Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMENSIA

Diajukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Gerontik

Koordinator Mata Kuliah : Lina Safarina, S.Kp., M.Kep.


Dosen Pembimbing : Oop Ropei, S.Pd., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Kom.

Oleh:

Anggi Rahmayunita (214120027)

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2020
A. Konsep Penyakit

1. Definisi

Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual

dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari

-hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya

ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari

hari (Nugroho, 2008).

Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat

mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita Demensia seringkali menunjukkan

beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavior symptom) yang

menganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptif).

2. Etiologi

Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang

penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit Alzheimer

disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya kelainan gen tertentu.

Pada penyakit alzheimer, beberapa bagian otak mengalami kemunduran, sehingga

terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap bahan kimia yang

menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal

(disebut plak senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan protein abnormal, yang

bisa terlihat pada otopsi.

Penyebab kedua dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-turut.

Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau

kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap

menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan akibat

tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan infark. Demensia yang disebabkan
oleh stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian penderitanya memiliki

tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan

pembuluh darah di otak.

Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3

golongan besar :

a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal

kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada

sistem enzim, atau pada metabolisme

b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,

penyebab utama dalam golongan ini diantaranya:

1) Penyakit degenerasi spino-serebelar.

2) Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert

3) Khorea Huntington

c. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam golongan

ini diantaranya :

1) Penyakit cerebro kardiofaskuler

2) Penyakit- penyakit metabolik

3) Gangguan nutrisi

4) Akibat intoksikasi menahun

3. Manifestasi Klinis

Tanda dan Gejala dari Penyakit Demensia antara lain :

a. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif.

b. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.

c. Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings).

d. Defisit neurologi dan fokal.


e. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang.

f. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, dan paranoid.

g. Keterbatasan dalam ADL (Activities of Daily Living)

h. Kesulitan mengatur penggunaan keuangan.

i. Tidak bisa pulang kerumah bila bepergian.

j. Lupa meletakkan barang penting.

k. Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting.

l. Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk.

m. Tidak dapat makan dan menelan.

n. Inkontinensia urine

o. Dapat berjalan jauh dari rumah dan tidak bisa pulang.

p. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa”

menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.

q. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,

tahun, tempat penderita demensia berada

r. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,

menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau

cerita yang sama berkali-kali

s. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah

drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa

takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti

mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.

t. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
4. Patofisologi Demensia

Demensia biasanya terjadi pada usia >65 tahun , gejala yang mucul yaitu

perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari

– hari. Lansia penderita demensia tidak memeperlihatkan gejala yang menonjol

pada tahap awal, mereka sebagaimana lansia pada umumnya mengalami proses

penuanaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri,

mereka sulit mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu barang. Mereka

sering kali menutup – nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah hal

yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang

– orang terdekat yang tinggal bersama mereka, mereka merasa kawatir terhadap

penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa

bahwa mungkin lansia kelelahan dan perlu banyak istirahat. Mereka belum

mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang

dialami oleh orang tua mereka.

Gejala dimensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada

lansia. Mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih senditif. Kondisi

seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan

memperparah kondisi lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi sangat

ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa lansia

penderita demensia ke rumah sakit, dimana demensia bukanlah menjadi hal utama

fokus pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji

oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk

dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia.


5. Pathway
Faktor genetik Infeksi Virus Lingkungan Imunologi Trauma

Kekusutan neuro Hilangnya serat – serat


fibriliar yg difus koligemik di korteks
dan plak senilis

atropi otak penurunan sel neuro koligemik yg


berproyeksi dihimokampus dan
amigdala

degenerasi neuron kelainan neurotransmiter


irreversibel

Demensia asetilkoin

Daya Gangguan Gangguan Gangguan Perubahan Perubahan Kehilangan


Ingat kognitif memori fungsi bhs intelektual perilaku fungsi tonus otot

Kemampuan Mudah Muncul gejala -Kehilangan Tingkah laku


melakukan lupa neuro psikiatrik kemampuan berubah
aktivitas menyelesaikan
MK :
perubahan nafsu masalah Risiko
perubahan pola
makan -Emosi labil, trauma
MK : Defisit eliminasi
perawatan diri pelupa, apatis
urine

