OLEH :
i
KATA PENGATAR
Dr.Rachmayanthy,SH,M.Si
DAFTAR ISI
1
dibuat oleh petugas Lapas sendiri, padahal dengan membuat Litmas sendiri
unsur netralitas dan objektifitas tidak terpenuhi, (2) Pelayanan yang diberikan
dianggap tidak effektif, efesien dan pemborosan biaya misalnya jika membuat
Litmas Assimilasi dan meminta pengawasan PK Bapas dianggap tidak efektif,
tidak efesien dan ada biayanya, (3) Bekerja di Bapas dianggap tidak populer
misalnya tanpa keterlibatan PK, penyusunan Litmas, pengawasan klien bisa
dilakukan oleh petugas Lapas sehingga peran-nya jadi tidak terlihat nyata, disisi
lain setiap kali Bapas meminta calon pegawai tidak diperhitungkan karena
dianggap belum terlalu penting dan selalu di nomor dua kan sehingga
mengakibatkan jumlah PK jadi semakin sedikit dan, (4) Bekerja di Bapas tidak
memiliki prospek karier bagus misalnya para pegawai pemasyarakatan lebih
memilih bekerja di Lapas karena dianggap memiliki prospek karier bagus lebih
mudah menduduki jabatan struktural, dan kesejahteraan lebih baik karena
dianggap kerja di Lapas banyak masukannya sedangkan jika bekerja di Bapas,
jenjang karier tidak jelas, tidak sejahtera, jabatan eselon sedikit sedangkan
persaingan sangat ketat.
1
Kasali, Rhenald Change, hal. 175, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005.
(Pemasyarakatan) yang memiliki kekhususan pelayanan pemerintah didalam
perlakuan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan demi kepentingan
masyarakat. Sehingga jangan sampai timbul fenomena bahwa Pemasyarakatan
tanpa peran Bapas dapat berjalan baik namun bagaimana melakukan suatu
perubahan yang signifikan agar peran Bapas dapat lebih berfungsi didalam
Sistem Pemasyarakatan .
REFORMASI BIROKRASI
Sedangkan dalam sebuah kamus politik terbit pada tahun 2003, birokrasi
didefinisikan sebagai :
(1) Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah
berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan; (2) Cara bekerja dan susunan
pekerjaan yang serba lamban serta menurut tata aturan (adapt dan sebagainya)
yang banyak liku-likunya; (3) Birokrasi sering melupakan tujuan pemerintah yang
sejati, karena terlalu mementingkan cara dan bentuk. Ia menghalangi pekerjaan
yang cepat serta menimbulkan semangat menanti, menghilangkan inisiatif, terikat
dalam peraturan yang jelimet dan bergantung kepada perintah atasan, berjiwa
statis dan karena itu menghambat kemajuan.3
Birokrasi sudah bergeser seperti konsep awal Weber, kita tetap perlu
melakukan perubahan atau perbaikan, sesuai dengan tuntutan dan tantangan
2
Joyce Warham, An Open Case (London : Routledge & Kegen Paul, 1977, hal 67.
3
Warsito Utomo, Administrasi Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006
yang akan selalu muncul. Oleh karena itu perlu usulan perbaikan dari para
praktisi dan teoritis. Pada akhirnya, teori harus dapat dipraktikkan dibebarapa
tempat yang berbeda tetapi memiliki latar belakang yang sama.
Pertama, lebih menitik beratkan kepada achievement of results dan the personal
responsibility. Kedua, pembuatan performance indicators sebagai ukuran baik
untuk organisasi maupun personel, sehingga diperoleh 3 E : economy, efficiency,
effectiveness. Ketiga, berusaha menghilangkan tendensi yang ada untuk lebih
fleksibel. Keempat, lebih membuat para pejabat committed terhadap politik/
keputusan-keputusan piltik, tidak sekedar pelaksanaan yang netral (neutral and
nonpartisan). Kelima, berusaha mengurangi fungsi-fungsi pemerintah melalui
privatisasi. Keenam, orientasi dari steering from rowing (lebih berperan
mengarahkan ketimbang mendayung)5
4
Warsito, Ibid
5
Warsito, Ibid
Bentuk NPM karya David Osborne dan Ted Gaebler (1992) : Reinventing
Government : How The entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector.
Intinya bahwa pemerintah kini dituntut untuk menjalankan tugasnya sebagai
wirausaha tepatnya mengelola birokrasi secara wirausaha antara lain 6 :
Lebih lanjut David Orbone dan Peter Plastrik (1997)7 dalam bukunya
Banishing Bureaucracy (pemangkasan birokrasi) : The Five Strategies for
Reinventing Government, menjelaskan lima strategi untuk menghidupkan
birokrasi yang harus dikelola dengan baik sehingga menjadi satu kekuatan.
6
David Osborne and Ted Gaebler, Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is
Transforming the Public Sector .1992 Edisi terjemahaan PPM Jakarta.
7
David Osborne abd Peter Plastrik, Banishing Bureaucracy: The Five Strategies for Reinventing
Government (New York: Addison-Wisely Publishing Company, Inc, 1997).
