Selpius Bobii
1
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
BERGULAT
‘MENUJU TANAH SUCI PAPUA’
Selpius Bobii
3
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Cetakan I, 2020
Penerbit:
Wirewit Study Centre
Penulis:
Selpius Bobii
Desain Sampul:
Selpius Bobii
Isi :
312 halaman, 21 x 29,7 cm (kertas berukuran A4)
Dicetak:
WSC – Port Numbay – Papua Barat
Bagi Anda yang punya berkat, buku ini TOLONG foto copy dan dijilid, serta bagi ke
sesama Anda, Tapi TIDAK untuk dijual.
4
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Motto
“Bukalah mulutmu untuk orang yang bisu, untuk hak semua orang yang merana. Bukalah mulutmu,
ambillah keputusan secara adil dan berikanlah kepada yang tertindas dan yang miskin hak mereka”.
(Amsal 31:8-9)
Persembahan:
„Persembahan yang paling berharga di mata Tuhan adalah menjaga kemurnian dan memberi diri secara
total untuk keselamatan dan kebahagian sesama manusia, hanya untuk kemuliaan nama Tuhan. Buku
ini sebagai bukti pengorbanan kami dalam mengawal perjuangan ini untuk mewujudkan keselamatan
dan kebahagiaan bangsa Papua dengan bantuan Tuhan. Kupersembahkan buku ini kepada mereka
semua yang paling berjasa dalam hidupku, mereka semua yang telah gugur dalam medan perjuangan
kemerdekaan Papua dan juga kepada bangsa Papua serta para simpatisan Internasional‟
(Selpius Bobii, 3 April 2020)
5
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Pengantar
„Syukur bagi-Mu Tuhan, Kau beri Tanahku, Kau beri rajin juga sampaikan maksud-Mu‟
alam buku ini BERGULAT „MENUJU TANAH SUCI PAPUA‟ mengulas
D empat bagian penting yaitu: bagian satu „BARA ANEKSASI di Tanah Papua‟.
Bagian ini penulis membagi ANEKSASI Papua ke dalam tiga tahap, yaitu
Aneksasi Tahap Awal (1961 – 1969), Aneksasi Lanjutan Tahap Kedua „Otonomi Daerah‟
(OTDA) Jilid I (1969-2001), dan Aneksasi Lanjutan Tahap Ketiga „Otonomi Khusus‟
(OTSUS) Jilid II (2001-hingga berlanjut sampai UU Otus itu dicabut/Papua merdeka).
Masing-masing tahapan aneksasi, penulis menampilkan perjuangan bangsa Papua
dan dampak dari aneksasi itu. Tulisan ini diakhiri dengan bagian penutup sebagai solusi
akhir, menyeluruh, tuntas, adil, damai, demokratis dan bermartabat yang harus ditempuh
oleh semua pihak untuk menegakkan Hak Asasi Manusia Papua.
Tanah Papua memang secara politik ada dalam genggaman Negara Indonesia, tetapi
secara hukum sangat lemah. Papua dalam bingkai NKRI dapat bertahan karena adanya
konspirasi kepentingan ekonomi, politik dan keamanan dari Indonesia dan para sekutunya.
Demi mempertahankan kepentigan Indonesia dan para sekutunya, tanah Papua dijadikan
„daerah konflik‟ identik dengan „Tanah Darah‟. Dari awal tanah Papua dijadikan „daerah
merah‟, maka sampai detik ini „darah‟ warga Papua terus menetes. Berbagai operasi militer
terbuka dan tertutup dengan ideologi pembangun bias pendatang diterapkan di Tanah Papua
berawal dari Tiga Komando Rakyat (TRIKORA) yang dikumandangkan oleh Soekarno 19
Desember 1961.
Untuk mengembalikan hak kesulungan bangsa Papua yang telah dianeksasi, banyak
metode dan mekanisme diterapkan dan ditempuh. Namun, metode dan mekanisme yang
digunakan bangsa Papua selama ini kurang memberi jalan ke luar. Salah satu mekanisme
yang digunakan selama ini adalah melalui demokrasi modern. Namun, demokrasi modern
ini tidak memberi jawaban yang memuaskan. Kami menilai demokrasi modern ini
diciptakan oleh masyarakat Barat sebagai jalan atau jembatan untuk memanipulasi hak-hak
masyarakat pribumi dan itu sebagai jembatan untuk meraih kepentingan ekonomi semata
oleh segelintir pemegang kuasa atau kaum pemodal (kapitalis) di dunia.
Forum-forum demokrasi yang dibangun oleh bangsa Papua selama ini untuk
membangun persatuan nasional Papua, selalu dimanfaatkan oleh pihak lain untuk
menghancurkan kesatuan persatuan bangsa Papua. Akhirnya, sampai saat ini bangsa Papua
belum bersatu secara penuh, solid dan kuat. Untuk membangun sistem demokrasi yang
ideal dan melindungi diri dari intervensi dari pihak luar, maka penulis menggali mekanisme
demokrasi asli yang dimuat dalam bagian kedua buku ini.
Bagian dua dari buku ini membahas „PEMBUKTIAN DI HADAPAN ALLAH &
SISTEM TEO-SOSIOKRASI PAPUA‟ adalah landasan „teoritis praktis‟ untuk
membangun peradaban bangsa Papua. Metode ini digali dari kebiasaan suku-suku di Tanah
Papua. Tujuannya adalah sebagai resolusi konflik, memilih pemimpin sesuai kehendak
Allah, membuktikan hukum perkara pidana dan perdata secara alami; agar bangsa Papua
6
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dalam suasana yang penuh adil dan penuh
damai sejahtera lahir bathin, dalam penantian kedatangan Yesus yang kedua kali ke dunia
ini untuk memimpin kita Kerajaan 1.000 tahun.
Kita tidak menghendaki masa depan bangsa Papua dihancurkan oleh pihak-pihak
lain melalui jembatan demokrasi modern. Kita sudah mengalaminya dalam perjuangan ini
bahwa ada pihak-pihak tertentu dipakai untuk menghancurkan persatuan bangsa Papua
melalui praktek demokrasi modern ini. Melalui sistem Teososiokrasi ini kita membangun
tembok permanen „tembok raksasa memagari bangsa Papua‟ agar pihak-pihak lain tidak
mengintervensi dan menghancurkan sistem Teososiokrasi Papua yang hendak dibangun.
Kebanyakan intelektual Papua sudah memahami kelemahan dan kelebihan dari
mekanisme demokarsi modern dan sejenisnya. Saya berharap bangsa Papua memiliki
kesamaan pandangan bahwa lebih baik kembali ke budaya kita untuk meminum air dari
sumur asli yang dipakai oleh para leluhur Papua.
Metode pembuktian di hadapan Allah dan pemilihan pemimpin dengan sistem
Teososiokrasi melalui mekanisme tradisional seperti yang dilakukan oleh para moyang
suku-suku di tanah Papua masih relevan untuk diterapkan pada masa kini; walaupun ada
orang beranggapan bahwa mekanisme asli seperti itu bukan zamannya lagi, artinya
dipandang perilaku primitif. Namun demikian, inti dari semua teori dan praktek dalam
berbagai dimensi kehidupan manusia yang berkembang semakin pesat ini, tujuannya adalah
menolong manusia untuk mencapai kesuksesan, kebahagian, kedamaian, keadilan dan
kesejahteraan.
Kami memandang bahwa mekanisme yang digunakan oleh para moyang Papua
masih relevan dan sangat evektif untuk diterapkan di era post modern ini untuk menjawab
berbagai tantangan zaman. Lebih dari itu tujuannya adalah untuk menciptakan suasana
kehidupan yang lebih harmonis, lebih adil, lebih bermartabat, lebih sejahtera, lebih
demokratis, serta memproteksi dini untuk mengantisipasi dan menekan timbulnya berbagai
konflik di masa mendatang, baik dari internal maupun eksternal .
Tak perlu bangsa lain bilang apa. Masing-masing bangsa memiliki pandangan yang
berbeda dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk menilai sesuatu. Perbedaan
pandangan itu wajar. Kritikan model apapun tidak mengubah tekad kita untuk kembali
meminum dari sumur budayanya sendiri.
Demokrasi suku (demokrasi asli) dan pembuktian hukum dalam perkara pidana dan
perdata adalah mekanisme alternatif yang diinspirasikan oleh Sang Khalik (Tuhan) kepada
para moyang di setiap suku di Tanah Papua untuk digunakan sebagai mekanisme resolusi
konflik dan pemilihan pemimpin pada suku tertentu dalam rangka mewujudkan suasana
damai sejahtera. Maka itu, kita sebagai generasi penerus perlu mewariskan mekanisme
demokrasi asli dan pembuktian secara alami ini untuk mewujudkan impian bangsa Papua,
yaitu „damai sejahtera‟, baik jasmani maupun rohani (holistik).
Kami yakin suku-suku lain di seluruh dunia juga memiliki mekanisme seperti itu
ada, dan itu dapat digali dan dikembangkan bila dipandang perlu dan penting untuk menga-
7
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
tasi berbagai konflik, demi mewujdukan keadilan untuk semua, sebagai jalan bagi
terciptanya perdamaian dan kesejahteraan masyarakat di dunia.
Bagian tiga dari buku ini adalah MEMBUKA SELUBUNG RAHASIA ALLAH
DI BALIK KATA „PAPUA‟. Agar semua pihak yang berkepentingan di Tanah Papua
harus tahu dan sadar bahwa “Tanah Papua” adalah “Tanah Perjanjian Allah”. Menjelang
akhir zaman ini, Allah hendak memakai bangsa Papua bergandeng dengan bangsa Israel
untuk mewujudkan rencana-Nya. Berawal dari Israel dan akan berakhir di Papua.
Semakin banyak pengorbanan yang diberikan, semakin tinggi nilainya. Bangsa
Papua sudah lama berjuang, bergelut dan bergumul untuk mempertahankan hidupnya
Menuju Tanah Suci, Papua Penuh Damai Sejahtera, Papua Penuh Kemuliaan Tuhan. Allah
telah mendengar dan melihat tangisan, tetesan air mata darah bangsa Papua. Hakim Agung
sudah siap berdiri di ambang pintu untuk memberi keadilan dan anugerah.
Maka itu “carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya
itu akan ditambahkan kepadamu”, kata Yesus (Matius 6:33). Apakah yang kita cari dalam
kehidupan ini? Dalam konteks Papua: kita mau merdeka bebas dari segala macam tirani
perbudakan, baik bebas dari perbudakan dosa, bebas dari tirani pemerintah dan tirani
swasta yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Jika kita cari itu, maka Tuhan bilang:
“carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya”, artinya kita perlu sadar akan segala
salah dan dosa kita, menyesal atas dosa itu, lalu mengaku segala kesalahan kita kepada
Allah dan memohon pengampunan dari Allah (bertobat), lalu hiduplah dalam kebenaran
Firman Tuhan; atau menguduskan diri kita di dalam kebenaran Allah dan hiduplah dalam
ketaatan firman Tuhan.
Lalu kita juga perlu sadar akan penindasan ini, lalu ambil sikap (komitmen)
untuk berjuang, dan sikap itu diwujudkan dalam tindakan nyata, yaitu terlibat dalam
perjuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tunggu apa lagi, inilah saatnya: „sadar‟ akan dosa, „menyesal‟ atasnya,
„mengaku‟ kepada Allah untuk mendapat „pengampunan‟, dan „bertobat‟; Kita juga
„sadar‟, akan penindasan ini, „ambil sikap‟ dan „berjuang‟ terlibat langsung atau
tidak langsung. Maka apa yang kita cari selama ini, Tuhan akan berikan kepada kita
dengan cuma-cuma (merdeka secara jasmani dan rohani).
Bagian empat dari buku ini adalah sebagai „Bottom Line‟ BANGSA PAPUA
„LAHIR BARU‟ di DALAM TUHAN. Bangsa Papua akan terima kebebasan total sebagai
“kemenangan iman” atas rahmat dari Tuhan, bukan karena kemampuan dan kebolehan
kita. Waktu yang Allah hendak berikan kepada bangsa Papua adalah sebagai “masa
transisi”, untuk mempersiapkan JALAN bagi kedatangan Yesus yang akan datang ke dunia
ini untuk memimpin Kerajaan 1.000 tahun. Untuk itu, bagi yang belum bertobat segera
sadar, menyesal dan bertobat; bagi yang sudah bertobat, bertahanlah dalam kekudusan
dalam kebenaran Allah „MENUJU TANAH SUCI PAPUA‟ yang penuh susu dan madu
serta penuh ceria.
“Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada
jemaat-jemaat”, (Wahyu 3:22); Kata Yesus: “Setiap orang yang mengatakan sesuatu
8
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
melawan Anak Manusia (Yesus), ia akan diampuni, tetapi barang siapa menghujat Roh
Kudus, ia tidak akan diampuni” (Injil Lukas 12:10). Bagian Dua, Tiga dan Empat dalam
buku ini adalah kesaksian dan pewartaan yang diwahyukan melalui penglihatan dan dari
Roh Kudus, siapa menghujat Roh Kudus, dosanya tidak akan diampuni (dosa kekal).
Ditulis dalam bahasa sederhana, maka buku ini layak dan perlu dibaca oleh orang
Papua dan simpatisan serta semua pihak yang punya kepentingan dengan tanah ini. Kami
mengucapkan terima-kasih kepada para pendukung, yang kami tidak sebut satu persatu
yang telah membantu kami dalam proses penulisan, sampai percetakan, dan publikasi buku
BERGULAT „MENUJU TANAH SUCI PAPUA‟ ini.
Akhirnya, dalam nama Allah Tritunggal, kami mempersembahkan buku ini ke
sidang pembaca, dengan sebuah harapan bahwa „perubahan positif yang mengembirakan‟
dapat terjadi di Tanah Papua demi kemanusiaan untuk perdamaian dunia hanya untuk
kemuliaan nama Tuhan.
“Semakin banyak pengorbanan yang diberikan, semakin tinggi nilainya”
Selpius Bobii
9
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
DAFTAR ISI
10
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
13
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bagian Empat Bottom Line: Bangsa Papua „Lahir Baru‟ di Dalam Tuhan
Deklarasi Pemulihan Bangsa Papua………………………………………..270
Bangsa Papua „Lahir Baru‟ di Dalam Tuhan……………………………….271
I. Falsafah hidup bangsa Papua……………………………………………….…272
II. Hukum Dasar Papua………………………………………………………..…277
III. Sistem Pemerintahan Papua….……………………………………………….278
IV. Profil Kerajaan Transisi Papua……………………………………………….. 281
V. Prinsip-prinsip hidup manusia baru…………………………………..……….282
Lampiran:
1. Seruan Konsolidasi dan Rekonsiliasi Bangsa Papua……………………...287
2. Versi Doa Umum………………………………………………………….293
3. Versi Doa Khusus………………………………………………………….310
4. Pertolonganku PAPUA dari Tuhan……….……………………………….314
Profil Penulis……………………....……………………………………………...…...317
14
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bagian Satu
Selpius Bobii
15
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Motto
ROH dari perjuangan bangsa Papua adalah NASIONALISME & PATRIOTISME. JIWAnya adalah PERSATUAN; TUBUHnya
adalah TINDAKAN NYATA (aksi kebebasan). Tanpa nasionalisme dan patriotisme, tidak mungkin lahir Persatuan;
Persatuan tanpa semangat nasionalisme, tidak mungkin gerakan dapat bertahan; Nasionalisme dan Persatuan tanpa
diwujudkan dalam tindakan nyata, maka cita-cita hanyalah menjadi impian semata. Singkat kata: ROH: Nasionalisme
dan Patriotisme. JIWA: Persatuan. TUBUH: Tindakan nyata (Aksi Kebebasan). Ketiga hal ini tak dapat dipisahkan dalam
suatu gerakan perjuangan hak-hak dasar suatu kelompok, golongan dan bangsa.
Saat ini rakyat bangsa Papua beserta para simpatisan sedang berjuang. Berjuang melawan: NEO-KOLONIALISME,
MILITERISME & NEO-IMPERIALISME. Areal perjuangan: DI PENTAS NURANI & BUDI. Bentuk perjuangan: DIPLOMASI,
DEMONSTRASI, DISKUSI, SEMINAR, LOKA KARYA, MIMBAR BEBAS, MENULIS BUKU, MOGOK SIPIL, GOLPUT PEMILU, DOA
PUASA, dan lain-lain. Jenis senjata yang kita pakai: AKAL BUDI. Pelurunya: KEBENARAN SEJARAH & REALITA MASA
KINI. Bahasa yang kita pakai: BAHASA KEBENARAN. Kita gunakan pakaian anti peluru: IMAN & DOA. Petunjuk yang kita
pakai: SUARA HATI. Pemimpin tertinggi perjuangan bangsa Papua: TUHAN ALLAH. Personilnya: RAKYAT BANGSA PAPUA
& para SIMPATISAN (1 Mei 2008).
Persembahan:
„Kepadamu Tuhanku hidup ini dibakhtikan; kepadamu pahlawanku jejak langkahmu terukir dalam
lembaran sejarah, Air mata darahmu menyuburkan nasionalisme dan patriotisme; kepadamu „mama
Papua‟ kisah piluh ini dipersembahkan; untukmu generasi penerus lembaran sejarah ini dirangkaikan;
maknailah sejarah ini dalam hidupmu, inilah kebenaran sejarah yang t‟lah dibayar dengan air mata
darah keringat, dibayar dengan harga yang tiada tara; dalam dadamu meteraikan rekam jejak sejarah
bangsamu, tuliskan sejarah ini dalam loh hatimu; jadikan rekam jejak pendahulumu ini menjadi
pijakanmu untuk bangkit, berdiri dan berjalan menuju menyambut mentari negeri yang kian merekah di
Ufuk Timur yang „kan b‟ri kelegaan jiwa Papua.‟
16
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Prakata
„Syukur bagi-Mu Tuhan! Kau bri Tanahku, Kau bri rajin juga untuk sampaikan maksud-Mu‟
K
ami memanjatkan puji dan syukur kepada Allah Tritunggal Maha Kudus atas
nafas hidup dan berkat, serta perkenan-Nya, kami dapat merampungkan „BARA
ANEKSASI di Tanah Papua‟ ini indah pada waktu-Nya.
Papua terus membara, akibat dari ANEKSASI Papua ke dalam NKRI melalui invasi
militer dan Traktat Perjanjian New York, 15 Agustus 1962, dan tindak-lanjutnya melalui
Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 yang manipulatif. Demi mengamankan
kepentingan Amerika Serikat dan para sekutunya, Papua dianeksasi ke dalam NKRI. Papua
menjadi „dapur kepentingan‟ Indonesia dan Amerika Serikat serta para sekutunya. Bangsa
Papua Barat menjadi korban konspirasi kepentingan ekonomi, politik dan keamanan
Indonesia dan Amerika Serikat serta para sekutu yang mendukungnya.
Pertarungan Ideologi Pancasila versus Ideologi Mabruk telah memakan korban yang
tidak sedikit, baik korban materi, waktu, pikiran, perasaan bahkan korban manusia. Tanah
Papua identik dengan „Tanah Darah‟. Dari awal tanah Papua dijadikan „daerah merah‟,
maka sampai detik ini „darah‟ orang asli Papua terus menetes membasahi Tanah ini.
Operasi militer terbuka dan tertutup, dengan ideologi pembangunan bias pendatang
diterapkan di Tanah Papua. Operasi militer terbuka dan tertutup serta ideologi
pembangunan bias pendatang ini mengakibatkan marginalisasi, diskriminalisasi, minoritasi
dan pembantaian orang asli Papua yang kini sedang menuju ancaman bahaya kepunahan
etnis Papua, yang sedang merangkak perlahan-lahan (slow moving genocide).
Tanah Papua memang secara politik ada dalam genggaman Negara Indonesia, tetapi
secara hukum sangat lemah, buktinya bahwa Papua dianeksasi diawali dengan maklumat
TRIKORA, disusul perjanjian „Traktat Manipulatif‟ 15 Agustus 1962, yang disertai dengan
invasi politik dan militer Indonesia, yang didukung penuh oleh Amerika Serikat dan para
sekutunya. Maka, PEPERA 1969 itu adalah CACAT HUKUM, CACAT MORAL dan
CACAT DEMOKRASI.
Dalam buku ini, kami membagi ANEKSASI Papua (pencaplokan Papua) itu ke
dalam tiga tahap, yaitu Aneksasi Tahap Awal (1961 – 1969), Aneksasi Lanjutan Tahap
Kedua melalui OTDA Jilid I (1969-2001), dan Aneksasi Lanjutan Tahap Ketiga melalui
OTSUS Jilid II (2001 - berlanjut hingga UU ini dicabut atau berhenti sampai Papua
merdeka). Buku ini diakhiri dengan bagian penutup sebagai solusi akhir, menyeluruh,
tuntas, adil, damai, demokratis dan bermartabat yang harus ditempuh oleh semua pihak,
untuk menegakkan Hak Asasi Manusia Papua, termasuk Hak Asasi Politik bangsa Papua di
atas segala kepentingan.
Buku ini secara garis besar menggambarkan perjalanan perjuangan bangsa Papua.
Tujuannya adalah sebagai pendidikan politik dan dokumentasi sejarah, serta menjaga
benang merah perjuangan bangsa Papua, agar tidak ke luar dari jalan yang telah dirintis
oleh para pendahulu. Mengingat peristiwa hidup kemarin adalah sejarah yang telah diukir
17
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
dengan darah, air mata dan keringat. Peristiwa darah, air mata dan keringat hari ini sedang
mengukir sejarah untuk hari besok. Sejarah kemarin menentukan hari ini. Peristiwa hari ini
menentukan hari esok. Rekam jejak para pendahulu telah merintis jalan. Lorong jalan
penuh onak dan duri bersimpah air mata darah keringat; tak dapat dibayangkan berapa
banyak pengorbanan bangsa Papua sudah dan sedang menebus kebebasan Papua yang
menjadi kerinduan dalam setiap jiwa Papua.
Pengorbanan bangsa Papua yang tiada tara ini, tak dapat dibayar dengan tawaran
barang dunia apapun, termasuk paket politik OTSUS tidak dapat menggadaikan
pengorbanan yang luar biasa ini. Pengorbanan air mata, darah dan keringat ini adalah harga
termahal yang sudah dan sedang dibayar hanya untuk pembebasan total; Bukan berkorban
untuk perbaikan pelayanan publik, bukan pula berkorban untuk meningkatkan
kesejahteraan semata. Ingat! Pengorbanan untuk „kebebasan total‟ harus dibayar dengan
„kebebasan total‟. Pengorbanan bangsa Papua yang luar biasa ini, hanya dapat dibayar
dengan kebebasan total (Papua harus berdaulat penuh) untuk mengakhiri penindasan ini.
Camkanlah bahwa perjuangan bangsa Papua kemarin, hari ini dan besok bukan
untuk mendirikan Negara dalam Negara, tetapi perjuangan bangsa Papua adalah perjuangan
untuk menegakkan kembali kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua (1 Desember 1961)
yang telah dianeksasi ke dalam NKRI melalui invasi militer dan traktat perjanjian 15
Agustus 1962, yang tindak-lanjutnya melalui PEPERA 1969 yang CACAT HUKUM,
CACAT DEMOKRASI dan CACAT MORAL ITU.
Maka itu, kobaran api revolusi terus dikobarkan hingga lonceng kebebasan total
berkumandang, sampai Bintang Fajar mengudara selamanya di atas Tanah Papua; hingga
syair-syair menawan hati „Hai Tanahku Papua‟ terus berkumandang di negeri
Cenderawasih; sampai „Kemenangan Iman‟ berkumandang di pelosok negeri Tanah Papua,
seraya menabuhkan tifa memuji menyembah Tuhan selama-lamanya.
Buku ini ditulis dengan bahasa sederhana, agar mudah ditangkap dan menjadi
konsumsi publik. Perlu diketahui bahwa tidak semua peristiwa sejarah Papua terekam
dalam buku ini. Tulisan ini adalah „iktisar‟ kilas balik sejarah Aneksasi Papua ke dalam
NKRI untuk dipahami oleh semua pihak, khususnya generasi muda Papua; agar ditindak-
lanjuti oleh pihak-pihak terkait.
Tentu dalam buku ini banyak kekurangan, maka kritik dan saran dari Saudara-
Saudari kami menanti dengan senang hati untuk penyempurnaan buku ini. Kami
mengucapkan terima kasih kepada para pendukung, yang kami tidak sebut satu persatu
yang telah membantu kami dalam proses penulisan, sampai percetakan, dan publikasi buku
„BARA ANEKSASI di Tanah Papua‟ ini. Akhirnya, dalam nama Allah Tritunggal, kami
mempersembahkan buku ini ke sidang pembaca, dengan sebuah harapan bahwa „perubahan
positif yang mengembirakan‟ dapat terjadi di Tanah Papua.
Port Numbay, 23 Februari 2020
Penulis
Selpius Bobii
18
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bab I
BARA PAPUA DI ERA ANEKSASI AWAL (1961-1969)
„Trikora, Invasi Militer dan Perjanjian New York, PEPERA 1969‟
“Wahai kebenaran sejarah sang Bintang Fajar „kami berdiri di sini‟; walau kau dianeksasi secara
sepihak, tapi kami sedang mengikuti jejak langkahmu ke mana dikau pergi, berapapun harga kami
membayarnya, untuk mendapatkanmu kembali: biarpun mentari terbenam, biarpun letih lesuh-berbeban
berat menimpa, biarpun kegelapan malam menyelimutinya, biarpun banyaknya air mata darah
berjatuhan, walau anak negeri hilang lenyap satu persatu, biarpun kau disembunyi - dirantai di ruang
terdalam apapun, di manapun, kapanpun, resiko apapun, kami „kan t‟rus mencarimu sampai
mendapatkanmu kembali ke pangkuan Tanah Papua yang melahirkanmu;
inilah janji, inilah nazar yang keluar dari lubuk hati kami yang terdalam”.
D
alam sejarah, pulau besar ini menyandang berbagai macam nama. Dalam buku
“Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik Politik di Papua” yang ditulis oleh
Bapak Decki Natalis Pigai BIK mengurai secara rinci sejarah nama Papua 1. Awal
mulanya pulau ini disebut sebuah daratan yang tidak dikenal; sekitar tahun 200 Sesudah
Masehi ahli geografi bernama Ptolamy menyebutnya dengan nama „Labadios‟2. Belum
diketahui maksudnya apa disebut demikian. Pada abad VI-VII Sesudah Masehi, pelaut dan
pedagang Persia dan Gujarat memberi nama Samudrata atau Dwi Panta, artinya ujung
Samudera, atau ujung Lautan.
Pada abad VIII pelaut dan pedagang China bernama Ghau Yua Kua memberi nama
Tungki; pada abad yang sama pelaut dan pedagang Sriwijaya menyebut Janggi; pada
tahun 1511 Antonio d‟Abraw dan Francesco Serano pada tahun 1521 menyebut Os Papuas,
atau Ilha de Papo Ia; pada tahun 1526-1527 seorang Portugis bernama Don Jorge de
Menetes memberi nama Papua. Nama Papua menurut bahasa Tidore adalah Papa Ua
artinya “anak piatu yang tidak bergabung” atau “tidak bersatu” dalam Kerajaan Tidore.
Dalam bahasa Melayu “Pua Pua” artinya “keriting”.
“Walaupun dari pihak luar, Papua diidentikkan dengan kaum keriting, hitam,
penduduk primitif, tertinggal yang merupakan slogan yang tidak mempunyai arti apapun
dengan nama Papua, tetapi penduduk pribumi menerima nama tersebut dengan baik, sebab
nama Papua itu mencerminkan indentitasnya sebagai manusia hitam dan keriting”, kata
Decki Natalis Pigai, BIK.
Pada tahun 1528 pelaut Spanyol Alvaro de Savedra ia menyebut Isla del Oro
(Island of Gold) artinya Pulau Emas. Pada tahun 1545 pelaut Spanyol bernama Ini go
Oertis de Retes memberi nama Nueva Guinea, karena penduduknya hampir mirip dengan
penduduk Guinea di Afrika Barat, nama latinnya Nova Guinea. Pada tahun 1945 – an oleh
Frans Kaisepo, Corinus Krey dan Yan Waromi memberi nama Irian; menurut bahasa Biak
“Tanah Panas”, Irian menurut bahasa Serui “Tanah Air atau Tiang Bangsa”, Irian menurut
1
Decki Natalis Pigay, BIK, Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik Politik di Papua, hal 93-98.
2
http://siradel.blogspot.com
19
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
bahasa Merauke “bangsa yang diangkat tinggi”; sebutan pemerintah Belanda: Nederlands
Nieuw Guinea pada tahun 1951, dan dalam Sidang Kongres I Papua oleh Komite Nasional
Papua antara 17-19 Oktober 1961 menetapkan nama Papua Barat. Pada masa
pemerintahan sementara PBB (United Nations Temporary Executive Autority - UNTEA)
sejak 1 Oktober 1962 menggunakan nama West Nieuw Guinea.
Selanjutnya nama Irian dipolitisasi oleh para pejuang merah putih seperti Marthen
Indey dan Silas Papare mengartikannya: “Ikut Republik Indonesia Anti Nederland”, dengan
demikian nama Papua yang terkenal di dunia selama berabad-abad lamanya terputus ketika
diganti dengan Irian, kemudian Irian Barat digunakan resmi oleh Indonesia pada tanggal 1
Mei 1963. Pada proklamasi 1 Juli 1971 menggunakan nama West Papua (Papua Barat),
tetapi Indonesia masih pakai nama Irian Barat.
Pada 1 Maret 1973 nama Irian Barat diganti menjadi Irian Jaya oleh presiden
Soeharto; (arti kata „Jaya‟ dalam bahasa Inggrisnya victory „kemenangan‟, artinya Irian
dimenangkan oleh RI, artinya Indonesia berhasil merebut Irian dari tangan Belanda); pada
proklamasi 3 Juli 1982 versi David Heremba, B.A, Cs di Jayapura, menyebut nama Papua
Barat; tetapi Indonesia masih pakai nama Irian Jaya, kemudian di Jayapura pada
proklamasi, 14 Desember 1988 versi Dr. Thomas Wapai Wanggai menyebut nama
Melanesia Barat; tetapi Indonesia masih pakai nama Irian Jaya.
Dengan bergulirnya reformasi yang dimulai pada tahun 1998 di Indonesia, maka
penduduk pribumi di tanah Papua menghendaki perubahan nama Irian Jaya menjadi Papua.
Mengapa memilih nama PAPUA? Karena nama itu mencerminkan identitasnya: “Keriting
dan Hitam”. Kehendak penduduk pribumi ini disampaikan kepada presiden Indonesia.
Presiden RI Gusdur amat berjasa besar, karena pada malam pergantian tahun, tanggal 31
Desember 1999 “Irian Jaya” diganti dengan nama “PAPUA”.
20
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
3
John Anari, Makalah: Analisis Penyebab Konflik Papua dan Solusinya secara hukum Internasional, hal 4-5
21
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Belanda tetap mempertahankan Papua terlepas dari RIS. Belanda mengubah Undang-
Undang Dasarnya pada tahun 1951. Dalam amandemen UUD itu, Belanda meningkatkan
status Papua menjadi “Nederlands Nieuw Guinea” (Papua Belanda).
Dengan adanya peningkatan status kekuasaan Belanda atas Papua, maka Belanda
memainkan rencana selanjutnya, yaitu mempersiapkan orang asli Papua dalam berbagai
bidang kehidupan. Untuk itu, Belanda membuka berbagai persekolahan. Dalam beberapa
tahun, sejak tahun 1952, perwakilan Belanda di Nederlands Nieuw Guinea mempersiapkan
tenaga-tenaga terdidik Papua dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya pendidikan,
kesehatan, pemerintahan, bidang keamanan, perekonomian, dan bidang kelautan.
Tujuannya adalah menyiapkan orang asli Papua untuk suatu kemerdekaan. Belanda
berpandangan bahwa masa depan bangsa Papua harus ditentukan oleh orang Papua, ini
terkait dengan jaminan penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua sebagai suatu hak dalam
kaitannya dengan pasal 73 dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pada masa-masa itu, Negara Indonesia selalu mengklaim atas wilayah Nederlands
Nieuw Guinea sebagai bagian sah dari RIS. Karena itu, pemerintah Belanda mengundang
Indonesia untuk menjelaskan klaimnya atas Nederlands Nieuw Guinea di depan Pengadilan
Internasional, namun Indonesia menolak tawaran itu. Pasti Indonesia tidak menang atas
klaimnya atas wilayah yang disengketakannya, karena pertama, Belanda sudah
mendaftarkan status Papua ke komite dekolonisasi PBB, kedua, pada tahun 1951 Belanda
sudah mengamandemen (mengubah UUD) untuk meningkatkan status menjadi Nederlands
Nieuw Guinea (menjadi salah satu propinsi seberang laut dari Hindia Belanda), untuk
mempersiapkan orang Papua menentukan sendiri masa depan bangsanya.
Belanda berpandangan bahwa lebih baik mempersiapkan orang Papua agar pada
saatnya mereka sendiri dapat menentukan pilihannya untuk masa depan bangsanya. Upaya
Belanda itu mulai terbukti bahwa pada tahun 1960, orang Papua sudah mulai membentuk
12 Partai yaitu:
1) Partai Nasional (PARNA, ketua Umum Hermanus Wayoi);
2) Democratische Volks Partij (DVP, Ketua: A. Runtuboi);
3) Ke U Embay (KUD, Ketua: Esau Itar);
4) Nasionalis Partai Papua (Nappa, anggota N. Tanggahma);
5) Partai Papua Merdeka (PPM, Ketua Moses Rumainum);
6) Commite Nasional Papua (KNP, ketua Willem Itar);
7) Front Nasional Papua (FNP, ketua Lodewijk Ayamiseba);
8) Partai Orang Nieuw Guinea (PONG, ketua John Ariks);
9) Eenheids Partij Nieuw Guinea (APANG, Ketua L Mandacan);
10) Persatuan Kristen Islam Raja Ampat (Perkisra, Ketua M.N Majalibit);
11) Persatuan Pemuda Pemudi Papua (PERPEP, Ketua A.J.F. Marei);
12) Partai Sama-sama Manusia (PSM).
Partai-partai itu dibentuk agar melalui partai ini menyakinkan masyarakat bahwa
dari pihak Belanda akan memberikan kesempatan kepada bangsa Papua untuk menentukan
nasib sendiri. Satu tahun kemudian, awal tahun 1961, orang Papua mencalonkan diri
22
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
melalui partai-partai yang didirikannya untuk dipilih secara demokratis oleh rakyat di tanah
Nederlands Nieuw Guinea (Papua Belanda). Pemilu secara demokratis berlangsung antara
tanggal 18 – 25 Februari 1961. Hasil pemilihan itu disahkan pada tangal 5 April 1961
sebagai anggota Neiuw Guenea Raad (Parlemen Papua) berjumlah 28 anggota. Di tahun itu,
masyarakat Papua Belanda berhasil memilih dan membentuk Parlemen Papua4.
Pemerintah Belanda memberi kesempatan kepada orang Papua untuk
mempersiapkan kemerdekaan Papua secara bertahap, yang dimulai dengan pendirian partai,
pemilihan Parlemen Papua. Melalui badan legislatif Papua ini membentuk sebuah badan
atas permintaan gubernur Nederlands Neiuw Guinea untuk mempersiapkan kemerdekaan
bangsa Papua, yaitu Komite Nasional Papua, dalam badan ini terdiri dari 21 orang Papua
terdidik. Badan komite ini dipimpin oleh seorang peranakan yang bernama Mr. De Rijke.
Komite ini menggelar Kongres I Papua dari tanggal 17 – 19 Oktober 1961.
Sidang Kongres I Papua dihadiri oleh 70 orang Papua terdidik dari tujuh wilayah
Papua. Dalam sidang terhormat ini mempersiapkan atribut-atribut bangsa Papua, yaitu
Bendera: „Bintang Fajar‟, Lagu Kebangsaan: „Hai Tanahku Papua‟, lambang Negara:
„Burung Mabruk‟, dengan semboyang “Satu Bangsa, Satu Jiwa” (One People, One Soul).
Tidak hanya itu, dalam forum demokrasi itu Komite Papua mengubah nama wilayah dari
Nederlands Nieuw Guinea menjadi „Papua Barat‟, nama bangsanya adalah „bangsa Papua‟.