MK :
ketidakseimbanga MK : MK :
n ntrisi kurang Perubahan proses Koping
pikir
dari kebutuhan Individu
tubuh persepsi Hambatan interaksi tidak
Kesulitan Perubahan sosial
transmisi dan efektif
Hambatan
integritas sensori komunikasi verbal
MK :
Perubahan
pola tidur
MK : Perubahan
persepsi sesori

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium rutin

Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis

demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya

pada demensia reversibel, walaupun 50% penyandang demensia adalah

demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan

laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang

dilakukan : pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium

darah, ureum, fungsi hati, hormon tiroid, kadar asam folat.

b. Imaging

Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance

Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia

walaupun hasilnya masih dipertanyakan.

c. Pemeriksaan EEG (Electroencephalogram)

Pada pemeriksaan EEG tidak memberikan gambaran spesifik dan pada

sebagian besar hasilnya normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi

gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.

d. Pemeriksaan cairan otak

Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,

penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan

panas, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.

e. Pemeriksaan neuropsikologis
Meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari – hari / fungsional dan

aspek kognitif lainnya. Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai

penambahan pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi

kognitif, minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi

visuospatial, kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan neuropsikologi

sangat berguna terutama pada kasus yang sangat ringan untuk membedakan

proses ketuaan atau proses depresi.

7. Penatlaksanaan

a. Farmakoterapi

Sebagian demensia tidak dapat disembuhkan

1) Pengobatan demensia alzheimer digunakan obat – obatan antikoliesterase

seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine, Memantine.

2) Demensia vaskuler membutuhkan obat – obatan anti platelet seperti

Aspirin, Ticlopidine, Clopidogrel untuk memperlancar aliran darah ke otak

sehingga memperbaiki gangguan kognitif.

3) Demensia karena stroke yang berturut – turut tidak dapat diobati, tetapi

perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan

mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan

dengan stroke.

4) Obat antidepresan seperti Sertraline dan Citalopram

5) Pengendalian agitasi dan perilaku yang meledak – ledak, yang bisa

menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakan obat antipsikotik

misalnya Haloperidol, Quetiapine dan Risperidone. Tetapi obat ini kurang

efektif dan menimbulkan efek samping yang serius. Obat antipsikotik


efektif diberikan kepada penderita yang mengalami halusinasi atau

paranoid.

b. Dukungan dan peran keluarga

1) Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita

tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam

dinding dengan angka – angka yang besar atau radio juga bisa membantu

penderita tetap memiliki orientasi.

2) Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa

membantu mencegah terjadinya kecelakaan pada penderita yang senang

berjalan – jalan.

3) Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin

bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.

4) Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan

memperburuk keadaan.

5) Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan

perawatan akan sangat membantu.

c. Terapi simtomatik

1) Diet

2) Latihan fisik yang sesuai

3) Terapi aktifitas

4) Penanganan terhadap masalah

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian

a. Pengkajian Fokus

1) Pengkajian Riwayat Kesehatan


a) Identitas/Data Biografis Klien

b) Riwayat Keluarga

c) Riwayat Pekerjaan

d) Riwayat Lingkungan Hidup

e) Riwayat Rekreasi

f) Sistem Pendukung

g) Status Kesehatan Saat Ini

h) Status Kesehatan Masa Lalu

2) Pengkajian Fisik

a) Keadaan Umum

Kelelahan, perubahan BB setahun lalu, perubahan nafsu makan,

demam, keringat malam, kesulitan tidur, sering pilek dan infeksi, penilaian

diri terhadap status kesehatan, kemampuan melakukan ADL, tingkat

kesadaran(kualitatif,kuntitatif).

