau media
yang mengandung serum dengan vancomysin. Positif bila kuman
tumbuh dalam waktu 2-4 hari (dapat sampai 7 hari).
6) Tatalaksana
a) Farmako
Tabel Tatalaksana Ulkus mole. 3
7) Komplikasi
a) Adenitis yang sangat nyeri lebih dari 50 %.
b) Ruptur spontan inguinal bubo dengan abses yang besar dan fistula
formasi
c) Kissing ulkus dan extragenital lesi (50 % pada laki-laki)
d) Akut konjungtivitis (jarang sekali)
e) Bacterial superinfeksi
f) Scar lalu menjadi phimosis
g) Eritema nodusum
h) Menjadi transmisi HIV. 11
Pasien laki-laki yang datang dengan keluhan duh tubuh uretra dan atau nyeri
pada saat kencing agar diperiksa terlebih dulu ada tidaknya duh tubuh.
Bilamana tidak tampak duh tubuh, agar dilakukan milking, yaitu pengurutan
uretra mulai dari pangkal penis kearah muara uretra. Bila masih belum
terlihat, dianjurkan untuk tidak kencing sekurangkurangnya 3 jam sebelum
diperiksa.
Pada pemeriksaan dengan pendekatan sindrom tanpa tanpa sarana
laboratorium, dapat digunakan bagan. 3
2) Ulkus Genital
Angka prevalensi relatif kuman penyebab ulkus genital bervariasi, dan sangat
dipengaruhi lokasi geogafis. Setiap saat angka ini dapat berubah dari waktu
ke waktu. Secara klinis diagnosis banding ulkus genital tidak selalu tepat,
terutama bila ditemukan beberapa penyebab secara bersamaan. Manifestasi
klinis dan bentuk ulkus genital sering berubah akibat infeksi HIV.
Sesudah dilakukan pemeriksaan untuk memastikan ulkus genital,
pengobatan selanjutnya disesuaikan dengan penyebab dan pola sensitivitas
antibiotik setempat, misalnya, di daerah dengan prevalensi sifilis maupun
chancroid yang cukup menonjol, maka pasien dengan ulkus genital harus
segera diobati terhadap kedua kuman penyebab tersebut. Hal ini dilakukan
untuk menjaga kemungkinan pasien tidak kembali untuk tindak lanjut.
Sedangkan untuk daerah yang sering ditemukan granuloma inguinale atau
limfogranuloma venereum (LGV), pengobatan terhadap kedua
mikroorganisme tersebut juga perlu diperhatikan. Di beberapa negara, herpes
genitalis sangat sering ditemukan sebagai penyebab ulkus genital. Sedang
untuk daerah yang sering ditemukan infeksi HIV, maka peningkatan proporsi
kasus ulkus genital yang disebabkan oleh virus herpes simpleks sering terjadi.
Ulkus pada pasien yang disebabkan oleh virus herpes yang bersamaan dengan
virus HIV gejalanya tidak khas dan menetap lebih lama.
Pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang untuk menegakkan
diagnosis sangat jarang dapat membantu pada kunjungan pertama pasien, dan
biasanya hal ini terjadi sebagai akibat infeksi campuran. Dapat ditambahkan
pula, bahwa di daerah dengan angka prevalensi sifilis tinggi, tes serologis
yang reaktif mungkin akan lebih mencerminkan keadaan infeksi sebelumnya
dan dapat memberikan gambaran yang tidak sesuai dengan
keadaan pasien saat itu. Sedangkan tes serologis negatif, belum tentu
menyingkirkan kemungkinan ulkus akibat sifilis stadium primer, mengingat
reaktivitas tes serologi sifilis baru muncul 2-3 minggu setelah timbul ulkus.
Saat ini sering dijumpai ulkus genital bersamaan dengan infeksi HIV,
yang menyebabkan manifestasi klinis berbagai ulkus tersebut menjadi tidak
spesifik. Ulkus karena sifilis stadium 1 maupun herpes genitalis menjadi
tidak khas; chancroid menunjukkan ulkus yang
lebih luas, berkembang secara agresif, disertai gejala sistemik demam dan
menggigil; lesi herpes genitalis mungkin berbentuk ulkus multipel yang
persisten dan lebih memerlukan perhatian medis, berbeda dengan vesikel
yang umumnya dapat sembuh sendiri (self
limiting) pada seorang yang immunokompeten.
