ODONTEKTOMI
Dosen Pembimbing:
drg. Helmi Hirawan Sp. BM
Disusun Oleh:
Ghina Nurul ‘Adilah
G4B019012
Komponen
Pembelajaran Resume Diskusi
Daring
Tanda Tangan
DPJP
Gambar 1. Anatomi dan pertumbuhan gigi bungsu. Pada usia 12 tahun, sebagian
mahkota benih gigi bungsu mulai terbentuk: (1a); pada usia 14 tahun, mahkota
gigi sudah terbentuk lengkap (1b). Pada usia 17 tahun, mahkota gigi dan akar gigi
mulai terbentuk sebagian (1c) akhirnya pada usia 25 tahun, mahkota dan akar gigi
terbentuk sempurna (1d). Tampak benih gigi bungsu atas dan bawah dalam
keadaan impaksi (sumber: dimodifikasi dari American Association of Oral and
Maxillofacial Surgeon /AAOMS)
Gambar 2. Angulasi gigi impaksi. Pada gambar di atas dapat dilihat arah pertumbuhan
berdasarkan angulasi gigi impaksi. Benih gigi dapat tumbuh sebagai gigi
impaksi mesial (2a), impaksi vertikal (2b), impaksi horisontal (2c) dan
impaksi distal (2d).
Gambar 3. Erupsi gigi impaksi. Gigi bungsu dapat mengalami erupsi sebagian atau
disebut impaksi parsialis/partially/soft-tissue impacted (3a), namun benih
gigi dapat sama sekali tidak mengalami erupsi atau disebut impaksi totalis
atau totally/bony impacted (3b)
2. Komplikasi Impaksi Gigi Bungsu
Gigi bungsu impaksi, dapat terjadi tanpa gejala atau hanya menimbulkan
rasa nyeri tumpul pada rahang, yang menyebar sampai ke leher, telinga dan
daerah temporal (migrain). Hal itu terjadi akibat penekanan gigi pada nervus
alveolaris inferior yang terletak didekatnya. Gigi impaksi yang tidak ditangani
dengan baik, dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti karies dentis,
infeksi dan pembentukan kista atau tumor (Rahayu, 2014).
a. Karies Dentis
Karies dentis terjadi karena pada daerah tersebut mudah terjadi retensi sisa
makanan dan sulit dibersihkan, sehingga menyebabkan dekalsifikasi enamel
dan dentin, kemudian menyebabkan kerusakan yang luas sehingga menembus
atap pulpa. Peradangan pulpa atau pulpitis dapat terjadi akut dengan keluhan
nyeri hebat berdenyut, namun dapat pula berlangsung kronis dan keluhan nyeri
hanya muncul bila terkena rangsang dingin atau saat kemasukan makanan.
Lambat laun, pulpa gigi menjadi non-vital yang disebut gangren pulpa.
Gangren gigi bungsu dapat menjadi sumber infeksi yang kronis dan menyebar
secara hematogen ke organ tubuh lain yang jauh letaknya. Kondisi tersebut
akan berlangsung terus menerus selama gigi gangren tidak ditangani dengan
baik (Rahayu, 2014).
a b
Gambar . Karies dentis pada molar ke-dua yang terjadi karena desakan gigi bungsu
yang impaksi (a). Karies dentis pada gigi bungsu (molar ke-tiga) yang
impaksi sebagian, akibat terbentuknya celah yang terisi sisa makanan dan
sulit dibersihkan (b).
a. Infeksi Perikoronal
Pada gigi bungsu yang mengalami impaksi parsialis, operkulum menetap
dan celah dibawah operkulum menjadi tempat akumulasi debris yang menjadi
media untuk pertumbuhan kuman anaerob. Operkulum juga dapat mengalami
trauma gigitan dari molar ketiga rahang atas yang sudah erupsi sehingga terjadi
ulkus. Ulkus dapat merupakan pintu masuk kuman sehingga terjadi operkulitis
yaitu infeksi operkulum seputar korona gigi. Infeksi dapat meluas ke daerah
perikoronal yaitu seluruh mukosa sekitar korona gigi, atau disebut
perikoronitis. Gejala khas abses perikoronal berupa nyeri hebat dan trismus
parsialis bahkan totalis yaitu penderita tidak bisa membuka mulut sama sekali
akibat spasme muskulus pembuka/penutup mulut. Penderita sulit
membersihkan gigi dan mulutnya, sehingga timbul halitosis. Keadaan umum
penderita diperburuk oleh kesulitan mengunyah dan menelan. Sering tampak
pembengkakan ringan sampai sedang pada pipi yang berdekatan dengan gigi
bungsu penyebab (Rahayu, 2014).
b. Abses
Keadaan umum penderita yang menurun dapat menyebabkan abses
perikoronal mudah menjalar ke daerah peritonsilar/ parafaringeal menjadi
abses peritonsilar atau abses parafaringeal yang dapat menyumbat jalan nafas.
Obstruksi total dapat terjadi bila terjadi infeksi bilateral dan hal itu merupakan
kegawat-daruratan medik yang mengancam jiwa. Infeksi juga dapat menjalar
menjadi abses fasialis dan abses submandibularis. Abses perikoronal
selanjutnya dapat meluas menjadi selulitis masif pada ruang submandibular,
submental, sublingual yang dapat terjadi bilateral sekaligus, dan disebut
disebut angina Ludwig. Keadaan itu sangat mengancam jiwa karena dapat
terjadi sepsis, jalan nafas tersumbat, trismus totalis, sulit makan, sulit menelan,
febris dan dehidrasi berat Infeksi perikoronal dapat berlangsung terus menerus,
kronik tanpa gejala akut, tetapi menjadi fokus infeksi. Secara hematogen,
bakteri menyebar secara progresif mengikuti aliran darah menimbulkan infeksi
sistemik atau menginfeksi bagian tubuh lain seperti jantung mengakibatkan
endokarditis, ke ginjal menyebabkan nefritis, bahkan ke intrakranial menjadi
trombosis sinus kavernosus yang dapat menimbulkan kematian (Rahayu,
2014).
c. Kista
Benih gigi yang tumbuh tak sempurna juga dapat menjadi tumor. Secara
fisiologis, setiap benih gigi diselubungi oleh kantung yang akan menghilang
apabila erupsi berlangsung normal. Pada gigi impaksi totalis, kantung tersebut
dapat mengalami degenerasi kistik, menjadi kantung patologis berisi cairan,
disebut kista dentigerous atau kista folikular. Pembesaran kista pada rahang
mengakibatkan destruksi tulang. Kista juga akan menghuni dan membuat
rongga luas dalam tulang. Hal itu akan menimbulkan asimetri wajah, dan dapat
pula menyebabkan fraktur rahang patologis. Kista dentigerous yang terbentuk
oleh impaksi totalis gigi bungsu atas, bahkan dapat dengan bebas mengisi sinus
maksilaris, menembus dinding lateral sinus sehingga menimbulkan benjolan
pada pipi. Pada gigi impaksi parsialis yang mengalami karies profunda dan
menjadi gangren pulpa, dapat pula terbentuk kista pada ujung akar gigi yaitu
kista radikular atau disebut pula kista periodontal (Rahayu, 2014).
Gambar 7. Kista dentigerous yang mengalami degenerasi kistik dari kantung benih
gigi yang tidak menghilang pada gigi impaksi totalis (7a, 7b). Kista
radikular/periodontal yang terbentuk di daerah akar gigi (7c).
d. Tumor
Kista dentigerous bahkan dapat berkembang menjadi tumor yaitu
ameloblastoma. Ameloblastoma dapat membesar, merupakan massa jaringan
fibrous yang padat dan mendesak gigi geligi di sekitarnya sehingga lengkung
rahang berubah. Mengingat sifat neoplasma tersebut yang secara klinis ganas
pada daerah yang terbatas, diperlukan perawatan radikal berupa reseksi rahang
(blok/parsial/total), sekaligus odontektomi gigi bungsu yang impaksi totalis
tersebut (Rahayu, 2014).
b. Flap triangular
Flap triangular terdiri dari satu insisi vertikal dan 1 insisi horizontal. Pada
tahun (1940), Fischer mendeskripsikan suatu flap triangular submarginal
dengan satu insisi horizontal dan satu insisi vertikal. Insisi vertikal diletakkan
ke arah midline dan insisi horizontal berupa suatu insisi kurva sub marginal
yang diletakkan di sepanjang mahkota gigi pada gingiva cekat dengan
mempertahankan gingiva margin (Riawan, 2007)
Flap triangular merupakan bagian dari desain envelope dengan
membebaskan insisi vertikal (Gambar 5). Teknik ini biasanya dilakukan
dengan membuat insisi horizontal pada tepi gingiva, kemudian dimodifikasi
seperlunya dengan melakukan insisi serong kearah anterior. Saat flap jaringan
dibuka pada insisi pembebas, akan diperoleh lapang pandang yang lebih luas,
terutama pada aspek apikal daerah pembedahan dapat dilihat pada gambar.
Flap triangular menunjukkan kasus di mana gigi yang terkena dampak
tertanam dalam tulang dan membutuhkan pengangkatan tulang yang luas
(Riawan, 2007).
Flap ini memiliki dua keuntungan utama. Membuat insisi yang longgar
yaitu berupa suatu insisi pendek pada gingiva cekat dan margin yang akan
mempermudah operator untuk memperluas lapang pandang dan untuk
mendapatkan akses yang diperlukan. Hal ini juga mengurangi tekanan pada
flap. Flap triangular juga memacu penyembuhan luka yang sangat cepat. Flap
ini terutama diindikasikan untuk gigi-gigi posterior mandibular dan anterior
maksila. Flap ini merupakan flap yang dapat digunakan untuk gigi posterior
mandibular (Riawan, 2007).
Pemeriksaan Subyektif
1. Chief complain: Pasien datang ingin mencabut gigi paling beakang
bawah kanan
2. Present illness: Pasien merasakan makanan sering terselip pada gigi
belakang bawah kanan
3. Past medical history: Pasien tidak memiliki riwayat penyakit dan tidak
sedang dalam melakukan pengobatan apapun
4. Past dental history: Pasien sebelumnya pernah menambal giginya
5. Family history: Tidak disebutkan dalam kasus
6. Social history: Tidak disebutkan dalam kasus
Pemeriksaan Objektif
1. Keadaan umum pasien baik
2. Inspeksi:
Ekstra Oral : Tidak ada kelainan
Intra Oral : Mahkota gigi 48 terlihat sebagian, hanya cusp disto-
buccal dan disto-lingual yang terlihat
Gigi 47 dan 48 terlihat karies
Gigi 46 terlihat tumpatan komposit klas 1
Gambaran Klinis Rongga Mulut Pasien Sebelum Dilakukan Perawatan
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran radiologi panoramik menunjukkan gigi 48 impaksi dengan posisi
mesioangular dan terlihat dekat dengan kanalis mandibula. Ruang ligamen
periodontal pada gigi 48 tampak lebih luas karena gigi impaksi tidak pernah
mengalami gaya oklusal.
Assessment
Gigi 48 impaksi tipe 2B
Planning
1. Odontektomi
Pengambilan gigi impaksi dengan cara separasi
2. Membuka jaringan lunak dengan membuat flap mukoperiosteal
3. Pencabutan Transalveolar
Metode pencabutan ini dilakukan terlebih dahulu dengan cara mengambil
sebagian tulang penyangga gigi. Metode ini juga sering disebut metode terbuka
atau metode surgical.
Penatalaksanaan Kasus
1. Pemeriksaan keadaan umum pasien dan pengisian informed consent.
2. Melakukan proses surgical asepsis (tindakan untuk menjaga kesterilan dengan
konsep bebas dari segala mikroorganisme yang menyebabkan infeksi).
Tindakannya berupa:
a) Tindakan tanpa singgung, kamar operasi disiapkan alat dan bahan steril.
Mempersiapkan instrumentasi steril untuk tindakan odontektomi. Alat yang
digunakan saat dilakukan odontektomi adalah diagnostic set, scalpel, scalpel
holder, rasparatorium, pinset anatomis, pinset cirurgis, mikromotor, round
diamond bur, bein, cryer, tang jockey forceps, tang radiks RB, bone file, dan
kuret. Bahan yang digunakan adalah spuit, pehakain injeksi, kasa steril, cotton
roll, cotton pelet, tampon, povidone iodine, alkohol, benang jahit, jarum jahit,
gelas kumur, suction bedah, masker, handscoon, nurse cap, dan slaber. Alat
dan bahan yang perlu disiapkan untuk kegawatdaruratan adalah epinefrin
(vasokonstriktor), alvogyl, spongostan, asam traneksamat, dan arteri clamp.
pengecekan tanggal kadaluarsa dan alat masih terbungkus dua duk dan tidak
dalam keadaan terbuka. Membuka penutup alat steril tanpa memegang area
steril (pegang bagian duk yang hanyak berkontak pada meja/ bagian bawah
duk), pertahankan duk kedua, pastikan steril dan perawat hanya berjarak 20
cm dari area steril. Selain itu menyiapkan cairan antiseptic pada kom steril.
b) Scrubbing, tindakan membebaskan tangan dari kuman yang bersifat
patogen menggunakan desinfektan dan air mengalir hingga ke siku. Lalu
keringkan dengan washlap steril.
c) Gowning, tindakan untuk menggunakan alat pelindung diri seperti nurse
cap, masker, sepatu/sandal operasi, baju kamar operasi atau baju steril.
d) Gloving, tindakan pemakaian sarung tangan steril.
3. Pembedahan dilakukan dengan teknik asepsis. Sangat dianjurkan untuk
memberikan antibiotika dan antiflogistik sehari sebelum dilakukan
odontektomi.
4. Asepsis dengan betadine, anastesi lokal dan mandibular blok. Pada kasus
dilakukan anestesi blok mandibula, dengan menganestesi nervus alveolaris
inferior dan nervus lingualis menggunakan teknik blok fisher (Purwanto dan
Juwono, 2012) dan nervus bukalis longus dengan infiltrasi. Bahan anestesi
yang digunakan adalah pehacain yang tiap ml berisi lidokain HCL 20 mg dan
adrenalin 0,0125 mg dengan dosis maksimal 7 mg/KgBB (Mims, 2014).
5. Dibuat garis insisi yang dimulai dari pertengahan bagian distal gigi molar 3
sampai distal gigi molar pertama (flap triangular). Insisi kearah anterior dibuat
tepat pada gingiva tepat dibawah distal molar pertama turun kearah kaudal dan
kembali ke arah anterior sejajar garis oklusal untuk menghindari kerusakan
pada gingival attachment gigi molar kedua.
6. Membuka flap yang telah dibuat dengan rasparatorium.
Membuat insisi tajam sampai tulang mandibula dengan pola insisi angular
atau sayatan yang bersudut, dimulai dengan ujung insisi marginal ke arah
(Muko-bukal/labialfold), membentuk sudut ±120o menggunakan blade no.15,
pembukaan flap menggunakan rasparatorium untuk membuka lapang pandang
yang cukup luas dan jaringan flap di tahan menggunakan minesota.
7. Pengambilan tulang yang menutupi gigi impaksi bagian bukal dan proksimal
dilakukan dengan menggunakan round bur putaran rendah dengan pendingin
air garam fisiologi 0,09% atau air steril. Dilakukan cara memotong tulang
selapis demi selapis sehingga bagian gigi yang tertutup tulang dapat terlihat.
Selanjutnya pembukaan tulang dapat diperluas dengan mengambil tulang
disekeliling gigi impaksi dan berpedoman pada bentuk gigi yang impaksi dari
foto rontgen.
8. Dalam melakukan pengambilan tulang yang meliputi gigi impaksi perlu
dipertimbangkan beberapa hal:
a. Pengambilan tulang harus cukup dan awal pengeboran dimulai dengan
menyesuaikan letak gigi sesuai dengan jenis klasifikasi gigi impaksinya.
b. Tidak melakukan pengambilan tulang secara berlebihan karena akan
menyebabkan trauma yang besar.
c. Pada kasus dimana membutuhkan pemotongan gigi menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil, maka fisur bur tidak dapat dipakai. Dalam melakukan
tindakan pengeboran, baik untuk mengambil tulang atau memotong gigi
harus dilakukan on sight tidak blind artinya melakukan tindakan
pengeboran dengan melihat objek secara langsung bukan meraba-raba
obyek dengan bur, karena dapat membahayakan struktur jaringan sekitar
terhadap kemungkinan terkena bur.
d. Melepas gigi dari soket dengan elevator / bein.
e. Pengambilan gigi impaksi dengan menggunakan tang.
f. Pada kasus dilakukan pemotongan gigi untuk kasus mesioangular, dengan
terencana karena pemotongan tulang lebih sedikit dan mengakibatkan
trauma yang lebih kecil. Pemotongan gigi pada kasus impaksi
mesioangular diawali dengan memotong mahkota bagian distal atau
separuh bagian distal gigi bawah yang impaksi. Bur diletakan pada garis
servikal memotong gigi ke aksial 2/3 atau 3/4 menembus lingual dan
bukal. Dilanjukan dengan menggunakan elevator / bein untuk mematahkan
gigi menjadi dua bagian dari daerah bifurkasi. Sisa gigi impaksi didorong
kearah celah yang terbentuk menggunakan tang sisa akar dengan
menggunakan elevator lurus sebelumnya pada bagian mesiobukal (Gambar
6). Gaya ini akan melepaskan gigi dari lingir distal molar dua (Pedersen,
2012).
Gambar 6. Rencana pemotongan gigi pada kasus mesioangular