SKRIPSI
OLEH:
FELITA ELVIANI
NIM 135110307111012
Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
3URVRVLDO7RNRK0DUJXHULWHGDODP)LOP0DULH+HXUWLQ.DMLDQ3VLNRORJL6RVLDO´
dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar
Sarjana Sastra pada Program Studi S1 Bahasa dan Sastra Prancis, Fakultas Ilmu
pihak-pihak yang telah membantu dalam pengerjaan skripsi ini, antara lain:
dukungan, nasehat, kasih sayang serta doa yang tiada henti sehingga
ini.
dukungan, kritik dan saran serta rela menjadi notulis selama seminar
v
bersama, serta selalu bisa menjadi penghibur dan pendengar yang baik
selama ini.
6. Leo Chandra, Hizkia Asa dan Nadia Sri Ramadhini yang selalu membantu
dan menghibur serta telah menjadi teman yang baik bagi penulis.
7. Eka Novianti Jeni, dan belay lainnya yang senantiasa menghibur serta
9. Sahabat di Surabaya, Opal, Lidan, Kevin, Hilman dan Fandem yang telah
telah membantu penulis sejak awal masa perkuliahan sampai saat ini yang
Penulis
vi
ABSTRAK
Elviani, Felita. 2017. Analisis Tingkah Laku Prososial Tokoh Marguerite dalam
Film Marie Heurtin: Kajian Psikologi Sosial. Program Studi Bahasa dan Sastra
Prancis, Universitas Brawijaya.
vii
EXTRAIT
viii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .................................................................................................................vii
EXTRAIT ..................................................................................................................viii
ix
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................6
BAB IV PEMBAHASAN..........................................................................................15
x
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................39
LAMPIRAN ..............................................................................................................43
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Marguerite berada di atas untuk membantu Marie turun dari pohon ...17
Gambar 4.3 Marguerite menutup telinga dan mata agar ia dapat merasakan hidup buta
Gambar 4.4 Suster Marguerite meminta izin pada Suster Kepala ............................19
Gambar 4.6 Marguerite mengajarkan bahasa isyarat ketika perjalanan sekolah .......22
Gambar 4.7 Marguerite menolong Marie yang sedang diganggu temannya .............22
perlawanan .............................................................................................23
xii
Gambar 4.14 Marie antusias mempelajari bahasa baru .............................................33
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
hidupnya. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat bertahan hidup sendiri
menjadi hal yang sangat penting dalam kebahagiaan, dan salah satu cara yang
menolong merupakan sifat positif dan terpuji yang dilakukan manusia untuk
menguntungkan manusia lain, sehingga akan terjalin hubungan yang baik antara
satu individu dengan yang lainnya. Tindakan menolong ini digolongkan sebagai
tindakan prososial.
Definisi dalam konteks psikologi sosial menurut Baron dan Byrne (2005,
hal. 92) prososial adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang
lain tanpa memikirkan keuntungan yang akan diperoleh serta melibatkan suatu
resiko bagi orang yang memberikan pertolongan. Dengan kata lain, yang lebih
1
2
Penulis memilih media film sebagai objek material penelitian ini. Menurut
Turner (dikutip dari Irawanto, 1999, hal.14), film merupakan potret dari realitas
dan ideologi dari kebudayaan ke layar. Selain itu, film juga banyak mengandung
seorang tokoh Marguerite dalam salah satu film Prancis tahun 2014 berjudul
Marie Heurtin yang disutradarai oleh Jean-Pierre Améris. Film ini merupakan
film biografi yang diangkat dari kisah nyata seorang gadis Prancis yang lahir
dalam keadaan buta dan tuli bernama Marie Heurtin. Orang tua Marie tidak tahu
yang dikelola oleh biarawati Katolik. Awalnya kepala suster menolak Marie
karena dianggap terlalu liar. Namun, satu-satunya suster yang peduli pada kondisi
hidup di kegelapan dan kesunyian, seperti yang dirasakan oleh Marie. Dengan
baik yang dilakukan tokoh Marguerite ini digolongkan dalam tingkah laku
prososial. Dari cerita tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih
dilakukan oleh tokoh Marguerite. Melalui kajian ini akan diketahui alasan utama
ini yaitu:
tindakan prososial?
prososial.
