Anda di halaman 1dari 64

RESUME PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

SKENARIO 5

Nama : Ayu Ade Tiyana

NPM : 117170011

Kelompok : 7B

Blok : 4.3

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
SKENARIO 5

KENCING NANAH

Seorang laki-laki berusia 25 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan


keluar nanah dari kemaluan sejak +- 2 hari yang lalu. Keluhan disertai nyeri BAK.
Pasien mengaku ada riwayat hubungan seksual dengan pacarnya +- 1 minggu
yang lalu. Keluhan serupa pada pasangan tidak diketahui. Pada pemeriksaan fisik,
keadaaan umum pasien dalam batas normal. Status venereologi pada orifisium
uretra eksternus, tampak eritema dan discharge mukopurulen, namun tidak
ditemukan edema. Pada pemeriksaan gram didapatkan leukosit >50/lpb, gambaran
diplokokus gram negatif ekstraseluler dan intraseluler. Lalu dokter melakukan
tatalaksana lebih lanjut dan mengedukasi pasien untuk dapat membawa pacarnya
untuk dilakukan pemeriksaan.

STEP 1

1. Venereology : cabang kedokteran yang mempelajari penyakit menular


seksual. Ilmu yang mempelajari penyakit dari alat kelamin, dermatologi
kosmetik, bedah dermatologi.
2. Discharge : cairan yang keluar selain urin atau air mani yang keluar dari
lubang kelamin

STEP 2

1. Mengapa pasien mengalami keluhan adanya nyeri saat BAK dan keluar
nanah?
2. Apa hubungan riwayat berhubungan seksual dengan keluhan pasien?
3. Apa penyebab dan faktor resiko dari keluhan pasien?
4. Bagaimana penegakan diagnosis dari kasus tersebut?
5. Apa kemungkinan diagnosis pada pasien tersebut?
6. Bagaimana tatalaksana dan edukasi yang diberikan pada pasien?

STEP 3
1. Mengapa pasien mengalami keluhan adanya nyeri saat BAK dan keluar
nanah?
- Terjadinya infeksi pada tractus urinarius, mislanya pada uretra, jika
terjadi peradangan ada peningkatan sel leukositnya, terjadi peperangan
antara leukosit dengan pathogen.
- Terjadi inflamasi, jika mukosa yang terinfeksi kontak dengan urin akan
menstimulasi saraf sensori yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri
saat BAK
- Terjadi karena infeksi baik karena bakteri yang akan menyebabkan
respon imun yang menyebabkan uretra inflamasi, daya tamping uretra
nya juga akan menurun,dan terjdi dysuria.
- Discharge disbebakan inflamasi akut pada saluran kemih, bakteri akan
difagosit, dan terjadi akumulasi dari bakteri dan neutrofil yang
menyebabkan timbulnya discharge.
2. Transmisi IMS bisa karena kontak langsung secara seksual antara pasien
dengan orang yang terinfeksi.
3. Apa penyebab dan faktor resiko keluhan?
Faktor resiko:
- Memiliki pasangan seksual gentian
- Obat obatan
- Alkohol
- Berhubungan dengan yang terinfeksi
- Social ekonomi rendah
- Kondisi pasien rentan terinfeksi
- Usia muda 18-39 tahun
- Homoseksual
- Mobilitas pendududk tinggi
- Tidak menggunakan pengaman saat berhubungan
- Perubahan demografik
- Perubahan sifat dan perilaku
- Pemberian pendidikan kesehatan yang belum terlaksana dengan baik
- Antibiotic tidak dengan resep menyebabkan resistensi
- Fasilitas kesehatan tidak memadai

Penyebab :

- infeksi bakteri Neisseria gonorrhea


- virus
- protozoa
- fungi
4. Penegakan diagnosis
- anamnesis : pus nya seperti apa, faktor resiko ditanyakan
- pf : keluar pus, pada pria periksa pada posisi duduk atau berdiri,
adanya kemerahan, luka atau lecet, ada cairan dari uretra yang bukan
darah atau air mani, sebelum pemeriksaan diharapkan tidak berkemih
kurang lebih 1 jam
- pp : pemeriksaan pewarnaan gram apakah ada bakteri diplococcus
gram negatif atau tidak
5. Kemungkinan diagnosis pada pasien
Uretritis GO : secret mukopurulen, ditemukan diplococcus gram (-)
Urethritis Non-GO : secret agak mucoid, tidak ditemukan diplococcus
gram (-)
6. Tatalaksana
Nonmedikamentosa :
Edukasi pasangan seksual pasien
Edukasi perjalanan penyakit (komplikasi, dan obat yang harus
dikonsumsi)
Anjurkan penggunaan kondom saat berhubungan
Tidak melakukan hubungan seksual hingga dinyatakan sembuh
Harus diobati juga pasangan seksual nya
Menjelaskan pada pasien untuk keberhasilan pengobatan dan pencegahan
IMS agar tidak terjadi kembali
Edukasi menggunakan obat secara teratur agar tidak terjadi komplikasi
Medikamentosa :
Sefiksim 400mg SD
Levofloksasim 250mg SD
Ciprofloxacin 500mg
Ofloxacin 400mg
Tiamfenikol 3,5 gr oral SD

STEP 4

1. Bakteri masuk, akan melintasi selnya, melekat pada sel epitel tractus
urinarius, mislanya di urethra, dengan fimbriae dan pilinnya, bakteri ini
punya OPA yang membantu mengikat bakteri dengan sel epitel, bakteri
bisa berkolonisasi, kemudian sel dendritic sebagai APC mempresentasikan
ke sel sel inflamasi dan mengeluar sitokin-sitokinnya, seperti neutrofil
basophil san eosinophil, akan terjadi peperangan dan menyebabkan
timbulnya pus atau nanah.
Tergantung faktor host nya, berperan dalam masuknya bakteri, terjadi
pelepasan gliserol yang dibutuhkan bakteri untuk melakukan kolonisasi,
menyebabkan inflamasi pada mukosa.
Urin yang melewati mukosa yang terinflamasi akan menstimulasi saraf
sensorik, reseptor nyeri, reseptor akan lebih tersensitisasi selama inflmasi,
terjadi proses neuropati, rasa nyeri terbakar kadang gatal.
2. Transmisi seksual, kontak langsung melalui seksual, masuknya komponen
bakteri yang menyebabkan rusaknya bagian mukosa, bakteri akan
bereplikasi di dalam sel epitel, dan akan terjadi respon imun, ketika imun
tidak kuat, akan terjadi infeksi.
3. Penyebab :
- Bakteri : Neisseria gonorrhea, Chlamidia trachomatis,Treponema
pallidum, Mycoplasma hominis,
- Virus : HSV, HPV
- Protozoa : Trikomonas vaginalis
- Fungi : Candida Albicans
- Ektoparasit : Sarcoptes scabiei, Pthirus pubis
Faktor resiko :
- Usia muda
- Pasangan seksual yang terinfeksi
- Berganti ganti pasangan seksual
- Riwayat penggunaan kondom saat berhubungan
- Penggunaan obat-obatan
- Ekonomi rendah yang membuat segolongan masyarakat bekerja
sebagai PSK
- Keturunan/secara vertical/dari ibu ke janin
- Pengetahuan kurang tentang IMS
4. Penegakan diagnosis
Anamnesis
- Keluhan
- Riwayat seksual
- Cara berhubungan
- Orientasi seksual
- Riwayat pemakaian kondom
- Pasangan seksual : jenis kelamin
- Riwayat perjalanan penyakit dari pasien
- Riwayat penyakit yang diderita pasien
- Riwayat pengobatan IMS sebelumnya
- Tanyakan riwayat penyakit dan pengobatan pada pasangan seksual
- Alat kontrasepsi yang digunakan
- Keluar nanah, rasa nyeri dan panas saat BAK
- Pria : rasa gatal dan panas, dysuria, keluar duh tubuh mukopurulen dari
OUE, hiperemis, edem, pembesaran KGB
- Wanita : urethritis/servisitis, ada duh tubuh. Dysuria, polyuria, OUE
edema tau merah, nyeri punggung bawah, sekresi mukopurulen

PF

- Predileksi : uretra anterior


- Efloresensi : orifisium uretra eksternus merah, edema
- Cek daerah faring : berhubungan secara orogenital

PP
- Mikroskopis
- Kultur menggunakan media Thayer martin
- Betalactamse
- Test Thomson
- Apusan duh tubuh uretra dengan pewarnaan gram : diplococcus gram
negative, adanya PMN perempuan >30/LPB, pria >5/LPB
5. Urethritis GO : inkubasi 2-7 hari, secret mukopurulen, PMB >5/LPB,
DGNI (+), penyebab Neisseria gonorrhea, gejala nyeri dna terbakar saat
BAK, ada discharge, discharge semakin banyak jadi mukopurulen dan
terkadang disertai darah juga. Neiseeria gonorrhea sifatnya gram negative,
tidak tahan suhu diata 39 derajat, secara morfologi ada 4 tipe, 1 dan 2 ada
pili dan bersifat virulen, 3 dan 4 tidak ada pili dan non-virulen.
Urethritis Non-GO : inkubasi 2-3 minggu, secret agak mucoid, PMN
>5/LPB, DGNI (-), penyebab C. Trachomatis.
6. Tatalaksana dan Edukasi
Edukasi :
- Edukasi pasien dan pasangannya untuk melakukan cek secara rutin
- Jangan melakukan hubungan seksual sampai dinyatakan sembuh
- Menggunakan kondom ketika berhubungan
- Pengobatan dilakukan secara rutin dan tuntas
- Pemeriksaan terhadap penyakit lain seperti HIV
- Rujuk : kriterianya apabila harus dilakukan cek laboratorium, apabila
obat-obatannya farmakologinya tidak ada perbaikan selama 2 minggu
- Management partner seksual penderita untuk mencegah lebih lanjut
- Pasangan seks terbaru pasien harus diobati
- Pencegahan dengan edukasi masyarakat
- Lakukan screening untuk mencegah meluasnya IMS

Farmakologi :