Kelima strategi itu adalah : (1) Strategi inti: menciptakan tujuan yang jelas; (2)
strategi konsekuensi; (3) strategi pelanggan; (4) strategi pengendalian; (5)
Strategi budaya.
Kemanapun dan siapa pun yang saya temui, pihak dalam dan luar negeri masih
terus mengeluhkan birokrasi kita. Saya mendapat kesan, dan saya harus terus
terang, bahwa birokrasi kita maíz bekerja seperti yang biasa dikerjakan selama
ini. Artinya, Belem berubah secara significan. Lamban bertindak dan lamban
memproses sesuatu dan akhirnya lamban mengambil keputusan. Boros waktu
dan tidak efisien.
Opini masyarakat tentang gambaran birokrasi di Pemasyarakatan,
menurut MaPPI (Masyarakat Pemantau Peradilan Fakultas Hukum Universitas
Indonesia) ada beberapa hak narapidana yang terabaikan antara lain : 1)
kalangan internal Lapas yang menjadikan ketenangan dan keamanan sebagai
ukuran/parameter keberhasilan dan kinerja Lapas; 2) kelebihan penghuni (over
capacity) yang disebabkan adanya kebiasaan memperlama napi dalam penjara
dengan menghambat proses pemberian PB, Assimilasi, CMB dan CB; 3)
lemahnya pengawasan baik pengawasan melekat oleh pejabat internal Lapas
dan pengawasan fungsional oleh Inspektur Jenderal; 4) kualitas dan kuantitas
Sumber Daya Manusia petugas Lembaga Pemasyarakatan; 5) Anggaran yang
minim.8
8
Koran Harian Nasional Depok, halaman 2 tanggal 7 Januari 2008.
1. Asas Kepastian Hukum;
9
Jeff Davidson, Change Management. Edisi terjemahan Jakarta : Prenada, 2005.
keabsahan pihak yang menjalankan kekuasaan, bersikap adil, memberikan
arahan kepada staf hendaknya jelas, tepat waktu.
10
Tanri Abeng, Profesi Manajemen. Jakarta: Gramedia, 2006, 167-177
11
Robert H Schaffer dan Harvey A Thomson, “ Successful Change Program Begin with Result” dalam
Harvard Business Review on Change (1991), 210-213
1. Mintalah tiap-tiap unit untuk menetapkan dan mencapai beberapa
sasaran kinerja jangka pendek yang ambisius.
2. Secara periodik, lakukan kajian terhadap kemajuannya, tarik pelajaran
yang penting, dan merumuskan kembali startegi.
3. Lembagakan perubahan yang bisa berjalan dan buang yang tidak bisa
berjalan
4. Ciptakan kerangka acuan dan kenali tantangan bisnis yang amat
menentukan.
Pembimbingan, meliputi :
Pendidikan agama
Pendidikan budi pekerti
Bimbingan dan penyuluhan perorangan maupun kelompok
Pendidikan formal
Kepramukaan
Pendidikan Keterampilan Kerja
Pendidikan kesejahteraan keluarga
Psikoterapi
Kepustakaan
Psikiatri terapi
Dan berbagai bentuk usaha penyembuhan klien lainnya
Penelitian kemasyarakatan (Litmas), meliputi:
Pengawasan, Meliputi
- Pasal 47 SMR
Ayat (1) Sedapat mungkin, personil dilengkapi dengan para ahli dalam
jumlah yang mencukupi seperti psikiater, psikolog, pekerja sosial, guru dan
guru ketrampilan.
Ayat (2) Pelayanan yang diberikan oleh pekerja sosial, guru dan guru
ketrampilan harus dijamin berbasis permanen, tanpa mengecualikan pekerja
sukarela paro waktu.
Bekerja team work (napi, petugas dan lembaga lainnya seperti : guru,
psikolog)
Sub Bagian TU
Urusan Urusan
Urusan Umum
Kepegawaian Keuangan
Kepala Bapas
Sub Bagian TU
Kepala Bapas
Kasubbag TU
Dapat dijelaskan bahwa tidak ada lagi Bapas Klas I dan II namun yang
ada hanya UPT Bapas dengan jenjang eselon III/a untuk posisi seorang Kepala
Bapas dan dalam menjalankan tupoksi nya Kepala Bapas hanya dibantu oleh
Kasie BKA, Kasie BKD untuk bidang teknis dan Kasubag TU untuk bidang
pengelolaan keuangan, umum dan kepegawaian yang bersifat administrasi.
Sedangkan untuk jabatan structural dibawah kepala Bapas yaitu dengan jenjang
eselon IV/a. Hal ini untuk memutus birokrasi yang berbelit, lambat dan bersifat
kaku dalam cara bekerja yang dianggap banyak liku-likunya, sehingga dengan
demikian struktur baru yang sederhana dapat mengoptimalkan pekerjaan.
Selanjutnya bahwa birokrasi kita ketahui sering melupakan tujuan
pemerintah yang sejati, karena dianggap terlalu mementingkan cara dan bentuk
ia menghalangi pekerjaan yang cepat serta menimbulkan semangat menanti,
menghilangkan inisiatif, terikat dengan peraturan yang jelimet dan bergantung
kepada perintah atasan, berjiwa statis dan karena itu menghambat kemajuan.
