disederhanakan menjadi
Dengan metode Omnibus
Law, 77 Undang-Undang
UU
Cipta
186 Pasal
dan 15 BAB
direvisi sekaligus hanya
Kerja
dengan satu UU Cipta Kerja
yang mengatur multisektor dalam UU CK
11 Klaster
Peningkatan Ekosistem Investasi Pemerintah Pusat
Dukungan Riset dan Inovasi
Investasi dan Kegiatan Usaha dan Percepatan PSN
3
Urgensi UU Cipta Kerja (2)
4
Penciptaan Lapangan Pekerjaan sangat dibutuhkan di Indonesia
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,” Pasal 27 ayat (2) UUD 45.
PEKERJA PENUH
89,96 juta
ANGKATAN
BEKERJA
KERJA PEKERJA
133,56 j u t a 126,51 j u t a PARUH WAKTU
28,41 j u t a
SETENGAH
PENDUDUK USIA BUKAN ANGKATAN
KERJA
P E N GA N GGUR
KERJA
197,91 j u t a 64,35 j u t a
P E N GA N GGUR A N 8,14 j u t a
7,05 j u t a
ANGKATAN Total Angkatan kerja yang bekerja tidak penuh/ tidak bekerja.
K E R J A BARU 2,24+7,05+28,41+8,14=45,84 Juta
2,24 j u t a
Sumber: Kementerian Ketenagakerjaan, 2020 5
Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Businesses/EoDB)
TARGET PERBAIKAN
KINERJA PERINGKAT EODB INDONESIA
EODB 2021-2025
(EODB 2015-2020) DTF:
DTF: 69.54 35-25
DTF: 67.69 40-35
DTF: 66.54
Skor Distance to
64.22 45-40
Frontier (DTF) PERINGKAT
50-45
DTF: INDONESIA
60-50
DTF: 58.51 72 73 73
56.73 91
109 TOP
114 REFORMER
DB 2015 DB 2016 DB 2017 DB 2018 DB 2019 DB 2020 DB 21 DB 22 DB 23 DB 24 DB 25
1. Starting a 1. Starting a 1. Starting a 1. Starting a 1. Starting a 1. Starting a 1. Starting a Business
Business Business Business Business Business Business 2. Dealing with Construction
2. Getting 2. Getting 2. Getting 2. Getting 2. Getting 2. Getting Permits
Electricity Credit Electricity Electricity Credit Electricity 3. Registering Property Perbaikan
3. Paying 3. Paying 3. Registering 3. Registering 3. Registering 3. Paying Taxes 4. Getting Electricity
Taxes Taxes Property Property Property 4. Trading 5. Getting Credit pada
4. Getting Credit 4. Getting Credit Across 6. Paying Taxes
5. Paying Taxes 5. Paying Taxes Borders 7. Trading Across Borders seluruh
6. Trading Across
Borders
6. Trading Across
Borders
5. Enforcing
Contracts
8. Protecting Minority Investors
9. Enforcing Contracts indikator
7. Enforcing 7. Protecting 10.Resolving Insolvency
Contracts Minority 11.Contracting with Government
Investors
Risiko Menengah
Rendah Persetujuan
NIB + Standar Bangunan & SLF
• 2 UU
Risiko Menengah • 48 Pasal
Tinggi
NIB + Standar
Risiko Tinggi
NIB + Izin
7
Kemudahan Perizinan Dasar
Menyederhanakan dan mengintegrasikan perizinan dasar dari sejumlah UU
8
Persyaratan Investasi Dipermudah
Dengan UU Cipta Kerja persyaratan untuk berinvestasi menjadi lebih sederhana
9
Perlindungan dan Jaminan bagi Pekerja
Melalui UU Cipta Kerja, pemerintah bertujuan melindungi dan meningkatkan
peran pekerja dalam mendukung investasi di Indonesia
Rencana Penggunaan Tenaga Kerja
Perjanjian Kerja Waktu Asing
Tertentu (PKWT) Kemudahan hanya bagi TKA seperti
• Jaminan kompensasi maintenance, vokasi, peneliti,
setalah PKWT habis investor, dan buyer.
• Hanya untuk pekerjaan
tertentu
Waktu Kerja
Outsourcing • Penambahan untuk kerja
• Jaminan kompensasi part time lebih fleksibel
setalah PKWT habis (max 8jam/hari atau
• Hanya untuk pekerjaan 40jam/minggu)
tertentu • Pekerjaan khusus dapat
lebih dari 8jam/hari
10
9 Kemudahan bagi UMKM dan Koperasi
Melalui UU Cipta Kerja, pemerintah memberi kemudahan berusaha,
pemberdayaan, dan perlindungan kepada UMKM dan Koperasi
Kemudahan bagi Koperasi
Izin Tunggal bagi UMK • Pembentukan koperasi primer
• Pemberian NIB melalui OSS minimal 9 orang
• NIB berlaku sebagai SNI, dan • Rapat anggota tahunan bisa
sertifikasi produk halal diwakilkan
• Koperasi bisa usaha syariah
Insentif dan kemudahan
berusaha dari Pusat &
Pemprov bagi usaha Kemitraan UMK di Rest Area,
menengah & besar yang Stasiun, dan Pelabuhan
bermitra dengan UMK
12
Reformasi Perpajakan Menarik Investasi
Bertujuan meningkatkan daya tarik
iklim investasi dalam negeri Pengaturan PPh
13
Penerbitan Perizinan Berusaha 2 jam bagi Kawasan Tertentu
SEBELUM UU CK SETELAH UU CK
❑ Pelayanan perizinan sama untuk semua jenis usaha ❑ Pelayanan perizinan 2 jam untuk investasi yang berlokasi di
untuk semua lokasi. Kawasan Industri, KEK, Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas (KPBPB), serta Proyek Strategis Nasional
(PSN).
* Apabila diperlukan
** Apabila diperlukan bangunan baru tetap memenuhi persyaratan persetujuan bangunan dan gedung
14
Optimalisasi Kawasan Ekonomi
Bertujuan memperluas peluang investasi dan KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK)
mendorong kegiatan lalu lintas perdagangan interasional
Kegiatan sektor
Pendidikan dan
KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN Kesehatan bisa
PELABUHAN BEBAS (KPBPB) dilakukan di KEK
Badan Pengusahaan
Kelembagaan Administrator
berwenang mengeluarkan
KPBPB berwenang
perizinan sesuai NSPK
mengeluarkan
perizinan sesuai NSPK
16
Standardisasi Administrasi Pemerintahan
Standardisasi bertujuan untuk mengharmonisasikan
dan mensinkronkan berbagai regulasi
17
Pengenaan Sanksi Proporsional
UU Cipta Kerja memberikan batasan yang jelas antara
sanksi administratif dan sanksi pidana
Penataan Ulang sanksi mengutamakan pendekatan Penataan Ulang Pengaturan Pejabat Penyidik
ultimum remedium Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
• Diutamakan penyelesaian kasus melalui jalur kekeluargaan, negosiasi, Pengaturan PPNS dikembalikan pada UU eksisting dengan
mediasi, perdata, atau hukum administrasi. pertimbangan untuk menghindari duplikasi kewenangan
• Pelanggaran administrasi dikenai sanksi administrasi dengan kepolisian.
• Pelanggaran yang menimbulkan K3L dikenai sanksi pidana.
18
Terima
Kasih
Indonesia Investment Promotion Centre (IIPC)
bkpm.go.id | investindonesia.go.id
Pokok-Pokok Substansi
UU Cipta Kerja terkait Investasi
Pasal terkait Investasi (1)
21
Pasal terkait Investasi (2)
Penjelasan Pasal 77 Angka 2 dan Angka 3 UU Cipta Kerja, halaman 691 – 692 (Pasal 12 ayat (3) dan
Pasal 13 ayat (1) UU 25/2007):
• Persyaratan penanaman modal ditujukan untuk bidang usaha yang diprioritaskan oleh
Pemerintah yang dituangkan dalam bentuk daftar priotitas investasi yang diatur dalam Peraturan
Presiden yang meliputi antara lain bidang usaha bagi UMKM dan persyaratan kemitraan antara
usaha besar dengan UMKM tidak termasuk kemitraan sebagai pemegang saham.
Pasal 22 Angka 11 UU Cipta Kerja (Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UU 32/2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup):
• Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membantu penyusunan Amdal bagi usaha dan/atau
kegiatan UMK yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup.
• Bantuan penyusunan Amdal berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan Amdal.
22
Pasal terkait Investasi (3)
Pasal 22 Angka 3, Angka 12, dan Angka 13 UU Cipta Kerja (Pasal 24 ayat (1) dan ayat (5), Pasal 34
ayat (1), serta Pasal 35 ayat (1) UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup):
• Dokumen Amdal merupakan dasar uji kelayakan lingkungan hidup untuk rencana usaha dan/atau
kegiatan sebagai persyaratan penerbitan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah.
• Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap Lingkungan Hidup
wajib memenuhi standar UKL-UPL.
• Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL wajib membuat SPPL yang
Lingkungan diintegrasikan ke dalam NIB.
Pasal 22 Angka 15 UU Cipta Kerja (Pasal 37 UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup):
Perizinan Berusaha dapat dibatalkan apabila:
1. persyaratan yang diajukan dalam permohonan Perizinan Berusaha mengandung cacat hukum,
kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen,
dan/atau informasi;
2. penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup atau Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup; atau
3. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen Amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
23
Pasal terkait Investasi (4)
Pasal 174 UU Cipta Kerja
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, kewenangan menteri, kepala lembaga, atau
Pemerintah Daerah yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang untuk menjalankan atau
membentuk peraturan perundang-undangan harus dimaknai sebagai pelaksanaan
kewenangan Presiden.
Pasal 176 Angka 2 UU Cipta Kerja, (Pasal 250 UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah):
Pembagian Kewenangan
antara Pusat dan Daerah Perda dan Perkada dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi, asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik,
asas materi muatan peraturan perundang-undangan, dan putusan pengadilan.
Pasal 176 Angka 9 UU Cipta Kerja, (Pasal 350 ayat (1) dan ayat (5) UU 23/2014 tentang
Pemerintahan Daerah):
• Kepala daerah wajib memberikan pelayanan Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan NSPK yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
24
Pasal terkait Investasi (5)
Pasal 77 Angka 1 UU Cipta Kerja (Pasal 2 UU 25/2007):
Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku dan menjadi acuan utama bagi
penanaman modal di semua sektor di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 176 Angka 1 UU Cipta Kerja (Pasal 16 ayat (1) UU 23/2014 tentang Pemerintahan
Tumpang Tindih
Daerah):
Kebijakan Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren
berwenang untuk:
a. menetapkan NSPK dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan; dan
b. melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Pasal 81 Angka 4 UU Cipta Kerja (Pasal 42 ayat (1) dan ayat (4) UU 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan):
• Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki
RPTKAyang disahkan oleh Pemerintah Pusat.
• Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja
Ketenagakerjaan untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan
jabatan yang akan diduduki.
25
Implementasi UU Cipta Kerja:
Sebelum dan Sesudah
26
Penyederhanaan dan Percepatan Perizinan Berusaha
SEBELUM UU CK SETELAH UU CK
❑ Pendekatan Perizinan berbasis izin ❑ Pendekatan Perizinan berbasis risiko
❑ Perizinan tersebar diberbagai portal dan tidak ❑ Perizinan hanya melalui Sistem OSS sebagai single
terkoordinasi portal, yang terdiri dari Subsistem Informasi, Subsistem
Perizinan dan Subsistem Pengawasan
❑ Regulasi yang tumpang tindih dan interlocking, ❑ Penyederhanaan Regulasi yang mengatur investasi
seperti Izin Lokasi dengan Izin Lingkungan yang dari 77 UU menjadi 1 UU Cipta Kerja
saling mensyaratkan di depan.
❑ Persyaratan investasi pada beberapa bidang ❑ Persyaratan investasi yang standar mengacu
usaha yang tidak sama, dengan adanya investasi kepada UU Penanaman Modal
terintegrasi (persyaratan mengikuti yang terendah)
❑ Tidak adanya kepastian ketersediaan lahan bagi ❑ Konfirmasi penggunaan lahan didasarkan atas
kegiatan investasi. zonasi dari RDTR dan RTRW yang diintegrasikan
dalam sistem OSS
SEBELUM UU CK SETELAH UU CK
❑ Sesuai dengan UU No 23 Tahun 2014 tentang ❑ Tetap, tidak ada perubahan.
Pemerintahan Daerah, yang antara lain
membagi adanya kewenangan antara
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi,
dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
❑ Tidak ada NSPK dari Pemerintah Pusat. NSPK ❑ Pemerintah Pusat menetapkan NSPK dan adanya
pengaturan apabila Pemerintah daerah Provinsi
dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota tidak
sesuai NSPK, BKPM menerbitkan perizinan.
❑ Izin Lokasi harus memenuhi persyaratan ❑ Kesesuaian pemanfaatan tata ruang sesuai RDTR
administrative dan pemeriksaan lapangan. atau RTRW yang diintegrasikan dengan Sistem OSS.
❑ Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Sertifikat ❑ Tetap, namun ada perubahan nomenklatur
Laik Fungsi (SLF) serta Izin Lingkungan diterbitkan Persetujuan bangunan dan gedung, Sertifikat Laik
oleh daerah sesuai kewenangannya. Fungsi (SLF), serta persetujuan lingkungan
diterbitkan oleh daerah sesuai kewenangannya.
28
Perlindungan dan Pemberdayaan UMKM Koperasi
SEBELUM UU CK SETELAH UU CK
❑ Perlakuan perizinan yang sama antara UMKM ❑ Izin Tunggal bagi Usaha Mikro dan Kecil,
Koperasi dengan Usaha Besar termasuk didalamnya sertifikasi halal, dan SNI
❑ Tidak adanya legalitas usaha UMK yang ❑ Terdapat kemudahan pembinaan dan akses
menyebabkan kesulitan untuk mendapatkan pembiayaan bagi UMK
akses pembiayaan usaha
❑ Tidak secara spesifik pengaturan PMA dalam ❑ PMA hanya boleh pada kegiatan usaha skala
skala besar besar
❑ Pencadangan kegiatan usaha bagi UMKM ❑ Tetap ada pencadangan kegiatan usaha bagi
Koperasi dan syarat kemitraan bagi usaha UMKM dan syarat kemitraan bagi usaha besar
besar dengan UMKM dengan UMKM Koperasi
29
Pemberian Insentif Fiskal
SEBELUM UU CK SETELAH UU CK
❑ Persyaratan untuk mendapatkan fasilitas fiskal ❑ Keputusan pemberian fasilitas satu pintu di BKPM
cukup rumit
❑ Pengambilan keputusan melalui pentahapan ❑ Keputusan dilakukan integrasi sistem pada OSS
pembahasan dalam berbagai tingkatan
❑ Penetapan rincian bidang usaha dan jenis ❑ Penetapan rincian bidang usaha dan jenis
produksi dari cakupan industri pionir dikoordinir produksi dari cakupan industri pionir oleh BKPM
oleh Kementrian yang bertanggung jawab di
bidang koordinasi perekonomian
30
Pencegahan Korupsi
SEBELUM UU CK SETELAH UU CK
❑ Sebagian perizinan masih dilakukan secara ❑ Permohonan perizinan berusaha dilakukan
Manual dan pelaku usaha harus menemui secara elektronik dan diterbitkan melalui Sistem
berbagai instansi terkait di pusat dan daerah OSS
❑ Masih perlu tatap muka dengan pejabat ❑ Tidak memerlukan tatap muka dengan pejabat
pemberi izin pemberi izin
31
Dinamika
• Undang - Undang Nomor 6 Tahun 1983 • Undang - Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang
UU
tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Pers
Perpajakan Cipta • Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003
• Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 Kerja tentang Pendidikan Nasional
tentang Pajak Penghasilan • Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2005
• Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Guru dan Dosen
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan • Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2012
Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah tentang Pendidikan Tinggi
• Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2017 • Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2013
tentang Perlindungan Pekerja Migran tentang Pendidikan Kedokteran
Indonesia • Undang – Undang Nomor 4Tahun 2019 tentang
Kebidanan
• Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang
Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian
32