Anda di halaman 1dari 38

SHARIA INSTITUTE

Fiqh Muamalah Part 1


Minggu, 17 Desember 2017
Grup WhatsApp #4 Sharia Institute (Agency Property Syariah)
Moderator : kang Anggi Sugih
Pemateri : Ustadz Farhan Alwayni

FIQH MUAMALAH
PART 1

Materi 01 : Mindset/ Pola Pikir Marketing Syariah


Materi 02 : Mengenal Riba
Materi 03 : Mengenal Praktek Riba
Materi 04 : Perbedaan KPR Syariah dan KPR Bank
Materi 05 : Mengenal Syirkah Dalam Islam
Materi 06 : Mengenal Syirkah Dalam Properti
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. TIdak ada bagian dalam
produk ini yang boleh diperbanyak, disebarkan, atau diproduksi ulang
dalam berbagai cara apapun, termasuk secara elektronik atau
mekanik. Dilarang keras untuk penggunaan tanpa izin dari penulis
(Kang Anggi Sugih)
Terkecuali meminta ijin dan tidak merubah semua tulisan yang ada.
Terima Kasih
Kang Anggi Sugih :
10 Menit lagi akan segera dimulai materinya seputar apa ya?
Pada jam 20:30 akan mulai materi
Sekarang saya akan paparkan dulu siapa itu Ust Farhan

Bernama dalam KTP adalah FARHAN


namun sekarang dikenal sebagai Ustadz Farhan Alwayni yang fokus di
bidang properti syariah sejak +- 3 tahun lalu.
Beliau dikenal sebagai ustadz Riba atau menggeluti bidang Fiqh Muamalah
khususnya properti syariah
Saya kenal sejak +- 3 tahun lalu dan berjuang bersama dalam
membesarkan properti syariah dengan sistem yang halal sesuai islami
Beliau sudah memiliki beberapa Agency dan Developer, namun kini fokus
membesarkan salah satu agency nya bersama rekan yang lain
Semoga materi kali ini bisa membuka hati dan pemikiran kita bahwa
"Syariah itu Sempurna" dan "Indah"

Ust Farhan Alwayni :


Baik terima kasih kang anggi atas waktu dan tempat
Sudah siap gelar tiker,kopi dan kacang ya 😬😬
Saya mulai ya

Assalamu'alaykum
Warohmatullahi
Wabarokatuh
Bismillah..
Alhamdulillah.
Marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla yang selalu
memberikan kenikmatan kepada kita..
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulallahu
shallallahu alayhi wa sallam
Beserta para keluarga para sahabat dan juga para pengikutnya

Baik sebelum memulai materi saya akan sedikit memperkenalkan diri ya

Nama: Farhan Alwayni


Alamat: Cimanggu Bogor
Pengalaman Dunia Properti:
✅ Agustus 2015: Training Marketing Properti Syariah selama 11 hari 10
malam

✅ Agustus 2015-Februari 2016: Konsultan Marketing di ARM

✅ Maret 2016: Founder Indo Properti Syariah

✅ Oktober 2016-Juli 2017: Owner Hasanah Land

✅ Agustus 2017: Founder Nabawi Land

Nah sedikit saja ya perkenalannya

Karena kalau banyak itu namanya nulis buku


Ust Farhan Alwayni :
Nah sedikit saja ya perkenalannya

Karena kalau banyak itu namanya nulis buku 😬😬

Alhamdulillah...
Senang sekali malam hari ini bisa berjumpa dgn teman2 sekalian walaupun
hanya lewat dunia maya
In syaa Allah menambah kebaikan dan keberkahan ya 😊
Malam ini dgn ijin Allah kita akan bersama2 membahas tentang beberapa
materi fiqih muamalah ya
Karena sebelum kita berjualan malam kita harus mengetahui ilmunya agar
tdk terjerumus dalam riba dan akad2 bathil lainnya
Saya akan berikan beberapa materi dan silahkan teman2 baca dan pelajari
ya

MATERI 01:
POLA PIKIR MARKETING SYARIAH

t.me/fiqhmuamalahbisnis

Masuk channel nya dan download audionya


MATERI 02 :
MENGENAL RIBA

Baiklah….dimateri yang kedua ini akan dibahas tentang mengenal riba

Sudah siap semua? Yang jomblo siap bertempur? Yang sudah menikah
bersiap2 juga ya?

Silahkan yang sudah menikah bisa menyimak bersama suami/istrinya


supaya lebih semangat…

Nah buat yang jomblo jangan bersedih hati ya.. Kalau kedinginan silahkan
peluk rice cooker yang lagi nyala…he..he.. Maaf ya jangan di ambil hati.
Saya Cuma serius koq ga niat bercanda

Baiklah kita mulai sekarang ya…

“Pedagang yang jujur lagi amanah akan bersama dengan para nabi dan
orang-orang yang jujur (di surga).”

Siapa yang tidak ingin masuk surga bersama para nabi, sebuah harapan
yang sangat didambakan oleh setiap muslim. Kenikmatan surga,
kenikmatan yang tak pernah terlihat oleh mata, yang tak pernah terdengar
oleh telinga dan tak pernah terbetik di hati manusia. Di dalamnya ada
bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah
disentuh oleh manusia sebelum mereka.
Ayooo..Siapakah disini yang ingin masuk surga? Saya yakin pasti semua
ingin masuk surga ya… Apalagi kalau dengar kata2 Bidadari Surga, yang
jomblo langsung semangat nih..ngantuknya hilang…he..he..

Saya doakan semoga penghuni group ini menjadi penghuni surga…Aamiin

Nah ternyata…Ada lho salah satu pekerjaan yang bisa membawa kita
menuju surga yang kita dambakan yaitu menjadi seorang pedagang atau
marketing. Tapi perlu diingat, syaratnya adalah seorang pedagang yang
jujur dan amanah.

Jadi teman2 sebagai seorang marketing harus punya sifat jujur dan
amanah. Misal kalau bikin iklan harus jujur dan jangan terlalu mengada-
ngada sehingga menghalalkan segala cara supaya buyer terpikat.

Kemudian kalau diberi amanah oleh developer maka harus di jaga dan
dijalankan dengan baik amanah tersebut.

Nah jika kita sungguh2 menerapkan sifat jujur dan amanah dalam jualan
maka in syaa Allah kita bisa menjadi salah satu orang yang di rindukan
surga.

Kemudian… Ada lagi nih yang harus kita lakukan jika kita ingin di rindu
surga. Kita harus membantu saudara2 muslim kita…

Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya, maka Allâh Azza wa Jalla


senantiasa akan menolongnya. Barangsiapa melapangkan kesulitan orang
Muslim, maka Allâh akan melapangkan baginya dari salah satu kesempitan
di hari Kiamat dan barangsiapa menutupi (aib) orang Muslim, maka Allâh
menutupi (aib)nya pada hari Kiamat. HR. Bukhâri (no. 2442 dan 6951),
Muslim (no. 2580) dan Ahmad (2/91), Abu Dâwud

Lalu kenapa kita harus membantu saudara2 muslim kita dalam jual beli
properti? Jawabannya adalah karena saat ini mayoritas muslim terjebak
oleh sistem ribawi di negeri ini. Riba saat ini merajalela di Indonesia dan
kita harus peduli akan kondisi ini. Kita harus bersemangat membantu
mereka agar terlepas dari jeratan ribawi.

Coba deh lihat marketing2 berdasi yang begitu semangat menawarkan


kendaraan dan properti dengan konsep sistem ribawi. Masa kita kalah sih
sama mereka yang penuh percaya diri dan ga malu2 menawarkan produk
ke konsumen.

Ayooo jangan mau kalah dengan mereka ya…kita harus lebih semangat
Karena yang kita jalankan adalah pekerjaan mulia. Walaupun belum
pernah closing in syaa Allah tetap mendapatkan pahala kebaikan dari Allah
‘Azza wa Jalla karena di sisi Allah tidak ada yang sia2 saat kita melakukan
kebaikan.

Nah namun…agar kita bisa membantu mereka maka kitapun harus


mengetahui ilmu tentang jual beli dalam islam agar prosesnya menjadi jual
beli yang baik. Jadi kita sebagai marketing properti syariah harus faham
tentang apa itu riba.

Nah jadi sekarang kita akan bahas tentang RIBA ya…


SEORANG PEDAGANG HARUSLAH MEMAHAMI HAKEKAT RIBA

‘Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Janganlah seseorang berdagang di


pasar kami sampai dia paham betul mengenai seluk beluk riba.”

‘Ali bin Abi Tholib mengatakan, “Barangsiapa yang berdagang namun


belum memahami ilmu agama, maka dia pasti akan terjerumus dalam riba,
kemudian dia akan terjerumus ke dalamnya dan terus menerus
terjerumus.” (Mughnil Muhtaj, 6/310)

Hadist2 diatas melarang kita untuk tidak berjualan kalau kita belum
memahami tentang ilmu agama dalam berjualan. Karena apa? Karena bisa
terjerumus dalam riba lhooo…

APA ITU RIBA?

Secara etimologi, riba berarti tambahan (al fadhl waz ziyadah). (Lihat Al
Mu’jam Al Wasith, 350 dan Al Misbah Al Muniir, 3/345). Juga riba dapat
berarti bertambah dan tumbuh (zaada wa namaa). (Lihat Al Qomus Al
Muhith, 3/423)

HUKUM RIBA

Ibnu Qudamah mengatakan,

“Riba itu diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah, dan Ijma’


(kesepakatan kaum muslimin).” (Al Mughni, 7/492)
Bahkan tidak ada satu syari’at pun yang menghalalkan riba. Al Mawardiy
mengatakan, “Sampai dikatakan bahwa riba sama sekali tidak dihalalkan
dalam satu syari’at pun. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

“Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka


Telah dilarang daripadanya.” (QS. An Nisaa’: 161). Maksudnya adalah riba
ini sudah dilarang sejak dahulu pada syari’at sebelum Islam. (Mughnil
Muhtaj, 6/309)

Di antara dalil Al Qur’an yang mengharamkan bentuk riba adalah firman


Allah Ta’ala,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan


berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imron: 130)

Dari penjelasan diatas, semua ulama sepakat bahwa RIBA hukumnya


haram baik berdasarkan AlQuran, AlHadist dan Ijma. Nah sekarang kita
bahas ya apa saja dosa-dosa riba…

DOSA-DOSA RIBA

1. Riba Termasuk Dosa Besar Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Jauhilah tujuh dosa besar yang akan
menjerumuskan pelakunya dalam neraka.” Para sahabat bertanya, “Wahai
Rasulullah, apa saja dosa-dosa tersebut?” Beliau mengatakan, “[1]
Menyekutukan Allah, [2] Sihir, [3] Membunuh jiwa yang diharamkan oleh
Allah kecuali dengan alasan yang dibenarkan, [4] Memakan harta anak
yatim, [5] memakan riba, [6] melarikan diri dari medan peperangan, [7]
menuduh wanita yang menjaga kehormatannya lagi (bahwa ia dituduh
berzina).” (HR. Bukhari no. 2766 dan Muslim no. 89)
Dalam hadits diatas dijelaskan bahwa dosa besar ada 7 dan RIBA
termasuk salah satunya. Jadi jika kita melakukan transaksi Ribawi maka
kita telah melakukan dosa besar lho.

2. Pelaku Riba Di Laknat Oleh Rasul Shallallahu ‘alayhi wa sallam

Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir),


orang yang menyerahkan riba (nasabah), pencatat riba (sekretaris) dan
dua orang saksinya.” Beliau mengatakan, “Mereka semua itu sama.”(HR.
Muslim no. 1598)

Maksud perkataan “mereka semua itu sama”, Syaikh Shafiyurraahman Al


Mubarakfury mengatakan, “Yaitu sama dalam dosa atau sama dalam
beramal dengan yang haram. Walaupun mungkin bisa berbeda dosa
mereka atau masing-masing dari mereka dari yang lainnya.” (Minnatul
Mun’im fi Syarhi Shohihil Muslim, 3/64)

Bagaimana perasaan teman2 jika Rasul Shallallahu alayhi wa sallam


mencintai kita? Sungguh pasti hati kita akan berbunga2. Tapi kalau
sebaliknya gmana? Di laknat Rasul karena kita melakukan transaksi ribawi.
Silahkan dibayangkan…

3. Seperti Berzina Sebanyak 36 Kali

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Satu dirham yang


dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui,
lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36
kali.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani
dalam Misykatul Mashobih mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Ada yang tau 1 dirham berapa rupiah? 1 dirham itu sekitar 60 ribu rupiah.
Kebayang ga sih dengan nilai riba 60 ribu saja kita seperti berzina
sebanyak 36 kali. Coba deh bayangkan jika ribanya dihasilkan dari jual beli
rumah yang ribanya ratusan juta rupiah. Na’uzhubillahi min dzalik

4. Seperti Berzina Dengan Ibu Kandung

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Riba itu ada 73 pintu


(dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai
ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila
seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al
Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih dilihat dari jalur lainnya)

Apakah teman2 di sini sayang kepada ibu?

