Disusun oleh:
MUHAMMAD ROYHAN SIREGAR
12080317044
Mahasiswa
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................iv
DAFTAR SINGKATAN............................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1
1.2 Tujuan...............................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................4
2.1 Oedema Paru....................................................................................................................4
2.2 Coronary Artery Disease................................................................................................11
2.3 Gagal Ginjal Akut (AKI)................................................................................................16
2.4 Pneumania......................................................................................................................18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................................................22
3.1 Jenis Penelitian...............................................................................................................22
3.2 Waktu dan Tempat....................................................................................................22
3.3 Sampel............................................................................................................................22
3.4 Jenis Data.......................................................................................................................22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................................24
4.1 Gambaran Kasus.............................................................................................................24
4.2 Assesment Gizi...............................................................................................................24
4.3 Diagnosa Gizi.................................................................................................................29
4.4 Intervensi Gizi................................................................................................................30
4.5 Monitoring dan Evaluasi................................................................................................31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................................36
5.1 Kesimpulan......................................................................................................................36
5.2 Saran................................................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................37
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
v
DAFTAR SINGKATAN
A Assesment
BB Berat Badan
TB Tinggi Badan
g Gram
ML Makanan Lunak
RR Respiratory Rate
TD Tekanan Darah
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru (edema paru kardiogenik) atau
permeabilitas kapiler paru yang abnormal (edema paru non-kardiogenik)
Acute Kidney Injury (AKI) merupakan salah satu komplikasi serius yang
muncul pada pasien pasien kritis.AKI adalah salah satu dari kondisi patologis yang
memengaruhi struktur dan fungsi ginjal.Hal ini berkaitan erat dengan
meningkatnya angka mortalitas dan risiko untuk terjadinya chronic kidney disease
(CKD).AKI adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak yang
meliputi, namun tidak terbatas pada acute renal failure (ARF). Hal tersebut
merupakan suatu sindrom klinis yang luas yang mencakup berbagai etiologi,
termasuk penyakit ginjal tertentu (misalnya nefritis intersticial akut, penyakit ginjal
glomerulus akut dan vaskulitis); kondisi tidak spesifik (misalnya iskemia, cedera
toksik): serta patologi ekstrarenal (misalnya. azotemia prerenal, dan akut nefropati
obstruktif postrenal).Insiden AKI di dunia didapatkan bahwa 20% pasien yang
dirawat di rumah sakit mengalami AKI. Salah satu faktor risiko timbulnya AKI di
rumah sakit adalah pasien dalam kondisi sakit kritis.(Prawirohardjo, 2014)
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru yang
biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut dengan hatuk dan
disertai dengan sesak nafas disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri,
mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru
yang disertai eksudasi dan konsolidasi (Nurarif & Kusuma. 2015). Menurut Ridha
(2014) Pneumonia adalah peradangan dari parenkim paru dimana asinus terisi
dengan cairan radang dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam
dinding dinding alveoli dan rongga interstisium yang ditandai dengan batuk disertai
nafas cepat dan atau nafas sesak pada anak usia balita (Ridha, 2014). Berdasarkan
pengertian di atas dapat disimpulkan pneumonia adalah peradangan akut parenkim
paru yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut dimana asinus
terisi dengan cairan radang yang ditandai dengan batuk jantung kongestif, fibrilasi
atrium, penyakit serebrovaskular, anemia, dan insufisiensi dan disertai nafas cepat
yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan mycoplasma fungsi.( Nurarif & Kusuma,
2015).
3
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
2.1.2. Klasifikasi
4
5
2.1.3. Etiologi
3. Stadium 3.
Pada stadium 3 proses pertukaran gas sudah menjadi abnormal,
dengan hipoksemia yang berat dan seringkali bahkan menjadi
hipokapnea.Alveolar yang sudah terisi cairan ini terjadi akibat sebagian
besar saluran nafas yang besar terisi cairan berbusa dan mengandung
darah, yang seringkali dikeluarkan lewat batuk oleh pasien.Secara
keseluruhan kapsitas vital dan volume paru semakin berkurang di
bawah normal.Terjadi pirai dari kanan ke kiri pada intrapulmonary
akibat perfusi dari alveoli yang telah terisi oleh cairan.Walaupun
hipokapnea yang terjadi pada awalnya, tetapi apabila keadaan semakin
memburuk maka dapat terjadi hiperkapnea dengan asidosis respiratorik
akut apalagi bila pasien sebelumnya telah menderita penyakit paru
obstruktif kronik.
2.1.5. Patofisiologi
Edema paru terjadi akibat peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru
atau penurunan tekanan osmotic kolid.Jika tekanan hidrostatik kapiler paru
meningkat, ventrikel kiri yang terganggu membutuhkan tekanan pengisian
yang lebih tinggi untuk mempertahankan curah jantung yang adekuat,
tekanan ini dipindahkan ke atrium kiri, vena pulmonalis, dan kapiler
paru.Cairan dan zat terlarut kemudian terdorong dari kompartemen
intrvaskular ke dalam intertisium paru.Karena kelebihan beban cairan dalam
intersterium, beberapa cairan membanjiri alveoli perifer dan mengganggu
pertukaran gas. Jika tekanan osmotic koloid menurun, gaya Tarik yang
terdiri atas cairan intravascular hilang, dan tidak ada yang melawan gaya
hidrostatik. Cairan mengalir bebas ke interstium dan alveoli, menyebabkan
edema paru ( Bilotta, 2014).
Menurut Sudoyo (2006) manifestasi klinis yang muncul pada pasien
dengan edema paru berbeda-beda sesuai dengan stadium penyakit.
Dikatakan pada stage 1 distensi dan keterlibatan pembuluh darah kecil di
paru akibat peningkatan tekanan-tekanan di atrium kiri dapat memperbaiki
pertukaran udara di paru dan meningkatkan kemampuan difusi dari gas
karbon
9
monoksida. Pada keadaan ini akan terjadi sesak nafas saat melakukan
aktivitas fisik, dan disertai ronchi .
Apabila keadaan berlanjut hingga derajat berikutnya atau stage 2,
edema interstitial diakibatkan peningkatan cairan pada daerah interstitial
yang longgar dengan jaringan perivascular dari pembuluh darah besar, hal
ini akan mengakibatkan hilangnya gambaran paru yang normal secara
radiografik dari 14 pertanda vascular paru, hilangnya demarkasi dari
bayangan hilus paru dan penebalan septa interlobular (garis kerley B).
Pada derajat ini akan terjadi competes untuk memperebutkan tempat
antara pembuluh darah, saluran nafas dan peningkatan jumlah cairan di
daerah interstisium yang longgar tersebut, dan akan terjadi pengisian di
lumen saluran nafas yang kecil yang menimbulkan refleks
bronkokonstriksi. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi akan
mengakibatkan terjadinya hipoksemia yang berhubungan dengan tingkat
peningkatan tekanan bagi kapiler paru. Sehingga seringkali ditemukan
manifestasi klinis tekipnea. Pada proses yang terus berlanjut, atau
meningkat menjadi stage 3 edema paru tersebut, proses pertukaran gas
sudah menjadi abnormal, dengan hipoksemia yang berat dan seringkali
bahkan menjadi hipokapnea. Alveolar yang sudah terisi cairan ini terjadi
akibat sebagian besar saluran nafas yang besar terisi cairan berbusa dan
mengandung darah, yang seringkali dikeluarkan lewat batuk oleh
pasien.Secara kseluruhan kapsitas vital dan volume paru semakin berkurang
di bawah normal.Terjadi pirai dari kanan ke kiri pada intrapulmonary akibat
perfusi dari alveoli yang telah terisi oleh cairan. Walaupun hipokapnea yang
terjadi pada awalnya, tetapi apabila keadaan semakin memburuk maka
dapat terjadi hiperkapnea dengan asidosis respiratorik akut apalagi bila
pasien sebelumnya telah menderita penyakit paru obstruktif kronik . Dalam
hal ini terapi morfin, yang diketahui memiliki efek depresi pada pernafasan,
bila akan dipergunakan harus dengan pemantauan yang ketat.
10
terganggu dan harus bekerja sangat keras.Penyakit ini sering juga disebut
dengan istilah atherosklerosis (Suiraoka, 2012).
1. Pengobatan Farmakologi
a. Nitrat
Nitrat digunakan untuk mengatasi serangan angina dan mencegah
angina.Nitrat mengurangi kerja miokardium dan kebutuhan oksigen
melalui dilatasi vena dan arteri sehingga mengurangi preload dan
afterload.Selain itu juga dapat memperbaiki suplai oksigen miokardium
dengan mendilatasi pembuluh darah kolateral dan mengurangistenosis.
b. Aspirin
spirin dosis rendah (80 hingga 325 mg/hari) seringkali
diprogramkan untuk mengurangi risiko agregasi trombosit dan
pembentukan trombus.
c. Penyekat beta (Beta Bloker)
Obat ini menghambat efek perangsang jantung norepinefrin dan
epinefrin, mencegah serangan angina dengan menurunkan frekuensi
jantung, kontraktilitas miokardium, dan tekanan darah sehingga
menurunkan kebutuhan oksigen miokardium
d. Antagonis Kalsium
Obat ini mengurangi kebutuhan oksigen miokardium dan
meningkatkan suplai darah dan oksigen miokardium, Selain itu juga
merupakan vasodilator koroner kuat, secara efektif meningkatkan suplai
oksigen.
15
e. Anti Kolesterol
Statin dapat menurunkan resiko komplikasi aterosklerosis sebesar
30% yang terjadi pada pasien angina. Statin juga dapat berperan sebagai
anti trombotik, anti inflamasi,dll.
2. Revaskularisasi miokardium
AKI adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak yang
meliputi, namun tidak terbatas pada acute renal failure (ARF). Hal tersebut
merupakan suatu sindrom klinis yang luas yang mencakup berbagai
etiologi, termasuk penyakit ginjal tertentu (misalnya nefritis intersticial
akut, penyakit ginjal glomerulus akut dan vaskulitis); kondisi tidak spesifik
(misalnya iskemia, cedera toksik): serta patologi ekstrarenal (misalnya.
azotemia prerenal, dan akut nefropati obstruktif postrenal).Insiden AKI di
dunia didapatkan bahwa 20% pasien yang dirawat di rumah sakit
mengalami AKI. Salah satu faktor risiko timbulnya AKI di rumah sakit
adalah pasien dalam kondisi sakit kritis.
Oleh sebab itu, prevalensi AKI pada pasien kritis cukup tinggi yaitu
sekitar 50% dan sekitar 20%-30% nya membutuhkan renal replacemen
therapy (RRT) Kematian pada pasien ICU dengan AKI dilaporkan lebih
dari 50% dan akan meningkat menjadi 80 % pada pasien yang
membutuhkan. Studi di Asia menunjukkan, AKI di Asia Timur sebesar
19.4%; di Asia Selatan sebesar 7,5%, di Asia Tenggara mencapai 31.0%
Asia Tengah 9,0% dan 16,7% di Asia Barat. Sedangkan mortalitas pasien
karena AKI sebesar 36,9% di Asia Timur, 13,8% Asia Selatan dan 23,6%
pada Asia BaratEtiologi dari AKI sangat banyak tetapi secara umum dibagi
menjadi pre renal, renal dan post renal. Patofisiologi AKI meliputi
gangguan yang kompleks pada vaskular, tubular, faktor inflamasi dan
faktor-faktor lain seperti gangguan.
17
hemodinamik, infeksi serta toksin. Apabila AKI terus berlanjut maka akan
diikuti oleh pembentukan fibrosis yang berakhir dengan CKD. Sampai saat
ini belum ada terapi spesifik yang dapat mengobati AKI, maka pengenalan
dan manajemen yang dilakukan secara dinisangat dibutuhkan. Pengenalan
secara dini pasien dengan AKI dapat menghasilkan outcome yang lebik
baik daripada melakukan terapi pada AKI yang sudah ditegakkan 2
Oleh karena itu, pada artikel ini kita akan membahas mengenai deteksi dini,
manajemen awal dan pencegahan pasien pasien kritis yang mengalami AKI
supaya tidak jatuh pada kondisi CKD yang bersifat irreversibel
Penyebab AKI pada pasien kritis dapat dibagi menjadi tiga kategori
utama yaitu prerenal, renal dan pascarenal dengan etiologi yang bermacam -
macam.Etiologi prerenal biasanya.terjadi pada AKI diluar rumah sakit
(community acquired) atau didalam rumah sakit (hospital acquired). Angka
kejadian etiologi prerenal mencapai 70% dari seluruh AKI yang terjadi
diluar rumah sakit dan 40% yang terjadi didalam rumah sakit. Normalnya
ginjal menerima pasokan darah yang sangat besar sekitar 1100
mL/menit.atau sekitar 20%-25% dari curah jantung. Tujuan utama dari
tingginya aliran darah tersebut adalah menyediakan cukup plasma untuk
laju filtrasi: glomerulus yang tinggi yang dibutuhkan untuk pengaturan
volume tubuh dan konsentrasi zat terlarut secara elektif. Oleh karena itu,
penurunan aliran darah ke ginjal
<20%-25% biasanya diikuti oleh menurunnya GFR serta penurunan
keluaran air dan zat terlarut. Sehingga penurunan secara akut ini akan
menimbulkan kerusakan atau bahkan kematian sel-sel ginjal terutama sel
epitel tubulus. Jika penyebab AKI tidak dikoreksi dan hipoksia terus
terjadi lebih dari beberapa jam maka dapat berkembang menjadi AKI
prerenal.
2.4. Pneumonia
2.4.2. Etiologi
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organism
gram positif: Steptococcus pneumonia, S.aerous, dan streptococcus
pyogenesis. Bakteri gram negative seperti Haemophilus influenza,
Klebsiella pneumonia dan P.Aeruginosa. (Padila, 2013)
2. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi
droplet.Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama
pneumonia virus. (Padila, 2013)
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplamosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya
ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos. (Padila, 2013)
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia.Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Padila, 2013)
20
a. Gejala umum: Demam, sakit kepala, maleise, nafsu makan kurang, gejala
gastrointestinal seperti mual, muntah dan diare,
b. Gejala respiratorik: Batuk, napas cepat (tachypnoe/fast breathing), napas
sesak (retraksi dada/chest indrawing), napas cuping hidung, air hunger
dansianosis.Hipoksia merupakan tanda klinis pneumonia berat. Anak
pneumonia dengan hipoksemia 5 kali lebih sering meninggal dibandingkan
dengan pneumonia tanpa hipoksemia (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
BAB III
METODOLOGI
22
23
3.4. Pengamatan
24
25
*Data Primer
Kesimpulan:
Menurut Sudrajat (2017), % asupan yang dikategorikan diatas
kebutuhan jika berada pada >120%, % asupan dikategorikan normal jika
90-120%, % asupan dikategorikan defisit ringan jika pada 70-80%, %
kebutuhan dikategorikan defisit berat jika<70%.
27
4.2.4. Biokimia
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Kesimpulan:
Dari hasil pemeriksaan laboratorium pasien didapatkan Creatinin
0,9 mg/dl Ureum 95 mg/dl,dan Troponin 0,12 ng/ml.
4.2.5. Fisik dan Klinis
1. Fisik
Pasien mengeluhkan Sesak napas, nyeri di pinggang,nafsu
makan berkurang,buang air kecil teputus putus dan batuk
2. Klinik
Berdasarkan pemeriksaan klinis pada saat pengkajian tanggal
10 – 13 Oktober 2023 diperoleh hasil sebagai berikut
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Klinis
Nilai
Pemeriksaan Satuan 10 Okt 11 Okt 12 Okt 13 Okt
Normal
Kesimpulan:
29
KH = E – (P+L) /4
= 1568 – (192 + 418)
= 1568 – 610 = 958/4 = 240 g ± 10% = 281 - 343 g
3. Domain Behaviour
NB-1.1 Kurang pengetahuan terkait gizi berkaitan dengan pasien
belum pernah mendapatkan konsultasi gizi ditandai dengan OS
suka mengkonsumsi makanan pedas, mie instan, dan kopi.
2. Syarat Diet
1) Energi cukup, 1914 Kkal
4) Karbohidrat, 240 g
3. Prekripsi Diet
1) Jenis diet : Jantung III dan Rendah Protein II
4. Rencana Edukasi
Kesimpulan:
Perencanaan monitoring dan evaluasi pada parameter biokimia untuk
melihat Ureum,Creatinin,dan Troponin yang dilakukan setiap hari selama
implementasi. Perencanaan monitoring dan evaluasi pada parameter fisik
untuk melihat Sesak napas, buang air kecil terputus putus dan nyeri di
pinggang yang dilakukan pada hari terakhir implementasi. Perencanaan
monitoring dan evaluasi pada parameter klinis untuk melihat tekanan darah
yang dilakukan setiap hari selama implementasi.Perencanaan monitoring dan
evaluasi pada parameter behaviour untuk melihat pengetahuan keluarga Tn.A
mengenai diet dan pola makan pasien, yang dilakukan pada hari terakhir
implementasi.
32
4.5.1. Implementasi
Implementasi dilakukan selama 3 hari mulai tanggal 11 Oktober 2023
– 13 Oktober 2023, dimulai dari makan malam 10 Oktober 2023 sampai
makan siang 13 Oktober 2023.
1) Ahli gizi
Melakukan koordinasi dengan ahli gizi tentang cara
penentuaan kebutuhan pasien, menerjemahkan jenis diet yang
sesuai dengan kondisi pasien.
2) Pramusaji
Setelah rancangan diet dibuat,kemudian informasi jenis diet
perubahan diinformasikan kepada pramusaji ruangan agar makanan
diubah untuk pasien. Makanan akan ditimbang terlebih dahulu
sesuai dengan rancangan yang telah dibuat.
3) Keluarga Pasien
Memberitahu keluarga pasien tentang tujuan diet yang diberikan,
jumlah asupan yang diberikan, frekuensi dan waktu pemberian
makan.
Kebutuhan
1914 48 53,1 312
% asupan
55,9% 64,6% 69,7% 49,4%
Defisit
Kesimpulan Defisit berat Defisit sedang Defisit sedang
berat
*Data Primer
33
Kesimpulan:
Menurut Depkes 1999, kategori pemenuhan asupan berdasarkan
kategori kecukupan gizi (% - >120%), Defisit berat (<60%, Defisit
sedang (60-69), defisit kurang (70-79%), Defisit baik (80-120%), dan
defisit lebih (>120%). Berdasarkan hasil recall 24 jam tanggal 10
Oktober –11 Oktober diperoleh % asupan kebutuhan energy 55,9%
(defisit berat), % asupan kebutuhan protein 64,6% (defisit berat), asupan
kebutuhan lemak 69,7% (defisit berat), dan % asupan kebutuhan
karbohidrat 49,4%(Defisit berat)
Kebutuhan
1914 48 53,1 312
% asupan
43,05% 43,75% 26,41% 163,78%
Defisit
Kesimpulan Defisit berat Defisit berat Defisit berat
lebih
*Data Primer
Kesimpulan:
Menurut Depkes 1999, kategori pemenuhan asupan berdasarkan
kategori kecukupan gizi (% - >120%), Defisit berat (<60%, Defisit
sedang (60-69), defisit kurang (70-79%), Defisit baik (80-120%), dan
defisit lebih (>120%). Berdasarkan hasil recall 24 jam tanggal 11
Oktober – 12 Oktober diperoleh % asupan kebutuhan energy 43,05%
(defisit berat), % asupan kebutuhan protein 43,75% (defisit berat),
asupan kebutuhan lemak 26,41% (defisit berat), dan % asupan
kebutuhan karbohidrat 163,78% (Defisit lebih).
34
Kebutuhan
1914 48 53,1 312
Defisit
Kesimpulan Defisit berat Defisit berat Defisit berat
lebih
*Data Primer
Kesimpulan:
Menurut Depkes 1999, kategori pemenuhan asupan berdasarkan
kategori kecukupan gizi (% - >120%), Defisit berat (<60%, Defisit
sedang (60-69), defisit kurang (70-79%), Defisit baik (80-120%), dan
defisit lebih (>120%). Berdasarkan hasil recall 24 jam tanggal 12
Oktober – 13 Oktober diperoleh % asupan kebutuhan energy 36,44%
(defisit berat) % asupan kebutuhan protein 36,04% (defisit berat),
asupan kebutuhan lemak 7,53% (defisit berat), dan % asupan kebutuhan
karbohidrat 218% (Defisit lebih).
4.5.5. Fisik
Sesak napas,dan susah buang air kecil nyeri pada pinggang,dan batuk.
4.5.6. Behavior
Bertambahnya pengetahuan keluarga pasien tentang makanan yang
dianjurkan dan tidak dianjurkan setelah diberikan edukasi dan Tanya jawab
terhadap keluarga pasien.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Hasil Lab biokimia, yaitu Ureum 95 mg/dl, Creatinin 0,9 mg/dl
tinggi,Troponin 0,12 ng/ml.Setelah dilakukan monitoring dan evaluasi,
terdapat masih ada peningkatan Ureum ,Creatinin dan troponin.
2. Hasil pemeriksaan klinis, didapatkan tekanan darah didapatkan hasil 110/73
mmHg yang termasuk nomal. Setelah dilakukan monitoring dan evaluasi,
pada akhir pemeriksaan tekanan darah terdapat masih ada peningkatan.
3. Recall 1x 24 jam setelah masuk rumah sakit didapatkan hasil:
- Hari Pertama (10 Oktober – 11 Oktober 2023)
%asupan kebutuhan energy 55,9% (defisit berat), % asupan kebutuhan
protein 64,6% (defisit sedang),asupan kebutuhan lemak 69,7% (defisit
sedang), dan % asupan kebutuhan karbohidrat 49,4% (Defisit berat).
- Hari Kedua (11 Oktober – 12 oktober 2023)
%asupan kebutuhan energy 43,05% (defisit berat), % asupan kebutuhan
protein 43,75% (defisit berat),asupan kebutuhan lemak 26,41% (defisit
berat), dan % asupan kebutuhan karbohidrat 163,78% (Defisit lebih).
- Hari Ketiga (12 Oktober – 13 Oktober 2023)
%asupan kebutuhan energy 36,44% (defisit berat), % asupan kebutuhan
protein 36,04% (deficit berat),asupan kebutuhan lemak 7,53% (defisit
berat), dan % asupan kebutuhan karbohidrat 218% (Defisit lebih).
5.2 Saran
Disarankan keluarga pasien mampu memberikan perawatan yang baik
dirumah serta mampu memberikan dukungan moril dan pemulihan kesehatan.
35
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2005. Penuntun Diet. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 281 hal.
Fajar, S. A. 2019. Handbook CAGI AZURA Edisi III “BukuCatatan Ahli
Gizi Indoneisa” American Diabetes Association. 2010.
Suryani.I., N. Isdiany, dan G. A. D. Kusumayanti. 2018. Bahan Ajar Gizi Dietetik
Penyakit Tidak Menular.Kemenkes Kesehatan Republik Indonesia. 452 hal
Suharyati., S. A. B. Hartati, T. Kresnawan, Sunarti, F. Hudayani, dan F.
Darmarini.2019. Penuntun Diet Dan Terapi Gizi, Edisi 4. Buku Kedokteran
EGC: Jakarta. 403 hal
Waspadji, S. 2025. Menyusun Diet Berbagai Penyakit Berdasarkan Daftar Makanan
Penukar.Edisi ke empat. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
Antoro, M. D., & Woferst, R. (2013). Gambaran Ambaran Pemahaman Pasien
Penyakit Jantung Koroner (PJK) Dalam Penggunaan Obat Trombolitik Di
Poli Jantung RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau, Mawin Didik Antoro 1 ,
Erwin 2 , Rismadefi Woferst 3.
Nursalam,2011.Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
perkemihan.
Jana: Salemba Medika
Martini. 2010. Hubungan Tingkat Asupan Protein dengan Kadar Ureum dan Kreatini
Darah Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Surakarta:Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Abdjul, R. L., & Herlina, S. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dewasa
Dengan Pneumonia : Study Kasus. Indonesian Jurnal of Health
Development, 2(2), 102–107.
Katz MJ, Ness, S.M., 2015, Coronary Artery Disease.
36
American Heart Journal,utarobin. et al. (2019). Analisis Asuhan Keperawatan Pasien
Coronary Artery Disease Pre Coronary Artery Bypass Grafting.Jurnal
Kesehatan
37