Anda di halaman 1dari 12

TUGAS ORAL BIOLOGY II

RESPON IMUNOLOGIS TERHADAP KARIES

Disusun oleh :
Anissa Citra Utami (04091004054)
Amelia Monika (04091004058)
Ayu Jembar Sari (04091004030)
Tri Septi Utami (04091004022)

Dosen Pembimbing :
Drg. Shanty Chairani

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Respon Imunologis Terhadap Karies

Imunologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang mekanisme dan fungsi
sistem imunitas tubuh yang timbul sebagai akibat pengenalan terhadap zat asing,
termasuk usaha untuk menetralkan, mengeliminasi atau memetabolisme zat asing
tersebut besera produk-produknya.1 Sedangkan sistem imun sendiri adalah suatu
sistem kompleks yang memberikan respons imun (humoral dan selular) untuk
menghadapi agens spesifik seperti bakteri, virus, toksin, atau zat lain yang oleh tubuh
dianggap “bukan bagian diri”.2

Sistem pertahanan tubuh dikenal sebagai mekanisme imunitas alami dapat


dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Pertahanan dengan spectrum luas, yang diartikan tidak hanya kepada antigen
spesifik
2. Mekanisme imunitas yang hanya diekspresikan dan timbul karena paparan
antigen spesifik

Tabel Mekanisme Imunitas Tubuh


Tipe Imunitas Contoh
Tidak Spesifik Membran mukosa
Sel fagositik
Sekresi enzim
Interferon
Spesifik
Didapat alami Transfer antibodi lewat plasenta
Sembuh dari sakit
Didapat artifisal Pemberian antitoksin
Vaksinasi

Baik sistem imunitas spesifik maupun tidak spesifik, reaksinya dapat bersifat
selular maupun humoral, dan dalam melakukan tugasnya kedua sistem itu dapat
bekerjasama. Respon imun seluler bekerja pada pengaruh-pengaruh biologis dari sel
utuh dan keterlibatan pada reaksi hospes terhadap benda asing. Sedangkan respon
imun humoral menekankan pada kerja zat-zat kimia yang dikeluarkan oleh sel,
misalnya antibodi. Di dalam tubuh setiap individu keduanya berperan untuk
melindungi tubuh manusia dari serangan antigen penyebab infeksi maupun penyebab
kerusakan pada jaringan.1

Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan oleh faktor
etiologi yang kompleks dan multifaktorial yang dipengaruhi oleh faktor faktor seperti
faktor host, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan faktor waktu. Tetapi,
penelitian orland dan keyes memperlihatkan betapa besarnya peran bakteri dalam
pembentukan karies.3 Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa penyakit karies gigi
secara imunologik merupakan penyakit infeksi tipe kondisional yang disebabkan oleh
kuman patogen yang spesifik.1 Dalam hal ini Streptococcus mutans diyakini sebagai
antigen yang berperan penting pada proses terjadinya karies gigi memenuhi postulat
koch sebagai penyebab karies yaitu:

1. Streptococcus ditemukan dalam plak gigi karies dan biasanya tidak dapat
diisolasi dari yang bebas karies.
2. Organisme ini dapat tumbuh dalam kultur murni.
3. Infeksi pada tikus bebas kuman atau hamster normal oleh streptococcus berupa
karies.
4. Organisme tersebut dapat ditemukan kembali dari lesi karies dan tumbuh dalam
kultur murni.
5. Antibodi terhadap organisme ini meningkat pada penderita dengan karies.4

Karena karies gigi memenuhi kriteria sebagai penyakit infeksi, maka


dilakukan pendekatan imunologi untuk mencegahnya. Pendekatan ini berupa
penelitian mengenai respon imunologis terhadap karies dan pengembangan vaksin
karies.5

Rongga mulut merupakan pintu masuk utama mikroorganisme, oleh karena itu
banyak faktor yang terlibat dalam organisme pertahanan terhadap bakteri oportunis
yang apabila fungsi ini menurun makan bakteri oportunis tersebut dapat menjadi
patogen dan menimbulkan berbagai kelainan. Dalam hal ini termasuk bakteri
penyebab karies gigi.1 Perlindungan terhadap karies gigi ini melibatkan sistem
imunitas dan sejumlah faktor-faktor alamiah. Gigi dilindungi oleh suatu sistem imun
di dalam rongga mulut, dimana komponen-komponen yang dihasilkan oleh kelenjar
ludah merupakan hal yang sangat berperan di dalam sistem imun dalam rongga
mulut.5

Respon imun didalam rongga mulut melewati tiga kompartemene cairan yang
satu dengan lainnya berhubungan yaitu air liur, cairan celah gusi, dan darah. Ketiga
cairan tersebut bergabung membentuk cairan mulut. Walaupun secara kuantitatif
cairan mulut terbanyak terdiri dari komponen air liur, secara kualitatif cairan celah
gusi mungkin berperan terhadap sejumlah faktor-faktor imun yang penting. Pengaruh
komponen celah gusi pada respon imun cairan rongga mulut yang tidak jelas, tetapi
hampir semua polimorfonuklear leukosit (PMNL) dan sejumlah kecil IgG berasal dari
cairan celah gusi. Fungsi utama imunitas cairan rongga mulut meningkat oleh
komponen-komponen ini.4

Darah Cairan celah Cairan celah


gusi gusi

IgM, IgG, IgA


Protein
Komplemen
Enzim-enzim
Elektrolit
PMN Neutrofil
Sel T, Sel B Cairan Mulut
Makrofag
IgA, IgG,IgM Domai
Protein n
Enzim Air
IgA Elektrolit Liur
Protein PMN Neutrofil
Enzim-enzim
Elektrolit

Kelenjar Air liur Air liur


air liur
 Respon Imun terhadap Penyakit Karies Gigi
Rongga mulut bayi pada saat dilahirkan dalam keadaan steril, namun dalam
waktu beberapa menit akan terjadi kolonisasi kuman di dalam rongga mulutnya. Ibu
dapat merupakan sumber infeksi oleh kuman Streptokokus mutans, oleh karena
kontak yang dekat seperti ciuman pada bayi. Kolonisasi kuman-kuman ini akan
diikuti dengan produksi antibodi oleh bayi itu sendiri, dimana sebelumnya bayi sudah
mendapat Ig G dari ibunya melalui plasenta. Didalam saliva ditemukan sekretori
imunoglobulin A (slg A) yg mampu menghambat kolonisasi oral.1

Produksi antibdi slg A saliva terhadap Streptokokus mutans dapat dibentuk


oleh:
a. Antigen yang masuk secara langsung ke kelenjar saliva minor yang
berkembang di bawah mukosa oral.
b. Secara tidak langsung menelan Streptokokus dengan konsentrasi yang
cukup dan merangsang jaringan limfosit pada usus untuk membentuk respon
imun. Selanjutnya antibodi serum terhadap kuman Streptokokus mutans dengan
jumlah yang tinggi pada slaiva maternal akan menyebabkan dibentuknya
antibodi yang adekuat. Hasil respon imun ini bekerja aktif dala mencegah
kolonisasi Streptokokus mutans selanjutnya pada gigi yang erupsi.1

 Respon Imun Seluler dan Humoral

Dalam imunologi ada dua sistem pertahanan, yaitu seluler dan humoral.
Keduanya dapat bekerja sama dan berhubungan dengan limfosit yang terdapat dalam
darah dan organ-organ limfosit seperti limfa dan kelenjar getah bening. Untuk proses
pendewasaan, sel-sel limfosit yang diperlukan untuk daya tahan seluler harus
melewati kelenjar timus, dimana terjadi kontak dengan sel-sel epitel dan kelenjar
timus. Sel-sel limfosit yang sudah dewasa ini kemudian disebut dengan sel T. Selain
itu terdapat pula sel B yang berasal dari organ yang mendewasakan sel-sel tersebut.
Bila terjadi kontak antara limfosit dewasa (sel B atau sel T) dengan antigen, maka
limfosit yang memiliki reseptor khusus untuk antigen tersebut akan mengadakan
proliferasi. Pada sistem pertahanan seluler terjadi penambahan dari sel T, terutama
subset CD4 yang dapat mengenal antigen-antigen yang bersangkutan. Sedangkan
pada sistem pertahanan humoral, selain ada penambahan dari sel B, juga terjadi
pembentukan dan pelepasan dari reseptor-reseptor spesifik yang disebut
imunoglobulin.1
Antibodi pada sel yang diproduksi oleh sel B berasal dari slah satu dari lima
kelas molekul protein sesuai dengan fungsinya asing-masing, yaitu:
1. Ig G, imunoglobulin yang paling banyak terdapat pada ruang intra maupun
ekstraseluler dan dihubungkan dengan imunitas pasif dan imunitas jnagka
panjang (long term immunity)
2. Ig A lain, disebut sekretori Ig A (slg A) yang terdapat pada cairan glandula dan
banyak terdapat pada area mukosa, seperti saluran pernapasan dan saluran
perkemihan. Berfungsi untuk mencegah terkumpulnya antigen.
3. Ig M mengeliminasi antigen sebelum datang cukup banyak IgG dan merupakan
immunoglobin pertama yang dibentuk sebagai respon terhadap antigen baru
4. Ig E terdapat pada indivisu normal dengan konsentrasi yang snagat rendah tetapi
bersifat mengikat pada enderita alergi.
5. Ig D, fungsi utamanya adalah reseptor antigen atau dengan kata lain sebagai
pengenalan antigen oleh sel B.1,6

Apabila terjadi kontak baru dengan antigen yang sama, maka akan dikenali
oleh sel T yang spesifik ( sistem pertahanan seluler) atau antibodi yang ada di dalam
sirkulasi (sistem pertahanan humoral). Di dalam rongga mulut, reaksi pertahanan
tidak terjadi pada enamel, karena enamel tidak mempunyai pembuluh darah.1

 Komponen Mediator sebagai Respon Imun pada Karies Gigi


Boedi Oetomo Roeslan Menyatakan bahwa selama perkembangan karies gigi,
antibodi ditemukan dalam saliva, cairan pulpa gigi, dan cairan dentin. Hal ini
menunjukkan bahwa saliva, cairan pulpa gigi, dan cairan dentin dapat memberikan
respon imunologik terhadap serangan antigen kuman penyebab karies gigi.1

a. Saliva
Penelitian Dale B.Mitch et al menunjukkan bahwa penambahan saliva pada
suatu suspensi bakteri oral dapat menyebabkan agregasi bakteri. Pada saliva
setidaknya terdapat komponen sekresi yang terikat pada molekul slg A, membuat
antibosi slg A tahan terhadap enzim proteolitik yang ada pada saliva. Antibosi slg A
saliva bekerja dengan menghambat proses perlekatan sucrose independent tage san
sucrose dependent stage S mutans pada permukaan gigi, sehingga tidak terjadi
aktivitas metabolik. Oleh kaena itu, slg A dianggap sangat efisien pada hampir semua
subjek, seperti permukaan gigi halus yang terpapar jarang terkena karies. Tetapi pada
gigi tertentu (fisur,proksimal, dan servikal) yang tidak dapat dijangkau oleh
komponen saliva, hubungan pertahanan tidak ditemukan antara titer antibodi dan
indeks karies.1
Mucin saliva dan konstituennya melindungi permukaan mulut dan gigi melalui
berbagai cara:
1. Glikoprotein saliva menutupi dan melumasi mukosa.
2. Enzim antibakteri lisosim pada saliva berfungsi untuk memecahkan dinding sel
bakteri dan berfungsi sebagai penakluk.
3. Antibodi pada saliva terutama terdiri dari Imunoglobulin (IgA). IgA ini akan
bereksi dengan antigen makanan untuk menetralkan efeknya, selain itu IgA
dapat mencegah perlekatan bakteri dan virus pada permukaan gigi dan mukosa
mulut.
4. enzim sialoperoksidase mempunyai aktivitas antibakteri, khususnya terhadap
laktobasili dan streptokokus.
5. Bikarbonat dan fosfat memberi efek buffer pada makanan dan asam bakteri.
6. Komponen mineral, khususnya kalsium dan ion fosfor berfungsi
mempertahankan intregritas gigi dengan cara memodulasi difusi ion dan
mencegah hilangnya ion mineral dari jaringan gigi.7

Selain itu pada saliva terdapat faktor-faktor alamiah non spesifik yang juga
berperan dalam melindungi gigi dari karies yaitu:

1. Protein Kaya prolin


Protein kaya prolin (PRP) berfungsi untuk mempertahankan konsentrasi Ca2+
di dalan saliva tetap konstan, yang penting artinya dalam penghambatan
demineralisasi dan peningkatan remineralisasi. Selain itu PRP juga berperan untuk
mencegah terbentuknya karang gigi. Protein kaya prolin (Protein Rich Prolin / PRP)
terdiri dari 150-170 asam amino protein saliva. Protein ini memelihara saliva agar
tetap dalam kedaan jenuh terhadap kalsium fosfat dan terdapat juga pada pelikel
enamel. Hal ini menunjukkan bahwa PRP memiliki peranan penting dalam proses
mineralisasi pada permukaan gigi dan juga mempengaruhi perlekatan bakteri sebelum
terbentuknya plak. 5
2. Laktoferin
Laktoferin di dalam saliva berjumlah kurang dari 1% dari protein ludah.
Didala ludah yang dirangsang konsentrasi laktoferin adalah sekitar 1 mg/100ml.
Laktoferin merupakan glikoprotein yang mengikat ion-ion spesifik Fe3+ di dalam
cairan eksokrin. Efek bakteriostatik maupun bakterimia laktoferin terhadap S.mutans
bekerja sangat baikpada konsentrasi 15 mg/100 mL. aktifitas bakterisid laktoferin
langsung menembus pada permukaan sel. Struktur sel bakteri terluar seperti membran
terluar dan kapsul memiliki suatu sistem perlindungan untuk mengatasi aktifitas
laktoferin. 5
Efek antimikrobial laktoferin dalam melindungi jaringan mulut bekerjasama
dengan komponen antimikrobial ludah lainnya seperti lisosim dan laktoperoksidase.
Laktoferin dapat bekerja lebih efektif dalam kombinasi dengan lisosim bermuatan
negatif pada permukaan sel bakteri. Karena itu kemampuan sel-sel bakteri untuk
mengambil ion Fe3+ dapat di reduksi, sehingga laktoferin dalam konsentrasi rendah
sudah dapat mengambil ion Fe3+ yang cukup untuk dapat menghambat pertumbuhan
bakteri. Laktoferin dianggap penting untuk melindungi jaringan epitel dan infeksi
bakterial.5

3. Laktoperoksidase
Didalam saliva terdapat dua macam peroksidase, yang keduanya mempunyai
efek bakteriostatik, namun kedua jenis laktoperoksidase ini memiliki mekanisme yang
berbeda. Keduanya sama-sama menggunakan H2O2 sebagai substrat, namun berbeda
dalam penggunaan ion-ion sebagai ko-substrat yang diperlukan untuk aktifitas
enzimatisnya yaitu: I dan SCN- (tiosianat) serta halida (CL-, Br-, I-, SCN-). Kedua
sistem peroksidase ini menurut ko-substratnya dapat dilukiskan sebagai berikut:
1. Sistem laktoperoksidase-tiosianat-H2O2
2. Sistem mieloperoksidase-halida-H2O2

Laktoperoksidase menunjukkan beberapa efek biokimiawi :


1. Mempunyai efek aktifitas antibakterial, memperlambat pertumbuhan berbagai
bakteri.
2. Mengkatalisis yodasi asam amino tirosin dalam berbagai protein.
3. Mengkatalisis pembentukan cross-link dalam beberapa protein.5
Pada Laktoperosidase saliva, donor utamanya adalah tiosianat (SCN -), yang
merupakan senyawa halida dengan konsentrasi kira-kira 1-2 mM di dalam saliva.
Dalah hal ini ion tiosanat akan menjadi hipotiosanat (OSCN -), yang mampu
mengoksidasi thiols yang memberikan pengaruh bakterisid pada sistem
laktoperoksidase-H2O2-SCN-.5

Hipotiosianat (OSCN-) dalam konsentrasinya yang cukup dapat menghambat


metabolisme karbohidrat oleh streptokokus mutans. Proses penghambatan yang
sempurna terjadi karena hidrogen peroksida yang dikeluarkan oleh bakteri
mengoksidasi tiosianat (SCN-) dikatalisis oleh laktoperoksidase saliva, menghasilkan
OSCN-. Hasil oksidasi ini menghambat metabolisme bakteri dengna membloking
transport gula dan melalui enzim glikolisis inaktif. Penghambatan ini akan
mengurangi jumlah asam yang dihasilkan bakteri, dimana keberadaan asam ini akan
mengakibatkan demineralisasi permukaan enamel.5

4. Lisozim

Lisozim adalah enzim yang menunukkan aktivitas bakterisid dengan memecah


ikatan antara asam N-asetil glukosamin dan N-asetil muramik dalam komponen
mukopeptida dinding sel bakteria. Enzim ini berasal dari glandula submandibularis,
sublingualis, dan parotis di mulut. Di dalam kelenjar ludah lisozim berlokasi di dalam
sel-sel duktus interkalata yang membentuk hubungan antara suatu asinus dengan
saluran pembuangan. 5
Lisozim dapat menghidrolisis komponen-komponen dinding sel bakteri
tertentu yang mengakibatkan lisisnya sel bakteri tersebut. Dinding sel bakteri dibentuk
oleh heteropolisakarida murein yang dibangun dari dua gula yaitu: asam muramin dan
glukosamin, yang bersama-sama dengan peptida dinding sel membentuk ikatan
peptidoglikan. Dengan adanya lisozim ikatan tersebut dapat diputus sehingga
mengakibatkan terjadinya pori-pori kecil di dalam dinding sel. Efek utama lisozim
pada bakteri terdiri atas interaksi awal yang cepat dengan dinding sel mikrobial, yang
menyebabkan pembocoran cairan sel. Hal ini dapat menyebabkan matinya sel karena
keluarnya ion-ion yang diperlukan bakteri untuk hidup. Terutama bakteri
Streptokokus mutans.5
5. Faktor aglutinasi dan Agregasi Bakteri
Inkubasi pada berbagai macam bakteri oral dengan ludah mengakibatkan
penggumpalan bakteri. Jika hal ini terjadi karena imunoglobin di dalam ludah maka
proses ini disebut aglutinasi, sedangkan dalam keadaan lainnya penggumpalan
dinyatakan dengan agregasi/penggumpalan. Kedua gejala ini disebabkan oleh
interaksi komponen ludah yang mencair dengan dinding sell bakteri. Pada sisi lain
komponen ludah yang melekat pada permukaan mulut, misalnya elemen gigi geligi
dan mukosa, yang juga berperan sebagai reseptor pengikatan bakteri, hal ini disebut
adherensi/ perlekatan.5

Penggumpalan bakteri mempersukar pengikatannya pada permukaan dan


dengan demikian membatasi kolonisasinya di dalam rongga mulut. Dengan adanya
aglutinasi dan agregasi mengakibatkan jumlah bakteri di dalam rongga mulut
menurun. Agregat yang terbentuk selanjutnya melalui cara mekanis dapat diangkut ke
lambung dan disana dibuat inaktif dalam lingkungan yang sangat asam. Sedangkan
proses perlekatan spesifik bakteri pada komponen ludah yang diadsorpsi pada
permukaan gigi dan mukosa, menyebabkan terjadinya kolonisasi mikroorganisme di
dalam rongga mulut. Komponen ludah yang diabsorpsi ini berguna sebagai reseptor
untuk mengikat bakteri pada permukaan mulut.5

b. Cairan pulpa gigi

Pulpa gigi banyak memiliki kemiripan dengan jaringan ikat lain pada tubuh
manusia, namun ia memiliki karakteristik yang unik. Di dalam pulpa terdapat
berbagai elemen jaringan seperti pembuluh darah, persyarafan, serabut jaringan ikat,
cairan interstitial, dan sel-sel seperti fibroblast, odontoblast dan sel imun dimana
terdapat sel-sel pertahanan seperti makrofag, sel dendritik dan limfosit.8

Pada dentin yang sehat di bawah zona translusen dentin yang terserang karies,
dapat ditemukan adanya antibodi. Hal ini menunjukkan bahwa pulpa gigi sudah
meberikan respon imunologik. Disamping itu di bawah lesi karies tidak ditemukan
adanya mikroorganisme, mengindikasikan adanya respon imun yang kuat dihasilkan
sebagai refleksi pertahanan terhadap invasi bakteri penyebab karies gigi. 1

c. Cairan celah dentin


Imunoglobulin ditemukan di dalam dentin yang sehat dan dentin yang
mengalami karies. Komponen sekresi, baik yang terikat pada ig A dalam bentuk slg
A, hanya ditemukan pada lesi yang dangkal. Selain itu ditemukan ig G, Ig A dan
transferin di dalam karies yang dalam, sedangkan komponen sekresi tidak ada. Di
bawah lesi karies juga tidak ditemukan adanya kuman.1

Saat karies gigi sudah mengenai dentin, antigen bakteri yang larut akan
menginduksi respon peradngan pada pulpa gigi berupa vasodilator, peningkatan
permeabilitas kapiler dan eksudasi cairan serta polomorfonuklear (PMN). Saat karies
mendekati pulpa, ditemukan adanya makrofag, lomfosit, dan sel plasma. Selain itu,
terdapat juga iminoglobulin ekstravaskuler berupa Ig G yang paling banyak, disertai
sel plasma yang mengandung Ig G,Ig A, Ig E dan kadang kadang Ig M.1

Daftar Pustaka
1.Nasution Shanty Rizky.2006. Imunologi Karies Gigi. Medan: Universitas Sumatera
Utara.
2.Sloane Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Alih Bahasa. Velsman
James. Jakarta: EGC.
3. Kidd Edwina A.M, Joyston Sally.1992. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan
Pennaggulangannya. Alih Bahasa: Narlan Sumawita, Faruk Safrida. Jakarta: EGC. \
4. Sinulingga Semiaty Sri.2002. Imunisasi Pasif dalam Upaya Pencegahan Karies
Gigi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
5. Deliyanti Wina Eka.2003. Sistem Imun Tubuh Terhadap Karies. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
6. http://try2bcoolnsmart.wordpress.com/2009/06/09/antibodi-dan-hyper-ige-
syndrome/
7. Manson, J. D., Eley, B. M. 1993. Buku Ajar Periodonti (Outline of Periodontics).
Alih bahasa: drg. Anastasia S. Editor: drg. Susianti K. 2nd ed. Jakarta: Hipokrates.
8. http://dentistrymolar.wordpress.com/2010/04/13/pulpa/

Anda mungkin juga menyukai