Anda di halaman 1dari 2

1.

Delsy Syamsumar (1935-2001)

Delsy Syamsumar lahir di Medan pada tanggal 7 Mei 1935. Bakat seni yang beraliran Neo-Klasik ini
sudah malai terlihat saat ia masih berusia 5 tahun. Beruntung ia bertemu dengan Wakidi, seorang
pelukis ulung pada era Orde Lama. Dari pertemuan itulah Delsy Syamsumar memperdalam ilmu lukis
sekaligus terus mengasah bakat yang dimilikinya.

Delsy Syamsumar dijadikan sebagai satu-satunya pelukis Indonesia yang diberi predikat Litteratures
Contemporaines L’ Azie du Sud Est dan II’exellent dessinateur oleh Lembaga Seni dan Sejarah Perancis
melalui buku literatur seni dunia yang fenomenal, France Art Journal 1974.

Delsy Syamsumar meninggal dunia pada tanggal 21 Juni 2001 di Jakarta pada usia 66 tahun. Dan dengan
demikian ia meninggalkan 9 orang anak yang sudah dikaruniakan Tuhan kepadanya.

2. Dullah

Dullah lahir di Solo, Jawa Tengah, 17 September 1919, meninggal di Yogyakarta, 1 Januari 1996 pada
umur 76 tahun). Ia dikenal sebagai seorang pelukis realis. Corak lukisannya realistik.

Pernah dikenal sebagai pelukis istana selama 10 tahun sejak awal tahun 1950-an, dengan tugas
merestorasi lukisan (memperbaiki lukisan-lukisan yang rusak) dan menjadi bagian dalam penyusunan
buku koleksi lukisan Presiden Soekarno.

3. Hendra Gunawan

Hendra Gunawan, lahir di Bandung, Hindia Belanda, 11 Juni 1918 adalah seorang pelukis dan pematung
yang telah tekun belajar sendiri mengambar segala macam yang ada di sekitarnya seperti buah-buahan,
bunga, wayang (golek dan kulit) serta bintang film. Bahkan ketika duduk di kelas 7 HIS, ia sanggup
melukis pemandangan alam.

Keberaniannya terlihat ketika ia membentuk Sanggar Pusaka Sunda pada tahun 1940-an bersama


pelukis Bandung dan pernah beberapa kali mengadakan pameran bersama.

Sebelum ia meninggal, karya lukisnya tentang tenggelamnya kapal Tampomas membuatnya terinspirasi.
Karya lukisan ini merupakan pertanda terakhir Hendra Gunawan sebelum menghadap Illahi. Ia
meninggal di RSU Sanglah, Denpasar, Bali, 17 Juli 1983. Dan dimakamkan di Pemakaman Muslimin Gang
Kuburan Jalan A. Yani, Purwakarta.

4. Henk Ngantung

Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau juga dikenal dengan nama Henk Ngantung, lahir
di Manado, Sulawesi Utara, 1 Maret 1921.
Henk Ngantung membuat karya lukisan “Memanah” dengan Bung Karno sebagai modelnya. Dua karya
ini menjadi koleksi Bung Karno. Ia juga membuat sketsa tentang Perundingan Linggarjati, Perundingan
Renville dan Perundingan Kaliurang.

Kesetiaan Henk melukis terus berlanjut meski dia digerogoti penyakit jantung dan glaukoma yang
membuat mata kanan buta dan mata kiri hanya berfungsi 30 persen. Pada akhir 1980-an, dia melukis
dengan wajah nyaris melekat di kanvas dan harus dibantu kaca pembesar. Sebulan sebelum wafat, saat
ia dalam keadaan sakit-sakitan, pengusaha Ciputra memberanikan diri mensponsori pameran pertama
dan terakhir Henk.

5. Itji Tarmizi

Itji Tarmizi, lahir di Desa Tepi Selo, Lintau, Tanah Datar, Sumatra Barat, 21 Juli 1939. Lukisan Itji Tarmizi
beraliran realisme-sosialis, bahkan dia dianggap salah satu maestro di aliran itu. Dia adalah salah satu
pelukis pada zaman orde lama periode 1950-1960-an, di mana pada masa itu tengah berlangsung
sosialisme yang gegap gempita.

Beberapa karya lukis Itji Tarmizi yang memvisualkan kehidupan kaum papa, objek-objek manusia yang
bekerja keras untuk kelangsungan hidup, antara lain "Perkampungan Nelayan", "Lelang Ikan", "Potret
Pribadi", "Melepas Gembala Kerbau" dan lain-lain.

Sejak tahun 1975, dalam kesunyiannya di kampung halaman dia tak pernah berhenti berkarya. Setelah
tumbangnya orde baru dan berganti orde reformasi, Itji kembali muncul di Jakarta dan berkiprah lagi
didunia senirupa. Namun tak lama kemudian, pada tanggal 27 November 2001 dia meninggal dunia dan
dimakamkan di TPU Pondok Kelapa, Jakarta Timur.

Anda mungkin juga menyukai