Manfaat Teoritis
pengetahuan umum serta psikologi sosial. Selain itu, diharapkan juga dapat
Manfaat Praktis
4
bertingkah laku prososial serta menjadi sumber informasi bahwa setiap orang
tingkah laku prososial yang dilakukan oleh Marguerite dalam film Marie
Heurtin.
serta melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong (Baron dan Byrne,
2005, hal.92).
memandang segala hal dari sudut yang berbeda (Baron dan Byrne, 2005, hal.
111).
5
GL GDODP PDV\DUDNDW´ Krech, Crutchfield dan Ballachey, 1962, dikutip dari
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai landasan teori dan
Tingkah laku prososial menurut Baron dan Byrne (2005, hal. 92) adalah
keuntungan yang akan diperoleh serta melibatkan suatu risiko bagi orang yang
Fultz, dan Schoenrade (1987, dikutip Myers, 2012, hal. 205), tingkah laku
prososial bisa menjadi altruisme sejati (selfless) ataupun tidak altruisme (selfish)
serta dapat dimotivasi oleh imbalan internal dan eksternal. Imbalan internal yang
dimaksud adalah kepuasan diri, ketenangan batin serta keadaan emosional dalam
diri, sedangkan imbalan eksternal yang dimaksud adalah pengakuan dari orang
lain, membuat orang lain senang, meringankan beban orang lain serta keadaan
6
7
Diagram I. Rute Egoistis dan Altruistis untuk Menolong (sumber: Batson et al,
1987, dalam Myers, 2012, hal. 205).
Sesuai dengan diagram di atas, melihat kesulitan orang lain dapat memicu
suatu campuran kesulitan yang berfokus pada diri sendiri dan empati yang
berfokus pada orang lain. Perasaan tertekan melihat penderitaan orang lain akan
memotivasi untuk melepaskan perasaan tersebut dengan cara melarikan diri dari
Ketika seseorang merasakan empati, orang tersebut tidak terlalu berfokus pada
tekanan yang ia rasakan, namun lebih berfokus pada orang yang membutuhkan
bantuan.
penulis menggunakan teori Baron dan Byrne yang telah dikembangkan dari teori
Batson et al tersebut. Baron dan Byrne (2005, hal. 130) mengatakan bahwa
terlepas dari alasan apapun yang mendasari suatu respons prososial tertentu, dapat
disetujui bahwa satu hal yang sangat positif dari perilaku manusia adalah
disimpulkan bahwa menolong merupakan salah satu bentuk dari tingkah laku
2.1.1 Empati-Altruisme
Menurut Baron dan Byrne (2005, hal.111), empati berarti ikut merasakan
keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan membayangkan diri berada
pada posisi orang lain serta dapat memandang segala hal dari sudut pandang
yang berbeda. Empati memiliki dua komponen yaitu komponen afektif yang
artinya merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, serta komponen kognitif
yang artinya memahami apa yang dirasakan oleh orang lain. Dalam hal ini
sebagai contoh kasusnya adalah ketika menonton film yang sedih, seseorang
yang merasakan sebuah empati akan ikut sedih bahkan menangis. Sedangkan
melainkan untuk kebaikan orang lain (Baron dan Byrne, 2005, hal.92).
meringankan tekanan yang ia alami. Dalam situasi seperti itu, kesedihan serta
(1989, Baron dan Byrne, 2005, hal.127), tingkah laku prososial dimotivasi oleh
korban karena ia ingin merasa enak atau bahagia setelah berhasil mencapai
sesuatu. Dalam kondisi ini, yang dibutuhkan adalah sebuah empati serta umpan
Ridley dan Dawkins, 1981 (dikutip dari Baron dan Byrne, 2005, hal.
pertolongan dibutuhkan. Dalam hal ini berarti keinginan secara spontan untuk
bantuan secara genetis mirip dengan dirinya sendiri. Menurut de Waal (1996,
Baron dan Byrne, 2005, hal. 129) terdapat kemampuan yang berbasis gen untuk
dijadikan sebagai acuan dan referensi pada poin-poin tertentu guna menunjang
teori dan hasil penelitian. Sejauh ini penulis tidak menemukan penelitian dengan
formal yang sama yaitu skripsi karya Gazi Adam, mahasiswa Bahasa dan Sastra
tokoh utama tersebut yang dianalisis dengan teori prososial Batson, dkk.
