Anda di halaman 1dari 36

NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Pelantikan Massal DITJEN PEMASYARAKATAN Fokus :

Restrukturisasi Menuju Era Baru Pemasyarakatan

NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Pelantikan Massal DITJEN PEMASYARAKATAN Fokus :

NOMOR 44 TAHUN XII - Januari 2011 Cover : Pelantikan Massal di Ditjen Pemasyarakatan Desain, Cetak, Tata Letak: INFOKOM DITJENPAS

Restrukturisasi Menuju Era Baru Pemasyarakatan

SUSUNAN REDAKSI: ...................... PELINDUNG :


Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI Drs. Untung Sugiyono, Bc.IP, MM. PEMBINA : Direktur Informasi dan Komunikasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Drs. Murdiyanto, Bc.IP, SH, MM. PIMPINAN REDAKSI : Kasubdit Komunikasi M.Akbar Hadiprabowo, Bc.IP, SH, MH. REDAKSI PELAKSANA : Kasie Peliputan dan Penyajian Berita Ika Yusanti, Bc.IP, SH, M.Si. Kasie Analisa dan Strategi Komunikasi Andi Marwan Eryansyah, Amd.IP, SH, MH. Kasie Evaluasi dan Pelaporan Marta Masseleng STAF REDAKSI : JP. Budi Waskito, SH. Agung Prasetyo, SH. Innaka Mutiara, S.Kom. Irma Rahmani, S.Sos. Vera Novianti, S.S. SEKRETARIAT : SUB DIREKTORAT KOMUNIKASI Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Jl. Veteran No. 11 Jakarta Pusat Telp. (021) 3857615 ; (021) 3857611 Ext. 311 Fax. (021) 3857615 E-mail : humas@ditjenpas.go.id humasditjenpas@yahoo.co.id BANK : BRI Cabang Veteran Jakarta Pusat Nomor Rekening : 032 901001 763302 WARTA PAS Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Redaksi menerima sumbangan artikel dan laporan kegiatan disertai foto-foto

Portir
Fokus

hal 03

Strategi
Menghadapi dan Mencegah Deradikalisasi

RESTRUKTURISASI
Menuju Era Baru Pemasyarakatan

Stakeholder Meeting Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Search for Common Ground Indonesia

hal 20

hal 04 Cover Story

Opini
PENJARA
Bukan Untuk Anak

Oleh: Lollong M. Awi

hal 24

Profil UPT
Rutan Ternate
PELANTIKAN MASSAL DITJEN PEMASYARAKATAN

Rutan Kecil dengan Karya Besar


hal 27 Seputar Media
KISRUH PENJARA DARI MASA LALU

hal 12 Liputan

hal 32 Seputar Media


SOP PEMASYARAKATAN MENJADI REKOMENDASI KOMISI III

LAPORAN INFORMASI HARIAN

hal 16

hal 33 VOC HOW OUT OF BOX ARE YOU? hal 34

ASESMEN DAN KLASIFIKASI Babak Baru Pembinaan Narapidana

KEGIATAN DALAM GAMBAR hal 18 hal 35

Portir
Akhir 2010, merupakan momentum bersejarah dalam Kebangkitan Pemasyarakatan yang ke dua. Tepatnya pada hari Jumat tanggal 31 Desember 2010, Direktur Jenderal Pemasyarakatan, atas nama Menteri Hukum dan HAM RI, melantik dan mengambil sumpah jabatan untuk pejabat yang menempati posisi eselon II, III dan IV di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Pelantikan sebanyak 115 orang (rekor pelantikan terbanyak, sepanjang sejarah Ditjen Pas) ini merupakan tindak lanjut dari restrukturisasi (perubahan struktur) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, yang ditetapkan dalam Peraturan Mentri Hukum dan HAM RI Nomor:M.HH05.OT.01.01 Tahun 2010 tentang organisasi Tata Kerja Kementrian Hukum dan HAM RI. Restrukturisasi Ditjen Pas menjadi bagian penting dalam Reformasi Birokrasi Pemasyarakatan, yaitu sebagai cara meningkatkan peran dan fungsi kelembagaan yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing), juga sebagai langkah optimalisasi kinerja Pemasyarakatan dalam meningkatkan pelayanan publik. Oleh karenanya tidak salah jika kita pun menjadikan momentum pelantikan dan restrukturisasi Ditjen Pas ini sebagai momentum menuju Era Baru Pemasyarakatan. Era baru Pemasyarakatan, ditandai pula dengan tersusunnya Asesmen dan klasifikasi bagi narapidana, hasil kerja sama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dengan New South Wales Corrective Service (Australia). Asesmen warga binaan merupakan proses mengumpulkan informasi yang digunakan sebagai dasar untuk menyusun case plan serta merencanakan program pembinaan yang tepat bagi warga binaan. Tersusunnya instrumen asesmen merupakan angin segar dalam proses pembinaan narapidana. Dengan mendasarkan diri pada hasil assessment dan pengklasifikasian narapidana, kegiatan pembinaan akan semakin terarah dan tepat sasaran. Reformasi Birokrasi Pemasyarakatan telah berjalan selama kurang lebih satu tahun dan akan terus bergulir sampai Instansi Pemasyarakatan memenuhi harapan masyarakat, yaitu terciptanya birokrasi yang bersih, efektif, efisien, transparan dan akuntabel dalam melayani dan memberdayakan masyarakat. Reformasi Birokrasi Identik dengan pembaharuan dan perubahan. Untuk mencapai tujuan itu, Pemasyarakatan akan terus melakukan pembaharuan dan perubahan yang mendasar pada sistem kelembagaannya, ketatalaksanaan dan pada sumber daya manusianya. Perlu ditekankan bahwa pembaharuan dan perubahan organisasi tidak akan berarti jika SDMnya tidak berubah dan memperbaharui diri. Meningkatkan kemampuan dan mengembangkan potensi diri adalah wujud kita mau merubah dan memperbaharui diri. Mari kita berubah, dari hal yang kecil, dari diri sendiri, dan mulai dari sekarang. Perubahan memang menimbulkan risiko yang besar, tetapi kita akan mendapatkan risiko yang lebih besar jika kita tidak berubah. Karena kita akan tergilas oleh perubahan.

s Redak

WARTA PEMASYARAKATAN 03
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Fokus

RESTRUKTURISASI

Menuju Era Baru Pemasyarakatan


Change is the law of life. And those who look only to the past or present are certain to miss the future John F. Kennedy, ~ perubahan adalah hukum hidup, mereka yang hanya melihat masa lalu dan masa sekarang pastilah akan kehilangan masa depan~.

langkah untuk merencanakan masa depan. Dalam perkembangannya, sebuah organisasi harus mampu beradaptasi dalam menghadapi perubahan lingkungan. Restrukturisasi organisasi dilakukan karena merasa organisasi yang ada sudah tidak match dengan tuntutan kebutuhan. Oleh karena itu dengan dilakukannya restrukturisasi organisasi tentunya diharapkan

isa jadi ini yang dilakukan Ditjen

dapat menghasilkan organisasi yang mampu mengelola perubahan dan membangun organisasi yang efisien, efektif dan fleksibel. Kompleksitas permasalahan yang dihadapi seluruh jajaran Pemasyarakatan dijadikan semangat untuk bangkit dan bereformasi. Seperti yang disampaikan Dirjen Pas sebelumnya bahwa reformasi birokrasi Pemasyarakatan mempunyai tujuan khusus untuk membentuk birokrasi Pemasyarakatan yang bekerja atas dasar aturan dan nilainilai,

Pemasyarakatan dalam upaya

mereformasi birokrasinya yaitu sebagai

04 WARTA PEMASYARAKATAN
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Fokus
birokrasi yang efisien, efektif dan produktif yaitu birokrasi Pemasyarakatan yang mampu memberikan dampak kerja positif, birokrasi yang transparan dan birokrasi yang melayani masyarakat dan birokrasi yang akuntabel. Memang banyak pertanyaan atas usulan restrukturisasi ini, yang seolaholah baru ditiupkan saat injuritime. Apakah restrukturisasi ini dilakukan dengan melalui kajian yang mendalam. Lalu kemudian apakah restrukturisasi ini ada benang merahnya dengan tarik ulur remunerasi?

perhatian. Selain itu, departementalisasi fungsional Direktorat Jenderal Pemasyarakatan juga masih menimbulkan tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas. Sebut saja Direktorat Perawatan dengan Direktorat Bina Khusus Narkotika, fungsi dan kewenangan mengalami tumpang tindih. Tumpang tindih ini dinilai menciptakan suasana yang kurang kondusif dalam memajukan organisasi, karena dinilai mubazir dalam pengelolaan program yang kurang lebih sama, bahkan yang terjadi menambah kompleksitas koordinasi serta memunculkan ego sektoral di masingmasing direktorat.

