Anda di halaman 1dari 12

MANAJEMEN STRATEGI

TUGAS INDIVIDU

DI SUSUN OLEH :

Nama : Nur Ainun

Nim : 183150170

Kelas : PSY 3 Semester 5

PERBANKAN SYARIAH EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIAN) PALU
2021
PEMBAHASAN
A. Analisis manajemen strategis syariah pada tahap formulasi strategi

Pengertian dan Tahapan Formulasi Strategi

Secara umum Formulasi Strategi adalah proses penyusunan langkah-langkah ke depan


yang dimaksudkan untuk membangun visi dan misi organisasi, menetapkan tujuan strategis
dan keuangan perusahaan, serta merancang sebuah strategi untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut dalam rangka menyediakan customer value terbaik.

Dalam hal ini Morton (1996 : 17-22) menyatakan bahwa terdapat keterikatan yang saling
menunjang antara Struktur  Organisasi & Budaya Perusahaan, Peran Individu, Teknologi,
Struktur Organisasi dan Proses Manajemen yang dipengaruhi oleh Lingkungan Sosio-
Ekonomis External serta Lingkungan Teknologi External dalam metodologi pembentukan
sebuah Strategi.

Oleh karenanya terdapat beberapa langkah yang perlu dilaksanakan oleh perusahaan, antara
lain yaitu:
Mengidentifikasi lingkungan yang akan dimasuki oleh perusahaan dimasa yang akan datang.
Tentukanlah misi perusahaan untuk mencapai visi yang dicita-citakan di dalam lingkungan
tersebut.
Merumuskan faktor-faktor penting ukuran keberhasilan (key succes factors) sesuai dengan
perubahan lingkungan yang dihadapi.
Melakukan analisis lingkungan intern dan ekstern untuk mengukur kelemahan dan kekuatan
serta peluang dan ancaman yang akan dihadapi oleh perusahaan dalam menjalani misi
serta usahanya untuk meraih keunggulan bersaing (competitive advantage).

Menentukan tujuan dan target terukur, identifikasi dan evaluasi alternatif strategi serta
merumuskan strategi terpilih untuk mencapai tujuan dan ukuran keberhasilan. Pada tahap ini
penyusun strategi harus melaksanakan analisis terhadap opsi yang dimiliki oleh perusahaan
dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki dengan fakta ekstern yang sedang
dihadapi. Tentukan strategic option yang paling dikehendaki diantara opsi-opsi yang ada
yang sesuai dengan misi organisasi itu sendiri. Tentukan tujuan yang sifatnya jangka panjang
dan strategi utama untuk mencapai opsi yang paling dikehendaki. Lalu tentukanlah target
tahunan serta strategi jangka pendek yang sesuai dengan tujuan jangka panjang dan strategi
utama.

Tahap Formulasi
Formulasi merupakan bentuk penyederhanaan situasi nyata menjadi sebuah bentuk
matematis. Formulasi sendiri memiliki 5 tahap implementasi, antara lain sebagai berikut:
Tahap I, Pengumpulan dan Analisis Keterangan Strategis
Merupakan tugas para eksekutif organisasi untuk bisa menilai kecenderungan yang terjadi
pada saat ini dan yang akan datang baik itu dari segi eksternal (pasar, persaingan, regulasi,
teknologi, dan keadaan ekonomi) maupun dari segi internal (nilai organisasi, hasil produk
dan pasar, keunggulan dan kemampuan, serta kebijakan strategis yang lalu).
Tahap II, Formulasi Strategi
Dalam hal ini adalah memeriksa beberapa masa depan alternatif dan menyeleksinya serta
menciptakan profil ataupun visi strategis yang terfokus. Kekuatan formulasi sangat
bergantung pada kekuatan proses yang dilalui ataupun yang dialami sendiri oleh tim dalam
membuat keputusan.
Tahap III; Perencanaan Proyek Induk Strategis
Dengan mempergunakan metode management proyek yang canggih dan benar dimana
rencana disusun, dijelaskan, diprioritaskan, diberi tahapan, dijadwalkan, disumberdayakan,
diimplementasikan dan dipantau (diawasi), maka proyek-proyek tersebut bisa dioptimalkan
dalam suatu portofolio.
Tahap IV; Implementasi Strategi
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan (implementasi) yang mana kualitas suatu proyek
sangat diperhatikan. Untuk itu diperlukan suatu sistem komunikasi yang handal, cepat serta
akurat yang dimulai dari tingkat rendah (lower management) hingga ke tingkat yang paling
tinggi (top management).

