Anda di halaman 1dari 24

KAJIAN LIMBAH CAIR HASIL JASA PENCUCIAN

KENDARAAN BERMOTOR

Mata Kuliah Manajemen Sumber Daya Alam


Dosen : Prof. Dr. Bambang Heru, MS

Disusun oleh :
RAMA ARISTIYO
250120207007

MAGISTER ILMU LINGKUNGAN


UNIVERSITAS PADJAJARAN
2020
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia berdampak pada peningkatan


kepemilikan kendaraan bermotor. Situasi ini memberikan peluang usaha jasa
pencucian kendaraan bermotor yang saat ini sudah berkembang sampai ke daerah
perumahan di perkotaan maupun pinggiran kota. Jasa yang ditawarkan dengan harga
yang relatif murah cukup memberikan keuntungan bagi pelaku usaha ini. Jika
dirancang dengan matang usaha ini mampu meningkatkan kesejahteraan pemilik
usaha. Kebanyakan pelaku usaha ini, terutama yang berskala kecil, tidak
memperhatikan dampak lingkungan dari zat-zat yang digunakan untuk mencuci
seperti detergen serta zat-zat lain yang ada pada kendaraan bermotor seperti oli dan
kemungkinan lainnya. Pelaku usaha berskala kecil pastinya tidak akan mengolah dulu
limbah cair hasil pencucian dan langsung membuangnya ke badan air yang ada di
sekitar tempat usaha tersebut, maka tak jarang ditemui banyak jasa pencucian
kendaraan bermotor yang lokasinya berdekatan dengan badan air. Tindakan
membuang limbah secara langsung ke dalam badan air patut ditentang karena dapat
menurunkan kualitas air serta menimbulkan dampak lanjutan lain yang berbahaya
bagi lingkungan bahkan manusia secara umum.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis bermaksud untuk melakukan


kajian terhadap limbah cair hasil jasa pencucian kendaraan bermotor. Kajian ini
meliputi kandungan apa saja yang terdapat dalam limbah hasil pencucian kendaraan
bermotor, hasil pengujian kualitas limbah cair hasil pencucian kendaraan bermotor,
serta teknik pengolahan yang dapat digunakan untuk mengurangi dampak negatif dari
limbah cair hasil pencucian kendaraan bermotor. Kajian dilakukan menggunakan
hasil penelitian-penelitian yang telah dilaksanakan terdahulu yang dapat mendukung
kajian ini.
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan-rumusan masalah yang akan


dikaji adalah sebagai berikut:

1. Kandungan yang ada pada limbah cair hasil pencucian kendaraan bermotor;
2. Kualitas limbah cair hasil pencucian kendaraan bermotor; dan
3. Teknik pengolahan limbah cair hasil pencucian kendaraan bermotor.

1.3. Model dan Kerangka Pemikiran

Meningkatnya penggunaan
kendaraan bermotor

Belum ada regulasi


yang mengatur
terkait pengolahan
Jasa pencucian limbah hasil usaha
kendaraan bermotor pencucian kendaraan
bermotor secara
spesifik
Kandungan dan Limbah cair hasil
kualitas limbah cair usaha

Pembuangan limbah Penurunan kualitas


Teknik pengolahan tanpa pengolahan ke
limbah cair air
badan air

Gambar 1. Kerangka Pemikiran


BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Analisis Kandungan Limbah Cair Hasil Pencucian Kendaraan Bermotor

Limbah cair hasil pencucian kendaraan bermotor akan dialirkan ke lingkungan


sekitar lokasi usaha dan akan masuk ke badan air yang tedekat dan akan
menimbulkan pencemaran. Secara fisik pencemaran badan air oleh limbah cair hasil
pencucian kendaraan bermotor yang menggunakan detergen sebagai bahan utama
dapat terlihat dengan adanya gelembung busa yang sangat banyak yang
memperlihatkankeberadaan bahan detergen atau surfaktan anionik sebagai bahan
utama (Ying, 2006 dalam Mustafa, 2013).