b) TTV

c) Integument

Lesi/luka, perubahan pigmentasi, perubahan tekstur, perubahan

nevi, sering memar, perubahan rambut, perubahan kuku, katimumul pada

jari kaki dan kallus, pola penyembuhan lesi dan memar, elastisitas/turgor.

d) Hemopoetik

Perdarahan/memar abnormal, pembengkakan kelenjar limfe,

anemia, riwayat transfusi darah. 

e) Kepala
Sakit kepala, trauma pada masa lalu, pusing, gatal kulit kepala,

lesi/luka.

f) Mata

Perubahan penglihatan, pemakaian kaca mata/lensa kontak,

nyeri, air mata berlebihan, pruritus, bengkak sekitar mata, floater,

diplopia, kabur, fotofobia, riwayat infeksi, tanggal pemeriksaan paling

akhir, dampak pada penampilan ADL>

g) Telinga

Perubahan pendengaran, rabas, titinus, vertigo, sensitivitas

pendegaran, alat-alat protesa, riwayat infeksi, tanggal pemeriksaan

paling akhir, kebiasaan perawatan telinga, dampak penampilan pada

ADL.

h) Hidung dan Sinus

Rinorea, rabas, epistaksis, obstruksi, mendengkur, nyeri pada

sinus, alergi, riwayat infeksi, penilaian diri pada kemampuan

olfaktorius.

i) Mulut dan Tenggorok

Sakit tenggorakan, lesi/ulkus, serak, perubahan suara, kesulitan

menelan, perdarahan gusi, karies, alat-alat protesa, riwayat infeksi,

tanggal pemeriksaan akhir, pola menggosok gigi, pola flossing,

masalah dan kebiasaan membersihkan gigi palsu.

j) Leher
Kekakuan, nyeri/nyeri tekan, benjolan/massa, keterbatasan

gerak, pembesaran kelenjar thyroid.

i) Payudara

Benjolan/massa, nyeri/nyeri tekan, bengkak, keluar cairan dari

puting susu, perubahan pada puting susu, pola pemeriksaan payudara,

tanggal momografi paling akhir.

j) Pernapasan

Batuk, sesak napas, hemoptisis, sputum, mengi, asma/alergi

pernapasan, frekuensi, auskultasi, palpasi, perkusi, wheezing.

k) Kardiovaskuler

Nyeri/ketidaknyamanan dada, palpitasi, sesak napas, dispnea

pada aktivitas, ortopnea, murmur, edema, varises, kaki timpang,

parestesia, perubahan warna kaki.

l) Gastrointestinal

Disfagia, tak dapat mencerna, nyeri ulu hati, pembesaran hepar,

mual/muntah, hematesis, perubahan nafsu makan, intoleransi makanan,

ulkus, nyeri, ikterik, benjolan/massa, perubahan kebiasaan defekasi,

diare, kontipasi, melena, hemoroid, perdarahan rektum, pola defekasi

biasanya.

m) Perkemihan
Disuria, frekuensi, menetes, ragu-ragu, dorongan, hematuria,

poliuria, oliguria, nokturia, inkontinensia, nyeri saat berkemih, batu,

infeksi.

n) Genitor Reproduksi - Pria

Lesi, rabas, neri tekstuler, masalah prostat, penyakit kelamin,

perubahan hasrat seksual, impotensi, masalah aktivitas seksual.

o) Genitor Reproduksi – Wanita

Lesi rabas, dispareunia, perubahan pasca senggama, nyeri

pelvik, penyakit kelamin, infeksi, maslah aktivitas seksual, riwayat

menstruasi, tanggal dan hasil papsmear terakhir.

p) Muskuloskeletal

Nyeri persendian, kekakuan, pembengkakan sendi, deformitas,

spasme, kram, kelemahan otot, maslah cara berjalan, nyeri punggung,

protesa, pola kebiasaan latihan, dampak pada penampilan ADL.

q) Sistem Saraf Pusat

Sakit kepala, kejang, sinkope, paralisis, paresis, masalah

koordinasi, tic/tremor/spasme, parestesia, cedera kepala, maslah

memori.

r) Sistem Endokrin

Intoleransi panas/dingin, goiter, pigmentasi kulit, perubahan

rambut, polifagia, poliuria, polidpsia.


s) Sistem Imun

Kerentanan dan seringnya terkena penyakit, imunisasi.

t) Sistem Pengecapan

Berkurangnya rasa asin dan panas.

u) Sistem Penciuman

Peningkatan sistem penciuman.

v) Psikososial

Cemas, depresi, insomnia, menangis, gugup, takut, masalah

dalam mengambil keputusan, kesulitan berkonsentrasi, pernyataan

perasaan umum mengenai keputusan/frustasi mekanisme koping yang

biasa, stres saat ini, masalah tentang kematian dan kehilangan, dampak

penampilan ADL.

b. Pengkajian Status Fungsional, Kognitif, Afektif dan Sosial

1) Pengkajian Status Fungsional

Indeks kemandirian pada aktivitas kehidupan sehari-hari

berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau tergantung dari klien dalam

mandi, berpakaian, pergi ke kamar mandi, berpindah, kontinen dan makan.

INDEKS KATZ
SKORE KRITERIA
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar
kecil, berpakaian dan mandi.
B Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali
satu dari fungsi tersebut.
C Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi dan satu fungsi tambahan.
D Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan.
E Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecali
mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan.
F Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi, berpakaian, berpindah dan satu fungsi tambahan.
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut.
Lain- Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
lain diklasifikasikan sebagai C, D, E, F dan G.

2) Pengkajian Status Kognitif dan Afektif

a) Menggunakan Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)

untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan intelektual, terdiri dari

10 hal yang mengetes orientasi, memori dalam hubungannya dengan

kemampuan perawatan diri, memori jauh, kemampuan matematis. 

b) Menggunakan Mini Mental State Exam (MMSE) untuk menguji aspek-

aspek kognitif dari fungsi mental meliputi orientasi, registrasi,

perhatian, kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa.

c) Menggunakan Inventaris Depresi Beck untuk membedakan jenis

depresi serius yang mempengaruhi fungsi-fungsi dari suasana hati

rendah umum pada banyak orang.

d) Mengguanakan Skala Depresi Geriatrik Yesavage untuk menilai

depresi lansia.

3) Pengkajian Status Sosial


Status sosial lansia dapat diukur dengan menggunakan APGAR

Keluarga. Penilaian jika pertanyaan-pertanyaan yang dijawab selalu (poin

2), kadang-kadang (poin 1), hampir tidak pernah (poin 0).

APGAR Keluarga
No. Fungsi Uraian Skore
1. Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat kembali
pada keluarga (temann-teman) saya
untuk membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
2. Hubungan Saya puas dengan cara keluarga (teman-
teman) saya membicarakan sesuatu
dengan saya dan mengungkapakan
masalah dengan saya
3. Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga (teman-
teman) saya menerima dan mendukung
saya untuk melakukan aktifitas atau arah
baru
4. Afeksi Saya puas dengan keluarga (teman-
teman) saya mengekspresikan afek dan
berespon terhadap emosi-emosi saya,
seperti marah, sedih atau mencintai
5. Pemecahan Saya puas dengan cara teman-teman
saya dan saya menyediakan waktu
bersama-sama

8. Diagnosa Keperawatan

a. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas

kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah,


tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental,

tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.

b. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi

neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang

konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas

dengan akurat.

c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi

atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi,

gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.

d. Perubahan pola tidur  berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai

dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak

mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.

e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas, menurunnya

daya tahan dan kekuatan ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan

aktivitas sehari-hari.

f. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan,

kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.

g. Resiko terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahn sensori.

9. Intevensi Keperawatan
No Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
1 Setelah diberikan tindakana.    Jalin hubungan salinga)    Untuk membangan kepercayaan
keperawatan diharapkan mendukung dengan klien. dan rasa nyaman.
klien dapat beradaptasib.    Orientasikan pada
dengan perubahan lingkungan dan rutinitas
b)      Menurunkan kecemasan dan
aktivitas sehari- hari dan baru. perasaan terganggu.
lingkungan dengan KH : c.    Kaji tingkat stressor
No Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
a.    mengidentifikasi (penyesuaian diri,c)     Untuk menentukan persepsi klien
perubahan perkembangan, peran tentang kejadian dan tingkat
b.     mampu beradaptasi pada keluarga, akibat perubahan serangan.
perubahan lingkungan dan status kesehatan)
aktivitas kehidupand.   Tentukan jadwal aktivitas 
sehari-hari yang wajar  dan masukkan
c.    cemas dan takut dalam kegiatan rutin. c)      Konsistensi mengurangi
berkurang kebingungan dan meningkatkan
d.   membuat pernyataan yange.    Berikan penjelasan dan rasa kebersamaan.
positif tentang lingkungan informasi yang
yang baru. menyenangkan mengenaie)    Menurunkan ketegangan,
kegiatan/ peristiwa. mempertahankan rasa saling
percaya, dan orientasi.
2 Setelah diberikan tindakana.    Kembangkan lingkungana.    Mengurangi kecemasan dan
keperawatan diharapkan yang mendukung dan emosional.
klien mampu mengenali hubungan klien-perawat
perubahan dalam berpikir yang terapeutik.
dengan KH: b.    Pertahankan lingkungan
a.     Mampu memperlihatkan yang menyenangkan dan
kemampuan kognitif tenang. b.      Kebisingan merupakan sensori
untuk menjalanic.    Tatap wajah ketika berlebihan yang meningkatkan
konsekuensi kejadian berbicara dengan klien. gangguan neuron.
yang menegangkan
terhadap emosi dand.   Panggil klien dengan
c.        Menimbulkan perhatian, terutama
pikiran tentang diri. namanya. pada klien dengan gangguan
b.     Mampu mengembangkan perceptual.
strategi untuk mengatasi d.      Nama adalah bentuk identitas diri
anggapan diri yang dan menimbulkan pengenalan
negative. e.    Gunakan suara yang agak terhadap realita dan klien.
c.     Mampu mengenali rendah dan berbicara
tingkah laku dan faktor dengan perlahan pada
e.       Meningkatkan pemahaman.
penyebab. klien. Ucapan tinggi dan keras
No Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
menimbulkan stress yg
mencetuskan konfrontasi dan
respon marah.
3 Setelah diberikan tindakana.    Kembangkan lingkungana.    Meningkatkan kenyamanan dan
keperawatan diharapkan yang suportif dan menurunkan kecemasan pada klien.
perubahan persepsi hubungan perawat-klien
sensori klien dapat yang terapeutik.
berkurang atau terkontrolb.    Bantu klien untuk
b.      Meningkatkan koping dan
dengan KH: memahami halusinasi. menurunkan halusinasi.
a.     Mengalami penurunan
halusinasi. c.    Kaji derajat sensori atauc.    Keterlibatan otak memperlihatkan
b.     Mengembangkan strategi gangguan persepsi dan masalah yang bersifat asimetris
psikososial untuk bagaiman hal tersebut menyebabkan klien kehilangan
mengurangi stress. mempengaruhi klien kemampuan pada salah satu sisi
c.     Mendemonstrasikan termasuk penurunan tubuh.
respons yang sesuai penglihatan atau
stimulasi. pendengaran.
d.   Ajarkan strategi untuk
c.       Untuk menurunkan kebutuhan
mengurangi stress. akan halusinasi.