Pasti dong… Kalau sayang dengan ibu tapi kita masih melakukan riba
maka dosanya seperti menzinahi ibu kita lho…Serem banget ga sih dosa
riba yang satu ini? Semoga Allah menghindari kita dari perbuatan ini.
Aamiin

5. Siap Mendapat Adzab Allah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila telah marak


perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk
negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah.”
(HR. Al Hakim. Beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi

Ada yang siap kalau misal kampungnya di adzab sama Allah? Ayooo cung
tangannya???…he…he..

Nah kalau ada praktek ribawi yang marak di sebuah tempat dan ditambah
maraknya perzinahan maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan
adzab Allah untuk mereka.

6. Diperangi Allah dan Rasul

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan


tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba),
maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.” (Al
Baqarah: 278-279)

Kebayang ga sih kita kalo Allah dan Rasul memerangi kita? Sama satpol
PP aja takut ya…

Nah itulah beberapa dosa-dosa Riba. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla


memberikan kita kemudahan untuk menjauhkan dosa-dosa tersebut.
Aamiin
MATERI 03:
MENGENAL PRAKTEK RIBA
MENGENAL PRAKTEK RIBA DI SEKITAR KITA

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu'alaykum Warohmatullahi Wabarokatuh

Alhamdulillah... In syaa Allah di malam hari ini kita akan bersama-sama


belajar kembali yaitu materi ketiga.

Sebelum dimulai... Marilah senantiasa kita panjatkan rasa syukur kita


kepada Allah atas kenikmatan yang sampai hari ini masih Allah berikan
kepada kita semua yaitu nikmat imam, islam dan juga nikmat kesehatan
yang dengan kenikmatan itu semua kita masih dapat beribadah dan
menuntut ilmu dengan baik.

Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah


Shollallahu 'alayhi wa sallam. Beserta para keluarga, para sahabat dan
juga para pengikutnya yang senantiasa menjalan sunnah2 beliau.

Baik kita mulai ya...

Beberapa pertemuan sebelumnya kita sudah penah membahas tentang


definisi, hukum dan dosadosa riba.

Nah sekarang kita akan membahas tentang praktek riba di sekitar kita.
Sahabat2 marketing properti syariah, kehidupan manusia terus
berkembang dari sisi modernisasi. Namun perkembangan ini jangan
sampai menabrak rambu2 syariah dan bahkan bentuk kemaksiatanpun
mengalami modernisasi dalam pola dan aplikasinya. Nah salah satunya
adalah riba, pola transaksi atau transaksi ribapun mengalami modernisasi.

Nah agar kita tidak terjebak dan bisa terhindar dari transaksi riba maka kita
perlu mengetahui mengenai jenis-jenis riba dan juga contoh-contoh praktek
riba di sekitar kita.

JENIS-JENIS RIBA

Mayoritas ulama menyatakan bahwa riba bisa terjadi dalam dua hal, yaitu
dalam hutang (dain) dan dalam transaksi jual-beli (bai’). Keduanya biasa
disebut dengan istilah riba hutang (riba duyun) dan riba jual-beli (riba
buyu’).
Baik kita akan bahas satu persatu ya

RIBA DALAM HUTANG

Riba dalam hutang dikenal dengan istilah riba duyun.


Apa itu riba duyun?
Yaitu manfaat tambahan terhadap hutang. Riba ini terjadi dalam transaksi
hutang-piutang (qardh) atau pun dalam transaksi tak tunai selain qardh,
semisal transaksi jual-beli kredit (bai’ muajjal).

Perbedaan antara hutang yang muncul karena qardh dengan hutang


karena jual-beli adalah asal akadnya. Hutang qardh muncul karena
semata-mata akad hutang-piutang, yaitu meminjam harta orang lain untuk
dihabiskan lalu diganti pada waktu lain. Sedangkan hutang dalam jual-beli
muncul karena harga yang belum diserahkan pada saat transaksi, baik
sebagian atau keseluruhan.
Contoh riba dalam hutang-piutang (riba qardh), misalnya, Budi mengajukan
hutang sebesar Rp. 10 juta kepada Tono dengan tempo 1 tahun. Sejak
awal keduanya telah menyepakati bahwa si A wajib mengembalikan
hutang ditambah bunga 20%, maka tambahan 20% tersebut merupakan
riba.

Termasuk juga kedalam riba duyun adalah jika kedua belah pihak
menyepakati ketentuan apabila pihak yang berhutang mengembalikan
hutangnya tepat waktu maka dia tidak dikenai tambahan, namun jika dia
tidak mampu mengembalikan hutangnya tepat waktu maka temponya
diperpanjang dan dikenakan tambahan atau denda atas hutangnya
tersebut.
Inilah yang secara khusus disebut riba jahiliyah karena banyak
dipraktekkan pada zaman pra-Islam, meski asalnya merupakan transaksi
qardh (hutang-piutang).

Perlu kita ketahui bahwa dalam konteks hutang, riba diharamkan secara
mutlak tanpa melihat jenis barang yang dihutang.
Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya menyatakan, “kaum muslimin telah
bersepakat berdasarkan riwayat yang mereka nukil dari Nabi mereka (saw)
bahwa disyaratkannya tambahan dalam hutangpiutang adalah riba, meski
hanya berupa segenggam makanan ternak”.
Bahkan, mayoritas ulama menyatakan jika ada syarat bahwa orang yang
berhutang harus memberi hadiah atau jasa tertentu kepada si pemberi
hutang, maka hadiah dan jasa tersebut tergolong riba, sesuai kaidah,
“setiap qardh yang menarik manfaat maka ia adalah riba”.
Misal apabila si A memberi pinjaman uang kepada si B disertai dengan B
menggadaikan kendaraannya kepada si A dan A memakai kendaraan
tersebut. Maka manfaat yang dinikmati si A itu merupakan riba.
RIBA DALAM JUAL BELI

Dalam jual-beli, terdapat dua jenis riba, yakni riba fadhl dan riba nasi’ah.
1. Riba fadhl adalah riba yang terjadi dalam jual beli dikeranakan adanya
penambahan.
2. Riba Nasi’ah adalah riba yang terjadi dalam jual beli dikarenakan adanya
penundaan.
Keduanya akan kita ketahui dengan jelas lewat contoh-contoh yang nanti
akan kita bahas.

Berbeda dengan riba dalam hutang (dain) yang bisa terjadi dalam segala
macam barang. Nah untuk riba dalam jual-beli tidak terjadi kecuali dalam
transaksi enam barang tertentu yang disebutkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


“Jika emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, bur
(gandum) ditukar dengan bur, sya’ir (jewawut, salah satu jenis gandum)
ditukar dengan sya’ir, kurma dutukar dengan kurma, dan garam ditukar
dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan
dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan,
maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan
orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.”(HR. Muslim no.
1584)

Dalam riwayat lain:


“Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan
gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma, garam dengan
garam, harus semisal dengan semisal, sama dengan sama (sama
beratnya/takarannya), dan dari tangan ke tangan (kontan). Maka jika
berbeda jenisjenisnya, juallah sesuka kamu asalkan dari tangan ke tangan
(kontan).” (HR Muslim no 1210; AtTirmidzi III/532; Abu Dawud III/248).

Ada beberapa poin yang bisa kita ambil dari hadits di atas:
Pertama:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kedua hadits di atas secara
khusus hanya menyebutkan enam komoditi saja, yaitu: emas, perak,
gandum, jewawut, kurma dan garam. Maka ketentuan/larangan dalam
hadits tersebut hanya berlaku pada keenam komoditi ini saja tanpa bisa
diqiyaskan/dianalogkan kepada komoditi yang lain. Selanjutnya, keenam
komoditi ini kita sebut sebagai barang-barang ribawi.

Kedua:
Setiap pertukaran sejenis dari keenam barang ribawi, seperti emas ditukar
dengan emas atau garam ditukar dengan garam, maka terdapat dua
ketentuan yang harus dipenuhi yaitu: pertama takaran atau timbangan
keduanya harus sama; dan kedua keduanya harus diserahkan saat
transaksi secara tunai/kontan.
Berdasarkan ketentuan di atas, kita tidak boleh menukar kalung emas
seberat 10 gram dengan gelang emas seberat 5 gram, meski nilai seni dari
gelang tersebut dua kali lipat lebih tinggi dari nilai kalungnya. Kita juga
tidak boleh menukar 10 kg kurma kualitas jelek dengan 5 kg kurma kualitas
bagus, karena pertukaran kurma dengan kurma harus setakar atau
setimbang. Jika tidak setimbang atau setakaran, maka terjadi riba, yang
disebut riba fadhl.
Disamping harus sama, pertukaran sejenis dari barang-barang ribawi harus
dilaksanakan dengan tunai/kontan. Jika salah satu pihak tidak
menyerahkan barang secara tunai, meskipun timbangan dan takarannya
sama, maka hukumnya haram, dan praktek ini tergolong riba nasi’ah.
Ketiga:
Pertukaran tak sejenis di antara keenam barang ribawi tersebut hukumnya
boleh dilakukan dengan berat atau ukuran yang berbeda, asalkan tunai.
Artinya, kita boleh menukar 5 gram emas dengan 20 gram perak atau
dengan 30 gram perak sesuai kerelaan keduabelah pihak.
Kita juga boleh menukar 10 kg kurma dengan 20 kg gandum atau dengan
25 kg gandum, sesuai kerelaan masing-masing.
Itu semua boleh asalkan tunai alias kedua belah pihak menyerahkan
barang pada saat transaksi. Jika salah satu pihak menunda penyerahan
barangnya, maka transaksi itu tidak boleh dilakukan. Para ulama
menggolongkan praktek penundaan penyerahan barang ribawi ini kedalam
jenis riba nasi’ah.

Keempat:
Jika barang ribawi ditukar dengan selain barang ribawi, seperti perak
ditukar dengan besi, maka dalam hal ini tidak disyaratkan harus setimbang
dan tidak disyaratkan pula harus kontan karena kayu bukan termasuk
barang ribawi.

Kelima:
Selain keenam barang-barang ribawi di atas, maka kita boleh
menukarkannya satu sama lain meski dengan ukuran/kuantitas yang tidak
sama, dan kita juga boleh menukar-nukarkannya secara tidak tunai.
Sebagai contoh, kita boleh menukar 10 Kg buah jeruk dengan 5 kg buah
apel secara tidak kontan karena jeruk dan apel bukan barang ribawi.

