Anda di halaman 1dari 77

GAMBARAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUNJUNGAN POSBINDU DI

KELURAHAN BABAKANSARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BABAKANSARI

KOTA BANDUNG

USULAN PENELITIAN SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Keperawatan (S.Kep.)

Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan

ARS University Bandung

Oleh :

INDRA

NIM : 88150035

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

ARS UNIVERSITY BANDUNG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Depkes RI (2014) hasil sensus penduduk tahun 2014 menunjukkan

bahwa Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk Lansia

terbanyak di dunia yakni mencapai 18,1 juta jiwa atau 9,6% dari jumlah

penduduk. Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan bahwa di tahun 2025

jumlah warga Lansia di Indonesia akan mencapai kurang lebih 60 juta jiwa.

Semakin besarnya jumlah penduduk lansia di Indonesia akan membawa dampak

positif maupun negatif. Berdampak positif, apabila penduduk lansia berada dalam

keadaan sehat, aktif dan produktif. Disisi lain, besarnya jumlah penduduk lansia

menjadi beban jika lansia memiliki masalah penurunan kesehatan yang berakibat

pada peningkatan biaya pelayanan kesehatan, penurunan pendapatan/penghasilan,

peningkatan disabilitas, tidak adanya dukungan social dan lingkungan yang tidak

ramah terhadap penduduk lansia (Depkes RI, 2014).

Salah satu bentuk perhatian yang serius terhadap Lansia yaitu terlaksananya

pelayanan pada Lansia melalui kelompok posbindu lanjut usia. Posbindu

merupakan perwujudan pelaksanaan program pengembangan dari kebijakan

pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia, sebagai suatu forum

komunikasi dalam bentuk peran serta masyarakat usia lanjut, keluarga, tokoh

masyarakat, dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya, dalam upaya

peningkatan tingkat kesehatan secara optimal (Ismawati, 2010).


Posbindu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumberdaya

masyarakat (UKBM) yang dibentuk oleh masyarakat berdasarkan inisiatif dan

kebutuhan masyarakat itu sendiri, khususnya untuk pembinaan para orang tua

baik yang akan memasuki masa lansia maupun yang sudah memasuki lansia

(Darmawan, 2013). Masalah lansia merupakan tanggung jawab semua pihak,

tidak hanya pemerintah tetapi juga masyarakat, sebagaimana tertuang dalam

pasal 8 UU No.31/1998 tentang lansia dikatakan bahwa baik pemerintah,

masyarakat, dan keluarga bertanggung jawab atas terwujudnya upaya

peningkatan kesejahteraan sosial lansia (Nugroho, 2016:75). Sebagai salah satu

tanggung jawab masyarakat terhadap lansia tersebut telah di lakukan upaya-

upaya berupa pelayanan kesehatan dasar pusat kesehatan masyarakat

(Puskesmas) yang di bantu oleh masyarakat (Kader) berupa Posyandu,

Poskesdes, Posbindu, dan lain-lain (Mariyan, 2015:4).

Posbindu lansia bertujuan untuk meningkatkan derajat, mutu kehidupan,

dan kesehatan lansia untuk mencapai masa tua bahagia dan berdaya guna dalam

kehidupan keluarga, dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya agar bisa

berprilaku sehat (PPK3 RI, 2010:9). Disamping pelayanan kesehatan, di

posbindu juga diberikan pelayanan sosial, agama, pendidikan, keterampilan,

olahraga, seni budaya serta pelayanan lain yang dibutuhkan para lansia dalam

rangka meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan kesehatan dan

kesejahteraan mereka (Komnas lansia, 2010). Oleh karena itu posbindu sudah

sesuai dengan konsep menua sehat dan menua aktif yang digagas oleh WHO

(Komnas lansia, 2010).


Keberhasilan suatu posbindu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti tingkat pengetahuan serta motivasi lansia terhadap kunjungan posbindu,

dukungan keluarga, dukungan serta sosialisasi petugas kesehatan, dan faktor

kebutuhan lansia akan kegunaan posbindu (Wijaya, 2015). Selain itu

Keberhasilan suatu Posbindu juga dapat dipengaruhi oleh keaktifan lansia untuk

datang dan serta pemeriksaan kesehatan secara rutin, dengan meningkatnya

jumlah lansia dalam kegiatan Posbindu maka akan mengurangi angka kesakitan

dan kematian lansia (Hamiluddin, 2017). Menurut Trihardini (2015) perilaku

lansia mengunjungi Posbindu sangat efektif apabila didukung oleh situasisosial

yang baik seperti: keluarga, teman, dan lingkungan sekitar merupakan

komponen penting dari terbentuknya perilaku seseorang dalam mengikuti

pelayanan kesehatan di Posbindu. Namun fenomena saat ini menunjukan fakta

yang berbeda, posbindu hanya ramai pada saat awal pendirian saja selanjutnya

lansia yang berkunjung mengikuti kegiatan posbindu semakin berkurang hal

tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor salah satunya faktor rendahnya

pengetahuan lansia akan manfaat posbindu (Soewono, 2010).

Faktor pertama yang dapat mempengaruhi lansia untuk berkunjung ke

posbindu adalah tingkat pengetahuan serta motivasi lansia terhadap kunjungan

posbindu. Pengetahuan serta motivasi lansia mengenai posbindu menjadi salah

satu faktor yang menentukan seorang lansia datang ke posbindu (Kusmaniati,

2012). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mardian Priyana (2016)

mengenai tingkat pengetahuan serta motivasi lansia terhadap kunjungan

posbindu di desa kutamekar kecamatan cariu kabupaten Bogor hasil penelitiaan


menjelaskan bahwa lansia berpengetahuan tinggi lebih besar porsinya untuk

termotivasi datang ke posbindu karena semakin tinggi pengetahuan yang

dimiliki oleh lansia maka akan semakin timbul motivasi lansia untuk

berkunjung ke posbindu.

Pengetahuan lansia mengenai posbindu menjadi salah satu faktor yang

menentukan seorang lansia datang ke posbindu. Jika pengetahuan lansia

mengenai posbindu kurang, maka lansia tersebut cenderung lebih memilih

untuk berdiam saja di rumah karena tidak mempunyai pengetahuan tentang

posbindu, apabila lansia mempunyai pengetahuan yang baik mengenai posbindu

maka, lansia tersebut akan mempunyai sikap yang positif mengenai posbindu,

sehingga para lansia mampu memanfaatkan posbindu di wilayahnya (Wiwi

Endahsari, 2016). Namun menurut penelitian yang dilakukan oleh Fazril (2014)

menjelaskan bahwa lansia yang memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai

posbindu tidak termotivasi untuk datang ke posbindu dan mengikuti

kegiatannya karena beberapa lansia berpendapat bahwa berkunjung ke

posbindu hanya membuang-buang waktu saja sehingga para lansia lebih

memilih untuk berdiam diri di rumah dan menghabiskan waktu bersama

keluarga.

Faktor kedua yang dapat mempengaruhi lansia untuk berkunjung ke

posbindu adalah dukungan keluarga. Dukungan keluarga merupakan suau

proses yang terjadi sepanjang hidup dimana didalamnya terdapat sebuah

informasi, saran, bantuannya akan sikap yang diberikan oleh keluarga dan orang

terdekat (Suyanto, 2014). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Muh Rosid
(2016) mengenai hubungan dukungan keluarga terhadap kunjungan posbindu di

desa jebluk kabupaten Jember hasil penelitian menjelaskan bahwa dukungan

keluarga di desa jebluk yang sebagian besar sudah baik yaitu dukungan

informasional, dukungan instrumental, dukungan penghargaan, sedangkan

dukungan yang kategori kurang yaitu dukungan emosional. Lansia dengan

dukungan keluarga baik dapat mempengaruhi kondisi dan perilaku lansia dalam

hal ini yaitu kunjungan lansia ke posbindu sedangkan dukungan keluarga

kategori kurang dapat mempengaruhi kondisi dan perilaku lansia yang bersifat

negatif yaitu lansia kurang mengerti dan paham mengenai kegiatan posbindu

dan mengakibaatkan kurangnya kunjungan lansia ke posbindu (Muh Rosid,

2016). Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Fadia (2017) yang menjelaskan bahwa Lansia dengan dukungan keluarga yang

penuh dapat mempengaruhi kondisi dan perilaku lansia dalam hal ini yaitu

kunjungan lansia ke posbindu dimana lansia dengan support dan dukungan

keluarga yang penuh dapat mendorong lansia untuk lebih giat lagi berkujung

serta mengikuti kegiatan posbindu secara rutin. Namun menurut penelitian yang

dilakukan oleh Anzir (2014) menjelaskan bahwa dukungan keluarga yang baik

tidak selalu dapat mempengaruhi kondisi dan perilaku lansia untuk berkunjung

dan mengikuti kegiatan posbindu hal tersebut dikarenakan lansia yang malas

untuk mengikuti kegiatan posbindu dan beranggapan bahwa mengikuti program

posbindu hanya membuang buang waktu saja.

Faktor ketiga yang dapat mempengaruhi lansia untuk berkunjung ke

posbindu adalah dukungan serta sosialisasi petugas kesehatan. Dukungan serta


sosialisasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan sangat penting karena dapat

menjadi faktor pendorong lansia untuk melakukan kunjungan ke posbindu (Nur

Oktavia, 2015). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Meieke Savitri (2018)

mengenai dukungan serta sosialisasi petugas kesehatan terhadap kunjungan

posbindu di wilayah kerja puskesmas kecamatan setiabudi kota Jakarta selatan

hasil penelitian menjelaskan bahwa lansia yang mendapat dukungan serta

sosialisasi dari petugas kesehatan mempunyai peluang lebih besar untuk aktif

berkunjung posbindu dibandingkan dengan lansia yang tidak mendapatkan

dukungan serta sosialiasi dari petugas kesehatan. Hal tersebut sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Tifana (2015) yang menjelaskan bahwa

dukungan dan sosialisasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan kepada lansia

mengenai pentingnya mengikuti kegiatan posbindu dapat mendorong lansia

untuk mengikuti kegiatan posbindu dan dapat meningkatkan pengetahuan lansia

akan pentingnya berkunjung ke posbindu. Namun menurut penelitian yang

dilakukan oleh Fazar Arga (2018) menjelaskan bahwa dukungan serta

sosialisasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan tidak selalu dapat mendorong

lansia untuk mengikuti kegiatan posbindu hal ini dikarenakan sosialisasi yang

dilakukan oleh petugas kesehatan tidak sepenuhnya diikuti oleh semua lansia

dalam suatu wilayah, hanya beberapa lansia saja yang mengikuti sosialisasi

tersebut sehingga hanya lansia yang mengikuti sosialisasi saja yang sadar akan

pentingnya mengikuti kegiatan posbindu.

Faktor keempat yang dapat mempengaruhi lansia untuk berkunjung ke

posbindu adalah faktor kebutuhan lansia akan kegunaan posbindu. Faktor


kebutuhan yaitu faktor yang secara langsung berhubungan dengan pemanfaatan

layanan kesehatan (Effendi, 2015). Menurut penelitian yang dilakukan oleh

Mardiati Najib (2017) mengenai Faktor- faktor yang berhubungan dengan lansia

akan kebutuhan posbindu di wilayah kerja puskesmas Bintara kota Bekasi hasil

penelitian menjelaskan bahwa faktor kebutuhan dalam penelitian ini yaitu

kebutuhan akan posbindu lansia yaitu diukur dari manfaat yang dirasakan

dengan berkunjung ke posbindu lansia, hasil penelitian menunjukan bahwa

sebanyak 50 responden (71,4%) merasakan manfaat dari posbindu lansia

sehingga merasa membutuhkan posbindu. Responden menyatakan manfaat

berkunjung ke posbindu lansia sebagian besar untuk memperoleh informasi

tentang kondisi kesehatan dan dapat bersilahturahmi dengan sesama lansia

(90%) juga memperoleh tentang kondisi kesehatan (86%) Mardiati Najib

(2017). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rozima (2013) menjelaskan

bahwa faktor kebutuhan lansia akan posbindu dapat menjadi acuan seorang

lansia datang dan mengikuti kegiatan posbindu secara rutin sehingga semakin

tinggi tingkat kebutuhan lansia akan kegunaan posbindu maka akan semakin

tinggi juga tingkat lansia yang berkunjung dan mengikuti kegiatan posbindu hal

ini dikarenakan manfaat yang telah dirasakan oleh lansia selama mengikuti

kegiatan posbindu. Namun menurut penelitian yang dilakukan oleh Mohammad

Ramdan (2018) menjelaskan bahwa kebutuhan lansia akan posbindu tidak

selalu membuat lansia rutin mengikuti kegiatan posbindu hal tersebut

dikarenakan manfaat yang kurang dirasakan oleh lansia selama mengikuti


kegiatan posbindu sehingga membuat lansia menjadi malas untuk mengikuti

kegiatan posbindu lagi.

Berikut merupakan tabel jumlah lansia yang terdaftar di UPT Puskesmas

berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Bandung tahun 2019

Tabel 1.1
Jumlah lansia di UPT Puskesmas yang terdaftar di Dinas Kesehatan
Kota Bandung tahun 2019

No Nama UPT Puskesmas Jumlah Lansia


1 Sukarasa 937
2 Ledeng 763
3 Karang Setra 2034
4 Sarijadi 1477
5 Sukajadi 7974
6 Sukawarna 3243
7 Sukagalih 2862
8 Pasirkaliki 7799
9 Sukajadi 2828
10 Garuda 2542
11 Babatan 914
12 Ciumbuleuit 10056
13 Cipaku 3575
14 Puter 4685
15 Dago 3774
16 Cikutra lama 4291
17 Sekeloa 639
18 Salam 1735
19 Tamansari 1231
20 Tamblong 3195
21 Balaikota 2155
22 Neglasari 2274
23 Cigadung 1405
24 Padasuka 3185
25 Pasirlayung 2663
26 Babakansari 10141
27 Babakan Surabaya 1053
28 Ibrahim aji 1618
29 Gumuruh 4160
30 Ahmadyani 1518
31 Talaga bodas 2825
32 Suryalaya 1423
33 Cijagra baru 1149
34 Cijagra lama 2645
35 Pasundan 864
36 M. Ramdan 1559
37 Pasirluyu 1036
38 Pagarsih 1918
39 Astana anyar 967
40 Lio genteng 863
41 Lindung hewan 3703
42 Citarip 3345
43 Sukapakir 4712
44 Babakan taronggong 5295
45 Kopo 865
46 Cibaduyut wetan 1901
47 Cibaduyut kidul 1014
48 Caringin 1793
49 Cibolerang 858
50 Sukahaji 5518
51 Cibuntu 5057
52 Cijerah 1727
53 Cigondewah 2368
54 Griya antapani 1973
55 Jajaway 2191
56 Antapani 1351
57 Sindang jaya 524
58 Jatihandap 520
59 Mandala mekar 1271
60 Pamulang 1551
61 Girimande 611
62 Arcamanik 2913
63 Rusunawa 976
64 Ujungberung indah 1900
65 Pasirjati 1624
66 Cinabo 2558
67 Cibiru 1752
68 Cilengkrang 1699
69 Cipadung 5655
70 Panghegar 3195
71 Panyileukan 348
72 Riung bandung 4144
73 Cempaka arum 2715
74 Cipamokolan 1500
75 Derwati 2246
76 Margahayu raya 1764
77 Sukajati 120
78 Pujang sari 283
79 Mengger 1046
80 Pasawahan 1043
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bandung 2019

Tabel 1.1 menunjukan jumlah lansia yang terdaftar di UPT Puskesmas di

kota Bandung. Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa jumlah lansia yang

terdaftar di puskesmas babakan sari sebanyak 10141 orang jumlah tersebut

dinilai lebih tinggi dari beberapa puskesmas di Kota Bandung. Sedangkan UPT

Puskesmas yang memiliki jumlah lansia terendah terdapat di wilayah Sukajati

yang berjumlah 120 orang.

Berdasarkan uraian tersebut maka, peneliti tertarik untuk melakukaan

penelitiaan tentang :

“Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Posbindu di Kelurahan

Babakan sari Wilayah Kerja Puskesmas Babakansari Kota Bandung”.

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitiaan ini adalah “Bagaimana Gambaran Faktor yang

Mempengaruhi Kunjungan Posbindu di Kelurahan Babakan sari Wilayah

Kerja Puskesmas Babakansari Kota Bandung”.

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum


Mengetahui Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Posbindu

di Kelurahan Babakan sari Wilayah Kerja Puskesmas Babakansari Kota

Bandung.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan serta motivasi lansia yang

mempengaruhi kunjungan posbindu di kelurahan babakansari wilayah

kerja puskesmas babakansari kota Bandung.

1.3.2.2 Mengetahui gambaran dukungan keluarga yang mempengaruhi

kunjungan posbindu di kelurahan babakansari wilayah kerja puskesmas

babakansari kota Bandung.

1.3.2.3 Mengetahui gambaran dukungan serta sosialisasi petugas kesehatan yang

mempengaruhi kunjungan posbindu di kelurahan babakansari wilayah

kerja puskesmas babakansari kota Bandung.

1.3.2.4 Mengetahui gambaran kebutuhan lansia akan kegunaan posbindu yang

mempengaruhi kunjungan posbindu di kelurahan babakansari wilayah

kerja puskesmas babakansari kota Bandung.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan


Lansia serta dapat mendorong minat dan motivasi mereka untuk selalu

berkunjung dan mengikuti kegiatan posbindu lansia.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi bagi perkembangan di bidang pelayanan keperawatan yang

berkaitan dengan pelayanan keperawatan posbindu, serta menambah

pengetahuan keluarga dan memotivasi lansia untuk berkunjung ke posbindu.

Selain itu dapat manambah wawasan umumnya bagi masyarakat khusunya

bagi lansia mengenai pentingnya berkunjung ke posbindu secara rutin.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Lansia

2.1.1 Pengertian Lansia

Usia lanjut adalah sekelompok orang yang sedang mengalami suatu proses

perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa decade. Menurut WHO

(2006) dalam Notoatmojo (2013), dikatakan usia lanjut tergantung konteks kebutuhan

yang tidak dipisah-pisah. Konteks kebutuhan tersebut dihubungkan secara biologis,

sosial, ekonomi dan dikatakan usia lanjut dimulai paling tidak saat masa puber dan

proses berlangsungnya sampai kehidupan dewasa. Sedangkan menurut kamus besar

bahasa Indonesia (2010) dalam Gunawan (2013), lanjut usia (lansia) adalah tahap

masa tua dalam perkembangan individu dengan batas usia 60 tahun keatas.
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan

manusia (Keliat, 2012). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), dan UU No. 13

tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang

telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

2.1.2 Batasan Lansia

Dalam menggolongkan kelompok lansia, ada beberapa pendapat yang

dikemukakan mengenai batasan usia dari kelompok lansia diantaranya :

1. Menurut WHO dalam Wiwi Endahsari (2015), batasan lansia meliputi :

a. Usia lanjut : 60-74 tahun

b. Usia Tua : 75-89 tahun

c. Usia sangat lanjut : > 90 tahun

Menurut WHO pada sekelompok ini individu tersebut sudah terjadi proses

penuaan, dimana sudah terjadi perubahan aspek fungsi seperti pada jantung, paru-

paru, ginjal dan juga timbul proses degenerasi seperti osteoforosis (pengeroposan

tulang), gangguan sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi dan timbulnya proses

alergi dan keganasan.

2. Menurut Departemen Kesehatan RI dalam Reny (2017)

Departemen kesehatan Republik Indonesia membagi lanjut usia menjadi

sebagai berikut :

a. Kelompok menjelang usia lanjut : 45-54 tahun, keadaan ini dikatakan sebagai

masa virilitas.
b. Kelompok usia lanjut : 55-64 tahun, keadaan ini dikatakan sebagai masa

persenium.

c. Kelompok usia lanjut : > 65 tahun, keadaan ini dikatakan sebagai masa senium.

3. Menurut Biren dan Jenner Tahun 2007 dalam Casey (2014)

Biren dan Jenner mengusulkan untuk membedakan antara :

a. Usia biologis: usia yang menunjuk pada jangka waktu seseorang sejak lahir

berada dalam keadaan hidup tidak mati.

b. Usia psikologis : usia yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk

mengadakan penyesuaian – penyesuaian kepada situasi hidup.

c. Usia sosial: usia yang menunjukkan kepada peran yang diharapkan atau

diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.

4. Menurut Bernice Neugarden tahun 2005 dalam (Casey, 2014)

a. Lanjut usia muda yang berumur antara 55 – 75 tahun.

b. Lanjut usia tua yaitu yang berumur `lebih dari 75 tahun.

5. Levinson tahun 2008 dalam (Reny, 2017)

Levinson membagi lanjut usia menjadi 3 kelompok yaitu:

a. Orang lanjut usia peralihan awal : 50 – 55 tahun.

b. Orang lanjut usia peralihan menengah : 55 – 60 tahun.

c. Orang lanjut usia peralihan akhir : 60 – 65 tahun

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penuaan


Menurut Effendy (2010) dalam Maryam (2012) terdapat beberapa teori yang

berkaitan dengan proses penuaan yaitu:

1. Teori Biologi

Teori biologi mencakup teori gentik dan mutasi.

a. Teori genetik dan mutasi

Menurut teori genetik dan mutasi penuaan terprogram secara genetik untuk

spesies tertentu, menua terjadi sebagai akibat perubahan biokimia yang

diprogram oleh melekul DNA setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.

Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari-sel-sel kelamin (terjadi penurunan

fungsi sel). Terjadi pengumpulan pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut

teori akumulasi dari produksi sisa sebagai contoh adalah adanya pigmen

lipofusin di sel otot jantung dan sel susunan saraf pusat pada lansia yang

mengakibatkan terganggunya fungsi sel itu sendiri.

Pada teori biologi dikenal istilah pemakaian dan perusakan yang terjadi

karena kelebihan usaha dan stres yang menyebabkan sel-sel tubuh menjadi lelah

pada teori ini juga didapatkan terjadinya peningkatan jumlah kologen dalam

tubuh lansia, tidak ada perlindungan terhadap radiasi penyakit dan kekurangan

gizi.

b. Immunology slow teory


Menurut Immunology slow teory system imun menjadi efektif dengan

bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh yang dapat menyebabkan

kerusakan organ tubuh.

c. Teori stres

Teori stres mengungkapkan semuanya terjadi disebabkan oleh sel yang biasa

digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat menahan kesetabilan

lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stress yang menyebabkan sel-sel tubuh

lelah terpakai.

d. Teori radikal bebas

Dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom)

mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat, dan

protein. Radikal ini menyebabkan sel tidak dapat melakukan regenerasi.

e. Teori rantai silang

Pada teori rantai silang di ungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua

atau usang menyebabkan ikatan yang kuat, khusunya jaringan kologen. Ikatan ini

hanya menyebabkan kurangnya elastisitas kekacauan dan hilangnya fungsi sel.

2. Teori psikologi

Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan

penambahan usia perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula

dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif.

Kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan intelegensi dapat menjadi

karakteristik konsep diri seorang lansia konsep diri yang positif dapat menjadikan
seorang mampu berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada di

tunjang dengan status-sosialnya.

Adanya penuruan intelektualitas yang meliputi persepsi kemampuan kognitif,

memori dan belajar pada usia lanjut, menyebabkan mereka sulit untuk dipahami

dan berinteraksi. Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan

dengan adanya penurunan fungsi sensorik, maka akan terjadi pula penurunan

kemampuan untuk menerima, memproses dan merespons, stimulus sehingga

terkadang akan muncul aksi/reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada.

3. Teori sosial

Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori

interaksi sosial, teori penarikan diri, teori aktivitas, teori kesinambungan, teori

perkembangan dan teori stratifikasi sosial.

Menurut Idahsari (2017), faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua

adalah:

1. Hereditas (keturunan/genetik), yang melibatkan: “jam gen”, perbaikan DNA,

respon terhadap stress dan pertahanan terhadap antioksidan.

2. Lingkungan, yang melibatkan: pemasukan kalori, penyakit-penyakit dan stress

dari luar (misalnya: radiasi, bahan-bahan kimia).

2.1.4 Kegiatan Lansia

Menurut Fazril Ibrahim (2012), masa pralansia merupakan masa persiapan

diri untuk mencapai usia lanjut yang sehat, aktif, dan produktif. Oleh karena pada

masa ini banyak perubahan yang terjadi seperti menopause, puncak karier, masa
menjelang pensiun dan rasa kehilangan (kedudukan, kekuasaan, teman, anggota

keluarga, pendapatan).

Hal-hal yang harus dipersiapkan menjelang masa lansia adalah sebagai berikut

(Rendy, 2012),:

1. Kesehatan

a. Latihan fisik/olahraga secara teratur dan sesuai kemampuan

b. Pengaturan gizi/diet seimbang.

c. Tetap bergairah dan memelihara kehidupan seks yang sehat.

d. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur (minimal 6 bulan sekali).

e. Memelihara penampilan diri yang rapi dan bersih.

f. Menghindari kebiasaan buruk yang berdampak tidak baik bagi kesehatan

(merokok, minuman keras, malas olahraga, makan berlebihan, tidur tidak

teratur, minum obat tidak sesuai anjuran, dan hubungan tidak harmonis).

2. Sosial

a. Meningkatkan iman dan takwa.

b. Tetap setia dengan pasangan yang sah.

c. Mengikuti kegiatan sosial.

d. Meningkatkan keharmonisan dalam rumah tangga.

e. Menyediakan waktu untuk rekreasi

f. Tetap mengembangkan hobi/bakat.

3. Ekonomi

a. Mempersiapkan tabungan hari tua.

b. Berwiraswasta.
c. Mengikuti asuransi.

2.1.5 Karakteristik Lansia

Menurut WHO (2005) dalam Gunawan (2017) Beberapa karakteristik lansia

yang perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia adalah:

1. Kondisi kesehatan

a. Kondisi umum: kemampuan umum untuk tidak tergantung kepada orang lain

dalam kegiatan sehari-hari seperti mandi, buang air kecil dan besar.

b. Frekuensi sakit: frekuensi sakit yang tinggi menyebabkan menjadi tidak

produktif lagi

c. bahkan mulai tergantung kepada orang lain, bahkan ada yang karena penyakit

kroniknya

d. sudah memerlukan perawatan khusus.

2. Keadaan ekonomi

a. Sumber pendapatan resmi

b. Sumber pendapatan keluarga

c. Kemampuan pendapatan

2.1.6 Pelayanan Kesehatan Pada Lansia

Menurut Tamher, S. (2014), upaya pelayanan kesehatan terhadap lansia

meliputi azas, pendekatan dan jenis pelayanan kesehatan yang di terima.

1. Azas
a. Menurut WHO (2005) dalam Tamher, S. (2014) adalah to Add Life The

Years that have been added to life, dengan prinsip kemerdekaan

(independence), partisipasi (partisipasion), perawat (care), pemenuhan

diri (self fulfillment) dan kehormatan (dignity).

b. Azas yang dianut oleh Departemen Kesehatan RI adalah Add life to the

years, add Health to life, and Add years ti life, yaitu meningkatkan mutu

kehidupan lanjut usia, meningkatkan kesehatan dan memperpanjang usia.

2. Pendekatan

Menurut World Health Organization (2004) dalam Andriana (2015),

pendekatan yang digunakan sebagai berikut

a. Menikmati hasil pembangunan (sharing the benefits of sosial

development)

b. Masing-masing lansia mempunyai keunikan (individuality of aging

persons)

c. Lansia di usahakan mandiri dalam berbagai hal (nondependence)

d. Lansia turut memilih kebijakan (choice)

e. Memberikan perawatan di rumah (home care)

f. Pelayanan harus dicapai dengan mudah (accessibillty)

g. Mendorong ikatan akrab antar kelompok/antar generasi (engaging the

anging)

h. Transportasi dan utilitas bangunan yang sesuai dengan lansia (mobility)

i. Para lansia dapat terus berguna dalam menghasilkan karya (productivity)


j. Lansia beserta keluarga aktif memelihara kesehatan lansia (self-help care

and family care).

3. Jenis

Menurut World Health Organization (2006) dalam Rinasari (2013), Jenis

pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi lima upaya kesehatan, yaitu

peningkatan (promotion), pencegahan (prevention), diagnosis dini dan

pengobatan (early diagnosis and prompt treatment), pembatasan kecacatan

(disability limitation), serta pemulihan (rehabilitation).

a. Promotif

Upaya promotif merupakan tindakan secara langsung dan tidak langsung

untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit. Upaya

promotif juga merupakan proses advokasi kesehatan untuk meningkatkan

dukungan klien, tenaga profesional, dan masyarakat terhadap praktik

kesehatan yang positif menjadi norma-norma sosial.

Upaya promotif dilakukan untuk membantu orangorang mengubah gaya

hidup mereka dan bergerak kearah keadaan kesehatan yang optimal serta

mendukung pemberdayaan seseorang untuk membuat pilihan yang sehat

tentang prilaku hidup sehat mereka.

Menurut World Health Organization (2008) dalam Utami (2015), Upaya

perlindungan kesehatan bagi lansia adalah sebagai berikut:


1) Mengurangi cedera, dilakukan dengan tujuan mengurangi kejadian jatuh,

mengurangi bahaya kebakaran dalam rumah, meningkatkan pengunaan alat

pengaman atau zat kimia.

2) Meningkatkan kemampuan di tempat kerja yang bertujuan untuk

mengurangi terpapar dengan bahan-bahan kimia dan meningkatkan

penggunaan sistem keamanan kerja.

3) Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk, bertujuan untuk

mengurangi penggunaan semprotan bahan-bahan kimia, mengurangi radiasi

di rumah, meningkatkan pengelolaan rumah, meningkatkan pengelolaan

rumah tangga terhadap bahaya, serta mengurangi kontaminasi makanan dan

obat-obatan.

4) Meningkatkan keamanan, penanganan makanan, dan obat-obatan. Hal ini

dilakukan untuk menjaga sanitasi makanan serta mencegah kemungkinan

efek interaksi dan overdosis obat-obatan.

5) Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mulut yang bertujuan

untuk mengurangi karies gigi serta memelihara kebersihan gigi dan mulut.

b. Preventif

Mencakup pencegahan primer, sekunder dan tersier

1) Melakukan pencegahan primer, meliputi pencegahan pada lansia sehat,

terdapat faktor resiko, tidak ada penyakit dan promosi kesehatan.

Jenis pelayanan pencegahan primer adalah sebagai berikut.

a) Program imunisasi, misalnya vaksin influenza.

b) Konseling: berhenti merokok dan minuman beralkohol.


c) Dukungan nutrisi.

d) Exercise.

e) Keamanan di dalam dan sekitar rumah.

f) Manajemen stres.

g) Penggunaan medikasi yang tepat.

2) Melakukan pencegahan sekunder, meliputi pemeriksaan terhadap penderita

tanpa gejala, dari awal penyakit hingga terjadi gejala penyakit belum tampak

secara klinis, dan mengidap faktor risiko.

Jenis pelayanan pencegahan sekunder antara lain adalah sebagai berikut.

a) Kontrol hipertensi

b) Deteksi dan pengobatan kanker

c) Screening: pemeriksaan rektal, mammogram, papsmear, gigi mulut dan

lain-lain

3) Melakukan pencegahan tersier, dilakukan sesudah terdapat gejala penyakit

dan cacat; mencegah cacat bertambah dan ketergantungan; serta perawatan

bertahap, tahap (1) perawatan di rumah sakit, (2) rehabilitasi pasien rawat

jalan, dan (3) perawatan jangka panjang.

Jenis pelayanan pencegahan tersier adalah sebagai berikut.

a) Mencegah berkembangnya gejala dengan memfasilitasi rehabilitasi dan

membatasi ketidakmampuan akibat kondisi kronis. Misalnya

ostreoporosis atau inkontinensia urine/fekal.

b) Mendukung usaha untuk mempertahankan kemampuan fungsi.

c. Diagnosa dini dan pengobatan


Diagnosis dini dapat dilakukan oleh lansia sendiri atau petugas profesional

dan petugas institusi:

1) Oleh lansia sendiri dengan melakukan tes diri, screening kesehatan,

memanfatkan Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia, memanfaatkan buku

Kesehatan Pribadi (BKP), serta menandatangani kontrak kesehatan.

2) Oleh petugas kesehatan/tim

a) Pemeriksaan status fisik (comprehensive geriatic assesment)

b) Wawancara masalah masa lalu dan saat ini

c) Obat yang dimakan atau diminum

d) Riwayat keluarga atau lingkungan sosial

e) Kebiasaan merokok atau minum alkohol

f) Pemeriksaan fisik diagnostik, meliputi darah lengkap, pemeriksaan pelvis

dan rektum, gerak sendi, kekuatan otot, pengliahatan dan pendengaran,

pemeriiksaan laboratorium, gula puasa per dua jam setelah makan,

kolesterol, dan trigliserida, kadar hormon bila diperlukan, serta tumor.

g) Screening kesehatan meliputi, berat badan dan tinggi badan, kolestrol dan

trigliserid, tekanan darah, kanker payudara, kanker serviks, kanker kolon

dan rektum, vius dan pendengaran, serta kesehatan gigi dan mulut.

h) Pemeriksaan status kejiwaan meliputi, status mental dan psikologis. Status

mental terdiri atas pengkajian memori, konsentrasi/perhatian, orientasi,

komunikasi dan bicara. Status psikologi terdiri atas suasana hati, perilaku,

dan kesan umum.


i) Pemeriksaan status terdiri atas kontak sosial, faktor ekonomi, penyesuaan

diri, dan orang yang merawat lansia.Kontak sosial mencakup

keluarga/teman, kelompok sosial, penggunaan sarana, serta klub lansia.

Faktor ekonomi mencangkup kadaan saat ini dan masa depan. Orang yang

merawat lansia mencakup usia, status kesehatan, keterampilan, drajat

stres, kepandaaian, serta tanggung jawab sebagai keluarga.

j) Pemeriksaan status fungsi tubuh apakah mandiri (independent), kurang

mandiri (partially), ketergantungan (dependent).

3) Pengobatan

a) Pengobatan terhadap gangguan sistem dan gejala yang terjadi meliputi

sistem muskuloskeletal, kardiovaskuler, pernapasan, pencernaan, urogenital,

hormon syaraf dan intergumen.

b) Terhadap manisfestasi klinik berupa nyeri kepala, nyeri dada, nyeri

pinggang, nyeri tungkai, nyeri kaki, demam, hipotermi, tak ada nafsu makan,

kelemahan umum, sesak napas, edema, obstipasi, gangguan kemih, gangguan

neuropsikiatri, hipertensi, klimakterium dan postat.

c) Terhadap masalah geriatri meliputi pikiran kacau (acute confusional state)

jatuh, imobilisasi, dekubitus, inkontinesia urine, inkontinesia alvi, gangguan

mata, gangguan telinga dan osteoartritis.

d. Pembatasan kecacatan

Kecacatan adalah kesulitan dalam memfungsikan kerangka, otot, dan sistem

saraf. Pengolongannya berupa hal-hal berikut ini adalah


1) Kecacatan sementara (dapat dikoreksi), kecacatan menetap (tidak bisa

dipulihkan, akan tetapi dapat disubtitusi dengan alat).

2) Kecacatan progresif (tidak bisa pulih dan tidak bisa disubstitusikan atau

diganti).

3) Langkah-langkah yang dilakukan adalah pemeriksaan (assesment),

identifikasi masalah (problem identification), perencanaan (planning),

pelaksanaan (implementation) dan penilaian (evaluation).

e. Rehabilitatif

Pelaksanaan tim rehabilitasi (petugas medis, petugas paramedis serta petugas

non medis) Prinsip :

1) Mempertahankan lingkungan yang aman.

2) Pertahankan kenyamanan, istirahat, aktivitas dan mobilitas.

3) Pertahankan kecukupan gizi.

4) Pertahankan fungsi pernafasan.

5) Pertahankan fungsi aliran darah.

6) Pertahankan kulit.

7) Pertahankan fungsi pencernaan.

8) Pertahankan fungsi saluran kemih.

9) Meningkatkan fungsi psikososial.

10) Pertahankan komunikasi.

11) Mendorong pelaksanaan tugas.


Menurut Notoatmodjo (2013) Secara umum pelayanan kesehatan pada lansia

dapat dibagi menjadi dua, yakni:

1. Pelayanan kesehatan lansia berbasis rumah sakit (Hospital Based Geriatric

Service).

2. Pelayanan kesehatan lansia di masyarakat (Community Based Geriatric

Service). Jenis pelayanan inilah yang dewasa ini menjadi tantangan bagi

kesehatan masyarakat di Indonesia, dan yang lebih memerlukan perhatian

bagi para akademisi dan praktisi kesehatan masyarakat di Indonesia.

Adapun jenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada lansia antara

lain (Notoatmodjo, 2013):

1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam

kehidupan, seperti makan atau minum, berjalan. mandi, berpakaian, dan

lain-lain.

2. Pemeriksaan status mental.

3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran

tinggi badan lalu dicatat dalam grafik indeks massa tubuh.

4. Pengukuran tekanan darah.

5. Pemeriksaan laboratorium sederhana (hemoglobin) pemeriksaan gula

dalam air seni sebagai deteksi awal ada-nya penyakit diabetes melitus, dan

pemeriksaan protein dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit

ginjal.

6. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bila diperlukan.


7. Penyuluhan, bisa dilakukan di dalam atau di luar kelompok dalam rangka

kunjungan rumah dan konseling kesehatan sesuai dengan masalah

kesehatan yang dihadapi oleh individu atau kelompok lansia.

8. Dokter praktik swasta terutama menangani para lansia yang memerlukan

tindakan kuratif insidental. Seperti telah ditemukan di atas, semua

pelayanan kesehatan harus diintegrasikan dengan layanan kesejahteraan

yang lain dari dinas sosial, agama, pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain.

Departemen kesehatan RI mempunyai 2 program kesehatan bagi lansia

(pedoman puskesmas santun lanjut usia Depkes RI 2005) dalam Notoatmodjo

(2014) yaitu:

1. Puskesmas santun lanjut usia

Puskesmas santun lanjut lansia merupakan bentuk pendekatan pelayanan

proaktif bagi lansia untuk mendukung peningkatan kualitas hidup dan

kemandirian lansia, yaitu mengutamakan aspek promotif dan preventif,

disamping aspek kuratif dan rehabilitatif. Puskesmas santun lansai mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut :

a. Pelayanan yang baik berkualitas dan sopan.

b. Memberikan kemudahan dan pelayanan bagi lansia.

c. Memberikan keringanan atau penghapusan biaya pelayanan kesehatan bagi

lansia dari keluarga miskin atau tidak mampu.

d. Memberikan dukungan bimbingan pada lansia dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatan agar tetap sehat dan mandiri.


e. Melakukan pelayanan secara proaktif untuk dapat menjangkau sebanyak

mungkin sasaran lansia yang ada di wilayah kerja puskesmas.

f. Melakukan kerja sama dengan lintas program dan lintas terkait di tingkat

kecamatan dengan asas kemitraan, untuk bersama-sama melakukan

pembinaan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup lansia.

2. Pembinaan kelompok lansia

Pembinaan kesehatan lansia melalui puskesmas dapat dilakukan terhadap

sasaran lansia yang dikelompokkan sebagai berikut:

a. Sasaran langsung

1) Pra-lansia 45-59 tahun

2) Lansia 60-69 tahun

3) Lansia resiko tinggi, yaitu usia lebih dari 70 tahun atau lansia berumur 60

tahun atau dengan masalah kesehatan.

b. Sasaran tidak langsung

1) Keluarga dimana lansia berada.

2) Organisasi soaial yang bergerak dalam pembinaan kesehatan lansia.

3) Masyarakat di lingkungan lansia berada.

4) Masyarakat luas.

c. Kegiatan-kegiatan pembinaan kesehatan lansia yang dilakukan puskesmas

adalah:

1) Pendapatan sasaran lansia


Kegiatan ini dilakukan paling tidak 2 kali setahun yang lebih efektif bila

dilakukan bekerja sama dengan petugas desa atau kelurahan setempat dan

dibantu oleh kader Desawisma.

2) Penyuluhan kesehatan lansia, pembinaan kebugaran melalui senam lansia

maupun rekreasi bersama.

3) Deteksi dini keadan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala

yang dilakukan setiap bulan melalui kelompok lansia

(posyandu/posbindu/karang lansia, dan lain-lain) atau di puskesmas dengan

instrumen KMS lansia sebagai alat pencatat yang merupakan teknologi tepat

guna.

4) Pengobatan penyakit yang ditemukan pada sasaran lansia sampai kepada

upaya rujukan ke rumah sakit bila diperlukan.

5) Upaya rehabilitatif (pemulihan) berupaya upaya medik, psikososial, dan

edukatif yang dimaksud untuk mengembalikan semaksimal mungkin

kemampuan fungsional dan kemandirian lansia.

6) Melakukan/menetapkan kerjasama dengan lintas sektor terkait melalui asas

kemitraan dengan melakukan pembinaan terpadu pada kegiatan yang

dilaksanakan di kelompok lansia atau kegiatan lainnya.

7) Melakukan fasilitas dan bimbingan dalam rangka meningkatkan peran serta

dan pemberdayaan masyarakat dalam pembinaan kesehatan lansia antara lain

dengan pengembangan kelompok lansia, dan dana sehat.

8) Melaksanakan pembinaan kesehatan lansia secara optimal dalam perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi secara berkala. Upaya ini dapat dilakukan melalui
pelaksanaan lokasi mini di puskesmas secara berkala untuk menentukan

strategi, target, dan langkah-langkah selanjutnya dalam pembinaan kesehatan

lansia.

2.2 Konsep Posbindu

2.2.1 Pengertian Posbindu

Posbindu merupakan perwujudan pelaksanaan program pengembangan dari

kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia, sebagai suatu forum

komunikasi dalam bentuk peran serta masyarakat usia lanjut, keluarga, tokoh

masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya, dalam upaya

peningkatan tingkat kesehatan secara optimal (Andriani, 2012). Posyandu lansia

adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu

yang sudah disepakati, yang digerakan oleh masyarakat dimana mereka bisa

mendapatkan pelayanan kesehatan (Ismawati, 2016).

Menurut Notoatmojo (2011), posyandu lansia merupakan wahana pelayanan

bagi kaum usia lanjut, yang dilakukan dari, oleh dan untuk kaum lansia yang

menitikberatkan pada pelayanan promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya

kuratif dan rehabilitatif. Kegiatannya adalah pemeriksaan kesehatan secara berkala,

peningkatan olahraga, pengembangan keterampilan, bimbingan pendalaman agama

dan pengelolaan dana sehat.

2.2.2 Tujuan Binaan Posbindu

Menurut Soeweno (2018), tujuan pembentukan posyandu lansia ini adalah:

1. Tujuan umum
a. Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan sehingga usia lanjut di

masyarakat, untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna bagi

keluarga.

b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan

swasta dalam pelayanan kesehatan di samping meningkatkan komunikasi

antara msyarakat usia lanjut.

2. Tujuan khusus

a. Meningkatkan kesadaran pada lansia

b. Membina kesehatan dirinya sendiri

c. Meningkatkan meningkatkan mutu kesehatan lansia

d. Meningkatkan pelayanan kesehatan lansia.

2.2.3 Kegiatan Posbindu

Kegiatan posbindu ini mencakup upaya-upaya perbaikan dan meningkatan

kesehatan masyarakat, meliputi (Ismawati 2016):

1. Promotif

Yaitu upaya peningkatan kesehatan, misalnya penyuluhan perilaku hidup

sehat, gizi usia lanjut dalam upaya meningkatkan kesegaran jasmani.

2. Preventif

Yaitu upaya pencegahan penyakit, mendeteksi dini adanya penyakit dengan

menggunakan KMS (kartu menuju sehat) lansia.

3. Kuratif

Yaitu upaya mengobati penyakit yang sedang diderita lansia.


4. Rehabilitatif

Yaitu upaya untuk mengembalikan kepercayaan diri pada lansia. Adapun

kegiatan posyandu lansia meliputi pemeriksaan kesehatan fisik dan mental

emosional yang di catat dan dipantau dengan kartu menuju sehat (KMS) untuk

mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman

masalah kesehatan yang di hadapi. Jenis pelayanan kesehatan yang dapat

diberikan kepada lanjut usia di posbindu adalah:

a. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam

kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun

tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.

b. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental

emosional dengan menggunakan pedoman metode 2 (dua) menit.

c. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran

tinggi badan dan di catat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).

d. Pengukuran tekanan darah menggunkan tensimeter dan stetoskop serta

perhitungan denyut nadi selama satu menit.

e. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat.

f. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya

penyakit gula (diabetes militus).

g. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi

awal adanya penyakit ginjal.

h. Melaksanakan rujukan ke puskesmas bilamana ada keluhan dan atau

ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir a sampai g.


i. Penyuluhan kesehatan.

j. Pemberian makanan tambahan (PMT) dapat dilakukan sesuai kebutuhan

dan kondisi setempat dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi

lanjut usia.

k. Kegiatan olahraga seperti senam lanjut usia, gerak jalan santai untuk

meningkatkan kebugaran.

l. Program kunjungan lansia ini minimal dapat dilakukan 1 (satu) bulan

sekali atau sesuai program pelayanan kesehatan puskesmas setempat.

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posbindu

Pemanfaatan posbindu merupakan peran serta masyarakat dalam melakukan

deteksi dini dan pemantauan faktor resiko PTM utama yang di laksanakan secara

terpadu, rutin dan periodik (Rani Nadira, 2014). Kelompok posbindu PTM utama

adalah hipertensi, hipotensi, diabetes mellitus (DM), kanker, penyakit jantung dan

pembuluh darah (PJPD), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan gangguan

akibat kecelakaan dan tindakan kekerasan (Raharjeng, 2012). Menurut Soeweno

(2018) terdapat 4 faktor yang dapat mempengaruhi pemanfaatan posbindu

diantaranya :

1. Tingkat pengetahuan lansia terhadap kunjungan posbindu

Pengetahuan merupakan hasil dari mengingat suatu hal, termasuk

mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja Maupun

yang tidak disengaja (Mubarak, 2011). Motivasi adalah suatu dorongan

kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk

mencapai tujuan tertentu (Weinner, 2012). Pengetahuan lansia mengenai


posbindu menjadi salah satu faktor yang menentukan seorang lansia datang

keposbindu (Kusmaniati, 2012).

2 . Dukungan keluarga

Menurut Fridman (2015) mendefinisikan bahwa dukungan keluarga

merupakan sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya,

berupa dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental

dan dukungan emosional. Dukungan keluarga merupakan suau proses yang

terjadi sepanjang hidup dimana didalamnya terdapat sebuah informasi, saran,

bantuannya akan sikap yang diberikan oleh keluarga dan orang terdekat

(Suyanto, 2014).

3. Dukungan serta sosialisasi petugas kesehatan

Dukungan merupakan suatu dorongan, motivasi atau semangat dan nasihat

kepada orang lain (Chaplin, 2011). Sosialisasi adalah proses penanaman atau

transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari generasi ke generasi dalam sebuah

kelompok masyarakat (Vander Zanden, 2013). Dukungan serta sosialisasi yang

dilakukan oleh petugas kesehatan sangat penting karena dapat menjadi faktor

pendorong lansia untuk melakukan kunjungan ke posbindu (Nur Oktavia,

2015).

4. Faktor kebutuhan lansia akan kegunaan posbindu

Kebutuhan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk

mempertahankan hidup serta untuk memperoleh kesejahteraan dan

kenyamanan (Wikipedia, 2016). Faktor kebutuhan yaitu faktor yang secara


langsung berhubungan dengan pemanfaatan serta kegunaan suatu layanan

kesehatan seperti Posbindu oleh lansia (Effendi, 2015).

2.3 Konsep Keluarga

2.3.1 Pengertian Keluarga

Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena

hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup

dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya

masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friedman, 2015).

Sedangkan menurut Ali (2010) dalam Friedman (2015), keluarga adalah dua

atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan dan

adopsi dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi satu dengan yang lainnya

dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.

2.3.2 Fungsi-Fungsi Keluarga

Firmansyah (2017) Fungsi keluarga ada lima yaitu terdiri dari :

1. Fungsi efektif

Fungsi efektif merupakan suatu basis sentral bagi pembentukan dan

keberlangsungan unit keluarga dan dengan demikian fungsi efektif merupakan

salah satu fungsi vital keluarga. Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan ini merupakan sebuah determinan kunci, apakah sebuah keluarga

tertentu akan harmonis atau tidak.

Keluarga diharapkan dapat memahami apa yang dirasakan oleh lansia,

tetap memberi perhatian, kasih sayang dan rasa aman serta membantu

mengatasi permasalahan yang dialami lansia. Bersikap sabar dan bijaksana


terhadap perilaku lansia dan terutama jangan menganggap lansia sebagai beban

bagi keluarga karena keterbatasan yang dimilikinya. Sebaiknya lansia

diharapkan dapat memahami dan menerima apa yang dirasakan dan dilakukan

oleh yang lebih muda.

2. Fungsi sosialisasi dan penempatan sosial

Sosialisasi anggota keluarga merupakan syarat fungsional silang budaya

bagi keberlangsungan masyarakat. Fungsi sosialisasi menyatakan begitu banyak

pengalaman belajar yang ada dalam keluarga dengan tujuan untuk mengajar

anggota keluarga agar bagaimana berfungsi dan menerima peran-peran sosial

antara sesama anggota keluarga lainnya. Keluarga berupa mendorong lansia

untuk terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan baik dirumah maupun diluar

rumah termasuk pengembangan hobi.

Keluarga memberikan dorongan dan memberikan fasilitas atau kemudahan

yang memungkinkan lansia untuk mengamalkan kemampuan dan keterampilan

serta kearifan yang dimilikinya. Berusaha selain meminta nasehat pada mereka

dalam peristiwa-peristiwa penting sehingga mereka merasa dihargai dan masih

memiliki peran didalam keluarga.

3. Fungsi perawatan keluarga

Menyediakan kebutuhan fisik dan perawatan kesehatan, fungsi-fungsi

fisik keluarga di penuhi oleh orangtua dengan menyediakan pangan, papan

sandang dan perlindungan terhadap bahaya. Keluarga berupaya memberikan

makanan yang bergizi sesuai dengan kebutuhan lansia dapat memberikan

tambahan vitamin. Mendorong mereka beraktifitas olah raga ringan sesuai


dengan kemampuan lansia agar tetap sehat dan bugar. Mengatur jadwal

pemeriksaan kesehatan secara berkala serta berupaya menerapkan pola hidup

sehat dalam kehidupan sehari-hari.

4. Fungsi Reproduksi

Salah satu fungsi dasar dari keluarga adalah untuk menjamin kontiniuitas

keluarga antar generasi dan masyarakat. Fungsi reproduksi pada seksualitas

bergeser menjadi fungsi rekreasi. Manusia lebih memperhatikan kehidupan

seksual sebagai suatu kesenangan. Sekitar 20% pria dan wanita mengalami

penomena seks yang padam pada usia pertengahan. Pada lansia terjadi

beberapa penurunan fungsi seksual akibat dari penurunan kadar hormon

testosteron bebas, penurunan metabolisme, proses kemunduran pada semua

organ tubuh.

5. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi meliputi tersedianya sumber-sumber dari keluarga secara

cukup finansial, ruang gerak dan materi dan pengalokasian sumber-sumber

tersebut yang sesuai melalui proses pengambilan keputusan.

2.3.3 Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan

Menurut Diana (2012), keluarga merupakan support system utama bagi

lansia dalam mempertahankan kesehatannya. Peran keluarga dalam perawatan

lansia antara lain menjaga atau merawat, mempertahankan dan meningkatkan

status mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi, serta memberikan

motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi lansia. Tugas perkembangan

keluarga merupakan tanggung jawab yang harus dicapai oleh keluarga dalam
setiap tahap perkembangan. Keluarga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan

biologis, imperatif (saling mengingatkan), budaya dan aspirasi, serta nilai-nilai

keluarga (Giana Pujiastuti, 2018).

Menurut Carter dan McGoldrick (2008) dalam Friedman (2015) tugas

perkembangan keluarga dan lansia adalah sebagai berikut:

1. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan

Pengaturan hidup pada lansia merupakan suatau faktor yang sangat

penting dalam mendukung kesejahteraan lansia. Perpindahan tempat tinggal bagi

lansia merupakan suatu pengalaman traumatis, karena pindah tempat tinggal

berarti mengubah kebisaan-kebiasaan yang selama ini dilakukan oleh lansia

dilingkungan tempat tinggalnya. Selain itu, dengan pindah tempat tinggal berarti

lansia akan kehilangan teman dan tetangga yang selama ini berinteraksi serta

telah memberikan rasa aman pada lansia.

Kondisi ini tidak dialami oleh semua lansia, karena pindah tempat tinggal

yang pernah dilakukan dengan persiapan yang memadai dan perencanaan yang

matang terhadap lingkungan baru bagi lansia, tentu akan berdampak positif bagi

kehidupan lansia.

2. Penyesuaian terhadap pendapat yang menurun

Ketika lansia memasuki masa pensiun, maka terjadi penurunan

pendapatan secara tajam dan semakin tidak memadai, karena biaya hidup terus

meningkat, sementara tabungan/pendapatan berkurang. Dengan sering munculnya

masalah kesehatan, pengeluaran untuk biaya kesehatan merupakan masalah


fungsional yang utama. Adanya harapan hidup yang meningkat memungkinkan

lansia untuk dapat hidup lebih lama dengan masalah kesehatan yang ada.

3. Mempertahankan hubungan perkawinan

Hal ini menjadi lebih penting dalam mewujudkan kebahagiaan keluarga.

Perkawinan memiliki konstribusi yang besar bagi moral dan aktivitas yang

berlangsung dari pasangan lansia. Salah satu mitos bagi lansia adalah dorongan

seks dan aktivitas sosial yang tidak ada lagi. Mitos ini tidak benar, karena

menurut hasil penelitian memperlihatkan keadaan yang sebaliknya. Studi-studi

semacam ini menentukan bahwa meskipun terjadi penurunan kapasitas seksual

secara perlahanlahan pada lansia, namun keinginan dalam kegiatan seksual terus

ada, bahkan meningkat (Lobsenz, 2005) dalam Friedman (2015).

4. Penyesuaian diri terhadap kehilangan pasangan

Tugas perkembangan ini secara umum merupakan tugas perkembangan

yang paling traumatis. Lansia biasanya telah menyadari bahwa kematian adalah

bagian dari kehidupan normal, tetapi kesadaran akan kematian tidak berarti bahwa

pasangan yang ditinggalkan akan menemukan penyesuaian kematian dengan

mudah. Hilangnya pasangan menurut reorganisasi fungsi keluarga secara total,

karena kehilangan pasangan akan mengurangi sumber-sumber emosional dan

ekonomi serta diperlukan penyesuaian untuk menghadapi perubahan tersebut.

5. Pemeliharaan ikatan keluarga antar generasi

Ada kecendrungan bagi lansia unutk menjauhkan diri dari hubungan

sosial, tetapi keluarga tetap menjadi fokus interaksi lansia dan sumber utama

dukungan sosial. Oleh karena lansia menarik diri dari aktivitas dunia sekitarnya,
maka hubungan dengan pasangan, anak-anak, cucu serta saudara menjadi lebih

penting.

6. Meneruskan untuk memahami eksistensi usia lanjut

Hal ni dipandang penting, bahwa penelaahan kehidupan memudahkan

penyesuaian terhadap situasi-situasi sulit yang memberikan pandangan terhadap

kejadian-kejadian di masa lalu. Lansia sangat peduli terhadap kualitas hidup

mereka dan berharap agar dapat hidup terhormat dengan kemegahan dan penuh

arti (Duvall, 2007) dalam Friedman (2015).

2.4 Konsep Perilaku

2.4.1. Pengertian Perilaku

Dari aspek biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau

mahluk hidup yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2014). Menurut Skiner (1938)

dalam Wijaya (2010) seorang ahli psikologi merumuskan respon seseorang atau

reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian

perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus-organisme-respon, sehingga

teori Skiner ini disebut teori “S-O-R”. selanjutnya teori Skiner menjelaskan

adanya dua jenis respon, yakni:

1. Respondent respons atau reflexive, yaitu respon yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut elicting stimulus,

karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.

2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan

berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain

(Wijaya, 2010)).
2.4.2 Pengertian Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang

(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system

pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan (Dewi, 2014). Menurut Arini

(2017) Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respond dan stimulus atau

perangsang. Dengan demikian secara lebih terinci perilaku kesehatan itu

mencakup :

1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagai mana manusia

berespon, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, mempersepsi penyakit dan

rasa sakit yang ada pada dirinya atau diluar dirinya ataupun tindakan yang

dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut)

2. Perilaku terdapat sistem pelayanan kesehatan adalah respon seseorang

terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern

maupun tradisional.

3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) yakni respon seseorang

terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kebutuhan (Ivanka, 2015).

4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior)

adalah respon seseorang Terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan

manusia (Notoatmodjo, 2014).

2.4.3. Strategi Perubahan Perilaku

Berdasarkan strategi untuk memperoleh perubahan prilaku tersebut oleh

WHO dalam Arifin Wijaya (2014) dikelompokkan menjadi tiga:

1. Menggunakan kekuatan
Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran atau

masyarakat sehingga mau melakukan (berperilaku) seperti yang

diharapkan.

2. Menggunakan kekuatan peraturan atau hukum

Perubahan perilaku masyarakat melalui peraturan, perundang-undangan,

atau peraturan-peraturan tertulis ini sering juga disebut “low

enforcement”’ atau “regulation”.

3. Pendidikan

Perubahan perilaku kesehatan melalui pendidikan atau peromosi kesehatan

ini diawali dengan cara pemberian informasi-informasi kesehatan. Dengan

memberikan informasi-informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat,

cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit dan sebagainya

akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut Arifin

Wijaya (2014).

2.4.4. Pembentukan Perilaku

Menurut Mubarok dkk (2017) perilaku terbentuk dari tiga faktor yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing factor) yaitu faktor-faktor yang

mempermudah atau memperedisposisi terjadinya perilaku seseorang,

antaralain perilaku, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan

sebagainya.

2. Faktor pemungkin (enabling factor) yaitu faktor-faktor yang memungkinkan

atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan.Seperti saran dan perasaran

atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan misalnya, Puskesmas,


posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah,

tempat olahraga, makanan bergizi, uang dan lain sebagainya (Notoatmodjo,

2012).

3. Faktor penguat (reinforcing factor) adalah faktor-faktor yang mendorong

terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun seseorang tahu dan mampu

untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya (Freeman, 2012).

2.4.5. Ranah ( Domain ) Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2014) untuk kepentingan pendidikan praktis,

dikembangkan menjadi tiga tingkat ranah perilaku, yaitu:

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terdapat objek melalui indra yang dimilikinya (mata, telinga, hidung dan

sebagainya) Notoatmodjo, 2014).

2. Sikap

Sikap merupakan respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek

tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan

(senang, tidak senang, setuju, tidak setuju dan sebagainya).

3. Tindakan atau praktik

Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab terwujudnya tindakan

perlu faktor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana.

2.4.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris

khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu (Notoatmodjo, 2014).

2. Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek, baik

yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat

langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku

yang tertutup tersebut (Sunaryo, 2014).

3. Motivasi

Motivasi adalah kondisi internal atau eksternal yang membangkitkan kita untuk

bertindak, mendorong untuk mencapai tujuan tertentu dan membuat kita tertarik

untuk kegiatan tertentu (Nursalam, 2018).

4. Lingkungan

Lingkungan dibedakan menjadi dua yakni lingkungan fisik lingkungan

dibedakan menjadi dua yakni lingkungan fisik dan lingkungan nonfisik.

Lingkungan fisik adalah lingkungan yang terdapat disekitar manusia sedangkan

lingkungan non-fisik adalah lingkungan yang muncul akibat adanya interaksi

antara manusia (Nugroho, 2018).


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian

rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian.

desain penelitian mengacu pada jenis atau macam penelitian yang dipilih untuk
mencapai tujuan penelitian, serta berperan sebagai alat dan pedoman untuk mencapai

tujuan tersebut (Setiadi, 2011). Menurut Moleong (2014) desain adalah pedoman atau

prosedur serta teknik dalam perencanaan penelitian yang bertujuan untuk membangun

strategi yang dapat menghasilkan blueprint atau model penelitian. Desain penelitian

merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat

memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian (Setiadi, 2009).

Penelitian mengenai gambaran faktor yang mempengaruhi kunjungan

posbindu menggunakan desain kuantitatif dengan metode deskriptif. Penelitian ini

bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan faktor yang dapat

mempengaruhi kunjungan posbindu di Kelurahan Babakansari Wilayah Kerja

Puskesmas Babakansari Kota Bandung.

3.2 Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2014) variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat

atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono 2010). Variabel penelitian ini adalah Faktor yang dapat

mempengaruhi kunjungan posbindu.


3.3 Kerangka Konseptual Penelitian

Faktor ` yang mempengaruhi pemanfaatan


posyandu lansia :

1. Tingkat pengetahuan lansia terhadap Lansia Frekuensi kunjungan ke


kunjungan posbindu Informasi posyandu lansia
2. Dukungan Keluarga
3. Dukungan serta sosialisasi petugas
kesehatan
4. Faktor kebutuhan lansia akan
kegunaan posbindu

(Soeweno (2018)
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku :

1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Motivasi
4. Lingkungan
```````` Keterangan :
(Nursalam, 2013)
= Diteliti

= Tidak Diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian dan Pengujian Hipotesis

Penelitian. Sumber: (Notoatmodjo, 2012)

3.4 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

3.4.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2010) Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri

atas subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam

penelitian ini adalah semua lansia yang tinggal di RW 03, RW 04, RW 05, RW 06
RW 07 Dan RW 10 Kelurahan Babakansari wilayah kerja Puskesmas Babakansari

Kota Bandung yang berjumlah 10141 Orang.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

(Sugiyono, 2016:81). Dalam penelitian ini tidak seluruh anggota populasi diambil,

melainkan hanya sebagian dari populasi. Penelitian ini mengambil sampel semua

lansia yang tinggal di RW 03, RW 04, RW 05, RW 06, RW 07 dan RW 10

Kelurahan Babakansari wilayah kerja Puskesmas Babakansari Kota Bandung. Untuk

menentukan ukuran sampel penelitian dari populasi tersebut dapat digunakan rumus

Formula Slovin (Ridwan dan Sunarto, 2014: 65)

Dimana:
n: jumlah sampel
N: jumlah populasi
e: batas toleransi kesalahan (error tolerance)
1 : Angka konstan

Dimana populasi yang digunakan sebanyak 10141 Orang Berdasarkan data

yang didapatkan terdapat 3 RW yang memiliki kunjungan Posyandu Lansia yang

rendah yaitu di RW 04 dengan jumlah populasi 1200 orang, RW 07 dengan jumlah

populasi 616 orang, dan RW 10 dengan jumlah populasi 725 orang. Maka jumlah
sampel untuk penelitian dengan margin of eror sebesar 10% sehingga akan

mendapatkan hasil sebagai berikut:

10141
n = 1+ 10141(0,1) ²

n = 99, 024

n = 100 dibulatkan
Berdasarkan perhitungan diatas, maka jumlah sampel yang diambil dalam

penelitian ini adalah sebanyak 100 orang responden lansia yang tinggal di RW 03,

RW 04, RW 05, RW 06 RW 07 dan RW 10 Kelurahan Babakansari wilayah kerja

Puskesmas Babakansari Kota Bandung.

3.4.3 Teknik Sampling

Teknik sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi. Teknik

sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar

memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dalam keseluruhan objek penelitian

(Nursalam, 2012). Teknik sampling yang digunakan adalah Probability Sampling

sampel proportionate stratified random sampling, yaitu proses pengambilan sampel

melalui proses pembagian populasi kedalam strata, memilih sampel acak sederhana

dari setiap stratum, menggabungkan kedalam sebuah sampel untuk menaksir

parameter populasi (Sugiyono, 2015).


Teknik sampling stratified dalam pengambilan sampel :

1900
1. RW 03 = x 100 = 18,73 = 19
10141

1200
2. RW 04 = x100 = 11,83= 12
10141

1800
3. RW 05 = x100 = 17,74 = 18
10141

1700
4. RW 06 = x100 = 16,76 = 17
10141

616
5. RW 07 = x100 = 6,074 = 7
10141

725
6. RW 10 = x100 = 7,14 = 8
10141

6.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud,

atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2012).

Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang disajikan ukuran dalam

penelitian. Sedangkan cara pengukuran merupakan cara dimana variabel dapat

diukur dan ditentukan karakteristiknya (Hidayat, 2013).

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Sub variabel Definisi Parameter Alat ukur Skala Skor

operasional
1 2 3 4 5 6 7
Faktor yang Tingkat Pengetahuan Pengetahuan Kuisioner Nominal Skor untuk
mempengaruhi pengetahuan lansia mengenai lansia akan jawaban
rendahnya lansia posbindu posbindu. Ya : 1
kunjungan terhadap menjadi salah Tidak : 0
posbindu kunjungan satu faktor yang
posbindu menentukan Jika skor ≤3
seorang lansia maka tergolong
datang jauh.
keposbindu. Jika skor>3
maka tergolong
dekat.

Dukungan Sikap, tindakan sikap yang Kuisioner Nominal Skor untuk


keluarga penerimaan diberikan jawaban
keluarga oleh keluarga Ya : 1
terhadap kepada
Tidak : 0
anggota lansia.
keluarganya,
berupa Jika skor ≤3
dukungan maka tergolong
informasional, tidak percaya.
dukungan Jika skor>3
penilaian, maka tergolong
dukungan percaya.
instrumental
dan dukungan
emosional.

Dukungan Dukungan serta Dukungan Kuisioner Nominal Skor untuk


serta sosialisasi yang dari petugas jawaban
sosialisasi dilakukan oleh kesehatan. Ya : 1
petugas petugas
Tidak : 0
kesehatan kesehatan
sangat penting
karena dapat Jika skor ≤3
menjadi faktor maka tergolong
pendorong tidak tahu.
lansia untuk Jika skor>3
melakukan maka tergolong
kunjungan ke tahu.
posbindu
Faktor Pemanfaatan Kebutuhan Kuisioner Nominal Skor untuk
kebutuhan serta kegunaan serta jawaban
lansia akan suatu layanan kegunaan Ya : 1
kegunaan kesehatan posbindu
Tidak : 0
posbindu. seperti Posbindu oleh lansia.
oleh lansia
Jika skor ≤3
maka tergolong
tidak terjangkau.
Jika skor>3
maka tergolong
terjangkau.
6.6 Waktu Penelitian dan Tempat Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Juli 2020

2. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Babakansari wilayah kerja Puskesmas

Babakansari Kota Bandung.

3.7 Instrument Penelitian

Sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono (2016: 132) bahwa instrumen

penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam

maupun fenomena sosial yang diamati, kemudian secara spesifik semua fenomena

disebut variabel penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuisioner yang merupakan instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan atau

pernyataan secara tertulis yang harus dijawab atau diisi oleh responden sesuai

dengan petunjuk pengisiannya. Instrument penelitian terdiri dari 4 domain yaitu :

Tingkat Pengetahuan sebanyak 5 pertanyaan, Dukungan Keluarga sebanyak 5

pertanyaan, Dukungan serta sosialisasi petugas kesehatan sebanyak 5 pertanyaan,

dan kebutuhan lansia akan kegunaan posbindu sebanyak 5 pertanyaan.

3.8 Teknik Pengumpulan Data

Menurut (Sugiyono, 2012:187) teknik pengumpulan data dapat dilakukan

dengan cara interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dan

gabungan ketiganya. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada

responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2014:193).

3.9 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

3.9.1 Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu data yang dapat dipercaya kebenarannya sesuai

dengan kenyataan. Menurut Sugiyono (2016: 172) bahwa :

Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang
sebenarnya diukur. Data yang diperoleh dari penelitian itu adalah data
empiris (teramati) yang mempunyai kriteria tertentu yang valid. Validitas
menunjukan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada
objek dengan data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa uji validitas

dilakukan untuk melihat apakah pertanyaan mewakili keberadaan variabel yang akan

diteliti atau tidak. Langkah dalam menguji validitas dilakukan dengan menguji valid

atau tidaknya jumlah pertanyaan yang ada dalam kuisioner.

Untuk mencari nilai validitas di sebuah item kita mnegkorelasikan skor item

dengan total item-item tersebut. Jika terdapat item yang tidak memenuhi syarat, maka

item tersebut tidak dapat diteliti lebih lanjut. Syarat tersebut menurut Sugiyono

(2016:179) yang harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Jika r hitung ≥ rtabel maka memenuhi persyaratan validitas.

2. Jika rhitung < rtabel maka tidak memenuhi persayaratan validitas.


Langkah- langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :

1) Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur

2) Melakukan uji coba skala pengukur pada sejumlah responden.

3) Menghitung korelasi antar masing-masing pertanyaan dengan skor total

menggunakan rumus teknik korelasi Product moment.

Rumus tersebut sebagai berikut :

N ( ∑ XY ) −( ∑ X ∑ Y )
r=
2 2
√ [ N ∑ X −(∑ X ) ][ N ∑ Y −(∑ Y ) ]
2 2

Keterangan :

r = Koefisien validitas item yang dicari

x = Skor yang diperoleh dari subjek tiap item

y = Skor yang diperoleh dari subjek seluruh item

∑x = Jumlah skor dalam distribusi X

∑y = Jumlah skor dalam distribusi Y

∑x2 = Jumlah kuadrat pada masing-masing skor X

∑y2 = Jumlah kuadrat pada masing-masing skor Y

N = Jumlah responden

3.9.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah tingkat kepercayaan hasil pengeluaran yang dilakukan

untuk mengetahui derajat kepandaian ketelitian azas keakuratan yang di tunjukan

pada instrument pengukuran. Uji reliabilitas di tunjukan untuk menguji sejauh mana

suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulang dua kali atau
lebih jadi reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana alat ukur dapat

dipercaya atau diandalkan jika alat ukur tersebut digunakan dua kali untuk konsisten

(Sofianty dan Nurhayati, 2018: 24).

Untuk mengetahui tiap instrumen pernyataan reliabel atau tidak, maka nilai

koefisien reabilitas (Alpha) tersebut dibandingkan dengan 0,6. Dimana jika nilai

Alpha lebih besar dari 0,6 maka instrumen tersebut dinyatakan reliabel, begitu pula

sebaliknya. Sebagaimana yang dinyatakan Mustafa Edwin Nasution dan Hardius

Usman (Sofianty&Nurhayati, 2018: 25) menyatakan :

Jika koefisien reabilitas (Alpha) mendekati 1 sangat baik, jika berada


diatas 0,8 baik, tetapi bila berada di bawah nilai 0,6 tidak baik.
Artinya, bila nilai Alpha berada dibawah 0,6 maka dapat dikatakan
bahwa pengukuran yang dilakukan tidak konsisten atau pengukuran
kita tidak reliable.
3.10 Prosedur Pengumpulan data dan Pengolahan Data

3.10.1 Prosedur Pengumpulan Data

Adapun prosedur atau langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

3.10.1.1 Melakukan ijin penelitian

Sebelum melakukan pengumpulan data penelitian terlebih dahulu mengajukan

ijin penelitian, adapun prosedur pengajuan ijin penelitian sebagai berikut :


a. Mengurus surat ijin penelitian di seketariat Fakultas Program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas ARS Bandung.

b. Membawa surat rekomendasi dari kampus untuk mengadakan penelitian

ke Badan Kesatuan Bangsa dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung.

c. Mengajukan ijin untuk melakukan penelitian Badan Kesatuan Bangsa dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung untuk mengajukan penelitian.

d. Membawa surat rujukan dari Badan Kesatuan Bangsa dan Pemberdayaan

Masyarakat Kota Bandung ke Dinas Kesehatan Kota Bandung.

e. Mengajukan ijin untuk melakukan penelitian ke Dinas Kesehatan Kota

Bandung.

f. Membawa surat rujukan dari Badan Kesatuan Bangsa dan Pemberdayaan

Masyarakat Kota Bandung dan Dinas Kesehatan Kota Bandung ke

Puskesmas Babakansari Kota Bandung.

g. Setelah mendapatkan data dari Puskesmas Babakansari Kota Bandung

peneliti mengurus surat untuk melakukan penelitian di kelurahan

Babakansari.

h. Setelah mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian di kelurahan

Babakansari, peneliti melakukan pemilihan sampel dengan menggunakan

teknik random sampling stratified per RW dan melakukan pengumpulan

data di kelurahan Babakansari.

3.10.2 Metode Pengolahan Data


Data hasil pengamatan diolah dengan beberapa tahapan. Menurut Hidayat

(2014), tahapan pengolahan data antara lain :

1. Editing

Mengumpulkan semua hasil perhitungan dan pengecekan kelengkapan data.

Pada tahap ini peneliti telah memeriksa kelengkapan seluruh data yang

dikumpulkan, dari hasil perhitungan dan pengecekan kelengkapan data,

hasilnya seluruh data dukungan keluarga dan kualitas hidup lansia sudah terisi

dengan lengkap.

2. Coding

Codding merupakan proses pengklarifikasian data sesuai dengan

klarifikasinya dengan cara memberikan kode tertentu. Klarifikasi data

dilakukan atas pertimbangan peneliti sendiri. Semua data diberikan kode

untuk memudahkan proses pengolahan data kategori sebagai berikut :

a. Umur : kode 1= 60-70 tahun, kode 2- 75-90 tahun.

b. Jenis kelamin : kode 1= laki-laki, kode 2= perempuan.

c. Pendidikan : kode 1=SD, kode 2= SMP, kode 3= SMA, kode 4=

diploma/PT.

d. Pekerjaan : kode 1= tidak punya pekerjaan, kode 2= PNS/TNI/POLRI,

kode 3= swasta, kode 4= wiraswasta, kode 5= petani, kode 6= Buruh.

3. Entry

Merupakan upaya memasukan data ke dalam program Statistikal

Package For the social scient (SPSS) untuk selanjutnya dilakukan analisis.
4. Cleaning

Pembersihan data melalui pengecekan kembali data yang dientry apakah data

sudah bnar atau belum. Data yang telah dientry dicocokan dan diperiksa

kembali dengan data yang didapatkan pada kuisioner untuk mengecek

kesalahan-kesalahan dengan menghubungkan jawaban satu sama lain untuk

mengetahui adanya konsistensi jawaban. Bila ada perbedaan hasil, segera

dilakukan pengecekan ulang data kemudian disajikan bentuk tabel distribusi.

5. Tabulasi

Mengelompokan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian

memasukannya ke dalam tabel. Setiap hasil kuisioner tentang dukungan

keluarga dan kualitas hidup lansia yang sudah diberi nilai dimasukan dalam

tabel. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pada waktu melakukan

pengolahan data. Pada tahap ini dilakukan kegiatan memasukan data ke dalam

tabel yang telah ditentukan nilai atau kategori faktor secara tepat dan cepat.

Penyajian data dalam penelitian ini yaitu dalam bentuk narasi dan tabel sesuai

dengan judul penelitian. Selanjutnya data yang diperoleh diolah dan dilakukan

analisis statistic.

3.11 Analisa Data

Analisa data mrupakan suatu proses atau analisa yang dilakukan secara

sistematis terhadap data yang telah dikumpulkan dengan tujuan supaya trens dan

relationship bisa dideteksi (Nursalam, 2011).

Tingkat pengetahuan lansia terhadap kunjungan posbindu


Setelah data terkumpul, dilakukan pengecekan kembali data-data yang sudah

diperoleh untuk selanjutnya diklarifikasi, ditabulasi, dan dinilai, jika jawaban “ya”

diberi nilai 1 dan jika jawaban “tidak” diberi nilai 0 (Sugiyono, 2012). Data

kemudian dikategorikan dengan ketentuan jika skor <3 maka tergolong jauh, dan

jika skor ≥ 3 maka tergolong dekat.

Dukungan keluarga

Setelah data terkumpul, dilakukan pengecekan kembali data-data yang sudah

diperoleh untuk selanjutnya diklarifikasi, ditabulasi dan di nilai, jika jawaban “ya”

diberi nilai 1 dan jika jawaban “tidak” diberi nilai 0 (Sugiyono, 2012). Data

kemudian dikategorikan dengan ketentuan jika skor < 3 maka tergolong tidak

percaya, dan jika skor ≥ 3 maka tergolong percaya pengobatan tradisional.

Dukungan serta sosialisasi petugas kesehatan

Setelah data terkumpul, dilakukan pengecekan kembali data-data yang sudah

diperoleh untuk selanjutnya diklarifikasi, ditabulasi dan di nilai, jika jawaban “ya”

diberi nilai 1 dan jika jawaban “tidak” diberi nilai 0 (Sugiyono, 2012). Data

kemudian dikategorikan dengan ketentuan jika skor < 3 maka tergolong tidak tahu,

dan jika skor ≥3 maka tergolong tahu.

Faktor kebutuhan lansia akan kegunaan posbindu

Setelah data terkumpul, dilakukan pengecekan kembali data-data yang sudah

diperoleh untuk selanjutnya diklarifikasi, ditabulasi dan di nilai, jika jawaban “ya”

diberi nilai 1 dan jika jawaban “tidak” diberi nilai 0 (Sugiyono, 2012). Data
kemudian dikategorikan dengan ketentuan jika skor <3 maka tergolong terjangkau

mampu, dan jika skor ≥ 3 maka tergolong tidak terjangkau.

Analisa data dalam penelitian ini digunakan analisa univariat yang bertujuan

untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.

Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk jenis data numeric

digunakan niali mean dan rata-rata, mediam, dan standar deviasi. Pada umumnya

dalam analisis ini hanya menghasilkan ditribusi frekuensi dan persentase dari tiap

variabel. Dalam penelitian ini hanya memiliki satu variabel yaitu faktor yang

mempengaruhi pemanfaatan Posyandu Lansia. Kemudian data ini diinterpretasikan

dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

F
P= X 100
n

Keterangan :

P = Persentase

F = jumlah pertanyaan dijawab “ya”

N= jumlah pertanyaan secara keseluruhan

(Notoatmodjo, 2005 dalam wati 2013).

Setelah dipersentasekan, data yang diperoleh kemudian dibuat menjado

distribsui frekuensi sebagai berikut :

Tabel 3.2 Persentase

Nilai persentase (%) Distribusi Frekuensi


0 Tidak Satupun

1-19 Sangat Sedikit

20-39 Sebagian Kecil

40-59 Sebagian

60-79 Sebagian Besar

80-99 Hampir Seluruhnya

100 Seluruhnya

(Sumber, Arikunto, 2013)

3.12 Etika Penelitian

Penelitian yang menggunakan manusia sebagai subyek tidak boleh

bertentangan sengan etik. Tujuan penelitian harus etis dalam artian hak responden

harus dilindungi. Pada penelitian ini, maka peneliti mendapat pengantar dari Fakultas

Ilmu Keperawatan Universitas ARS Bandung. Kemudian menyerahkan kepada Badan

Kesatuan Bangsa dan Pemberdayaan Masyarakat dan dilanjutkan kepada Kepala

Dinas Kesehatan Kota Bandung dan dilanjutkan kepada Kepala Puskesmas

Babakansari Kota Bandung untuk dapat persetujuan penelitian pada lansia. Setelah

mendapat persetujuan, harus melakukan penelitian dengan menekankan masalah etika

meliputi beberapa hal sebagai berikut :

3.12.1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden


Lembar persetujuan ini diberikan dan dijelaskan kepada responden yang akan

diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian serta manfaat

penelitian dengan tujuan responden dapat mengerti maksut dan tujuan peneliti. Bila

subjek menolak maka penelitian tidak memaksa tetap menghormati hak-hak subjek.

3.12.2 Kerahasiaan ( confidentiality)

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Rosmeri, Br Bukit(2018). Faktor-faktor yangMempengaruhi kunjungan posyandu lansia di


puskesmas tanayan raya pekanbaru tahun 2018. Skripsi
http://www.google.co.id/search. faktor tentang kunjungan posbindu. Diakses
tanggal 25 November 2019.

Adik Epy, Arimby (2015). Determinan Kunjungan Lansia ke Posbindu Senja Sejahtera
Cinere, Depok Tahun 2015. Skripsihttp://www.google.co.id/search. kunjungaan
lansia ke posbindu. Diakses tanggal 25 November 2019.

Hamiluddin (2017) Faktor yang mempengaruhi keaktifan lansia dalam kegiatan posbindu di
kelurahan mandatte di wilayah kaabupaten polewali mandar. Skripsi
http://www.google.co.id/search. keaktifan lansia dalam kegiataan posbindu.
Diakses tanggal 25 November 2019.

Kemenkes RI (2015) ‘Situasi dan analisis lanjut usia’, Kementerian KesehatanRI.

Depkes RI (2014) ‘sensus penduduk tahun 2014’ , Departemen kesehatan RI.


PPK3 RI (2010),’ analisis lanjut usia’, Panitia Pembentukan Keselamatan dan Kesehatan
kerja.
Ismawati, Cahyo. (2010). Posyandu (Pos pelayanan terpadu) dan desa siaga. Yogyakarta:
Muha Medika.
Soewono, I (2010). Pedoman pelaksanaan Posyandu Lansia Usia Lanjut. Jakarta: Komnas
Lansia.
Reinke, W. (2010). Perencanaan Kesehatan Untuk Meningkatkan Efektivitas Manajemen.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Badan Pusat Statistik Jawa Barat. (2015). http://jabar.bps.go.id.Diakses 26 November 2019.

Wiwi endah, Sari. (2016). Faktor yang mempengaruhi pemanfaatan posyandu lanjut usia di
wilayah kerja puskesmas kabupaten aceh timur. Skripsi.
http//www.google.co.id/search teori tentang faktor yang mempangaruhi
pelayanan posyandu lansia. Diakses tanggal 26 November 2019.
Melita, Nadji. (2017) Pemanfaatan Posbindu oleh lansia di kecamatan Ciomas Kabupaten
Bogor.Skripsi.http//www.google.co.id/search. Diakses 26 November 2019.
Komisi Nasional Lanjut Usia (2010). Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut Usia. Jakarta:
Komisi Nasional Lanjut Usia.
Kusmaniati (2012) Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

R, Nouci .(2012). Hubungan pengetahuan dengan sikap lansia mengenai posbindu di desa
Kertawangi kecamatan cisarua kabupaten Bandung barat.
Jurnal.http//www.google.co.id/search .diakses 4 Februari 2020.

Suyanto .(2014). Psikologi untuk keperawatan .Jakarta: EGC.

Nur, Oktavia.(2015). Gambaran dukungan keluarga terhadap pemanfaatan posbindu lansia di


kelurahan karasak kota Bandung. Jurnal. http//www.google.co.id/search.
diakses 4 Februari 2020.
Mardianti, Najib (2017). Faktor yang berhubungan dengan kunjungan lansia ke posbindu
lansia di wilayah kerja puskesmas kelurahan Bintara kota Bekasi.
Jurnal.http//www.google.co.id/search. diakses 4 Februari 2020.
Mardian, Priyana (2016). tingkat pengetahuan serta motivasi lansia terhadap kunjungan
posbindu di desa kutamekar kecamatan cariu kabupaten Bogor. jurnal.
http//www.google.co.id/search. diakses 16 Februari 2020
Muh, Rosid (2016). mengenai hubungan dukungan keluarga terhadap kunjungan posbindu di
desa jebluk kabupaten Jember. jurnal. http//www.google.co.id/search. diakses 16
Februari 2020
Fazril (2014). faktor tingkat pengetahuan yang dapat mempengaruhi kunjungan posbindu.
Jurnal. . http//www.google.co.id/search. diakses 17 April 2020
Fadia (2017). Peran serta dukungan keluarga terhadap kunjungan posbindu. Jurnal
.http//www.google.co.id/search. diakses 17 April 2020

Anzir (2014). Peran keluarga kepada lansia yang dapat mempengaruhi ke kunjungan
posbindu. Jurnal .http//www.google.co.id/search. diakses 17 April 2020

T`ifana (2015). Peran sosialisasi petugas kesehatan terhadap kunjungan posbindu di wilayah
kerja puskesmas karasak Bintara kota Bekasi. Jurnal
.http//www.google.co.id/search. diakses 17 April 2020

Fazar Arga (2018). Peran sosialisasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan kepada lansia
terhadap kunjungan posbindu di wilayah kerja puskesmas kutawaringin Kabupaten
Bandung. . Jurnal .http//www.google.co.id/search. diakses 17 April 2020

Rozima (2013). Faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan lansia akan kegunaan
posbindu. Jurnal .http//www.google.co.id/search. diakses 17 April 2020

Ramdan , Mohammad (2018). Faktor yang dapat mempengaruhi lansia akan


kegunaan posbindu. Jurnal .http//www.google.co.id/search. diakses 17 April
2020
Wijaya (2015). Faktor yang mempengaruhi keberhasilan posbindu. Jurnal
.http//www.google.co.id/search. diakses 17 April 2020

Depkes.(2005).Kegiatan kesehatan di kelompok usia lanjut. Edisi 2. Jakarta: Depertemen


Kesehatan Republik Indonesia.di Kelompok Usia Lanjut. Jakarta:

Friedman, M. Marilyn (2015). Keperawatan Keluarga: Teori dan Peraktik. Jakarta: EGC.

Maryam, R. (2012). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba.

Notoatmodjo,S. (2013). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.

. (2014). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka


Cipta.
. (2011). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka
Cipta.

Nugroho Wahjudi. (2018). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC

Nursalam. (2018).Perancanaan Kesehatan Untuk Meningkatkan Efektifitas Manajemen.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Reny Yuli Aspiani. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jilid 1. Jakarta: CV.
Trans Info Media.

Skinner. (1938). Dalam: Notoatmodjo. (2014). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bab V,


Pendidikan dan Perilaku.

Soeweno, I. (2018). Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lansia Usia Lanjut. Jakarta: Komnas
Lansia.

Suyanto .(2014). Psikologi untuk keperawatan .Jakarta: EGC.

Tamher, S. (2014). Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika. WHO. (2004),(2005),(2006). Batasan Lanjut Usia. USA.

Ismawati. (2016). Konsep Posbindu. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Mubarok. (2011). Pengetahuan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam


Pendidikan. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Weinner. (2012). Motivasi Diri. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Kusmaniati (2012) Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaplin. (2011). Peran dukungan dalam organisasi. Jakarta: EGC

Vander Zanden (2013). Sosialisasi Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


Nur, Oktavia.(2015). Gambaran dukungan keluarga terhadap pemanfaatan posbindu lansia di
kelurahan karasak kota Bandung. Jurnal. http//www.google.co.id/search.
diakses 4 Februari 2020.
www.wikipedia.co.id diakses 24 februari 2020

Gunawan (2013). Konsep dasar lansia. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Endahsari , Wiwi (2015). Batasan lansia. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Casey (2014). Kriteria Lansia. Jakarta: Salemba.


Effendy (2010). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penuaan. Jakarta: Komnas
Lansia.

Ibrahim, Fazril (2012). Kegiatan Lansia. Jilid 1. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Rendy (2012). Menjelang masa lansia. Jakarta: Rineka Cipta.
Gunawan (2017). Karakteristik Lansia. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Andriana (2015). Pelayanan kesehatan pada lansia. Teori dan Peraktik. Jakarta: EGC.

Rinasari (2013). Pelayanan kesehatan menjelang masa lansia. Jakarta: Rineka Cipta.

Utami (2015). Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia. Edisi 1. Jakarta: Depertemen

Kesehatan Republik Indonesia.di Kelompok Usia Lanjut. Jakarta:

Andriani (2012). Posbindu. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Firmansyah (2017). Fungsi duungan keluarga. Jakarta: CV. Trans Info Media

Diana (2012). Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press

Pujiastuti, Giana (2018). Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

Wijaya (2010). Konsep dasar perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

(Dewi, 2014). Perilaku dalam dunia kesehatan. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Arini (2017). Konsep dalam berperilaku. Jakarta: Rineka Cipta

Ivanka (2015). Perilaku Kesehatan. Jakarta: Salemba.


Wijaya, Arifin (2014) . Strategi Perubahan Perilaku. Jakarta: Salemba.
Arikonto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Revisi VI).
Jakarta:PT. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2010).Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

(2012) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2010).Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:


Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrument Penelitian. Jakarta : Salemba Medika.

, (2013). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:


Pedoman Sekeripsi, Tesis dan Insrumen Penelitian. Jakarta: Salemba Medika

Sugiyono. (2016). Statistika Untuk Penelitian.Bandung.Alfabeta

(2010). Statistika Untuk Penelitian.Bandung.Alfabeta

(2012). Statistika Untuk Penelitian.Bandung.Alfabeta

(2014). Statistika Untuk Penelitian.Bandung.Alfabeta.

Dinkes, RI. (2012) Kesiapan Kesehatan.

Diamonalisa, N. (2018) Statistik Penelitian. Bandung: Universitas Islam Bandung.

Setiadi. (2017). Konsep dan Penilisan Riset keperawatan (Edisi Pertama). Yogyakarta: Graha
Ilmu.

(2009) Konsep dan Penilisan Riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Nur, Oktavia.(2015). Gambaran dukungan keluarga terhadap pemanfaatan posbindu lansia di


kelurahan karasak kota Bandung. Jurnal. http//www.google.co.id/search.
diakses 4 Februari 2020

Ismawati. (2016). Konsep Posbindu. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Soeweno, I. (2018). Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lansia Usia Lanjut. Jakarta: Komnas
Lansia.

Moleong (2014). Metode Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Hidayat (2013). Definisi operasional. Yogyakarta. Graha Ilmu


PERNYATAAN PERSETUJUAN
Inform Consent

Saya menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam pengambilan data atau


sebagai responden pada penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Prodi S-1
Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas ARS Bandung.

Judul Penelitian: “Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Posbindu di


Kelurahan Babakansari Wilayah Kerja Puskesmas Babakansari Kota Bandung”

Peneliti : Indra

NIM : 88150035

Saya percaya yang saya informasikan dijamin kerahasiaannya.

Demikian secara sukrela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, saya
bersedia berperan serta dalam penelitian.

Bandung, April 2020


Peneliti Responden

Indra

88150035

Kuesioner Penelitian

Petunjuk Pengisian

Bapak / Ibu saya harapkan:

1. Menjawab setiap pertanyaan yang tersedia dibawah ini dengan memberi tanda (√)
atau (x) pada jawaban yang sesuai.

2. Semua pertanyaan harus dijawab.

3. Bila ada yang kurang dimengerti, dapat ditanyakan kepada peneliti.

A. Data Demografi

1. Kode (diisi oleh peneliti) : ...................................................................

2. Nama : ....................................................................

3. Usia : ....................................................................

4. Jenis kelamin : ....................................................................

5. Agama : ....................................................................
6. Pendidikan terakhir : .....................................................................

7. Pekerjaan sebelumnya : .....................................................................

8. Status perkawinan : .....................................................................

B. Kuesioner Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Lansia ke


Posbindu

a) Tingkat pengetahuan lansia terhadap kunjungan posbindu

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah anda pernah mendengar mengenai
posbindu
2 Apakah disekitar tempat tinggal anda ada
posbindu
3 Apakah posbindu dilaksanakan setiap sebulan
sekali
4 Apakah pengukuran berat badan dan
pemeriksaan tekanan darah merupakan
kegiatan rutin dilakukan di posbindu
5 Apakah posbindu dibentuk untuk
mensejahterakan Lansia

b) Dukungan keluarga

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah keluarga anda pernah memberikan
informasi tentang apa itu posbindu
2 Apakah keluarga anda pernah memberikan
informasi tentang adanya program posbindu
3 Apakah keluarga anda pernah menyarankan
untuk berkunjung ke posbindu
4 Apakah keluarga anda pernah mengantar anda
ke Posbindu
5 Apakah anggota keluarga anda memanfaatkan
posbindu

c) Dukungan serta sosialisasi petugas kesehatan

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah petugas kesehatan memberikan
sosialisasi mengenai posbindu
2 Apakah petugas kesehatan menjelaksan
mengenai manfaat posbindu
3 Apakah petugas kesehatan membantu lansia
pada saat pelaksanaan posbindu
4 Apakah petugas kesehatan memberikan
pembinaan kepada lansia pada saat pelaksanaan
posbindu
5 Apakah sosialisasi mengenai posbindu yang
dilakukan oleh petugas kesehatan mudah
dimengerti

d) Faktor kebutuhan lansia akan kegunaan posbindu.

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah anda pernah memanfaatkan posbindu di
wilayah kerja puskesmas Babakansari sejak 6
bulan terakhir ini
2 Jika Ya, apakah anda rutin mengunjungi
posbindu setiap bulannya
3 Apakah anda merasakan posbindu bermanfaat
4 Apakah anda merasakan perubahan dalam
kesehatan setelah mengikuti posbindu
5 Apakah kegiatan posbindu di puskesmas
Babakansari memberikan manfaat bagi anda

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN


Kepada
Yth:
Bapak/Ibu ................................
di
Tempat
Dengan hormat,
Peneliti adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas ARS
Bandung yang akan melakukan studi pendahuluan penelitian dengan judul
“Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Posbindu di Kelurahan
Babakansari Wilayah Kerja Puskesmas Babakansari Kota Bandung”, dengan identitas
diri sebagai berikut:

Nama : Indra

NPM : 88150035

Studi pendahuluan ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam


menyelesaikan tugas akhir program studi S.1 Keperawatan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas ARS Bandung. Tujuan studi pendahuluan ini adalah untuk
mengetahui faktor yang mempengaruhi Kunjungan Lansia ke Posbindu. Untuk itu
peneliti mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu untuk bersedia menjadi responden
dalam penelitian ini. Apabila Bapak/Ibu bersedia berpartisipasi dalam studi
pendahuluan ini, diharapkan untuk menandatangani lembar pernyataan menjadi
responden (terlampir). Atas kesediaan dan kerjasama Bapak/Ibu, peneliti
mengucapkan banyak terima kasih.

Peneliti

Indra

NPM 88150035

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Agama :
No. Responden :
Dengan ini menyatakan bersedia menjadi responden pada studi pendahuluan
yang berjudul “Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Posbindu di
Kelurahan Babakansari Wilayah Kerja Puskesmas Babakansari Kota Bandung”.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesadar-sadarnya dan tanpa paksaan
dari pihak manapun, serta agar dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bandung, ..................... 2020

Responden

Anda mungkin juga menyukai