Tahap V; Pemantauan, Peninjauan dan Pembaharuan Strategi


Pada tahap ini diperlukan indikator internal (kemajuan pada bidang tujuan dan langkah
strategis, kemajuan proyek) ataupun indikator eksternal (validitas asumsi dasar yang menjadi
penciptaan visi). Umpan balik (feedback) dari berbagai sumber kegiatan baik itu untuk
jangka pendek, menengah maupun untuk jangka panjang harus dioptimalkan secara terus-
menerus.

Usaha Rumahan yang Menjanjikan dan Tidak Ada Matinya


Beberapa para hali mendefinisikan manajemen strategi dengan sudut pandang yang berbeda.
Diantaranya, yaitu menurut Haidari Nawawi (2003). Menurut Haidari Nawawi:
Manajemen strategi adalah perencanaan strategi yang berorientasi pada jangkauan masa
depan yang jauh (disebut visi), dan ditetapkan sebagai keputusan pimpinan tertinggi
(keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil), supaya memungkinkan organisasi untuk
berinteraksi secara efektif (disebut misi), dalam usahanya untuk menghasilkan sesuatu
(perencanaan operaional untuk menghasilkan barang atau jasa serta pelayanan) yang
berkualitas, dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut tujuan
strategis) dan berbagai sasaran organisasi.

Terdapat begitu banyak pengertian manajemen strategi, akan tetapi pada dasarnya
manajemen strategi merupakan suatu sistem sebagai satu kesatuan mempunyai berbagai
komponen yang saling berhubungan serta mempengaruhi. Komponen pertama ialah
perencanaan strategi dengan unsur-unsurnya yang terdiri dari visi, misi, tujuan serta strategi
utama organisasi. Sementara komponen kedua ialah perencanaan operasional dengan unsur-
unsurnya, sasaran dan tujuan operasional, pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen berupa
fungsi pelaksanaan dan fungsi penganggaran, fungsi pengorganisasian, kebijaksanaan
situsional, jaringan kerja internal dan eksternal, fungsi kontrol dan evaluasi serta umpan
balik.
B. manajemen strategis syariah pada tahap implementasi Analisis

A.    Pengertian Strategi
               Kata “strategi” berasal dari bahasa yunani “strategos”, yang berasal
dari ‘stratos’ yang berarti militer dan ‘ag’ yang berarti memimpin.[1] Istilah manajemen
strategi merujuk kepada proses manajemen untuk merumuskan visi, menentukan tujuan,
menyusun strategi, mengimplementasikan dan melaksanakan strategi, serta mengadakan
koreksi penyesuaian dalam visi, tujuan, strategi dan pelaksanaanya yang tidak sesuai.
Manajemen strategi dapat didefinisikan sebagai serangkaian keputusan dan tindakan untuk
memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang
dirancang untuk meraih tujuan suatu perusahaan.
              Konsep strategi berasal dari istilah militer, yang berasal dari kata Yunani strategia,
yang berarti seni atau ilmu menjadi jendral. Dalam perkembangannya istilah strategi dipakai
di bidang lain seperti manajemen.
              Konsep strategi mencakup komponen perencanaan dan pengambilan keputusan
organisasi dalam mencapai tujuan. Strategi didefinisikan sebagai penetapan tujuan jangka
panjang yang sifatnya mendasar dari suatu organisasi, dan pemilihan alternative tindakan
serta alokasi sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan.[2]

