Disusun Oleh :
Recommendations
Bab ini meliputi fitur bahasa manusia, fungsi bahasa di berbagai budaya, kerangka
komunikasi dalam konteks rendah dan tinggi, dan dimensi gaya verbal konteks rendah
dan konteks tinggi. Miskomunikasi antarbudaya sering terjadi karena seseorang
menggunakan kebiasaan dan asumsi budaya mereka untuk menafsirkan pesan verbal
dan gaya verbal orang lain. Sayangnya, seseorang seringkali tidak menyadari bahwa
interpretasi dan evaluasi verbal berbasis etnosentris. Untuk menjadi komunikator
verbal yang sopan, kita harus melakukan hal berikut:
1. Paham fungsi dan interpretasi dari gaya berbicara yang berbeda – dari fungsi
identitas hingga status kelompok tersebut – kita harus peka terhadap keyakinan
dan nilai budaya yang berbeda dalam ekspresi verbal.
2. Miliki pemahaman dasar tentang fitur "bahasa" yang akan kita hadapi. “Bahasa”
disini ialah ikatan antara bahasa dengan budaya (Agar, 1994). Fitur bahasa
tertentu akan mencerminkan pandangan, nilai-nilai, dan premis mengenai
berbagai funsi dan cara berbicara komunikator tersebut.
3. Kembangkan empati dan kesabaran verbal untuk penutur non-pribumi dalam
budaya kita. Kita dapat:
a) Berbicara perlahan, dalam kalimat sederhana, dan membiarkan pemahaman
berhenti,
b) Mengulangi kembali apa yang kita ucapkan dengan kata-kata yang berbeda;
c) Gunakan pertanyaan menyelidik untuk memeriksa apakah pesan diterima
dengan tepat,
d) Parafrase dan memeriksa persepsi (lihat Rekomendasi 5 di bawah) dan
meminta tanggapan, dan
e) Gunakan penyajian ulang visual seperti gambar, grafik, isyarat, atau
ringkasan tulisan untuk memperkuat pengertian kita. Demikian juga, apabila
kita tinggal ke negara lain dan menggunakan bahasa lain, kita harus
menggunakan strategi yang sama untuk memeriksa ulang untuk memahami
makna pesan
4. Latih keterampilan mendengarkan saat berkomunikasi dengan pembicara non-
aktif.
Mendengarkan dengan seksama menuntut agar kita memperhatikan pesan verbal
dan nonverbal pembicara sebelum menanggapi atau mengevaluasi. Hal ini berarti
mendengarkan dengan seksama menggunakan semua indra kita dan memeriksa
secara responsif keakuratan proses penguraian makna kita pada berbagai
tingkatan (i.e., pada konten, identitas, dan makna hubungan). Mendengarkan
dengan seksama adalah ketrampilan komunikasi antar budaya yang penting
karena berbagai alasan. Pertama, mendengarkan dengan seksama membantu kita
mengelola kerentanan emosional antara diri kita dengan orang lain. Kedua,
membantu kita meminimalisir kesalahpahaman dan memaksimalisir pengertian
tentang makna yang tercipta. Ketiga, mendengarkan dengan seksama membantu
kita mengungkap bias persepsi kita sendiri dalam proses pendengaran. Dengan
mendengarkan secara seksama, kita mengirimkan pesan dukungan identitas
kepada orang lain: "Saya berkomitmen untuk memahami pesan verbal Anda dan
orang di balik pesan". Mendengarkan dengan seksama terdiri dari keterampilan
parafrase yang peka budaya (lihat Rekomendasi di bab 5) dan keterampilan
memeriksa persepsi (lihat bagian "Rekomendasi" di Bab 5.)
5. Berlatih keterampilan parafrase yang peka budaya. Keterampilan parafrase
mengacu pada dua karakteristik utama: (a) secara lisan menyatakan kembali arti
isi dari pesan pembicara dengan kata-kata kita sendiri, dan (b) secara nonverbal
menggemakan kembali penafsiran kita tentang makna emosional dari pesan
pembicara. Pengulangan kata secara lisan harus mencerminkan pemahaman
tentatif tentang makna pembicara di balik pesan yang disampaikan, menggunakan
frasa seperti "Saya terdengar seperti...” dan “kata lain, Anda mengatakan
bahwa...” Secara nonverbal, kita harus memperhatikan nada bicara yang
mendasari pernyataan kembali ucapan Anda (i.e., sangat penting untuk
menunjukkan nada pemahaman yang tulus). Dalam menangani anggota konteks
tinggi, pernyataan parafrasa Anda harus terdiri dari frasa yang memenuhi syarat
dan hormat seperti "Saya mungkin salah, tetapi yang saya dengar adalah...”atau
“Tolong perbaiki apabila saya salah mengartikan yang anda bicarakan...” Dalam
berinteraksi dengan anggota konteks rendah, pernyataan parafrase kita dapat lebih
tertuju dan tepat daripada ketika berinteraksi dengan anggota konteks tinggi.
6. Memahami perbedaan mendasar dari pola komunikasi konteks rendah dan
konteks tinggi dan kecenderungan etnosentris yang kami berikan untuk
mengevaluasi karakteristik yang berlawanan. Seseorang yang terlibat dalam
pasangan konteks rendah komunikasi lebih memilih menggunakan gaya verbal
langsung, penggunaan bahasa berorientasi orang, peningkatan diri, dan banyak
bicara untuk "berkenalan." Sebaliknya, individu yang terlibat dalam interaksi
konteks tinggi lebih memilih gaya verbal tidak langsung, bahasa berorientasi
status kita - usia, penghapusan diri, dan keheningan untuk mengukur situasi dan
orang asing. Untuk menjadi komunikator antar budaya yang penuh perhatian, kita
membutuhkan pengetahuan dari komunikasi verbal dan nonverbal untuk
berkomunikasi lintas batas budaya dan etnis.