Anda di halaman 1dari 9

Ruang Lingkup

Secara khusus, SA ini menetapkan tujuan keseluruhan auditor independen, serta menjelaskan
sifat dan ruang lingkup suatu audit yang dirancang untuk memungkinkan auditor
independen mencapai tujuan tersebut_ SA ini juga menjelaskan ruang lingkup, wewenang,
dan struktur SA, sena mengatur ketentuan untuk menetapkan tanggung jawab umum auditor
independen yang berlaku untuk semua audit, termasuk kewajiban untuk mematuhi SA.
Audit Atas Laporan Keuangan
Tujuan suatu audit adalah untuk meningkatkan tingkat keyakinan pengguna laporan keuangan
yang dituju. Hal ini dicapai melalui pernyataan suatu opini oleh auditor tentang apakah laporan
keuangan disusun, dalam semua hal yang material, sesuai dengan suatu kerangka pelaporan
keuangan yang berlaku. Dalam hal kebanyakan kerangka bertujuan umum, opini tersebut adalah
tentang apakah laporan keuangan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai
dengan kerangka. Suatu audit yang dilaksanakan berdasarkan SA dan ketentuan etika yang
relevan memungkinkan auditor untuk merumuskan opini.
Tujuan Keseluruhan Auditor
1. Dalam melaksanakan suatu audit atas laporan keuangan, tujuan keseluruhan auditor
adalah:
a. Memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan secara
keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh
kecurangan maupun kesalahan, dan oleh karena itu memungkinkan auditor untuk
menyatakan suatu opini tentang apakah laporan keuangan disusun, dalam semua hal
yang material, sesuai dengan suatu kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.
b. Melaporkan alas laporan keuangan dan mengomunikasikannya sebagaimana
ditentukan oleh SA berdasarkan temuan auditor
2. Dalam hal keyakinan mennadai tidak dapat diperoleh dan suatu opini wajar dengan
pengecualian dalam laporan auditor tidak nnemadai dalam kondisi tersebut untuk
tujuan pelaporan kepada pengguna laporan keuangan yang dituju, SA mengharuskan
auditor untuk tidak menyatakan suatu opini atau menarik diri (mengundurkan diri)3 dari
perikatan, jika penarikan diri dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan atau
requlasi yang berlaku.
Definisi
1. Kerangka pelaporan keuangan yang berlaku: Kerangka pelaporan keuangan yang
diterapkan oleh manajemen dan, jika relevan, pihak yang bertanggungjawab atas
tatakelola, dalam penyusunan laporan keuangan yang dapat diterima dari sudut pandang
sifat entitas dan tujuan laporan keuangan, atau yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan atau regulasi. Terminologi "kerangka penyajian wajar"
digunakan untuk menyebut suatu kerangka pelaporan keuangan yang
mengharuskan kepatuhan terhadap ketentuan kerangka
2. Bukti audit: Informasi yang digunakan oleh auditor dalam mencapai kesimpulan yang
mendasari opini auditor. Bukti audit mencakup informasi yang terdapat dalam catatan
akuntansi yang mendasari laporan keuangan dan informasi lainnya. Untuk tujuan SA:
a. Kecukupan bukti audit merupakan ukuran kuantitas bukti audit. Kuantitas bukti
audit yang diperlukan dipengaruhi oleh penilaian auditor atas risiko kesalahan
penyajian material dan juga oleh kualitas bukti audit tersebut.
b. Ketepatan bukti audit merupakan ukuran kualitas bukti audit, yaitu
kerelevansian dan keandalan bukti tersebut dalam mendukung kesimpulan yang
mendasari opini auditor.
3. Risiko audit: Risiko bahwa auditor menyatakan suatu opini audit yang tidak tepat ketika
laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian material. Risiko audit merupakan
suatu fungsi risiko kesalahan penyajian material dan risiko deteksi.
4. Auditor: Terminologi "auditor" digunakan untuk menyebut °orang atau orang-orang
yang melaksanakan audit (biasanya rekan perikatan atau anggota lain tim perikatan)
atau, jika relevan, KAP.
5. Risiko deteksi: Risiko bahwa prosedur yang dilaksanakan oleh auditor untuk
menurunkan risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima tidak akan
mendeteksi suatu kesalahan penyajian yang ada dan yang mungkin material, baik secara
individual maupun secara kolektif ketika digabungkan dengan kesalahan penyajian
lainnya.
6. Laporan keuangan: Suatu representasi terstruktur atas informasi keuangan historic,
termasuk catatan atas laporan keuangan terkait, yang dimaksudkan untuk
mengomunikasikan sumber daya ekonomi atau kewajiban entitas pada suatu tanggal
atau perubahan atasnya untuk suatu periode sesuai dengan suatu kerangka pelaporan
keuangan.
7. Informasi keuangan historis yang dinyatakan dalam terminology keuangan suatu
entitas tertentu, yang terutama dihasilkan oleh sistem akuntansi entitas tersebut.
8. Manajemen: Orang atau orang-orang dengan tanggung jawab eksekutif untuk
melaksanakan kegiatan entitas. Untuk beberapa entitas di beberapa yurisdiksi,
manajemen nnencakup beberapa atau seluruh individu yang bertanggung jawab atas tata
kelola, sebagai contoh, anggota eksekutif Dewan Komisaris atau Komite Audit, atau
seorang pemilik-pengelola.
9. Kesalahan penyajian: Suatu selisih atas angka, klasifikasi, penyajian, atau
pengungkapan suatu pos laporan keuangan, antara yang dilaporkan dalam laporan
keuangan dengan yang seharusnya menurut kerangka pelaporan keuangan yang
berlaku.
10. Premis, berkaitan dengan tanggung jawab manajemen dan, jika relevan, pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola, yang melandasi pelaksanaan suatu audit: Bahwa
manajemen dan, jika relevan, pihak yang bertanggung jawab terhadap tata kelola,
mengakui dan memahami bahwa nnereka memiliki tanggung jawab di bawah ini yang
fundamental bagi pelaksanaan suatu audit.
11. Pertimbangan professional: Penerapan pelatihan, pengetahuan, dan pengalaman yang
relevan, dalam konteks standar audit, akuntansi, dan etika, dalam membuat keputusan
yang diinformasikan tentang tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi dalam
perikatan audit
12. Skeptisisme profesional: Suatu sikap yang mencakup suatu pikiran yang selalu
mempertanyakan, waspada terhadap kondisi yang dapat mengindikasikan
kemungkinan kesalahan penyajian, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun
kesalahan, dan suatu penilaian panting atas bukti audit
13. Keyakinan nnemadai: Dalam konteks suatu audit atas laporan keuangan, suatu tingkat
keyakinan tinggi, tetapi bukan tingkat keyakinan absolut.
14. Risiko kesalahan penyajian material: Risiko bahwa laporan keuangan
mengandung kesalahan penyajian material sebelum dilakukan audit.
15. Pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola: Orang atau orang-orang, atau organisasi
(sebagai contoh: suatu wali amanat korporasi), dengan tanggung jawab untuk
mengawasi arah strategis entitas dan kewajiban yang terkait dengan akuntabilitas entitas.
16. Entitas dengan Kepentingan Publik: Seluruh Emiten dan setiap entitas:
a. Yang didefinisikan oleh regulasi atau legislasi sebagai Entitas dengan
Kepentingan Publik;
b. yang terhadapnya diterapkan suatu audit dengan menggunakan ketentuan
independensi yang sama seperti audit yang dilakukan terhadap Emiten menurut
regulasi atau legislasi.
17. Emiten: Entitas yang efeknya terdaftar dan diperdagangkan suatu bursa efek yang diakui,
atau dipasarkan menurut regulasi suatu bursa efek yang diakui atau institusi setara
lainnya.
Materi Penerapan dan Penjelasan Lain
Audit atas Laporan Keuangan
Ruang Lingkup Audit
A1. Opini auditor atas laporan keuangan menyatakan apakah laporan keuangan disusun, dalam
semua hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.
Penyusunan Laporan Kouangan
A2. Peraturan perundang-undangan atau regulasi dapat nnenetapkan tanggung jawab
manajemen dan, jika relevan, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, sehubungan
dengan pelaporan keuangan.
A3.Penyusunan laporan keuangan mengharuskan manajemen untuk menggunakan
pertimbangan dalam membuat estimasi akuntansi yang wajar sesuai dengan kondisinya,
serta untuk memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi yang tepat. Pertimbangan tersebut
dibuat dalam konteks kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.
A4. Laporan keuangan dapat disusun sesuai dengan suatu kerangka pelaporan keuangan yang
dirancang untuk memenuhi kebutuhan berbagai pengguna laporan keuangan atas informasi
keuangan umum atau kebutuhan pengguna laporan keuangan tertentu atas informasi
keuangan
A5. Kerangka pelaporan keuangan yang berlaku spring mencakup standar pelaporan keuangan
yang ditetapkan oleh suatu organisasi penyusun standar yang berwenang atau diakui, atau oleh
regulator atau menurut ketentuan legislasi.
A6. Ketentuan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku menentukan bentuk dan isi laporan
keuangan.
A7. Beberapa kerangka pelaporan keuangan merupakan kerangka penyajian wajar,
sementara beberapa kerangka pelaporan keuangan lainnya merupakan kerangka kepatuhan.
A8. Ketentuan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku juga menentukan definisi suatu set
laporan keuangan lengkap_ Dalam hal terdapat banyak kerangka, laporan keuangan
dimaksudkan untuk menyediakan informasi tentang posisi keuangan, kinerja keuangan, dan
arus kas suatu entitas.
A9. SA 210 menetapkan ketentuan dan menyediakan panduan dalam menetapkan
keterterimaan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku_5 SA BOO mengatur
pertimbangan khusus ketika laporan keuangan disusun sesuai dengan suatu kerangka bertujuan
khusus
A10. Oleh karena signifikansi premis pelaksanaan audit, auditor diharuskan untuk
memperoleh persetujuan manajennen dan, jika relevan, pihak yang bertanggung jawab
A11. Mandat untuk audit atas laporan keuangan entitas sektor publik dapat lebih luas daripada
entitas-entitas lain
A12. Opini yang dinyatakan oleh auditor adalah tentang apakah laporan keuangan disusun,
dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.
A13. Jika kerangka pelaporan keuangan merupakan suatu kerangka penyajian wajar,
sebagaimana halnya dalam laporan keuangan bertujuan umum, opini menurut SA adalah tentang
apakah laporan keuangan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material. Jika kerangka
pelaporan keuangan merupakan suatu kerangka kepatuhan, opini menurut SA adalah apakah
laporan keuangan disusun, dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka tersebut.
Ketentuan Etika yang Berkaitan dengan Audit atas Laporan Keuangan
A14. Auditor harus memenuhi ketentuan etika yang relevan, termasuk ketentuan yang berkaitan
dengan independensi, sehubungan dengan perikatan audit alas laporan keuangan.
A15. Dagian A dari Kode Etik menetapkan prinsip dasar etika profesi yang relevan bagi auditor
ketika melaksanakan suatu audit alas laporan keuangan dan menyediakan suatu kerangka
konseptual untuk menerapkan prinsip dasar tersebut.
A17. Standar Pengendalian Mutu atau ketentuan setara lainnya yang mengatur tanggung jawab
KAP untuk menetapkan dan mennelihara sistem pengendalian mutu untuk perikatan
auditSkeptisisme Profesional
A18. Skeptisisme profesional mencakup kewaspadaan terhadap antara lain hal-hal sebagai
berikut: bukti audit yang bertentangan dengan bukti audit lain yang diperoleh, informasi yang
menimbulkan pertanyaan tentang keandalan dokumen dan respons terhadap permintaan
keterangan yang digunakan sebagai bukti audit, keadaan yang mengindikasikan adanya
kemungkinan kecurangan, kondisi yang menyarankan perlunya prosedur audit tambahan selain
prosedur yang di syaratkan oleh SA.
A19. Mempertahankan skeptisisme profesional selama audit diperlukan jika auditor
berusaha untuk, mengurangi risiko, seperti misalnya: kegagalan dalam melihat kondisi-kondisi
tidak lazim terlalu menyamaratakan kesimpulan ketika menarik kesimpulan tersebut dari
observasi audit menggunakan asumsi yang tidak tepat dalam menetapkan sifat, scat, dan
luasprosedur audi erta penilaian atas hasilnya.
A20. Skeptisisme profesional diperlukan dalam penilaian penting atas bukti audit. Hal ini
mencakup sikap mempertanyakan bukti audit yang kontradiktif, keandalan dokumen dan respons
terhadap pertanyaan, dan informasi lain yang diperoleh dari manajemen dan pihak yang
bertanggung jawab atas tats kelola.
A21. Auditor dapat menganggap catatan dan dokumen yang diterimanya asli, kecuali auditor
memiliki alasan untuk nneyakini sebaliknya. Namun, auditor Map diharuskan untuk
mempertimbangkan keandalan informasi yang akan digunakan sebagai bukti audit
A22. Auditor tidak dapat mengabaikan pengalaman lalu mengenai kejujuran dan inteigritas
manajemen dan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola entitas.
Pertimbangan Profesional
A23. Pertimbangan profesional merupakan hal penting untuk melaksanakan audit secara tepat.
A24. Karakteristik unik pertimbangan profesional yang diharapkan dari seorang auditor
adalah pertimbangan yang dibuat oleh seorang auditor yang pelatihan, pengetahuan, dan
pengalamannya telah membantu pengembangan kompetensi yang diperlukan untuk mencapai
pertimbangan-pertinnbangan wajar yang dibuatnya.
A25. Pelaksanaan pertimbangan profesional dalam kasus tertentu didasarkan pada fakta dan
kondisi yang diketahui oleh auditor.
A26. Pertimbangan profesional dapat dievaluasi berdasarkan apakah pertimbangan yang dibuat
mencerminkan suatu penerapan prinsip audit dan akuntansi yang kompeten dan tepat, serta
konsisten dengan fakta dan kondisi yang diketahui oleh auditor hingga tanggal laporan auditor.
A27. Pertimbangan profesional perlu dilakukan sepanjang audit. Pertimbangan profesional luas
perlu didokumentasikan dengan tepat.
Bukti Audit yang Cukup dan Tepat serta Risiko Audit
A28. Bukti audit diperlukan untuk mendukung opini dan laporan auditor
A29. Kecukupan dan ketepatan bukti audit saling berhubungan.
A30. Ketepatan merupakan ukuran kualitas bukti audit; yaitu relevansi dan keandalannya dalam
mendukung kesimpulan yang mendasari opini auditor.
A31. Hal mengenai apakah bukti audit yang cukup dan tepat telah diperoleh untuk
mengurangi risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima, dan memungkinkan auditor untuk
menarik kesimpulan wajar yang mendasari opini auditor, merupakan suatu pertimbangan
professional.
Risiko Audit
A32. Risiko audit merupakan fungsi dari risiko kesalahan penyajian material dan risiko deteksi.
A33. Untuk tujuan SA, risiko audit tidak termasuk risiko bahwa auditor mungkin menyatakan
opini bahwa laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian yang material padahal
laporan keuangan tersebut tidak mengandung kesalahan penyajian material.
Risiko Kesalahan Penyajian Material
A34. Risiko kesalahan penyajian material dapatterjadi di dua tingkat: tingkat laporan keuangan
secara keseluruhan; dan tingkat asersi untuk golongan transaksi, saldo akun, dan pengungkapan.
A35. Risiko kesalahan penyajian material pada tingkat laporan keuangan secara
keseluruhan mengacu ke risiko kesalahan penyajian material yang berdampak luas (pervasif)
terhadap laporan keuangan secara keseluruhan dan berpotensi memengaruhi banyak
asersi.
A36. Risiko kesalahan penyajian material pada tingkat asersi dinilai untuk menentukan slat, saat,
dan luas prosedur audit yang diperlukan untuk nnemperoleh bukti audit yang cukup dan tepat.
A37. Risiko kesalahan penyajian nnaterial pada tingkat asersi terdiri dari dua komponen yaitu
risiko bawaan dan risiko pengendalian.
A36. Risiko inheren dapat lebih tinggi untuk beberapa asersi dan golongan transaksi, saldo akun,
serta pengungkapan tertentu.
A39. Risiko pengendalian merupakan fungsi dari efektivitas desain, implementasi, dan
pengelolaan pengendalian internal oleh manajemen untuk merespons risiko yang
teridentifikasi yang mengancam pencapaian tujuan entitas yang relevan dengan penyusunan
laporan keuangan entitas.
A40. SA biasanya tidak mengacu ke risiko inheren dan risiko pengendalian secara
terpisah,namun mengacu ke penilaian gabungan "risiko kesalahan penyajian material."
A41. SA 315 menetapkan ketentuan dan memberikan panduan dalam nnengidentifikasi dan
menetapkan risiko kesalahan penyajian material pada tingkat laporan keuangan dan tingkat
asersi.
Risiko Deteksi
A42. Untuk tingkat risiko audit tertentu, tingkat risiko deteksi yang dapat diterima
mempunyai hubungan berbanding terbalik dengan risiko kesalahan penyajian material yang
dinilai pada tingkat asersi
A43. Risiko deteksi berhubungan dengan sifat, saat, dan lugs prosedur audit yang
ditentukan oleh auditor untuk mengurangi risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima.
A44. SA 300 dan SA 330 menetapkan ketentuan dan memberikan panduan dalam
merencanakan audit atas laporan keuangan dan respons auditor terhadap risiko yang telah dinilai.
Keterbatasan Inhoron dalam Suatu Audit
A45. Auditor tidak diharapkan untuk, dan tidak dapat, mengurangi risiko audit hingga tidak ada
sama sekali dan oleh karena itu auditor tidak dapat mennperoleh keyakinan absolut bahwa
laporan keuangan bebas dari kesalahan penyajian material karena kecurangan atau kesalahan.
Sifat Pelaporan Keuangan
A46. Penyusunan laporan keuangan nnelibatkan pertimbangan oleh manajennen dalam
menerapkan ketentuan dalam kerangka pelaporan keuangan yang berlaku bagi entitas sesuai
dengan fakta dan kondisi entitas yang bersangkutan.
Sifat prosedur Audit
A47. Terdapat keterbatasan, baik secara praktik maupun legal atas kemampuan auditor untuk
mendapatkan bukti audit
Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan dan Keseimbangan antara Manfaat dan Biaya
A48. Kesulitan, waktu, atau biaya yang terlibat tidak dengan sendirinya merupakan suatu basis
yang valid bagi auditor untuk meniadakan suatu prosedur audit ketika tidak terdapat alternatif
atau menerima bukti audit yang kurang persuasit.
A49. Sebagai akibatnya, auditor perlu melakukan hal-hal di bawah ini:
 Merencanakan audit, sehingga audit dapat dilaksanakan secara efektif;
 Mengarahkan audit ke area yang paling diduga mengandung risiko kesalahan penyajian
material, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan, dengan upaya yang
lebih sedikit diarahkan ke area lain; dan
 Menggunakan pengujian dan cara lainnya dalam nnemeriksa populasi untuk
kesalahan penyajian_
A50. Sehubungan dengan pendekatan yang dijelaskan dalam paragraf A49, SA berisi
ketentuan untuk perencanaan dan pelaksanaan audit, dan nnengharuskan auditor untuk antara
lain melakukan hal-hal di bawah ini:
 Memiliki suatu basis untuk mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan
penyajian material pada tingkat laporan keijangan dan asersi nnelalui pelaksanaan
prosedur penilai an risiko dan aktivitas terkait2 dan
 Menggunakan pengujian dan cara lainnya dalam menneriksa populasi sedemikian rupa
sehingga menyediakan suatu basis wajar bagi auditor untuk menarik kesimpulan
tentang populasi
Hal-Hal Lain yang Memengaruhi Keterbatasan Inheren suatu Audit
A51. Dalam hal asersi atau hal pokok tertentu, dampak potensial dari keterbatasan inheren atas
kemampuan auditor untuk mendeteksi kesalahan penyajian material adalah signifikan.
A52. Oleh karena keterbatasan inheren suatu audit, terdapat suatu risiko yang tidak
terhindarkan bahwa beberapa kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan belum tentu
dapat terdeteksi, meskipun audit telah direncanakan dan dilaksanakan dengan tepat berdasarkan
SA.
Pelaksanaan suatu Audit Berdasarkan Sifat SA
A53. Secara kolektif, SA nnenyediakan standar bagi pekerjaan auditor dalam memenuhi tujuan
keseluruhan auditor
A54. Ruang lingkup, tanggal berlaku efektif, dan keterbatasan tertentu penerapan SA
tertentu dijelaskan dalam SA.
A55. Dalam melaksanakan suatu audit, selain ketentuan dalam SA, auditor dapat
disyaratkan untuk mematuhi ketentuan hukum atau regulasi
A56. Auditor jugs dapat melaksanakan audit berdasarkan SA dan standar audit suatu yurisdiksi
atau negara tertentu secara bersamaan.
Pertimbangan Khusus bagi Audit Sektor Publik
A57. SA juga relevan untuk perikatan audit sektor publik.
A56. Selain tujuan dan ketentuan (ketentuan dinyatakan dalam SA dengan menggunakan kata
"harus"), suatu SA berisi panduan terkait dalam bentuk materi penerapan dan penjelasan lain.
A59. Jika diperlukan, materi penerapan dan penjelasan lain menyediakan penjelasan lebih lanjut
tentang ketentuan suatu SA dan panduan untuk melaksanakannya.
A60. Lampiran-lampiran nnerupakan bagian dari materi penerapan dan penjelasan lain.
Tujuan dan penggunaan yang dimaksud dari suatu lampiran dijelaskan dalam bagian isi dari
SA terkait atau dalam judul dan pendahuluan dari lampiran tersebut.
A61. Jika diperlukan, materi pendahuluan dapat mencakup penjelasan alas hal-hal di bawah
ini:
 Tujuan dan ruang lingkup SA, ternnasuk bagaimana suatu SA berkaitan dengan SA
lainnya
 Hal pokok SA.
 Tanggung jawab terkait dari auditor dan pihak lain dalam hubungannya dengan hal pokok
SA.
 Konteks penetapan SA.
A62. Suatu SA dapat mencakup; dalam suatu seksi terpisah di bawah judul "Definisi", suatu
penjelasan tentang arti dari terminologi tertentu untuk tujuan SA.
A63. Jika relevan, pertimbangan tambahan tertentu untuk audit alas entitas yang lebih kecil dan
entitas sektor publik tercantunn dalam materi penerapan dan penjelasan lain suatu SA
Pertimbangan Khusus bagi Entitas yang Lebih Kecil
A64. Untuk tujuan penentuan penggunaan pertimbangan tambahan dalam audit atas entitas
yang lebih kecil, suatu "entitas yang lebih kecil" nnengacu pada suatu entitas yang pada
unnumnya memiliki karakteristik kualitatif
A65. Pertimbangan khusus bagi entitas yang lebih kecil yang tercantum dalam SA
dikembangkan terutama dengan kerangka berpikir entitas selain Entitas dengan
Kepentingan Publik
A66. SA mengacu pada pemilik entitas yang lebih kecil, yaitu individu yang menjalankan
kegiatan usaha entitas sehari-hari sebagai "pemilik-pengelola."
Tujuan yang Dinyataknan dalam setiap SA
A67. Setiap SA berisi satu atau lebih tujuan yang menyediakan suatu hubungan antara ketentuan
dan tujuan keseluruhan auditor.
A68. Tujuan setiap SA harus dipahami dalam konteks tujuan keseluruhan auditor yang
dinyatakan dalam paragra 11 SA ini.
A69. Dalam nnenggunakan SA, auditor diharuskan untuk memperhatikan interelasiantar SA.
A70. Ketentuan SA dirancang untuk memungkinkan auditor untuk mencapai tujuan yang dalam
SA dan tujuan keseluruhan auditor.
Penggunaan Tujuan untuk Mengevaluasi Kecukupan dan Ketepatan Bukti Audit yang
telah Diperoleh
A71. Auditor diharuskan untuk menggunakan tujuan SA untuk nnengevaluasi apakah bukti audit
yang cukup dan tepat telah diperoleh dalam konteks tujuan keseluruhan auditor.
Kepatuhan Terhadap Ketentuan yang Relevan
A72. Dalam beberapa kasus, suatu SA (dan oleh karena itu, seluruh ketentuan dalam SA
tersebut) belum tentu relevan dengan kondisi perikatan.
A73. Suatu SA yang relevan, mungkin berisi ketentuan bersyarat. Ketentuan tersebut relevan
ketika kondisi yang digambarkan dalam ketentuan tersebut berlaku dan terjadi.

Anda mungkin juga menyukai