B.     Strategi Dalam Tinjauan Islam


Proses menyusun strategi pada masa Rasulullah juga sering kali digunakan untuk
berdakwah dan memperluas kekuasaan atau bahkan berperang. Salah satu konsep strategi
perang yang diketahui adalah kisah Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘anhu yang pada saat itu
sangat sadar, tidaklah mungkin menandingi pasukan sebesar pasukan Romawi tanpa siasat
yang jitu. Ia lalu mengatur strategi, ditebarkan rasa takut ke diri musuh dengan selalu
mengganti formasi pasukan setiap hari. Pasukan di barisan depan ditukar dibelakang, dan
yang dibelakang berada didepan. Pasukan sayap kanan berganti posisi ke kiri begitupun
sebaliknya. Tujuannya adalah agar pasukan romawi mengira pasukan muslimin mendapat
bantuan tambahan pasukan baru. Selain itu, khalid bin Walid mengulur-ulur waktu
peperangan sampai sore hari karena menurut aturan peperangan pada waktu itu, peperangan
tidak boleh dilakukan pada malam hari. Khalid memerintahkan beberapa kelompok prajurit
kaum muslimin pada pagi harinya agar berjalan dari arah kejauhan menuju medan perang
dengan menarik pelepah-pelepah pohon sehingga dari kejauhan terlihat seperti pasukan
bantuan yang datang dengan membuat debu-debu berterbangan. Pasukan musuh yang
menyaksikan peristiwa tersebut mengira bahwa pasukan muslim benar-benar mendapatkan
bala bantuan. Mereka berpikir, bahwa kemarin dengan 3000 orang pasukan saja merasa
kewalahan, apalagi jika datang pasukan bantuan. Karena itu, pasukan musuh merasa takut
dan akhirnya mengundurkan diri dari medan pertempuran.
Pasukan Islam lalu kembali ke Madinah, mereka tidak mengejar pasukan Romawi
yang lari, karena dengan mundurnya pasukan Romawi berarti Islam sudah menang.
Dari kisah tersebut dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung Islam telah
mengajarkan umatnya untuk merangkai dan menjalankan sebuah strategi agar tujuan 
organisasi dapat tercapai.
Begitu pula strategi dalam sebuah organisasi pada dasarnya dimaksudkan sebagai
suatu proses (aktivitas) penentuan dan pencapaian tujuan organisasi melalui pelaksanaan
empat fungsi dasar, yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling dalam penggunaan
sumberdaya organisasi. Karena itulah, aplikasi manajemen organisasi hakikatnya adalah juga
amal perbuatan SDM organisasi yang bersangkutan.
Berkenaan dengan hal itu, Islam telah menggariskan bahwa hakikat amal perbuatan
haruslah berorientasi bagi pencapaian ridha Allah SWT. Hal ini seperti yang dikatakan Allah
dalam Qur’an surat Al Mulk ayat 2 sampai 3 yang mensyaratkan dipenuhinya dua syarat
sekaligus, yaitu niat yang ikhlas dan cara yang harus sesuai dengan hukum syariat Islam. Bila
perbuatan manusia memenuhi dua syarat itu sekaligus, maka amal itu tergolong ahsan
(ahsanul amal), yakni amal terbaik di sisi Allah SWT.[3]
Dengan demikian, keberadaan manajemen organisasi dipandang pula sebagai suatu
sarana untuk memudahkan implementasi Islam dalam kegiatan organisasi tersebut.
Implementasi nilai-nilai Islam berwujud pada difungsikannya Islam sebagai kaidah berpikir
dan kaidah amal dalam seluruh kegiatan organisasi. Nilai-nilai Islam inilah sesungguhnya
nilai utama organisasi yang menjadi payung strategis hingga taktis seluruh aktivitas
organisasi. Sebagai kaidah berpikir, aqidah dan syariah difungsikan sebagai asas atau
landasan pola pikir dalam beraktivitas. Sedangkan sebagai kaidah amal, syariah difungsikan
sebagai tolok ukur kegiatan. Tolok ukur syariah digunakan untuk membedakan aktivitas
yang halal atau haram. Hanya kegiatan yang halal saja yang dilakukan oleh seorang muslim,
sementara yang haram akan ditinggalkan semata mata untuk menggapai keridhoan Allah
SWT.
Sebagai sebuah proses Islami, maka manajemen strategis bagi suatu organisasi akan
dikendalikan oleh nilai-nilai transendental (aturan halal-haram), dari cara pengambilan
keputusannya hingga pelaksanaannya sama sekali berbeda dengan aplikasi manajemen
strategis konvensional yang non Islami.
Berbeda bengan landasan sekularisme yang bersendikan pada nilai-nilai material,
aplikasi manajemen strategis non Islami tidak memperhatikan aturan halal-haram dalam
setiap perencanaan, pelaksanaan dan segala usaha yang dilakukan dalam meraih tujuan-
tujuan organisasi.
Dalam menyusun strategi jika dilihat dari perspektif Islam menekankan pada wilayah
halal dan haram. Hal tersebut dapat dilihat pada prinsip-prinsip Islam mengenai halal dan
haram, prinsip-prinsip tersebut diantaranya yaitu:
1.      Segala sesuatu pada dasarnya boleh.
2.      Untuk mebuat absah dan untuk melarang adalah hak Allah semata.
3.      Melarang yang halal dan membolehkan yang haram sama dengan shirik.
4.      Larangan atas segala sesuatu didasarkan atas sifat najis dan melukai.
5.      Apa yang halal adalah yang diperbolehkan, dan yang haram adalah yang dilarang.
6.      Apa yang mendorong pada yang haram adalah juga haram.
7.      Menganggap yang haram sebagai halal adalah dilarang.
8.      Niat yang baik tidak membuat yang haram bisa diterima.
9.      Hal-hal yang meragukan sebaiknya dihindari.
10.  Yang haram terlarang bagi siapapun.
11.  Keharusan menentukan adanya pengecualian.[4]
Hal tersebut selaras dengan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim yang menekankan bahwa tolak ukur strategi adalah  hukum syara’ tentang halal
haram, hadist tersebut berbunyi :
“Tinggalkan olehmu sekalian apa saja yang telah ku tinggalkan. Sesungguhnya yang
menyebabkan kebinasaan umat-umat sebelum adalah banyaknya pertanyaan mereka dan
mereka bertindak tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh nabi-nabi mereka. Oleh
karena itu, bila aku melarang sesuatu kepada kamu sekalian maka jauhilah, dan bila aku
memerintahkan sesuatu maka kerjakanlah sekuat tenaga.”
Begitu pula dengan apa yang difirmankan oleh Allah SWT pada Qur’an surat Al-
Hasyr ayat 7 yang berbunyi :