Sefiksim 400mg dosis tunggal

Levofloxacin 500mg dosis tunggal


Atau Tiamfenikol 3,5 gram dosis tunggal secara oral

Gonore nonkomplikasi : sefiksim 400mg SD

Gonore dengan komplikasi : sefiksim 1x400mg/hari peroral selama 5 hari

Mind Map

Infeksi Menular Seksual

etiologi dan patofisiologi penegakan


definisi faktor resiko tatalaksana edukasi
diagnosis

medikamentosa

non-
medikamentosa

STEP 5

1. Pendekatan klinis pada penyakit menular seksual, mekanisme


patofisiologinya dan agen penyakitnya (contoh : kondiloma akuminata,
ulkus mole, venerum)
2. Jelaskan algoritma diagnosis IMS dan 3 tanda cardinal
3. Gejala dan tanda klinis, pemeriksaan penunjang
4. Tatalaksana farmakologi dna nonfarmakologi/edukasi termasuk
pengendalian penyakit menular seksual

STEP 6

BELAJAR MANDIRI
STEP 7

1. GONORE
1) Definisi

infeksi gonokokal adalah infeksi menular seksual (ims) pada epitel dan
umumnya bermanifestasi sebagai servisitis, ureritis, an konjungtivitis. Jika
tidak diobatu, infeksi pada daerah ini dapat mengakibatkan komplikasi
local seperti endometritis, salpingitis, abses tubo-ovarian, bartholinitis,
peritonitis, dan perihepatis pad pasien waita; periuretritis dan epididymitis
pada pasien laki-laki; dan oftalmia neonatorum pada bayi baru lahir.
Infeksi gonokokal diseminata yang meliputi manifestasi lesi kulit,
tenosynovitis, artritis, dan (jarang) endokarditis atau meningitis jarang
terjadi. 1

2) Etiologi

Neisseria gonorrhoeae (n. gonorrhoeae) adalah bakteri Gram negative,


nonmotil, tidak membentuk spora, yang tumbuh tunggal dan berpasangan
(sebagai monokokus dan diplokokus). Merupakan patogen yang eksklusif
pada manusia, secara umum memiliki tiga salinan genom per unit kokus;
dimana poliploidi ini memungkinkan tingkat variasi antigenic yang tinggi
dan kelangsungan hidup di dalam inangnya. Gonokokus, seperti semua
spesies Neisseria lainnya, merupakan oksidase positif. Mereka diedakan
dari Neisseria lain dengan kemampuan mereka untuk tumbuh pada media
selektif dan untuk memanfaatkan glukosa tapi tidak maltose, sukrosa, atau
laktosa. 1

3) Patogenesis

Virulensi dari N. gonorrhoeae ditentukan dari keberadaan pili yang


dimediasi penempelan, serta kemampuan untuk bertahan dari kekuatan
aliran hidrodinamik pada uretra, dimana hal ini juga menghambat
pengambilan oleh fagosit. Invasi dan multiplikasi terjadi pada sel
kolumnar non silia penghasil mukus pada epitel tuba fallopi. Strain dengan
pili lebih banyak menempel pada permukaan sel mukosa manusia, dan
lebih virulen dibandingkan dngan strain yang tidak berpili. Penempelan ini
merupakan awal dari endositosis dan transport melewai sel mukosa ke
dalam ruang interselular dekat membran basal atau langsung ke jaringan
subepitelial. Tidak terdapat toksin khusus yang dihasilkan oleh n.
Gonorrhoeae namun komponen lipoologosacharide dan peptidoglycan
berperan dalam menghambat fungsi silia dan meyebabkan inflamasi. 1

Komponen peptidoglycan selain antigen pili, termasuk juga, Porin,


opacity-associated protein serta protein lain. Porin (sebelumya dikenal
sebagai protein I) protein terbanyak pada permukaan n. gonorrhoeae,
menginisiasi proses endositosis dan invasi. Opacity-associated protein
(opa, sebelumnya dikenal sebagai protein II) berperan penting pada
penempelan ke sel epitel, dan sel PMN yang akan menekan proliferasi sel
T limfosit CD4+. Protein lainnya termasuk H.8, suatu lipoprotein yang
terdapat pada semua strain n. gonorrhoeae, berguna sebagai target untuk
diagnostic yang berdasar antibodi. Bakteri ini juga memproduksi suatu
IgA1 protease, yang melindungi bakteri dari respons imun IgA mukosa
individu. antibodi terhadap Rmp (sebelumnya dikenal sebagai protein III,
PIII) mencegah ikatan terhadap komplemen sehingga dapat memblokade
efek bakterisidal terhadap porin dan lipooligosacharide. 1

Antigen pili memegang peranan penting pada kompetensi dan transformasi


genetik, yang memungkikan transfer material genetik antar bakteri in vivo.
Antigen piil, bersama Porin dan lipooligosaccharide bertanggung jawab
terhadap variasi antigenic, yang menyebabkan infeksi berulang dalam
periode waktu yang singkat. 1

Gonococcal Lipooligosaccharide (LOS), berperan dalam aktivitas


endotoksik dan berkontribusi pada efek sitotoksik lokal pada tubo Fallopi.
LOS Juga memodulasi respons sistem imun, dimana modulasi ke arah
respons Th2 akan mengurangi kemampuan bersihan infeksi gonokokal. 1
selain itu faktor individu inang juga berperan penting dalam memediasi
masuknya bakteri ke dalam sel. Pelepasan diacylglycerol dan ceramide
dibutuhkan untuk masuk ke dalam sel epitel. Akumulasi ceramide dalam
sel akan menignduksi apoptosis dimana akan mengganggu integritas epitel
dan memfasilitasi masuknya bakteri ke jaringan subepitelial. Dilepaskanya
faktor kemotaksis hasil dari aktivasi komplemen juga akan menyebabkan
inflamasi. 1

strain yang menyebabkan penyakit infeksi gonokokal diseminata (strain


PorB. 1A) telah dibuktikan lebih sulit dimatikan oleh serum manusia,
dimana lebih tidak kemotaksis. 1
Gambar Patofisiologi Gonore. 1

4) Klasifikasi

spektrum penyakit dari infeksi gonokokal ini terdiri dari:1

 infeksi genital
 infeksi rektal
 ineksi faringeal
 infeksi okular
 komplikasi lokal
 infeksi gonokokal diseminata
 infeksi pada bayi dan anak. 1

5) Gambaran Klinis
Pada sebagian besar laki-laki yang terinfeksi, gejala gonore berupa disuria,
sering berkemih dan eksudat uretra mukopurulen yang terjadi dalam 2 hari
sampai 7 hari sejak permulaan infeksi. Pengobatan dengan obat
antimikroba yang cocok menghasilkan eradikasi organisme dan resolusi
gejala dengan cepat. Infeksi yang tidak diobati dapat berlanjut ke prostat,
vesikula seminalis, epididimis dan testis. Kasus yang tertelantarkan dapat
berkomplikasi berupa striktur uretra kronik dan pada kasus yang lebih
Ianjut sterilitas yang menetap. Laki-laki yang tidak diobati dapat menjadi
carrier N. gonorrhoeae kronik. Pada penderita perempuan, infeksi akut
yang didapat akibat hubungan seksual tanpa gejala atau disertai disuria,
nyeri pelvis bawah dan keluarnya pus dari vagina. Kasus yang tidak
diobati dapat dipersulit oleh infeksi asendens yang menimbulkan radang
akut pada tuba (salpingitis) dan ovarium. Parut yang bisa terjadi pada tuba
bisa mengakibatkan infertilitas dan meningkatnya risiko kehamilan
ektopik. Infeksi gonokok pada traktus genitalia atas dapat menyebar ke
rongga peritoneum, sehingga eksudat dapat meluas ke atas melalui saluran
parakolon kanan sampai di hati, dan menimbulkan perihepatitis
gonokokus. Bergantung kepada praktek seksual, tempat infeksi primer
pada laki-laki maupun perempuan bisa terjadi pada orofaring dan daerah
anorektal, yang masing-masing dapat mengakibatkan faringitis akut dan
proktifis akut. 2
Infeksi yang menyebar luas (diseminata) jauh lebih jarang dari infeksi
lokal, hanya terjadi pada 0,5% sampai 3% kasus gonore, dan lebih sering
pada perempuan daripada laki-laki. Manifestasinya mencakup, paling
sering, tenosinovitis, artritis dan lesi kulit pustular atau hemoragik.
Endokarditis dan meningitis jarang terjadi. Strain yang dapat
menyebabkan infeksi yang menyebar luas biasanya resisten terhadap daya
litik komplemen, tetapi jarang penderita yang menderita defisiensi
komplemen karena keturunan rentan terhadap penyebaran sistemik dan
tidak bergantung kepada strain yang menginfeksi. 2
Infeksi gonokok dapat mengenai bayi sewaktu melintasi saluran Iahir. Pada
neonatus yang terkena dapat terjadi infeksi purulen pada mata (oftalmia
neonatorum), yang dahulu merupakan penyebab kebutaan penting.
Pemberian salep antibiotik secara rutin pada mata bayi baru lahir sangat
mengurangi kelainan ini. Baik biakan maupun berbagai tes untuk deteksi
asam nukleat yang spesifik kuman dapat digunakan untuk diagnosis
infeksi gonokokus. Keuntungan biakan ialah memungkinkan penetapan
sensitivitas antibiotik. Tes berdasarkan asam nukleat lebih cepat dan agak
lebih sensitif daripada biakan dan makin banyak digunakan. 2