Infeksi HIV yang bersamaan juga dapat mengakibatkan kegagalan
pengobatan pada sifilis fase awal, chancroid, dan herpes simpleks. Pada
pasien yang demikian perlu dipertimbangkan pengobatan dengan waktu
yang lebih lama, namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut. 3
Gambar Ulkus genital dengan pendekatan sindrom. 3
Gambar Duh tubuh uretra laki-laki dengan pemeriksaan mikroskop. 3
Gambar Ulkus genital khusus untuk tenaga medis. 3
3) Bubo Inguinalis
Bubo ingunalis dan femoralis adalah pembesaran kelenjar getah bening
setempat di daerah pangkal paha disertai rasa sangat nyeri, dan fluktuasi
kelenjar. Keadaan ini sering disebabkan oleh limfogranuloma venereum
dan chancroid. Meskipun chancroid erat hubungannya dengan ulkus
genital, namun dapat menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.
Penyakit infeksi non-seksual baik infeksi lokal maupun sistemik (misalnya
infeksi pada tungkai bawah) juga dapat menyebabkan pembesaran kelenjar
getah bening di daerah inguinal. 3
Para ahli menganjurkan agar semua pasien dengan PRP harus dirawat inap
untuk mendapatkan pengobatan yang lebih baik Kuman penyebab PRP
meliputi N.gonorrhoeae, C.trachomatis, dan bakteri anaerob, (Bacteroides
spesies, dan kokus Gram positif). Kuman berbentuk batang Gram negatif dan
Mycoplasma hominis dapat juga menjadi penyebab PRP. Secara klinis
penyebab tersebut sulit dibedakan, dan pemeriksaan mikroskopik juga sulit
dilakukan, oleh karena itu cara pengobatan yang diberikan harus efektif dan
memiliki spektrum yang luas terhadap semua kuman penyebab tersebut.
Rejimen yang dianjurkan di bawah ini didasarkan pada prinsip tersebut. 3
Gambar Nyeri perut bagian bawah dengan pendekatan sindrom. 3
Salah satu cara pencegahan infeksi HPV yang telah tersedia saat ini berupa
vaksinasi dengan vaksin HPV kuadrivalen (untuk mencegah infeksi HPV tipe
6,11 penyebab kutil kelamin, serta tipe 16 dan 18 penyebab keganasan daerah
anus dan genitalia). Vaksin ini besar manfaatnya jika diberikan kepada
seseorang yang belum pernah berhubungan seks. Dapat diberikan pada
perempuan dan laki-laki mulai umur 9 tahun sampai dengan 26 tahun. Vaksin
diberikan dalam 3 dosis; dosis kedua diberikan dengan interval waktu 2 bulan
setelah penyuntikan pertama, dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah
penyuntikan pertama. Berhubung harganya masih dianggap mahal, vaksinasi
HPV belum menjadi program nasional, namun sudah tersedia di sarana
kesehatan swasta. 3
Gambar Tonjolan (vegetasi) pada genitalia. 3
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo A, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam A. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2015.
2. Kumar, Abbas, Esterr. Robbins Basic Pathology. Ninth Edition. Elsevier:
Philadelphia; 2013.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanganan
Infeksi Menular Seksual Tahun 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia; 2015.
4. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: FK UI;
2017.
5. Ratnasari D. Kondiloma Akuminata. ISSN 1978-2071 5(2). Surabaya: Jurnal
Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma; 2016.
6. Winda Arista Haeriyoko, IGK. Darmada. DIAGNOSIS DAN
TATALAKSANA MOLUSKUM KONTAGIOSUM. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. 2015.
7. Elvinawati.E. imunopatogenesis Troponema pallidum dan pemeriksaan
serologi. Jurnal Kesehatan andalas; andalas; 2014.
8. Daili, dkk. Pedoman tatalaksana sifilis untuk pengendalian sifilis di layanan
kesehatan dasar; Kemenkes RI; Jakarta; 2013.
9. Buensalido J A L. Chancroid. 2018. (online) (https://emedicine.medscape.com/
article/214737-overview), diakses pada tanggal 01 Agustus 2018.
10. Judanarso, Jubianto. Ulkus Mole. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin edisi ketiga hal. 396-400.Jakarta: FK UI; 2002.
11. Martodiharjo, Sunarko. dkk. Ulkus Mole (chancroid). Dalam: Pedoman
Diagnosis dan Terapi Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. RSU
dr.Soetomo hal. 203-207. Surabaya; 2004.