Pada awalnya, Ditjen Pas mengembangkan organisasinya dengan pendekatan fungsi, yang terdiri dari 6 (enam) Direktorat, yakni (1) Direktorat Bina Bimbingan Kemasyarakatan, (2) Direktorat Bina Perawatan, (3) Direktorat Bina Latihan Kerja dan produksi, (4) Direktorat Bina Regsitrasi dan Statistik, (5) Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban dan yang terakhir lahir tahun 2002 yaitu (6) Direktorat Bina Khusus Narkotika. Pada perjalanannya struktur yang ada dinilai belum cukup menjawab kebutuhan secara internal Pemasyarakatan ataupun kebutuhan masyarakat pada umumnya. Ternyata, departementalisasi fungsional ini belum mampu mendudukkan secara seimbang (equal) fungsifungsi yang ada. Departementalisasi ini cenderung memberikan porsi yang lebih besar pada fungsifungsi Lapas dan Rutan, sedangkan fungsifungsi yang berkaitan dengan Bapas dan Rupbasan cenderung kurang mendapat

Restrukturisasi sebuah kebutuhan


Menjawab kebutuhan upaya reformasi birokrasi, restrukturisasi merupakan hal yang urgen untuk dilakukan. Restrukturisasi merupakan salah satu upaya Ditjen Pas dalam membenahi organisasi dan manejemen. Pasalnya Ditjen Pemasyarakatan belum mengakomodir beberapa kebutuhan yang diungkapkan sebelumnya, yakni fungsi sektoral Bapas dan Rupbasan. Sementara kita ketahui seluruh proses Pemasyarakatan dimulai sejak tataran pra adjudikasi hingga post adjudikasi. Yaitu pelaksanaan pelayanan tahanan yang dilakukan oleh Rumah Tahanan Negara (Rutan), pembinaan narapidana yang d i l a k s a n a k a n o l e h

WARTA PEMASYARAKATAN 05
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Fokus
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), pembimbingan klien pemasyarakatan yang dilaksanakan oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas), dan pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan negara yang dilaksanakan oleh Rumah Penyimpanan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara (Rupbasan). Tentunya sangatlah penting untuk juga lebih memperkuat fungsi Bapas dan Rupbasan. Mengacu pada kondisi tersebut, perubahan struktur organisasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan merupakan satu langkah strategis untuk perubahan. Perubahan ini tentu saja dengan melakukan analisis secara menyuluruh terhadap faktorfaktor yang berpengaruh dalam pelaksanaan tugas Pemasyarakatan. Terdapat beberapa aspek dalam melakukan perubahan struktur organisasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, yaitu: (1) Perubahan dilakukan untuk memperjelas pertanggungjawaban kinerja UPT Pemasyarakatan. Ditjenpas tidak didudukkan sebagai pengambil kebijakan semata, akan tetapi juga mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan tersebut dan melakukan pengawasan, (2) memperhatikan keberagaman bidang pekerjaan dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas pada Lapas, Rutan, Bapas, dan Rupbasan, yaitu dengan memberikan perhatian lebih besar terhadap WBP anak, fungsi standarisasi sarana hunian, fungsi intelejen yang disatukan dengan pencegahan untuk efektifitas pelaksanaan pencegahan gangguan kamtib, (3) Penguatan fungsi Rupbasan dengan memperhatikan peran strategis Rupbasan dalam proses peradilan (4) Perhatian serius pada kelompok jabatan fungsional yang didalamnya mencakup beberapa fungsi yang mendukung pelaksanaan tugas pemasyarakatan, (5) Setiap Direktorat akan melakukan pengumpulan data dan informasi Pemasyarakatan. Data dan informasi Pemasyarakatan tersebut akan dihimpun oleh Direktorat Infokom melalui system data base , sehingga ke depannya fungsi kehumasan menjadi optimal. Struktur Baru Ditjenpas

Dengan memadukan dua pendekatan yakni sektor dan fungsi, diharapkan akan terbentuk struktur organisasi yang mampu memberikan perhatian yang seimbang di antara unit pelaksana teknis dan tidak terabaikannya fungsifungsi strategis yang dapat mendorong kinerja pemasyarakatan, dimana keseluruhan Direktorat dan Bagian direstruktur sesuai dengan kebutuhan masyarakat di masa transformasi ini. Tepatnya pada 30 Desember 2010, restrukturisasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mengalami Perubahan

06 WARTA PEMASYARAKATAN
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Fokus
struktur yang didasari Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH 05.OT.01.01 Tahun 2010 tentang Organisasi Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Patut diberikan apresiasi bagi kinerja Jajaran Pemasyarakatan dalam mengagas struktur ini, karena hal ini merupakan proses tidak terpisah dari sistem organisasi secara keseluruhan terutama sub sistem operasi, sehingga dapat mengeliminir gap antara struktur organisasi yang dihasilkan dengan system operasi. Dengan kondisi ini diharapkan struktur organisasi yang ada mampu memberikan dukungan yang optimal terhadap operasionalisasi organisasi. Lebih jauh lagi ketika terdapat permasalahan, dapat dengan jelas unit organisasi mana yang harus menanganinya atau tidak adanya grey area. Langkah kongkrit dilaksanakan antara lain dengan melikuidasi ke enam Direktorat dan menggantikannya dengan yang baru. Struktur Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang baru memiliki 6 (enam) Direktorat dan Sekretaris Ditjen Pemasarakatan, yaitu (1) Direktorat Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan, (2) Direktorat Bina Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak, (3) Direktorat Informasi dan Komunikasi, (4) Direktorat Bina Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara, dan (5) Direktorat Bina Kesehatan dan Perawatan Narapidana dan Tahanan, sementara hanya satu Direktorat yang tidak mengalami perubahan nama yaitu (6) Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban namun mengalami pengembangan fungsi intelejen di dalamnya. Dengan struktur tersebut diharapkan menjadi kendaraan untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan menghasilkan peningkatan kinerja Jajaran Pemasyarakatan. Namun patut dicermati tugas selanjutnya adalah menjaga konsistensi dalam struktur baru tersebut, sehingga pembentukan yang telah melalui kajian yang matang dapat membawa organisasi dan Sumber Daya Manusia didalamnya ke arah yang lebih baik. Karena upaya melakukan koreksi dan perubahan perubahan mendasar perlu mencermati dampak risiko lebih besar, baik risiko adanya riel cost yang dikeluarkan, waktu, maupun tenaga. Te n t u n y a r e s t r u k t u r i s a s i D i t j e n Pemasyarakatan menjadi pilihan yang tepat untuk dilakukan, bukan sekedar berubah karena ingin berubah. Juga bukan berubah seperti di instansi tertentu ~Setiap ganti Menteri ganti Kurikulum~. Dan pastinya perubahan yang dilakukan adalah perubahan yang semakin baik. (ndru)***

WARTA PEMASYARAKATAN 07
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Fokus

08 WARTA PEMASYARAKATAN
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Fokus
nama yaitu (6) Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban namun mengalami pengembangan fungsi intelejen di dalamnya. Dengan struktur tersebut diharapkan menjadi kendaraan untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan menghasilkan peningkatan kinerja Jajaran Pemasyarakatan. Namun patut dicermati tugas selanjutnya adalah menjaga konsistensi dalam struktur baru tersebut, sehingga pembentukan yang telah melalui kajian yang matang dapat membawa organisasi dan Sumber Daya Manusia didalamnya ke arah yang lebih baik. Karena upaya melakukan koreksi dan perubahan perubahan mendasar perlu mencermati dampak risiko lebih besar, baik risiko adanya riel cost yang dikeluarkan, waktu, maupun tenaga. Te n t u n y a r e s t r u k t u r i s a s i D i t j e n Pemasyarakatan menjadi pilihan yang tepat untuk dilakukan, bukan sekedar berubah karena ingin berubah. Juga bukan berubah seperti di instansi tertentu ~Setiap ganti Menteri ganti Kurikulum~ . Dan pastinya perubahan yang dilakukan adalah perubahan yang semakin baik. (ndru)***

WARTA PEMASYARAKATAN 09
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Fokus
nama yaitu (6) Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban namun mengalami pengembangan fungsi intelejen di dalamnya. Dengan struktur tersebut diharapkan menjadi kendaraan untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan menghasilkan peningkatan kinerja Jajaran Pemasyarakatan. Namun patut dicermati tugas selanjutnya adalah menjaga konsistensi dalam struktur baru tersebut, sehingga pembentukan yang telah melalui kajian yang matang dapat membawa organisasi dan Sumber Daya Manusia didalamnya ke arah yang lebih baik. Karena upaya melakukan koreksi dan perubahanperubahan mendasar perlu mencermati dampak risiko lebih besar, baik risiko adanya riel cost yang dikeluarkan, waktu, maupun tenaga. Te n t u n y a r e s t r u k t u r i s a s i D i t j e n Pemasyarakatan menjadi pilihan yang tepat untuk dilakukan, bukan sekedar berubah karena ingin berubah. Juga bukan berubah seperti di instansi tertentu ~Setiap ganti Menteri ganti Kurikulum~. Dan pastinya perubahan yang dilakukan adalah perubahan yang semakin baik. (ndru)***

