74
75
Gambar 3.1.
Contoh Tubing Intake Pressure Untuk Tiap Artificial Lift
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Gambar 3.2.
Sumur Berproduksi
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Gambar 3.3.
Sumur Mati
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
76
Gambar 3.4.
Beam Pumping System
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Gambar 3.5.
Macam-macam Pompa Sucker Rod
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
77
Artinya:
(1) : A = Air Balance
B = Beam Counter Balance
78
C = Conventional
M = Mark II.
(2) : 160 = Peak torque rating, dalam ribuan In-lb
D = Double reduction gear reducer
(3) : 173 = Polished rod rating, dalam ratusan lb
(4) : 64 = Panjang langkah (stroke) maximum, in
(panjang langkah yang lain 54 in dan 48 in )
Gambar 3.6.
Mekanisme Kerja Sucker Rod
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
pitman bearing. Besar kecilnya langkah atau stroke pemompaan yang diinginkan
dapat diatur disini, dengan cara mengubah-ubah pitman bearing. Apabila
kedudukan pitman bearing ke posisi lubang mendekati counterbalance, maka
langkah pemompaan menjadi bertambah besar atau sebaliknya.
f. Counterbalance
Adalah sepasang pemberat yang berfungsi untuk mengubah gerak berputar
dari prime mover menjadi gerak naik turun, menyimpan tenaga prime mover pada
saat down-stroke atau pada saat counterbalance menuju ke atas, yaitu pada saat
kebutuhan tenaga kecil atau minimum dan membantu tenaga prime mover pada saat
up-stroke (saat counterbalance bergerak ke bawah) sebesar tenaga potensialnya,
karena kerja prime mover yang terbesar adalah pada saat up-stroke (pompa bergerak
ke atas) yang mana sejumlah minyak ikut terangkat ke atas permukaan.
g. Pitman
Adalah penghubung antara walking beam pada equalizer hearing dengan
crank. Lengan pitman merubah gerakan berputar dari counterbalance menjadi
gerakan naik turun pada walking beam.
h. Walking Beam
Merupakan tangkai horizontal di bawah horse head. Fungsinya merupakan
gerak naik turun yang dihasilkan oleh pasangan pitman-crank-counterbalance, ke
rangkaian pompa di dalam sumur melalui rangkaian rod.
i. Horse Head.
Menurunkan gerak dari walking beam ke unit pompa di dalam sumur
melalui bridle, polish rod dan sucker string atau merupakan kepala dari walking
beam yang menyerupai kepala kuda.
j. Bridle
Merupakan nama lain dari wire line hanger, yaitu merupakan sepasang
kabel baja yang disatukan pada carrier bar. Bridge berfungsi sebagai tenaga angkat
dari rangakaian peralatan bawah permukaan.
81
k. Carrier Bar
Merupakan alat yang berfungsi sebagai tempat bergantungnya rangkaian
rod dan polished rod. Carrier bar ini sebagai penyangga dari polished rod clamp
menjaga agar rod tidak jatuh.
l. Polished Rod Clamp
Komponen yang bertumpu pada carrier bar yang fungsinya untuk
mengeraskan kaitan polish rod pada carrier bar. Polished rod clamp juga sebagai
tempat dimana dinamometer diletakkan.
m. Polished Rod
Polished rod adalah rod yang berukuran lebih pendek. Polished rod
merupakan bagian teratas dari rangkaian rod yang muncul dipermukaan. Sebagai
fungsinya untuk menyesuaikan panjang rod dengan kedalaman yang diinginkan
n. Stuffing Box
Dipasang di atas kepala sumur (casing atau tubing head) untuk
mencegah/menahan minyak agar supaya tidak keluar bersama naik turunnya polish
rod. Dengan demikian seluruh aliran minyak hasil pemompaan akan mengalir ke
flowline lewat crosstee. Disamping itu juga berfungsi sebagai tempat kedudukan
polish head rod sehingga dengan demikian polish rod dapat bergerak naik turun
dengan bebas.
o. Sampson Post
Merupakan kaki- kaki penyangga atau penopang walking beam. Beratnya
walking beam bertumpu pada sampson post. Untuk menjaga kestabilan
ketinggian pada setiap kaki-kaki sampson post, maka sampson post diletakkan
pada bidang yang datar.
p. Saddle Bearing
Alat ini sebagai penghubung walking beam dengan sampson post bagian
teratas sehingga walking beam tetap bergerak pada posisinya. Alat ini bekerja
dengan cara sebagai poros pada gerakan walking beam, dan menjaga kedudukan
walking beam.
82
q. Equalizer
Adalah bagian atau dari pitman yang dapat bergerak secara leluasa menurut
kebutuhan operasi pemompaan minyak berlangsung. Equalizer diletakkan diantara
crank shaft dan pitman crank. Sebagai penyelaras dengan gerakkan crank disetiap
sisi.
r. Brake
Brake di sini berfungsi untuk mengerem gerak pompa jika dibutuhkan,
misalnya pada saat akan dilakukan reparasi sumur atau unit pompanya sendiri.
Prime mover dimatikan dan dengan adanya brake yang diletakkan di gear reducer
dapat memposisikan head horse pada tinggi maksimum atau tinggi minimum untuk
mempermudah ketika perawatan.
d. Standing Valve
Merupakan bola yang ikut bergerak naik turun menurut gerakan plunger dan
berfungsi mengalirkan minyak dari working barrel masuk ke plunger dan hal ini
terjadi pada saat plunger bergerak ke atas dan selanjutnya standing valve membuka.
Pada saat plunger bergerak ke bawah standing valve akan menutup untuk mencegah
fluida keluar ke annulus.
e. Traveling Valve
Merupakan bola yang ikut bergerak naik turun menurut gerakan plunger dan
berfungsi mengalirkan minyak dari working barrel masuk ke plunger dan hal ini
terjadi pada saat plunger bergerak ke bawah serta menahan minyak keluar dari
plunger pada saat plunger bergerak ke atas.
f. Gas Anchor
Merupakan komponen pompa yang dipasang dibagian bawah dari pompa
yang berfungsi untuk memisahkan gas dari minyak agar gas tersebut tidak ikut
masuk ke dalam pompa bersama-sama dengan minyak, untuk menghindari
masuknya pasir atau padatan ke dalam pompa, dan mengurangi atau menghindari
terjadinya tubing stretch.
Gas ini dialirkan masuk ke annulus dan dilepaskan ke permukaan melalui
Ada dua macam type Gas Anchor, yaitu :
- Poorman type
Larutan gas dalam minyak yang masuk ke dalam anchor akan melepaskan
diri dari larutan (bouyancy effect). Minyak akan masuk ke dalam barrel
melalui suction pipe, sedangkan gas yang telah terpisah akan dialihkan
melalui annulus. Apabila suction pipe terlalu panjang atau diameternya
terlalu kecil, maka akan terjadi pressure loss yang cukup besar sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan PI sumur pompa. Sedangkan apabila
suction pipe terlalu besar akan menyebabkan annulus antara dinding anchor
dengan suction pipe menjadi lebih kecil, sehingga kecepatan aliran minyak
besar dan akibatnya gas masih terbawa oleh butiran-butiran minyak.
Diameter gas anchor yang terlalu besar akan menyebabkan penurunan PI
sumur pompa.
84
- Packer type
Minyak masuk melalui ruang antara dinding anchor dan suction pipe,
kemudian minyak jatuh di dalam annulus antara casing dan gas anchor dan
ditahan oleh packer, selanjutnya minyak masuk ke pompa melalui suction
pipe. Disini minyak yang masuk ke dalam annulus sudah terpisah dari
pompa.
g. Tangkai Pompa
Tangkai pompa (sucker rod string) terdiri dari Sucker rod, Pony rod dan
Polished rod.
Sucker rod
Merupakan batang/rod penghubung antara plunger dengan peralatan di
permukaan. Fungsi utamanya adalah melanjutkan gerak naik turun dari horse head
ke plunger. Berdasarkan konstruksinya, maka sucker rod dibagi menjadi 2 (dua) :
a. Berujung box-pin
b. Berujung pin-pin
Untuk menghubungkan antara dua buah sucker rod digunakan sucker rod coupling.
Umumnya panjang satu single dari sucker rod yang sering digunakan berkisar
antara 20-30 ft. Terdapat beberapa macam ukuran sucker rod, seperti pada tabel di
bawah ini, di mana ukuran-ukuran tersebut merupakan standar API. Dalam
perencanaan sucker rod selalu diusahakan atau yang dipilih yang ringan, artinya
memenuhi kriteria ekonomis, tetapi dengan syarat tanpa mengabaikan kelebihan
(allowable stress) pada sucker rod tersebut. Sucker rod yang dipilih dari
permukaan, sampai unit pompa di dasar sumur (plunger) tidak perlu sama
diameternya, tetapi dapat dilakukan/dibuat kombinasi dari beberapa tipe dan ukuran
rod. Sucker string yang merupakan kombinasi dari beberapa tipe dan ukuran
tersebut. Disebut Tappered Rod String.
Poni rod
Merupakan rod yang mempunyai panjang yang lebih pendek dari panjang
rod umumnya (25 feet). Fungsinya adalah untuk melengkapi panjang dari sucker
rod, apabila tidak mencapai kepanjangan yang dibutuhkan ukurannya adalah : 2, 4,
6, 8, 12 feet.
85
Polished rod
Adalah tangkai rod yang berada di luar sumur yang mengubungkan sucker
rod string dengan carrier bar dan dapat naik turun di dalam stuffing box. Diameter
stuffing box lebih besar daripada diameter sucker rod, yaitu : 1 1/8, 1 ¼, 1 ½, 1 ¾.
Panjang polished rod adalah :8,11,16, 22 feet.
Gambar 3.7.
Peralatan Bawah Permukaan Sucker Rod
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Gambar 3.8.
Klasifikasi Pompa menurut API
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
86
Pompa digerakan oleh sucker rod string dan peralatan pompa yang berada
di permukaan. Batang pompa yang ditarik dapat dibagi menjadi tiga tipe dasar yaitu
:
1. Tubing pumps
2. Rod pumps
3. Casing pumps ( lebih besar dari rod pumps )
Perbedaan yang mendasar antara tubing pump dan rod pump adalah cara
menginstalasi working barrel. Pada tubing pump, working barrel terhubung sampai
dasar dari tubing dan bergerak masuk ke sumur sebagai sebuah bagian utuh dari
tubing stringi. Sedangkan pada rod pump, working barrel adalah sebagai bagian
utuh dari seluruh rangkaian bawah permukaan pompa dan bergerak sebagai unit
pada sucker rod string di dalam tubing string. Tabel III – 1. menunjukan ukuran
maksimum plunger yang bisa digunakan dalam tubing string.
Tabel III-1.
Ukuran Maksimum Pompa
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Tubing size, in
PUMP
1,900 2 3⁄8 2 7⁄8 3 1⁄2
Tubing one-piece,
1 1⁄2 1 3⁄4 2 1⁄4 2 3⁄4
thin-wall barrel (TW)
Tubing one-piece,
1 1⁄2 1 3⁄4 2 1⁄4 2 3⁄4
heavy-wall barrel (TH)
Tubing liner barrel (TL) - 1 3⁄4 2 1⁄4 2 3⁄4
Rod one-piece,
1 1⁄4 1 1⁄2 2 2 1⁄2
Thin-wall barrel (RW)
Rod one-piece,
1 1⁄18 1 1⁄4 1 3⁄4 2 1⁄4
heavy-wall barrel (RH)
Rod liner barrel (RL) - 1 1⁄4 1 3⁄4 2 1⁄4
87
Gambar 3.8.
Sistem Gerakan Sucker Rod
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Apabila hal tersebut diatas dihubungkan dengan sistem sucker rod, maka :
1. Diameter lingkaran menyatakan panjang langkah polished rod.
2. Waktu untuk sau kali putaran dari partikel yang melingkar sama dengan waktu
untuk satu kali siklus pemompaan.
Percepatan maksimum dari pada sistem sucker rod terjadi pada awal up stroke dan
awal down stroke, yaitu pada saat titik proyeksi mempunyai jarak yang jauh dari
pusat gerak melingkar. Pada saat tersebut percepatan dari pada proyeksi sama
dengan percepatan gerak melingkar, yaitu :
2
Vp
a= .................................................................................................(3-3)
re
Keterangan :
Vp = Kecepatan partikel
re = Jari-jari lingkaran
Apabila waktu untuk satu kali putaran, maka :
2re
Vp = ..............................................................................................(3-4)
Apabila N = jumlah putaran persatuan waktu :
Vp = 2 re N.........................................................................................(3-5)
89
Keterangan :
N = 1/, jika persamaan 3-3 dan 3-5 disubstitusikan pada persamaan 3-2 didapat :
4 2 re N 2
2
Vp
...................................................................................(3-6)
re g g
Untuk sumur pompa :
N = Kecepatan pemompaan
re = Dapat dihubngkan dengan polished rod, stroke length yaitu :
re = S/2
Dengan demikian persamaan 3-6 menjadi :
2 2 SN
= ...........................................................................................(3-7)
g
Panjang langkah polished rod biasanya dinyatakan dalam inchi, dan kecepatan
pemompaan dalam stroke per menit (SPM), maka :
2 2 SN 2 in / min 1 ft 1 min
=
32,2 ft / sec 2 12in 3600 sec 2
SN 2
= ............................................................................................(3-8)
70500
Tabel III-2.
Kombinasi Untuk Sucker Rod
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
P = 0,433 SG L...................................................................................(3-15)
Untuk suatu hal yang umum, dimana working fluid level terletak pada
kedalaman D, tekanan C (dibawah plunger) yang disebabkan oleh kolom fluida
didalam casing setinggi (L –D) harus diperhitungkan.
Dengan demikian :
P = 0,433 SG L – 0,433 SG (L –D).................................................... (3-16)
P = 0,433 SG D
Dari persamaan 3-13 :
12 FL
e =
EA
12 x0,433SGDAP L
=
EA
520SGDAL
=
EA
Persamaan 3-16 di atas merupakan persamaan umum. Persamaan tersebut
dapat untuk menghitung perpanjangan dari suatu benda yang mengalami
pembebanan.
Berdasarkan persamaan 3-16, maka :
1. Perpanjangan tubing (et) adalah :
et = 5,20 SG D Ap L / E At.....................................................................(3-17)
2. Perpanjangan rod string (er) adalah :
er = 5,20 SG D Ap L / E Ar....................................................................(3-18)
Keterangan :
et = Perpanjangan tubing, in
er = Perpanjangan rod, in
SG = Specific gravity fluida
D = Working fluid level, ft
L = Kedalaman letak pompa, ft
Ap = Luas penampang plunger, sq-in
At = Luas penampang tubing, sq-in
Ar = Luas penampang rod, sq-in
93
Tabel III-4.
Data Tubing
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Tabel III-5.
Data Plunger Pompa
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Untuk desain dari sucker rod string terdapat 2 cara yaitu dengan desain
tapered dan untapered. Tapered adalah desain yang mana ukuran stringnya terdiri
dari panjang yang berbeda masing-masing memiliki ukuran diameter yang berbeda.
Untuk desain untapered, string rod hanya memakai 1 ukuran diameter yang sama.
Biasanya desain tapered digunakan untuk kedalaman lebih dari 3500 ft. Harga
maksimum dan minimum beban yang didapat oleh rod string harus ditentukan agar
desain atau peralatan yang dipakai di permukaan mampu menahan beban yang
diterima.
Adapun cara untuk mendesain sebuah tapered sucker rod string adalah
menentukan maksimum stress untuk tiap bagian string rod. Sehingga, tiap bagian
rod string yang dipilih memiliki maksimum stress yang berbeda namun tetap aman
untuk dipakai dan terhindar rod break dan buckling yang mungkin terjadi pada saat
pemompaan.
95
Persentase tiap ukuran rod ditentukan dari tabel (lampiran 1). Contoh
perhitungan desain tapered, sebuah pompa dengan plunger berdiameter 2 in
dipasang pada kedalaman 6050 ft terdiri dari 3 rod dengan masing-masing
diameternya 3⁄4 in, 7⁄8 in dan 1 in. Sucker rod yang tersedia memiliki panjang 25 ft.
Tentukan panjang tiap bagian dari tapered rod string.
Dari tabel (lampiran 1, dengan rod no.86);
R1 = 32,8 % untuk 1 in
R2 = 33,2 % untuk 7⁄8 in
R3 = 33,9 % untuk 3⁄4 in
Kemudian,
L1 = 6050 x 0,328 = 1984,4 ft
L2 = 6050 x 0,332 = 2008,6 ft
L3 = 6050 x 0,339 = 2051 ft
Jadi, untuk rod 25 ft
L1 = 2000 ft
L2 = 2000 ft
L3 = 2050 ft
5,20SGDAP L1 L2
er = ... ............................................................(3-21)
E A1 A2
Rod mengalami perpanjangan akibat berat rod itu sendiri dan beban
percepatan. Untuk tappered rod, beban rod bervariasi secara uniform dari harga nol
(yaitu dari bagian bawah rod) sampai sebesar Wr (yaitu puncak dari rod). Rata-rata
96
berat dari rod yang menyebabkan perpanjangan adalah Wr/2, apabila dipusatkan
pada L/2. Perpanjangan rod yang mengakibatkan berat rod dan beban percepatan,
tidak sama besarnya pada waktu upstroke ataupun downstroke.
Pada akhir downstroke, perpanjangan rod, adalah :
12(Wr Wr ) L / 2
ed = ........................................................................(3-22)
EAr
dan perpanjangan pada waktu upstroke, adalah :
12(Wr Wr ) L / 2
eu = .........................................................................(3-23)
EAr
Dari persamaan 3-22 dan 3-23 dapat ditentukan perpanjangan yang disebabkan oleh
beban percepatan, yaitu :
12Wr L
ep = e d – eu = ...........................................................................(3-24)
EAr
Sedang berat rod string, adalah :
r LAr
Wr = ..........................................................................................(3-25)
144
Keterangan :
= Faktor percepatan
r = Density rod, lb/cuft 490 lb/cuft untuk baja.
Maka :
12 L 490 LAt 40,8L2
ep = ............................................................(3-26)
EAr 144 E
Keterangan :
E = Modulus young besi = 30 x 106 Psi
Persamaan 3-26 digunakan untuk untappered rod string, sedangkan untuk tappered
rod string dilakukan pendekatan dengan persamaan berikut ;
ep = (32,8 L2) / E...............................................................................(3-27)
Keterangan :
Ep = Plunger overtravel, in
L = Panjang rod, ft
97
Penggabungan persamaan 3-17, 3-21, 3-26, dan 3-28 didapatkan persamaan sebagai
berikut :
40,8L2 5,20SGDAP L1 L2
Sp = S + ... ...................................(3-29)
E E A1 A2
40,8L2 5,20SGDAP 1
Sp = S + ..................................................(3-30)
E E At
Keterangan :
Dengan menggunakan parameter Wmax dan Wmin yang didapat dari hasil
perhitungan polished rod load, maka akan diperoleh counterbalance effect ideal
sebesar :
Ci = 0,5 We Wr ( 1- 0,127 SG)...............................................................(3-34)
PRHP
=
BHP
Hydraulic horsepower
Bellow Ground Efficiency =
Polished rod horsepower
HHP
= , Hp
PRHP
Diameter tubing
Ukuran rod
Kecepatan Pemompaan (SPM)
4. Acceleration Faktor
= SN2 / 70500...................................................................................(3-59)
Keterangan :
S = Panjang langkah, inchi
N = Kecepatan pemompaan, SPM
5. Panjang Langkah Plunger Efektif
40,8L2 5,20SGDAP L1 L2
SP = S + ... ...................................(3-60)
E E A1 A2
Atau untuk untapered :
40,8L2 5,20SGDAP 1
SP = S + ................................................(3-61)
E E At
Keterangan :
SP = Panjang langkah efektif plunger, in.
= Acceleration faktor.
L = Setting depth pompa, ft.
E = Modulus elastisitas, T. (besarnya tergantung dari bahan.)
D = Working fluid level, ft.
Ap = Luas penampang plunger, sq. In.
SG = Specific gravity fluida
At = Luas penampang tubing, sq. In.w
L1, L2.. = Panjang rod, ft.
A1,A2...= Luas penampang rod, sq. In.
6. Pump Displacement
PD = K Sp N.........................................................................................(3-62)
Ketarangan :
PD = Pump Displacement, Bbl/day
K = Konstanta plunger tertentu
107
12. Counterbalance
Ci = 0,5 Wf + Wr ( 1- 0,127 Sg), lb.....................................................(3-70)
13. Torque
(Wmaks 0,95Ci ) S
Tp = , lb-in............................................................(3-71)
2
14. Tenaga Motor
Hh = 7,36 x 10-6 Q SG L, Hp................................................................(3-72)
Hf = 6,31 x 10-7 Wr S N, Hp................................................................(3-73)
Hb = 1,5 (Hh + Hf), Hp......................................................................(3-74a)
Keterangan :
Hh = Hydraulic horse power to lift fluida
Hf = Subsurface frictional power loss
Hb = Brake horse power
Motor Rating = Hb / 0,75, Hp
Diameter engine sheave prime mover :
de = (Nu du) / Ne ................................................................................. (3-74b)
Keterangan :
de = diameter engine sheave, in
Nu = diameter unit sheave, in
Ne = kecepatan engine sheave, rpm
Nu = kecepatan unit sheave, rpm
- Ap = 0,25π d2
- Ar = 0,25π d2
- K = 0,1484Ap
- Wr untuk Tappered Rod String.
Wr = M1L1+M2 L2+……+MnLn
Wr untuk Untappered Rod String
Wr = MxL
Berat kolom fluida (Wf)
Wf = 0,433 SG L Ap
110
- menghitung α1
SN 2 c
α1= 1 , c/p = crank pitman ratio
70500 p
- menghitung α2
SN 2 c
α2= 1
70500 p
- menghitung αmaks
PPRL
maks
Ar
- menghitung MPRL (Minimum Polished rod load)
MPRL = Wr – 0,1 Wr – α2 Wr
=0.9Wr – α2 Wr
- menghitung αmin
MPRL
min
Ar
Menghitung effisiensi volumetric yang baru dengan S = “stroke
maksimum pompa terpasang”, in. N = “y”, spm. Dan q = “x” bpd, adalah
:
- menghitung α1
SN 2
70500
- menghitung Plunger Overtravel (ep).
112
Untuk Untappered
40.8.L2 .
ep
E
Untuk Tappered
46,5L2
ep =
E
- menghitung Perpanjangan Rod (er).
untuk jenis Untappered
5,20SGDApL
er =
EAr
untuk jenis Tappered
5,20SGDAp L1 L2 L3
er = .....
E A1 A2 A3
- menghitung Pump Displacement (PD).
PD = K Sp N
- menghitung effisiensi volumetric sumur yang baru (setelah di
redesign)
q
Ev x100%
PD
Dari prosedur perhitungan beberapa harga S dan N, yang kemudian diplot juga
dengan kurva IPR aktual, maka akan didapatkan grafik seperti dibawah ini :
113
Gambar 3.9.
Perpotongan Kurva IPR dengan (N vs q) dan (S vs q)
Dari hasil perpotongan antara outflow dan inflow tersebut lalu diplot lagi
antara flow rate (q) terhadap panjang langkah (S) maupun kecepatan pemompaan
(N).
Gambar 3.10.
Perpotongan kurva hubungan (N vs q) dan (S vs q)
Dari grafik ini maka bisa ditentukan pasangan harga S dan N untuk harga q yang
diinginkan.
114
Gambar 3.11.
Instalasi Electric Submersible Pump
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
115
Prinsip kerja ESP adalah berdasarkan pada prinsip kerja pompa sentrifugal
dengan sumbu putarnya tegak lurus. Pompa sentrifugal adalah motor hidrolik yang
dapat memompakan cairan, dengan jalan memutar cairan yang melalui impeler
pompa. Cairan masuk ke dalam impeler pompa menuju poros pompa, dikumpulkan
oleh diffuser dan kemudian akan dilempar keluar. Tenaga mekanis motor oleh
impeler dirubah menjadi tenaga hidrolik. Impeler terdiri dari dua piringan yang di
dalamnya terdapat sudu-sudu. Pada saat impeler diputar dengan kecepatan sudut ,
cairan yang ditampung dalam rumah pompa kemudian dialirkan melalui diffuser
dan sebagian tenaga kinetik dirubah menjadi tenaga potensial berupa tekanan,
karena cairan dilempar keluar maka akan terjadi proses penghisapan.
Gambar 3.12.
Skema Impeler dan Diffuser
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Adapun fungsi dari tubing head ini adalah sebagai penyokong rangkaian tubing
tempat keluarnya kabel dan untuk menutup ruang antara casing dengan tubing.
b. Junction Box
Diperlukan sebagai tempat menghubungkan kabel dari berbagai sumur dari
switchboard. Kabel tersebut perlu dipisahkan untuk memberi kesempatan gas
dalam kabel keluar terlepas ke atmosfer. Junction box terletak antara well head dan
switchboard.
c. Switchboard
Merupakan panel kontrol yang dilengkapi dengan push button (on/off)
untuk over atau under load protection, fuse, ammater recording, lampu signal,
intermitting timer dan remote control. Switchboard berfungsi sebagai pengontrol
kerja pompa (mengontrol operasi arus listrik yang dibutuhkan oleh motor).
Fungsi peralatan yang ada pada switchboard adalah :
- Start/stop panel, yang berfungsi untuk menghidupkan atau mematikan motor.
- Breaker, sebagai pemutus aliran listrik saat dilakukan reparasi pompa.
- Sekering, merupakan pengaman jika terjadi hubungan singkat pada arus listrik
atau terjadi over voltage.
- Recording ammater, sebagai pencatat besarnya arus yang digunakan motor.
d. Variable Speed Drive
Sistem ESP dioperasikan dengan frekuensi tetap 50 atau 60 Hz. Secara
umum Variable Speed Drive (VSD) merupakan switchboard yang mempunyai
kapasitas frekuensi yang dapat diubah. VSD digunakan untuk mengubah frekuensi
yang masuk ke dalam AC power menjadi frekuensi lainnya, biasanya berkisar
antara 30-90 Hz. Dengan range frekuensi maka pengaturan putaran pompa
diharapkan akan didapatkan pemompaan yang optimum dengan tanpa harus
merubah perencanaan jumlah stage.
d. Transformer
Berfungsi sebagai perubah tegangan primer yang tinggi menjadi tegangan
sekunder yang rendah sesuai yang dibutuhkan motor. Adanya tegangan tinggi yang
masuk ke motor akan merusak pompa. Sehingga diperlukan transformer untuk
menyesuaikan tegangan tersebut.
117
Gambar 3.13.
Motor Pompa ESP
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
118
b. Kabel
Kabel dipakai sebagai sarana penghantar daya listrik dari permukaan ke
motor yang letaknya di dalam sumur. Kabel selain tahan temperatur dan tekanan
fluida, serta kedap terhadap resapan liquid dari sumur. Untuk itu kabel harus
memiliki bagian seperti :
- Konduktor
- Isolasi
- Sarung
Ada dua jenis kabel yang biasa dipakai round cable atau flat cable. Jenis –
jenis kabel dapat dilihat pada Gambar 3.14. Biasanya kabel jenis round mempunyai
usia pakai lebih lama dari pada jenis flat, tetapi memerlukan ruang penempatan
yang lebih besar. Bila digunakan flat kabel seluruhnya maka kehilangan tenaga
listrik akan bertambah 8 %. Juga flat kabel mudah rusak dalam pemasangannya.
Kabel listrik terdiri dari tiga kabel yang diisolir satu sama lain dengan
pembalut dari karpet. Ketiganya terbungkus oleh suatu pelindung yang terbuat dari
baja penampang kawat tembaga berubah-ubah fungsi tegangan arus dari motor dan
biasanya dipilih antara 16,25 atau 35 mm2. Hubungan antara tubing dan kabel
dilakukan dengan pertolongan kabel clamp.
Gambar 3.14.
Kabel
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
119
Gambar 3.15.
Seal Section atau Protector
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
120
Gambar 3.16.
Gas Separator atau Intake Section
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
121
e. Pompa Sentrifugal
Pompa submersible adalah tipe pompa centrifugal multi tingkat. Setiap
tingkat terdiri dari bagian yang bergerak yaitu impeller dan bagian yang stasioner
(tidak bergerak) yaitu diffuser. Tipe dan ukuran dari tiap tingkat menentukan
volume dari fluida yang dapat diproduksi. Jumlah tingkatnya menentukan jumlah
head yang dihasilkan, apabila dikalikan dengan daya (HP) pert ingkat dan spesiic
gravity-nya, maka jumlah HP motor yang dibutuhkan dapat ditentukan.
Pompa tandem adalah beberapa single pump (pompa tunggal) yang disusun
seri baik secara hydraulic untuk memberikan total head dari pompa yang
dibutuhkan untuk keperluan tertentu. Komponen ini, seperti halnya poros pompa
dibuat khusus yang tahan korosi, scale, temperatur tinggi, pasir dan jumlah tingakat
yang digunakan untuk ukuran tertentu tergantung pada head pengangkatan.
f. Motor Lead Cable
Motor lead cable disebut juga motor lead extension dan berbentuk flat
(pipih). Panjangnya dibuat sepanjang pothead pada motor sampai dengan bagian
atas dari pompanya, yang kemudian disambungkan dengan power kabelnya.
Seal section, gas separator dan pompa dengan flat cable ini dimasukkan agar
total diameter luar rangkaian pompa dan motor lead cable tidak terlalu besar untuk
dimasukkan sumur, terutama pada sumur yang menggunakan liner yang ukurannya
lebih besar dari diameter casing. Motor lead cable diberi pelindung (cable guards)
untuk mencagah kerusakan pada waktu dimasukkan ke dalam sumur.
produksi yang diharapkan, pada head pengangkatan yang sesuai. Ukuran casing
juga diperhitungkan di dalam pompa, sehingga diusahakan seekonomis mungkin,
yaitu dengan memilih seri yang tertinggi dan mempunyai diameter terbesar selama
ukuran casing memungkinkan.
Dalam memilih tipe pompa yang akan dipergunakan adalah pertimbangan
laju produksi yaitu dalam range optimum, sehingga dicapai efisiensi yang tinggi.
Jika dari hasil pemilihan pompa berdasarkan kapasitas dan ukuran casing terdapat
dua tipe yang memenuhi syarat, maka pertimbangan lainnya untuk memilih adalah
besarnya horsepower yang dibutuhkan dipilih terkecil dan perbedaan harga tipe-
tipe pompa tersebut, dipilih yang termurah.
3. Tentukan kedudukan pompa (PSD) di atas lubang perforasi teratas. Jarak antara
motor dan lubang perforasi teratas kurang lebih 50 ft. Hal ini dilakukan untuk
mencegah abrasi pada peralatan pompa.
4. Tentukan laju produksi diinginkan dengan cara memilih kemudian mencoba
harga Pwf untuk menghitung harga laju total menurut persamaan :
qTotal = (Ps-Pwf) x PI………………………………..…………………(3-81)
Hitung laju yang diinginkan (qo) menurut persamaan :
1
qo = xqtot …………………………………..……….……....(3-82)
1 WOR
Apabila harga tersebut belum sesuai, ulangi memilih harga Pwf dengan coba-
coba.
5. Hitung Pump Intake Pressure (PIP) menurut persamaan :
PIP = Pwf – Gf x (Mid perfo – PSD)……………………….…………… (3-83)
Harga PIP harus lebih besar dari Pb (tekanan jenuh), bila tidak terpenuhi ulangi
langkah 4 dan 5 dengan laju produksi yang lebih rendah.
6. Hitung harga HD menurut persamaan :
PIPx 2,31 ft / psi
HD = PSD -
SG
7. Tentukan kehilangan tekanan sepanjang tubing (Hf) dengan menggunakan
Gambar 3.17.
8. Hitung Total Dynamik Head (TDH) menurut persamaan :
THP
TDH = + HD +H………………………….……………………..(3-84)
Gf
9. Pilih jenis dan ukuran dari katalog perusahaan pompa bersangkutan dan tabel
III-6. yang menunjukkan effisiensi maksimum untuk laju produksi yang
diperoleh di langkah 4. baca harga head capacity (HC) dan daya kuda motor
(HP motor) pada laju produksi tersebut.
10. Hitung jumlah stages atau tingkat
TDH
Jumlah stages = ……………………………………....………….(3-85)
HC
11. Hitung daya kuda yang diperlukan :
126
Gambar 3.17.
Chart Kehilangan Tekanan Dalam Pipa
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
128
Tabel III-6.
Jenis Motor ESP
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
129
Gambar 3.18.
Chart Kehilangan Tegangan
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
mengetahui effisiensi volumetris dari ESP terpasang pada suatu sumur, yakni
sebagai berikut :
a. Penentuan Specific Gravity Fluida
1. SG Campuran (SGf) :WCx Gair + (1-WC) x SGminyak
2. Gradien Fluida (Gf) : SGf x 0,433 psi / ft
b. Penentuan Pump Intake Pressure (PIP)
1. Perbedaan Kedalaman = Middle Perforation - PSD (TVD)
2. Perbedaan Tekanan = Perbedaan kedalaman x Gf
3. Pump Intake Pressure = Pwf – Perbedaan Tekanan .
c. Kedalaman Total Dynamic Head (TDH)
1. Menentukan Fluid Over Pump (FOP)
PIPx 2,31 ft / psi
FOP
SGf
2. Menentukan Vertical Lift (HD)
Vertical Lift (HD) = Pump Setting Depth (TVD) – FOP
3. Menentukan Tubing Friction Loss (Hf)
Dalam menentukan besarnya harga Friction Loss (F) dapat
digunakan Grafik Friction Loss seperti yang ditunjukkan pada
gambar 3.19. atau dapat juga menggunakan persamaan berikut;
1,85 1,85
100 qt
2,083
Friction Loss (F) = C 34.3
ID 4,8655
Kemudian menghitung Tubing Friction Loss (Hf).
Tubing Friction Loss (Hf) = F x PSD (MD)
4. Menentukan Tubing Head (HT)
Tubing Pr essurex2,31 ft / psi
Tubing Head (HT) =
SGf
5. Menentukan Total Dynamic Head (TDH)
Total Dynamic Head (TDH) = HD + HF + HT
131
Gambar 3.19.
Grafik Friction Loss William-Hazen
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
132
Gambar 3.20.
Recommended Operating Range Pump Performance Curve untuk A-30 50Hz
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Prosedur penentuan laju produksi (qL) optimum pada berbagai variasi PSD
dengan tipe dan stage pompa tetap :
1. Menentukan PSD minimum dan PSD maksimum dengan menggunakan
Persamaan
Pc
PSDmin = WFL
Gf
Pc
PSDmaks = Dmidperforasi
Gf
2. Menentukan PSD observasi (PSDmin < PSDobs < PSDmax)
3. Menentukan Pwf berdasarkan q asumsi dan menentukan Total Dynamic
Head pada setiap kedalaman dan q assumsi.
4. Membaca harga Head Capacity dan Pump Performance Curve
berdasarkan harga laju produksi assumsi dan menghitung Head.
5. Mengulangi langkah (2) sampai (5) untuk harga PSD untuk masing-
masing assumsi.
Berdasarkan langkah-langkah di atas, maka dapat mengubah kedalaman
pompa sumur. Dari hasil perhitungan, didapatkan hasil yang jika ditunjukkan
dengan grafik adalah sebagai berikut.
Gambar 3.21.
Grafik Hasil Perencanaan PSD Berubah dengan Tipe dan Stage Tetap.
134
b. Pump Setting Depth Tetap dengan Tipe dan Stage Pompa Berubah
Merupakan optimasi dengan mengubah-ubah tipe dan jumlah tingkat
(stage) pompa pada Pump Setting Depth tetap. Pemilihan pompa dibatasi oleh
pemilihan Casing (Check Clearances) dan laju produksi yang diinginkan dimana
laju tersebut seharusnya masih berada dalam kapasitas laju produksi yang
direkomendasikan. Untuk meningkatkan effisiensi pengangkatan, dilakukan
evaluasi jumlah tingkat pompa.
Prosedur untuk membuat kurva intake yang digunakan untuk mendapatkan
jumlah tingkat (stage) pompa yang paling tepat, yaitu :
1. Memilih pompa yang sesuai dengan ukuran casing dan laju produksi
yang diinginkan.
2. Menghitung ρfsc dan γfsc
γfsc = (ρfsc/350)
3. Mengasumsikan laju produksi bervariasi, kemudian menentukan
head/stage dari Pump Performance Curve dan menghitung tekanan
intake pompa (P3), setelah mengetahui harga tekanan discharge
Pompa (P2) masing-masing maka dilakukan perhitungan laju
produksi.
4. Memplot laju produksi terhadap tekanan intake dari tiap stage
asumsi pada kurva IPR.
5. Membaca laju produksi sebagai hasil perpotongan dari kurva IPR
dan tekanan Intake.
Plot grafik IPR yang telah dibuat, diplot dengan tekanan intake untuk
masing-masing stage asumsi menunjukkan bahwa, dengan semakin banyak
tingkatan (stage) pompa yang dipakai akan semakin besar pula kemampuan untuk
mengangkat fluida. Seperti yang ditunjukkan Gambar 3.23.
135
Gambar 3.22.
Kurva IPR dengan TIP Tubing 2,441 in
Gambar 3.23.
Grafik Hasil Perencanaan PSD Tetap denganTipe dan Stage Pompa Berubah
c. Pump Setting Depth Berubah dengan Tipe dan Stage Pompa Berubah
Dalam perencanaan electical submersible pump (ESP) untuk PSD berubah
dengan Tipe dan Stage pompa juga berubah, langkah perhitungannya sama seperti
perhitungan pada dua bab sebelumnya. Langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Mengasumsikan PSDobs yang berada dalam range PSDmin dan PSDmaks.
136
Gambar 3.24.
Grafik Hasil Perencanaan Evaluasi ESP dengan PSD Berubah Tipe dan
Stage Pompa Berubah.
137
Gambar 3.25.
Casing Tipe Jet Pump
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Power Fluid
Power fluid adalah fluida yang digunakan sebagai media penghantar untuk
mentransfer energi yang diberikan dari permukaan ke fluida sumur. Energi
diberikan pada fluida ini adalah dengan memompakan fluida ke dalam sumur
melalui tubing dengan tekanan injeksi tertentu.
Kualitas power fluid, baik minyak maupun air yaitu viskositas dan terutama
jumlah partikel padat merupakan faktor yang sangat mempengaruhi umur pompa.
Untuk itu power fluid harus bersih dari partikel-partikel dan dapat berfungsi sebagai
pelumas. Partikel padat yang diijinkan adalah 10-15 ppm untuk minyak dengan
berat jenis 30-40 °API, ukuran partikel tidak lebih dari 15 mikron dengan kadar
garam maksimum sebesar 12 lb/1000 bbl minyak dari lapangan yang bersangkutan
harus di proses dan dibersihkan agar dapat digunakan sebagai power fluid.
Pemilihan minyak atau air sebagai fluida kerja tergantung pada beberapa faktor,
yaitu :
Air lebih aman terhadap bahaya kebakaran dan polusi.
139
Gambar 3.26.
Fasilitas Permukaan Pada Sistem Closed Power Fluid
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
140
Gambar 3.27.
Fasilitas Permukaan Pada Sistem Open Power Fluid
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Gambar 3.28.
Triplex Pump
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
142
Throat
Nozzle
Gambar 3.29.
Throat Dan Nozzle Pada Jet Pump
(SPE 59021., ”Test of Hydraulic Jet Pump in The Balam 91 Well”, 2000)
2. Diffuser
Diffuser di jet pump berfungsi sebagai tempat fluida campuran mengalir ke
combined fluid return yang selanjutnya menuju kepermukaan. Diameter diffuser
lebih besar dan throat.
143
Tabel III-7.
Luas Dan Diameter Nozzel Dan Throat
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Tabel III-8.
Nozzle Throat National untuk Pemilihan Pompa
(Pedoman Pertamina, “Teknik Produksi” Jakarta, 2003)
NATIONAL Nozzle Throat R
Nozzle Throat N N-1 0,483 X
# Area # Area N N 0,380 A
1 0,0024 1 0,0064 N N+1 0,299 B
2 0,0031 2 0,0081 N N+2 0,235 C
3 0,0039 3 0,0104 N N+3 0,184 D
4 0,0050 4 0,0131 N N+4 0,145 E
5 0,0064 5 0,0167
6 0,0081 6 0,0212
7 0,0103 7 0,0271
8 0,0131 8 0,0346
9 0,0167 9 0,0441
145
Tabel III-9.
Pemilihan Kombinasi Pompa National
(Pedoman Pertamina, “Teknik Produksi” Jakarta, 2003)
NATIONAL
Throat annulus area (in2)
Nozzle
X A B C D E
1 0,0040 0,0057 0,0080 0,0108 0,0144
2 0,0033 0,0050 0,0073 0,0101 0,0137 0,0183
3 0,0042 0,0065 0,0093 0,0129 0,0175 0,0233
4 0,0054 0,0082 0,0118 0,0164 0,0222 0,0296
5 0,0068 0,0104 0,0150 0,0208 0,0282 0,0277
6 0,0087 0,0133 0,0191 0,0265 0,0360 0,0481
7 0,0111 0,0169 0,0243 0,0338 0,0459 0,0612
8 0,0141 0,0215 0,0310 0,0431 0,0584 0,0779
9 0,0179 0,0274 0,0395 0,0543 0,0743 0,0992
10 0,0229 0,0350 0,0503 0,0698 0,0947 0,1264
3.3.2.2. Cavitation
Faktor lain yang harus diperhatikan pula adalah kavitasi (cavitation), yaitu
keadaan di mana kecepatan fluida yang masuk terlalu cepat, sehingga tekanan turun
di bawah tekanan titik gelembung (bubble point pressure), sehingga gelembung gas
yang keluar dari larutan akan mengakibatkan getaran (shock wave) yang dapat
mengikis dinding throat. Kerusakan pompa dapat terjadi dalam waktu relatif
singkat (beberapa jam atau beberapa hari saja setelah kejadian tersebut).
Asm q s 1
691
Gs
1 WC GOR
PIP
....................(3-88)
24650PIP
Keterangan :
Asm = Luas Annulus minimum, in2
146
Keterangan :
Pn = Tekanan Nozzle, psi
Pinj = Tekanan injeksi power fluid, psi
Gn = Gradien Power Fluid, psi/ft
D = Pump Setting Depth, ft
Pf = Head Pressure Loss, psi
6. Hitung laju power fluid (qn) menggunakan persamaan (3-90).
Pn PIP
qn 832 An ..............................................................................(3-90)
Gn
Keterangan :
qn = laju alir power fluid, bpd
An = Luas area nozzle, in2
Pn = Tekanan nozzle, psi
PIP = Pump intake pressure, psi
Gn = Gradien power fluid, psi/ft
7. Hitung laju alir fluida campuran (discharge flow rate) yang kembali ke
permukaan (qd), dengan menggunakan persamaan berikut
147
q d q n q s ..............................................................................................(3-
91)
Keterangan :
qd = discharge flow rate, bpd
qn = laju alir power fluid, bpd
qs = laju alir yang diharapkan, bpd
8. Hitung gradien suction pompa (gradien fluida produksi)
Gs Gw WC 1 WC Go ...................................................................(3-92)
Keterangan :
Gs = Gradien fluida produksi, psi/ft
Gw = Gradien air, psi/ft
WC = water cut, fraksi
Go = gradient minyak, psi/ft
9. Hitung gradien fluida campuran yang kembali ke permukaan
Gd Gs qs Gn qn / qd ......................................................................(3-93)
Keterangan :
Gd = Gradien fluida campuran (discharge gradient), psi/ft
Gs = Gradien fluida produksi, psi/ft
qs = laju alir yang diharapkan, bpd
Gn = Gradien power fluid, psi/ft
qn = laju alir power fluid, bpd
qd = discharge flow rate, bpd
10. Hitung persen kadar air fluida campuran (WCD).
WCd qs WC / qd ..................................................................................(3-94)
Apabila power fluid adalah air, maka
WCd qn qs WC / qd ........................................................................(3-95)
Keterangan :
WCd = water cut discharge, fraksi
11. Hitung GLR (gas liquid ratio, perbandingan gas-cairan) fluida yang kembali :
148
Gambar 3.30. digunakan untuk mencari harga N untuk pompa National. Untuk
pompa lain lakukan interpolasi.
17. Hitung qs yang baru, perbandingan antara M terbaca (gambar 3.30) dan M
perhitungan
Mread
qs qs .................................................................................. (3-101)
M
18. Hitung laju aliran maksimum qsc tanpa terjadi kavitasi.
q s At An
q sc ..............................................................................(3-102)
Asm
Keterangan :
qsc = laju alir sebelum kavitasi, bpd
At = Luas area throat, in2
An = Luas area nozzle, in2
Asm = Luas Annulus minimum, in2
qs = laju alir yang diharapkan, bpd
19. Hitung daya kuda pompa permukaan, HP, dengan menganggap bahwa efisiensi
sebesar 90%.
1,7 x10 5 q n .Pinj
HP ..............................................................................(3-103)
eff
Keterangan :
eff = effisiensi pompa, %
150
Gambar 3.30.
Dimensionless Characteristics Curve (National Pump)
(Pedoman Pertamina, “Teknik Produksi” Jakarta, 2003)
3.3.4. Optimasi Jet Pump
Optimasi jet pump dilakukan dengan mencari laju produksi optimum atau
laju produksi yang diinginkan terlebih dahulu. Laju produksi tersebut dapat
ditentukan dari kurva IPR sumur. Setelah itu dilakukan pemilihan jenis pompa
dipermukaan dengan kapasitasnya dan pemilihan ukuran nozzle dan throat yang
diperlukan sesuai dengan kemampuan reservoir.
Dalam optimasi jet pump dilakukan dengan merubah tekanan pompa
dipermukaan dan merubah diameter ukuran nozzle dan throat. Tekanan pompa
dipermukaan dan diameter ukuran nozzle dan throat berhubungan langsung dengan
laju alir power fluid dan hasil pencampuran power fluid dengan fluida produksi.
Setiap jenis pompa dipermukaan memiliki kapasitas tekanan maksimum operasi,
sedangkan ukuran nozzle dan throat yang tersedia hanya terbatas.
151
Gambar 3.31.
Mekanisme Operasi Continuous Gas Lift
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
153
Dengan demikian dasar dari perencanaan gas lift adalah menentukan Pwf
yang diperlukan supaya sumur dapat berproduksi dengan rate yang diinginkan,
yaitu dengan cara menginjeksikan gas pada kedalaman tertentu di dalam tubing.
Sesuai dengan fungsinya, katup – katup gas lift terdiri dari :
1. Katup unloading, yaitu sebagai jalan masuk dari annulus ke tubing, untuk
mendorong cairan yang semula digunakan untuk mematikan sumur.
2. Katup operasi, yaitu sebagai jalan masuk gas dari anulus ke tubing untuk
mendorong fluida reservoir ke permukaan.
3. Katup tambahan, yaitu sebagai katup operasi jika Ps turun.
Pada tahap pertama, injeksi gas akan mengaktifkan katup-katup unloading
sehingga cairan untuk mematikan sumur akan terangkat ke permukaan dan level
cairan dalam anulus turun. Kemudian katup unloading secara bergantian bekerja
dan level cairan dalam anulus akan mencapai katup operasi. Gas injeksi akan masuk
ke dalam tubing secara kontinyu jika tekanan injeksi gas dalam anulus lebih besar
dari tekanan aliran dalam tubing. Oleh karena itu letak katup operasi ditempatkan
pada kedalaman sehingga tekanan alir dalam tubing lebih kecil dari tekanan injeksi
gas di anulus. Penempatan katup operasi ditentukan dari titik keseimbangan, yaitu
titik yang mana tekanan aliran di dalam tubing sama dengan tekanan injeksi gas di
anulus, setelah dikurangi dengan tekanan differensial 100 psi.
Dengan masuknya gas injeksi melalui katup operasi maka perbandingan gas
cairan di atas titik injeksi akan lebih besar daripada perbandingan gas cairan di
bawah titik injeksi. Dengan demikian dasar perencanaan gas lift adalah penentuan
Pwf yang diperlukan agar sumur dapat berproduksi dengan rate yang diinginkan,
yaitu dengan cara menginjeksikan gas pada kedalaman tertentu di dalam tubing.
Diagram tekanan kedalaman seperti terlihat pada Gambar 3.32. memberikan
gambaran yang lebih jelas mengenai continuous gas lift dan merupakan dasar
perencanaan. Umumnya perencanaan continuous gas lift bertolak dari laju produksi
yang diinginkan. Apabila indeks produktivitasnya dan tekanan statik diketahui,
maka tekanan alir dalam sumur yang sesuai dengan laju produksi yang diinjeksikan
dapat dihitung.
154
Gambar 3.32.
Diagram Kedalaman-Tekanan Untuk Perencanaan Sumur Gas Lift Kontinyu
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
155
permukaan. Dari kurva tersebut terlihat pada saat valve terbuka terjadi
kenaikan tekanan dalam tubing yang tajam sehingga mencapai maksimum
(kurva BC) kemudian turun (kurva CD). Turunnya tekanan ini disebabkan
oleh penurunan tekanan dalam casing dan pengembangan gas dalam tubing.
3. Periode Penurunan Tekanan
Ditunjukkan oleh kurva DE yang mana setelah valve tertutup slug terangkat
ke permukaan, maka pengaruh tekanan injeksi hilang. Pada kurva terlihat
bahwa penurunan tekanan sedikit demi sedikit dan hal ini disebabkan oleh
cairan yang tidak ikut terangkat ke permukaan jatuh kembali ke dasar sumur
sehingga menimbulkan tekanan balik. Tekanan tubing mencapai minimum
pada titik E, kemudian proses berulang ke inflow performance (periode
aliran masuk).
Gambar 3.33.
Operasi Unloading-Intermittent Flow Well
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
157
Gambar 3.34.
Grafik Tekanan Dasar Sumur Pada Proses Intermittent Gas Lift
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
2. Stasiun Kompressor
Alat ini berfungsi untuk menaikkan tekanan gas injeksi sesuai dengan
keperluan. Di dalam stasiun kompressor terdapat beberapa buah kompressor yang
dihubungkan dengan manifold. Dari stasiun kompressor ini gas bertekanan tinggi
dikirimkan ke sumur-sumur melalui stasiun distribusi.
3. Stasiun Distribusi
Dalam menyalurkan gas injeksi dari kompressor ke sumur terdapat beberapa
macam cara, yaitu :
o Stasiun Distribusi Langsung
Pada sistem ini gas dari kompressor disalurkan langsung ke sumur produksi.
Sistem ini mempunyai kelemahan yaitu bila kebutuhan gas untuk masing-
masing sumur tidak sama sehingga injeksi tidak efisien.
o Stasiun Distribusi dengan Pipa Induk
Sistem ini lebih ekonomis karena panjang pipa dapat diperpendek. Tetapi
karena sumur yang satu berhubungan dengan sumur yang lain maka apabila
salah satu sumur sedang dilakukan injeksi gas, sumur yang lain bisa
terpengaruh.
o Stasiun Distribusi dengan Stasiun Distribusi
Stasiun ini sangat efektif sehingga sering digunakan. Gas dikirim dari
stasiun pusat kompressor ke stasiun distribusi kemudian dibagi ke sumur-
sumur dengan menggunakan pipa.
4. Alat-alat Kontrol
Beberapa jenis alat control yang digunakan pada operasi gas lift adalah :
o Choke Control dan Regulator
Choke control adalah alat yang digunakan untuk mengatur jumlah gas
injeksi sehingga dalam waktu tertentu (saat valve terbuka) gas tersebut dapat
mencapai suatu harga tekanan yang dibutuhkan. Choke control ini dirangkai
dengan regulator yang berfungsi untuk membatasi jumlah gas injeksi yang
dibutuhkan. Bila gas injeksi telah cukup maka regulator akan menutup.
159
posisi terbuka, valve ini sensitif terhadap tekanan dalam tubing. Berarti untuk
membuka valve diperlukan tekanan dalam casing dan untuk menutup valve
diperlukan penurunan tekanan dalam tubing atau casing. Gambar 3.35.
menunjukkan skema valve gas lift aliran kontinyu.
Gambar 3.35.
Skema Thortling Pressure Valve
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
161
Gambar 3.36.
Tipe Instalasi Gas Lift
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
3. Menghitung tekanan alir dasar sumur berdasarkan laju alir yang diinginkan (q L)
dengan menggunakan persamaan :
7. Plot titik tekanan kick off (Pko) dimana Pko yang besarnya 50 psi lebih besar
dari tekanan operasi (Pso) yang besarnya 100 psi pada kedalaman 0 (di
permukaan).
8. Dari titik Pso, tarik garis ke bawah sampai memotong garis gradient tekanan
alir di bawah titik injeksi dengan memperhitungkan gradient gas injeksi.
Gradient gas injeksi dapat diperoleh dengan menggunakan Weight of Gas
Colomn Chart (Gambar 3.38 dan Gambar 3.39). Titik potong ini merupakan
titik keseimbangan antara tekanan tubing dan annulus atau Point of Balance
(POB).
9. Tentukan Point of Injection (POI) yang besarnya 100 psi lebih kecil dari POB
pada kurva gradient tekanan alir.
POI = POB – 100, psi .............................................................................. (3-108)
10. Plot tekanan kepala sumur (Pwh) pada kedalaman 0 (di permukaan)
11. Dari titik Pwh, plot gradient tekanan alir di atas titik injeksi dengan
menghubungkan POI dengan Pwf. Dengan menggunakan kurva gradient
tekanan alir yang sesuai, kurva ini akan menunjukan perbandingan gas cairan
(GLR) total. Seperti terlihat pada Gambar 3.32.
b. Penentuan Jumlah Gas Injeksi
Langkah kerja penentuan jumlah gas injeksi adalah sebagai berikut :
1. Memplot titik (Pwh,0).
2. Menghitung jumlah gas injeksi, yaitu :
qgi = qL (GLRt - GLRf )...............................................................(3-109)
3. Mengkoreksi harga Qgi pada temperatur titik injeksi, yaitu ;
a. Menentukan temperatur di titik injeksi :
Tpoi = (Ts + Gt Di) + 4600 ...........................................................(3-110)
b. Menghitung faktor koreksi :
Gambar 3.37.
Ilustrasi Penentuan Spasi Katup Gas Lift
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
11. Dari perpotongan (langkah 10), buat garis sejajar dengan gradien fluida yang
mematikan sumur (langkah 9) sampai memotong garis gradient gas yang
berawal dari titik (Psc,0), titik ini merupakan letak dari valve (2)
12. Dari perpotongan tersebut (langkah 11), buat garis horisontal ke kiri sampai
memotong garis unloading.
13. Lakukan langkah 11 dan 12 untuk mendapatkan latak katup Dv3, Dv4, dst
lanjutkan sampai dasar sumur
Sedangkan penetuan spasi katup secara analitis dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan berikut :
Pko Pwh
Dv1 ............................................................................. (3-118)
Gs
Pso1, so2.... Pwh Dv1, v2...(Gu)
Dv2, v3... Dv1, v2.. ………..(3-119)
Gs
Keterangan :
Dv1, v2… = Kedalaman katup 1, 2, dst, ft
Pso1, Pso2… = Tekanan buka permukaan 1, 2, dst, psi
Pwh = Tekanan kepala sumur, psi
Gs = Gradient kill fluid, psi/ft
Gu = Gradient unloading, psi/ft
Gu didapatkan dari grafik (Gambar 3.40 dan Gambar 3.41)
b. Penentuan Jumlah Gas Injeksi
Gas yang diperlukan untuk mengangkat slug cairan dari dasar sumur ke
permukaan adalah volume gas yang diperlukan untuk mengisi tubing pada tekanan
gas rata-rata bawah slug dari dasar sumur ke permukaan. Langkah-langkah untuk
menentukan besarnya gas injeksi adalah :
1. Siapkan data penujangnya sebagai berikut :
a. Kedalaman katup operasi (umumnya di ujung tubing)
b. Tekanan buka katup operasi (Pv), di hitung dengan rumus :
Pv Pso Ggi.D …………………………………………..(3-120)
Keterangan :
Pv = Tekanan buka katup operasi pada kedalaman, psi
170
9. Hitung tekanan setting di work shop (Ptro) pada temperature 60oF, dengan
persamaan :
Pd @ 60
Ptro …………………………….……………..……(3-124)
1 R
Tabel III-11.
“R values”
Bellow Area and Seat Area Relationship for Ab = 0,77 in2 for 1 ½” Valve
and 0,29 in2 for 1” Valve
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
11 0,2900 0,7100
32 - -
3 0,3450 0,6550 0,1434 0,8566
8
½ - - 0,2562 0,7438
9 0,3227 0,6773
16 - -
172
Tabel III-12.
Temperatur Correction Factor (Ct) for Nitrogen Based on 60oF
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
173
Gambar 3.38.
Weight of Gas Column Chart
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
174
Gambar 3.39.
Weight of Gas Column Chart
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
175
Gambar 3.40.
Unloading Gradient Chart
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
176
Gambar 3.41.
Unloading Gradient Chart
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
177
Gambar 3.42.
Penentuan Ukuran Port
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
178
Gambar 3.43.
Penentuan Ukuran Port
(Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
179
2500
IPR
GLR 663
GLR 800
2000
GLR 1000
GLR 1600
GLR 2000
GLR 2500
GLR 3000
1500
GLR 3500
Tekanan, Psi
GLR 4000
1000
500
0
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800
Laju Produksi, stb/d
Gambar 3.44.
Kurva IPR dan GLR Asumsi
1220
1200
1180
Laju Produksi Total
1160
1140
1120
1100
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500
GLR Total, scf/stb
Gambar 3.45.
Gas Lift Performance Curve
182
Gambar 3.46.
Progressiv Cavity Pump
(SPE 110479., ”World’s First Metal PCP SAGD Field Test Shows Promising
Artificia-Lift Technology for Heavy-Oil Hot Production: Joslyn Field Case”, 2007)
Gambar 3.47.
Prinsip Kerja PCP
(SPE 110479., ”World’s First Metal PCP SAGD Field Test Shows Promising Artificia-
Lift Technology for Heavy-Oil Hot Production: Joslyn Field Case”, 2007)
insertable PCP ini mempunyai kelebihan yaitu lebih mudah untuk memasangnya
tanpa harus disambung dengan tubing. Oleh karena itu PCP jenis ini cenderung
banyak digunakan pada sumur di offshore.
3. V-belt System
V-belt adalah tali kipas yang menghubungkan roda dari prime mover (Prime
Mover Sheave) dengan roda dari drive (Drive Sheave), dimana tali kipas ini tidak
boleh teralu kencang dan tidak boleh terlalu kendur untuk mencapai putaran yang
optimal.
4. Drive Head Assembly
Adalah rangkaian peralatan yang meneruskan tenaga dari prime mover
dengan V-belt untuk memutar rod dan pompa ulir. Letaknya diatas well head yang
dilengkapi dengan well head frame untuk disambungkan ke well head, terdiri dari
komponen-komponen sebagai berikut :
A. Backstop Break Assembly
Alat ini disebut juga “Roller-Ramp Overruning Clutch” yang berfungsi
sebagai alat pengaman bagi seluruh peralatan progressing cavity pump. Break
akan bekerja pada waktu drive shaft berusaha akan berputar balik atau berputar
berlawanan arah dengan jarum jam. Hal ini dapat terjadi apabila mesin
penggeraknya stall (macet atau mati). Bila mesin penggerak berhenti pada saat
keadaan normal, fluida dalam tubing akan turun melalui elemen pompa. Ketika
itu terjadi, rotor pompa dan rod-string akan berputar balik.
Torqeu (gaya puntir) dibangkitkan oleh motor listrik dan dipindahkan ke
rod-string dan kekuatan dari mesin penggeraknya. Bila mesin penggeraknya
berhenti, rod-string akan berusaha berputar balik untuk menghilangkan torque-
nya. Pada waktu rod-string bergerak balik ini, perbedaan ukuran dari roda gigi
penurunan putaran berubah menjadi mempercepat dan memindahkan kecepatan
putaran pada sheave yang bekerja secara potensial dan membahayakan. Tugas
dari backstop break adalah untuk mencegah rod-string dan komponen lainnya
berputar balik, dengan demikian torque yang tersimpan dapat direndam secara
terkendali. Prinsip kerja backstop break assembly adalah terdiri dari roller-
ramp overruning clutch yang dipasakkan kepada drive shaft dan dikelilingi oleh
break and assy (sabuk rem) yang seluruh bagian yang bekerja ditempatkan pada
housing dan diberi penutup.
187
Gambar 3.48.
Susunan Progressive Cavity Pump
(SPE 30271., ”Progressive Cavity Pump Systems Applications in Heavy Oil
Production”, 1995)
4. Stator
Terletak diatas gas anchor yang dihubungkan dengan tubing produksi dan
berfungsi sebagai dudukan dari rotor. Stator terbuat dari bahan campuran synthetic
elastomer dengan steel tube yang tahan terhadap korosi dan abrasi. Adapun
spesifikasi dari stator adalah :
a) Medium High Acrylonitrile, digunakan dengan kondisi :
SG minyak < 30 oAPI
Fluida dengan GOR rendah
Jika ada CO2
Temperatur maksimum 200o F
b) Ultra High Acrylonitrile, digunakan dengan kondisi :
SG minyak > 30 oAPI
Fluida dengan sedikit dalam larutan (GLR ≈ 0)
Temperatur maksimum 200o F
c) Very High Acrylonitrile, digunakan dengan kondisi :
Bila terdapat kandungan asam (H2S) dengan maksimum konsentrasi 15,00
ppm atau 1,5 % dalam larutan
Banyak terdapat faktor abrasi (pasir kasar)
Bila terdapat Iron Sulfide dan Hydrogen Sulfide dengan maksimum
konsentrasi 20,00 ppm atau 20 % dalam larutan
Temperatur maksimum 200o F.
Mengingat bahwa elastomer mempunyai keterbatasan dan sangat
berperanan penting dalam pompa PCP ini, maka perlu juga diperhatikan batasan-
batasannya, sehingga nantinya didapat jenis elastomer yang tepat untuk kandidat
sumur. Berikut adalah beberapa contoh elastomer yang sering digunakan :
190
Tabel III-13.
Spesifikasi Elastomer
(www.dyna-drill.com, ”Dyna-Lift Progressing Cavity Pumps”, 2006)
Elastomer Tipe Elastomer Keterangan Batas Ketahanan Ketahanan Ketahanan
Temperatur H2S CO2 Pasir
(ºC)
NBR-1A Medium-High Sangat baik digunakan pada 90 ºC Cukup Baik Baik
Acrylonitrile daerah yang abrasi, Baik untuk
NBR viskositas minyak diatas 25
ºAPI, toleran terhadap 2% H2S,
dan 2-3% volume pasir
NBR-OR High Sangat baik digunakan pada 125 ºC Sangat Sangat Baik
Acrylonitrile daerah yang abrasi, Baik untuk Baik Baik
NBR viskositas minyak diatas 35
ºAPI, toleran terhadap 3-5%
H2S, dan 2-3% volume pasir
NBR-SR Medium-High Sangat baik digunakan pada 85 ºC Cukup Sangat Sangat
Acrylonitrile daerah yang abrasi, Baik untuk Baik Baik
NBR viskositas minyak diatas 25
ºAPI, toleran terhadap 2% H2S,
dan 5% volume pasir
HSN-38 Medium-High Sangat baik digunakan pada 150 ºC Sangat Sangat Baik
Acrylonitrile daerah yang abrasi, Baik untuk Baik Baik
NBR viskositas minyak diatas 25-30
ºAPI, toleran terhadap 3-5%
H2S, dan 2-3% volume pasir
5. Rotor
Rotor ini bentuknya seperti ulir dan merupakan salah satu bagian dari PCP
yang berputar. Komponen ini dimasukkan kedalam tubing dan dihubungkan dengan
rod diatasnya. Rotor ini dibuat dari bahan stainless atau chrome yang tahan
terhadap korosi dan abrasi. Adapun spesifikasi dari rotor adalah :
a. Chrome Plate (Alloy Steel), digunakan untuk sumur-sumur yang cairannya
banyak mengandung faktor abrasi (pasir).
b. Non Plated (Stainless Steel), digunakan untuk sumur-sumur yang cairannya
banyak mengandung asam seperti H2S.
Dalam memilih rotor selain pertimbangan diatas, juga sangat dipengaruhi
oleh viscositas fluida dan BHT (Bottom Hole Temperature) reservoir.
191
Gambar 3.49.
Penampang Stator, Rotor dan Stator Rotor PCP.
(SPE 113324, “Design of Progressive Cavity Pump Wells.”, 2008)
Kemampuan tekanan pompa ini berdasarkan atas jumlah seal line atau
stage. Dimana 1 stage = 1,5 x Ps , atau 1 stage = 3 x Pr .Dengan bertambahnya stage
maka kemampuan tekanan pompa bertambah demikian pula dengan kedalamnya.
Besar kecilnya laju alir dapat diperhitungkan dengan menggunakan persamaan
berikut,
𝑞 = 𝑑 × 4𝑒 × 𝑃𝑠 × 𝑁
Keterangan :
q = Laju alir, gpm
d = diameter stator, in
e = eccentricity, in
Ps = Panjang pitch stator, in
N = Putaran per menit, rmp
192
Stator
Rotor
Gambar 3.50.
Stator Dan Rotor Progressive Cavity Pump
(SPE 110479., ”World’s First Metal PCP SAGD Field Test Shows Promising Artificia-
Lift Technology for Heavy-Oil Hot Production: Joslyn Field Case”, 2007)
6. Sucker Rod
Merupakan penghubung antara rotor dengan peralatan penggerak yang ada
di permukaan. Fungsinya adalah melanjutkan gerak berputar dari drive shaft atau
gear reducer yang ada didalam drive head ke rotor. Umumnya panjang satu single
sucker rod berkisar antara 25-30ft.
7. Pony Rod
Merupakan sucker rod yang mempunyai ukuran panjang lebih pendek.
Fungsinya adalah melengkapi panjang dari sucker rod apabila panjang dari sucker
rod tidak mencapai panjang yang dibutuhkan. Panjang pony rod adalah 2, 4, 6, 8,
10, dan 12 ft.
dilengkapi denga peralatan monitor tenaga putar dan penutup aliran (Torque
Monitoring dan Shutdown Assembly) yang berfungsi memutuskan aliran atau
tenaga dari prime mover dan menghentikannya bila terjadi putaran tinggi, sehingga
drive dan rod tidak rusak.
2. Tubing On-Off Tools
Alat ini berfungsi sebagai penyambung tubing pada beberapa titik rawan,
sehingga tubing terjaga agar tidak terlepas, karena alat ini dapat membebaskan
tegangan pada tubing dan meredam putaran yang berlawanan arah (berlawanan arah
jarum jam). Dan bila dikombinasikan dengan anchor atau catcher akan lebih
menstabilkan kedudukan tubing.
3. Sucker Rod Centralizers
Alat ini berfungsi untuk menjaga agar rangkaian rod tetap berada ditengah-
tengah (centralizing) tubing, sehingga memberikan putaran yang maksimum selain
mencegah rangkaian rod menempel pada tubing yang dapat mengesek dan
mengikisnya. Pada fluida produksi yang mengandung pasir, bahan elastomer dari
sleeve dapat menahan dan melindungi peralatan dari pengikisan tersebut. Selain itu
sucker rod centralizer juga meminimalkan friction loss yang dapat mengurangi laju
produksi, karena dirancang tidak bergerak dan mempunyai baling-baling.
Alat ini terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu:
a. Centralizer Shaft: terbuat dari baja yang diberi lapisan chrome, sehingga
dapat menaahan abrasi yang tinggi serta mempunyai lubang ditengah-
tengah rod yang ditengahkan.
b. Centralizer Sleeve: terbuat dari nitrile dengan baling-baling yang akan
melekatkan shaft pada tubing.
3.5.3. Perencanaan Progressive Cavity Pump
Perencanaan terdiri atas pengujian didalam usaha untuk menentukan suatu
bentuk sistem yang optimal untuk suatu aplikasi tertentu. Prosedur perhitungan
perencanaan penggunaan PCP terdiri dari :
- Penentuan Tipe Pompa
- Efisiensi Volumetris Pompa
194
PIP Pc
PSD optimum = WFL + ..................................................(3-128b)
Gf
4. Menentukan Lifting Capacity (TNL) dengan asumsi Pflowline
TNL = (pump setting depth terpasang x Gf ) + Pflowline ...........................(3-129)
5. Menentukan Tipe Pompa yang Digunakan
Berdasarkan lifting capacity dan rate produksi yang diinginkan (dari IPR) dapat
ditentukan tipe pompa yang digunakan berdasarkan Quick Selection Guide.
(Tabel III-14). Contoh, bila menginginkan laju alir sebesar 1000 bfpd dengan
kedalaman pompa 500 ft, maka digunakan pompa size 10-H-685.
6. Menentukan RPM Pompa
Menggunakan kurva performance dari tipe pompa yang digunakan dapat
diperoleh RPM pompanya berdasarkan plot q vs TNL (Gambar 3.51.)
7. Menghitung Torque
TNL (m) x q pump displacement
Torque = friction torque ............(3-130)
125
* harga friction torque antara 50 – 200 lb/ft diambil 100 -120.
8. Menghitung Horse Power Motor (HP motor)
RPMxTorque
HPpolish rod = .....................................................................(3-131)
5252
Q (m 3 /D) x PSD optimum (m)
HPhydraulic = ...........................................(3-132)
4360
Hpmotor = HPpolish rod + HPhydrulic ...............................................................(3-133)
9. Menentukan Jenis Drive Head
Menggunakan jenis drive head berdasarkan spesifikasi pompa (Gambar 3.52.)
10. Memilih Ukuran V-belt, Diameter Sheave Pump dan Diameter Sheave Motor
Menggunakan (Tabel III-15.), yang disesuaikan dengan pump speed yang
digunakan.
196
Tabel III-14.
Pedoman Pemilihan Quick Selection Guide
(Pedoman Pertamina, “Teknik Produksi” Jakarta, 2003)
197
Gambar 3.51.
Grafik Performance Pompa.
(Pedoman Pertamina, “Teknik Produksi” Jakarta, 2003)
198
Gambar 3.52.
Spesifikasi Pompa.
(Pedoman Pertamina, “Teknik Produksi” Jakarta, 2003)
199
Tabel III-15.
Pemilihan Drive Type dan Accessories Pompa.
(Pedoman Pertamina, “Teknik Produksi” Jakarta, 2003)
200
Keterangan :
PSDmin = Pump setting depth minimum, ft.
WFL = Working fluid level, ft
Pb = Tekanan buble point, psi
Pc = Casing head pressure, psi
Gf = Gradien fluida, psi/ft
Pump Setting Depth Optimum
Untuk menentukan kedalaman pompa optimum dapat dipergunakan
persamaan sebagai berikut :
Pfop = PIP – Pc………………………………………………….….(3-139)
Keterangan :
Pfop = Tekanan kolom fluida di atas pompa, psi
PIP = Pump intake pressure, psi
Pc = Casing head pressure, psi
Apabila gradien fluida (Gf) diketahui, maka dapat ditentukan tinggi kolom
fluida di atas pompa, yaitu :
Pfop
Hfop = ……………………………………………………......(3-140)
Gf
Sehingga apabila kedalaman level fluid pada kondisi operasi WFL diketahu,
maka kedalaman pompa dapat ditentukan dengan persamaan :
PSD opt =WFL + Hfop……………………………………………..,,(3-141)
Keterangan :
PSD opt = Pump setting depth optimum, ft
WFL = Working fluid level, ft
Hfop = tinggi kolom fluida di atas pompa (submerger), ft
Pump Setting Depth Maksimum
Pompa pada keadaan maksimum, juga kedudukan yang kurang
menguntungkan. Karena dalam keadaan ini memungkinkan terjadinya overload
(pembebanan berlebihan), yaitu pengangkatan beban kolom fluida yang terlalu
berat. Kedalaman pump setting depth (PSDmax) dapat didefinisikan :
203
Pb Pc
PSDmax = D mid perf - , feet ………………………………..(3-142)
Gf Gf
Keterangan :
Dmid perf = Kedalaman mid perforasi, ft
Pc = Casing head pressure, psi
Gf = Gradient fluida, psi/ft
Pb = Tekanan buble point, psi
diperoleh dengan membandingkan rate produksi aktual dari sumur terhadap rate
produksi teoritis.
Qtheory = V . N .......................................................................................(3-143)
Keterangan :
Qtheory = theoritical flow rate (bbl/day atau m3/day)
V = pump displacement (bbl/day/RPM atau m3/day/RPM)
N = rotation speed (RPM)
Sehingga persamaan volumetric didapat :
Q aktual
EV = x100% ...........................................................................(3-144)
Qteori
Keterangan :
EV = volumetric pumping efficiency (%)
Qaktual = actual flow rate (bbl/day, atau m3/day)
Qteori = theoritical flow rate (bbl/day atau m3/day)