Fenomena tersebut juga terjadi pada prosedur pelayanan Balai
Pemasyarakatan dianggap belum optimal sehingga mempengaruhi kinerja
organisasi, permasalahan yang terjadi antara lain :
Penyerahan klien CB sering tidak diiukuti dengan penyerahan Litmas
yang bersangkutan sehingga mempersulit penyusunan program
pembimbingan.
Sebagian besar Bapas tidak diikutkan pada sidang TPP
Belum ada Lapas/Rutan yang meminta Litmas Admisi Orientasi
Penyerahan klien PB sering tidak didampingi petugas Lapas.
Eksistensi Bapas dalam sidang Pengadilan Anak masih kurang
mendapat perhatian dari penegak hukum lainnya.
Kurangnya jumlah personil,
Kurangnya kompetensi pegawai
Kurangnya minat pegawai pemasyarakatan untuk ditempatkan di Bapas
kurangnya anggaran home visit dan anggaran pembimbingan, (untuk
kunjungan rumah (home visit) dalam kota anggaran tidak bisa diserap)
kurangnya sarana prasarana seperti komputer dan kendaraan roda dua,
kurangnya anggaran untuk program pembimbingan
Belum adanya persepsi yang sama di jajaran pemasyarakatan mengenai
program bagi napi/tahanan.
Belum adanya persepsi yang sama diantara instansi penegak hukum
terhadap penanganan anak yang bermasalah dengan hukum
Litmas digunakan sebatas menggugurkan kewajiban
Kurangnya pemahaman mengenai peran BAPAS
Belum adanya Standard Opration Procedur terkait pelayanan
pembimbingan terhadap klien BAPAS
Tidak mempunyai kekuatan hukum untuk memberikan sanksi kepada
klien yang melanggar aturan
Terkait hal tersebut maka langkah reformasi Bapas ke dua yaitu dengan
menempatkan petugas PK pada Lapas/Rutan yang berada di wilayah kerja
Bapas, misalnya Bapas Serang, menempatkan PK nya di Lapas Klas I
Tanggerang, Lapas Pemuda Tanggerang, Lapas Anak Pria Tanggerang, Lapas
Anak Wanita Tangerang, Lapas Wanita Tangerang, Rutan Tangerang, Lapas
Klas II Serang, Rutan Serang, Rutan Rangkas Bitung dan Rutan Pandeglang.
Penempatan PK Bapas di Lapas/Rutan bertujuan antara lain :
Mempermudah Rutan/Lapas dalam permintaan Litmas untuk Admisi
Orientasi dalam rangka Program pembinaan
Mempercepat penyelesaian Litmas
Menghemat waktu dan biaya
Keikutsertaan pada kegiatan program pembinaan yang diselenggarakan
lapas/Rutan dalam bentuk team work Lapas/Rutan
Memberikan konseling kepada Napi/tahanan yang bermasalah
Melakukan pengawasan dan pengamatan
Mengikuti sidang TPP
Melakukan evaluasi dan penilaian program pembinaan diLapas/Rutan
Gambar 4. Penempatan PK Bapas di Lapas dan Rutan
.
Lapas/ Lapas
Rutan Anak
Bapas
Lapas/ Lapas
Rutan Wanita
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kunci dari reformasi Balai
Pemasyarakatan sesungguhnya adalah kemauan untuk melakukan perubahan
mind-set Jajaran Pemasyarakatan ( sebagai abdi Negara, abdi masyarakat
bukan menjadi penguasa melainkan sebagai pelayan untuk melayani
masyarakat dan bukan untuk dilayani, mendahulukan perannya sebagai
petugas Pemasyarakatan bukan kewenangannya yang dapat merusak tugas
dan fungsinya) sehingga dengan demikian dapat tercipta persepsi yang sama
dan komitmen untuk melaksanakan tupoksi nya berdasarkan Sistem
Pemasyarakatan dengan mengedepankan good and clen governance (Bapas
yang bersih, transparan, akuntabel dan professional serta bebas KKN) yang
berbasis kinerja dan terwujudnya pelayanan prima.
Tindakan aksi (action plan) sebagai wujud dari reformasi Bapas yang dapat di
implementasikan ada tiga langkah antara lain :
Agar langkah-langkah tersebut dapat terrealisasi tentu saja harus didukung oleh
sumber daya penunjang maka yang dapat penulis saran kan kepada pimpinan
adalah sebagai berikut :
SELESAI
DAFTAR PUSTAKA
Osborne, David dan Peter Plastrik. 1997. Banishing Bureaucracy: The Five Strategies
for Reinventing Governmen. New York: Addison-Wisely Publishing Company,
Inc.
Osborne, David dan Ted Gaebler. 1992. Reinventing Government: “How the
Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector” Edisi terjemahaan
Jakarta: PPM.
Schaffer, Robert H dan Harvey A Thomson, “Successful Change Program Begin with
Result” Harvard Business Review on Change. 1991
Warham, Joyce. 1977. An Open Case. London : Routledge & Kegen Paul.