10 WARTA PEMASYARAKATAN
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Fokus
nama yaitu (6) Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban namun mengalami pengembangan fungsi intelejen di dalamnya. Dengan struktur tersebut diharapkan menjadi kendaraan untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan menghasilkan peningkatan kinerja Jajaran Pemasyarakatan. Namun patut dicermati tugas selanjutnya adalah menjaga konsistensi dalam struktur baru tersebut, sehingga pembentukan yang telah melalui kajian yang matang dapat membawa organisasi dan Sumber Daya Manusia didalamnya ke arah yang lebih baik. Karena upaya melakukan koreksi dan perubahan perubahan mendasar perlu mencermati dampak risiko lebih besar, baik risiko adanya riel cost yang dikeluarkan, waktu, maupun tenaga. Te n t u n y a r e s t r u k t u r i s a s i D i t j e n Pemasyarakatan menjadi pilihan yang tepat untuk dilakukan, bukan sekedar berubah karena ingin berubah. Juga bukan berubah seperti di instansi tertentu ~Setiap ganti Menteri ganti Kurikulum~ . Dan pastinya perubahan yang dilakukan adalah perubahan yang semakin baik. (ndru)***

WARTA PEMASYARAKATAN 11
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Cover Story

PELANTIKAN MASSAL DITJEN PEMASYARAKATAN


jabatan baru ini selain sebagai apresiasi hasil kerja namun juga sebuah amanah, sehingga berharap para pejabat baru bisa memberikan nilai tambah pada posisi tugas baru yang ditempatinya
enghujung tahun 2010 merupakan momen yang bersejarah bagi Pemasyarakatan. Tepatnya Jum'at, 31 Desember 2010 gerbong rotasi dan promosi di Jajaran Pemasyarakatan kembali berputar. Atas nama Menteri Hukum dan HAM RI, Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Untung Sugiyono melantik dan mengambil sumpah jabatan untuk pejabat yang duduk di

eselon II, III dan IV di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Sebanyak 115 orangorang terpilih dan telah melalui uji seleksi yang kredibel dan akuntabel, dilantik dan dipercaya untuk mengemban tugas baru. Sebagian besar diangkat dalam jabatan baru yang setara atau jabatan setingkat diatasnya. Sebagian mereka lagi adalah yang mendapatkan

12 WARTA PEMASYARAKATAN
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Cover Story
promosi karena dinilai memiliki kinerja baik selama mengabdi dan memiliki persyaratan dari noneselon untuk menempati posisi baru di eselon IV. Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Untung Sugiyono menyampaikan bahwa Pelantikan bersama saat ini dimaknai sebagai manifestasi dari semangat Kebangkitan Pemasyarakatan ke dua. Ditambah lagi dengan semakin tingginya ekspektasi masyarakat terhadap kinerja Pemasyarakatan dalam konteks penegakan hukum. Oleh karenanya Pemasyarakatan dituntut mampu menjawab segala t u n t u t a n d a n perkembangan aspirasi masyarakat. Pelantikan ini merupakan tindak lanjut dari restrukturisasi (perubahan struktur) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang berkorelasi dengan Reformasi Birokrasi Pemasyarakatan yang sedang digulirkan saat ini. Restrukturisasi organisasi Ditjen Pemasyarakatan yang baru saja ditetapkan melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH05.OT.01.01 Tahun 2010 Tanggal 30 Desember 2010 tentang Organisasi Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Restrukturisasi menjadi bagian penting dalam kemajuan organisasi. Selain sebagai cara untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas personil dalam mewujudkan akselerasi dan optimalisasi kinerja Pemasyarakatan, juga menjadi solusi tepat guna menjawab tantangan era globalisasi dan arus modernisasi dewasa ini. Mereka yang dilantik untuk menduduki posisi strategis (eselon II. red) dalam struktur Ditjen Pemasyarakatan baru adalah Murdiyanto sebagai Direktur Informasi dan Komunikasi, Ma'Mun sebagai Direktur Bina Keamanan dan Ketertiban, Muqowimul Aman sebagai Direktur Bina Kesehatan dan Perawatan Narapidana d a n Ta h a n a n , A m a l i a Abidin sebagai Direktur Bina Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara, Ambeg Paramartha sebagai Direktur Bina Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak, Rahmat Priyo sebagai Direktur Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan.

Sejalan dengan tujuan reformasi birokrasi, dengan struktur baru ini diharapkan bisa mengubah pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) serta sistem manajemen. Secara khusus,

WARTA PEMASYARAKATAN 13
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Cover Story
sasaran yang ingin dicapai mencakup berbagai segi yaitu, kelembagaan (organisasi), dengan membentuk Organisasi Pemasyarakatan yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right size), budaya organisasi, dengan membentuk Birokrasi Pemasyarakatan yang profesional dan memilki kinerja yang tinggi, Ketatalaksanaan, dengan membangun sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur, sesuai dengan prinsip prinsip good governance, regulasi dan deregulasi, dengan menciptakan birokrasi Pemasyarakatan yang menjalankan regulasi dan deregulasi secara lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif, sumber daya manusia, dengan menciptakan SDM Pemasyarakatan yang berintegritas, kompeten, profesional, berkinerja tinggi, sejahtera dan terhormat. Penempatan struktur baru ini juga upaya menjawab penilaian dan kritikan masyarakat terhadap kinerja Pemasyarakatan. Sebagai catatan, ada beberapa fakta antara lain hasil survei KPK yang menunjukkan tingkat pelayanan publik Pemasyarakatan masih rendah, over crowding di Lapas dan Rutan, serta berhubungan dengan manajemen organisasi kementerian Hukum dan HAM RI yang kurang memberikan ruang dan kewenangan Ditjen Pemasyarakatan kepada UPT Pemasyakaratan. Dalam acara pelantikan ini, Dirjen Pemasyarakatan menyampaikan bahwa jabatan baru ini selain sebagai apresiasi

14 WARTA PEMASYARAKATAN
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Cover Story
hasil kerja namun juga sebuah amanah, sehingga berharap para pejabat baru bisa memberikan nilai tambah pada posisi tugas baru yang ditempatinya. Pelajari portofolio tugas dan lakukan berbagai inovasi di dalamnya, selama ide kreatif itu tidak dilarang dan sesuai dengan peraturan, terbuka untuk dikembangkan. Setiap kinerja terbaik selalu terpantau. Tidak tertutup kemungkinan, mereka yang terbaik bisa dipromosikan untuk eselon lebih tinggi lagi atau dikaryakan di jabatanjabatan bahkan di luar Ditjen Pemasyarakatan. Beberapa hal ditekankan Dirjen Pas yakni para pejabat harus senantiasa memberikan ketauladanan bagi seluruh jajaran yang ada di bawahnya, meningkatkan profesionalisme, membangun kepercayaan publik, berpegang teguh pada sumpah jabatan, pengawasan melekat terhadap jajarannya, sehingga setiap pelaksanaan tugas dan wewenang dapat berjalan sesuai dengan ketentuan dan berpedoman pada kebijakan yang telah ditetapkan pimpinan. Mengakhiri sambutannya, Dirjen mengatakan Titik awal semua keberhasilan adalah keinginan (Napoleon Hill). Jika menginginkan Pemasyarakatan menjadi Insititusi Pemerintah yang maju dan bermartabat, sebagai titik awal keberhasilan maka mulailah dengan niatan setulus hati. (ndru)***

WARTA PEMASYARAKATAN 15
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Liputan
SOP PEMASYARAKATAN MENJADI REKOMENDASI KOMISI III
(Rapat Dengar Pendapat DPR)

apat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI dengan Kementerian Hukum HAM pada Rabu, 26 Januari 2011 berlangsung cukup alot, mengingat rapat berlangsung dari pukul 11.00 s.d 23.30 WIB. Dalam kesempatan tersebut Menkumham Patrialis Akbar menyampaikan progres dan capaian kerja seluruh Eselon I dibawahnya dalam kurun waktu 3 bulan terakhir, disamping menyampaikan penanganan terhadap isu dan permasalahan yang belakangan cukup menjadi perhatian masyarakat seperti proses pembebasan bersyarat Arthalyta Suryani atau Ayin. Dalam rapat itu disimpulkan beberapa hal yang terkait dengan keimigrasian dan Pemasyarakatan. Dalam bidang Keimigrasian, Menkumham sepakat untuk mempercepat penyelesaian pembahasan RUU Keimigrasian dengan memperhatikan paradigma baru

keimigrasian Indonesia, paling lambat dalam masa sidang III tahun 20102011. Pada kesempatan itu, Dewan meminta Menkumham untuk mengajukan rencana tambahan anggaran dalam APBNP Tahun 2011 untuk menopang upaya reformasi keimigrasian. Hal ini sangat ditegaskan sebagai tindakan konkret guna memberantas penyelewengan dalam pelaksanaan tugas di bidang keimigrasian yaitu dengan melakukan pemeriksaan secara profesional dan menyeluruh. Sama halnya dengan Imigrasi, Komisi III DPR RI meminta Menkumham untuk menyempurnakan Standard Operating Procedures (SOP) pelaksanaan tugas di bidang Pemasyarakatan sesuai peraturan perundangundangan. Tujuannya untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan dalam pelaksanaan pelayanan di Lembaga

16 WARTA PEMASYARAKATAN
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Liputan
Pemasyarakatan. Selanjutnya sebagai upaya mendukung peningkatan kapasitas dan kualitas programprogram pembinaan narapidana di Lapas, Menkumham diminta mengajukan rencana tambahan anggaran dalam APBNP Tahun 2011. Sementara itu hal yang sangat mendesak dilakukan adalah Menkumham melakukan tindakan konkret guna mencegah penyelewengan di bidang Pemasyarakatan khususnya dalam hal terjadinya kasus joki narapidana, jual beli narkoba serta pemberian fasilitas Remisi dan Pembebasan Bersyarat. (ndru)***

How to Express It?


Interview
We must interview all new prisoners and sometimes we find foreigner inmates. This is an example how to interview them. Part I: Introduction 1. Good morning! 2. How are you 3. What's your name? 4. Do you have any other name? 5. How may I call you? 6. Alright, my name is Ratih. 7. You know, we should give a certain treatment to every inmate during they live here. As well as you. 8. That is why we need to know about you in detail, so by this we can give you a perfect treatment. 9. We need to be cooperative. Please explain me everything about you, so I can help you. 10. Therefore, we need to do interview so we know you well to ease the plan arrangement 11. No worries, I will keep this conversation by myself. This is our secret. (S)***

WARTA PEMASYARAKATAN 17
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Liputan

ASESMEN DAN KLASIFIKASI Babak Baru Pembinaan Narapidana


Asesmen adalah proses mengumpulkan informasi yang digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan yang nantinya akan dikomunikasikan kepada pihakpihak terkait oleh asesor

Pembinaan Ideal Seorang dokter dapat menentukan pengobatan yang tepat terhadap orang yang sedang sakit setelah melakukan diagnose terhadap orang tersebut. Begitu pun penanganan terhadap narapidana, petugas harus terlebih dahulu mencari tahu apa yang salah dengan narapidana tersebut, baru kemudian ditentukan perlakuan apa yang paling tepat untuknya. Dengan demikian kegiatan pembinaan akan dapat terprogram dengan baik. Untuk mengetahui tentang 'apa yang salah' tersebut, setiap narapidana yang baru masuk harus melalui tahap yang disebut asesmen, dimana tahap ini belum ada dalam

proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan di Indonesia. Asesmen adalah proses mengumpulkan informasi yang biasanya digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan yang nantinya akan dikomunikasikan kepada pihakpihak terkait oleh asesor (Nietzel dkk,1998). Dari hasil asesmen inilah dasar pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan dimulai. Asesmen Resiko dan Faktorfaktor Crtiminogenic Direktorat Bina Bimkemas bekerjasama dengan New South Wales Corrective Service (Australia) telah berhasil menyusun

18 WARTA PEMASYARAKATAN
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Liputan
instrumen asesmen, yang terdiri dari asesmen resiko dan asesmen kebutuhan. Asesmen resiko bertujuan untuk mengetahui sejauh m a n a s e o r a n g narapidana mempunyai kemungkinan untuk melakukan tindak pidana lagi setelah bebas nanti. S e t e l a h i t u mengklasifikasikan w a r g a b i n a a n pemasyarakatan ke dalam tiga kelompok (tinggi, sedang, dan rendah). Sedangkan asesmen kebutuhan, untuk mencari tahu faktor criminogenic mereka, yaitu bidangbidang apa saja dalam kehidupan warga binaan pemasyarakatan yang memerlukan perubahan agar tidak mengulangi tindak pidana. Tahap selanjutnya adalah menyusun case plan, tindakan program intervensi apa yang paling tepat untuk warga binaan pemasyarakatan, sesuai dengan kelompok yang sudah ada (semakin tinggi peluang melakukan tindak pidana lagi, maka treatment yang diberikan lebih mendalam), serta bidang apa saja yang yang harus diperhatikan. Penyusunan Instrumen Instrumen Asesmen yang mulai disusun pada bulan Oktober 2010 tersebut dibimbing oleh Ross Fenan, petugas pemasyarakatan dari New South Wales. Dalam proses tersebut, Tim melakukan kunjungan ke beberapa lembaga pemasyarakatan untuk melakukan penelitian, serta uji coba. Setelah beberapa kali revisi, akhirnya pada awal Januari yang lalu Instrumen tersebut siap digunakan. ToT Langkah pertama yang dilakukan oleh Tim
adalah melakukan Train of Trainer kepada tiga puluh lima orang petugas dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan serta dari Unit P e l a k s a n a Te k n i s d i Jakarta, dengan pelatih Ross Fenan sendiri. TOT telah dilaksanakan di Kantor Pusat Direktorat J e n d e r a l Pemasyarakatan selama lima hari dari tanggal 24 sampai dengan 28 Januari 2011. Ketiga puluh lima orang inilah yang nantinya diharapkan dapat melakukan sosialisasi serta melakukan pelatihan kepada petugas pemasyarakatan di seluruh wilayah Indonesia.

Penyempurnaan Tersusunnya instrument asesmen tersebut merupakan angin segar untuk proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan. Dengan dasar alat ini, kegiatan pembinaan akan semakin terarah. Tugas selanjutnya adalah membuat program intervensi yang didasari teoriteori psikologis antara lain Teori Pembelajaran Sosial dan Teori Perilaku Kognitif. Ini merupakan tantangan bagi petugas pemasyarakatan untuk step by step melangkah lebih maju.(S)***

WARTA PEMASYARAKATAN 19
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Liputan

Strategi
Menghadapi dan Mencegah Deradikalisasi

Stakeholder Meeting Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Search for Common Ground Indonesia
eningkatnya jumlah Napi teroris di Lapas, akan menjadi persoalan yang patut dicermati dalam peri kehidupan di dalam Lapas. Dari data Densus 88, terdapat 600 orang yang telah ditangkap oleh Densus, 216 diantaranya telah di mendapatkan putusan pidana. Berarti terdapat ratusan lagi teroris yang akan masuk ke Lapas dan menjadi warga binaan di Lapas. Keberadaan napi teroris di dalam Lapas diyakini dapat mempengaruhi napi lain dengan menularkan ideologiideologinya dan juga pandanganpandangan politiknya. Lebih dari itu napi teroris juga dikuatirkan dapat melakukan perekrutan anggotaanggota baru untuk mendukung gerakannya. Persoalan lain yang menjadi perhatian adalah munculnya radikalisasi di dalam Lapas. Radikalisasi, tidak hanya sematamata disebabkan oleh keberadaan napi teroris,

tetapi bisa juga disebabkan karena terenggutnya kemerdekaan, keterbatasan daya upaya narapidana untuk memenuhi kebutuhan, adanya bayingbayang masa depan yang suram, menyebabkan hidup di Lapas menjadi keras, serta menuntut narapidana untuk kuat dan bisa survive dari tekanan hidup yang menghimpit. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan munculnya radikalisasi di dalam Lapas. Adanya kebijakan dan pola pembinaan warga binaan adalah faktor penting yang mempengaruhi kesuksesan Lapas dalam menghadapi dan mencegah munculnya radikalisasi di Lapas. Lapas dituntut untuk memiliki startegi dalam melakukan pembinaan dan menyiapkan narapidana kembali ke masyarakat. Tugas yang lebih berat lagi adalah menemukan formula dan strategi pembinaan yang tepat untuk para

20 WARTA PEMASYARAKATAN
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Liputan
Dalam rangka upaya menanggulangi persoalan narapidana teroris, Ditjen Pas difasilitasi oleh Search for Common Ground Indonesia, mengadakan Stakeholder Meeting, membahas tentang Strategi Menghadapi dan Mencegah Radikalisasi di Lapas, pada tanggal 20 januari 2011, bertempat di Hotel Nikko Jakarta. Stakeholder yang hadir dalam kegiatan itu adalah Dirjen Pas, para Kalapas yang di UPTnya terdapat narapidana teroris (Palembang, Cipinang, tangerang, Batu Nusakambangan, Permisan, Kedung Pane Semarang, Porong Suranaya, dan palu); Densus 88; Kementerian Agama RI; Badan Nasional Penanggulangan Teroris/BNPT; Yayasan Prasasti Perdamaian; LBH Jakarta; Kriminolog UI, Centre for Detention Studies (CDS); The Asia Foundation (TAF); RWI dan PBNU. Dalam pertemuan ini, para steakholder saling berbagi pengalaman dalam menangani napi teroris, juga mendiskusikan berbagai strategi kebijakan yang mendukung upaya mencegah radikalisasi di Lapas, serta mendiskusikan strategi pola pembinaan warga binaan guna menghadapi dan mencegah terjadinya radikalisasi. Hadir sebagai pembicara adalah : Asminan Mirza Zulkarnain (Kalapas Batu Nusakambangan) Topik : Pola pembinaan Napi teroris di Lapas Batu Nusakambangan Noorhuda Ismail (Yayasan Prasasti Perdamaian) Topik : Deradikalisasi Napi Teroris di dalam dan di luar Lapas Iqrak Sulhin (Kriminolog, Universitas Indonesia) Topik : Pola Kebijakan dan Pembinaan Warga Binaan di Lapas