Gambar Gonore. 2
Laboratorium
Pendekatan umum pada penderita dengan kecurigaan infeksi gonokokal
terdiri atas pegambilan spesimen eksudat untuk diperiksan apusan dengan
pewarnaan Gram, kultur, dana penentuan sensitivitas antibiotik. Metode
diagnosis terbaru antara lain tes DNA probe, polymerase chair reaction
(pcr) dan ligand chain reaction (LCR), transcription-mediated
amplification (TMA), serta DNA strand displacement (SDA). 1
Perwanaan Gram
Diagnosis cepat infeksi gonokokal melalui pewarnaan gram dari eksudat
uretra telah diteria secara luas. Pada pria dengan gejala urethritis, tes ini
disebutkan sangat spesifik dan sensitive, sehingga hasil yang positis dapat
dianggap diagnosis. Dikatakan positis bila ditemukan adanya diplokokus
garam negative dengan morfologi tipikal yang ditemukan berhubungan
dengan neutrophil. Namun, hasil negative pada pewarnaan gram tidak
dianjurkan untuk menyingkirkan diagnosis pada pria yang asimptomatis. 1
Kultur
Kultur diambil menggunakan swab Dacron atau rayon, kemudian sampel
diinokulsi ke plate modifikasi Thayer-martin atau media selektif
gonokokal lainnya. Pada pria, kultur dari eksudat mendukung diagnosis
bila specimen pewarnaan gram tidak ditemukan bakteri untuk n.
gonorrhoeae. 1
Diagnostik lain
Nuclei hybridization test dan nucleis acid amplification test (NAATs)
dapat digunakan untuk deteksi infeksi gonokokal pada sistem
genitourinarius. Sepsimen untuk Nuclei hybridization test dan nucleis acid
amplification test (NAATs berasal dari swab endoservikal pada wanita dan
swab uretra pada pria. 1
6) Diagnosis banding

Uretritis dan servisitis gonokokal harus dibedakan dengan uretritis non-


gnokokal, servisitis atau vaginitis akibat chlamydia trachmati, gardnerella
vaginalis, trichomonas, candida, dan patogen lainnya yang berhubungan
dengan infeksi menular seksual; penyakit inflamasi pelvis, artritis,
proktitis, dan lesi kulit. Seringkali beberapa patogen terdapat bersamaan
pada seorang penderita. Artritis reaktis (uretritis, konjungtivitis, artritis)
dapat menyerupai gonorrhea atau terjadi bersamaan. 1

7) Pengobatan

Tabel Pengobatan gonore. 3


Siprofloksasin dan ofloksasin sudah menunjukkan angka resistensi yang
tinggi di beberapa kota, sehingga tidak dianjurkan lagi. 3

8) Komplikasi

Komplikasi lokal terdiri dari salpingitis akut (PID) dan asbes kelenjar
bartholin pada wanita, epididimitis, penile lymphangitis, prostatitis,
seminal vasculitis dan striktur uretra ada pria. Komplikasi jangka panjang
dari PID termasuk sterilitis dan risiko kehamilan ektopik. 1

Infeksi gonokokal diseminata dapat berkomplikasi endokarditis,


meningitis dan miokarditis. Endokarditis biasanya mempengaruhi katup
aorta dan progresivitasnya cepat, menyebabkan kerusakan katup dan gagal
jantung. Kasus sindroma dermatitis-artitis sembuh spontan, tapi artritis
septik yang tidak diterapi dapat mengakibatkan osteomielitis lanjut atau
kerusakan sendi. 1

2. HERPES GENITAL
1) Definisi
Infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes
hominis) tipe I atau tipe ll yang ditandai oleh adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sembab dan en'tematosa pada daerah dekat
mukokutan, sedangkan infeksi dapat bedangsung baik primer maupun
rekurens. 4
2) Epidemiologi
Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita
dengan frekuensi yang tidak berbeda. lnfeksi primer oleh virus herpes
simpieks (V.H.S) tipe i biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan
infeksi VHS tipe I! biasanya terjadi pada dekade II atau Ill, dan
berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual. 4

3) Etiologi
VHS tipe I dan ll merupakan virus herpes hominis yang merupakan virus
DNA. Pembagian tipe l dan H berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada
media kultur, antigenic marker, dan lokasi klinis (tempat predileksi). 4

4) Gejala klinis
lnfeksi VHS ini beriangsung dalam 3 tingkat.
(1) Infeksi primer
Tempat predileksi VHS tips I dl daerah pinggang ke ates terutama dl
daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak inokulasi
dapat terjadi secara kebetulan, misalnya kontak kulit pada perawat, dokter
gigi, atau pada orang yang sering menggigit jari (helpetic whit-low). Virus
ini juga sebagai penyebab herpes ensefalitis. lnfeksi primer oleh VHS tipe
II mempunyai tempat predileksl di daerah pinggang ke bawah, temtama di
daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes meningitis dan infeksi
neonatus. Daerah predileksi ini sen'ng kacau karena adanya cara hubungan
seksual seperti pro-genital, sehingga herpes yang terdapat di daerah geni-
tal kadang-kadang disebabkan oleh VHS tipe l sedangkan di daerah mulut
dan ,rongga mulut dapat disebabkan oleh VHS tipe ll. lnfeksi primer
berlangsung labih lama clan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering
disertai gejala sistemik, misalnya demam, malese dan anoreksia, dan dapat
ditamukan pembengkakan kelenjar getah bening regional.
Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas
kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian.
menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami
ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan
tidak terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder
sehingga memberi gambaran yang tidak jelas.
Umumnya didapati pada orang yang kekurangan antibodi virus herpes
simpleks. Pada wanita ada laporan yang mengatakan bahwa 80% infeksi
VHS pada genitalia ekstema disertai infeksi pada serviks. 4
(2)Fase Iaten
Fase ini berarti pada penderita tidak diemukan gejala klinis, tetapi VHS
dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. 4
(3) lnfeksi rakurens
lnfeksi ini berarti VHS pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan tidak
aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga
menimbulkan gejala innis. Mekanisme paou itu dapat berupa trauma fisik
(demam, infeksi, kurang tidur. hubungan seksual, dan sebagainya), trauma
psikis (gangguan emosional, mnstruasi), dan dapat pula timbul akibat jenis
makanan dan minuman yang merangsang.
Gejala klinis yang timbul lebih ringan dari pada infeksi primer dan
berlangsung kira-kira 7 sampai 1O hari. Sering ditemukan gejala
prodromal lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan
nyeri. lnfeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau
tempat Iain/tempat di sekitamya (non loco). 4
Gambar Infeksi virus herpes. 4

5) Pemeriksaan pembantu diagnosis


Virus herpes ini dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiak. Pada
keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi VHS. Pada percobaan
Tzanck dengan pewamaan Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti
banyak dan badan inklusi intranuklear. 4

6) Tatalaksana
Sampai saat ini belum ada terapiyang memberikan penyembuhan radikal,
artinya tidak ada pengobatan yang dapat mencegah episode rekrurens.Pada
lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salap atau krim yang
mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, viruguet-P) dengan
cara aplikasi. yang sering dengan interval beberapa jam. Preparat asildovit
(zovirax) yang dipakai secara topikal tampaknya memberikan masa depan
yang Iebih cerah. Asiklovir ini cara kerjanya mengganggu replikasi DNA
virus. Klinis hanya bermanfaat bila penyakit sedang aktif. Jika timbul
ulserasi dapat diIakukan kompres. Pengobatan oral berupa preparat
asiklovir tampaknya memberikan hasil yang lebih baik. Penyakit
berlangsung lebih singkat dan masa rekurensnya lebih panjang. Dosisnya 5
x 200 mg sehari selama 5 hari.
Pengobatan parenteral dengan asiklovir terutama ditujukan kepada
penyakit yang lebih berat atau jika timbul komptikasi pada alat dalam.
Begitu pula dengan preparat adenin arabinosid (vitarabin). Lnterferon
sebuah preparat glikoprotein yang dapat menghambat reproduksi virus
juga dapat dipakai secara parenteral.
Untuk mencegah rekurens macam-macam usaha yang dilakukan dengan
tujuan meningkatkan imunitas selular. pemah dilakukan pemberian
preparat Iupidon H (untuk VHS tipe I) dan lupidon G (untuk VHS tipe N)
dalam satu seri pengobatan. Pemberian levamisol dan isoprinosin atau
asiklovir secara berkata menurut beberapa penyelidik memberikan hasiI
yang baik. Efek tevamisol dan isopmosin ialah sebagai imunostimulator.
Pemberian vaksinasi cacar sekarang tidak dianut lagi. 4

3. KONDILOMA AKUMINATA

1) Pendahuluan

Kondiloma akuminata (KA) atau genital warts atau lebih dikenal oleh
masyarakat awam dikenal lebih dari 120 subtipe HPV, namun yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya KA yang tersering adalah subtipe 6
dan 11. Dan subtipe 16 dan 18 diduga mempunyai kecenderungan
ongkogenik menjadi penyebab keganasan pada leher Rahim (2). Angka
kejadian KA semakin bertambah banyak bahkan melebihi herpes genital.
Di Amerika serikat, data dari Center for Disease Control and Prevention
tercatat ada lebih dari 19,7 juta kasus baru infeksi menular seksual (IMS)
tiap tahun, dan 14,1 juta kasus merupakan infeksi HPV (3). Sedangkan
pada penelitian tentang Infeksi Menular Seksual di 12 Rumah Sakit
Pendidikan di Indonesia mulai tahun 2007- 2011, kejadian KA menduduki
peringkat ke 3 terbesar. Kondiloma akuminata menduduki peringkat
pertama di 6 kota yaitu Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, Jogja dan
Denpasar dengan usia terbanyak didapatkan pada golongan usia 25-45
tahun. Di Divisi Penyakit Menular Seksual Unit Rawat Jalan Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya, insidensi KA pada tahun
2002 sebesar 94 kasus, tahun 2003 sebesar 67 kasus, dan tahun 2005
sebesar 75 kasus. 5

2) Etiologi dan Faktor resiko

Penularan Kondiloma Akuminata Transmisi HPV terjadi melalui kontak


dengan lesi epitel yang tampak maupun dalam bentuk subklinis, dan/atau
cairan genital yang mengandung HPV. Penularan infeksi HPV terutama
melalui hubungan seksual. Bila seseorang melakukan hubungan seksual
dengan pasangan yang telah terinfeksi HPV, maka kemungkinan akan
tertular virus dan timbul KA adalah sebesar 75%. Kontak langsung dengan
tangan atau tidak langsung melalui bendabenda yang terkontaminasi
dengan HPV (fomites) dapat terjadi penularan, meskipun jarang terjadi.
Penularan dari ibu ke anak melalui kanalis vagina saat melahirkan dapat
menimbulkan lesi disaluran nafas bayi. 5

3) Patogenesis

Patogenitas Kondiloma Akuminata Infeksi HPV genital pada umumnya


mengenai mukosa yang lembab dan berdekatan dengan epitel skuamosa
serviks dan anus. Abrasi mikroskopi pada saat berhubungan seksual
memudahkan pasangan yang terinfeksi HPV untuk menularkannya kepada
pasangan yang belum terinfeksi. Trauma berulang dapat meningkatkan
infektivitas dan replikasi virus. Virus akan memasuki sel epitel basal
pejamu, melepaskan kapsul protein dan berada bersama sel pejamu sebagai
circular episome. Selanjutnya virus akan berada dalam masa inkubasi laten
selama 1-8 bulan, dan selama itu tidak nampak manifestasi klinis. Fase
pertumbuhan aktif akan dimulai bila terjadi lesi pertama. Sampai sekarang
belum diketahui pemicu perubahan bentuk laten menjadi infeksius, namun
dipengaruhi oleh faktor pejamu, virus, dan lingkungan. Sistem imun
seluler yang kompeten dibutuhkan untuk pembersihan HPV, namun masih
menjadi tantangan untuk menghilangkan virus dari pejamu yang
imunokompeten. HPV terlindung dari respon imun pejamu karena virus
berlokasi didalam sel. 5

Gambar Kondiloma akuminata. 5

4) Manifestasi klinis

Masa inkubasi KA berkisar antara 2 minggu hingga 9 bulan. Secara umum


kelainan fisik mulai 2-3 bulan setelah kontak. Umumnya tidak
menimbulkan keluhan namun bentuknya dapat menyebabkan stres
psikologik. Selama masa infeksi aktif, HPV akan bereplikasi tanpa
bergantung pada pembelahan sel pejamu dan akan memicu pejamu
berproliferasi membentuk banyak lesi berupa kutil datar hingga papilar.
Lesi dapat bertangkai atau melekat di dasar (sessile) dan kadang-kadang
berpigmen. Terdapat 3 bentuk klinis KA, yaitu akuminata, keratotik, dan
papul. Bentuk akuminata, lunak karena tidak berkeratin, berbentuk seperti
kembang kol, terutama didaerah mukosa yang hangat, lembab dan tidak
berambut sebagaimana. Bentuk keratotik, menyerupai kutil biasa, di
daerah kering, kulit anogenital. Bentuk papul, didaerah dengan keratinisasi
sempurna yaitu dibatang penis, bagian lateral vulva, perineum, perianus,
permukaan halus, licin dan tersebar diskrit. Infeksi subklinis dapat terlihat
seperti bercak putih (positif acetowhite) setelah dilakukan tes asam asetat
5%. Sebagian besar infeksi HPV bersifat sementara atau transient dan
tidak terdeteksi lagi dalam waktu 2 tahun. Meskipun demikian, sekitar
30% KA akan mengalami regresi dalam 4 bulan pertama infeksi. Periode
laten bisa berlangsung beberapa bulan hinga tahun. 5

Gambar Kondiloma akuminata. 5


5) Diagnosis Kondiloma Akuminata

Diagnosis KA umumnya dapat ditegakkan berdasar gambaran klinis,


pemeriksaan fisik dengan pencahayaan yang baik dan kaca pembesar. 5

6) Pemeriksaan Penunjang Kondiloma Akuminata

Pada kasus yang meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang,


antara lain :

(1). Tes asam asetat Tes dilakukan dengan aplikasi larutan asam asetat 5%
pada lesi yang dicurigai. Dalam waktu 3-5 menit, lesi akan berubah
menjadi putih (acetowhite).

(2). Kolposkopi Pemeriksaan dengan alat pembesaran optik (kolposkop)


untuk melihat serviks dan traktus genitalis wanita agar tampak lebih jelas.
Terkadang dilakukan bersamaan dengan tes asam asetat.

(3). Pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan sebagai


pemeriksaan rutin KA. Indikasinya adalah untuk bentuk lesi yang tidak
khas, lesi tidak responsif terhadap terapi, dan curiga ganas (ditandai
dengan pigmentasi, pertumbuhan cepat, fiksasi pada dasar lesi, perdarahan
dan ulserasi spontan. Secara mikroskopis, lesi KA ditandai dengan
gambaran koilosit (keratinosit berukuran besar dengan area halo dan
vakuolisasi perinuklear). Pada epidermis terdapat akantosis, parakeratosis,
dan rete redges yang memanjang.

(4). Pemeriksaan dermoskopi Alat ini dapat melihat lesi awal datar dan
membantu membedakan dengan lesi liken planus, keratosis seboroik dan
bowenoid. Pada lesi KA menunjukkan gambaran pola vaskular dan
gambaran yang khas, berupa pola mosaik pada lesi awal yang masih datar
dan ola menyerupai tombol (knoblike), serat menyerupai jari pada lesi
papilomatosa.

(5). Identifikasi genom HPV. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk


diagnosis infeksi HPV anogenital secara rutin. Seseorang dapat terinfeksi
lebih dari 1 subtipe HPV. Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)
mampu mendeteksi DNA HPV dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi. 5

7) Diagnosis banding kondiloma akuminata

Kondiloma akuminata harus dibedakan dari semua bentuk kelainan yang


berbentuk papul didaerah genital. Beberapa lesi kulit yang menyerupai KA
yaitu:

(1). Pearly penile papules, secara klinis tampak papul berawarna sama
dengan kulit, terkadang lebih putih, berukuran 1-2mm, tersebar diskrit,
mengelilingi sulkus coronaries. Ini adalah varian normal dan tidak perlu
diobati.

(2). Kondiloma lata, merupakan salah satu bentuk sifilis stadium sekunder.
Lesi berupa papul-papul dengan permukaan lebih halus dan bentuk lebih
bulat dari KA.

(3). Karsinoma sel skuamosa, merupakan keganasan dan kadang sulit


dibedakan dengan KA. Perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi. 5

8) Penatalaksanaan kondiloma akuminata

Infeksi HPV bersifat subklinis dan laten, maka tidak terdapat terapi
spesifik terhadap virus ini. Perawatan diarahkan pada pembersihan kutil –
kutil yang tampak dan bukan pemusnahan virus. Perhatian pada kebersihan
arena genital sangat penting karena kelembaban mendukung pertumbuhan
kutil. Beberapa modalitas terapi yang dapat dilakukan:

(1). Tinktura podofilin 10-25% Podofilin resin bekerja sebagai anti mitotik
yang menginduksi nekrosis jaringan. Pada satu sesi terapi hanya
diperbolehkan meliputi area seluas 10cm2 atau jumlah podofilin kurang
dari 0,5ml. Tidak boleh diberikan pada ibu hamil.

(2). Larutan trichloroacetic acid (TCA) 80-95% Bahan ini bersifat korosif
dan dengan cepat menjadi inaktif setelah kontak dengan kulit/lesi. Aman
digunakan untuk ibu hamil dan menggunakan konsentrasi 50% ternyata
juga memberikan hasil yang memuaskan. Komplikasi yang mungkin
terjadi adala erosi dan ulkus dangkal.

(3). Imiquimod 5%. Imidazoquilinamine tidak memiliki anti virus in vitro


namun dapat memodifikasi respon imun pejamu melalui peningkatan
produksi sitokin interferon-α, tumor necrosis factor (TNF), dan interleukin
sehingga sel natural killer (NK cell), sel PMN, makrofag, dan sel T yang
bersifat anti tumor mampu mengeradikasi virus. Obat ini tidak dapat
digunakan pada membran mukosa dalam (uretra, vagina dan serviks) dan
tidak boleh untuk ibu hamil. Sayangnya obat ini belum tersedia di
Indonesia.

(4). Bedah eksisi. Terutama untuk KA besar dan menimbulkan obstruksi.


Lesi dapat diambil secara keseluruhan dalam 1 sesi terapi. Efek samping
berupa nyeri, perdarahan, sampai timbul jaringan parut.

(5). Bedah listrik. Dapat digunakan untuk lesi internal maupun eksternal.
Keuntungan dan komplikasi sama dengan bedah eksisi.

(6). Bedah beku. Menggunakan N2 cair, CO2 padat, cryoprobe untuk


membekukan kandungan air jaringan sehingga terjadi lisis sel. 5

9) Komplikasi

Ca mulut Rahim. 5

4. MOLOSCUM KONTAGIOSUM

1) Etiologi

Moluskum kontagiosum adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh virus


(genus Molluscipoxvirus) yang menyebabkan moluskum kontagiosum
menjadi angoota dari family poxviridae, yang juga terdapat anggota
smallpox. Molluscum Contagiosum Virus (MCV) merupakan virus double
stranded DNA,berbentuk lonjong dengan ukuran 230 x 330 nm. Masa
inkubasi Moluskum kontagiosum didapatkan satu sampai beberapa
minggu hingga 6 bulan. 6

2) Patofiologi

Inkubasi rata-rata moluskum kontagiosum adalah 2-7 minggu, dengan


kisaran ekstrim sampai 6 bulan. Infeksi dan infestasi MCV menyebabkan
hyperplasia dan hipertrofi epidermis. Inti virus bebas dapat ditemukan
pada epidermis. Jadi terbentuknya MCV berlokasi di lapisan sel granular
dan malphigi. Badan moluskum banyak mengandung virion MCV matur
yang banyak mengandung struktur collagen-lipid-rich saclike intraseluler
yang diduga berperan penting dalam mencegah reaksi sistem
imun host untuk mengenalinya. Ruptur dan pecahnya sel yang
mengandung virus terjadi pada bagian tengah lesi. MCV menimbulkan
tumor jinak selain juga menyebabkan lesi pox nekrotik. 6

3) Penegakan diagnosa

Diagnosis moluskum kontagiosum lebih banyak ditegakkan melalui


pemeriksaan fisik. Lesi yang ditimbulkan oleh MCV biasanya berwarna
putih, pink, atau warna daging, umbilikasi, papul yang meninggi (diameter
1 – 5 mm) atau nodul (diameter 6 – 10 mm). Lesi moluskum kontagiosum
dapat timbul sebagai lesi multipel atau single (biasanya <30 papul).
Walaupun pada pasien biasanya asimtomatis, mungkin muncul ekzema di
sekitar lesi dan pasien bisa mengeluhkan gatal atau nyeri. Lesi moluskum
kontagiosum pada pasien HIV tidak sembuh secara cepat, dan mudah
menyebar ke lokasi lain (seperti wajah) dan biasanya terjadi kekambuhan
jika diobati dengan terapi biasa.

Lesi jarang didapatkan pada daerah telapak tangan dan telapak kaki. Pada
orang dewasa lesi dapat pula ditemui di daerah perigenital dan perianal.
Hal ini berkaitan dengan penularan virus melalui hubungan seksual.
Penegakan diagnosis moluskum kontagiosum secara pasti dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan fisik lesi yang cermat. Pemeriksaan
histopatologi moluskum kontagiosum menunjukkan gambaran proliferasi
sel-sel stratum spinosum yang membentuk lobules disertai central cellular
dan viral debris. Lobulus intraepidermal dipisahkan oleh septa jaringan
ikat dan didapatkan badan moluskum di dalam lobulus berupa sel
berbentuk bulat atau lonjong yang mengalami degenerasi keratohialin. 6

Gambar Moluskum kontagiosum. 6

4) Tatalaksana

a) Terapi medikamentosa
Topikal
- Krim imuquimod 5% dioleskan 3x perminggu selama 1-3 bulan.
- Pengeluaran massa yang mengandung badan moluskum dengan
ekstraktor komedo, jarum suntuk atau kuret
- Bedah beku
b) Terapi nonmedikamentosa

Edukasi untuk mencegah autoinokulasi dan tranmisi melalui hubungan


seksual (bagi yang beresiko). 6

5. SIFILIS

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang sangat infeksius,


disebabkan oleh bakteri berbentuk spiral, Treponema pallidum subspesies
pallidum.
1) Etiologi

Treponema pallidum merupakan salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri


ini berbentuk spiral. Terdapat empat subspesies, yaitu Treponema pallidum
pallidum, yang menyebabkan sifilis, Treponema pallidum pertenue, yang
menyebabkan yaws, Treponema pallidum carateum, yang menyebabkan pinta
dan Treponema pallidum endemicum yang menyebabkan sifilis endemik (juga
disebut bejel. Klasifikasi bakteri penyebab sifilis adalah; Kingdom:
Eubacteria, Filum: Spirochaetes, Kelas: Spirochaetes, Ordo: Spirochaetales,
Familia: Treponemataceae, Genus: Treponema, Spesies: Treponema pallidum,
Subspesies: Treponema pallidum pallidum. 7

Treponema pallidum merupakan bakteri gram negatif, berbentuk spiral


yang ramping dengan lebar kira-kira 0,2 µm dan panjang 5-15 µm. Lengkung
spiralnya/gelombang secara teratur terpisah satu dengan lainnya dengan jarak
1 µm, dan rata-rata setiap kuman terdiri dari 8-14 gelombang. Organisme ini
aktif bergerak, berotasi hingga 900 dengan cepat di sekitar endoflagelnya
bahkan setelah menempel pada sel melalui ujungnya yang lancip. 7

Struktur Treponema pallidum terdiri dari membran sel bagian dalam,


dinding selnya dilapisi oleh peptidoglikan yang tipis, dan membran sel bagian
luar.Flagel periplasmik (biasa disebut dengan endoflagel) ditemukan didalam
ruang periplasmik, antara dua membran. 7

2) Patogenesis

Kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi atau dari ibu yang
menderita sifilis ke janinnya melalui plasenta pada stadium akhir kehamilan.
Treponema pallidum masuk dengan cepat melalui membran mukosa yang
utuh dan kulit yang lecet, kemudian kedalam kelenjar getah bening, masuk
aliran darah, kemudian menyebar ke seluruh organ tubuh. Bergerak masuk
keruang intersisial jaringan dengan cara gerakan cork-screw (seperti membuka
tutup botol). Beberapa jam setelah terpapar terjadi infeksi sistemik meskipun
gejala klinis dan serologi belum kelihatan pada saat itu. Darah dari pasien
yang baru terkena sifilis ataupun yang masih dalam masa inkubasi bersifat
infeksius. 7

Waktu berkembangbiak Treponema pallidum selama masa aktif


penyakit secara invivo 30-33 jam. Lesi primer muncul di tempat kuman
pertama kali masuk, biasanya bertahan selama 4-6 minggu dan kemudian
sembuh secara spontan. Pada tempat masuknya, kuman mengadakan
multifikasi dan tubuh akan bereaksi dengan timbulnya infiltrat yang terdiri
atas limfosit, makrofag dan sel plasma yang secara klinis dapat dilihat sebagai
papul. Reaksi radang tersebut tidak hanya terbatas di tempat masuknya kuman
tetapi juga di daerah perivaskuler (Treponema pallidum berada diantara
endotel kapiler dan sekitar jaringan), hal ini mengakibatkan hipertrofi endotel
yang dapat menimbulkan obliterasi lumen kapiler (endarteritis obliterans).
Kerusakan vaskular ini mengakibatkan aliran darah pada daerah papula
tersebut berkurang sehingga terjadi erosi atau ulkus dan keadaan ini disebut
chancre. 7

3) Penegakan Diagnosis

Perjalanan penyakit sifilis bervariasi dan biasanya dibagi menjadi


sifilis stadium dini dan lanjut. Stadium dini lebih infeksius dibandingkan
dengan stadium lanjut. Sifilis stadium dini terbagi menjadi sifilis primer,
sekunder dan laten dini. Sifilis stadium lanjut termasuk sifilis tersier
(gumatous, sifilis kardiovaskular, neurosifilis) dan sifilis laten lanjut. 7

a) Sifilis Primer

Manifestasi klinis awal sifilis adalah papul kecil soliter, kemudian


dalam satu sampai beberapa minggu, papul ini berkembang menjadi ulkus.
Lesi klasik dari sifilis primer disebut dengan chancre, ulkus yang keras dengan
dasar yang bersih, tunggal, tidak nyeri, merah, berbatas tegas, dipenuhi oleh
spirokaeta dan berlokasi pada sisi Treponema pallidum pertama kali masuk.
Chancre dapat ditemukan dimana saja tetapi paling sering di penis, servik,
dinding vagina rektum dan anus. Dasar chancre banyak mengandung
spirokaeta yang dapat dilihat dengan mikroskop lapangan gelap atau
imunofluresen pada sediaan kerokan chancre. 7

b) Sifilis sekunder

Apabila tidak diobati, gejala sifilis sekunde akan mulai timbul dalam 2
sampai 6 bulan setelah pajanan, 2 sampai 8 minggu setelah chancre muncul.
Sifilis sekunder adalah penyakit sistemik dengan spirokaeta yang menyebar
dari chancre dan kelenjar limfe ke dalam aliran darah dan ke seluruh tubuh,
dan menimbulkan beragam gejala yang jauh dari lokasi infeksi semula. Sistem
yang paling sering terkena adalah kulit, limfe, saluran cerna, tulang, ginjal,
mata, dan susunan saraf pusat. 7

Tanda tersering pada sifilis sekunder adalah ruam kulit makulopapula


yang terjadi pada 50% - 70% kasus, papula 12% kasus, makula 10% kasus,
dan papula anula 6% - 14% kasus. Lesi biasanya simetrik, tidak gatal dan
mungkin meluas. Kasus yang jarang, lesi dapat menjadi nekrotik, keadaan ini
disebut dengan lues maligna. Lesi di telapak tangan dan kaki merupakan
gambaran yang paling khas pada 4% sampai 11% pasien. Treponema pallidum
dapat menginfeksi folikel rambut yang menyebabkan alopesia pada kulit
kepala. Bersamaan dengan munculnya lesi sekunder, sekitar 10% pasien
mengidap kondilomata. Lesinya berukuran besar, muncul di daerah yang
hangat dan lembab termasuk di perineum dan anus. Inflamasi lokal dapat
terjadi di daerah membran mukosa mulut, lidah dan genital. 7

Pada kasus yang jarang bisa ditemukan sifilis sekunder disertai dengan
kelainan lambung, ginjal dan hepatitis. Treponema pallidum telah ditemukan
pada sampel biopsi hati yang diambil dari pasien dengan sifilis sekunder.
Glomerulonefritis terjadi karena kompleks antigen treponemaimunoglobulin
yang berada pada glomeruli yang menyebabkan kerusakan ginjal. Sindroma
nefrotik juga dapat terjadi. Sekitar 5% pasien dengan sifilis sekunder
memperlihatkan gejala neurosifilis termasuk meningitis dan penyakit mata. 7

c) Sifilis Laten
Sifilis laten atau asimtomatik adalah periode hilangnya gejala klinis
sifilis sekunder sampai diberikan terapi atau gejala klinik tersier muncul.
Sifilis laten dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu sifilis laten dini dan lanjut.
Pembagian berdasarkan waktu relaps infeksi mukokutaneus secara spontan
pada pasien yang tidak diobati. Sekitar 90% infeksi berulang muncul dalam
satu tahun, 94% muncul dalam dua tahun dan dorman selama empat tahun.
Sifilis laten dini terjadi kurang satu tahun setelah infeksi sifilis sekunder, 25%
diantaranya mengalami relaps sifilis sekunder yang menular, sedangkan sifilis
laten lanjut muncul setelah satu tahun. Relaps ini dapat terus timbul sampai 5
tahun. Pasien dengan sifilis laten dini dianggap lebih menular dari sifilis laten
lanjut. Pemeriksaaan serologi pada stadium laten lanjut adalah positif, tetapi
penularan secara seksual tidak. 8

Gambar Gejala dan tanda sifilis pada dewasa. 7


Gambar Sifilis.

