Fiqh Muamalah Part 1 - Ust Farhan
Fiqh Muamalah Part 1 - Ust Farhan
FIQH MUAMALAH
PART 1
Assalamu'alaykum
Warohmatullahi
Wabarokatuh
Bismillah..
Alhamdulillah.
Marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla yang selalu
memberikan kenikmatan kepada kita..
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulallahu
shallallahu alayhi wa sallam
Beserta para keluarga para sahabat dan juga para pengikutnya
Alhamdulillah...
Senang sekali malam hari ini bisa berjumpa dgn teman2 sekalian walaupun
hanya lewat dunia maya
In syaa Allah menambah kebaikan dan keberkahan ya 😊
Malam ini dgn ijin Allah kita akan bersama2 membahas tentang beberapa
materi fiqih muamalah ya
Karena sebelum kita berjualan malam kita harus mengetahui ilmunya agar
tdk terjerumus dalam riba dan akad2 bathil lainnya
Saya akan berikan beberapa materi dan silahkan teman2 baca dan pelajari
ya
MATERI 01:
POLA PIKIR MARKETING SYARIAH
t.me/fiqhmuamalahbisnis
Sudah siap semua? Yang jomblo siap bertempur? Yang sudah menikah
bersiap2 juga ya?
Nah buat yang jomblo jangan bersedih hati ya.. Kalau kedinginan silahkan
peluk rice cooker yang lagi nyala…he..he.. Maaf ya jangan di ambil hati.
Saya Cuma serius koq ga niat bercanda
“Pedagang yang jujur lagi amanah akan bersama dengan para nabi dan
orang-orang yang jujur (di surga).”
Siapa yang tidak ingin masuk surga bersama para nabi, sebuah harapan
yang sangat didambakan oleh setiap muslim. Kenikmatan surga,
kenikmatan yang tak pernah terlihat oleh mata, yang tak pernah terdengar
oleh telinga dan tak pernah terbetik di hati manusia. Di dalamnya ada
bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah
disentuh oleh manusia sebelum mereka.
Ayooo..Siapakah disini yang ingin masuk surga? Saya yakin pasti semua
ingin masuk surga ya… Apalagi kalau dengar kata2 Bidadari Surga, yang
jomblo langsung semangat nih..ngantuknya hilang…he..he..
Nah ternyata…Ada lho salah satu pekerjaan yang bisa membawa kita
menuju surga yang kita dambakan yaitu menjadi seorang pedagang atau
marketing. Tapi perlu diingat, syaratnya adalah seorang pedagang yang
jujur dan amanah.
Jadi teman2 sebagai seorang marketing harus punya sifat jujur dan
amanah. Misal kalau bikin iklan harus jujur dan jangan terlalu mengada-
ngada sehingga menghalalkan segala cara supaya buyer terpikat.
Kemudian kalau diberi amanah oleh developer maka harus di jaga dan
dijalankan dengan baik amanah tersebut.
Nah jika kita sungguh2 menerapkan sifat jujur dan amanah dalam jualan
maka in syaa Allah kita bisa menjadi salah satu orang yang di rindukan
surga.
Kemudian… Ada lagi nih yang harus kita lakukan jika kita ingin di rindu
surga. Kita harus membantu saudara2 muslim kita…
Lalu kenapa kita harus membantu saudara2 muslim kita dalam jual beli
properti? Jawabannya adalah karena saat ini mayoritas muslim terjebak
oleh sistem ribawi di negeri ini. Riba saat ini merajalela di Indonesia dan
kita harus peduli akan kondisi ini. Kita harus bersemangat membantu
mereka agar terlepas dari jeratan ribawi.
Ayooo jangan mau kalah dengan mereka ya…kita harus lebih semangat
Karena yang kita jalankan adalah pekerjaan mulia. Walaupun belum
pernah closing in syaa Allah tetap mendapatkan pahala kebaikan dari Allah
‘Azza wa Jalla karena di sisi Allah tidak ada yang sia2 saat kita melakukan
kebaikan.
Hadist2 diatas melarang kita untuk tidak berjualan kalau kita belum
memahami tentang ilmu agama dalam berjualan. Karena apa? Karena bisa
terjerumus dalam riba lhooo…
Secara etimologi, riba berarti tambahan (al fadhl waz ziyadah). (Lihat Al
Mu’jam Al Wasith, 350 dan Al Misbah Al Muniir, 3/345). Juga riba dapat
berarti bertambah dan tumbuh (zaada wa namaa). (Lihat Al Qomus Al
Muhith, 3/423)
HUKUM RIBA
DOSA-DOSA RIBA
1. Riba Termasuk Dosa Besar Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Jauhilah tujuh dosa besar yang akan
menjerumuskan pelakunya dalam neraka.” Para sahabat bertanya, “Wahai
Rasulullah, apa saja dosa-dosa tersebut?” Beliau mengatakan, “[1]
Menyekutukan Allah, [2] Sihir, [3] Membunuh jiwa yang diharamkan oleh
Allah kecuali dengan alasan yang dibenarkan, [4] Memakan harta anak
yatim, [5] memakan riba, [6] melarikan diri dari medan peperangan, [7]
menuduh wanita yang menjaga kehormatannya lagi (bahwa ia dituduh
berzina).” (HR. Bukhari no. 2766 dan Muslim no. 89)
Dalam hadits diatas dijelaskan bahwa dosa besar ada 7 dan RIBA
termasuk salah satunya. Jadi jika kita melakukan transaksi Ribawi maka
kita telah melakukan dosa besar lho.
Ada yang tau 1 dirham berapa rupiah? 1 dirham itu sekitar 60 ribu rupiah.
Kebayang ga sih dengan nilai riba 60 ribu saja kita seperti berzina
sebanyak 36 kali. Coba deh bayangkan jika ribanya dihasilkan dari jual beli
rumah yang ribanya ratusan juta rupiah. Na’uzhubillahi min dzalik
Pasti dong… Kalau sayang dengan ibu tapi kita masih melakukan riba
maka dosanya seperti menzinahi ibu kita lho…Serem banget ga sih dosa
riba yang satu ini? Semoga Allah menghindari kita dari perbuatan ini.
Aamiin
Ada yang siap kalau misal kampungnya di adzab sama Allah? Ayooo cung
tangannya???…he…he..
Nah kalau ada praktek ribawi yang marak di sebuah tempat dan ditambah
maraknya perzinahan maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan
adzab Allah untuk mereka.
Kebayang ga sih kita kalo Allah dan Rasul memerangi kita? Sama satpol
PP aja takut ya…
Bismillahirrahmanirrahim
Nah sekarang kita akan membahas tentang praktek riba di sekitar kita.
Sahabat2 marketing properti syariah, kehidupan manusia terus
berkembang dari sisi modernisasi. Namun perkembangan ini jangan
sampai menabrak rambu2 syariah dan bahkan bentuk kemaksiatanpun
mengalami modernisasi dalam pola dan aplikasinya. Nah salah satunya
adalah riba, pola transaksi atau transaksi ribapun mengalami modernisasi.
Nah agar kita tidak terjebak dan bisa terhindar dari transaksi riba maka kita
perlu mengetahui mengenai jenis-jenis riba dan juga contoh-contoh praktek
riba di sekitar kita.
JENIS-JENIS RIBA
Mayoritas ulama menyatakan bahwa riba bisa terjadi dalam dua hal, yaitu
dalam hutang (dain) dan dalam transaksi jual-beli (bai’). Keduanya biasa
disebut dengan istilah riba hutang (riba duyun) dan riba jual-beli (riba
buyu’).
Baik kita akan bahas satu persatu ya
Termasuk juga kedalam riba duyun adalah jika kedua belah pihak
menyepakati ketentuan apabila pihak yang berhutang mengembalikan
hutangnya tepat waktu maka dia tidak dikenai tambahan, namun jika dia
tidak mampu mengembalikan hutangnya tepat waktu maka temponya
diperpanjang dan dikenakan tambahan atau denda atas hutangnya
tersebut.
Inilah yang secara khusus disebut riba jahiliyah karena banyak
dipraktekkan pada zaman pra-Islam, meski asalnya merupakan transaksi
qardh (hutang-piutang).
Perlu kita ketahui bahwa dalam konteks hutang, riba diharamkan secara
mutlak tanpa melihat jenis barang yang dihutang.
Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya menyatakan, “kaum muslimin telah
bersepakat berdasarkan riwayat yang mereka nukil dari Nabi mereka (saw)
bahwa disyaratkannya tambahan dalam hutangpiutang adalah riba, meski
hanya berupa segenggam makanan ternak”.
Bahkan, mayoritas ulama menyatakan jika ada syarat bahwa orang yang
berhutang harus memberi hadiah atau jasa tertentu kepada si pemberi
hutang, maka hadiah dan jasa tersebut tergolong riba, sesuai kaidah,
“setiap qardh yang menarik manfaat maka ia adalah riba”.
Misal apabila si A memberi pinjaman uang kepada si B disertai dengan B
menggadaikan kendaraannya kepada si A dan A memakai kendaraan
tersebut. Maka manfaat yang dinikmati si A itu merupakan riba.
RIBA DALAM JUAL BELI
Dalam jual-beli, terdapat dua jenis riba, yakni riba fadhl dan riba nasi’ah.
1. Riba fadhl adalah riba yang terjadi dalam jual beli dikeranakan adanya
penambahan.
2. Riba Nasi’ah adalah riba yang terjadi dalam jual beli dikarenakan adanya
penundaan.
Keduanya akan kita ketahui dengan jelas lewat contoh-contoh yang nanti
akan kita bahas.
Berbeda dengan riba dalam hutang (dain) yang bisa terjadi dalam segala
macam barang. Nah untuk riba dalam jual-beli tidak terjadi kecuali dalam
transaksi enam barang tertentu yang disebutkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ada beberapa poin yang bisa kita ambil dari hadits di atas:
Pertama:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kedua hadits di atas secara
khusus hanya menyebutkan enam komoditi saja, yaitu: emas, perak,
gandum, jewawut, kurma dan garam. Maka ketentuan/larangan dalam
hadits tersebut hanya berlaku pada keenam komoditi ini saja tanpa bisa
diqiyaskan/dianalogkan kepada komoditi yang lain. Selanjutnya, keenam
komoditi ini kita sebut sebagai barang-barang ribawi.
Kedua:
Setiap pertukaran sejenis dari keenam barang ribawi, seperti emas ditukar
dengan emas atau garam ditukar dengan garam, maka terdapat dua
ketentuan yang harus dipenuhi yaitu: pertama takaran atau timbangan
keduanya harus sama; dan kedua keduanya harus diserahkan saat
transaksi secara tunai/kontan.
Berdasarkan ketentuan di atas, kita tidak boleh menukar kalung emas
seberat 10 gram dengan gelang emas seberat 5 gram, meski nilai seni dari
gelang tersebut dua kali lipat lebih tinggi dari nilai kalungnya. Kita juga
tidak boleh menukar 10 kg kurma kualitas jelek dengan 5 kg kurma kualitas
bagus, karena pertukaran kurma dengan kurma harus setakar atau
setimbang. Jika tidak setimbang atau setakaran, maka terjadi riba, yang
disebut riba fadhl.
Disamping harus sama, pertukaran sejenis dari barang-barang ribawi harus
dilaksanakan dengan tunai/kontan. Jika salah satu pihak tidak
menyerahkan barang secara tunai, meskipun timbangan dan takarannya
sama, maka hukumnya haram, dan praktek ini tergolong riba nasi’ah.
Ketiga:
Pertukaran tak sejenis di antara keenam barang ribawi tersebut hukumnya
boleh dilakukan dengan berat atau ukuran yang berbeda, asalkan tunai.
Artinya, kita boleh menukar 5 gram emas dengan 20 gram perak atau
dengan 30 gram perak sesuai kerelaan keduabelah pihak.
Kita juga boleh menukar 10 kg kurma dengan 20 kg gandum atau dengan
25 kg gandum, sesuai kerelaan masing-masing.
Itu semua boleh asalkan tunai alias kedua belah pihak menyerahkan
barang pada saat transaksi. Jika salah satu pihak menunda penyerahan
barangnya, maka transaksi itu tidak boleh dilakukan. Para ulama
menggolongkan praktek penundaan penyerahan barang ribawi ini kedalam
jenis riba nasi’ah.
Keempat:
Jika barang ribawi ditukar dengan selain barang ribawi, seperti perak
ditukar dengan besi, maka dalam hal ini tidak disyaratkan harus setimbang
dan tidak disyaratkan pula harus kontan karena kayu bukan termasuk
barang ribawi.
Kelima:
Selain keenam barang-barang ribawi di atas, maka kita boleh
menukarkannya satu sama lain meski dengan ukuran/kuantitas yang tidak
sama, dan kita juga boleh menukar-nukarkannya secara tidak tunai.
Sebagai contoh, kita boleh menukar 10 Kg buah jeruk dengan 5 kg buah
apel secara tidak kontan karena jeruk dan apel bukan barang ribawi.
Maka harus kita cermati apakah KPR bank baik syariah atau konvensional
terjadi transaksi jual beli atau hanya pendanaan dari bank. Jika memang
jual beli maka halal dan jika hanya pendanaan bank maka haram.
BARANG JAMINAN
SISTEM DENDA
🔘 KPR Syariah: Tidak ada denda
Dalam KPR Syariah tidak boleh ada denda jika ada keterlambatan cicilan
karena itu termasuk riba. Dalam jual beli kredit maka sejatinya adalah
hutang piutang. Jadi jika harga sudah di akadkan maka tidak boleh ada
kelebihan sedikitpun baik dinamakan denda, administrasi atau bahkan
infaq sekalipun. Karena ini termasuk mengambil manfaat dari hutang
piutang yaitu riba.
SISTEM SITA
Dalam KPR Syariah tidak boleh melakukan sita jika pembeli tidak sanggup
mencicil lagi. Karena rumah tersebut sudah sepenuhnya milik pembeli
walaupun masih kredit. Solusinya adalah pembeli ditawarkan untuk
menjual rumahnya baik lewat pembeli atau dengan bantuan developer.
Jika misal sisa hutang masih 100 juta kemudian rumah terjual 300 juta.
Maka pembeli membayar sisa hutang yang 100 juta dan nilai 200 juta
adalah hak pembeli.
SISTEM PENALTY
🔘 KPR Syariah: Tidak ada penalty
SISTEM ASURANSI
1. Karyawan Kontrak
Syarat lolos BI Checking/Bankable secara umum adalah karyawan tetap.
Jadi bagi karyawan kontrak akan kesulitan jika ingin membeli rumah lewat
bank.
2. Pengusaha/pedagang Kecil Syarat lainnya yang bisa meloloskan calon
buyer dari BI Checking/Bankable adalah pengusaha yang memiliki izin
usaha dan laporan keuangan. Jadi bagi pedagang kecil seperti tukang
bakso, somay, gorengan dan lainnya akan sulit jika ingin membeli rumah
lewat bank.
3. Usia Lanjut Calon pembeli yang sudah usia lanjut diatas 50 tahun maka
tidak akan bisa membeli rumah lewat bank karena ada batasan usia
produktif jika membeli lewat bank.
Inilah penjelasan tentang perbedaan KPR Syariah dengan KPR Bank baik
Bank Syariah ataupun Konvensional.
KPR Syariah in syaa Allah dalam transaksinya terhindar dari sistem ribawi
dan juga banyak kemudahan yang diberikan bagi para calon pembeli.
In syaa Allah malam hari ini kita akan bersama-sama belajar mengenai
akad-akad syirkah dalam sebuah bisnis.
DEFINISI SYIRKAH
Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il mâdhi),
yasyraku (fi’il mudhâri’), dan mashdar (kata dasar)nya ada tiga wazn
(timbangan), boleh dibaca dengan salah satunya, yaitu: syirkatan /
syarikatan /syarakatan; artinya persekutuan atau perserikatan. Dan dapat
diartikan pula dengan percampuran, sebagaimana firman Allah dalam surat
Shaad, ayat 24. (Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdullah Al-Bassam IV/601).
Akan tetapi, menurut Abdurrahman Al-Jaziri, dibaca syirkah lebih fasih. (Al-
Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, III/58)
Adapun menurut istilah para ulama fikih, syirkah adalah suatu akad kerja
sama antara dua orang atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal) dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan kerugian akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan. (Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusydi II/253).
A. Al-Qur’an:
Dan firman-Nya pula: “Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu.”
(QS. An-Nisa’: 12)
B. Hadits:
JENIS-JENIS SYIRKAH
Syirkah itu ada dua macam: Pertama: Syirkah Amlaak (Hak Milik)
Yaitu penguasaan harta secara kolektif, berupa bangunan, barang
bergerak atau barang berharga. Yaitu perserikatan dua orang atau lebih
yang dimiliki melalui transaksi jual beli, hadiah, warisan atau yang lainnya.
Dalam bentuk syirkah seperti ini kedua belah pihak tidak berhak mengusik
bagian rekan kongsinya, ia tidak boleh menggunakannya tanpa seijin
rekannya. (Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdullah Al-Bassam IV/601).
Misalnya; si A dan si B diberi wasiat atau hadiah berupa sebuah mobil oleh
seseorang dan keduanya menerimanya, atau membelinya dengan uang
keduanya, atau mendapatkannya dari hasil warisan, maka mereka berdua
berserikat dalam kepemilikan mobil tersebut. (Fiqhus Sunnah, Sayyid
Sabiq III/258, dan Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu, karya Wahbah Az-
Zuhaily IV/794).
3. Syirkah al-Mudharabah
Yaitu akad perjanjian (kerja sama usaha) antara kedua belah pihak, yang
salah satu dari keduanya memberi modal kepada yang lain supaya
dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai
dengan ketentuan yang disepakati. (Lihat Fiqhus Sunnah Karya Sayid
Sabiq III/220)
Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma meriwayatkan bahwa Abbas bin Abdul
Muthallib (paman Nabi) jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia
mensyaratkan kepada mudharib (pengelola)nya agar tidak mengarungi
lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika
persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib/pengelola) harus menanggung
resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar
Rasulullah, beliau membenarkannya.” (HR. AlBaihaqi di dalam As-Sunan
Al-Kubra (6/111).
Para ulama telah berkonsensus atas bolehnya mudharabah. (Bidayatul
Mujtahid, karya Ibnu Rusyd (2/136).
Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib)
harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorang pun
mengingkari mereka. karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’. (al-Fiqhu
al-Islami wa Adillatuhu, Wahbah Zuhaily, 4/838)
Dalam syirkah ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan.
Sedangkan kerugian dalam mudharabah ini mutlak menjadi tanggung
jawab pemilik modal . Dengan catatan, pihak pengelola tidak melakukan
kelalaian dan kesalahan prosedur dalam menjalankan usaha yang telah
disepakati syarat-syaratnya. Kerugian pihak pengelola adalah dari sisi
tenaga dan waktu yang telah dikeluarkannya tanpa mendapat keuntungan.
Ini adalah perkara yang telah disepakati oleh para ulama, seperti yang
telah ditegaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu Fatawa
(XXX/82).
Contohnya: A adalah pemodal, berkonstribusi modal kepada B yaitu
marketing yang ingin membentuk agency properti syariah dan
berkonstribusi kerja saja (pengelola).
4. Syirkah al-Wujuuh
Yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan
nama baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit
(hutang) dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai,
lalu keuntungan yang didapat dibagi bersama atas dasar kesepakatan di
antara mereka. (Bada-i’u ash-Shana-i’, karya al-Kasani VI/77)
Syirkah semacam ini juga dibolehkan menurut kalangan hanafiyah dan
hanbaliyah, namun tidak sah menurut kalangan Malikiyah, Syafi’iyah dan
Zhahiriyah. (Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu, karya Wahbah Az-Zuhaily
IV/801)
Disebut syirkah wujûh karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan,
atau keahlian seseorang di tengah masyarakat. Tak seorang pun memiliki
modal, namun mereka memiliki nama baik, sehingga mereka membeli
barang secara hutang dengan jaminan nama baik tersebut.
Dalam syirkah wujûh ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan,
bukan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan
kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha berdasarkan
prosentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan
kesepakatan
Contoh: A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B
ber-syirkah wujûh, dengan cara membeli barang dari seorang pedagang
(misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-masing memiliki
50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan
keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan
kepada C (pedagang).
5. Syirkah al-Mufawadhah
Yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan
suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap
pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama.
Syirkah Mufawadhah juga merupakan syirkah komprehensif yang dalam
syirkah itu semua anggoga sepakat melakukan aliansi dalam semua jenis
kerja sama, seperti ‘inan, abdan dan wujuh. Di mana masing-masing
menyerahkan kepada pihak lain hak untuk mengoperasikan segala
aktivitas yang menjadi komitmen kerja sama tersebut, seperti jual beli,
penjaminan, penggadaian, sewa menyewa, menerima tenaga kerja, dan
sejenisnya. Atau syirkah ini bisa pula diartikan kerja sama dalam segala
hal.
Hukum Syirkah ini dalam pengertian di atas dibolehkan menurut mayoritas
ulama seperti Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah. Sebab, setiap jenis
syirkah yang sah ketika berdiri sendiri, maka sah pula ketika digabungkan
dengan jenis syirkah lainnya. Namun, imam asy-Syafi’i melarangnya.
Adapun keuntungan yang diperoleh dalam syirkah ini dibagi sesuai dengan
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkah-
nya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal (jika berupa
syirkah inân), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah
mudhârabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase
barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujûh).
Contohnya: A adalah pemodal, berkonstribusi modal kepada B dan C yaitu
marketing yang ingin membentuk agency, yang sebelumnya sepakat
bahwa masing-masing berkonstribusi kerja saja. Kemudian B dan C juga
sepakat untuk berkontribusi modal.
Contoh diatas adalah gabungan antara syirkah 'inan, 'abdan dan
mudhorobah
MATERI 06 :
MENGENAL SYIRKAH DALAM PROPERTI
Ust Farhan :
Alhamdulillah...
Silahkan didengar, dibaca dan dipelajari ya semampunya....