Anda di halaman 1dari 15

Kahuripan adalah nama yang lazim dipakai untuk sebuah kerajaan di Jawa Timur yang

didirikan oleh Airlangga pada tahun 1009. Kerajaan ini dibangun sebagai kelanjutan Kerajaan
Medang yang runtuh tahun 1006
Airlangga atau sering pula disingkat Erlangga, adalah pendiri Kerajaan Kahuripan, yang
memerintah tahun 1009-1042, dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri
Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa.

Arca Perwujudan Airlangga

Nama Airlangga berarti air yang melompat. Ia lahir tahun 990. Ibunya bernama
Mahendradatta, seorang putri Wangsa Isyana dari Kerajaan Medang. Ayahnya bernama
Udayana, raja Kerajaan Bedahulu dari Wangsa Warmadewa. Airlangga memiliki dua orang
adik, yaitu Marakata (menjadi raja Bali sepeninggal ayah mereka) dan Anak Wungsu (naik
takhta sepeninggal Marakata).

Ia disebutkan sebagai seorang yang memerintah Mpu Kanwa untuk menulis Kakawin


Arjunawiwaha. Ia dibesarkan di istana Watugaluh (Kerajaan Medang) di bawah
pemerintahan raja Dharmawangsa. Waktu itu Medang menjadi kerajaan yang cukup kuat,
bahkan mengadakan penaklukan ke Bali, mendirikan koloni di Kalimantan Barat, serta
mengadakan serangan ke Sriwijaya.

Pada tahun 1006, ketika Airlangga berusia 16 tahun, Sriwijaya mengadakan pembalasan atas
Medang. Wurawari (sekutu Sriwijaya) membakar Istana Watugaluh, Dharmawangsa beserta
bangsawan tewas dalam serangan itu. Airlangga berhasil melarikan diri ke hutan.

Sejarah Berdirinya kerajaan Kahuripan

Menurut prasasti Pucangan, pada tahun 1006 Airlangga menikah dengan putri pamannya
yaitu Dharmawangsa Teguh (saudara Mahendradatta) di Watan, ibu kota Kerajaan Medang.
Tiba-tiba kota Watan diserbu Raja Wurawari dari Lwaram, yang merupakan sekutu Kerajaan
Sriwijaya.

Dalam serangan itu, Dharmawangsa Teguh tewas, sedangkan Airlangga lolos ke hutan
pegunungan (wanagiri) ditemani pembantunya yang bernama Mpu Narotama. Saat itu ia
berusia 16 tahun, dan mulai menjalani hidup sebagai pertapa. Salah satu bukti petilasan
Airlangga sewaktu dalam pelarian dapat dijumpai di Sendang Made, Kudu, Jombang, Jawa
Timur.

Nama kerajaan yang didirikan Airlangga pada umumnya lazim disebut Kerajaan Kahuripan.
Padahal sesungguhnya, Kahuripan hanyalah salah satu nama ibu kota kerajaan yang pernah
dipimpin Airlangga. Setelah tiga tahun hidup di hutan, Airlangga didatangi utusan rakyat
yang memintanya supaya membangun kembali Kerajaan Medang. Mengingat kota Watan
sudah hancur, Airlangga pun membangun ibu kota baru bernama Watan Mas di dekat
Gunung Penanggungan. Nama kota ini tercatat dalam prasasti Cane (1021).

Menurut prasasti Terep (1032), Watan Mas kemudian direbut musuh, sehingga Airlangga
melarikan diri ke desa Patakan. Berdasarkan prasasti Kamalagyan (1037), ibu kota kerajaan
sudah pindah ke Kahuripan (daerah Sidoarjo sekarang). Menurut prasasti Pamwatan (1042),
pusat kerajaan kemudian pindah ke Daha (daerah Kediri sekarang). Berita ini sesuai dengan
naskah Serat Calon Arang yang menyebut Airlangga sebagai raja Daha. Bahkan,
Nagarakretagama juga menyebut Airlangga sebagai raja Panjalu yang berpusat di Daha.

Masa Peperangan

Ketika Airlangga naik takhta tahun 1009, wilayah kerajaannya hanya meliputi daerah
Sidoarjo dan Pasuruan saja, karena sepeninggal Dharmawangsa Teguh, banyak daerah
bawahan yang melepaskan diri. Mula-mula yang dilakukan Airlangga adalah menyusun
kekuatan untuk menegakkan kembali kekuasaan Wangsa Isyana atas pulau Jawa.

Pada tahun 1023 Kerajaan Sriwijaya yang merupakan musuh besar Wangsa Isyana
dikalahkan Rajendra Coladewa raja Colamandala dari India. Hal ini membuat Airlangga
merasa lebih leluasa mempersiapkan diri menaklukkan pulau Jawa. Yang pertama dikalahkan
oleh Airlangga adalah Raja Hasin. Pada tahun 1030 Airlangga mengalahkan Wisnuprabhawa
raja Wuratan, Wijayawarma raja Wengker, kemudian Panuda raja Lewa. Pada tahun 1031
putra Panuda mencoba membalas dendam namun dapat dikalahkan oleh Airlangga. Ibu kota
Lewa dihancurkan pula.
Pada tahun 1032  seorang raja wanita dari daerah
Tulungagung sekarang berhasil mengalahkan Airlangga. Istana Watan Mas dihancurkannya.
Airlangga terpaksa melarikan diri ke desa Patakan ditemani Mapanji Tumanggala. Airlangga
membangun ibu kota baru di Kahuripan. Raja wanita dapat dikalahkannya. Dalam tahun 1032
itu pula Airlangga dan Mpu Narotama mengalahkan Raja Wurawari, membalaskan dendam
Wangsa Isyana.

Pancuran Candi Belahan Peninggalan Airlangga

Terakhir tahun 1035 Airlangga menumpas pemberontakan Wijayawarma raja Wengker yang
pernah ditaklukannya dulu. Wijayawarma melarikan diri dari kota Tapa namun kemudian
mati dibunuh rakyatnya sendiri.

Masa Pembangunan
Setelah keadaan aman, Airlangga mulai mengadakan pembangunan-pembangunan demi
kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan yang dicatat dalam prasasti-prasasti peninggalannya
antara lain:

 Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 1036


 Membangun bendungan Waringin Sapta tahun 1037 untuk mencegah banjir musiman.
 Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang letaknya di muara Kali Brantas, dekat
Surabaya sekarang.
 Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan.
 Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041.
 Memindahkan ibu kota dari Kahuripan ke Daha.

Airlangga juga menaruh perhatian terhadap seni sastra. Tahun 1035 Mpu Kanwa menulis
Arjuna Wiwaha yang diadaptasi dari epik Mahabharata. Kitab tersebut menceritakan
perjuangan Arjuna mengalahkan Niwatakawaca, sebagai kiasan Airlangga mengalahkan
Wurawari.

Pembelahan Kerajaan

Pada tahun 1042 Airlangga turun takhta menjadi pendeta. Menurut Serat Calon Arang ia
kemudian bergelar Resi Erlangga Jatiningrat, sedangkan menurut Babad Tanah Jawi ia
bergelar Resi Gentayu. Namun yang paling dapat dipercaya adalah prasasti Gandhakuti
(1042) yang menyebut gelar kependetaan Airlangga adalah Resi Aji Paduka Mpungku Sang
Pinaka Catraning Bhuwana.

Menurut cerita rakyat, putri mahkota Airlangga menolak menjadi raja dan memilih hidup
sebagai pertapa bernama Dewi Kili Suci. Nama asli putri tersebut dalam prasasti Cane (1021)
sampai prasasti Turun Hyang (1035) adalah Sanggramawijaya Tunggadewi.

Menurut Serat Calon Arang, Airlangga kemudian bingung memilih pengganti karena kedua
putranya bersaing memperebutkan takhta. Mengingat dirinya juga putra raja Bali, maka ia
pun berniat menempatkan salah satu putranya di pulau itu. Gurunya yang bernama Mpu
Bharada berangkat ke Bali mengajukan niat tersebut namun mengalami kegagalan. Fakta
sejarah menunjukkan Udayana digantikan putra keduanya yang bernama Marakata sebagai
raja Bali, dan Marakata kemudian digantikan adik yang lain yaitu Anak Wungsu.

Airlangga terpaksa membagi dua wilayah kerajaannya. Mpu Bharada ditugasi menetapkan
perbatasan antara bagian barat dan timur. Peristiwa pembelahan ini tercatat dalam Serat
Calon Arang, Nagarakretagama, dan prasasti Turun Hyang II.

Kerajaan barat disebut Kadiri berpusat di kota baru, yaitu Daha, diperintah oleh Sri
Samarawijaya.
kerajaan timur bernama Janggala berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan, diperintah
oleh Mapanji Garasakan.

Dalam prasasti Pamwatan, 20 November 1042, Airlangga masih bergelar Maharaja,


sedangkan dalam prasasti Gandhakuti, 24 November 1042, ia sudah bergelar Resi Aji Paduka
Mpungku. Dengan demikian, peristiwa pembelahan kerajaan diperkirakan terjadi di antara
kedua tanggal tersebut.

Akhir Pemerintahan Airlangga

Setelah membagi kerajaan menjadi 2 Airlangga Kemudian menjadi pertapa, dan meninggal
tahun 1049. Airlangga semasa hidupnya dianggap titisan Wisnu, dengan lancana kerajaan
Garudamukha. Sehingga sebuah arca indah yang disimpan di musium Mojokerto
mewujudkannya sebagai Wisnu yang menaiki garuda. Prasasti Sumengka (1059) peninggalan
Kerajaan Janggala hanya menyebutkan, Resi Aji Paduka Mpungku dimakamkan di tirtha atau
pemandian.

Kolam pemandian yang paling sesuai dengan berita prasasti Sumengka adalah Candi Belahan
di lereng Gunung Penanggungan. Pada kolam tersebut ditemukan arca Wisnu disertai dua
dewi. Berdasarkan prasasti Pucangan (1041) diketahui Airlangga adalah penganut Hindu
Wisnu yang taat. Maka, ketiga patung tersebut dapat diperkirakan sebagai lambang Airlangga
dengan dua istrinya, yaitu ibu Sri Samarawijaya dan ibu Mapanji Garasakan.
Pada Candi Belahan ditemukan angka tahun 1049. Tidak diketahui dengan pasti apakah tahun
itu adalah tahun kematian Airlangga, ataukah tahun pembangunan candi pemandian tersebut.
Kisah Airlangga digambarkan dalam Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan.

Dalam perkembangannya Kahuripan mempunyai peranan penting pada jaman Kerajaan


Janggala dan Majapahit

Kahuripan sebagai ibu kota Janggala

Pada akhir pemerintahannya, Airlangga berhadapan dengan masalah persaingan perebutan


takhta antara kedua putranya. Calon raja yang sebenarnya, yaitu Sanggramawijaya
Tunggadewi, memilih menjadi pertapa dari pada naik takhta. Pada akhir November 1042,
Airlangga terpaksa membagi kerajaannya menjadi dua, yaitu bagian barat bernama Kadiri
beribu kota di Daha, diserahkan kepada Sri Samarawijaya, serta bagian timur bernama
Janggala beribu kota di Kahuripan, diserahkan kepada Mahapanji Gasarakan. Setelah turun
takhta, Airlangga menjalani hidup sebagai pertapa sampai meninggal sekitar tahun 1049.

Kahuripan dalam sejarah Majapahit

Nama Kahuripan muncul kembali dalam catatan sejarah Kerajaan Majapahit yang berdiri
tahun 1293. Raden Wijaya sang pendiri kerajaan tampaknya memperhatikan adanya dua
kerajaan yang dahulu diciptakan oleh Airlangga. Dua kerajaan tersebut adalah Kadiri alias
Daha, dan Janggala alias Kahuripan atau Jiwana. Keduanya oleh Raden Wijaya dijadikan
sebagai daerah bawahan yang paling utama. Daha di barat, Kahuripan di timur, sedangkan
Majapahit sebagai pusat.

Pararaton mencatat beberapa nama yang pernah menjabat sebagai Bhatara i Kahuripan, atau
disingkat Bhre Kahuripan. Yang pertama ialah Tribhuwana Tunggadewi putri Raden
Wijaya. Setelah tahun 1319, pemerintahannya dibantu oleh Gajah Mada yang diangkat
sebagai patih Kahuripan, karena berjasa menumpas pemberontakan Ra-Kuti.

Hayam Wuruk sewaktu menjabat Yuwaraja juga berkedudukan sebagai raja Kahuripan
bergelar Jiwanarajyapratistha. Setelah naik takhta Majapahit, gelar Bhre Kahuripan kembali
dijabat ibunya, yaitu Tribhuwana Tunggadewi. Sepeninggal Tribhuwana Tunggadewi yang
menjabat Bhre Kahuripan adalah cucunya, yang bernama Surawardhani. Lalu digantikan
putranya, yaitu Ratnapangkaja. Sepeninggal Ratnapangkaja, gelar Bhre Kahuripan disandang
oleh keponakan istrinya (Suhita) yang bernama Rajasawardhana. Ketika Rajasawardhana
menjadi raja Majapahit, gelar Bhre Kahuripan diwarisi putra sulungnya, yang bernama
Samarawijaya.

Karya Sastra Kahuripan

Di bawah pemerintahan Airlangga, seni sastra berkembang. Tahun 1035, Mpu Kanwa
menggubah kitab Arjuna Wiwaha, yang diadaptasi dari epik Mahabharata. Kitab tersebut
menceritakan Arjuna, inkarnasi Wisnu yang tak lain adalah kiasan Airlangga sendiri. Kisah
Airlangga digambarkan dalam Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan.

Salah satu karya Sastra peninggalan kerajaan Kahuripan adalah Kakawin Arjuna Wiwaha
karangan Empu Kanwa Arjunawiwaha merupakan salah satu kakawin yang diwujudkan pada
jaman Kahuripan dibawah raja besarnya Airlangga. Sang pengarang, yakni Mpu Kanwa,
mendapat kehormatan untuk menggubahnya dengan mencuplik dari seri Mahabharata sub-
bagian “wanaparwa”.

Cerita ini bertitik tolak dari tokoh Arjuna yang merupakan kekasih para Dewa di Kahyangan.
Karena dialah yang nantinya mampu menyelamatkan Kahyangan beserta para penghuninya
para Dewa dari ancaman mara bahaya. Relief cerita ini dipahatkan pada candi Tigowangi,
kecamatan Pare, kabupaten Kediri, jawa Timur.

Menurut data sejarah yang ada, dipercaya kuat Arjunawiwaha merupakan sebuah kakawin
tertua dari “periode” Jawa Timur setelah peta politik berpindah dari Jawa Tengah. Hal ini
jaman-jaman pendahulu Airlangga seperti Dharmawangsa hingga ke raja besar pendiri
“periode” Jawa Timur yakni Mpu Sindok tidak meninggalkan sebuah kakawinpun yang dapat
kita lihat sampai saaat ini. Kakawin Arjunawiwaha mengandung suatu kaitan sejarah dimasa
lalu. Lihatlah bagian awal dan akhirnya :
Awal :

· Ambek sang paramarthapandita huwus limpad sakeng sunyata tan sangkeng wisaya
prayojana nira lwir sanggraheng lokita siddha ning yasawirya don ira sukha ning rat
kiningkin nira santosaheletan kelir sira sakeng sang hyang jagatkarana.

· Usnisangkwi lebu ni paduka nira sang mangkana lwir nira menggeh manggala ning miket
kawijayan sang Parta ring kahyangan

Terjemahannya

· Batin yang bijak sungguh-sungguh telah tembus sampai ketingkat (kesempurnaan)


tertinggi. Dari keadaan sunyata (kosong) bukan dari kawasan panca Indra, timbulah
tekadnya untuk mengabadikan diri (membuka diri ) pada urusa-urusan duniwai.
· Semoga amal baktinya yang penuh pahala serta tindakannya yang bersifat ksatriya,
mencapau tujuannya. Daulat terhadap dirinya sendiri dan penuh santosa (ketentraman
batin) ia menerima keadaan ini, yakni tetap terpisah oleh tabir dari Sebab Abadi dunia ini

Akhir :

Sampun keketan ing katharjunawiwaha pangarana nikeSaksat tambay ira mpu Kanwa
tumatametu-metu kakawinBhrantapan teher angharep samarakarya mangiring ing hajiSri
Airlangghya namo ‘stu sang panikelan tanah anganumata

Terjemahannya
· Kuletakkan puncak kepalaku pada debu sandal raja yang menampakkan diri dengan cara
ini (keutamannya). Ia merupakan sumber berkat yang tak pernah kering untuk menuangkan
kemenangan Partha (Arjuna) dikediaman para dewa di Kahyangan.

Gambaran ini sesuai sekali dengan kenyataan bahwa Airlangga yang selanjutnya berhasil
menegakkan kembali kerajaan Kahurian setelah wafatnya raja Dharmawangsa atas serangan
dari kerajaan lain (Wengker) , yang tidak berhak atas kedaulatannya. Airlangga melakukan
perlawanan dengan tinggal di hutan-hutan bersama para resi dan tokoh-tokoh suci agama
selama bertahun-tahun guna mempersiapkan usaha merebut kembali kerajaan Kahuripan
yang bagaimanapun juga dia masih tergolong kerabat raja Dharmawangsa walau berasal dari
keluarga di Bali. Akhirnya dia berhasil mengusir raja penjajah beserta sekutunya sehingga
kedamaian berhasil ditegakkan kembali.

Selesailah penyusunan kitab yang dengan tepat dapat dinamakan Arjunawiwaha. Gubahan ini
merupakan usaha Mpu Kanwa dalam menyusun kakawinIa bingung karena saat inipun ia
sedang bersiap-siap mengikuti suatu ekspedisi militer Terpujilah sei Baginda Airlangga

Diriwayatkan bahwa tahun 1028 – 1035 Airlangga berhasil mengalahkan musuh-musuhnya


yang dulu pernah membuat kerajaan Kahuripan berantakan. Sehingga kita bisa menarik
kesimpulan bahwa periode pembuatan kakawin ini adalah sesudah kejayaan Airlangga
tersebut.

Bahwa dia telah tinggal selama bertahun-tahun dihutan-hutan serta pertapaan atau mandala
dan ditemani oleh para rsi atau pendeta tentulah juga merupakan suatu periode
penggemblengan spiritual dan latihan-latihan rohani sehingga akhirnya diapun berhasil
mencapai tingkatan kesempurnaan tertinggi sunyata (pada awal kakawin). Ia pun akhirnya
dapat diyakinkan untuk kembali ke dunia dan membaktikan diri dengan tugas berat serta
mulia yakni memulihkan kedaulatan kerajaannya dan dengan demikian mengusahakan
terjadinya kesejahteraan dunia.

Riwayat hidupnya sangat sesuai sekali dengan peran tokoh utama kakawin ini yakni Arjuna,
sehingga pemilihan cerita ini merupakan titik tolak tema kakawin ini. Pada bagian akhir
disebutkan bahwa sang Mpu Kanwa juga sedang disibukkan dalam persiapan sebuah
ekspedisi peperangan. Mungkin itu bagian dari rangkaian perlawanan Airlangga dalam
menaklukkan musuh-musuhnya, atau bisa juga bagian dari pertempuran terakhir.

Namun bila ditelaah dalam cerita Mahabarata, bahwa usaha Arjuna dalam bertapa di gunung
Indrakila untuk memperoleh senjata sakti dalam rangka melawan Kurawa dan persiapannya
dalam perang akbar Baratayudha nantinya, mungkin kita bisa berasumsi bahwa periode
pembuatan kakawin tersebut pada waktu usaha Airlangga dalam merebut kembali kerajaan
Kahuripan dari musuh-musuhnya.

Sehingga sebagai seorang penyair adalah suatu bentuk partisipasi terhadap “perang” tersebut
dengan membuat suatu karangan atau tulisan atau tepatnya kakawin. Tujuannya juga adalah
untuk menggelorakan semangat dan pujian terhadap Airlangga agar dapat kelak mencapai
cita-cita luhur tersebut.

Diceritakan bahwa setelah kalah dalam permainan judi (yang curang) melawan Kurawa,
Pendawa yang terdiri dari 5 bersaudara (Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sahadewa)
telah kehilangan hak atas kerajaan Amertha dan harus hidup di pengasingan selama 12 tahun
dan 1 tahun hidup dalam penyamaran total sebagai Pandawa. Setelah itu mereka baru berhak
kembali atas kerajaannya.

Dalam persiapan merebut kembali kerajaan Amertha, Arjuna diperintahkan oleh Yudhistira
agar memohon senjata-senjata sakti dewa Siwa. Untuk maksud tersebut, Arjuna akan
melakukan samadha di gunung Indrakila, sebuah bukit dipegunungan Himalaya.

Ditempat lain diceritakan bahwa ada seorang raja raksasa sakti mandraguna bernama
Niwatakawaca. Raja tersebut telah mendengar tentang adanya seorang bidadari yang cantik
luar bisa bernama Suprabha. Kemudian berangkatlah ia ke kahyangan tempat kerajaan dewa
Indra untuk meminta Suprabha menjadi istrinya. Para dewa dan dewa Indra tentu saja marah
atas permintaan ini karena tidak sesuai kodrat dan juga martabat. Namun mereka juga sadar
bahwa raja Niwatakawaca memiliki kesaktian luar biasa dan bahkan para dewa tidak mampu
mengalahkannya.

Mereka akhirnya melaporkan permintaan ini kepada dewa Siwa. Oleh Siwa dijelaskan bahwa
itu semua memang sudah merupakan takdir dan jalan sejarah yang harus ditempuh.
Niwatakawaca tidak bisa dikalahkan oleh siapapun termasuk para dewa. Namun takdir
pulalah yang mengatakan bahwa raja raksasa maha sakti hanya dapat dikalahkan oleh seorang
insan. Oleh karena itu yang dapat mereka lakukan sekarang adalah memperpanjang waktu
agar supaya ketika waktunya tiba maka jagoan para dewa nantinya sudah dapat ditemukan
dan dengan demikian dia akan dapat menghadapi serta mengalahkan Niwatakawaca.

Selanjutnya kepada sang raja diberitahu bahwa nanti pada saatnya bidadari Suprabha akan
diserahkan kepadanya karena sekarang mereka akan mempersiapkannya sebaik-baiknya
supaya nanti tidak akan mengecewakan raja tersebut. Untuk sementara untuk mengobati
kekecewaan sang raja, dia diberi beberapa apsara (mahluk wanita setengah dewi) lain. Sang
raja Niwatakawaca menyanggupi hal itu dan kemudian kembali kerajaanya.

Relief ArjunaWwaha Karya sastra Kahuripan

Dalam kebingungan ketika para dewa mencari jagoan yang diharapkan, kahyangan diterpa
kegaduhan karena goncangan hebat akibat yoga tapa seorang insan di bumi. Setelah dilihat
ternyata Arjuna penyebab kegaduhan semua ini. Arjuna melakukan samadhi tersebut dengan
segala kemampuan dan yoga-nya yang dahsyat. Mereka pun kemudian berharap bahwa
Arjuna-lah yang nantinya merupakan jagoan yang dicari-cari tersebut.

Untuk itu maka Indra memutuskan untuk menguji ketabahannya dalam melakukan yoga,
karena ini juga merupakan jaminan agar bantuannya sungguh akan membawa hasil seperti
yang diharapkan. Maka diutuslah 2 orang bidadari yang kecantikannya menakjubkan yakni
Tilotama dan Suprabha untuk mengujinya.

Konon setelah mereka diciptakan mereka menghormati para dewa dengan melakukan
pradaksina, para dewa demikian terpesonanya sehingga Brahma mengenakan 4 muka dan
Indra seribu mata agar selalu dapat mengamati kemana keduanya tanpa merugikan
martabatnya denga berputar-putar juga : dalam cerita Sansekerta Siwalah yang ber
caturmuka, sementara Brahma tetap tenang).

Sebagai satriya pilihan, maka Arjuna sangat tabah dan tahan dengan godaan tersebut. Walau
kedua bidadari tersebut menggunakan segala akal dan upaya yang dapat mereka pikirkan,
tetap saja Arjuna bergeming dan usaha mereka sia-sia. Bahkan konon dalam beberapa versi
diceritakan Suprabha justru jadi jatuh hati dengan Arjuna.

Dengan rasa kecewa akhirnya mereka pulang ke kahyangan dan melaporkan hal ini kepada
Indra. Bagi para dewa kegagalan ini justru merupakan suatu berita gembira karena dengan
demikian terbuktilah salah satu syarat calon mereka. Mengetahui hal ini, selanjutnya Siwa
memutuskan untuk turun sendiri kedunia. Kali ini dia berwujud sebagai seorang pemburu.

Sementara itu tempat lain, para raja raksasa disekitar pertapaan Arjuna mendengar berita apa
yang telah terjadi di gunung Indrakila. Kemudian mereka mengutus seorang raksasa bernama
Muka untuk mengusik Arjuna dan membatalkan yoga-nya. Dengan berwujud seekor babi
hutan, ia mengacaukan tempat pertapaan Arjuna. Terkejut oleh segala hiruk pikuk, Arjuna
keluar dari pertapaannya dan mengangkat senjata. Dengan sekali panah maka babi hutan
itupun mati tertikam oleh panah Arjuna.

Relief ArjunaWwaha Karya sastra Kahuripan

Tanpa diduga sama sekali ternyata ketika didekati, tubuh babi hutan tersebut telah tertancap 2
buah panah. Ternyata pada saat bersamaan sang pemburu, yang aslinya adalah Siwa, juga
berhasil menancapkan panahnya. Terjadilah perselisihan diantara keduanya atas siapa yang
berhak menuntut binatang tersebut. Perselisihan memuncak hingga diputuskan beradu
menggunakan panah. Panah-panah sakti Siwa berhasil dipatahkan kekuatannya oleh Arjuna.
Akhirnya bertempuran dilanjutkan dengan berkelahi. Arjuna hampir kalah, memegangi kaki
lawannya (atau bahkan Arjuna akan membanting tubuh pemburu), dan sang pemburu-pun
lenyap.

Relief ArjunaWwaha Karya sastra Kahuripan

Yang muncul selanjutnya adalah Siwa, bersemayam selaku ardhanariswara (setengah pria –
setengah wanita – diatas bunga padma). Arjuna kemudian memujanya dengan suatu wadah
pujian yang mengungkapkan pengakuannya terhadap Siwa yang hadir dalam segala bentuk.
Siwa kemudian menghadiahkan
Arjuna sebuah panah yang maha sakti dan tidak dapat dipatahkan oleh apapun juga, namanya
Pasupati. Sekaligus diberikan pengetahuan bagaimana cara menyimpannya secara gaib dan
menggunakannya kelak. Sesudah itu Siwa lenyap.

Ketika Arjuna bersiap-siap kembali kepada saudara-saudaranya dan berniat memberitahkan


keberhasilannya dalam memperoleh senjata maha sakti dari Siwa, datanglah 2 orang dewi
utusan Indra. Mereka memberitahukan Arjuna supaya menghadap Indra untuk membantu
para dewa dalam membunuh raja raksasa maha sakti Niwatakawaca. Untuk sesaat Arjuna
merasa ragu-ragu karena jika ia mengabulkan permintaan tersebut maka ia akan lebih lama
lagi terpisah dari saudara-saudaranya. Namun akhirnya ia menyetujui.

Ketika sampai di kahayangan, Arjuna disambut dengan riang gembira. Para bidadari menjadi
semakin tergila-gila dengan kehadiran Arjuna dikahyangan, demikian pula dengan Suprabha.
Indra menjelaskan keadaan yang tidak menguntungkan karena adanya permintaan dan niat
jahat dari raja Niwatakawaca. Dan sudah menjadi garis takdirnya bahwa raja tersebut hanya
dapat dikalahkan oleh seorang manusia terpilih. Namun mereka juga harus dapat menemukan
pusat kesaktian raja tersebut, sehingga nanti dari situlah dia dapat dikalahkan

Relief ArjunaWwaha Karya sastra Kahuripan

Setelah menerima semua penjelasan tersebut Arjuna menyetujui untuk membantu. Kemudian
disusunlah suatu strategi untuk tujuan itu semua. Walau agak malu-malu namun dalam
hatinya senang, karena tugas itu pula maka Suprabha jadi semakin dekat dengan Arjuna.
Disetujui bahwa Suprabha akan diserahkan kepada Niwatakawaca. Namun sebagai
pendamping disertakan juga Arjuna dengan sembunyi-sembuny. Tugas utama Suprabha
nantinya adalah merayu sang raja supaya mau membocorkan rahasia kekuatannya.

Ketika sampai di kerajaan Niwatakawaca, Suprabha sempat ragu-ragu apakah dia nanti akan
mampu menjalankan tugas yang diembannya. Arjuna memberi semangat dan dorongan
bahwa terpujilah dia yang mendapat tugas mulia tersebut demi kesejateraan dan kedamaian
para dewa serta jagat raya. Arjuna akhirnya meyakinkan Suprabha bahwa dia akan berhasil
asal ia menggunakan segala rayuan seperti yang ia perlihatkannya ketika Arjuna sdang
bertapa didalam gua, biarpun waktu itu sia-sia.
Setibanya di kerajaan Niwatakawaca, Suprabha disambut oleh para bidadari yang dulu
mengenalinya. Mereka menanyakan bagaimana keadaan di kahyangan. Suprabha
menceritakan bagaimana ia meninggalkan kahyangan atas kemauannya sendiri karena tahu
bahwa kahyangan akan dihancurkan. Maka sebelum semua itu terjadi ddan dia menjadi
barang rampasan perang, ia memutuskan untuk menyebrang ke raja Niwatakawaca. Suprabha
selanjutnya dibawa menghadap sang raja.

Seketika ia bangun dan bergegas menuju tamansari. Suprabha menolak segala desakan dan
bujuk rayu penuh birahi sang raja. Dia menjelaskan agar sang raja bersabar hingga fajar
menyingsing. Ia justru sekarang merayunya sambil memuji-muji kekuatan dan kesaktian sang
raja yang tak terkalahkan itu.

Ia terus berusaha mengorek keterangan bagaimana yoga Niwatakawaca dulu berhasil


memperoleh restu dan kesaktian laur biasa dari dewa Rudra. Sang raja akhirnya terjebak oleh
bujuk rayu dan kecantikan Suprabha dan membuka rahasianya. Dikatakan bahwa ujung
lidahnya adalah tempat kesaktiannya. Mendengar berita itu, Arjuna segera meninggalkan
tempat persembuyiannya dan mulai mengadakan kegaduhan di istana raja. Niwatakawaca
terkejut oleh kekacauan dahsyat mendadak tersebut.

Relief ArjunaWwaha Karya sastra Kahuripan

Dia segera mencari tahu apa gerangan penyebabnya. Dilain pihak suasana itu justru
dimanfaatkan oleh Suprabha untuk melarikan diri bersama Arjuna. Meluaplah amarah sang
raja dan segera menyadari bahwa ia telah tertipu. Segera ia memerintahkan pasukannya untuk
mempersiapkan diri meyerbu kahyangan tempat para dewa.

Di kahyangan suasana menjadi cerah dengan datangnya kembali Arjuna dan Suprabha
dengan selamat. Segera pula didakan persiapan dan taktik untuk menyambut serangan
pasukan raja Niwatakawaca. Sementara hanya Arjuna dan dibantu oleh Indra yang nanti
bertugas untuk membunuh Niwatakawaca dengan senjata pamungkas karena ucapan sang raja
yang kurang hati-hati.
Tentara para dewa, apsara dan gandarwa menuju medan pertempuran di lereng sebelah
selatan pegunungan Himalaya dan mengatur barisan dalam sebuah posisi disebut makara
(berbentuk seperti udang raksasa). Akhirnya pertempuranpun tak terelakkan dan terjadi
dengan sengit sampai-sampai Niwatakawaca sendiri terjun ke medan tersebut dan mencerai-
beraikan pasukan para dewa. Mereka terpaksa segera mengundurkan diri.

Karena juga sebagai taktik, Arjuna yang bertempur dibagian dibelakang pura-pura terhanyut
dalam pasukan yang lari terbirit-birit tersebut tapi dengan busur dan panah sakti yang telah
disiapkannya. Ketika pasukan musuh terus memburu dan raja Niwatakawaca berteriak-teriak
dengan seagala amarah dan sumpah serapahnya, Arjuna manarik busurnya.

Melesat lurus dan langsung menembus ujung lidah sang raja. Seketika itu pula ia tersungkur
dan mati. Para pasukan raksasa segera melarikan diri atau dibunuh. Para dewa, apsara, dan
gandarwa yang mati kemudian dihidupkan kembali dengan cipratan air suci amertha dan
kembali ke kahyangan.

Relief ArjunaWwaha Karya sastra Kahuripan

Atas segala upaya dan keberhasilan Arjuna, maka dia menerima penghargaan dari dewa
Indra. Selama tujuh hari tujuh malam dia menikmati kenikmatan surgawi (setara dengan
tujuh bulan di dunia) atas tindakannya yang penuh kejantanan (?). Ia bersemayam bagaikan
seorang raja di atas tahta Indra dan bersanding dengan bidadari cantik jelita Suprabha.
Namun seiring bergulirnya waktu, Arjuna semakin gelisah dan rindu akan saudara-
saudaranya. Akhirnya dengan ijin Indra, maka Arjuna kembali lagi ke dunia dan menmui
saudara-saudaranya tanpa menceritakan hadiah surgawi yang diterimanya kecuali hadiah
senjata panah maha sakti Pasupati hasil tapa bratanya di gunung Indrakila.

Demikian cerita singkat Arjuna wiwaha yang merupakan salah satu Karya Sastra Jaman
Kerajaan Khuripan. Selain Karya sastra Kahuripan juga meninggalkan bangunan bersejarah
yang disebut Candi sebagai sarana pemujaan

Anda mungkin juga menyukai