Iqrak Sulhin (Kriminolog, Universitas

Indonesia) Topik : Pola Kebijakan dan Pembinaan Warga Binaan di Lapas Agus Nahrowi/Laode Arham (Search For Common Ground) Topik : Lesson Learned SFCG dalam program deradikalisasi di Lapas Jangan Gunakan Kata 'Deradikalisasi' Tidaklah mudah melakukan pendekatan kepada napi teroris. Selain umumnya mereka memiliki pengetahuan agama yang lebih tinggi dari petugas Lapas, mereka juga cencerung resisten (menolak) terhadap pihakpihak yang mereka anggap tidak sepaham, sealiran atau tidak memiliki ideology atau pemahaman yang berbeda dengan mereka. Oleh karenanya, salah satu

WARTA PEMASYARAKATAN 21
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Liputan
rekomendasi yang diberikan oleh Noorhuda Ismail dari YPP, tidak menamakan kebijakan ini dengan 'deradikalisasi. Mereka secara otomatis akan menolak program kita jika kita memberi nama dengan deradikalisasi. Karena nama ini, sangat menunjukkan bahwa program ini akan menghilangkan atau dakwah telekonfrence. Ketiga, sebisa mungkin mereka menjaga semangat jihad mereka tidak padam, yaitu dengan cara melakukan diskusi dengan topiktopik tertentu, melihat film dari VCD dakwah, film perang dan membaca buku buku tertentu yang membangkitkan semangat tentang jihad. Narapidana biasanya pandai bermain peran, ada napi teroris putih, ada napi teroris abu abu dan napi teroris hitam. Sementara biasanya petugas Lapas terlalu takut untuk berinteraksi, longgar dan cenderung kurang cermat terhadap perilaku napi teroris. Oleh karenanya, petugas Lapas diharapkan lebih cermat dalam beberapa hal, komunikasi baik melalui HP, surat, kunjungan, barang bawaan pengunjung, materi bacaan serta kitab kitabnya. Kurangnya Informasi Ketidakberhasilan Lapas dalam melakukan pembinaan salah satunya disebabkan karena pihak Lapas tidak memiliki informasi tentang kondisi obyektif narapidana. Lapas belum bisa mengklasifikasikan narapidana, berdasarkan karakteristik tertentu, seperti kelompok anak, perempuan, kelompok rentan dan narapidana yang memiliki resiko keamanan. Sehingga pola pembinaan di dalam Lapas masih bersifat masal, tidak individual, serta tidak ada perbedaan pembinaan terhadap kategori narapidana. Demikian hal ini disampaikan oleh Iqrak Sulhin, Kriminolog UI. Pembinaan Improvisasi Asminan Mirza Zulkarnain (Kalapas Batu Nusakambangan), mengutarakan, selama ini memang belum ada acuan dalam melaksanaan pembinaan bagi narapidana teroris. Masingmasing Lapas melakukan inprovisasi dalam melaksanaan pembinaan

menghapus pahampaham yang mereka miliki. Pegawai Lapas Harus Cermat Noorhuda Ismail yang telah melakukan penelitian terhadap napi teroris, baik yang masih di dalam Lapas, maupun yang sudah bebas, juga kepada keluarganya, dalam pertemuan itu memaparkan apa saja yang dilakukan oleh napi teroris selama berada di dalam sehingga muncul residivisme. Pertama, napi teroris selama di dalam lapas melakukan introspeksi menilai apa kesalahan tentang metode kerjanya dan meyakini bahwa pasti ada hikmah dibalik keberadaannya di penjara. Kedua , mereka melakukan konsolidasi. Penjara tidak boleh melemahkan semangat jihad mereka. Napi teroris seringkali secara terbuka atau diamdiam melakukan pengajian internal (majlis taklim), dan berkomunikasi dengan sesama ikhwan. Kemudahan akses komunikasi melalui handphone, memberikan peluang bagi mereka untuk melakukan

22 WARTA PEMASYARAKATAN
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Liputan
di Lapasnya masingmasing. Seperti contoh pembinaan napi teroris di Lapas Batu diberikan dalam dua bentuk, yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian meliputi, pembinaan jasmani dan rohani, yaitu dalam bentuk kegiatan olah raga, kesadaran hukum/berbangsa dan bernegara, pembinaan rohani Islam dan konseling dengan psikolog. Semua itu dilaksanakan bekerja sama dengan MUI Kabupaten Cilacap, Pondok Pesantren Al Fatah Cilacap dan Densus 88. Sedangkan pembinaan kemandirian, dilakukan dengan cara memberikan pelatihan ketrampilan otomotif, potong rambut, pertukangan, sablon, budi daya ikan tawar, dan budi daya hidroponik, yang bekerja sama dengan BLK Kabupaten Cilacap, Pemda Kabupaten Cilacap, PT Pertamina RU IV dan PT HOLCIM Tbk Cilacap.
Satu langkah kemajuan yang telah di lakukan di Lapas Batu adalah telah mengklasifikasikan napi teroris untuk menghindari penularan radikalisme dengan penghuni lain. Napi teroris di Lapas batu dibagi dalam dua kelompok, yaitu napi teroris kategori A dan B. Napinapi teroris yang termasuk dalam kategori A ditempatkan dalam satu blok tersendiri. Bloknya dijaga oleh petugas khusus, keluar dan masuk blok harus dengan seijin petugas blok. Mereka tidak diperkenan bersoisalisasi dengan napi lainnya, namun di dalam bloknya mereka dapat melakukan pengajian, ceramah, diskusi dan lain sebagainya. Sementara napi teroris yang termasuk kategori B, ditempatkan bercampur dengan napi kasuskasus lain. Pembinaan terhadap mereka sama dan bersamasama dengan napi kasuskasus lainnya. Namun mereka tidak diperkenankan memimpin pengajian, diskusi, juga melakukan cerah atau

menjadi khotib.

Perlu disusun konsep pembinaan yang terkonsep dan terukur Pada dasarnya belum ada kebijakan tentang pola pembinaan yang khusus bagi napi teroris, karena pembinaan yang dilakukan masih sama dengan pembinaan terhadap napinapi lainnya. Masing, masing Lapas mengambil langkahlangkah sendiri, dengan berdasarkan kondisi serta potensi yang ada di Lapas. Stakeholder Meeting yang dijembatani oleh Search Common Ground for Indonesia ini diharapkan dapat dijadikan ajang berbagi pengalaman para Kalapas yang di UPT nya terdapat napi teroris, juga mendapat masukanmasukan dari instansi terkait lain terutama Densus 88 dan bekerja sama dengan BNPT (Badan nasional Penanggulangan Teroris), sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi Ditjenpas dalam menyusun konsep pembinaan yang terprogram dan terukur dalam rangka deradikalisasi napi

WARTA PEMASYARAKATAN 23
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Opini

PENJARA
Bukan Untuk Anak
Oleh: Lollong M. Awi
Dalam proses peradilan pidana (criminal justice process) serta dalam pelaksanaan pidana, Sistem Pemasyarakatan, khususnya Rumah Tahanan Negara, Balai Pemasyarakatan, dan Lembaga Pemasyarakatan memiliki tugas pokok untuk melakukan perawatan terhadap tahanan, pembimbingan terhadap klien, serta pembinaan terhadap warga binaan Pemasyarakatan. Oleh karenanya, Sistem Pemasyarakatan bukanlah bagian akhir dari Sistem Peradilan Pidana, namun telah berperan pada tahap pra adjudikasi, adjudikasi dan post adjudikasi. Salah satu kategori khusus tahanan, klien, atau warga binaan Pemasyarakatan adalah anak, yaitu seseorang yang berusia di bawah 18 tahun. Anak yang berhadapan dengan hukum atau anak yang berkonflik dengan hukum (ABH) untuk anak yang masih dalam proses peradilan pidana dan anak didik pemasyarakatan untuk anak yang diputus oleh lembaga pengadilan untuk menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan khusus anak. Kondisi faktual yang terjadi menegaskan bahwa anak yang berhadapan dengan hukum dan Anak Didik Pemasyarakatan berada dalam situasi yang sangat tidak menguntungkan bagi diri dan masa depannya, sehingga penahanan dan terlebih lagi menempatkan anak ke dalam penjara bukanlah suatu hal yang berpihak pada kepentingan yang terbaik bagi anak (the best interest for the children). Argumentasi pernyataan di atas berdasarkan beberapa penelitian dan kajian yang dilakukan, dimana hasil kajian tersebut memetakan masalah yang dihadapi oleh anak pada tiga tahap yaitu pada tahap pra adjudikasi, adjudikasi dan post adjudikasi.