Semua keputusan penting ini dimeteraikan dalam sebuah “manifesto bangsa Papua”.
Manifesto itu dinyatakan dan ditanda-tangani oleh wakil masyarakat Papua dari tujuh
wilayah Papua, yaitu Mamta, Saireri, Domberai, Bomberai, Animha, Lapago dan Meepago.
Berikut ini kami mencantumkan manifesto politik bangsa Papua, yang dinyatakan
pada sesi terakhir dari Kongres I Papua, tanggal 19 Oktober 1961 di Hollandia (kini
Jayapura).
MANIFEST
Kami jang bertanda-tangan di bawah ini, penduduk tanah Papua bahagian Barat, terdiri dari berbagai golongan, suku dan
agama, merasa terikat dan bersatu padu sebagai satu bangsa dan satu tanah air:
MENYATAKAN :
Kepada penduduk sebangsa dan setanah air bahwa:
I. Berdasarkan fasal 73 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa bahagian a dan b;
II. Berdasarkan maklumat akan kemerdekaan bagi Daerah-Daerah jang belum berkepemerintahan sendiri,
sebagai termuat dalam Resolusi jang diterima oleh Sidang Pleno Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam
sidangnja ke 15, dari 20 September 1960 sampai 20 Desember 1960, No. 1514 (XV);
III. Berdasarkan hak mutlak dari kita penduduk tanah Papua bahagian Barat atas tanah air kita;
IV. Berdasarkan hasrat dan keinginan bangsa kita akan kemerdekaan sendiri;
Maka kami dengan perantaraan Komite Nasional dan Badan Perwakilan Rakjat kita Nieuw Guinea Raad mendorong
Gubernemen Nederlans-Nieuw-Guinea dan Pemerintah Nederlands supaja mulai dari November 1961:
a. Bendera kami dikibarkan disamping Bendera Belanda Nederland;
b. Njanjian kebangsaan kita (kami) “Hai Tanahku Papua” dinjanjikan atau dilagukan disamping Wilhemus;
c. Nama tanah kami mendjadi Papua Barat dan
4
Decki, Op.Cit. hal. 217-222
23
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Atas dasar-dasar ini kami bangsa Papua menuntut untuk mendapat tempat kami sendiri, sama seperti bangsa-bangsa
merdeka dan di antara bangsa-bangsa itu kami bangsa Papua ingin hidup sentosa dan turut memeliharakan perdamaian
dunia.
Dengan manifest ini kami mengundang semua penduduk jang mentjintai tanah air dan bangsa kita Papua menjetudjui
Manifest ini dan mempertahankannja, oleh karena inilah satu-satunja dasar kemerdekaan bagi kita bangsa Papua.
Kongres I Papua yang difasilitasi oleh Komite Nasional Papua dihadiri oleh 70
orang Papua dari tujuh wilayah dan Nieuw Guinea Raad (Parlemen Papua). Dalam sidang
Komite Nasional memutuskan untuk mendorong pemerintah Belanda agar hasilnya
diumumkan pada 1 November 1961 dengan ditandai pengibaran Bendera Bintang Fajar,
tetapi sesuai persetujuan Gubernur Plateel atas nama Sri Baginda dalam Peraturan
“Ordinasi” bernomor 68 menyatakan bahwa hasil itu diumumkan dan bendera itu
dikibarkan pada 1 Desember 1961, berdampingan dengan Bendera Belanda.
Berikut ini kami mengutip petikan keputusan Gubernur tentang bendera negeri itu:
“bahwa sesuai dengan hak, jang ditetapkan pada artikel 111 dari Bewendsregeling Nieuw Guinea guna pemasukan usulan
akan penetapan ordinasi-ordinasi. Nieuw Guinea Raad telah memadjukan sebuah usulan guna penetapan sebuah ordinasi
mengenai sebuah bendera negeri Nederlands-Nieuw-Guinea. Sehabis mendengar Dewan Kepala-Kepala Djawatan dan dalam
persetudjuan dengan Nieuw Guinea Raad, telah menetapkan ordinasi jang berikut: bendera negeri Nederlands-Nieuw-Guinea
itu merupakan sebuah persegi pandjang terdiri atas satu baris merah melangit dekat tiang dan tudjuh baris biru
membumi jang ditjeraikan enam baris putih. Pada pertengahan baris merah itu terdapat sebuah bintang putih berputjuk
lima jang antaranja satu menundjuk melangit. Kelima udjung bintang itu masing-masing merupakan siku 36 deradjat.
Tinggi dan padjang bendera itu berbanding 2 : 3. Lebar baris merah adalah dua perlima tinggi, garis tengah lingkaran
luar bintang itu adalah tudjuh perdelapan lebar baris merah itu”.6
Pada 1 Desember 1961 bendera Bintang Fajar bersamaan Bendera Belanda
dikibarkan diiringi lagu „Hai Tanahku Papua‟ juga „Wilhemus‟ lagu kebangsaan Belanda
dalam upacara resmi. Berita tentang pengibaran bendera Papua, serta Deklarasi Manifesto
Politik bangsa Papua tersebar ke seluruh tanah air Papua, dan disambut penuh kegembiraan
5
Dokumen sejarah Papua.
6
Ibid.
24
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
oleh warga di Tanah Papua. Berita itu tersebar juga ke belahan dunia lainnya. Kejadian ini
mendapat perhatian dunia internasional, atas usaha publikasi dari berbagai media yang ada.
Belanda secara resmi menyampaikan kepada dunia, termasuk Indonesia bahwa
Belanda memiliki tanggung jawab moral untuk mempersiapkan orang Papua agar suatu saat
orang Papua menentukan masa depan bangsanya. Belanda tidak bermaksud menguasai
Tanah Papua untuk selamanya. Dalam hal ini, ambisi Indonesia berbeda dengan Belanda.
Justru Belanda memilih untuk mempersiapkan orang Papua untuk menentukan masa depan
dan membangun bangsanya sendiri, tanpa campur tangan dari bangsa lain di dunia.
Sementara Indonesia berambisi besar untuk mencaplok bangsa Papua ke dalam NKRI.
7. Maklumat Trikora
Mendengar bahwa adanya pengibaran Bintang Fajar di Hollandia (kini Jayapura) –
Papua, Soekarno beraksi cepat. Setelah 18 hari pengibaran Bintang Fajar, pada tanggal 19
Desember 1961 di Lapangan alun-alun Yogyakarta, presiden Soekarno mengeluarkan
Maklumat Trikora (Tiga Komando Rakyat). Tiga komando itu adalah: 1) Bubarkan Negara
Papua buatan Belanda; 2) Kibarkan bendera merah putih di Irian Barat, 3) Bersiaplah untuk
mobilisasi umum.
Berikut ini isi komando Aneksasi yang asli: “… Belanda mengadakan „Negara
Papua‟. Belanda mengibarkan „Bendera Papua‟. Apa yang harus kita perbuat di sini?
Tidak ada lain kita harus bertindak. Bertindak! Maka oleh karena itu saya berikan
komando kepada seluruh rakyat Indonesia. Nah, dan apa komando saya? Dengarkan
saudara-saudara! Komando saya dengan tegas ialah: Gagalkan, hai seluruh rakyat
Indonesia, gagalkan pendirian „Negara Papua‟ itu. Apa komando saya lagi? Hai seluruh
rakyat Indonesia, kibarkan sang merah putih di Irian Barat itu! Tegas saya memberikan
komando ini. Batalkan „Negara Papua‟ itu. Kibarkan bendera kita! Siap sedialah, akan
datang mobilisasi umum…Sudara-saudara kita inilah bunyinya…”.7
Dalam nats asli maklumat Trikora di atas, presiden Soekarno tidak pernah
mengatakan Negara „boneka‟ Papua. Kata „boneka‟ ditambahkan kemudian oleh
pemerintah Indonesia. Kata „boneka‟ yang bernada penghinaan tidak pernah diucapkan oleh
Soekarno dalam naskah asli yang dikutip oleh Tn Yorris T.H Raweyai dalam bukunya
“Mengapa Papua Ingin Merdeka‟. Ini sudah menunjukkan manipulasi sejarah Indonesia.
Walaupun suatu kebenaran dapat dimanipulasi untuk mencapai kepentingan tertentu, tetapi
„kebenaran‟ tetaplah „kebenaran‟. Bagaimanapun juga suatu saat, namanya „kebenaran itu‟
tetap terkuak atau terbongkar.
Dalam maklumat aneksasi di atas, presiden Soekarno sudah mengakui adanya
sebuah Negara Papua dibentuk oleh Belanda. Soekarno juga mengakui bahwa adanya
bendera Papua dikibarkan, maka dalam maklumat itu Soekarno juga memerintahkan supaya
bendera merah putih dikibarkan di Irian Barat (Papua). Maklumat TRIKORA pada
dasarnya telah melanggar hukum Internasional. Setiap bangsa di dunia ini dijamin oleh
7
Yoris TH Raweyai, (2002), Mengapa Papua Ingin Merdeka, hal. 26
25
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Deklarasi Umum Hak-hak Asasi Mamnusia oleh PBB dan beberapa kovenan lainnya untuk
menentukan nasib sendiri, dijamin juga dalam pembukaan mukadimah UUD RI: „bahwa
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan peri kemanusian dan peri keadilan‟.
„Penentuan nasib sendiri‟ ditempuh melalui dua jalur legal formal, yaitu: Pertama,
melalui jalur Proklamasi sepihak, seperti Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya
pada tanggal 17 Agustus 1945; atau Deklarasi Manifesto, seperti yang dilakukan oleh
bangsa Papua pada 19 Oktober 1961 yang secara resmi diumumkan pada 1 Desember
1961, dengan ditandai Pengibaran Bendera Bintang Fajar (Morning Star); Kedua, melalui
jalur refrendum.
Melalui jalur proklamasi sepihak atau deklarasi sepihak dibutuhkan pengakuan dari
Negara-negara lain sebagai legitimasi politik, terutama dari kolonial yang menduduki
wilayah itu. Legitimasi hukum lahir dari penanda-tanganan pengakuan, penyerahan
kemerdekaan dan kedaulatan suatu Negara bangsa (de jure). Melalui jalur refrendum
ditempuh dengan tata cara atau ketentuan hukum Internasional. PBB dapat mempercayakan
wali pemerintahan tertentu, atau membentuk suatu badan PBB untuk mempersiapkan
masyarakat setempat menentukan nasib masa depan bangsanya.
Pengakuan presiden Soekarno sebagai kepala Negara RI atas adanya „Negara
Papua‟ dalam TRIKORA adalah sah atau legitim, artinya sudah diakui secara de facto dan
de jure adanya Negara Papua. Walaupun pengakuan itu tujuannya dalam rangka
membubarkan atau menggagalkan Negara Papua, karena memang Soekarno punya ambisi
besar untuk merebut Tanah Papua dari kekuasaan Belanda. Isi maklumat TRIKORA itu
sudah membuktikan bahwa Indonesia menyatakan kehendaknya untuk MENGANEKSASI
Negara baru Papua ke dalam NKRI. Maklumat TRIKORA itu adalah komitmen awal untuk
menganeksasi Negara baru Papua ke dalam wilayah kekuasaan Indonesia.
Pengertian „ANEKSASI‟ menurut hukum bangsa-bangsa adalah meluaskan wilayah
Negara melalui kekerasan (invasi militer) dan juga melalui traktat (perjanjian). Maklumat
TRIKORA itu pada prinsipnya sudah membuktikan bahwa Indonesia berkehendak untuk
menganeksasi Negara baru Papua ke dalam wilayah NKRI. Aneksasi itu biasa dilakukan
dengan alasan sejarah, budaya, religi, politik, etnografi, geografis, ekonomi, dan juga
karena alasan strategis lainnya. Jika pemerintahan suatu wilayah yang dianeksasi itu
ditiadakan dengan peperangan, maka aneksasi itu dinamakan debellitio (latin). Contoh:
Debellitio Korea oleh Jepang (1910), Albania oleh Italia (1939), Ceko oleh Jerman (1939).
Jika daerah yang dianeksasi itu tidak mempunyai status (tak bertuan) dinamakan
accopation (latin), contoh accupation: Montenegro oleh Serbia (Perang dunia I), Indonesia
oleh Jepang 1942-19458.
Dilihat dari devinisi aneksasi di atas, maka dalam maklumat TRIKORA tersurat
adanya sikap atau kemauan keras untuk mencaplok Negara baru Papua ke dalam NKRI.
Tetapi dalam maklumat TRIKORA itu belum diikuti dengan tindakan nyata. Dalam per-
8
Forkorus Yaboisembut, SPd, Surat Peninjauan Hukum, hal. 10 mengutip Ensiklopedi Indonesia, Edisi
khusus jilid I, hal. 213
26
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
8. RI Gandeng Rusia
Indonesia memutuskan hubungan kerja-sama bilateral dengan Belanda sejak tahun
1950-1960-an. Untuk memuluskan ambisi besar untuk merebut Papua, Negara Indonesia
memanfaatkan perang dingin yang terjadi antara blok Barat dan Blok Timur (Amerika dan
Rusia). Indonesia yang tadinya menganut paham “politik bebas aktif” artinya tidak
memihak ke blok Barat maupun blok Timur, berubah menjadi paham NASAKOM
(nasionalis, agama dan komunis). Peralihan dari politik bebas aktif menjadi paham
NASAKOM bertujuan untuk menggandeng Rusia dalam rangka perebutan Irian.
Negara Indonesia mencari jalan untuk memperkuat pertahanannya. Karena itu,
Soekarno mengutus Jenderal A. H. Nasution untuk membeli persenjataan di Amerika
Serikat dan Australia, tetapi tidak berhasil. Hal ini mendorong presiden Soekarno
membangun kerja-sama dengan Rusia yang adalah Negara Komunis dalam bidang
pertahanan keamanan. Dan ia berhasil membeli persenjataan dengan pembayaran jangka
panjang. Tujuannya adalah melengkapi sarana-prasana dibidang pertahanan keamanan
untuk menghadapi Papua Belanda di Tanah Papua. Suhu politik antara RI dan Belanda juga
makin memanas.
9
Decki, Op. Cit. hal 223-234
27
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
10
Anari, Op.Cit. hal. 10-11
28
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
nasib bangsa Papua, namun dalam proses itu tidak pernah melibatkan wakil-wakil resmi
bangsa Papua.
Penanda-tanganan perjanjian New York itu dilakukan saat operasi militer antara
Belanda dan Indonesia sedang terjadi, khususnya di Pantai Selatan Papua. Ketika terjadi
operasi militer (perang antara pasukan Belanda dan RI) di Tanah Papua, Panglima
Komando Mandala (Soekarno) mengabarkan melalui radio tentang perjanjian damai telah
dilangsungkan antara Belanda dan RI di New York, 15 Agustus 1962. Beberapa waktu
kemudian berakhirlah perang sengit antara militer Belanda dan Indonesia di tanah Papua.
11.Perjanjian Roma
Setelah penanda-tanganan Perjanjian New York 15 Agustus 1962, Indonesia dan
Amerika memainkan peran ganda untuk menggagalkan Perjanjian New York.
Sesungguhnya Traktat yang telah ditanda-tangani itu menguntungkan posisi Indonesia,
sementara pihak Belanda apalagi bangsa Papua benar-benar dirugikan. Tetapi, Indonesia
dan Amerika tidak merasa puas dengan Traktat yang dibuat oleh Bunker (mantan duta besar
Amerika di PBB). Maka itu, menteri luar negeri Indonesia (Subandrio) bersama Amerika
menggandeng Roma untuk memuluskan ambisinya.
Pada tanggal 30 September 1962 sehari sebelum Belanda menyerahkan status
kekuasaan Papua ke sebuah badan PBB (UNTEA), di Roma menggelar suatu pertemuan.
Pihak-pihak yang hadir dalam pertemuan itu adalah Indonesia, Belanda dan Amerika.
Dalam buku Gereja dan Politik di Papua Barat yang ditulis Dr. Socratez Sofyan Yoman,
M.A (mengutip makalah yang disampaikan oleh Pdt Herman Awom) memuat beberapa
pokok penting dalam Perjanjian Roma, yaitu: 11
1) Penundaan atau bahkan pembatalan pelaksanaan PEPERA 1969;
2) Indonesia menduduki Papua Barat selama 25 tahun terhitung 1 Mei 1963 – sampai
1988;
3) Pelaksanaan PEPERA 1969 adalah dengan sistem „musyawaran untuk mufakat‟
sesuai dengan sistem Dewan Musyawarah Indonesia;
4) Mempersiapkan laporan akhir tentang hasil-hasil plebisit tahun 1969 kepada Sidang
Umum PBB agar diterima tanpa sanggahan terbuka;
5) Pihak Amerika Serikat bertanggung Jawab menanamkan modalnya pada sejumlah
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang eksploitasi Sumber Daya Alam
(SDA) di Papua Barat;
6) Amerika Serikat menunjang pembangunan Papua Barat selama 25 tahun melalui
jaminan kepada Bank Pembangunan Asia sebesar USD 30 juta;
7) Amerika Serikat menjamin pendanaan Program Trasmigrasi Indonesia ke Papua
Barat melalui Bank Dunia.
Kenapa Perjanjian ini dibuat di Roma? Jawabannya adalah Roma juga tentu
dipengaruhi oleh Amerika terkait ketakutannya terhadap pengaruh Negara Komunis Rusia
atas kawasan Asia - Pasifik. Roma juga secara diam-diam bergandeng bersama Amerika
Serikat untuk mengamankan wilayah Asia dan Pasifik dari pengaruh komunis. Ketimbang
11
Dr. Socratez Sofyan Yoman, M.A, Gereja dan Politik di Papua Barat, hal. 43-44
29
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
menyelamatkan kepentingan masa depan bangsa Papua. Sekarang kita tahu bahwa Roma
juga turut serta, walaupun Roma tidak berperan aktif dalam permainan politik tingkat
tinggi ini untuk menghancurkan masa depan bangsa Papua.
30
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
perwalian dalam mempersiapkan orang Papua untuk menentukan nasib sendiri pada tahun
196912. Ini memang “permainan politik tingkat tinggi”. Ini sangat tidak adil!
Pelaksanaan PEPERA 1969 melalui “sistem musyawarah” ala Indonesia itu sudah
diseting sebelum pelaksanaan PEPERA 1969, buktinya bahwa dalam perjanjian Roma 30
September 1962 dimasukan dalam satu butir bahwa Pelaksanaan PEPERA 1969 adalah
dengan sistem musyawarah untuk mufakat sesuai dengan „sistem dewan musyawarah‟
Indonesia. Dengan ditanda-tanganinya perjanjian Roma itu, maka Belanda dan Amerika
Serikat sudah mendukung penuh sistem musyawarah untuk mufakat. Dengan demikian,
Indonesia, Belanda dan Amerika turut serta menghancurkan nilai-nilai luhur dan praktek
hukum Internasional tentang penentuan nasib sendiri melalui mekanisme “satu orang satu
suara” (one man one vote).
Masa depan bangsa Papua dihancurkan melalui sistem yang tidak sesuai dengan
mekanisme Internasional. Dalam hal ini, kami tidak menyalahkan Belanda. Kami
memahami bahwa Belanda dalam posisi terjepit dan terpaksa mengalah untuk menyerahkan
Papua ke dalam NKRI, walaupun cara-cara yang ditempuh oleh Amerika, PBB dan
Indonesia, yang didukung oleh para sekutunya adalah praktek yang tidak bermanusiawi,
tidak etis, tidak adil, tidak demokratis, dan cacat hukum.
Dalam buku Gereja dan Politik yang ditulis oleh Dr. Socratez Sofyan Yoman, M.A
menanggapi pernyataan Indonesia yang selalu mengatakan bahwa PEPERA 1969 tidak
dilaksanakan satu orang satu suara (one man one vote), melainkan menggunakan dengan
sistem musyawarah untuk mufakat, karena dua alasan di bawah ini: pertama, Karena letak
geografis Papua yang amat sulit untuk dijangkau; kedua, Karena banyak orang Papua yang
belum berpendidikan, terutama kampung-kampung, pedalaman, dan pengunungan.
Pdt Dr. Socratez Sofyan Yoman, M.A menyatakan dengan tegas tidak sependapat
dengan dua alasan di atas. Beliau mempunyai empat alasan mendasar yang tak
terbantahkan, yakni: pertama, Dalam struktur sosial masyarakat Papua Barat, sejak leluhur
„nenek moyang‟ orang Melanesia, bangsa Papua mempunyai nilai-nilai demokrasi dalam
memilih kepala suku, memutuskan bersama untuk berperang, berkebun, membuat honai,
membuat pangar, membuat perahu, dan dalam banyak hal lainnya;
Kedua, Sebelum tahun 1969, orang Papua bagian pesisir Pantai dan Pedalaman
sudah memiliki proses demokrasi yang benar, adil dan jujur dalam memilih majelis Gereja,
Gembala, dan ketua-ketua Sinode. Metode yang digunakan di wilayah Pantai adalah dengan
cara menulis dengan kertas, karena mereka relatif sudah maju dalam bidang pendidikan.
Sedangkan di wilayah pedalaman Papua biasanya menggunakan dua cara, yaitu menulis
dan mengangkat tangan. Dengan cara itu, mereka memilih Majelis, Gembala Sidang, katua
Klasis/ ketua Wilayah, dan ketua Sinode.
Ketiga, Dalam pemilihan Parlemen Papua (Nieuw Guinea Raad) 1961 dilakukan
dengan sistem „satu orang satu suara‟ dari seluruh rakyat Papua. Proses ini demokratis,
jujur, dan adil. Metode satu orang satu suara (one man one vote) yang dilaksanakan ini
12
Tentang ini baca juga dalam buku “Gereja dan Politik di Papua Barat” yang ditulis oleh Pdt. Dr. Socratez
Sofyan Yoman, hal. 41-61.
31
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
tidak heran karena orang-orang asli Papua sudah mempunyai nilai demokrasi sejak turun
temurun. J. R. G. Jopari (pelaku sejarah Papua) membenarkan hal tersebut dengan berkata,
“…sejarah menunjukkan bahwa dalam pemilihan anggota Parlemen Papua pada tahun 1961
mereka mampu menggunakan sistem one man one vote. Inilah yang oleh masyarakat Papua
yang berjuang untuk merdeka, mereka katakan sebagai ketidak-adilan”.
Keempat, Dalam PEMILU tahun 1971 seluruh penduduk di tanah Papua memberi
suara dengan demokratis. Beliau mengatakan bahwa dalam PEPERA 1969 dilakukan
sistem musyawarah untuk mufakat karena alasan geografis, belum pendidikan dan belum
mengerti demokrasi adalah merupakan kebohongan besar pemerintah Indonesia. Pdt
Yoman mengatakan PEMILU 1971 menyaksikan sendiri di Kampungnya bahwa orang
tuanya memberikan suara mereka di tiga bilik suara yang disiapkan, masing-masing Golkar,
PPP dan PDI. Lima anggota TNI datang mengawasi pelaksanaan PEMILU itu13.
Dengan demikian, kita simpulkan bahwa PEPERA 1969 yang dilakukan di Tanah
Papua itu hanyalah „sandiwara politik semata‟, dan menurut Prof. Drooglever PEPERA
1969 itu „lelucon‟. Amerika Serikat, PBB dan Indonesia serta para sekutunya adalah
pemain sandiwara politik tingkat tinggi. Pembuat skenario dan pemeran utamanya adalah
Amerika Serikat, presiden John F. Kennedy yang berapa waktu kemudian, John F. Kennedy
ditembak mati oleh penjahat kelas kakap dunia.
Apa kepentingan mereka? Kepentingan mereka adalah ekonomi (minyak, emas,
tembaga, nikel, hutan, kayu, dan lain sebagainya) yang ada di tanah Papua. Atas demi
mengamankan kepentingan perut mereka, masa depan bangsa Papua dihancurkan dan orang
Papua menanggung penindasan yang paling mengerikan di era modern hingga post modern
ini. Tanah Papua memang secara politik, ada dalam genggaman Negara Indonesia, tetapi
secara hukum sangat lemah, bukti bahwa Papua dianeksasi dimulai dari maklumat
TRIKORA, disusul dengan penanda-tanganan perjanjian „Traktat Manipulatif‟ 15 Agustus
1962, yang disertai dengan invasi politik dan militer Indonesia, yang di dukung penuh oleh
Amerika Serikat, PBB dan para sekutunya. Maka, PEPERA 1969 itu adalah CACAT
HUKUM, CACAT MORAL dan CACAT DEMOKRASI.
Dalam sidang tahunan PBB ke 24 mendapat protes keras dari 15 negara di benua
Afrika dan Caribia setelah mendengar laporan dari Ortizan (wakil khusus PBB) yang
datang ke Papua untuk memantau jalannya pelaksanaan PEPERA pada 1969. Hasil voting
yang dilakukan dalam sidang tahunan PBB itu tidak mencapai kuarum 2/3 suara. Akhirnya
sidang PBB memutuskan untuk „refrendum ulang‟ di Irian Barat, tetapi menteri luar negeri
(Adam Malik) menolak tegas usulan itu dengan alasan tidak ada dana.14 Akhirnya pada
tanggal 19 November 1969 PBB mengeluarkan resolusi 2504.
Isi resolusi itu memuat dua hal penting, yaitu: pertama, mencatat laporan Sekertaris
Jenderal melalui wakilnya atas tugas yang dipercayakan sebagaimana tercantum dalam
persetujuan antara Belanda dan Indonesia pada 15 Agustus 1962; kedua, menghargai setiap
bantuan yang diberikan melalui bank Pembangunan Asia melalui lembaga-lembaga PBB
13
Yoman, Gereja dan Politik di Papua Barat, hal. 49-50
14
Decki, Op.Cit, hal. 282
32
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
atau melalui cara-cara lain kepada pemerintah Indonesia di dalam usaha memajukan
perkembangan ekonomi dan sosial di Irian Barat. Dalam resolusi itu „mencatat‟ (take note)
laporan wakil sekjen PBB atas pelaksanaan PEPERA 1969 dan penghargaan atas perjanjian
ekonomi untuk membangun Irian Barat.15 Artinya resolusi itu tidak disahkan dan tak
ditandata-tangani oleh para anggota PBB, hanya dicatat saja dalam lembaran sidang
tahunan PBB ke 24.
Dari isi resolusi 2504 itu sudah menunjukkan bahwa keberadaan Papua dalam
NKRI dari sisi hukum sangat lemah. Dari awal Papua dianenksasi ke dalam NKRI sudah
bermasalah, maka kebijakan politik apapun yang diterapkan di tanah Papua selama ini
gagal dan akan terus gagal serta bermasalah. Masalah mendasar Papua adalah hak asasi
politik bangsa Papua, yakni kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua 1 Desember 1961 yang
telah dianeksasi oleh NKRI dan para sekutunya melalui invasi militer dan invasi politik
(traktat perjanjian) secara sepihak, tanpa wakil bangsa Papua dilibatkan dalam pertemuan-
pertemuan penting antara Indonesia dan Belanda, serta pelaksanaan PEPERA yang tidak
prosedural dan tidak adil. Ambisi Indonesia yang didukung oleh Amerika Serikat dan
sekutunya untuk merebut Papua dari tangan Belanda benar-benar sukses. Ambisi mereka di
Papua adalah hanya untuk kepentingan ekonomi sambil membantai warga asli Papua.
15
Yan Christian Warinusi, Keputusan PBB soal Papua tidak mengikat, Jokowi diminta Dialog,
www.suarapapua.com
33
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
1963 ditransfer kepada Indonesia untuk mempersiapkan warga asli Papua bagi penentuan
nasib sendiri pada tahun 1969.
Dalam pertemuan terbuka itu, Parlemen Papua juga menyatakan: “anggapan
Indonesia hak menentukan nasib sendiri dari penduduk Papua Barat telah dilaksanakan
pada waktu proklamasi Indonesia 17 Agustus 1945, ditolak semata-mata sebab bangsa
Papua tidak mempunyai perwakilan di kala itu, terlebih proklamasi tersebut dinyatakan
di bawah kekuasaan Djepang jaitu pada suatu ketika dimana Nieuw Guinea telah lama
dibebaskan dan diduduki oleh tentara sekutu”, pada bulan April1944, jadi mulai tahun itu
Papua berada dalam tangan pemerintah sah, yaitu pemerintah Nederland (Belanda).
Pernyataan Parlemen Papua (Nieuw Guinea Raad) di atas adalah bukti bahwa
bangsa Papua melalui wakilnya menolak dengan tegas klaim Indonesia atas Papua Barat.
Dasar penolakan mereka adalah: pertama, tidak ada wakil Papua yang terlibat dalam proses
persiapan kemerdekaan sampai proklamasi 1945; kedua, Papua Barat sudah dibebaskan dari
pendudukan Jepang oleh tentara sekutu pada bulan April 1944, dan sejak itu Papua Barat
sudah berada dalam pemerintah sah Belanda. Parlemen Papua dengan suara bulat menolak
kehadiran Indonesia di tanah Papua Barat. Sikap penolakan Parlemen Papua sejak 16
Februari 1962 itu adalah awal perlawanan bangsa Papua atas klaim Indonesia untuk Papua
dan menolak secara tegas kehadiran Indonesia menjadi wali pemerintahan bagi Papua untuk
mempersiapkan penentuan nasib sendiri.
Dalam berbagai kesempatan, orang Papua menyampaikan sikap penolakan atas
kehadiran Indonesia di Papua Barat. Sikap penolakan mereka disampaikan kepada wakil
PBB (UNTEA) yang hadir hanya 6 bulan di Papua terhitung 1 Oktober 1962 – 1 Mei 1963.
Juga disampaikan kepada wakil khusus PBB, Ortizan yang datang ke Papua Barat
menjelang PEPERA 1969 digelar. Penolakan terang-terangan melalui demonstrasi juga
digelar di seluruh tanah Papua Barat. Perlawanan dengan senjata dimulai di Arfai -
Manokwari, 28 Juli 1965 di bawah pimpinan Permenas Ferry Awom. Inilah awal
kebangkitan TPN OPM.
Dalam suasana itu, ada pula masyarakat pendatang (amber) yang sudah lama berada
di Tanah Papua mempengaruhi orang asli Papua untuk menerima Indonesia sebagai Negara
yang sah atas Papua Barat. Bahkan sampai mereka membuat berbagai macam petisi atas
nama orang asli Papua dan diserahkan kepada wakil dari PBB baik UNTEA maupun utusan
khusus yang datang memantau pelaksanaan PEPERA 1969. Tindakan para amber
(pendatang) ini sangat memalukan, tidak terpuji, tidak etis, tidak bermanusiawi, tidak
demokratis dan tidak adil.
Berbagai sikap penolakan kepada Indonesia, baik perorangan dan kelompok serta
melibatkan massa rakyat berdemonstrasi di jalan-jalan sampai di kantor-kantor
pemerintahan. Apa tanggapan Negara Indonesia atas semua aksi penolakan ini? Negara
Indonesia melalui kaki tangannya di Tanah Papua Barat, baik TNI maupun POLRI, bahkan
juga rakyat sipil pendatang melumpuhkan perlawanan orang Papua, melalui penghinaan,
penyiksaan, intimidasi (terror mental), penangkapan sewenang-wenang, pemerkosaan,
pemenjaraan tanpa prosedural hukum, pembunuhan, penembakan, dan lain sebagainya.
34
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
16
Decki, Op.Cit. hal. 264-267
35
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
nesia. Pada masa kekuasaan Belanda, warga asli Papua belum pernah merasakan penjajahan
dari Belanda. Sejak 1898 hingga sebelum kedatangan Jepang pada 19 April 1942, di teluk
Humbolt Kota Hollandia (Jayapura), tak seorangpun penduduk pribumi Papua membentuk
suatu perlawanan anti Belanda, tak seorangpun dibunuh. Sehingga terjalinlah kehidupan
yang sangat harmonis antara Belanda dan warga asli setempat. Hal ini merupakan bukti
nyata bahwa bangsa Papua tidak pernah merasa dijajah oleh Belanda, tidak sama seperti
wilayah lainnya di Indonesia.
Penjajahan itu mulai dialami ketika pendudukan Jepang di Tanah Papua, dan kini
penjajahan itu menjadi paling sempurna dalam bingkai NKRI. Banyak warga asli Papua
dianiya, diintimidasi, dipaksa kerja rodi, dan bahkan dibunuh oleh Jepang. Akibat
kekejaman ini, banyak warga asli Papua membantu tentara Sekutu ketika mendarat di teluk
Humbolt (Jayapura) pada tanggal 22 April 1944 untuk mengusir Jepang di bawah komando
Jenderal Douglas McArthur. Sejak itu, pemerintahan Belanda membentuk suatu
pemerintahan dengan status keresidenan yang bertanggung jawab langsung kepada mahkota
Kerajaan Belanda17.
17
Anari. Op.Cit. hal. 5
36
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
yang disampaikan oleh Pdt Herman Awom), bahwa Amerika Serikat bertanggung jawab
menanamkan modalnya pada sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibidang
eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) di Papua Barat.
Kesepakatan lain dalam perjanjian Roma adalah Amerika Serikat bersedia
menunjang pembangunan di Papua Barat selama 25 tahun melalui jaminan pendanaan
kepada Bank Pembangunan Asia sebesar US$ 30 juta pertahun. Realisasi perjajian itu,
Amerika Serikat membantu Indonesia per tahun US$ 25 juta. Menurut Herman Wayoi,
“sampai hari ini penggunaan dana yang begitu besar selama puluhan tahun tidak
dimanfaatkan untuk membangun masyarakat di Tanah Papua sehingga penduduk Irian Jaya
(Tanah Papua) masih berada di bawah garis kemiskinan”. 18
Dana besar setiap tahun dari Amerika untuk membantu Indonesia itu didapat dari
mana? Tentu didapat dari hasil eksploitasi Sumber Daya Alam di Tanah Papua, misalnya
Freeport di Timika, yang terkenal sebagai tambang tembaga dan emas terbesar urutan ke
dua di dunia. Bukti bahwa Freeport di Timika adalah hadiah yang diberikan oleh Indonesia
kepada Amerika, karena AS telah membantu Indonesia untuk menganeksasi Papua ke
dalam NKRI. Para sekutunya juga telah menanamkan sahamnya di tambang terbesar
“Freeport” milik Amerika ini. Saya menduga bahwa PBB dan Roma juga mendapat
suntingan dana diam-diam dari Freeport di Timika, karena mereka telah berjasa besar
dalam menganeksasi Papua ke dalam NKRI melalui sebuah traktat yang menguntungkan
RI, yang dibuat oleh Bunker (mantan duta besar Amerika di PBB).
Kesepakatan lain dalam perjanjian Roma adalah Amerika Serikat (AS) menjamin
pendanaan Program transmigrasi Indonesia ke Papua melalui Bank Dunia. Transmigrasi
besar-besaran yang terjadi selama ini didukung penuh oleh AS melalui bantuan dana
melalui Bank Dunia. Di akhir-akhir ini walaupun trasmigrasi ke Tanah Papua belum ada
program dari pemerintah pusat, tetapi program transmigrasi terselubung masih jalan di
Tanah Papua. Misalnya melalui pemekaran Propinsi, Pemekaran Kabupaten, Pemekaran
Distrik, dan Pemekaran Kampung. Pemekaran-pemekaran yang marak dan kian meningkat
di Tanah Papua adalah upaya transmigrasi terselubung dari pemerintah Indonesia.
Tujuannya untuk membuka akses bagi masuknya pendatang baru (amber) agar mereka
menguasai tanah, pusat-pusat ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan pemerintahan serta
bidang lainnya.
Orang Papua tidak memahami dengan baik strategi Indonesia untuk memusnahkan
orang asli Papua dari tanah leluhurnya melalui berbagai pemekaran yang terjadi ini.
Segelintir orang Papua yang haus akan jabatan dan harta menjadi pion Jakarta untuk melobi
pemekaran-pemekaran ini. Mereka ini tidak pikir akan dampak buruk dari semua
pemekaran. Yang terpenting bagi mereka adalah jabatan, harta dan wanita (untuk
memuaskan keinginan dagingnya). Orang Papua semakin minoritas, tersisih, termiskin,
termarginalisasi dan sedang musnah adalah salah satu akibat dari pemekaran-pemekaran
baru yang semakin marak di tanah Papua.
