Anda di halaman 1dari 3

ALUR PEMERIKSAAN DAN PENATALAKSANAAN TORCH

Laboratorium

1. Serologis
● Tes Sabin Feldman (igG)
● Indirect Fluorescent Antibodi (IFA igG, igM) sensitivitas 25-50%
● ELISA (igM, igA, igE), jika igG dan igM positif maka perlu pemeriksaan lanjutan
yaitu igG Aviditas.
● Immunsorbant Agglutination Assay (ISAGA) (igM, igA, igE) sensitivitas 78-80%
2. PCR: kehamilan 17-21 minggu
3. Darah lengkap dan kimia lengkap
4. CT scan: klasifikasi di periventrikel dan gaglia basalis, hidrosefalus
5. Pemeriksaan patologis: adanya takizoid atau kista di jaringan atau cairan tubuh.

Beberapa metode diagnosis yang dapat diajlani oleh pasien pasca pemeriksaan TORCH :

1. Tes fungsi lumbal: untuk mendeteksi adanya infeksi Toxoplasmosis, Rubella, dan Herpes
simplex virus di sistem saraf pusat.
2. Tes kultur lesi kulit: untuk mendeteksi adanya infeksi Herpes Simplex Virus.
3. Tes kultur urine: untuk mendeteksi adanya infeksi Cytomegalovirus.

Tatalaksana

A. Toxoplasmosis
Pengobatan terhadap ibu hamil yang terinfeksi akut dengan tujuan mengurangi infeksi ke janin,
dosis yang dianjurkan WHO adalah.
1. Kombinasi antara sulfa, pirimethamin, dan asam folat dengan dosis :
a. Sulfonamide/ sulfadiazin 1000 mg per hari
b. Pirimethamin (Daraprim) 25 mg per hari
c. Asam folat 10 mg/ minggu (mencegah depresi sumsum tulang)
Dosis ini diberikan selama 4 minggu dan diulang lagi dengan interval 4 minggu dengan
maksimum 3 siklus pemberian sampai terjadinya persalinan. Karena teratogenik maka
kombinasi pirimethamin dan sulfa baru dapat digunakan setelah kehamilan 20
minggu.
2. Pada kehamilan trimester I digunakan spiramisin, suatu antibiotika golongan
makrolid dengan dosis 3x1 gram selama 4 minggu (9 juta unit) dan diulang tiap 4
minggu.

B. Rubella
Penanggulangan infeksi rubella adalah dengan pencegahan infeksi salah satunya
dengan cara pemberian vaksinasi. Pemberian vaksinasi rubella secara subkutan
dengan virus hidup rubella yang dilemahkan dapat memberi kekebalan yang lama dan
bahkan bisa seumur hidup.
Vaksin rubella dapat diberikan bagi orang dewasa terutama wanita yang tidak
Hamil. Vaksin rubella tidak boleh diberikan pada wanita yang hamil atau akan hamil
dalam 3 bulan setelah pemberian vaksin. Hal ini karena vaksin berupa virus rubella
hidup yang dilemahkan dapat beresiko menyebabkan kecacatan meskipun sangat
jarang.

C. Sitomegalovirus
Sampai saat ini tidak ada pengobatan yang efektif untuk mengatasi infeksi
maternal, dan karena resiko terjadinya morbiditas fetal adalah rendah pemeriksaan
penyaring serologisselama kehamilan mempunyai nilai yang terbatas. Berbeda dengan
infeksi virus rubella, antibodi sitomegalovirus tidak dapat melindungi kemungkinan
infeksi kongenital pada kehamilan yang berikutnya, sehingga kegunaan vaksinasi
untuk sitomegalovirus diragukan.

D. Herpes simpleks
Sejak tahun 1980an mulai digunakan pengobatan antivirus untuk infeksi herpes
dengan acyclovir. Acyclovir dapat digunakan dalam beberapa bentuk preparat antara
lain krim untuk topikal, powder untuk intravena, kapsul oral dan suspensi oral.
Preparat tiopikal digunakan dengan dioleskan pada daerah terinfeksi setiap 3 jam, 6
kali perhari, selama 7 hari. Acyclovir intravena diberikan pada kasus yang berat
dengan dosis 5 mg/kg setiap 8 jam selama 5 hari.
Kapsul oral acyclovir diindikasikan untuk 3 keadaan yaitu : Pengobatan infeksi
primer, pengobatan infeksi ulang yang berat dan penekanan rekurensi yang serinng
dan berat. Dosis pemberian acyclovir oral adalah 200 mg, 5 kali perhari selama 10
hari.
Sampai saat ini belum ditemukan vaksinasi yang efektif untuk infeksi virus herpes
simpleks, meskipun pada model binatang didapatkan vaksin yang efektif untuk
mencegah infeksi dan untuk mengurangi pembentukan fase laten di ganglion saraf.

Anda mungkin juga menyukai