Anda di halaman 1dari 28

LABORATORIUM FARMAKOLOGI-BIOFARMASETIKA

PRAKTIKUM IMU RESEP 2


JURUSAN FARMASI

PERCOBAAN I

DISUSUN OLEH:

NAMA : PUTRI NATASYA


STAMBUK : G 701 18 210
KELAS :A
KELOMPOK : V (LIMA)
TANGGAL : SENIN/ 19 OKTOBER 2020
ASISTEN : 1. CHRISTINE ERISKA TIMANG
2. DWI SHE DEWI MELINENCY

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020
RESEP 1

I. Kelengkapan Resep

INSCRIPTIO

INVOCATIO

PRAESCRIPTIO

SIGNATURA

SUBSCRIPTIO

Keterangan : Resep tidak lengkap karena tidak ada paraf dokter, no. resep, tidak ada jumlah
(nomero) pada resep dan BB pasien
1. Inscriptio
Nama Dokter : dr. merdeka Sp., THT
SIP : No. 4462502/419/3439/1-17
Alamat : Jl. Urip Sumoharjo No. 41 Makassar
No. Telp : (0411) 2345626
Tanggal resep : Makassar, 01 Oktober 2020
2. Invocatio
R/ : Recipe : Ambillah
3. Praescriptio
- Amoxan tab 500 mg
- Paracetamol tab 500 mg
- Rhinos tab 500 mg
4. Signatura
S : Signatura : Tandai Pemakaian
3 : Ter : Tiga
2 : Bis : Dua
dd : de die : kali sehari
I : Uno : Satu
Tab : Tableta : Tablet
Caps : Capsulae : Kapsul
5. Subscriptio
Pro : Propium : Untuk Nn. Alexa
Umur : 25 tahun
Alamat pasien : Mayjen kusuma no. 13

II. Perhitungan Dosis


1. Amoxan 500 mg
Dl sekali = 500 mg PO q12hr
Dm = -
Pasien dewasa tidak perlu dikonversi dosis
Perhitungan Berdasarkan Resep
DL Sekali = 1 x 500 mg = 500 mg (Berefek)
24 24
DM Sehari = +1= +1=3 kali pemakaian(TOD)
n 12
2. Paracetamol 500 mg
DL Sekali = 325-650 mg
DM Sehari = 3250 mg/day
Pasien dewasa tidak perlu dikonversi dosis
Perhitungan Berdasarkan Resep
DL Sekali = 1 x 500 mg = 500 mg < 650 mg (Berefek)
DM Sehari = 3 x 500 mg = 1500 mg < 3250 mg (TOD)
3. Rhinos 500 mg
Tidak dapat dihitung karena dosis yang diminta tidak rasional (OD) karena Rhinos 1
kapsul hanya mengandung loratadine 5 mg dan pseudoephedrine 60 mg.

III. Penjelasan Obat


1. Indikasi
a. Amoxicillin
Infeksi, Infeksi H. Pylori, Infeksi saluran kemih (ISK), Profilaksis endokarditis,
Faringitis, Tonsilitis, Aktinomikosis, Infeksi saluran empedu, Bronkitis,
Endokarditis, Gastroenteritis, Gonore, Infeksi mulut, Otitis media, Pneumonia,
Gangguan Limpa, Demam Tifoid dan Paratifoid (MIMS, 2020).
b. Paracetamol
Demam, Nyeri ringan sampai sedang (MIMS, 2020).
c. Rhinos
Meredakan gejala yang berhubungan dengan rintis alergi seprti bersin, hidung
tersumbat, rinore, pruritus dan lakrimasi (MIMS, 2020).

2. Farmakologi
a. Amoxan
Amoksisilin menghambat langkah transpeptidasi terakhir dari sintesis
peptidoglikan di dinding sel bakteri dengan mengikat 1 atau lebih protein
pengikat penisilin (PBP), sehingga menghambat biosintesis dinding sel yang
mengakibatkan lisis bakteri (MIMS, 2020).
b. Paracetamol
Parasetamol menunjukkan aksi analgesik dengan penyumbatan perifer dari
pembentukan impuls nyeri. Ini menghasilkan antipirresis dengan menghambat
pusat pengatur panas hipotalamus. Aktivitas antiinflamasinya yang lemah
berhubungan dengan penghambatan sintesis prostaglandin di SSP (MIMS, 2020).
c. Rhinos
Loratadine adalah antihistamin kerja panjang dan non-penenang dengan sedikit
aktivitas antimuskarinik. Pseudoefedrin, vasokonstriktor, bekerja pada reseptor-α
dan menghasilkan efek dekongestan dengan mengecilkan mukosa yang tersumbat
di daerah pernapasan bagian atas (MIMS, 2020).

3. Interaksi Obat
a. Amoxsan
Dapat mengurangi kemanjuran OC. Dapat meningkatkan efek antikoagulan.
Peningkatan risiko reaksi alergi dengan allopurinol. Kadar darah meningkat dan
berkepanjangan dengan probenesid. Kloramfenikol, makrolida, sulfonamida dan
tetrasiklin dapat mengganggu efek bakterisidal dari amoksisilin (MIMS, 2020).
b. Paracetamol
Penurunan absorpsi dengan kolestiramin. Penurunan konsentrasi serum dengan
rifampisin dan beberapa antikonvulsan (misalnya fenitoin, fenobarbital,
karbamazepin, primidon). Meningkatkan efek antikoagulan warfarin dan
kumarin lainnya dengan penggunaan jangka panjang. Peningkatan absorpsi
dengan metoclopramide dan domperidone. Peningkatan konsentrasi serum
dengan probenesid. Dapat meningkatkan konsentrasi serum kloramfenikol
(MIMS, 2020).
c. Rhinos
Loratadine: tingkatkan level Loratadine dengan ritonavir, amprenavir;
Meningkatnya kadar loratadine dengan eritromisin, cimetidine dan ketoconazole
tanpa bukti klinis signifikansi atau racun, Dapat menghalangi efek betahistine.
Pseudoephedrine: meningkatnya efek merugikan (misalnya somnolence,
agsenag) dengan atomoxetine, Peningkatan BP atau denyut jantung dengan
sibutramine. berpotensi Fatal: Pseudoephedrine: meningkatnya risiko psikosis
dengan bromolumpuh; Peningkatan risiko krisis hipertensi fatal dengan MAOI,
hindari penggunaan bersama selama dan selama 2 minggu setelah menghentikan
MAOI. Tekanan darah meningkat dengan linezolid dan selegiline (MIMS,
2020).

4. Kontraindikasi
a. Amoxsan
Hipersensitif dengan amoxicillin dan penisilin lain (MIMS, 2020).
b. Paracetamol
Hipersensitivitas. Gangguan hati berat atau penyakit hati aktif (MIMS, 2020).
c. Rhinos
Laktasi. Glaukoma sudut sempit, retensi kencing, hipertensi parah, penyakit arteri
koroner yang parah dan hipertiroidisme. Pasien di terapi MAOI atau dalam 14 hari
dari pemberhentian MAOI (MIMS, 2020).

5. Perhatian
a. Amoxsan
Menurut (Basic Pharmacology & Drug Note, 2019) pertahankan intake cairan
yang adekuat selama terapi dosis tinggi
b. Paracetamol
Menurut (Basic Pharmacology & Drug Note, 2019) perhatikan pemakaian pada
penderita gangguan fungsi hati, ginjal, dan ketergantungan alcohol.
c. Rhinos
Menurut (MIMS, 2020) perhatikan pemakaian pada penderita glaucoma, wanita
hamil, anak-anak kurang dari 12 tahun, dan lansia berusia 60 tahun.

6. Keamanan terhadap ibu hamil


a. Amoxsan
Menurut (MIMS, 2020) termaksud kategori B = baik penelitian reproduksi hewan
belum menunjukkan risiko janin tetapi tidak ada penelitian terkontrol pada wanita
hamil atau penelitian reproduksi hewan menunjukkan efek samping (lain
dibandingkan penurunan kesuburan) yang tidak dikonfirmasi dalam studi
terkontrol pada wanita di trimester pertama (dan tidak ada bukti risiko pada
trimester berikutnya).
b. Paracetamol
Menurut (Basic Pharmacology & Drug Note, 2019) termaksud kategori B = baik
penelitian reproduksi hewan belum menunjukkan risiko janin tetapi tidak ada
penelitian terkontrol pada wanita hamil atau penelitian reproduksi hewan
menunjukkan efek samping (lain dibandingkan penurunan kesuburan) yang tidak
dikonfirmasi dalam studi terkontrol pada wanita di trimester pertama (dan tidak
ada bukti risiko pada trimester berikutnya).
c. Rhinos
Menurut (Honestdocs, 2020) termaksud kategori B = baik penelitian reproduksi
hewan belum menunjukkan risiko janin tetapi tidak ada penelitian terkontrol pada
wanita hamil atau penelitian reproduksi hewan menunjukkan efek samping (lain
dibandingkan penurunan kesuburan) yang tidak dikonfirmasi dalam studi
terkontrol pada wanita di trimester pertama (dan tidak ada bukti risiko pada
trimester berikutnya).

IV. Konseling
1. Deskripsi dan kekuatan obat
a. Bentuk sediaan dan cara pemakaian
- Amoxan (Medscape, 2020)
Bentuk sediaan : sirup, tabet, capsul,
Cara pemakaian : 3 x sehari
- Paracetamol (Medscape, 2020)
Bentuk sediaan : sirup, tabet, capsul,
Cara pemakaian : 3 x sehari
- Rhinos
Bentuk sediaan : capsul
Cara pemakaian : 2 x sehari
b. Nama dan zat aktif yang terkandung
- Amoxan
Nama : Amoxsan
Zat aktif yang terkandung : Amoxicillin (Oral:trihydrate, inj:Na) (MIMS,
2020)
- Paracetamol
Nama : Paracetamol
Zat aktif yang terkandung : Acetaminophen (MIMS 2020)
- Rhinos
Nama : Rhinos SR
Zat aktif yang terkandung : loratadine 5 mg, pseudoefedrin 60 mg (MIMS,
2020)
c. Kekuatan obat (mg/g) (Medscape, 2020)
- Amoxan : 500 mg dan 875 mg
- Paracetamol : 325 mg dan 500 mg
- Rhinos :-

2. Jadwal dan cara penggunaan


a. Amoxan
Diminum setiap 8 jam sesudah makan. Cara penggunaan bisa diminum dengan
atau tanpa makanan. Dapat diberikan bersama makanan untuk penyerapan yang
lebih baik dan untuk mengurangi ketidaknyamanan GI (MIMS, 2020)
b. Paracetamol
Diminum setiap 8 jam sesudah makan. Cara penggunaan bisa diminum dengan
atau tanpa makanan. Diminum dengan air putih (MIMS, 2020)
c. Rhinos
Diminum setiap 12 jam. Cara penggunaan apat diberikan bersama atau tanpa
makanan: telan utuh dan jangn dihancukan atau dikunyah (MIMS, 2020).

3. Mekanisme kerja obat


a. Amoxsan
b. Menghambat sintesis peptidoglikan di dinding sel bakteri dengan mengikat 1 atau
lebih protein pengikat, sehingga menghambat biosintesis dinding sel yang
mengakibatkan lisis bakteri (MIMS, 2020).
c. Paracetamol
Bekerja pada pusat pengatur suhu di hipotalamus untuk menurunkan suhu tubuh.
Bekerja menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat mengurangi nyeri
ringan hingga sedang (MIMS, 2020).
d. Rhinos
Bekerja dengan melakukan pelebaran pada saluran pernapasan (MIMS, 2020).

4. Dampak Gaya Hidup


Untuk mengurangi gejala bersin dan rinore pada rhinitis alergi dapat menghindari
faktor pencetus alergi seperti debu dan angin, memakai masker, dan menjaga
kebersihan lingkungan menerapkan pola makan teratur dan sehat, istirahat cukup dan
berolahraga (Septriana, 2018)

5. Penyimpanan Obat
a. Amoxan
Simpan pada suhu antara 20-15 ℃, terlindung dari cahaya matahari langsung
(MIMS, 2020).
b. Paracetamol
Tab/caps/susp disimpan antara 20-25℃ ,jangan membeku, lindungi dari cahaya
matahari dan kelembaban (MIMS, 2020).
c. Rhinos
Simpan 20-25℃, melindungi dari anas, cahaya dan kelembaban (MIMS, 2020).

6. Efek potensial yang tidak diinginkan (=ESO)


a. Amoxan
Mual, muntah, diare, lidah yang berambut hitam, reaksi yang mengerikan, rasa
sakit yang mengerikan, rasa sakit yang mengerikan, penyakit erymatitis, penyakit
kulit yang mengerikan, penyakit kulit yang mematikan, penyakit kulit yang
mematikan, penyakit kulit yang mematikan, penyakit limpa, tekanan darah tinggi,
tekanan darah tinggi, tekanan darah tinggi, tekanan darah tinggi, tekanan darah
tinggi, tekanan darah tinggi, Agranulocytosis. Jarang terjadi, hiperaktivitas yang
bisa diubah, keresahan, kegelisahan, insomnia, kebingungan, kejang-kejang,
perubahan perilaku, pusing, perubahan warna gigi (Mims, 2020).
b. Paracetamol
Penggunaan jangka panjang & dalam dosis besar dapat menyebabkan kerusakan
fungsi hati. Reaksi hipersensitivitas (Mims, 2020).
c. Rhinos
GIT gangguan; Palpitasi, takikardia & ekstrasystoles (Mims, 2020).
RESEP 2

I. Kelengkapan Resep

INSCRIPTIO

INVOCATIO
PRAESCRIPTIO

SIGNATURA

SUBSCRIPTIO

Resep tidak lengkap karena tidak ada paraf dokter no. resep dan BB pasien
1. Inscriptio
Nama Dokter : dr. Prasetya Sp., P
SIP : No. 4462502/419/3439/1-17
Alamat : Jl. Mayor No. 41 Makassar
No. Telp : (0411) 566576
Tanggal resep : Makassar, 03 Oktober 2020
2. Invocatio
R/ : Recipe : Ambillah
Cito ! : Cito : Segera
3. Praescriptio
- Ventolin 100 mcg
- Teofilin tab 300 mg
- Ambroxol tab 30 mg
- Dexamethasone tab 0,5 mg
No : nomero : Jumlah
I : Uno : Satu
X : Decem : Sepuluh
4. Signatura
S : Signatura : Tandai Pemakaian
3 : Ter : Tiga
dd : de die : kali sehari
I : Uno : Satu
Tab : Tableta : Tablet
U.C : Usus cognitus : Pemakaian diketahui
Prn : Pro Renata: Jika Perlu
5. Subscriptio
Pro : Propium : Untuk
Umur : 40 tahun
Alamat pasien : Jl. Lanraki no. 22
No. Telfon : 085342517181

II. Perhitungan Dosis


1. Ventolin 100 mcg
90 mcg (base)/aktuasi (setara dengan 108 mcg albuterol sulfat)
Pasien dewasa tidak perlu dikonversi dosis
Perhitungan Berdasarkan Resep
Ventolin 100 mcg < 108 mcg (TOD)
2. Teofilin 300 mg
DL Sekali/Sehari = 200 mg / 500 mg
DM Sekali/Sehari = 500 mg / 1g
Pasien dewasa tidak perlu dikonversi dosis
Perhitungan Berdasarkan Resep
DL Sekali = 1 x 300 mg = 300 mg > 200 mg (Berefek)
DL Sehari = 3 x 300 mg = 900 mg > 500 mg (Berefek)
DM Sekali = 1 x 300 mg = 300 mg < 500 mg (TOD)
DM Sehari = 3 x 300 mg = 900 mg < 1000 mg (TOD)
3. Ambroxol tab 30 mg
DL Sekali = 30 – 60 mg
DM Sehari = 120 mg/day
Pasien dewasa tidak perlu dikonversi dosis
Perhitungan Berdasarkan Resep
DL Sekali = 1 x 30 mg = 30 mg = 30 mg (Berefek)
DM Sehari = 3 x 30 mg = 90 mg < 120 mg (TOD)
4. Dexamethasone 0,5 mg
DL Sekali = 0,5 - 9 mg
DM = -
Pasien dewasa tidak perlu dikonversi dosis
Perhitungan Berdasarkan Resep
DL Sekali = 1 x 0,5 mg = 0,5 mg = 0,5 mg (Berefek)
16 16
DM Sehari = = +1= +1=2−3 kali pemakaian (TOD)
n 6−12

III. Penjelasan Obat


1. Indikasi Obat
a. Ventolin inh
Pengobatan & pencegahan bronkospasme pd asma bronkial, bronkitis, emfisema
(MIMS, 2020).
b. Teofilin
Bronkospasme akut, Bronkospasme kronis, Bronkospasme berat akut (MIMS,
2020).
c. Amboxol
Mukolitik dan sakit tenggorokan (MIMS, 2020).
d. Dexamethazone
Anti-inflamasi atau imunosupresif, Penyakit radang sendi, Edema makula diabetik,
Edema makula sekunder akibat oklusi vena retina, Uveitis, syok, Gangguan mata
inflamasi, Peradangan otot (MIMS, 2020).

2. Farmakologi
a. Ventolin inh
Ventolin inhaler merupakan obat dengan kandungan Salbutamol yang digunakan
untuk mengobati penyakit pada saluran pernafasan seperti asma dan penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK). Obat ini bekerja dengan cara merangsang secara selektif
reseptor beta-2 adrenergik terutama pada otot bronkus. hal ini menyebabkan
terjadinya bronkodilatasi karena otot bronkus mengalami relaksasi (MIMS, 2020)
b. Teofilin
Teofilin adalah xantin yang merangsang pernapasan, melemaskan otot polos
bronkus (bronkodilatasi), dan menekan respons saluran udara terhadap rangsangan
(aktivitas profilaksis non-bronkodilator). Meskipun mekanismenya belum
sepenuhnya dipahami, efeknya diharapkan dapat diberikan melalui penghambatan
fosfodiesterase dan peningkatan adenosin monofosfat siklik intraseluler (cAMP)
(MIMS, 2020).
c. Ambroxol
Ambroxol adalah agen mukolitik yang meningkatkan sekresi saluran pernapasan
dengan meningkatkan produksi surfaktan paru dan merangsang aktivitas siliaris.
Kegiatan ini menghasilkan perbaikan pembersihan mukosiliar dan peningkatan
sekresi cairan yang memfasilitasi pengeluaran cairan dan meredakan batuk (MIMS,
2020).
d. Dexamethazone
Deksametason adalah glukokortikoid yang sangat kuat dan bekerja lama yang
bertindak sebagai agen anti-inflamasi dengan menekan migrasi neutrofil,
menurunkan produksi mediator inflamasi, membalikkan peningkatan permeabilitas
kapiler, dan menekan respons imun. Ini tidak memiliki sifat mineralokortikoid dan
memiliki sifat penahan Na minimal yang membuatnya cocok untuk merawat
kondisi di mana retensi air tidak menguntungkan (MIMS, 2020).

3. Interaksi Obat
a. Ventolin
Salbutamol & amp; obat penghambat nonselektif & beta, misalnya propranolol,
MAOI (MIMS, 2020).
b. Teofilin
Dapat meningkatkan frekuensi mual, gugup, dan insomnia dengan efedrin.
Peningkatan klirens dengan aminoglutethimide, karbamazepin, isoprenalin,
fenitoin, rifampisin, ritonavir, sulfinpyrazone, dan barbiturat (misalnya
fenobarbital). Berkurangnya pembersihan dengan asiklovir, alopurinol, karbimazol,
simetidin, klaritromisin, eritromisin, siprofloksasin, enoksasin, disulfiram,
flukonazol, fluvoksamin, interferon alfa, isoniazid, methotrexacin, mexapiletine,
pentoloxifylline, propazafilamin, dan oral Dapat meningkatkan kadar plasma
dengan vaksin influenza. Dapat menghambat efek agonis reseptor adenosin
(misalnya adenosin, regadenoson). Dapat melawan efek sedatif benzodiazepin
(misalnya diazepam, flurazepam). Dapat meningkatkan risiko aritmia dengan
halotan. Dapat mengurangi ambang kejang dengan ketamin. Dapat meningkatkan
pembersihan ginjal litium. Dapat meningkatkan efek hipokalemia; kortikosteroid,
dan diuretic (MIMS, 2020).
c. Ambroxol
Dapat meningkatkan konsentrasi antibiotik (misalnya cefuroxime, doxycycline,
erythromycin, amoxicillin) di jaringan paru-paru (MIMS, 2020).
d. Dexamethasone
Penurunan konsentrasi plasma dengan penginduksi CYP3A4 (misalnya barbiturat,
karbamazepin, efedrin, fenitoin, rifabutin, rifampisin). Peningkatan konsentrasi
plasma dengan penghambat CYP3A4 (misalnya eritromisin, ketokonazol,
ritonavir). Dapat meningkatkan pembersihan ginjal dari salisilat. Dapat
meningkatkan efek hipokalemia diuretik (acetazolamide, loop, thiazide), injeksi
amfoterisin B, kortikosteroid, karbenoksolon, dan agen perusak K. Dapat
meningkatkan efek antikoagulan warfarin (MIMS, 2020).

4. Kontraindikasi
a. Ventolin
Hipersensitif (MIMS, 2020).
b. Teofilin
Hipersensitif, porfiria (MIMS, 2020).
c. Ambroxol
Hipersensitif (MIMS, 2020).
d. Dexamethasone
Infeksi jamur sistemik; infeksi sistemik kecuali jika diobati dengan anti infeksi
spesifik. Perforasi membran drum (otic). Pemberian vaksin virus hidup (MIMS,
2020).

5. Perhatian
a. Ventolin inhaler
Perhatikan pemakaian pada penderita hipokalemia, pada wanita hamil, dan
terutamapada asma berat akut (MIMS, 2020).
b. Teofilin
Hati-hati pada penyakit jantung, hipertensi, hipertiroidisme, tukak lambung,
gangguan fungsi hati, epilepsy, kehamilan, menyusui, lansia, dan demam (Basic
Pharmacology & Drug Note, 2019).
c. Ambroxol
Hati-hati pada kehamilan dan menyusui, angguan ginjal, metabolit ambroxol
mungkin dapat terakumulasi di hati (Basic Pharmacology & Drug Note, 2019).
d. Dexametasone
Perhatikan pemakainan pada penderita hipertensi, gagal jantung, DM, riwayat
angguan kejang, gagal ginjal dan hati, serta kehamilan dan menyusui (MIMS,
2020).

6. Keamanan terhadap ibu hamil


a. Ventolin inhaler
Kategori C = baik penelitian pada hewan menunjukkan efek merugikan pada janin
(teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan tidak ada penelitian terkontrol pada
wanita atau studi pada wanita dan hewan tidak tersedia. Obat harus diberikan hanya
jika potensi manfaatnya sesuai dengan potensi risiko pada janin (MIMS, 2020).
b. Teofilin
Kategori C = baik penelitian pada hewan menunjukkan efek merugikan pada janin
(teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan tidak ada penelitian terkontrol pada
wanita atau studi pada wanita dan hewan tidak tersedia. Obat harus diberikan hanya
jika potensi manfaatnya sesuai dengan potensi risiko pada janin (MIMS, 2020).
c. Ambroxol
Kategori C = baik penelitian pada hewan menunjukkan efek merugikan pada janin
(teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan tidak ada penelitian terkontrol pada
wanita atau studi pada wanita dan hewan tidak tersedia. Obat harus diberikan hanya
jika potensi manfaatnya sesuai dengan potensi risiko pada janin (Basic
Pharmacology & Drug Note, 2019).
d. Dexametasone
Kategori C = baik penelitian pada hewan menunjukkan efek merugikan pada janin
(teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan tidak ada penelitian terkontrol pada
wanita atau studi pada wanita dan hewan tidak tersedia. Obat harus diberikan hanya
jika potensi manfaatnya sesuai dengan potensi risiko pada janin (MIMS, 2020).
IV. Konseling
1. Deskripsi dan kekuatan obat
a. Bentuk sediaan obat dan cara pemakaian
- Ventolin
Bentuk sediaan : inhaler
Cara pemakaian : dihirup secukupnya
- Teofilin
Bentuk sediaan : tablet
Cara pemakaian : 3 x sehari
- Ambroxol
Bentuk sediaan : tablet
Cara pemakaian : 3 x sehari
- Dexamethasone
Bentuk sediaan : tablet
Cara pemakaian : 3 x sehari

b. Nama dan zat aktif yang terkandung


- Ventolin Inh
Nama : ventolin Inh
Zat yang terkandung : salbutamol (MIMS, 2020)
- Teofilin
Nama : Teofilin
Zat yang terkandung : Teofilin (MIMS, 2020)
- Ambroxol
Nama : Ambroxol
Zat yang terkandung : Ambroxol 30 mg (MIMS, 2020)
- Dexamethasone
Nama : Dexamethasone
Zat yang terkandung : Dexamethasone 0.5 mg (MIMS, 2020)

c. Kekuatan obat (mg/g) (Medscape, 2020)


Ventolin Inh : 100 mcg dan 200 mcg
Teofilin : 100mg, 200mg, 300mg, 450mg,
Ambroxol : 30 mg
Dexamethasone : 0.5mg, 0.75mg, 1mg, 1.5mg, 2mg, 4mg, 6mg, 20mg

2. Jadwal dan cara penggunaan


a. Ventolin Inh
Cara penggunaan ventolin Injaler yaitu pada pasien yang kesulitan
mengkoordinasikan penghirup dosis terukur bertekanan, pengatur jarak volimatik
dapat digunakan dengan ventolin inhaler (MIMS, 2020).
b. Teofilin
Diminum setiap 12 jam dengan dosis 200 mg, dapat disesuaikan menjadi 300 mg
atau 400 mg setiap 12 jam berdasarkan respon klinis.. Persyaratan dosis harus
dipandu oleh konsentrasi teofilin pasien, keamana dan tolerabilitas. Bisa diminum
dengan atau tanpa makanan, dapat diberikan bersama makanan untuk mengurangi
rasa tidak nyaman pada GI, beberapa orang harus meminumnya saat perut kosong
(MIMS, 2020).
c. Ambroxol
Dikonsumsi 2 kali sehari atau 2 hari. Cara penggunaan harus dikonsumsi bersama
makanan (MIMS, 2020).
d. Dexamethasone
Diminum setiap 8 jam. Cara penggunaan harus diminum bersama makanan
(MIMS, 2020).

3. Mekanisme Kerja obat


a. Ventolin
Bekerja dengan cara merangsang secara selektif reseptor beta-2 adrenergik
terutama pada otot bronkus. hal ini menyebabkan terjadinya bronkodilatasi karena
otot bronkus mengalami relaksasi (MIMS, 2020).
b. Teofilin
Teofilin adalah xantin yang merangsang pernapasan, melemaskan otot polos
bronkus (bronkodilatasi), dan menekan respons saluran udara terhadap rangsangan
(MIMS, 2020).
c. Ambroxol
Bekerja meningkatkan sekresi saluran pernafasan dengan meningkatkan produksi
surfaktan paru dan menstimulasi aktivitas siliaris, menghasilkan peningkatan
klirens mukosiliar dan peningkatan sekresi cairan yang memfasilitasi ekspektasi
dan meredakan batuk (MIMS, 2020).

4. Dampak Gaya Hidup


Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara cara menghentikan kebiasaan
merokok, meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan latihan pernapasan serta
memperbaiki nutrisi. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan yang panjang
pada ppok stabil. Edukasi pada ppok berbeda dengan edukasi pada asma karena ppok
adalah penyakit kronik yang bersifat irreversible dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan pemburukan penyakit
(Susanti, 2015).

5. Penyimpanan Obat
a. Ventolin inhaler
Simpan antara 15-30 derjat C. Lindungi dari cahaya (Mims, 2020).
b. Teofilin
Caps/tab disimpan pada suhu 20-25℃(Mims, 2020).
c. Ambroxol
Simpan pada suhu 30°C. Terlindung dari cahaya dan panas (Mims, 2020).
d. Dexsametason
Disimpan pada suhu dibawah 25℃ (Mims, 2020).

6. Efek potensial yang tidak diinginkan (=ESO)


a. Ventolin inhaler
Tremor, sakit kepala, takikardi (Mims, 2020).
b. Teofilin
Gangguan dan gangguan, rangsangan CNS, sakit kepala, kecemasan, kegelisahan,
pusing, pusing, tremor, palpitasi (Mims, 2020).
c. Ambroxol
Signifikan: jarang sekali, sindroma Stevens-Johnson, necrolysis epidermal
beracun (sepuluh), eritthema multiforme. Gangguan pencernaan: mual, muntah,
diare, dispepsia, mulut atau tenggorokan kering, sakit perut, mulas, oral atau
farngeal hipoestesia, disgeusia. Berpotensi Fatal: jarang terjadi reaksi anafilaksis
(misalnya syok anafilaksis, angioedema, ruam, urticaria, pruritus) (Mims, 2020).
d. Dexametason
Signifikan: penekanan adrenalin (misalnya hiperkortisolisme, tekanan
hipotalamik - pituiter-adrenal [HPA]); Kaposi sarkoma; Myopathy; Gangguan
perineal, gangguan kejiwaan, penekanan pada kekebalan (misalnya infeksi
sekunder, pengaktifan infeksi laten, infeksi akut pada topeng); Meningkatnya
tekanan intra-okular, glaukoma sudut-terbuka dan katarak. Jarang, reaksi
anafilaksis gangguan endokrin: keterbelakangan pada anak-anak. Gangguan mata:
bakteri keratitis, iritasi mata dan pruritus, sensasi terbakar, ketidaknyamanan
mata. Gangguan umum dan kondisi admin: kerusakan penyembuhan luka.
Investigasi: kenaikan berat badan. Metabolisme dan kelainan gizi: sindrom
Cushing, obesitas. Gangguan otot kuloskeletal dan jaringan ikat: Osteoporosis.
Gangguan sistem saraf: sakit kepala, atrophy otot. Euforia, depresi,
kecenderungan bunuh diri. Kulit dan gangguan jaringan subkutan: kerapuhan kulit
(Mims, 2020).
RESEP 3

I. Kelengkapan Resep

INSCRIPTIO

INVOCATIO PRAESCRIPTIO

SIGNATURA

SUBSCRIPTIO

Resep tidak lengkap karena tidak ada paraf dokter no. resep dan BB pasien
1. Inscriptio
Nama Dokter : dr. Merdeka Sp., KK
SIP : No. 4462502/419/3439/1-17
Alamat : Jl. Mayor No. 41 Makassar
No. Telp : (0411) 566576
Tanggal resep : Makassar, 03 Oktober 2020
2. Invocatio
R/ : Recipe : Ambillah
3. Praescriptio
- Scabimite cr 10 mg
- Cetirizine tab 10 mg
No : nomero : Jumlah
III : Tress : Satu
X : Decem : Sepuluh
4. Signatura
S : Signatura : Tandai Pemakaian
2 : Bis : Dua
dd : de die : kali sehari
I : Uno : Satu
Tab : Tableta : Tablet
U.C : Usus cognitus : Pemakaian diketahui
5. Subscriptio
Pro : Propium : Untuk Tn. M
Umur : 35 tahun
Alamat pasien : Jl. Perintis kemerdekaan no. 23
No. Telfon : 087739649837

II. Perhitungan Dosis


1. Scabimite cr 10 mg
Tidak dihitung karena obat luar
2. Cetirizine 10 mg
DL Sehari = 5-10 mg
DM = -
Pasien dewasa tidak perlu dikonversi dosis
Perhitungan Berdasarkan Resep
DL Sehari = 1 x 10 mg = 10 mg = 10 mg (Berefek)
DM Sehari = 1 x 10 mg = 10 mg = 10 mg (TOD)
III. Penjelasan Obat
1. Indikasi
a. Scabimite cr
Kudis (MIMS, 2020).
b. Cetrizine
Alergi (MIMS, 2020).

2. Farmakologi
a. Scamibite cr
Memiliki zat aktif yaitu permethrin adalah pedikulosida dan skabisida piretroid atau
piretrin. Ini mengganggu masuknya ion Na melalui saluran membran sel saraf,
menunda repolarisasi sehingga menyebabkan kelumpuhan dan kematian parasit
(MIMS, 2020).
b. Cetrizine
Cetirizine, turunan piperazine dan metabolit hydroxyzine, adalah antihistamin yang
secara kompetitif dan selektif menghambat reseptor H1 di saluran pencernaan,
pembuluh darah, dan saluran pernapasan (MIMS, 2020).

3. Interaksi Obat
a. Scabimite
-
b. Cetirizine
Aditif depresi ketika diberikan secara berdekatan dengan depresi CNS lainnya (obat
penenang, obat penenang) (MIMS, 2020).

4. Kontraindikasi
a. Scabimite
Hipersensitif terhadp permetrin, piretroid sintetik, atau piretrin (MIMS, 2020).
b. Cetirizine
Gangguan ginjal berat (MIMS, 2020).
5. Perhatian
a. Scabimite
Hindari kontak dengan mata, kehamilan dan menyusui, bayi kurang dari 2 bulan
(MIMS, 2020).
b. Cetrizine
Perhatikan pemakaian pada pasien dengan peningkatan resiko retensi urin, pasien
epilepsi, pasien yang beresiko kejang, anak-anak, kehamilan dan menyusui (MIMS,
2020).

6. Keamanan terhadap Ibu Hamil


a. Scabimite.
Kategori B = baik penelitian reproduksi hewan belum menunjukkan risiko janin
tetapi tidak ada penelitian terkontrol pada wanita hamil atau penelitian reproduksi
hewan menunjukkan efek samping (lain dibandingkan penurunan kesuburan) yang
tidak dikonfirmasi dalam studi terkontrol pada wanita di trimester pertama (dan
tidak ada bukti risiko pada trimester berikutnya) (MIMS, 2020).
b. Cetrizine
Kategori B = baik penelitian reproduksi hewan belum menunjukkan risiko janin
tetapi tidak ada penelitian terkontrol pada wanita hamil atau penelitian reproduksi
hewan menunjukkan efek samping (lain dibandingkan penurunan kesuburan) yang
tidak dikonfirmasi dalam studi terkontrol pada wanita di trimester pertama (dan
tidak ada bukti risiko pada trimester berikutnya) (MIMS, 2020).

IV. Konseling
1. Deskripsi dan kekuatan obat
a. Bentuk sediaan obat dan cara pemakaian
- Scabimite
Bentuk sediaan : cream
Cara pemakaian : pemakaian luar (dioleskan di kulit)
- Cetrizin
Bentuk sediaan : tablet
Cara pemakaian : 1 x sehari

b. Nama dan zat aktif yang terkandung


- Scabimite
Nama : Scabimite
Zat yang terkandung : Permetrin 5% (MIMS, 2020).
- Cetrizin
Nama : Cetrizin
Zat yang terkandung : Cetirizine HCl 10 mg (MIMS, 2020).

c. Kekuatan obat (mg/g) (Medscape, 2020)


Scabimite :-
Cetirizine : 10 mg

2. Jadwal dan cara penggunaan


a. Scabimite
Dosis 1 kali pakai. Cara penggunaan dioleskan tipis-tipis sekitar 30 g pada
permukaan kulit dari kepala hingga telapak kaki dan dibiarkan selama 8-14 jam
sebelum dibilas (MIMIS, 2020).
b. Cetrizine
Diminum 1 x sehari. Bisa diminum dengan atau tanpa makana (MIMS, 2020).

3. Mekanisme kerja obat


a. Scabimite
Substansi ini bekerja pada membran sel saraf tungau untuk mengganggu saluran
natrium dimana polarisasi membran diatur. Melambatnya polarisasi membuat
tungau mengalami kelumpuhan dan akhirnya mati (MIMIS, 2020).
b. Cetrizine
Antihistamin yang secara kompetitif dan selektif menghambat reseptor Hi dalam
saluran gastrointestinal, pembuluh darah, dan saluran pernapasan (MIMIS, 2020).
4. Dampak gaya hidup
Penatalaksanaan umum meliputi edukasi kepada pasien, yaitu: mandi dengan air hangat
dan keringkan badan, pengobatan skabisid topikal yang dioleskan di seluruh kulit,
kecuali wajah, sebaiknya dilakukan pada malam hari sebelum tidur, hindari menyentuh
mulut dan mata, dengan tangan, ganti pakaian, handuk, sprai yang digunakan dan
selalu cuci dengan teratur, bila perlu direndam dengan air panas, karena tungau akan
mati pada suhu 130 derajat Celcius, hindari penggunaan pakaian, handuk, sprai
bersama anggota keluarga serumah. Setelah periode waktu yang dianjurkan, segera
bersihkan scabisid dan tidak boleh mengurangi penggunaan skabisid yang berlebihan
setelah seminggu sampai dengan 4 Minggu yang akan datang dan setiap anggota
keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama dengan ikut menjaga
kebersihan (Mutiara, 2016).

5. Penyimpanan obat
a. Scabimet
Simpan pada suhu 20-25°C (Mims, 2020).
b. Cetrizine
Simpan pada suhu 20-25°C (Mims, 2020).

6. Efek potensial yang tidak diinginkan (=ESO)


a. Scabimet
Ringan & bersifat sementara terbakar & menyengat, gatal, eritthema, hiperestesia,
ruam (Mims, 2020).
b. Cetrizine
Denyut jantung normal. Gangguan pencernaan: sakit perut, mulut kering, mual,
diare, muntah. Gangguan umum dan kondisi lokasi administrasi: kelelahan,
asthenia, malaise, oedema. Gangguan sistem saraf: pusing, sakit kepala, kejang-
kejang, resah. Gangguan kejiwaan: Somnolence, agresi, kebingungan, depresi,
halusinasi, insomnia, epistaxis, bronchospasm. Gangguan pernafasan, thoracic dan
mediastinal: faryngitis, rhinitis. Kulit dan gangguan jaringan subkutan: Pruritus,
ruam, urticaria (Mims, 2020).

DAFTAR PUSTAKA

Medscape (2020). Reference Medscape. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2020.

MIMS. 2020. Reference MIMS. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2020.

Mutiara, Hanna. 2016. Skabies. Majority Vol. 5 No. 2

Septriana, Maya. 2018. Allergic Rhinitical Therapy With Acupuncture, Legundi And Temulawak
Herbs. Journal Of Vocational Health Studies Vol. 2 No.2

Susanti, Putri Fitriana. 2015. Influence Of Smoking On Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD). Majority Vol. 4 No. 5

Team Medical Notes. 2019. Basic Pharmacology & Drug Notes. MMN Publishing, Makassar.

Anda mungkin juga menyukai