Anda di halaman 1dari 12

Nama : Jeremy Douglas Sidauruk

NIM : 16.3082

Mata Kuliah : Seminar Biblika

Dosen Pengampu : Pdt. Dr. Hulman Sinaga

Pdt. Dr. Rospita Siahaan

Kekeluargaan dan Persaudaraan Secara Spiritual dalam Kerajaan Allah

(Tinjauan Biblis Markus 3: 31-35)

I. Pendahuluan
Keluarga Kristen adalah persekutuan hidup antara ayah, ibu dan anak-anak yang telah
percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi serta
meneladani hidup dan ajaran-ajaranNya dalam kehidupan sehari-hari. Allah lah yang menjadikan
segala sesuatu dan segala sesuatu adalah bagi kemuliaanNya, termasuk sebuah keluarga. Allah
selalu ada dalam hubungan yang penuh kasih dengan diriNya sendiri, sehingga Dia tidak pernah
kesepian. Allah tidak membutuhkan keluarga, Dia menginginkan suatu keluarga, karena itu Allah
membuat reencana untuk menciptakan kita, membawa kita sebagai manusia ke dalam keluargaNya,
dan berbagi dengan kita segala yang Dia miliki.1 2
Di dalam perikop ini, Yesus memperkenalkan kepada kita suatu bentuk kekeluargaan dan
persaudaraan yang baru. Kekeluargaan yang tidak hanya dibatasi oleh hubungan darah atau suku,
marga, bangsa dan adat budaya kita lagi. Tapi kekeluargaan dan persaudaraan secara spiritual di
dalam Kerajaan Allah dan yang menjadi anggota keluarga anak-anak Allah ialah mereka yang
hidup dan melakukan kehendak Allah. Hal ini diungkapkan oleh Tuhan Yesus ketika Dia sedang
mengajar di tengah-tengah orang banyak, sementara keluarganya datang untuk menjemput Yesus
untuk dibawa pulang. Tetapi, Yesus justru memberi jawaban yang diluar dugaan semua orang,
termasuk ibu dan saudara/iNya.
Bila kita melihat secara sekilas, Yesus seperti melanggar Hukum Taurat yang ke 5 dengan
tidak mengakui Maria sebagai ibuNya, namun ibu dan saudara yang Yesus maksudkan bukanlah
kekeluargaan di dunia. Yesus ingin menekankan dan mengajarkan siapa yang akan menjadi
keluargaNya dan saudaraNya dalam Kerajaan atau Rumah Bapa di sorga. Untuk menjadi ibu dan
saudara Yesus dalam Rumah Bapa tidak dibatasi oleh hubungan darah, budaya, adat, suku marga