Yang selanjutnya adalah skripsi dari Diah Qirani Putri, mahasiswa Bahasa
dan Sastra Perancis, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Brawijaya, dengan judul
Perancis dalam Film Les Hommes Libres Karya Ismael Ferroukhi tahun 2016.
Skripsi tersebut membahas tentang bentuk perilaku prososial yang dilakukan oleh
tokoh utama yang merupakan kaum imigran Aljazair dalam membantu kaum
imigran Yahudi dari kejaran NAZI. Penelitian tersebut dianalisis dengan teori
yang sama yaitu teori motif prososial Baron dan Byrne, namun lebih berfokus
tindakan prososial.
12
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (1975,
dikutip dari Moleong, 2007, hal. 4) metode kualitatif menghasilkan sebuah data
deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku
yang diamati. Selanjutnya, penelitian deskriptif menurut Sevilla (1993, hal. 73)
sistematis, faktual, dan akurat tentang sekelompok manusia, suatu objek, serta
orang-orang serta perilaku yang diamati dan menghasilkan data deskriptif yang
film Marie Heurtin sehingga dapat menjawab rumusan masalah dalam penelitian
ini.
Sutopo (2002, hal.49) menyatakan bahwa sumber data merupakan bagian yang
sangat penting bagi peneliti karena ketepatan memilih akan menentukan ketepatan
dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh. Dalam penelitian ini penulis
13
14
mempunyai dua sumber data yang diklasifikasikan menjadi sumber data utama
Sumber data utama adalah fillm Marie Heurtin karya Jean-Pierre Améris yang
dirilis tahun 2014. Selain itu, penulis juga mendapatkan data pendukung berupa
jurnal, artikel ilmiah, skripsi, serta buku-buku yang membahas tentang psikologi
Dalam penelitian ini, data diperoleh dari menyaksikan keseluruhan film Marie
Heurtin, kemudian mencari adegan serta dialog yang menunjukkan tingkah laku
beberapa kategori.
4. Memberikan kesimpulan.
BAB IV
PEMBAHASAN
laku prososial yang dilakukan oleh suster Marguerite serta manifestasinya dalam
film Marie Heurtin tahun 2014 sesuai dengan landasan teori yang penulis
gunakan. Tingkah laku prososial menurut Baron dan Byrne (2005, hal. 92) adalah
keuntungan yang akan diperoleh serta melibatkan suatu risiko bagi orang yang
menolong. Sesuai dengan teorinya, bahwa ada empat hal yang mendasari
seseorang melakukan tindakan prososial. Dalam bab ini penulis akan membahas
kedua rumusan masalah secara integral karena dalam setiap adegan tingkah laku
prososial yang dilakukan oleh tokoh Marguerite terdapat motif yang berbeda.
4.1. Empati-Altruisme
walaupun banyak risikonya. Dalam film ini penulis menemukan beberapa adegan
yang menunjukkan bentuk tingkah laku prososial yang dilakukan oleh Marguerite
15
16
Film Marie Heurtin ini berawal dari Marguerite yang merupakan salah
satu biarawati katolik di sekolah tuna rungu Notre-Dame de Larnay. Suatu hari, ia
bertemu dengan seorang gadis yang dapat menyentuh hatinya, yaitu Marie. Pada
saat itu, ayah Marie berniat untuk mendaftarkannya di sekolah tersebut karena ia
tidak ingin mengirimkan Marie ke rumah sakit jiwa. Orangtua Marie tidak tahu
pribadi yang susah beradaptasi dengan lingkungan baru dan bertingkah laku
kurang baik, penuh amarah dan tidak mengenal aturan serta moral.
Ketika Marie disapa oleh salah satu suster, responnya sangat berlebihan
hingga ia berlari dan memanjat pohon. Bentuk tingkah laku yang menunjukkan
pohon untuk membantu Marie turun karena ketika itu lah ia seolah-olah dapat
memahami perasaan Marie yang hidup dikegelapan dan kesunyian. Suster Kepala
menolak Marie karena menurutnya sekolah tersebut hanya mendidik orang yang
tuli, bukan buta dan tuli. Rasa empati yang ada dalam diri Marguerite tergambar
pada potongan adegan yang penulis temukan beserta monolog Marguerite pada
menit ke 00:07:14.
17
Gambar 4.1 Marguerite berada di atas untuk membantu Marie turun dari
pohon (00:05:17)
Dialogue 1 :
Marguerite : ³ PDL $XMRXUG¶KXL M¶DL UHQFRQWré une amante. Une âme
toute petite et toute fragile. Une âme est emprisonnée, mais je
vois qu'il brille vivement dans cette limitation. Avant de monter
VXUO¶DUEUHMe pensais qu'elle était une sauvage jeune, un petit
animal. Mais GDQV O¶DUEUH HOOH P¶DWWHQGDLW. Elle a été
emprisonnée dans un monde sombre et silence. Comment
communiquer avec cette petite fille ? Comment parvenir à lui
parOHU j O¶pFRXWHU" &RPPHQW HVW-ce que de vivre dans
l'obscurité la plus totale et le silence absolut ?´ (Marie
Heurtin, 2014)
Dialog 1 :
Marguerite : ³10 Mei. Hari ini aku bertemu dengan seorang gadis manis.
Jiwa yang masih kecil dan rapuh. Jiwa dengan keterbatasan,
18
Gambar 4.3 Marguerite menutup telinga dan mata agar ia dapat merasakan
hidup buta dan tuli (00:08:04)
Tidak hanya memahami yang dirasakan oleh Marie, suster Marguerite juga
mencoba untuk merasakan apabila hidup dalam keadaan buta dan tuli dengan cara
menutup telinga dan matanya dengan sebuah kain. Kemudian ia mencoba untuk
berjalan dan berkomunikasi layaknya tuna netra dan tuna rungu. Gambar di atas
membuktikan adanya rasa empati yang tinggi dalam dirinya. Hal ini berarti
memenuhi dua komponen empati yaitu komponen afektif dan kognitif seperti
yang dikatakan oleh Baron dan Byrne (2005, hal. 111). Komponen afektif dalam
hal ini adalah ketika Marguerite tidak hanya ikut merasakan penderitaan Marie,
penderitaan Marie dengan cara seolah-olah menempatkan diri pada posisi Marie.
19
empatik dalam diri Marguerite juga ditunjukkan pada adegan ketika ia meminta
izin kepada Suster Kepala, yang juga merupakan ibu kandungnya, untuk bersedia
Gambar 4.4 Suster Marguerite meminta izin pada Suster Kepala (00 :10 :28)
Dialogue 2:
Marguerite : ³-¶DL UHQFRQWUp FHWWH ILOOH HW MH QH SRXYDLV SDV DUUrWHU GH
penser ma mère.´
Mère Supérieure : ³7X Q¶D jamais appris une fille sourde et elle est aussi
aveugle.´
Marguerite : ³-¶DL SDUOé leur langue. Laissez-moi HVVD\HU M¶DL HX XQH
révélation. Non, je veux dire que juste une idée, une simple
LGpH-HSHX[PHWURPSHUHWVLMHQHPHWURPSDLVSDVF¶HVW
ma mission de sauver cette pauvre être comme vous dites. Et
de lui ouvrir la parôle pour les centrer dans le monde des
gens.´
Mère Supérieure : ³VRXV P¶DYH] SDUOpHW MH YRXV DL pFRXWp HW YRXV P¶DYH]
posé une question. Je vous réponds est non.´
Marguerite : ³Merci ma mère. Mais permettez-PRLG¶DVVLVWHUPa mère.