18
Yoman, Op.Cit. hal. 44
37
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
38
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bab II
BARA PAPUA DI ERA ANEKSASI TAHAP KEDUA
(1969 – 2001) „UU OTDA Jilid I‟
„Kau ciptakan bara ini, kau besarkan bara ini, sampai bara ini menghanguskan semua yang ku miliki,
kau t‟lah rampas hak kesulungan, kini kau rampas lagi apa yang ku miliki, kini badanku kulit bungkus
tulang, hatiku tersayat, hatiku pedih bagai tertusuk duri, luka batin membara, kegelapan malam
menyelimutiku, hentakan laras, dentuman bedilpun terdengar, rintihan tangisan berkumandang di
rimba, di gunung, di pesisir pantai, di rantauan, membaranya darah t‟rus menetes, sejarah sunyi, sejarah
berdarah di ufuk Timur di Tanah Papua‟
I
ndonesia dan para sekutunya terutama Amerika Serikat berhasil menganeksasi bangsa
Papua ke dalam NKRI. Untuk memperkuat eksistensi dan mempertahankan kekuasaan
Indonesia di Tanah Papua, maka Pemerintah Indonesia menerapkan Undang Undang
bernomor 12 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Daerah (OTDA) 1969, yang
diundangkan 10 September 1969 dan berlaku 10 September 1969.
UU OTDA adalah paket politik Jakarta untuk mempertahankan Papua Barat dalam
NKRI. UU OTDA adalah suatu kewenangan khusus yang diberikan oleh Pemerintah
Indonesia untuk membumikan ideologi Pancasila dalam warga asli Papua. Tujuannya
adalah melalui UU OTDA mengintegrasikan dan mentransfer segala macam budaya
Nusantara kepada warga asli Papua. Dengan kekhususan UU OTDA ini, maka kami
namakan UU OTSUS Jilid I.
Melalui UU OTDA ini Irian Jaya (Papua Barat) menjadi salah satu propinsi di
Indonesia. Negara Indonesia juga memekarkan beberapa kabupaten di Tanah Papua, yaitu:
Kabupaten Jayapura, Kabupaten Biak, Kabupaten Serui, Kabupaten Paniai di Nabire,
Kabupaten Manokwari, Kabupaten Sorong, Kabupaten Fak-Fak, Kabupaten Merauke dan
Kabupaten Jayawijaya. Setiap Kabupaten pemekaran ini dikepalai oleh Bupati dan Wakil
Bupati, dengan dinas-dinas terkait, diperkuat dengan aparat keamanan TNI dan POLRI,
serta kelompok pendukung lainnya, yaitu BIN, BAIS, BAKIN, dan barisan merah putih
(orang Papua pendukung NKRI).
Pada tahun 1971 di Indonesia menggelar Pemilihan Umum (Pemilu) serentak.
Warga Papua mensukseskan Pemilu ini dengan memberikan suara mereka melaui tiga bilik
kotak yang disiapkan, masing-masing kotak untuk Golkar, PDI dan PPP. Warga Papua
yang tersebar di pesisir pantai, di gunung dan lembah di Tanah Papua memberikan suara
mereka dalam pemilihan umum (pemilu) ini.
Alasan Negara Indonesia menerapkan sistem musyawarah untuk mufakat dalam
PEPERA 1969 karena letak geografis yang sulit dijangkau, dan taraf pendidikan orang
Papua masih rendah alias buta huruf, tidak dapat diterima sebagai suatu kebenaran dan itu
sebagai alasan yang dibuat oleh RI untuk memenangkan PEPERA 1969. Warga asli Papua
mensukseskan Pemuli 1971 adalah bukti bahwa warga asli Papua sudah biasa
39
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
19
Decki, Op.Cit. hal. 294-295
40
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
deklarasi itu, Mirino didapati tewas di dalam rumahnya karena keseluruhan proses deklarasi
itu dimotori oleh Mirino, sedangkan lima orang lainnya ditahan dan difonis penjara 8 tahun
di pengadilan Negeri Jayapura pada 3 Maret 1977.
Deklarasi Yapen Waropen ini diindikasikan bahwa memberikan dukungan
sepenuhnya atas proklamasi yang dilakukan oleh Zeth Rumkorem 1 Juli 1971 di Waris
“Markas Victoria”. Selain itu, adanya indikisi kuat bahwa Papua Barat juga memposisikan
diri bergabung dengan PNG atas rencana kemerdekaan PNG, yang rencananya diberikan
oleh Australia pada tahun 1975. PNG adalah sebuah wilayah koloni yang diserahkan oleh
Inggris kepada Australia untuk mempersiapkan warga PNG untuk menentukan masa depan
bangsanya menjadi sebuah bangsa berdaulat di bawah kekuasaan ratu Elisabet – Inggris20.
Dalam sejarah perjuangan OPM, dua kelompok yang paling gigih dan bertahan
perang menghadapi Militer Indonesia adalah:
Pertama, Kelompok Kelly Kwalik yang memimpin di wilayah Pegunungan
Tengah bagian Selatan Papua, yang di dalamnya terdapat komandan Operasi
masing-masing Tadeus Yogi di Paniai dan Yudas Kogoya di daerah
Jayawijaya;
Kelompok kedua adalah Matias Wenda yang beroperasi di wilayah
perbatasan dengan komandan operasi masing-masing Bernadus Mawen di
daerah Merauke dan Hans Bomey di daerah perbatasan Utara Papua21.
20
Decki, Ibid. hal. 296
21
Ibid, hal. 334
41
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Munculnya pandangan positif atas lagu-lagu khas produksi mambesak. RRI (Radio
Republik Indonesia) Nusantara V Jayapura serta RRI regional menyuguhkan lagu-lagu
khas Papua produksi Mambesak. Hingga pada tahun 1984 group mambesak memproduksi
lima volume kaset mambesak, semuanya versi bahasa daerah. Semangat antosias dari
kalangan luas ini mendapat kecurigaan dari aparat TNI dan POLRI. Memang lagu-lagu
khas mambesak menumbuhkan nasionalisme di kalangan warga asli Papua. Sehingga
beberapa kali Arnol Ap berhubungan dengan pihak aparat keamanan Indonesia untuk
mengklarifikasi kecurigaan itu.
Melalui lagu-lagu khas itu mengungkapkan ekspresi terdalam duka dan harapan
orang Papua. Mengekspresikan beban penderitaan bangsa Papua yang dialaminya dan pada
waktu yang bersamaan mengungkapkan ekspresi terdalam akan suatu masa depan yang
indah, terbebas dari penderitaan, intimidasi, pembunuhan, penghinaan, ketidak-adilan dan
segala macam tindakan kejahatan lainnya.
Tarian/ yosim atau dansa mengekspresikan duka dan harapan tadi, yang juga
dikisahkan dalam mitos dan berbagai gerakan kargo, misianik yang merindukan suasana
yang penuh ceria dan damai sejahtera. Harapan dan kerinduan dalam berbagai gerakan
mesianik dan kargo ini diangkat dalam lagu-lagu Mambesak. Dengan demikian, warga
Papua benar-benar terhibur dengan lagu-lagu khas Papua yang mengandung penuh arti,
penuh misteri dan penuh pengharapan.
Kami memberikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada group
musisi mambesak. Karena melalui gerakan kesenian ini melahirkan generasi Papua yang
tangguh untuk menghargai budayanya sebagai suatu keunikan tersendiri dan itu sebagai jati
diri suatu bangsa. Melalui lagu-lagu khasnya memberi semangat bagi generasi muda Papua
untuk mempertahankan identitas dan harga diri bangsa yang memiliki keunikan tersendiri.
Penulis terinspirasi oleh lagu-lagu Mambesak sewaktu masih kecil pada tahun 1980-
1990-an di Kampung. Walaupun saya tidak mengeri arti dari syair-syair lagu yang
umumnya berbahasa daerah itu, namun lagu-lagu khas itu menyemai nasionalimse Papua
sewaktu saya masih kanak-kanak di Kampung yang paling terpencil. Saya hanya
menangkap satu kalimat dalam bahasa suku Mee terukir dalam syair salah satu lagu: „Irian
Yonine‟ artinya „Irian mau merdeka‟. Kalimat ini termeterai abadi dalam lubuk hatiku yang
paling dalam. Ternyata syair lagu ini menumbuhkan nasionalisme Papua dalam hati
nuraniku. Syair lagu „Irian Yonine‟ (Irian mau merdeka) inilah yang menginpirasi saya
hingga berapa kali masuk ke luar Penjara dalam perjuangan ini.
Sementara group Mambesak mendapat pengaruh positif di semua kalangan, lahirlah
group musisi lain “black broders” dalam versi bahasa Indonesia dengan nada-nada protes
atas kejahatan Negara Indonesia. Dengan lahirnya group baru yang mengecam Indonesia
melalui lagu-lagu, semakin mencurigai para musisi Mambesak yang memproduksi lagu-
lagu dalam bahasa daerah Papua.
Akhirnya pada 30 November 1984 Arnol Ap bersama Eddy Mofu dan lebih dari 20
orang ditahan oleh kopasandha (kini Kopasus), setelah pihak kopasandha membongkar
jaringan OPM yang berhubungan dengan Arnol Ap. Group mambesak dicurigai bahwa
42
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
22
Ibid, hal. 297-300
23
Ibid, hal. 301-305
43
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
44
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
sipir penjara mengalami kewalahan untuk menjaganya. Sehingga beberapa orang tahanan
Narapidana Politik yang dianggap berbahaya dipindahkan ke Penjara Kalisosok Surabaya,
di antaranya adalah Frans Waine, Saul Bomai, Mazmur Asso, Geraldus Timang, dll.24.
24
Drs. Mazmur Asso, M.A, M.Th, Lahir dan Hidup dalam Budaya Kekerasan; Otobiografi, hal. 56-65
25
Decki, Op.Cit. hal. 305-309
45
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
yang dijalankan oleh Samsuding Meliala Sembiring (Asisten Operasi Kodam XVII
Cenderawasih) melalui Operasi Sandiyudha pada awal September 1978.
Penculikan dan penyanderaan yang terbesar dan menjadi perhatian dunia
internasional adalah penyanderaan Lorens di Mapinduma. Pihak OPM dibawah pimpinan
Daniel Yudas Kogoya menyandera 24 anggota Tim Ekspedisi Lorenz yang sedang
melakukan penelitian biologi di Desa Mapinduma, Kecamatan Tiom – Jayawijaya, pada 8
Januari 1996. Dari 24 orang yang disandera, 9 warga asli Papua dilepaskan, sementara 15
orang lainnya ditahan untuk membangun opini dunia, terkait dengan perjuangan
kemerdekaan Papua. Tujuh orang di antaranya adalah warga Negara asing, sedangkan 8
orang lainnya adalah warga sipil Indonesia.
Pendekatan dilakukan oleh pihak Gereja, antara lain Uskup keuskupan Jayapura
Herman Munninghoff, John M. Gobai (ketua wilayah GKII), Pdt Adrianus van der Bijl di
Mapiduma, Pdt Paul Burchard (ketua Misionaris Kristen di Irian Jaya). Dengan pendekatan
ini, pihak OPM melepaskan dua sandera, di antaranya warga Jerman, namun komando
OPM diambil alih oleh Panglima Jenderal Kelly Kwalik. Melalui berbagai media, baik
dalam dan luar negeri menyebarkan berita tentang penyanderaan dan tuntutan dari pihak
OPM. Paling penting dari semua tuntutan OPM adalah TPN OPM, Matias Wenda yang
bermarkas di Victoria – PNG.
Melalui berbagai pendekatan negosiasi, melalui operasi militer tentara bayaran
Inggris dan dibantu Kopasus dibawah pimpinan Prabowo Subianto, pada 15 Mei 1996 para
sandera dibebaskan, 9 orang selamat dan 2 orang ditemukan tewas. Diduga kuat bahwa 2
orang yang tewas dibunuh oleh pihak lain, karena pihak TPN OPM bersumpah bahwa
nyawa mereka tidak akan dicabut untuk menjaga simpati dunia internasional atas
perjuangan OPM dalam merebut kembali kemerdekaan Papua. Tindakan pembunuhan
terhadap 2 warga itu dilakukan oleh pihak lain untuk membangun opini buruk terhadap
perjuangan TPN OPM di dunia Internasional26.
26
Ibid. hal. 336-339
46
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
47
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
27
Ibid. hal. 311-317
48
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
itu pemerintah Indonesia tenggelam dalam dinamamika politik yang semakin meluas dan
menggema di seluruh Nusantara Indonesia.
Indonesia dengan tujuan melemahkan isu penentuan nasib sendiri yang begitu menggema
dan meluas di kalangan bangsa Papua. Dalam bahasa politik kedua isu ini disebut „kontra
isu‟. Isu Otonomi dan Federal adalah kontra isu dengan isu penentuan nasib sendiri bagi
Papua (isu merdeka). Pemerintah Indonesia punya target dengan membuang isu ini ke
tengah masyarakat Papua. Melalui orang-orang (kaki tangannya) menyebarkan isu-isu yang
melemahkan isu merdeka yang begitu menguat di kalangan orang asli Papua.
Dalam kesempatan pertemuan dengan DPR RI itu, FORERI mengusulkan beberapa
langkah strategis dalam menangani masalah Papua, dalam sebuah pernyataan sikap yang
isinya, antara lain:
1) Meminta pemerintah untuk dialog secara terbuka, jujur, dan demokratis atas dasar
kesetaraan manusia untuk menangkap aspirasi murni masyarakat Irian;
2) Suatu jajak pendapat tentang status yang dikehendaki oleh rakyat Irian merupakan
suatu keharusan;
3) Meminta ABRI (TNI dan Polri) menghindari tindakan kekerasan dan mencabut
status Daerah Operasi Militer (DOM) bagi Irian; mengusut tuntas semua
pelanggaran HAM yang terjadi selama Irian (Papua) berintegrasi dengan
Indonesia29.
29
Ibid. hal. 318-320
50
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
51
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bab III
BARA PAPUA DI ERA ANEKSASI TAHAP KETIGA
(2001 – 2021 „Periode pertama OTSUS Jilid II‟)
“Kran demokrasi terbuka lebar, luapan aspirasi membara, kerinduan yang terpendam disalurkan, suara
hati nurani yang lama dipendam terkuak, adapun suara-suara menuntut „kembalikan hak kedaulatan
politik bangsa Papua‟, tuntutan itu melantun di belantara rimba raya, di gunung, di lembah, di pesisir
pantai, di rantauan, di jalan-jalan, di kantor-kantor, di kampus-kampus; suara itu mencuat keras
bahkan pula nyaring, walau seringkali dipandang dari pihak lain suara tak bermakna;
Apa yang terjadi? Diminta lain, yang dikasih lain; latihan lain, main lain;
Dia bilang OTSUS itu solusi final, tapi solusi itu tak mampu padamkan api yang t‟rus membara,
tak pula hentikan darah yang t‟rus menetes di tanah Papua”
U
ntuk mengakomodir aspirasi politik Papua merdeka, maka orang Papua
membentuk Panitia untuk menyelenggarakan Musyawarah Besar (MUBES) Papua
tahun 2000. „MUBES‟ Papua berlangsung antara 23 – 26 Februari 2000 di Sentani
- Jayapura – Papua. Tujuan Musyawarah Besar Orang Asli Papua adalah: 1) Sebagai
wahana demokrasi untuk menyalurkan aspirasi politik orang asli Papua; 2) Suatu langkah
strategis untuk mempersiapkan Kongres II Papua; 3) Menguji tingkat kematangan
demokrasi rakyat Papua dan berbagai gerakan aspirasi politik di dalam bangsa Papua.
Dalam forum demokrasi „MUBES Papua‟ ini dihadiri oleh massa rakyat Papua dari
tujuh wilayah Adat Papua (Mamta, Saireri, Domberai, Bomberai, Animha, Lapago dan
Meepago). Juga perwakilan orang Papua rantauan, juga utusan dari berbagai elemen
gerakan bangsa Papua. Dalam „MUBES‟ ini diundang juga pihak-pihak lain yang
berkompeten. Pertemuan forum demokrasi ini digelar di Hotel Sentani Indah. Puluhan ribuh
orang Papua dari pelosok negeri Papua tumpah ruah, datang ikut sebagai peserta resmi
„MUBES‟ dan juga hanya sebagai partisipan untuk ikut menyangsikan dan memantau
forum demokrasi ini.
Proses dan hasil „MUBES‟ Papua menunjukkan bahwa rakyat Papua sudah siap dan
sudah matang dalam berdemokrasi. Karena dalam „MUBES‟ berhasil merumuskan agenda-
agenda penting sebagai pilar-pilar (thema-thema) perjuangan bangsa Papua. Dalam forum
„MUBES‟ itu memutuskan bahwa agenda-agenda perjuangan itu akan dibahas tuntas dalam
Kongres II Bangsa Papua. Agenda-agenda penting itu adalah agenda tentang pelurusan
sejarah, agenda politik dan konsolidasi komponen perjuangan Papua. Selain itu, „MUBES‟
juga mempersiapkan kendaraan politik bangsa Papua yang kemudian disahkan di dalam
forum demokrasi tertinggi bangsa Papua, yaitu Kongres II Papua.
52
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Kendaraan politik bangsa Papua adalah membentuk Dewan Papua, yang terdiri dari
dua kamar, yaitu: Panel Papua dan Presidium Dewan Papua. Disepakati dalam forum
„MUBES‟ bahwa agenda-agenda perjuangan dan kendaraan politik tersebut digarap lebih
dalam forum Kongres II Papua dan itu disahkan secara yuridis formal dan demokratis
sebagai keputusan politik bangsa Papua melalui Kongres II Papua tahun 200030.
30
Drs. Agus A. Alua, Kongres Papua 2000, hal. 1-2
31
Ibid. hal. 35-36
53
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
di masyarakat Papua ini tidak sesuai dengan agenda-agenda yang sudah dipersiapkan dalam
MUBES Papua untuk dibahas secara mendalam dalam Kongres II Papua.
Wacana proklamasi Kemerdekaan Papua dan pembentukan Pemerintahan Transisi
Papua bukan sekedar wacana. Kedua isu ini diusung oleh orang-orang Papua yang sangat
kompeten dalam perjuangan bangsa Papua, yakni kelompok garis keras, seperti OPM dan
ex Tapol-Napol Papua serta Panel-Panel Papua dari tujuh wilayah mendorong Kongres II
untuk memproklamasikan kemerdekaan Papua, sementara kelompok intelektual Papua
(akademisi) yang dimotori oleh Drs. Don A. Flassyi M.A mendorong Kongres II Papua
untuk membentuk Pemerintahan Transisi Papua.
Dalam sidang-sidang Kongres II Papua, kedua isu itu menguat dan mendesak keras
kepada Dewan Presidium Papua dan Panitia Kongres untuk mengakomodir aspirasi
masyarakat Papua, agar menyatakan Proklamasi Kemerdekaan Papua dalam momentum
penting dan langka ini. Dalam forum demokrasi ini Panitia memberikan kesempatan kepada
penggagas pemerintahan Transisi untuk menyampaikan materinya. Setelah memahami isi
dari pemerintahan Transisi Papua itu, sidang Kongres kecewa dengan konsep pemerintahan
transisi yang disampaikan oleh penggagasnya dan mereka mendesak Panitia untuk
menghilangkan atau mengeluarkan agenda pemerintahan transisi itu dari agenda Kongres.
Sedangkan desakan orang Papua untuk proklamasi kemerdekaan bangsa Papua tidak
diakomodir oleh Panitia dan Dewan Prisidium Papua. Mengapa aspirasi politik untuk
proklamasi kemerdekaan ini tidak diakomodir? Pertimbangan Panitia dan Dewan Prisidium
Dewan Papua adalah:
1) Aspirasi Proklamasi Kemerdekaan Papua dan Pemerintahan Transisi Papua itu
dipandang oleh Panitia dan Dewan Presidium sebagai aspirasi ekstrim yang belum
bisa menjamin proses demokrasi ke depan di Papua dan keselamatan nyawa orang
Papua;
2) Oleh karena itu, perjuangan bangsa Papua untuk pengembalian hak kedaulatannya
harus ditempuh secara damai dan demokratis yang didorong oleh nilai-nilai iman
dan sopan santum adat tanpa kekerasan.
Atas pertimbangan tersebut di atas, maka Panitia dan Dewan Presidium Papua tidak
mengakomodir dua tuntutan tersebut sebagai agenda politik Kongres, melainkan mencari
jalan yang damai dan lebih aman untuk menuntut dan menyampaikan aspirasi politik rakyat
Papua di dalam Kongres II Papua pada tahun 200032. Di bawah ini kami memuat
sepenggalan Resolusi Kongres II Papua pada tahun 2000.
“Berdasarkan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa Desember 1948, Alinea I
Makadimah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-
bangsa 1514 (XV) 14 Desember 1960 mengenai jaminan pemberian kemerdekaan kepada rakyat dan wilayah-wilayah
jajahan, Manifesto Politik Komite Nasional Papua tanggal 19 Oktober 1961, Pengakuan Presiden Soekarno atas keberadaan
Negara Papua Barat yang dicetuskan melalui Tri Komando Rakyat tanggal 19 Desember 1961, Surat Kongres Amerika
Serikat tertanggal 22 Mei 1998, Pernyataan Tim 100 Masyarakat Papua Barat pada tanggal 26 Februari 1999 kepada
presiden Republik Indonesia dan kabinetnya, dan hasil-hasil Kongres II Papua Juni 2000 terutama keinginan kuat dari
32
Ibid. hal. 7 – 11
54
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
seluruh rakyat dan bangsa Papua untuk melepaskan diri dari Negara kesatuan Republik Indonesia, maka rakyat bangsa
Papua melalui Kongres II Papua 2000 menegaskan kepada Indonesia dan bangsa-bangsa di seluruh dunia, bahwa:
1. Bangsa Papua telah berdaulat sebagai sebuah Bangsa dan Negara, sejak 1 Desember 1961.
2. Bangsa Papua melalui Kongres II menolak New York Agreement 1962 yang cacat hukum dan cacat moral karena
tidak melibatkan wakil-wakil bangsa Papua.
3. Bangsa Papua melalui Kongres II menolak hasil-hasil Pepera, karena dilaksanakan di bawah ancaman, intimidasi,
pembunuhan sadis, kekerasan militer, dan perbuatan-perbuatan amoral di luar batas-batas peri kemanusiaan.
Karena itu, bangsa Papua menuntut PBB untuk mencabut resolusi PBB Nomor 2504 tanggal 19 November 1969.
4. Indonesia, Belanda, Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa harus mengakui hak politik dan kedaulatan
bangsa Papua yang sah berdasarkan kajian sejarah, hukum dan sosial budaya.
5. Kejahatan terhadap kemanusiaan di Papua Barat yang terjadi sebagai akibat dari konspirasi politik Amerika
Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa harus usut tuntas, dan pelaku-pelakunya diadili di peradilan
Internasional.
6. Perserikatan Bangsa-bangsa, Amerika Serikat dan Belanda agar meninjau keterlibatan mereka dalam proses
aneksasi Indonesia atas Papua Barat dan menyampaikan hasil-hasilnya secara jujur, adil dan benar kepada
rakyat Papua 1 Desember 2000.
Proses perundingan politik untuk penyelesaian masalah-masalah di atas dilakukan secara jujur, damai, dan demokratis
berdasarkan prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran”.
Selanjutnya PDP membentuk Front Nasional Papua (FNP) yang diketuai oleh
Herman Wayoi). FNP adalah front taktis untuk eksekusi kegiatan-kegiatan di
lapangan. Kendati demikian, pada tahun 2001 bangsa Papua kehilangan pemimpin
Papua, tokoh kharismatik yang penuh wibawa almarhum Theys Hiyo Eluay. Beliau
diculik dan dibunuh oleh Kopasandha, yang kini disebut Kopasus. Bangsa Papua
bagai anak ayam kehilangan induknya. Peristiwa yang menggenaskan ini
meninggalkan duka yang amat mendalam dan menambah luka dalam hati nurani
bangsa Papua.
2) Agenda pelurusan sejarah Papua, agenda ini telah dieksekusi oleh pihak
pemerintah Belanda atas lobi-lobi yang dilakukan oleh PDP. Mr. Prof. P. J.
Drooglever dipercayakan oleh Pemerintah Belanda untuk menyelidiki dokumen-
dokumen terkait dengan masalah Papua. Hasil penelitian dan kajian Profesor P. J.
55
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Drooglever diluncurkan secara resmi dalam bahasa Belanda pada 2005 dan dalam
versi bahasa Inggris pada 2009. Dengan judul buku: “Tindakan Pilihan Bebas,
Papua dan Penentuan Nasib Sendiri” buku bertebal hampir 900 halaman. Dengan
hadirnya buku sejarah Papua terpopuler, lengkap, akurat dan ilmiah yang ditulis
oleh akademisi dan peneliti senior Belanda ini memberikan senjata ampuh bagi
bangsa Papua untuk menjadikannya sebagai pedoman kebenaran sejarah dalam
rangka mengembalikan hak kesulungan bangsa Papua yang telah dianeksasi secara
sepihak oleh Indonesia, Belanda, Amerika Serikat dan PBB.
3) Agenda Politik ini belum tuntas eksekusi sampai hari ini. Artinya belum adanya
kemauan dari pemerintah Indonesia untuk pentingnya Dialog Politik untuk
membahas dan menyelesaikan masalah Papua secara menyeluruh, tuntas, adil dan
bermartabat. Dari pihak Papua menghendaki perlu adanya „dialog tanpa syarat‟
yang dimediasi oleh pihak ketiga yang netral. Untuk itu, pada bulan Juli 2011
menggelar Konfrensi Papua Tanah Damai bertempat di Auditorium Uncen yang
digagas oleh JDP (Jaringan Damai Papua) yang dikoordinir oleh Pater Dr. Neles
Kebadabi Tebai, Pr dan Dr. Muridan. Namun, Indonesia sampai detik ini, masih
menutup diri untuk berdialog seperti yang diinginkan oleh Papua. Indonesia lebih
memilih dialog-dialog parsial dengan tujuan mengelabui desakan masyarakat
Internasional untuk berdialog damai dengan Papua.
4) Agenda menegakkan Hak-Hak Dasar Rakyat Papua. Agenda ini pada tahun 2002
dipisahkan dari agenda kerja PDP. Untuk itu, dibentuklah Dewan Adat Papua
(DAP). Tujuan pembentukan Dewan Adat Papua adalah secara fokus
memperjuangkan Hak-Hak Dasar Maryarakat Adat Papua. Dalam beberapa tahun
pertama Dewan Adat Papua bersatu dibawah satu kepemimpinan, tetapi perjalanan
waktu kemudian Dewan Adat Papua terpecah menjadi dua, yakni Dewan Adat
Papua versi Biak dan Dewan Adat Papua versi Wamena. Keterpecahan DAP itu
terjadi karena pemimpin tertinggi DAP lompat ke dunia politik sejak Kongres III
Papua tahun 2011. Kita harap ke depan Dewan Adat Papua ini mengkonsolidasi diri
menjadi „satu honai adat Papua‟ seperti sediakala, agar secara efektif memperkuat
struktur Dewan Adat di Tanah Papua untuk memperjuangkan Hak-Hak Dasar
Masyarakat Adat Papua, bukan memperjuangkan hak-hak pribadi atau kolektif.
56
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Indonesia punya strategi untuk meredam aspirasi politik. Tim pencari fakta dari
Jakarta datang ke Tanah Papua pada tahun 1998 bukan untuk menerima aspirasi dari orang
Papua, tetapi datang untuk menawarkan rencana Jakarta untuk diterapkan di tanah Papua.
Wacana Otonomi, bukan sekedar wacana, tetapi wacana itu mulai terbuka ketika Jakarta
menawarkan draf dialog nasional yang disiapkan dari Jakarta. Dalam draf itu arah yang
hendak didialogkan itu dicantumkan, yakni semacam Otonomi Khusus yang diberikan
untuk mengatur kewenangan sendiri di Tanah Papua.
Walaupun, dalam Dialog Nasional yang berlangsung di Jakarta pada 26 Februari
1999 itu tidak menyampaikan rencana Pemerintah Indonesia, tetapi presiden Habibie
menanggapi tuntutan aspirasi Papua merdeka dengan bahasa diplomatis “kembali ke Papua
dan merenungkan aspirasi yang telah disampaikan”. Artinya pemerintah Indonesia tidak
akan memberikan kesempatan kepada orang Papua untuk ke luar dari NKRI. Karena itu,
pemerintah Indonesia meminta kepada orang Papua untuk memikirkan baik terhadap
aspirasi politik itu. Di balik bahasa diplomatis itu ditegaskan bahwa Jakarta tidak akan
diam, jika keinginan bangsa Papua untuk merdeka itu benar-benar dilakukan.
Ini peringatan yang disampaikan kepada orang asli Papua. Sebenarnya di balik
bahasa diplomatis, Jakarta mau bilang kepada orang Papua bahwa pintu RI tidak akan
dibuka kalau memilih opsi untuk merdeka ke luar dari bingkai NKRI, tetapi Indonesia akan
membuka pintu lebar-lebar jikalau orang Papua memilih opsi „merdeka dalam bingkai
NKRI‟. Memang Jakarta menyiapkan opsi yang kedua, yaitu. merdeka dalam bingkai
NKRI yang disebut “UU Otonomi Khusus Papua”.
Banyak Tokoh Papua, khususnya yang bekerja dalam sistem Pemerintah Indonesia,
dan juga ada orang Papua tertentu di luar sistem tergiur dengan nona manis dari Jakarta
“Otsus”. Setelah Theys diculik dan dibunuh karena menolak UU OTSUS Papua, ada tokoh-
tokoh tertentu dalam kendaraan politik yang dilahirkan dalam Kongres II Papua ini ada
yang menerima nona manis Jakarta “Otsus”.
Tokoh-tokoh politik Papua tertentu itu berpandangan bahwa „OTSUS‟ adalah jalan
menuju kemerdekaan Papua. Bahkan mereka bilang dengan OTSUS itu Papua sudah
merdeka 99%, hanya 1% yang belum diberikan dari Jakarta, 1% itulah pengakuan
kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Papua. Pandangan seperti ini sungguh amat
memalukan dan dengan sikap seperti ini tidak menghargai mandat bangsa Papua yang
diembankan pada pundaknya.
Saya sendiri mendengar pandangan yang sangat memalukan ini. Pada saat saya
sedang mempersiapkan pernyataan sikap politik untuk disampaikan dalam aksi damai
memperingati hari HAM sedunia, tanggal 10 Desember 2004 di ruang kerja Senat
Mahasiswa STFT “Fajar Timur”, ada seorang Panel Papua menemui saya dan
menyampaikan bahwa: “Anak, kita jangan menolak Otonomi Khusus dan MRP karena itu
jalan menuju kemerdekaan Papua. Dengan OTSUS kita sudah merdeka 99%, tinggal 1%
saja belum dikasih dari Jakarta”.
Mendengar pandangan politik dari Panel Papua itu, saya beradu argument
dengannya. Pada intinya saya mengatakan bahwa Jakarta tidak punya niat baik untuk me-
57
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
majukan orang Papua. Apapun paket politik Jakarta tujuannya adalah menghancurkan
tatanan hidup orang Papua dan dengan demikian memperpanjang penindasan bangsa Papua.
Rencana demonstrasi hari itu batal dilaksanakan, karena saya tidak menerima pandangan
politik yang memalukan dan menghancurkan masa depan bangsa Papua. Akhirnya massa
pendemo yang menunggu kami dibeberapa titik kumpul membubarkan diri, karena kami
sebagai penyelenggara demonstrasi tidak hadir tepat waktu.
Pandangan beberapa tokoh politik Papua yang melihat „OTSUS sebagai jalan
menuju kemerdekaan Papua‟ itu bisa saja muncul sebagai langkah melindungi diri dari
sikap agresif Negara Indonesia. Mengingat pemimpin tertinggi bangsa Papua (Theys)
diculik dan dibunuh setelah beliau menolak dengan tegas paket politik Jakarta yang
dikemas dalam UU OTSUS Papua.
Atau alasan lain yang melatar-belakangi pendapat para tokoh politik Papua yang
sangat kontras dengan kenyataan yang ada dalam dinamika perpolitikan yang berputar di
kanca Indonesia, Papua dan dunia Internasional. Yang mengetahui hal itu adalah Tuhan dan
para aktor yang terlibat dalam perpolitikan memainkan „bola panas‟ yang bergerak dengan
leluasa di lapangan Papua – Indonesia - dunia Internasional.
Sangat disayangkan, kebanyakan orang Papua dalam sistem pemerintahan dan ada
orang Papua tertentu yang berada di luar sistem tergiur dengan nona manis Jakarta ini.
Mereka bermufakat untuk menerima OTSUS yang ditawarkan oleh Jakarta sebagai win win
solution. Indonesia katakan OTSUS adalah win win solution. Tetapi lahirnya UU OTSUS
ini tidak ada kesepakatan bersama antara Indonesia dan bangsa Papua.
Secara sepihak Indonesia paksakan UU OTSUS ini diterapkan di Tanah Papua.
Maka itu dari pihak bangsa Papua, pernyataan win win solution tidak dapat diterima.
Mayoritas orang Papua telah menolak paket politik Jakarta, sementara segelintir orang
Papua mengabaikan penolakan OTSUS. Segelintir orang Papua yang adalah pion Jakarta
ini ramai-ramai menggodok draf UU Otonomi Khusus Papua.
Ternyata draf UU OTSUS yang digagas atas prakrasai pihak Universitas
Cenderawasih itu, ada beberapa hal penting dipangkas dari Jakarta. Artinya rohnya OTSUS
dikebiri, akhirnya draf UU OTSUS yang disiapkan dari Jakarta yang digolkan, artinya
disahkan oleh DRP RI. Draf versi Papua tidak diakomodir sepenuhnya, tetapi draf versi
Jakarta ditetapkan oleh DPR RI. Inilah kelakuan Jakarta: “latihan lain, main lain, berkata
lain, berbuat lain, ya inilah politik kotor Jakarta”.
Akhirnya, “UU OTSUS Papua” yang menurut Indonesia adalah solusi final itu
dipaksakan untuk diterapkan di Tanah Papua. Pada tahun 2021 periode pertama untuk
alokasi dana OTSUS Papua akan berakhir. Apakah UU OTSUS itu benar-benar menjadi
solusi final untuk menyelesaikan semua permasalahan yang terjadi di Tanah Papua?
Apakah UU OTSUS Papua itu benar-benar menjadi jalan menuju kemerdekaan Papua?
Ataukah UU OTSUS Papua itu dalam penerapannya, telah terbukti secara sah dan
meyakinkan menjadi jalan menuju kehancuran bangsa Papua? Silahkan jawab sendiri.
58
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
33
www:majalahbaliem.wordpress.com
59
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
kaki tangan presiden Megawati Soekarno Putri menculik dan membunuh pemimpin besar,
pemimpin kharismatik bangsa Papua, pada 10 November 2001. Pada Minggu, 11
November 2001 pada jam 08.00, Bapak Dhortheis Hiyo Eluay ditemukan di Koya dalam
keadaan tidak bernyawa (meninggal dunia) dalam mobilnya. Ini tindakan kejahatan Negara
yang mencoreng presiden Megawati dan Negara Indonesia di mata Internasional.
Tetapi pemerintahan diberbagai belahan dunia tidak mengambil langkah-langkah
kongkrit terhadap Negara Indonesia atas tindakan kejahatan yang dilakukannya. PBB juga
diam membisu. Tidak ada sanksi apapun yang diberikan oleh PBB kepada Indonesia atas
tindakan kejahatan Negara itu terhadap pemimpin bangsa Papua. Ini semua “sandiwara
politik”. Penjahat berdasi melindungi penjahat berdasi, pencuri melindungi pencuri,
pembunuh melindungi pembunuh, pembohong melindungi pembohong. Ini biasa terjadi
dan bahkan menjadi sebuah tradisi dalam dunia perpolitikan Internasional.
Dalam dunia politik yang dikejar adalah “kepentingan”. Kepentingan untuk
segelintir orang “kaum pemodal, kaum pemegang kuasa”. Singkatnya bukan mengejar
kepentingan „kebaikan‟ untuk semua, tetapi mengejar kepentingan „kebaikan‟ untuk kaum
pemodal dan kaum berdasi. Mereka berpikir bahwa tidak ada keuntungan untuk membela
seorang manusia yang mati dibunuh dengan sadis oleh kaki tangan Megawati, ketimbang
mereka melindungi dan menyelamatkan kepentingan kerja sama dengan Negara Indonesia.
Demikianlah praktek perpolitikan di dunia dimainkan: penonton berhura-hura, pemain
menari-nari sambil menindas yang lemah, pihak korban semakin menderita. Itulah yang
sedang dialami oleh bangsa Papua.
Berbagai demonstrasi dilakukan dalam rangka menyikapi kematian pemimpin besar
bangsa Papua. Di mana-mana melakukan aksi protes atas tindakan itu dan menolak paket
politik Jakarta „Otsus‟ Papua. Ternyata berbagai gelombang demonstrasi itu memancing
Jakarta untuk mempercepat pembentukan MRP. Presiden Republik Indonesia datang
melawat Papua dalam suasana natal pada akhir bulan Desember 2004. Dalam kunjungan itu
presiden Susilo Bambang Yudohyono (SBY) menyerahkan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 54 tentang Pembentukan MRP.
SBY menyampaikan bahwa Peraturan Pemerintah yang dibawanya adalah sebagai
kado natal bagi rakyat Papua. Sungguh langkah SBY dalam suasana Natal ini sangat
melecehkan umat Kristiani, khususnya orang Papua di tanah Papua yang merayakan hari
besar keagamaan (natal), apalagi paket politik yang dibawa oleh SBY itu bertolak belakang
dengan kemauan orang asli Papua.
Demontrasi terbesar dalam pengembalian Otsus Papua terjadi pada tanggal 12
Agustus 2005. Awalnya pengembalian OTSUS Papua itu menjadi keputusan Pertemuan
Tahunan Dewan Adat Papua yang digelar di Manokwari dalam tahun 2005. Wacana
pengembalian OTSUS Papua itu disetting oleh Mahasiswa Papua, khususnya Mahasiswa
STFT Fajar Timur dan Mahasiswa STT GKI Isaac Samuel Kijne yang peduli terhadap
masalah kemanusiaan dalam sebuah makalah “OTSUS Papua gula-gula Politik Jakarta”.
Salah seorang mahasiswa STT GKI I. S. Kijne diutus untuk mengikuti Pertemuan
Dewan Adat Papua mewakili mahasiswa, tujuannya untuk mempengaruhi Dewan Adat dari
60
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
61
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Aksi pengembalian OTSUS ini dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk mendorong
pembentukan MRP di Propinsi Papua Barat, yang disebut MRPB. Begitulah yang sering
terjadi selama ini di tanah Papua. Demonstrasi damai selalu dimanfaatkan oleh orang Papua
tertentu bekerja sama dengan Indonesia untuk menerapkan sesuatu yang bertolak
belakangan dengan kemauan mayoritas warga asli di Tanah Papua.
34
MRP, Keputusan Kultural Majelis Rakyat Papua tentang Kebijakan Khusus dalam rangka Keberpihakan,
Perlindungan dan Pemberdayaan orang asli Papua, nomor: III/KK-MRP/2009, hal 1.
62
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
35
www.dpr.go.id.
36
Yafet Kambai, dkk, Perlawanan Kaki Telanjang, Foker LSM Papua, hal 14.
63
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
negara-negara pendonor ini hanya satu, yakni kepentingan kerjasama bilateral dan
multilateral dengan RI, khususnya dalam bidang ekonomi. Perusahaan-perusahaan raksasa
yang sedang beroperasi di Tanah Papua, khususnya dalam bidang Eksploitasi Sumber Daya
Alam (SDA) adalah milik Amerika, Jerman, China, Jepang, Korea, Inggris, Australia,
Swedia, dll. Negara-negara ini bersedia menjadi pendonor dana OTSUS bagi Papua. Tentu
dana yang didonorkan itu adalah hasil eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) di Tanah
Papua. Artinya sedikit hasil eksploitasi SDA dikembalikan ke Tanah Papua.
Para negara sekutu bersama RI dari awal sejak tahun 1960-an telah bersekongkol
(bermufakat jahat) untuk mencaplok Papua ke dalam NKRI. Maka sampai saat ini, negara-
negara sekutu ini masih memegang komitmennya melalui kerjasama bilateral dan
multilateral dalam berbagai bidang, khususnya bidang ekonomi. „Kepentingan ekonomi‟
menjadi kata kunci. Maka, tidak ada jalan lain yang ditempuh oleh RI dan para sekutunya,
pendekatan „penerapan Otonomi Khusus‟ menjadi metode sangat efektif untuk membatasi
langkah Papuanisasi yang diperjuangkan oleh bangsa Papua.
64
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
37
www.facebook.com, berita itu dinaikan di group Merah Putih, tanggal 11 Oktober 2019.
65
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
angka 58,08% dan pada tahun 2019 hanya 60,84%. Data ini membuktikan bahwa di era
OTSUS, IPM Papua tumbuh hanya 2%. Sedangkan IPM Papua Barat pada tahun 2019
berada di angka 64,70%; sementara IPM rata-rata nasional 71,92%. 38 Lihat diagram di
bawah ini (oleh Mr. Natalis Pigai bersumber dari data BPS).
Dilihat dari pemberantasan butu huruf, penduduk buta huruf di Papua dan Papua
Barat terbanyak di Indonesia. Angka buta huruf di Papua pada tahun 2019 sebanyak
38
www.oborkeadilan.com (judul artikelnya Natalis Pigai: Pemerintah Tidak Bisa Bohong lagi, Ini Data Resmi
bahwa Otsus Sudah Gagal, sabtu 25 Juli 2020
39
Ibid.
66
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
20,21%. Sedangkan rata-rata nasional 0,76%. Jumlah buta huruf di Papua terbanyak di
Indonesia. Lihat diagram di bawah ini (oleh Mr. Natalis Pigai, bersumber dari data: BPS
2017-2019).40
Bidang kesehatan juga mengalami hal demikian. Buktinya kematian ibu dan anak
setiap tahun kasusnya tertinggi di Tanah Papua dari propinsi lain di Indonesia. Menurut
UNICEF Jakarta 2019 angka kematian ibu di Papua tertinggi di Indonesia yakni mencapai
305 per 1000 kelahiran; hampir 30% dari 1000 ibu yang melahirkan tiap tahun meninggal.
Lihat diagram di bawah ini (oleh Mr. Natalis Pigai bersumber dari data BPS).
Kematian anak di Papua 3 kali lipat lebih tinggi dari pada Jakarta. Jumlah kematian
bayi dari data rutin pada tahun 2017 sebanyak 257 yang mengalami peningkatan dibanding
tahun 2016 sebanyak 236 bayi. Pada tahun 2002 angka kematian bayi berdasarkan SKDI 56
40
Ibid.
67
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
bayi yang meninggal per 1000 kelahiran, namun pada tahun 2017 justru mengalami
peningkatan kematian bayi menjadi 257 jiwa. Lihat diagram di bawah ini (oleh Mr. Natalis
Pigai bersumber dari data BPS).
Sementara itu, HIV/AIDS sedang mengancam rakyat Papua menjadi bom waktu;
pada tahun 2010 jumlah pengidap HIV/AIDS di Papua 5.000 jiwa, dan pada tahun 2019
bertambah secara drastis menjadi 40.805 jiwa (Sumber BPS 2017-2019). “Peningkatan
jumlah prevalensi HIV/AIDS akan terus meningkat secara deret ukur, sementara „angka
kelahiran mengalami pertumbuhan minimal secara deret hitung, sehingga diperkirakan
penduduk Papua terancam berkurang drastis,” demikian kata Mr. Natalis Pigai.41 Lihat
diagram di bawah ini (oleh Mr. Natalis Pigai bersumber dari data BPS).
41
www.oborkeadilan.com (judul artikelnya Natalis Pigai: Pemerintah Tidak Bisa Bohong lagi, Ini Data Resmi
bahwa Otsus Sudah Gagal, sabtu 25 Juli 2020
68
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
tahun 2019 orang miskin di Papua bertambah menjadi 926.360 orang (sumber data BPS
Indonesia 2019).42
Selama 19 tahun orang miskin di Papua makin naik sebanyak 26.360 orang.
Sementara angka kemiskinan di Propinsi Papua Barat 21,51% yang berada di atas rata-rata
nasional 9,22%; hal ini disampaikan oleh Dirjen Otonomi Daerah Drs. Akmal Malik, M.Si
mewakili mendagri (Tito) saat pembukaan MUSRENBANG secara on line, Selasa 29 April
2020.43
Sedangkan propinsi Papua berada pada peringkat pertama kemiskinan tertinggi di
Indonesia 27,53% dan urutan ke dua adalah propinsi Papua Barat dari data Badan Pusat
Statistik (BPS) pusat per maret 2019 adalah 22,17%.44 Lihat diagram di bawah ini (oleh Mr.
Natalis Pigai bersumber dari data BPS).
Selain itu, tingkat inflasi dan biaya hidup tertinggi di Indonesia, misalnya semen
satu sak di Wamena Rp 500 ribuh rupiah, di Pegunungan Bintang satu sak semen Rp 1,2
juta rupiah, sedangkan harga rata-rata di Jakarta Rp 60 ribuh rupiah (Sumber Badan Pusat
Statistik Indonesia 2017-2019). Lihat diagram di bawah ini (oleh Mr. Natalis Pigai
bersumber dari data BPS).
42
Ibid.
43
www.beritaaktual.co
44
www.databoks.katadata.co.id
69
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Sementara Indeks Kebahagian Hidup orang Papua paling rendah di Indonesia yaitu
di Papua 60,97%, rata-rata nasional 68,28% sementara propinsi lain rata-rata di atas 70%.45
Lihat diagram di bawah ini (oleh Mr. Natalis Pigai bersumber dari data: BPS 2017-2019).
45
Op.Cit. www.oborkeadilan.com
70
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
46
Op.Cit, MRP, hal. 6-7.
71
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Dari penjelasan singkat di atas ini, lebih khusus dari komentar gubernur propinsi
Papua (Lukas Enembe), kita pastikan bahwa sesungguhnya UU OTSUS dalam
implementasinya 99% digagalkan oleh pemerintah pusat. Dan hanya 1% saja kegagalan
OTSUS ada pada pemerintah daerah di Tanah Papua, ini terkait dengan pemanfaatan dana
OTSUS yang belum maksimal dirasakan oleh orang asli Papua. Namun, semua regulasi
khusus sebagai payung hukum yang disiapkan oleh pemerintah daerah, ditolak semuanya
oleh pemerintah pusat, maka dalam pengelolaan dana OTSUS Papua mengalami
kepincangan karena tidak ada payung hukum untuk mengatur dana OTSUS. Akhirnya
dengan tegas tanpa keraguan, kami menyimpulkan bahwa UU OTSUS Papua dalam
implementasinya BENAR-BENAR DIGAGALKAN oleh Pemerintah pusat.
Selama ini pemerintah pusat selalu melemparkan kegagalan UU OTSUS kepada
pemerintah daerah. Ini terkait dengan penggunaan dana OTSUS. Pemerintah pusat telah
„membonsai‟ semua kewenangan yang mereka sendiri rumuskan dan sahkan serta tetapkan
dalam UU OTSUS Papua. Para elit Jakarta „memandang UU OTSUS hanya sebatas dana
OTSUS‟. Mereka pikir bahwa hanya dengan mengkucurkan „dana OTSUS‟ segala
permasalahan di Tanah Papua akan tuntas. Ada pula yang mengatakan bahwa orang asli
Papua sendirilah yang menggagalkan UU OTSUS, dengan dalih bahwa para pejabat hampir
90% orang asli Papua. Tanggapan seperti ini TIDAK diterima, karena bagimana mungkin
mengelola dana OTSUS, jikalau tidak ada payung hukumnya dalam bentuk perdasus dan
47
www.jitunews.com.
48
Gubernur Lukas Enembe, m.facebook.com, http:west papua, trans 7.
72
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
perdasi? Bagimana mungkin mengelolah sumber daya yang ada di Tanah Papua, jikalau
tidak ada kewenangan yang diberikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah?
Cara pandang RI atas persoalan di Papua itu hanya dilihat dari sudut pandang
pembangunan di bidang kesejahteraan, maka itu uang banyak dikucurkan di tanah Papua di
era OTSUS. Berikut ini komentar Mendagri Tito: “Dengan adanya anggaran yang besar,
nah ini akan mempercepat pembangunan di Papua untuk peningkatan kesejahteraan.” Ia
juga menambahkan: “Karena kalau Otsusnya tidak ada, dana Otsusnya berarti selesai juga,
kekhususan Papua jadi hilang nantinya”.49 Pernyataan mendagri (Tito) ini menunjukkan
bahwa kekhususan Papua di era OTSUS itu hanya „DANA – UANG‟, kewenangan lain
tidak diberikan kepada pemerintah daerah di Tanah Papua (Papua dan Papua Barat).
Pada hal dalam UU OTSUS Papua telah memberikan banyak kewenangan kepada
pemerintah Propinsi di Tanah Papua, kecuali urusan luar negeri, pertahanan-keamanan,
moneter dan fisikal, peradilan dan agama, serta kewenangan lain yang akan ditetapkan UU
menjadi kewenangan pemerintah pusat. Kewenangan-kewenangan lainnya diberikan
kepada Pemerintahan Propinsi, tetapi dalam penerapan UU OTSUS Papua sudah terbukti
bahwa Pemerintahan OTSUS Papua dibuat tidak mampu oleh RI untuk melaksanakan
kewenangan-kewenangan sesuai amanat UU OTSUS Papua.
Cara pandang‟ dalam penanganan masalah Papua dari para elit Jakarta seperti ini
benar-benar menunjunjukkan „ketidak-mampuan‟ dan „ketidak-seriusan‟ RI untuk
menangani dan menuntaskan segala permasalahan di Tanah Papua yang sangat kompleks
dan rumit. Justru sebaliknya RI mampu dan serius untuk meminoritasi, memarginalisasi,
mendiskriminasi dan memusnahkan orang asli Papua secara perlahan-lahan.
Yang membuat permasalahan di Tanah Papua menjadi rumit dan sangat kompleks
adalah Negara Indonesia dan para sekutunya. Kehadiran „Negara Indonesia‟ di Tanah
Papua dari awal tahun 1960-an sudah menjadi „masalah‟ (ini terkait dengan distorsi sejarah
Papua – status Politik bangsa Papua pada tahun 1960-an yang dianeksasi ke dalam NKRI,
dan lanjutannya adalah hak suara bangsa Papua dimanipulasi dalam PEPERA 1969) yang
menjadi „masalah mendasar,‟ sehingga apapun langkah Jakarta terhadap rakyat bangsa
Papua selalu menjadi „masalah.‟
Semua kebijakan Pemerintah pusat untuk Tanah Papua selalu menjadi „masalah
baru‟ di atas „masalah-masalah‟ yang sudah ada. Karena itu, UU OTSUS Papua sendiri
menjadi „masalah baru‟ sejak sebelum UU OTSUS Papua itu dirumuskan, disahkan dan
diundangkan serta diterapkan. Perlu kami tegaskan di sini bahwa yang menjadi „masalah‟
dari awal adalah semua pihak yang „bersekongkol – bermufakat jahat) untuk melahirkan
UU OTSUS untuk diterapkan di tanah Papua. Apa „niat‟ awalnya, berikut ini
penjelasannya.
49
www.suarapapua.com
73
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
4.6. UU OTSUS PAPUA: „Good Political Will‟ atau „The Political Secret War‟?
UU OTSUS Papua bukan „good political will‟ (kemauan politik untuk kebaikan)
dari Jakarta untuk menegakkan martabat orang asli Papua, tetapi „the political secret war‟
(politik perang rahasia) dari Jakarta untuk semakin gencar menghancurkan harkat dan
martabat orang asli Papua. Niat awal RI dan para sekutunya untuk melahirkan UU OTSUS
adalah „untuk mempertahankan Papua dalam NKRI‟ dan „membendung aspirasi politik
Papua merdeka.‟ „Niat awal saja sudah menjadi „masalah,‟ maka jelaslah bahwa dalam
implementasinya, UU OTSUS Papua menjadi „masalah‟ di atas „masalah-masalah‟ yang
sudah ada di Tanah Papua. Orientasi pemerintah pusat menerapkan UU OTSUS adalah
sarat dengan kepentingan politik dan ekonomi untuk menjajah, menjarah dan meredam
aspirasi politik Papua merdeka, maka apapun langkah yang diambil di era OTSUS adalah
„kekhususan yang diakui dan diberikan untuk mempertahankan Tanah Papua dalam bingkai
NKRI dan untuk membendung gerakan perjuangan kemerdekaan Papua‟.
UU OTSUS tidak menjadi „obat‟ untuk menyembuhkan penyakit kronis yang sudah
ada; justru yang terjadi sebaliknya, kehadiran UU OTSUS menjadi „virus‟ yang
menghancurkan tatanan hidup bangsa Papua dan mengancam hak hidup orang asli Papua,
bahkan kini etnis Papua sedang terancam musnah dari tanah leluhurnya. Ada beberapa
marga yang sudah musnah (hilang) adalah bukti bahwa di Tanah Papua sedang terjadi
pemusnahan etnis Papua - merangkak perlahan-lahan (slow moving genocide).
Melihat banyaknya kasus terjadi di era OTSUS di Tanah Papua, maka almarhum
pater Dr. Neles Kebadabi Tebay, Pr pernah mengatakan: “UU Otonomi KHUSUS
diplesetkan oleh pemerintah Indonesia menjadi UU Otonomi KASUS”. Bukan UU Otonomi
„Khusus‟ Papua, tetapi UU Otonomi „Kasus‟ Papua. UU OTSUS adalah metode penjajahan
lanjutan di era post modern yang dimodifikasi. Seperti komputer dimodifikasi sedemikian
rupa untuk menaikan daya tarik bagi pembeli, demikian pula UU OTSUS dimodifikasi
sedemikian rupa dengan assesori neo-kolonialisme, neo-imperialisme/kapitalisme dan
militerisme untuk memarginalisasi, mendiskriminalisasi, meminoritasi, dan bahkan
memusnahkan orang asli Papua dari tanah leluhurnya.
Dengan apakah UU OTSUS Papua diumpamakan? UU OTSUS diumpakan dengan
beberapa perumpamaan di bawah ini:
1) OTSUS bagai nona manis Jakarta. Segelintir orang Papua tergiur dengan nona
manis Jakarta. Mereka meninggalkan nona hitam manis Papua. Walaupun segelintir
orang asli Papua sudah menaruh maskawin atas „nona manis‟ itu, tetapi para elit
Jakarta sebagai orang tuanya membatasi para elit Papua sebagai suaminya dalam
menunaikan hak dan kewajibannya dalam kelangsungan hidup bersama nona manis
OTSUS itu. Para elit Papua berpikir bahwa orang tuanya dari Jakarta akan
memberikan hak dan kewajiban dalam berumah tangga, agar nona manis itu
melahirkan anak sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan; Ternyata itu hanyalah
kebahagiaan sesaat. Nona manis Jakarta itu hanya melahirkan dana OTSUS dan
MRP dalam bentuk HARTA, TAHTA dan WANITA itu hanyalah kenikmatan
sesaat. Artinya pemerintah pusat tidak memberikan kewenangan kepada pemerintah
74
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
2) UU OTSUS bagai ular naga tua Jakarta. Ekornya masih dipegang di Jakarta, dan
kepalanya berada di Tanah Papua. UU OTSUS Papua dikendalikan dari Jakarta
karena ekornya masih dipegang di pusat. Ular naga tua Jakarta ini sedang
menceburkan racun-racunnya di Tanah Papua, sehingga sedang menghancurkan
sendi-sendi hidup bangsa Papua, buktinya adalah segelintir orang Papua tertentu
yang ada dalam sistem pemerintahan dan luar sistem tertentu menjadi makin tamak,
semakin egois, semakin konsumtif dan bermental KKN.
4) UU OTSUS bagai virus mematikan. UU OTSUS Papua adalah paket politik Jakarta
bagaikan virus yang mematikan bagi orang asli Papua. Di antara mereka yang telah
memperjuangkan dan menerima UU OTSUS Papua sudah tiada. UU OTSUS Papua
menjadi virus yang mematikan bagi segelintir orang asli Papua yang menerima
OTSUS dan lebih mengerikan lagi adalah kematian rakyat semesta Papua yang
tidak bersalah di era OTSUS, akibat dari segelintir orang Papua yang menerima dan
mempertahankan UU OTSUS Papua.
ribuh rupiah‟. Uang itu pun tidak sebanding dengan perampasan kekayaan Sumber
Daya Alam dari Tanah Papua. Artinya TIDAK ADA kewenangan yang diberikan,
hanya sehelai dana OTSUS yang dikasih. „Para elit Jakarta tra kosong memainkan
para elit Papua dengan kotak kosong OTSUS.‟
6) UU OTSUS Papua bagaikan „Tarian Wayang Golek‟. Paket politik Jakarta didesain
sedemikian rupa „ menjadi tari wayangan‟. Penarinya tampil di panggung terbuka,
sementara pengontrolnya bersembunyi di balik tirai. Penarinya melakukan apa saja
yang diperankan oleh pengontrol (sutradara) yang dikendalikan dari balik tirai. Arti
dari perumpamaan ini adalah para elit Jakarta mengambil peran sebagai pengontrol
atau sutradara UU OTSUS Papua; sedangkan para elit Papua berperan menjadi
„penari‟ untuk mentontonkan OTSUS Papua kepada publik. Ketika „wayang golek‟
dimainkan, di saat itu pula „ada yang tersolek‟, ada yang tersobek‟. Jakarta tra
kosong memainkan „tarian wayang golek‟ di Tanah Papua dengan penerapan UU
OTSUS Papua. Banyak orang asli Papua „tersolek‟ dan „tersobek‟ akibat dari „tarian
wayang golek‟ yang digerakkan dengan lembut - lemah gemulai mengikuti irama
pengontrol, tetapi tarian itu membawa kehancuran dalam keseluruhan tatanan hidup
bangsa Papua.
7) UU OTSUS Papua bagaikan „kolam besar yang amat dalam‟. Negara Indonesia
mendesain UU OTSUS Papua sama seperti menggali „sebuah kolam besar dan
paling dalam‟. Semua aspirasi orang asli Papua yang disampaikan selama ini kepada
Indonesia dan para sekutunya, aspirasi-aspirasi itu mengalir masuk dalam kolam itu,
atau RI dan para sekutunya membuang aspirasi-aspirasi Papua ke dalam kolam
besar itu. Bahkan pula Orang Asli Papua satu persatu dibasmi di era OTSUS dan
dibuang ke dalam kolam besar OTSUS itu.
8) UU OTSUS Papua bagaikan „bom nuklir yang memiliki daya ledak dasyat yang
dapat mengakibatkan sunami‟. Negara Indonesia mendesain UU OTSUS bagai
„bom nuklir‟ yang memiliki daya ledak yang sangat dasyat, setelah „bom nuklir UU
OTSUS Papua‟ itu dibuat dan dibuang ke tanah Papua oleh Negara Indonesia pada
tanggal 21 Oktober 2001, maka bom nuklir OTSUS itu meledak sangat dasyat
sehingga mengakibatkan gempa bumi berkuatan sangat besar yang
mengguncangkan tanah air Papua, sehingga terjadilah „sunami besar‟ yang
berkepanjangan selama UU OTSUS diberlakukan di Tanah Papua. Gelombang
sunami pertama telah berhasil menyeret pemimpin kharismatik bangsa Papua,
Dorthys Hiyo Eluay pada tanggal 10 November 2001 dan kemudian sunami ini
menghancurkan sendi-sendi hidup bangsa Papua, bahkan gelombang sunami ini
menyeret banyak orang asli Papua terhilang di era OTSUS.
9) UU OTSUS Papua bagaikan „mobil mewah tanpa kunci mobil‟. Negara Indonesia
mendesain UU OTSUS Papua sedemikian rupa dan sejak tanggal 21 Oktober 2001
„mobil OTSUS Papua‟ itu dikirimkan ke Papua, tetapi pemerintah Indonesia tidak
memberikan „kunci mobil‟ itu kepada para elit Papua untuk menghidupkan mesin
mobil mewah itu. Para elit Papua sebagai sopir dari mobil mewah itu berkali-kali
76
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
bolak-balik ke Jakarta untuk meminta „kunci mobil‟ itu, tetapi para elit Jakarta
mengeraskan hatinya dan menyembunyikan kunci itu. Akhirnya „bahan bakar –
bensin/solar‟ yang disiapkan oleh pemerintah pusat digunakan oleh para elit Papua
tanpa adanya „kunci mobil mewah itu‟. Artinya pemerintah pusat tidak memberikan
kewenangan satupun untuk menjalankan OTSUS Papua sebagaimana diatur dalam
UU Nomor 21 tentang Pemerintahan Papua. „Bahan bakar bensin/solar‟
mengandaikan „dana OTSUS‟ yang diberikan oleh Jakarta setiap tahun tanpa
memberikan kewenangan lanjutan untuk mengelolah dana OTSUS dalam regulasi
perdasus. Dengan lain perumpamaan: „UU OTSUS Papua bagaikan kapal khusus
tanpa kunci kapal untuk menghidupkan mesin kapal.‟ Para elit Papua sebagai
nahkoda kapal telah berkali-kali pulang pergi ke Jakarta untuk meminta kunci kapal
itu, tetapi Jakarta tidak memberikan „kunci kapal khusus itu‟ sehingga para elit
Papua sebagai nahkoda kapal itu membuat kincir angin buatan agar kapal itu dapat
bergerak. Dengan bantuan kincir angin buatan itu, kapal dipaksa berlayar. Selama
kapal itu berlayar perlahan-lahan dengan bantuan angin, „warga lain‟ datang dan
memuat kapal itu sehingga „warga khusus‟ yang ada dalam „kapal khusus‟ itu
terdampar ke luar dari kapal dan mereka tenggelam ke dalam lautan. „Kapal khusus‟
ini sedang terkatung-katung di samudera raya, sementara „warga khusus‟ hilang
musnah dalam „kapal khusus‟ itu yang „dirancang khusus‟ untuk „memusnahkan
orang asli Papua.‟
10) UU OTSUS Papua bagaikan „gula-gula maut‟. Gula-gula adalah kesukaan anak
kecil. Hanyalah orang yang belum dewasa yang tertarik dengan gula-gula politik
OTSUS yang adalah gula-gula maut yang membawa kehancuran bagi bangsa Papua.
Gula-gula jenis ini, manis di mulut, tetapi menjadi virus mematikan dalam tubuh
manusia Papua.
11) UU OTSUS Papua bagaikan „lempar batu sembunyi tangan‟ bahkan menjadi „bola
liar‟. Para elit Jakarta melempar wacana „OTSUS‟ ke Papua. Orang asli Papua
terbagi ke dalam tiga kubu: ada yang menerima, ada menolak dan ada yang memilih
diam (tidak menolak, tidak juga menerima). Wacana OTSUS Papua menjadi „batu
panas‟ di tengah orang asli Papua dan pemerintah. Namun para elit politik Jakarta
mengabaikan suara mayoritas orang asli Papua, malah justru Pemerintah
mengesahkan dan memberlakukan UU OTSUS Papua secara sepihak pada tanggal
21 Oktober 2001. Setelah „batu OTSUS Papua‟ dilempar ke Papua, UU OTSUS
Papua menjadi „batu membara‟. Setelah 19 tahun UU OTSUS diterapkan,
munculnya wacana revisi terbatas. Wacana revisi ini menuai protes dari berbagai
kalangan. Para elit Papua mengatakan bahwa UU OTUS Papua digagalkan oleh
pemerintah pusat, sementara para elit Jakarta mengatakan bahwa UU OTSUS
digagalkan oleh pemerintah daerah. Alasan yang dipakai oleh para elit Jakarta
adalah gubernur dan bupati adalah orang asli Papua, bahkan 90% pejabat struktural
diisi oleh orang asli Papua. Pernyataan para elit Jakarta ini tujuannya untuk
mengadu-domba antara orang asli Papua, alias „lembar batu sembunyi tangan‟.
Sementara para elit Papua mengatakan bahwa kegagalan UU OTSUS Papua
77
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
12) UU OTSUS Papua bagaikan „teka-teki jerat maut‟. Untuk mengetahui rahasia teka-
teki dibutuhkan hikmat. Hanyalah orang-orang yang memandang teka-teki dengan
hikmat dari Tuhan sajalah yang memahaminya dan selamat dari teka-teki jerat maut
ini. Sedangkan orang-orang yang melihat OTSUS dengan pengertian dari duniawi,
terjerat dalam teka-teki maut itu. Pengertian dari dunia mengantar manusia untuk
mengerti rencana dunia dan menyembah kepada mamon (harta benda, tahta dan
wanita); sedangkan hikmat dari Surga – dari Allah mengantar manusia untuk
memahami rencana Allah dan menyembah Tuhan Allah dalam Roh dan kebenaran.
13) OTSUS Papua bagaikan „anak adopsi‟. Adapula kepala suku dari pulau lain datang
ke salah satu pulau dan ia merampas seorang bayi mungil. Kemudian anak itu
dibesarkan oleh kepala suku di bawah tekanan, ancaman dan penganiyaan, artinya
bayi itu dibesarkan di bawah kekuasaan tangan besi. „Anak perbudakan‟ itu tumbuh
besar hingga dewasa. Setelah dewasa, ia meminta ijin ke kepala suku itu untuk
berumah tangga sendiri. Namun, kepala suku itu memberikan sebuah kamar khusus
untuk mengurus dirinya, namun tetap tinggal dalam rumah besarnya dan menjadi
hambanya sebagai „budak‟. Walaupun demikian, suatu saat nanti indah pada waktu
Tuhan, anak adopsi ini akan kembali membangun rumah permanen di kampung
halamannya. Sama seperti nabi Musa. Ia ditemukan dalam sungai Nil dan diadopsi
oleh putri Firaun dan dibesarkan di dalam istana Firaun di bawah asuhan ibu
kandungnya Yokbed. Kemudian Musa mengetahui bahwa dirinya adalah orang
Yahudi, bukan orang Mesir. Ia tidak menerima segala bentuk perbudakan terhadap
bangsanya Israel. Akhirnya ia ke luar dari Istana Firaun dan menyingkir ke tanah
Midian. Dari sanalah Tuhan memanggil Musa kembali ke Mesir untuk membawa
bangsa Israel ke luar dari perbudakan Firaun indah pada waktu Tuhan.
78
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Dalam tujuh indikator utama itu, apakah ada kebijakan khusus dari pemerintah:
untuk „keberpihakan‟, „perlindungan‟ dan „pemberdayaan‟ orang asli Papua? Secara kasat
mata dapat dilihat bahwa yang berubah di Tanah Papua adalah bangunan-bangunan
bertingkat, pembangunan jalan, jembatan, Papua bagai kebun binatang „rusa‟ dengan
banyaknya berbagai macam mobil; pembangunan itu untuk siapa dan untuk apa? Bukankah
pembangunan jalan, jembatan serta pemekaran propinsi, kabupaten, distrik dan kampung
untuk merintis jalan bagi pengembangan struktur teritorial TNI-POLRI; dan sebagai jalan
masuknya transmigrasi terselubung dari luar Papua untuk menguasai segala bidang
kehidupan di Tanah Papua, yang menurut Pdt. Dr. Benny Giay pembangunan„bias
pendatang‟; dan menurut Pdt. Dr. Socratez Sofyan Yoman: „Papua bukan bangsa budak‟.
UU OTSUS Papua adalah bagi-bagi jabatan, bagi-bagi proyek, bagi-bagi dana
OTSUS, kesempatan bagi amber untuk menguasai segala bidang kehidupan, dan OTSUS
sebagai langkah efektif RI dan para sekutunya untuk membasmi orang asli Papua secara
langsung dan tak langsung. Adalah fakta yang tak bisa dibantah oleh siapapun bahwa orang
Papua sedang tersisih, dimarginalisasi, diminoritasi, dan terancam hak hidupnya, bahkan
terancam musnah pelan tapi pasti (slow moving genocide). Hilangnya beberapa marga
adalah bukti bahwa di Papua sedang terjadi proses pemusnahan etnis. Maka UU OTSUS
Papua menjadi lambang kejahatan kemanusiaan bagi orang asli Papua atau menjadi paket
pembunuh, perusak, penghancur atau menjadi laknat bagi orang asli Papua.
79
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
jadi yaitu MRP.‟50 Dengan demikian: „kewenangan apa yang hendak diperjuangkan oleh
pemerintah daerah dalam UU OTSUS plus atau dengan lebel nama apapun yang kini sudah
masuk dalam Program Legislasi Nasional 2020?‟ Dalam revisi UU OTSUS akan ditambahi
kewenangan lain, tetapi kita sudah tahu kelakuan Jakarta: „tertulis lain, laksanakan lain.‟
OTSUS 21 tahun 2001 saja Pemerintah Pusat gagal, apalagi revisi UU OTSUS.
MRP juga menyatakan sikapnya bahwa MRP akan bubar pada tahun 2021 ketika
dana UU OTSUS berakhir. „Dana OTSUS berakhir, MRP juga berakhir‟, kata ketua MRP.
Beliau menambahkan: „waktu Tuhan tepat, pemimpin tepat, masalah tepat‟. Sikap MRP itu
disampaikan ketika massa demo menyampaikan aspirasinya ke lembaga kultur Papua.
Kami menilai bahwa sikap MRP itu tidak tegas dan masih ragu-ragu. Ketika Jakarta
melanjutkan dana OTSUS dengan menambah dana besar dan menambahi kewenangan
tertentu, MRP dan pemerintah daerah serta legislatif Papua akan menerima UU OTSUS. Itu
sudah jelas dalam komentar ketua MRP itu: „Dana OTSUS berakhir, MRP juga berakhir‟.
Dalam pernyataan ini mengandung kemauan terselubung dari ketua MRP bahwa „jika dana
OTSUS lanjut, maka MRP juga lanjut‟. Rakyat bangsa Papua meminta perlu adanya sikap
tegas dan bulat dari para elit Papua yang selama ini mempertahankan penindasan RI
melalui penerapan UU OTSUS. Kita akan ikuti: „apakah sikap MRP ini hanyalah gertak
sambal, atau benar-benar akan dilakukan?‟ Hanyalah proses waktu yang akan
menjawabnya.
50
Gubernur Lukas Enembe, Ibid.
51
Wawancara dengan Sdr. Marthen Goo, Minggu, 19 Juli 2020
52
www.jubi.co.id
80
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
tujuan memantapkan „strategi‟ RI dalam menghadapi isu Papua merdeka yang semakin
meningkat di lokal, nasional dan internasional,” demikian kata Christianus Dogopia.53
Bagaimanapun sikap bangsa Papua terhadap revisi UU OTSUS Papua, RI akan
menutup mata terhadap berbagai sikap penolakan dan akan tetap mendorong revisi itu
dilakukan oleh RI. Berikut ini komentar Nono Sampono (wakil ketua DPR RI): “saya mau
katakan, kami di DPD kita akan kawal dan kami akan berjuang sampai titik darah
penghabisan untuk OTSUS 2021 tetap. Saya berani menyatakan sebagai salah satu
pimpinan, (OTSUS) tetap berlanjut di Papua”. Ia menambahkan bahwa terkait OTSUS
Papua pihaknya akan berjuang agar bisa berlanjut untuk 20 tahun ke depan. Tito (mendagri)
juga mengungkapkan bahwa pemerintah akan tetap dengan skenario melanjutkan OTSUS
20 tahun lagi. Ini terungkap dalam rapat terbatas para elit Jakarta dengan para elit Papua di
Timika, 22 Juli 2020. 54
Pernyataan-pernyataan para elit Jakarta ini menunjukkan bahwa Jakarta akan
memaksakan revisi UU OTSUS untuk mempertahankan penjajahan di Tanah Papua. Kita
punya pengalaman yang panjang 58 tahun hidup bersama RI. Berbagai gelombang
demonstrasi kita sudah lakukan untuk menolak paket politik UU OTSUS Papua,
pembentukan MRP dan pemekaran propinsi Papua Barat, serta MRPB; namun pemerintah
pusat mengabaikan semua bentuk protes itu dan tetap memberlakukan UU OTSUS,
membentuk MRP dan propinsi Papua Barat, serta MRPB tetap jalan, walaupun pemekaran
propinsi dan MRPB itu belum diatur dalam UU OTSUS Papua kala itu. Itu semua terjadi
karena adanya segelintir orang asli Papua menerima UU OTSUS Papua dan itu didukung
oleh negara-negara sekutunya.
penerapan UU OTSUS Papua telah terbukti mengancam kelangsungan hidup orang asli
Papua.