1
M.L. Thompson, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan, (Jakarta : BPK GM 2000), hlm 26
2
Soemadi Tjiptojoewono, Pengantar Pendidikan, (Surabaya: Universitas Press IKIP, 1995), hlm 215
1
atau garis keturunan, namun menjadi ibu dan saudara Yesus dalam Rumah Bapa adalah siapa saja
yang mau melakukan kehendak Allah.
II. Etimologi
Berdasarkan teks yang dipilih oleh penulis, ada beberapa kata kunci teologis yang akan
dibahas, yakni yang pertama merupakan kata keluarga atau di dalam bahasa Yunani disebut patria.
Kata Yunani patria atau keluarga muncul hanya 3 kali di dalam Perjanjian Baru. Tapi, kata Yunani
oikos, oikia yang searti yaitu rumah tangga muncul lebih sering. Patria menekankan asal usul
keluarga dan lebih menunjukkan Bapak leluhurnya ketimbang pimpinannya sekarang. Patria bisa
saja satu suku, bahkan satu bangsa. Kata keluarga ada disebutkan sebanyak 197 kali di dalam
Alkitab dengan pembagian 182 kali disebutkan di dalam 146 ayat di Perjanjian Lama serta 15 kali
disebutkan di dalam 15 ayat di dalam Perjanjian Baru.
Di dalam Perjanjian Baru, kata keluarga merupakan terjemahan dari dua kata Yunani yakni
patria dan oikos. Kata patria pada umumnya lebih berarti keturunan atau garis keluarga. Kata oikos
lebih banyak dipakai pada Perjanjian Baru. Kata ini secara harafiah berarti keluarga dalam artian
keluarga besar seperti yang terdapat di dalam Perjanjian Lama. Berbeda dengan Perjanjian Lama,
Perjanjian Baru mengutamakan loyalitas terhadap Injil di atas sebuah keluarga. Pada masa
Perjanjian Baru juga yang dikatakan sebagai anggota keluarga adalah ayah, ibu, anak, budak-budak
dan teman yang rela menjadi tanggungan dalam keluarga. Relasi yang dijalin adalah sebuah
hubungan yang timbal balik. Pada masa itu, rumah tangga menjadi inti bagi upacara keagamaan
seperti perayaan Paskah, perjamuan makan suci, doa dan pengajaran Taurat. Keluarga pada masa
perjanjian baru memiliki peranan penting dalam perintisan gereja mula-mula karena pertobatan
dimulai dari kepala keluarga yang kemudian diikuti oleh keluarga yang lain. Keluarga juga
dijadikan tempat persekutuan dalam gereja mula-mula, dan para kepala keluarga alam ditunjuk
sebagai penilik jemaat jika ia telah dinyatakan lulus ujian. Di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Keluarga diartikan dengan ibu dan bapak beserta anak-anaknya yang seisi rumah atau
orang seisi rumah yang menjadi tanggungan; batih atau juga sanak saudara dan kaum kerabat.3
Kata kunci teologis berikutnya merupakan kata saudara atau di dalam bahasa Yunani
disebutkan adelphos yang biasa dipakai untuk menyebutkan anggota keluarga, para sahabat,
tetangga dan seiman. Kata saudara juga biasa dipakai untuk rekan sejabatan (sebagai penyapaan
orang-orang besar satu sama lain). Kata saudara disebutkan sebanyak 181 kali di dalam Alkitab
dengan pembagian 101 kali di dalam 95 ayat di Perjanjian Lama dan 80 kali di dalam 77 ayat di
Perjanjian Baru.4 Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Saudara berarti orang yang seibu
seayah, orang yang bertalian keluarga, atau orang yang segolongan.
3
“KBBI Daring” http://kbbi.kemdikbud.go.id/
4
Gerhard Friedrich, The Dictionary of The New Testament Volume 2, (Michigan : William B. Erdsman Publishing
Company Grandrapids) hal 218-220
2
Kemudian, satu lagi kata kunci teologis yang dipilih oleh penulis adalah kata kehendak atau
yang di dalam bahasa Yunani disebutkan yelhma yang berarti keinginan ataupun kehendak, tetapi
biasanya kehendak itu dinyatakan dalam wasiat menjelang kematian dan untuk menggambarkan
suatu perjanjian atau persetujuan serta pengaturan. Kehendak mempunyai batas dan kepastian akhir.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kehendak memiliki arti yakni kemauan, keinginan
dan harapan yang keras. 5

III. Pokok-pokok teologi


Injil Markus dianggap sebagai kitab Injil yang pertama ditulis, bahkan diakui sebagai
sumber pokok bagi kedua Injil Sinoptik yang lainnya. Berhubungan dengan ini terjadi perhatian
yang lebih teliti daripada sebelumnya terhadap Injil Markus. Injil Markus seringkali dianggap
sebagai versi yang dipersingkat dari Injil Matius. Sejumlah cerita dikisahkan dengan rincian yang
begitu hidup sehingga wajar untuk menganggap Injil Markus sebagai laporan tangan pertama dari
peristiwa-peristiwa tersebut.
Injil Markus memiliki kaitan yang cukup erat dengan Petrus dan mungkin salah satu alasan
penulisannya adalah keinginan memelihara cerita-cerita Petrus sebagai kesaksian yang langgeng
bagi jemaat. Injil Markus ini juga ditulis dengan mengingat suatu situasi khusus. Ada sejumlah
aspek yang menonjol dan khusus tentang potret Yesus di dalam Injil Markus. Yesus diperkenalkan
disini sebagai seorang tokoh yang sangat manusiawi. Yesus yang marah, Yesus yang tidak sanggup
melakukan mukjizat jika kondisi-kondisi iman yang tepat tidak terpenuhi (6:1-6); dan Dia
menderita secara fisik sedemikian rupa sehingga hal itu dianggap tidak cocok dengan
kedudukannya sebagai Anak Allah. Hal-hal semacam ini pernah dianggap sebagai tanda dari teologi
“primitif” Markus. Tetapi mungkin sekali ada penjelasan lain mengenai hal tersebut.
Banyak Orang Kristen merasa sulit menyesuaikan keyakinan tentang keilahian Yesus
dengan kenyataan bahwa Ia juga merupakan manusia seutuhnya. Mereka berpendapat bahwa
Kristus yang ilahi itu hanya datang ke dalam Yesus yang manusiawi pada waktu baptisanNya dan
meninggalkanNya sebelum penyaliban. Kita menyebut orang-orang dengan pandangan seperti ini
Dosetis, sebab mereka beranggapan bahwa Yesus hanya kelihatan sebagai manusia (dari kata kerja
Yunani dokeo “menyerupai”). Surat 1 Yohanes berusaha mengoreksi pandangan ini dan Injil
Yohanes mungkin juga ditulis dengan memperhatikan orang yang berpandangan Dosetis. Injil
Markus mungkin juga merupakan ralat terhadap gagasan tersebut. Sebagai jawaban kepada orang
yang menyatakan kemanusiaan Yesus hanya khayalan, Markus menggambarkan Yesus sebagai

5
W.R.F. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta : BPK GM, 2015) Hal 201-202
3
Mesias ilahi yang asal dan maknaNya tersembunyi dan terungkap dalam kehidupan seseorang yang
sungguh-sungguh manusia.6
Hubungan keluarga yang sejati terletak pada pengalaman bersama, terutama sekali bila
pengalaman itu adalah pengalaman dimana dua orang benar-benar mengalami hal-hal secara
bersama. Kata orang, dua orang benar-benar merupakan sahabat jika mereka dua mampu saling
mengatakan, “Kau ingat?”, kemudian keduanya bercakap terus tentang segala sesuatu yang sudah
mereka alami sebelumnya secara bersama-sama. Dasar bagi kekeluargaan yang sejati terletak pada
pengalaman bersama dan orang-orang Kristen mempunyai pengalaman bersama sebagai orang-
orang yang telah diampuni.
Hubungan keluarga yang sejati juga terletak pada minat bersama. A.M. Chirgwin bercerita
tentang hal yang sangat menarik di dalam bukunya The Bible in the World evangelism. Hanya kalau
kesatuan-kesatuan terpisah ini menjadi bagian dari satu kelompok yang diikat bersama oleh minat
yang sama, maka hubungan keluarga yang sejati itu boleh menjadi kenyataan. Orang-orang Kristen
memang mempunyai hasrat untuk mengetahui lebih banyak tentang Yesus Kristus.
Hubungan keluarga yang sejati juga tidak dapat terlepas dari kepatuhan bersama. Para
murid Yesus adalah kelompok yang sangat majemuk. Segala jenis keyakinan dan pandangan
bersama berbaur di dalamnya. Seorang pemungut cukai seperti Matius dan seorang nasionalis
fanatik seperti Simon orang Zelot pernah saling membenci seperti melihat racun. Namun, mereka
dipersatukan karena sama-sama telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Guru mereka.
Orang-orang akan saling bersahabat bila mereka mempunyai guru yang sama. Orang akan saling
bersahabat bila mereka mempunyai guru yang sama. Orang akan saling mengasihi hanya kalau
mereka sama-sama mengasihi Yesus Kristus.
Hubungan keluarga yang sejati juga terletak pada tujuan bersama. Tidak ada hal yang lain
yang dapat menyatukan orang-orang kecuali tujuan bersama. Jika hubungan keluarga didasarkan
kepada tujuan bersama, maka orang-orang Kristen memiliki kuncinya karena semuanya berupaya
mengenal Kristus secara lebih baik dan membawa orang lain ke dalam kerajaanNya. Dalam hal-hal
lain kita berbeda, namun dalam tujuan kita dapat sepakat. 7

Tuhan tidak hanya menciptakan manusia untuk berhubungan dengan diri-Nya (meskipun
hubungan itu primer dan anterior untuk semua yang mengikuti dan sekunder). Dia menciptakan kita
juga untuk berhubungan dengan manusia lain. Ada banyak segi mulia untuk ini. Sebagian karena
kita dirancang untuk membutuhkan persahabatan, sentuhan, cinta, dan keintiman manusia. Sebagian
karena kita dirancang untuk menjadi dan sebagai gambar Allah yang hidup, dan harus ada orang

6
Drane, John. Memahami Perjanjian Baru Pengantar Historis-Teologis, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2006), Hal 208-
211
7
Barclay, William. Pemahaman Alkitab Setiap Hari Injil Markus, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2008), Hal 124-129
4
lain yang kepadanya Allah harus dicitrakan. Sebagian karena Tuhan memiliki banyak hal untuk kita
lakukan untuk membangun dan memajukan kerajaan-Nya, dan itu tidak dapat dilakukan sendiri.
(Bahwa pernikahan diciptakan dalam konteks semua realitas ini harus meyakinkan kita betapa
pentingnya hubungan itu; namun, penyembahan berhala evangelis yang modis / penekanan
berlebihan yang berlebihan pada pernikahan dan keluarga dekat tidak hanya sangat Amerika dan
modern, tetapi semakin meningkat. serangan langsung terhadap seluruh nasihat Allah dan harus
disebut apa itu: dosa.)

Karena Tuhan merancang manusia untuk berinteraksi dengan manusia lain, tidak
mengherankan bahwa hubungan sangat menarik bagi penulis Alkitab kita, dan dengan demikian
Tuhan sendiri. Kita memiliki kecenderungan untuk terlalu menekankan hubungan manusia (dengan
demikian merusak sentralitas dan kecukupan Tuhan), atau, lebih sering di lingkungan yang
terpelajar, untuk meremehkan mereka. Dalam Markus 3: 31-35, Tuhan kita menggunakan interaksi
dengan keluarga-Nya untuk membuat poin yang penting dan penting tentang hubungan
antarmanusia dan peran mereka yang sangat diperlukan dalam tujuan global untuk memajukan
kemuliaan dan Kerajaan Allah.