Pada tahap pra adjudikasi, masalah yang dihadapi oleh anak yang berhadapan dengan hukum berkisar pada lima masalah besar, pertama, minimnya upaya diversi bagi anak dalam tahapan awal proses peradilan pidana, yaitu pada saat penyidikan dan penahanan oleh Kepolisian. Kedua, tidak adanya Rumah Tahanan khusus anak yang mengakibatkan adanya percampuran antara tahanan anak dengan tahanan dewasa yang melahirkan efek turunan yang lebih buruk seperti: adanya kerentanan terhadap pelanggaran atas hak anak sebagai tahanan dan sekaligus haknya sebagai anak, adanya kekerasan penghuni lain yang lebih dewasa, juga tidak optimalnya proses perawatan dan pemenuhan hak bagi anak. Ketiga, adanya tahanan anak yang ditempatkan di dalam Lembaga Pemasyarakatan selama proses peradilan. Keempat, belum terpenuhinya dengan baik hakhak dasar bagi anak, seperti kualitas makanan, pendidikan, standar kesehatan, sanitasi, rekreasi dan lainnya. Dan kelima, minimnya fasilitas dan sarana prasarana yang menunjang perawatan anak selama proses penahanan. Pada tahap adjudikasi, anak yang berhadapan dengan hukum sering berhadapan dengan situasi seperti, anak dengan kasus ringan dan masa hukuman singkat banyak yang diproses hingga ke tingkat pengadilan, minimnya putusan non pemenjaraan bagi anak dalam tahapan pengadilan.

24 WARTA PEMASYARAKATAN
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Opini
Pada tahap post adjudikasi, masalah yang dihadapi anak sesungguhnya kurang lebih sama pada tahap pra adjudikasi, namun secara lebih spesifik dapat diuraikan antara lain: Terjadinya percampuran antara anak didik dengan narapidana dewasa sehingga adanya kerentanan terhadap pelanggaran hak sebagai anak didik serta haknya sebagai anak, termasuk kekerasan oleh penghuni lain yang lebih dewasa serta petugas. Padatnya hunian Lembaga Pemasyarakatan (over crowded) yang menghambat proses pembinaan d an reintegrasi bagi anak didik. Belum terpenuhinya dengan baik hakhak anak didik pemasyarakatan seperti kualitas makanan, pendidikan, standar kesehatan, ibadah, rekreasi, kunjungan dan lainnya selaras dengan minimnya fasilitas dan sarana prasarana yang menunjang pembinaan bagi anak didik seperti fasilitas pendidikan, perpustakaan, fasilitas olah raga, fasilitas pelatihan keterampilan, sumber air serta fasilitas mandi dan cuci. Sulitnya anak memperoleh program asimilasi dan reintegrasi terkait dengan syarat administratif tertentu, seperti belum berpihaknya proses kepada kepentingan yang terbaik bagi anak dalam bentuk percepatan, kemudahan dan akuntabilitas. Dan Adanya pengabaian dari orang tua dan masyarakat pada umumnya.
Apa yang bisa dilakukan? Sebagaimana kita ketahui bahwa Sistem Pemasyarakatan tidak menjadikan pembalasan atau pemberian derita sebagai tujuan dari penghukuman. Secara filosofis, Sistem Pemasyarakatan adalah sistem koreksi yang bertujuan untuk mengintegrasikan kembali pelaku kejahatan kepada masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini, Sistem Pemasyarakatan berupaya melakukan perubahan kondisi terpidana melalui proses pembinaan dan pembimbingan serta perlindungan terhadap hakhak terpidana. Proses pemasyarakatan juga didasarkan atas asas pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan, p e n d i d i k a n , pembimbingan, penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu satunya penderitaan, dan terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orangorang tertentu.
Dalam konteks anak didik pemasyarakatan, perlindungan dan pemenuhan hak anak melalui perlakuan khusus, baik pada tahap pre adjudikasi, tahap adjudikasi, maupun tahap post adjudikasi oleh Sistem Pemasyarakatan adalah bagian dari upaya mencapai tujuan reintegrasi serta perlindungan terhadap hak asasi manusia. Perlakuan khusus diperlukan dengan mempertimbangkan kepentingan yang terbaik bagi anak, dimana anak adalah subjek dengan kebutuhan khusus dan berhak atas masa depan, sehingga menempatkan anak kembali kepada keluarga dan masyarakatnya adalah hal yang sejalan dengan filosofi Sistem Pemasyarakatan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah deinstitusionalisasi atau menjauhkan anak dari pemenjaraan.

Dari kompleksitas masalah yang tergambar pada tahap pra adjudikasi, adjudikasi dan post adjudikasi di atas, sepertinya kita semua sepakat bahwa pemenjaraan sesungguhnya bukanlah yang terbaik buat anak bagaimanapun kerasnya usaha yang dilakukan untuk menciptakan Lapas yang ramah anak atau Lapas yang layak anak.

WARTA PEMASYARAKATAN 25
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Opini
Sebagaimana kita ketahui bahwa kewenangan deinstitusionalisasi sebenarnya lebih besar berada pada ranah lembaga Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan. Meskipun demikian, dalam setiap tahapan pengadilan, Sistem Pemasyarakatan juga memiliki kewenangan untuk melakukan upayaupaya deinstitusionalisasi, khususnya terhadap anak. Beberapa bentuk kebijakan yang dapat dilakukan oleh Sistem Pemasyarakatan terkait upaya deinstitusionalisasi yaitu, pertama , Kebijakan restoratif, Sistem Pemasyarakatan dapat menginisiasi dilakukannya upaya keadilan restoratif bersama penegak hukum lainnya pada tahap pre adjudikasi dan adjudikasi. Bila kemudian anak terpaksa dijatuhi pidana penjara, sebagai pilihan yang terakhir, maka Sistem Pemasyarakatan, khususnya Lembaga Pemasyarakatan beserta Balai Pemasyarakatan, tetap dapat mengambil inisiatif dengan memfasilitasi pertemuan antara pihakpihak yang terkait dengan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak, yaitu anak sebagai pelaku itu sendiri beserta keluarga, korban beserta keluarga, serta unsur masyarakat lain yang terkait. Upaya ini sejalan dan sekaligus mendukung tujuan dari Sistem Pemasyarakatan itu sendiri yaitu memulihkan hubungan antara pelaku pelanggar hukum dengan masyarakat serta mengurangi stigmatisasi atau penolakan. Kedua, Kebijakan pemberian remisi, Sistem Pemasyarakatan dapat mempertimbangkan untuk menambah besaran dan kategori remisi terhadap anak dengan mempertimbangkan upaya mempercepat anak keluar dari lembaga pemasyarakatan sebagai sebagai hal yang terbaik bagi anak. Termasuk dalam hal ini adalah menciptakan proses yang mudah dan akuntabel. Ketiga, Kebijakan asimilasi, Sistem Pemasyarakatan dapat mempertimbangkan untuk mempercepat proses asimilasi dengan memperpendek batas syarat minimal masa pidana yang sudah dijalani oleh anak. Selain itu, pada tahap asimilasi harus diupayakan terjadinya interaksi dengan intensitas cukup tinggi dengan pihak ketiga, khususnya masyarakat. Termasuk dalam hal ini adalah menciptakan proses yang mudah dan akuntabel. Keempat, Kebijakan pemberian pembebasan bersyarat, Sistem Pemasyarakatan dapat pula mempertimbangkan untuk mempercepat proses pemberian pembebasan bersyarat, dengan memperpendek batas syarat minimal masa pidana yang sudah dijalani oleh anak. Termasuk dalam hal ini adalah mempermudah persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan pembebasan bersyarat, serta menciptakan proses yang lebih akuntabel. Kelima, Kebijakan reintegrasi sosial lainnya, Sistem Pemasyarakatan, khususnya pada tahap post adjudikasi , perlu mengembangkan kebijakan yang murni dilakukan di luar lembaga selain pemberian pembebasan bersyarat. Bentukbentuk kebijakan yang dimaksud dapat berupa pembinaan yang murni berbasis di masyarakat, dimana pelibatan unsur masyarakat merupakan suatu hal yang sangat penting. Balai Pemasyarakatan dapat bertindak sebagai mediator. Meskipun lebih identik dengan program program asimilasi dan reintegrasi, kebijakan deinstitusionalisasi ini pada dasarnya juga dapat dilakukan dengan menetapkan model pemenjaraan yang lebih terbuka terhadap masyarakat, seperti konsep penjara terbuka yang telah dipraktekkan oleh Sistem Pemasyarakatan Indonesia sekarang ini. Termasuk menyelenggarakan program program di luar penjara dalam rentang waktu tertentu, dengan substansi rekreasi, pendidikan dan keterampilan, serta menyelenggarakan program after care sebagai transisi sebelum anak dibebaskan.***

26 WARTA PEMASYARAKATAN
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Profil UPT

Rutan Ternate

Rutan Kecil dengan Karya Besar

ila kita mendengar nama Ternate, maka dengan cepat bayangan kita akan menuju provinsi Maluku dan Kota Ambon, dengan mayoritas penduduk berkulit hitam manis serta pandai bernyanyi. Ternate akan kita identikkan dengan Ambon, karena memang Ternate dulunya adalah bagian dari Provinsi Maluku. Tapi itu dulu. Sejak Propinsi Maluku dimekarkan tahun 1999, s e b a gi a n P ro p i ns i t e rs e b u t m e nj a d i bagiannya. Kota Ternate merupakan salah satu kota terbesar di Maluku Utara dan pernah berfungsi sebagai ibukota sementara provinsi Maluku Utara selama sebelas tahun. Hingga tahun 2010 ibukota provinsi tersebut dipindah ke Sofifi di Pulau Halmahera.

Pulau Kecil dengan Empat UPT Pemasyarakatan


Pulau Ternate adalah sebuah pulau kecil diantara gugusan kepulauan Maluku Utara yang telah mashur namanya bersama Pulau Tidore sejak abad ke15. Dikenal sebagai pulau yang kecil nan indah, penghasil rempahrempah yang dulunya diperebutkan oleh negaranegara kolonial dan juga penuh dengan peninggalan sejarah dari jaman penjajahan Portugis, Belanda hingga Perang Dunia II. Meskipun merupakan pulau dan kota yang kecil, namun secara demografis pulau ternate

WARTA PEMASYARAKATAN 27
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Profil UPT
sangat padat dengan perumahan dan kendaraan bermotor. Pulau kecil yang luasnya 547.736 km2 ini, dihuni oleh penduduk 163.467 jiwa. Untuk mengelilingi Pulau Ternate tidaklah memerlukan waktu yang lama, jarak tempuh hanya 42 kilometer. Secara geografis, pulau ini dikelilingi lautan serta dinaungi gunung berapi yang masih aktif yaitu Gunung Gamalama. Di pulau inilah terdapat 4 UPT Pemasyarakatan dibawah Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia M a l u k u Utara, yaitu Rutan klas IIB Ternate, Lapas Klas IIA ternate, Bapas dan Rupbasan. Rutan Klas IIB Ternate merupakan UPT pertama y a n g dibentuk di Maluku Utara sejak Maluku Utara masih menjadi sebuah kabupaten, bagian dari Provinsi Maluku yang beribukota di Ambon. Rutan Sempit dan Terjepit Rutan Klas IIB Ternate menempati bangunan lama yang merupakan peninggalan Belanda, dimana bangunan utamanya dibangun pada tahun 1880an dan telah beberapa kali mengalami penambahan bangunan dan renovasi. Sebuah UPT yang sangat sempit dengan posisi terjepit antara bangunan bekas kantor Kejati Maluku Utara, bekas Kantor Gubernur, Kantor Lurah Muhajirin dan perumahan penduduk. Rutan Klas IIB Ternate memiliki kapasitas ideal 73 orang dan kapasitas tempat tidur 149 orang. Jumlah WBP yang menghuni Rutan Klas IIB Ternate per tanggal 28 Januari 2011 sebanyak 99 orang, terdiri dari tahanan 66 orang dan narapidana 33 orang, diantaranya terdapat 6(enam) tahanan wanita dan 3 ( t i g a ) narapidana w a n i t a . Menilik dari s t a t u s penghuni, R u t a n Ternate tidak h a n y a berfungsi memberikan pelayanan dan perawatan, namun juga memberikan pembinaan kepada penghuninya. Meskipun ratarata narapidana yang ada hanyalah narapidana dengan hukuman yang pendek, pelayanan dan pembinaan tetap harus diberikan kepada warga binaan. Kendala terbesar yang dihadapi Rutan Ternate dalam memberikan pelayanan dan

28 WARTA PEMASYARAKATAN
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Profil UPT
perawatan serta pembinaan kepada penghuninya adalah keterbatasan sarana yang dimiliki. Struktur bangunannya sudah sangat tua dan tidak ada pagar steril area keliling, bangunannya pendek serta pagar pengamanan yang sudah rapuh. Rutan Ternate tidak memiliki fasilitas MCK di dalam kamar hunian WBP, tidak ada ruang belajar, tidak ada bangunan khusus tempat ibadah, tidak memiliki bengkel kerja yang memadai serta sarana ruang poliklinik tanpa fasilitas medis. Namun dengan segala keterbatasan yang ada, seluruh jajaran petugas Rutan Klas IIB Ternate, dibawah kepemimpinan Wahyu Prasetyo, Bc.IP, S.Sos , berusaha optimal dalam menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi pelayanan dan perawatan tahanan. Hakhak para tahanan diupayakan dapat diberikan secara optimal, seperti pelayanan makan dan minum, pelayanan kesehatan dilakukan oleh tenaga medis rutan bekerjasama dengan Puskesmas Ternate Kota, serta memberikan pelayanan kunjungan keluarga dan penasehat hukum. Untuk memberikan kepastian hukum selama dalam tahanan rutan, dokumen penahanan, peringatan 10 hari, 3 (tiga) hari akan habis masa tahanan kepada instansi yang menahan dilaksanakan secara tertib dan terpantau, disertai dengan jalinan kordinasi yang baik dengan instansi penegak hukum. Pembinaan bagi narapidana yang jumlahnya hanya 33 orang, diberikan melalui pembinaan mental spiritual dan pembinaan

ketrampilan/kemandirin Bagi WBP muslim menjalankan pembinaan rohani 3 (tiga) kali seminggu bekerjasama dengan Kandepag Kota Ternate dan Wahda Islamiah, sedangkan WBP Nasrani seminggu sekali melaksanakan kebaktian. Pembinaan keterampilan/kemandirian diberikan dalam bentuk bengkel kerja, pembuatan tela (batako), bois (goronggorong semen), serta kegiatan assimilasi berupa pembuatan perahu fibreglass dan cucian sepeda motor roda dua.

Perahu Fibreglass, produk unggulan Rutan Ternate


Meskipun UPT kecil dengan penghuni yang sedikit, Wahyu Prasetyo senantiasa mengajak jajaran Rutan Ternate untuk memberikan karya besar bagi Pemasyarakatan serta senantiasa menanamkan asa untuk memberi warna bagi Pemasyarakatan ke depan. Kecil bukan berarti terkucil, sempit bukan berarti terhimpit. Ditengah keterbatasannya, Rutan Klas IIB Ternate mampu memproduksi perahu fibreglass.

WARTA PEMASYARAKATAN 29
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Profil UPT
Perahu fibreglass ini merupakan produk unggulan Rutan Klas IIB Ternate. Dalam memproduksi perahu tersebut, Rutan ternate menggandeng mitra pengusaha fibreglass yang telah berpengalaman sehingga memungkinkan untuk menerima pembuatan perahu tersebut dalam berbagai ukuran dan spesifikasi d e n g a n kualitas yang tinggi. Hingga saat ini te l ah d ibuat sebanyak 3(tiga) buah perahu dengan d i m e n s i panjang 9,5 m dan lebar 1,2 m, dengan harga jual Rp. 17.000.000,/perahu. Salah satu unit perahu dijadikan sample dan telah dioperasikan juga sebagai sarana refressing (memancing) bagi para petugas Rutan Klas IIB Ternate. Saat ini, kendala utama dalam produksi perahu tersebut adalah kurang memadainya lokasi pembuatan. Karena lahan yang sempit, pembuatan perahu ini terpaksa memanfaatkan garasi mobil dinas atau halaman depan kantor seluas + 100 m dengan pekerja dari WBP yang menjalani asimilasi. Dalam proses produksinya cukup mengganggu aktifitas kantor karena halaman kantor menjadi tidak rapi, kotor dan berdebu. Pada kesempatan peresmian Law Centre Kanwil Maluku Utara di Hotel Bella International pada tanggal 03 Oktober 2010, Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI, Bpk. Patrialis Akbar, berkenan meninjau hasil produksi p e r a h u fiberglass Rutan Ternate dan berkenan menyerahkan k e p a d a p e m b e l i p e r t a m a H.Sarlini S e l a n g s e h a r g a Rp.17.000.000 , serta diserahkan buku tabungan kepada 4 (empat) orang WBP yang berisikan upah atas pembuatan 1 (satu) unit perahu fiberglass tersebut sebesar masingmasing Rp.600.000,. Secara khusus, Menkumham memberikan apresiasi dan mengharapkan agar keterampilan pembuatan perahu ini dapat dijadikan percontohan bagi Rutan/Lapas di daerah pesisir atau kepulauan.

Membangun Komitmen dan Kinerja yang Tinggi


Terlepas dari segala permasalahan yang ada,

30 WARTA PEMASYARAKATAN
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Profil UPT
hal yang terpenting bagi Kepala Rutan Klas IIB Ternate adalah membangun komitmen dan kinerja yang tinggi diantara para pejabat dan petugas sehingga tupoksi Rutan tersebut dapat dijalankan dengan sebaikbaiknya. Tidak lupa pula mengajak seluruh pejabat dan pegawainya untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan kemampuan diri, agar tidak tertinggal dengan kemajuan jaman dan tidak tergilas dengan era transformasi yang cepat sekali berubah. Harapan lain dari Kepala Rutan Klas IIB Ternate adalah secepat mungkin bangunan baru Rutan Ternate dapat dioperasionalkan. Bangunan baru tersebut memiliki area yang lebih luas serta sarana pelayanan dan pembinaan yang lebih lengkap. Harapan ini ingin segera terwujud agar pelayanan dan pemenuhan hakhak para tahanan dapat dipenuhi secara layak dan pembinaan narapidana dapat dilakukan dengan maksimal. Mengenai program dan kegiatan pelayanan dan perawatan tahanan serta pembinaan narapidana di Rutan Klas IIB Ternate dapat kita lihat di blog Rutan ternate dengan alamat : ternaterutan.blogspot.com. PROFILE KEPALA RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS IIB TERNATE

Nama N I P Keluarga Istri Anak I Anak II

:WAHYU PRASETYO, Bc.IP, S.Sos. : 19710105 199303 1 002 : Penata Tk I ( III/d)

Pangkat/Golongan

: SUZAN MEILIANA : APRILIA PRASTIANA PUTRI ( 21 April 2001) :FEBRIAN FAIQ PUTRA 25 Februari 2005) (

Hobby :Membaca, travelling, memancing. Perjalanan Karier 1. Kepala UPT 2. Kasi Binadik : Rutan Klas IIB Ternate (2009sekarang) : Lapas Klas IIA Batam (20042009) 3. Kasubsi Yantahlola : Cabang Rutan Bengkalis di Dumai (20012004) 4. Staf : Lapas Klas IIA Tanjung Pinang

(19922001)

WARTA PEMASYARAKATAN 31
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Seputar Media

KISRUH PENJARA DARI MASA LALU


Patrialis: Penegakan Hukum Banyak Masalah JAKARTA, KOMPASPertanggungjawaban atas berbagai kasus buruknya pengelolaaan Rumah Tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan tidak bisa dibebankan begitu saja kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar. Karutmarut di Lapas dan Rutan merupakan warisan masa lalu dan tidak mudah dibenahi dalam waktu singkat. Penilaian itu dikatakan anggota Komisis III DPR, T Gayus Lumbuun, Sabtu (8/1) di Jakarta. Tidak tepat hanya menyalahkan Patrialis sebagai Menhuk dan HAM, apalagi jika kondisi ini digunakan Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan sebagai parameter untuk mengevaluasi dan mereposisi kedudukan menteri, katanya. Seperti dikabarkan, persoalan yang selalu muncul terkait di Lapas dan Rutan menunjukan pengelolaan penjara dari tahun ke tahun belum berubah. Masih ditemukan persoalan kelebihan kapasitas, penemuan fasilitas mewah, pengendalian peredaran narkoba dari penjara, penggunaan telepon seluler oleh narapidana dan tahanan, pungutan liar, hingga kasus terakhir joki tahanan di Lapas Bojonegoro, Jawa Timur dan keluarnya Gayus HP Tambunan dari rutan. Secara terpisah, Dion Studies Gatot Goei menilai, Kemhuk HAM selalu gagal memanfaatkan munculnya kasus di LP dan rutan sebagai momentum untuk perbaikan. Penyelesaian untuk masalah yang muncul baru pemberian sanksi kepada pegawai, seperti mutasi. Namun, tak pernah ada penyelesaian sistematis seperti perubahan aturan atau kebijakan. Menurut Gayus Lumbuun, pada kepemimpinan Patrialis banyak dilakukan perbaikan saranaprasarana dan kinerja sumber daya manusia di LP dan rutan. Persoalan sulitnya membenahi LP dan rutan juga dipengaruhi faktor anggaran serta rasio perbandingan penghuni dan ruang penjara yang tidak memadai. Komisi III DPR perlu segera menyelesaikan masalah pebenahan rutan dan LP dengan mengundang Menhuk dan HAM dan mantan Menhuk dan HAM serta Direktur Jendral Pemasyarakatan untuk mendapatkan masukan sebagai fakta riil, lalu dievaluasi guna pembenahan. Ini juga untuk mengevaluasi kinerja sumber daya manusianya sehingga diharapkan hak dan tanggung jawab narapidana atau tahanan mendapatkan jaminan hukum dan HAM secara adil,katanya. Di Pekanbaru, Patrialis enggan menanggapi pertanyaan wartawan terkait kemungkinan rapor merah untuk kinerja menyusul munculnya kasus Gayus Tambunan dan joki narapidana Bojonegoro, Jawa Timur. Ia juga enggan menanggapi kemungkinan dirinya terkena perombakan kabinet (reshuffle). Ia menjawab, Kita sudah punya garis t a n g a n m a s i n g m a s i n g . Wa l a u p u n demikian, ia mengakui, upaya penegakan hukum di Indonesia masih banyak menemui masalah. (WHY/ANA KOMPAS tanggal 10 Januari 2011)***

32 WARTA PEMASYARAKATAN
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

Seputar Media

LAPORAN INFORMASI HARIAN


JANUARI 2011
elama Bulan Januari 2011 berita menyangkut Pemasyarakatan didominasi oleh kasus Joki Napi yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Bojonegoro. Setidaknya ada 44 berita terkait kasus joki napi yang diberitakan oleh 9 (sembilan) media cetak. Harian Media Indonesia dan Koran Tempo masingmasing memuat 9 (sembilan) berita selama bulan Januari, disusul dengan Harian Seputar Indonesia dengan 8 (delapan) berita. Kompas dan Republika masingmasing 6 (enam) berita, Rakyat Merdeka 4 (empat) berita, Berita Kota 1 (satu) berita dan Indo Pos 1 (satu) berita. Topik yang juga banyak dibicarakan di media cetak adalah tentang pemberian Pembebasan Bersyarat kepada Arthalyta Suryani (Ayin). Setidaknya ada 32 berita yang membahas tentang polemik pemberian PB kepada Ayin ini. Koran Tempo dan Seputar Indonesia masingmasing menyajikan 6 (enam) berita, Kompas dan Republika masingmasing 5 (lima) berita, Indo Pos, Rakyat Merdeka dan Berita Kota masingmasing 3 (tiga) berita dan The Jakarta Post 2 (dua) berita. Di urutan ketiga topik yang banyak dibahas adalah wacana pertukaran narapidana. Isu ini menjadi ramai ketika Kejaksaan Australia bermaksud melakukan pertukaran narapidana Corby. Dari 9 (sembilan) media cetak yang di

kliping oleh INFOKOM Ditjen Pemasyarakatan selama bulan Januari ada 18 berita yang membahas topik ini. Topik keempat yang juga banyak dibahas media yaitu tentang peredaran narkoba yang diduga dikendalikan dari dalam Lembaga Pemasyarakatan. Berita yang membahas masalah ini ada 13 judul. Berita lain yang menyangkut Pemasyarakatan ada 12 judul, 3 (tiga) diantaranya menyangkut kasus Pelarian Narapidana di Lapas Klas IIA Metro, Lampung, Lapas Malabero, Bengkulu dan Lapas Klas IIA Jember. Berita lainnya misalnya tentang penambahan 17 CCTV di Lapas Paledang (Berita Kota 5/1), Kuliah Lapangan di Pulau Terlarang (Kompas 18/1) dan Napi Sidoarjo tertular HIV/AIDS (KT 20/1). ***

PANDAI BERSYUKUR BUDAYAKAN JUJUR


KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN

WARTA PEMASYARAKATAN 33
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

VOC
Voice of Corrections

HOW OUT OF BOX ARE YOU?


Think Out of the Box Think out of the box is how to look at the issues from the standpoint that we've never thought before, by utilizing all available resources. Box is what you know, find something you did not know before, and it is not in your square. In other word, be creative! Essential Most people prefer work on an existing pattern. This is because of our tendency to stay in the safe zone. This is not bad actually. However, by optimizing our potential, we are actually able to reach better achievements. Moreover, by our own power we could transform our life to be more meaningful. So, through this way we can create opportunities to do more at our institution and to help people around. The point is we have chance to get better performance. This is something. So Simple Let's get out of the safe area, free our mind without any restrictions. We must release ourselves from irrelevant assumptions that obstruct our minds, and we will find solutions of the problem in new and most effective way. This is quite difficult at the beginning, because need more energy. However we can start with small things, for instance when we stuck in a circle of routine, try to get out of there. Furthermore take a different action to same goal, with the possibility of a greater achievements. The simplest way to practice thinking creative is by these steps: get something around you and learn it for A Few Minutes, think and find a new fact about it. What about you? Sometimes we only able to work with a limited budget, this is problem. Try to optimize what we have to overcome it. Our main objective is to treat inmates. We can't just dwell an existing program activities, let's find more spectacular way to achieve extraordinary results. Let us collect our powerful ideas, the ideas never appear before. On the other hand, we also have to be realistic and rational. In other word we need to sort the applicable ideas. However, do not also discard the other idea. We never know that the idea would be a rational in the future. So, let's start to think out the box but not out of world. This is time for revolution. ***

34 WARTA PEMASYARAKATAN
NOMOR: 44 TAHUN XII - Januari 2011

KEGIATAN DALAM GAMBAR Seputar Media

Wawancara Wartawan dengan Dirjen Pemasyarakatan terkait kasus Ayin dan Joki Narapidana 27 & 28 Januari 2011

Direktur Perawatan menerima Kenang-kenangan dari Tamu Afghanistan (25/1)

Kunjungan Menkumham di Rutan Salemba terkait penahanan 19 anggota DPR (29/1)

Kegiatan Senam di Ditjen Pas 7 Januari 2011

Pelatihan Habit PIPAS 19 Januari 2011

Kunjungan Menkumham ke Rutan Cipinang & Rutan Salemba 29 Januari 2011

Kunjungan Tamu Afghanistan 25 Januari 2011

www.

ditjenpas.go.id

Anda mungkin juga menyukai