Dalam buku karya Dr. Jim Elmslie dan Dr. Carmellia Webb-Gannon berjudul:
„West Papuan Demographic Transition and the 2010 Indonesian Census: „Slow Motion
Genocide‟ or „Not?‟ yang diterbitkan oleh University of Sidney di Australia. Centre for
Peace and Conflict Studies digambarkan dengan sangat jelas proses dehumanisasi Orang
Asli Papua (OAP) dari tanah leluhurnya. Jumlah keseluruhan penduduk di Papua
berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010 menunjukkan 3.612.856 jiwa. Angka inipun
belum tentu benar, karena sensus ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Artinya angka di
atas bisa benar, bisa juga tidak benar. Demi kepentingan mempertahankan Papua dalam
NKRI, Pemerintah Indonesia dapat melakukan apa saja, misalnya membuat data palsu
untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam buku yang ditulis oleh Dr. Jim, dkk menjelaskan populasi penduduk asli
Papua pada tahun 1971 sebanyak 887.000 jiwa atau 96% dan pada tahun 2000 meningkat
menjadi 1.505.405 jiwa; ini artinya pertumbuhan penduduk asli Papua pertahunnya adalah
hanya 1,84%. Sedangkan jumlah penduduk Non Papua pada tahun 1971 sebanyak 36.000
jiwa (4%) dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 708.425 jiwa; jadi persentase
pertumbuhan penduduk non Papua pertahunnya adalah 10,82%, ini artinya pertumbuhan
penduduk non Papua semakin tinggi dibanding OAP.
Dalam buku itu, peneliti Jim, dkk menampilkan jumlah OAP hingga pertengahan
tahun 2010 mencapai 1.730.330 jiwa atau 48,89%, sementara non Papua mencapai
1.882.517 jiwa atau 52,10%. Di akhir tahun 2010 jumlah OAP menjadi 1.760.557 (48,73%)
dan non Papua berjumlah 1.852.297 jiwa atau (51,27%). Hingga pada tahun 2010 jumlah
keseluruhan penduduk Papua mencapai 3.612.854 jiwa atau dalam persentase 100%. Dari
data sensus penduduk tahun 2010 itu, Dr. Jim, dkk memperkirakan bahwa pada tahun 2020
jumlah penduduk Papua secara keseluruhan akan mencapai 7.287.463 jiwa; dengan
perbandingan: jumlah Orang Asli Papua (OAP) 2.112.681 jiwa atau 28,99% dan jumlah
non Papua 5.174.782 atau 71,01%. Dari data ini sudah membuktikan bahwa pertumbuhan
penduduk non Papua melaju cepat ketimbang penduduk asli Papua. Dalam buku itu, Jim,
dkk menjelaskan bahwa lambatnya pertumbuhan penduduk asli Papua disebabkan karena
„masalah sosial‟ dan „pelanggaran HAM‟, terutama „masalah migrasi penduduk dari luar
Papua‟ yang sangat besar pertahunnya. 55 Masih ada laporan lainnya terkait minoritasi
orang asli Papua hingga etnis Papua sedang terancam musnah dari tanah leluhurnya.
Pastor Santon Tekege, Pr mengatakan: “Orang asli Papua semakin berkurang setiap
tahun di Tanah Papua. Itu terjadi karena kurangnya angka kelahiran dan meningkatnya
angka kematian OAP pertahun; sementara angka kelahiran bagi non Papua semakin melaju
dan angka kematian bagi non Papua sangat minim di Tanah Papua; ditambah lagi dengan
banyaknya migrasi non Papua yang masuk ke Tanah Papua.” Hal ini terungkap juga dalam
wawancara dengan Pastor Alberto John Bunai Pr oleh Alnold Belau, wartawan Suara
55
Arnold Belau, www:suaraPapua.com dari hasil kajian Pastor Santon Tekege , Pr yang diaolah dari berbagai
sumber terpercaya.
84
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Papua.com di Abepura (1/8/2020). Pastor John yang adalah koordinator Jaringan Damai
Papua (JDP) mengatakan bahwa di Tanah Papua sedang mengalami krisis kemanusiaan.
Menurutnya, krisis ini terjadi karena adanya gejolak sosial politik dalam mempertahankan
dua harga yang sama-sama mati, yaitu NKRI harga mati dan Papua merdeka harga mati.
“Berbagai cara yang digunakan untuk membungkam suara-suara dari Papua, ini namanya
pembunuhan. Ujung-ujungnya adalah krisis kemanusiaan terjadi. sama seperti yang terjadi
saat ini. Banyak orang Papua mati dengan banyak cara”, tegas Pastor John.56
„Depopulasi‟ kepada Orang Asli Papua melalui berbagai sandi operasi oleh
Indonesia adalah kejahatan Negara terhadap „kemanusiaan‟ (pelanggaran HAM berat) yang
harus dipertanggung-jawabkan. Tetapi „siapakah yang akan menekan RI untuk
mempertanggung-jawabkan pelanggaran HAM berat di Tanah Papua, karena lembaga
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sendiri adalah aktornya di bawah tekanan presiden Jhon
F Kennedy telah mencaplok Papua ke dalam NKRI pada tahun 1960-an? Sampai saat ini
PBB belum mengambil langkah-langkah kongkrit untuk menuntaskan „darurat
kemanusiaan terselubung‟ yang sedang terjadi di tanah Papua; ketidak-seriusan PBB dalam
menangani dan menyelesaikan masalah Papua itu menunjukkan bahwa PBB masih
membiarkan negara Indonesia dan para sekutunya untuk terus memusnahkan orang asli
Papua dari tanah leluhurnya melalui berbagai sandi operasi tertutup dan terbuka.
Walaupun demikian, setelah sekian lama bangsa Papua bersuara didukung oleh
komunitas Internasional, pada akhir tahun 2019 Papua Barat ditetapkan oleh PBB sebagai
„daerah konflik‟ urutan keempat yang harus dipantau oleh PBB. Dan pada akhir tahun 2019
juga sebanyak 79 Negara dari kawasan Afrika, Caribia dan Pasifik (ACP) menyatakan
sikapnya mendukung Papua melalui komunike bersama yang ditandanganinya. Ini
kemajuaan perjuangan bangsa Papua setelah bangsa Papua berjuang 57 tahun. Harapan kita
adalah bahwa dalam waktu-waktu mendatang terjadi proses Tuhan yang luar biasa untuk
menyelamatkan bangsa Papua dari „darurat kemanusiaan‟ yang mengerikan. Karena „tak
ada masa depan Papua dalam NKRI‟; „Papua dalam Tuhan ada masa depan yang indah‟.
Maka itu, persatuan bangsa Papua dalam Tuhan menjadi keharusan untuk memutuskan
mata rantai penindasan ini.
Dana UU OTSUS itu berakhir pada tahun 2021, tetapi segala macam persoalan yang
ada di tanah Papua belum final, artinya masalah Papua belum tuntas diselesaikan melalui
paket politik ini. Otsus Papua tidak mampu memadamkan api yang terus membara, Otsus
Papua tidak mampu menghentikan darah yang terus menetes di Tanah Papua. Memang kita
tahu, bahwa target Jakarta bukan untuk memajukan orang Papua melalui penerapan UU
OTSUS ini. Target RI dalam OTSUS, antara lain: membungkam aspirasi politik Papua
merdeka, mempertahankan Papua dalam NKRI melalui paket politik Otsus, untuk
memperpanjang penjajahan serta menguasai Tanah Papua melalui berbagai program, antara
lain pemekaran Kabupaten dan Propinsi, yang semuanya ini dilakukan oleh Indonesia untuk
memusnahkan orang asli Papua dari tanah leluhurnya.
56
Ibid.
85
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Banyak tragedi berdarah telah mewarnai pada masa OTSUS selama 19 tahun.
Berikut ini beberapa peristiwa tragedi berdarah kami angkat sebagai bukti bahwa Otsus
tidak mampu hentikan darah pada masa aneksasi tahap ketiga (periode I 2001- 2021).57
57
Peristiwa-peristiwa berdarah ini diperoleh dari berbagai sumber.
86
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Dalam insiden ini di pihak aparat juga korban tewas dan juga korban luka. Tragedi
kemanusiaan ini merupakan skenario tingkat tinggi yang dikemas dengan rapi oleh aparat
keamanan bersama dengan pihak-pihak terkait. Tragedi berdarah di Deiyai dikategorikan ke
dalam pelanggaran HAM berat. Namun, pihak aparat sebagai pemicu tragedi ini tidak
diproses hukum, sementara 9 warga sipil yang menjadi korban dalam tragedi itu diproses
hukum di Pengadilan Negeri Nabire. Para aktor di balik kerusuhan itu tidak diproses
hukum, sementara pihak korban dari kerusuhan itu diproses hukum. Ini tidak adil.
58
Pdt Dr. Benny Giay (Peny.), Surat-Surat Gembala, hal. 29-30
87
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
tanah Papua terjadi di luar ranah hukum, artinya aparat TNI dan POLRI main hakim sendiri
di lapangan. Inilah wajah Indonesia di Tanah Papua. Selain itu, seorang pelajar SMA
YPPGI Karang Mulia – Nabire ditemukan tewas di depan kantor Bupati Nabire, kompleks
Kota Baru. Pelajar itu bernama Owen Pekei (18) tahun. Ia ditemukan tewas timah panas
menembus kepalanya pada 27 Juni 2016.
88
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Abepura berdarah adalah permainan Indonesia melalui kaki tangannya untuk mencapai
empat tujuan di atas. Akhirnya Indonesia tercoreng di mata Internasional.
59
Ibid. hal 35
90
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
bernama Yerry Wakum di pangkalan Ojek Sorong Kota, tetapi tidak ada proses hukum bagi
pelaku, tidak ada penyelesaian.
Selain itu penculikan dan pembunuhan terhadap aktifis Martinus Yohame (ketua
KNPB) Sorong. Awalnya Yohame ditelpon oleh salah seorang perempuan yang mengaku
dirinya anggota komnas HAM dari Jakarta untuk bertemu. Di samping toko Mega mal KM
9 Sorong sambil makan, mereka melakukan pertemuan. Dalam pertemuan itu tidak tahu apa
saja yang mereka bicarakan. Pada tanggal 20 Agustus 2014, saat malam hari ada yang
menyuruh Martinus keluar dari rumah ke jalan, dan kemudian Martinus tidak pulang-
pulang sampai tanggal 26 Agustus 2014 mayatnya ditemukan di kamar mayat.
Penculikan dan pembunuhan itu adalah pengkondisian sebelum kedatangan presiden
SBY di Sorong dalam rangka pembukaan Sail Raja Empat di Waisal Sabtu, 23 Agustus
2014. Dikatakan “pengkondisian”, karena pada 19 Agustus 2014 bersama rekan-rekannya,
ia menggelar siaran pers menyikapi kedatangan SBY ke Sorong. Ia dinilai akan meng-
ganggu kunjungan SBY, maka sebelum kedatangannya, diduga ia diculik dan dibunuh, agar
kunjungan SBY dilakukan tanpa ada respon atau protes dari warga asli Papua di Sorong.
60
Wawancara dengan Sdr. Benny Hisage, 25 Januari 2020
91
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
seorang anggota polisi di Wamena. Juga Anton Kogoya ditembak mati oleh POLRI di
Jayawijaya. Termasuk Opius Tabuni ditembak mati di Wamena.
rasisme kali ini semua orang asli Papua angkat bicara dalam berbagai kesempatan. Di
Jayapura demonstrasi menyikapi rasisme rusuh, 29 Agustus 2019.
Sebelum massa pendemo sampai di Kota Raja, kantor MRP sudah mengepul asap
hitam pertanda gedung itu terbakar. Entah dari kelompok mana yang membakarnya. Tidak
hanya itu Polsek Jayapura Selatan, kantor Telkomsel, kantor Pos Jayapura, dan sebuah
kawasan pertokoan ludes terbakar. Pembakaran gedung-gedung ini terjadi dalam waktu
yang bersamaan. Adanya indikasi kuat bahwa ada pihak tertentu yang mendalangi
pembakaran-pembakaran ini.
Menurut salah satu badan perangkat Front Rakyat Papua Anti Rasisme dalam demo
rasisme mengatakan bahwa aksi pembakaran itu tidak ada dalam setingan demo rasisme.
Diduga kuat bahwa ada pihak yang memanfaatkan demo rasis ini. Dengan tujuan untuk
meredam demonstrasi rasis yang semakin meningkat dan meluas, dengan demikian para
aktor-aktornya ditangkap dan dipenjara serta dimasukkan dalam DPO (daftar pencarian
orang), sehingga melalui tindakan ini mendegradasikan perjuangan bangsa Papua.
Akibat dari kerusuhan demo rasis di Jayapura menyebkan beberapa gedung ludes
terbakar dan satu barak pertokoan. Selain itu terjadi penikaman, penganiaan, pelecehan,
intimidasi dan pembunuhan terhadap warga asli Papua. Tindakan ini dilakukan oleh warga
pendatang (amber) yang diduga didalangi oleh pihak tertentu untuk membuat rusuh demo
rasis yang digelar dengan damai. Ada beberapa orang yang tewas, akibat serangan aparat
keamanan dan warga pendatang, antara lain: Oktopianus Mote meninggal dunia dibunuh
oleh aparat keamanan Indonesia.
Sementara, beberapa aktor-aktor pejuang Papua ditangkap. Inilah modus operandi
yang dipasang dalam demonstrasi rasisme ini, di antaranya: Buctar Tabuni (Ketua PNWP),
Agus Kosai (Ketua Umum KNPB), Surya Anta (aktifis pro Papua), dan lain-lain. Para
aktor-aktor Papua ini dikenakan pasal penghasutan dan pasal makar.
Sedangkan yang lainnya dikenakan beragam macam pasal terkait dengan kerusuhan
yang terjadi di beberapa kota di Tanah Papua dan di rantauan. Sementara aktor (pelaku)
rasis di Jawa Timur yang telah diproses hukum diberikan hukuman ringan. Padahal justru
mereka inilah yang mengobarkan kemarahan orang asli Papua atas ungkapan “mahasiswa
Papua monyet”.
Wayoi (pelaku sejarah Papua), Willem Songgonauw (pelaku sejarah Papua), Dr. Otto
Onawame (pelaku sejarah Papua), Drs Ruben Edowai (ketua Dewan Adat Wilayah
Meepago), Rishal Yoweni (Pemimpin TPN-OPM juga ketua umum WPNCL), Stan Gebze
(Ketua Dewan Adat Wilayah Animha), dan masih banyak lagi kaum intelektual Papua
meninggal dunia dalam era OTSUS jilid II, atau di masa aneksasi tahap ketiga.
Masih banyak tragedi berdarah terjadi di Tanah Papua selama penerapan UU
OTSUS Jilid II di Tanah Papua. Kasus-kasus yang kami angkat dalam tulisan ini hanya
sebagai contoh dan bukti bahwa UU OTSUS Papua tidak mampu memandamkan „api‟ dan
tak mampu menghentikan „darah‟ yang setiap saat menetes membasahi Tanah ini. Wajah
Otsus di tanah Papua memperlihatkan wajah kekerasan, bukan wajah damai sejahtera. Tak
ada keadilan, tiada ruang demokrasi, tiada keberpihakan, tiada penghormatan martabat
manusia, tiada proteksi. Inikah yang RI bilang UU Otsus Papua solusi final?
Di rumah bina Waena – Jayapura, Panitia Kongres III Papua berhasil dibentuk pada
awal April 2011. Kepanitiaan Kongres ini ditetapkan dalam sebuah surat keputusan dari
“Kepemimpinan Nasional Papua” bernomor 001/KNP/IV/2011 tertanggal 19 April 2011,
yang ditanda-tangani oleh: Albert Kaliele, Pdt Herman Awom, Forkorus Yaboisembut,
S.M. Paiki, Edison Waromi, dan Elieser Awom.
Kepemimpin Kolektif Papua bertindak juga sebagai Tim Pengarah (steering
comitte) dalam kepantiaan Kongres. Panitia Pelaksana Kongres, Ketua Umum: Selpius
Bobii; Wakil ketua Panitia adalah Usman Usama Yogobi dan semua pimpinan elemen
gerakan Papua; Sekertaris Umum: Zakarias Horota dibantu oleh Yopi Hindom, Diana
Gebze, Nova Sroyer, dll.; Bendahara: Ida Faidiban, dan Wakil Bendahara: Didimus Kosay.
Dan badan kelengkapan lainnya.
Dalam pertemuan yang digelar di Gues House Uncen, Kepemimpinan Nasional
Papua bersama Panitia membahas Panduan Kongres III Papua sekaligus menetapkan thema
yang diusung dalam Kongres. Thema Kongres III Papua adalah: “Mari kita menegakkan
Hak-hak Dasar orang asli Papua di masa kini dan masa depan”. Dengan sub Thema:
“Membangun pemahaman secara jujur, adil, dan menyeluruh demi penegakkan Hak-hak
Dasar orang asli Papua, termasuk hak politik di masa depan yang lebih baik, maju, adil,
demokratis, aman, damai sejahtera dan bermartabat”. Dalam pertemuan disepakati bahwa
pelaksanaan Kongres III Papua digelar antara 16 – 19 Oktober 2011.
Tujuan menyelenggarakan Kongres III Papua adalah:
1) Konsolidasi menyeluruh berbagai organisasi perjuangan bangsa Papua, baik dalam
negeri dan luar negeri menuju Persatuan Nasional Papua;
2) Mengevaluasikan jalannya perjalanan bangsa Papua selama berada dalam NKRI;
3) Menentukan langkah-langkah kongkrit untuk menegakkan Hak-hak Dasar orang asli
Papua, termasuk hak politik di masa depan;
4) Melahirkan kendaraan politik sebagai wadah Penyatuan Nasional dengan
kepemimpin tunggal bangsa Papua.
Mekanisme pemilihan pemimpin disepakati oleh seluruh komponen bangsa Papua,
baik dalam dan luar negeri ditempuh dengan mekanisme demokrasi alamiah (demokrasi
barapen, demokrasi asli ala Papua). Ide pemilihan pemimpin dengan menggunakan
mekanisme demokrasi asli berawal dari pertemuan pimpinan ditingkat pemuda dan
mahasiswa di Aula Sang Surya – Abepura - Papua pada bulan Juni 2011. Dalam pertemuan
pimpinan pemuda dan mahasiswa Papua mendiskusikan mengenai persoalan persatuan
bangsa Papua dan kepemimpinan. Pada kesempatan itu, kami menawarkan bahwa
pemilihan kepemimpinan bangsa Papua dalam Kongres III Papua bisa ditempuh dengan
mekanisme demokrasi asli – ala Papua (mekanisme barapen), kalau semua komponen
bangsa Papua menerima mekanisme demokrasi alamiah.
Mekanisme ini diterima oleh pimpinan pemuda dan mahasiswa Papua yang hadir
dalam pertemuan itu. Kami selaku ketua Panitia Kongres III Papua mensosialisasi
mekanisme pemilihan pemimpin melalui demokrasi asli kepada semua komponen bangsa
Papua, baik yang ada dalam sistem Indonesia maupun di luar sistem, baik dalam negeri dan
95
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
luar negeri melalui media yang ada dan juga bertemu langsung. Mekanisme demokrasi asli
diterima oleh semua komponen bangsa Papua sebagai mekanisme alternatif untuk
mengorbitkan kepemimpinan bangsa Papua yang dikehendaki oleh Allah.
Sebelumnya, hanya beberapa orang Papua tidak menerima mekanisme demokrasi
asli karena mereka terkontaminasi dengan demokrasi modern. Untuk mempertanggung
jawab mekanisme demokrasi yang hendak digunakan dalam Kongres III Papua kepada
dunia dan kepada warga asli Papua, maka kami melakukan penelitian di tujuh wilayah adat
Papua, sehingga hasil penelitiannya kami rumuskan dalam sebuah buku.
Pada awal September 2011 suatu pertemuan digelar di Gues House Uncen bersama
Kepemimpinan Nasional sebagai pengarah Panitia. Dalam pertemuan itu membentuk Tim
Khusus untuk mengantar undangan langsung ke pemerintah Indonesia (presiden RI).
Mereka adalah Selpius Bobii (sebagai koordinator Tim), Drs. Don Flassy, M.A, Pdt Ketty
Yabansabra, Dominikus Sorabut dan seorang mahasiswa utusan Uncen. Karena Domi
Sorabut berhalangan, maka tidak ikut serta dalam Tim ke Jakarta. Tujuan bertemu dengan
presiden SBY, tidak membuahkan hasil.
Menurut staf Menkopolhukum, presiden SBY berhalangan untuk bertemu dengan
Tim dari Papua, maka staf Menkopolhukam menyarankan kami mengantar surat undangan
Panitia itu ke kantor Sekretaris Negara Republik Indonesia. Copian undangannya, termasuk
Panduan Kongres III Papua diserahkan juga ke staf Menkopolhukam untuk diteruskan ke
Presiden SBY. Semua biaya akomodasi dan transportasi Tim ke Jakarta ditanggung dari
sumbangan sukarela masyarakat asli dari tiga wilayah adat Papua.
Pemerintah Pusat melalui kurirnya dan juga telpon gelap dari pemerintah yang
mengaku dirinya bahwa dari Kemenkopolhukam menawarkan kami untuk bersedia
membiayai Kongres III Papua, namun kami selaku ketua Panitia menolak dengan tegas
berbagai tawaran pemerintah itu. Panitia tidak mau terikat dengan pemberian dana dari
pemerintah RI yang tujuannya sangat kontra dengan keinginan warga asli Papua.
Walaupun ada permintaan juga dari para tokoh Papua tertentu untuk menerima dana
jika pemerintah Indonesia bersedia membiayai Kongres, namun kami menolak permintaan
itu. Panitia percaya kepada warga asli Papua, karena dalam konsolidasi yang dilakukan oleh
Panitia, warga asli Papua dari tujuh wilayah adat Papua menyatakan kesediaannya untuk
membiayai Kongres III Papua dan mereka juga bersedia bahwa biaya akomodasi dan
transportasi pulang-pergi ditanggung masing-masing peserta Kongres.
Warga asli Papua mendanai Kongres dan membiayai diri sendiri, dengan satu
kerinduan dan harapan besar bahwa dalam Kongres III Papua harus mengeksekusi salah
satu agenda terpenting yang tertunda dalam Kongres II Papua 2000, yakni Proklamasi
Kemerdekaan bangsa Papua. Menanggapi kerinduan dan harapan warga asli ini, Panitia
menyampaikan bahwa agenda Kongres adalah forum demokrasi tertinggi bangsa Papua,
panitia hanya mempersiapkan tempat dan waktu, serta memperlancar kegiatan Kongres;
yang membahas dan memutuskan apapun agenda adalah warga asli Papua sebagai pemilik
sah negeri Papua; maka kami mempersilahkan mereka datang hadir, bahas dan putuskan
96
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
sendiri dalam Kongres, serta eksekusi apa yang menjadi kehendak dan kerinduan bangsa
Papua.
Pemerintah Indonesia memberi kesempatan kepada bangsa Papua menggelar
Kongres III, namun pihak pemerintah daerah tidak memberi ijin penggunaan Gedung
Olahraga (GOR), juga pihak Uncen tidak memberi ijin untuk menggunakan Auditorium
Uncen. Adanya indikasi kuat bahwa pihak tertentu menekan pihak pengelola GOR dan
Uncen untuk tidak diberi akses bagi warga asli Papua untuk menggunakan dua tempat ini.
Sehingga Kongres III Papua digelar di Lapangan Misi Zakeus Padang Bulan – Abepura –
Jayapura – Papua atas ijin yang diberikan oleh Ketua STFT – Fajar Timur, Dr. Neles
Kebadaby Tebay, Pr.
Peserta Kongres dari tujuh wilayah dan rantauan ditampung di asrama-asrama
mahasiswa dan menumpang juga ke keluarga mereka masing-masing. Kongres III Papua
digelar dengan dukungan penuh warga asli Papua, baik dukungan biaya akomodasi,
transportasi, adminitrasi, konsumsi dan lain-lain. Baik mereka yang ada dalam sistem
pemerintahan khususnya warga asli Papua (namun tidak semua) dan di luar sistem,
termasuk para pemimpin Gereja memberikan dukungan mereka dalam bentuk dana dan
logistik untuk mensukseskan forum demokrasi tertinggi bangsa Papua ini.
Kongres III Papua dibuka resmi oleh Ketua Panitia juga sebagai ketua pimpinan
sidang Kongres dengan membaca Pidato Pembukaan Kongres ditandai dengan pemukulan
tifa, selanjutnya diberikan kesempatan kepada group “Tarian Sampari” yang diakhiri
dengan membentangkan bendera Bintang Fajar sebagai kekhasan dari tarian sampari itu,
pada 17 Oktober 2011. Hampir 12.000 warga asli Papua baik peserta, peninjau dan
penggembira turut hadir dalam Kongres III Papua.
Pada sesi pertama, pimpinan sidang memberikan kesempatan kepada masing-
masing pimpinan organisasi perjuangan untuk menyampaikan pandangan politiknya.
Dilanjut pada hari kedua Kongres, 18 Oktober 2011. Kemudian membentuk Komisi-
Komisi, terdiri dari Komisi A, Komisi B, Komisi C dan Komisi Khusus. Sidang
pembahasan komisi A, B, dan C berjalan lancar. Namun di komisi khusus, yang membahas
struktur organisasi dan kepemimpinan terjadi dead lock (tidak ada kata sepakat).
Mekanisme pemilihan pemimpin bangsa Papua yang sudah disepakati sebelumnya
melalui demokrasi asli (mekanisme barapen) dilanggar oleh pihak tertentu. Panitia dibuat
tidak mampu untuk melaksanakan kesepakatan bersama memilih pemimpin melalui
mekanisme demokrasi asli ala Papua. Komisi khusus membubarkan diri tanpa ada
kesepakatan pada hari kedua Kongres III Papua.
Pada hari ketiga Kongres, sesi pertama menerima hasil dari pembahasan Komisi A,
B dan C; sedangkan untuk komisi khusus tidak ada kata sepakat terkait kepemimpinan,
maka sidang diskorsing untuk membahas ulang masalah mendasar „kepemimpinan‟ ini.
Namun, pihak-pihak tertentu tetap berkeras hati, bahkan mereka menawarkan
menerbangkan burung cenderawasih, pada hal mekanisme seperti itu tidak ada dalam
demokrasi asli bangsa Papua.
97
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
98
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Peristiwa Kongres III Papua dengan dinamikanya sengaja kami mengulas sedikit
dalam tulisan ini sebagai kritik dan otokritik, agar ke depan jangan masuk ke dalam lubang
yang sama. Dalam Kongres II Papua tahun 2000 juga terjadi perebutan kepemimpinan
Papua, sama seperti yang terjadi dalam Kongres III Papua. Kita harus belajar meneggakkan
kebenaran dan demokrasi serta nilai-nilai luhur lainnya dalam perjuangan bangsa Papua.
Kita harus meletakkan dasar demokrasi yang kuat, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
luhur, agar generasi penerus bangsa Papua ke depan memperjuangkan dan membangun
negeri ini di atas dasar demokrasi dan nilai-nilai luhur yang sudah diletakkan oleh para
pendahulunya.
Kita tidak boleh mewariskan sesuatu yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai
luhur. Kita juga jangan bermain di wilayah „abu-abu‟, jika salah, kita harus mengakui
kesalahan itu dan jangan kita kembali masuk ke dalam lubang yang sama lagi: „seekor
keledai lebih pintar dari manusia‟. Memang kepemimpinan Papua dan finansial (dana)
menjadi masalah mendasar dalam proses perjuangan bangsa Papua.
7. Pembentukan ULMWP
ULMWP (United Libration Movment for West Papua – Persatuan Gerakan
Pembebasan untuk Papua Barat) adalah wadah penyatuan bangsa Papua. Wadah penyatuan
ini dibentuk dalam rangka memperkuat posisi bangsa Papua dalam memperjuangkan hak-
hak dasar sebagai suatu bangsa, termasuk hak politik untuk menentukan masa depan bangsa
Papua yang berdaulat penuh lahir bathin dan mandiri. ULMWP adalah wadah koordinatif
untuk mengawal proses perjuangan penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua.
Kongres III Papua gagal membangun Persatuan Bangsa Papua menjadi alasan
utama terbentuknya ULMWP melalui „Deklarasi Saralana‟ di Vanuatu, 6 Desember 2014.
Awalnya ada beberapa pemuda dan mahasiswa datang menemui Tahanan Politik di Penjara
Abepura – Jayapura – Papua pada pertengahan tahun 2013. Kehancuran persatuan bangsa
Papua didiskusikan dalam pertemuan-pertemuan itu. Akhirnya lahirlah ide untuk
membentuk Tim Rekonsiliasi bangsa Papua.
Tugas dari Tim ini adalah membangun pemahaman di berbagai organisasi
perjuangan Papua untuk pentingnya membangun Penyatuan Nasional Papua. Untuk itu
pertemuan demi pertemuan dengan berbagai komponen bangsa Papua yang ada mulai
dilakukan oleh Tim Rekonsiliasi. Mereka yang tergabung dalam Tim ini, di antaranya
adalah Usama Usman Yogobi, Christianus Dogopia, Benny Hisage, Alius Asso, Yusak
Pakage, Aprianus Iyai, dan lain-lain. Pada bulan Februari 2014 Tim Rekonsiliasi ditambah
lagi antara lain: Simion Alua, Meki Yeimo, Sem Awom, Warpo, Manu Lokobal, dll..
Di saat membangun pemahaman untuk pentingnya Penyatuan Nasional Papua, di
Vunuatu juga terbentuklah Tim Rekonsiliasi yang tujuannya untuk memfasilitasi para
aktifis Papua merdeka membangun Penyatuan Nasional Papua. Tim di Vanuatu ini diketuai
oleh Pastor Alan Nafuki. Akhirnya, Tim rekonsiliasi dalam negeri dan luar negeri di
Vanuatu mulai membangun kerja sama untuk mengawal persatuan bangsa Papua. Setelah
adanya kesepahaman bersama untuk membangun persatuan nasional Papua, Tim
99
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
100
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
8. Aksi Kunci
Dari keseluruhan proses perjuangan bangsa Papua, berbagai bentuk aksi kita sudah
lakukan. Aksi damai yang dilakukan pada 1 Desember 2019 di dalam Gereja Paroki
Gembala Baik di Abepura – Jayapura adalah aksi kunci. Selama ini orang Papua
mengibarkan bendera Bintang Fajar dalam berbagai kesempatan dan momentum. Tetapi
bendera Bintang Fajar ini belum pernah dibawa masuk ke dalam Gereja dan
dipersembahkan kepada Allah. Empat mahasiswa milenial Papua membawa masuk bendera
Bintang Fajar di dalam perayaan misa pada hari Minggu, 1 Desember 2019 di Gereja
Gembala Baik Abepura adalah aksi monumental.
Keempat mahasiswa itu mengikuti perayaan Ekaristi. Selama Perayaan Ekaristi
berlangsung, bendera Bintang Fajar diletakkan disamping mereka masing-masing dengan
rapi. Mereka duduk di bangku paling belakang dan mengikuti perayaan hari Minggu
dengan tenang dan penuh khusuk. Di saat menyambut komuni (perjamuan tubuh Kristus
dalam rupa hostia), mereka pergi menyambut hostia dengan membawa bendera Bintang
Fajar. Ini tujuannya bukan bermaksud bendera Bintang Fajar ditontonkan kepada umat-
jemaat yang mengikuti sembayang, tetapi keempat mahasiswa yang membawa masuk
bendera Bintang Fajar ini ada maksud dan tujuan.
Seusai doa dan berkat penutup dari Pastor Jems Kosai, Pr yang memimpin perayaan
pada hari Minggu itu, pihak kepolisian, anggota Polsek Abepura datang menangkap
101
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
keempat mahasiswa itu di dalam Gereja dan dibawa ke Mapolsekta Abepura, didampingi
kuasa hukum. Kemudian keempat mahasiswa itu dibawa ke Polresta Jayapura untuk
diinterogasi. Keempat mahasiswa itu adalah Marvin Yobe, Devion Tekege, Desepianus
Dumapa dan frater Paul Hilapok. Ketika diinterogasi, polisi bertanya kepada keempat
mahasiswa itu: “Kalian membawa bendera Bintang Kejora ke dalam Gereja itu tujuannya
apa?” Desepianus Dumapa menjawab: “Tujuan kami ke Gereja adalah kami bawa bendera
Bintang Fajar kepada Allah untuk miminta pertolongan Allah membebaskan Tanah Papua,
karena kalian tidak akan memberikan kebebasan bagi bangsa Papua”.
Setelah mengambil data, keempat mahasiswa itu dibebaskan, artinya tidak ditahan.
Beberapa hari kemudian, kami pernah bertemu dan bertanya kepada mahasiswa Desepianus
Dumapa: “apa yang saudara pikir saat polisi bertanya demikian?” Sobat itu mengatakan
bahwa saya juga tidak tahu, bagaimana sampai ungkapan itu ke luar spontan dari hati saya,
ketika polisi tanya, saya jawab seperti itu”. Saudara itu katakan “ungkapan itu keluar dari
hati saya”.61 Hati nurani manusia adalah tempat tinggal Roh Kudus. Roh Allah menuntun
saudara mahasiswa ini mengatakan demikian kepada Polisi saat bertanya apa tujuan kalian
membawa bendera ke dalam Gereja. Ungkapan spontan itu digerakkan oleh Roh Kudus.
Ungkapan spontan dari mahasiswa Desepianus Dumapa: “Tujuan kami ke Gereja
adalah kami membawa bendera Bintang Fajar kepada Allah untuk miminta pertolongan
Allah membebaskan Tanah Papua, karena kalian tidak akan memberikan kebebasan bagi
bangsa Papua”, adalah ungkapan kunci. Berbagai aksi kita lakukan dalam berbagai
kesempatan, tetapi kita belum pernah membawa Bintang Fajar ini dipersembahkan kepada
Tuhan dalam Gereja. Tuhan memberi hikmat kepada para mahasiswa Milenial Papua untuk
melakukan sesuatu hal yang tidak pernah dilakukan oleh orang Papua. Sejarah akan
mencatat bahwa empat mahasiswa dengan gagah berani, tetapi dengan penuh kerendahan
hati menghadap Tuhan untuk mempersembahkan Bendera Bintang Fajar kepada Tuhan
dalam suatu Perayaan Ekaristi agar Tuhan menolong membebaskan bangsa Papua.
Di kala itu, aparat keamanan Indonesia tidak memberikan ruang bagi bangsa Papua
untuk merayakan hari kemerdekaan yang jatuh pada 1 Desember 2019. Surat permohonan
ijin yang disampaikan oleh sekertariat ULMWP ditolak oleh pihak kepolisian Papua.
Artinya perayaan 1 Desember 2019 dalam bentuk doa (ibadat) yang rencananya digelar di
Lapangan Trikora di Abepura tidak diijinkan. Ruang kebebasan untuk berdemokrasi dan
juga ruang untuk beribadat untuk mengenang peristiwa bersejarah bagi bangsa Papua tidak
diberi ijin, singkatnya semua ruang ditutup rapat.
Di seluruh tanah Papua, aparat Indonesia mengkondisikan sedemikian rupa, agar
tidak ada orang Papua yang melakukan aksi apapun untuk mengenang hari bersejarah itu.
Beberapa petinggi RI juga datang ke Papua untuk menutup akses bagi warga asli Papua
merayakan hari bersejarah itu. Namun, di tengah situasi yang amat mencekam itu, keempat
mahasiswa milenial Papua melakukan sesuatu yang luar biasa, yang sebelumnya tidak
pernah dibayangkan bahwa peristiwa 1 Desember 2019 itu akan dirayakan, dengan cara
61
Wawancara dengan Sdr. Desepianus Dumapa, pada tanggal 10 Desember 2019 di Padang Bulan –
Jayapura.
102
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
yang berbeda di dalam Gereja, bersama umat Gembala Baik dan mempersembahkan
bendera kemegahan jati diri bangsa Papua “Bintang Fajar” itu kepada Allah, agar Tuhan
berperkara atas beban berat yang dipikul oleh bangsa Papua.
Melalui aksi ini kita diingatkan dan disadarkan bahwa semua ruang di dunia ini bisa
ditutup rapat, tetapi masih ada ruang lain yang terbuka lebar, ruang itu bebas hambatan,
ruang bebas biaya, ruang bebas intimidasi, ruang bebas siksaan, ruang bebas penghinaan,
dan ruang bebas dari kompromi politik; ruang yang terbuka lebar itu adalah “ruang
berdemo kepada Allah” agar masalah ini diselesaikan oleh Allah, kita memohonnya melalui
persembahan, doa-puasa, pujian dan penyembahan kepada Allah. Berikut ini janji Tuhan:
“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi
kelegaan kepadamu” (Matius 11:28).
Selama ini kebanyakan orang Papua melayangkan pandangan ke segala penjuru
dunia, namun belum ada jawaban yang mengembirakan datang dari berbagai pemerintahan
dunia, kecuali Vanuatu yang dengan sungguh-sungguh mendukung kami, serta beberapa
Negara lain mulai bermunculan mendukung Papua pada akhir-akhir ini. Banyak pihak yang
berkompeten (para negarawan di dunia ini) hanya mencari dan mengejar „kepentingan
ekonomi‟. Maka suara-suara bangsa Papua selama ini masuk ke ruang hampa dan di buang
ke tong sampah. Tetapi syukurlah! Bahwa karena ini waktu Tuhan, maka pada akhir-akhir
ini dukungan secara meluas sedang terjadi di berbagai manca Negara, walaupun
kebanyakan dari mereka bicara pada tataran pelanggaran HAM dan ketidak-adilan dalam
berbagai dimensi kehidupan yang dialami oleh orang Papua dalam bingkai NKRI.
Melalui aksi yang dilakukan oleh keempat mahasiswa ini, bangsa Papua disadarkan
bahwa masalah Papua hendaknya diserahkan kepada Tuhan untuk membebaskan bangsa
Papua melalui tangan kuat-Nya, bukan dengan kekuatan kita manusia. Kita tidak memiliki
kekuatan sedasyat yang dimiliki oleh Allah. Mahasiswa milenial Papua melalui aksinya
mengajak kita untuk memandang kepada Allah dan membawa segala permasalahan bangsa
Papua kepada-Nya untuk menolong kita membebaskan dengan kekuasaan tangan Tuhan.
Di mana ada iman – (keyakinan) dan pengharapan yang teguh kepada Tuhan, di situ Tuhan
hadir untuk menyatakan kuasa-Nya. Bagi Tuhan tidak ada perkara yang mustahil. Allah
dasyat!
103
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bab IV
A alot sepanjang 57 tahun Papua bersama Indonesia. Sebelum kita membedah dua
kata ini, kita terlebih dahulu memahami pengertian dari kedua kata ini. Pengertian
“aneksasi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) on line adalah pengambilan
dengan paksa tanah (wilayah) orang (Negara) lain untuk disatukan dengan tanah atau
Negara sendiri, penyerobotan, pencaplokan. Ada pula “aneksasi” menurut hukum bangsa-
bangsa adalah meluaskan wilayah Negara dengan cara kekerasan (perang), (terkadang
dengan Traktat perjanjian). Biasanya dengan dalih kekeluargaan bangsa, serta hubungan
kenegaraan atau kebudayaan62.
Sedangkan pengertian “integrasi” menurut KBBI adalah penyatuan berbagai
kelompok budaya dan sosial ke dalam kesatuan wilayah dan pembentukan suatu identitas
nasional. Berintegrasi artinya berpadu atau bergabung supaya menjadi kesatuan.
Mengintegrasikan berarti menggabungkan atau menyatukan.
Dalam berbagai kesempatan Indonesia selalu mengatakan sejak 1 Mei 1963 Papua
kembali ke pangkuan NKRI. Maka 1 Mei setiap tahun dirayakan oleh Indonesia sebagai
hari kembalinya Papua ke pangkuan ibu pertiwi Indonesia. Kapan bangsa Papua berada
bersama dengan NKRI? Orang Papua belum pernah bergabung bersama dengan Indonesia
untuk mengusir penjajah Belanda dan Jepang yang menguasai Indonesia di kala itu.
Tidak ada bukti sejarah yang membenarkan klaim Indonesia bahwa Papua
sebelumnya berada dalam NKRI, maka sejak 1 Mei 1963 Papua kembali ke pangkuan
NKRI. Buktinya bahwa dalam sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928 tidak ada orang
Papua yang hadir dalam pertemuan yang menentukan masa depan Indonesia itu.
Selain itu, tidak ada orang Papua yang hadir dalam proses pembentukan Republik
Indonesia Serikat (RIS). Tak satupun orang Papua ikut hadir dan memberikan pandangan
dalam pertemuan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia). Bahkan orang Papua tidak hadir pula dalam upacara Proklamasi kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus 1945.
62
Ensklopedi Indonesia, Edisi Khusus Jilid I, hal. 213
104
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Tidak ada bukti sejarah bahwa Papua pernah bergabung juga dalam salah satu
Kerajaan yang ada di wilayah Nusantara Indonesia. Yang ada bukti sejarah itu adalah hanya
ada kepentingan rempah-rempah (kepentingan bisnis-ekonomi), maka pelaut dan pedagang
Sriwijaya datang ke Papua. Kerajaan Tidore dan Ternate yang bertetangga dengan Papua
saja belum ada bukti sejarah bahwa Papua berada dalam kekuasaan dua kerajaan ini.
Bukti sejarah itu hanyalah kepentingan bisnis “rempah-rempah” dan untuk
mendapatkan burung kuning dari Papua, maka ada kontak orang luar Papua dengan orang
Papua. Misalnya, orang Papua bagian kepala burung kontak dengan kepaluan Indonesia
bagian Timur hanya kepentingan bisnis “kain timur‟ dan kepentingan rempah-rempah
lainnya. Juga orang Biak yang berlayar ke Maluku dan sekitarnya untuk kepentingan bisnis.
Bukan bergabung dengan salah satu Kerajaan di Nusantara Indonesia.
Kapan bangsa Papua ke luar dari Pangkuan ibu pertiwi NKRI, sehingga 1 Mei 1963
Papua kembali lagi ke Indonesia? Tidak ada bukti sejarah bahwa Papua pernah ke luar dari
pangkuan NKRI. Klaim Indonesia bahwa Papua Barat dan wilayah lain di Indonesia adalah
sama-sama dijajah oleh Belanda, karena itu sebagai mantan koloni dari Belanda, maka
Papua Barat dicaplok menjadi bagian wilayah sah dari NKRI, klaim ini sangat keliru.
Papua Barat adalah wilayah yang dipisahkan secara adminitrasi lepas dari Hindia
Belanda yang berpusat di Batavia jauh sebelum Indonesia menyatakan Proklamasi
kemerdekaan. Papua dilepaskan oleh Sekutu dari tangan Jepang pada bulan April 1944,
maka Belanda segera menaikan status Papua „residen‟ lepas dari Hindia Belanda di Batavia.
Sewaktu itu, wilayah-wilayah Indonesia (Sabang sampai Amboina) masih dikuasai oleh
Jepang.
Kemerdekaan Indonesia adalah pemberian dari Jepang. Bukan semata-mata
perjuangan murni bangsa Indonesia. “Setelah Jepang berhasil mengusir Belanda dan
menduduki Indonesia pada tahun 1942. Pada tahun 1945 Jepang memberikan sinyal kepada
para pejuang Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan di seluruh nusantara yang
dikuasai oleh Jepang.
Wilayah yang disampaikan oleh Jepang melalui Gunseikanbu adalah to Indo,
artinya wilayah RI yang sedang dikuasai oleh Jepang. Waktu itu, Irian tidak termasuk to
Indo, sebab ketika itu Irian sudah berada di tangan sekutu termasuk Belanda. Dan jauh
sebelumnya pada bulan April 1944 Irian jatuh ke tangan sekutu”, maka Belanda menaikan
status Papua dan admintrasi pemerintahannya langsung berurusan dengan Ratu Belanda,
bukan ke Batavia, karena wilayah-wilayah di Indonesia masih dikuasai Jepang63.
Atas permintaan Jepang telah membentuk BPUPKI untuk mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia. Dalam persiapan itu, orang Jepang juga turut hadir memberikan
dukungan penuh untuk mempercepat kemerdekaan Indonesia. Jepang memberikan sinyal
kepada pejuang Indonesia karena Jepang telah mempridiksi bahwa akan mengalami
kekalahan perang menghadapi beberapa Negara yang bergabung dalam sekutu, setelah
Jepang mengalami kekalahan di Tanah Papua oleh pasukan gabungan sekutu pada bulan
63
Decki, Op.Cit. hal. 142
105
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
April 1944. Jepang tidak mau setelah kekalahan perang, wilayah Indonesia jatuh kembali
ke kekuasaan Belanda.
Pridiksi Jepang benar bahwa pada tanggal 15 Agustus 1945 BOM dari sekutu
menghancurkan Hirosima dan Nagasaki. Dua kota ini adalah kota terpenting, karena
menyimpan cadangan peralatan perang modern. Dengan dihancurkannya dua kota ini,
Jepang sudah tidak berdaya menghadapi sekutu. Dengan demikian momentum ini didorong
oleh Jepang untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Karena itu, kemerdekaan
Indonesia bukan semata-mata perjuangan murni, tetapi kemerdekaan Indonesia adalah
pemberian dari Negara Jepang. Juga keterlibatan Sekutu memberi ruang kepada Indonesia
untuk menyatakan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Jika dua kota itu tidak dibom oleh
Sekutu, maka pada saat itu Indonesia tidak menyatakan proklamasi kemerdekaan.
Pertanyaannya: Kenapa presiden Soekarno dalam maklumat TRIKORA-nya
menyatakan „bubarkan atau gagalkan Negara Papua buatan Belanda?‟ Belanda saat itu tidak
pernah mengatakan bubarkan atau gagalkan Negara Indonesia Serikat buatan Jepang.
Belanda paham akan hukum Internasional yang menjamin setiap bangsa mempunyai hak
yang sama untuk menentukan nasib sendiri. Maka itu, Belanda tidak mengeluarkan
maklumat yang serupa untuk menyatakan Negara Indonesia buatan Jepang itu harus
dibubarkan atau digagalkan. Cara pandang Indonesia dan Belanda dalam hal ini berbeda.
Dalam berbagai kesempatan, pejabat publik Indonesia selalu mengatakan bahwa
Integrasi Papua ke dalam NKRI sudah final. Anggapan ini sangat keliru. Maka pandangan
Indonesia yang keliru ini ditanggapi dengan tegas dan lugas oleh Pdt Dr. Socratez Sofyan
Yoman, M.A dalam bukunya: „Integrasi Papua belum final‟. Lebih baik Indonesia
membaca buku yang ditulis oleh Pdt Yoman.
Indonesia bilang „Papua diintegrasikan‟ ke dalam NKRI. Tetapi kami bangsa Papua
katakan „Papua dianeksasikan‟ ke dalam NKRI.. Kenapa aneksasi? Buktinya sudah jelas:
Papua dicaplok, dipaksa masuk ke dalam NKRI melalui maklumat TRIKORA yang disertai
dengan Invasi Militer ke Tanah Papua sebelum kesepakatan/ perjanjian New York, 15
Agustus 1962. Sementara sedang terjadi perang sengit antara RI dan Belanda di Tanah
Papua, khususnya di bagian Selatan Papua, pemerintah Indonesia melakukan manuver
politik dengan Rusia64.
Karena takut kawasan Asia Pasifik jatuh ke tangan pengaruh komunis Rusia, maka
Amerika Serikat menekan Belanda untuk menyerahkan Papua Barat ke dalam NKRI
melalui traktat perjanjian New York. Maka itu, sebagai ungkapan terima kasih kepada
Amerika Serikat, dari pihak Indonesia telah menyerahkan Tambang PT. Freeport di Timika
kepada Amerika Serikat dan para sekutunya yang telah mendukungnya.
Jika Amerika Serikat tidak melakukan manuver politik menekan Belanda untuk
serahkan Papua ke dalam Indonesia, maka kami yakin bahwa Indonesia pasti kalah perang
menghadapi Belanda yang kekuatan militernya sangat siap di tanah Papua, dibanding
64
Ibid, hal. 223-234
106
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
2) Bangsa Papua memiliki hak yang sama untuk menentukan nasib sendiri. Belanda
berpandangan bahwa jika pemerintah Belanda menyerahkan Papua ke dalam
wilayah Indonesia, itu berarti secara otomotis hak menentukan nasib sendiri bagi
bangsa Papua dihapus, hal ini bertentangan dengan piagam PBB. Walaupun hak
penentuan nasib sendiri itu diberikan kepada orang Papua pada tahun 1969, tetapi
dalam keseluruhan persiapan dan pelaksanaannya, tidak sesuai dengan ketentuan
hukum Internasional yang sudah ditanda-tangani dalam Perjanjian New York. Maka
semua proses PEPERA 1969 itu kami menyimpulkan bahwa CACAT HUKUM,
CACAT MORAL dan CACAT DEMOKRASI.
3) Ditinjau dari hukum kolonial, Papua adalah mantan kolonial Belanda dengan
status hukum “Nederlands Nieuw Guinea” (Papua Belanda). Di musim panas
tahun 1951 Papua Barat sudah ditingkatkan status hukumnya sebagai bagian dari
Kerajaan Belanda dalam UUD, maupun Undang-Undang Belanda dengan nama
65
Ibid, hal. 234-237
66
Ibid. hal. 178-179
107
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
„Nederlands Nieuw Guinea‟ (Papua Belanda) dengan mayoritas dua pertiga suara
dalam sidang Parlemen Belanda67. Indonesia merdeka atas mantan koloni
Nederlands Indisch, dan Papua berjuang untuk merebut kembali hak kesulungan
yang telah dianeksasi oleh RI atas mantan koloni Nederlands Nieuw Guinea. Secara
historis, pada tanggal 24 Agustus 1828 di Labo, teluk Triton Kaimana (Pantai
Selatan Papua) „diproklamasikan penguasaan Papua Barat‟ atas nama Sri Baginda
Ratu Nederland.
4) Dalam sejarah Papua Barat tidak pernah bergabung dengan Kerajaan manapun
yang ada di Indonesia. Kerajaan Tidore yang bertetangga dengan Papua saja tidak
pernah bergabung. Nama Papua menurut bahasa Tidore adalah Papo ua artinya
“tidak bergabung” atau “tidak bersatu” dalam Kerajaan Tidore. Ini bukti bahwa
Papua tidak pernah bergabung dengan Kerajaan Tidore. Apalagi bergabung dengan
Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya yang amat jauh dengan pulau Papua. Memang
diakui bahwa ada pelaut dan pedagang dari kepulauan Indonesia sering datang ke
Papua, tetapi kepentingan mereka adalah mencari rempah-rempah dan burung
kuning (kepentingan bisnis). Seperti pelaut dan pedagang Sriwijaya pada abad VIII
mengunjungi tanah ini dan pulau yang ia kunjungi itu diberi nama „Janggi‟.
kepada J. H. van Maarseven sebagai balasan atas surat delegasi Belanda tersebut
menyatakan bahwa: “Pihak Indonesia menyerahkan kepada Belanda untuk
melanjutkan kekuasaan kerajaan Belanda atas keresidenan Nieuw Guinea”68.
68
Ibid. hal. 176-177
69
Ibid. hal. 147
109
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
membuktikan bahwa pendudukan Indonesia atas Papua adalah illegal atau tidak sah.
Dengan demikian, kami menyimpulkan bahwa “Negara Indonesia tidak mempunyai alasan
yang kuat dan mendasar untuk mempertahankan Papua Barat sebagai bagian dari wilayah
kekuasaannya.
110
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan bangsa-bangsa merdeka lainnya di
dunia ini.
Di bawah ini saya memuat sebuah artikel sakti dengan judul “apakah NKRI harga
mati?” yang lahir dari balik terali besi, penjara Rutan Salemba oleh Surya Anta (aktifis
HAM pro Papua), tertanggal 19 Januari 2020.70
„ Apakah NKRI harga mati? ‟
Segala sesuatu yang ada sebelumnya tiada. Lahir kemudian mati. Berubah menjadi sesuatu yang baru. Seperti
itulah hukum alam. Begitu pula takdir perkembangan sosial. Bangsa, apakah Indonesia, atau bangsa Papua dan Timor
Leste merupakan sesuatu yang ada dan hadir dari sesuatu yang mana sebelumnya tidak ada. Dan karenanya dapat
bertransformasi. 150 tahun yang lalu belum ada bangsa Indonesia, sebagai konsep maupun identitas. Begitu pula bangsa
Papua. Masa itu wilayah-wilayah di Nusantara merupakan wilayah yang dikuasai tuan-tuan feodal kecil maupun puak-puak
yang mempertahankan privilegenya dari invasi merkantilis Eropa.
Bangsa dan kebangsaan dikenali dan diyakini belum sampai 1,5 abad lamanya di nusantara ini. Mereka yang
berpandangan NKRI harga mati sungguh salah kaprah dan sesat pikir. Indonesia dan ke-Indonesia-an sangat mungkin
bertransformasi menjadi sesuatu yang lain. Begitu pula Papua dan ke-Papua-annya.
Indonesia dan kebangsaannya merupakan sesuatu yang unik. Sebagai bangsa, Indonesia tak lahir hanya karena
perasaan senasib sepenanggungan. Pula karena ada integrasi ekonomi dan politik yang sama. Serta kebudayaan yang sama
yang terwujud dalam bahasa yang sama. Namun proses apa yang disebut sebagai “National Character Building” mandeg
bahkan mundur karena penindasan orde baru. Reformasi setengah hati ini tak membuat proses tersebut melangkah maju.
Mengapa? Sebab reformasi tak pernah tuntas dan kesalahan masa lampau tak kunjung perbaiki. Kita hidup dalam selimut
perdamaian palsu.
“Integrasi” Papua ke Indonesia penuh dengan paksaan, kekerasan dan tipu daya. Hal tersebut merupakan fakta
yang tak terbantahkan. Paksaan, kekerasan, dan tipu daya terhadap rakyat Papua merupakan cerminan dari pembekuan
nilai-nilai dan filosofi bangsa Indonesia yang termaktub dalam konstitusi republik ini. Nilai-nilai dan filosofi yang
merupakan hasil dari perjuangan melawan kolonialisme, kapitalisme, dan rasisme saat itu. Dan segala macam paksaan,
kekerasan dan tipu daya dan tindakan rasial merupakan metode untuk penundukan dan melanggengkan penindasan serta
penjajahan terhadap rakyat Papua.
Papua yang begitu majemuk dengan ratusan suku, tak sedikit di antaranya terisolir satu dan lainnya antara
gunung dan pantai. Dan terhambat dengan keberagaman bahasa yang tinggi. Namun keadaan hari ini masalah-masalah
tersebut tak cukup membendung pertumbuhan bangsa Papua. Penindasan yang begitu sistematik selama 58 tahun ini
mempercepat karakter kebangsaan.
Perasaan yang sama telah tumbuh diantara rakyat Papua berbeda-beda suku dan bahasa, yakni perasaan
sebagai orang-orang terjajah. Sebagaimana perasaan yang sama pula diantara orang-orang Indonesia saat di bawah
penjajahan Belanda dan Jepang. Perasaan yang tumbuh karena kekejian pembunuhan, penculikan, pembantaian,
pembungkaman hak-hak politik melalui penjara dan penangkapan serta segala tindakan rasial oleh apparatus kekerasan
dan birokrasi kolonial Belanda serta fasis Jepang menjadi faktor yang memberikan landasan pertumbuhan embrio bangsa
Indonesia. Selanjutnya kaum pergerakan pembebasan nasional mempercepat proses tersebut.
Apa yang terjadi pada Indonesia begitu pula yang terjadi di Papua. Tak sepenuhnya sama, namun secara
esensial tak berbeda. Kekerasan sistematik apparatus TNI dan Polri serta diskriminasi birokrasi memperkuat tumbuh
kembang embrio bangsa Papua. Aspek sejarah 1961 – 1969 yang ditelikung menjadi landasan historisnya.
Tak ada jalan kembali. Sebagaimana Indonesia tak akan kembali ke zaman Majapahit atau Sriwijaya. Papua pun
pada akhirnya akan menemukan takdir sejarahnya sebagai suatu bangsa yang dapat menentukan nasibnya sendiri. Alih-alih
70
Surya Anta (Aktifis HAM Pro Papua), Artikel: Apakah NKRI harga mati?”, Penjara Rutan Salemba,
tertanggal 19 Januari 2020.
111
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
menghambat proses tersebut dengan pemenjaraan, penangkapan, pembunuhan, pembantaian yang berujung pada genosida
perlahan. Dan segala macam operasi gabungan di tanah Papua dilakukan, yang terjadi kehendak rakyat Papua
menentukan nasib sendiri justru mengkristal.
NKRI harga mati hanyalah jargon untuk mempertahankan “persatean” bukan persatuan, menancapkan ketakutan
serta ancaman bukan persetujuan dan kesepakatan. Faktanya, karena doktrin NKRI harga mati banyak orang Papua mati.
Apakah anda bersedia hidup dalam ketakutan dan ancaman? Saya tidak! Generasi yang akan datang pun tidak boleh
hidup dalam ancaman dan ketakutan.
Demokrasi harus diperluas agar setiap orang bebas dari rasa takut, dari ancaman, bebas bicara hingga bebas
menentukan nasib dan masa depannya sendiri. Sehingga kita dapat hidup dalam kedamaian dan persatuan sebagai
manusia, bukan ancaman dan “persatean”.
Rutan Salemba, 19 Januari 2020
Surya Anta
71
Pdt. Dr. Benny Giay, Peny., Suat-Surat Gembala, 2018, hal. 15.
112
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
72
Anari, Op. Cit. hal. 13-14
73
www.satuharapan.com
74
www.m.facebook.com//sektor//knpb Wamena Barat SP 13 ‘812 orang Papua mati dalam satu bulan, satu
tahun sudah 9.744 orang mati, belum dengan mati penyebab lain.
113
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Ancaman kepunahan etnis Papua sudah di ambang pintu. Ini terjadi lantaran distorsi
sejarah pada 1960-an mengakibatkan ketidak-adilan dalam berbagai bidang kehidupan dan
ancaman bahaya kepunahan etnis Papua. Untuk menyelamatkan diri dari ancaman
kepunahan ini hanya satu yaitu Papua harus merdeka. Sejak 1 Mei 1963 bangsa Papua
sudah berjuang hingga 2020 genap 57 tahun. Perjuangan amat panjang dan melelahkan.
Orang Papua harus tahu bahwa perjuangan bangsa Papua selama ini bukan
hanya menghadapi Indonesia, tetapi kita sedang menghadapi dunia, yang adalah para
sekutunya Indonesia, termasuk PBB di dalamnya. Karena memang dari awalnya
mereka telah bersepakat mendukung Indonesia dan Amerika Serikat untuk
meloloskan kepentingannya di Tanah Papua pada khususnya dan kawasan Asia-
Pasifik pada umumnya. Maka, wajarlah bahwa suara orang Papua selama ini jatuh di
ruang hampa dan tulisan bangsa Papua dibuang di tong sampah.
Dengan demikian kami menyimpulkan bahwa pemusnahan etnis Papua yang
merangkak perlahan-lahan (slow moving genocide) yang sedang terjadi di Tanah
Papua adalah sebuah strategi terselubung dari pihak-pihak yang sudah dan sedang
bersekutu dengan Indonesia, untuk menghilangkan jejak bangsa Papua dari muka
bumi ini, agar mereka memiliki Tanah Papua dan segala macam kekayaan alamnya.
Kami juga manusia ciptaan Tuhan, sama seperti saudara-saudari yang berada di
Indonesia dan di belahan dunia lainnya. Memang Tuhan menciptakan kami bangsa Papua
„berkulit hitam‟ dan „berambut keriting‟, yang menurut pandangan Indonesia “hitam dan
keriting” itu adalah manusia kelas dua, manusia monyet, manusia kotor, jijik, terbelakang,
tidak beradab, primtif, dll.; berbeda dengan bangsa Melayu berkulit sawo matang dan
berambut lurus yang menganggap dirinya sebagai manusia terdidik, maju, dan beradab.
Indonesia tidak menerima „perbedaan‟ warna kulit dan rambut itu sebagai
„kekayaan‟ dan itu sebagai „anugerah‟ dari Allah yang harus diterima dan disyukuri. Tetapi
Indonesia memandang kami bangsa Papua – rumpun Melanesia adalah manusia kelas dua,
yang berbeda dengan ras melayu, ia merasa dirinya adalah ras yang unggul dan beradab,
maka dengan berbagai cara ditempuh untuk menghabiskan kami bangsa Papua dari tanah
leluhur kami.
114
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
dijadikan sebagai „suatu barang – benda mati - yang didagangkan‟ di pasaran dunia politik.
Pada waktu itu, Belanda sudah menyiapkan generasi Papua terdidik, tetapi mengapa orang-
orang terdidik itu tidak pernah dilibatkan dalam proses aneksasi itu? Ini suatu kesalahan,
bahkan pelanggaran HAM berat karena menganeksasi sebuah bangsa, tanpa persetujuan
bangsa yang bersangkutan. Ini adalah awal mula dari bara „api‟ dan ini adalah awal dari
„malapetaka‟ bagi bangsa Papua.
Bara „api‟ yang diciptakan oleh pihak Indonesia, Amerika, Belanda dan PBB yang
didukung penuh oleh para sekutunya sedang menghanguskan bangsa Papua. Bara „api‟ itu
sudah menghanguskan sendi-sendi hidup bangsa Papua. Artinya terjadi kehancuran di
mana-mana dalam tatanan hidup bangsa Papua karena bara „api‟ ini. Bara „api‟ ini bukan
keinginan orang Papua, tetapi keinginan pihak-pihak yang memainkan bangsa Papua.
Orang lain yang menciptakan „bara api‟ di tanah Papua, dan mereka juga yang sedang
memelihara „bara api‟ ini hingga api menjadi besar dan menyebar luas sampai
menghancurkan tatanan hidup bangsa Papua.
Bangsa Papua sebagai pihak yang dikorbankan dalam perpolitikan dunia pada masa
silam, sampai saat ini juga masih dikorbankan demi kepentingan ekonomi, politik dan
keamanan. Bangsa Papua sebagai pihak yang dihancurkan oleh „merahnya api kepentingan
para kapitalis dan imperialis itu‟, bangsa Papua sedang bergerak dengan kesederhanaannya
untuk memadamkan „merahnya api‟ dan menghentikan „merahnya darah‟ di tanah Papua.
Perjuangan bangsa Papua sampai saat ini belum memberikan harapan yang
mengembirakan. Karena dunia masih berjalan dengan segala kepentingan di atas tanah
Papua, sambil memelihara bara api untuk terus membakar hangus bangsa Papua.
Seharusnya pihak-pihak yang telah menghasilkan „bara api‟ di tanah Papua
bertanggung jawab penuh untuk memadamkan api di tanah Papua. Tetapi mereka masih
terbuai menikmati “kepentingan ekonomi” dengan Negara Indonesia sambil menjaga api
terus membara di tanah Papua. Mereka tidak pikir untuk selamatkan orang asli Papua dari
kobaran api ganas yang mematikan itu, tetapi mereka hanya berpikir untuk kepentingan
perutnya diselamatkan. Dalam berbagai kesempatan mereka bicara demi keselamatan
manusia, Hak Asasi Manusia, Demokrasi, Kebebasan, Keadilan, Kedamaian, Kejujuran,
dan lain-lain, tetapi itu hanyalah slogan hampa, kata tanpa makna, kata tanpa isi. Justru
mereka sendirilah yang melanggar nilai-nilai luhur itu.
Mereka tidak menghayati dan melaksanakan kata-kata indah, nilai-nilai luhur yang
terucap dari mulut mereka, artinya kata-kata indah itu tidak diwujudkan dalam tindakan
kongkrit. Berbagai forum-forum resmi digelar “atas nama kemanusian”, tetapi
sesungguhnya forum-forum itu digelar “atas nama kepentingan para pihak”. Memang
„dunia politik‟ ini penuh dengan teka-teki, penuh dengan kebohongan dan penuh dengan
kepentingan.
1) Masyarakat pribumi (Masyarakat Adat) secara kodrati memiliki hak mutlak untuk
Menentukan Nasib Sendiri; atau dengan kata lain „memiliki Hak Mutlak untuk
melahirkan suatu Negara Berdaulat‟. Dengan demikian, tak ada hukum atau
kekuatan manapun yang dapat mengganggu-gugat atau menghalangi suatu
perjuangan masyarakat pribumi untuk menentukan nasib masa depan bangsanya.
2) Dijamin oleh konstitusi UUD 1945. Dalam mukadimah UUD 1945 pragraf pertama
menyatakan: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan.
3) Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia oleh PBB 1945, khususnya dalam pasal 73 a
dan b; dan resolusi No. 1514 (XV) tahun 1960 tentang kemerdekaan bangsa-bangsa
daerah jajahan (koloni). Selain itu, dijamin oleh tiga kovenan Internasional, yaitu:
Kovenan Hukum Internasional tentang Hak Sipil dan Politik; Kovenan Internasional
tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya; dan Kovenan Internasional tentang Hak-
hak Masyarakat Pribumi. Misalnya, dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil
dan Politik dalam pasal 1 ayat 1 menyatakan: “Semua bangsa mempunyai hak
menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut mereka bebas menentukan
status politik mereka dan bebas berupaya mencapai pembangunan ekonomi, sosial
dan budaya”.75
75
Selpius Bobii, Hukum Makar: „Anti Demokrasi dan Hak Asasi Manusia‟
116
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
117
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bangsa Papua Barat sudah berjalan menempuh perjuangan selama 57 tahun, tetapi
belum tiba kepada tujuan akhir, yaitu kebebasan total (berdaulat penuh). Selama 57 tahun
bangsa Papua Barat telah bersuara, tetapi suara bangsa Papua jatuh ke padang sunyi, tanpa
ada reaksi dan aksi nyata. Walaupun ada reaksi dari semua yang peduli atas suara bangsa
Papua Barat, tetapi itu belum cukup menurunkan frekuensi konflik di tanah Papua;
walaupun ada aksi nyata dari sesama manusia yang berhati mulia untuk menolong Papua,
tetapi itu belum cukup meredahkan konflik ideologi politik antara RI dan bangsa Papua
Barat; walaupun ada reaksi dari mereka yang peduli bangsa Papua, tetapi kebanyakan dari
mereka hanya berbicara untuk memperbaiki sistem RI dan pelayanan publik. Walaupun ada
reaksi dari mereka yang peduli, tetapi mereka ini hanya bicara untuk memperbaiki
kesejahteraan Papua yang semu.
Sampai saat ini belum ada langkah-langkah nyata dari bangsa-bangsa merdeka di
dunia dan PBB untuk memutuskan mata rantai penjajahan RI dan para sekutunya.
Singkatnya, orang asli Papua selama ini minta Papua Barat diakui secara de jure sebagai
Negara yang berdaulat, tetapi dijawab dengan hal-hal lain yang tidak dituntut oleh bangsa
Papua Barat (alias minta lain, dijawab dengan lain). Sungguh ini ironis memang! Tetapi
itulah yang bangsa Papua sudah alami, masih mengalami, dan akan dialami pula selama
bangsa Papua berada dalam penjajahan NKRI.
Merasa tak ada jalan bagi bangsa Papua Barat untuk ke luar dari lingkaran konflik
ini. Tetapi bangsa Papua Barat punya keyakinan kuat bahwa pasti ada jalan untuk keluar
dari kemelut penjajahan yang membelenggu setiap jiwa orang Papua. Bangsa Papua masih
ada jalan lain (jalan Tuhan), bangsa Papua masih ada penolong lain, yaitu Tuhan Allah.
Maka itu, pasti ada solusi bermartabat untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan bathin
dalam kedaulatan Negara Bangsa Papua Barat.
Organisasi Perserikatan bangsa-bangsa yang bermarkas di Amerika Serikat dibentuk
untuk melindungi dan menghormati setiap umat manusia di dunia. Organisasi ini bertugas
untuk menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM), kebenaran, keadilan, demokrasi, dan
memelihara perdamaian dunia. Tetapi justru PBB inilah yang telah mengorbankan bangsa
Papua pada tahun 1960-an, dan sedang mengorbankan, serta akan terus mengorbankan
bangsa Papua, selama belum ada langkah nyata dari PBB untuk memutuskan mata rantai
penindasan dari RI dan para sekutunya.
Kami menilai bahwa PBB belum secara maksimal menegakkan Hak Asasi Manusia,
khususnya dalam kasus Papua Barat. PBB telah bertindak menjadi jembatan untuk
mewujudkan kepentingan politik dan ekonomi dari Indonesia dan Amerika Serikat dengan
adanya aneksasi bangsa Papua ke dalam NKRI pada tahun 1960-an. PT Freeport di Timika
menjadi bukti otentik adanya percaturan konspirasi kepentingan Amerika dan RI itu. PBB
menggadaikan Papua Barat kepada Indonesia demi kepentingan ekonomi, keamanan, dan
politik semata. Dari fakta ini, kami bertanya: “mungkinkah organisasi PBB dibentuk untuk
menjadi jembatan bagi Negara-negara kolonial untuk menguasai tanah air dan merampas
kekayaan alam, serta membasmi masyarakat pribumi dengan sewenang-wenang?”
118
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Setelah Bangsa Papua digadaikan kepada Indonesia, PBB telah membiarkan Papua
Barat dan mendukung Negara Indonesia untuk terus menjajah rakyat pribumi Papua Barat.
Selama ini PBB tidak memberikan sanksi tegas dan keras kepada Negara Indonesia atas
pelanggaran HAM dan kejahatan Negara terhadap orang Papua.
Badan-badan PBB selama ini hanyalah memberikan rekomendasi kepada RI untuk
diperhatikan dan dilaksanakan. Itupun jika ada banyak pihak yang menyoroti kasus-kasus
yang terjadi di Indonesia, termasuk kasus-kasus yang terjadi di tanah Papua. Ternyata RI
tidak dengan sungguh-sungguh melaksanakan rekomendasi-rekomendasi dari badan PBB
itu. Negara Indonesia sebagai salah satu anggota PBB telah gagal melaksanakan prinsip-
prinsip umum dan luhur yang terkandung dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia oleh
PBB dan kovenan-kovenan hukum Internasional lainnya, bahkan juga RI gagal
melaksanakan konstitusi UUD 1945 terkait pasal-pasal yang mengatur tentang Hak Asasi
Manusia.
Kegagalan RI dalam melindungi dan menghormati martabat manusia Papua adalah
juga merupakan kegagalan PBB dalam membina Negara Indonesia sebagai salah satu
anggota resmi PBB. Kami menilai bahwa PBB belum sepenuhnya mewujudkan tanggung
jawab moral dan telah gagal melindungi dan menghormati martabat manusia di Papua
Barat. Karena selama ini PBB membiarkan dan mendukung RI sebagai salah satu anggota
PBB terus menjajah rakyat pribumi Papua.
Kalau Oragnisasi PBB adalah melindungi dan memperjuangkan penegakkan HAM,
maka tentunya bangsa Papua tidak menjadi korban Hak Asasi Manusia yang diusung oleh
PBB. Jikalau PBB memperjuangkan keadilan, maka tentunya bangsa Papua tidak menjadi
korban ketidak-adilan dan PBB pasti melaksanakan tugasnya dengan baik pada waktu
Belanda dan Indonesia bertarung untuk memperebutkan tanah Papua Barat. Jika PBB
menegakkan demokrasi, maka tentunya bangsa Papua tidak menjadi korban demokrasi
yang telah dimanipulasi pada saat Penentuan Pendapat Rakyat Papua pada tahun 1969,
yang cacat hukum, cacat demokrasi dan cacat moral itu.