A. Intervensi Keluarga (ay 31-32)

Tuhan Yesus sedang sangat sibuk. Ini kira-kira 1 setengah - 2 tahun dalam pelayanan-Nya di
dunia. Dia populer dan terkenal karena ajaranNya, Orang Farisi dan Tua-tua yahudi yang mungkin
kita sebut sebagai wakil Tuhan di dunia sejauh yang diperhatikan orang Yahudi, membenci Dia.
Yesus memberikan diri-Nya sepenuhnya untuk pelayanan sedemikian rupa sehingga Dia tidak dapat
makan atau memiliki waktu untuk diri-Nya sendiri, sementara orang-orang Farisi dan antek-antek
mereka menghirup leher-Nya dengan racun dan murka. Keluarganya berasumsi bahwa dia pasti
tidak stabil secara mental untuk melakukan semua ini, sambil mengumpulkan kemarahan para
pemimpin Yahudi. Tentunya Maria prihatin tentang Putranya, tetapi saudara-saudara-Nya menolak-
Nya dan menggunakan hasrat-Nya untuk kerajaan Bapa-Nya sebagai alasan untuk menolak-Nya.

Tetapi orang banyak itu begitu padat sehingga mereka tidak bisa mendatangi-Nya, jadi
mereka mengirimkan kabar melalui kerumunan itu sampai akhirnya sampai ke telinga Tuhan kita.
Gambarannya cukup jelas: Mereka berada di perimeter, melihat ke luar. Itu adalah indikator yang
baik tentang apa yang sebenarnya terjadi: Sebagian karena jarak fisik, sebagian karena konstelasi
kesalahpahaman spiritual dan barikade, Keluarganya salah membaca dan salah paham Layanan
radikalnya kepada Bapa-Nya. Mereka berada di luar, tidak menyadari tujuan dan program-Nya,
sehingga mereka bersedia, atas dasar pemikiran manusia yang tidak terbarui dan tanpa bantuan,
untuk campur tangan dan menggagalkan apa yang pada kenyataannya adalah tujuan Tuhan. Saat
5
kita berusaha untuk melayani Tuhan dengan semangat dan pengabdian, kita juga akan kurang
mendapat tantangan dari keluarga kita sendiri.

B.Petunjuk Tuhan (ay 33)

Pesan itu sampai kepada Tuhan: "Ibumu dan saudara-saudaramu berada di luar mencari-
Mu" (ayat 33a). Bagaimana tanggapannya? “Siapakah ibu dan saudara laki-laki saya?” Kami
mungkin akan terkejut dengan jawaban ini. Sungguh Tuhan tahu siapa kerabat dekat-Nya! Tetapi
seperti yang sering Yesus lakukan, Dia mengajukan pertanyaan dengan tujuan untuk membuat suatu
poin dan memaksa pendengar untuk merenungkan jawaban-Nya. Bahwa Dia bahkan mengajukan
pertanyaan menyiratkan kualifikasi atau kondisi tertentu sampai pada titik— "Anda mengira mereka
adalah kerabat-Ku, dan mereka, sampai batas tertentu, tetapi tidak dengan kepentingan atau
prioritas yang Anda asumsikan." Intinya adalah ini: Siapakah sebenarnya keluarga Tuhan yang
sejati? Yesus, yang memiliki keluarga manusia yang sangat Dia kasihi, menggunakan poin ini untuk
membuat pernyataan yang sangat penting dan indah tentang teologi tubuh dan kerajaan Kristus.
Intinya bukanlah untuk merendahkan keluarga manusia-Nya. Dalam kebangkitan, ibu dan saudara
kandung Tuhan akan tetap memiliki hubungan genetik mereka dengan-Nya, mereka akan tetap
menjadi saudara kandung dan tentu saja memiliki kenangan tentang kehidupan mereka bersama di
bumi ini. Tidak diragukan lagi mereka juga akan memiliki hubungan keluarga yang unik. Tetapi
semua itu karena fondasi keselamatan yang lebih dalam dan kekal yang Dia sediakan dan di mana
mereka berbagi hanya oleh kasih karunia-Nya.

Sekarang kita melihat keseimbangan antara keluarga jasmani dan rohani di bagian selanjutnya.

C.Penafsiran Tuhan (ayat 34-35)

Memiliki asumsi yang memenuhi syarat bahwa keluarga jasmani harus menjadi prioritas
bahwa Dia harus menghentikan apa yang Dia lakukan untuk kerajaan dan rencana Allah karena
keluarga-Nya kurang menyukainya tapi Tuhan menjelaskan maksud-Nya. Siapa saudara dan ibu-
Nya? Dia melihat sekeliling pada orang-orang yang duduk di lantai mendengarkan Dia, yang telah
memilih untuk mengikuti Dia sebagai Juruselamat dan tunduk kepada-Nya sebagai Tuhan dan
belajar dari-Nya. Orang-orang ini adalah ibu dan saudara-Nya! Mereka menanggung ikatan spiritual
dan kekal yang lebih dalam dari pada fisik tidak hanya itu, tetapi mereka tidak mencoba untuk
menggagalkan tujuan-Nya, tetapi sedang menggenapinya!

Mengapa orang-orang ini lebih merupakan anggota keluarga-Nya daripada ibu dan saudara-
saudara-Nya sendiri? Karena mereka melakukan "kehendak Allah" (ayat 35). Maria adalah wanita
yang diselamatkan, tetapi dia menentang kehendak Tuhan dengan mencoba untuk mengeluarkan
6
Putranya dari pelayanan yang mana Tuhan telah memanggil-Nya. Saudara-saudaranya menolak Dia
karena ketidakpercayaan. Mereka tidak bisa melakukan kehendak Tuhan. Yesus berkata bahwa
keluarga rohani-Nya yang sejati, kepada siapa tanggung jawab-Nya sebagai prioritas yang lebih
besar daripada ibu-Nya di bumi, Terdiri dari pria dan wanita yang mengasihi dan menaati Bapa-
Nya! Dia menekankan tentang prioritas hubungan spiritual di atas fisik, dan juga tentang sifat
orang-orang yang membentuk keluarga-Nya yang sejati.

Tanda pengenal keluarga sejati-Nya dalam mengetahui dan melakukan kehendak Allah!
Yesus tidak takut, seperti kebanyakan dari kita, untuk menekankan ketaatan seperlunya untuk
keselamatan. Di sini Tuhan kita menyiratkan apa yang dijabarkan di bagian lain di dalam PB:
Pembenaran adalah oleh iman saja, karena hanya iman yang dapat mempersatukan kita dengan
Kristus sehingga kebenaran-Nya yang sempurna menjadi milik kita. Yang lainnya adalah Injil
palsu. Tetapi keselamatan realitas yang lebih besar di mana pembenaran dan pertobatan kita hanya
satu bagian tidak hanya oleh iman.

Keselamatan penyelamatan dari penghukuman, pembebasan pada penghakiman, masuk ke


bumi baru dalam tubuh kebangkitan yang mulia tidak akan dicapai terlepas dari ketekunan dalam
iman dan kekudusan dalam hidup ini. Kita tidak mendapatkan apa-apa, kita tidak bisa, karena hanya
darah dan kebenaran Kristus yang menjadi dasar keselamatan kita yang dapat diterima, dan karunia
yang sempurna dan lengkap ini diterima pada saat iman yang benar dan menjadi milik kita
selamanya. Tapi ada jalan setapak menuju surga. Kita memasuki gerbang yang sempit, dan gerbang
yang sempit itu menempatkan kita pada sebuah jalan setapak, sebuah jalan yang harus (dan akan
kita lalui) tetap kita jalani jika kita akan masuk surga. Hanya iman yang dapat mempersatukan kita
dengan Kristus sehingga Dia menjadi kebenaran diperhitungkan yang sempurna. Hak kita ke surga
adalah darah dan kebenaran Kristus, dan bukan yang lain.

Pada penghakiman terakhir dari semua orang, di mana setiap orang akan bersalah atas
kejahatan besar terhadap Tuhan Pencipta, hanya beberapa yang akan selamay. Siapa mereka?
Hanya mereka yang telah dipersatukan dengan Juruselamat karena iman saja, yang darah dan
kebenarannya yang sempurna membuat mereka dapat diterima oleh Bapa. Tetapi apa bukti bahwa
mereka mempercayai-Nya dalam hidup ini dan begitu bersatu dengan-Nya? Ketaatan yang telah
mereka lakukan pada kehendak Tuhan, betapapun tidak sempurna atau singkatnya. Vonis “tidak
bersalah” yang akan diterima pada saat iman dikukuhkan secara terbuka pada saat penghakiman,
dibuktikan dengan ketaatan yang mengalir dari iman dan dilakukan dengan iman.

Keluarga sejati Tuhan tidak perlu takut pada penghakiman atau di mana pun. Pemuliaan kita
bersyarat pada iman dan ketaatan kita, dan tentunya itu akan sempurna. Karena kita dipersatukan
7
dengan Juruselamat, kita memiliki pembebasan yang sempurna dan lengkap di hadapan Tuhan pada
saat iman. Selain itu, kita menerima karunia Roh Kudus dan sifat baru sehingga hidup kita berubah
menjadi menunjukkan kuasa penyelamatan-Nya dan memampukan kita untuk bertahan dan kita
memiliki janji besar yang dibeli dengan darah bahwa Tuhan Allah Sendiri akan menopang iman kita
sehingga kita tetap percaya dan melakukan kehendakNya. Panggilan untuk melakukan kehendak
Tuhan pada akhirnya bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, tetapi sebuah kesaksian yang luar biasa
tentang perjanjian Tuhan.8

Sikap Ketidakpercayaan dan sikap kurang hormat keluarga Yesus sendiri


Keluarga Yesus merasa tidak percaya bahwa Tuhan Yesus akan aman pada saat dia
menyampaikan pengajaran kepada orang banyak karena sudah banyak Orang Farisi dan para ahli
Taurat yang menganggap pengajaran Tuhan Yesus sudah melewati batas dan menganggap bahwa
Tuhan Yesus sudah tidak waras. Sikap kurang hormat juga tampak diperlihatkan oleh sanak saudara
Tuhan Yesus, sementara Yesus sedang berkhotbah (dan mereka tahu betul bahwa saat itu Dia
sedang berkhotbah). Bukan saja berdiri di luar, tanpa hasrat untuk masuk dan mendengarkan Dia,
mereka bahkan menyuruh orang untuk memanggil Dia, seolah-olah Dia harus mengindahkan
kekurangajaran mereka dan meninggalkan pekerjaanNya. Mungkin saja saudara-saudaraNya itu
tidak memiliki urusan apa-apa dengan Dia, tetapi hanya untuk menyuruhNya berhenti, supaya Dia
tidak membahayakan nyawaNya. Namun, Yesus mengetahui sejauh mana kekuatanNya, dan lebih
suka mendahulukan keselamatan jiwa-jiwa daripada nyawaNya sendiri, yang segera dibuktikanNya
setelah itu. Oleh sebab itu, sia-sia saja kalau mereka mau menghentikan Dia dengan alasan mau
menyelamatkanNya. Seandainya mereka memang mempunyai keperluan tertentu dengan Dia dan
karena itu mau menghentikan Dia, itu lebih buruk lagi, sebab mereka tahu Dia lebih memilih
melakukan urusanNya, sebagai Juruselamat, melebihi urusan apapun.

Yesus menunjukkan rasa hormat kepada sanak saudaraNya


Rasa hormat yang ditunjukkan Kristus kepada sanak keluarga rohaniNya atas kejadian ini.
Sekarang, seperti pada kesempatan-kesempatan lainnya, Dia, boleh dikatakan, mengabaikan ibuNya
dibandingkan dengan orang lain. Hal ini tampaknya sengaja dilakukan menghindari dan mencegah
penghormatan berlebihan yang cenderung akan diberikan orang kepada ibuNya di kemudian hari.
Rasa hormat kita kepada seseorang harus sesuai dengan bimbingan dan aturan Kristus. Di sini,
Maria sebagai ibu Kristus dipandang oleh Kristus tidak sama kedudukannya dengan orang-orang
percaya biasa, tetapi lebih rendah daripada mereka, yang dihormati Kristus dengan suatu
kehormatan tertinggi. Ia melihat kepada orang-orang yang duduk disekelilingNya, dan

8
Cranfield, C.B, The Gospel According to St. Mark, (Cambridge : 2000) Hal 240-245
8
menyampaikan bahwa orang yang bukan hanya mendengar, tetapi juga yang melakukan kehendak
Allah lah yang merupakan saudara-saudari dan ibuNya. Merekalah yang dihormati, dikasihi dan
dipedulikan sama seperti Dia memperlakukan keluargaNya yang terdekat. Ini merupakan alasan
yang baik mengapa kita harus menghormati mereka yang takut akan Allah dan memilih mereka
menjadi sahabat kita; mengapa kita tidak boleh hanya menjadi pendengar firman saja, tetapi juga
menjadi pelaku pekerjaan Allah, sehingga kita bisa berbagi kemuliaan ini bersama dengan orang-
orang kudus. Pastinya akan menjadi sangat indah bila kita bersaudara dengan mereka yang memiliki
hubungan dekat dengan Kristus, serta bersekutu dengan mereka yang memiliki persekutuan dengan
Kristus. Sebaliknya, betapa celakanya mereka yang membenci dan menganiaya sanak keluarga
Kristus yang merupakan tulang dan dagingNya, karena mereka ini seperti anak-anak raja (Hakim
8:18-19).

