Anda di halaman 1dari 70

PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL)

MANAJEMEN ASUHAN GIZI RUMAH SAKIT (MAGRS)


LAPORAN STUDI KASUS RSUP SANGLAH
KASUS LANJUT RUANG INTERNA

Oleh :
Mahasiswa Semester VII Kelompok 1

NI MADE SINTIA ARIYUNI


NIM. P07131217001

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
PROGRAM STUDI GIZI DAN DIETETIKA
PROGRAM SARJANA TERAPAN
DENPASAR
2020

i|Laporan Kasus Lanjut Ruang Interna


LEMBAR PERSETUJUAN

MANAJEMEN ASUHAN GIZI RUMAH SAKIT (MAGRS)


LAPORAN STUDI KASUS RSUP SANGLAH
KASUS LANJUT RUANG INTERNA

TELAH MENDAPAT PERSETUJUAN

Narasumber/Pembimbing Klinik Pembimbing Lapangan

Ni Nyoman Sariasih, SST Dr. NI Komang Wiardani, SST.M.Kes


NIP. 196909031993032000 NIP. 196703161990032002

MENGETAHUI,
KETUA JURUSAN GIZI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR

Dr. NI Komang Wiardani, SST.M.Kes


NIP. 196703161990032002

ii | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat-Nya sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan Laporan
Studi Kasus RSUP Sanglah, yang berjudul “ Studi Kasus Lanjut Ruang Interna”.

Dalam penyusunan laporan studi kasus ini, penulis banyak mendapatkan


bimbingan, pengarahan dan bantuan dari semua pihak, sehingga laporan studi
kasus ini bisa diselesaikan tepat pada waktunya. Maka dari itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Direktur Politeknik Kesehatan Denpasar yang telah memberikan ijin dan
kesempatan kepada penulis menyelesaikan laporan studi kasus ini.
2. Ketua Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Denpasar yang telah memberikan
ijin dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan laporan studi kasus ini.
3. Ka Instalansi Gizi RSUP Sanglah yang telah mengijinkan kami melakukan
pkl online di RSUP Sanglah.
4. Narasumber/instruktur klinik selaku Ahli Gizi di RSUP Sanglah yang telah
memberikan arahan, bimbingan dan masukan yang bermanfaat bagi
mahasiswa yang sedang melaksanakan PKL secara daring dan telah
memberikan kasus harian dan kasus lanjut kepada mahasiswa.
5. Seluruh dosen yang telah terlibat dalam pengajaran Manajemen Asuhan Gizi
Rumah Sakit (MAGRS-RS) yang telah memberikan ilmunya kepada
mahasiswa sehingga mahasiswa dapat menyusun laporan studi kasus ini
dengan baik.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan studi kasus ini masih belum
sempurna, untuk itu dengan hati terbuka, penulis menerima kritikan dan saran dari
berbagai pihak. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Denpasar, 01 Oktober 2020

Penulis

iii | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL......................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................ ii

KATA PENGANTAR.......................................................................... iii

DAFTAR ISI......................................................................................... iv

DAFTAR TABEL................................................................................. vii

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................ viii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Tujuan ............................................................................................ 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 4

A. Infeksi Saluran Kemih Komplikata ................................................. 4

B. ACKD .............................................................................................. 7

C. Hepatitis B Kronis ........................................................................... 10

BAB III GAMBARAN UMUM KASUS LANJUT ........................... 16

A. Identifikasi Kasus .......................................................................... 16


B. Skrining ......................................................................................... 18
C. Proses Asuhan Gizi Terstandar...................................................... 19
1. Pengkajian Gizi.............................................................................. 19
2. Diagnosa Gizi................................................................................. 23
3. Intervensi Gizi................................................................................ 26
4. Monitoring dan Evaluasi................................................................ 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................ 37

v|Laporan Kasus Lanjut Ruang Interna


BAB V PENUTUP............................................................................... 48

A. Kesimpulan..................................................................................... 48
B. Saran .............................................................................................. 49

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 50

LAMPIRAN ........................................................................................ 53

vi | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
DAFTAR TABEL

Nomor : Halaman
Tabel 1 : Obat yang diberikan kepada Pasien Ny.S...................... 24
Tabel 2 : Interaksi Obat dengan Makanan Pasein Ny.S................ 25
Tabel 3 : rencana Tingkat Penerimaan Makanan di Rumah Sakit 30
Tabel 4 : Data Biokimia Pasien................................................... 34
Tabel 5 : Data Fisik Klinis Pasien................................................ 35
Tabel 6 : Tingkat Penerimaan Makanan di Rumah Sakit............ 40
Tabel 7 : Rencana Implementasi Intervensi Gizi Pemberian Diet 41
Tabel 8 : Rencana Implementasi Intervensi Gizi Pemberian Diet Hari I 42
Tabel 9 : Rencana Implementasi Intervensi Gizi Pemberian Diet Hari II 43
Tabel 10: rencana Implementasi Intervensi Gizi Pemberian Diet Hari III 43
Tabel 11 : Monitoring Dan Evaluasi Dengan ADIME I Kali....... 44

vii | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran A : Estimasi TB Berdasarkan Demispan...................... 48
Lampiran B : Estimasi BB Berdasarkan LiLA............................. 48
Lampiran C : Status Gizi Pasien Berdasarkan IMT dan Percentil LiLa 49
Lampiran D : Hasil Skrining MST Pasien.................................... 49
Lampiran E : Hasil Recall Asupan Makan Pasien di Rumah dengan FFQ 50
Lampiran F : Siklus Menu 3 Hari Pasien...................................... 51

viii | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang sering menyerang pria maupun
wanita dari berbagai usia dengan berbagai tampilan klinis dan episode. ISK sering
menyebabkan morbiditas dan dapat secara signifikan menjadi mortalitas.
Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan penyakit infeksi kedua tersering setelah
infeksi saluran pernafasan dan sebanyak 8,3 juta kasus dilaporkan per tahun. Di
Indonesia prevalensi ISK berkisar antara 5-15 % dan jumlah penderita ISK mencapai
90-100 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Menurut Departemen Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2014, diperkirakan jumlah penderita penyakit infeksi
saluran kemih di Indonesia mencapai 90-100 kasus per 100.000 penduduk per
tahunnya atau sekitar 180.000 kasus baru per tahunnya (Darsono, dkk, 2016).
Hasil penelitian Laboratorium Mikrobiologi RS Atmajaya November – Desember
2017 jumlah responden perempuan (52%) lebih banyak dibanding laki-laki (48%).
Angka kejadian ISK meningkat pada pasien kelompok umur diatas 40 tahun yaitu 41-
60 tahun (10 kasus) , dan > 60 tahun (10 kasus). Dari penelitian ini, Escherichia coli
(31 %) merupakan mikroorganisme tersering yang menyebabkan ISK (Apriani,
2019).
Infeksi saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor resiko. Suharyanto dan
Madjid (2013) faktor resiko yang umum pada kejadian infeksi saluran kemih adalah
ketidak mampuan atau kegagalan kandung kemih untuk mengosongkan isinya secara
sempurna, penurunan daya tahan tubuh, dan peralatan yang dipasang pada saluran
kemih seperti kateter dan prosedur sistoskopi. Sedangkan Setiati 2014 dalam (Lestari
dan Lina, 2019) mengatakan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi
saluran kemih adalah jenis kelamin, usia, genetik, kelainan refluks, diabetes melitus,
penggunaan kateter, aktivitas seksual, kebiasaan menahan buang air kecil (BAK), dan
kurang minum air putih.
Penyakit ginjal kista (ACKD) pertama kali dikemukakan pada 1847 oleh John
Simon pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. John Simon menggambarkan
perubahan perkembangan ginjal dengan kista. ACKD "ditemukan kembali" oleh
Dunnill dan rekan pada tahun 1977 pada ginjal penderita dailysis (Johnson, 2010).
1|Laporan Kasus Lanjut Ruang Interna
ACKD adalah karakteristik dari pembentukan beberapa kista ginjal pada pasien
dengan penyakit ginjal stadium akhir, yang tidak memiliki riwayat penyakit kista
keturunan (Berry, 2003). Pasien yang memulai perawatan dialisis, prevalensi ACKD
mulai dari 5% sampai 20%. ACKD dapat terjadi pada beberapa pasien bahkan
sebelum dialisis dimulai pada pasien hemodialisis kronis dan dialisis peritoneal,
prevalensi kemudian meningkat pada tingkat yang sama dan mencapai 80% sampai
100% setelah 10 tahun pengobatan. Anak-anak juga rentan terhadap perkembangan
ACKD. Beberapa penelitian menunjukkan frekuensi peningkatan atau pengembangan
lebih cepat pada pria dibandingkan pada wanita.Tingkat perkembangan meningkat
setelah 10 sampai 15 tahun setelah dialisis. Frekuensi ACKD serta tumor ginjal pada
pasien dialisis dianggap tidak akurat jika hanya berdasarkan metode pencitraan saja.
Kista pada ginjal terdeteksi USG dengan ukuran minimal 0,5 cm (Johnson, 2010).
ACKD dapat menimbulkan banyak komplikasi yang signifikan, yang paling
serius dari yang merupakan pengembangan dari neoplasma sel ginjal, mulai dari
adenoma ke karsinoma sel ginjal metastasis. Komplikasi lain meliputi perdarahan
cystic infeksi kista, pembentukan abses, dan / atau sepsis, erythrocytosis, kalsifikasi
di atau sekitar kista. (Takase, 2012).
Penyakit hepatitis merupakan penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan
yang besar di masyarakat, karena penularannya yang relatif mudah. Berdasarkan data
WHO (World Health Organization) terdapat 2 milyar penduduk di dunia menderita
hepatitis dan 1,46 juta diantaranya mengalami kematian. 
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. prevalensi Hepatitis di
Indonesia sebesar 1,2% meningkat dua kali dibandingkan Riskesdas tahun 2007 yang
sebesar 0,6%. Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi dengan prevalensi Hepatitis
tertinggi pada tahun 2013 yaitu sebesar 4,3% (Rikesdas 2013).
Hepatitis B merupakan suatu penyakit yang berbahaya, karena seseorang yang
menderita penyakit ini lebih banyak tidak menunjukkan gejala yang khas, sehingga
penderita akan mengalami keterlambatan diagnosis. Hepatitis adalah suatu proses
peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh
reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia. Penyakit ini menyerang
semua umur, gender dan ras di seluruh dunia.Hepatitis B dapat menyerang dengan
atau tanpa gejala hepatitis. Sekitar 5% penduduk dunia mengidap hepatitis B tanpa
gejala.
2|Laporan Kasus Lanjut Ruang Interna
Berdasarkan angka kejadian yang ada dan kegawatan yang dimunculkan oleh
penyakit Infeksi Saluran Kemih (ISK), ACKD daan Hepatitis B ini, Ahli Gizi dituntut
terutama untuk dapat melakukan tindakan asuhan gizi dalam proses penyembuhan
penyakit komplikasi tersebut.
Asuhan gizi merupakan sarana dalam upaya pemenuhan zat gizi pasien.
Pelayanan rawat inap sering disebut juga terapi gizi medik. Tujuan utama asuhan gizi
adalah untuk memenuhi kebutuhan zat gizi pasien secara optimal berupa pemberian
makanan pada pasien yang di rawat jalan maupun konseling gizi pada pasien rawat
jalan (PGRS,2013).
Maka disusunlah laporan ini sebagai referensi dan tugas Praktik Kerja Lapangan
(PKL) Manajemen Asuhan Gizi Rumah Sakit (MAGRS) RSUP Sanglah dalam
memberikan asuhan gizi rawat inap pada klien dengan diagnosa Infeksi Saluran
Kemih Komplikata, Acquired Cystic Kidney Disease (ACKD) dan Hepatitis B Kronis
di RSUP Sanglah.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu melaksanakan terapi diet pada pasien Ruang Rawat Inap
Interna dengan diagnosa Infeksi Saluran Kemih Komplikata, Acquired Cystic
Kidney Disease (ACKD) dan Hepatitis B Kronis di RSUP Sanglah.

2. Tujuan khusus
Setelah pelaksanaan PKL, mahasiswa diharapkan mampu menerapkan manajemen
asuhan gizi rumah sakit. Adapun tujuan khusus PKL MARGS ini adalah sebagai
berikut:
a. Mahasiswa mampu melaksanakan identifikasi kasus pada pasien Infeksi Saluran
Kemih Komplikata, Acquired Cystic Kidney Disease (ACKD) dan Hepatitis B
Kronis di RSUP Sanglah.
b. Mahasiswa mampu melaksanakan skrining kasus pada pasien Infeksi Saluran
Kemih Komplikata, Acquired Cystic Kidney Disease (ACKD) dan Hepatitis B
Kronis di RSUP Sanglah..
c. Mahasiswa mampu melaksanakan proses asuhan gizi terstandar pada pasien
Infeksi Saluran Kemih Komplikata, Acquired Cystic Kidney Disease (ACKD) dan

3|Laporan Kasus Lanjut Ruang Interna


Hepatitis B Kronis di RSUP Sanglah dari pengkajian, diagnosa gizi, intervensi
gizi serta monitoring dan evaluasi.

4|Laporan Kasus Lanjut Ruang Interna


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Kemih (ISK)


1. Definisi Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
tumbuhnya mikroorganisme di dalam saluran kemih. Bakteriuria adalah
kondisi ditemukannya bakteri di dalam urin, yang berasal dari saluran kemih,
dan bukan berasal dari vagina maupun preputium (Praktika W, 2009).
Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria) adalah kondisi yang
menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme (MO) murni dengan jumlah lebih
dari 105 colony forming units (cfu/mL) pada biakan urin. Bakteriuria
bermakna mungkin tanpa disertai presentasi klinis ISK disebut sebagai
bakteriuria asimtomatik (convert bacteriuria). Sebaliknya bakteriuria
bermakna yang disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria bermakna
simtomatik. Pada beberapa keadaan pasien dengan presentasi klinis tanpa
bakteriuria bermakna. Piuria bermakna (significant pyuria), bila terdapat
neutrofil >10 per lapang pandang (LPB) (Sudoyo, 2009).
2. Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Klasifikasi infeksi saluran kemih (ISK) berdasarkan klinisnya terbagi menjadi
tiga, antara lain (IAUI, 2015):
a. ISK non komplikata yaitu ISK yang terjadi pada orang dewasa, termasuk
episode sporadik yang didapat dari komunitas, dalam hal ini terdiri dari
sistitis akut dan pielonefritis akut pada individu yang sehat. Faktor resiko
pada ISK ini adalah faktor resiko yang tidak diketahui, infeksi berulang
dan faktor resiko diluar saluran urogenitalis. ISK ini banyak diderita oleh
perempuan tanpa terdapat kelainan struktural dan fungsional di dalam
saluran kemih.
b. ISK komplikata adalah infeksi yang dihubungkan dengan suatu kondisi,
misalnya abnormalitas struktural atau fungsional saluran genitourinari atau
adanya penyakit dasar yang menganggu mekanisme pertahanan diri

5|Laporan Kasus Lanjut Ruang Interna


individu, yang meningkatkan resiko untuk menderita infeksi atau
kegagalan terapi.
c. Sindroma sepsis urologi (urosepsis) sebaiknya didiagnosis pada tahap awal
khususnya pada ISK komplikata. Peningkatan angka mortalitas terjadi bila
sepsis atau syok septik muncul, namun prognosis urosepsis pada umumnya
lebih baik dibandingkan sepsis karena penyebab yang lain.
3. Etiologi Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Infeksi saluran kemih dapat disebabkan oleh mikroorganisme patogen, contoh
bakteri Escherichia Coli, Streptococcus dan Pseudomonas. Faktor resiko yang
umum terjadi pada ISK adalah ketidakmampuan kandung kemih untuk
mengosongkan isinya secara sempurna serta terjadi penurunan daya tahan
tubuh dan peralatan yang digunakan pada saluran perkemihan seperti kateter
dan prosedur sitoskopi (Suharyanto and Madjid, 2009).
4. Patofisiologis Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Pada individu normal, biasanya urin pria dan wanita dalam kondisi steril karena
dipertahankan jumlah dan frekuensi kemihnya. Uterodistal merupakan tempat
kolonisasi mikroorganisme nonpathogenic fastidious gram-positive dan gram-
negative. Hampir semua ISK terjadi karena invasi mikroorganisme ascending
dari uretra ke dalam kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu, invasi
mikroorganisme sampai ke ginjal. Proses ini dipermudah oleh adanya refluks
vesikoureter (Sudoyo, 2009).
Proses invasi mikroorganisme hematogen jarang ditemukan di klinik, mungkin
akibat lanjut dari bakteremia. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi sebagai
akibat lanjut dari septikemia atau endokarditis akibat Staphylococcus Aureus.
Kelainan ginjal yang terkait dengan endokarditis (Staphylococcus Aureus)
dikenal dengan nephritis lohein. Beberapa penelitian melaporkan pielonefritis
akut sebagai akibat lanjut invasi hematogen dari infeksi sistemik gram negatif
(Sukandar, 2014).
5. Manifestasi Klinis Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Tanda dan gejala yang berhubungan dengan ISK bervariasi. Sebagian dari
penderita ISK yang ditemukan adanya bakteri dalam urin, tetapi tidak
menunjukkan gejala (asimtomatik). Gejala tipikal ISK adalah berupa rasa

6|Laporan Kasus Lanjut Ruang Interna


nyeri dan panas ketika berkemih (dysuria), frekuensi berkemih yang
meningkat dan terdesak ingin selalu berkemih (urgency), sulit berkemih dan
disertai kejang otot pinggang (stranguria), rasa nyeri dengan keinginan
mengosongkan kandung kemih walaupun sudah kosong (tenesmus),
kecendrungan selalu ingin buang air kecil pada malam hari (nokturia) dan
kesulitan memulai berkemih (prostatismus) (Suharyanto and Madjid, 2009).
6. Diagnosis Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Diagnosis infeksi saluran kemih (ISK) berdasarkan pada hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang mendukung adanya tanda dan gejala tipikal terjadinya
ISK (Agpoa et al., 2015). Pemeriksaan penunjang yang merupakan protokol
standar untuk pendekatan diagnosis ISK bisa berupa analisis urin rutin,
pemeriksaan mikroskopis urin segar tanpa putar, kultur urin serta jumlah
bakteri/mL urin (Sukandar, 2014). Selain itu untuk penunjang lain untuk
menegakkan diagnosis ISK bisa menggunakan berbagai metode antara lain
(Tjay et al., 2007):
a. Tes sedimentasi untuk mendeteksi secara mikroskopis adanya bakteri dan
leukosit dalam endapan urin.
b. Tes nitrit (Nephur R) menggunakan strip mengandung nitrat yang
dicelupkan ke urin. Praktis semua bakteri gram negatif dapat mereduksi
nitrat menjadi nitrit, yang tampak sebagai perubahan warna tertentu pada
strip. Bakteri-bakteri gram positif tidak terdeteksi.
c. Dip-slide test (Uricult) menggunakan persemaian bakteri di kaca obyek,
sesuai dengan inkubasi yang kemudian ditentukan jumlah koloninya secara
mikroskopis. Tes ini dapat dipercaya dan lebih cepat daripada pembiakan
lengkap dan jauh lebih murah.
d. Pembiakan lengkap terutama dilakukan sesudah terjadinya residif 1-2 kali,
terlebih pada ISK anak-anak dan pria.
e. Tes ABC (Antibody Coated Bacteria) adalah tes imunologi untuk
menentukan ISK yang letaknya lebih tinggi. Dalam hal ini tubuli secara
lokal membentuk antibodi-antibodi terhadap bakteri, yang bereaksi dengan
antigen yang berada di dinding bakteri tersebut. Kompleks yang terbentuk
dapat diperlihatkan dengan teknik imunofluoresens.

7|Laporan Kasus Lanjut Ruang Interna


7. Penatakansanaan Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Prinsip manajemen ISK meliputi intake cairan yang banyak, terapi
antibiotik yang adekuat dan jika perlu terapi simtomatik untuk alkalinisasi
urin (Sukandar, 2014). Antibiotik merupakan terapi utama pada ISK.
Efektivitas terapi antibiotik pada ISK dapat dilihat dari penurunan angka
leukosit urin disamping hasil pembiakan bakteri dari urin setelah terapi dan
perbaikan status klinis pasien (Coyle and Prince, 2005).

B. Acquired Cystic Kidney Disease (ACKD)


1. Definisi Acquired Cystic Kidney Disease (ACKD)
ACKD adalah karakteristik dari pembentukan beberapa kista ginjal pada
pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir, yang tidak memiliki riwayat
penyakit kista keturunan (Berry, 2003).
Penyakit ginjal kista (ACKD) pertama kali dikemukakan pada 1847 oleh John
Simon pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. John Simon
menggambarkan perubahan perkembangan ginjal dengan kista. ACKD
"ditemukan kembali" oleh Dunnill dan rekan pada tahun 1977 pada ginjal
penderita dailysis (Johnson, 2010).
2. Etiologi Acquired Cystic Kidney Disease (ACKD)
Menurut U.S. Department Of Health And Human Services (2009), dialisis
menyaring banyak tetapi tidak semua zat sisa ginjal terbuang oleh ginjal yang
sehat. Para peneliti percaya bahwa zat sisa yang tidak dikenal tidak dibuang
melalui dialysis yang menyebabkan kista terbentuk dalam ginjal. Dialisis
sendiri tidak menyebabkan kista.
Penyebab beberapa kista ginjal meliputi berikut ini:
a. Penyakit ginjal polikistik dominan autosomal
b. Penyakit ginjal polikistik autosomal resesif
c. Displasia Kidneys multicystic
d. Kista ginjal lokal (sederhana)
e. Penyakit kista meduler
f. Familial nephronophthisis / penyakit kista medulla
g. Hemodialisis Ginjal - sekitar 90% dari orang-orang yang didialisis

8|Laporan Kasus Lanjut Ruang Interna


akhirnya mengidap ACKD
h. Glomerulonefritis
i. nefropati diabetic
j. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis (Robbins& Cotran,
2010)
3. Patofisiologis Acquired Cystic Kidney Disease (ACKD)
ACKD dianggap konsekuensi dari hemodialisis. Penelitian telah menunjukkan
bahwa, itu adalah keadaan uremik yang merupakan pengembangan dari
penyakit cystic ginjal. Dialisis memperpanjang kelangsungan hidup pasien
namun juga memungkinkan lebih banyak waktu untuk ACKD terjadi.
Tingkat terjadinya penyakit kista diperoleh ginjal 7-22% pada populasi
predialisis, 44% dalam waktu 3 tahun setelah memulai dialisis, 79% lebih dari
3 tahun setelah memulai dialisis, dan 90% lebih dari 10 tahun setelah mulai
dialisis. Tingkat pengembangan tampaknya memperlambat setelah 10-15
tahun dialisis.
Beberapa faktor yang menyebabkan ACKD :
a. Tubulus block: Perkembangan kista disebabkan kelainan tubular; obstruksi
tubular karena kristal oksalat, fibrosis, atau micropolyps; dan akumulasi
cairan tubular karena filtrat glomerular dan ekskresi cairan tubulus.
b. Pertumbuhan kompensasi: Hilangnya jaringan ginjal pada penyakit ginjal
stadium akhir mempromosikan hipertrofi sel tubular dan hiperplasia.
Hipertrofi dan hiperplasia, bersama dengan sekresi cairan transepitelial
oleh epitel tubular, mengakibatkan perkembangan kista. Banyak faktor
yang dapat mempengaruhi proses, tapi yang paling penting di antara
mereka adalah faktor pertumbuhan dan aktivasi onkogen.
c. Iskemia: Ginjal atrofi merupakan konsekuensi dari iskemia yang mungkin
disebabkan baik oleh oklusi arteri ginjal primer atau oleh oklusi arteri
sekunder yang berkembang setelah dialisis dimulai. Parenkim asidosis
dapat menyebabkan oklusi progresif kronis dan, jika berkelanjutan hanya
singkat menyebabkan kematian sel, mungkin mengakibatkan pembentukan
kista ginjal (Johnson, 2010).
4. Manifestasi Acquired Cystic Kidney Disease (ACKD)

9|Laporan Kasus Lanjut Ruang Interna


U.S. Department Of Health And Human Services (2009) menyimpulkan
manifestasi klinis ACKD sebagai berikut:
a. ACKD sering tidak memiliki gejala. Jika kista terinfeksi, seseorang
mungkin memiliki sakit punggung, demam, atau bahkan menggigil. Jika
kista berdarah, seseorang akan sering melihat darah dalam urin.
b. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
c. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai
lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
d. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin-
angiotensin-aldosteron) gagal jantung kongestif dan udem pulmoner
(akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan
perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan,
kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi).
5. Penatalaksanaan Acquired Cystic Kidney Disease (ACKD)
Menurut Suharyanto (2009), penatalaksanaan pada pasien dengan ACKD
sama halnya dengan perawatan pada CKD yaitu:
a. Tindakan konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif.
Pengobatan:
1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan
(a) Pembatasan protein.
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga
mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion
hydrogen yang berasal dari protein. Pembatasan asupan protein telah
terbukti menormalkan kembali kelainan ini dan memperlambat terjadinya
gagal ginjal (Zeller dan Jacobus, 1989). Jumlah kebutuhan protein
biasanya dilonggarkan 60-80 g perhari, apabila penderita mendapatkan
pengobatan dialysis teratur.

10 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
(b) Diet rendah kalium
Hyperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut.
Asupan kalium dikurangi. Diet yang dianjurkan adalah 40-80 mEq/hari.
Penggunaan makanan dan obat-obatan yang tinggi kadar kaliumnya dapat
menyebabkan hyperkalemia
(c) Diet rendah natrium
Diet Na yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2gNa). Asupan
natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema
perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
(d) Pengaturan cairan
Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus diawasi
dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain data asupan
pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran berat
badan harian. Asupan bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi
berlebihan, dan edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah
mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan gangguan fungsi ginjal.
2) Dialysis dan transplantasi
Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialysis dan
transplantasi ginjal dialysis dapat digunakan untuk mempertahankan
penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal.
Dialysis dilakukan apabila kadar kreatinin serum biasanya diatas
6mg/100ml pada laki-laki atau 4ml/100ml pada wanita, dan GFR kurang
dari 4ml/menit.

C. Hepatitis B Kronis
1. Definisi Hepatitis B
Virus hepatitis B (HBV) adalah virus DNA, suatu prototip virus yang
termasuk keluarga Hepadnaviridae (Boedina, 2013). Hepatits B
menyerang semua umur, gender, dan ras di seluruh dunia (Widoyono,
2011). Hepatits B dapat menyebabkan peradangan hati akut atau kronis
yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati (Mustofa &
Kurniawaty, 2013).
2. Etiologi Hepatitis B

11 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang berukuran
sekitar 42 nm. Virus ini mempunyai lapisan luar (selaput) yang berfungsi
sebagai antigen HBsAg. Virus mempunyai bagian inti dengan partikel inti
HBcAg dan HBeAg (Widoyono, 2011). Masa inkubasi berkisar antara 15-180
hari dengan rata-rata 60-90 hari (Sudoyo et al, 2009). Perubahan dalam tubuh
penderita akibaat infeksi virus Hepatitis B terus berkembang. Dari infeksi akut
berubah menjadi kronis, sesuai dengan umur penderita. Makin tua umur,
makin besar kemungkinan menjadi kronis kemudian berlanjut menjadi
pengkerutan jaringan hati yang disebut dengan sirosis. Bila umur masih
berlanjut keadaan itu akan berubah menjadi karsinoma hepatoseluler (Yatim,
2007).
3. Penularan Hepatitis B
Penularan secara parenteral terjadi melalui suntikan, tranfusi darah,
operasi, tusuk jarum, rajah kulit (tato), dan hubungan seksual, serta melalui
transmisi vertikal dari ibu ke anak. Masa inkubasinya sekitar 75 hari
( Widoyono, 2011). Penanda HBsAg telah diindentifikasi pada hampir setiap
cairan dari orang yang terinfeksi yaitu saliva, air mata, cairan seminal, cairan
serebrospinal, asites, dan air susu ibu. Beberapa cairan ini (terutama semen
dan salive) telah diketahui infeksius (Thedja, 2012).
Jalur penularan infeksi VHB di indoensia yang terbanyak adalah secara
parenteral yaitu secara vertikal (transmisi) meternal-neonatal atau horizontal
(kontak antar individu yang sangat erat dan lama, seksual, iatrogenic,
penggunaan jarum suntik). Virus Hepatitis B dapat didekteksi pada semua
sekret dan cairan tubuh manusia, dengan konsentrasi tertinggi pada serum
(Juffrie et al, 2010).
4. Fatofisiologis Hepatitis B
Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B. Virus
Hepatitis B mula-mula melekat pada resptor spesifik di membram sel hepar
kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus
melepaskan mantelnya di sitoplasma, sehingga melepaskan nukleokapsid.
Selajutnya nukleokapsid akan menembus sel dinding hati. Asam nukleat VHB
akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan

12 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
berintergrasi pada DNA tersebut. Proses selanjutnya adalah DNA VHB
memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru. Virus
Hepatitis B dilepaskan ke peradangan darah, terjadi mekanisme kerusakan hati
yang kronis disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi
(Mustofa & Kurniawaty, 2013).
Proses replikasi virus tidak secara langsung bersifat toksik terhadap sel,
terbukti banyak carrier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan kerusakan
hati ringan. Respon imun host terhadap antigen virus merupakan factor
penting terhadap kerusakan hepatoseluler dan proses klirens virus, makin
lengkap respon imun, makin besar klirens virus dan semakin berat kerusakan
sel hati. Respon imun host dimediasi oleh respon seluler terhadap epitope
protein VHB, terutama HBsAg yang ditansfer ke permukaan sel hati. Human
Leukocyte Antigen (HLA) class I-restriced CD8+ cell mengenali fragmen
peptide VHB setelah mengalami proses intrasel dan dipresentasikan ke
permukaan sel hati oleh molekul Major Histocompability Complex (MHC)
kelas I. Proses berakhir dengan penghancuran sel secara langsung oleh
Limfosit T sitotoksik CD8+ (Hardjoeno, 2007).
5. Manifestasi Hepatitis B
Manisfestasi kinis infeksi VHB pada pasien hepatitis akut cenderung
ringan. Kondisis asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa
adanya riwayat hepatitis akut. Apabila menimbulkan gejala hepatitis,
gejalanya menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intensitas yang
lebih berat (Juffrie et al, 2010).
Gejala hepatitis akut terbagi menjadi 4 tahap yaitu :
a. Fase Inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejalan atau
icterus. Fase inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan rata-
rata 60-90 hari.
b. Fase prodromal
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala
ikterus. Awitannya singkat atau insidious ditandai dengan malaise umum,
myalgia, artalgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia.

13 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
Diare atau konstipasi dapat terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan
menetap di kuadran kanan atas atau epigastrum, kadang diperberat dengn
aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolestitis.
c. Fase icterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan
dengan munculnya gejala. Banyak kasus pada fase icterus tidak terdeteksi.
Setelah timbul icterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi
justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
d. Fase konvalesen (penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya icterus dan keluhan lain, tetapi
hepatomegaly dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan
sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Sekitar 5-10% kasus
perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1% yang
menjadi fulminant (Sudoyo et al, 2009).
Hepatitis B kronis didenfinisikan sebagai peradangan hati yang
berlanjut lebih dari enam bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit.
Perjalanan hepatitis B kronik dibagi menjadi tiga fase yaitu :
a. Fase imunotoleransi
Sistem imun tubuh toloren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus
tinggi dalam darah, tetapi terjadi peradangan hati yang berarti. Virus
Hepatitis B berada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang
sangat tinggi.
b. Fase Imunoaktif (clearance)
Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat terjadinya replikasi
virus yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak
dari kenaikan konsentrasi ALT. Fase clearance menandakan pasien sudah
mulai kehilangan toleransi imun terhadap VHB.
c. Fase Residual
Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel
hati yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya
dapat menghilangkan sebagian besar partikel virus tanpa ada kerusakan sel
hati yang berarti. Fase residual ditandai dengan titer HBsAg rendah,

14 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
HbeAg yang menjadi negative dan anti-HBe yang menjadi positif, serta
konsentarsi ALT normal (Sudoyo et al, 2009).
6. Diagnosa Hepatitis B
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis umumnya tanpa keluhan, perlu digali riwayit transmisi
seperti pernah transfuse, seks bebas, riwayat sakit kuning sebelumnya.
Pemeriksaan fisik didaptkan hepatomegaly. Pemeriksaan penjunjang terdiri
dari pemeriksaan laboratorium, USG abdomen dan Biopsi hepar (Mustofa &
Kurniawaty, 2013).
Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari pemeriksaan biokimia.
Serologis dan molekuler (Hardjoeno, 2007). Pemeriksaan USG abdomen
tampak gambaran hepatitis kronis, selanjutnya pada biopsy hepar dapat
menunjukkan gambaran peradangan dan fibrosis hati (Mustofa & Kurniawaty,
2013).
7. Pencegahan dan Pengobatan Hepatitis B
Menurut Radji (2015), penderita penyakit Hepatitis B tidak sembuh secara
total tetapi hepatitis B dapat dicegah agar tidak terinfeksi virus Hepatitis B.
Cara yang paling baik untuk mencegah penyakit Hepatitis B adalah dengan
vaksinisasi. Jenis vaksin hepatitis B yang tersedia adalah Recombivax HB dan
Energix-B. Kedua vaksin tersebut membutuhkan tiga kali suntikan yang
diberikan selama jangka waktu enam bulan, efek samping yang dirasakan
biasanya ringan, yaitu terasa sakit pada daerah suntikan dan gejalanya mirip
dengan flu ringan. Pencegahan umum terhadap hepatitis B lainnya adalah :
a. Melakukan vaksinasi dengan benar.
b. Skrining donor darah dengan teliti.
c. Alat dialisis digunakan secara individual, dan untuk pasien dengan
Hepatitis B positif harus disediakan mesin tersendiri.
d. Menggunakan jarum sekali pakai dan sampah infeksius dibuang ke tempat
khusus.
e. Pencegahan untuk tenaga medis yaitu senantiasa menggunakan sarung
tangan dan selalu bersikap aseptis agar tidak terpapar oleh cairan tubuh
pasien yang terinfeksi hepatitis B serta melakukan imunisasi rutin.

15 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
f. Melakukan skrining ibu hamil pada awal dan pada trimester ketiga
kehamilan, terutama ibu yang berisiko tinggi terinfeksi HBV. Ibu hamil
dengan Hepatitis B positif ditangani secara terpadu. Segera setelah lahir,
bayi diimunisasi aktif dan pasif terhadap virus Hepatitis B (Notes, 2008).
g. Pengobatan Hepatitis B kronis membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
mengatasi penyebab dan gejala yang muncul. Bahkan, terkadang virus
yang berada dalam tubuh tidak disadari karena gejala yang tidak muncul.
Pada hepatitis B kronis dapat dilakukan pengobatan, tetapi sifatnya bukan
untuk menghilangkan penyakit. Namun, bertujuan untuk menekan
perkembangan virus dalam tubuh agar penyakit yang dialami tidak
semakin memburuk.
h. Pengobatan hepatitis B kronis membutuhkan kepatuhan pengidapnya
untuk kontrol secara berkala untuk melihat perkembangan penyakit dan
mengevaluasi pengobatannya.

BAB III

16 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
GAMBARAN UMUM KASUS LANJUT

A. Identifikasi Kasus
1. Identitas Pasein
Nama Pasien : Ny. S
Tanggal Lahir : 11/08/1967
Usia : 51 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Ruangan / Kelas : Angsoka III / Kelas III
Diagnosa Medis : ISK Komplikata, ACKD, dan
Hepatitis B Kronis
Jenis Diet : Diet Rendah Protein 59 gram, 1.732 kalori
Bentuk Makanan : Bubur
2. Gambaran Kasus
Pasien masuk di RSUP Sanglah karena keluhan sesak nafas. Selanjutnya,
pasien rawat inap di ruangan Angsoka 3 pada tanggal 19 Sept 2020.
a. Hasil Pemeriksaan Antropometri
Pengukuran antropometri LILA : 33 cm px tidak bisa ditimbang, Demi-
span 70 cm
b. Hasil Pemeriksaan Lab
Awal masuk RS Hemoglobin 9,82 g/dl, BUN 36,5 mg/dl, Kalium 4,81
mmol/L, Natrium 135 mmol/L, Kreatinin 1,53 mg/dl.
c. Hasil Pemeriksaan Fisik Klinis
Pemeriksaan awal untuk fisik dan klinis pasien adalah : Lemas, sesak
nafas, nyeri tenggorokan (+) TD 140/90 mmHg, Nadi 90x/menit, RR
20x/menit, Suhu 36ºC. Pasien di diagnose menderita Infeksi Saluran
Kemih Komplikata, Acquired Cystic Kidney Disease (ACKD), dan
Hepatitis B Kronis.
d. Riwayat Personal
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dengan aktivitas fisik yang
sedang. Pasien mempunyai 2 orang anak perempuan. Suami pasien adalah

17 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
seorang pedagang di pasar dengan penghasilan ± Rp. 500.000/hari.
Pembayaran selama dirawat di rumah sakit menggunakan BPJS.
e. Riwayat Asupan Makanan di Rumah
1. Pola makan utama, nasi 1-2x/hari sebanyak 1½ centong dan roti
3x/minggu sebanyak 1 bungkus (sari roti) tiap kali makan.
2. Pasien sering mengonsumsi ikan 2-3x/hari sebanyak 1 potong (40 gram)
tiap kali makan.
3. Selain itu, pasien juga mengonsumsi ayam sebanyak 1 potong (60 gram)
2x/minggu. Pasien mengonsumsi tahu dan tempe sebanyak 2x/hari
sebanyak 1 potong (40 gram tahu dan 50 gram tempe) tiap kali makan.
4. Pasien mengonsumsi sayuran sebanyak 2-3x/hari. Sayuran yang sering
dikonsumsi pasien adalah bayam, buncis, wortel, dan kacang panjang.
Selain itu, pasien juga menyukai sayuran bersantan.
5. Pasien mengonsumsi buah hanya dalam bentuk jus saja. Jus yang sering
dikonsumsi oleh pasien adalah jus melon sebanyak 2x/minggu sebanyak 1
gelas (200ml) tiap kali konsumsi.
6. Cemilan yang sering dikonsumsi oleh pasien adalah kerupuk dan
gorengan. Pasien mengonsumsi cemilan tersebut sebanyak 3x/hari (3
potong tahu isi @100 gram dan 2 potong pisang goreng @60 gram).
7. Pasien rutin mengonsumsi secangkir kopi 1x/hari sebanyak 100 ml tiap
konsumsi.
8. Pasien tidak memiliki alergi dan pantangan makan.
9. Tidak mengonsumsi suplemen gizi.
f. Hasil Recall 24 jam Asupan Pasien Berdasarkan Comstock :
Tanggal 19 September 2020 : Energi 903,3 kkal, Protein 24,94 gram,
Lemak 26,46 gram dan KH 137,52 gram.
g. Obat-obatan yang diberikan RS :
1) Sefiksim 200 mg tablet2 x 1 (1 @ 24 jam)
2) Asam folat 1 mg tablet2 x 2 (2 @ 12 jam)
3) Kalsium karbonat 500 mg tablet3 x 1 (1 @ 8 jam)
4) HEMAPO 2000 IU injeksi1 x 2 (2 @ 24 jam)

18 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
B. Skrining Gizi

FORMULIR SKRINING GIZI AWAL DENGAN MST

(MALNUTRISI SCREENING TOOL)

Parameter (Skor)
1. Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yang
tidak direncanakan?
o Tidak 0 (√)
o Tidak yakin (ada tanda : baju menjadi longgar) 2 (....)
o Ya, ada penurunan BB sebanyak :
1 (....)
1– 5 kg 2 (....)
6 – 10 kg 3 (....)
11– 15 kg 4 (....)
> 15 kg
Tidak tahu berapa kg penurunannya
2. Apakah asupan makan pasien berkurang karena penurunan
nafsu makan/kesulitan menerima makanan ?
0 (√)
o Tidak
1 (....)
o Ya
Total Skor

Skor 0 = Risiko Rendah


Skor 1 = Risiko Sedang 0
Skor 2 = Pasien berisiko malnutrisi, konsul ke Ahli Gizi

Pasien dengan diagnosa khusus :


√ Ya Tidak

(DM/Kemoterapi/Hemodialisa/Geriatri/Imunitas menurun/lain-lain)
Bila skor ≥2 dan atau pasien dengan diagnosa/kondisi khusus dilaporkan
kedokter pemeriksa)

Catatan : Skor pasien 0 = artinya risiko malnutrisi pada pasien diatas yaitu
kategori risiko rendah, tetapi untuk pasien kondisi tertentu/diagnosa khusus
meskipun hasil skrining 0, pasien harus dikaji ahli gizi

19 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
C. Proses Asuhan Gizi Terstandar
1. Pengkajian Gizi

Terminologi Data Terkait Gizi Standar Pembanding Masalah


Antropometri (AD1.1)Komposisi/pertumbuKategori IMT menurut NC.3.3
(AD) han/riwayat berat badan Kemenkes 2013 Status gizi berdasarkan
 (AD 1.1.1.4) demispan :  <18.5 kg/m2 : IMT = Kelebihan Berat
70 cm kurus/underweight Badan/Overweight
 (AD 1.1.1.1) estimasi  18.5-24.9 kg/m2: normal Status gizi berdasarkan
tinggi badan berdasarkan  25.0-27.0 kg/m2: LiLA = overweight
demispan 155,3 cm overweight
 (AD 1.1.2.1) estimasi BB  >27 kg/m2 : obesitas
berdasarkan LILA : 64 kg Interpretasi hasil % LILA
 LiLA : 33 cm (status gizi  Underweight < 90%
lebih)  Normal > 90-110 %
 (AD 1.1.5.1) IMT 27  Overweight >110 -120
kg/m2 %
(perhitungan estimasi tb, bb dan  Obesitas > 120 %
imt terlampir)
Biochemical Nilai Rujukan (NC.2.2)
Data,  (BD 1.10.1) Hgb : 9,82 g/dl  Hgb : 13,5-17,5 g/dl Terjadinya perubahan
biocemical  (BD.1.2.1) BUN : 36,5  BUN : 6-21 mg/dl nilai lab terkait gizi:
Test, and mg/dl  Kalium : 3,5 – 5 mmol/L  Hemoglobin rendah
Procedures  (BD.1.2.7) Kalium : 4,81  Natrium : 135-145 mmol/L  Ureum tinggi
(BD) mmol/L  Kreatinin : < 1,5 mg/dl  Kreatinin tinggi
 (BD 1.2.5) Natrium : 135
mmol/L
 (BD 1.2.2) Kreatinin : 1,53
mg/dl

20 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
Hasil Data Fisik Klinis: (PD.1.1) Kondisi fisik dan klinis normal
Pemeriksaan Sesudah Masuk RS : :
Fisik Terkait  Tekanan darah normal :  Tekanan darah
 Lemas
Gizi (PD) 120/80 mmHg tinggi
 (PD.1.1.4) Sesak nafas
 Nadi normal 60-100/menit  Nadi normal
 Nyeri tenggorokan
 Respirasi normal : 12-  Respirasi normal
 TD 140/90 mmHg
20x/menit  Suhu tubuh normal
 Nadi = 90 x/mnt
 Suhu normal :36-37oC
 RR 20 x/menit
 Suhu 36ºC
Riwayat Hasil recall asupan di rumah Kebutuhan Asupan Pasien di Tingkat konsumsi di
Terkait Gizi dengan FFQ : Rumah (du bois) rumah:
dan Makanan  (FH.1.1.1) asupan energi =  (CS.1.1) Energi : 1.898 kkal  E = 145 % (lebih)
– Food 2.763 kkal  (CS.2.2) Protein : 71 g  P: 176 % (lebih)
History (FH)  (FH.1.5.2) asupan protein  (CS.2.1) Lemak : 53 g  L : 157 % (lebih)
= 125 g  (CS.2.3) KH : 285 g  KH: 162 % (lebih)
 (FH.1.5.1) asupan lemak (perhitungan
= kebutuhan asupan (NI.2.2) Kelebihan
83 g makan pasien di rumah asupan oral
 (FH.1.5.3) asupan KH = terlampir)
463 g
Tingkat konsumsi di RS:
Asupan di RS: Kebutuhan Asupan Pasien di
 E = 47 % (kurang)
 (FH.1.1.1) asupan energi = RS :
 P: 60 % (kurang)
903,3 kkal  (CS.1.1) Energi : 1.935,3
 L : 61% (kurang)
 (FH.1.5.2) asupan protein kkal
 KH: 40% (kurang)
= 24,94 gr  (CS.2.2) Protein : 41,5 g
(NI.2.1) Asupan oral
 (FH.1.5.1) asupan lemak =  (CS.2.1) Lemak : 43 g
tidak adekuat
26,46 gr  (CS.2.3) KH : 346 g
Sumber Kategori
 (FH.1.5.3) asupan KH = Konsumsi: (Gibson
137,52 gr 2005) (ADA) : < 80%
(kurang), ≥ 80% baik

21 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
(F.H.1.2) Asupan makanan NB.1.7
dan minuman di Rumah: Pemilihan Makanan
 Pola makan utama, nasi 1- yang Salah
2x/hari sebanyak 1½
centong
 Roti 3x/minggu sebanyak
1 bungkus (sari roti) tiap
kali makan.
 Pasien sering
mengonsumsi ikan 2-
3x/hari sebanyak 1 potong
(40 gram) tiap kali
makan.
 Mengonsumsi ayam
sebanyak 1 potong (60
gram) 2x/minggu.
 Mengonsumsi tahu dan
tempe sebanyak 2x/hari
sebanyak 1 potong (40
gram tahu dan 50 gram
tempe) tiap kali makan.
 Mengonsumsi sayuran
sebanyak 2-3x/hari.
Sayuran yang sering
dikonsumsi pasien adalah
bayam, buncis, wortel,
dan kacang panjang.
 Menyukai sayuran
bersantan.
 Pasien mengonsumsi
buah hanya dalam bentuk
jus saja. Jus yang sering

22 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
dikonsumsi oleh pasien
adalah jus melon
sebanyak 2x/minggu
sebanyak 1 gelas (200ml)
tiap kali konsumsi.
 Pasien mengonsumsi
cemilan tersebut sebanyak
3x/hari (3 potong tahu isi
@100 gram dan 2 potong
pisang goreng @60
gram).
 Pasien rutin mengonsumsi
secangkir kopi 1x/hari
sebanyak 100 ml tiap
konsumsi.
 Pasien tidak memiliki
alergi dan pantangan
makan.
 Tidak mengonsumsi
suplemen gizi.
Riwayat Data personal (CH.1.1) :
Klien (CH)  Nama : Ny. S
 TTL : 11/08/1967
 Usia : 51 tahun
 JK : Perempuan
 Pekerjaan : IRT
 Ny. S : punya 2 orang anak
perempuan.
 Suami Ny.S : pedagang di
pasar dengan penghasilan ±
Rp. 500.000/hari.
 Pembayaran selama
dirawat di rumah sakit
23 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
menggunakan BPJS.
 Masuk RS : Tanggal
19/9/2020
Data riwayat medis/kesehatan
pasien/klien atau keluarga
terkait gizi (CH 2.1) :
Riwayat Penyakit Sekarang:
 Diagnosa Medis : ISK
Komplikata, ACKD, dan
Hepatitis B Kronis
 Ruangan/Kelas : Angsoka
III / Kelas III
Perawatan Terapi (CH.2.2) :
 Sefiksim 200 mg tablet2 x
1 (1 @ 24 jam)
 Asam folat 1 mg tablet2 x
2 (2 @ 12 jam)
 Kalsium karbonat 500 mg
tablet3 x 1 (1 @ 8 jam)
 HEMAPO 2000 IU
injeksi1 x 2 (2 @ 24 jam)

2. Diagnosa Gizi
No Problem (P) Etiologi (E) Sign/Simptom (S)
1. Domain intake (NI) Berkaitan dengan Ditandai dengan tingkat konsumsi
(NI.2.2) Kelebihan konsumsi makanan tinggi pasien di rumah yaitu Energi 145
asupan oral energi, tinggi protein, % Protein 176 %, Lemak 157 %
tinggi lemak dan tinggi dan KH 162 % (rata-rata asupan
karbohidrat dalam porsi 160%, asupan kategori lebih)
dan jumlah yang besar
2. Domain intake (NI) Berkaitan dengan Ditandai dengan tingkat konsumsi
(NI.2.1) Asupan oral penurunan kemampuan pasien di rs yaitu Energi 47 %,
tidak adekuat mengkonsumsi zat gizi Protein 60%, Lemak 61% dan

24 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
disebabkan oleh penyakit KH 40 % (rata-rata asupan 52%
yang diderita serta nyeri asupan kategori kurang)
tenggorokan sehingga
mempengaruhi asupan
yang masuk ke dalam
tubuh
3. Domain Klinis (NC) Berkaitan dengan Ditandai dengan kadar
(NC.2.2) Terjadinya penurunan fungsi ginjal hemoglobin rendah yaitu 9,82
perubahan nilai g/dl, ureum tinggi yaitu 36,5
laboratorium terkait gizi mg/dl dan kreatinin tinggi yaitu
1,53 mg/dl
4. Domain Klinis (NC) Berkaitan dengan asupan Ditandai dengan BB pasien 64 kg
(NC.3.3) Kelebihan makanan pasien yang dan IMT pasien 27 kg/m2 serta
berat badan/overweight berlebih LiLA pasien 33 cm (% LiLA
116%)
5. Domain Perilaku (NB) Berkaitan dengan Ditandai Camilan yang sering
(NB.1.7) Pemilihan pengetahuan gizi yang dikonsumsi adalah kerupuk dan
makanan yang salah kurang gorengan 3x/hari, serta pasien
rutin mengonsumsi secangkir kopi
1x/hari sebanyak 100 ml tiap
konsumsi dan menyukai sayuran
bersantan

Tabel 1
Obat yang diberikan kepada pasien a.n Ny. S di RSUP Sanglah
No Nama Obat Dosis Fungsi
1 Sefiksim 200 mg tablet 2 x 1 (1 @ 24 jam) Antibiotik/
Mengobati infeksi bakteri
2 Asam folat 1 mg tablet2 x 2 (2 @ 12 jam) Menjaga kadar sel darah
putih dan sel darah merah
dalam tubuh
3 Kalsium karbonat 500 mg tablet3 x 1 (1 @ 8 jam) Pengobatan kelebihan fosfat
(hiperfosfatemia)
4 .HEMAPO 2000 IU injeksi1 x 2 (2 @ 24 jam) Obat erythropoiesis-

25 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
stimulating agents (ESAs),
yaitu obat-obatan yang
menstimulasi sumsum tulang
untuk memproduksi sel
darah merah

Tabel. 2

Interaksi Obat dengan Makanan yang diberikan kepada Pasien

No Nama Obat Interaksi Obat dengan Makanan


1 Sefiksim Sefiksim merupakan obat antibiotik yang digunakan untuk
mengatasi infeksi bakteri. Obat tersebut akan menjadi sulit
diekskresikan bila dikonsumsi dengan susu dan makanan
berbahan susu yang tinggi kalsium. Ini akan menurunkan
efisiensi obat secara cepat.
2 Asam folat Vitamin asam folat harus dikonsumsi dalam keadaan perut
kosong.
3 Kalsium karbonat Obat ini dapat dikonsumsi setelah atau sebelum makan.
Konsumsi bersamaan dengan makanan akan memaksimalkan
penyerapan obat ini.
Hindari mengonsumsi kalsium karbonat bersamaan
dengan makanan dengan kandungan serat tinggi karena dapat
meningkatkan risiko efek sampingnya seperti diare.
4 HEMAPO -

3. Intervensi Gizi
No DIAGNOSIS GIZI INTERVENSI
P (Problem) Kelebihan asupan oral Tujuan: asupan pasien dir umah
mencapai 80-100% secara bertahap
E (Etiologi) Berkaitan dengan konsumsi Cara : Memberikan asupan secara
makanan tinggi energi, tinggi bertahap yaitu 80% dari kebutuhan
protein, tinggi lemak dan tinggi pasien, makanan diberikan secara

26 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
karbohidrat dalam porsi dan jumlah oral dalam bentuk makanan
yang besar lunak/bubur secara bertahap sesuai
1. dengan kondisi pasien
S Ditandai dengan tingkat konsumsi Target : Asupan makanan pasien
(Sign/Simptom) pasien di rumah yaitu Energi 145 % menurun 5% setiap hari dan dalam
Protein 176 %, Lemak 157 % dan waktu 1 minggu mencapai 80%
KH 162 % (rata-rata asupan 160%,
asupan kategori lebih)

P (Problem) Asupan oral tidak adekuat Tujuan: Meningkatkan asupan


pasien di rs secara bertahap menjadi
80% dari asupan sebelumnya
E (Etiologi) Berkaitan dengan penurunan Cara : Memberikan asupan secara
kemampuan mengkonsumsi zat gizi bertahap yaitu 80% dari kebutuhan
disebabkan oleh penyakit yang pasien, makanan diberikan secara
diderita serta nyeri tenggorokan oral dalam bentuk makanan
2.
sehingga mempengaruhi asupan lunak/bubur secara bertahap sesuai
yang masuk ek dalam tubuh dengan kondisi pasien
S Ditandai dengan tingkat konsumsi Target : Asupan makanan pasien
(Sign/Simptom) pasien di rs yaitu Energi 47 %, menurun 5% setiap hari dan dalam
Protein 60%, Lemak 61% dan KH waktu 1 minggu mencapai 80%
40 % (rata-rata asupan 52% asupan
kategori kurang

P (Problem) Terjadinya perubahan nilai Tujuan : Meningkatkan kadar


laboratorium terkait gizi Hemoglobin pasien, menurunkan
kadar Ureum/BUN dan Kreatinin
pasien
E (Etiologi) Berkaitan dengan penurunan fungsi Cara : Memberikan pasien makanan
ginjal lunak dengan memperhatikan syarat
3.
diet seperti memberikan asupan
makanan tinggi zat besi dan rendah
protein
S Ditandai dengan kadar hemoglobin Target : Nilai laboratorium terkait

27 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
(Sign/Simptom) rendah yaitu 9,82 g/dl, BUN tinggi gizi mencapai normal, yaitu
yaitu 36,5 mg/dl dan kreatinin hemoglobin mencapai 13,5-17,5 g/dl,
tinggi yaitu 1,53 mg/dl BUN mencapai 6-21 mg/dl dan
kreatinin : < 1,5 mg/dl dalam waktu
1 minggu
P (Problem) Kelebihan berat badan/overweight Tujuan : Berat badan pasien
mencapai BB ideal dan mencapai
status gizi baik/normal berdasarkan
LiLA dan IMT
E (Etiologi) Berkaitan dengan asupan makanan Cara : Memberikan asupan makanan
pasien yang berlebih kepada pasien sesuai diet yang
4.
diberikan di rumah sakit,
memberikan makanan dalam porsi
kecil dan sering, dengan frekuensi 3
kali makan utama dan 2 kali makan
selingan
S Ditandai dengan BB pasien 64 kg Target : Berat badan pasien turun
(Sign/Simptom) dan IMT pasien 27 kg/m2 serta sebanyak 0,5 kg dalam 1 minggu
LiLA pasien 33 cm (% LiLA atau turun sebanyak 1-2 kg dalam
116%) waktu 1 bulan serta Status Gizi
mencapai status gizi baik dalam 1
bulan, yaitu mencapai 18.5-24.9
kg/m2 dan % LiLA pasien mencapai
normal
P (Problem) Pemilihan makanan yang salah Tujuan : Meningkatkan
pengetahuan terkait gizi pada pasien
E (Etiologi) Pengetahuan gizi yang kurang Cara : Memberikan edukasi gizi
tentang jumlah, jenis dan waktu
makan untuk pasien serta tentang
makanan yang boleh dan tidak boleh
5.
dikonsumsi terkait diagnosa penyakit
yang diderita sesuai dengan diagnosa
penyakit
S Camilan yang sering dikonsumsi Target : Adanya perubahan

28 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
(Sign/Simptom) adalah kerupuk dan gorengan perilaku dan pasien memahami
3x/hari, serta pasien rutin pengetahuan terkait makanan dan zat
mengonsumsi secangkir kopi gizi khususnya perubahan perilaku
1x/hari sebanyak 100 ml tiap makan pasien menjadi lebih baik,
konsumsi dan menyukai sayuran pasien dapat memahami makanan
bersantan yang boleh dan tidak boleh
dikonsumsi selama menjalani diet

PRESKREPSI DIET
Jenis Diet Diet Rendah Protein
Tujuan Diet 1. Mencapai status gizi optimal dan mencapai berat badan ideal dengan
memperhitungkan sisa fungsi ginjal, agar tidak memberatkan kerja ginjal.
2. Mencapai asupan bertahap sebesar 80 % dari kebutuhan pasien.
3. Menormalkan kadar ureum dan kreatinin darah yang tinggi.
4. Meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah.
5. Memberikan makanan dalam bentuk bubur melalui oral agar mudah
dicerna dan mempercepat proses penyembuhan pasien.
Syarat Diet 1. Energi cukup, yaitu 35 kkal/kgBBI. Kebutuhan energi pasien sebesar
1.935,5 kkal diberikan bertahap 80% sehingga energi diberikan 1.548, 4
kkal.
2. Protein rendah, yaitu 0,75 gram/kgBBI. Kebutuhan protein pasien sebesar
41,5 gram diberikan 80% menjadi 33,2 gram.
3. Lemak cukup, yaitu 25% dari total kebutuhan kalori. Kebutuhan asupan
lemak pasien sbesar 43 gram, diberikan bertahap 80% menjadi 34, 4 gram.
4. Karbohidrat cukup, yaitu sisa kalori energi dikurangi kalori protein dan
lemak. Kebutuhan karbohidrat pasien 346 gram diberikan bertahap sebesar
80% sehingga menjadi 276,8 gram.
5. Vitamin dan mineral cukup, sesuai kebutuhan pasien, yaitu:
a. Zat besi : 12 mg (pasien mengalami anemia)
b. Natrium : 1200 mg (tekanan darah pasien tinggi)
(Sumber: AKG, 2019)
6. Makanan diberikan dalam bentuk lunak/bubur.
7. Tidak merangsang saluran cerna dan mudah diserap.

29 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
8. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
9. Cairan dibatasi, yaitu sejumlah urine selama 24 jam ditambah 500-750 ml.
Bentuk Makanan Lunak/Bubur
Jalur Pemberian Oral/Mulut
Frekuensi Makan 3 kali makan utama dan 2 kali makan selingan
Kebutuhan Zat Data Personal
Gizi 1. Umur: 51 tahun
2. JK : Perempuan
3. BBI : 55,3 kg
4. TB estimasi 155,3 cm
Kebutuhan Energi ¿ 35 kkal/kgBBI
¿ 35 kkal x 55,3 kg
¿ 1.935,5 gram

Kebutuhan Protein :
¿ 0,75 gram/kgBBI
¿ 0,75 gram x 55,3 kg
¿ 41, 5 gram
Kebutuhan Lemak :
Total kalori
¿ 25 % x
9 kkal /gram
1.935,51 kkal
¿ 25 % x
9 kkal /gram
¿ 43 gram

Kebutuhan Karbohidrat :
Total kalori ( kkal )−( kalori protein+ kalori lemak )
¿
4
1.935,5 kkal−( 166 kkal+387 kkal )
¿
4 kkal/gram
1.382,5
¿
4 gram
¿ 346 gram
Implementasi Jenis diet yang diberikan kepada pasien adalah diet rendah protein dengan Energi
1.935,5 kkal, Protein 41,5 gram, Lemak 43 gram dan Karbohidrat 346 gram, zat

30 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
besi 12 mg, dan natrium 1200 mg. Karena rata-rata asupan makan pasien di rs
52% (kurang), maka pasien diberikan diet secara bertahap sebesar 80%, dimana
energi menjadi 1.548, 4 kkal, protein 33,2 gram, lemak 34, 4 gram dan karbohidrat
276,8 gram, zat besi 9,6 mg, dan natrium 960 mg. Frekuensi maka pasien yaitu 3
kali makan utama dan 2 kali makan selingan dengan bentuk makanan lunak sesuai
kondisi pasien. Jadwal pemberian makan pasien adalah:

a. Makan Pagi : pukul 06.30 – 07.30 Wita


b. Snack Pagi : pukul 09.00 – 10.00 Wita
c. Makan Siang : pukul 11.30 – 12.30 Wita
d. Snack Sore : pukul 14.00 – 15.00 Wita
e. Makan Malam : pukul 17.00 – 18.00 Wita

Edukasi/Konselin 1. Tujuan :
g Gizi a. Meningkatkan pengetahuan pasien tentang terapi diet dan makanan untuk
pasien Infeksi Saluran Kemih (ISK) komplikata, dan Acquired Cystic
Kidney Disease (ACKD) untuk mempercepat proses penyembuhan.
b. Meningkatkan pemahaman pasien dan keluarganya tentang pentingnya diet
yang diberikan.
c. Meningkatkan pengetahuan pasien tentang bahan makanan yang dianjurkan
dan dibatasi sesuai dengan kondisi pasien.
d. Memotivasi pasien agar mau mengkonsumsi makanan/ diet yang diberikan
oleh rumah sakit.
2. Metode : Diskusi dan tanya jawab.
3. Materi :
1. Kebutuhan gizi untuk pasien Infeksi Saluran Kemih (ISK) komplikata dan
Acquired Cystic Kidney Disease (ACKD).
2. Makanan yang dianjurkan untuk pasien Infeksi Saluran Kemih (ISK)
komplikata dan Acquired Cystic Kidney Disease (ACKD).
3. Makanan yang tidak dianjurkan untuk pasien Infeksi Saluran Kemih (ISK)
komplikata dan Acquired Cystic Kidney Disease (ACKD).
4. Contoh menu dan pembagian menu dalam sehari untuk pasien Infeksi
Saluran Kemih (ISK) komplikata dan Acquired Cystic Kidney Disease

31 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
(ACKD).
4. Sasaran : Pasien dan keluarganya.
5. Jumlah Sarasan : 2 orang
6. Waktu : Konseling rencananya dilaksanakan pada tanggal 20 September
2020 selama kurang lebih 15 menit.
7. Tempat : Di Ruang Angsoka III / Kelas III RSUP Sanglah Denpasar.
8. Alat peraga : Leaflet (terlampir)
9. Evaluasi : Evaluasi yang dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan
kembali kepada pasien atau menanyakan kepada keluarga pasien apakah
sudah paham atau belum serta melihat antusias pasien/keluarganya dalam
bertanya mengenai materi yang diberikan.
10. Indikator keberhasilan : Pasien dan keluarga pasien mengerti dan
memaham terhadap materi yang disampaikan.

4. Rencana Monitoring Dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi bertujuan untuk menentukan parameter yang akan


dimonitor dan di evaluasi terkait kasus

Parameter Target/Tujuan Evaluasi Tindak Lanjut


Asupan Meningkatkan asupan Mempertahankan Memberikan asupan sesuia
makan hingga 80% dalam asupan kebutuha secara bertahap yaitu
1 minggu 80% dengan memperhatikan
kondisi pasien

Antropometri Berat badan mencapai BBI Memonitoring Memberikan konseling gizi


dan status gizi normal perubahan berat tentang diet dan memotivasi
berdasarkan IMT dan badan dan LiLA pasien untuk menjalankan diet
LiLA pasien yang diberikan

32 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
Meningkatkan kadar Memonitoring Memberikan asupan makanan
hemoglobin mencapai kadar hemoglobin tinggi zat besi dengan
13,5-17,5 g/dl dalam 1 darah memperhatikan bahan makanan
minggu yang dianjurkan dan tidak
dianjurkan kepada pasien

Menurunkan/menormalka Memonitoring Memberikan diet rendah protein


n kadar kadar BUN hingga kadar BUN agar kadar BUN dapat mencapai
mencapai BUN : 6-21 normal
Biokimia mg/dl dalam 1 minggu

Menurunkan/menormalka Memonitoring Memberikan diet rendah protein


n kadar kreatinin hingga kadar kreatinin agar kadar kreatinin dapat
mencapai Kreatinin : < 1,5 mencapai normal
mg/dl dalam 1 minggu

Fisik/Klinis Lemas berkurang Memonitoring Mengkoordinasikan dengan


Sesak nafas setiap hari tenaga kesehatan lainnya untuk
berkurang/hilang bekerja sama dalam memantau
Nyeri tenggorokan fisik klinis pasien
berkurang
TD 140/90 mmHg
mencapai normal

Sikap dan Perilaku pasien dapat Memonitoring Memberikan edukasi/konseling


Perilaku mengalami perubahan setiap hari gizi untuk meningkatkan
yang lebih baik serta pemahaman tentang diet dan
pasien memahami diet memberikan motivasi kepada
yang diberikan pasien untuk melaksanakan diet
yang diberikan

33 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
Berikut ini tabel monitoring dan evaluasi dengan ADIME I kali sesuai
dengan kondisi saat pasien masuk kerumah sakit setelah dilakukan pengkajian
gizi:
Monitoring Dan Evaluasi Dengan ADIME I Kali

Waktu ADIME Hasil Monitoring


Setiap hari Antropometri Antropometri :
 Lila : 33 cm
 Demispan : 70 cm
 IMT : 27 kg/m2
 BB : 64 kg
 BBI : 55,3 kg
Hasil Pemeriksaan Biokimia :
 Hgb : 9,82 g/dl (rendah)
 BUN : 36,5 mg/dl (tinggi)
 Kreatinin : 1,53 mg/dl (tinggi)
Hasil Pemeriksaan fisik/klinis :
 Lemas
 Sesak nafas
 Nyeri tenggorokan
 TD 140/90 mmHg
Tingkat Konsumsi di RS :
Perbandingan Energi Protein Lemak KH
kkal gram gram gram
Asupan di rs 903,3 24,94 26,46 137,52
Kebutuhan pasien 1.935,5 41,5 43 346
Tingkat konsumsi 47% 60% 61% 40%
Kategori Kurang Kuran Kurang Kurang
g
Setiap hari Diagnosa gizi Domain intake :
 Asupan oral di rumah sakit tidak adekuat
Domain klinis :
 Terjadinya perubahan nilai laboratorium terkait gizi
 Kelebihan berat badan/overweight
34 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
Domanin behavior:
 Pemilihan makanan yang salah
Setiap hari Intervensi Diet diberikan di RS bertahap 80% :
Energi : 1.548,4 kkal
Protein : 33,2 gram
Lemak : 34,4 gram
KH : 276,8 gram
Setiap hari Monitoring dan Monitoring :
Evaluasi  Asupan
 Antropometri
 Biokimia terkait gizi
 Fisik klinis
 Sikap dan perilaku
Intervensi yg diberikan :
 Jenis diet : rendah protein
 Rute : oral
 Bentuk makanan : lunak
 Frekuensi 3x makan utama dan 2x selingan
 Kebutuhan zat gizi sesuai perhitungan, diberikan secara
bertahap dari 52% menjadi 80%, yaitu:
Energi 1.548,4 kkal, protein 33,2 gram, lemak 34,4 gram dan
karbohidrat 276,8 gram
 Edukasi/konselig gizi kepada pasien dan keluarga
pasien terkait diet yang diberikan di rs dan penyakit
yang diderita pasien

35 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pasien masuk rumah sakit RSUP Sanglah Denpasar pada tanggal 19


September 2020 dengan keluhan sesak nafas. Selanjutnya, pasien rawat inap
di ruangan Angsoka 3. Pasien didiagnosa dokter Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Komplikata, Acquired Cystic Kidney Disease (ACKD), dan Hepatitis B
Kronis
Pada kasus ini, Ny.S merupakan seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) dengan
aktivitas fisik yang sedang. Pasien mempunyai 2 orang anak perempuan.

36 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
Suami pasien adalah seorang pedagang di pasar dengan penghasilan ± Rp.
500.000/hari. Pembayaran selama dirawat di rumah sakit menggunakan BPJS.
1. Antropometri
Data antropometri awal saat pasien baru masuk rumah sakit diketahui
dengan cara menggunakan LiLA dan Demispan karena pasien tidak bisa
ditimbang. Pengukuran LiLA diestimasi ke berat badan dan pengukuran
Demispan diestimasi ke tinggi badan. Estimasi berat badan berdasarkan LiLA
diketahui yaitu 64 kg, dan estimasi tinggi badan berdasarkan Demispan
diketahui 155,3 cm. Berdasarkan perhitungan IMT pasien didapatkan 27
kg/m2, dan didapatkan percentil lila 116%, hal ini dapat diartikan bahwa status
gizi pasien masuk dalam kategori kelebihan berat badan/overweight pada saat
masuk rumah sakit.
2. Biokimia
Hasil pemeriksaan biokimia pada saat masuk rumah sakit tanggal 19
September 2020 :
Tabel 4
Data Biokimia Pasien
Terminologi Biokimia Interpretasi
(BD 1.10.1)  Hgb : 9,82 g/dl  Rendah
(BD.1.2.1)  BUN : 36,5 mg/dl  Tinggi
(BD.1.2.7)  Kalium : 4,81 mmol/L  Normal
(BD 1.2.5)  Natrium : 135 mmol/L  Normal
(BD 1.2.2)  Kreatinin : 1,53 mg/dl  Tinggi

Identifikasi : dari hasil data pemeriksaan laboratorium terkait gizi pasien


mengalami masalah yaitu hemoglobin rendah (anemia), ureum dan kreatinin
tinggi. Terjdinya penurunan kadar hemoglobin pada pasien disebakan karena
fungsi ginjal sudah menurun maka ginjal memproduksi Epo (Eritropoietin)
juga menurun, Epo(Eritropoietin) adalah hormon pembentuk Hemoglobin,
maka Hemoglobin pasien secara otomatis akan menurun. Hal inilah yang
membuat kadar hemoglobin pasien rendah.
Kadar ureum dan kreatinin pasien tinggi disebabkan oleh tingkat konsumsi
pasien dirumah tinggi protein, sehingga asupan protein yang berlebihan inilah

37 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
yang mempengaruhi kadar ureum dan kreatinin darah menjadi meningkat serta
disebabkan juga karena pasien mengalami gangguan fungsi ginjal dan infeksi
saluran kemih yang mengganggu penyaringan dan pembuangan ureum dari
darah melalui urin akibat penyakit yang diderita pasien.
3. Fisik dan Klinis
Berdasarkan hasil pengkajian fisik/klinis pasien pada tanggal 19
September 2020 yaitu berdasarkan tekanan darah 140/90 mmHg dalam
kategori tnggi. Pada fisik klinis pasien, pasien merasa lemas, sesak nafas, dan
nyeri tenggorokan.
Tabel 5
Data Fisik/Klinis Pasien
Terminologi Fisik Klinis Interpretasi

PD 1.1  TD 140/90 mmHg  Tinggi


 Lemas  Kodisi umum tidak
 Sesak nafas normal
 Nyeri tenggorokan

Identifikasi : Ny. S mengalami sesak nafas dan tekanan darah tinggi saat
masuk rumah sakit, hal ini disebabkan kemungkinan karena penyakit yang
diderita pasien. Setelah pemberian diet dan diberikan intervensi diharapkan
tekanan darah pasien mengalami penurunan dapat mencapai tekanan darah
normal yaitu 120/90 mmHg, pasien tidak terjadi lemas lagi, aliran
nafas/respirasi pasien normal dan tidak ada gangguan pada tenggorokan,
sehingga hasil pemeriksaan fisik dan klinis pasien kembali normal sesuai
dengan yang diharapkan dan sesuai keadaan normal pasien yang semestinya.

4. Dietary History/ Riwayat Makan


Asupan makan sebelum masuk rumah sakit dihitung dengan metode Food
Frequency Questionnaire (FFQ) menunjukkan asupan energi 2.763 kkal,
asupan protein 125 g, asupan lemak 83 g dan asupan karbohidrat 463 g.
Sedangkan kebutuhan pasien dirumah yang dihitung dengan rumus du bois,

38 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
didapatkan bahwa kebutuhan energi 1.898 kkal, protein 71 g, lemak 53 g dan
karbohidrat 285 g. Jika dibandingkan antara asupan makan pasien dirumah
dengan kebtuuhan pasien di rumah didapatkan tingkat konsumsi pasien di rumah
yaitu energi 145 %, protein 176 %, lemak 157 % dan karbohidrat 162 % (rata-rata
asupan 160%, asupan pasien selama dirumah kategori lebih. Sehingga kebiasaan
makan pasien dirumah yang berlebihan inilah yang juga mempengaruhi status
gizi pasien, sehingga menyebabkan pasien berstatus gizi lebih/overweight.
Asupan makan pasien di rumah sakit didapatkan asupan energi 903,3 kkal,
asupan protein 24,94 g, asupan lemak 26,46 g dan asupan karbohidrat 137,52
g. Sedangkan kebutuhan pasien yang dihitung dengan syarat diet CKD
didapatkan bahwa kebutuhan energi 1.935,3 kkal, protein 41,5 g, lemak 43 g
dan karbohidrat 346 g. Jika dibandingkan dengan asupan yang dikonsumsi di
rumah sakit dengan kebutuhan pasien di rumah sakit didapatkan tingkat
konsumsi pasien di rumah sakit yaitu energi 47 %, protein 60%, lemak 61%
dan karbohidrat 40 % (rata-rata asupan 52% asupan kategori kurang).
Asupan makan pasien di rumah sakit yang dihitung dengan metode
comstock kurang kemungkinan disebabkan oleh keluhan-keluhan yang dialami
pasien seperti lemas, sesak nafas dan nyeri tenggorokan sehingga
mempengaruhi nafsu makan pasien. Sehingga intervensi diet yang diberikan
dengan asupan bertahap sebesar 80% dari kebutuhan pasien.

5. Rencana Intervensi Pasien di Rumah Sakit RSUP Sanglah

Tujuan pemberian diet di rumah sakit adalah memberikan makanan


sesuai kondisi pasien. Pada intervensi pasien ini diberikan energi cukup, yaitu
35 kkal/kg BBI untuk mencukupi dan memperbaiki status gizi pasien, protein
diberikan 0,75 g/kg BBI untuk menurunkan kadar BUN dan kreatinin dalam
darah serta memenuhi kebutuhan tubuh dan tidak memberatkan fungsi ginjal
dalam mencerna protein. Lemak diberikan cukup, yaitu 25% dari kebutuhan
energi total dan karbohidrat diberikan sesuai sisa persentase dari protein dan
lemak. Karbohidrat diberikan cukup agar protein tidak dipecah menjadi
energi.

39 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
Pada saat di rumah sakit diet yang diberikan kepada pasien Ny.S adalah
diet rendah protein dengan kebutuhan zat gizi diberikan secara bertahap yaitu
sebesar 80%, yaitu dengan energi 1.548,4 kkal, protein 33,2 g, lemak 34,4 g
dan karbohidrat 276,8 g. Makanan diberikan dalam bentuk makanan
lunak/bubur dengan pemberian 3 kali makan utama dan 2 kali makan selingan
dengan rute pemberian oral. Berikut tabel tingkat penerimaan pasien terhadap
makanan/diet yang diberikan oleh Rumah Sakit RSUP Sanglah.

Tabel 6
Rencana Target Tingkat Konsumsi Makanan di Rumah Sakit

Perbandingan Energi Protein Lemak KH


kkal gram Gram Gram
80% dari kebutuhan 1.548, 4 33,2 34, 4 276,8
Kebutuhan pasien 1.935,5 41,5 43 346
Tingkat konsumsi 80% 80% 80% 80%
Kategori Baik Baik Baik Baik

80-120% : baik, kategori pemenuhan asupan berdasarkan


kategori kecukupan gizi (Depkes, 1999)

Dari data diatas dapat diperoleh bahwa tingkat penerimaan pasien


berdasarkan standar rumah sakit yaitu dengan prosentase energi 47%, protein
60 %, lemak 61% dan karbohidrat 40% dengan asupan kategori kurang.
Sehingga selanjutnya direncanakan diberikan asupan bertahap lagi dengan
prosentase 80% dari kebutuhan pasien dengan memperhatikan keadaan pasien
dalam menerima diet yang diberikan, seperti yang telah dijelaskan pada tabel
diatas.
Rencana implementasi intervensi pemberian diet di rumah sakit untuk
pasien Ny.S akan diberikan diet rendah protein dengan siklus menu 3 hari.
Siklus menu 3 hari tersebut akan diimplementasikan/diberikan kepada pasien
guna untuk mempercepat proses penyembuhan pasien, data biokimia dan fisik

40 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
klinis juga diharapkan dapat membaik setelah diberikan intervensi pemberian
diet serta dilakukan monitoring dan evaluasi terkait intervensi gizi yang
diberikan.

6. Rencana Implementasi Intervensi Gizi Pemberian Diet sesuai Siklus


menu 3 Hari yang di buat
Selama pasien Ny.S dirawat dirumah sakit Sanglah Denpasar, pasien akan
diberikan asupan bertahap sebanyak 80% dari kebutuhan pasien selama di
rawat di rumah sakit. Untuk hari dirawat selanjutkan direncanakan menu 3
hari untuk pasien Ny.S yang berpedoman pada diet rendah protein. Berikut ini
tabel rencana implementasi intervensi pemberian diet dengan siklus menu 3
hari yang telah dibuat. Perencanaan menu/Siklus menu (terlampir).

Tabel 7
Rencana Implementasi Intervensi Pemberian Diet dengan Siklus
Menu 3 Hari Pasien Ny.S
%
Tgl Diet Asupan Perencaan (Perencanaan/ Interpretasi
bertahap 80% menu yang asupan

dari kebutuhan akan bertahap 80%


x 100%)
diberikan
19.09. Diet E : 1.548,4 kkal E : 1.514 kkal E: 98% E : Baik
2020 Bubur/ P : 33,2 gram P : 31 gram P: 91% P : Baik
Lunak L : 34,4 gram L :31,3 gram L: 91 % L : Baik
KH : 276,8 KH : 268 gram KH: 97% KH : Baik
gram
20.09. Diet E : 1.548,4 kkal E : 1.398 kkal E: 90% E : Baik
2020 Bubur/ P : 33,2 gram P : 33 gram P: 99% P : Baik
Lunak L : 34,4 gram L : 30,5 gram L: 87% L : Baik
KH : 276,8 KH : 261 gram KH: 94% KH : Baik
gram
21.09. Diet E : 1.548,4 kkal E : 1.406 kkal E: 91 % E : Baik
2020 Bubur/ P : 33,2 gram P : 33 gram P: 99 % P : Baik

41 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
Lunak L : 34,4 gram L : 30 gram L: 87% L : Baik
KH : 276,8 KH : 275 gram KH: 99% KH : Baik
gram

7. Rencana Implementasi Inervensi Pemberian Diet Hari ke I

Tabel 8
Rencana Intervensi Hari Ke-I
%
(Perencanaan/
Asupan bertahap Perencaan asupan Interpretasi
80% dari menu yang bertahap 80%
kebutuhan akan diberikan x 100%)

E : 1.548,4 kkal E : 1.514 kkal E: 98% E : Baik

P : 33,2 gram P : 31 gram P: 91% P : Baik

L : 34,4 gram L : 31,3 gram L: 91% L : Baik

KH : 276,8 gram KH : 268 gram KH: 97% KH :Baik

Berdasarkan tabel diatas dengan rencana intervensi gizi pemberian diet


(perencanaan menu yang akan diberikan) pada hari ke-I tingkat asupan Energi
sebesar 1.514 kkal, protein 31 gram, lemak 31,3 gram dan karbohidrat 268
gram. Jika dibandingkan dengan 80% dari kebutuhan pasien maka, prosentase
asupan rencana intervensi adalah energi 98%, protein 91%, lemak 91% dan
karbohidrat 97%. Asupan kategori baik.

8. Rencana Implementasi Intervensi Pemberian Diet Hari ke II

42 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
Tabel 9
Rencana Intervensi Hari Ke-II
%
(Perencanaan/
Asupan bertahap Perencaan asupan Interpretasi
80% dari menu yang bertahap 80%
kebutuhan akan diberikan x 100%)

E : 1.548,4 kkal E : 1.398 kkal E: 90% E : Baik

P : 33,2 gram P : 33 gram P: 99% P : Baik

L : 34,4 gram L : 30,5 gram L: 87% L : Baik

KH : 276,8 gram KH : 261 gram KH: 94% KH :Baik

Berdasarkan tabel diatas dengan rencana intervensi gizi pemberian diet


(perencanaan menu yang akan diberikan) pada hari ke-II tingkat asupan
Energi sebesar 1.398 kkal, protein 33 gram, lemak 30,5 gram dan karbohidrat
261 gram. Jika dibandingkan dengan 80% dari kebutuhan pasien maka,
prosentase asupan rencana intervensi adalah energi 90%, protein 99%, lemak
87% dan karbohidrat 94%. Asupan kategori baik.

9. Rencana Implementasi Inervensi Pemberian Diet Hari ke III

Tabel 10
Rencana Intervensi Hari Ke-III

%
(Perencanaan/
Asupan bertahap Perencaan asupan Interpretasi
80% dari menu yang bertahap 80%
kebutuhan akan diberikan x 100%)

43 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
E : 1.548,4 kkal E : 1.406 kkal E: 91% E : Baik

P : 33,2 gram P : 33 gram P: 99% P : Baik

L : 34,4 gram L : 30 gram L: 87% L : Baik

KH : 276,8 gram KH : 275 gram KH: 99% KH :Baik

Berdasarkan tabel diatas dengan rencana intervensi gizi pemberian diet


(perencanaan menu yang akan diberikan) pada hari ke-III tingkat asupan
Energi sebesar 1.406 kkal, protein 33 gram, lemak 30 gram dan karbohidrat
275 gram. Jika dibandingkan dengan 80% dari kebutuhan pasien maka,
prosentase asupan rencana intervensi adalah energi 91%, protein 99%, lemak
87% dan karbohidrat 99%. Asupan kategori baik.
10. Rencana monitoring dan Evaluasi Pasien
Rencana monitoring dan evaluasi yang dilakukan pada pasien yaitu
monitoring evaluasi asupan pasien di rumah sakit, data antropometri pasien
yaitu berat badan dan LiLA, data biokimia yaitu kadar hemoglobin, BUN dan
kreatinin, data fisik klinis yaitu lemas, nyeri tenggorokan, sesak nafas dan
tekanan darah pasien, serta monitoring evaluasi sikap dan perilaku pasien
terhadap makanan dan zat gizi guna menunjang kesembuhan pasien.
Diharapkan monitoring dan evaluasi pada pasien setelah dilakukan intervensi
gizi dapat berhasil sehingga proses asuhan gizi berjalan sesuai yang
diharapkan.
Berikut ini tabel monitoring dan evaluasi dengan ADIME I kali sesuai
dengan kondisi saat pasien masuk kerumah sakit setelah dilakukan pengkajian
gizi:
Tabel 11
Monitoring Dan Evaluasi Dengan ADIME I Kali

Waktu ADIME Hasil Monitoring


Setiap hari Antropometri Antropometri :
 Lila : 33 cm

44 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
 Demispan : 70 cm
 IMT : 27 kg/m2
 BB : 64 kg
 BBI : 55,3 kg
Hasil Pemeriksaan Biokimia :
 Hgb : 9,82 g/dl (rendah)
 BUN : 36,5 mg/dl (tinggi)
 Kreatinin : 1,53 mg/dl (tinggi)
Hasil Pemeriksaan fisik/klinis :
 Lemas
 Sesak nafas
 Nyeri tenggorokan
 TD 140/90 mmHg
Tingkat Konsumsi di RS :
Perbandingan Energi Protein Lemak KH
kkal gram gram gram
Asupan di rs 903,3 24,94 26,46 137,52
Kebutuhan pasien 1.935,5 41,5 43 346
Tingkat konsumsi 47% 60% 61% 40%
Kategori Kurang Kuran Kurang Kurang
g
Setiap hari Diagnosa Domain intake :
 Asupan oral di rumah sakit tidak adekuat
Domain klinis :
 Terjadinya perubahan nilai laboratorium terkait gizi
 Kelebihan berat badan/overweight
Domanin behavior:
 Pemilihan makanan yang salah
Setiap hari Intervensi Diet diberikan di RS bertahap 80% :
Energi : 1.548,4 kkal
Protein : 33,2 gram
Lemak : 34,4 gram
KH : 276,8 gram
Setiap hari Monitoring dan Monitoring :

45 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
Evaluasi  Asupan
 Antropometri
 Biokimia terkait gizi
 Fisik klinis
 Sikap dan perilaku
Intervensi yg diberikan :
 Jenis diet : rendah protein
 Rute : oral
 Bentuk makanan : lunak
 Frekuensi 3x makan utama dan 2x selingan
 Kebutuhan zat gizi sesuai perhitungan, diberikan secara
bertahap dari 52% menjadi 80%, yaitu:
Energi 1.548,4 kkal, protein 33,2 gram, lemak 34,4 gram dan
karbohidrat 276,8 gram
 Edukasi/konselig gizi kepada pasien dan keluarga
pasien terkait diet yang diberikan di rs dan penyakit
yang diderita pasien

11. Rencana Edukasi/Konseling Gizi Pada Pasien


Selain rencana intervensi diet yang direncanakan, pasien juga akan
diberikan edukasi gizi/konseling gizi. Edukasi/konseling gizi merupakan
serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi dua arah untuk
meningkatkan pengertian, sikap dan perilaku sehingga pasien mengenali dan
mengatasi masalah gizi melalui pengaturan makanan dan minuman.
Rencana intervensi edukasi/konseling gizi pada pasien dilakukan setiap
kali akan dilakukan monitoring asupan makan sebelum intervensi, saat
intervensi dan sesudah intervensi pasien dan keluarga diberikan edukasi dan
informasi. Selain dilakukan intervensi diet, pasien juga diberikan motivasi,

46 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
informasi, maupun edukasi setiap kali dilakukan monitoring selama pasien
dirawat di rumah sakit RSUP Sanglah. Hal ini dilakukan agar asupan makan
yang diharapkan mencapai 80% dari kebutuhan pasien, agar pasien mau
menghabiskan makanannya. Pemberian motivasi, edukasi dan informasi
kepada pasien sangat penting untuk memenuhi kebutuhan asupan sehari-hari
karena makanan yang disajikan di rumah sakit disesuaikan dengan kebutuhan
dan kondisi pasien.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan skrining awal yang dilakukan terhadap pasien Ny.S
didapatkan skor pasien 0, artinya risiko malnutrisi pada pasien kategori
risiko rendah, tetapi untuk pasien kondisi tertentu/diagnosa khusus yaitu
didiagnosa dokter Infeksi Saluran Kemih (ISK) Komplikata, Acquired

47 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
Cystic Kidney Disease (ACKD), dan Hepatitis B Kronis pasien harus
dikaji oleh ahli gizi, meskipun hasil skrining 0.
2. Berdasarkan data pengkajian gizi hasil antropometri pasien diketahui
bahwa IMT pasien 27 kg/m2 dan LiLA 166%, rtinya pasien mengalami
kelebihan berat badan/ overweight.
3. Berdasarkan hasil pengkajian pemeriksaan data biokimia pasien tidak
normal. Diketahui pasien mengalami gangguan seperti kadar hemoglobin
rendah, yaitu : 9,82 g/dl , BUN 36,5 mg/dl, dan kadar kreatinin tinggi yaitu
1,53 mg/dl.
4. Berdasarkan hasil pengkajian data pemeriksaan fisik klinis, diketahui
bahwa pasien mengalami tekanan darah tinggi, sesak nafas, lemas dan
nyeri tenggorokan berkaitan dengan kondisi patologis dan fisiologis
pasien.
5. Berdasarkan hasil pengkajian asupan makan/dietary history asupan makan
pasien dilihat dari data recall dengan FFQ untuk asupan dirumah diketahui
bahwa rata-rata asupan dirumah 160% dibandingkan dengan kebutuhan
pasien dirumah, yang dikategorikan asupan berlebih. Sedangkan asupan
makan pasien di rumah sakit rata-rata 52%, kategori kurang dari
kebutuhan di rumah sakit.
6. Berdasarkan hasil diagnosa gizi pasien, diketahui bahwa diagnosa yang
ditegakkan adalah domain intake yaitu asupan oral di rumah berlebih,
asupan oral di rumah sakit inadekuat, domain klinis adanya perubahan
data laboratorium terkait gizi serta status gizi overweight, dan domain
behavoir/perilaku yaitu pemilihan makanan yang salah.
7. Berdasarkan intervensi gizi, terapi gizi yang akan direncanakan yaitu
dengan pemberian asupan secara bertahap, ayitu 80% dari kebutuhan di
rumah sakit, dengan energi 1.548,4 kkal, protein 33,2 gram, lemak 34,4
gram dan karbohidrat 276,8 gram. Frekuensi pemberian 3 kali makan
utama dan 2 kali makan selingan, jalur pemberian secara oral dengan
bentuk makanan lunak dan jenis diet rendah protein dengan menyesuaikan
kondisi pasien dan penyakit pasien.
8. Rencana implementasi intervensi pemberian diet pada pasien dengan

48 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
siklus menu 3 hari dengan rata-rata kebutuhan gizi dibandingkan dengan
80% dari kebutuhan kategori baik.
9. Rencana monitoring dan evaluasi yang dilakukan pada pasien yaitu
monitoring evaluasi asupan pasien di rumah sakit, data antropometri
pasien yaitu berat badan dan LiLA, data biokimia yaitu kadar hemoglobin,
BUN dan kreatinin, data fisik klinis yaitu lemas, nyeri tenggorokan, sesak
nafas dan tekanan darah pasien, serta monitoring evaluasi sikap dan
perilaku pasien terhadap makanan dan zat gizi guna menunjang
kesembuhan pasien. Diharapkan monitoring dan evaluasi berhasil dan
keadaan pasien membaik.

B. Saran
1. Asupan makan pasien harus tetap dipantau sesuai diet yang diberikan agar
mempercepat proses penyembuhan pasien.
2. Untuk pasien diharapkan mampu memperhatikan makanan yang
dikonsumsi setelah pulang dari rumah sakit dan menyesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan aktifitas pasien.
3. Diharapkan pasien dapat mengikuti anjuran dari ahli gizi agar kesehatan
pasien dapat membaik.

DAFTAR PUSTAKA

Apriani, Muhammad Yashir. 2019. Variasi Bakteri pada Penderita Infeksi Saluran
Kemih.Dalam:https://jurnal.poltekkes-kemenkes
bengkulu.ac.id/index.php/jmk/article/download/441/261. Diakses pada
tanggal 05 Oktober 2020.

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V.  Jakarta:
Interna Publishing.

49 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
Berry, David. (2003). Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Coyle, E. A. & Prince, R. A., 2005, Urinary Tract Infection and Prostatitis, in 7th
Edition, The McGraw Hill Comparies, Inc., USA.

Darsono, V.P., Mahdiyah, D. dan Sari. M. 2016. Gambaran Karakteristik ibu


hamil yang mengalami infeksi saluran kemih (ISK) di wilayah kerja
Puskesmas Pekauman Banjarmasin. Jurnal Dinamika Kesehaan Vol. No.1
Juli 2016.

Depkes. (2013). Pedoman PGRS Pelayanan Gizi Rumah Sakit.  Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI.

Guideline. 2015. Infeksi Saluran Kemih


Dalam:(http://103.139.98.4/iaui/GL%20ISK%202015%20fix.pdf).Diakses
pada tanggal 02 Oktober 2020.

Hardjoeno, H. dan Fitriani. 2007. Substansi dan Cairan Tubuh. Makasar :


Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin.

Ikatan Ahli urologi Indonesia (IAUI), 2015, Guideline Penatalaksanaan Infeksi


Saluran Kemih dan Genitalia Pria 2015 edisi 2, Ikatan Ahli Urologi
Indonesia, Surabaya, 3.

Johnson, Richard J, John Feehally, & Jurgen Floege. 2010. Comprehensive


Clinical Nephrology Fifth Edition. Canada: Elsevier Saunders.

Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang


Kemenkes RI.

Kresno Boedina S. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi 4.


Jakarta : FKUI ; 2003.

Lestari, Dwi Puji. dan Lina, Liza Fitri. 2019. Analisis Kejadian Infeksi Saluran
Kemih Berdasarkan penyebab Pada Pasien Di Poliklinik Urologirsud Dr.
M. Yunus Bengkulu. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu
Volume 07, Nomor 01, April 2019.
Mustofa S, Kurniawaty E. 2013. Manajemen gangguan saluran serna : Panduan
bagi dokter umum. Bandar Lampung: Aura Printing & Publishing.
hlm.272-7.

National Kidney Foundation, 2002. Association of Level of GFR with Indices of


Functioning and Well being. New York: National Kidney Foundation,
(online)Dalam:
(http://www.kidney.org/professionals/Kdoqi/guidelines_ckd/p6_comp_g12
.htm,) (Diakses 2 Oktober 2020).

50 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
Radji, Maksum.,2015. Imunologi dan Virologi (edisi revisi). ISFI Penerbitan.
Jakarta.

Setiati. 2014. Ilmu Penyakit Dalam Buku Ajar Edisi VI Jilid II. Jakarta Barat
:Interna Publishing.

Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III
Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam. 2009 ; 2773-2779.

Suharyanto, T & Madjid, A, 2009, Asuhan Keperawatan Pada klien dengan


Gangguan Sistem Perkemihan, Jakarta: TIM.

Suharyanto, T dan Abdul Madjid. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
gangguan system perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.

Sukandar, Enday., 2014, Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa, dalam Siti Setiati,
dkk., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Edisi VI, Internal Publishing,
Jakarta, 2129.

Thedja MD. 2012. Genetic diversity of hepatitis B virus in Indonesia:


Epidemiological and clinical significance. Jakarta: DIC creative.

Tjay, T.H., & Rahardja, K., 2007, Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya, Edisi keenam, Cetakan Pertama, 65, Penerbit PT.
Elex Media Komputindo Kelompok Kompas Gramedia, Jakarta.

U.S. Department of Health and Human Services. The Health Consequences of


Involuntary Exposure to Tobacco Smoke: A Report of the Surgeon
General. Atlanta: U.S. Department of Health and Human Services; 2009.

Widoyono. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan


Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga; 2011.

Yatim F. Jakarta: 2007; Macam-Macam Penyakit Menular dan cara


Pencegahannya Jilid 2.

51 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
LAMPIRAN

A. Estimasi TB Berdasarkan Demispan (menurut Niel, 2011 dan


BAPEN)
o Diketahui : demispan pasien = 70 cm
o Ditanya : estimasi TB pasien ?
o Penyelesaian : Wanita

Tinggi (cm) = (1,35 x demispan dalam cm) + 60,8

Tinggi (cm) = (1,35 x 70 cm) + 60,8

52 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
Tinggi (cm) = 94,5 cm + 60,8

Tinggi (cm) = 155,3 cm

Berdasarkan perhitungan diperoleh tinggi badan estimasinya adalah


155,3 cm

B. Estimasi BB Berdasarkan LiLA


o Diketahui : LiLA pasien = 33 cm
o Ditanya : estimasi BB pasien ?
LiLA
o Penyelesaian : x( BBI )
LLA 90 %

Keterangan :

BBI = 90% x (TB-100) kg

BBI = 90% x (155,3 – 100) kg = 49,8 kg

LiLA 90% :

o Pria : 26,5 cm
o Wanita : 25,7 cm

LiLA 33 cm
x ( BBN ) = x 49,8 kg=64 kg
LLA 90 % 25,7 cm

Berdasarkan perhitungan diperoleh berat badan estimasinya adalah


64 kg.

C. Status Gizi Pasien Berdasarkan IMT


o Diketahui : BB = 64 kg dan TB 155,3 cm (1,553 m)
o Ditanya : IMT ?
BB(kg) 64(kg) 64( kg)
o Penyelesaian :IMT= 2
= 2
= 2
=27 kg/m2
TB(m) 1,553( m) 2,4 (m)

Berdasarkan perhitungan diperoleh IMT pasien adalah 27 kg /m 2, artinya


status gizi pasien berdasarkan IMT yaitu overweight.

53 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
D. Status Gizi Pasien Berdasarkan LiLA

LiLA 33
%LILA = x100 % = x100 % = 116 %
standar LiLA 28,5

Berdasarkan perhitungan diperoleh LiLA pasien adalah 116 %, artinya


status gizi pasien berdasarkan LiLA yaitu overweight.

E. Hasil Skrining MST Pasien Ny. S


Parameter (Skor)
1. Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yang tidak
direncanakan?
o Tidak 0 (√)
o Tidak yakin (ada tanda : baju menjadi longgar) 2 (....)
o Ya, ada penurunan BB sebanyak :
1 (....)
1– 5 kg
2 (....)
7 – 10 kg 3 (....)
11– 15 kg 4 (....)
> 15 kg
Tidak tahu berapa kg penurunannya
2. Apakah asupan makan pasien berkurang karena penurunan
nafsu makan/kesulitan menerima makanan ?
o Tidak 0 (√)
o Ya 1 (....)
Total Skor

Skor 0 = Risiko Rendah


Skor 1 = Risiko Sedang 0
Skor 2 = Pasien berisiko malnutrisi, konsul ke Ahli Gizi

Pasien dengan diagnosa khusus :


√ Ya Tidak

(DM/Kemoterapi/Hemodialisa/Geriatri/Imunitas menurun/lain-lain)
Bila skor ≥2 dan atau pasien dengan diagnosa/kondisi khusus dilaporkan
kedokter pemeriksa)

F. Hasil Recall Asupan Makan Pasien di Rumah dengan Form FFQ

Nama Makanan Frekuensi (H=Harian, Porsi Rata-rata Rata-rata


M=Mingguan, frekuensi intake
B=Bulanan, T= /hari gr/hari

54 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
Tahunan, TP=Tidak
H M B T TP URT Gram
Beras Giling 2x  - -  -  -  1,5 ctg 150 2 300
Roti Tawar Putih (sari roti)  - 3x  - -  -  1 bks 370 3/7 159,1
Ikan 3x  -  - -  -  1 ptg 40 3 120
Ayam  - 2x  - -  -  1 ptg 60 2/7 16,8
Tahu 2x  - -  -   - 1 ptg 40 2 80
Tempe 2x  - -  -   - 1 ptg 50 2 100
sayuran 3x  - -  -   - 1 gls 100 3 300
jus melon  - 2x  - -  -  1 gls 200 2/7 56
Tahu isi 3x  - -  -   - 3 ptg 50 3 300
Pisang Goreng 3x  - -  -   - 2 ptg 60 3 180
Kopi 1x  - -  -   - 1/2 gls 100 1 100

Berat Energi Protein Lemak KH


Bahan Makanan
(gr) kkal gram gram gram
Beras Giling 300 1080 20,4 2,1 236,7
Roti Tawar Putih (sari roti) 159,1 394,57 12,728 1,9092 79,55
Ikan 120 135,6 20,4 5,4 0
Ayam 16,8 50,736 3,0576 4,2 0
Tahu 80 54,4 6,24 3,68 1,28
Tempe 100 149 18,3 4 12,7
Sayuran 300 108,7 6,85 1,9 19,66
Jus melon 56 15,68 0,28 0,112 3,864
Tahu isi 300 327,78 31,67 9,692 37,504
Pisang Goreng 180 302 4,7 0,45 71,8
Kopi 100 36,4 0 0 0
Minyak 50 108,4 0 50 0
Total Asupan Pasien di Rumah 2.763 125 83 463

G. Perhitungan Kebutuhan Pasien di Rumah dengan Rumus Du Bois

1. Kebutuhan Energi

BMR

Perempuan = 0,9 kkal x BBI (kg) x 24 jam

= 0,9 kkal x 55,3 kg x 24 jam = 1.194,5 kkal (A)

Koreksi tdr = 0,1 x 8 jam x BBI (kg)

55 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
= 0,1 x 8 jam x 55,3 kg = 44 ,24 kkal (B) -

= 1.150,3 kkal (C)

Aktivitas = 50% (sedang) x BMR (A)

= 50% x 1.150,3 kkal = 575,15 kkal (D) +

= 1.725,45 kkal (E)

SDA = 10% x (E Kalori)

= 10% x 1.725,45 kkal = 172,545 kkal (F) +

= 1.898 kkal

Kebutuhan kalori pasien di rumah 1.898 kkal

2. Protein
15 % ×total kkal/hari
Kebutuhan Protein ¿
4 kkal
20 % ×1.898 kkal
=
4 kkal
= 71 gram
3. Lemak
25 % ×total kkal/hari
Kebutuhan Lemak ¿
9 kkal
25 % ×1.898 kkal
= 9 kkal
= 53 gram
4. Karbohidrat
60 % ×total kkal/hari
Kebutuhan KH ¿
4 kkal
60 % ×1.898 kkal
=
4 kkal
= 285 gram

H. Siklus Menu 3 Hari Pasien (Rencana Implementasi Intervensi


Pemberian Diet)

56 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
Menu Hari I
Rencana Implementasi Intervensi Gizi Pemberian Diet

Protein
Bahan Energ
Waktu Menu Berat Nabat LEMAK HA
Makanan i Hewani
i
Beras giling 50 180 0 3,4 0,35 39,45
Bubur Ayam Ayam 15 60,4 3,64 0 5 0
07.30 isi Bayam Bayam 50 18 0 1,75 0,25 3,25
Wita
Minyak wijen 5 45,1 0 0 5 0
Buah Semangka 100 28 0 0,5 0,2 9,4
Sub Total 331,5 3,64 5,65 10,8 49,6
10.00 Puding Maizena 35 120,1 0 0,105 0 29,75
Wita Maizena
Gula pasir 20 72,8 0 0 0 18,8
Sub Total 158,6 0 0,075 0 40,05
Beras giling 65 234 0 4,42 0,455 51,29
Bubur Wortel
Wortel 100 42 0 1,2 0,3 9,3
13.00
Peper Telur Ikan segar 10 28,25 4,25 0 1,125 0
Wita
Ikan
Telur ayam 15 40,5 3,2 0 2,875 0,175
Tempe Rebus Tempe 10 37,25 0 4,575 1 3,175
Buah Pepaya 100 46 0 0,5 0 12,2
Sub Total 460 6,6 9,78 10,33 75,5
Roti putih 40 99,2 0 3,2 0,48 20
16.00 Roti Mentega
Wita Alpukat Mentega 10 72,5 0,05 0 8,16 0,14
Alpukat 25 21,25 0 0,225 1,625 1,925
Sub Total 156,7 0,025 3,425 6,185 22
Bubur Beras giling 65 234 0 4,42 0,455 51,29
Hati Ayam 10 27,2 3,94 0 0,64 1,2
18.00 Gadon Tahu
Tahu 10 17 0 1,95 1,15 0,4
Wita Ati Ayam
Minyak wijen 5 45,1 0 0 5 0
Sup jagung Jagung muda 50 64,5 0 2,05 0,65 15,15
Buah Pisang ambon 50 49,5 0 0,6 0,1 12,9
Sub Total 433,9 3,94 8,63 7,765 80,86
Total Asupan 1541 31 31,3 268
80% dari Kebutuhan 1.548 33,2 34, 4 276,8
% 98% 91% 91% 97%
Interpretasi Baik Baik Baik Baik

57 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
Menu Hari Ke-II
Rencana Implementasi Intervensi Gizi Pemberian Diet

Protein
Wakt
Menu Bahan Makanan Berat Energi Hewan Nabat LEMAK HA
u
i i
Bubur Beras giling 50 180 0 3,4 0,35 39,45
Ikan segar 20 22,6 3,4 0 0,9 0
Pepes Ikan
07.30 Kemangi 25 11,5 0 1 0,125 2,225
Kemangi
Wita Minyak jagung 5 45,1 0 0 5 0
Tim Tempe Tempe 15 22,35 0 2,745 0,6 1,905
Buah Jeruk manis 100 45 0 0,9 0,2 11,2
Sub Total 326,55 3,4 8,045 7,175 54,78
Biskuit Biscuit 20 91,6 0 1,38 2,88 15,02
10.00
Tomat masak 75 15 0 0,75 0,225 3,15
Wita Jus Tomat
Gula pasir 20 72,8 0 0 0 18,8
Sub Total 179,4 0 2,13 3,105 36,97
Bubur Beras giling 65 234 0 4,42 0,455 51,29
Hati Ayam 15 20,4 2,955 0 0,48 0,9
Tumis Hati ayam
13.00 Minyak jagung 5 45,1 0 0 5 0
Wita Sup Buncis Bola Buncis 75 26,25 0 1,8 0,15 5,775
Tahu Tahu 20 13,6 0 1,56 0,92 0,32
Buah Semangka 100 28 0 0,5 0,2 6,9
Sub Total 363,95 2,955 7,89 6,975 65,1
Tepung beras 25 91 0 1,75 0,125 20
16.00
Nagasari Pisang raja 20 24 0 0,24 0,04 6,36
Wita
Gula pasir 15 54,6 0 0 0 14,1
Sub Total 169,6 0 1,99 0,165 40,46
18.00 Bubur Beras giling 65 234 0 4,42 0,455 51,29
Wita
  Ayam sisir ayam 10 30,2 1,82 0 2,5 0
  Wortel 50 21 0 0,6 0,15 4,65
  Cah Wortel
Minyak jagung 5 45,1 0 0 5 0
  Buah Pepaya 100 46 0 0,5 0 12,2
Sub Total 376,3 1,82 5,52 8,105 68,14
Total Asupan 1398 33 30,5 261
80% dari Kebutuhan 1.548 33,2 34,4 276,8
% 90% 99% 87% 94%
Interpretasi Baik Baik Baik Baik

58 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
Menu Hari Ke-III
Rencana Implementasi Intervensi Gizi Pemberian Diet

Protein
Energ LEMA
Waktu Menu Bahan Makanan Berat Nabat HA
i Hewani K
i
Bubur Beras giling 50 180 0 3,4 0,35 39,45
Ayam Suwir Ayang tanpa kulit 10 30,2 1,82 0 2,5 0
07.30 Wortel 50 21 0 0,6 0,15 4,65
Wita Sup Wortel Tahu Tahu 10 6,8 0 0,78 0,46 0,16
Minyak jagung 5 45,1 0 0 5 0
Buah Pisang ambon 50 49,5 0 0,6 0,1 12,9
Sub Total 332,6 1,82 5,38 8,56 57,16
Tepung beras 25 91 0 1,75 0,125 20
10.00 Bubur Sumsum
Gula aren 20 73,6 0 0 0 19
Wita
Teh Tawar Teh 10 13,2 0 1,95 0,07 6,78
Sub Total 177,8 0 3,7 0,195 45,78
Beras giling 65 234 0 4,42 0,455 51,285
Bubur Bayam
Bayam 75 27 0 2,625 0,375 4,875
13.00 Telur Rebus Telur ayam 10 16,2 1,28 0 1,15 0,07
Wita Tempe 10 14,9 0 1,83 0,4 1,27
Tumis Tempe
Minyak jagung 5 45,1 0 0 5 0
Buah Pepaya 100 46 0 0,5 0 12,2
Sub Total 383,2 1,28 9,375 7,38 69,7
Maizena 15 51,45 0 0,045 0 12,75
16.00 Semangka 50 14 0 0,25 0,1 3,45
Puding Buah
Wita Gula pasir 20 72,8 0 0 0 18,8
Gelatin 3 11,67 0 2,73 0 0
Sub Total 149,92 0 3,025 0,1 35
Bubur Beras giling 65 234 0 4,42 0,455 51,285
Pepes ati ayam Hati ayam 10 13,6 1,97 0 0,32 0,6
18.00 Tahu 50 13 0 0,3 0,05 3,35
Wita Tumis tahu labu
Labu siam 10 6,8 0 0,78 0,46 0,16
siam
Minyak jagung 5 45,1 0 0 5 0
Buah jeruk manis 100 46 0 0,5 0 12,2
Sub Total 362 1,97 6,49 6,505 67,715
Total 1.406 33 30 275
80% dari Kebutuhan 1.548 33,2 34,4 276,8
% 91% 99% 87% 99%
Interpretasi Baik Baik   Baik Baik

59 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
60 | L a p o r a n K a s u s L a n j u t R u a n g I n t e r n a
PEMBAGIAN MAKAN
DALAM SEHARI
Contoh Menu

Nasi/Bubur ISK DAN ACKD


Waktu

Pagi
Bahan
Nasi/bubur
Berat
100 gram
URT
1 centong

Telur ceplok Lauk Hewani


INFEKSI SALURAN 50 gram
KEMIH1 (ISK)
butir
&
Setup Wortel Lemak/miny 5 gram ½ sdm
ACQUIRED CYSTIC KIDNEY
ak
n DISEASE (ACKD)
Sayuran 50 gram ½ gls

Buah 100 gram 1 ptg sdg


Roti Selai Madu Roti 40 gram 2 iris

Snack Madu 10 gram 2 sdm

Nasi/bubur 100 gram 1 centong

Lauk Hewani 50 gram 1 ptg sdg


Nasi/Bubur
Sayuran 50 gram ½ gls
Ayam Suwir Kuning Siang
Minyak 10 gram 1 sdm
Cah bayam Buah
Buah 100 gram 1 ptg sdg
Pepaya
Maizena 5 gram 3 sdm

Snack Gula pasir 20 gram 2 sdm


NI MADE SINTIA ARIYUNI
Susu Bubuk 15 gram 3 sdm
P07131217001
Puding Susu Nasi 100 gram 1 centong

Maizena Malam Lauk Hewani 50 gram 1 ptg sdg

Sayuran 50 gram ½ gls

Lemak/miny 10 gram 1 sdm


Nasi/Bubur ak
Pepes Ikan Buah 100 gram 1 ptg sdg
kemangi
Tumis Buncis
Buah Jeruk
Pengertian
ISK dan
ACKD PENYEBA
Infeksi Saluran Kemih (ISK) B
adalah ap
Energi cukup, untuk mencapai kebutuhan normal
Protein rendah. Utamakan nilai biologis tinggi (telur, daging, ikan,
penyakit infeksi yang disebabkan oleh
PENYEBAB ISK dll)
Lemak cukup
tumbuhnya mikroorganisme di dalam saluran
 ISK disebabkan oleh Karbohidrat cukup
kemih.
berbagai jenis mikroba Maknan tidak merangsang saluran cerna
seperti bakteri, virus dan Bentuk makanan untuk mudah dicerna
Porsi kecil tapi sering
Acquired Cystic Kidney Disease (ACKD) jamur. Penyebab paling
sering adalah bakteri
adalah pembentukan kista ginjal pada pasien
Escherichia coli.
dengan penyakit ginjal, yang tidak memiliki
Makanan Yang Tidak Dianjurkan ! X
PENYEBAB ACKD
riwayat kista keturunan. Hindari/batasi :
Penyebab ACKD adalah
 Kacang-kacangan dan olahannya (tahu, tempe, kacang ijo,

kista ginjal lokal, dan dll) kelapa, santan, minyak kelapa, mentega dan margarin
tinggi lmak hewani.
hemodialisis ginjal
Sayuran dan buah tinggi kalium apabila mengalami
(sekitar 90% dari orang- hiperkalemia (seledri, bit, anggur, pisang, dll)
orang yang dialisis
GOLONGAN I (Sumber GEJALA
Karbohidrat) GOLONGAN II (Sumber Protein Hewani)akhirnya
ISK dan ACKD Hati Ayam
mengidap
30 1 bh sdg Pr+
Bahan makanan ini umumnya digunakan sebagai
ACKD).
Umumnya digunakan sebagai lauk. Menurut Hati Babi 35 1 ptg sdg Ko+, Pr+
makanan pokok. Satu satuan penukar mengandung 175
Kalori, 4 g Protein dan 40 g Karbohidrat.
kandungan lemaknya, sumber protein hewani dibagi
menjadi 3 kelompok :
Hati Sapi
Otak
35
60
1
1
ptg sdg
Makanan
ptg bsr
Ko+, Pr+
Ko+,Yang
Pr+ Dianjurkan ! 
2.Rendah Lemak Telur Ayam 55 1 btr Ko+
Bahan Makanan Gram URT Ket. Satu satuan penukar mengandung : Telur Bebek Asin 50 1 Ko+ porsi kecil tapi sering (3x utama, 2-3x selingan)
btrMakan dengan
Bengkuang GEJALA
320 2 bjISK
bsr S++ 50 Kalori, 7 g Protein dan 2 g Lemak. Telur Penyu 60 2 btrSarapan ( lunak atau biasa) sesuai keadaan pasien
Bihun 501. ½Sering
gls buang air kecil Telur Puyuh 55 5 btr
Protein nilai biologik tinggi /mudah dicerna (telur, daging,
Biskuit 40 4 bh bsr Na+
Bahan Makanan Gram URT TUJUAN
Ket. DIET
Usus Sapi 50 1 ptg bsr Ko+, Pr+
2. Demam dan menggigil Babat 40 1 ptg kcl Ko+, Pr+ ikan)
Bubur Beras 400 2 gls
Cumi-cumi 45 1 ekor kcl Semua sayuran dan buah kecuali pasien hiperkalemia
Gadung 1753. Anyang-anyangan,
1 ptg S++ dll Daging Asap 1. Memberikan makanan sesuai
20 1 lembar
Ganyong 185 1 ptg S++ Daging Ayam Tanpa Kulit 40 1 ptg sdg
nan dengan
1.Tinggi Lemak
kebutuhan
dianjurkan yg mengandung kalium rendah/sedang seperti
Satu satuan penukar mengandung : bayam, buncis, wortel, pepaya, jeruk,apel, dll)
Gembili GEJALA
185 1 ACKD
ptg S++
Daging Kerbau 35 1 ptg sdg 150 Kalori, 7 g Protein, dan 13 g Lemak.
Havermout 45 5 ½ ARIYUNI
sdm S+ Dendeng Daging Sapi 15 1 ptg sdg 2. Mempertahankan berat badan Lemak tak jenuh ganda (minyak jagung, alpukat, mentega,
NI MADE SINTIA1. ACKD sering++tidak memiliki gejala awal, normal Bahan Makanan Gram URT Ket.
Jagung Segar 125 3 bj sdg S Dideh Sapi 35 1 ptg sdg margarin rendah garam)
jika kista terinfeki seseorang
Gabus mungkin
Kering 10 1 ptg kcl Bebek 45 1 ptg sdg Pr+
Kentang P07131217001
210 2 bh sdg K+
memiliki sakit- punggung, deman bahkan 3. NaMencegah/menurunkan
Belut ureum50 3 ekor kcl
Kentang Hitam 125 12 bj P Ikan Asin Kering 15 1 ptg sdg +

menggigil. Ikan Kakap 35 1/3 ekor bsr darah Corned Beef 45 3 sdm Na+
Kraker 50 5 bh bsr Daging Ayam Dengan Kulit 40 1 ptg sdg Ko+
Ikan Kembung 30 1/3 ekor sdg Daging Babi 50 1 ptg sdg Ko+
Maizena 50 10 sdm P-
Ikan Lele 40 ½ ekor sdg Ham 40 1 ½ ptg kcl Na++ Ko+,Pr+
Makaroni 50 ½ gls P- Ikan Mas 45 1/3 ekor sdg Sardencis 35 ½ ptg sdg Pr+
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KEMENKES KESEHATAN DENPASAR
PRODI GIZI DAN DIETETIKA PROGRAM
SARJANA TERAPAN GIZI

2020
1. Lemak Jenuh
GOLONGAN IV (Sayuran) GOLONGAN V (Buah-buahan dan Gula) Srikaya 50 2 bh bsr S+
Strawberry 215 4 bh bsr S++
1. Sayuran A Satu satuan penukar mengandung : Gula 13 1 sdm
Digunakan sekehendak karena sangat sedikit sekali 50 Kalori, 12 gram Karbohidrat. Bahan Makanan Gram URT Ket.
kandungan kalorinya. Madu 15 1 sdm Lemak Babi 5 1 ptg kcl
Bahan Makanan Gram URT Ket. Mentega 5 1 sdt
GOLONGAN VI (Susu)
Bahan Makanan Ket. . Bahan Makanan Ket. Anggur 165 20 bh sdg S++, K+ Santan (peras dengan air) 40 1/3 gls K+
Baligo Lettuce S+ Apel Merah 85 1 bh kcl 1. Susu Tanpa Lemak Kelapa 15 1 ptg kcl K+
Gambas (Oyong) S+ Lobak S++ Apel Malang 75 1 bh sdg S+ Satu satuan penukar mengandung : Keju Krim 15 1 ptg kcl
Jamur Kuping Segar S++ Slada S+,K+ 75 Kalori, 7 g Protein dan 10 g Karbohidrat Minyak Kelapa 5 1 sdt
Arbei 135 6 bh sdg K+
Ketimun S+,K+ Slada Air S+ Bahan Makanan Gram URT Ket. Minyak Kelapa Sawit 5 1 sdt
Belimbing 140 1 bh bsr S++, K+
Labu Air Tomat Blewah 70 1 ptg sdg S+ Susu Skim Cair 200 1 gls K+
Cempedak 45 7 bj sdg S++ Tepung Susu Skim 20 4 sdm K+
Duku 80 9 bh sdg K+ Yoghurt Non Fat 120 2/3 gls K+
2. Sayuran B GOLONGAN VIII (Makanan Tanpa Kalori)
Durian 35 2 bj bsr
Satu satuan penukar (100 gram) mengandung : + 2. Susu Rendah Lemak
25 Kalori, 5 g Karbohidrat dan 1 g Protein Jambu Air 110 2 bh bsr S  Mengandung kurang dari 5 g Karbohidrat dan kurang dari 20
Satu satuan penukar mengandung :
Jambu Biji 100 1 bh bsr K+ 125 Kalori, 7 g Protein, 10 g Karbohidrat dan 6 g Lemak Kalori tiap penukarnya.
Bahan Makanan Ket. . Bahan Makanan Ket. Jambo Bol 90 1 bh kcl S+  Bahan makanan yang ada ukuran rumah tangganya,
Jambu Monyet 80 1 bh bsr dibatasi maksimal 3 penukar sehari, tetapi jangan
Cabe Hijau Besar S ++
Sawi S+
Bahan Makanan Gram URT Ket.
dikonsumsi sekaligus karena dapat menyebabkan kenaikan
Caisim S++ Seledri S++ Jeruk Bali 105 1 ptg S+, K+ Keju 35 1 ptg kcl Na++ Ko+ kadar gula darah.
Daun Koro S+ Taoge Kc. Hijau S+,K+ Jeruk Garut 115 1 bh sdg S+, K+ Susu Kambing 165 ¾ gls K+  Bahan makanan yang tidak ada ukuran rumah tangganya
Pe-Cay S+,K+ terong S++ Jeruk Manis 110 2 bh sdg K+ Susu Kental Tidak Manis 100 ½ gls K+ dapat dikonsumsi lebih bebas.
+

Anda mungkin juga menyukai