Jika demikian, badan PBB ini dibentuk untuk apa dan untuk siapa? Kalau organisasi
PBB memiliki kepedulian terhadap darurat kemanusiaan secara terselubung yang
mengerikan yang terjadi di Papua Barat, maka PBB tentunya sudah mulai mengambil
langkah-langkah nyata untuk intervensi kemanusiaan di Tanah Papua. Ataukah PBB sedang
menunggu dan akan intervensi kemanusiaan setelah sebagian besar orang asli Papua
musnah dari negeri leluhurnya? Darurat kemanusiaan model apa yang sedang ditunggu oleh
PBB untuk intervensi?
Perlu kami sampaikan bahwa setiap saat orang Papua mati karena banyak sebab.
Ada yang mati karena diracuni, mati karena ditabrak, mati karena mengkonsumsi minuman
keras yang kadar alkoholnya tinggi yang tidak layak dijual di toko-toko, mati karena
HIV/AIDS, mati karena pelayanan kesehatan yang tidak memadai dan setengah hati, mati
karena gisi buruk, mati karena disiksa, mati karena trouma, mati karena kemiskinan
struktural, mati karena ditembak, diculik dan dibunuh, dan lain sebagainya.
119
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
RI tidak memberikan akses bagi jurnalis asing, pekerja HAM asing, atau lembaga
non pemerintahan asing untuk kunjungi ke tanah Papua Barat, seperti RI tidak memberikan
ijin (akses) kepada pelapor khusus PBB bidang kebebasan ekspresi (Frank LaRue) pada
awal tahun 2013 adalah bukti bahwa di tanah Papua tertutup bagi pihak asing, karena
memang di tanah Papua sedang terjadi darurat kemanusiaan secara terselubung, tetapi
sangat mengerikan. Dan itu sedang mengancam eksistensi hidup orang asli Papua di atas
tanah leluhurnya.
Negara Indonesia menempuh empat pendekatan untuk menghancurkan bangsa
Papua Barat, yaitu pendekatan keamanan, hukum, sosial budaya dan kesejahteraan semu
yang penuh diskriminatif (bias pendatang). Di tanah Papua, ruang demokrasi benar-benar
ditutup dengan berbagai aturan yang akal-akalan dan tidak etis. Banyak aktifis ditangkap
dan dipenjara. Tidak diberi akses bagi orang asli Papua untuk berdemonstrasi atau mimbar
bebas dengan damai. Bahkan aparat Indonesia melarang dan membubarkan ibadah
syukuran di lapangan terbuka yang mau diperingati peristiwa-peristiwa bersejarah bangsa
Papua Barat, seperti terjadi pada 1 Desember 2012 di Lapangan makam almarhum Theys
Hiyo Eluay di Sentani – Jayapura – Papua Barat.
Untuk membendung tekanan masyarakat Internasional atas semua bentuk kejahatan
Negara Indonesia terhadap orang asli Papua dan untuk membendung aspirasi politik Papua
merdeka, maka pada tahun 2001 Negara Indonesia secara sepihak memaksakan
menerapkan Undang-Undang (UU) Otonomi Khusus Papua itu. Dalam implementasinya
UU Otonomi Khusus itu selama 12 tahun sampai 2013, terbukti bahwa sudah gagal total
melindungi dan menghormati serta menegakkan hak-hak dasar orang asli Papua, termasuk
hak hidup dan tidak menjawab hak politik bangsa Papua untuk merdeka penuh.
Kegagalan Otsus Papua ditemukan juga dalam evaluasi implementasi UU Otsus
Papua, yang digelar antara tanggal 25 – 27 Juli 2013 di Hotel Sahid Entrop – Jayapura.
MRP propinsi Papua dan MRP propinsi Papua Barat menfasilitasi sekitar 300 orang asli
Papua untuk ikut evaluasi itu. Dalam evaluasi itu menyatakan bahwa UU Otonomi Khusus
Papua telah gagal, dan merekomendasikan pemerintah Indonesia dan Papua mengadakan
dialog, yang difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral dan dilaksanakan di tempat netral.
UU Otonomi Khusus itu, pada saat ini RI secara sepihak sedang merubah ke dalam
UU Otonomi Khusus plus atau UU Pemerintahan Papua untuk membendung aspirasi
politik Papua merdeka yang sedang menggema di penjuru dunia dan untuk memperpanjang
penjajahan RI di tanah Papua Barat. Orang asli Papua sudah menolak tegas semua
kebijakan paket politik dari RI, termasuk UU Otonomi Khusus plus atau UU Pemerintahan
Papua itu dan bangsa Papua telah meminta merdeka penuh. Karena UU Otonomi Khusus
plus atau UU Pemeritahan Papua yang sedang dipaksakan secara sepihak itu, justru paket
politik itu akan membawa kehancuran dan malapetaka besar bagi eksistensi dan
kelangsungan hidup orang asli Papua di tanah leluhurnya.
Masalah utama Papua Barat bukan soal kesejahteraan semu atau makan minum,
tetapi masalah hak kemerdekaan bangsa Papua Barat yang telah dirampas dan dianeksasi ke
dalam NKRI pada tahun 1960-an, bangsa Papua menolak dan akan tetap menolak terhadap
120
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
semua kebijakan paket politik dari RI yang akan mau diterapkan di Tanah Papua.
Walaupun aksi penolakan Papua dipandang tidak berarti, bangsa Papua Barat akan berjuang
sampai RI dan Negara di dunia serta PBB mengakui kemerdekaan bangsa Papua Barat.
Dilihat dari kasat mata, di tanah Papua itu tenang-tenang saja, tetapi arus bawah
operasi militer secara terselubung sangat kuat dan kencang (tenang-tenang
menghanyutkan), seperti kali yang terlihat tenang, tetapi di bawahnya arus air sangat kuat
dan kencang. Tidak ada ruang gerak bagi aktifis HAM karena setiap saat di pantau oleh
mata-mata Indonesia, BIN, Polri, TNI, bahkan keluarga dekat tertentu dari aktifis HAM
pun sudah menjadi mata-mata Indonesia, hanya demi memperoleh uang atau barang dan
kekuasaan semata. Sungguh! Ini mengerikan dan menyedihkan.
Semua bentuk pendekatan yang diterapkan di tanah Papua oleh RI, baik pendekatan
keamanan, hukum, sosial budaya dan kesejahteraan yang semu (yang penuh diskriminatif-
bias pendatang) adalah merupakan tindakan RI yang sistematik, terencana dan terukur yang
sudah lama diterapkan oleh RI melalui aparat Indonesia, yang para aktornya adalah TNI
dan Polri serta BIN, BAIS, BAKIN dan kelompok pro NKRI lainnya.
Darurat kemanusiaan terselubung yang sedang terjadi di tanah Papua Barat; itu
akibat dari akar masalah utama yaitu aneksasi kemerdekaan bangsa Papua ke dalam NKRI
pada tahun 1960-an. Akar masalah politik yang telah melahirkan darurat kemanusiaan itu
harus segera ditangani dan diselesaikan oleh semua pihak, khususnya oleh PBB dan
Negara-negara di dunia. Orang Papua dibunuh atas nama menjaga kedaulatan NKRI.
Tindakan membunuh orang Papua dalam rangka „menjaga kedaulatan NKRI‟, menurut
hukum positif di Indonesia dapat dilegalkan. Ini tidak bisa diterima, baik secara hukum
adat, hukum agama, dan hukum positif.
Penjajahan oleh Negara Indonesia di Tanah Papua adalah penjajahan sistematik dan
terencana serta terukur. PBB sebagai organisasi internasional yang memiliki legitimasi dan
pengaruh kuat untuk mengambil langkah-langkah nyata selamatkan bangsa Papua Barat.
Jika darurat kemanusiaan yang amat mengerikan ini dibiarkan oleh PBB dan Negara-negara
di dunia sebagai pelaksana dan penanggung jawab dalam melindungi dan menghormati
HAM, maka diprediksi bahwa orang Papua akan musnah dalam kurung waktu 20-30 tahun
ke depan.
Data-data pendukung bahwa di Tanah Papua sedang terjadi darurat kemanusiaan
terselubung, silahkan anda kunjungi di:
1) “Etnis bangsa Papua sedang musnah” dalam versi bahasa Inggris di web:
www.scoop.co.nz/stories/HL1303/S00152/annihilation-of-indigenous-west-
papuans-challenge-and-hope.htm ;
2) “Bangsa Papua korban konspirasi kepentingan”, silahkan kunjungi dan baca di
web: www.scoop.co.nz/stories/HL11307/S00084/papua-victim-of-conspiracy-of-
interests.htm ; www.papuapost.com/2013/07/8095/# ;
3) PBB sebagai pelindung atau penyalahgunaan HAM”, dalam versi bahasa Indonesia
silahkan Anda kunjungi dan baca di web:
www.tigidoovoice.blogspot.com/2013/03/pbb-sebagai-pelindung-atau-7.html?m=1
121
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
; dalam versi bahasa Inggris silahkan Anda kunjungi dan baca di web:
www.dissidentvoice.org/2013/03/un-as-protector-or-abuser-of-human-rights/ .
Darurat kemanusiaan terselubung yang sistematik terencana dan terukur yang
melanda Papua Barat ini harus diakhiri segera oleh semua pihak yang berhati mulia, untuk
melindungi dan menegakkan martabat manusia di atas segala kepentingan. Untuk itu
melalui tulisan ini, kami menyampaikan bahwa:
1) PBB memiliki tanggung jawab moral dan legal untuk menuntaskan akar masalah
Politik Papua dan masalah-masalah lain di tanah Papua Barat, yang menyebabkan
marginalisasi, diskriminasi, minoritasi orang asli Papua dan darurat kemanusiaan
terselubung dan nyata yang sistematis, terencana dan terukur yang berdampak pada
pemusnahan etnis Papuan secara perlahan-lahan, tetapi pasti (slow moving
genocide);
2) Untuk itu, PBB membentuk sebuah Tim Ad Hoc untuk mengunjungi Tanah Papua
dalam rangka mengumpulkan bukti-bukti akurat darurat kemanusiaan terselubung
dan dampak lainnya;
3) PBB membentuk Tim Intervensi Kemanusiaan untuk Papua Barat;
4) PBB memfasilitasi perundingan antara bangsa Indonesia dan bangsa Papua yang
setara dan tanpa syarat untuk mencari solusi yang menyeluruh, tuntas, adil dan
bermartabat;
5) Negara-negara regional (MSG), Kawasan Afrika, Caribia dan Pasifik (ACP) bersatu
untuk membawa masalah Papua Barat ke dalam mekanisme resmi PBB untuk
mendaftakan Papua Barat ke komite dekolonisasi PBB dan tindak-lanjutnya;
6) Negara-negara dunia dan PBB segera mengakui secara de facto dan de jure
kemerdekaan kedaulatan bangsa dan Negara Papua, 1 Desember 1961; Selanjutnya
PBB mengatur peralihan kekuasaan adminitrasi pemerintahan dari Negara Indonesia
kepada Negara Papua Barat;
7) Jika pengakuan kemerdekaan bangsa Papua Barat secara de jure ini dirasa berat
sekali dan sulit diwujudkan oleh Negara-negara di dunia dan PBB, maka PBB
membentuk badan Ad Hoc untuk memfasilitasi suatu refrendum ulang bagi orang
asli Papua; tetapi sebelumnya keabsahan PEPERA 1969 itu perlu ditinjau kembali
dalam mekanisme Pengadilan Internasional; karena penentuan pendapat rakyat
(PEPERA) yang dilaksanakan pada tahun 1969 itu cacat hukum, cacat demokrasi
dan cacat moral.
Harapan kami bahwa tujuh point di atas dapat diperhatikan dan ditindak-lanjuti oleh
pihak-pihak terkait untuk menegakkan nilai-nilai luhur seperti keadilan, kebenaran,
kejujuran, Hak Asasi Manusia, demokrasi, dan kedamaian dalam rangka menyelamatkan
etnis Papua dari marginalisasi, menoritasi, diskriminasi dan ancaman bahaya pemusnahan
etnis Papua yang merangkak perlahan-lahan, tetapi pasti.
122
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
123
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
menerapkannya dalam perjuangan ini, agar penindasan ini segera kita akhiri. Nilai-nilai
baik yang ada dalam budaya kita terapkan. Sudah waktunya kita tinggalkan metode dan
mekanisme modern yang tidak memberi kita kepastian dan jawaban. Mari kita membangun
suatu gerakan besar untuk „kembali meminum air dari sumur para leluhur kita‟.
Metode dan mekanisme penyelesaian masalah Papua kita tempuh melalui
mekanisme demokrasi alamiah, demokrasi asli, demokrasi barapen, demokrasi alternatif.
Pemilihan pemimpin bangsa Papua, baik ditingkat kampung sampai ditingkat pusat kita
menggunakan metode demokrasi asli untuk mengorbitkan pemimpin-pemimpin dari tingkat
kampung sampai pusat yang benar-benar dihendaki oleh Tuhan. Dengan menggunakan
metode dan mekanisme demokrasi asli ini sesungguhnya kita mengembalikan masalah
Papua kepada Allah agar Tuhan berperkara atas masalah Papua.
Tujuan dari metode dan mekanisme ini adalah:
1) Pertama, melalui mekanisme demokrasi alternatif ini, kita mengembalikan
masalah Papua kepada Tuhan. Sikap ini adalah kepasrahan total bangsa Papua
kepada Allah agar Tuhan berperkara atas masalah Papua;
2) Kedua, agar Allah memilih orang yang dikehendaki-Nya untuk memimpin
bangsa Papua keluar dari penjajahan Negara Indonesia dan para sekutunya,
sama seperti Musa diutus Allah untuk memimpin bangsa Israel keluar dari
penjajahan Firaun di Mesir menuju tanah Kanaan yang dijanjikan Allah kepada
moyang bangsa Israel „nabi Abraham‟.
Penerapan metode dan mekanisme demokrasi asli ini sudah pernah menjadi
kesepakatan bersama pada tahun 2011 untuk digunakan dalam pemilihan pemimpin dalam
Kongres III Papua, tetapi ada kekuatan besar yang diseting oleh seorang asing yang datang
menjelang Kongres, dan akhirnya mekanisme demokrasi asli yang telah disepakati itu
digagalkan oleh setingan orang asing melalui pihak-pihak tertentu di Papua. Di belakang
orang asing ini ada kekuatan besar (pihak asing) yang selama ini bekerjasama dengan
Indonesia untuk menguasai tanah dan kekayaan alam Papua, serta memusnahkan etnis
bangsa Papua, melalui berbagai sandi operasi tertutup dan terbuka. Pihak-pihak asing
bersama Indonesia sangat takut kalau kita pakai metode dan mekanisme demokrasi asli
(demokrasi barapen) ini, yang di dalam metode dan mekanisme ini adanya campur tangan
Allah dalam pemilihan pemimpin Papua yang benar-benar dikehendaki oleh Allah. Pihak
asing bersama Indonesia sangat khawatir dan takut kalau kita berhasil menggunakan
metode dan mekanisme demokrasi alternatif (demokrasi asli).
Orang asing tadi dibacking oleh kekuatan besar (pihak asing) yang bekerjasama
dengan Indonesia untuk memantau dan menghancurkan gerakan melalui orang Papua yang
bekerjasama dengan orang asing tadi. Tentang keterlibatan pihak asing yang menyeting
untuk menggagalkan menakisme demokrasi asli dalam Kongres itu, saya diberitahu ketika
saya berada dalam Penjara Abepura pada tahun 2012. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita,
agar ke depan berhati-hati dengan pihak-pihak lain yang mendekati para aktifis Papua.
Kami memastikan bahwa melalui orang asing ini sudah dua kali berhasil
menghancurkan persatuan bangsa Papua, yakni:
124
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
1) Pertama 16 Maret 2006 karena pada hari itu saya melihat orang asing (yang
menamakan dirinya hamba Tuhan) itu ada di depan Uncen Abepura sedang
mengambil video pada saat pihak kepolisian sedang bergerak maju untuk
membubarkan massa demo secara paksa;
2) Kedua Kongres III Papua, 17-19 Oktober 2011, karena orang asing tadi sudah ada di
Jayapura pada awal bulan Oktober 2011 menjelang Kongres III Papua digelar.
Bersama dengan kelompok tertentu, dia melakukan permufakatan dan menyiapkan
pemimpin secara terpisah di pantai pasir II, 10 Oktober 2011 untuk menggagalkan
mekanisme demokrasi asli dalam pemilihan pemimpin bangsa Papua.
Kesimpulannya adalah Negara Indonesia dan pihak-pihak asing paling takut kalau
bangsa Papua menggunakan metode dan mekanisme demokrasi asli, untuk itu melalui
orang asing tadi dipasang untuk menggagalkan metode dan mekanisme demokrasi asli
untuk pemilihan pemimpin bangsa Papua yang dikehendaki Allah. Sekarang, tergantung
orang asli Papua, khususnya para pejuang bangsa Papua, baik yang ada di dalam negeri
maupun yang ada di luar negeri:
1) Apakah mau menggunakan metode dan mekanisme demokrasi asli – ala Papua
untuk memilih pemimpin bangsa Papua yang dikehendaki Allah, yang mana metode
dan mekanisme yang sedang ditakuti oleh RI dan pihak asing ini?
2) Atau mau terus menggunakan demokrasi modern-ala Amerika, atau demokrasi
musyawarah untuk mufakat – ala Indonesia untuk memilih pemimpin bangsa Papua
yang dikehendaki oleh manusia?
Jikalau kita benar-benar menghendaki untuk mengakhiri penindasan ini, maka kami
menawarkan metode dan mekanisme demokrasi asli (demokrasi barapen) ini digunakan
untuk memilih Pemimpin Bangsa Papua yang dikehendaki Tuhan, agar dengan tangan
kuatnya Tuhan membawa ke luar bangsa Papua menuju ke alam kemerdekaan – „Papua
baru‟. Jikalau kita memilih untuk menunda dan memperpanjang penindasan ini, maka
silahkan saja kita menggunakan mekanisme demokrasi modern ala Amerika Serikat dan
demokrasi musyarawarah untuk mufakat- ala Indonesia. Adalah hak warga asli Papua untuk
memilih salah satu dari dua opsi demokrasi ini untuk diterapkan di Tanah Papua dalam
perjuangan ini dan juga setelah Papua merdeka.
matahari, di Timur ada harapan, tapi di situ masih ada hati nurani kemanusiaan yang
terluka. Menyelami hati nurani, hanya bisa dilakukan dengan hati nurani, bukan
dengan hentakan lars dan laras”, kata hati Alm. Agus. A. Alua.
Banyak orang Papua telah berkorban, bahkan sampai kehilangan nyawa mereka
untuk memperjuangkan nasib bangsa Papua yang diabaikan selama ini oleh dunia. Dunia
tidak memahami derita bangsa Papua, dunia tidak mengerti jeritan bangsa Papua. Kata hati
almarhum Agus A. Alua di atas ini adalah kata kunci: “menyelami hati nurani, hanya bisa
dilakukan dengan hati nurani, bukan dengan hentakan lars dan laras”.
Banyak orang asli Papua hilang lenyap (mati) lantaran suara hati nurani orang
Papua tidak diselami dengan hati nurani. Suara hati nurani orang Papua ditanggapi dengan
kekerasan demi kekerasan. Spiral kekerasan ini tak ada ujung pangkalnya, artinya
kekerasan yang satu melahirkan kekerasan berikutnya. Bukan hanya Papua saja yang
korban, sesungguhnya Indonesia juga sedang berkorban untuk Papua. Tetapi pengorbanan
dari pihak Papua berbeda tujuannya dengan pengorbanan dari Indonesia. Pihak Papua
berkorban untuk melepaskan diri dari penjajahan Negara Indonesia dan para sekutunya;
sedangkan pihak Indonesia berkorban untuk mempertahankan Papua dalam bingkai NKRI.
Keduanya mempunyai pengorbanan dengan tujuan dan kepentingan yang berbeda-
beda. Memang Indonesia mengorbankan uang bermiliyaran rupiah untuk membangun tanah
Papua. Tetapi pembangunan Indonesia di Tanah Papua untuk siapa? Bukankah untuk orang
migran (pendatang –amber? Karena masyarakat pendatang inilah yang menguasai pusat-
pusat ekonomi dan juga aspek kehidupan lainnya, kondisi ini menurut Pdt. Dr. Benny Giay:
“pembangunan Indonesia di Tanah Papua adalah bias pendatang”. Buktinya orang asli
Papua menjadi miskin di atas tanah leluhurnya, angka kemiskinan di Tanah Papua menjadi
uratan teratas dari daerah lain di Indonesia, yakni 27 %. Dan pemberdayaan sumber daya
manusia di Papua jauh dari harapan, sumber ideks Papua dari sisi SDM menunjukkan
angka terendah dengan daerah lain di Indonesia.
Uang yang Indonesia pakai untuk membangun Tanah Papua yang bias pendatang itu
didapat dari hasil eksploitasi Sumber Daya Alam di Tanah Papua. Karena itu, kami
simpulkan bahwa tidak ada pengorbanan dari Indonesia untuk membangun Papua yang
penuh diskriminatif ini. Justru sebaliknya Tanah Papua berkonstribusi besar melalui hasil
Eksploitasi Sumber Daya Alam Papua untuk pembangunan Indonesia pada umumnya, dan
Jawa pada khususnya. Karena itu, tidak ada dalih dari Indonesia untuk mempertahankan
Papua dengan alasan Indonesia mengkucurkan danah besar untuk bangun Papua.
Pembangunan Indonesia di Tanah Papua adalah pembangunan memarginalisasikan,
meminorisasi, membuat orang Papua tersisih, penghancuran alam Papua dan pembangunan
pemusnahan warga asli dari tanah leluhurnya. Demi mempertahankan tanah leluhurnya,
bangsa Papua mengalami korban di atas korban. Sementara itu dari pihak Indonesia untuk
merampaskan kekayaan alam Papua dan menguasai tanah Papua, pemilik hak kesulungan
“orang Papua" ditumpas, ditindas, dipenjara, diculik, dibunuh, ditembak, diintimidasi,
diperkosa, diperbudak, dianiaya, dan lain sebagainya.
126
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
RI bilang UU OTSUS Papua solusi final. Tetapi terbukti bahwa UU OTSUS Jilid II
tidak mampu menghentikan api dan tidak mampu menghentikan darah, artinya alokasi dana
OTSUS Papua untuk periode pertama akan berakhir pada tahun 2021, tetapi OTSUS itu
tidak mampu menyelesaikan segala permasalahan di Tanah Papua, justru menambah
banyak masalah di era OTSUS Papua. Setelah UU OTSUS Papua jilid II gagal, Pemerintah
Pusat bersama Propinsi Papua dan Papua Barat mendorong UU OTSUS Plus, tetapi UU
OTSUS Plus ini pasti tidak akan mampu selesaikan akar masalah politik dan masalah
ketidak-adilan yang mengakibatkan orang asli Papua tersisih, diskriminatif, dimarginalkan,
diminoritasi dan pembantaian orang Papua yang sedang menuju pemusnahan etnis
merangkak perlahan-lahan.
Papua sedang memikul beban berat untuk membebaskan diri dari segala bentuk
penindasan. Maka itu, Papua membutuhkan solidaritas Internasional yang menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan untuk merapatkan barisan menekan RI agar melahirkan
solusi akhir yang sifatnya menyeluruh, tuntas, yang lebih adil dan bermanusiawi. Dengan
solusi akhir itu dipastikan untuk mengkhiri segala bentuk penindasan yang terjadi selama
ini di tanah Papua oleh Negara Indonesia dan para sekutunya.
Perjuangan bangsa Papua selama ini adalah untuk menentukan nasib masa depan
bangsanya. Penentuan nasib sendiri ditempuh dengan: pertama, melalui deklarasi manifesto
yang sudah dilakukan oleh bangsa Papua pada 1961; atau kedua, melalui refrendum ulang.
Untuk penyelesaian masalah Papua, dua jalan ini terbuka lebar. Tergantung mana yang
dipilih. Keduanya memiliki sejarahnya masing-masing di Tanah Papua.
Menurut kami solusi akhir yang bersifat menyeluruh, tuntas, lebih adil, dan lebih
bermanusiawi adalah mengembalikan hak kesulungan bangsa Papua yang telah dianeksasi
melalui traktat perjanjian dan invasi militer. Artinya mengakui kemerdekaan dan
kedaulatan bangsa Papua 1 Desember 1961. Tentang ini, dalam resolusi Kongres II Papua
2000 telah mendeklarasikannya kembali bahwa “Bangsa Papua telah berdaulat sebagai
sebuah Bangsa dan Negara, sejak 1 Desember 1961”. Soekarno pernah mengakui adanya
sebuah „Negara Papua‟ dalam maklumat TRIKORA pada 19 Desember 1961. Maka tidak
salahnya, bangsa Indonesia dengan jiwa besar menegaskan kembali pengakuan presiden
Soekarno itu dalam suatu forum resmi dengan dilandasi semangat 1945 bahwa
“kemerdekaan ialah hak segala bangsa, maka kemerdekaan itu hak bangsa Papua juga”.
Bangsa-bangsa di seluruh dunia, khususnya Indonesia, Belanda, Amerika Serikat,
Roma, Inggris, Australia dan PBB sebagai para pihak yang mengorbankan masa depan
bangsa Papua, sudah waktunya mengambil langkah-langkah kongkrit untuk menyelesaikan
sengketa masalah Papua dengan jalan mengembalikan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa
Papua yang dinyatakan dalam MANIFESTO, pada 19 Oktober 1961 yang diumumkan
secara resmi pada tanggal 1 Desember 1961.
Berikut ini kami mengutip pragraf penutup dari Manifesto Bangsa Papua dalam
Kongres I Papua yang difasilitasi oleh Komite Nasional Papua: “Dengan manifest ini kami
mengundang semua penduduk jang mentjintai tanah air dan bangsa kita Papua
menjetudjui Manifest ini dan mempertahankannja, oleh karena inilah satu-satunja
127
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
dasar kemerdekaan bagi kita bangsa Papua”. Hasil manifesto itu diumumkan secara
resmi pada 1 Desember 1961, ditandai dengan pengibaran bendera Bintang Fajar.
Tiga hari sebelum hasil manifesto itu diumumkan, menteri luar negeri Belanda, Dr.
Joseph Luns mengajukan beberapa usulan sebagai usaha dekolonisasi atas wilayah
Nederlands Nieuw Guinea (Papua Belanda) dalam Sidang Umum PBB, pada 28 November
1961, antara lain: 1) Harus ada jaminan tentang penentuan nasib sendiri bagi orang Papua;
2) Harus ada kesediaan sampai terbentuknya pemerintahan dengan persetujuan
Internasional; 3) Sehubungan dengan kesediaan tersebut juga akan diberikan kedaulatan; 4)
Belanda juga akan terus membiayai perkembangan masyarakat ke taraf yang lebih tinggi.
Sesungguhnya dengan langkah yang ditempuh oleh “Luns itu sebenarnya keinginan
Belanda adalah kemerdekaan bangsa Papua harus diakui secara de jure melalui sidang
Umum PBB, tetapi rencana tersebut digagalkan oleh pemerintah Amerika dan Indonesia.
Pada saat itu Irian (Papua) telah merdeka secara de facto, tetapi belum pernah diakui secara
de jure oleh Negara manapun kecuali Belanda dan Australia. Presiden Soekarno juga
mengakuinya secara de jure bahwa adanya Negara Papua, tetapi ia nyatakan akan bubarkan
Negara itu dalam maklumat Trikoranya, 19 Desember 1961. Tetapi usul Luns itu diterima
PBB dan diagendakan dalam sidang umum PBB pada bulan November 1961, maka tidak
menutup kemungkinan kemerdekaan Papua diakui secara de facto maupun de jure”76.
Walaupun sekian banyak deklarasi atau proklamasi dinyatakan oleh orang Papua
dalam berbagai kesempatan dalam sejarah perjuangan ini, akan tetapi, kami lebih memilih
tanggal 1 Desember 1961 sebagai hari kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Papua.
Mengapa? Pertama, Alasan mendasarnya adalah bahwa tanggal 1 Desember 1961 selama
ini diterima oleh semua komponen bangsa Papua sebagai hari kemerdekaan dan kedaulatan
bangsa Papua, maka setiap tahun 1 Desember dirayakan oleh bangsa Papua, baik di dalam
negeri Papua, maupun kota-kota studi di Indonesia serta di luar negeri; Kedua, Tanggal 1
Desember 1961 sebagai “roh atau spirit” yang menggerakkan bangsa Papua untuk
berjuang menggapai cita-cita luhur bangsa Papua.
Tentu kami sangat menghargai deklarasi atau proklamasi lain yang dinyatakan
dalam proses perjuangan kemerdekaan selama ini. Ini semua akan tercatat dalam lembaran
sejarah perjuangan bangsa Papua. Pengembalian hak kesulungan bangsa Papua adalah
solusi final, menyeluruh, tuntas, adil dan bermanusiawi; mengingat “bara api” Papua
berawal dari aneksasi kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua ke dalam NKRI secara
sepihak oleh Indonesia, Belanda, Amerika, Roma, Inggris, Australia dan PBB, tanpa
melibatkan bangsa Papua dalam keseluruhan proses aneksasi itu. Dengan demikian, melalui
pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Papua ini akan memadamkan bara api yang
selama ini menghanguskan tananan hidup bangsa Papua, yang membakar Indonesia bahkan
dunia Internasional dan menghentikan darah yang terus menetes di tanah Papua.
Kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Papua adalah kemerdekaan dan
kedaulatan bangsa Indonesia, juga dunia Internasional. Karena masalah Papua
adalah masalah Indonesia, dan juga masalah dunia Internasional. Kedamaian Papua
76
Decki. Op.Cit. hal. 220
128
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
adalah kedamaian Indonesia dan dunia internasional karena masalah Papua menjadi
duri dalam daging, yang telah membuat hidup kita terasa terganggu. Juga kebebasan
Papua adalah kebebasan Indonesia dan dunia Internasional karena dengan masalah
Papua kita semua terpenjara dalam berbagai gejolak kepentingan.
Jika bangsa-bangsa dunia terasa berat untuk pengakuan kemerdekaan dan
kedaulatan bangsa Papua 1 Desember 1961, maka jalan penyelesaian masalah Papua
melalui refrendum ulang dapat ditempuh. Tetapi masalahnya adalah: Pertama, Refrendum
ulang tidak dapat dipastikan sebagai jalan untuk penyelesaian masalah Papua secara
menyeluruh, tuntas, adil dan bermanusiawi. Mengapa? Karena kita belum bisa memastikan
hasil akhir dari refrendum ini jika obsi ini dipilih. Apakah bangsa Papua akan keluar
sebagai pemenang, atau keluar sebagai kekalahan? Jika refrendum ulang itu dimenangkan
oleh bangsa Papua, maka dari situlah kita katakan refrendum itu solusi final yang tuntus,
menyeluruh, adil, demokratis, dan bermanusiawi; Kedua, sebaliknya, jika refrendum ulang
itu mengalami kekalahan, maka refrendum ulang itu bukan sebagai solusi final untuk
menyelesaikan kompleksitas masalah Papua. Jika bangsa Papua mengalami kekalahan
melalui refrendum, maka selamanya bangsa Papua akan bersama Indonesia sampai Yesus
datang ke dua kali ke dunia ini. Kecuali Tanah Papua direbut melalui revolusi total, artinya
perang terbuka.
Maka itu, masyarakat dunia, khususnya orang asli Papua yang sedang berjuang ini
harus membaca peta politik dengan baik. Kita harus membaca strategi terselubung yang
sedang dilakukan oleh Indonesia dan para sekutunya di tanah Papua, khususnya pada akhir-
akhir ini Indonesia sedang buat apa di Tanah Papua. Tuhan memberi hikmat kepada kita,
karena itu hikmat dari Tuhan itu digunakan dengan baik untuk membawa keluar bangsa
Papua dari segala macam penindasan ini.
Pertarungan NKRI harga mati versus Papua Merdeka harga Mati, lebih tepatnya
pertarungan Ideologi Pancasila dan Ideologi Mabruk telah melahirkan berbagai macam
tragedi kemanusiaan. Perjuangan bangsa Papua adalah untuk menegakkan harga diri bangsa
yang telah dianeksasi ke dalam NKRI melalui invasi militer dan traktat perjanjian New
York. Dasar hukum perjuangan bangsa Papua adalah: “penentuan nasib sendiri adalah hak
segala bangsa” yang dijamin Hukum Internasional, seperti tertulis dalam mukadimah UUD
1945 “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, maka penjajahan
di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusian dan peri
keadilan”.
Tujuan perjuangan bangsa Papua adalah: 1) Mengembalikan kemerdekaan
kedaulatan bangsa Papua yang telah dianeksasi melalui invasi militer dan invasi politik
(traktat perjanjian); 2) Menyelamatkan bangsa Papua dari minoritasi, diskriminasi,
marginalisasi dan ancaman kepunahan etnis yang sedang merangkak perlahan-lahan (slow
moving genocide); 3) Membangun Papua tanah damai-sejahtera; 4) Membangun kerja
sama dalam segala bidang kemanusiaan dengan bangsa-bangsa lain di dunia; 5) Ikut
memelihara perdamaian dunia.
129
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
melalui pengakuan kemerdekaan kedaualatan Papua secara de facto dan de jure, untuk
menikmati buah dari kebebasan, buah dari kemerdekaan, buah dari kedamaian, buah dari
demokrasi, buah dari keadilan dan buah dari kebenaran itu.
Kami berpendapat bahwa Indonesia sudah membalas kepada bangsa Papua atas
segala macam penjajahan yang dialaminya selama Belanda dan Jepang menjajah Indonesia.
Bangsa Papua tidak membalas semua bentuk penindasan ini kepada siapapun, karena
pembalasan ada di tangan Allah; kami memandang semuanya ini sebagai harga yang
harus kami bayar untuk sebuah kebebasan, untuk sebuah kemerdekaan, untuk sebuah
keadilan, untuk sebuah kedamaian dan akhirnya untuk penegakkan sebuah HARGA
DIRI. Ternyata untuk menegakkan semuanya ini harus melalui pengorbanan yang tiada
tara.
Semua yang kami bangsa Papua rasakan selama ini, RI juga pernah mengalaminya
ketika RI dijajah oleh Belanda dan Jepang. Kami juga manusia ciptaan Tuhan, sama seperti
saudara-saudari yang berada di Indonesia dan di belahan dunia lainnya, yang punya
perasaan dan kehendak, yang memiliki Hak Asasi yang sama sebagai manusia ciptaan
Allah. Kami juga ingin bebas dari semua belenggu penjajahan ini, ingin menghirup udara
merdeka, ingin hidup damai, menikmati sedikit apa yang Tuhan sediakan di atas tanah
leluhur kami, dan akhirnya ingin menegakkan HARGA DIRI kami sebagai manusia ciptaan
Allah sama seperti saudara-saudari yang sudah merdeka di belahan dunia lainnya.
Terkait dengan maraknya demonstrasi aspirasi Papua merdeka, wartawan
ANTEVE, pada jumat, 24 Juli 1998 di Jakarta mewawancarai mantan presiden Repulik
Indonesia, Soeharto. Dalam wawancara itu, Soeharto mengatakan: “Irian Jaya masuk
dalam pembinaan saya (- Soeharto), sekarang kalau mau merdeka sendiri silahkan,
jangan ditahan karena sumber daya orang Irian mampu sekali”78. Mantan presiden RI
Soeharto akhirnya menyadari bahwa sudah saatnya bangsa Papua diberi kesempatan untuk
merdeka penuh, setelah puluhan tahun Papua berada di bawah pemerintahan tangan besi.
Tetapi kesadaran Soeharto sudah terlambat. Ia tidak pernah memikirkan bahwa masa
kejayaannya akan berakhir dengan tidak terhormat. Namun, demikian kesadaran mantan
presiden Soeharto terkait dengan Papua dan pernyataannya itu adalah nasehat bagi RI untuk
memikirkan dan memahami dinamika hidup orang asli Papua, dalam hal ini etnis bangsa
Papua yang sedang menjadi minoritas dan menuju ke ambang kepunahan etnis.
Bangsa yang beradab adalah bangsa yang menghargai kehidupan sesama warganya;
bangsa yang beradab adalah bangsa yang menghargai kehidupan bangsa lain. Kita bukan
hidup di zaman tempo dulu: „siapa yang kuat ia menang memangsa sesamanya‟, janganlah
kita mewariskan perilaku „manusia adalah serigala bagi sesama‟; „kita bukan hidup di
zaman bar-bar‟. Hukum karma (hukum Tabur-Tuai) sedang menanti RI dan para sekutunya.
