Anda di halaman 1dari 17

ISI

2.1 Geologi Regional

2.2 Hidrogeologi Cekungan Air Tanah Salatiga

Menurut KESDM (2017), cekungan airtanah merupakan area yang dibatasi oleh batas
hidrogeologi akibat terjadinya aktivitas hidrogeologi, misalnya pengisian ulang, transmisi,
dan pelepasan. Sedangkan airtanah adalah air yang terletak di dalam batuan dan bergerak
melalui celah pada berbagai lapisan batuan (Todd & Mays, 2005). Cekungan Air Tanah
(CAT) Salatiga mempunyai luas area 287 km2 dan lokasi CAT tersebut berada di tiga wilayah
administrasi, yaitu Kabupaten Semarang, Kabupaten Boyolali, dan Kota Salatiga.

Area CAT Salatiga mempunyai beberapa sungai yang diantaranya terdapat dua lokasi
hilir sungai, yaitu Sungai Tuntang dan Sungai Serang. Berdasarkan Anwar & Sukisno (1999),
morfologi sungai yang berada di CAT Salatiga mempunyai pola berliku-liku dan cabang-
cabangnya memiliki bentuk aliran sejajar, serta diketahui sungai tersebut selalu keterdapatan
air baik di musim penghujan maupun musim kemarau. Pada setiap bulan rata-rata curah hujan
yang dimiliki oleh CAT Salatiga ialah 186,7 mm. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Distamben Jateng (2005), DAS yang terletak di wilayah CAT Salatiga diperkirakan
mempunyai aliran air permukaan sebesar 422 mm/tahun, nilai evapotranspirasi yang didapat
sekitar 759,5 mm/tahun, dan angka infiltrasi sejumlah 1566 mm/tahun. Dari peta sebaran
curah hujan daerah penelitian (Gambar 2.2.1), maka dapat disimpulkan curah hujan rata-rata
CAT Salatiga dalam tahunan sebesar 2219,2 mm.
Gambar 2.2.1 Peta sebaran curah hujan CAT Salatiga (DPU Pengairan Jateng & DPU Kabupaten Semarang,
2008 dalam Harjanto, 2009)

Berdasarkan Peta Hidrogeologi Lembar VII Semarang (Said & Sukrisno, 1988) dan
Lembar IX Yogyakarta (Djaendi, 1982), area CAT Salatiga mempunyai sistem aliran akuifer
melalui celahan dan ruang antar butir (Gambar 2.2.2). Batuan yang terdapat pada sistem
akuifer tersebut tersusun atas litologi tuf, breksi, lava andesit dan basal. Area CAT Salatiga
yang berada di kaki gunungapi termasuk wilayah akuifer dengan produktivitas kecil dan
Puncak Gunung Merbabu menjadi kawasan yang mempunyai ketersediaan airtanah cukup
jarang. Urutan daerah yang memiliki akuifer produktif dengan tingkat kelolosan air tinggi
sampai sedang, yaitu daerah tubuh gunungapi (1000-1500 mdpl) dan di bawah tubuh
gunungapi (<1000 mdpl). Sedangkan, keterdapatan airtanah yang sangat terbatas berada di
wilayah lembahan.
Gambar 2.2.2 Peta hidrogeologi CAT Salatiga (integrasi Peta Hidrogeologi Lembar VII Semarang & IX
Yogyakarta dalam Harjanto, 2009)

Menurut Distamben Jateng (2005), area CAT Salatiga mempunyai sistem akuifer
bebas dan akuifer tertekan. Wilayah kaki lereng Gunung Merbabu termasuk sebagai akuifer
bebas yang lapisan akuifernya berasal dari sistem lapisan antarbutir, sedangkan untuk akuifer
tertekannya ditemukan pada lapisan perselingan tuf pasiran dengan lahar dan lava. Selain itu,
juga terdapat akuifer yang melewati rekahan yang ditunjukkan dari beberapa titik mata air.
Akuifer bebas yang berada di sekitar CAT Salatiga tersebar melalui kaki lereng Gunung
Merbabu, semakin menuju ke utara akuifer bebas cenderung semakin dalam dan akan
menghilang dari Kota Salatiga sampai Kauman Lor. Hal demikian diakibatkan adanya batas
litologi antara endapan vulkanik dari Gunung Merbabu dan batulempung yang bersisipan
dengan batupasir pada Formasi Kerek. Akuifer tertekan yang berada di CAT Salatiga akan
semakin menipis dan hilang apabila menuju ke daerah Pabelan. Keadaan tersebut
dikarenakan munculnya batulempung dari Formasi Kerek yang pernah mengalami proses
pengangkatan. Dari informasi keadaan bawah permukaan tersebut, maka pola aliran airtanah
yang berada di CAT Salatiga bisa ditentukan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Distamben Jateng (2005), keadaan bawah permukaan dapat diinterpretasi dari korelasi data
sumur bor yang diambil dari beberapa titik lokasi, dan digambarkan dalam wujud diagram
pagar (Gambar 2.2.3 & 2.2.4) oleh Harjanto (2009).

Gambar 2.2.3 Korelasi data sumur sistem akuifer CAT Salatiga (Harjanto, 2009)

Gambar 2.2.4 Diagram pagar sistem akuifer CAT Salatiga (Harjanto, 2009)
Dalam menyederhanakan kondisi hidrogeologi dan keadaan bawah permukaan pada
sistem aliran airtanah, dilakukan pembuatan model konseptual terhadap sistem akuifer CAT
Salatiga. Berdasarkan penelitian oleh Distamben Jateng (2005) dan Harjanto (2009), objek
yang dibuat sebagai model konseptual (Gambar 2.2.5) adalah sistem akuifer bebas yang
berada di CAT Salatiga. Dari model tersebut dapat diketahui akuifer memiliki rentang
ketebalan 50-70 meter, dan tersusun atas litologi perselingan batupasir dengan lapisan breksi,
lahar dan lava. Tetapi dengan tujuan untuk tidak menyulitkan dalam melakukan pemodelan
konseptual, maka litologi penyusun akuifer pada model diasumsikan sebagai batupasir. Jika
dilihat dari model, kondisi lapisan akuifer di sebelah utara lebih dalam daripada di selatan
area. Di bawah lapisan akuifer bebas ditemukan litologi batulempung sebagai lapisan
akuiklud yang mempunyai tebal lapisan berkisar 10-40 meter, dan apabila semakin menuju
ke arah utara dan timur laut area penelitian, maka lapisan tersebut akan terus menebal. Pada
model konseptual terdapat empat sungai yaitu Sungai Serang, Sungai Piantar, Sungai Bancak
dan Sungai Senjoyo yang semuanya diasumsikan mengalir sepanjang waktu. Proses yang
terlihat dari model adalah proses evapotranspirasi dimana air hujan yang jatuh akan kembali
ke atmosfer, dan proses imbuhan yang berarti sebagian air hujan akan ditampung menjadi air
tanah. Dari model konseptual tersebut juga diketahui bahwa arah aliran airtanah berasal dari
area imbuhan yang berada di sebelah selatan, dan aliran tersebut akan semakin menuju ke
utara area CAT Salatiga.

Gambar 2.2.5 Model konseptual tiga dimensi sistem akuifer CAT Salatiga (Harjanto, 2009)
Pada profil melintang di CAT Salatiga didominasi oleh material pasiran dengan potensi debit tinggi
yaitu 5-28 m3/jam. Rekonstruksi penampang melintang di CAT Salatiga disajikan pada Gambar 4.2.
Bagian timur dari penampang melintang mendekati perbukitan lipatan litologi didominasi oleh pasir
lempungan. Pada kondisi lempungan potensi airtanah menurun karena sifat akuifug terhadap air,
atau tidak dapat meloloskan air tanah dalam jumlah banyak. Kedalaman rata-rata air tanah di
sebagian CAT Salatiga adalah 3-80 m.

2.3 Potensi Air Tanah CAT Salatiga

2.3.1 Kualitas Air Tanah

Airtanah mempunyai tingkat kerentanan untuk mengalami pencemaran dan suatu sifat
alami airtanah yang bergantung pada kepekaan sistem terhadap aktivitas manusia atau
perubahan alam. Konsep dari kerentanan airtanah diartikan bahwa lingkungan fisik
mempunyai kemampuan untuk melindungi airtanah dari dampak yang ditimbulkan oleh alam
dan aktivitas manusia. Menurut National Research Council (1993), kerentanan airtanah
terhadap pencemaran adalah kecenderungan kontaminan untuk mencapai posisi tertentu
dalam sistem airtanah setelah melewati lapisan akuifer yang berada di paling atas. Ada
beberapa metode yang digunakan untuk mengetahui persebaran zona kerentanan airtanah,
diantaranya GOD, DRASTIC, dan indeks kerentanan akuifer (AVI). Setiap metode memiliki
kelebihan dan kelemahan masing-masing, tapi untuk metode yang tepat di gunakan untuk
area CAT Salatiga adalah metode DRASTIC karena hasilnya lebih akurat.

Metode DRASTIC dalam penilaian tingkat kerentanan airtanah menggunakan tujuh


aspek, yaitu kedalaman muka airtanah (D), net recharge (R), bahan akuifer (A), media tanah
(S), topografi (T), dampak dari zona vadose (I), dan konduktivitas hidrolik (C). Berikut ini
hasil penelitian yang dilakukan oleh Kesuma dkk (2017) melalui tujuh parameter yang telah
disebutkan, dan daerah penelitiannya berada di CAT Salatiga.

1. Kedalaman muka airtanah merupakan hal penting karena kondisi kedalaman akan
mempengaruhi waktu yang diperlukan kontaminan untuk mencapai muka airtanah.
Data yang digunakan berasal dari penguuran 70 sumur bor dari bulan Oktober hingga
Desember 2016. Dari peta kedalaman muka airtanah di CAT Salatiga (Gambar
2.3.1.1), diketahui daerah yang mempunyai kedalaman > 30 meter (warna ungu)
menjadi peringkat 1 dengan nilai indeks 5, sedangkan daerah yang berada di
kedalaman 1 meter atau paling dangkal (warna hijau) berada di peringkat terakhir
dengan nilai indeks 50.

Gambar 2.3.1.1 Peta kedalaman muka airtanah CAT Salatiga (Kesuma dkk, 2017)
2. Net recharge menunjukkan jumlah air hujan yang mencapai akuifer. Air hujan
yang terserap ke bawah permukaan ada kecenderungan untuk kontaminan masuk
ke dalam akuifer secara vertikal dan horizontal. Dari peta net recharge di CAT
Salatiga (Gambar 2.3.1.2), area yang memiliki nilai imbuhan paling sedikit (warna
hijau) yaitu 0-51 mm/tahun berada di peringkat 1 dengan nilai indeks 4,
sedangkan nilai imbuhan terbanyak (warna merah) yaitu 254-1092 mm/tahun
berada di peringkat paling rendah.

Gambar 2.3.1.2 Peta net recharge CAT Salatiga (Kesuma dkk, 2017)

3. Jenis media akuifer mempunyai peran dalam mengontrol pergerakan kontaminan


di dalam batuan yang jenuh air atau akuifer. Data untuk mengidentifikasi lapisan
akuifer menggunakan data pemboran dan data geolistrik, sehingga ditemukan
akuifer di CAT Salatiga (Gambar 2.3.1.3) adalah batupasir tufan dengan breksi
vulkanik (warna kuning) dan lava andesit yang terekahkan (warna merah).
Gambar 2.3.1.3 Peta media akuifer CAT Salatiga (Kesuma dkk, 2017)

4. Media tanah adalah zona yang tidak jenuh air berada paling atas dan belum
mengalami pelapukan. Dari peta media tanah di CAT Salatiga (2.3.1.4), area yang
tersusun atas lempung pasiran (warna hijau) memiliki nilai indeks lebih rendah
yaitu 12, sedangkan wilayah pasir (warna kuning) mempunyai nilai 18.
Gambar 2.3.1.4 Peta media tanah CAT Salatiga (Kesuma dkk, 2017)

5. Topografi yang memiliki kemiringan rendah cenderung menginfiltrasi


kontaminan bersama air hujan cukup tinggi, sementara itu lereng yang curam akan
rendah infiltrasi. Dari peta topografi di CAT Salatiga (Gambar 2.3.1.5)
berdasarkan data SRTM, maka kemiringan cukup bervariasi dari 0 hingga > 18%.
Area dengan kemiringan curam (warna merah) memilki peringkat tertinggi,
sedangkan kemiringan yang landai (warna hijau gelap) peringkat terendah.
Gambar 2.3.1.5 Peta topografi CAT Salatiga (Kesuma dkk, 2017)

6. Zona vadose atau zona tak jenuh air umumnya tersusun atas pasir dan kerikil
dengan lanau dan lempung (2.3.1.6). Material tersebut merupakan hasil dari
pelapukan batupasir tufa dengan breksi vulkanik.
Gambar 2.3.1.6 Peta pengaruh zona vadose CAT Salatiga (Kesuma dkk, 2017)

7. Konduktivitas hidraulik merupakan kemampuan akuifer untuk mentransmisikan


air dan mengontrol kecepatan rata-rata aliran airtanah. Kecepatan aliran dapat
mempengaruhi kecepatan dalam mengangkut kontaminan dalam akuifer. Dari peta
konduktivitas hidraulik di CAT Salatiga (Gambar 2.3.1.7), konduktivitas
hidraulik terendah (warna oranye) berada di peringkat 1 dengan nilai 0-0,86
m/hari, sedangkan konduktivitas hidraulik yang lebih besar (warna hijau) berada
di peringkat terakhir dengan nilai 0,86-2,59 m/hari.
Gambar 2.3.1.7 Peta konduktivitas hidraulik CAT Salatiga (Kesuma dkk, 2017)

Berdasarkan akumulasi nilai dari tujuh parameter diatas, nilai indeks kerentanan
DRASTIC di CAT Salatiga berkisar 85-159 (Kesuma dkk, 2017), dan diklasifikasikan
menjadi lima peringkat kerentanan, yaitu peringkat rendah (85-100), rendah hingga sedang
(101-120), sedang (121-140), sedang ke tinggi (141-150) dan tinggi (151-159). Dari peta
kerentanan airtanah (Gambar 2.3.1.8) dapat diketahui kuantitas airtanah yang baik di CAT
Salatiga berada di daerah Kabupaten Bringin bagian selatan, dan sebagian kecil di Kabupaten
Bancak sebelah utara (warna hijau gelap), hal demikian ditandai dengan nilai kerentanan
terhadap pencemaran paling rendah apabila dibandingkan dengan daerah lainnya.
Gambar 2.3.1.8 Peta kerentanan airtanah terhadap pencemaran di CAT Salatiga (Kesuma dkk, 2017)

2.3.2 Kuantitas Air Tanah

Area CAT Salatiga yang berada di Kabupaten Semarang sebagian besar tersusun atas
pasir dan potensi debit cukup tinggi yaitu 5-28 m3/jam. Sisi timur dari penampang area
tersebut berdekatan dengan perbukitan lipatan terdiri dari litologi pasir lempungan, dan di
kondisi ini juga menandakan potensi airtanah semakin rendah karena lapisan bersifat akuifug
(DHL Semarang, 2018). Kedalaman rata-rata airtanah yang ditemukan di area ini berkisar 3-
80 m.
Gambar 2.3.2.1 Penampang CAT Salatiga di Kabupaten Semarang (DHL Semarang, 2018)

Dari penelitian yang dilakukan olah Kesuma, dkk (2017) beberapa peta dapat
digunakan sebagai interpretasi kuantitas airtanah yang ada di CAT Salatiga. Apabila dilihat
dari peta net recharge (Gambar 2.3.1.2) dapat terlihat bahwa jumlah air hujan yang masuk di
wilayah baratdaya hingga menuju utara cukup tinggi yaitu berkisar 254 hingga 1092
mm/tahun. Peta topografi (Gambar 2.3.1.5) CAT Salatiga menunjukkan area disebelah
baratdaya cukup curam dan bisa dijadikan sebagai zona recharge, sementara itu semakin
menuju ke utara kemiringan semakin landai sehingga proses infiltrasi kemungkinan besar
akan terjadi. Selain itu, peta konduktivitas hidraulik (Gambar 2.3.1.7) memperlihatkan
hampir seluruh area CAT Salatiga memiliki akuifer yang baik untuk mentransmisikan air,
terutama di utara area mempunyai nilai konduktivitas hidraulik sebesar 0,86-2,59 m/hari.
Dari hasil interpretasi beberapa peta tersebut, maka area CAT Salatiga yang berpotensi
mempunyai kuantitas airtanah yang baik berada di sisi pusat dan utara area.

Menurut DLH Semarang (2018), kuantitas airtanah juga dapat diperkirakan dengan
cara menghitung besarnya cadangan air melalui pendekatan statis, yaitu dengan menganggap
akuifer sebagai suatu wadah yang dapat menyimpan air tanah dalam volume tertentu. Dari
perhitungan cadangan airtanah statis dengan memperharikan nilai koefisien kandungan air
dan volume zona jenuh air, maka didapat estimasi ketersediaan airtanah di sebagian wilayah
CAT Salatiga, yaitu Kecamatan Bringin dengan nilai 337.899.000 m3 dan nilai tertinggi
berada di Kecamatan Bancak sebesar 891.901.021 m3. Selain itu, ketersediaan air bisa
digunakan untuk melihat proyeksi kebutuhan air melalui neraca air. Imbangan air diperoleh
dengan cara membandingkan ketersediaan air dengan total kebutuhan air. Berdasarkan hasil
rasio neraca air maka akan didapat data proyeksi kebutuhan air di Kecamatan Bringin dan
Kecamatan Bancak (Tabel 2.3.2.1). Dari tabel neraca sumberdaya air dapat disimpulkan
kedua kecamatan (kotak merah pada tabel) tersebut diprediksikan masih bisa memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam memanfaatkan airtanah.

Gambar 2.3.2.1 Neraca sumberdaya air di Kabupaten Semarang (DLH Semarang, 2018)

Sumber

http://esdm.jatengprov.go.id/images/Peta/Air-Tanah/

https://geoportal.esdm.go.id/indonesia-overview/

http://dlh.semarangkab.go.id/wp-content/uploads/KAJIAN-KETERSEDIAAN-AIR-
BAWAH-TANAH.pdf

https://data03.123dok.com/thumb/qo/kp/mv0y/Pki4ZiPT5VIqTD1so/proposal-p-k-m-p-
pdf.jpeg

https://123dok.com/document/qokpmv0y-proposal-p-k-m-p-pdf.html#fulltext-content

Anda mungkin juga menyukai