CONTOH-CONTOH PRAKTEK RIBA DI SEKITAR KITA


1. Praktek Pinjaman Uang
Pak Budi meminjam uang kepada pak tono sebesar 10 Juta dan akan
dilunasi selama 1 tahun sebesar 12 Juta yang akan dicicil 1 juta setiap
bulannya.
Maka nilai 2 juta adalah riba karena adanya kelebihan dari hutang.
2. Praktek Jual Beli Segitiga (Leasing/KPR Bank)
Pak Dani ingin membeli motor ke sebuah showroom/dealer dengan harga
12 juta. Kemudian Pak Dani memberikan uang tanda jadi sebesar 2 Juta.
Setelah itu kekurangannya yaitu 10 juta dibayar oleh leasing/finance.
Setelah itu Pak Rudi harus melunasi hutangnya sebesar 10 Juta menjadi
12 juta yang dicicil 1 juta/bulan dan jika ada kerterlambatan maka terkena
denda.
Maka nilai 2 juta dan juga denda adalah riba karena sejatinya transaksi
tersebut bukanlah jual beli tapi hutang piutang.
3. Praktek Pegadaian
Pak Tono meminjam uang kepada Pak Burhan senilai 3 Juta dan akan
dilunasi selama 3 bulan dengan nilai 1 juta/bulan namun Pak Tono
menggadaikan motornya kepada Pak Burhan dan Pak Burhan
memanfaatkan motor tersebut.
Maka walaupun hutang 3 juta di lunasi 3 juta tidak ada Ribanya tetapi
dalam transaski ini terdapat riba yaitu dalam pemanfaatan barang gadai
yaitu motor.
4. Praktek Tukar Tambah Emas
Bu Ani pergi ke toko emas untuk tukar tambah cincin emas lamanya yaitu 3
gram dengan cincin emas baru 3 gram dengan adanya tambahan uang
300 ribu yang dibayarkan Bu Ani kepada toko emas.
Maka uang 300 ribu termasuk riba karena tukar menukar emas lama dan
emas baru tidak sama takarannya yaitu kelebihan 300 ribu.
5. Praktek Jual Beli Emas Secara Online
Bu Dewi membeli kalung emas 10 gram seharga 5 Juta secara online dan
kalung tersebut akan sampai dengan jasa pengiriman selama 3 hari.
Maka transaksi ini adalah riba karena adanya penundaan barang diterima
oleh Bu Dewi.
6. Praktek Jual Beli Emas Secara Kredit
Bu Sinta membeli Gelang emas 4 gram seharga 2 Juta secara kredit
selama 2 bulan kepada Bu Risma.
Maka transaksi ini adalah riba karena adanya penundaan pembayaran.
7. Praktek Kartu Kredit
Pak Maman mendapatkan fasilitas kartu kredit dari sebuah Bank dimana
dalam pemakaian transaksi kartu kredit tersebut adanya bunga dan denda.
Maka transaksi ini termasuk riba karena adanya kelebihan dari hutang.
8. Praktek Memberi Hadiah dalam Hutang
Bu Sinta meminjam uang senilai 5 Juta kepada Bu Nita yang akan dicicil
selama 5 Bulan. Dalam proses pelunasannya, Bu Sinta memberikan
hadiah kepada Bu Nita.
Maka ini adalah riba karena adanya manfaat yang dihasilkan dari hutang.

Inilah beberapa praktek riba dalam kehidupan kita sehari-hari


KESIMPULAN
1. Riba bisa terdapat dalam:
a. Transaksi Hutang Piutang
b. Transaksi Jual Beli.
2. Riba dalam hutang adalah tambahan atas hutang, baik yang disepakati
sejak awal ataupun yang ditambahkan sebagai denda atas pelunasan yang
tertunda. Riba hutang ini bisa terjadi dalam qardh (pinjam/utang-piutang)
ataupun selain qardh, seperti jual-beli kredit. Semua bentuk riba dalam
hutang tergolong riba nasi’ah karena muncul akibat tempo (penundaan).
3. Riba dalam jual beli terjadi karena pertukaran tidak seimbang di antara
barang ribawi yang sejenis (seperti cincin emas 3 gram ditukar dengan
kalung emas 5 gram). Jenis ini yang disebut sebagai riba fadhl.
4. Riba dalam jual-beli juga terjadi karena pertukaran antar barang ribawi
yang tidak kontan, seperti emas ditukar dengan perak secara kredit.
Praktek ini digolongkan ke dalam riba nasi’ah.
MATERI 04 :
PERBEDAAN KPR SYARIAH DAN KPR BANK

PIHAK YANG TRANSAKSI


🔘 KPR Syariah: 2 Pihak yaitu antara pembeli dan developer

🔘 Bank Syariah: 3 Pihak yaitu antara pembeli, developer dan bank

🔘 Bank Konvensional: 3 Pihak yaitu antara pembeli, developer dan bank

Maka harus kita cermati apakah KPR bank baik syariah atau konvensional
terjadi transaksi jual beli atau hanya pendanaan dari bank. Jika memang
jual beli maka halal dan jika hanya pendanaan bank maka haram.

BARANG JAMINAN

🔘 KPR Syariah: Rumah yang di perjualbelikan/kredit tidak dijadikan


jaminan
🔘 Bank Syariah: Rumah yang diperjualbelikan/kredit dijadikan jaminan

🔘 Bank Konvensional: Rumah yang diperjualbelikan/kredit dijadikan


jaminan

Ada ikhtilaf ulama mengenai apakah barang yang diperjualbelikan boleh


dijadikan jaminan atau dilarang. Dalam hal ini, KPR Syariah mengambil
pendapat bahwa rumah yang sedang diperjualbelikan/kredit dilarang
dijadikan jaminan. Jadi untuk jaminan memakai barang yang lain.

SISTEM DENDA
🔘 KPR Syariah: Tidak ada denda

🔘 Bank Syariah: Ada denda


🔘 Bank Konvensional: Ada denda

Dalam KPR Syariah tidak boleh ada denda jika ada keterlambatan cicilan
karena itu termasuk riba. Dalam jual beli kredit maka sejatinya adalah
hutang piutang. Jadi jika harga sudah di akadkan maka tidak boleh ada
kelebihan sedikitpun baik dinamakan denda, administrasi atau bahkan
infaq sekalipun. Karena ini termasuk mengambil manfaat dari hutang
piutang yaitu riba.

SISTEM SITA

🔘 KPR Syariah: Tidak ada sita

🔘 Bank Syariah: Tidak ada sita

🔘 Bank Konvensional: Ada sita

Dalam KPR Syariah tidak boleh melakukan sita jika pembeli tidak sanggup
mencicil lagi. Karena rumah tersebut sudah sepenuhnya milik pembeli
walaupun masih kredit. Solusinya adalah pembeli ditawarkan untuk
menjual rumahnya baik lewat pembeli atau dengan bantuan developer.
Jika misal sisa hutang masih 100 juta kemudian rumah terjual 300 juta.
Maka pembeli membayar sisa hutang yang 100 juta dan nilai 200 juta
adalah hak pembeli.

SISTEM PENALTY
🔘 KPR Syariah: Tidak ada penalty

🔘 Bank Syariah: Tidak ada penalty

🔘 Bank Konvensional: Ada penalty


Jika pembeli mempercepat pelunasan misal dari tenor waktu 10 tahun
kemudian di tahun 8 sudah lunas maka tidak ada penalty dalam KPR
Syariah karena itu adalah riba. Bahkan ada sistem diskon yang nilainya
dikeluarkan saat pelunasan terjadi.

SISTEM ASURANSI

🔘 KPR Syariah: Tidak ada asuransi

🔘 Bank Syariah: Ada asuransi

🔘 Bank Konvensional: Ada asuransi

Dalam KPR Syariah tidak memakai asuransi apapun karena asuransi


adalah haram yang didalamnya ada riba, ghoror, maysir dan lain-lain.

SISTEM BI CHECKING ATAU BANKABLE


🔘 KPR Syariah: Tidak ada BI Checking/Bankable

🔘 Bank Syariah: Ada BI Checking/Bankable

🔘 Bank Konvensional: Ada BI Checking/Bankable

Dalam KPR Syariah tidak ada BI Checking/Bankable sehingga sangat


memberikan kemudahan bagi calon pembeli yang kesulitan jika melalui
sistem BI Checking/Bankable seperti:

1. Karyawan Kontrak
Syarat lolos BI Checking/Bankable secara umum adalah karyawan tetap.
Jadi bagi karyawan kontrak akan kesulitan jika ingin membeli rumah lewat
bank.
2. Pengusaha/pedagang Kecil Syarat lainnya yang bisa meloloskan calon
buyer dari BI Checking/Bankable adalah pengusaha yang memiliki izin
usaha dan laporan keuangan. Jadi bagi pedagang kecil seperti tukang
bakso, somay, gorengan dan lainnya akan sulit jika ingin membeli rumah
lewat bank.

3. Usia Lanjut Calon pembeli yang sudah usia lanjut diatas 50 tahun maka
tidak akan bisa membeli rumah lewat bank karena ada batasan usia
produktif jika membeli lewat bank.

Inilah penjelasan tentang perbedaan KPR Syariah dengan KPR Bank baik
Bank Syariah ataupun Konvensional.

KPR Syariah in syaa Allah dalam transaksinya terhindar dari sistem ribawi
dan juga banyak kemudahan yang diberikan bagi para calon pembeli.

Semoga Allah 'Azza wa Jalla memberikan kemudahan kepada kita semua


untuk membeli rumah dengan sistem syariah tanpa riba.
MATERI 05 :
MENGENAL SYIRKAH DALAM BISNIS
Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu'alaykum Warohmatullahi Wabarokatuh

Alhamdulillah... Senang sekali pada kesempatan kali ini saya dapat


kembali menyambung ukhuwah dengan teman2 sekalian.

In syaa Allah malam hari ini kita akan bersama-sama belajar mengenai
akad-akad syirkah dalam sebuah bisnis.

Sebelum dimulai... Marilah senantiasa kita panjatkan rasa syukur kita


kepada Allah atas kenikmatan yang sampai hari ini masih Allah berikan
kepada kita semua yaitu nikmat imam, islam dan juga nikmat kesehatan
yang dengan kenikmatan itu semua kita masih dapat beribadah dan
menuntut ilmu dengan baik.

Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah


Shollallahu 'alayhi wa sallam. Beserta para keluarga, para sahabat dan
juga para pengikutnya yang senantiasa menjalan sunnah2 beliau.

Baik kita mulai ya...

DEFINISI SYIRKAH

Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il mâdhi),
yasyraku (fi’il mudhâri’), dan mashdar (kata dasar)nya ada tiga wazn
(timbangan), boleh dibaca dengan salah satunya, yaitu: syirkatan /
syarikatan /syarakatan; artinya persekutuan atau perserikatan. Dan dapat
diartikan pula dengan percampuran, sebagaimana firman Allah dalam surat
Shaad, ayat 24. (Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdullah Al-Bassam IV/601).

Akan tetapi, menurut Abdurrahman Al-Jaziri, dibaca syirkah lebih fasih. (Al-
Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, III/58)

Adapun menurut istilah para ulama fikih, syirkah adalah suatu akad kerja
sama antara dua orang atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal) dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan kerugian akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan. (Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusydi II/253).

HUKUM SYIRKAH Syirkah hukumnya diperbolehkan atau disyari’atkan


berdasarkan Al-Qur’an, Al-Hadits dan ijma’ (konsensus) kaum muslimin.
Dan berikut ini kami sebutkan dalil-dalilnya, di antaranya:

A. Al-Qur’an:

Firman Allah Ta’ala: “Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang


yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian
yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh; dan amat sedikitlah mereka ini.” (QS. Shaad: 24)

Dan firman-Nya pula: “Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu.”
(QS. An-Nisa’: 12)

Kedua ayat di atas menunjukkan pengakuan Allah akan adanya


perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surat An-Nisa’
ayat 12 perkongsian terjadi secara otomatis karena waris, sedangkan
dalam surat Shaad ayat 24 terjadi atas dasar akad (transaksi).

B. Hadits:

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah azza wa


jalla berfirman: “Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama
salah satunya tidak mengkhianati pihak lainnya. Kalau salah satunya
berkhianat, Aku keluar dari keduanya.” (HR. Abu Daud no.3383, dan
AlHakim no.2322).

C. Ijma’: Ibnu Qudamah berkata: “Kaum muslimin telah berkonsensus


terhadap legitimasi syirkah secara global walaupun terdapat perbedaan
pendapat dalam beberapa elemen darinya.” (Al-Mughni V/109).

RUKUN-RUKUN SYIRKAH Menurut mayoritas ulama fikih, bahwa rukun


syirkah itu ada 3 (tiga), yaitu:
(1) akad (ijab-kabul), disebut juga shighat; (2) dua pihak yang berakad (al–
‘âqidâni), syaratnya harus memiliki kecakapan melakukan tasharruf
(pengelolaan harta); (3) obyek akad, disebut juga al–ma’qûd ‘alaihi, yang
mencakup pekerjaan (al–amal) dan atau modal (al–mâl). (Al-Fiqhu ‘Alal
Madzahibi al-Arba’ah, Abdurrahman al-Jaziri).

JENIS-JENIS SYIRKAH

Syirkah itu ada dua macam: Pertama: Syirkah Amlaak (Hak Milik)
Yaitu penguasaan harta secara kolektif, berupa bangunan, barang
bergerak atau barang berharga. Yaitu perserikatan dua orang atau lebih
yang dimiliki melalui transaksi jual beli, hadiah, warisan atau yang lainnya.
Dalam bentuk syirkah seperti ini kedua belah pihak tidak berhak mengusik
bagian rekan kongsinya, ia tidak boleh menggunakannya tanpa seijin
rekannya. (Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdullah Al-Bassam IV/601).
Misalnya; si A dan si B diberi wasiat atau hadiah berupa sebuah mobil oleh
seseorang dan keduanya menerimanya, atau membelinya dengan uang
keduanya, atau mendapatkannya dari hasil warisan, maka mereka berdua
berserikat dalam kepemilikan mobil tersebut. (Fiqhus Sunnah, Sayyid
Sabiq III/258, dan Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu, karya Wahbah Az-
Zuhaily IV/794).

Kedua : Syirkah Uquud (Transaksional/kontrak)


Yaitu akad kerja sama antara dua orang yang bersekutu dalam modal dan
keuntungan, misalnya, dalam transaksi jual beli atau lainnya. Dalam
syirkah seperti ini, pihak-pihak yang berkongsi berhak menggunakan
barang syirkah dengan kuasa masing-masing. Dalam hal ini, seseorang
bertindak sebagai pemilik barang, jika yang digunakan adalah miliknya.
Dan sebagai wakil, jika barang yang dipergunakan adalah milik rekannya.

MACAM-MACAM SYIRKAH UQUUD


Berdasarkan penelitian para ulama fikih terdahulu terhadap dalil-dalil syar’i,
bahwa di dalam Islam terdapat lima macam syarikah: yaitu: (1) syirkah al-
inân; (2) syirkah al-abdân; (3) syirkah almudhârabah; (4) syirkah al-wujûh;
dan (5) syirkah al-mufâwadhah.
Menurut ulama Hanabilah, yang sah hanya empat macam, yaitu: syirkah
inân, abdân, mudhârabah, dan wujûh. Menurut ulama Malikiyah, yang sah
hanya tiga macam, yaitu: syirkah inân, abdan, dan mudhârabah. Menurut
ulama Syafi’iyah dan Zhahiriyah, yang sah hanya syirkah inân dan
mudhârabah. Sedangkan menurut Hanafiyah semua bentuk syirkah
boleh/sah bila memenuhi syarat-syaratnya yang telah ditetapkan. (Al-Fiqh
al-Islâmî wa Adillatuhu, Wahbah Az-Zuhaili, IV/795).
1. Syirkah al-‘Inaan
Yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih dengan harta masing-masing
untuk dikelola oleh mereka sendiri, dan keuntungan dibagi di antara
mereka, atau salah seorang sebagai pengelola dan mendapat jatah
keuntungan lebih banyak daripada rekannya.
Hukum syirkah ini diperbolehkan berdasarkan konsensus para ulama,
sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu al-Mundzir. (Al-Fiqhu Al-Islami wa
Adillatuhu, karya Wahbah Az-Zuhaily IV/796).
Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqûd);
sedangkan barang (‘urûdh), misalnya rumah atau mobil, tidak boleh
dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang itu dihitung nilainya pada saat
akad.
Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian
ditanggung oleh masing-masing mitra usaha (syarîk) berdasarkan porsi
modal. Jika, misalnya, masing-masing modalnya 50%, maka masing-
masing menanggung kerugian sebesar 50%. sebagaimana kaidah fikih
yang berlaku, yakni (Ar-Ribhu ‘Alâ mâ Syarathâ wal Wadhii’atu ‘Alâ Qadril
Mâlain).
Diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam kitab Al-Jâmi’, bahwa Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Kerugian didasarkan atas
besarnya modal, sedangkan keuntungan didasarkan atas kesepakatan
mereka (pihak-pihak yang bersyirkah).”
Contoh: A dan B akan membuat sebuah agency property syariah. A
memberikan dana sebesar 10 juta dan B sebesar 10 juta dan keduanya
sama-sama bekerja dalam syirkah ini.

2. Syirkah al-Abdaan (syirkah usaha)


Yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih dalam usaha yang dilakukan
oleh tubuh mereka, yakni masing-masing hanya memberikan konstribusi
kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mâl).
Kerja sama semacam ini dibolehkan menurut kalangan Hanafiyah,
Malikiyah, dan Hanabilah, namun imam Syafi’i melarangnya.
Syirkah ‘abdan hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah. Dari
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku pernah berserikat
dengan Ammar bin Yasir dan Sa’ad bin Abi Waqash mengenai harta
rampasan perang pada Perang Badar. Sa’ad membawa dua orang
tawanan, sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun.” (HR. Abu
Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Majah).
Hal itu diketahui Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan beliau
membenarkannya dengan taqrîr.
Syirkah ini kadang-kadang disebut juga dengan Syirkah al-A’maal dan ash-
Shanaa-i’.
Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi
boleh berbeda profesi. Jadi, boleh saja syirkah ‘abdan terdiri dari beberapa
tukang kayu dan tukang besi. (Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq III/260).
Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan
pekerjaan halal.
Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan; nisbahnya
boleh sama dan boleh juga tidak sama di antara mitra-mitra usaha (syarîk).
Contoh: A dan B akan membuat sebuah agency property syariah.
Keduanya tidak memberikan modal tetapi hanya bermodal keahlian dan
keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah ini.

3. Syirkah al-Mudharabah
Yaitu akad perjanjian (kerja sama usaha) antara kedua belah pihak, yang
salah satu dari keduanya memberi modal kepada yang lain supaya
dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai
dengan ketentuan yang disepakati. (Lihat Fiqhus Sunnah Karya Sayid
Sabiq III/220)
Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma meriwayatkan bahwa Abbas bin Abdul
Muthallib (paman Nabi) jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia
mensyaratkan kepada mudharib (pengelola)nya agar tidak mengarungi
lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika
persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib/pengelola) harus menanggung
resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar
Rasulullah, beliau membenarkannya.” (HR. AlBaihaqi di dalam As-Sunan
Al-Kubra (6/111).
Para ulama telah berkonsensus atas bolehnya mudharabah. (Bidayatul
Mujtahid, karya Ibnu Rusyd (2/136).
Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib)
harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorang pun
mengingkari mereka. karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’. (al-Fiqhu
al-Islami wa Adillatuhu, Wahbah Zuhaily, 4/838)
Dalam syirkah ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan.
Sedangkan kerugian dalam mudharabah ini mutlak menjadi tanggung
jawab pemilik modal . Dengan catatan, pihak pengelola tidak melakukan
kelalaian dan kesalahan prosedur dalam menjalankan usaha yang telah
disepakati syarat-syaratnya. Kerugian pihak pengelola adalah dari sisi
tenaga dan waktu yang telah dikeluarkannya tanpa mendapat keuntungan.
Ini adalah perkara yang telah disepakati oleh para ulama, seperti yang
telah ditegaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu Fatawa
(XXX/82).
Contohnya: A adalah pemodal, berkonstribusi modal kepada B yaitu
marketing yang ingin membentuk agency properti syariah dan
berkonstribusi kerja saja (pengelola).
4. Syirkah al-Wujuuh
Yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan
nama baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit
(hutang) dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai,
lalu keuntungan yang didapat dibagi bersama atas dasar kesepakatan di
antara mereka. (Bada-i’u ash-Shana-i’, karya al-Kasani VI/77)
Syirkah semacam ini juga dibolehkan menurut kalangan hanafiyah dan
hanbaliyah, namun tidak sah menurut kalangan Malikiyah, Syafi’iyah dan
Zhahiriyah. (Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu, karya Wahbah Az-Zuhaily
IV/801)
Disebut syirkah wujûh karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan,
atau keahlian seseorang di tengah masyarakat. Tak seorang pun memiliki
modal, namun mereka memiliki nama baik, sehingga mereka membeli
barang secara hutang dengan jaminan nama baik tersebut.
Dalam syirkah wujûh ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan,
bukan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan
kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha berdasarkan
prosentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan
kesepakatan
Contoh: A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B
ber-syirkah wujûh, dengan cara membeli barang dari seorang pedagang
(misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-masing memiliki
50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan
keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan
kepada C (pedagang).

5. Syirkah al-Mufawadhah
Yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan
suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap
pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama.
Syirkah Mufawadhah juga merupakan syirkah komprehensif yang dalam
syirkah itu semua anggoga sepakat melakukan aliansi dalam semua jenis
kerja sama, seperti ‘inan, abdan dan wujuh. Di mana masing-masing
menyerahkan kepada pihak lain hak untuk mengoperasikan segala
aktivitas yang menjadi komitmen kerja sama tersebut, seperti jual beli,
penjaminan, penggadaian, sewa menyewa, menerima tenaga kerja, dan
sejenisnya. Atau syirkah ini bisa pula diartikan kerja sama dalam segala
hal.
Hukum Syirkah ini dalam pengertian di atas dibolehkan menurut mayoritas
ulama seperti Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah. Sebab, setiap jenis
syirkah yang sah ketika berdiri sendiri, maka sah pula ketika digabungkan
dengan jenis syirkah lainnya. Namun, imam asy-Syafi’i melarangnya.
Adapun keuntungan yang diperoleh dalam syirkah ini dibagi sesuai dengan
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkah-
nya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal (jika berupa
syirkah inân), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah
mudhârabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase
barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujûh).
Contohnya: A adalah pemodal, berkonstribusi modal kepada B dan C yaitu
marketing yang ingin membentuk agency, yang sebelumnya sepakat
bahwa masing-masing berkonstribusi kerja saja. Kemudian B dan C juga
sepakat untuk berkontribusi modal.
Contoh diatas adalah gabungan antara syirkah 'inan, 'abdan dan
mudhorobah
MATERI 06 :
MENGENAL SYIRKAH DALAM PROPERTI

Skema Akad Developer, Agency, dan Marketing


Dari gambar diatas kita bisa melihat bahwa:
1.Untuk syirkah/kerjasama dalam developer maka bisa memakai akad
syirkah ‘abdan atau syirkah ‘inan.
Jika syirkah ‘abdan maka antara orang yang bersyirkah hanya
berkontribusi skill dan tidak mengeluarkan dana. Dan jika memakai akad
syirkah ‘inan maka ada kontribusi dana/modal.
Jika memakai syirkah ‘abdan maka untuk keuntungan dan kerugian sesuai
dengan kesepakatan.
Dan jika menggunakan syirkah ‘inan maka untuk bagi keuntungan sesuai
dengan kesepakatan. Sedangkan untuk kerugian ditanggung masing2
pihak sesuai dengan modal yang diberikan.

2. Kerjasama antara developer dengan investor maka bisa menggunakan


akad syirkah mudhorabah. Dalam hal ini investor (Pemberi modal) yaitu
sebagai shohibul maal dan pengelola/developer sebagai mudhorib.
Bagi hasil keuntungan sesuai kesepakatan misal bisa 50:50, 60:40, 70:30
dan lainnya. Jika mengalami kerugian maka kerugian dana ditanggung
oleh investor dan untuk kerugian waktu, tenaga dan fikiran ditanggung oleh
developer.
3. Kerjasama antara developer dengan konsultan atau developer dengan
karyawan maka bisa menggunakan akad al-Ijaroh. Yaitu developer
membayar sewa jasa dengan besaran nilai yang di sepakati. Misal
konsultan sipil biaya sewa jasa konsultan sebesar 100 Juta/Projek. Untuk
karyawan misal di gaji 3 juta/bulan.
4. Untuk jenis akad antara developer dengan marketing agency bisa
memakai akad samsaroh
Samsarah (simsar) adalah perantara perdagangan (orang yang
menjualkan barang atau mencarikan pembeli), atau perantara antara
penjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli. Menurut Sayid Sabiq
perantara (simsar) adalah orang yang menjadi perantara antara pihak
penjual dan pembeli guna melancarkan transaksi jual beli. Dengan adanya
perantara maka pihak penjual dan pembeli akan lebih mudah dalam
bertransaksi, baik transaksi berbentuk jasa atau berbentuk barang

Dari gambar diatas untuk menghindari samsaroh ala samsaroh atau


makelar diatas makelar maka ada dua akad yang bisa dipakai yaitu:

1. Akad Alijaroh yaitu dengan memberikan upah kepada marketing dengan


nilai fix. Jika upah besar bisa dengan tanpa bonus. Jika upah kecil misal
100ribu/bulan maka bisa dengan bonus jika ada unit terjual. Misal
mendapatkan 3 juta dari setiap unit yang terjual.

2. Akad syirkah ‘abdan yaitu antara agency dengan marketing freelance


beryirkah keahlian. Misal untuk agency menghandle koordinasi dengan
developer, menyusun database buyer, melakukan penagihan dll. Dan
untuk marketing freelance maka tugasnya adalah jualan atau memasarkan
produk. Untuk bagi hasilnya bisa 50:50 atau berapapun. Misal dari
developer mendapatkan komisi 5 juta maka bagi hasilnya jika 50:50 adalah
2,5 juta untuk agency dan 2,5 juta untuk marketing freelance.

Ust Farhan :

Alhamdulillah...
Silahkan didengar, dibaca dan dipelajari ya semampunya....

Anda mungkin juga menyukai