Anda di halaman 1dari 4

APPLIED LINGUISTICS D FINAL ASSIGNMENT

Name: Marchella Audria P


NIM: F041171332

Apa itu Sosiolinguistik?


Definisi paling jelas dari 'sosiolinguistik' adalah studi tentang bahasa dalam masyarakat.
Namun apabila semudah itu, maka hampir setiap peristiwa kebahasaan akan menjadi
bagian dari bidang sosiolinguistik. Bagaimanapun, ada dimensi sosial dan kontekstual
untuk setiap penggunaan bahasa yang terjadi secara alami, dan selalu faktor-faktor sosial
inilah yang menentukan pilihan dan bentuk dari apa yang tertulis, dikatakan atau
dipahami. Jika sosiolinguistik tidak mencakup semua linguistik, psikologi dan teori sosial,
maka kita membutuhkan definisi yang lebih tepat dan kompleks.
Maka dari itu, sosiolinguistik merupakan studi tentang indikator linguistik dari
budaya dan kekuasaan. Pengertian ini jauh lebih spesifik. Hal ini memungkinkan kita untuk
fokus pada bahasa tetapi juga memungkinkan kita untuk menekankan kekuatan sosial dari
peristiwa bahasa di dunia. Ini memungkinkan kita untuk menggunakan alat-alat linguistik
seperti yang diuraikan di bagian pertama buku ini (tata bahasa, kosakata, linguistik korpus,
analisis wacana dan pragmatik), serta fonologi, tetapi juga mendorong kita untuk melihat
pengaruh dari etnis, gender, ideologi dan peringkat sosial pada peristiwa bahasa. Di atas
segalanya, definisi ini memungkinkan ahli sosiolinguistik untuk menjadi deskriptif
terhadap potongan-potongan bahasa di dunia, sembari mendorong kita untuk menyadari
bahwa kita semua termasuk di dunia itu juga. Bahkan dapat dikatakan bahwa sosiolinguis
memiliki tanggung jawab khusus untuk menggunakan pengetahuan mereka yang istimewa
untuk mempengaruhi arah, misalnya, kebijakan bahasa pemerintah, praktik pendidikan,
representasi media, dan sebagainya.
Banyak sosiolinguis berpendapat kuat untuk posisi yang terlibat secara etis ini.
Namun, kita harus menyadari bahwa mayoritas studi sosiolinguistik pada dasarnya bersifat
deskriptif dan bertujuan untuk objektifitas ilmiah, bahkan ketika berhadapan dengan
pengaruh sosial yang sangat kompleks pada bahasa. Artinya, sebagian besar studi berfokus
pada memberikan penjelasan tentang aspek sosial bahasa di dunia nyata yang akurat dan
sistematis dalam keadaan pengetahuan saat ini. Sosiolinguistik dengan demikian bersifat
progresif sebagai sebuah disiplin dalam artian bahwa studi baru dan pemikiran baru terus
menguji dan mengembangkan pemahaman kita tentang cara bahasa dan masyarakat
bekerja dalam hubungannya satu sama lain. Hal ini berarti kita membutuhkan definisi
sosiolinguistik yang mencakup perhatian utama dari mayoritas disiplin.
Maka dari itu, akhirnya, sosiolinguistik dapat dikatakan sebagai studi tentang
variasi bahasa dan perubahan bahasa. Definisi ini mengedepankan ciri-ciri penting bahasa:
masyarakat berbeda satu sama lain dan berubah seiring waktu, dan bahasa terikat dengan
proses ini. Kedua dimensi tersebut dapat dilihat sebagai komplemeter (pelengkap): sumbu
historis atau 'diakronis' yang berkaitan dengan cara-cara di mana penggunaan bahasa telah
berubah dari waktu ke waktu; dan potret momen dalam waktu, biasanya kontemporer,
pada sumbu 'sinkronis'. Semua alat linguistik dapat digunakan untuk memusatkan
perhatian pada fitur-fitur tertentu di sepanjang dua dimensi ini, seperti yang akan kami
uraikan di bab ini.

Permasalahan dalam Sosiolinguistik


Sosiolinguistik adalah disiplin ilmu berbasis kerja lapangan. Peneliti mengumpulkan
contoh penggunaan bahasa di lingkungan mereka dan mempelajarinya dalam kaitannya
dengan temuan kerja penelitian sosiolinguis lain. Dalam pengertian ini, hal ini benar-benar
contoh dari linguistik terapan: tidak ada introspeksi, atau kesimpulan intuitif, atau evaluasi
impresionistik yang terlibat. Ini berarti relatif mudah bagi peneliti baru dalam disiplin ini
untuk terlibat dalam penelitian sosiolinguistik yang asli dan berharga pada tahap awal
dalam studi mereka. Memang, penyelidikan praktis semacam ini akan menjadi cara terbaik
untuk mengembangkan pemikiran dan pengetahuan Anda tentang sosiolinguistik.
Untuk menunjukkan fakta ini, kami memperkenalkan kunci ide-ide di lapangan
melalui ilustrasi, menggunakan data kerja lapangan sosiolinguistik dari Carmen Llamas.
Penelitian ini berkonsentrasi pada wilayah Teesside di timur laut Inggris, meskipun teknik
yang digunakan Llamas dan beberapa temuannya berhubungan dengan banyak studi
sosiolinguistik yang diterbitkan (Wolfram dan Schilling-Estes, 1998; Foulkes dan Docherty,
1999; Kerswill, Llamas dan Upton, 1999; Llamas, 2001, 2006, 2007a; Llamas dan Watt,
2009).

Mengkategorikan Cara Berbicara Seseorang


1. Idiolect dan Sociolect
Individu berbicara dengan cara yang khas yang mungkin berbeda bagi mereka
dalam keadaan tertentu: kita menyebut pola ini sebagai ‘idiolect’ mereka. Namun,
orang sering menggunakan bahasa dengan cara yang mereka gunakan dengan orang
lain: paling umum kita dapat sebut pola ini sebagai 'sociolects'. Sebagian, ‘sociolects’
yang digunakan seseorang membantu kita untuk mendefinisikan mereka sebagai
kelompok sosial yang koheren.
Sosiolinguistik lebih tertarik pada berbagai bentuk ‘sociolect’ dalam
menyarankan pola dan kerangka kerja di mana hal tersebut tampaknya beroperasi.
Ini merupakan sebuah proses generalisasi yang jauh dari detail data tertentu. Dalam
melakukan hal ini, sosiolinguistik tidak menyangkal nilai pengalaman individu;
walaupun memang, fakta bahwa pola sosial dibuat eksplisit dapat menjadi nilai yang
sangat besar dalam memahami tempat seseorang dalam masyarakat.

2. Standar, Non-Standar dan Kodifikasi


Contoh dari potensi konflik yang mungkin dihasilkan dari pola-pola ini dapat dilihat
pada ketegangan yang dirasakan di hampir semua bahasa di seluruh dunia antara
bentuk 'standar' dan variasi 'non-standar'. Standardisasi adalah proses yang terlihat
di hampir semua negara modern, di mana satu ragam bahasa tertentu diambil (oleh
pemerintah, sistem pendidikan, surat kabar dan media lainnya) dan dipromosikan
sebagai bentuk 'standar'. Hal ini sering melibatkan cara penggunaannya di ruang
kelas dan ujian publik, melaporkan kinerja pemerintah dalam bentuk ini, mencetak
publikasi nasional dan materi formal atau bergengsi melalui medianya, dan
memperlakukannya sebagai bentuk yang 'benar' dan 'tepat' dari sebuah bahasa.
'Kodifikasi' adalah fitur menonjol dari bentuk standar: buku tata bahasa dan kamus
ditulis mempromosikan formulir; teks-teks penting agama atau budaya dan sastra
kanonik sangat dihargai; dan keragaman diajarkan kepada anak-anak di sekolah
(lihat Pennycook, 1994; Bex dan Watts, 1999; Milroy dan Milroy, 1999;
Mugglestone, 2003).

3. Prestise, Stigmatisasi dan Loyalitas Bahasa


Sebaliknya, bentuk bahasa non-standar lainnya dapat diperlakukan sebagai variasi
yang 'buruk' atau 'tidak benar': mereka 'distigmatisasi'. Bentuk standar menerima
'prestise'. Mudah untuk mengukur prestise atau stigma relatif suatu varietas dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:
• Apakah keragaman telah 'distandarisasi' dan dikodifikasi secara kelembagaan?
• Apakah keragaman diucapkan oleh 'komunitas yang hidup' dari penutur?
• Apakah penutur memiliki 'sejarah' panjang dari keragaman mereka?
• Apakah penutur menganggap keragaman mereka tidak bergantung pada bentuk
lain dan 'otonom'?
• Apakah penutur menggunakan keragaman untuk semua fungsi sosial dan dalam
semua konteks atau apakah penutur tersebut memiliki 'ruang lingkup yang
dikurangi'?
• Apakah penutur menganggap ragam mereka 'murni' atau 'campuran' dari bentuk
lain?
• Adakah aturan 'tidak resmi' dari ragam tersebut, meskipun tidak ada buku tata
bahasa yang dikodifikasi; apakah ada kesan bentuk 'baik' dan 'buruk'?
(Daftar pertanyaan diatas diadaptasi dari Bell, 1976.)
Anda akan melihat bahwa faktor prestise dan stigmatisasi ini sangat bergantung
pada sikap pembicara terhadap keragaman mereka sendiri. Hal ini adalah fitur
penting dari penyelidikan sosiolinguistik. Sikap masyarakat terhadap bahasanya
sendiri seringkali mempengaruhi bentuk bahasa tersebut. Misalnya, variasi bahasa
yang distigmatisasi sering bertahan bahkan di bawah tekanan kelembagaan karena
kelompok memiliki 'kesetiaan bahasa' yang melestarikan variasi dalam menghadapi
bentuk standar (lihat Garrett, Coupland dan Williams, 2003).

4. Dialek, Aksen dan Perencanaan Bahasa


Variasi standar biasanya merupakan 'dialek' regional, yang telah dinaikkan
prestisnya dan sebagai akibatnya sering kali kehilangan asosiasi regionalnya. Dialek
mengacu pada pola karakteristik kata dan urutan kata (lexico-grammar) yang
digunakan oleh sekelompok penutur. Bentuk standar dari suatu bahasa adalah
dialek yang dihargai secara institusional, yang telah dipilih secara kebetulan atau
dengan 'perencanaan bahasa' yang disengaja oleh pemerintah untuk dijadikan
bahasa standar. Dialek biasanya merujuk hanya pada bentuk tata bahasa leksikonya
dari ragam yang dapat dituliskan, bukan pola pelafalannya. Kalau hal itu disebut
sebagai 'aksen'.
Aksen juga dapat distandarisasi dan distigmatisasi. Penting untuk disadari
bahwa aksen dan dialek adalah konsep yang terpisah. Pada prinsipnya, dialek apa
pun dapat diucapkan dengan aksen apa pun, misalnya, dialek yang dikenal sebagai
Bahasa Inggris Standar dapat didengar di semua aksen regional Inggris. Dalam
praktiknya, dialek nonstandar cenderung diucapkan dalam aksen lokal tertentu:
akan sangat aneh (meskipun mungkin) untuk mendengar misalnya dialek Liverpool
diucapkan dengan aksen New York. Namun, kita sering mendengar dialek daerah
diucapkan dengan aksen asing saat dipelajari oleh non-penutur asli. Penting juga
untuk disadari bahwa setiap bentuk bahasa lisan diucapkan sebagai dialek dan
aksen. Ketika orang mengatakan bahwa mereka tidak memiliki aksen, itu biasanya
berarti bahwa mereka berbicara dengan aksen standar.

Anda mungkin juga menyukai