Siapa ibu-Ku?
Jawaban Yesus berikut mungkin terasa janggal bagi pembaca/pendengar bahasa tertentu.
Dalam bahasa tertentu, pertanyaan seperti itu bisa berarti bahwa Yesus tidak mengenal ibu dan
saudara-saudaraNya. Tapi, justru Yesus ingin mereka mengerti mengenai bagaimana atau siapa
orang-orang yang merupakan ibu dan saudara-saudaraNya yang sejati. Yesus dalam hal ini
bermaksud menekankan bahwa hubungan secara rohani jauh lebih penting daripada hubungan
lahiriah belaka. Dalam beberapa bahasa, pernyataan seperti ini dapat diungkapkan menjadi :
Tahukah kalian siapa ibuKu dan siapa saudara-saudaraKu? Atau Orang-orang seperti apakah
(yang menjadi) ibuKu dan saudara-saudaraKu?
Namun pertanyaan retoris seperti ini mungkin tidak dikenal dalam bahasa sasaran. Karena
itu kita dapat membuat bentuk kalimat yang berbeda, misalnya : Aku akan memberitahu kalian
siapa ibu-Ku dan saudara-saudaraKu sebenarnya atau Ya. Tetapi ada juga orang lain yang Aku
kasihi sama seperti aku mengasihi ibuKu dan saudara-saudaraKu sendiri.
Pertanyaan yang mengejutkan ini juga menunjukkan pemahaman diri Yesus dan sifat radikal
dari iman alkitabiah yang hanya dapat digambarkan dalam bentuk sebuah kelahiran baru, keluarga
baru. Kehidupan keluarga adalah seperti aspek penting dari kehidupan Yahudi sehingga
penggunaan istilah-istilah keluarga untuk sesama orang percaya ini signifikan artinya. Orang-orang
percaya berhubungan dengan Tuhan sebagai anggota keluarga; Allah adalah Bapa, Yesus adalah
Anak Tunggal dan Juruselamat, tapi kita juga, adalah anak-anak Allah.

Melakukan Kehendak Allah

9
Ungkapan seperti ini sering diterjemahkan menjadi : melakukan apa yang Allah mau orang
lakukan, atau mengikuti hati Allah. Yesus dengan sangat jelas menyampaikan disini bahwa orang
yang mau melakukan kehendak Allah , dialah saudara laki-laki, saudara perempuan dan ibu-Ku.
Iman dalam Kristus Yesus adalah kehendak Allah bagi semua manusia.9

IV. Hubungan dengan PL


Pertama-tama, cukup jelas bahwa Perjanjian Lama tidak memberikan definisi tentang
keluarga. Akan tetapi, Perjanjian Lama berbicara perihal seperti apa menjadi anggota keluarga.
Dalam memahami konsep keluarga di Perjanjian Lama, kita tidak boleh menyamakannya dengan
keluarga di zaman sekarang karena formasi dan sifat keluarga dalam Perjanjian Lama sungguh
berbeda dengan keluarga di zaman sekarang. Secara umum umat Israel dibagi ke dalam tiga bagian
yaitu suku, marga dan keluarga (Yos 7:14; 1 Sam 10:20-21).
Istilah yang digunakan untuk menunjuk keluarga adalah bet-av “rumah bapak” (Kej 24:38;
46:31). Kata itu menunjuk keduanya, tempat tinggal dan penghuninya. Menemukan keluarga berarti
membangun rumah (Ul 25:10). Pada umumnya, keluarga terdiri atas tiga generasi (Kej 7:1). Suatu
keluarga biasanya mencakup suami dan isterinya, putra dan putri mereka, isteri anak laki-laki, cucu,
sanak keluarga, teman kerja dan para budak.
Dalam Perjanjian Lama, kata yang juga digunakan dalam bahasa Ibrani untuk keluarga
adalah bayit yang berarti seluruh keturunan dari para leluhur sampai keturunan yang termuda.
Karena itu, tingkatan keluarga dalam budaya Israel digambarkan seperti kerucut dengan penjelasan
bagian ujung atas adalah bapa leluhur dan bagian yang paling dasar adalah keturunan-keturunan
muda kemudian. Salah satu contoh yang dapat menolong kita memahami konsep keluarga dalam
Perjanjian Lama adalah kisah dalam kitab Yosua 7:16-18. Dalam bahasa Ibrani juga ada beberapa
istilah lain yang juga sering digunakan. Pertama, kata syebet yang berarti tongkat. Istilah tongkat
dipakai untuk menggambarkan bahwa bapa leluhur adalah tongkat pendiri suatu bangsa (keluarga).
Kemudian ada kata misypakha yang berarti bagian lebih kecil dari kerucut tersebut. Khusus untuk
kata bayit, selain memiliki arti sebagai keluarga dalam konteks suatu suku bangsa, kata ini juga
berarti keluarga inti yang hanya beranggotakan ayah, ibu dan anak.
Di dalam Perjanjian Lama juga sebuah keluarga inti terbentuk dari perkawinan antara laki-
laki dan perempuan. Dalam perjodohan, pihak laki-laki dan perempuan terlibat di dalam
perencanaan pernikahan dan segala sesuatunya. Pihak laki-laki membayar uang kepada pihak
perempuan (Keluaran 22:16, 1 Samuel 18:25) atau jika tidak mampu membayar, ia harus bekerja
pada pihak perempuan (Ulangan 21:10-14; Hakim-hakim 21; Keluaran 22:16). Menurut tradisi
Israel pada masa itu, setelah menikah, seorang istri harus meninggalkan rumahnya dan mengikuti
9
Bratcher, G. Robert. Pedoman Penafsiran Injil Markus (Jakarta : Percetakan LAI, 2014) Hal 122-126
10
suaminya. Akan tetapi, setelah masa kerajaan Israel yang terjadi justru sebaliknya, yaitu seorang
suamilah yang harus meninggalkan rumahnya dan mengikuti istrinya. Dalam budaya Israel sendiri,
dalam praktiknya poligami dilakukan sekalipun secara teologi mereka tahu Allah menghendaki
pernikahan yang adalah satu suami dan satu istri (monogami—lih, Kejadian 16:1-2; 25:1)
Kisah lain yang terdapat di dalam Perjanjian Lama yakni kisah dari Rut dan Naomi. Rut
menikah dengan Mahlon, putra sulung Elimelekh dan Naomi dari Betlehem-Yehuda, yang datang
ke Moab karena bala kelaparan. Naomi kemudian menjadi janda dan kedua putranya meninggal
tanpa ahli waris. Setelah Naomi memutuskan untuk kembali ke negeri asalnya, Rut bertekad
menyertai dia. Untuk itu Rut rela mengganti kebangsaan dan ia meninggalkan semua ilahnya, lalu
memutuskan hanya menyembah Allah. Hanya kematian yang dapat memisahkan mereka (Rut 1:7).
Rut yang sebenarnya memiliki hak untuk pulang ke kampung halamannya untuk kembali bersama
orangtuanya atau pun berhak untuk menikah lagi karena suami dan mertua laki-lakinya sudah
meninggal dunia, memilih untuk tetap tinggal dan setia menemani mertua perempuannya, Naomi.
Rut mau untuk tetap tinggal dan menyembah Allah yang sama dengan Naomi yaitu Yahweh.
Penyembahan kepada Yahweh itulah yang tetap mengikat mereka sebagai sebuah keluarga (Rut
pasal 1).
Melalui kisah Rut dan Naomi yang terdapat di dalam Perjanjian Lama, kita dapat melihat
bahwa terdapat keterkaitan di antara Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru bahwa sebuah
keluarga tidak hanya terikat oleh karena hubungan darah, hubungan marga, hubungan golongan, ras
atau pun suku antara beberapa pihak, tapi juga melalui rasa kesatuan di dalam menyembah Tuhan
dan melakukan kehendak Allah di dalam kehidupan.