e.    Ajak piknik sederhana,e.    Piknik menunjukkan realita dan


jalan-jalan keliling rumah memberikan stimulasi sensori yang
sakit. Pantau aktivitas. menurunkan perasaan curiga dan
halusinasi yang disebabkan
perasaan terkekang.
4 Setelah dilakukana.     Jangan menganjurkan kliena.     Irama sirkadian (irama tidur-
tindakan keperawatan tidur siang apabila bangun) yang tersinkronisasi
diharapkan tidak terjadi berakibat efek negative disebabkan oleh tidur siang yang
gangguan pola tidur pada terhadap tidur pada malam singkat.
klien dengan KH : hari.
a.    Memahami faktorb.     Evaluasi efek obat klien
b.      Deragement psikis terjadi bila
penyebab gangguan pola (steroid, diuretik) yang terdapat panggunaan kortikosteroid,
No Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
tidur. mengganggu tidur. termasuk perubahan mood,
b.    Mampu menentukan insomnia.
penyebab tidur inadekuat.
c.    Melaporkan dapatc.     Tentukan kebiasaan  dan
beristirahat yang cukup. rutinitas waktu tidur malamc.     Mengubah pola yang sudah
d.   Mampu menciptakan pola dengan kebiasaan terbiasa dari asupan makan klien
tidur yang adekuat. klien(memberi susu pada malam hari terbukti
hangat). mengganggu tidur.
d.    Memberikan lingkungan
yang nyaman untuk
meningkatkan d.      Hambatan kortikal pada formasi
tidur(mematikan lampu, reticular akan berkurang selama
ventilasi ruang adekuat, tidur, meningkatkan respon
suhu yang sesuai, otomatik, karenanya respon
menghindari kebisingan). kardiovakular terhadap suara
e.     Buat jadwal tidur secara meningkat selama tidur.
teratur. Katakan pada klien
bahwa saat ini adalah
waktu untuk tidur.
e.     Penguatan bahwa saatnya tidur dan
mempertahankan kesetabilan
lingkungan.
5 Setelah diberikan tindakana.    Identifikasi kesulitana.    Memahami penyebab yang
keperawatan diharapkan dalam berpakaian/ mempengaruhi intervensi. Masalah
klien dapat merawat perawatan diri, seperti: dapat diminimalkan dengan
dirinya sesuai dengan keterbatasan gerak fisik, menyesuaikan atau memerlukan
kemampuannya dengan apatis/ depresi, penurunan konsultasi dari ahli lain.
KH : kognitif seperti apraksia.
a.     Mampu melakukanb.    Identifikasi kebutuhanb.    Seiring perkembangan penyakit,
aktivitas perawatan diri kebersihan diri dan berikan kebutuhan kebersihan dasar
sesuai dengan tingkat bantuan sesuai kebutuhan mungkin dilupakan.
kemampuan. dengan perawatan
No Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
b.     Mampu mengidentifikasi rambut/kuku/ kulit,
dan menggunakan sumber bersihkan kaca mata, dan
pribadi/ komunitas yang gosok gigi.
dapat memberikan
bantuan. c.    Perhatikan adanya tanda-
tanda nonverbal yang
c.       Kehilangan sensori dan penurunan
fisiologis. fungsi bahasa menyebabkan klien
mengungkapkan kebutuhan
perawatan diri dengan cara
nonverbal, seperti terengah-engah,
ingin berkemih dengan memegang
dirinya.

d.   Beri banyak waktu untuk


d.      Pekerjaan yang tadinya mudah
melakukan tugas. sekarang menjadi terhambat karena
penurunan motorik dan perubahan
kognitif.

