Anda di halaman 1dari 9

A.

Penatalaksanaan

a. Toksoplasmosis

Menurut saifuddin dalam (Nauly & Khairinisa, 2018). Penanganan khusus

toksoplasmosis antara lain :

1. Konseling yang berkaitan dengan infeksi toksoplasma, risiko terhadap

fungsi reproduksi dan hasil konsepsi.

2. Dapat dilakukan pengobatan secara rawat jalan

3. selama kehamilan ibu diterapi dengann spiramisin atau setelah kehamilan

14 minggu ibu diberi terapi dengan pirimethamin dan suulfonamida.

Gabungan dari obat pirimetamin dan suulfonamida atau antibiotika

spiramisian dapat menanggulangi infeksi dan menghambat kelanjutan

proses anomali kongenital (tergantung tahapnya)

4. Evaluasi kondisi antigen dan tiger atau immunoglobulin anti toksoplasma.

5. Upayakan persalinan pervaginam dan apabila terjadi disproporsi kepala

panggul yang disebabkan oleh didrosefalus, lakukan kajian ultrasonografi

ketebalan korteks untuk pilihan penyelesaian persalinan.

b. Pengobatan

Terapi pada sebagian orang dewasa tidak diperlukan. Jika diperlukan

hanya diberikan terapi simtomatik, tetapi untuk wanita hamil mutlak

diperlukan. Tujuannya adalah mengurangi dampak buruk pada janin. Terapi

selama hamil dapat menurunkan infeksi 60%. Sebenarnya pengobatan


toksoplasmosis yang tepat belum diketahui, obat-obatan yang biasa diberikan

oleh dokter adalah sulfonamide,pirimentadin, dan spiramisin (Padila, 2023).

Adapun terapi diberikan terhadap tiga kelompok penderita berikut :

1. Keamilan dengan infeksi akut

1) Spiramisin

Suatu antibiotika macrolide dengan spectrum

antibacterial,konsentrasi tertentu yang duvutuhkan untuk

menghambat pertumbuhan ataupun membunuh organisme

belum diketahui. Di jaringan obat ini ditemukan

kadar/konsentrasi yang tinggi terutama pada plasenta tanpa

melewatinya serta aktif membunuh takizoit sehingga menekan

transmisi transpalental. Spiramisin pada orang dewasa

diberikan 2-4 g/hari per oral dibagi dalam 4 dosis untuk 3

minggu,diulang setelah 2 minggu sampai kehamilan aterm

(Sudigdoadi, 2019).

2) Piremitamin dan sulfadiazine

Piremitamin adalah fenilpirimidin obat

antimalaria,terbukti juga sebagai pengobatan radikal pada

hewan ekspiremental yang dikenakan infeksi toksoplasmosis.

Obat ini bertahan lama dalam darah dengan waktu paruh

plasma 100 jam (1-5 hari). Guna menghindari efek aakumulatif

pada jaringan,pemberian obat dianjurkan setiap 3-4 hari. Kedua

obat ini bekerja memblokir jalur metabolism asam folat dan


asam para aminobenzoat parasite karena menghambat kerja

enzim dihidrofolat reduktase dengan akibat terganggunya

pertumbuhan stadium takizoit parasite.kombinasi obat ini

mengakibatkan efek toksitas yang tinggi (Trasia, 2021).

Sulfadiazine menimbulkan reaksi hematuria dan

hipersensitivitas. Piremitamin menyebabkan depresi sumsum

tulang secara gradual dan reversible dengan akibat penurunan

platelet,leukopenia, dan anemia yang menyebabkan tendensi

perdarahan. Untuk mengantisipasi hal ini perlu dilakukan

pemeriksaan sel darah tepi dan platelet 2 kali seminggu,

kombinasi piremitamin sulfadiazine,dan asam folinik sebagai

penggunaan simultan diberikan selama 21 hari. Sulfadiazine

50-100 mg/kg/hari/oral dibagi 2 dosis serta asam folinik 2 x 5

mg injeksi intramuscular tiap minggu selama pemakaian

piremitamin (Wibisono et al., 2023).

2. Toksoplasma kongenital

Sulfadiazin dengan dosis 500-100 mg/kg/hari dan

piremitamin 0,5-1 mg/kg diberikan setiap 2-4 hari selama 20 hari.

Disertakan juga injeksi intramuskular asam folinik 5 mg setiap 2-4

hari untuk mengatasi efek toksik piremitamin terhadap multiplikasi

sel. Pengobatan dihentikan ketika anak berumur 1 tahun karena


diharapkan imunitas selulernya telah memadai untuk melawan

penyakit pada masa tersebut (Rahayu, 2022) .

3. Penderita imunodefisiensi

Kondisi penderita akan cepat memburuk menjadi fatal bila

tidak diobati. Pengobatan di sini sama halnya dengan toksoplasmosis

kongenital yaitu menggunakan piremitamine sulfadiazine dan asam

folinik dalam jangka panjang. Piremitamin ada sulfadiazin dapat

melalui barier otak (Depkes RI, 2020).

Adapun terapi lainnya yang dapat diberikan selama kehamilan

sebagai berikut :

1. Trimester 1 : spiramisin 3x3 mIU/hari selama 3

minggu, kemudian diualang setelah interval 2 minggu

sampai aterm.

2. Trimester II dan III :

1. spiramisin 3x3 mIU/hari selama 3 minggu, diulang

setelah interval 2 minggu sampai aterm, atau

2. pirimetamin dan sulfonamide, Asam folat selama 3

minggu ,dilanjutkkan spiramisin 3-6 minggu (Depkes

RI, 2020).

4. Rubella

Cara paling efektif untuk mencegah penularan virus rubella

adalah dengan pemberian imunisasi, saat ini imunisasi yang dapat

diberikan untuk mencegah rubella adalah dengan pemberian vaksin


MMR (Measles,Mumps, Rubella) Pemberian imunisasi MMR pada

wanita usia reproduktif yang belum mempunyai antibodi terhadap

virus rubella amatlah penting untuk mencegah terjadinya infeksi

rubella kongenital pada janin (Suparman, 2018).

Tidak ada obat spesifik untuk mengobati infeksi virus rubella,

obat yang diberikan biasanya bersifat untuk meringankan gejala yang

timbul, hanya saja pada anak-anak dan orang dewasa, gejala-gejala

yang timbul adalah sangat ringan, bayi yang lahir dengan sindrom

rubella kongenital, biasanya harus ditangani secara saksama oleh para

ahli, semakin banyak kelainan bawaan yang diderita akibat infeksi

kongenital, semakin besar pula pengaruhnya pada proses

pertumbuhan dan perkembangan anak, biasanya infeksi rubella

kongenital dipastikan dengan pemeriksaan serologi segera setelah

bayi lahir, yaitu dengan terdeteksinya igM rubella pada darah bayi

(Anissa, 2019).

5. Sitomegalovirus (CMV)

Tidak ada terapi yang memuaskan untuk pengobatan infeksi

kongenital, imumnya, terapi diberikan untuk mengobati infeksi CMV

yang serius seperti retinitis, esofagitis pada penderita AIDS serta

tindakan profilaksis untuk mencegah infeksi CMV setelah

transplantasi organ, obat yang digunakan saat ini adalah Ganciclovir,

foscarnet, sidofivir, dan Valacidovir, tetapi saat ini belum dilakukan

evaluasi di samping obat tersebut dapat menimbulkan intoksikasi


resistensi, Pengembangan vaksin perlu dilakukan guna mencegah

morbiditas dan mortalitas akibat infeksi kongenital (Utami, 2019).

6. Herpes Simplex

Menurut saifuddin dalam (Triana et al., 2020) penanganan

khusus herpes simpleks pada ibu hamil yakni :

1. Atasi nyeri dan demam dengan parasetamol 3x 500

mg/hari

2. bersihkan lesi dengan larutan antiseptik dan kompres air

hangat setelah nyeri berkurang, keringkan dan oleskan

asiklovir 5% topical

3. berikan asiklovir oral 200 mg tiap 4 jam

4. Rawat inap bila terjadi demam tinggi, nyeri hebat, retensi

urin, konvulsi, neurosis, reaksi neurologic local, ketuban

pecah dini, partus prematurus

5. obati pasangannya dengan asiklovir oral selama 7 hari

6. bila diputuskan untuk partus pervaginam hindari transmisi

ke bayi atau penolong.

7. Obat-obatan antiviral yang diberikan dokter selama 3

bulan (pengawasan dokter) (Triana et al., 2020).


Tingkat Upaya
Polindes Diagnosis
Rujuk
PKM Diagnosis rawat inap
Terapi : simtomatik suportif,rujuk bila ada
komplikasi
RS  Diagnosis
 Lab rutin
 Lab khusus
 Ivestigasi : virology,immunologi,bioassay
profil biofisik
Tabel 1. Terapi kehamilan dengan herpes
 Rawat inap,terapi : tirah baring,diet
menurut tingkatan pelayanan kesehatan
khusus,simtomatik,suportif

Sumber : (Triana et al., 2020)


B. Algoritma Torch

TORCH

Rubella Cytomegali

Toksoplasma Herpes
 Demam Ibu terinfeksi CRV
 Sakit tidak ada gejala
 Letih tenggorokan  Infeksi
 Nyeri otot  Ruam kulit asimtomatik
 Demam  Pembesaran Pemeriksaan  Urinasi nyeri
kelenjar limfe Laboratorium:
 Luka  Vesikel jernih
 Nyeri sendi
tenggorokan 1. IgG (-) : tidak pada labia
 Abortus spontan
 Pembesaran  Radang
terinfeksi mayora dan
kelenjar limfe artitis/ensefalitas minora,kulit
2. IgG (+) : IgM (+)
pada serviks  Pada ibu hamil IgG aviditas perineum,vestibu
posterior tidak ada gejala rendah : Infeksi la,vagina,mukosa
 Durasi 3-5 hari primer ekstoserviks
Tes Serologi  Vesikel 1-7 hari
3. IgG (+) :sudah
membentuk ulkus
pernah terinfeksi
dimasa lampau tidak dangkal,nyeri
Negatif
perlu pemeriksaan
lanjutan
Terapi simtomatik Pemeriksaan Pemberian laboratorium :
Pemberian obat : laboratorium Pemberian obat :
1. IgG (-) : tidak terinfeksi
1. Sulfonamide 1. IgG (+) : terinfeksi 1. Ganciclovir
2. Pirimetadin pada masa lalu (kebal) 2. IgG (+) : infeksi primer
2. Foscarnet resiko tinggi
3. Spiramisin
2. IgG (-) : tidak
terinfeksi 3. Sidofovir 3.IgG (+): infeksi kambuhan
resiko penularan pada janin
3.IgG (-) dan IgM (+) : 4. Valacidovir lebih ringan dari infeksi
Hasil tidak spesifik primer
(lakukan tindakan
preventif sebelum
kehamilan) 1. Beri paracetamol 3x500 mg
2. Bersihkan lesi beri acyclovir
5% topical
3. Berikan acyclovir oral 200
Pemberian vaksin rubella tiap 4 jam
MMR 4. Rawat inap (komplikasi)
5. Beri pasangan acyclovir oral
selama 7 hari
6. Hindari tranmisi pada bayi
dan penolong bila partus
pervaginam
DAFTAR PUSTAKA

Depkes Ri. (2020). Pedoman Pelayanan Medis Kebidanan.


Juli, P. (2023). Intervensi Family Triple Support (Fts) Berpengaruh Terhadap Respon
Bayi Pada Saat Imunisasi Dpt. 1–34.
Rahayu. (2022). Identifikasi Ookista Toxoplasma Gondii Pada Lalapan Yang Dijual
Di Warung Tenda Makan Pecel Lele Wilayah Way Halim Tahun 2022. Paper
Knowledge . Toward A Media History Of Documents, 7–21.
Sudigdoadi, S. (2019). Mekanisme Timbulnya Resistensi Antibiotik Pada Infeksi
Bakteri. Fakultas Kedokteran Univeritas Padjadjaran, 1–14.
Trasia, R. F. (2021). Pengobatan Terkini Dan Profilaksis Primer Pada
Toksoplasmosis. Journal Of Pharmaceutical Care And Sciences, 2(1), 132–135.
Triana, A., Dyah Ayu, A., Zulfikar, D., & Yustin, E. (2020). Tatalaksana Herpes
Genitalis Pada Kehamilan. Cermin Dunia Kedokteran, 47(12), 732.
Https://Doi.Org/10.55175/Cdk.V47i12.1236
Utami. (2019). Hubungan Status Gizi Dengan Hiv / Adis. 8–33.
Wibisono, C., Avicena, R., Salsabila, I., & Kiftiani, N. (2023). Studi Kasus :
Toxocariasis Pada Kucing Mix Domestic Long Hair. 4, 50–58.

Anda mungkin juga menyukai