&¶HVW XQH ILOOH TXL QH IDut pas rester comme ça enfermer
GDQVVDSULVRQTXHOTX¶XQGRLWO¶HQ VRUWLUTXHOTX¶XQGRLt lui
apprendre à parler. La langue des signes. Je ferai les signes
dans la main.´
Mère Supérieure : ³Cette petite fille est aveugle et sourde de naissance. Ça
force son intelligence est ne se développe pas. Avec votre
problems de santé«´
20
Dialog 2:
Marguerite : ³Aku bertemu dengan gadis ini dan aku tidak bisa berhenti
memikirkan dia.´
Suster Kepala : ³Kau belum pernah mengajar gadis tuli. Dan dia juga buta.´
Marguerite : ³Aku bisa bahasa mereka. Izinkan aku mencobanya, aku
menerima pewahyuan. Tidak, sebenarnya hanya sebuah ide, ide
yang sederhana. Aku bisa saja salah, dan jika aku tidak salah, itu
misiku untuk menyelamatkan makhluk malang ini seperti yang
Anda katakan. Untuk membuat dia bersuara agar dia bisa
memasuki dunia ini.´
Suster Kepala : ³Kau sudah bicara, saya sudah mendengarkanmu dan kamu
punya pertanyaan dan jawabannya adalah tidak.´
Marguerite : ³Terima kasih bu. Tapi izinkan saya untuk menjaganya, bu.
Dia tidak boleh terkunci dalam keterbatasannya. Seseorang
harus mengeluarkannya dari keterbatasannya, seseorang harus
mengajarinya berbicara. Dengan bahasa isyarat. Aku akan
membuat tanda-tanda ditangannya.´
Suster Kepala : ³Dia buta dan tuli sejak lahir. Hal itu membuat kecerdasannya
tidak berkembang. 'HQJDQNHVHKDWDQPX«´
Marguerite : ³Paru-paruku biarlah menjadi kematianku.´
Suster Kepala ³Kau sudah tau bekerja lebih keras sedikit lagi saja bisa
berakibat fatal.´
Marguerite : ³Aku bisa mati menutup diri di kamar tidur, tapi tetap saja aku
akan mati.´ (Marie Heurtin, 2014)
dalam diri Marguerite timbul secara alami ketika melihat kesusahan orang lain.
mendapat izin merawat Marie. Hal ini sesuai bahwa tingkah laku prososial hanya
berbagai risiko. Dialog di atas sesuai dengan yang dikatakan oleh Baron dan
21
bantuan kepada orang lain memiliki empati yang lebih tinggi daripada yang tidak
memberikan pertolongan.
karena jarak yang ditempuh sangat jauh dari sekolah, meskipun ia tahu respon
pada Marguerite ketika menjemputnya karena ia tidak ingin pergi tanpa orang
tuanya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Batson, Fultz dan Schoenrade
(1987, dikutip Myers, 2012, hal. 205) bahwa ketika seseorang merasakan sebuah
empati, orang tersebut tidak terlalu berfokus pada tekanan yang ia rasakan, namun
penulis temukan pada menit ke 00 :17 :42 saat perjalanan kembali ke sekolah,
22
Marguerite mulai mengajarkan beberapa bahasa isyarat pada Marie, yaitu : aku,
Meski Marguerite belum melihat adanya antusias dalam diri Marie ketika
potensi luar biasa pada diri Marie. Hal itulah yang memotivasinya.
Selain itu, bentuk tingkah laku prososial suster Marguerite terlihat ketika
ia menolong Marie yang sedang diganggu oleh teman-teman sekamarnya. Hal ini
didasari oleh rasa empati dalam diri Marguerite dan tergambar pada adegan menit
ketika ia kembali ke kamar Marie, ia melihat gadis itu diganggu oleh teman-teman
karena rasa empati yang dirasakan oleh Marguerite, ia berinisiatif untuk membagi
oleh motif ini juga digambarkan pada beberapa potongan adegan di bawah:
etika makan yang benar. Ia rela dipukul oleh Marie yang ketakutan dan belum
terbiasa di tempat umum. Selain itu, suster Marguerite juga mengajarkannya cara
berpakaian serta merawat diri. Hal ini semata-mata berfokus pada kebutuhan
Marie agar Marie dapat bertahan hidup. Dengan demikian tingkah laku menolong
yang dilakukan oleh Marguerite pada beberapa contoh tersebut dimotivasi oleh
juga ditampilkan pada narasi Marguerite yang penulis temukan pada menit ke
00 :28 :58.
Dialogue 3 :
Dialog 3:
tidak ada gunanya, tetapi Marguerite tetap tidak berputus asa. Kemudian, ia
25
Gambar 4.9 Marguerite mencoba menyisir rambut Marie (00 :32 :43)
menunjukkan Marie sudah bisa merawat diri, ia mulai terbiasa menyisir rambut,
sesuai dengan Baron dan Byrne (2003, hal. 117) bahwa setiap orang yang
tanggung jawab yang ditunjukkan oleh Marguerite adalah bahwa ia tetap tidak
bunga, keledai, tua, muda, dan lain-lain. Sejak saat itu Marie menjadi lebih mudah
adanya Tuhan. Ketika itu, suster Elisabeth, yang merupakan salah satu suster di
penulis menemukan sebuah dialog antara Marguerite dengan Marie pada menit ke
01 :12 :16.
Dialogue 4 :
Dialog 4 :
ini ada yang lebih berkuasa atas hidup manusia yaitu Tuhan. Ia mengajarkannya
Namun, menurutnya Marie berhak memahami hal tersebut karena hal itu penting
yang memiliki rasa empati yang tinggi. Tingkah laku prososial yang dilakukan
menolongnya keluar dari dunia kegelapan dan kesunyian yang dirasakan selama
dari itu, dapat dikatakan bahwa tindakan yang dilakukan tokoh Marguerite sesuai
dengan teori empati-altruisme Baron dan Byrne (2005, hal.92) bahwa tindakan
dan berusaha untuk mengurangi perasaan negatif. Ketika seseorang melihat orang
lain menderita, maka akan timbul perasaan tidak nyaman dan cemas pada dirinya
oleh mengurangi keadaan negatif adalah ketika suster Marguerite diperintah oleh
Suster Kepala untuk menurunkan Marie dari pohon. Dalam hal ini yang
Terlihat pada gambar dan percakapan berikut. (Marie Heurtin, 00 :05 :00)
Dialogue 5:
Dialog 5:
Suster Kepala : ³Kalau begitu naik kesana dan turunkan gadis itu!´
Marguerite : ³8K«KPEDLNODKLEX´ (Marie Heurtin, 2014)
karena diutus oleh ibunya dan menimbulkan perasaan yang tidak nyaman apabila
yang menengok kanan kiri dan melihat suster-suster lainnya, serta wajah yang
tampak ragu melihat pohon yang demikian tinggi dan hal itu dapat diartikan
Marguerite jatuh pingsan karena penyakit yang diidapnya kambuh dan semakin
letaknya jauh dari sekolah. Dengan berat hati, ia harus meninggalkan Marie.
Dalam beberapa minggu, Marie merasa sangat kehilangan dan salah satu suster
Tingkah laku Marie kembali liar. Hingga akhirnya, suster Raphaëlle memutuskan
untuk menulis surat pada Marguerite. Bentuk tingkah laku prososial yang
dimotivasi oleh mengurangi keadaan negatif ini terlihat ketika suster Marguerite
membaca surat dari suster Raphaëlle dan memutuskan untuk kembali ke sekolah
Gambar 4.13 ekspresi Marguerite ketika membaca surat (01 :07 :07)
Dialogue 6:
Dialog 6:
Terlihat dari ekspresi Marguerite pada gambar 4.13 serta dialog di atas
bahwa suster Marguerite merasakan kecemasan pada diri sendiri ketika membaca
surat dari suster Raphaëlle. Ia cemas jika selama dirinya berada di rumah sakit,
Marie tidak bisa ditangani oleh suster yang lainnya. Ia menganggap Marie sebagai
memutuskan untuk kembali ke sekolah untuk bertemu Marie. Dalam situasi ini,
sekolah dan membimbing Marie sampai akhir hayatnya. Hal ini dibenarkan oleh
Baron dan Byrne (2005, hal. 127) bahwa model mengurangi keadaan negatif ini
tindakan selfish atau egoistis, bukan tindakan altruisme (Batson, Futlz dan
pada orang lain dapat membuat perasaan menjadi lebih baik. Dalam hal ini,
menurut Baron dan Byrne (2005, hal. 127) kesenangan empatik hanya berfokus
pada empati yang dirasakan oleh penolong serta umpan balik mengenai
ini penulis temukan di dalam film Marie Heurtin pada menit ke 00 :50 :34 ketika
Marguerite ikut merasakan bahagia serta antusias seperti yang dirasakan oleh
sikap antusias dan senang pada wajah Marie dan suster Marguerite ketika Marie
gambaran bahwa Marie akan bisa menguasai berbagai kosakata dengan baik. Hal
Dialogue 7:
Marguerite : ³MXLQ-¶DLDVVLVWpjXQJUDQGVSHFWDFOHGH0DULH
une explosion du ODQJDJH $SUqV OD GLIILFXOWp TX¶HOOH
YLWjO¶DSSUHQWLVVDJHGXSUHPLHUPRWO¶DSSUHQWLVVDJH
des mots suivants est plus facile parce que
miraculeuse. Après les mots simples, les mots des
adjectifs, puis les phrases, puis la grammaire, puis les
mots abstraits -¶HVSqUH TXH MH VXLV juste encore
vivante plus longtemps pour assister à tous.´ (Marie
Heurtin, 2014)
34
Dialog 7:
7HUOLKDW SDGD NDOLPDW ³-¶DL DVVLVWp j XQ JUDQG VSHFWDFOH GH 0DULH XQH
pada diri Marie. Ia telah memberikan pengaruh positif pada hidup Marie sampai
pada akhirnya Marie dapat mempelajari bahasa dengan cepat dan baik.
Selanjutnya pada kalimat ³-¶HVSqUH TXH MH VXLV juste encore vivante plus
longtemps pour assister à tous´ terdapat sebuah harapan pada Marguerite untuk
sebelumnya. Namun demikian, ia telah menyaksikan proses yang luar biasa pada
Marie, mulai dari Marie yang bertingkah laku buruk serta belum bisa
dalam belajar. Perubahan positif Marie tersebut merupakan hasil dari usaha yang
dilakukan oleh Marguerite dalam membimbing Marie dan hal itulah yang
gambar 4.15 tampak wajah bahagia terpancar pada wajah Marie. Orangtuanya
sangat terharu melihat anaknya kini berubah dan bisa berkomunikasi dengan baik.
Suster Marguerite turut bahagia melihat kejadian itu. Hal ini sesuai dengan teori
Baron dan Byrne (2005, hal. 127) bahwa dalam kesenangan empatik, penolong
berespons pada kebutuhan korban karena ingin merasa bahagia ketika berhasil
mencapai sesuatu.
Selain itu, bentuk tingkah laku prososial dengan motif kesenangan empatik
Dialogue 8 :
Marguerite : ³DYULO0DULHP¶DGRQQpEHDXFRXSGHFKRVHV(OOHP¶DIDLW
découvrir un autre monde où je ne sais jamais. Un monde que
O¶RQ WRXFKH 8Q PRQGH R WRXW FH TXL YLYDQW SDOSLWH VRXV OHV
doigts.´ (Marie Heurtin, 2014)
36
Dialog 8 :
menunjukkan bahwa adanya sebuah timbal balik secara tidak langsung dari usaha
yang dilakukan oleh Marguerite pada Marie. Maka, narasi pada percakapan 8
termasuk bentuk tingkah laku prososial yang dilakukan oleh tokoh Marguerite
merasa sangat lemah tak berdaya, seolah hidupnya akan berakhir. Kemudian ia
Marie sangat sedih dan hanya bisa berharap kepada suster lainnya agar
berikut.
37
Dalam hal ini yang termasuk tingkah laku prososial yang dimotivasi oleh
usaha yang telah ia lakukan selama ini mampu memberi pengaruh penting dan
menguntungkan pada hidup Marie. Marguerite merasa lega dan bahagia melihat
perkembangan Marie yang tegar dan selalu bersemangat untuk belajar. Terlihat
juga pada narasi di bawah ini yang menunjukkan imbas yang diterima oleh Marie
Dialogue 9 :
Marie : ³6°XU0DUJXHULWHMHSHQVHVRXYHQWjYRXV7RXWHODMRXUQpH
je pense à vous. Quand M¶DSSUHQGV TXOTXHFKRVHGHQRXYHDX
MH YRXV SHQVH -XVTX¶LFL M¶DL DSSULV EHDXFRXS GH FKRVHV
4XDQG YRXV PH UHJDUGH] GX &LHO M¶HVSqUH TXH YRXV ILHU GH
moi.´ (Marie Heurtin, 2014)
Dialog 9 :
potensinya menjadi gadis yang mandiri, sopan dan berperilaku baik setelah suster
Marguerite meninggal. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Baron dan
Byrne (2005, hal. 127) yaitu untuk mengetahui bahwa setiap tindakan memiliki
pengaruh positif bagi orang lain adalah hal yang sangat penting ketika menolong.
BAB V
Dalam Bab V ini penulis akan memberikan kesimpulan serta saran yang
5.1 Kesimpulan
oleh tokoh Marguerite dalam film Marie Heurtin, penulis dapat menyimpulkan
anak buta dan tuli bernama Marie dengan motif yang berbeda-beda, antara lain
empatik.
yaitu melakukan perintah yang diutus Suster Kepala untuk menurunkan Marie
dari pohon, serta kembali ke sekolah untuk menjaga dan membimbing Marie
meski kondisi diri sedang sakit. Hal tersebut digolongkan dalam motif
39
40
empatik, yaitu ikut merasa gembira melihat Marie bertemu kedua orangtuanya,
serta merasa lega melihat perubahan positif Marie berkat usaha yang ia lakukan
selama ini sebab dalam motif ini Marguerite tidak hanya berfokus pada empati
yang ia rasakan, namun juga pada tanggapan Marie. Maka dalam hal ini, penulis
Dapat diartikan bahwa tingkah laku prososial yang dilakukan oleh Marguerite
5.2 Saran
selanjutnya yang menggunakan film ini sebagai objek material untuk membahas
Adam, Gazi. (2014). Perilaku Prososial Tokoh Utama Amélie Poulain di dalam
)LOP /H )DEXOHX[ 'HVWLQ G¶$PpOLH 3RXODLQ .DMLDQ 3VLNRORJL 6RVLDO.
Skripsi. Malang. Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Brawijaya.
Ahmadi, H.Abu. (1991). Psikologi Sosial (Edisi Revisi). Jakarta: PT Aneka Cipta.
Irawanto, Budi. (1999). Film, Ideologi, dan Militer: Hegemoni Militer dalam
Sinema Indonesia. Yogyakarta: Media Pressindo.
KBBI, http://kbbi.web.id/emosional 25 Juni 00:21
Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakary.
Myers, David.G. (2012). Psikologi Sosial Edisi 10 Buku 2. Jakarta: Salemba
Humanika.
Paryatun. (2013). Kamus Besar Bahasa Perancis. Yogyakarta : Pustaka
Widyatama.
Putri, Diah Qirani. (2016). Bentuk Perilaku Prososial Kaum Imigran Aljazair
terhadap Kaum Yahudi di Perancis dalam Film Les Hommes Libres Karya
Ismael Ferroukhi. Skripsi. Malang. Fakultas Ilmu Budaya. Universitas
Brawijaya.
Salamah, Afshyus. Gambaran Emosi dan Regulasi Emosi Pada Remaja yang
Memiliki Saudara Kandung Penyandang Autis.
http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2008/Arti
kel_10501004.pdf/ 24 Juni 2017 22:17
41
42
Taylor, Shelley E., Letitia Anne Peplau & David O. Sears. (2009). Psikologi
Sosial Edisi Kedua Belas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.