Anda di halaman 1dari 16

Sejarah Seni Rupa Nusantara

PERSAGI
Kelompok 7 :
Wilda Sukma 22020088
Yuda Ichnur Putra 22020090
Yolla Aprilia 22020042
PERSAGI atau banyak
yang mengenal dengan Persatuan
Ahli-Ahli Gambar Indonesia.
Sebuah asosiasi para pelukis dan
gambar di Indonesia yang sudah
sejak lama berdiri. Bisa juga berarti
gerakan nasionalisme di bidang
seni rupa Indonesia.

Para pekerja seni berkumpul menjadi satu dalam satu wadah ini. PERSAGI menjadi fasilitator para
pelukis handal. Organisasi ini berdiri pada 23 Oktober 1938 di Jakarta. Yang dibentuk oleh Sudjojono dan Agus
Djaja.
Tujuan dibentuknya PERSAGI adalah untuk mengembangkan seni lukis di kalangan bangsa Indonesia
dengan mengembangkan corak Indonesia baru.

PERSAGI berumur pendek, karena pada tahun 1942 ketika Jepang menduduki Indonesia, banyak
organisasi-organisasi perjuangan yang dibubarkan dan digabungkan dalam Poetera (Poesat Tenaga Rakjat).
Namun, ideologi dan nilai estetika seni modern Indonesia yang dicetuskan Persagi tetap berpengaruh hingga kini,
khususnya pada seni lukis Indonesia.
Organisasi ini memiliki konsep semangat dan keberanian. Tak hanya
sekedar melukis, tetapi disertai dengan perasaan dan tumpahan jiwa. Tidak hanya
sekedar meniru bangsa barat, tetapi menciptakan gaya khas Indonesia.

Organisasi ini juga sebagai ajang saling berdiskusi , ceramah, dan


memperbincangkan seputar seni rupa baik yang di Indonesia maupun dunia.

PERSAGI menyelenggarakan pamerannya untuk pertama kali pada tahun


1938 di sebuah toko buk Kolff, Jakarta. Sempat mengalami penolakan di tempat lain
dan mendapat remehan. Mereka menganggap bahwa pribumi hanya cocok menjadi
petani.

Namun, pameran ini membuka mata semua kritikus seni terutama kritikus
Belanda. Akhirnya, pembuktian ini membuahkan hasil.

Pada pameran selanjutnya, PERSAGI membolehkan membuka pameran di


Kunstkring akhir tahun 1938. Pengurus yayasan sempat menolak pameran dari
PERSAGI sebelumnya.
Periode PERSAGI terkenal dengan pergolakannya untuk mencapai hak-hak kesetaraan dengan bangsa
asing. Bermula dari semangat pergerakan nasional yang bangkit pada dekade pada awal abad 20. S Sudjojono,
seorang pelukis ternama menyebut bahwa pelukis Indonesia saat itu menganut mooi indie. Sebenarnya ungkapan ini
termasuk sindiran. Maksudnya disini adalah mereka hanya menyebut bahwa Hindia Belanda memiliki lanskap yang
indah belaka.

Idealisme dan pemikiran dari Affandi turut menyumbang ide untuk mempersatukan para ahli seni rupa
dalam satu wadah. Beliau sendiri telah mendirikan grup bagi para pelukis di Bandung. Grup tersebut bernama
Kelompok Lima. Grup ini kemudian menjadi antitesis dari mooi Indie yang hanya menampilkan lanskap Nusantara
yang indah belaka. Tujuannya agar lukisan tersebut laku terjual.

Sampai akhirnya, Sudjojono menyumbangkan ide membentuk Persagi. Rapat pertama membuahkan
hasil dimana Agus Djaja didapuk sebagai ketua, sedangkan Sudjojono menjadi sekretarisnya. Mengenal PERSAGI
menjadi simbol dan permulaan para pelukis di Indonesia yang mencoba melawan bangsa barat. Dengan cara
mencoba mencari identitas dan corak seni rupa di Indonesia.