Tes serologis

Menurut Pedoman Nasional Tatalaksana IMS tahun 2011, diagnosis


sifilis di tingkat Puskesmas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu berdasarkan
sindrom dan pemeriksaan serologis. Secara umum, tes serologi sifilis terdiri atas
dua jenis, yaitu:

1) Tes non-treponema

Termasuk dalam kategori ini adalah tes RPR (Rapid Plasma Reagin)
dan VDRL (Venereal Disease Research Laboratory) Tes serologis yang
termasuk dalam kelompok ini mendeteksi imunoglobulin yang merupakan
antibodi terhadap bahan-bahan lipid sel-sel T. Pallidum yang hancur. Antibodi
ini dapat timbul sebagai reaksi terhadap infeksi sifilis. Namun antibodi ini
juga dapat timbul pada berbagai kondisi lain, yaitu pada infeksi akut Tes non-
spesifik dipakai untuk mendeteksi infeksi dan reinfeksi yang bersifat aktif,
serta memantau keberhasilan terapi. Karena tes non spesifik ini jauh lebih
murah dibandingkan tes spesifik treponema, maka tes ini sering dipakai untuk
skrining. Jika tes non spesifik menunjukkan hasil reaktif, selanjutnya
dilakukan tes spesifik treponema, untuk menghemat biaya. 7

Termasuk dalam kategori ini adalah tes TPHA (Treponema Pallidum


Haemagglutination Assay), TP Rapid (Treponema Pallidum Rapid), TP-PA
(Treponema Pallidum Particle Agglutination Assay), FTA-ABS (Fluorescent
Treponemal Antibody Absorption). Tes serologis yang termasuk dalam
kelompok ini mendeteksi antibodi yang bersifat spesifik terhadap treponema.
Oleh karena itu, tes ini jarang memberikan hasil positif palsu.Tes ini dapat
menunjukkan hasil positif/reaktif seumur hidup walaupun terapi sifilis telah
berhasil .Tes jenis ini tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi
aktif dan infeksi yang telah diterapi secara adekuat.Tes treponemal hanya
menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi treponema, namun tidak
dapat menunjukkan apakah seseorang sedang mengalami infeksi aktif.Tes ini
juga tidak dapat membedakan infeksi T pallidum dari infeksi treponema
lainnya. Anamnesis mengenai perilaku seksual, riwayat pajanan dan riwayat
perjalanan ke daerah endemis treponematosis lainnya dibutuhkan untuk
menentukan diagnosis banding. 7

4) Tatalaksana
Tabel Penatalaksanaan sifilis. 7

6. ULKUS MOLE
1) Etiologi
Chancroid/ Ulkus Mole adalah penyakit menular seksual (STD) yang
disebabkan oleh infeksi oleh Haemophilus ducreyi. Hal ini ditandai
dengan ulkus kelamin nekrosis yang menyakitkan yang mungkin disertai
dengan limfadenopati inguinal. Ini adalah penyakit yang sangat menular
tetapi dapat disembuhkan.9

2) Faktor resiko
Kulit berwarna lebih sering terkena penyakit ini. Banyak terdapat di
daerah tropis dan subtropis. Kebersihan dan hygiene berperan penting
dalam penyebaran penyakit. 9
3) Patofisiologi
Chancroid disebabkan oleh H. ducreyi, basil anaerob fakultatif anaerobik
kecil, gram negatif, yang sangat infektif. Ia bersifat patogenik hanya pada
manusia, tanpa perantara lingkungan atau hewan. H. ducreyi masuk ke
kulit melalui mukosa yang terganggu dan menyebabkan reaksi peradangan
lokal. Ini menghasilkan toksin distensi sitosida yang tampaknya
bertanggung jawab atas efek merusaknya.

H. ducreyi menembus kulit melalui istirahat di penghalang mukosa dan


mikro-abrasi pada kulit. Ini menghasilkan sebuah toksin distensi sitokidal
(HdCDT), yang menyebabkan penangkapan siklus sel dan apoptosis /
nekrosis sel manusia dan berkontribusi pada kejengkelan ulkus.
Fagositosis oleh makrofag juga terganggu. Mekanisme virulensi lainnya
termasuk protein LSPA, yang memiliki fungsi antiphagocytic, peta DsrA,
yang memfasilitasi kepatuhan, dan transport transport yang melindungi H
ducreyi dari pembunuhan antimikroba.

H ducreyi ditularkan secara seksual melalui kontak langsung dengan lesi


bernanah dan dengan autoinokulasi ke situs nonseksual, seperti mata dan
kulit. Organisme ini memiliki masa inkubasi 1 hari hingga 2 minggu,
dengan waktu rata-rata 5-7 hari. Penyakit ini biasanya dimulai sebagai
papula inflamasi kecil di lokasi inokulasi; dalam beberapa hari, papula
dapat mengikis untuk membentuk ulserasi dalam yang sangat
menyakitkan. Tanpa pengobatan, lesi dapat berlangsung berminggu-
minggu sampai berbulan-bulan, dan komplikasi seperti limfadenopati
supuratif lebih mungkin terjadi. 9

4) Manifestasi klinis
Masa inkubasi sekitar 1-5 hari.
Lesi mula-mula berbentuk macula atau papul yang segera berubah menjadi
pustule yang kemudian pecah membentuk ulkus yang khas, antara lain:
a) Multiple.
b) Lunak.
c) Nyeri tekan.
d) Dasarnya kotor dan mudah berdarah.
e) Tepi ulkus menggaung.
f)Kulit sekitar ulkus berwarna merah. 10

Lokasi ulkus pada pria terletak di daerah preputium, glans penis, batang
penis, frenulum dan anus; sedangkan pada wanita terletak di vulva,
klitoris, serviks, dan anus. Lokasi ekstragenital pada lidah, bibir, jari
tangan, payudara, umbilicus, dan konjungtiva.10

Pembesaran kelenjar limfe inguinal tidak multiple, terjadi pada 30% kasus
yang disertai radang akut. Kelenjar kemudian melunak dan pecah dengan
membentuk sinus yang sangat nyeri disertai badan panas.10

Variasi bentuk klinis.

a) Giant chancroid: ulkus hanya satu dan meluas dengan cepat


serta bersifat destruktif.
b) Transient chancroid: ulkus kecil sembuh sendiri setelah 4-6
hari, disusul perlunakan kelenjar limfe inguinal 10-20 hari
kemudian.
c) Ulkus mole serpiginosum: terjadi inokulasi dan penyebaran
dari lesi yang konfluen pada preputium, skrotum, dan paha. Ulkus
dapat berlangsung bertahun-tahun.
d) Ulkus mole gangrenosum: suatu varian yang disebabkan
superinfeksi dengan bakteri fusosprikhetosis, sehingga
menimbulkan ulkus fagedenik. Dapat menyebabkan destruksi
jaringan yang cepat dan dalam.
e) Ulkus mole folikularis (follicularis chancroid): timbul pada
folikel rambut, terdiri atas ulkus kecil multiple. Lesi ini dapat
terjadi di vulva atau pada daerah genitalia yang berambut. Lesi ini
sangat superficial.
f) Ulkus mole popular (ulcus molle elevatum): terdiri atas
papul yang berulserasi dan granulomatosa, dapat menyerupai
donovanosis atau kondiloma lata sifilis stadium II.10

Gambar Ulkus mole. 10

5) Penegakan diagnosis
Algoritma diagnosis IMS pada kasus canchroid
Gambar Agoritma diagnosis pada ulkus genitalis.3
Gambar Agoritma diagnosis pada ulkus genitalis untuk tenaga medis.3
Pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaan langsung bahan ulkus yang diambil dengan mengorek


tepi ulkus yang diberi pewarnaan gram. Pada sediaan yang positif
ditemukan kelompok basil yang tersusun seperti barisan ikan.

b) Kultur pada media agar coklat, agar Muller Hinton atau media
yang mengandung serum dengan vancomysin. Positif bila kuman
tumbuh dalam waktu 2-4 hari (dapat sampai 7 hari).

c) Tes serologi ito-Reenstierna, caranya 0,1 ml antigen disuntikkan


intradermal pada kulit lengan bawah. Positif bila setelah 24 jam atau
lebih timbul indurasi yang berdiameter 5 mm. Hasil positif setelah
infeksi berlangsung 2 minggu akan terus positif seumur hidup.

d) Tes ELISA dengan menggunakan whole lysed H. ducreyi.

e) Tes lain yang dapat digunakan adalah tes fiksasi komplemen,


presipitin, dan agglutinin

Gambar Gambar Haemophilus ducreyi dibawah mikroskop cahaya.11

6) Tatalaksana
a) Farmako
Tabel Tatalaksana Ulkus mole. 3

Mekanisme kerja obat


a. Siproflokasin : Menghambat relaksasi DNA, menghambat
girase DNA pada organisme yang rentan, serta mempromosikan
kerusakan DNA beruntai ganda
b. Eritromisin : menghambat RNA dependent pada sintesa
protein pada tahap perpanjangan rantai protein dengan berikatan
pada 50 S ribosom sub unit sehingga memblok transpeptidase.
c. Azitromisin : beraksi menghambat sintesis protein
mikroorganisme dengan mengikat ribosom subunit 50S.
Azitromisin tidak mengusik pembentukan asam nukleat. 11
b) Non Farmako
Gunakan kondom dengan cara yang benar dan jika ada kulit yang
menutupi kepala penis maka sebaiknya dihilangkan (disunat/khitan)
untuk mengurangi resiko terjangkit. Lebih baik lagi untuk pencegahan
jangan berganti-ganti pasangan seks karena penyakit ini banyak terjadi
pada praktek-praktek prostitusi. 11

7) Komplikasi
a) Adenitis yang sangat nyeri lebih dari 50 %.
b) Ruptur spontan inguinal bubo dengan abses yang besar dan fistula
formasi
c) Kissing ulkus dan extragenital lesi (50 % pada laki-laki)
d) Akut konjungtivitis (jarang sekali)
e) Bacterial superinfeksi
f) Scar lalu menjadi phimosis
g) Eritema nodusum
h) Menjadi transmisi HIV. 11

ALOGARITMA DIAGNOSIS IMS DAN TANDA KARDINAL

Penatalaksanaan delapan sindrom klinis IMS yang sering dijumpai.

1) Duh tubuh uretra

Pasien laki-laki yang datang dengan keluhan duh tubuh uretra dan atau nyeri
pada saat kencing agar diperiksa terlebih dulu ada tidaknya duh tubuh.
Bilamana tidak tampak duh tubuh, agar dilakukan milking, yaitu pengurutan
uretra mulai dari pangkal penis kearah muara uretra. Bila masih belum
terlihat, dianjurkan untuk tidak kencing sekurangkurangnya 3 jam sebelum
diperiksa.
Pada pemeriksaan dengan pendekatan sindrom tanpa tanpa sarana
laboratorium, dapat digunakan bagan. 3

(1). Duh tubuh uretra pada laki-laki dengan pendekatansindrom.

Bila tersedia mikroskop, pemeriksaan terhadap sediaan hapusan uretra, dapat


dilihat peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear dan dengan pengecatan
Gram dapat terlihat kuman diplokokus negatif-Gram intrasel. Pada laki-laki,
bila ditemukan lebih dari atau sama 5 leukosit polimorfonuklear per lapangan
pandang dengan pembesaran tinggi (X 1000), merupakan indikasi terdapat
ureteritis (radang saluran kemih). 3

Kuman patogen penyebab utama duh tubuh uretra adalah Neisseria


gonorrhoeae (N.gonorrhoeae) dan Chlamydia trachomatis (C.trachomatis).
Oleh karena itu, pengobatan pasien dengan duh tubuh uretra secara sindrom
harus dilakukan serentak terhadap kedua jenis kuman penyebab tersebut.
Bila ada fasilitas laboratorium yang memadai, kedua kuman penyebab
tersebut dapat dibedakan, dan selanjutnya pengobatan secara lebih spesifik
dapat dilakukan. Etiologi uretritis non-gonokokus terutama disebabkan oleh
C.trachomatis, sehingga dalam pengobatannya ditujukan untuk klamidiosis. 3
Gambar Duh tubuh uretra laki-laki dengan pendekatan sindrom. 3
Gambar Duh tubuh uretra laki-laki dengan pemeriksaan mikroskop. 3

Duh Tubuh Uretra Persisten


Gejala ureteritis yang menetap (setelah pengobatan satu periode
selesai) atau rekuren (setelah dinyatakan sembuh, dan muncul lagi dalam
waktu 1 minggu tanpa hubungan seksual), kemungkinan disebabkan oleh
resistensi obat, atau sebagai akibat kekurang patuhan minum obat, atau
reinfeksi. Namun pada beberapa kasus hal ini mungkin akibat infeksi oleh
Trichomonas vaginalis (Tv). Sebagai protozoa diperkirakan bahwa Tv
memakan kuman gonokok tersebut (fagositosis), sehingga kuman gonokok
tersebut terhindar dari pengaruh pengobatan. Setelah Tv mati maka kuman
gonokok tersebut kembali melepaskan diri dan berkembang biak.
Ada temuan baru yang menunjukkan bahwa di daerah tertentu bisa
dijumpai prevalensi Tv yang tinggi pada laki-laki dengan keluhan duh tubuh
uretra. Bilamana gejala duh tubuh tetap ada atau timbul gejala kambuhan
setelah pemberian pengobatan secara benar terhadap gonore maupun
klamidiosis pada kasus indeks dan pasangan seksualnya, maka pasien
tersebut harus diobati untuk infeksi Tv. Hal ini hanya dilakukan bila
ditunjang oleh data epidemiologis setempat. Bilamana simtom tersebut
masih ada sesudah pengobatan Tv, maka pasien tersebut harus dirujuk.
Sampai saat ini data epidemiologi trikomoniasis pada pria di Indonesia
sangat sedikit, oleh karena itu bila gejala duh tubuh uretra masih ada setelah
pemberian terapi awal sebaiknya penderita dirujuk pada tempat dengan
fasilitas laboratorium yang lengkap. 3

2) Ulkus Genital
Angka prevalensi relatif kuman penyebab ulkus genital bervariasi, dan sangat
dipengaruhi lokasi geogafis. Setiap saat angka ini dapat berubah dari waktu
ke waktu. Secara klinis diagnosis banding ulkus genital tidak selalu tepat,
terutama bila ditemukan beberapa penyebab secara bersamaan. Manifestasi
klinis dan bentuk ulkus genital sering berubah akibat infeksi HIV.
Sesudah dilakukan pemeriksaan untuk memastikan ulkus genital,
pengobatan selanjutnya disesuaikan dengan penyebab dan pola sensitivitas
antibiotik setempat, misalnya, di daerah dengan prevalensi sifilis maupun
chancroid yang cukup menonjol, maka pasien dengan ulkus genital harus
segera diobati terhadap kedua kuman penyebab tersebut. Hal ini dilakukan
untuk menjaga kemungkinan pasien tidak kembali untuk tindak lanjut.
Sedangkan untuk daerah yang sering ditemukan granuloma inguinale atau
limfogranuloma venereum (LGV), pengobatan terhadap kedua
mikroorganisme tersebut juga perlu diperhatikan. Di beberapa negara, herpes
genitalis sangat sering ditemukan sebagai penyebab ulkus genital. Sedang
untuk daerah yang sering ditemukan infeksi HIV, maka peningkatan proporsi
kasus ulkus genital yang disebabkan oleh virus herpes simpleks sering terjadi.
Ulkus pada pasien yang disebabkan oleh virus herpes yang bersamaan dengan
virus HIV gejalanya tidak khas dan menetap lebih lama.
Pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang untuk menegakkan
diagnosis sangat jarang dapat membantu pada kunjungan pertama pasien, dan
biasanya hal ini terjadi sebagai akibat infeksi campuran. Dapat ditambahkan
pula, bahwa di daerah dengan angka prevalensi sifilis tinggi, tes serologis
yang reaktif mungkin akan lebih mencerminkan keadaan infeksi sebelumnya
dan dapat memberikan gambaran yang tidak sesuai dengan
keadaan pasien saat itu. Sedangkan tes serologis negatif, belum tentu
menyingkirkan kemungkinan ulkus akibat sifilis stadium primer, mengingat
reaktivitas tes serologi sifilis baru muncul 2-3 minggu setelah timbul ulkus.
Saat ini sering dijumpai ulkus genital bersamaan dengan infeksi HIV,
yang menyebabkan manifestasi klinis berbagai ulkus tersebut menjadi tidak
spesifik. Ulkus karena sifilis stadium 1 maupun herpes genitalis menjadi
tidak khas; chancroid menunjukkan ulkus yang
lebih luas, berkembang secara agresif, disertai gejala sistemik demam dan
menggigil; lesi herpes genitalis mungkin berbentuk ulkus multipel yang
persisten dan lebih memerlukan perhatian medis, berbeda dengan vesikel
yang umumnya dapat sembuh sendiri (self
limiting) pada seorang yang immunokompeten.
Infeksi HIV yang bersamaan juga dapat mengakibatkan kegagalan
pengobatan pada sifilis fase awal, chancroid, dan herpes simpleks. Pada
pasien yang demikian perlu dipertimbangkan pengobatan dengan waktu
yang lebih lama, namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut. 3
Gambar Ulkus genital dengan pendekatan sindrom. 3
Gambar Duh tubuh uretra laki-laki dengan pemeriksaan mikroskop. 3
Gambar Ulkus genital khusus untuk tenaga medis. 3

3) Bubo Inguinalis
Bubo ingunalis dan femoralis adalah pembesaran kelenjar getah bening
setempat di daerah pangkal paha disertai rasa sangat nyeri, dan fluktuasi
kelenjar. Keadaan ini sering disebabkan oleh limfogranuloma venereum
dan chancroid. Meskipun chancroid erat hubungannya dengan ulkus
genital, namun dapat menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.
Penyakit infeksi non-seksual baik infeksi lokal maupun sistemik (misalnya
infeksi pada tungkai bawah) juga dapat menyebabkan pembesaran kelenjar
getah bening di daerah inguinal. 3

Gambar Bubo inguinalis. 3


4) Pembengkakan Skrotum
Radang saluran epididimis biasanya menimbulkan rasa nyeri pada
testis yang bersifat akut, unilateral, dan sering terasa nyeri pada palpasi
epididimis dan vas deferens. Tampak pula edema dan kemerahan pada kulit
di atasnya. Pada laki-laki berumur kurang dari 35 tahun, pembengkakan
skrotum lebih sering disebabkan oleh organisme menular seksual
dibandingkan dengan laki-laki berusia lebih dari 35 tahun. Bila terjadi radang
epididimis disertai duh tubuh uretra, maka hampir dapat dipastikan bahwa
penyebabnya adalah IMS, yang umumnya berupa gonore dan atau
klamidiosis. Testis yang terletak berdekatan sering juga menunjukkan radang
(orkitis), bila terjadi bersamaan disebut sebagai epididimo-orkitis. Pada laki-
laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki (LSL) secara anogenital
insertif dapat terinfeksi organisme enterik.
Pada laki-laki yang lebih tua tanpa indikasi penularan lewat
hubungan seksual, sering ditemukan penyebab infeksi umum lainnya,
misalnya Escherichia coli, Klebsiella spesies, atau Pseudomonas aeruginosa.
Orkitis tuberkulosis, umumnya disertai epididimitis, selalu merupakan lesi
sekunder dari lesi di tempat lainnya, khususnya yang berasal dari paruparu
atau tulang. Pada brucellosis, di sebabkan oleh Brucella melitensis atau
Brucella abortus, secara klinis lebih sering berbentuk orkitis daripada
epididimitis. Pada masa prapubertas pembengkakan skrotum sering
disebabkan oleh infeksi basil coliform, pseudomonas atau virus penyebab
parotitis. Epididimo-orkitis oleh parotitis umumnya terjadi dalam waktu satu
minggu sesudah terjadinya pembesaran kelenjar parotis.
Penting untuk diingat bahwa pembengkakan skrotum dapat disebabkan
oleh keadaan bukan oleh infeksi virus/ kuman, misalnya akibat rudapaksa,
torsi/terputarnya testis atau tumor. Torsi testis perlu dipertimbangkan bila
nyeri skrotum terjadi secara mendadak, karena memerlukan tindakan bedah
darurat, sehingga perlu segera dirujuk. Bilamana radang epididimis yang
berkaitan dengan IMS tidak mendapatkan pengobatan yang efektif, maka
akan menyebabkan infertilitas (kemandulan). Pembengkakan skrotum perlu
diobati dengan obat untuk gonore dengan komplikasi bersama dengan obat
untuk klamidosis. 3
Gambar Pembengkakan skrotum. 3

5) Duh Tubuh Vagina


Keluhan duh tubuh vagina abnormal biasanya disebabkan oleh radang vagina,
tetapi dapat pula akibat radang serviks yang muko-purulen. Trikomoniasis,
kandidiasis dan vaginosis bakterial merupakan keadaan yang paling sering
menimbulkan infeksi vagina sedangkan N.gonorrhoeae dan C.trachomatis
sering menyebabkan radang serviks. Deteksi infeksi serviks berdasarkan
gejala klinis sulit dilakukan, karena sebagian besar wanita dengan gonore atau
klamidiosis tidak merasakan keluhan atau gejala (asimtomatis).
Gejala duh tubuh vagina abnormal merupakan petunjuk kuat
untuk infeksi vagina, namun merupakan petanda lemah untuk infeksi serviks.
Jadi semua wanita yang menunjukkan tanda-tanda duh tubuh vagina agar
diobati juga untuk trikomoniasis dan vaginosis bakterial. Di antara wanita
dengan gejala duh tubuh vagina, perlu dicari mereka yang cenderung lebih
mudah terinfeksi oleh N.gonorrhoeae dan atau C.trachomatis. Pada
kelompok tersebut, akan lebih bermanfaat bila dilakukan pengkajian status
risiko, terutama bila faktor risiko tersebut telah disesuaikan dengan pola
epidemiologis setempat. 3
Pemeriksaan secara mikroskopik hanya sedikit membantu diagnosis
infeksi serviks, karena hasil pemeriksaan yang negatif sering menunjukkan
hasil yang negatif palsu. Untuk keadaan ini perlu dilakukan kultur/ biakan
kuman. Pengetahuan tentang prevalensi gonore dan atau klamidiosis pada
wanita dengan duh tubuh vagina sangat penting dalam menetapkan
pengobatan infeksi serviks. Makin tinggi prevalensi gonore dan atau
klamidiosis, maka akan lebih meyakinkan kita untuk memberikan pengobatan
terhadap infeksi serviks. Wanita dengan faktor risiko lebih
cenderung menunjukkan infeksi serviks dibandingkan dengan mereka yang
tidak berisiko.
Wanita dengan duh tubuh vagina disertai faktor risiko perlu
dipertimbangkan untuk diobati sebagai servisitis yang disebabkan oleh
gonore dan klamidiosis. Bila sumber daya memungkinkan, perlu
dipertimbangkan untuk melakukan skrining dengan tes laboratorium terhadap
para wanita dengan duh tubuh vagina. Skrining
tersebut dapat dilakukan terhadap semua wanita dengan duh tubuh vagina
atau secara terbatas hanya terhadap mereka dengan duh tubuh vagina dan
faktor risiko positif. 3

Di beberapa negara, bagan alur penatalaksanaan sindrom telah digunakan


sebagai perangkat skrining untuk deteksi infeksi serviks pada wanita tanpa
keluhan genital sama sekali (misalnya pada pelaksanaan program keluarga
berencana). Walaupun hal ini dapat membantu dalam mendeteksi wanita
dengan infeksi serviks, tetapi kemungkinan dapat terjadi diagnosis yang
berlebihan. 3
Gambar Duh tubuh vagina dengan pendekatan sindrom. 3
Gambar Duh tubuh vagina dengan pemeriksaan inspekulo. 3
Gambar Duh tubuh vagina dengan pemeriksaan inspekulo & mikroskop. 3
6) Nyeri Perut Bagian Bawah
Semua wanita aktif seksual dengan keluhan nyeri perut bagian bawah perlu
dievaluasi terhadap kemungkinan salfingitis dan atau endometritis atau
penyakit radang panggul (PRP). Sebagai tambahan, pemeriksaan abdominal
dan bimanual rutin agar dilakukan terhadap semua wanita dengan dugaan
IMS karena biasanya wanita dengan PRP atau endometritis pada awalnya
tidak akan mengeluhkan nyeri perut bagian bawah. Wanita dengan
endometritis akan mengeluhkan duh tubuh vagina dan atau perdarahan
vagina, dan atau nyeri pada uterus pada saat pemeriksaan dalam. Gejala yang
mengarah kepada PRP antara lain berupa nyeri perut, nyeri pada saat
bersanggama (dispareunia), duh tubuh vagina, menometroragia, disuria, nyeri
yang berhubungan dengan menstruasi, demam, dan kadang-kadang disertai
dengan mual dan muntah. PRP sulit untuk didiagnosis, sebab manifestasi
klinisnya dapat bermacam- macam. Kemungkinan PRP sangat besar bila
ditemukan salah satu atau beberapa simtom tersebut di atas disertai dengan
nyeri pada adneksa, infeksi traktus genitalia bagian bawah, dan nyeri goyang
serviks. Pembesaran salah satu atau kedua tuba falopii, terdapat massa nyeri
di dalam panggul yang disertai nyeri spontan atau nyeri lepas pada perut
bagian bawah dapat pula ditemukan. Suhu tubuh pasien dapat meningkat,
namun pada beberapa kasus dapat tetap normal. Umumnya, para klinisi sering
keliru dalam menegakkan diagnosis, sehingga terjadi diagnosis dan
pengobatan yang berlebihan. 3

Rawat inap pasien dengan PRP perlu dipertimbangkan dengan sungguh-


sungguh pada keadaan
a. Diagnosis tidak dapat dipastikan,
b. Indikasi bedah darurat misalnya radang usus buntu (apendisitis), atau
kehamilan
ektopik terganggu,
c. Dugaan abses pada rongga panggul,
d. Terdapat kemungkinan penyakit akan semakin parah bila dilakukan rawat
jalan, 3
e. Pasien sedang hamil,
f. Pasien tidak mau atau tidak menaati rejimen pengobatan bila dilakukan
rawat
jalan, atau
g. Kegagalan pengobatan saat rawat jalan. 3

Para ahli menganjurkan agar semua pasien dengan PRP harus dirawat inap
untuk mendapatkan pengobatan yang lebih baik Kuman penyebab PRP
meliputi N.gonorrhoeae, C.trachomatis, dan bakteri anaerob, (Bacteroides
spesies, dan kokus Gram positif). Kuman berbentuk batang Gram negatif dan
Mycoplasma hominis dapat juga menjadi penyebab PRP. Secara klinis
penyebab tersebut sulit dibedakan, dan pemeriksaan mikroskopik juga sulit
dilakukan, oleh karena itu cara pengobatan yang diberikan harus efektif dan
memiliki spektrum yang luas terhadap semua kuman penyebab tersebut.
Rejimen yang dianjurkan di bawah ini didasarkan pada prinsip tersebut. 3
Gambar Nyeri perut bagian bawah dengan pendekatan sindrom. 3

7) Tonjolan (vegetasi) pada Genitalia.


Human papillomavirus (HPV) biasanya menular secara seksual. Kutil pada
genitalia
biasanya tidak nyeri, dan tidak menimbulkan komplikasi yang serius, kecuali
bila menyebabkan obstruksi. Pengangkatan lesi bukan berarti penyembuhan
infeksi, dan tidak ada cara pengobatan yang memuaskan. Pada umumnya
podofilin (atau podofilotoksin) atau trichloracetic acid (TCA) digunakan
untuk pengobatan kutil pada genitalia eksterna dan daerah perianal.
Krioterapi dengan nitrogen cair, carbondioxida padat, atau cryoprobe
merupakan pilihan banyak dokter bila sarana tersebut tersedia. Krioterapi
adalah cara yang tidak toksik, tidak memerlukan tindakan anastesi dan
bilamana dilakukan secara benar, tidak akan menimbulkan jaringan parut. 3
Pasangan seks pasien juga perlu diperiksa terhadap kemungkinan
menderita kutil kelamin. Pasien dengan kutil anogenitalis perlu disadarkan
bahwa dirinya dapat menularkan penyakitnya kepada pasangan seksnya.
Penggunaan kondom dianjurkan untuk membantu mengurangi penularan
selanjutnya. 3

Salah satu cara pencegahan infeksi HPV yang telah tersedia saat ini berupa
vaksinasi dengan vaksin HPV kuadrivalen (untuk mencegah infeksi HPV tipe
6,11 penyebab kutil kelamin, serta tipe 16 dan 18 penyebab keganasan daerah
anus dan genitalia). Vaksin ini besar manfaatnya jika diberikan kepada
seseorang yang belum pernah berhubungan seks. Dapat diberikan pada
perempuan dan laki-laki mulai umur 9 tahun sampai dengan 26 tahun. Vaksin
diberikan dalam 3 dosis; dosis kedua diberikan dengan interval waktu 2 bulan
setelah penyuntikan pertama, dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah
penyuntikan pertama. Berhubung harganya masih dianggap mahal, vaksinasi
HPV belum menjadi program nasional, namun sudah tersedia di sarana
kesehatan swasta. 3
Gambar Tonjolan (vegetasi) pada genitalia. 3
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo A, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam A. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2015.
2. Kumar, Abbas, Esterr. Robbins Basic Pathology. Ninth Edition. Elsevier:
Philadelphia; 2013.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanganan
Infeksi Menular Seksual Tahun 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia; 2015.
4. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: FK UI;
2017.
5. Ratnasari D. Kondiloma Akuminata. ISSN 1978-2071 5(2). Surabaya: Jurnal
Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma; 2016.
6. Winda Arista Haeriyoko, IGK. Darmada. DIAGNOSIS DAN
TATALAKSANA MOLUSKUM KONTAGIOSUM. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. 2015.
7. Elvinawati.E. imunopatogenesis Troponema pallidum dan pemeriksaan
serologi. Jurnal Kesehatan andalas; andalas; 2014.
8. Daili, dkk. Pedoman tatalaksana sifilis untuk pengendalian sifilis di layanan
kesehatan dasar; Kemenkes RI; Jakarta; 2013.
9. Buensalido J A L. Chancroid. 2018. (online) (https://emedicine.medscape.com/
article/214737-overview), diakses pada tanggal 01 Agustus 2018.
10. Judanarso, Jubianto. Ulkus Mole. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin edisi ketiga hal. 396-400.Jakarta: FK UI; 2002.
11. Martodiharjo, Sunarko. dkk. Ulkus Mole (chancroid). Dalam: Pedoman
Diagnosis dan Terapi Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. RSU
dr.Soetomo hal. 203-207. Surabaya; 2004.

Anda mungkin juga menyukai