Anda di halaman 1dari 4

Pada awalnya Pempek dikenal dengan nama ‘Kelesan’ sebutan untuk alat yang digunakan untuk

menghaluskan daging ikan berbentuk cembung dengan semacam kuping di sisi yang berhadapan.

Cara pembuatan pempek adalah di-‘keles’ (ditekan-tekan di atas semacam alas yang menyerupai papan
cucian. Awalnya ‘penekan’ atau alat untuk menghaluskan ikan terbuat dari batok kelapa yang diberi
lubang-lubang. Tetapi alat tersebut pada masa kini telah digantikan dengan mesin penggiling.

Nama pempek kemudian menjadi populer di Palembang diyakini karena dulunya pempek dijual oleh
‘Apek’, sebutan untuk lelaki tua keturunan Cina. Jadi, ketika Apek menjajakan ke masyarakat,
masyarakat akan memanggilnya dengan ‘pek…pek’, sehingga lama-kelamaan kata ‘pek’ berubah menjadi
‘pempek’.

Bahan dasar yang digunakan untuk membuat Pempek adalah ikan. Pada awalnya ikan yang digunakan
adalah ikan belida. Pada perkembangannya ikan ini mengalami kelangkaan sehingga selain mahal juga
susah diperoleh. Keadaan itu membuat masyarakat beralih ke ikan yang lebih murah dan lebih mudah
diperoleh. Hingga kini sudah banyak jenis ikan yang dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan Pempek.
Ikan tersebut dibersihkan dengan cara membuang kepala dan tulangnya, lalu digiling hingga lumat dan
dicampur dengan tepung.

Seiring dengan berkembangnya pengetahuan serta berkembangnya permintaan masyarakat atas


pempek, masyarakatpun mulai memvariasikan jenis pempek sesuai dengan permintaan. Masyarakat
juga semakin kreatif dengan bahan baku yang sudah sangat mudah diperoleh. Hingga saat ini pempek
telah mempunyai banyak jenis dengan rasa yang berbeda pula. Beberapa diantaranya adalah: 1) Pempek
Lenjer, 2) Pempek Keriting, 3) Pempek Tahu, 4) Pempek Kapal Selam, 5) Pempek Pistel, 6) Pempek
Adaan, 7) Pempek Kulit, 8) Pempek Telor (Telok), 9) Pempek Panggang (tunu), dan 10 ) Pempek
Lenggang.

Pempek dimakan dengan kuah atau saus cair yang oleh masyarakat Palembang disebut ‘cuko’. Cuko
terbuat dari campuran air gula merah/gula batok, asam jawa, bawang putih dan cabe rawit. Ada juga
yang menambahkan cuka putih untuk menambah keasaman. Cuko ini dibuat dengan cara dididihkan.
Cuko yang enak memiliki aroma yang kuat, kekentalan, rasa pedas, asam dan asin yang pas.

Pada saat ini pempek tidak hanya menjadi konsumsi rumah tangga pribadi tapi telah banyak membantu
ekonomi masyarakat Palembang dan cukup dikenal oleh banyak kalangan dari berbagai daerah. Pempek
sudah menjadi oleh-oleh yang tidak bisa ditinggalkan ketika berkunjung ke Palembang.

5 Alasan Pempek Layak Mendunia


Pertama Pempek itu Indigenous atau asli Indonesia, terutama Palembang, Pempek sudah menjadi
bagian budaya dan sejarah masyarakat Palembang.
Alasan kedua Pempek ini sangat distinctive atau istimewa yang mampu membuat orang yang tidak suka
makan ikan menjadi suka, bahkan cucu saya yang kecil tidak suka makan daging ikan, tapi setiap diberi
pempek selalu habis.

Ketiga, Pempek ini sangat marketable atau mudah dipasarkan, karena disukai oleh hampir semua lapisan
masyarakat, termasuk turis mancanegara, terang Rindit Pambayun yang sering menghadiri kajian ilmiah
pangan dan sering diminta membawa atau pernah membuat pempek, ternyata disukai oleh orang luar
negeri.

Keempat, Pempek ini functional food atau pangan fungsional karena di samping bergizi dan berprotein
tinggi yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kecerdasan, terutama bagi anak-anak. Bahkan cuko atau
cuka pempek bermanfaat bagi kesehatan dan mampu menambah nafsu makan anak-anak.