Namun, perjuangan PERSAGI tidak bisa bertahan lama. Perlawanan terhadap mooi indie ini terus
meredup pada tahun 1942. Pada masa pendudukan Jepang, mereka menghapus segala organisasi bentukan
Belanda dan menyederhanakan organisasi yang dibentuk masa penjajahan Belanda.
KETUA SEKRETARIS
Agus Djaya S. Sudjojono
1913-1934 1913-1985

Lahir di Banten 1913 dan meninggal di Sudojono adalah seorang seniman,


Jakarta tahun 1994. Ayah Djaja, seorang keturunan kritikus, pemikir, penulis, politisi, organisator,dan
keluarga bangsawan Banten, adalah seorang pendidik. Ia lahir di Kisaran, Sumatra Utara tahun
pegawai pemerintah, yang pernah menjadi kepala 1913. Pada tahun 1928 Sudjojono menjadi murid Mas
sebuah agen bank dan mampu menyediakan Pirngadi. Sudjojono menentang teknik konvensional
pendidikan yang baik bagi puteranya. Setelah yang diajarkan gurunya tersebut. Penentangan ini,
mengikuti pendidikan seni di Jakarta dan Amsterdam, dan pendapatnya yang terkenal; “lukisan adalah jiwa
Agus mulai mengajar menggambar serta mata nampak,” menginspirasi sejumlah pelukis lain. Dan di
pelajaran lain pada tahun 1934. tahun 1937, ia berhasil mengikuti pameran bersama
Agus bekerja sama dengan Sudjojono orang-orang Eropa. Di tahun selanjutnya ia
membentuk Persagi pada tahun 1938-1942, dan membentuk Persagi.
menduduk posisi sebagai ketua. Hal tersebut
membuatnya dianggap menjadi salah satu pencetus
seni lukis Indonesia modern.
ANGGOTA :

1. Emiria Soenassa (1891-1964) 2. Otto Djaya


Tidak banyak informasi yang Otto Djaja adalah adik dari Agus
diketahui dari Emiria Soenassa. Mengenai Djaja. Sejak masa Persagi Otto Djaja kerap
tempat dan tanggal lahir hanya tercatat ia terlibat pameran bersama di dalam maupun
lahir Pulau Tidore, Maluku Utara, tahun 1891. luar negeri dengan sejumlah rekan pelukis
lainnya.
Emiria merupakan salah satu pelukis wanita Otto Djaja pernah mendapat
asal Indonesia pertama yang berkarya pendidikan ketentaraan untuk perwira
khususnya di bidang seni lukis sebagai Pembela Tanah Air (Cu Dancho) di Bogor.
ekspresi. Dengan pangkat Mayor TNI, ia ikut terlibat
dalam perjuangan bersenjata di masa revolusi
fisik menjelang kemerdekaan Republik
Indonesia.
3. Sukirno 5. Abdul Salam (?-1987)
Ia dilahirkan pada 17 Juli 1907 di Abdul Salam adalah seorang
Ambal, Kebumen, Jateng. Pada tahun 1923 i1 priyayi sekaligus pionir ilustrasi seni grafis
berhasrat menjadi pelukis, walaupun ada bakat masa awal seni rupa Indonesia. Semasa
tari. hidupnya, Abdul Salam pernah bekerja di
Pameran berkarya sekitar 14 kali, Statistik Pasar Baru Batavia dan bergabung
sejak tahun 1939 di G. Kolf dan Co, 22 dengan banyak seniman antara lain S.
Bataviasche Kunskring, Pusat Kebudayaan Soedjojono, S. Tutur, dan Agus Djaya
Jakarta, Semarang, Surabaya. Pameran tersebut mendirikan Persagi.
mendapat perhatian dari para ahli luar negeri: Sebagai pionir bidang seni ilustrasi
Belanda, Jerman, Inggris, Perancis, Italia, grafis di Indonesia, Abdul Salam melahirkan
Jepang, China dan Amerika. karya awalnya berupa cukilan kayu, kemudian
etsa sejak tahun 1945. Dia juga seorang
4. S. Soediarjo Delinafit atau pelukis uang pada masa awal
S.Soediardjo mendapat perhatian kemerdekaan.
besar dari karena kekuatan ekspresi lukisannya
yang di pamerkan di Kunstkring yaitu Bade om
Zielenheid (Doa untuk Pendeta).
Ia bekerja di bidang menggambar,
terutama melukis keramik,kaca, dan mural.
7. S. Toetoer
S. Toetoer masih berkutat dengan
lukisan pemandangan yang indah. Adapun S.
Toetoer yang jenis karyanya sama dengan
Herbert H. Karya-karya yang pernah tampil
dalam pameran pertama PERSAGI, antara
lain Indonesische Venus dan Pemandangan
di Mega Mendoeng.
6. Suromo Meski masih berlawanan dengan
Suromo sendiri merupakan pelukis tujuan pembentukan PERSAGI, S. Toetoer
yang bekerja sebagai penggambar dan terkenal dengan karya-karyanya yang apik
desainer di perusahaan Robert Deppe yang dan berkualitas.
bertempat di Batavia. Selain itu Suromo
memperoleh kemampuan melukisnya dengan
belajar akademis di Pringadi.
Ia bekerja di bidang menggambar,
terutama melukis keramik,kaca, dan mural.
8. Herbert Hutagalung (1917-1942) 10. Ramli
Herbert lahir di Tapanuli tahun
1917. Sebulan setelah pameran kedua 11. L. Setijoso
Persagi yang diadakan di Kunstkring 3-19
September 1942, Herbert meninggal di rumah 12. Saptarita Latif
sakit karena sakit parah.
Lukisan dari Herbert Hutagalung 13. TB. Ateng Rusyian
pernah terpampang di pameran milik
PERSAGI meski masih bercorak mooi 14. Syuaib Sastradiwilja
indie.