V. Penutup

Tuhan Yesus memaparkan syarat-syarat dari hubungan keluarga yang sejati. Keluarga yang sejati
bukan semata-mata soal daging dan darah, kerabat, kesamaan marga, golongan ataupun ras dan
suku. Hubungan keluarga yang sejati bisa saja terjadi pada seseorang yang benar-benar dekat
dengan orang lain yang sama sekali tidak mempunyai hubungan darah. Lebih dari itu semua,
melalui teks ini dapat diketahui bahwa Yesus menghendaki bahwa siapa saja yang mau untuk
melakukan kehendak Allah Bapa yang di sorga merupakan keluarga dan saudara dari Tuhan Yesus.
Iman di dalam Kristus Yesus adalah kehendak dari Bapa untuk semua manusia. Kesamaan yang
dimiliki di dalam mempercayai Allah, menyembah Allah dan mau melakukan kehendak Allah yang
di sorga merupakan satu-satunya syarat untuk kita disebut sebagai bagian dari Keluarga Kerajaan
Allah. Apapun yang dapat membedakan kita dengan sesama kita manusia yang lain, akan menjadi
sama di mata Tuhan bila kita sama-sama turut mengkehendaki kehendak Allah di dalam hidup kita.

11
VI. Daftar Pustaka

Barclay, William, Pemahaman Alkitab Sehari-hari Kitab Injil Markus, Jakarta : BPK, 2015

Bratcher,G. Robert, Pedoman Penafsiran Injil Markus, Jakarta : LAI, 2014

Cranfield, C.B, The Gospel According to St. Mark, Cambridge, 2000

Drane, John, Memahami Perjanjian Baru Pengantar Historis-Teologis, Jakarta : BPK


Gunung Mulia, 2006

Gerhard Friedrich, The Dictionary of The New Testament Volume 2, Michigan : William B.
Erdsman Publishing Company Grandrapids

“KBBI Daring” http://kbbi.kemdikbud.go.id/

M.L. Thompson, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan, Jakarta : BPK GM 2000

Soemadi Tjiptojoewono, Pengantar Pendidikan, (Surabaya: Universitas Press IKIP, 1995)

W.R.F. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta : BPK GM, 2015

12

Anda mungkin juga menyukai