Artinya : “.. Apa saja yang dibawa/diperintahkan oleh Rasul (berupa hukum)
kepadamu maka terimalah dia. Dan apa saja yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah..,” (Q.S Al-Hasyr : 7).
Jadi, Islam telah menetapkan bagi manusia suatu tolok ukur untuk menilai segala
sesuatu, sehingga dapat diketahui mana perbuatan yang terpuji (baik) yang harus segera
dilaksanakan dan mana perbuatan tercela (buruk) yang harus segera ditinggalkan. Tolok ukur
ini, adalah hukum syara’ yakni aturan-aturan Allah SWT. Yang dibawa oleh Rasul. Bukan
akal dan nafsu manusia. Sehingga apabila syara’ menilai perbuatan tersebut terpuji (baik),
maka itulah terpuji (baik), sedangkan apabila syara’ menilai suatu perbuatan tercela (buruk)
maka itulah tercela (buruk).
Tolak ukur ini bersifat abadi dan tidak berubah selama-lamanya. Karena itu perbuatan
yang terpuji (baik) menurut syara’ seperti shalat, berakhlak mulia, menepati janji, berbuat
baik kepada orang tua, melaksanakan jual beli dengan jalan yang halal, dan lain-lain tidak
akan berubah menjadi perbuatan yang tercela (buruk). Hal tersebut dapat digunakan dalam
menyusun strategi yang bertujuan untuk menggapai visi, misi dan tujuan organisasi harus
melihat prinsip-prinsip halal haram tersebut agar tujuan organisasi tidak hanya demi
menggapai orientasi materi tetapi juga demi menggapai ridho Allah pada setiap prosesnya.
C.    Implementasi Perencanaan Strategis Islam Dalam Berbisnis
              Setiap manusia memerlukan harta untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya.
Oleh karena itu, manusia akan selalu berusaha memperoleh harta kekayaan itu. Salah satu
dari ragam bekerja adalah berbisnis. Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya yang
memiliki tanggungan, untuk “bekerja”. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok yang
memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk melapangkan bumi serta
menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan manusia untuk mencari rezeki. Hal
tersebut sejalan dengan apa yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Mulk
[67] : 15, yang berbunyi :
              Artinya : “Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah
di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah
kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” Q.S Al-Mulk :[67]: 15
                  Selain itu dalam mencari rezeki Islam juga sangat menekankan pada aspek
kehalalannya, baik dari sisi perolehan maupun pendayagunaannya.
              Sejalan dengan kaidah ushul “al-alsufi al-afal at-taqayyud bi huhmi asy-
syar’i”, yang berarti bahwa hukum asal suatu perbuatan adalah terikat dengan hukum syara’:
wajib, sunnah, makruh, atau haram, pelaksanaan bisnis harus tetap berpegang pada ketentuan
syariat. Dengan kata lain, syariat merupakan nilai yang menjadi payung strategis ataupun
taktis organisasi bisnis. Dengan kendali syari’at, bisnis bertujuan mencapai empat hal utama,
yaitu
1.      Targeting hasil : profit-materi dan benefit-nonmateri
2.      Pertumbuhan, artinya terus meningkat
3.      Keberkahan atau keridhaan Allah
              Targeting hasil : Profit-materi dan benefit-nonmateri. Tujuan perusahaan tidak
hanya untuk mencari profit (qimah maqdiyah atau nilai materi) setinggi-tingginya, tetapi
juga memperoleh dan emmberikan benefit (keuntungan atau manfaat) nonmateri kepada
internal organisasi perusahaan dan eksternal (lingkungan), seperti terciptanya suasana
persaudaraan, dan sebagainya.
              Benefit yang dimaksudkan tidak serta-mata memberikan manfaat kebendaan, tetapi
juga dapat bersifat nonmateri. Islam memandang bahwa tujuan suatu amal perbuatan tidak
hanya beroroentasi pada qimah madiyah. Masih ada tiga orientasi lainnya, yaitu qimah
inaniyah, qimah khuluqiyah, dan qimah ruhiyah. Dengan orientasi al-insaniyah berarti
pengelola perusahaan juga dapat memberikan manfaat yang bersifat kemanusiaan melalui
kesempatan kerja, sedekah, dan bantuan lainnya. Qimah khuluqiyah mengandung pengertian
bahwa nilai-nilai akhlaqul karimah (akhlak mulia) menjadi suatu kemestian yang harus
muncul dalam setiap aktivitas pengelolaan perusahaan, sehingga dalam perusahaan tercipta