Alasan kelima adalah Pempek ini merupakan pangan tradisional yang sangat ilmiah atau scientific,
mampu dibuktikan secara ilmiah mengenai kandungan gizi dan manfaatnya bagi kesehatan, jelas Rindit
Pambayun.
Pempek atau empek-empek adalah makanan khas Palembang yang terbuat dari daging ikan yang
digiling lembut dan tepung kanji (secara salah kaprah sering disebut sebagai "tepung sagu"), serta
beberapa komposisi lain seperti telur, bawang putih yang dihaluskan, penyedap rasa dan garam.
Sebenarnya sulit untuk mengatakan bahwa penganan pempek pusatnya adalah di Palembang karena
hampir semua daerah di Sumatera Selatan memproduksinya.

Menurut sejarahnya, pempek telah ada di Palembang sejak masuknya perantau Tionghoa ke
Palembang, yaitu di sekitar abad ke-16, saat Sultan Mahmud Badaruddin II berkuasa di
kesultanan Palembang-Darussalam. Nama empek-empek atau pempek diyakini berasal dari
sebutan apek atau pek-pek, yaitu sebutan untuk paman atau lelaki tua Tionghoa.

Berdasarkan cerita rakyat, sekitar tahun 1617 seorang apek berusia 65 tahun yang tinggal di
daerah Perakitan (tepian Sungai Musi) merasa prihatin menyaksikan tangkapan ikan yang
berlimpah di Sungai Musi yang belum seluruhnya dimanfaatkan dengan baik, hanya sebatas
digoreng dan dipindang. Ia kemudian mencoba alternatif pengolahan lain. Ia mencampur daging
ikan giling dengan tepung tapioka, sehingga dihasilkan makanan baru. Makanan baru tersebut
dijajakan oleh para apek dengan bersepeda keliling kota. Oleh karena penjualnya dipanggil
dengan sebutan "pek … apek", maka makanan tersebut akhirnya dikenal sebagai empek-empek
atau pempek.[1]

Namun, cerita rakyat ini patut ditelaah lebih lanjut karena singkong baru diperkenalkan bangsa
Portugis ke Indonesia pada abad 16, sementara bangsa Tionghoa telah menghuni Palembang
sekurang-kurangnya semenjak masa Sriwijaya. Selain itu velocipede (sepeda) baru dikenal di
Perancis dan Jerman pada abad 18. Dalam pada itu Sultan Mahmud Badaruddin baru dilahirkan
tahun 1767. Walaupun begitu memang sangat mungkin pempek merupakan adaptasi dari
makanan Tionghoa seperti bakso ikan, kekian atau pun ngohiang.

Bahan-bahan

Pada awalnya pempek dibuat dari daging ikan belida. Namun, dengan semakin langka dan
mahalnya harga ikan belida, ikan tersebut lalu diganti dengan ikan gabus yang harganya lebih
murah, tetapi dengan rasa yang tetap gurih.
Pada perkembangan selanjutnya, beberapa jenis ikan sungai lainnya juga dapat digunakan,
misalnya ikan putak, toman, dan bujuk. Dipakai juga jenis ikan laut seperti tenggiri, kakap
merah, parang-parang, ekor kuning, dan ikan sebelah. Bahkan ada juga yang menggunakan ikan
dencis, ikan lele serta ikan tuna putih.

Penyajian pempek ditemani oleh kuah saus berwarna hitam kecokelat-cokelatan, yang disebut
cuka atau cuko (bahasa Palembang). Cuko dibuat dari air yang dididihkan, kemudian ditambah
gula merah, ebi (udang kering), cabai rawit tumbuk, bawang putih, dan garam. Bagi masyarakat
asli Palembang, cuko dari dulu dibuat pedas untuk menambah nafsu makan. Namun seiring
masuknya pendatang dari luar Pulau Sumatera maka saat ini banyak ditemukan cuko dengan rasa
manis bagi yang tidak menyukai pedas. Pelengkap yang lain untuk menyantap penganan khas ini
adalah mentimun segar yang diiris dadu dan mie kuning.

Anda mungkin juga menyukai