Anda di halaman 1dari 21

KETERAMPILAN DALAM BIMBINGAN KONSELING PASCA

BENCANA

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Bimbingan Konseling Pasca
Bencana
Dosen Pengampu:

Di susun Oleh:
BKI-VII-D
Kelompok 2
Rizky Putri Amalia 1174010139
Sari Nursukmawati 1174010142
Silmia Suniarizki 1174010146
Sinta Nurul Aini 1174010148
Siti Nurasiah Rohmah 1174010152
Syifa Isnaini Fadila 1174010159
Tarisa Sri Lestari 1174010161
Wifa Fakhriyah Latifah 1174010168
Wulan Fikriani 1174010170
Yuni Wulandari Firdaus 1174010176
Yunia Maulida 1174010178

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, wr.wb.

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, sami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada Kami, sehingga dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Keterampilan Dalam Bimbingan
Konseling Pasca Bencana”.

Makalah ini telah sami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu sami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, sami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka sami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata, sami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Wassalamu’alaikum, wr.wb.

Bandung, November 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................1

C. Tujuan.................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................4

A. Teknik Konseling CBT.......................................................................................4

a. Pengertian CBT...............................................................................................4

b. Konsep Dasar CBT.........................................................................................5

c. Tujuan CBT....................................................................................................5

d. Peran Konselor CBT dalam menangani pasca bencana..................................6

e. Teknik-Teknik Konseling CBT dalam penanganan pasca bencana...............7

f. Kelebihan dan keterbatasan teknik CBT.........................................................9

B. Teknik Konseling REBT..................................................................................10

a. Pengertian REBT..........................................................................................10

ii
b. Konsep Dasar REBT.....................................................................................11

c. Tujuan REBT................................................................................................11

d. Peran Konsor REBT dalam menangani pasca bencana................................12

e. Teknik-Teknik Konseling REBT dalam penanganan pasca bencana...........13

f. Kelebihan dan keterbatasan REBT...............................................................14

BAB III PENUTUP................................................................................................16

Kesimpulan..............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prayitno dan Amti (2004: 110) menjelaskan terapi dalam konsepsi
perkembangan bimbingan dan konseling tidak ada gunanya membedakan tugas dan
ruang lingkup kerja bimbingan dan konseling di sisi lain. Mengingat perkembangan
bimbingan dan konseling yang belum cukup mantap maka istilah bimbingan dan
konseling masih dipertahankan, namun dari segi pelayanan hendaknya menekankan
porsi yang lebih besar pada konseling.
Layanan konseling komunitas sangat memperhatikan keadaan individu dan
kelompok dalam setiap pelaksanaan dan tujuan akhirnya. Konseling komunitas
didirikan pada tahun 1995 di North Yorkshire dan menyediakan berbagai layanan
terhadap pendidikan orang dewasa dan masyarakat pada umumnya. Konseling
komunitas memberikan bantuan untuk individu atau kelompok masyarakat yang
membutuhkan dan berkelanjutan demi terlaksana kepastian layanan yang
memberikan dukungan dan perubahan untuk memperbaiki keadaan masyarakat
(dalam,http://www.community-counselling.org.uk/).
Menurut (Andika, t.t.) masyarakat yang memerlukan layanan konseling
komunitas seperti korban bencana alam yang bermasalah dengan keadaan
psikologis serta tingkatan sosial yang memacu untuk menjadikan ia semakin
terpinggirkan. Pemberian layanan konseling komunitas sangat tepat bagi korban
bencana alam yang akan membantu serta mengarahkan individu dan
kelompokmasyarakat yang terkena bencana alam untuk lebih bisa bangkit dan
berjuang kembali secara fisik dan psikologis menuju kesejahteraan yang ingin di
capai.
Menurut (Judith A. Lewis., at al., 2010: 91) ketika seseorang dipaksa untuk
menghadapi tekanan lingkungan yang lebih berat/sulit dari kemampuan mereka
dalam mengatasinya, mereka memerlukan bantuan yang praktis, positif, dan

1
membangun. Suatu saat seseorang dipaksa untuk mengatasi berbagai tekanan yang
tiba-tiba, baik yang disebabkan bencana alam yang menimpanya. Dalam situasi
lain, orang yang menjadi korban, mengalami tekanan/stress yang berkelanjutan dan
meraka yang terpinggirkan. Tekanan apapun, seseorang mungkin akan merasa
pesimis, tidak percaya diri, bahkan merasa takut untuk meminta tolong kepada
anggota yang bisa membantu. Ketika seseorang konselor bertekad untuk terjun ke
lapangan dan memberikan layanan konseling komunitaskepada korban bencana
alam, pasti banyak sekali hambatan-hambatannya. Dalam kasus korban bencana
alam yang terjadi pada masyarakat luas, contohnya suatu daerah yang terkena
musibah barjir, tanah longsor dan gunung meletus yang mengakibatkan keluarga
serta masyarakat yang kehilangan tempat tinggal, pekerjaan, serta kehilangan
keluarga yang berakibat meninggal dunia karena terkena musibah tersebut.
Menurut Judith A. Lewis., at al. (2010: 92) menggali potensi individu atau
kelompok masyarakat yang mungkin memerlukan layanan konseling komunitas
untuk mengintervensi kemampuan mereka yang dapat diimplementasikan melalui
aksi masyarakat menggunakan pendekatan kesehatan masyarakat yang dibantu
dengan layanan konseling komunitas.
Kelebihan layanan konseling komunitas pada individu dan masyarakat ini
mencakup tekanan, pemberdayaan, konteks masyarakat, memberikan jalan ke masa
depan. Sebuah pendapat tentang strategi untuk mengahadi situasi yang darurat,
(Solomon, 2003) menunjukkan "meskipun profesional yang bekerja di arena
kesehatan mental jarang dilatih atau dipersiapkan untuk bekerja di tingkat
masyarakat yang lebih luas, skala keadaan darurat ini mungkin perlu menggunakan
intervensi bagi mereka yang dapat diimplementasikan melalui aksi masyarakat
menggunakan pendekatan kesehatan masyarakat yang dibantu dengan pemberian
layanan konseling komunitas oleh konselor.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teknik konseling CBT untuk membantu korban bencana?
2. Bagaimana teknik REBT untuk membantu korban bencana?
2
C. Tujuan
1. Mengetahui teknik konseling CBT untuk membantu korban bencana.
2. Mengetahui teknik REBT untuk membantu korban bencana.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teknik Konseling CBT


a. Pengertian CBT
Cognitive Behavior Therapy adalah terapi yang dikembangkan oleh
Beck tahun 1976, yang konsep dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran
manusia terbentuk melalui proses rangkaian Stimulus – Kognisi – Respon
(SKR), yang saling berkaitan dan membentuk semacam jaringan dalam otak
manusia, dimana proses cognitive akan menjadi faktor penentu dalam
menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa, dan bertindak.
Terapi kognitif-behavioral (cognitive behavioral therapy) ini
berusaha untuk mengintegrasi teknik-teknik terapeutik yang berfokus untuk
membantu individu melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya perilaku
nyata tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan, dan sikap yang
mendasarinya. Terapi kognitif-behavioral memiliki asumsi bahwa pola pikir
dan keyakinan mempengaruhi perilaku, dan perubahan pada kognisi ini
dapat menghasilkan perubahan perilaku yang diharapkan.
Cognitive Behavior Therapy (CBT), atau disebut juga dengan istilah
Cognitive Behavior Modification merupakan salah satu terapi modifikasi
perilaku yang menggunakan kognisi sebagai “kunci” dari perubahan
perilaku. Terapis membantu klien dengan cara membuang pikiran dan
keyakinan buruk klien, untuk kemudian diganti dengan konstruksi pola
pikir yang lebih baik. Perilaku merupakan pendekatan konseling dan terapi
yang memadukan pendekatan cognitive (pikiran) dan behavior (perilaku)
untuk memecahkan masalah. Pendekatan cognitive (pikiran) berusaha
memfokuskan untuk menempatkan suatu pikiran, keyakinan, atau bentuk
pembicaraan diri (self talk) terhadap orang lain (misalnya, hidup saya
sengsara sehingga sulit untuk dapat menentukan tujuan hidup saya).
4
b. Konsep Dasar CBT
Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola
pemikiran manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus – kognisi –
respon (SKR), yang saling berkaitan dan membentuk semacam jaringan
SKR dalam otak manusia, dimana proses cognitive akan menjadi faktor
penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan
bertindak. Sementara dengan adanya keyakinan bahwa manusia memiliki
potensi untuk menyerap pemikiran yang rasional dan irasional, dimana
pemikiran yang irasional dapat menimbulkan gangguan emosi dan tingkah
laku, maka Terapi Cognitive Behavior diarahkan kepada modifikasi fungsi
berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan peran otak dalam
menganalisa, memusatkan, bertanya, berbuat, dan memutuskan kembali.
Dengan merubah status pikiran dan perasaannya, klien diharapkan dapat
mengubah tingkah lakunya dari yang negatif menjadi positif.
Bagaimana seseorang menilai situasi dan bagaimana cara mereka
mengintepretasikan suatu kejadian akan sangat berpengaruh terhadap
kondisi reaksi emosional yang kemudian akan mempengaruhi tindakan
yang dilakukan. Demi memahami psikopatologi gangguan mental dan
perilaku, Cognitive Behavior mencoba menguraikan penyebabkan sebagai
akibat dari: 1) Adanya pikiran dan asumsi irasional, 2) Adanya distorsi
dalam proses pemikiran manusia.
c. Tujuan CBT
Tujuan dari Cognitive Behavior Therapy (CBT) (Oemarjoedi, 2003:
9) yaitu mengajak konseli untuk menentang pikiran dan emosi yang salah
dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan
mereka tentang masalah yang dihadapi. Konselor diharapkan mampu
menolong konseli untuk mencari keyakinan yang sifatnya dogmatis dalam
diri konseli dan secara kuat mencoba menguranginya.

5
Dalam proses terapi, beberapa ahli CBT (NACBT, 2007;
Oemarjoedi, 2003) berasumsi bahwa masa lalu tidak perlu menjadi fokus
penting dalam terapi. Oleh sebab itu CBT dalam pelaksanaan terapi lebih
menekankan kepada masa kini dari pada masa lalu, akan tetapi bukan
berarti mengabaikan masa lalu. CBT tetap menghargai masa lalu sebagai
bagian dari hidup konseli dan mencoba membuat konseli menerima masa
lalunya, untuk tetap melakukan perubahan pada pola pikir masa kini untuk
mencapai perubahan di waktu yang akan datang. Oleh sebab itu, CBT lebih
banyak bekerja pada status kognitif saat ini untuk dirubah dari status
kognitif negatif menjadi status kognitif positif.
CBT merupakan konseling yang menitik beratkan pada
restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian
yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis dan lebih melihat
ke masa depan dibanding masa lalu. Aspek kognitif dalam CBT antara lain
mengubah cara berpikir, kepercayaan, sikap, asumsi, imajinasi dan
memfasilitasi konseli belajar mengenali dan mengubah kesalahan dalam
aspek kognitif. Sedangkan aspek behavioral dalam CBT yaitu mengubah
hubungan yang salah antara situasi permasalahan dengan kebiasaan
mereaksi permasalahan, belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran
dan tubuh sehingga merasa lebih baik, serta berpikir lebih jelas.
d. Peran Konselor CBT dalam menangani pasca bencana
Konseling CBT (Cognitive Behavior Therapy) merupakan salah satu
upaya bantuan yang bisa diberikan pada individu/ masyarakat yang
mengalami kondisi trauma. Dalam pelaksanaannya konselor perlu
mengembangkan dan memodifikasi dengan berbagai pendekatan sesuai
dengan kondisi klien/konselinya. Untuk itu diharapkan ada penelitian
lanjutan yang menguji efektifitas layanan konseling CBT dalam mereduksi
trauma masyarakat akibat bencana alam yang dialami.

6
Ciri-ciri individu yang mengalami trauma adalah ingatannya
terganggu, berupaya menghindar, dan munculnya gangguan fisik. Ketiga
jenis reaksi ini berdampak negatif terhadap aktifitas atau interaksi sosial
seseorang sehari-hari, dikarenakan adanya gangguan pada fungsi kognitif
dan perilakunya. AdapunPeran konselor yang dapat dilakukan segera
adalah;
1. Meredakan perasaan-perasaan (cemas/ gagal/ bodoh/ putus asa/
tidak berguna/ malu/ tidak mampu/ rasa bersalah) dengan
menunjukkan sikap menerima situasi krisis,
2. Menciptakan keseimbangan pribadi dan penguasaan diri serta
tanggungjawab terhadap diri konseli (mampu menyesuaikan diri
dengan situasi yang baru (situasi krisis). Agar konseli dapat
menerima kesedihan secara wajar.
3. Memberikan intervensi langsung dalam upaya mengatasi situasi
krisis.
4. Memberikan dukungan kadar tinggi kepada konseli
e. Teknik-Teknik Konseling CBT dalam penanganan pasca bencana
Teknik Cognitive Behavior Therapy (CBT) CBT adalah pendekatan
psikoterapeutik yang digunakan oleh konselor untuk membantu individu
kearah yang lebih positif. Berbagai variasi teknik perubahan kognisi, emosi,
dan tingkah laku menjadi bagaian terpenting dalam Cognitive Behavior
Therapy. Metode ini berkembang sesuai dengan kebutuhan konseli, dimana
konelor bersifat aktif, direktif, terbatas waktu, berstruktur, dan berpusat
pada konseli. Konselor atau terapis Cognitive Behavior biasanya
menggunakan berbagai teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan
perilaku sasaran dengan konseli.
Teknik yang biasa dipergunakan oleh para ahli dalam Cogniive
Behavior Therapy (CBT) yaitu:
1. Menata keyakinan irasional
7
2. Bibliotherapy, menerima kondisi emosional internal sebagai sesuatu
yang menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan.
3. Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role
play dengan konselor.
4. Mencoba berbagai penggunaan pernyataan diri yang berbeda dalam
situasi riil.
5. Mengukur perasaan, misalnya mengukur perasaan cemas yang dialami
pada saat ini dengan skala 0-100.
6. Menghentikan pikiran. Konseli belajar untuk menghentikan pikiran
negatif dan mengubahnya menjadi pikiran positif.
7. Desensitization systematic. Digantinya respon takut dan cemas dengan
respon relaksasi dengan cara mengemukakan permasalahan secara
berulang-ulang dan berurutan dari respon takut terberat sampai yang
teringan untuk mengurangi intensitas emosional konseli
8. Pelatihan keterampilan sosial. Melatih konseli untuk dapat
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya.
9. Assertiveness skill training atau pelatihan keterampilan supaya bisa
bertindak tegas.
10. Penugasan rumah. Mempraktikan perilaku baru dan strategi kognitif
antara sesi konseling.
11. In vivo exposure. Mengatasi situasi yang menyebabkan masalah dengan
memasuki situasi tersebut.
12. Convert conditioning, upaya pengkondisian tersembunyi dengan
menekankan kepada proses psikologis yang terjadi didalam diri
individu. Peranannya didalam mengontrol perilaku berdasarkan kepada
imajinasi dan presepsi

f. Kelebihan dan keterbatasan teknik CBT


 Kelebihan CBT yaitu :
8
1. Dapat mengukur kemampuan interpersonal dan kemampuan sosial
seseorang
2. membangun keterampilan sosial seseorang
3. Keterampilan komunikasi atau bersosialisasi
4. Pelatihan ketegasan
5. Keterampilan meningkatkan hubungan
6. Pelatihan resolusi konflik dan manajemenagresi
7. Tidak berfokus pada satu sisi saja ( tidak hanya perilaku) tetapi juga
dalam kognitif seseorang
8. memiliki berbagai macam teknik konseling yang teruji dan selalu
diperbaharui, waktu dalam konseling relatif singkat, kolaborasi
yang baik antara konselor dan konseli dalam penetapan tujuan dan
pemilihan teknik.
9. Waktu terapi yang dibutuhkan relatif singkat.
10. Dapat dilakukan perseorangan maupun kelompok (untuk CBFT
selalu melibatkan kelompok keluarga).
11. Klien dapat mengubah teknik yang digunakan dalam terapi sebagai
cara self-help.
 Kekurangan CBT yaitu :
1. Mengabaikan faktor relasional penting dalam terapi, tidak
memberikan wawasan, mengobati gejala bukan penyebab,
melibatkan kontrol dan manipulasi oleh konselor.
2. Dibutuhkan motivasi yang besar dalam terapi ini karena keinginan
internal untuk merubah perilaku merupakan kunci utama.
3. Behavior therapy dapat mengubah perilaku, tetapi tidak mengubah
perasaan.
4. Behavior therapy tidak menimbulkan insight.
5. Behavior therapy lebih mementingkan memperlakukan simtom-
simtomya daripada penyebab.
9
6. Behavior therapy meliputi kontrol dan manipulasi oleh terapis.
B. Teknik Konseling REBT
a. Pengertian REBT
Menurut Gerald Corey dalam bukunya “Teori dan Praktek Konseling
dan Psikoterapi” terapi rasional emotif behaviour adalah pemecahan
masalah yang fokus pada aspek berpikir, menilai, memutuskan, direktif
tanpa lebih banyak berurusan dengan dimensi-dimensi pikiran ketimbang
dengan dimensi-dimensi perasaan.
Selain itu menurut W.S. Winkel dalam bukunya “Bimbingan dan
Konseling di Institusi Pendidikan adalah pendekatan konseling yang
menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dengan akal sehat,
berperasaan dan berperilaku, serta menekankan pada perubahan yang
mendalam dalam cara berpikir dan berperasaan yang berakibat pada
perubahan perasaan dan perilaku.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa terapi rasional
emotif merupakan terapi yang berusaha menghilangkan cara berpikir klien
yang tidak logis, tidak rasional dan menggantinya dengan sesuatu yang
logis dan rasional dengan cara mengonfrontasikan klien dengan
keyakinankeyakinan irasionalnya serta menyerang, menentang,
mempertanyakan, dan membahas keyakina-keyakinan yang irasional.
b. Konsep Dasar REBT
Rational Emotive Behavior Theraphy (REBT) merupakan
pendekatan yang lebih menekankan kepada bagaimana pentingnya peran
pikiran pada tingkah laku (Dryden & Bernard, 2019). Pendekatan ini lebih
melihat bahwa individu merupakan bagian yang didominasi oleh sistem
berfikir dan sistem perasaan yang berkaitan dengan sistem psikis didalam
dirinya.
Salah satu pemikiran yang dikemukan oleh ahli bahwa individu
memiliki karakteristik yang mempunyai pikiran irasional yang berasal dari
10
proses belajar yang ia dapatkan dari orangtuanya maupun lingkungannya.
Albert Ellis juga mengemukakan bahwa ketidakbahgiaan seseorang
seseorang merupakan salah satu hasil dari peristiwa ekternal yang tidak
didapat dikontrol didalam diri individu itu sendiri. Tidak hanya dalam hal
itu, Ellis juga mengemukakan bahwa masa lalu dapat menentukan tingkah
laku saat ini dan tidak bisa diubah.
Pandangan REBT menyatakan bahwa seseroang individu dapat
menyakiti dirinya sendiri dengan pikiran yang tidak logis dan tidak ilmiah
atau mengembangakan kebahagiaan hidup dengan berfikir rasional
berdasarkan bukti maupun fakta yang ada. Berfikir irasional dapat menjadi
masalah bagi individu karena menyalahkan kenyataan dan mengandung
cara-cara yang tidak wajar atau tidak logis dalam mengiontropeksi dirinya
(Trower & Jones, 2019). Pendekatan REBT berpadangan bahwa seseorang
mengalahkan dirinya dengan berbagai cara, yaitu dengan memperkuat
keyakinana irasional tentang emosi dan kenyamana fisik
c. Tujuan REBT
Memperbaiki dan meruban sikap, persepsi, cara berfikir, keyakinan
serta pandangan klien yang irasional dan logis menjadi rasional dan logis
agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self actualizationnya
seoptimal mungkin melalui prilaku kognitif dan afektif yang positif.
Menghilangkan gangguan emosional yang merusak diri sendiri,seperti rasa
benci,rasa takut, rasa bersalah,rasa berdosa, rasa cemas, rasa was-was, dan
rasa marah dengan melatih system keyakinan hidup secara rasional serta
membangkitkan keberanian untuk memiliki kepercayaan dan kemampuan
diri sendiri dalam menghadapi masa depan.(Sayekti Pujosuwarno 1993:14)
Secara lebih khusus Ellis (Corey, 1986; 215) menyebutkan bahwa
terapi ini akan tercapai pribadi yang ditandai dengan :
1. Minat kepada diri sendiri
2. Minat sosial
11
3. Pengarahan diri
4. Toleransi terhadap pihak lain
5. Fleksibelitas
6. Menerima ketidakpastian
7. Komitmen terhadap sesuatu diluar dirinya
8. Berfikir ilmiah
9. Penerimaan diri
10. Berani mengambil resiko
11. “Non utopianism” yaitu menerima kenyataan.
d. Peran Konsor REBT dalam menangani pasca bencana

Dengan berbagai kejadian bencana yang dialami masyarakat ditengarai


menimbulkan trauma. Media massa memberitakan masalah stres atau trauma
yang dialami oleh para penyintas, masyarakat yang selamat maupun mereka
yang luka-luka akibat gempa tersebut. Juga berita-berita mengenai para pekerja
kemanusiaan atau masyarakat yang melakukan berbagai kegiatan ‘trauma
healing’ untuk membantu penyintas.
Pada dasarnya. bagaimana manusia berespon terhadap peristiwa-
peristiwa sulit seperti bencana alam, dapat berbeda-beda. Beberapa mungkin
dapat melaluinya dengan baik, namun yang lainnya mungkin mengalami
hambatan. Namun sangatlah wajar, apabila seseorang baru saja mengalami
sesuatu peristiwa yang luar biasa, seperti gempa bumi yang meluluh lantakkan
tempat tinggalnya, seseorang mengalami stres dan trauma
Dalam hal ini, seorang konselor memebrikan bantuan kepada klien yang
memiliki permasalahan baik dari aspek psikologis maupun aspek kognitifnya.
Seseroang yang mengalami trauma dapat diberikan bantuan melalui layanan
dan pendekatan sesuai dengan tingkatan dan permasalahan yang dialami
individu itu sendiri.

12
Konselor dapat mengkonforntasikan pikiran irasional yang
dikemukakan klien. Konselor dapat menggunakan berbagai teknik yang ada
untuk menstimulus klien dalam berfikir. Konselor dapat mengemabliakan terus
menerus berhubungan dengan pemikiran-pemikiran irasional.Konselor dapat
membnatu klien dalam mengajak klien u ntuk mnegatasi pemikiran-pemikiran
yang irasional menajadi rasonal dan mewujudkannya dalam perilaku yang
dimilikinya.
e. Teknik-Teknik Konseling REBT dalam penanganan pasca bencana
Dalam Konseling Rational Emotive Behavior Terdapat beberapa
teknik pada konseling REB yang dapat digunakan untuk membantu konseli
mengubah sistem keyakinan antara lain teknik kognitif, teknik pencitraan
(imagery), teknik emotif-evokatif; dan teknik behavior. Teknik pencitraan
dalam konseling rational emotive behavior melibatkan proses dimana
konseli menggunakan daya imajinasi untuk menciptakan suatu situasi
tertentu dalam pikirannya kemudian selanjutnya konseli diajak untuk
menelusuri lebih lanjut alam pikirannya kemudian menggali keyakinan-
keyakinan irrasional yang muncul dikarenakan situasi tersebut, setelah
keyakinan irrasional berhasil teridentifikasi, konseli dibawa menelusuri
berbagai kemungkinan perubahan situasi dan keyakinan rasional yang
mengiringi perubahan situasi tersebut (Dryden & Neenan, 2004: 94).
Teknik pencitraan dapat dilakukan menggunakan tiga macam
strategi, yakni :
1. Pencitraan rasional emotif, konseli diminta membayangkan gambaran
mengenai peristiwa negatif yang menjadi peristiwa pemicu (A) dan
mengubah emosi negatif tidak sehat yang mengiringi peristiwa negatif
tersebut menjadi emosi negatif yang sehat.
2. Coping imagery, konseli diminta membayangkan suatu situasi dimana
ia menggunakan keyakinan irrasional kemudian menggantinya dengan
keyakinan rasional.
13
3. Proyeksi waktu, konseli diminta memilih titik waktu ketika mengalami
peristiwa negatif yang dianggap ‘sangat buruk’ kemudian konseli
diajak untuk membayangkan bagaimana kehidupannya pada interval
waktu tertentu pasca peristiwa negatif terjadi.
Ketika menggunakan teknik pencitraan ini, konselor dipersyaratkan
untuk memiliki kecakapan verbal yang mumpuni, daya kreativitas yang
tinggi, serta kemampuan untuk menafsirkan imajinasi konseli. Proses
konseling REB melalui teknik pencitraan tetap mengacu pada proses
konseling REB pada umumnya yang terdiri atas beberapa tahapan. Dryden
dan Neenan (2004: 73) menguraikan tiga tahapan utama dalam konseling
REB yakni tahap awal, tahap pertengahan dan tahap akhir.
f. Kelebihan dan keterbatasan REBT
 Kelebihan:
1. Pendekatan ini jelas mudah dipelajari dan efektif. Kebanyakan klien
hanya mengalami sedikit kesulitan dalam mengalami prinsip atau
terminology REBT.
2. Pendekatan ini dapat dengan mudahnya dikombinasikan dengan
teknik tingkah laku lainnya untuk membantu klien mengalami apa
yang mereka pelajari lebih jauh lagi.
3. Pendekatan ini relatif singkat dan klien dapat melanjutkan
penggunaan pendekatan.
4. Pendekatan ini telah menghasilkan banyak literatul dan penelitian
untuk klien dan terais. Hanya sedikit teoti lain yang daat
mengembangkan materi biblioterai seperti ini.
5. Pendekatan ini terus menerus berevaluasi selama bertahun-tahun dan
teknik-tekniknya telah dierbaiki.
6. Pendekatan ini telah dibuktikan efektif dalam merawat gangguan
kesehatan mental parah seperti deresi dan kecemasan,

14
 Kelemahan:
1. Pendekatan ini tidak daat digumakan secara efektif pada individu
yang memunyai gangguan atau keterbatasan mental, seperti
schizophrenia dan mereka yang mempunyai kelainan pemikiran yang
berat.
2. Pendekatan ini terlalu diasosiasikan dengan enemuannya Abert Ellis,
banyak individu yang mengalami kesulitan dalam memisahkan teori
dari keeksentrikan Elis.
3. Pendekatan ini langsung dan berotensi membuat terais terlalu fanatik
dan ada kemungkinan tidak merawat klien se-ideal yang semestinya.
4. Pendekatan yang menekankan pada perubahan pikiran bukanlah cara
yang paling sederhana dalam membanyu klien mengubah emosinya.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konselor adalah pihak yang membantu klien dalam proses konseling.
Sebagai pihak yang paling memahami dasar dan teknik konseling secara luas. 2..
Sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan profesional
sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah dari kiat
pelaksanaan pelayanan profesional bimbingan dan konseling. Kompetensi
akademik merupakan landasan bagi pengembangan kompetensi profesional, yang
meliputi:
a Memahami secara mendalam konseling yang dilayani,
b Menguasai landasan dan kerangka teoretik bimbingan dan konseling,
c Menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang
memandirikan,
d Mengembangkan pribadi dan profesionalitas konselor secara berkelanjutan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Kasandra, Oemardi, Pendekatan Cognitive Behavior dalam Psikoterapi, (Jakarta:


Kreativ Media Jakarta, 2003), hlm.6
Muqodas, Idat. 2012. Cognitive-Behavior Therapy: Solusi Pendekatan Praktek
Konseling di Indonesia. Artikel Ilmiah

Dylan Trotsek. No Title No Title. J Chem Inf Model. 2017;110(9):1689-1699.


Dini Fitriani, Peran Konselor Terhadap Klien Yang Mengalami Trauma Melalui
Teknik Rational Emotif Behaviour Theraphy (REBT) di unduh pada :
https://jurnal.iicet.org/index.php/schoulid/article/view/403
Majalah news leter volume 1 2019. Di unduh : http://disasterchannel.co/wp-
content/uploads/2015/06/news_letter_14.pdf

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.uin-
suska.ac.id/19937/8/7.%2520BAB%2520II.pdf&ved=2ahUKEwjsxZ2-
8vfsAhV473MBHbCkCjQQFjABegQIDhAF&usg=AOvVaw17deQ6dotzYZdNQq
EkBm0h
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://digilib.uinsby.ac.id/14954/5/Bab
%25202.pdf&ved=2ahUKEwjsxZ2-
8vfsAhV473MBHbCkCjQQFjAMegQIExAB&usg=AOvVaw0JUaY1EGiUqtl4ED
-hn9Wi

17

Anda mungkin juga menyukai