Air limbah detergen ini termasuk polutan atau zat yang mencemari lingkungan
karena di dalamnya terdapat zat pembentuk detergen yaitu alkyl benzene sulphonate
atau ABS. zat ini merupakan detergen keras yang sukar di biodegradasi. Detergen ini
berasal dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (Chantraine, F et al, 2009 dalam
Mustafa, 2013). Karena ABS sulit diurai oleh mikroorganisme di alam maka
dikembangkan detergen baru yang mudah dibiodegradasi, yaitu surfaktan linier alkyl
benzene sulphonate atau LAS. Menurut Asosiasi Pengusaha Detergen Indonesia
(APEDI), surfaktan anionik yang digunakan di Indonesia adalah 40% ABS dan 60%
LAS (Widiyani, 2011 dalam Mustafa, 2013). Alasan tetap menggunakan ABS
meskipun dampaknya tidak baik bagi lingkungan adalah karena harganya lebih
murah, lebih stabil dalam bentuk krim atau pasta dan busanya lebih melimpah bila
dibandingkan dengan LAS. Pada banyak negara pemakaian ABS telah dilarang dan
diganti dengan LAS namun larangan ini belum ada di Indonesia.

Meskipun detergen bermanfaat untuk membersihkan kotoran dari permukaan


kendaraan bermotor namun juga memiliki dampak negatif bagi lingkungan dan
manusia jika dalam konsentrasi yang berlebihan. Limbah detergen mengandung
senyawa fosfat yang akan merangsang pertumbuhan alga atau tanaman air secara
berlebihan hingga badan air tertutup oleh tumbuhan ini. Hal ini dapat mengganggu
pasokan oksigen untuk biota air seperti ikan dan mahluk lain. Detergen dalam badan
air juga terbukti merusak insang dan organ pernafasan ikan, sehingga toleransi
terhadap kandungan oksigen yang rendag karena adanya detergen di badan air
menjadi berkurang pula (Widiyani, 2011 dalam Mustafa, 2013). Apabila sungai
menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik, sebagian
besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan
nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Dengan demikian
kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan
seperti ikan, udang dan kerang akan mati.

Zat surfaktan ini ada yang dapat didegradasi pada kondisi aerob, namun ada
pula yang tetap persisten meskipun dalam kondisi anaerob, seperti LAS dan senyawa
ammonium quarterner. Adapula yang dapat terurai dalam kondisi anaerob seperti
senyawa alkylphenolethoxylates menghasilkan senyawa alkylphenol yang bersifat
persisten dan berdampak estrogenik pada organisme air seperti ikan. Berbagai jenis
surfaktan terbukti terserap pada lumpur, sedimen dan tanah dengan urutan tingkat
keterserapan jenis kationik > nonanionik > anionik (Ying, 2006 dalam Mustafa,
2013). Selain itu pencemaran akibat detergen mengakibatkan timbulnya bau busuk.
Bau busuk ini berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian
bahan organik lanjutan oleh bakteri anaerob. Lebih berbahaya lagi adalah penggunaan
builder dari golongan ammonium quartener seperti alkyldimethylbenzyl-ammonium
chloride, yang dapat membentuk senyawa nitrosamin yang bersifat karsinogenik atau
penyebab kanker. Selain dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia,
limbah detergen pada air minum akan menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak.
Detergen kationik lebih bersifat racun daripada detergen jenis lain jika tertelan.

Limbah cair yang mengandung detergen yang merupakan derivatif zat organik
akan menyebabkan meningkatnya chemical oxygen demand (COD) atau biological
oxygen demand (BOD) dan angka permanganat. Apabila limbah tersebut dibuang di
badan air dalam jumlah besar dapat mengakibatkan kadar COD dan surfaktan
meningkat. COD dan surfaktan akan membentuk sistem koloid stabil yang dapat
membuat air limbah menjadi keruh. Semakin meningkat COD dan surfaktan maka
semakin keruh air limbah tersebut. Selain COD dan surfaktan, adanya debu (padatan)
dan pengotor lainnya juga meningkatkan kekeruhan air limbah. (Mustafa, 2013)

2.2 Kualitas Limbah Cair Hasil Pencucian Kendaraan Bermotor

Setelah mengetahui kandungan-kandungan apa saja yang mungkin terdapat


pada limbah hasil pencucian kendaraan bermotor, maka dalam pembahasan kali ini
akan dipaparkan mengenai kualitas limbah cair hasil pencucian kendaraan bermotor
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan. Parameter yang diukur dari penelitian
tersebut adalah parameter fisik (suhu dan kekeruhan) serta parameter kimia (pH dan
BOD) dengan rujukan kepada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
3/MENLH/1/1998 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri yang
dilakukan pada tahun 2012 di Kecamatan Kota Timur Provinsi Gorontalo.

Berdasarkan data hasil observasi dan uji laboratorium yang dilakukan pada 10
sampel didapat hasil 9 (sembilan) tempat pencucian motor yang tidak memiliki SPAL
dan hanya 1 (satu) tempat pencucian motor yang memiliki SPAL. Untuk data hasil uji
laboratorium dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Berdasarkan hasil uji laboratorium di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas


limbah cair hasil pencucian kendaraan bermotor dengan menggunakan parameter
fisik kekeruhan yang nilai ambang batasnya sebesar 25 NTU, sebanyak 7 (tujuh)
sampel yang kualitas limbah cairnya melebihi 25 NTU dan 3 (tiga) sampel yang
kualitas limbah cairnya dibawah 25 NTU. Untuk parameter fisik suhu yang nilai
ambang batasnya adalah 30°C, sebanyak 5 (lima) sampel yang limbah cairnya
melebihi 30°C dan 5 (lima) sampel lainnya kurang dari 30°C. Untuk parameter kimia
pH yang nilai ambang batasnya dalam rentang 6 sampai dengan 9, terdapat 8
(delapan) sampel yang limbah cairnya memiliki pH dalam rentang yang
diperbolehkan, sedangkan 2 (dua) sampel lainnya memiliki pH masing-masing
dibawah 6 dan diatas 9. Untuk parameter BOD dengan nilai ambang batas 50 mg/l
terdapat 7 (tujuh) sampel yang hasil uji BOD pada limbah cairnya dibawah 50 mg/l
dan 3 (tiga) sampel lainnya melebihi 50 mg/l yang sudah masuk dalam kategori
pencemaran lingkungan (Imran, 2012).

Tentu saja hasil uji laboratorium ini dinamis dan sangat bervariasi jika
dilakukan pada lokasi yang berbeda tergantung dengan volume kendaraan yang
bermotor yang melakukan pencucian dan jenis media yang digunakan sebagai alat
pencuciannya. Namun yang dapat dipastikan adalah seiring meningkatnya jumlah
kendaraan bermotor maka meningkat pula usaha jasa pencucian kendaraan bermotor
yang berarti meningkatnya resiko pencemaran yang diakibatkan oleh limbah cair
hasil pencucian kendaraan bermotor.

Pemerintah Indonesia memiliki berbagai peraturan terkait pengelolaan


lingkungan, diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2004 tentang Sumber Daya Air, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan, Peraturan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2008
tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air
Limbah Permukiman, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111
Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan Serta
Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air, dan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air
Limbah Domestik (Mustafa, 2013). Jika ditelaah lebih lanjut menggunakan
instrumen-instrumen yang telah disebutkan di atas dan memperhatikan hasil
penelitian terkait kualitas limbah cair hasil pencucian kendaraan bermotor maka bisa
saja kepala daerah membuat regulasi khusus terkait pengelolaan limbah cair dan
pengendalian usaha jaga pencucian kendaraan bermotor di wilayahnya masing-
masing.

2.3 Teknik Pengolahan Limbah Cair Hasil Pencucian Kendaraan Bermotor

Dalam sub bab ini penulis akan memaparkan beberapa teknik pengolahan
limbah cair yang dapat mengurangi dampak negatif limbah cair hasil pencucian
kendaraan bermotor bagi lingkungan. Teknik pengolahan limbah cair ini telah
dilakukan oleh beberapa peneliti dan hasilnya telah diuji secara laboratorium mampu
mengurangi kualitas limbah cair hasil pencucian kendaraan bermotor dalam berbagai
variabel yang berbeda. Ada juga peneliti yang menunjukan dampak ekonomi yang
signifikan dari penerapan teknik pengolahan limbah cair hasil pencucian kendaraan
bermotor yang lebih ramah lingkungan.

a) Pengolahan dengan Metode Koagulasi - Flokulasi

Pada penelitian ini diketahui kualitas limbah cair hasil pencucian kendaraan
bermotor yang diperiksa adalah sebagai berikut:
Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa parameter TSS melebihi baku mutu
Permenkes Nomor 416 Tahun 1990. Semakin tinggi kandungan bahan
pencemar dalam air, maka jumlah oksigen terlarut dalam air semakin menurun.
Hal ini dapat menyebabkan biota-biota yang hidup di perairan tersebut
mengalami kekurangan oksigen yang menyebabkan menurunnya daya hidup
biota-biota tersebut sehingga turut berdampak pada kerusakan keseimbangan
lingkungan perairan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan pendahuluan
terhadap air limbah pencucian kendaraan bermotor ini agar lebih aman untuk
dibuang ke badan air dan dapat dimanfaatkan kembali sebagai air bersih.

Penelitian ini menggunakan metode koagulasi menggunakan dua jenis koagulan


yang berbeda yaitu Alum dan PAC dengan dosis yang digunakan adalah 10
mg/l, 20 mg/l dan 30 mg/l. Hasil dari perlakuan tersebut dalam menurunkan
TSS dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Pada gambar di atas ditampilkan kurva pengaruh dosis koagulan Alum dan
PAC terhadap penurunan TSS pada pelakuan limbah dengan pengendapan dan
tanpa pengendapan. Hasil analisa menunjukan bahwa koagulan PAC dapat
menurunkan TSS lebih tinggi daripada Alum. Hal ini karena PAC dapat
membentuk flok lebih cepat dan lumpur yang muncul lebih padat dengan
volume yang lebih kecil dibandingkan dengan Alum (Malhotra, 1994 dalam
Rusdi dan Wardalia, 2016). Pada penggunaan Alum hasil analisa menunjukan
bahwa dosis terbaik adalah 30 mg/l dalam menurunkan TSS sebesar 94,08%
dengan perlakuan pengendapan, sedangkan tanpa pengendapan didapat hasil
sebesar 94,67%. Pada penggunaan PAC hasil analisa menunjukan bahwa dosis
terbaik adalah 30 mg/l dalam menurunkan TSS sebesar 99,41% dengan
perlakuan pengendapan, sedangkan tanpa pengendapan didapat hasil sebesar
98,81%.

Sedangkan pengaruh dosis dan jenis koagulan terhadap penyisihan surfaktan


dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Pada gambar di atas ditampilkan kurva pengaruh dosis koagulan Alum dan
PAC terhadap penyisihan surfaktan pada pelakuan limbah dengan pengendapan
dan tanpa pengendapan. Pada penggunaan Alum hasil analisa menunjukan
bahwa dosis terbaik dalam menurunkan surfaktan adalah 10 mg/l sebesar84,8%
dengan pengendapan, sedangkan tanpa pengendapan dosis yang terbaik adalah
20 mg/l sebesar 79,2%. Sedangkan pada koagulan PAC hasil analisa
menunjukan bahwa dosis terbaik dalam menurunkan surfaktan adalah 10 mg/l
sebesar 99,97% dengan pengendapan, sedangkan tanpa pengendapan didapat
hasil sebesar 99,98%.

b) Pengolahan dengan Reaktor Saringan Pasir Lambat dan Karbon Aktif

Penelitian ini menggunakan tiga buah reaktor sand filter yang terbuat dari kaca
yang dirancang pada skala kecil / skala laboratorium yang mempunyai luas alas
15 x 15 cm dengan tinggi 120 cm. Ketebalan masing-masing media pasir
sebagai media penyaring adalah 70 cm dimana pasir yang digunakan adalah
pasir kali, pasir laut dan pasir gunung dengan diameter antara 0.15-0.35 mm.
Pada bagian bawah media pasir diletakkan media penyangga yaitu media kerikil
dengan diameter 0,5-1 cm dengan ketinggian 15 cm. Outlet sand filter terletak
pada dasar reaktor setinggi 10 cm dan dilengkapi dengan overflow untuk
mengalirkan effluent, yang disambungkan pada pipa outlet yang bertujuan agar
schmutdecke yang telah tumbuh dapat tetap terendam (aklimatisasi media
pasir). Proses pengaklimatisasian media ini adalah dengan cara merendam
media pasir dengan air limbah yang akan diolah selama kurang lebih 14 (empat
belas) hari. Apabila pada meida terbentuk lapisan seperti serabut halus
berwarna kecokelatan yang lama-kelamaan semakin tebal serta tidak mudah
terlepas dari media, maka dapat dipastikan bahwa mikroorganisme telah
tumbuh pada permukaan media pasir. Dimensi reaktor ini didapat dari
perhitungan penelitian sebelumnya, yaitu dengan mempertimbangkan
kecepatan aliran efektif yang diinginkan mengacu pada kriteria desain reaktor
slow sand filter. Sedangkan reaktor kabon aktif didesain dengan ukuran 15 x 15
cm dengan tinggi 80 cm. ketebalan media karbon aktif setinggi 50 cm dengan
tinggi underdrain dan freeboard masing-masing 15 cm.

Analisa awal dilakukan untuk mengetahui kualitas dari limbah yang akan diolah
dengan parameter COD dan surfaktan. Setelah diketahui konsentrasi limbah
awal kemudian dilakukan penyaringan dengan menggunakan ketiga reaktor
slow sand filter dengan konsentrasi air limbah yang digunakan sebesar 100%
dan 50%. Pengolahan air limbah dilakukan dengan menggunakan aliran
downflow untuk reaktor saringan pasir dan proses adsorpsi. Dialirkan secara
intermitten air limbah dari reservoir ke dalam reaktor slow sand filter. Setelah
dijalankan selama kurang lebih 8 jam barulah diambil sampel untuk diteliti
kandungan COD dan surfaktannya. Effluent dari slow sand filter ini kemudian
dapat langsung dialirkan ke dalam reaktor karbon aktif (sebagai influent reaktor
karbon aktif) untuk kemudian diambil sampelnya setelah kurang lebih 2 jam
dijalankan. Pengambilan sampel untuk analisa COD dan surfaktan diambil dari
inlet reaktor saringan pasir (outlet reservoir), outlet reaktor saringan pasir dan
outlet karbon aktif.

Untuk kualitas air limbah hasil pencucian kendaraan bermotor maka dilakukan
pengujian terlebih dahulu sebelum dilakukan pengolahan, untuk sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah air tanah dangkal dari bantaran sungai di
sekitar lokasi pencucian kendaraan bermotor tersebut. Hasil dari pengujian
parameter COD dan surfaktan adalah sebagai berikut:

Dari hasil pengujian terlihat bahwa konsentrasi COD dan surfuktan yang
terdapat pada limbah cair tersebut melebihi baku mutu yang telah ditetapkan
sehingga sudah termasuk golongan pencemaran lingkungan. Setelah
mengetahui kualitas limbah, langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan
limbah cair tersebut. Berikut adalah perbandingan hasil efisiensi penurunan
COD pada variasi jenis media pasir untuk konsentrasi air limbah 100%:
Dari gambar tersebut terlihat bahwa penurunan COD menggunakan media pasir
kali sedikit lebih baik dibandingkan dengan kedua media pasir lainnya.
Selanjutnya untuk perbandingan efisiensi penurunan surfaktan pada variasi
jenis media pasir untuk konsentrasi air limbah 100%:

Dari gambar tersebut terlihat bahwa penurunan surfaktan menggunakan media


pasir kali lebih baik dibandingkan dengan kedua media pasir lainnya.
Selanjutnya untuk perbandingan efisiensi penurunan COD pada variasi jenis
media pasir untuk konsentrasi air limbah 50%:

Dari hasil tersebut terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara
ketiga media pasir, hanya saja pasir kali menunjukkan hasil yang lebih stabil
dibanding kedua media pasir lain. Selanjutnya untuk perbandingan efisiensi
penurunan surfaktan pada variasi jenis media pasir untuk konsentrasi air limbah
50%:
Dari gambar tersebut tidak terlihat ada perbedaan yang signifikan terhadap
efisiensi penurunan surfaktan pada masing-masing jenis pasir.

Dari hasil perlakuan di atas didapat kesimpulan bahwa media pasir yang
menghasilkan efisiensi yang lebih baik adalah pasir kali, walaupun hasil uji
statistik menghasilkan efisiensi removal yang tidak signifikan karena rasio p >
0,05. Penurunan nilai COD dan surfaktan pada air limbah yang paling tinggi
dengan konsentrasi air limbah 50% sebesar 72,1% untuk COD dan 60,6% untuk
surfaktan. Pemberian karbon aktif menghasilkan efisiensi removal COD total
sebesar 94,1% dan surfaktan total sebesar 71,1% (Chrisafitri dan
Karnaningroem).

c) Pengolahan dengan Media Pasir Silika dan Karbon Aktif

Pada penelitian ini pengolahan limbah cair hasil pencucian kendaraan bermotor
melalui proses fisika menggunakan media pasir silika dan karbon aktif dengan
parameter yang diukur adalah BOD, COD, TSS dan pH. Hasil pengukuran
kualitas limbah cair hasil pencucian kendaraan bermotor yang akan diolah
adalah sebagai berikut:
Dari hasil pengujian diketahui bahwa untuk parameter COD yang terdapat di
dalam limbah tersebut melampaui baku mutu yang telah ditetapkan. Pengolahan
dilakukan menggunakan reaktor filtrasi dengan membandingkan dua media
yaitu antara pasir silika dan karbon aktif dengan membedakan masing-masing
media dengan ketinggian 10 cm, 15 cm dan 20 cm. Berikut adalah hasil dari
pengolahan limbah dengan menggunakan media pasir silika:

Selanjutnya adalah hasil pengolahan limbah dengan menggunakan media


karbon aktif:

Dari hasil kedua perlakuan di atas dapat dilihat bahwa media pasir silika lebih
efektif dibandingkan dengan media karbon aktif dalam menurunkan kualitas
limbah hasil pencucian kendaraan bermotor tersebut. Selanjutnya dilakukan
pengujian statistik menggunakan uji Anova untuk mengetahui pengaruh
ketinggian media pasir silika terhadap kualitas limbah yang diolah, maka
didapat hasil sebagai berikut:

Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa untuk parameter BOD, COD dan
TSS menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara ketinggian media
pasir silika terhadap penurunan parameter-parameter tersebut, dan untuk
parameter pH tidak ada pengaruh antara ketinggian media pasir silika terhadap
penurunan kadar pH limbah. Selanjutnya adalah hasil uji Anova terhadap
pengaruh ketinggian media karbon aktif terhadap kualitas limbah yang diolah:

Sama seperti hasil uji menggunakan media pasir silika, terdapat pengaruh yang
signifikan antara ketinggian media karbon aktif terhadap penurunan kualitas
limbah pada parameter BOD, COD dan TSS. Namun untuk parameter pH tidak
ada pengaruh yang signifikan antara ketinggian media terhadap penurunan
kadar pH pada limbah tersebut.

Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan didapat kesimpulan bahwa media
pasir silika lebih eketif dalam menurunkan parameter BOD, COD, TSS dan pH
yang dihasilkan pada limbah cair hasil pencucian kendaraan bermotor. Hasil uji
Anova juga menyatakan bahwa ketinggian media saringan mempengaruhi
penurunan kualitas limbah pada parameter BOD, COD dan TSS (Setiawan dan
Charles, 2017).

d) Pengolahan dengan Teknologi Membran Ultrafiltrasi Berpori 10 dan 25


kDa

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat rejeksi parameter


kekeruhan, COD dan minyak pada limbah pencucian mobil menggunakan
teknologi membran ultrafiltrasi pori 10 kDa dan 25 kDa serta untuk mengetahui
kondisi operasi optimal dalam mengolah limbah dengan aplikasi teknologi
tersebut. Adapun kualitas limbah yang akan diolah adalah sebagai berikut:

Pengolahan limbah dilakukan dengan menggunakan membran dengan


spesifikasi sebagai berikut:

Alat yang digunakan diantaranya adalah COD reaktor (HACH dengan ketelitian
0,001), spektofotometer (thermo scientific dengan keteilitan 0,001),
turbidimeter, corong pisah, neraca analitik dan unit membran seperti gambar di
bawah ini:
Penelitian dilakukan dengan menggunakan membran ultrafiltrasi (UF)
komersial jenis Polyetesulfon (PES) dan Polysulfon (PS) dengan ukuran pori 10
kDa dan 25 kDa pada tekanan 1, 2, 3 bar. Penelitian dilaksankan secara cross
flow filtration dan dilakukan selama 3 jam dengan waktu pengambilan permeat
setiap 15 menit untuk diukur permeabilitasnya, selanjutnya dihitung juga
rejeksi COD, kekeruhan dan minyak lemak dari permeat yang dihasilkan.
Analisis COD umpan dan permeat menggunakan spektofotometer, analisis
kekeruhan menggunakan turbidimeter portable dan analisis minyak lemak
menggunakan metode gravimetri dengan corong pisah.

Hasil dari penelitian ini terhadap perubahan kualitas limbah dengan parameter
kekeruhan adalah sebagai berikut:

Berdasarkan hasil penelitian, membran ultrafiltrasi mampu menghasilkan


permeat / produk dengan nilai kekeruhan yang rendah, pori membran juga
berpengaruh terhadap rejeksi parameter kekeruhan. Membran PS25 memiliki
tingkat rejeksi yang lebih rendah dibandingkan membran PES10, hal ini
disebabkan membran PS25 memiliki ukuran pori yang lebih besar sehingga
belum dapat melakukan proses pengayakan secara optimal untuk menahan
partikel yang terdapat dalam umpan dibandingkan dengan membran PES10.

Hasil dari penelitian ini terhadap perubahan kualitas limbah dengan parameter
COD adalah sebagai berikut:

Dari hasil penelitian yang ditampilkan pada tabel di atas dapat diketahui bahwa
ukuran pori yang dinyatakan dalam Molecular Weight Cut Off (MWCO)
berpengaruh dalam penyisihan parameter COD. Membran PES10 memiliki
tingkat rejeksi parameter COD lebih tinggi dibandingkan membran PS25, hal
ini disebabkan zat organik yang berukuran lebih besar dibandingkan pori
membran akan tertahan pada pori membran sehingga kandungan zat organik
dalam permeat berkurang.

Hasil dari penelitian ini terhadap perubahan kualitas limbah dengan parameter
minyak dan lemak adalah sebagai berikut:

Membran PES10 memiliki ukuran pori yang lebih kecil yaitu 10 kDa sehingga
dapat melakukan proses pemisahan lebih baik dibandingkan dengan ukuran pori
25 kDa. Membran PES10 dan PS25 disusun dari polimer yang bersifat
hidrofobik (tidak suka air) yaitu PES (Poly(ether Sulfone)) dan PS
(Polysulfone). Polimer membran yang bersifat hidrofobik sering digunakan
dalam proses pengolahan air limbah dikarenakan sifat hidrofobik ini memiliki
interaksi yang sangat kuat dengan komponen zat terlarut di dalam umpan
seperti kandungan minyak dibandingkan interaksi dengan air. Terjadinya
interaksi tarik menarik (adsorpsi) inilah yang menyebabkan kandungan minyak
dalam permeat menjadi berkurang dan dapat menimbulkan fouling.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah perbedaan pori membran 10 kDa dan 25
kDa serta tekanan operasi 1, 2 dan 3 bar mempengaruhi tingkat rejeksi yang
dihasilkan pada parameter yang diujikan. Tingkat rejeksi untuk parameter
kekeruhan sebesar 91,57% - 96,69%, COD sebesar 68,85% - 83,61% dan
minyak sebesar 80,77% - 100%, dengan kondisi operasi optimal untuk
mengolah limbah pencucian mobil dengan menggunakan membran PS25 pada
tekanan 1 bar (Hargianintya, Adenira dkk).

e) Analisis Ekonomi dalam Penerapan Pengolahan dengan Biofilter Ramah


Lingkungan

Penelitian ini lebih menganalisis segi ekonomi dalam penerapan pengolahan


limbah dengan metode biofilter ramah lingkungan. Penelitian ini dilaksanakan
di sekitar kampus Institut Pertanian Bogor dengan target adalah mahasiswa dan
masyarakat sekitar. Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter
dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang
di dalamnya diisi dengan media penyangga untuk pengembangbiakan
mikroorganisme dengan atau tanpa aerasi. Untuk proses anaerobik dilakukan
tanpa pemberian udara atau oksigen. Posisi media biofilter tercelup di bawah
permukaan air. Senyawa polutan yang ada di dalam air limbah, misalnya
senyawa organik (BOD, COD), amonia, fosfor dan lainnya akan terdisfusi ke
dalam lapisan biofilter yang melekat pada permukaan medium. Media biofilter
yang digunakan berupa bahan material organik atau bahan material anorganik.
Untuk media biofilter dari bahan organik misalnya sabut kelapa, ijuk, jerami
dan lain-lain. Sedangkan untuk media dari bahan anorganik misalnya arang
aktif, batu pecah, kerikil, batu marmer, batu tembikar, batu bara dan lainnya.

Penelitian ini lebih menganalisis aspek ekonomi dalam pengolahan limbah cair
hasil pencucian kendaraan bermotor menggunakan metode biofilter yang ramah
lingkungan dengan branding “Green Snow Wash”. Hasil dari perencanaan
pengolahan ini pada awal perintisannya membutuhkan dana sebesar Rp.
8.025.000,00 (delapan juta dua puluh lima ribu rupiah). Perhitungan cash flow
bulanan menunjukkan bahwa usaha pencucian kendaraan bermotor memberikan
keuntungan sebesar Rp. 234.500,00 (dua ratus tiga puluh empat ribu lima ratus
rupiah) pada bulan pertama dan terus mengalami peningkatan secara signifikan
di bulan keempat sebesar Rp. 1.203.000,00 (satu juta dua ratus tiga ribu rupiah).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah usaha yang menerapkan pengolahan


limbah dengan branding “Green Snow Wash” terbukti merupakan kegiatan
kewirausahaan yang sangat potensial dan menjanjikan yang dibuktikan dengan
keuntungan usaha yang terus meningkat setiap bulannya. Namun perlu
dilakukan penguatan brand image dan memperbanyak kerja sama dengan
sistem semifranchise serta dilakukan analisis terhadap efisiensi dari biofilter
terhadap limbah cair hasil pencucian kendaraan bermotor tersebut (Rifai,
Ahmad Fauzan dkk, 2013).
PENUTUP

Berdasarkan kajian dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan untuk


pengolahan limbah cair hasil pencucian kendaraan bermotor, dapat kita simpulkan
bahwa limbah cair tersebut berpotensi mencemari lingkungan terutama badan air
yang menjadi tempat pembuangan limbah cair yang belum diolah secara langsung.
Telah dipaparkan juga kandungan apa saja yang mungkin terdapat dalam limbah cair
tersebut serta hasil dari pengukuran kualitas limbah dan air yang telah tercemar
limbah cair dari berbagai parameter pengukuran dan beberapa ada yang melebihi
baku butu yang telah ditetapkan yang bisa kita simpulkan bahwa usaha jasa
pencucian kendaraan bermotor yang limbahnya tidak diolah sebelum dibuang dapat
mencemari lingkungan.

Seiring berjalannya waktu serta melihat jumlah kendaraan bermotor yang


semakin bertambah banyak tentu juga usaha jasa pencucian kendaraan bermotor juga
semakin dibutuhkan dan bertambah banyak pula. Hal ini perlu mendapatkan perhatian
khusus dalam pengelolaan dan bila perlu pembatasan usaha karena dampak dari
limbah yang dihasilkan memiliki resiko pencemaran lingkungan. Para pembuat
kebijakan bisa menggunakan instrumen-instrumen terkait pengelolaan lingkungan
serta pengelolaan limbah yang telah ada dan bisa diaplikasikan untuk menangani
permasalahan kemungkinan pencemaran limbah cair di lingkungan pada daerah
masing-masing.

Para pelaku juga bisa menerapkan sistem pengolahan limbah cair hasil
pencucian kendaraan bermotor dengan berbagai metode yang telah terbukti dapat
mengurangi kualitas limbah yang dihasilkan hingga di bawah baku mutu yang telah
ditetapkan. Penerapan pengolahan limbah yang ramah lingkungan juga terbukti
secara ekonomi memiliki potensi dan menjanjikan keuntungan bagi pelaku usaha
apalagi dengan branding “ramah lingkungan” yang pasti memiliki pasar tersendiri di
masyarakat yang sudah sadar mengenai pelestarian dan keberlanjutan lingkungan
sehingga layak dipertimbangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Chrisafitri, Adistya dan Nieke Karnaningroem. Pengolahan Air Limbah Pencucian


Mobil dengan Reaktor Saringan Pasir Lambat dan Karbon Aktif. Surabaya:
Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Hargianintya, Adenira dkk. Pengolahan Limbah Cair Pencucian Mobil Menggunakan


Teknologi Membran Ultrafiltrasi Berpori 10 dan 25 kDa. Semarang:
Universitas Diponegoro.

Imran, Abdul Rahman. 2012. Studi Kualitas Limbah Cair di Tempat Pencucian Motor
di Kecamatan Kota Timur Kota Gorontalo. Gorontalo: Jurusan Kesehatan
Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas
Negeri Gorontalo.

Mustafa, Dina. 2013. Dampak Kimia Usaha Pencucian Kendaraan Bermotor.


Prosiding Seminar Nasional Matematika, Sains dan Teknologi Volume 4.
Jakarta: FMIPA-Universitas Terbuka.

Rifai, Ahmad Fauzan dkk, 2013. “Green Snow Wash”: Cuci Motor dan Mobil
dengan Pengolahan Limbah Ramah Lingkungan Berbasiskan Bahan Alam
(Biofilter). Laporan Akhir Program Kegiatan Kreativitas Mahasiswa. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Rusdi dan Wardalia. 2016. Pengolahan Limbah Jasa Pencucian Kendaraan dengan
Metode Koagulasi-Flokulasi. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
Kejuangan: Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya
Alam Indonesia. Yogyakarta: Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Setiawan, Arry dan Charles Situmorang. 2017. Uji Beda Pengolahan Air Limbah
Hasil Buangan Cucian Mobil dan Motor Melalui Proses Fisika dengan
Menggunakan Media Pasir Silika dan Karbon Aktif. Jurnal University Satya
Negara Indonesia Vol. 10 No. 1 Juni 2017 Hal 11-17. Jakarta: Fakultas Teknik
Universitas Satya Negara Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai