Anda di halaman 1dari 11

TIPUAN DALAM JUAL BELI

‫بيع الغرر‬

DOSEN PEMBIMBING
Nurul Hidayati Tumadi, Lc. Ma

Disusun Oleh
Dafiqur Rifqi (19.23.716)

STAI AN-NADWAH KUALA TUNGKAL, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI,


INDONESIA
JURUSAN EKONOMI SYARI'AH
TA 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang maha pengsih lagi maha penyayang, atas segala karunia
nikmatnya yang tidak pernah putus. Solawat dan Salam atas Nabi besar Muhammad Rasulullah
SAW sehingga penulis dapat meyelesaikan Makalah yang berjudul “Tipu Daya Dalam Jual Beli”
disusun untuk memenuhi salah satu tugas Pembelajran.
Dalam penyusunannya penulis melibatkan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
mengucapkan banyak terima kasih atas segala dukungan yang diberikan untuk menyelesaikan
makalah ini. Meski telah disusun secara maksimal oleh penulis, akan tetapi penulis sebagai
manusia biasa sangat menyadari bahwa makalah ini sangat banyak kekurangannya dan masih
jauh dari kata sempurna. Karena itu penulis sangat mengharapkan kritik atau saran yang
membangun dari para pembaca. Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga para pembaca
dapat mengambil manfaat dari makalah ini.

Kuala Tungkal, 24 Nobember 2020


Yang Membuat Peryataan.

Dafiqur Rifqi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...........................................................................................................


KATA PENGANTAR .........................................................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................
A. Latar Belakang .............................................................................................................
B. Rumusan Makalah .......................................................................................................
C. Tujuan ..........................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................
A. Pengertian Jual Beli .....................................................................................................
B. Tipuan Dalam Jual Beli ...............................................................................................
C. Bentuk Tipuan Dalam Jual Beli ...................................................................................
D. Hukum Jual Beli Barang Curian ..................................................................................
BAB III PENUTUP .............................................................................................................
A. Kesimpulan ..................................................................................................................
B. Saran ............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah Agama yang paling diridhoi di sisi Allah SWT. Nabi Muhammad SAW sebagai
utusan Allah datang untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dalam Islam terdapat ajaran-
ajaran yang harus dipelajari dan dimengerti oleh pemeluk agama Islam seperti, haram, halal,
mubah, subhat, dan lain-lain. Kita sebagai mahluk social tentu saja sering berkomunikasi dengan
yang lainnya. Dalam kehidupan makhluk sosial terdapat jual beli yang harus saling
menguntungkan antara penjual dan pembeli. Jual beli merupakan sarana tolong menolong antar
sesama manusia. Jadi, orang yang melakukan transaksi jual beli tidak dilihat sebagai orang yang
mencari keuntungan semata, akan tetapi juga dipandang sebagai orang yang sedang membantu
saudaranya. Bagi penjual, ia sedang memenuhi kebutuhan barang yang dibutuhkan pembeli.
Sedang bagi pembeli, ia sedang memenuhi kebutuhan akan keuntungan yang sedang dicari oleh
penjual.

Dalam proses jual beli ada ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh penjual dan
pembeli sehingga, jika proses jual beli sudah selesai tidak ada yang dirugikan. Bagaimana
pandangan Islam dalam jual beli dan apa saja dalil-dalilnya sehingga jual beli itu merupakan
sesuatu yang halal bukan sesuatu yang haram atau syubhat. Dalam makalah ini akan diuraiakan
beberapa hadist yang menjelaskan tentang jual beli.

B. Rumusan Masalah

1. Definisi jual beli


2. jenis tipuan jual beli yang di larang
3. Hukum Islam dalam jual beli barang curian dan rampasan
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tipuan jual beli yang di larang
2. Untuk memahami berbagai bentuk tipuan jual beli yang di larang agama Islam
3. Untuk mengidentifikasi hukum perilaku dalam jual beli barang curian dan rampasan
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN JUAL BELI

Arti jual beli secara bahasa adalah menukar sesuatu dengan sesuatu. Jual beli menurut syara’
adalah akad tukar menukar harta dengan harta yang lain melalui tata cara yang telah ditentukan
oleh hukum islam. Yang dimaksud kata “harta” adalah terdiri dari dua macam. Pertama; harta
yang berupa barang, misalnya buku, rumah, mobil dll. Kedua; harta yang berupa manfaat (jasa),
misalnya pulsa telephone, pulsa listrik, dan lain-lain. Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud
jual beli adalah Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan di antara
penjelasanya:

1. Menurut Syekh Muhammad ibn Qasim Al-Ghazzi Pengertian jual beli yang tepat ialah,
memiliki suatu harta (uang) dengan mengganti sesuatu atas dasar izin syara, sekedar
memiliki izin manfaatnya saja yang diperbolehkan syara untuk selamanya yang demikian itu
harus dengan melalui pembayaran yang berupa uang
2. Menurut Imam Taqiyuddin dalam kitab Kiffayatul al-Akhyar Pengertian jual beli adalah,
saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab qobul, dengan apa
yang sesuai dengan syara
3. Menurut Syekh Zakaria al-Anshari dalam kitabnya, Fath al-Wahab Pengertian jual beli
adalah, Tukar menukar benda lain dengan cara yang khusus (dibolehkan)
4. Menurut Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh Sunnah Pengertian jual beli adalah, penukaran
benda dengan benda lain dengan jalan saling atau memindahkan hak milik dengan ada
penggantinya melalui jalan (cara) yang diperbolehkan.

B. Tipuan Dalam Jual Beli

Secara bahasa tipuan dalam jual beli artinya al-khida wa al-ibham wa at-tamwiyah
(penipuan, kecurangan, penyamaran, penutupan) Para ahli fikih mengartikan di dalam jual beli
adalah menutupi aib barang. Hanya saja dari deskripsi nash yang ada, meski barangnya tidak ada
cacatnya, tetap terjadi jika barang yang dijual ternyata tidak sesuai dengan yang dideskripsikan
atau yang ditampakkan.

Tipuan dalam jual beli hukumnya haram. Siapa saja yang melakukannya berdosa. Sebab,
tadlis itu 1merupakan bagian dari tipuan dalam jual beli dan Rasulullah saw. bersabda:

‫ليس منا من غس‬

Tidak termasuk golongan kami orang yang menipu (HR Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan
Ibn Majah).

Harta yang diperoleh dengan melakukan tipuam dalam jual beli merupakan harta yang
diharamkan secara syar’i. Allah akan mencabut berkah dari harta hasil itu. Rasulullah saw
bersabda:

‫البعان بالخير مالم يتفرقا فان تفرق وبينا بورك لهما في بيعهما وان كتما وكذبا محقت ركة بيعها‬

Penjual dan pembeli memiliki khiyar (pilihan untuk membatalkan atau melanjutkan akad)
selama belum berpisah. Jika keduanya berpisah dan berlaku transparan (menjelaskan barang
dan harga apa adanya) maka diberikan berkah dalam jual-beli keduanya. Jika keduanya saling
menyembunyikan (cacat) dan berdusta maka itu menghanguskan berkah jual-belinya (HR al-
Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, Abu Dawud dan al-Baihaqi).

Seberapapun besar keuntungan yang didapat dari melakukan tadlis, jika dibandingkan
dengan hangusnya keberkahan, tentu tidak akan sebanding. Tidak ada keuntungan sama sekali
mengejar harta haram, baik besar, apalagi jika hanya untuk mendapatkan recehan. Mengejarnya
saja sudah berdosa, jika berhasil mendapatkannya pun akan menambah bermasalah. dipakai akan
menghilangkan berkah mendatangkan penyakit, disedekahkan tidak akan diterima, dan kalau
tidak dipakai bakalan jadi bekal ke neraka.

Rasulullah menyatakan:

‫وال يكسب عبد ماال من حرام فينفق منه فيبا رك له فه وال يتصدق به فيقبل منه وال يترك خلف ظهره اال كان زاده الى‬
‫ك‬ ‫النار‬

1
Mttaufik, Penipuan Dalam Jual Beli https://www.google.com/amp/s/mtaufiknt.wordpress.com/2018/11/09/penipuan-dalam-jual-
beli-tadlis/amp/
Dan tidaklah seorang hamba mencari harta yang haram, lalu membelanjakannya lantas ia
diberkahinya dan tidaklah bersedekah lantas diterima darinya dan tidaklah ia meninggalkan di
belakang punggungnya (mewariskannya) melainkan akan menjadi bekal ke neraka. (HR.
Ahmad).

C. Bentuk Tipuan Dalam Jual Beli

Tipuan atau suatu kegiatan yang tujuannya untuk merugikan orang lain. Akad yang terdapat
unsur penipuan di dalamnya apabila terjadi ketidakpastian, baik dalam segi objek tersebut ada
atau tidak. Bentuk-bentuk jual beli dalam yang di larang menurut ulama fiqih yang dilarang
adalah :

1. Penjual tidak mampu menyerahkan objek pada saat akad tersebut berlangsung. Baik objek
tersebut ada atau belum ada. Contohnya adalah menjual janin yang masih ada di dalam perut
induknya (binatang ternak).
2. Penjual menjual sesuatu yang belum menjadi kekuasaannya. Misalnya si penjual menjual
sesuatu kepada pembeli, tetapi barang tersebut belum diserahkan kepada pembeli, maka
pembeli tersebut belum berhak untuk menjual kembali barang tersebut kepada pembeli yang
lain. Akad pada jual beli tersebut mengandung gharar, karena bisa jadi barang yang belum
diserahkan kepada pembeli itu rusak atau hilang.
3. Tidak ada kepastian mengenai jenis benda atau objek yang dijual.
4. Tidak ada kepastian mengenai sifat dari barang yang dijual tersebut. Misalnya “saya menjual
mobil yang saya miliki kepada anda”, tanpa menyebutkan ciri-ciri dari mobil tersebut.
Contoh lain ialah menjual buah-buahan yang masih ada di pohon dan belum layak
dikonsumsi.
5. Tidak ada kepastian mengenai jumlah harga yang harus dibayarkan.
6. Tidak ada suatu ketegasan dalam bentuk transaksi. Misalnya menentukan harga penjualan
mobil, apabila mobil itu dijual secara tunai maka harganya Rp150.000.000 sedangkan apabila
dijual secara kredit yakni harganya menjadi Rp160.000.000.
7. Kondisi objek akad. Tidak mengetahui kondisi dari objek itu. Misalnya menjual seekor sapi
yang sedang sakit.2
D. Hukum Jual Beli Barang Curian.

Syariat Islam sejatinya telah mengatur berbagai ketentuan dalam menyikapi setiap problem
yang terjadi dalam kehidupan manusia, termasuk dalam hal transaksi jual beli. Dalam salah satu
hadits dijelaskan. : ‫اال ببع اال فيما تملك‬

“Tidak ada jual beli kecuali pada harta yang engkau miliki” (HR. Abu Daud)

Menjual harta hasil curian dari orang lain jelas termasuk bagian dari fudluli ini, sebab harta
curian sejatinya masih milik pemilik aslinya alias korban pencurian (al-masruq minhu),
sedangkan orang yang mencuri harta orang lain, selamanya tidak akan disebut sebagai pemilik
harta tersebut secara syara Para ulama menegaskan bahwa praktik bai’ fudluli ini tergolong
sebagai akad yang tidak sah untuk dilakukan, sebab salah satu syarat sahnya jual-beli adalah
penjual harus memiliki atas barang yang ia jual dan pembeli harus memiliki atas uang yang akan
ia tukarkan pada penjual. Sedangkan dalam kasus bai’ fuduli, penjual tidak memiliki kekuasaan
atas barang yang ia jual, sebab barang tersebut bukan dalam kepemilikannya. Tidak sahnya bai’
fuduli ini salah satunya seperti yang dijelaskan oleh Syekh Sulaiman al-Bujairami:

‫ فال يصح عقد فضولي وإن أجازه المالك‬، ‫والشرط الثالث ما ذكره بقوله (مملوك) أي أن يكون للعاقد عليه والية‬

. ‫لعدم واليته على المعقود عليه‬

“Syarat jual beli yang ketiga adalah benda (yang diperjual belikan) harus dimiliki, maksudnya
orang yang mengakadi jual-beli harus memiliki kuasa atas benda yang ia jual-belikan. Maka
tidak sah akad fudluli, meskipun pemilik barang memperbolehkan padanya (untuk menjual
barang tersebut), sebab ia tidak memiliki kuasa atas barang yang diakadi (ma’qud ‘alaih)”
(Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasyiyah al-Bujairami ala al-Khatib, juz 7, hal. 287)

2
Muhammad, Penipuan dalam jual belihttps://rumaysho.com/7154-penipuan-dan-pengelabuan-dalam-jual-beli.html
Karena jual beli harta hasil curian ini tergolong jual beli yang tidak sah, maka dari aspek
tidak sahnya jual beli tersebut, jual beli ini dikenal juga dengan istilah bai’ fasid. Dalam transaksi
yang fasid (rusak) kedua belah pihak (penjual dan pembeli) berkewajiban untuk mengembalikan
barang yang telah mereka tukarkan saat akad jual-beli, sebab akad jual-beli yang dilakukan oleh
kedua belah pihak dianggap tidak nufudz (tidak diakui syara’), walaupun sebenarnya kedua belah
pihak sama-sama merelakan barangnya untuk ditukarkan. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam
kitab Fatawa ar-Ramli:

“Apakah harta yang diambil atas jual beli yang fasid (tidak sah) besertaan kerelaan kedua belah
pihak (penjual dan pembeli) merupakan hal yang halal atau haram?” Imam ar-Ramli menjawab:
“Tidak halal bagi orang yang mengambil harta tersebut untuk membelanjakannya, sebab hal
yang wajib bagi mereka berdua adalah mengembalikan setiap harta yang mereka terima kepada
pemilik asal” (Syihabuddin ar-Ramli, Fatawa ar-Ramli, juz 2, hal. 470).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menjual ataupun membeli barang hasil curian
merupakan akad jual-beli yang tidak sah dan disebut juga dengan jual beli yang fasid. Sebab
pencuri berkewajiban mengembalikan harta yang ia curi kepada pemiliknya. Sehingga ketika
barang curian terlanjur dijual maka pencuri wajib mengembalikan kembali uang hasil penjualan
tersebut kepada pembeli dan mengembalikan barang curian tersebut kepada pemilik aslinya. Jika
seandainya pencuri sudah tidak mengetahui keberadaan pemilik barang yang telah ia curi, maka
ia dianggap tetap memiliki tanggungan (hak adami) kepada pemilik barang. Konsekuensi dari
kondisi ini mirip dengan orang yang memiliki utang. Penjelasan selengkapnya terkait hal ini,
dapat disimak dalam pembahasan ‘Cara Melunasi Utang pada Orang Yang Sulit Ditemukan
Keberadaannya’. Wallahu a’lam.3

3
M. Ali, Hukum Jual Beli Barang Hasil Curianhttps://islam.nu.or.id/post/read/111811/hukum-jual-beli-barang-hasil-
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Jika terjadi tadlis maka orang yang tertipu (al-mudallas) memiliki khiyar. Ia boleh tetap
melanjutkannya dan mempertahankan barang itu, yang artinya ia ridha dengan barang itu. Ia juga
boleh mem-fasakh (membatalkan) akad jual-beli itu, yakni ia kembalikan barang tersebut dan
meminta kembali secara penuh harga yang telah ia bayarkan. Tidak ada opsi ketiga selain dua
opsi itu. Hal itu sesuai dengan hadis Abu Hurairah di atas, yakni bahwa Nabi saw. hanya
memberikan dua opsi: in syâa amsakahâ wa in syâa raddahâ (jika ia mau ia boleh
mempertahankannya, jika ia mau ia boleh mengembalikannya).

B. SARAN

Jadi, orang yang ditipu itu (al-mudallas) tidak boleh tetap mempertahankan barang yang ada
cacatnya itu dan meminta/mengambil selisih antara harga barang cacat itu dengan harga barang
yang tidak ada cacat. Semua itu jika barang masih bisa dikembalikan, jika barang tidak mungkin
dikembalikan, maka pembeli ia bisa meminta penjual agar membayar nilai cacat tersebut. Hanya
saja, jika pembeli sudah tahu cacat/kondisi barang sebelumnya dan tetap rela melangsungkan
transaksi, maka itu artinya ia sepakat harga yang ia bayar adalah harga untuk barang yang ada
cacatnya itu, tidak ada khiyar aib di sini. Allahu A’lam.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Rawas Qal’aji, Mu’jam Lughah Al-Fuqahâ’, Cet. II. (Beirut: Dar al-Nafais, 1988),
hlm. 126.

Wordpres.com, (2018) Tipuan Dalam Jual Beli. Diakses pada 12 Desember 2020,
darihttps://www.google.com/amp/s/mtaufiknt.wordpress.com/2018/11/09/penipuan-
dalam-jual-beli-tadlis/amp/

Ziyad Ghazal, Masyrû’ Al-Qanûn Al-Buyû’ Fî Ad-Dawlah Al-Islâmiyah (Amman: Dar al-
Wadhah li an-Nasyr wa at-Tawzi’, n.d.), hlm. 51.

Anda mungkin juga menyukai