e.    Bantu mengenakan pakaiane.    Meningkatkan kepercayaan untuk


yang rapi dan indah. hidup.
6 Setelah dilakukana.    Kaji derajat gangguana.    Mengidentifikasi risiko di
tindakan keperawatan kemampuan, tingkah laku lingkungan dan mempertinggi
diharapkan Risiko cedera impulsive dan penurunan kesadaran perawat akan bahaya.
tidak terjadi dengan KH : persepsi visual. Bantu Klien dengan tingkah laku impulsi
a.    Meningkatkan tingkat keluarga mengidentifikasi berisiko trauma karena kurang
aktivitas. risiko terjadinya bahaya mampu mengendalikan perilaku.
b.     Dapat beradaptasi dengan yang mungkin timbul. Penurunan persepsi visual berisiko
lingkungan untuk terjatuh.
mengurangi risiko trauma/
cedera.
c.    Tidak mengalami cedera. b.    Hilangkan sumber bahaya
No Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
lingkungan. b.      Klien dengan gangguan kognitif,
gangguan persepsi adalah awal
terjadi trauma akibat tidak
bertanggung jawab terhadap
kebutuhan keamanan dasar.

c.    Alihkan perhatian saat


c.       Mempertahankan keamanan
perilaku teragitasi/ dengan menghindari konfrontasi
berbahaya, memenjat pagar yang meningkatkan  risiko
tempat tidur. terjadinya trauma.

d.   Kaji efek samping obat,d.   Klien yang tidak dapat melaporkan
tanda keracunan (tanda tanda/gejala obat dapat
ekstrapiramidal, hipotensi menimbulkan kadar toksisitas pada
ortostatik, gangguan lansia. Ukuran dosis/ penggantian
penglihatan, gangguan obat diperlukan untuk mengurangi
gastrointestinal). gangguan.
e.    Hindari penggunaane.    Membahayakan klien,
restrain terus-menerus. meningkatkan agitasi dan timbul
Berikan kesempatan risiko fraktur pada klien lansia
keluarga tinggal bersama (berhubungan dengan penurunan
klien selama periode agitasi kalsium tulang).
akut.
7 Setelah dilakukana.     Beri dukungan untuka.     Motivasi terjadi saat klien
tindakan keperawatan penurunan berat badan. mengidentifikasi kebutuhan berarti.
diharapkan klien b.     Memberikan umpan balik/
mendapat nutrisi yang
b.      Awasi berat badan setiap penghargaan.
seimbang dengan KH: minggu.
a.     Mengubah pola asuhan c.     Identifikasi kebutuhan membantu 
yang benar c.     Kaji pengetahuan keluarga/ perencanaan pendidikan.
No Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
b.     Mendapat diet nutrisi klien mengenai kebutuhan
yang seimbang. makanan. d.    Klien tidak mampu menentukan
c.     Mendapat kembali beratd.    Usahakan/ beri bantuan pilihan kebutuhan nutrisi.
badan yang sesuai. dalam memilih menu. e.     Ketidakmampuan menerima dan
e.     Beri Privasi saat kebiasaan hambatan sosial dari kebiasaan
makan menjadi masalah. makan berkembang seiring
berkembangnya penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah .Vol 1 & 2. EGC :

Jakarta.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni

Made Sumarwati. EGC : Jakarta.

Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku :  Patofisiologi. Ed.3. EGC : Jakarta.

Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Salemba medika : Jakarta

Nugroho, Wahjudi. 1999. Keperawatan Gerontik Edisi 2 Buku Kedokteran. EGC :

Jakarta.

Silvia.A.Price & Wilson, Patofisiologi. Ed.8. Jakarta. EGC.2006

Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC; Jakarta.

Sumber : http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/03/demensia-pada-lansia-3/

Arjatmo, (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI

Brunner & Suddart, (1996). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Capernito, (2000). Diagnosa Keperawatan, edisi 8. Jakarta: EGC

Doengoes, (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Prince, Loraine M. Wilson, (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, edisi 4.

Jakarta: EGC

Corwin, J. Elizabeth, (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai