Anda di halaman 1dari 15

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SELF CARE PADA PENDERITA

DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS PANCUR BATU TAHUN 2019

MELDA JUNIAR LUMBAN GAOL


Jurusan Keperawatan Poltekes Kemenkes Medan

Abstrak

Diabetes Melitus adalah penyakit metabolik dengan karakterisitik hiperglikemia akibat


kurangnya jumlah hormon insulin atau jumlah insulin cukup bahkan kadang-kadang lebih tapi
kurang efektif atau disebut resistensi insulin. Masalah- masalah tersebut dapat diminimalkan
jika pasien memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk melakukan pengelolaan
terhadap penyakitnya yaitu dengan cara melakukan self care. Tujuan penelitian ini adalah
Untuk Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi self care pada penderita Diabetes Melitus
di Puskesmas Pancur Batu. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis desptiktif, yaitu untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi self care pada penderita Diabetes Melitus di
Puskesmas Pancur Batu. Desain penelitian yang digunakan cross sectional yang merupakan
rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengumpulan data sebanyak 43
responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien diabetes di Puskesmas
Pancur Batu paling banyak berada pada umur Lansia Akhir sebanyak 46,5 % dan jenis kelamin
terbanyak perempuan 53,5 % Lama menderita DM >5 tahun sebanyak 27,9 % Dan responden
termasuk dalam kategori self care tinggi yaitu sebanyak 57%. Individu dengan Diabetes Melitus
perlu melakukan perawatan diri seumur hidup untuk mencegah atau menunda komplikasi
jangka pendek maupun komplikasi jangka panjang serta untuk meningkatkan kualitas hidup.
Serangkaian perilaku yang mencakup diet, olahraga, penggunaan obat dan perawatan kaki.

Kata kunci : Diabetes Melitus, self care

PENDAHULUAN dilakukan pengontrolan yang tepat.


Masalah-masalah tersebut dapat
Latar Belakang
diminimalkan jika pasien memiliki
Diabetes melitus adalah penyakit
pengetahuan dan kemampuan yang cukup
metabolik dengan karakteristik
untuk melakukan pengelolaan terhadap
hiperglikemia akibat kurangnya jumlah
penyakitnya yaitu dengan cara melakukan
hormon insulin atau jumlah insulin cukup
self care. (Yessy Mardianti,2013)
bahkan kadang-kadang lebih tetapi kurang
Self care DM merupakan program
efektif atau disebut resistensi insulin.DM
yang harus dijalankan sepanjang kehidupan
memiliki peningkatan risiko terjadinya
penderita DM. Self care bertujuan
komplikasi dan dapat mengancam jiwa
mengoptimalkan kontrol metabolik,
apabila tidak segera ditangani dan
mengoptimalkan kualitas hidup, serta

1
mencegah komplikasi akut kronis. Self care Diabetes Melitus, 2 orang mengatakan tidak
mempengaruhi kualitas sumber daya pernah melakukan latihan fisik (olahraga),
manusia dan memiliki risiko terjadinya dan 2 orang juga mengatakan sering makan
komplikasi apabila tidak segera diberikan makanan yang berkolestrol, dan 3 orang
pengontrolan yang tepat. Hal tersebut dapat juga mengatakan sering lupa dan tidak
diatasi apabila pasien memiliki kepatuhan, teratur minum obat DM. Hal ini
pengetahuan, dan kemampuan melakukan kemungkinan Penderita DM tersebut kurang
perawatan diri.(Moewardi, 2017). memahami tentang faktor faktor yang
Pasien DM memerlukan mempengaruhi self care pada penderita
pengontrolan diri yang efektif untuk Diabetes Melitus.
mencegah komplikasi. Pengontrolan yang Dari latar belakang di atas diketahui
efektif dari DM 2 tergantung pada adanya responden kurang memahami
perawatan diri yaitu pengaturan diet, latihan tentang self care self care. Oleh karena itu
fisik, monitoring kadar glukosa, dan penulis merasa tertarik untuk melakukan
manajemen obat. Hasil penelitian Anisha penelitian tentang “ Faktor faktor yang
(2015) menunjukkan bahwa sebagian besar mempengaruhi self care diabetes melitus di
pasien DM di poli Endokrin RSUD dr. Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli
Pirngadi Medan dalam menjalankan latihan Serdang.
fisik sebagian tidak patuh (71,1%). Hanya
sekitar 7-25 % penyandang DM patuh METODE PENELITIAN
terhadap semua aspek perilaku perawatan
diri. Sekitar 40-60% mengalami kegagalan Jenis dan Desain Penelitian
terkait diet, 30-80% tidak patuh terhadap Jenis penelitian yang digunakan
kontrol gula darah dan 70-80% tidak patuh adalah jenis deskriptif, dan pengambilan
terhadap olahraga data dilakukan dengan menggunakan
Hasil penelitian mengatakan bahwa kuesioner Summary Of Diabetes Self Care
tingkat pola aktivitas fisik dengan kadar gula Activities (SDSCA). Desain penelitian yang
darah pada pasien Diabetes menunjukkan digunakan cross sectional(survei potong
bahwa umur yang didapatkan pada silang) yang merupakan rancangan
penelitian ini diatas 45 tahun. Dalam penelitian dengan melakukan pengukuran
penelitian ini diperoleh bahwa jenis kelamin atau pengumpulan data pada saat yang
responden dengan DM tipe 2 yaitu yang bersamaan.
berjenis kelamin perempuan dengan jumlah
48 responden (64%) dan yang berjenis Lokasi dan Waktu Penelitian
kelamin laki-laki dengan jumlah 27 Peneitian ini dilakukan di puskesmas
responden (36,0%). (Yolanda B, dkk, 2017). pancur batu kabupaten deli serdang, dan
Berdasarkan survey pendahuluan dengan rentang waktu yang dilakukan pada
yang dilakukan di Puskesmas Pancur Batu bulan Januari s/d Juni 2019.
pada tanggal 07 Januari 2019, diperoleh .
data mengenai Diabetes Melitus pada Populasi dan Sampel
periode Januari sampai Desember 2018 Yang menjadi populasi dalam
sebanyak 1021 orang. Dan hasil penelitian ini adalah semua yang
wawancara langsung pada beberapa mengalami penyakit diabetes mellitus yang
pengunjung puskesmas yang menderita berkunjung, berobat dan melakukan

2
pemeriksaan ke wilayah kerja puskesmas di Wilayah Kerja puskemas Pancur
pancur batu kabupaten deli serdang Batu desa tengah kabupaten deli
sebanyak 1021 orang. Tehnik pengambilan serdang.
sampel dilakukan dengan cara non random 2. Data sekunder adalah data yang
sampling dengan teknik Accidental diperoleh dari rekam medik wilayah
sampling, pengambilan sampel secara kerja puskesmas pancur batu tahun
accidental ini dilakukan dengan mengambil 2019.
kasus atau responden yang kebetulan ada
atau tersedia di tempat sesuai kIonteks Alat yang digunakan untuk pengumpulan
penelitian (Notoadmojo, 2012). data adalah kuesioner. Kuesioner adalah
daftar pertanyaan yang sudah tersusun
Adapun pengambilan sampel ini dengan baik, sudah matang, dimana responden
menggunakan rumus slovin (setiadi, 2013) : (dalam hal angket/ kuesioner) tinggal
Rumus : memberikan jawaban atau dengan
memberikan tanda tanda tertentu. Jenis
𝑁
𝑛= kuesioner yang digunakan adalah kuesioner
1 + 𝑁(𝑑 ) tertutup dimana peneliti sudah menyediakan
beberapa jawaban yang harus dipilih
Keterangan : responden. Peneliti menyebarkan kuesioner
N : Besar Populasi dengan memperkenalkan diri dahulu,
n : Besar Sampel memperkenalkan tujuan penelitian dan
d : tingkat determinasi kepercaya memberikan kuesioner untuk di isi dan di
kumpul kembali untuk diperiksa
𝑁 kelengkapannya.
𝑛=
1 + 𝑁(𝑑 )

Pegolahan Data
1021
𝑛= Pengolahan data yang dilakukan dalam
1 + 1021(0,15 )
penelitian ini adalah data yang terkumpul
1021
𝑛= diolah secara manual dengan langkah-
1 + 1021 (0,0225)
langkah:
1021
𝑛=
1 + 22,9
1021 a. Editing
𝑛= Dilakukan pengecekan pada data
23,9
𝑛 = 42,7 yang telah terkumpul bila didapat
kesalahan dan kekurangan dalam
𝑛 = 43
data, akan diperbaiki dengan
Jenis dan Cara Pengumpulan Data memeriksanya dan dilakukan
pendataan ulang.
Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari
data primer dan sekunder.
b. Coding
1. Data primer adalah data yang
Pemberian kode atau tanda pada
diperoleh langsung dari responden
setiap data yang telah terkumpul
dengan membagikan kuesioner
untuk mempermudah memasukkan
kepada pasien yang mengalami DM
data kedalam table

3
disajikan dalam bentuk tabel sebagai
c. Entry berikut :
Kegiatan memasukkan data dari Tabel 1
kuesioner yang telah diberi kode ke
Distribusi Frekuensi Karakteristik
dalam program atau software
Responden Berdasarkan Umur pada
komputer.
pasien Diabetes Melitus di Puskesmas
Pancur Batu Medan 2019
d. Tabulating
Mengelola data dalam bentuk table
Frekuensi Persentase
distribusi untuk mempermudah Umur
(orang) (%)
analisa data,pengelolahan data serta
pengambilan kesimpulan 36-45 tahun 1 2,3

46-55 tahun 15 34,9


Analisis Data
Analisa Univariate bertujuan untuk 56-65 tahun 20 46,5
menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. 65 tahun ke 7 16,3
Analisa ini hanya menghasilkan distribusi, atas
frekuensi dan persentase responden . Total 43 100s
Penelitian ini dilakukan secara deskriptif
dengan cara menggambarkan distribusi
frekuensi dari tiap variabel secara total Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa
sampling dan kemudian dapat dilakukan umur responden paling banyak berada pada
kesimpulan. Data yang terkumpul di analisa kelompok umur 56-65 tahun yaitu sebanyak
secara deskriptif dengan melihat persentasi 20 orang (46,5%). Sedangkan umur
data yang telah terkumpul dan disajikan responden paling sedikit berada pada
dalam bentuk tabel frekuensi. kelompok dewasa akhir 36-45 tahun yaitu
Perhitungan Tingkat Self care sebanyak 1 orang (2,3%).
Tingkat self care = =
. Tabel 2
(Kusniyah Yulianti) Distribusi Frekuensi Karakteristik
Responden Berdasarkan Jenis
Keterangan : mean = nilai rata-rata Kelaminpada pasien Diabetes Melitus di
xi = nilai maksimum Puskesmas Pancur Batu Medan 2019
x = nilai minimum
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
HASIL DAN PEMBAHASAN (orang) (%)

Laki-Laki 20 46,5
Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian dengan judul “ Perempuan 23 53,5
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Self Total 43 100
Care Pada Penderita Diabetes Melitus Di
Puskesmas Pancur Batu Tahun 2019”
diperoleh data yang sudah diolah dan

4
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa Bekerja
sebagian besar responden berjenis kelamin
Buruh 6 14,0
perempuan yaitu sebesar 23 orang (53,5%)
dan sisanya berjenis kelamin laki-laki yaitu Petani 7 16,3
sebesar 20 orang (46,5%).
Wiraswasta 10 23,3
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Karakteristik PNS 11 25,6
Responden Berdasarkan Tingkat Pegawai 2 4,7
Pendidikan pada Pasien Diabetes Melitus Swasta
di Puskesmas Pancur Batu Medan 2019
TNI/POLRI 3 7,0
Tingkat Frekuensi Persentase Total 43 100
Pendidikan (orang) (%)
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa
SD 1 2,3 sebagian besar responden berprofesi
SMP 6 14,0 sebagai Wiraswasta yaitu sebanyak 10
orang (23,3%), diikuti PNS sebanyak 11
SMA 22 51,2 orang (25,6%), Tidak Bekerja sebanyak 4
Akademi/PT 14 32,6 orang (9,3%), petani sebanyak 7 orang
(16,3) dan buruh sebanyak 6 orang
Total 43 100 1(4,0%), dan paling sedikit berprofesi
sebagai Pegawai Swasta sebanyak 2 orang
(4,7%).
Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa
Tabel 5
sebagian besar responden memiliki tingkat
Distribusi Frekuensi karakteristik
pendidikan yang tinggi, dimana sebanyak
Responden Berdasarkan Sosial Ekonomi
22 orang (51,2%) menempuh pendidikan
pada Pasien Diabetes Melitus di
terakhir SMA/sederajat, diikuti dengan
Puskesmas Pancur Batu Medan 2019
akademi/PT sebanyak 14 orang (32,6%),
dan responden dengan pendidikan terkhir
Frekuensi Persentase
SD sebanyak 1 orang (2,3%) dan Pendapatan
(orang) (%)
pendidikan terakhir SMP sebanyak 6 orang
(14,0%) <1.900.000 11 25,6
Tabel 4 >1.900.000 32 74,4
Distribusi Frekuensi Karakteristik
Responden Berdasarkan Status Total 43 100
Pekerjaan pada Pasien Diabetes Melitus
di Puskesmas Pancur Batu Medan 2019
Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa
Status Frekuensi Persentase responden memilki status ekonomi yang
Pekerjaan (orang) (%) tinggi dengan pendapatan per bulan
>1.900.000 sebanyak 32 orang (74,4%),
Tidak 4 9,3

5
dan pendapatan <1.900.000 sebanyak 11 Rendah 3 43,0
orang (25,6%)
Total 43 100
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Karakteristik
Responden Berdasarkan Lamanya DM Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa
pada Pasien Diabetes Melitus di sebagian besar responden termasuk dalam
Puskesmas Pancur Batu Medan 2019 perilaku self care kategori tinggi yaitu
sebanyak 40 orang (57%) dan sisanya
Frekuensi Persentase termasuk kategori rendah yaitu sebanyak 3
Lama DM
(orang) (%) orang (43,0%).
3-12 Bulan 5 11,6

1-5 Tahun 26 60,5 Tabel 8


Distribusi Frekuensi Responden Pada
>5 Tahun 12 27,9
Pasien Diabetes Melitus berdasarkan
Total 43 100 Umur dengan self care di Puskesmas
Pancur Batu Medan 2019
Dari tabel 6 diketahui bahwa
Self Care
responden yang lama menderita DM 3-12 Total
Bulan sebanyak 5 orang (11,6%), 1-5 tahun Umur Tinggi Rendah
sebanyak 26 orang (60,5%) dan >5 tahun
sebanyak 12 orang (27,9%). F % F % F %

36-45 Tahun 1 2,3 0 0,0 1 2,3


Self Care 46-55 Tahun 14 32,6 1 2,3 15 34,9
self care merupakan derajat aktifitas
yang dilakukan perorangan pada pasien DM 56-65 Tahun 18 41,9 2 4,7 20 46,5
untuk mengontrol DM yang dideritanya,
>65 Tahun 7 16,3 0 0,0 7 16,3
meliputi diet (pengaturan pola makan),
latihan fisik (olahraga), monitoring gula Jumlah 40 93,0 3 7,0 43 100
darah, minum obat secara teratur, dan
perawatan kaki.
Dari tabel 8didapatkan bahwa
mayoritas faktor Umur dengan self care
yaitu pada umur 55-65 Tahun sebanyak 18
Tabel 7
Distribusi Responden BerdasarkanSelf orang (41,9)
CarePada Pasien Diabetes Melitus di
Puskesmas Pancur Batu Medan 2019
Tabel 9
Distribusi Frekuensi Responden Pada
Frekuensi Persentase
Self Care Pasien Diabetes Melitus Berdasarkan
(orang) (%)
Jenis Kelamin dengan Self Care di
Tinggi 40 57 Puskesmas Pancur Batu Medan 2019

6
Jumlah Tabel 11
Self care Distribusi Frekuensi Responden Pada
Jenis Pasien Diabetes Melitus Berdasarkan
Kelamin Tinggi Rendah F % Pekerjaan dengan Self Care di
Puskesmas Pancur Batu Medan 2019
F % F %

Laki-laki 20 46,5 0 0,0 20 46,5 Self Care


Total
Perempu 20 46,5 3 7,0 23 53,5 Pekerjaan Tinggi Rendah

an F % F % F %
Jumlah 40 93,0 3 7,0 43 100 Tidak 2 4,7 2 4,7 4 9,3
Bekerja
14,0
Buruh 6 14,0 0 0,0 6
Dari Tabel 9 didapatkan mayoritas 16,3
faktor Jenis Kelamin dengan Self Care yaitu Petani 7 16,3 0 0,0 7
sama antara laki laki dan perempuan yaitu 23,3
20 orang (46,5%) Wiraswasta 9 20,9 1 2,3 10
4,7
PegawaiSwa 2 4,7 0 0,0 2
25,6
sa
Tabel 10 11 25,6 0 0,0 11
7,0
Distribusi Frekuensi Responden Pada PNS
3 7,0 0 0,0 3
Pasien Diabetes Melitus Berdasarkan TNI/Polri
Pendidikan dengan Self Care di
Puskesmas Pancur Batu Medan 2019 Jumlah 40 93,0 3 7,0 43 100

Jumlah Dari tabel 11 didapatkan Mayoritas


Self Care
faktor pekerjaan dengan self care yaitu PNS
Pendidikan sebanyak 11 orang ( 25,6%)
Tinggi Rendah F %

F % F %
Tabel 12
SD 0 0,0 1 2,3 1 2,3 Distribusi Frekuensi Responden Pada
Pasien Diabetes Melitus Berdasarkan
SMP 5 11,6 1 2,3 6 14,0 Pendapatan dengan Self Care di
Puskesmas Pancur Batu Medan 2019
SMA 21 48,8 1 2,3 22 51,2

Akademi/PT 14 32,6 0 0,0 14 32,6 Jumlah


Self care
Jumlah 40 93,0 3 7,0 43 100
Pendapatan
Tinggi Rendah F %
Dari tabel 10 didapatkan mayoritas
F % F %
faktor pendidikan dengan self care yaitu
SMA sebanyak 21 orang (48,8%)

7
<1.900.000 9 20,9 2 4,7 11 25,6 PEMBAHASAN
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self
>1.900.000 31 72,1 1 2,3 32 74,4
Care berdasarkan Umur
Jumlah 40 93,0 3 7,0 43 100 Umur mempunyai hubungan yang
positif terhadap perilaku self care DM.
semakin meningkat usia maka akan terjadi
Dari tabel 12 didapatkan mayoritas peningkatan dalam perilaku self care DM.
faktor pendapatan dengan self care yaitu Peningkatan usia menyebabkan terjadinya
>1.900.000 sebanyak 31 orang (72,1%) peningkatan kedewasaan/ kematangan
seseorang sehingga penderita dapat berfikir
secara rasional tentang manfaat yang akan
Tabel 13 dicapai jika penderita melakukan perilaku
self care DM secara adekuat dalam
Distribusi Frekuensi Responden Pada kehidupan sehari-hari (Sousa et al., 2005).
Pasien Diabetes Melitus Berdasarkan
Lama DM dengan Self Care di Berdasarkan tabel 1diatas dapat
Puskesmas Pancur Batu Medan 2019 diketahui bahwa umur responden paling
banyak berada pada kelompok umur lansia
akhir (56-65 tahun) yaitu sebanyak 20 orang
Self care (46,5%). Sedangkan umur responden paling
Lam sedikit berada pada kelompok dewasa akhir
a DM (36-45 tahun) yaitu sebanyak 1 orang
Tinggi Rendah F %
(2,3%). Dan mayoritas yang self care yang
F % F % tinggi terdapat pada umur 56-65 Tahun
yaitu sebanyak 18 orang (41,9) dan self
3-12 5 46,5 0 0,0 5 11,6
care yang rendah yaitu sebanyak 2 oarang
Bula
60,5 (4,7%)
n
27,9 Adapun penelitian ini sejalan
1-5 24 55,8 2 4,7 26 penelitian Skinner dan Hampson (2001)
Tahu yang menjelaskan bahwa umur tidak
11 25,6 1 2,3 12
n berkontribusi terhadap perilaku self care.
>5 Umur tidak berhubungan dengan perilaku
Tahu self care, umur tidak mempengaruhi
n seseorang dalam melakukan aktifitas self
care. Pasien yang berusia muda maupun
Juml 40 93,0 3 7,0 43 100 yang berusia lebih tua menunjukkan
ah aktifitas self care yang sama (Kusniawati,
2011).
Dari tabel 13 didapatkan mayoritas Hasil penelitian yang dilakukan oleh
faktor Lama DM dengan self care yaitu 1-5 Sousa et al (2005) bahwa umur mempunyai
Tahun sebanyak 24 orang (55,8%) hubungan yang positif dengan perilaku self
care artinya semakin meningkat umur maka
akan terjadi peningkatan dalam perilaku self
care. Hal ini disebabkan karena dengan
8
peningkatan umur maka tingkat Dari Tabel 2 dapat diketahui
kedewasaan/ kematangan seseorang akan bahwa sebagian besar responden
meningkat sehingga pasien DM dapat berjenis kelamin perempuan yaitu
berpikir secara rasional tentang manfaat sebesar 23 orang (53,5%) dan sisanya
yang akan diperoleh jika mereka melakukan
berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar
perilaku self care secara terus-menerus
20 orang (46,5% dan didapatkan bahwa
dalam kehidupan sehari-hari. Menurut hasil
penelitian Shigaki et al (2010) umur sangat
frekuensi laki laki dan perempuan yang
berpengaruh terhadap perilaku self care, mempunyai self care tinggi adalah sama
dimana pasien yang berusia lebih tua yaitu 20 orang (46,5) dan didapatkan
memiliki perilaku self care yang lebih baik juga self care yang rendah terdapat
daripada yang berusia muda. pada perempuan sebanyak 3 orang
(7,0) dan laki laki yang self care nya
Maka dari itu peneliti berasumsi
bahwa walaupun pasien berusia lebih muda
rendah tidak ada (0%) jadi dapat
ternyata mereka memiliki pemahaman yang disimpulkan bahwa laki laki lebih tinggi
cukup memadai tentang perilaku self care self care nya dibandingkan perempuan.
dan manfaatnya sehingga mereka tetap Adapun penelitian ini sejalan
melakukan perilaku self care dalam dengan hasil penelitian dengan Sousa
kehidupan sehari-hari. Sedangkan mereka et al (2005) yang menjelaskan bahwa
yang berusia tua juga memiliki pengalaman jenis kelamin memberikan konstribusi
dari penyakitnya dan sudah merasakan yang nyata terhadap perilaku self care.
manfaat dari perilaku self care. Sehingga Pasien DM yang berjenis kelamin laki-
dapat disimpulkan bahwa pasien DM baik
laki lebih baik perilaku self carenya
yang berusia muda maupun tua mereka
daripada perempuan. Hal ini disebabkan
sama-sama melakukan perilaku self care
dengan tujuan mencapai kadar gula darah
karena laki-laki memiliki tanggung jawab
normal dan mencegah atau meminimalkan yang besar dalam mengelola
terjadinya komplikasi. penyakitnya.Sedangkan Penderita DM
lebih banyak berjenis kelamin
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self
perempuan dibanding laki-laki. Tinginya
Care berdasarkan jenis kelamin
kejadian DM pada perempuan dapat
Terdapat perbedaan antara kedua disebabkan oleh adanya perbedaan
jenis kelamin dalam menerapkan perilaku komposisi tubuh, perbedaan kadar
self care. Penderita DM yang berjenis hormon seksual antara perempuan dan
kelamin laki-laki memiliki perilaku self care laki-laki dewasa, gaya hidup dan tingkat
yang lebih tinggi dibandingkan perempuan.
stress. ( Hassanein et al,2016)
Hal ini disebabkan oleh tingkat pendidikan
Hasil penelitian Svartholm (2010)
yang lebih tinggi yang dimiliki oleh penderita
DM berjenis kelamin laki-laki dibandingkan
menunjukkan bahwa rata-rata
perempuan, sehingga berpengaruh dalam responden DM memiliki perilaku self
melakukan perilaku self care (Svartholm, care yang baik dan tidak ada perbedaan
2010). yang signifikan antara jenis kelamin baik
laiki-laki maupun perempuan namun

9
responden dengan jenis kelamin laki-laki Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa
lebih menunjukkan perilaku self care sebagian besar responden memiliki tingkat
yang baik dalam hal mengontrol makan pendidikan yang tinggi, dimana sebanyak
tinggi kalori, latihan fisik selama 30 22 orang (51,2%) menempuh pendidikan
terakhir SMA/sederajat, diikuti dengan
menit, perawatan kaki dan penggunaan
akademi/PT sebanyak 14 orang (32,6%),
sepatu, konseling tentang berhenti
dan responden dengan pendidikan terkhir
merokok dan konseling pengobatan SD sebanyak 1 orang (2,3%) dan
herbal untuk mengobati penyakitnya. pendidikan terakhir SMP sebanyak 6 orang
Maka dari itu peneliti berasumsi (14,0%) dan mayoritas yang self care nya
bahwa Tingginya perilaku self care tinggi terdapat pada pendidikan SMA yaitu
responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 21 orang (48,8) sedangkan
dibandingkan perempuan pada hasil Akademi/ Perguruan tinggi hanya 14 orang (
penelitian ini dipengaruhi oleh tingkat 32,6 %)
pengetahuan dan motivasi responden Adapun hasil penelitian ini sejalan
tersebut. Rata-rata responden yang dengan penelitian Young (2010) yang
menjelaskan bahwa perilaku self care yang
berjenis kelamin laki-laki lebih memiliki
terdapat pada seseorang dapat dipengaruhi
motivasi dan keyakinan akan
oleh pengetahuan yang dimilikinya.
kesembuhan penyakitnya dibandingkan Seseorang yang memiliki pengetahuan
perempuan. Responden yang berjenis akan pentingnya perilaku self care akan
kelamin perempuan cenderung mudah menerapkan perilaku self care dalam
putus asa terhadap penyakitnya dan kehidupannya sehari-hari.
sebagian besar cenderung menarik diri Hasil penelitian Husein et al (2010)
dari lingkungan sosialnya Pasien dengan pendidikan tinggi akan
memiliki sikap positif dan terbuka dalam
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self menerima informasi sehingga akan lebih
Care berdasarkan Pendidikan aktif dalam melakukan perawatan diri
seperti aktivitas self care . dan tidak hanya
Dalam mengelola penyakit DM, membutuhkan pendidkan saja tetapi
pengetahuan merupakan faktor yang motivasi dan dukungan dari keluarga dan
penting. Sebuah studi menyatakan bahwa lingkungan agar dapat meningkatkan tingkat
kurangnya pengetahuan akan menghambat self care yang tinggi.
pengelolaan self care. Sementara Maka peneliti berasumsi
penderita dengan tingkat pendidikan yang Pengetahun mempengaruhi seseorang
rendah akan mengalami kesulitan dalam dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
belajar merawat diri dengan DM. Namun Seseorang yang memiliki tingkat
banyak penelitian juga mengungkapkan pengetahuan yang tinggi akan lebih
bahwa tidak terdapat korelasi antara tingkat memahami penyakitnya dan tindakan-
pengetahuan dengan aktivitas self care DM, tindakan yang diperlukan untuk mengurangi
yang berarti belum tentu penderita dengan penyakitnya tersebut. Begitu juga dengan
pendidikan tinggi akan patuh dalam responden DM yang memiliki tingkat
melakukan aktivitas self care DM ( Bai et pengetahuan yang tinggi akan lebih
al. 2009) memahami tentang tatacara dan manfaat

10
melakukan perilaku self care untuk seseorang itu sendiri akan menimbulkan
mengurangi komplikasi dari penyakitnya. sikap sosial dalam bergaul sehingga akan
Sehingga mereka akan menerapkan direspon sebagai pengetahuan oleh individu
perilaku self care dalam kehidupan sehari- dan sebaliknya bagi seseorang yang tidak
hari. bekerja pengalaman dalam bekerja
memberikan pengetahuan dan keterampilan
seseorang yang akan dapat
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self
mengembangkan kemampuan mengambil
Care berdasarkan Pekerjaan
keputusan
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden berprofesi
sebagai Wiraswasta yaitu sebanyak 10 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self
orang (23,3%), diikuti PNS sebanyak 11 Care berdasarkan Pendapatan
orang (25,6%), Tidak Bekerja sebanyak 4
DM merupakan kondisi penyakit
orang (9,3%), petani sebanyak 7 orang
yang memerlukan biaya yang cukup mahal
(16,3) dan buruh sebanyak 6 orang
sehingga akan berdampak terhadap kondisi
1(4,0%), dan paling sedikit berprofesi
ekonomi keluarga terutama bagi
sebagai Pegawai Swasta sebanyak 2 orang
masyarakat golongan ekonomi rendah.
(4,7%) dan didapatkan mayoritas self care
Masyarakat golongan ekonomi rendah,
tinggi terdapat PNS yaitu sebanyak 11
mereka tidak dapat melakukan pemeriksaan
orang (25,6%) sedangkan TNI/ Polri hanya
kesehatan secara kontinu disebabkan
2 orang.
karena keterbatasan biaya, sedangkan
Adapun penelitian ini sejalan dengan penderita DM harus melakukan kunjungan
penelitian Trisnawati (2013)yang ke pelayanan kesehatan minimal 1-2
mengatakan Jenis pekerjaan juga erat minggu sekali untuk memantau kondisi
kaitannya dengan kejadian DM. Pekerjaan penyakitnya agar terhindar dari komplikasi
seseorang mempengaruhi tingkat aktivitas potensial yang dapat muncul akibat DM
fisiknya, Pekerjaan merupakan suatu (Nwanko et al., 2010). Menurut Bai et al.
kegiatan atau aktivitas seseorang untuk (2009) yang menjelaskan bahwa sosial
memperoleh penghasilan guna kebutuhan ekonomi berpengaruh terhadap perilaku self
hidupnya sehari-hari. Lama bekerja care DM.
merupakan pengalaman individu yang akan
Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa
menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan
responden memilki status ekonomi yang
( Ana & Woro,1999) bahwa riwayat bekerja
tinggi dengan pendapatan per bulan
sangat mempengaruhi pengetahuan,
>1.900.000 sebanyak 32 orang (74,4%),
semakin baik pekerjaan seseorang, maka
dan pendapatan <1.900.000 sebanyak 11
akan semakin baik juga pengetahuan
orang (25,6%), dan didapatkan mayoritas
tentang kesehatan. Riwayat bekerja akan
self care tinggi terdapat pada pendapatan
berpengaruh terhadap proses masuknya
>1.900.000 yaitu sebanyak 31 orang dan
pengetahuan kedalam individu yang berada
<1.900.000 yaitu sebanyak 9 orang
pada lingkungan pekerja tersebut
Adapun hasil penelitian inisejalan dengan
Maka peneliti berasumsi Interaksi
Bai et al (2009) yang menjelaskan bahwa
timbale balik di lingkungan tempat bekerja

11
sosial ekonomi berpengaruh terhadap hambatan dalam melakukan perilaku self
perilaku self care. Terdapat hubungan yang care, terutama monitoring gula darah.
bersifat positif antara status ekonomi
dengan perialku self care, dimana pada
pasien dengan sosial ekonomi tinggi 6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self
memiliki skor perilaku self care yang tinggi Care berdasarkan Lamanya menderita
dibandingkan dengan pasien yang sosial DM
ekonomi kurang. Dipertegas oleh Brown et
al (2004) dan Nwanko et al (2010) yang Penderita DM yang lebih dari 11
menjelaskan bahwa status sosial ekonomi tahun dapat mempelajari perilaku self care
berpengaruh terhadap perilaku self care. DM berdasarkan pengalaman yang
Pasien DM dengan status ekonomi tinggi diperolehnya selama menjalani penyakit
akan memperlihatkan perilaku self care tersebut sehingga penderita dapat lebih
yang lebih baik memahami tentang hal-hal terbaik yang
harus dilakukannya untuk mempertahankan
Hasil penelitian Perkeni (2015) mengatakan status kesehatannya, salah satunya dengan
tidak ada pengaruh cara melakukan perilaku self care dalam
pendapatan/penghasilan dengan kehidupannya sehari-hari dan melakukan
kemampuan self care karna tersedianya kegiatan tersebut secara konsisten dan
fasilitas seperti BPJS dan PROLANIS penuh rasa tanggung jawab. Durasi DM
memberikan kemudahan bagi pasien DM yang lebih lama pada umumnya memiliki
untuk rutin melakukan kontrol gula darah pemahaman yang adekuat tentang
sebagai aspek self care . pentingnya perilaku self care sehingga
dapat dijadikan sebagai dasar bagi mereka
Maka peneliti berasumsi Masyarakat
untuk mencari informasi yang seluas-
dengan status ekonomi tinggi maupun
luasnya tentang perawatan DM melalui
kurang tetap dapat melakukan perilaku self
berbagai cara/media dan sumber informasi
care dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan
lainnya (Bai etal., 2009)
status ekonomi tidak menjadi masalah
dalam melakukan perilaku self care karena Dari tabel 6 diketahui bahwa
bagi keluarga yang berpenghasilan responden yang lama menderita DM 3-
kurang/tidak mampu, pemerintah telah 12 Bulan sebanyak 5 orang (11,6%), 1-5
menyediakan pelayanan berupa asuransi tahun sebanyak 26 orang (60,5%) dan
kesehatan yang disebut BPJS yang >5 tahun sebanyak 12 orang
membantu masyarakat dengan status (27,9%).dan didapatkan mayoritas lama
ekonomi kurang/tidak mampu untuk DM terdapat pada 1-5 Tahun yaitu
mendapatkan pelayanan kesehatan secara sebanyak 24 orang dan >5 tahun
gratis. Program BPJS ini sangat membantu sebanyak 11 orang.
bagi pasien dengan status ekonomi kurang
Hasil penelitian ini sejalan
mampu agar dapat melakukan pemantauan
dengan Skinner dan Hampson (2001)
terhadap kondisi kesehatannya dan
melakukan monitoring gula darah secara
yang menyatakan bahwa lama
teratur. Sedangkan bagi pasien DM dengan menderita DM tidak berpengaruh
status ekonomi yang mapan tidak ada terhadap perilaku self care. Pasien yang
baru terdiagnosa dan pasien yang

12
sudah lama menderita DM menunjukkan KESIMPULAN DAN SARAN
perilaku yang sama dalam melakukan
perilaku self care. Menurut hasil Kesimpulan
penelitian Kusniawati (2011) bahwa Dari hasil penelitian “Faktor-faktor
tidak ada hubungan antara lama yang mempengaruhi self care pada
menderita DM dengan perilaku self care. penderita Diabetes Melitus di Puskesmas
Pancur Batu Medan Tahun 2019 dapat
Hasil penelitian Purnama (2016)
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
mengatakan bahwa lama DM tidak
1. Karakteristik responden berdasarkan
berpengaruh dengan kemampuan self umur yang self care nya tinggi terdapat
care. Lamanya pasien menderita DM pada umur 56-65 tahun
berpengaruh terhadap terjadinya 2. Karakteristik responden berdasarkan
komplikasi. Komplikasi yang terjadi Jenis Kelamin yang self care nya tinggi
mengakibatkan kelemahan fisik yaitu sama antara laki-laki dan
sehingga pasien tidak mampu perempuan
melakukan self care secara tepat dan 3. Karakteristik responden berdasarkan
mandiri. Selain masalah komplikasi Pendidikan yang self care nya tinggi
faktor kejenuhan karena lamanya DM yaitu pendidikan SMA
4. Karakteristik responden berdasarkan
juga dapat mempengaruhi kemampuan
Pekerjaan yang self care tinggi yaitu
dan kemauan dalam melakukan self
yang bekerja sebagai PNS
care. 5. Karakteristik responden berdasarkan
Maka peneliti berasumsi bahwa Pendapatan yang self care tinggi yaitu
hal ini disebabkan oleh pengalaman dan yang pendapatannya >1.900.000
pemahaman yang dimiliki oleh setiap 6. Karakteristik responden berdasarkan
responden DM. Responden yang telah Lama DM yang self care tinggi yaitu 1-
lama menderita DM akan sangat 5 Tahun
mengerti akan penyakitnya dan manfaat 7. Sebagian besar responden termasuk
dari perilaku self care itu sendiri. dalam kategori self care tinggi yaitu
Sedangkan responden yang baru sebanyak 40 orang
terdiagnosa DM memiliki motivasi yang
Saran
tinggi untuk mencegah komplikasi dari
penyakitnya sehingga mereka rutin 1. Kepada dokter diharapkan lebih
melakukan perilaku self care. Sehingga memberikan penjelasan dan
lama menderita DM tidak pemahaman kepada pasien DM
mempengaruhi seseorang dalam tentang pentingnya perilaku self care
melakukan perilaku self dan manfaatnya kepada pasien DM
yang memiliki tingkat pendidikan dan
status ekonomi rendah terutama
mengenai kontrol gula darah dan
perawatan kaki.
2. Diharapkan kepada Puskesmas Pancur
Batu lebih melakukan pendekatan

13
kepada pasien DM dengan cara Khotimah, 2017. Pengaruh Self care
membuat kegiatan seperti diskusi behaviour penderita diabetes
kelompok, senam DM, penyuluhan mellitus terhadap nilai ankle brachial.
tentang perilaku self care agar pasien Jombang. Jurnal inipdu.
DM mengerti tentang pentingnya
Asti 2016. Hubungan tingkat self care dan
perilaku self care. Kepada keluarga
kepatuhan terhadap outcome terapi
pasien DM agar lebih memperhatikan
pada pasien diabetes mellitus tipe 2
keluarganya yang menderita DM untuk
rawat jalan di RSUD Moewardi
melakukan perilaku self care terutama
Jakarta. Jurnal diabetes mellitus
kontrol gula darah dan perawatan kaki.
tipe, self care, kepatuhan, outcome
terapi
Daftar Pustaka
Dolongseda, Gresty, Yolanda, 2017.
Manado. Hubungan pola aktivitas
Luthfa Iskim, 2016. Family Support Pada fisik dan pola makan dengan kadar
Penderita Diabetes Mellitus tipe 2 di gula darah pada pasien diabetes
Puskesmas, Analisis Rasch Model. mellitus tipe 2 di poli penyakit dalam
Semarang. Jurnal keperawatan dan Rs pancaran kasih Manado.
pemikiran ilmiah.
Dewi M dan Wawan, 2017. Teori dan
Ronika S, Fazidah,Nurmaini, pengukuran, sikap, dan perilaku
2017.Hubungan aktivitas fisik manusia. Yogyakarta.
dengan kejadian Diabetes Melitus
Wawan dan Dewi, 2011. Teori dan
tipe 2 pada perempuan usia lanjut di
pengukuran pengetahuan, sikap,
wilayah kerja puskesmas padang
dan perilaku manusia. Yogyakarta.
bulan. Medan. Jurnal ilmu kesehatan
masyarakat Sumatera Utara. Setyo Budi, 2014. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta.
Isnawati, Hiswan, Sri, 2016. Karakteristik
penderita diabetes tipe 2 dengan Toobert, D. J., Hampson, S. E., & Glasgow,
komplikasi ulkus kaki diabetik yang R. E. 2000. The Summary of diabetes
dirawat inap di Rumah Sakit self-care activities measure. Diabetes
Pematang Siantar. Medan. Jurnal Care, 23 (7), 943 – 950.
Epidemiologi Fakultas kesehatan
Svartholm, S. 2010. Self care activities of
Yessy Mardianti Sulistria,2013. Self care patients with Diabetes Mellitus Type 2
level Outpatient Diabetes Melitus in Ho Chi Minh City. Available :
type 2 di Puskesmas Kalirungkut. http://ncbi.nlm.nih.gov . [Accesed 29
Surabaya. Jurnal ilmiah mahasiswa Maret 2015].
universitas Surabaya vol 2. No. 2
Sousa, V. D., Hartman, S.W., Miller, E.H., &
Putri Riana Linda, Hastuti Dwi Yuni. 2016. Carrol, M. A. 2009. New measure of
Gambaran self care penderita diabetes self-care agency, diabetes
Diabetes Melitus di wilayah kerja self-efficacy and diabetes self
Puskesmas Srondol. Jurnal management for insulin-treated
Departemen Keperawatan.

14
individual with type 2 diabetes.
Journal of Clinical Nursing

RISKESDAS. 2013. Laporan Nasional


2013. Jakarta : Litbangkes.
Available:http://www.k4health.org/site
s/default/files/laporanNasional%20Ris
kesdas%202013.pdf. [Accesed 29
Maret 2015].

PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan


dan Pencegahan Diabetes Melitus
tipe 2
diIndonesia.Available:http://www.perk
eni.org/download/konsensus%20%D
M%202011/zip. [Accesed 1 April
2015].

15

Anda mungkin juga menyukai