hubungan persaudaraan yang Islami, bukan sekedar hubungan fungsional atau profesional.
Sementara itu, qimah ruhiyah berati perbuatan tersebut bermaksudkan untuk mendekatkan
diri kepada Allah.
              Dalam setiap amalnya, seorang muslim selain harus berusaha meraih qimah yang
dituju, upaya yang dilakukan itu juga harus sesuai dengan aturan Islam. Dengan kata lain,
suatu aktivitas harus disertai kesadaran hubungannya dengan Allah.[5] 
              Dengan berkembangnya konteks persaingan, dunia usaha di tuntut untuk
mengembangkan dan mengimplementasikan strategi yang dapat mengantisipasi terhadap
kecenderungan-kecenderungan baru untuk mencapai dan mempertahankan posisi bersaing
maupun keunggulan kompetitifnya. Perumusan strategi tersebut merupakan keputusan yang
menyelaraskan antara kondisi lingkungan eksternal yang terjadi sekitar perusahaan, dan
sumber daya, serta harapan dan tujuan yang ingin dicapai perusahaan yang akan datang.
              Strategi merupakan pilihan pola tindakan atau rencana tentang apa yang ingin
dicapai perusahaan dan hendak menjadi apa suatu organisasi dimasa yang akan datang
dengan mengintegrasikan tujuan-tujuan, kebijakan-kebijakan serta bagaimana cara mencapai
keadaan yang dinginkan  tersebut dengan mengalokasikan sumber daya yang dirancang
untuk mencapai tujuan tersebut.[6]
              Konsep dasar strategi merupakan rencana berskala besar dengan berorientasi masa
depan, untuk berinteraksi dengan kondisi persaingan, demi mencapai tujuan perusahaan
dalam jangka panjang. Strategi mencerminkan pengetahuan perusahaan mengenai
bagaimana, kapan, dan dimana perusahaan akan bersaing, dengan siapa perusahaan
sebaiknya bersaing, dan untuk tujuan apa perusahaan harus bersaing.
              Dalam mendapatkan keunggulan bersaing bisa jadi terdiri dari dari banyak
persaingan/pertempuran, dan untuk mendapatkan keunggulan bersaing tidak harus
memenangkan semua pertempuran. Proses paling penting pada saat perumusan strategi
adalah saat merumuskan alternatif dan menentukan pilihan tujuan dan cara mencapainya.
[7] Untuk mencapainya maka perlu dibuatnya kerangka perencanaan strategis, diantaranya
yaitu :
1.      Tahapan I, Prakondisi Perencanaan
Tahapan ini berintikan pada analisis dan diagnosis internal dan eksternal organisasi. Analisis
tersebut bertumpu pada basis data tahunan dengan pola 3-1-5. Maksudnya , data yang ada
diupayakan mencakup data perkembangan pada 3 tahun sebelum dilakukan analisis serta
kecenderungan organisasi untuk 5 tahun ke depan. Pada tahapan ini analisis SWOT sangat
diperlukan untuk menganalisis kondisi internal maupun eksternal. Hal tersebut dilakukan
agar strategi memiliki dasar serta fakta yang dapat dipertanggungjawabkan dan tentu dengan
melihat aspek halal-haramnya.
2.      Tahapan II, Perumusan Perencanaan
Apabila prakondisi perencanaan berhasil maka langkah selanjutnya adalah melakukan
perumusan perencanaan. Tahapan ini meliputi tiga jenjang perencanaan, yaitu strategi induk,
strategi program jangka menengah, dan program jangka pendek.
a.       Strategi Induk, pada strategi induk berisikan visi, misi dan tujuan yang berorientasi pada
syariah.
b.      Strategi Program Jangka Menengah, dalam strategi ini terdapat rencana-rencana fungsional
yang berfungsi untuk mengimplementasikan strategi induk yang telah ditentukan dalam
jangka waktu setengah dari waktu pencapaian.
c.       Tahapan III Implementasi dan penilaian umpak balik
         Implementasi. Pada tahap ini, implementasi perencanaan bertumpu pada alokasi dan
pengorganisasian SDM. Aktivitas ini mencakup distribusi kerja diantara individu dan
kelompok kerja dengan mempertimbangkan tingkatan manajemen, tipe pekerjaan,
pengelompokan pembagian pekerjaan serta mengusahakan agar bagian-bagian itu menyatu
seluruhnya dalam sebuah tim dimana seluruh anggotanya bersinergi dalam kesamaan visi,
misi, dan tujuan organisasi.
         Penilaian dan umpan balik, tahapan ini adalah proses paling akhir dari perencanaan
strategis. Penilaian dilakukan sesuai prosedur organisasi yang dikembangkan. Yakni yang
mengacu pada tolak ukur strategi dan operasional.[8]
             

              Strategi didefinisikan sebagai penetapan visi, misi dan tujuan jangka panjang yang
sifatnya mendasar dari suatu organisasi, dan pemilihan alternative tindakan serta alokasi
sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
Dalam tinjauan Islam, strategi telah dijalankan oleh para sahabat Rasul dalam
berdakwah dan berperang yang bertujuan untuk mencapai Ridho Allah dan memperluas
ajaran Islam.  Sedangkan manajemen strategis bagi suatu organisasi akan dikendalikan oleh
nilai-nilai transendental (aturan halal-haram), dari cara pengambilan keputusannya hingga
pelaksanaannya sama sekali berbeda dengan aplikasi manajemen strategis konvensional yang
non Islami.
              Dengan berkembangnya konteks persaingan, dunia usaha di tuntut untuk
mengembangkan dan mengimplementasikan strategi yang dapat mengantisipasi terhadap
kecenderungan-kecenderungan baru untuk mencapai dan mempertahankan posisi bersaing
maupun keunggulan kompetitifnya. Perumusan perencanaan strategi sangat diperlukan oleh
pelaku bisnis untuk menganalisis bisnis yang akan dijalankan. Hal tersebut merupakan
keputusan yang menyelaraskan antara kondisi lingkungan eksternal yang terjadi sekitar
perusahaan, dan sumber daya, serta harapan dan tujuan yang ingin dicapai perusahaan yang
akan datang.

Analisis prinsip ekonomi dan manajemen strategis syariah

Dalam pelaksanaan suatu usaha bisnis baik itu dalam skala kecil maupun skala besar, konsep
manajemen sangat dibutuhkan di dalamnya. Karena segala sesuatunya tidak dapat dicapai
sendiri melainkan dicapai bersama-sama melalui kinerja tim atau divisi. Sebelumnya,
pengertian manajemen menurut teori adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan
meliputi perencanaan, pengorgansisasian, pelaksanaan, dan pengendalian atau pengawasan,
yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber
daya manusia dan sumber daya lainnya. Menurut pakar, jika salah satu dari keempat
rangkaian kegiatan tersebut tidak terpenuhi, maka jalannya kegiatan usaha dapat dikatakan
tidak akan berjalan secara mulus. Selain itu, kendala dan hambatan pasti ada dan selalu
menyertai, namun jika keempat rangkaian kegiatan tersebut secara lengkap dapat terlaksana,
maka kendala dan hambatan dapat diantisipasi atau ditangani dengan lebih baik dan juga
kegiatan untuk mencapai tujuan dapat terlaksana dengan lebih terstruktur. Hal-hal tersebut
lebih dikenal atau mengacu pada sistem manajemen konvensional.

Di sisi lain, ada pula sistem manajemen yang secara prinsip berbeda dengan manajemen
konvensional yaitu manajemen syariah. Manajemen syariah adalah suatu kegiatan
pengelolaan yang bertujuan untuk memperoleh hasil optimal dengan cara-cara yang diridhai
oleh Allah. Serangkaian proses yang dikerjakan dalam manajemen syariah harus sesuai
dengan aturan-aturan Allah seperti yang tertuang dalam Al Quran dan hadits. Istilah
manajemen sendiri bukanlah hal yang asing di kalangan umat muslim. Karena istilah
manajemen juga tercantum di Al Quran dengan sebutan idarahyang dalam pengertian
umumnya berarti segala usaha, tindakan, dan kegiatan manusia yang berhubungan dengan
perencanaan dan pengendalian yang tepat guna.
Setelah memahami keterangan di atas, segala fungsi manajemen harus dilaksanakan, namun
ada baiknya jika juga melaksanakan fungsi dari manajemen strategik agar perusahaan
memiliki umur dan dapat bertahan dalam skala jangka panjang. Baik manajemen maupun
manajemen strategik memiliki dua jenis sudut pandang yang berbeda, yaitu sudut pandang
konvensional dan syariah.

Pada dasarnya, konsep manajemen strategik syariah dan konsep manajemen strategik
konvensional hampir sama jika dilihat secara sekilas dan kasat mata. Sehingga masih banyak
masyarakat yang masih bertanya-tanya dan menyamakan keduanya. Namun tentunya pasti
ada hal-hal inti yang membedakan antara manajemen strategik syariah dan konvensional.
Khususnya pada hal prinsip yang mendasari keduanya, dimana manajemen strategik syariah
tentunya mengandung prinsip-prinsip yang sesuai dengan ketentuan syariat (Al Quran dan
Hadits), sedangkan manajemen strategik konvensional tidak mengandung hal tersebut.
Manajemen strategik konvensional tidak menjadikan ketuhanan sebagai prinsip dasar
mereka. Sehingga dalam pelaksanaan aktivitasnya lebih mengarah dan mengacu pada sifat
keduniaan, tidak seperti manajemen strategik syariah yang melibatkan unsur ketuhanan di
dalamnya. Jika dilihat secara sekilas memang perbedaan prinsip inilah yang terlihat menonjol
dan yang mendasari perbedaan keduanya, namun jika dilihat secara lebih mendalam maka
akan ditemui beberapa rincian perbedaan yang membuat manajemen strategik syariah jelas
berbeda dengan manajemen strategik konvensional.

Manajemen strategik menurut teori adalah suatu proses dan rangkaian kegiatan yang
ditujukan untuk mengambil keputusan dengan sifat yang menyeluruh dan mendasar yang
telah dirancang sebelumnya sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan oleh suatu
organisasi. Sedangkan manajemen strategik syariah adalah sebuah proses manajemen yang
terdiri atas ahdaf (perencanaan), tatbiq (pelaksanaan), muhasabah(pengevaluasian), dan ar
riqobah (pengawasan) dengan pelaksanaan sesuai dengan ketentuan syariat. Selain bertujuan
untuk kemaslahatan umat, anajemen strategik syariah juga ditujukan untuk memperoleh falah
dunia akhirat. Dari sini dapat ditemukan perbedaan antara manajemen strategik syariah dan
konvensional. Dimana manajemen strategik konvensional hanya ditujukan untuk mencapai
tujuan duniawi saja.

Dalam menjalankan manajemen strategik syariah diharuskan untuk menerapkan prinsip


muamalah dan maslahah. Muamalah adalah hukum-hukum syara yang berkaitan dengan
urusan dunia seperti jual beli, perdagangan, dan lainnya. Sedangkan maslahah berarti
mendatangkan segala bentuk kemanfaatan serta menolak atau menjauhi hal-hal yang bersifat
merusak. Keduanya membuktikan bahwa manajemen strategik syariah tidak hanya bertujuan
untuk mendapatkan keuntungan semata, tapi juga untuk memperoleh keberkahan dari Allah.

Tahapan awal manajemen strategik syariah adalah menentukan visi dan misi perusahaan.
Dimana visi dan misi tersebut tidak boleh melenceng dan harus sesuai dengan koridor Islam.
Setelah itu dapat ditentukan pula tujuan tahunan dan tujuan strategisnya, dimana tujuannya
tidak hanya mengenai keuntungan materiil semata tapi juga untuk memperoleh keberkahan
seperti yang telah  dijelaskan sebelumnya. Karena di dalam Islam juga telah dijelaskan
bahwasanya mengambil keuntungan (materiil) itu diperbolehkan asal tidak berlebihan dan
bersifat merugikan umat lainnya. Berbeda dengan manajemen strategik konvensional yang
bertujuan untuk meraup untung sebesar-besarnya. Dimana di dalam Islam telah dijelaskan
bahwa keinginan meraup untung besar dapat membuat pedagang cenderung melakukan hal
negatif seperti berbohong, menipu, memanipulasi, dan sebagainya.

Setelah itu barulah dapat melakukan analisis SWOT dan model persaingan porter yang juga
dikenal sebagai analisis eksternal. Dalam manajemen strategik syariah, prinsip
persaingannya beda dengan manajemen strategik konvensional. dimana di dalam syariah
persaingan bukan berarti menghalalkan berbagai cara untuk sekedar menang dari
"kompetitor" melainkan berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik, terutama di hadapan
Allah. Hal ini juga dicontohkan oleh Rasulullah, dimana ketika berdagang, Rasul tidak
pernah melakukan usaha yang dapat membuat pesaingnya hancur. Berbeda dengan
manajemen strategik konvensional yang cenderung melakukan berbagai cara untuk
mematikan pasar pesaing.

Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis internal. Hal yang ditekankan pada tahap ini
adalah produk dan sumber daya manusia. Tahap value chain analysis digunakan untuk
memahami aktivitas yang membentuk suatu barang atau jasa dapat menciptakan nilai bagi
pelanggan. Produk yang dihasilkan haruslah sesuai syariah seperti memperhatikan
kandungan halal misalnya, dan kemanfaatan produk tersebut untuk umat. Kemudian tahan
resourced-based view berkaitan dengan sumber daya. Contohnya sumber daya manusia,
dalam Islam segala sesuatunya diharuskan dikerjakan oleh yang ahli di bidangnya. Seperti
yang diriwayatkan dalam HR Bukhari, "jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka
tunggulah kehancuran itu." Selain kompeten di bidangnya, sumber daya manusia juga harus
memiliki sifat-sifat Rasul seperti sidiq, tabligh, amanah, dan fathanah.

Tahap selanjutnya yakni menyusun tujuan jangka panjang perusahaan dan alternatif strategi.
Setelah itu barulah mengimplementasikan strategi melalui kepemimpinan, struktur
organisasi, dan budaya dengan dilandasi nilai-nilai syariah tentunya. Setelah
pengimplementasian strategi dapat dilakukan evaluasi atau muhasabah. Hal ini penting untuk
memperbaiki kekurangan atau kesalahan yang terjadi saat masa implementasi. Selain itu juga
untuk menilai apakah kegiatan yang dilakukan sudah sesuai dengan ketentuan Allah atau
belum. Demikianlah penjelasan mengenai perbedaan manajemen strategik syariah dan
konvensional. Akan lebih baik apabila menjalankan usaha dengan menerapkan manajemen
strategik syariah, in shaa Allah usaha yang dijalani akan lebih berkah dan dapat bernilai
ibadah di mata Allah.

Anda mungkin juga menyukai