9. Sindusisworo
Sindu Sisworo, tidak banyak
dokumentasi karya oleh seniman ini.
Namun kecenderungan seniman ini lebih
pada ekspresionisme.
“Laki-Laki Bermain Seruling”(1942) “Ibuku Menjahit” (1935) “Potret Wanita Tua” (1930-1960)
Agus Djaja S. Seodjojono Emiria Soenassa

Unsur Realisme sedikit lebih menonjol, Pada karya “Ibuku Menjahit”. Emiria banyak mengambil
menunjukkan subjek yang digambar Walaupun latar belakang terlihat subjek subjek yang dekat
dengan detail, walau sapuan kuasnya menggunakan sapuan yang dengan kebudayaan dan
tetap kasar. Karya ini tidak memberikan berantakan,namun figur subjek kehidupan rakyat jelata
narasi yang kompleks, namun emosi tetapdigambar dengan detail, dalam lukisan-lukisannya.
subjek lukisan tetap tergambarkan dengan terutama okus lukisan yang adalah
baik. wajah si Ibu.
“Pertemuan” (1947)
Otto Djaja
Portret Laki-Laki (1949) “Portret Diri”
Dalam karya “Pertemuan”, Otto Djaja Abdul Salam
Sindu Sisworo
menggambarkan Adegan perempuan
dan pria yang sedang duduk diranjang
Kecenderungan seniman ini Karya-karya Abdul Salam lebih
sebuah kamar. Walau semestinya
lebih pada ekspresionisme. banyak terdiri dari cetak grafis.
adegan yang digambarkan intim, tapi
Peng gunaan warnanya juga Secara gaya, karya-karyanya
justru si perempuan terlihat ingin
terbatas, mungkin hanya didominasi oleh realisme dan
menjauh dari si laki-laki yang
menggunakan 3-5 jenis warna. portret.
mencondongkan badannya
Emosi kecemasan dan
agar lebih dekat, merasa canggung
kekhawatiran lebih terlihat pada
dengan keadaan tersebut. Gestur yang
karyanya.
digambarkan terlihat jenaka
dan ekspresif.
PERSAGI menghasilkan seniman-seniman yang berbeda gaya tiap individunya.
Namun secara umum kecenderungan yang muncul didominasi oleh
ekspresionisme. Hal ini dikarenakan pengaruh Sudjojono dan Agus Djaja yang
mendorong anggota-anggota Persagi untuk mengesampingkan teknik dalam
melukis. Anggapan Sudjojono bahwa gaya modernisme seni lukis barat patut
dipelajari juga menyumbang visualisasi karyakarya Persagi yang cenderung
ekspresionisme. Pemikiran tersebut lah yang membuat seni rupa Indonesia
modern mulai berkembang di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai