SKENARIO 2
“benjolan pada leher”
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GUNUNG JATI
KOTA CIREBON
SKENARIO 2
“ Benjolan di Leher”
Seorang perempuan berusia 65 tahun, datang ke Poli RS dengan keluhan benjolan di leher
sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan disertai mengantuk pada siang hari, konsentrasi menurun,
mudah kedinginan dan mudah lelah. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan namun
berat badannya naik sebanyak 8 Kg dalam 3 bulan terakhir. Pasien tinggal bersama suaminya
di daerah pegunungan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kulit pucat, puffy face, edema
periorbital. Teraba massa di leher kanan, difuse, konsistensi kenyal dan ikut bergerak saat
menelan. Dokter menduga adanya kelainan hormon dan disarankan untuk dilakukan
pemeriksaan laboratorium kadar TSH, Free T3 dan Free T4 untuk penatalaksanaan lanjutan.
STEP 1
1. Puffy face : wajah bengkak, edem pd wajah akibat peningkatan volume esktraseluler
2. Edema periorbital : bengkak di jaringan sekitar mata
3. Free T4 : pem untuk mengukur kadar hor tiroid yg bebas
4. TSH :tiroid stimulatimg hormat , untuk menstimulasi hor tiroid untuk T3 dan T4
5. Free T3 : hormone tiroid paling poten
6. Hormon : semua molekul yg di produksi oleh kelenjar untuk meregulasi fisiologis
7. Diffuse : luas dan menyeluruh
STEP 2
STEP 3
6. – hipotiroid
- Hipertiroid
- Keganasan kel tiroid
- Tiroiditis
- Tumor laring
STEP 4
4. – px mengalami gangguan pd tiroid seperti hipotiroid lalu di liat juga dari tinggal di
pegunugan dan gejala pd px tsb
- Hipotiroid primer t3 t4 menurun dan tsh meningkat
- Hipotiroid Sekunder t3 t4 tsh menurun
- Pembengkakan di leher adanya kelainan pd tiroid .dari gejala pd px di dapatkan
hipotirod
5. - Non farmako
Menerapkan makanan sehat dan seimbang, meningkatkan yodium
- Farmako
Hormone
Patofisiologi
tatalaksana
Etiologi
Kelainan tiroid
Farmako
Anamnesis
Non farmako
STEP 5
REFLEKSI DIRI
Alhamdulillah pada pertemuan pbl kali ini berjalan lancer, semoga di pertemuan
selanjutnya lebih baik lagi. Terimakasih kepada tutor yang telah hadir.
STEP 6
belajar mandiri
Step 7
1. HIPOTIRODISME
DEFINISI
Hipotiroid adalah suatu kondisi yang dikarakteristikan oleh produksi hormon tiroid yang
abnormal rendahnya atau suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada salah satu
tingkat dari aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid dan organ, dengan akibat terjadinya defisiensi
hormon tiroid, serta gangguan respon jaringan terhadap hormon tiroid.
ETIOLOGI
Kekurangan hormon tiroid dapat berupa bawaan atau didapat. Hipotiroid dapat
diklasifikasikan menjadi hipotiroid primer, sekunder, dan tersier. Hipotiroid primer terjadi
akibat kegagalan tiroid memproduksi hormon tiroid, sedangkan hipotiroid sekunder adalah
akibat dari defisiensi hormon TSH yang dihasilkan oleh hipofisis. Hipotiroid tersier
disebabkan oleh defisiensi TRH yang dihasilkan oleh hipotalamus. Penyebab terbanyak
hipotiroid adalah akibat kegagalan produksi hormon tiroid oleh tiroid (hipotiroid primer).Ada
banyak alasan mengapa sel-sel di dalam kelenjar tiroid tidak dapat membuat hormon tiroid
yang cukup.6
Hipotiroidisme Kongenital6
1. Disgenesis tiroid
Beberapa bentuk disgenesis tiroid ( aplasia, hipoplasia, ektopik ) merupakan penyebab
paling umum dari hipotiroidisme kongenital, sekitar 80 – 85% kasus. Penyebab
disgenesis tiroid tidak diketahui secara pasti. Disgenesis tiroid terjadi secara sporadis,
namun kadang – kadang ditemukan kasus disgenesis tiroid dalam 1 keluarga.
Ditemukan penyimpangan perkembangan tiroid, seperti kista saluran tiroglosus dan
hemiagenesis pada 8 – 10% dari kerabat terdekat dengan disgenesis tiroid yang
didukung kompenen genetik yang mendasari.
Kebanyakan bayi dengan hipotiroidisme kongenital pada saat lahir tidak bergejala
walaupun ada agenesis total kelenjar tiroid. Situasi ini dianggap berasal dari
perpindahan transplasenta dari ibu yang memberikan 25-50% kadar tiroksin (T4) pada
saat lahir.
2. Kegagalan sintesis Hormon tiroid ( Dyshormogenesis )
Berbagai kegagalan dalam biosintesis hormon tiroid dapat menyebabkan
hipotiroidisme kongenital, dimana ditemukan pada 15% kasus pada program skrining
neonatal ( 1/30.000 – 1/50.000 ). Defek ini ditentukan secara genetik dan dipindahkan
dengan caraautosom resesif. Gejala klinis yang sering muncul adalah adanya goiter.
3. Thyrotropin Receptor-Blocking Antibody ( TRBAb )
TRBAb dahulu disebut penghambat immunoglobulin pengikat tiroid ( TBII ).
Hipotiroidisme kongenital terjadi akibat antibody ibu yang diberikan secara
transplasenta menghambat pengikatan TSH pada reseptornya.Hal ini terjadi pada
1/50.000-1/100.000 bayi.
4. Radioyodium
Hipotiroidisme telah dilaporkan akibat dari pemberian radioyodium secara tidak
sengaja selama kehamilan untuk pengobatan kanker tiroid atau hipertiroidisme.
Pemberian yodium radioaktif pada wanita yang sedang menyusui juga
terkontraindikasi karena dengan mudah dieksresikan dalam susu.
5. Defisiensi Tirotropin
Defisiensi TSH dan hipotiroidisme dapat terjadi pada keadaan apapun yang terkait
dengan defek perkembangan kelenjar pituitary atau hipotalamus. Keadaan yang paling
sering terjadi adalah defisiensi TSH akibat defisiensi pelepas tirotropin (TRH).
Mayoritas bayi yang terkena memiliki defisiensi kelenjar pituitary multiple dan
datang dengan hipoglikemi, ikterus persisten, dan mikropenis.
Hipotiroidism Didapat6
1. Tiroiditis Limfositik kronik
Tiroiditis limfositik kronik merupakan penyebab paling sering pada terjadinya
hipotiroidisme didapat. Meskipun secara khas ditemukan pada remaja, namun
keadaan ini terjadi pada awal usia 2 tahun. Penyakit ini merupakan suatu penyakit
autoimun yang ditandai secara histologis terdapat infiltrasi tiroid oleh limfosit.
2. Operasi pengangkatan sebagian atau seluruh kelenjar tiroid.
Beberapa orang dengan nodul tiroid, kanker tiroid, biasanya sebagian atau seluruh
tiroid mereka akan diangkat. Jika seluruh tiroid diangkat, orang tersebut pasti akan
menjadi hipotiroid. Jika bagian dari kalenjer yang tersisa, mungkin dapat membuat
hormon tiroid tidak cukup untuk menjaga darah pada tingkat normal.
3. Pengobatan radiasi.
Beberapa orang dengan penyakit Graves, gondok nodular atau kanker tiroid diberikan
yodium radioaktif(I-131) dengan tujuan untuk menghancurkan kelenjar tiroid tersebut
4. Obat-obatan
Obat-obatan seperti amiodarone, lithium, interferonalfa, daninterleukin-2 adalah obat
yang paling mungkin untuk memicu terjadinya hipotiroid pada pasien yang memiliki
kecenderungan genetik penyakit tiroid autoimun.
PATOFISIOLOGI
Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau gangguan pada
respon jaringan terhadap hormon tiroid.
Sintesis hormon tiroid diatur sebagai berikut :
Hipotalamus membuat “Thirotropin Releasing Hormone (TRH)” yang merangsang
hipofisis anterior
Hipofisis anterior mesintesis thyrotropin ( Thyroid Stimulating hormone = TSH )
yang merangsang kelenjar tiroid
Kelenjar tiroid mensintesis hormon tiroid ( triiodothyronin = T3 dan tetraiodothyronin
= T4 = thyroxin ) yang merangsang metabolism jaringan yang meliputi : konsusmsi
oksigen, produksi panas tubuh, fungsi saraf, metabolism protein, karbohidrat, lemak
dan vitamin, serta kerja daripada hormon – hormon lain.
Kelenjar tiroid memproduki hormone tiroid dan kalsitonin, diproduksii dari dua tipe sel yaitu,
sel folikel tiroid dan para folikuler. Meskipun gangguan hipotalamus atau hipofisis dapat
Gambar 1. Sumbu Hipotalamus-hipofisis-tiroid.Kadar hormon tiroidyang beredar diatur oleh sistem umpan
balik yang kompleks yang melibatkan hipotalamus dan kelenjar hipofisis.
mempengaruhi fungsi tiroid, penyakit lokal dari kelenjar tiroid yang menghasilkan penurunan
produksi hormon tiroid adalah penyebab paling umum dari hipotiroidisme. Dalam keadaan
normal, tiroid melepaskan 100-125nmol T4 setiap hari dan hanya sebagian kecil T3. Waktu
paruh dari T4 adalah sekitar 7-10 hari.2,5
Pada awal proses penyakit, mekanisme kompensasi terjadi untuk mempertahankan tingkat
T3. Penurunan produksi T4 menyebabkan peningkatan sekresi TSH oleh kelenjar hipofisis.
TSH merangsang hipertrofi dan hiperplasia kelenjar tiroid dan aktivitas 5'-deiodinase,
sehingga meningkatkan produksi T3. Kekurangan hormon tiroid memiliki berbagai efek.
Efeksi stemik adalah hasil dari salah satu terjadinya penurunan proses metabolisme atau efek
langsung oleh infiltrasi miksedematous (yaitu akumulasi glukosaminoglikan dalam jaringan).
Perubahan hipotiroid di hasil jantung membuat kontraktilitas menurun, pembesaran jantung,
efusi perikardial, penurunan denyut nadi, dan penurunan curah jantung. Pubertas tertunda,
anovulasi, ketidakteraturan menstruasi, dan infertilitas yang umum. Skrining TSH harus
menjadi bagian rutin dari penyelidikan atas ketidakteraturan menstruasi atau infertilitas.
Penurunan efek hormon tiroid dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol total dan low
density lipoprotein(LDL) kolesterol dan perubahan dalam high-density lipoprotein (HDL)
kolesterol karena terjadi perubahan metabolik. Selain itu, hipotiroidisme dapat menyebabkan
peningkatan resistensi insulin
GEJALA KLINIS
a. Hipotiroid Kongenital
b. Hipotiroidisme Didapat
Perlambatan pertumbuhan
Miksedema
Konstipasi
Intoleransi dingin
Mudah lelah
Selalu mengantuk
Maturasi tulang terlambat
Punertas prekoks
Nyeri kepala
Galaktorea
Terjadi pembesaran hiperplastik kelenjar pituitary
Pemeriksaan dan Diagnosis
- Anamnesis :
o Struma pada ibu. Apakah ibu diberi KI, PTU waktu hamil?
Dicurigai adanya hipotiroid bila skor Apgar hipotiroid kongenital > 5; tetapi tidak
adanya gejala atau tanda yang tampak, tidak menyingkirkan kemungkinan hipotiroid
kongenital.
Hernia umbilicalis 2
Kromosom Y tidak ada (wanita) 1
Pucat, dingin, hipotermi 1
Tipe wajah khas edematus 2
Makroglosi 1
Hipotoni 1
Ikterus lebih dari 3 hari 1
Kulit kasar, kering 1
Fontanella posterior terbuka (>3cm) 1
Konstipasi 1
Berat badan lahir > 3,5 kg 1
Kehamilan > 40 minggu 1
Total 15
- Laboratorium :
Nilai normal hormon tiroid T4 sebesar 18,0 ug/dl. Nilai FTI sebesar 21,4 ug/dl;
kadar normal, 3,9-14,0 ug/dl. Sedangkan T3 sebesar 567 ng/dl; normal 80-220
ng/dl nilai TSH hanya 0,03 uIU/ml; kadar normal, 0,50-4,00 uIU/ml.
- Radiologis :
- In utero :
o Uji tapis tiroid pada bayi baru lahir (setelah hari ketiga) :
� Pemeriksaan T4 ditambah dengan pemeriksaan TSH dari sampel darah yang sama, bila
hasil T4 rendah.
Nilai cut-off adalah 25U/ml. Bila nilai TSH <25U/ml dianggap normal; kadar TSH >50
U/ml dianggap abnormal dan perlu pemeriksaan klinis dan pemeriksaan TSH dan T4
plasma. Bila kadar TSH tinggi > 40 U/ml dan T4 rendah, < 6 g/ml, bayi diberi terapi
tiroksin dan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Bayi dengan kadar TSH diantara 25-
50 U/ml, dilakukan pemeriksaan ulang 2-3 minggu kemudian.
Penanganan
Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid ada, diberikan dosis seperti tabel berikut :
Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid tidak ada, dapat dilakukan therapeutic trial
sampai usia 3 tahun dimulai dengan dosis rendah dalam 2-3 minggu; bila ada
perbaikan klinis, dosis dapat ditingkatkan bertahap atau dengan dosis pemberian +
100 μg/m2/hari.Penyesuaian dosis tiroksin berdasarkan respon klinik dari uji fungsi
tiroid T3, T4, dan TSH yang dapat berbeda tergantung dari etiologi hipotiroid.
Hormon Tiroid Obat ini diberikan untuk melengkapi hormon tiroid pada pasien dengan
hypothyroidism. Levothyroxine adalah bentuk yang diinginkan dari penggantian hormon
tiroid pada semua pasien dengan hypothyroidism. [69] tiroid Diparut dan dikeringkan adalah
obat usang yang terbuat dari jaringan hewan dikumpulkan. Tiroid kering sebaiknya tidak
digunakan.
2. GAKY
Pengertian
berbeda, namun kekurangannya dikaitkan dengan masalah kesehatan yang lebih luas .
Defisiensi Yodium dianggap sebagai penyebab keterbelakangan mental yang paling umum
dicegah, dan ini berakibat pada penurunan resistensi terhadap infeksi, kinerja sekolah yang
buruk, dan kekurangan kekuatan fisik anak. Selain itu, laporan sebelumnya mengklaim
bahwa GAKY menyebabkan 25% dari Disability Adjusted Life Years (DALY's) yang terjadi
ekonomi bangsa pada umumnya. Dibandingkan dengan segmen populasi lainnya, ibu hamil
dan anak sekolah adalah kelompok yang paling rentan untuk GAKY.
Goitrogen adalah bahan kimia yang bersifat toksik terhadap tiroid atau dipecah
untuk menghasilkan bahan kimia toksik. Goitrogenik yaitu zat yang dapat
berbagai makanan, seperti singkong, kubis/kol, lobak cina, rebung. Thaha dkk (2000)
menyatakan bahwa Tiosianat atau senyawa mirip tiosianat terutama bekerja dengan
lereng gunung daerah endemis GAKY di Pati dan Jepara 1-2 kali dalam seminggu,
sedangkan pada daerah dataran rendah konsumsi ikan laut 2-4 kali dalam seminggu.
Hal ini dipengaruhi oleh faktor kesediaan pangan, sosial ekonomi, dan kebiasaan
penduduk serta tingkat pengetahuan tentang GAKY yang rendah. (Fatimah dalam
Ritanto, 2003)
belum pernah mendengar suntikan lipiodol baik di daerah gondok endemik sedang
maupun berat.
didapati adanya berbagai zat gizi yang berpengaruh terhadap metabolisme yodium,
GAKY. Klasifikasi Nutrien Type l bersama-sama dengan zat gizi lain seperti besi,
selenium, kalsium, tiamin mempunyai ciri yang apabila kekurangan maka gangguan
pertumbuhan bukan merupakan tanda yang pertama melainkan timbul setelah tahap
akhir dari kekurangan zat gizi tersebut. Tanda yang spesifiklah yang pertama akan
timbul, dalam hal ini apabila kekurangan yodium dapat menyebabkan gangguan yang
sering disebut Iodine Deficiency Disorder (IDD). Sedangkan pada Type ll bersama-
sama dengan zat gizi lain seperti potasium, natrium, zink pertumbuhan akan
terganggu terlebih dahulu, tetapi memberikan penilaian biokimia cairan tubuh yang
normal. Konsumsi makanan harian akan menggambarkan status gizi seseorang, status
gizi kurang atau buruk akan berisiko pada biosintesis hormon tiroid karena kurangnya
TBP (Thyroxin Binding Protein), sehingga hormon tiroid akan kurang disintesis.
Program yodisasi garam adalah salah satu upaya yang ditempuh oleh
pengukuran kadar yodium dalam tanah di daerah endemik (rata-rata 0,13 μg/L) lebih
rendah dari pada kandungan yodium tanah daerah non endemik (ratarata 0,21 μg/L).
disebabkan oleh rendahnya kadar yodium di dalam bahan makanan dan air minum.
terjadinya GAKY, tetapi ada beberapa faktor lain yang mempunyai pengaruh terhadap
meliputi :
1. Faktor Genetik
imunoglubolin (IgG) dalam serum penderita, antibodi ini mungkin diakibatkan karena
Fungsi tiroid merupakan salah satu komponen sistem yang sangat komplek.
Bila terjadi defek pada salah satu fase akan mempengaruhi status tiroid, misalnya
pada pasien dengan sindrom resistensi hormone tiroid sebenarnya memiliki fungsi
tiroid yang normal tetapi statusnya bisa berkisar dari hipotiroid sampai hipertiroid.
Dengan kata lain baik kekurangan maupun kelebihan asupan yodium akan
Diagnosa
Untuk menentukan apakah seseorang mengalami pembesaran kelenjar gondok dapat
dilakukan dengan palpasi. Kriteria tingkat pembesaran kelenjar gondok dapat dilihat pada
table di bawah ini:
Tabel 2.1. Tingkat Pembesaran Kelenjar Gondok
Grade (Tingkat) Hasil Palpasi
Normal (0) Tidak ada pembesaran kelenjar
IA Pembesaran kelenjar tidak nampak walaupun leher
pada posisi tengadah maksimum.
Pembesaran kelenjar teraba ketika palpasi
setidaknya sebesar phalang terakhir dari ibu jari
penderita.
IB Pembesaran kelenjar gondok terlihat jika leher
tengadah maksimum.
Pembesaran kelenjar teraba ketika palpasi.
II Pembesran kelenjar gondok terliht pada posisi
kepala normal dan terlihat dari jarak satu meter.
III Pembesaran kelenjar gondok tampak nyata dari
jarak 5-6 meter.
Sumber: Proyek Intensifikasi Penanggulangan GAKI IBRD-LOAN, 1998
Pemeriksaan status yodium dianjurkan untuk menilai angka kejadian gondok yang telah
dijelaskan di atas, pengukuran kadar yodium yang diekskresikan ke dalam urin dan penetuan
kadar TSH dalam darah berbagai kelompok usia. Kriteria keparahan dan signifikansi GAKY
dibagi sebagai berikut:
1. Garam beryodium. Sesuai Kepres no 69, 13 Oktober 1994,mewajibkan semua garam yang
dikonsumsi,baik manusia maupun hewan ,diperkaya dengan yodium sebanyak 30-80
ppm (Erna, 2004)
2. Suplementasi yodium pada binatang
3. Suntikan minyak beryodium (Lipiodol)
4. Kapsul minyak beryodium. (Arisman,2004).
b. Pencegahan
• Secara relatif, hanya makanan laut yang kaya akan yodium : sekitar 100 μg/100 gr.
Pencegahan dilaksanakan melalui pemberian garam beryodium. Jika garam
beryodium tidak tersedia, maka diberikan kapsul minyak beryodium setiap 3, 6 atau
12 bulan, atau suntikan ke dalam otot setiap 2 tahun. (Arisman,2004).
1). Penyimpanan
• Garam yodium perlu disimpan di bejana atau wadah tertutup, Tidak kena cahaya, Tidak
dekat dengan tempat lembab air, hal ini untuk menghindari penurunan kadar yodium
dan meningkatkan kadar air, karena kadar yodium menurun bila terkena panas dan
kadar air yang tinggal akan melekatkan yodium. (Palupi, 2008).
2). Penggunaa Garam Yodium
• Tidak dibubuhkan pada sayuran mendidih, tetapi dimasukan setelah sayuran diangkat dari
tungku karena kadar kalium Iodate (KIO3) dalam makanan akan terjadi penurunan
setelah dididihkan 10 menit.
• Kadar Yodium juga akan menurun pada makanan yang asam, makin asam makanan, makin
mudah akan menghilangkan KIO3 dari makanan tersebut. (Palupi, 2008).
KLASIFIKASI 1
Tiroiditis dapat dibagi berdasarkan etiologi, patologi atau penampilan klinisnya.
Penampilan klinis dapat berupa perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit pada
tiroid. Ada tidaknya rasa sakit ini penting karena merupakan pertimbangan utama untuk
menegakkan diagnosis. Berdasarkan perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit
tiroiditis dapat dibagi atas:
Tiroiditis akut dan disertai rasa sakit
a. Tiroiditis Hashimoto
b. Tiroiditis Riedel
c. Tiroiditis infeksiosa kronik oleh karena mikrobakteri, jamur dan sebagainya
KLINIS DAN PERUBAHAN BIOKEMIKAL
Tiroiditis dapat menyebabkan perubahan jumlah hormon sehingga terjadi
tirotoksikosis, hipotiroid, ataupun keduanya.
Tirotoksikosis
Pada tiroiditis limfositik subakut, tiroiditis postpartum, dan tiroiditis de’Quervain,
destruksi dari tiroid akan menyebabkan tirotoksikosis dimana terjadi pengeluaran
hormon tiroid oleh kelenjar yang rusak. Seiring dengan jumlah penyimpanan hormon
yang semakin sedikit, maka akan terjadi eutiroid, dan kemudian hipotiroid. Perubahan
biokemikal pertama yang terjadi sebelum onset tirotoksikosis adalah peningkatan
konsentrasi serum tiroglobulin. Pada bentuk yang lain dari tirotoksikosis dapat terjadi
penekanan hormon TSH, konsentrasi T3 T4 baik total maupun bebas meningkat.
Biasanya kadar T4 akan lebih tinggi dari kadar T3. Tanda dan gejala tirotoksikosis
yang timbul pada tiroiditis biasanya tidak terlalu parah.
Hipotiroid
Fase hipotiroid disebabkan oleh deplesi gradual dari penyimpanan hormon tiroid.
Walaupun biasanya keadaan hipotiroid kronik biasanya dihubungkan dengan tiroiditis
Hashimoto, semua tipe dari tiroiditis dapat berlanjut menjadi hipotiroid yang permanen.
Hal ini biasanya terjadi pda pasien dengan konsentrasi antibodi tiroid serum yang tinggi
atau pada pasien dengan fase hipotiroid lebih parah dari umumnya. Kombinasi dari
peningkatan konsentrasi TSH serum dan T3 T4 bebas yang normal disebut “hipotiroid
subklinis”, atau “gagal tiroid ringan”. Seiring dengan perjalanan penyakit, maka
konsentrasi T4 serum akan menurun. Keadaan dimana terjadi peningkatan kadar TSH
disertai dengan konsentrasi T4 serum yang rendah disebut “overt hypothyroidsm”.
Awalnya konsentrasi T3 tidak akan menurun arena kadar TSH yang tinggi akan
menstimulasi pengeluaran T3. Pada saat konsentrasi T3 serum turun, maka gejala dan
tanda hipotroid mulai muncul.
Tiroiditis infeksiosa akut sinonim dengan tiroiditis supuratif akut yang mana penyakit
tiroid yang jarang berlaku. Penyebab utama terjadinya tiroiditis akut ini adalah karena
adanya infeksi dari fungi dan bakteri, yang mana terjadi melalui penyebaran hematogen atau
lewat fistula dari sinus piriformis yang berdekatan dengan laring, yang merupakan anomaly
konginetal yang sering terjadi pada anak-anak. Sebetulnya kelenjar tiroid sendiri resisten
terhadap infeksi karena beberapa hal diantaranya berkapsul, mengandung iodum tinggi yang
mana berfungsi sebagai baktericidal, kaya suplai darah dan saluran limfe untuk drainase. 4,5
Tiroiditis infeksiosa sangat jarang terjadi kecuali pada keadaan-kedaan tertentu seperti
mempunyai penyakit tiroid, atau orang-orang yang mempunyai supresi sistem imun seperti
pada orang tua, pasien yang menghidap tuberculosis atau penderita AIDS. Pasien tiroiditis
supurativa bakteri ini biasanya mengeluh rasa sakit yang hebat pada kelenjar tiroid, panas,
menggigil, disfagia, disfoni, sakit leher depan, nyeri tekan, ada fluktuasi dan eritema. Sering
terjadi pembesaran kelenjar tiroid yang bersifat unilateral dan didapatkan tanda-tanda
radang. Fungsional tiroid umumnya normal tetapi bisa juga terjadi hipotiroid dan hipertiroid
yang ringan. Jumlah leukosit dan laju endap darah meningkat. Pada pemeriksaan USG
leher, didapatkan hiperfusi apabila adanya abses pada daerah tiroid yang mengalami
inflamasi. Pada skintigrafi didapatkan pada daerah supuratif tidak menyerap iodium
radioaktif (dingin). Pasien harus dilakukan aspirasi dan drainase dari daerah supuratif dan
Diagnosis banding untuk tiroiditis akut ini mencakup tiroiditis subakut de Quervain’s, dan
hemorragik pada nodul tiroid. Pada pemeriksaan USG leher, pada tiroiditis supuratif akut
akan tampak daerah yang mengalami hiperfusi ( mengandungi abses) sedangkan pada
tiroiditis subakut de Quervain’s didapatkan mikroabses dan tidak didapatkan daerah yang
hiperfusi. Computed Tomography (CT) dan/atau oesografi kotras bisa dilakukan untuk
memperoleh diagnosis yang lebih rinci dan membantu dalam penanganan operatif jika
didapatkan infeksi pada fistula sinus piriformis.
Tiroiditis Akut Karena Radiasi
Tiroiditis akibat radiasi sering terjadi pada pasien-pasien yang post radioterapi, misalnya
pada penyakit graves yang diterapi dengan iodium radioaktif sering mengalami kesakitan dan
nyeri tekan pada tiroid 5-10 hari kemudian. Destruksi pada folikel akibat dari sinar dari
radiasi menyebabkan terjadinya hipertiroidisme yang bersifat sementara dan diikuti
terjadinya hipotiroidisme. Gejala ini biasanya ringan dan menghilang sendiri dalam satu
minggu.
2. Tiroiditis Subakut
Tiroiditis subakut dapat dibagi atas ada tidaknya rasa sakit.
Tiroditis Subakut yang Tidak Disertai Rasa Sakit (Painless Subacute Thyroiditis)
Ada tiga penyakit pada golongan ini, yaitu tiroiditis limfositik subakut, tiroiditis post partum,
tiroiditis karena obat.
a. Tiroiditis Limfositik Subakut Tanpa Rasa Sakit (TLSTRS)
TLSTRS merupakan varian dari tiroiditis autoimun kronis diduga merupakan bagian dari
spectrum penyakit tiroid autoimun. Banyak pasien TLSTRS mempunyai konsentrasi antibody
yang tinggi baik terhadap tiroid peroksidase maupun tiroglobulin. Disamping itu banyak
didapatkan riwayat keluarga yang menderita penyakit tiroid autoimun. Beberpa pasien
berkembang menjadi tiroiditis autoimun kronis beberapa tahun kemudian. TLSTRS berkaitan
dengan HLA haplotipe yang spesifik yaitu HLA-DR3 yang menunjukan adanya inherited
suscepribility walaupun asosiasinya lemah.
Faktor yang diduga sebagai pencetus TLSTRS antara lain intake iodium yang berlebihan dan
sitokin. Suatu sindrom yang menyerupai TLSTRS dapat terjadi pada pasien yang mendapat
terapi amiodaron yang kaya iodium, interferon alfa, interleukin 2 dan litium. Keadaan ini
menunjukan bahwa pelepasan sitokin sebagai akibat dari kerusakan jaringan atau inflamasi
mungkin sebagai awal dari proses terjadinya TLSTRS.
Inflamasi yang terjadi pada TLSTRS akan menyebabkan kerusakan folikel tiroid dan
mengaktifkan proteolisis tiroglobulin yang berakibat pelepasan hormone T3 dan T4 ke dalam
sirkulasi dan terjadilah hipertiroid. Hipertiroid ini terjadi sampai timbuan T3 dan T4 habis.
Oleh karena tidak terjadi pembentukan hormon baru. Keadaan ini akan diikuti dengan
terjadinya hipotiroid yang diperberat oleh adanya penurunan dari TSH pada saat hipertiroid.
Bila inflamasi mereda, sel folikel akan regenerasi maka pembuatan hormone tiroid akan pulih
kembali.
Pada biopsy kelenjar tiroid didapatkan adanya infiltrasi limfosit, kadang kadang
terdapat germinal centre dan sedikit fibrosis. Dibandingakan dengan tiroiditis autoimun
kronis gambaran PA tersebut jauh lebih ringan.
Manifestasi klinis dari TLSTRS adalah terjadinya hipertiroid yang timbul 1-2 minggu
dan berakhir 2-8 minggu. Gejala hipertiroidnya biasanya ringan. Kelenjar tiroid membesar
ringan, difus dan biasanya tidak disertai dengan rasa sakit. Gejala hipertiroid ini akan diikuti
dengan adanya perbaikan atau terjadinya hipotiroid selama 2-8 minggu yang biasanya juga
ringan atau malah asimtomatik dan diikuti perbaikan. Kadang-kadang dapat diikuti terjadinya
tiroiditis autoimun kronis dnegan hipotiroid permanent 20-50%.
Pada saat terjadi hipertiroid terjadi peningkatan kadar T4 dan T3 dan penurunan TSH.
Kadang kadang hanya terjadi penurunan TSH saja yang menunjukan adanya hipertiroid
subklinis. Pada pasien yang mengalami hipotiroid kadar T3 dan T4 turun disertai dengan
peningkatan dari TSH. Kadang kadang ditemui hanya peningkatan TSH saja yang
menunjukan hipotiroid subklinis. Antibody terhadap tiroid yaitu tiroid peroksidase dan
antitiroglobulin menigkat pada 50% pasien saat terdiagnosis TLSTRS. Titer antibody ini akan
menurun (berbeda pada tiroiditis post partum yang persisiten). Jumlah leukosit biasanya
normal dan laju endap darah hanya sedikit meningkat.
Biasanya pasien TLSTRS tidak memerlukan pengobatan baik pada fase hipotiroid
maupun pada hipertiroid karena gejalanya ringan. Bila gejala hipertiroid berat perlu diberikan
beta bloker propanolol (40-120 mg/hari) atau atenolol (25-50 mg.hari). pemberian PTU dan
metimasol tidak perlu karena tidak ada peningkatan dari sintesis hormone. Pemberian
prednisone dapat memperpendek masa hipertiroid. Kadang kadang gejala hipotiroid cukup
berat dan perlu diberikan L- tiroksin (50-100 mcg/hari) selama 8- 12 minggu, yang penting
pada pasein ini perlu diapantau kemungkinan terjadi tiroiditis autoimun kronik.
b. Postpartum Tiroiditis
Tiroiditis ini terjadi dalam kurun waktu 1 tahun pasca persalinan. Dapat juga terjadi
sesudah abortus spontan atau yang dibuat. Gambarannya menyerupai subacute lymphocytes
painless thyroiditis, perbedaanya pada PPT lebih bervariasi dan selalu terjadi sesudah
persalinan.
Seperti halnya pada TLSTRS, PPT diduga merupakan varian dari penyakit tiroid
autoimun kronis. Lima puluh persen wanita yang titer antibodinya terhadap peroksidase
meningkat akan berkembang menjadi PPT sesudah persalinan.
Tiga puluh persen pasien PPT menunjukan gambaran klinis yang berurutan yaitu
hipertiroid yang timbul 1-4 bulan sesudah persalinan yang berlangsung 2-8 minggu, diikuti
hipotiroid yang juga berlangsung 2-8 minggu dan akhirnya eutiroid. Kadang kadang pada
20%-40% gejala yang muncul hanya hipertiroid dan 40%-50% hanya muncul hipotiroid saja.
Hipertiroid dan hipotiroid yang muncul biaanya ringan. Pada 20%-50% PPT dapat terjadi
hipotirod yang permanen, keadaan ini berhubungan dengan tingginya titer antibody terhadap
peroksidase. 70% pasien dapat kambuh pada kehamilan berikutnya. Kelenjar tiroid pada PPT
biasanya sedikit membesar, difus dan tidak terasa sakit pada hipertiroid.
PPT harus dibedakan dengan penyakit graves yang bisa juga terjadi seusai persainan.
Bedanya pada PPT gejala hipertiroidnya ringan dan tidak ada oftalmopati, pembesaran
tiroidnya juga minimal. Bila sulit dibedakan dapat ditunggu 3-4 minggu, biasanya pada
penyakit graves gejalanya akan memberat. Dapat juga dilakukan RAIU diamana pada
penyakit graves akan meningkat sedangkan pada PPT akan rendah.
Pengobatan didasarkan atas gejala klinis dan bukan dari hasil laboratorium. Pemberian
PTU dan metimasol tidak doanjurkan karena tidak terjadi peningkatan sintesis hormone. Bila
gejala hipertiroid nyata dapat diberikan propanolol (40-120 mg/hari) atau atenolol (25-50
mg/hari) sampai gejala klinis membaik. Bila gejala hipotiroid cukup berat dan perlu diberikan
L- tiroksin (50-100 mcg/hari) selama 8- 12 minggu.
Pasien PPT perlu diberitahukan atas kemungkinan terjadi hipotiroid atau struma di
kemudian hari, karenanya pasien diberitahu gejala awa hipotiroid. Pasien juga diberitahukan
bila hamil lagi PPT ini dapat kambuh.
c. Tiroiditis Karena Obat
Beberapa obat dapat menimbulkan tiroiditis yang tidak disertai rasa sakit diantaranya
interferon alfa, interleukin 2, amiodaraon dan litium.
Pasien hepatitis B dan C yang mendapat interferon alfa 1-5% dapat mengalami
disfungsi tiroid, baik hipotiroid maupun hipertiroid. Terjadinya disfungsi berkaitan dengan
adanya titer antibody tiroid yang tinggi.
Amiodaron obat antiaritmia mengandung 35% iodium. Amiodaron dapat menimbulkan
hipertiroid maupun hipotiroid. Hipertiroid yang terjadi dapat karena terjadinya tiroiditis
tiroidnya normal atau meningkatnya sintesis hormone yang biasanya terjadi pada pasien
struma nodusa atau penyakit graves yang laten. Tiroiditis yang terjadi menyerupai subacute
lymphocytic painless tiroiditis. Hipotiroid yang terjadi merupakan efek dari kelebihan
iodium.
3. Tiroidits Kronis
Tiroiditis Hashimoto
Penyakit ini sering disebut sebagai tiroiditis autoimun kronis, merupakan penyebab utama
hipotiroid di daerah yang iodiumnya cukup. Karakter klinisnya berupa kegagalan tiroid yang
terjadi pelan pelan, adanya struma atau kedua duanya yang terjadi akibat kerusakan tiroid
yang diperantarai autoimun. Hampir semua pasien mempunyai titer antibody tiroid yang
tinggi, infiltrasi limfositik termasuk sel B dan sel T dan apoptosis sel folikel tiroid.
Penyebab tiroiditis hashimoto diduga kombinasi dari faktor genetic dan lingkungan.
Suseptibilitas gene yang dikenal adalah HLA dan CTLA-4. Mekanisme imunopatogenetik
terjadi karena adanya ekspresi HLA antigen sel tiroid yang menyebabkan presentasi langsung
dari antigen tiroid pada system imun. Adanya hubungan familial dengan penyakit graves dan
penyakit graves sering terlibat pada tiroiditis hashimoto atau sebaliknya.
Ada 2 bentuk tiroiditis hashimoto yaitu bentuk goitrus 90% dimana terjadi pembesaran
kelenjar tiroid dan bentuk atrofi 10% dimana kelenjar tiroidnya mengecil. Tiroiditis
hashimoto umumnya terdapat pada wanita dengan resiko wanita dan laki-laki 7:1.
Pada perjalanan tiroiditis hashimoto terjadi hipertiroid oleh karena proses inflamasi,
tetapi kemudian diikuti dengan penurunan fungsi tiroid yang terjadi pelan-pelan. Sekali muali
timbul hipotiroid maka gejala ini akan menetap.
Gambaran PA nya berupa infiltrasi limfosit yang profus, lymphoid germinal centers
dan destruksi sel-sel folikel tiroid. Fibrosis dan area hiperplasi sel folikuler oleh karena TSH
yang meningkat akan terlihat pada tiroiditis hashimoto yang berat.
Ada 4 antigen yang berperan pada tiroiditis hashimoto yaitu tiroglobulin, tiroid
peroksidase, reseptor TSH dan sodium iodine symporter. Hampir semua pasien tiroiditis
hashimoto mempunyai antibody terhadap tiroglobulin dan tiroid peroksidase dengan
konsentrasi yang tinggi. Pada penyakit tiroid yang lain dan pada orang normal kadang-
kadang didapatkan juga antibody ini namun jumlahnya tidak terlalu tinggi. Antibody terhadap
reseptor TSH bersifat stimulasi atau memblok reseptor TSH. Pada penyakit graves antibody
yang bersifat memacu lebih kuat dan karenanya menimbulkan hipertiroid, sedangkan pada
tiroiditis hashimoto antibody yang bersifat memblok lebih kuat dan karenanya timbul
hipotiroid. Antibody pada reseptor TSH ini lebih spesifik pada penyakit graves dan tiroiditis
hashimoto.
Pengobatan ditujukan pada hipotiroid dan pembesaran tiroid. Levotiroksin diberikan
sampai kadar TSH normal. Pada pasien dengan struma baik hipotiroid maupun eutiroid
pemberian levotiroksin selama 6 bulan dapat mengecilkan struma 30%.
Pada pasien disertai nodul perlu dilakukan AJH untuk memastikan ada tidaknya
limfoma atau karsinoma. Walaupun jarang resiko limfoma tiroid ini meningkat pada tiroiditis
hashimoto.
Tiroiditis Riedel
Tiroiditis riedel merupakan penyakit yang terbatas pada kelenjar tiroid saja atau dapat
merupakan bagian dari penyakit infiltratis umum suatu multifocal fibrosklerosis yang dapat
mengenai retroperitoneal, mediastinum, ruang retroorbital dan traktus billiaris. Kelenjar tiroid
membesar secara progresif dan tidak disertai rasa sakit, keras, bilateral. Proses fibrotic ini
berkaitan dengan adanya inflamasi sel mononuclear yang menjorok melewati tiroid sampai
ke jaringan lunak peritiroid. Fibrosis peritiroidal ini dapat mengenai kelenjar paratiroid yang
menyebabkan hipoparatiroid, n. laryngeus rekuren yang menyebabkan suara serak, ke trakea
menyebabkan kompresi, juga ke mediastinum dan dinding depan dada.
Penyebab Tiroiditis riedel belum jelas, diduga proses autoimun, mengingat adanya
infiltrasi mononuclear dan vaskulitis desertai danya peningkatan titer antibody terhadap
tiroid. Walaupun demikian, kemungkinan peningkatan antibody tersebut karena lepasnya
antigen yang terjadi akibat kerusakan jaringan tiroid. Tampaknya fibrosklerosis multifolak
yang terjadi adalah kelainan fibrotic primer dimana proliferasi fibroblast terpacu oleh sitokin
yang berasal dari sel limfosit B dan T.
Tiroiditis riedel jarang dijumpai hanya 0,05% dari seluruh operasi tiroid. Wanita lebih
sering terkena dari pada laki-laki 4:1, dengan umur 30-50 tahun. Pembesaran tiroid yang
terjadi pelan-pelan dan tanpa rasa sakit. Pembesaran ini menekan leher depan mengakibatkan
terjadinya disfagia, suara serak, sesak napas kadang-kadang hipoparatiroid. Hipotiroid sendiri
terjadi 30-40% pasien, walaupun tidak hipotiroid pasien sering mengeluh malaise umum dan
kelelahan. Kelenjar tiroid yang membesar bisa kecil atau besar, biasanya keldua lobus
walaupun tidak simetris. Kelenjar ini teraba seperti batu dan melekat pada jaringan otot
sekitarnya dan keadaan ini menyebabkan tiroiditis riedel tidak bergerak waktu menelan.
kadang-kadang didapatkan pembesaran kelenjar limfe sekitarnya. Semua keadaan tersebut
menyebabkan kesan suatu karsinoma.
Kebanyakan pasien tiroiditis riedel kadar T3 T4 dan TSH normal, sekitar 30-40%
didapatkan hipotiroid subklinis atau hipotiroid nyata. Pada 2/3 pasien didapatkan peningkatan
antibody terhadap tiroid. Perlu juga diperiksa kadar kalsium dan fosfot untuk mengetahui
kemungkinan adanya hipoparatiroid. Skintigrafi tiroid menunjukan gambaran yang heterogen
atau adanya uptake yang rendah.
Secara mikroskopis gambaran tiroiditis riedel adalah keras, putih, avaskular. Secara
histologi didapatkan hyalinized fibrosis tissue dengan sedikit sel limfosit, plasma dan
eosinofil, disertai tidak adanya folikel tiroid. Jaringan fibrosis tersebut menembus ke jaringan
sekitarnya. Fibrosis tiroid ini juga terdapat pada tiroiditis riedel atau Ca papilare tetapi tidak
menembus jaringan disekitarnya.
Tiroiditis riedel yang tidak diobati biasanya pelan pelan progresif kadang kadang stabil
atau malah regresi. Pengobatan ditujukan pada hipotiroid yang terjadi dan penekanan yang
terjadi karena fibrosklerosis terutama pada trakea dan esophagus. Operasi terbatas pada
obstruksi saja karena reseksi yang luas sulit karena medan yang sulit dan resiko merusak
struktur sekitarnya. Pemberian glukokortikoid dan tamoksifen dapat diberikan walaupun
belum banyak dilakukan karena kasusnya jarang.
4. HIPERTIROID
DEFINISI
Tirotoksikosis adalah kondisi klinik dengan berbagai etiologi, manifestasi dan terapi potensial. Istilah
tirotoksikosis menunjukkan kondisi klinis yang merupakan hasil dari aksi hormon tiroid yang tidak
sesuai akibat tingginya tingkat hormon tiroid. Istilah hipertiroid merupakan kondisi tirotoksikosis yang
diakibatkan oleh tingginya sintesis dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid1.
ETIOLOGI & KLASIFIKASI
Penyebab hipertiroid dibedakan dalam 2 klasifikasi, dimana pembagiannya
berdasarkan pusat penyebab dari hipertiroid, yaitu organ yang paling berperan.
a. Hipertiroid primer : jika terjadi hipertiroid karena berasal dari kelenjar tiroid
itu sendiri, misalnya penyakit graves, hiperfungsional adenoma (plummer),
toxic multinodular goiter
b. Hipertiroid skunder : jika penyebab dari hipertiroid berasal dari luar kelenjar
tiroid, misalnya tumor hipofisis/hypotalamus, pemberian hormon tiroid dalam
jumlah banyak, pemasukan iodium yang berlebihan, serta penyakit mola
hidatidosa pada wanita.
c. Tidak berkaitan dengan hipertiroidisme: tiroiditis granulomatosa
subakut(nyeri),tiroiditis limfositik subakut (tidak nyeri),struma ovarii
(teratoma ovarium dengan tiroid ektopik) dan tirotoksikosis palsu (asupan
tiroksin eksogen)
Penyebab Tirotoksikosis
Hipertiroidisme Primer Tirotoksikosis tanpa Hipertiroidisme
Hipertiroidisme Sekunder
Penyakit Graves Hormon tiroid berlebih TSH-secreting
Struma multinodular (tirotoksikosis faktisia) tumor chGH secreting
toksik Tiroiditis subakut tumor
Adenoma toksik Silent thyroiditis Tirotoksikosis gestasi
Obat: yodium lebih, Destruksi kelenjar : (trimester I)
lithium amiodaron,radiasi, Resistensi hormon
Karsinoma tiroid yang adenoma, infark tiroid
berfungsi
Struma ovarii (ektopik)
Mutasi TSH-r
a. Graves’ Disease
Graves’ disease merupakan sindrom akibat hipertiroidisme dengan goiter difus,
penyakit mata dengan ciri inflamasi dan mengenai struktur intraorbital, dermopati
atau pretibial myxoedema. Hipertiroidisme Graves’ disebabkan oleh produksi
antibodi IgG yang berikatan dan mengaktifkan reseptor thyroid-stimulating hormone
(TSH) di permukaan sel folikel tiroid. Aktivasi ini menstimulasi pertumbuhan sel
folikel, menyebabkan pembesaran tiroid difus dan peningkatan produksi hormon
tiroid dengan peningkatan triiodotironin (T3). Proses autoimun ini mungkin
disebabkan oleh kerentanan genetik dengan faktor lingkungan yang menyertai. Alel
HLA di kromosom 6 yang disebut HLA-DRB1-08 dan DRB3-0202, diketahui
meningkatkan resiko Graves’ disease. Pemicu dari lingkungan termasuk stress dalam
keseharian, infeksi, paparan dari dosis tinggi iodin dan lahir prematur.
Onset Graves’ disease biasanya akut dengan produksi mendadak antibodi TSH-
reseptor. Gejala klasik hipertiroid dapat dijumpai yaitu penurunan berat badan
meskipun nafsu makan meningkat, intoleransi panas, iritabilitas, insomnia,
berkeringat, diare, palpitasi, kelemahan otot dan menstruasi tidak teratur. Tanda
klinisnya yaitu goiter difus, fine resting tremor, takikardi, hiperefleks, eyelid lag,
hangat, kulit halus dan miopati proksimal
Pemeriksaan TSH serum sensitif pada penyakit tiroid primer sehingga baik untuk
screening awal. TSH yang rendah menunjukkan supresi pada axis hipotalamus-
pituitary dan diikuti dengan pemeriksaan free tiroksin (T4) dan free triiodotironin
(T3) yang biasanya meningkat pada hipertiroidisme Graves. Pasien Graves Disease
dengan hipertiroid subklinik, memiliki ciri supresi TSH tetapi free T3 dan T4 tetap
dalam rentang nilai normal, atau toksikosi T3, yaitu T3 yang meningkat dari T4
dengan supresi TSH. Pemeriksaan serum antibodi TSH-reseptor juga dapat membantu
dalam memastikan diagnosis Graves’ disease. Pemeriksaan tersebut juga dapat
menilai risiko kekambuhan setelah pemberian thionamide pada Graves’ disease atau
menilai risiko Graves’ disease neonatal pada kehamilan dengan Graves’ disease.
Technetium-labelled thyroid scintigraphy dapat membantu penegakan diagnosis
ketika penyebab hipertiroid belum dapat diketahui. Pemeriksaan ini dapat
membedakan Graves’ disease dengan tiroiditis atau autonomously hyperfunctioning
nodule.
Pasien dengan faktor risiko untuk osteoporosis (khususnya wanita postmenopause
atau riwayat keluarga osteoporosis) seharusnya dilakukan scanning bone mineral
density. Pasien dengan palpitasi atau ritme jantung yang ireguler seharusnya
dilakukan elektrokardiogram, diikuti monitor ambulator 24 jam untuk menilai
takiaritmia. Pasien dengan goiter yang besar dan gejala obstruksi trakea atau esofagus
dapat memerlukan CT-scan leher tanpa kontras.
Modal penanganan hipertiroid Graves’ ada tiga yaitu penggunaan thionamide (obat
antitiroid), radioaktif iodine (RAI) dan pembedahan.
b. Graves Orbitopathy
Graves orbitopati merupakan gejala ekstratiroidal utama Graves disease. Penilaian
derajat keparahan penyakit ini dapat ditentukan dalam tabel berikut.
Pada GO ringan, watchful strategy biasanya cukup, namun pemberian suplemen
selenium selama 6 bulan efektif dalam memperbaiki gejala ringan dan mencegah
progresi ke derajat yang lebih buruk. Glukokortikoid dosis tinggi terutama melalui
intravena merupakan terapi lini pertama pada GO aktif sedang-berat. Jumlah dosis
optimal yaitu metilprednisolon 4.5-5 gram, tetapi dosis yang lebih tinggi hingga 8
gram dapat diberikan pada penyakit yang berat. Penanganan berbasis pasien dengan
GO berorientasi pada quality of life (QoL) dan fungsi psikososial pasien.
c. Tirotoksikosis
Tirotoksikosis adalah sindroma klinis yang terjadi bila jaringan terpajan hormon tiroid
yang beredar dalam kadar tinggi. Pada kebanyakan kasus, tiroksikosis disebabkan
hiperaktivitas kelenjar tiroid atau hipertiroidisme. Kadang-kadang, tirotoksikosis bisa
disebabkan sebab-sebab lain seperti menelan hormon tiroid berlebihan atau sekresi
hormon tiroid berlebihan dari tempat-tempat ektopik.
d. Tiroiditis
Tiroiditis adalah inflamasi kelenjar tiroid yang dapat terasa sakit dan nyeri tekan
ketika disebabkan oleh infeksi, radiasi, atau trauma, atau juga tanpa nyeri jika
disebabkan oleh kondisi autoimun, medikasi, atau proses fibrosis idiopatik. Bentuk
paling umum adalah penyakit Hashimoto, tiroiditis granulomatosa subakut, tiroiditis
postpartum, tiroiditis limfositik subakut, dan drug-induced tiroiditis (disebabkan oleh
amiodaron, interferon-alfa, interleukin-2, atau lithium). Pasien bisa terdapat eutiroid,
hipertiroid ataupun hipotiroid, atau dapat berubah-ubah seiring perjalanan penyakit.
e. Toxic Adenoma
Adenoma fungional yang mensekresi T3 dan T4 berlebihan akan menyebabkan
hipertiroidisme. Lesi-lesi ini mulai sebagai "nodul panas" pada scan tiroid, pelan-
pelan bertambah dalam ukuran dan bertahap mensupresi lobus lain dari kelenjar
tiroid. Pasien yang khas adalah individu tua (biasanya lebih dari 40 60 tahun) yang
mencatat pertumbuhan akhir-akhir ini dari nodul tiroid yang telah lama ada. Terlihat
gejala-gejala penurunan berat badan, kelemahan napas sesak, palpitasi, takikardi dan
intoleransi terhadap panas. Tingkat 2-4 oftalmopati infiltratif tidak pernah dijumpai.
Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya nodul berbatas jelas pada satu sisi dengan
sangat sedikit jaringan tiroid pada sisi lain. Pemeriksaan laboratorium biasanya
memperlihatkan TSH tersupresi dan kadar T3 serum yang sangat meningkat, dengan
hanya peningkatan kadar tiroksin yang "border-line". Scan menunjukkan bahwa nodul
ini "panas". Adenoma-adenoma toksik hampir selalu adalah adenoma folikuler dan
hampir tidak pernah ganas. Mereka mudah ditangani dengan pemberian obat-obat
antitiroid seperti propil tiourasil 100 mg tiap 6 jam atau metimazol 10 mg tiap 6 jam
diikuti aleh lobektomi unilateral atau dengan iodin radioaktif. Natrium iodida 131 I
dalam dosis 20-30 mCi biasanya, dibutuhkan untuk menghancurkan neoplasma jinak.
Iodin radioaktif lebih dipilih untuk nodul toksik yang lebih kecil tetapi yang lebih
besar terbaik ditangani dengan operasi.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya dan pada Penyakit Graves 6
Sistem Gejala dan Tanda Sistem Gejala dan Tanda
Umum Tak tahan hawa panas, Psikis dan saraf Labil. Iritabel, tremor,
hiperkinesis, capek, BB psikosis, nervositas,
turun, tumbuh cepat, paralisis periodik
toleransi obat, youth dispneu
fullness
Gastrointestinal Hiferdefekasi, lapar, Jantung hipertensi, aritmia,
makan banyak, haus, palpitasi, gagal jantung
muntah, disfagia,
splenomegaly
Muskular Rasa lemah Darah dan limfatik Limfositosis, anemia,
splenomegali, leher
membesar
Genitourinaria Oligomenorea, Skelet Osteoporosis, epifisis
amenorea, libido turun, cepat menutup dan
infertil, ginekomastia nyeri tulang
Kulit Rambut rontok,
berkeringat, kulit
basah, silky hair dan
onikolisis
Graves disease
Terdapat trias manifestasi Graves:
1. Tirotoksikosis: pembesaran difus tiroid yang hiperfungsional
2. Oftalmopati infiltratif: menyebabkan eksoftalmus pada 40% pasien
3. Dermopati infiltratif lokal (miksedema pratibia) : pada sebagian kecil pasien
Patogenesis
Sel T-helper intratiroid sel B sel plasma TSI diarahkan epitop dari reseptor
thyroid-stimulating (TSH) hormon dan bertindak sebagai agonis reseptor TSH TSI
mengikat reseptor TSH pada sel tiroid folikel tiroid cAMP mengaktifkan sintesis
hormon (T3 dan T4) dan pelepasan dan pertumbuhan tiroid (hipertrofi) feedback
mechanism penurunan TSH sedangkan TSI tidak dipengaruhi oleh feedback ini.
Hasil dalam gambaran karakteristik Graves tirotoksikosis, dengan tiroid difus membesar,
penyerapan yodium radioaktif yang sangat tinggi, dan kadar hormon tiroid yang
berlebihan dibandingkan dengan tiroid sehat.
Patogenesis ophthalmopathy Graves terletak pada pengendapan glikosaminoglikan
(GAG) di otot luar mata dan adiposa dan jaringan ikat dari orbit retro-, menyebabkan
aktivasi sel-T. Antigen reseptor TSH dianggap mediator kunci dalam proses aktivasi sel
T. Merokok merupakan faktor risiko yang signifikan untuk ophthalmopathy,
meningkatkan kemungkinan itu sekitar 7 kali lipat. Pasien yang diobati dengan yodium
radioaktif lebih mungkin untuk mengalami memburuknya ophthalmopathy mereka
daripada pasien yang diobati dengan obat antitiroid atau operasi.
DIAGNOSIS
Diagnosis hipertiroidisme ditegakkan tidak hanya berdasarkan gejala dan tanda klinis
yang dialami pasien, Untuk itu dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang
didasari pada anamnesis dan PF teliti. Kemudian dilanjutkan PP konfirmasi
laboratorium dan radiodiagnostik.
Indeks Wayne
No Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah Berat Nilai
1 Sesak saat kerja +1
2 Berdebar +2
3 Kelelahan +2
4 Suka udara panas -5
5 Suka udara dingin +5
6 Keringat berlebihan +3
7 Gugup +2
8 Nafsu makan naik +3
9 Nafsu makan turun -3
10 Berat badan naik -3
11 Berat badan turun +3
No Tanda Ada Tidak Ada
1 Tyroid teraba +3 -3
2 Bising tyroid +2 -2
3 Exoptalmus +2 -
4 Kelopak mata tertinggal gerak bola mata +1 -
5 Hiperkinetik +4 -2
6 Tremor jari +1 -
7 Tangan panas +2 -2
8 Tangan basah +1 -1
9 Fibrilasi atrial +4 -
Nadi teratur - -3
< 80x per menit - -
10
80 – 90x per menit +3 -
> 90x per menit
2. Tiroidektomi
Prinsip umum: operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid, klinis
maupun biokimiawi. Plumerisasi diberikan 3 kali 5 tetes solusio lugol fortior 7-10
jam preoperatif, dengan maksud menginduksi involusi dan mengurangi
vaskularitas tiroid. Operasi dilakukan dengan tiroidektomi subtotal dupleks
mensisakan jaringan seujung ibu jari, atau lobektomi total termasuk ismus dan
tiroidetomi subtotal lobus lain. Komplikasi masih terjadi di tangan ahli sekalipun,
meskipun mortalitas rendah. Hipoparatiroidisme dapat permanen atau sepintas.
Setiap pasien pascaoperasi perlu dipantau apakah terjadi remisi, hipotiroidisme
atau residif. Operasi yang tidak dipersiapkan dengan baik membawa risiko
terjadinya krisis tiroid dengan mortalitas amat tinggi. Di Swedia dari 308 kasus
operasi, 91% mengalami tiroidektomi subtotal dan disisakan 2 gram jaringan, 9%
tiroidektomi total, hipokalsemia berkepanjangan 3,1% dan hipoparatiroid
permanen 1%, serta mortalitas 0%.
3. Yodium radioaktif (radio active iodium – RAI)
Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan dengan OAT menjadi eutiroid,
meskipun pengobatan tidak mempengaruhi hasil akhir pengobatan RAI. Dosis Rai berbeda:
ada yang bertahap untuk membuat eutiroid tanpa hipotiroidisme, ada yang langsung dengan
dosis besar untuk mencapai hipotiroidisme kemudian ditambah tiroksin sebagai substitusi.
Kekhawatiran bahwa radiasi menyebabkan karsinoma, leukemia, tidak terbukti. Dan satu-
satunya kontra indikasi ialah graviditas. Komplikasi ringan, kadang terjadi tiroiditis sepintas.
Di USA usia bukan merupakan masalah lagi, malahan cut off-nya 17-20 tahun. 80% Graves
diberi radioaktif, 70% sebagai pilihan pertama dan 10% karena gagal dengan cara lain.
Mengenai efek terhadap optalmopati dikatakan masih kontroversial. Meskipun radioterapi
berhasil tugas kita belum selesai, sebab kita masih harus memantau efek jangka panjangnya
yaitu hipotiroidisme. Dalam observasi selama 3 tahun pasca-RAI, tidak ditemukan
perburukan optalmopati (berdasarkan skor Herthel, OI, MRI, total muscle
volumes [TMV]).Namun disarankan sebaiknya jangan hamil selama 6 bulan pascaradiasi.
Setiap kasus RAI perlu dipantau kapan terjadinya hipotiroidisme (dengan TSH dan klinis).
Terapi eksophtalmus
Selain itu pada eksoftalmus dapat diberikan terapi a.l.: istirahat dengan berbaring
terlentang, kepala lebih tinggi; mencegah mata tidak kering dengan salep mata atau dengan
larutan metil selulosa 5%,untuk menghindari iritasi mata dengan penggunaan kacamata
hitam; dan tindakan operasi; dalam keadaan yang berat diberikan prednison tiap hari.
PROGNOSIS
Dubia ad bonam. Individu dengan tes fungsi tiroid normal-tinggi, hipertiroidisme subklinis
dan hipertiroidisme klinis akan meningkatkan risiko atrium fibrilasi. Hipertiroidisme juga
berhubungan dengan peningkatan risiko gagal jantung yang mungkin sekunder dari atrium
fibrilasi atau takikardia yang dimediasi kardiomiopati. Gagal jantung biasanya reversibel bila
hipertiroidisme diterapi. Pasien dengan hipertiroidisme juga berisiko untuk hipertensi
pulmonal sekunder peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi vaskuler paru. Pada
pasien dengan penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya, hipertiroidisme meningkatkan
risiko kematian. Hal ini juga meningkatkan risiko stroke antara usia 18 hingga 44 tahun.
Hipertiroidisme tidak diobati juga berpengaruh terhadap kepadatan mineral tulang yang
rendah dan meningkatkan risiko fraktur.
6. NODUL TIROID
Nodul tiroid merupakan kelainan pada kelenjar tiroid yang sering dijumpai, terutama
pada daerah yang kurang asupan iodium. Angka kejadiannya juga meningkat seiring
dengan peningkatan umur (> 50 tahun). Dimana sebagian besar dari nodul tiroid tersebut
bersifat asimptomatis dan bersifat jinak. Namun nodul tiroid juga dapat bersifat ganas
walaupun angka kejadiannya kecil. Oleh sebab itu, pemeriksaan yang tepat sangat
diperlukan untuk mengetahui apakah nodul tersebut ganas atau tidak.
a. Etiologi
1) Kekurangan yodium
2) Kelainan tiroid yang berkembang pesat
3) Tiroid: folikuler tiroid adalah tumor jinak, biasanya hasil dari degenerasi tiroid
adenoma. Bagian ini mengandung komponen dan cairan tertentu
4) Tiroiditis kronis, misalnya tiroiditis Hashimoto
5) Nodul tiroid multicore
6) Kanker tiroid. (1)
Gambar 2-1. Klasifikasi Tiroid
b. Faktor resiko
1) Faktor-faktor tertentu yang meningkatkan risiko Anda mengalami nodul tiroid yaitu:
2) Usia tua;
3) Perempuan;
4) Paparan radiasi. Paparan radiasi dari lingkungan atau riwayat terapi radiasi pada
kepala, leher, dada (khususnya selama masa kanak-kanak) meningkatkan risiko;
5) Kekurangan yodium: penyakit tiroid dapat menyebabkan munculnya tonjolan;
6) Mengalami tiroiditis Hashimoto : mungkin menjadi penyebab hipotiroidisme;
7) Ayah atau ibu yang mengalami menderita nodul tiroid.
c. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan melihat kondisi klinis dan hasil laboratorium tes darah
pada fungsi tiroid akan membantu mendiagnosis penyakit tumor tiroid. Tapi karena
mayoritas tumor tiroid jinak, kebanyakan orang memiliki fungsi tiroid normal.
Sebaran tumor sering terdeteksi saat rontgen leher selama pemeriksaan fisik. USG
(menggunakan gelombang suara untuk menangkap gambaran dari bagian tubuh) yang
dapat mendeteksi keberadaan sebaran tumor dan melihat apakah benih tumor
membentuk karakteristik tertentu. Sebaran tumor tertentu bisa berkembang menjadi
kanker. Sebuah tes khusus (tiroid) dapat mengetahui tumor tiroid yang terlalu aktif,
yang menyebabkan produksi hormon yang berlebihan dari hormon dan harus
diperiksa apakah kondisi ini harus diobati atau tidak.
d. Penatalaksanaan
1) Terapi supresi dengan I-tiroksin
Terapi supresi dengan hormone tiroid (levotiroksin) merupakan pilihan yang paling sering
dan mudah dilakukan. Terapi supresi dapat menghambat pertumbuhan nodul serta mungkin
bermanfaat pafa nodul yang kecil. Tetapi tidak semua ahli setuju melakukan terapi supresi
secara rutin, karena hanya sekitar 20% yang responsif. Oleh karena itu perlu diseleksi pasien
yang akan diberikan terapi supresi, berapa lama, dan sampai kadar TSH yang diingin dicapai.
Bila kadar TSH sudah dalam keadaan tersupresi, terapi dengan I-tiroksin tidak diberikan.
Terapi supresi dilakukan dengan memberikan Itiroksin dalam dosis supresi dengan sasaran
TSH sekitar 1-0.3 mlU/ml. Biasanya diberikan selama 6-12 bulan dan bila dalam waktu
tersebut nodul tidak mengecil atau bertambah besar perlu dilakukan biopsy ulang atau
disarankan operasi. Bila setelah satu tahun nodul mengecil, terapi supresi dapat dilanjutkan.
Padaa pasien tertentu terapi supresi dapat dilanjutkan. Pada pasien tertentu terapi supresi
hormonal dapat diberikan seumur hidup, walaupun belum diketahui pasti manfaat terapi
supresi jangka panjang tersebut.
2) Suntikan etanol perkutan (Percutaneous Ethanol Injection)
Penyuntikan etanol pada jaringan tiroid akan menyebabkan dehidrasi seluler, denaturasi
protein dan nekrosis koagulatif pada jaringan tiroid dan infark hemoragik akibat thrombosis
vascular, akan terjadi juga penurunan aktivitas enzim pada sel-sel yang masih viable yang
mengelilingi jaringan nekrotik. Nodul akan dikelilingi oleh reaksi granulomatosa dengan
multinucleated giant cells dan kemudian secarabertahap jaringan tiroid diganti dengan
jaringan parut granulomatosa. Terapi sklerosing dengan etanol dilakukan pada nodul jinak
padat atau kistik dengan menyuntikan larutan etanol (alkohol), tidak banyak center yang
melakukan hal ini secara rutin karena tingkat keberhasilannya tidak begitu tinggi, dalam
waktu 6 bulan ukuran nodul bisa berkurang sebesar 45%. Disamping itu dapat terjadi efek
samping yang serius terutama bila dilakukan oleh operator yang tidak berpengalaman. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah rasa nyeri yang hebat, rembasan (leakage) alcohol ke
jaringan ekstratioid, juga ada risiko tirotoksikosis dan paralisis pita suara.
3) Terapi Iodium Radioaktif (1-131)
Terapi dengan iodium radioaktif (1-131) dilakukan pada nodul tiroid autonom atau nodul
panas (fungsional) baik yang dalam keadaan eutiroid maupun hipertiroid. Terapi iodium
radioaktif juga dapat diberikan pada struma multinodosa non toksik terutama bagi pasien
yang tidak bersedia dioperasi atau mempunyai risiko tinggi untuk operasi. Iodium radioaktif
dapat mengurangi volume nodul tiroid dan memperbaiki keluhan dan gejala penekanan pada
sebagian besar pasien, yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan terjadinya tiroiditis
radiasi (jarang) dan difungsi tiroid pasca-radiasi seperti hipertiroidisme selintas dan
hipotiroidisme.
4) Pembedahan
Melalui tindakan bedah dapat dikaukan dekompresi terhadap jaringan vital disekitar nodul,
disamping dapat diperoleh spesimen untuk pemeriksaan patologi. Hemitiroidektomi dapat
dilakukan pada nodul jinak, sedangkan berapa luas tiroidektomi yang akan dilakukan pada
nodul ganas tergantung pada jenis histology dan tingkat risiko prognostik. Hal yang perlu
diperhatikan adalah penyulit seperti perdarahan pasca pembedahan, obstruksi trakea pasca-
pembedahan, gangguan pada n.rekurens laringeus, hipoparatiroidi, hipoparatiroidi atau nodul
kambuh. Untuk menekan kejadian penyulit tersebut, pembedahan hendaknya dilakukan oleh
ahli bedah yang berpengalaman dalam bidangnya.
5) Terapi laser interstisial dengan tuntutan ultrasonografi
Terapi nodul tiroid dengan laser masih dalam tahap eksperimental. Dengan menggunakan
“low power laser energy”, energy termik yang diberikan dapat mengakibatkan nekrosis nodul
tanpa atau sedikit sekali kerusakan pada jaringan sekitarnya Suatu studi tentang terapi laser
yang dilakukan oleh Dossing dkk (2005) pada 30 pasien dengan nodul padat-dingin soliter
jinak (benign solitary solid-cold nodule) mendapatkan hasil sbb, pengecilan volume nodul
sebesar 44% (median) yang berkorelasi dengan penurunan gejala penekanan dan keluhan
kosmetik, sedangkan pada kelompok kontrol ditemukan peningkatan volume nodul yang
tidak signifikan sebesar 7% (median) setelah 6 bulan. Tidak ditemukan efek samping yang
berarti. Tidak ada korelasi antara deposit energy termal dengan pengurangan volume nodul
serta tidak ada perubahan fungsi tiroid.
7. KARSINOMA TIROID
A. Definisi
Kanker tiroid adalah suatu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu:
papiler, folikuler, anaplastik dan meduler.1
Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering
menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar.Sebagian besar nodul tiroid
bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan. Kanker tiroid sering kali
membatasi kemampuan menyerap yodium dan membatasi kemampuan menghasilkan
hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga
terjadi hipertiroidisme1.
B. Etiologi
Etiologi dari penyakit ini belum pasti, yang berperan khususnya untuk terjadi
well differentiated (papiler dan folikuler) adalah radiasi dan goiter endemis, dan untuk
jenis meduler adalah factor genetic. Belum diketahui suatu karsinoma yang berperan
untuk kanker anaplastik dan meduler. Diperkirakan kanker jenis anaplastik berasal
dari perubahan kanker tiroid berdiferensia baik (papiler dan folikuler), dengan
kemungkinan jenis folikuler dua kali lebih besar1.
Radiasi merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid. Banyak kasus kanker
pada anak-anak sebelumnya mendapat radiasi pada kepala dan leher karena penyakit
lain. Biasanya efek radiasi timbul setelah 5-25 tahun, tetapi rata-rata 9-10 tahun.
Stimulasi TSH yang lama juga merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid.
Faktor resiko lainnya adalah adanya riwayat keluarga yang menderita kanker tiroid
dan gondok menahun1.
C. Patofisiologi
Neoplasma tiroid sering timbul sebagai pembesaran tiroid yang diskret.
Kadang-kadang mirip goiter noduler jinak. Nodule-nodule tiroid dapat diraba,
kebanyakan nodule tersebut jinak, namun beberapa nodule goiter bersifat karsinoma.
Untuk menentukan apakah nodule tiroid ganas atau tidak, harus dinilai factor-faktor
resiko dan gambaran klinis massa tersebut, dan harus dilakukan beberapa
pemeriksaan laboratorium1.
Karsinoma tiroid biasanya kurang menangkap yodium radioaktif dibandingkan
kelenjar tiroid normal yang terdapat disekelilingnya. Dengan cara scintiscan. nodule
akan tampak sebagai suatu daerah dengan pengambilan yodium radioaktif yang
berkurang, Tehnik yang lain adalah dengan echografi tiroid untuk membedakan
dengan cermat massa padat dan massa kistik1.
Karsinoma tiroid biasanya padat, sedangkan massa kistik biasanya merupakan
kista jinak. Karsinoma tiroid harus dicurigai berdasarkan tanda klinis jika hanya ada
satu nodul yang teraba, keras, tidak dapat digerakkan pada dasarnya dan berhubungan
dengan limfadenopati satelit1.
Kanker Tiroid secara klinis dapat dibedakan menjadi suatu kelompok besar
neoplasma berdiferensiasi baik dengan kecepatan pertumbuhan yang lambat dan
kemungkinan penyembuhan yang tinggi, dan suatu kelompok kecil tumor anaplastik
dengan kemungkinan fatal1.
D. Klasifikasi
Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO:
1. Tumor epitel maligna
a. Karsinoma folikulare
b. Karsinoma papilare
c. Campuran karsinoma folikulare-papilare
d. Karsinoma anaplastik ( undifferentiated )
e. Karsinoma sel skuamosa
f. Karsinoma Tiroid medulare
2. Tumor non-epitel maligna
a. Fibrosarkoma
b. Lain-lain
3. Tumor maligna lainnya
a. Sarkoma
b. Limfoma maligna
c. Haemangiothelioma maligna
d. Teratoma maligna
4. Tumor sekunder dan unclassified tumors
Menurut WHO, tumor epitel maligna tiroid dibagi menjadi:
a. Karsinoma Folikuler.
b. Karsinoma Papilar.
c. Karsinoma Medular.
d. Karsinoma berdiferensiasi buruk (Anaplastik).
e. Lain-lain.
Ada 4 tipe jaringan karsinoma tiroid yang berbeda yang dipakai untuk pelaksanaan
sehari-hari, yaitu:
a. Karsinoma Tiroid Papilar.
b. Karsinoma Tiroid Folikular.
c. Karsinoma Tiroid Medular.
d. Karsinoma Tiroid Anaplastik.
Manifestasi klinik awal dari karsinoma tiroid adalah berbentuk menyendiri dan
suatu nodul dikelenjar tiroid yang tidak menimbulkan rasa sakit. Tanda dan gejala
tambahan tergantung pada ada tidaknya metastase serta lokasi metastase (penyebaran
sel kanker) itu sendiri.1
a. Karsinoma Papilar
Merupakan tipe kanker tiroid yang sering ditemukan, banyak pada wanita atau
kelompok usia diatas 40 tahun. Karsinoma Papilar merupakan tumor yang
perkembangannya lambat dan dapat muncul bertahun-tahun sebelum menyebar ke
daerah nodes limpa. Ketika tumor terlokalisir di kelenjar tiroid, prognosisnya baik
apabila dilakukan tindakan Tiroidektomi parsial atau total1.
b. Karsinoma Folikular
Terdapat kira-kira 25 % dari seluruh karsinoma tiroid yang ada, terutama
mengenai kelompok usia diatas 50 tahun. Menyerang pembuluh darah yang
kemudian menyebar ke tulang dan jaringan paru. Jarang menyebar ke daerah nodes
limpa tapi dapat melekat/menempel di trakea, otot leher, pembuluh darah besar dan
kulit, yang kemudian menyebabkan dispnea serta disfagia. Bila tumor mengenai
Karsinoma Medular. Timbul di jaringan tiroid parafolikular. Banyaknya 5 – 10 %
dari seluruh karsinoma tiroid dan umumnya mengenai orang yang berusia diatas 50
tahun.1
Penyebarannya melewati nodes limpa dan menyerang struktur di sekelilingnya.
Tumor ini sering terjadi dan merupakan bagian dari Multiple Endocrine Neoplasia
(MEN) Tipe II yang juga bagian dari penyakit endokrin, dimana terdapat sekresi yang
berlebihan dari kalsitonin, ACTH, prostaglandin dan serotonin1
c. Karsinoma Anaplastik
Merupakan tumor yang berkembang dengan cepat dan luar biasa agresif. Kanker
jenis ini secara langsung menyerang struktur yang berdekatan, yang menimbulkan
gejala seperti:
1) Stridor (suara serak/parau, suara nafas terdengar nyaring)
2) Suara serak
3) Disfagia
Prognosisnya jelek dan hampir sebagian besar klien meninggal kira-kira 1 tahun
setelah diagnosa ditetapkan. Klien dengan diagnosa karsinoma anaplastik dapat
diobati dengan pembedahan paliatif, radiasi dan kemoterapi1.
E. Gambaran Klinis
Kecurigaan klinis adanya karsinoma tiroid didasarkan pada observasi yang
dikonfirmasikan dengan pemeriksaan patologis dan dibagi dalam kecurigaan tinggi,
sedang dan rendah.
Yang termasuk kecurigaan tinggi adalah:
a. Riwayat neoplasma endokrin multipel dalam keluarga.
b. Pertumbuhan tumor cepat.
c. Nodul teraba keras.
d. Fiksasi daerah sekitar.
e. Paralisis pita suara.
f. Pembesaran kelenjar limpa regional.
g. Adanya metastasis jauh.
Kecurigaan sedang adalah:
a. Usia < 20 tahun atau > 60 tahun.
b. Riwayat radiasi leher.
c. Jenis kelamin pria dengan nodul soliter.
d. Tidak jelas adanya fiksasi daerah sekitar.
e. Diameter lebih besar dari 4 cm dan kistik.
Kecurigaan rendah adalah: tanda atau gejala diluar/selain yang disebutkan diatas.
Secara klinis karsinoma tiroid dibagi menjadi kelas-kelas, yaitu:
I. Infra Tiroid.
II. Metastasis Kelenjar Limpa Leher.
III. Invasi Ekstra Tiroid.
IV. Metastasis Jauh.
Gejala klinis yang dijumpai dapat berupa penekanan organ sekitar, gangguan dan rasa
sakit waktu menelan, sulit benafas, suara serak, limfadenopati leher serta dapat terjadi
metastasi jauh. Paling sering ke paru-paru, tulang dan hati2.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Human thyroglobulin, suatu penanda tumor “tumor marker” untuk keganasan
tiroid; jenis yang berdiferensiasi baik, terutama untuk follow up.
b. Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi tiroid
c. Kadar calcitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma meduler.4
2. Pemeriksaan radiologis
a. Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior, untuk menilai ada tidaknya
metastasis. Foto polos leher antero-posterior dan lateral dengan metode ”soft
tissue technique” dengan posisi leher hiperekstensi, bila tumornya besar. Untuk
melihat ada tidaknya mikrokalsifikasi.
b. Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya infiltrasi ke
esofagus.
c. Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke tulang yang
bersangkutan.4
3. Pemeriksaan ultrasonografi
Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara
klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai untuk membedakan nodul
yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan
biopsi aspirasi jarum halus.4
4. Pemeriksaan sidik tiroid
Pemeriksaan sidik tiroid : bila nodul menangkap jodium lebih sedikit dari jaringan
tiroid yang normal disebut nodul dingin (cold nodule), bila sama afinitasnya maka
disebut nodul hangat (warm nodule) dan bila afinitasnya lebih maka disebut nodul
panas (hot nodule). Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodule dingin. Sekitar 10
– 17 % struma dengan nodule dingin ternyata adalah suatu keganasan.
Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tiroid maka obat-obatan yang mengganggu
penangkapan jodium oleh tiroid harus dihentikan selama 2 – 4 minggu sebelumnya.
Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak diperlukan, jika tidak ada fasilitasnya, tidak
usah dikerjakan.4
5. Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)
Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan Bajah tergantung dari 2 hal yaitu: Faktor
kemampuan pengambilan sampel dan faktor ketepatan interpretasi oleh seorang
sitolog sehingga angka akurasinya sangat bervariasi.4
Karsinoma tiroid
Struma ovarii
Mutasi TSH-r
Grave’s Disease
Merupakan penyebab tersering dari tirotoksikosis, prevalensi pada wanita lebih sering
daripada laki-laki. Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih dari gambaran berikut ini :
1. Tirotoksikosis
2. Goiter
3. Opthalmopathy (exopthalmus)
4. Dermopathy (pretibial myxedema)
Gambaran Klinis
Pada penderita usia muda pada umumnya didapatkan palpitasi, nervous, mudah lelah,
hiperkinesia, diare, keringat berlebihan, tidak tahan terhadap udara panas dan lebih suka
terhadap udara dingin. Didapatkan penurunan berat badan tanpa disertai penurunan nafsu
makan, kelenjar tiroid membesar, didapatkan tanda-tanda mata tirotoksikosis (exoptalmus)
dan umumnya terjadi takikardi ringan. Kelemahan otot dan kehilangan massa otot terutama
pada kasus berat yang ditandai penderita biasanya tidak mampu berdiri dari kursi tanpa
bantuan. Pada penderita diatas 60 tahun yang menonjol adalah manifestasi kardiovaskular
dan miopati dengan keluhan utama adalah palpasi, sesak waktu melakukan aktivitas, tremor,
nervous dan penurunan berat badan.
Dermopati merupakan penebalan pada kulit terutama pada tibia bagian bawah sebagai
akibat dari penumpukan glikoaminoglikan (non pitting edema), keadaan ini sangat jarang
hanya terjadi 2-3% penderita.
Tabel Gejala serta tanda Hipertiroid umumnya ada pada penyakit Graves 1
Sistem Gejala dan Tanda
Umum Tak tahan hawa panas, hiperkinesis, capek, BB turun,
tumbuh cepat, toleransi obat, youthfullness,
hiperdefekasi, lapar
Gastrointestinal Makan banyak, haus, muntah, disfagia, splenomegali
Muskular Rasa lemah
Genitourinaria Oligomenorea,amenorea,libido
turun,infertil,ginekomastia
Jantung Leher membesar
Psikis dan saraf Labil, iritabel, tremor, psikosis, nervositas, paralisis
periodik dipsneu, ipertensi, aritmia, palpitasi, gagal
jantung, limfositosis, anemia, splenomegali
Darah dan limfatik Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan nyeri tulang
skelet
Spesifik untuk penyakit Graves ditambah dengan:
Oftalmopati (50%) edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus menurun, ulkus
kornea
Dermopati (0,5-4%)
Akropaki (1%)
Untuk laboratorium, apabila curiga adanya hipertiroid, makan yang diperiksa adalah
FT4 (free thyroxin), FT3 dan TSHs. Pemeriksaan antibodi yang khas untuk grave’s disease
adalah TSH-R Ab (stimulating). I123 atau technetium scan biasanya digunakan untuk
mengevaluasi ukuran kelenjar dan adanya nodul ‘hot’ atau ‘cold’.
Diagnosa
Diagnosis pasti dari suatu penyakit hampir diawali oleh kecurigaan klinis. Pemeriksaan
minimal yang harus dikerjakan bila ada kecurigaan hipertiroid adalah FT4 dan TSHs. Apabila
didapatkan peningkatan FT4 dan penurunan TSHs maka hipertiroid dapat ditegakkan.
Hipertiroid dengan atau tanpa goiter apabila tidak disertai dengan exopthalmus harus
dilakukan pemeriksaan radioiodine uptake. Bila didapatkan peningkatan uptake maka
diagnosis Grave’s disease dan toxic nodular goiter dapat ditegakkan. Radioiodine uptake
yang rendah didapatkan pada hipertiroid yang baik, tiroiditis sub akut, tiroiditis hashimoto
fase akut, pengobatan dengan levotyroxin yang jarang yaitu struma ovarii.
Apabila FT4 dan TSHs keduanya meningkat maka harus dicurigai adanya tumor pituitari
yang memproduksi TSH. Apabila FT4 normal sedangkan TSHs rendah maka FT3 harus
diperiksa, diagnosis Grave’s disease stadium awal dan T3-secreting toxic nodules dapat
ditegakkan apabila FT3 meningkat. Apabila FT3 rendah didapat pada euthyroid sick sindrom
atau pada penderita yang mendapatkan terapi dopamin atau kortikosteroid.
Untuk itu telah dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang teliti. Kemudian diteruskan dengan pemeriksaan penunjang untuk
konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid dan etiologi1.
Tabel 3 Indeks Wayne
No Gejala yang timbul Dan atau Nilai
bertambah berat
1. Sesak saat kerja +1
2. Berdebar +2
3. Kelelahan +3
4. Suka udara panas -5
5. Suka udara dingin +5
6. Keringat Berlebihan +3
7. Gugup +2
8. Nafsu makan naik +3
9. Nafsu makan turun -3
10 Berat badan naik -3
.
11 Berat badan turun +3
.
No Tanda Ada Tidak
1. Thyroid teraba +3 -3
2. Bising Thyroid +2 -2
3. Exopthalmus +2 -
4. Kelopak mata tertinggal gerak bola +1 -
mata
5. Hiperkinetik +4 -2
6. Tremor Jari +1 -
7. Tangan Panas +2 -2
8. Tangan basah +1 -1
9. Fibrilasi Atrial +4 -
10. Nadi teratur
<80x/menit - -3
80-90x/menit - -
>90x/menit +3 -
Tjokroprawiro membuat tiga kriteria diagnostik penyakit Graves yaitu4 :
1. Diagnosis dugaan penyakit Graves : struma, gejala umum, gejala kardiovaskular
2. Diagnosis klinis penyakit Graves: Diagnosis dugaan Indeks Wayne > 20 atau indeks
New castle > 40
3. Diagnosis pasti penyakit Graves: diagnosis klinis ditambah FT4 meningkat dan
TSHs menurun
Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien, riwayat alamiah
penyakit, tersedianya modalitas pengobatan, situasi pasien (ingin mempunyai anak/tidak),
resiko pengobatan, dsb1. Pengobatan Tirotoksikosis dapat dikelompokkan menjadi
Tirostatika, Tiroidektomi, Yodium radioaktif.
1. Tirostatika (OAT-Obat Anti Tiroid)
a. PTU (Propyl thiouracil), pada umumnya dosis awal adalah 100-150 mg setiap 6
jam, setelah 4-8 minggu dosis diturunkan menjadi 50-200 mg sekali atau dua
kali dalam sehari. Keuntungan PTU dibanding methimazole adalah bahwa PTU
dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 sehingga lebih efektif dalam
menurunkan hormon tiroid secara cepat.
b. Methimazole, mempunyai duration of action yang lebih panjang sehingga lebih
banyak digunakan sebagai single dose. Methimazole berada dalam folikel ±20
jam. Dosis awal dimulai dengan 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan dan
selanjutnya dosis diturunkan menjadi 5-20 mg setiap pagi sebagai dosis
rumatan.
Tabel.Efek berbagai obat yang digunakan dalam pengelolaan Tirotoksikosis 1
Kelompok Obat Efek Indikasi
Obat Anti Tiroid Menghambat sintesis Pengobatan lini
Propiltiourasil (PTU) hormon tiroid dan pertama pada
Metimazole (MMI) berefek imunosupresif Graves. Obat jangka
Karbimazol (CMZ) (PTU hambat konversi pendek pra
Antagonis Adrenergik-ƀ T4 menjadi T3) bedah/pra-RAI
B-adrenergik antagonis Mengurangi dampak Obat tambahan,
Propanolol hormon tiroid pada kadang sebagai obat
Metoprolol jaringan tunggal pada
Atenolol tiroiditis
Nadolol
Bahan mengandung Menghambat Persiapan
Iodine keluarnya T4 dan T3 tiroidektomi. Pada
Kalium iodida Menghambat produksi krisis tiroid bukan
Solusi Lugol T3 ekstratiroidal pada penggunaan
Na Ipodat rutin
Asam Iopanoat
Obat Lain Menghambat transpor Bukan indikasi rutin
Kalium perklorat yodium, sintesis dan Pada sub akut
Litium Karbonat keluarnya hormon tiroiditis berat dan
Glukokortikoid Memperbaiki efek krisis tiroid
hormon di jaringan dan
sifat imunologis
Ada dua metode yang dapat digunakan dalam penggunaan OAT ini. Pertana
berdasarkan titrasi: mulai dosis besar dan kemudian berdasarkan klinis/laboratoris dosis
diturunkan sampai mencapai dosis terendah dimana pasien masih dalam keadaan eutiroid.
Kedua dengan blok-substitusi, dalam metode ini pasien diberi dosis besar terus menerus dan
apabila mencapai keadaan hipotiroid, maka ditambah hormon tiroksin hingga mencapai
eutiroid1.
Terapi diberikan sampai mengalami remisi spontan, pada sekitar 20-40%
mengalami perbaikan dalam 6 bulan-1.5 tahun. Observasi diperlukan dalam jangka panjang
oleh karena angka kekambuhan sangat tinggi yaitu sekitar 50-60%4. Efek samping yang
sering rash, urtikaria, demam dan malaise, alergi, eksantem, nyeri otot dan atralgia yang
jarang keluhan gastrointestinal, perubahan rasa, dan yang paling ditakuti yaitu
agranulositosis. Untuk evaluasi gunakan gambaran klinis1.
2. Tiroidektomi
Pada penderita dengan kelenjar gondok yang besar atau dengan goiter nultinoduler
maka tiroidektomi subtotal merupakan pilihan. Operasi ini baru dilaksanakan jika pasien
dalam keadaan eutiroid, secara klinis ataupun biokimia. Dua minggu sebelum operasi
penderita diberikan solutio lugol dengan dosis lima tetes dua kali sehari. Pemberian solutio
lugol bertujuan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar, sehingga akan mempermudah
jalannya operasi1.
Pada sebagian penderita Grave’s disease membutuhkan suplemen hormon tiroid setelah
dilakukan tiroidektomi. Komplikasi pada pembedahan adalah hipoparatiroid dan terjadi
kerusakan pada nervus recurrent laryngeal. Hipoparatiroid bisa terjadi permanen atau
sepintas. Setiap pasien pasca operasi perlu dipantau apakah terjadi remisi, hipotiroidisme atau
residif. Operasi yang tidak direncanakan dengan baik membawa resiko terjadinya krisis tiroid
dengan mortalitas yang amat tinggi1.
3. Yodium Radioaktif (radio active iodium-RAI)
Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan dengan OAT menjadi
eutiroid, meskipun pengobatan tidak mempengaruhi hasil akhir pengobatan RAI. Dosis RAI
berbeda, ada yang bertahap untuk mencapai eutiroid tanpa hipotiroid, ada yang langsung
dengan dosis besar untuk mencapai hipotiroid kemudian ditambah tiroksin sebagai substitusi.
Kekhawatiran bahwa radiasi akan menyebabkan karsinoma tidak terbukti. Satu-satunya
kontraindikasi adalah graviditas. Komplikasi ringan, kadang terjadi tiroiditis sepintas. Pada
enam bulan pasca radiasi disarankan untuk tidak hamil.
Tabel Keuntungan dan kerugian berbagai pengobatan Tiroroksikosis1
Pengobatan Keuntungan Kerugian
Tirostatika Kemungkinan remisi Angka residif cukup tinggi
jangka panjang tanpa Pengobatan janga panjang
hipotiroid dan kontrol yang sering
Tiroidektomi Cukup banyak menjadi Dibutuhkan ketrampilan
eutiroid bedah
Yodium radioaktif Relatif cepat Masih ada morbiditas
Jarang residif 40 % hipotiroid dalam 10
Sederhana tahun
Daya kerja obat lambat
50% hipotiroid pasca
radiasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Kumar V, Abbas A, Aster J. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi ke-9. Singapura:
Elsevier;2015.
2. Setiati S,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6 Jilid II. Jakarta: Interna
Publishing; 2013.
3. Harrison,I., Wilson, B.W., & Kasper, M.F. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. edisi 13
volume 3. EGC : Jakarta ; 2012
4. Kravets I. Hyperthyroidism: Diagnosis and Treatment. New York: American Family
Physician; 2016.
5. Silbernagl S, Lang F. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC;
2018.