Sebelum terlambat, RI dan para sekutunya segera mengambil langkah kongkrit untuk
menyelesaikan kompleksitas masalah Papua, dalam hal ini mengembalikan hak kesulungan
bangsa Papua yang telah dianeksasi. Ingat penyesalan itu selalu datang kemudian!
78
Ibid. hal. 317
131
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
132
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Banyak pihak belum memahami tujuan perjuangan bangsa Papua. Adapula yang
memahami dengan baik, tetapi seolah-seolah tidak tahu, bahkan mereka memanfaatkan isu
Papua merdeka untuk meningkatkan kerja sama dengan RI demi kepentingan ekonomi.
Papua berjuang bukan untuk meminta pembangunan apapun dari Indonesia, tetapi rakyat
bangsa Papua berjuang untuk menegakkan dan memulihkan kembali kemerdekaan
kedaulatan bangsa Papua, 1 Desember 1961. Selama RI dan para sekutunya (PBB) belum
mengakui kemerdekaan bangsa Papua, maka selama itu pula bangsa Papua akan terus
berjuang, dan selama itu pula banyak orang korban berjatuhan.
Untuk mengakhiri penjajahan ini, sudah saatnya RI dan para sekutunya dengan
berjiwa besar mengakui semua pelanggaran HAM di masa lalunya terhadap rakyat bangsa
Papua; dan selanjutnya mengakui kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua 1 Desember 1961
secara de facto dan de jure, atau jika opsi pengakuan dirasa berat, maka dapat menempuh
opsi refrendum ulang demi „penegakkan martabat manusia‟ dan „perdamaian‟ dunia.
79
www.detik.com.
134
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
135
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
luhur (mulia) menciptakan tanah Papua dan menempatkan orang asli Papua di atas
negeri yang berbentuk seperti binatang raksasa ini.
Pulau Papua sama seperti burung Cenderawasih raksasa atau burung Kasuari
raksasa atau Kangguru raksasa. Para elit dan para kelompok kepentingan, khususnya orang
asli Papua harusnya menangkap maksud Allah di balik penciptaan Tanah Papua seperti
hewan raksasa yang sedang tertidur ini. Burung cenderawasih adalah burung terindah dan
paling unik yang hanya dimiliki dan ada di pulau Papua; dan burung kasuari memiliki
karakter tubuh yang sangat kuat dan kemampuan berlari yang paling cepat; serta Kangguru
memiliki karakter yang khas dan punya rongga di bawah perut untuk membawa anaknya.
Allah punya rencana yang luar biasa dengan pulau Papua dari Raja Ampat sampai Samarai.
Pulau Papua bagaikan hewan raksasa ini berada dalam rencana Allah menjelang
akhir zaman. Pada waktunya, Allah akan membangunkan binatang raksasa yang sedang
tertidur pulas ini. Maka itu, baik orang asli Papua dalam sistem maupun di luar sistem
„MARI KITA BERSATU MENYAMBUT RENCANA ALLAH YANG LUAR BIASA
UNTUK BANGSA PAPUA‟. „Persatuan kita adalah kekuatan kita untuk menegakkan dan
memulihkan kembali kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua, 1 Desember 1961‟.
c) Saran dan Rekomendasi Untuk Bangsa Papua
NKRI bukan segalanya. UU OTSUS Papua bukan segalanya. Aneksasi Papua dalam
NKRI 1 Mei 1963 belum final. PEPERA 1969 cacat hukum, moral dan demokrasi. UU
OTSUS Papua bukan solusi final. Kemerdekaan suatu bangsa adalah HAK MUTLAK.
Bangsa Papua TIDAK merongrong keutuhan NKRI. Justru RI bersama para sekutunya
telah MENCAPLOK kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua (1 Desember 1961) ke dalam
NKRI, yang aneksasinya diawali dengan maklumat TRIKORA oleh presiden Soekarno,
pada 19 Desember 1961 diikuti invasi militer dan politik. Maka itu, sudah saatnya semua
orang asli Papua, baik yang ada dalam sistem maupun di luar sistem pemerintahan, baik
orang Papua pendukung merah putih maupun pendukung bintang fajar, baik yang kaya
maupun yang miskin, baik yang lemah maupun kuat, baik yang tua maupun yang muda,
baik laki-laki maupun perempuan bangsa Papua MARILAH BERSATU dan menyatakan
TIDAK UNTUK OTONOMI KHUSUS; Selanjutnya menyatakan YA UNTUK
KEMERDEKAAN BANGSA PAPUA.
Untuk itu, bangsa Papua harus REKONSOLIDASI dan REKONSILIASI
BERSATU untuk mengawal proses politik Papua yang dari sisi kwalitas semakin
meningkat di luar negeri yang dimotori oleh ULMWP atas campur tangan Tuhan Allah.
Yakinlah bahwa atas bantuan Tuhan Allah, bangsa Papua PASTI akan meraih „REVOLUSI
KEMENANGAN IMAN‟ indah pada waktu-Nya. Yesus bersabda: „Apa yang tidak
mungkin bagi manusia, mungkin bagi Allah‟ (Injil Lukas 18:27).
136
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Pro dan kontra antara pendukung Papua merdeka dan pendukung NKRI telah
mewarnai perjalanan sejarah berdarah bangsa Papua. Hanya demi „sepiring nasi‟ atau
sebatang „rokok‟ segelintir orang asli Papua tertentu telah memilih jalan yang salah untuk
mendukung NKRI. Mendukung NKRI dengan cara „mengkhianati‟ perjuangan luhur
bangsa Papua adalah perbuatan yang tidak terpuji, karena mendukung NKRI berarti
mendukung penjajahan perbudakan terhadap bangsa Papua. Mendukung penjajahan
perbudakan berarti perbuatan jahat. Perbuatan jahat berarti dosa. Kata rasul Paulus: “Upah
dosa ialah maut, tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal di dalam Kristus, Tuhan
kita” (Roma 6:23).
Segelintir orang asli Papua tertentu yang mendukung penjajahan ini dikategorikan
„sudah murtad‟ artinya „menyangkal jati dirinya sebagai orang asli Papua ras Melanesia.
Adalah lebih baik „berwajah Papua berhati Papua‟, dari pada „berwajah Papua berhati
Indo‟. Janganlah memberi hatimu kepada sesuatu yang menghancurkan jiwa ragamu,
keluargamu dan bangsamu Papua. Adalah lebih baik mempertahankan keaslian ke-PAPUA-
an, dari pada mencangkok sesuatu yang asing dalam tubuhmu yang dapat membawanya
kepada kehancuran diri dan sesama bangsamu Papua.
Karena itu, kami mengajak Saudara-Saudari Papua tertentu yang masih
bersekongkol dengan RI untuk mempertahankan penjajahan perbudakan, yang sudah
„murtad‟: BERTOBATLAH sementara masih diberi waktu yaitu „kasih Karunia‟ dari Allah
untuk „pengampunan‟. Berpalinglah Saudara-Saudariku Papua ke jalan yang benar sebelum
terlambat, karena waktu Tuhan untuk menyelamatkan bangsa Papua akan berlalu cepat
pada „kairos‟ Tuhan. Rencana dan ketetapan Allah serta janji-janji-Nya itu „YA‟ dan
„AMIN‟. Pasti digenapi indah pada waktu Tuhan, bukan pada waktu manusia. Manusia bisa
merencanakan apapun dalam kehidupan ini, tetapi Tuhanlah yang menentukan. Siapakah
manusia di dunia ini yang dapat membatalkan rencana dan ketetapan Allah untuk Papua?
137
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
138
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
80
Gambar-gambar ini diambil dari sebuah tulisan Sdr. John Anari dalam Makalahnya: Analisis Penyebab
Konflik Papua dan Solusinya secara hukum Internasional.
139
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Foto Presiden John F. Kennedy dan Mr. Ellsworth Bunker (aktor utama aneksasi Papua)
Foto Tahanan Warga Asli Papua oleh TNI AD di Ifar Gunung sebelum PEPERA 1969
Gambar Mata Uang Irian Barat Rupiah (IB, Rp) tahun 1963-1966
140
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Daftar Pustaka
I. Buku
1. Alua, A. Agus, (2002), Kongres Papua 2000, Jayapura: Sekertariat Dewan
Presidium Dewan Papua dan Biro Penelitian STFT “Fajar Timur” .
2. Asso, Mazmur, (2012), Lahir dan Hidup Dalam Budaya Kekerasan, Jayapura:
Deiyai.
3. Bobii, Selpius, (2013), Hukum Makar: „Anti Demokrasi dan Hak Asasi Manusia‟,
Jayapura: Wirewit Study Centre.
4. Droog Lever, P. J., Prof., Tindakan Pilihan Bebas, Papua dan Penentuan Nasib
Sendiri.
5. Ensklopedi Indonesia, Edisi Khusus Jilid I.
6. Giay, Benny, Pdt, et al., (penyunting), (2018), Surat-Surat Gembala, Jayapura:
Forum Kerja Oikumenis Gereja Papua.
7. MRP; Keputusan Kultural Majelis Rakyat Papua tentang Kebijakan Khusus dalam
rangka Keberpihakan, Perlindungan dan Pemberdayaan orang asli Papua.
8. Pigai, Decki Natalis, BIK, (2000), Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik Politik
di Papua, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
9. Raweyai, T.H. Yorris, (2002), Mengapa Papua Ingin Merdeka.
10. Yoman, Socratez Sofyan, Pdt.,(2011), Gereja dan Politik di Tanah Papua,
Jayapura: Cenderawasih Press.
11. Kambai Yafet, dkk (editor); Perlawanan Kaki Telanjang: 25 Tahun Gerakan
Masyarakat Sipil di Papua; Foker LSM Papua.
12. Kitab Suci
141
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
142
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bagian Dua
Selpius Bobii
143
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Motto
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai budaya bangsanya”
“Minumlah air dari kulahmu sendiri, minumlah air dari sumurmu yang membual”
(Amsal 5:15)
“Di mana ada iman – (keyakinan) disertai pengharapan kepada Tuhan, di situ Tuhan hadir untuk
menyatakan kuasa-Nya”
“Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan”
(Lukas 18: 27)
Persembahan:
Buku ini dipersembahkan kepada bangsa Papua sebagai bukti kecintaanku kepada tanah air dan warga
bangsa Papua hanya untuk kemuliaan nama Tuhan.
Kerinduanmu adalah kerinduanku, deritamu adalah deritaku, bebanmu adalah bebanku,
tangisanmu adalah tangisanku, doamu adalah doaku, imanmu adalah imanku, kasihmu adalah kasihku,
keyakinanmu adalah keyakinanku, harapanmu adalah harapanku.
Harapan untuk bebas, bebas dan bebas dari tirani ini.
Dikau dan aku senasib dan sepenanggungan:
Apa yang dikau alami, aku juga alami; apa yang dikau rasakan; aku juga merasakannya;
selama dikau teraniaya, akupun teraniaya;
Ketika dikau bebas, aku juga „kan bebas; BEBAS bersama negeri ini untuk selama-lamanya.
(Selpius Bobii, 11 Maret 2020)
144
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Prakata
„Syukur bagi-Mu Tuhan, Kau beri Tanah ku, Kau beri rajin juga sampaikan maksud-Mu‟
P
ertama-tama saya memanjatkan puji dan syukur kepada Allah Tritunggal, atas
rahmat, bimbingan dan pertolongan-Nya, kita diperkenankan oleh Allah untuk
berziarah menggapai masa depan bangsa Papua yang penuh misteri, namun penuh
pengharapan; dan atas bimbingannya pula kami dapat menggali mutiara yang terpendam
dalam kekhasan budaya Papua yang kami beri judul: “Pembuktian di Hadapan Allah dan
Teo-sosiokrasi Papua”.
Mekanisme alternatif ini digali dari tradisi rakyat bangsa Papua dan dirumuskan
sedemikian rupa oleh penulis dalam rangka memecahkan kompleksitas permasalahan di
Tanah Papua yang mengancam keberlangsungan hidup bangsa Papua; dan lebih dari itu
meletakkan peradaban bangsa Papua di atas tiga hukum dasar yakni: hukum Adat, hukum
Agama dan hukum positif berdasarkan sistem„Teososiokrasi‟.
Penggunaan demokrasi alternatif ini berawal dari pertemuan para pimpinan gerakan
di tingkat pemuda dan mahasiswa Papua pada bulan Juni 2011 di Aula Sang Surya Padang
Bulan – Jayapura – Papua. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa mekanisme demokrasi
alamiah digunakan dalam Kongres III Papua untuk pemilihan pemimpin pemersatu bangsa
Papua. Setelah kami sosialisasikan mekanisme ini ke berbagai lapisan warga bangsa Papua,
mendapat dukungan dan persetujuan dari semua kalangan, baik akademisi, birokrasi, LSM,
Gereja, Pemuda, Mahasiswa dan di tingkat basis massa rakyat asli Papua.
Untuk mengaktulisasikan mekanisme ini dan sebagai pertanggung-jawaban kami
kepada bangsa Papua serta kepada masyarakat Internasional, maka kami melakukan
penelitian yang hasilnya terangkum dalam buku ini. Kajian ini dapat terampung atas
dukungan dari orang-orang yang baik hati, baik dukungan materi maupun moril; kepada
mereka, kami menyampaikan terima kasih atas dukungannya dalam proses penelitian,
penulisan dan percetakan hingga pendistribusian buku ini.
Wirewit Study Centre berusaha menggali dan mengembangkan „makenisme
alternatif‟ ini agar dapat dijadikan sebagai sebuah metode resolusi konflik; dan juga sebagai
mekanisme demokrasi alternatif yang dapat diterapkan dalam kelangsungan hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Penulis menyadari bahwa kajian ini jauh dari
kesempurnaan, maka dibutuhkan kritikan dan masukan yang konstruktif dari para pembaca
demi penyempurnaan mekanisme ini. Penelitian ini adalah sebuah rintisan dan buku ini
adalah „pengantar‟ untuk selanjutnya diperkaya dengan penelitian-penelitian yang jauh
lebih ilmiah oleh kaum intelektual Papua, dari Papua dan untuk Papua, bahkan untuk dunia.
Akhirnya, dalam nama Allah Tritunggal, penulis mempersembahkan buku ini ke publik
untuk dipahami, dihayati dan diterapkan dengan harapan suatu perubahan positif yang
mengembirakan terjadi di tanah Papua, hanya untuk kemuliaan nama Tuhan.
145
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bab I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
B
erkembangnya peradaban suatu bangsa membutuhkan proses. Untuk itu,
dibutuhkan kaum visioner yang mampu melakukan terobosan dalam berbagai
bidang kehidupan manusia. Kemajuan peradaban suatu bangsa sangat ditentukan
dari latar belakang budaya, praktek ekonomi, pendidikan, sosial, politik, religi, letak
ekologis, geografis, dan lain sebagainya.
Peradaban dunia kuno yang dikatakan sebagai „bangsa termaju‟ adalah „peradaban
Timur Tengah‟ pada abad 2.500 sebelum masehi di mana mulai mengenal tradisi tulis
menulis dengan pola yang sangat sederhana. Pada zaman inilah struktur kemasyarakatan
dari kesukuan menjadi sistem Kerajaan mulai dibangun. Timur Tengah sebagai pencetus
peradaban manusia kuno dengan membuka sekolah-sekolah.
Mula-mula sekolah-sekolah yang didirikannya bertujuan untuk mempersiapkan
orang yang mampu berkomunikasih dalam berdiplomasi, baik di dalam maupun luar negeri;
serta disiapkan pegawai-pegawai di Istana raja, entah menjadi panitera, sekertaris, imam,
hakim, dan nabi di istana raja. Pengaruh Timur Tengah ini berdampak juga ke Israel sejak
raja Daud berkuasa. Baik Timur Tengah kuno dan Israel mendirikan sekolah-sekolah agar
dipersiapkan tenaga-tenaga profesional yang nantinya dipekerjakan di istana raja, bahkan
menjadi diplomat di luar negeri.
Kemajuan itu terjadi karena dilatar-belakangi oleh tradisi tulis-menulis. Budaya
tulis-menulis inilah yang melahirkan banyak filsuf, pertama-tama muncul di Yunani.
Seiring dengan perputaran waktu, peradaban manusia mulai berkembang ke pelosok planet
bumi. Kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang berkembang pesat, akibat
pengaruh para pemikir kuno di Timur Tengah. Keingin-tahuan manusia mulai meningkat,
maka para pemikir bertanya dan terus bertanya sambil mencari hakekat yang paling hakiki,
sambil mencari solusi-solusi alternatif untuk menjawab permasalahan yang dihadapi umat
manusia; dan ini dilakukan untuk menjawab kebutuhan manusia dalam kelangsungan
hidup, baik individu, keluarga, komunitas tertentu dan bahkan Negara bangsa.
Keingin-tahuan yang didukung oleh budaya tulis-menulis memacu ilmu
pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat. Kemajuan-kemajuan itu telah
mengantar manusia melahirkan berbagai hal yang sederhana sampai hal-hal yang
spektakuler di berbagai bidang kehidupan manusia. Perkembangan peradaban suatu bangsa
yang kemudian mendirikan suatu Negara ditentukan oleh tokoh-tokoh visioner yang
mampu melahirkan perbagai hal-hal yang baru. Cina yang dikenal sebagai pengusaha kelas
dunia, justru dipacuh oleh latar-belakang peradaban budaya, ekonomi, politik, geografis
dan lain sebagainya.
Makin meningkatnya perkembangan ilmu dan teknologi, seiring dengan makin
meningkatnya pula berbagai tantangan zaman. Berbagai konflik laten, konflik terbuka dan
146
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
masalah realitas sosial makin menjamur dalam kehidupan umat manusia, baik individu
dengan individu, indvidu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, golongan dengan
pemerintah, atau bangsa tertentu dengan Negara, atau Negara dengan Negara lain.
Latar belakang konflik-konflik ini disebabkan karena adanya perbedaan
kepentingan, perbedaan pandangan, dan juga terjadi karena tidak terpenuhinya suatu
harapan, yang berdampak pada pelanggaran nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh
umat manusia di planet bumi ini.
Kata orang bijak, „masalah dibuat oleh manusia, maka manusialah yang dapat
menyelesaikannya‟. Untuk menyelesaikan suatu persoalan membutuhkan suatu metode dan
cara tertentu. Metode yang lasim digunakan adalah mekanisme demokrasi dan hukum. Ada
masalah tertentu yang dapat diselesaikan melalui musyawarah bersama, yang sering
dikatakan “para-para adat”, dan cara lain dengan voting (pemungutan suara). Ada pula
masalah diselesaikan melalui jalur hukum positif, atau menempuh jalur hukum Agama.
Dalam kehidupan masyarakat di masa lalu, kita sering mendengar dan membaca,
bahkan menjumpai begitu banyak metode dan cara yang digunakan untuk mengantisipasi
dan mengatasi konflik. Metode dan cara penanganan konflik sangat berfariasi dan
sederhana, tetapi metode itu tepat dan terukur serta tuntas. Komunitas manusia tertentu itu
mengunakan metode dan cara sederhana yang menurut mereka anggap baik dan tepat;
sementara komunitas manusia lain mengunakan metode dan cara sederhana yang lain pula.
Pada hakekatnya metode dan cara yang ditemukannya itu digunakan untuk
mengatasi suatu konflik atau menjawab kebutuhan hidupnya. Tentu diakui bahwa sekalipun
metode dan cara yang digunakan pada masa lalu oleh para moyong sangat sederhana, tetapi
sesungguhnya bagi mereka metode dan cara yang digunakan itu amat membantu mereka
dalam mengatasi konflik dan menjawab kebutuhan hidupnya.
Dewasa ini kita juga mengenal banyak metode dan cara penanganan konflik.
Sesungguhnya metode dan cara yang digunakan itu digali dan dikembangkan dari metode
dan cara yang sudah dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat secara turun-temurun
(moyang) secara sederhana. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi,
lahirlah berbagai metode dan cara untuk mengatasi masalah antar pribadi, antar keluarga,
lintas budaya, lintas agama, dan bahkan lintas Negara bangsa (kawasan maupun global).
Metode dan cara yang sering digunakan dalam resolusi konflik dewasa ini adalah
mengedepankan mekanisme demokrasi dan julur hukum, serta pendekatan budaya (adat)
dan agama. Tak dapat dipungkiri bahwa metode yang digunakan tidak bebas hambatan dan
tidak bebas perjuangan. Setiap metode dan cara yang digunakan memiliki kelemahan,
namun sesungguhnya kelemahan itu bisa diatasi oleh manusia. Walaupun demikian, sering
terjadi bahwa metode dan cara yang amat tepat itu dimainkan atau dikendalikan oleh
manusia tertentu hanya untuk mencapai kepentingan tertentu. Sesungguhnya konflik itu
dapat diatasi dengan amat mudah, namun dipersulit, diperhambat, dan direkayasa oleh
manusia yang tidak menjunjung tinggi nilai-nilai universal, yakni keadilan, kebenaran,
kejujuran, demokrasi, Hak Asasi Manusia, solidaritas, kedamaian, dll..
147
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
2. Perumusan Masalah
Masalah yang digali dalam penelitian ini adalah:
1) Adakah mekanisme yang digunakan oleh masyarakat pribumi Papua untuk
memecahkan persoalan rumit yang dihadapinya?
2) Bagaimana perbandingan model pembuktian tradisional dan pembuktian hukum
positif dalam perkara Pidana dan Perdata?
3) Apa saja model-model demokrasi yang dipraktekkan oleh masyarakat Internasional
dari zaman ke zaman?
4) Apakah mekanisme pembuktian tradisonal ini dapat dikembangkan menjadi suatu
mekanisme demokrasi alternatif dan dapat diterapkan dalam proses hukum perkara
Pidana dan Perdata?
3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan adalah:
1) Mengetahui mekanisme yang digunakan oleh masyarakat pribumi Papua dalam
memecahkan persoalan dan pemilihan pemimpin tradisional;
2) Mengetahui mekanisme yang digunakan dalam pembuktian di hadapan Allah dan
pemilihan pemimpin menurut Alkitabiah;
3) Menampilkan perbandingan model pembuktian hukum positif, tradisional dan
Alkitabiah;
4) Menggali dan merumuskan suatu metode pembuktian hukum dalam perkara pidana
dan perdata alternatif;
5) Menggambarkan bentuk-bentuk demokrasi yang dipraktekkan oleh masyarakat
Internasional dari zaman purbakala sampai zaman post modern ini;
6) Menampilkan perbandingan mekanisme demokrasi modern versus Demokrasi Asli;
7) Mengetahui kekuatan dan kelemahan Demokrasi Modern versus Demokrasi Asli;
8) Menggali dan merumuskan suatu mekanisme demokrasi alternatif.
4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menpunyai dua kegunaan, antara lain:
1) Kegunaan Teoritas: sebagai masukan dan konstribusi dalam upaya pengembangan
pengetahuan, terutama menyangkut mekanisme pembuktian hukum acara pidana-
perdata dan demokrasi, serta resolusi konflik. Disamping itu sebagai bahan
pembanding bagi penelitian dalam bidang yang sama pada masa yang akan datang;
2) Kegunaan Praktis: Sebagai masukan bagi masyarakat untuk mengetahui dan
memperdalam pemahaman mekanisme pembuktian hukum pidana-perdata dan
demokrasi. Dan lebih khusus menawarkan mekanisme pembuktian hukum alternatif
yang dapat digunakan dalam resolusi konflik, baik konflik horizontal maupun
vertikal, konflik antar golongan, antar bangsa, dan juga masalah realitas sosial biasa.
148
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
5. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan lima pendekatan, yaitu:
metode survey, metode interview (wawancara), metode observasi (pengamatan), metode
partisipasi dan penelitian pustaka.
6. Metode Penulisan
Pendekatan penulisan dalam karya tulis ini adalah menggunakan metode kualitatif-
komparatif.
7. Metode Analisis
Analisis data dilakukan dengan motode analisis kualitatif komparatif.
149
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni.81
Seperti halnya sebuah tradisi demokrasi klasik atau disebut „demokrasi langsung‟
lahir di Athena pada abad ke 6 sebelum masehi, yang kemudian demokrasi itu berkembang
dan melahirkan berbagai model demokrasi (demokrasi berevolusi). Demikian pula
mekanisme pemilihan pemimpin dan pembuktian secara alami yang dipakai oleh para
leluhur suku-suku di Tanah Papua dikaji sedemikian rupa untuk dikembangkan menjadi
suatu paham demokrasi alternatif dalam penyelenggaraan pemerintahan dan mekanisme
pembuktian secara alami dikembangkan menjadi sebuah mekanisme pembuktian hukum
perkara pidana dan perdata.
„Setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta
kebudayaan,‟82 maka demokrasi asli yang dianut oleh suku-suku di tanah Papua adalah
hasil dari evolusi kebudayaan itu. Layaknya demokrasi klasik di Yunani kuno berkembang
(berevolusi) melahirkan beragam model demokrasi, maka „demokrasi suku‟ demokrasi asli
yang ada di Papua juga bagian dari evolusi demokrasi itu. Sehingga bangsa Papua kembali
ke demokrasi asli, dimana tidak akan ada ruang untuk memanipulasi suara, tidak ada ruang
untuk politik uang, tidak ada ruang untuk pilih kasih, tidak ada ruang untuk konflik, tidak
ada ruang untuk manopoli kekuasaan, tidak ada ruang untuk menciptakan ketidak-adilan,
dan menekan biaya, serta dalam prosesnya tidak membutuhkan waktu yang lama.
Mekanisme pembuktian di hadapan Allah dan pemilihan pemimpin dengan
membuang undi dengan menggunakan „urim‟ dan „tumim‟ diterapkan juga oleh bangsa
Israel tradisional. Allah memerintahkan penggunaan „urim‟ dan „tumim‟ melalui
perantaraan nabi Musa (Keluaran 28:30, Immamat 8:8). Melalui membuang undi „urim‟
dan „tumim‟ oleh para imam Israel di hadapan Allah, maka Allah menyatakan kehendak-
Nya, baik dalam pemilihan pemimpin atau membuktikan kebenaran/ kepastian sesuatu hal.
Demikian pula, demokrasi suku (demokrasi asli) dan pembuktian hukum dalam
perkara pidana dan perdata adalah mekanisme alternatif yang diinspirasikan oleh Yang Ilahi
kepada para moyang di setiap suku di Tanah Papua untuk resolusi konflik dan di suku
tertentu mekanisme itu digunakan juga untuk pemilihan pemimpin dalam rangka
mewujudkan suasana damai sejahtera. Maka itu, kami sebagai generasi penerus perlu
menggali kembali untuk mewariskan mekanisme demokrasi asli dan pembuktian secara
alamiah ini sehingga dapat mewujudkan impian bangsa Papua, yaitu „damai sejahtera‟, baik
jasmani dan rohani (holistik).
Kami yakin suku-suku lain di seluruh dunia juga memiliki mekanisme seperti itu
ada, dan itu dapat digali serta dikembangkan bila dipandang perlu dan penting untuk
mengatasi berbagai konflik dan sistem demokrasi alternatif dalam rangka mewujdukan
keadilan sebagai jalan bagi terciptanya perdamaian dan kesejahteraan masyarakat di dunia.
81
http://id.m.wikipedia.org/wiki/budaya
82
Ibid.
150
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bab II
MEKANISME PEMBUKTIAN TRADISIONAL
1. Adat
1.1. Pengertian Adat
da dua pendapat mengenai asal kata „adat‟. Di satu pihak ada yang mengatakan
A „adat‟ diambil dari bahasa Arab yang berarti „kebiasaan‟. Sedangkan menurut
Prof. Amura, istilah ini berasal dari bahasa Sansekerta karena menurut istilah ini
telah dipergunakan oleh orang Minangkabau kurang lebih 2000 tahun yang lalu.
Menurutnya „adat‟ berasal dari dua kata, „a‟ dan „dato‟. „a‟ berarti tidak, dan „dato‟ berarti
sesuatu yang bersifat kebendaan.83
Adat adalah kebiasaan yang diakui, dipatuhi dan dilembagakan, serta dipertahankan
oleh masyarakat adat setempat secara turun temurun. Setiap individu dan lembaga apapun
wajib mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak
masyarakat Adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku.
Masyarakat Adat adalah warga masyarakat asli yang hidup dalam wilayah dan terikat serta
tunduk kepada adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya.
Hak-hak masyarakat adat tersebut meliputi hak ulayat masyarakat hukum adat dan
hak perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Hak ulayat adalah
hak persekutuan yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas suatu wilayah
tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yang meliputi hak untuk
memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta isinya.
83
Lih. http://id.wikipedia.org/wiki/hukum_adat#Definisi_Hukum_Adat
84
http://wikipedia.org/wiki/Hukum_adat
151
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
hukum adat adalah warga masyarakat asli yang sejak kelahirannya hidup di wilayah
tertentu dan terikat serta tunduk kepada hukum adat tertentu dengan rasa solidaritas yang
amat tinggi di antara para anggotanya.
2. Peradilan Adat
„Peradilan adat adalah peradilan perdamaian di lingkungan masyarakat hukum adat,
yang mempunyai kewenangan memeriksa dan mengadili sengketa perdana dan perkara
pidana di antara para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Pengadilan
memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana berdasarkan hukum
adat masyarakat yang bersangkutan. Pengadilan adat tidak menjatuhkan hukuman pidana
penjara atau kurungan. Putusan pengadilan adat mengenai delik pidana yang perkaranya
tidak dimintakan pemeriksaan ulang oleh pengadilan tingkat pertama, menjadi putusan
akhir dan berkekuatan hukum tetap.85
Peradilan Adat dibagikan ke dalam beberapa kategori, antara lain: Pertama,
Peradilan Adat Biasa. Dalam peradilan adat biasa, masalah tertentu dapat ditangani dan
diselesaikan dengan bijaksana oleh para tetua adat dalam komunitas masyarakat tertentu;
Kedua, Peradilan Adat Luar Biasa. Peradilan adat luar biasa adalah peradilan adat yang
dilakukan dengan campur tangan Yang Ilahi (Allah) untuk memecahkan persoalan yang
rumit dan memastikan suatu kebenaran atau kepastian.
Kategori peradilan kedua ini disebut peradilan istimewa, yang dalam prosesnya
melibatkan Yang Ilahi (Allah) untuk membuktikan suatu pelanggaran dan memastikan
sesuatu tindakan yang hendak dilakukan. Karena itu peradilan ini dinamakan„mekanisme
pembuktian alamiah‟. Dalam kategori tertentu, praktek pembuktian alamiah ini dapat
dikatakan juga sebagai mekanisme untuk mencari kebenaran, tanpa adanya campur tangan
dari pihak manapun, kecuali campur tangan Allah secara alami melalui mekanisme
pembuktian tradisional.
3. Pembuktian Tradisional
3.1. Mekanisme Pembuktian Tradisional
Mekanisme pembuktian tradisional merupakan peradilan istimewa dengan
melibatkan Allah secara alami dalam memecahkan persoalan dan atau membuktikan suatu
kebenaran atau kepastian. Aspek utama yang harus dipenuhi dalam mekanisme ini adalah
aspek „kerendahan hati, kepasrahan, keyakinan atau kepercayaan‟ kepada sang Khalik
(Allah). Keyakinan yang dimaksud di sini adalah sikap dan tindakan manusia yang disertai
dengan kerendahan hati dan penyerahan diri total kepada Sang Khalik agar turut serta dan
terlibat secara alamiah dalam memecahkan persoalan yang dialami dan atau menemukan
suatu kebenaran/ kepastian sesuatu.
Peradilan istimewa ini telah lama dipraktekkan oleh masyarakat pribumi di Tanah
Papua. Dalam dan melalui mekanisme ini, Sang Khalik (Allah) hadir dan ikut campur
85
http://wikipedia.Org/w/index.php?title=Istimewa:Pencarian&search=pengadilan+adat
152
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
tangan dalam menangani dan menyelesaikan persoalan hidup yang dialami oleh warga asli
Papua. Dengan adanya penerapan mekanisme adat ini, maka masalah-masalah rumit
apapun dapat diatasi dan diselesaikan.
86
Wawancara dengan Tn Yance Miage pada tanggal 7 September 2011 di Biak
153
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
c. Mekanisme Asar
Mekanisme Asar adalah suatu pembuktian tradisonal secara alami dengan cara
mengasar di atas para-para perapian yang membara. Untuk membuktikan apakah setiap
personil akan mendapat malapetaka atau selamat dalam perang, sebelumnya mereka
terlebih dahulu melakukan pembuktian tradisonal.
Caranya masing-masing personil membungkus sagu untuk diasar; selanjutnya
mereka membuat para-para perapian. Masing-masing menandai bungkusan sagu itu agar
tidak tercampur dengan bungkusan personil lainnya. Asar sagu yang sudah bungkus
diproses dalam perapian selama satu malam. Saat hendak pergi menghadapi perang,
masing-masing mengambil sagunya dari para-para perapian dan masing-masing
mematahkan sagu asarannya; jika hasil sagu asarannya sedikit mentah, maka ia pasti kena
87
Ibid.
88
Wawanca dengan Usman Usama Yogobi, 23 Februari 2020, Jayapura – Papua.
154
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
luka ringan di dalam medan perang. Jika sagu asarannya mentah sebagian, maka ia akan
mendapat luka berat; dan jika sagu asarannya mentah seantero, maka ia akan tewas di
dalam perang. Kebiasaan ini dipraktekkan oleh masyarakat Pribumi Papua yang berdomisili
di wilayah teluk Wondama, Kaimana, Teluk Etna dan Nabire Pesisir.89
d. Mekanisme Bakar/Asar Sagu/Babi
Mekanisme Bakar adalah suatu mekanisme pembuktian tradisional untuk
membuktikan kebenaran atau kepastian akan sesuatu hal yang hendak dilakukan.
Mekanisme ini diterapkan oleh masyakar adat yang berdomisili di Papua Selatan. Yang
lebih menarik adalah mekanisme ini digunakan untuk „memilih pemimpin kepala suku‟;
selain itu mekanisme ini dipakai juga untuk membuktikan kepastian dalam menghadapi
perang: Apakah akan menang atau kalah, apakah kena musibah dalam perang atau selamat.
Bahan yang digunakan dalam pembuktian atau pemilihan pemimpin ini adalah sagu
dan babi hutan berbulu kasar. Prosesnya, sagu atau potongan babi dibakar di para-para
perampian yang membara selama satu hari dan satu malam. Jika bahan-bahan yang dibakar
itu tidak masak atau sebagiannya mentah, maka yang bersangkutan tidak layak menjadi
pemimpin atau tidak ikut serta dalam pertempuran; dan sebaliknya jika bahan yang dibakar
itu masak betul (matang), maka yang bersangkutan layak menjadi pemimpin kepala suku,
atau dapat ikut serta dalam perang suku atau pertempuran.90
f. Mekanisme Mawi
Mawi adalah salah satu mekanisme yang digunakan untuk memastikan sesuatu hal.
Tradisi ini dipraktekkan oleh masyarakat asli yang mendiami di Teluk Cenderawasih
(Teluk Saireri). Proses pembuktiannya adalah seutas tali dibuat sampul di ujungnya.
89
Wawanca dengan Tn Gunawan Inggeruhi, pada 1 September 2011 di Jayapura – Papua
90
Wawancara dengan Tn Dai, pada 8 Juli 2011 di Jayapura – Papua
91
Wawancara dengan Tn Ifraim Yoteni, 10 September 2011 di Biak - Papua
155
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Dibentangkan mengikuti jarak tangan kiri dan kanan. Apabila jangkauan tangannya sampai
pada ujung simpul dari tali tersebut, maka apa yang diramalkan itu terlaksana; dan
sebaliknya, apabila jangkauan tangannya tidak sampai di ujung simpul dari tali tersebut,
maka maksud ramalannya tidak akan terpenuhi.
Bisa juga menggunakan anak panah. Misalnya, apabila seorang nelayan meramal
tentang keadaan cuaca dan hasil tangkapan ikan yang banyak, dia melakukan ramalan
seperti yang dimaksud. Hal ini juga dipraktekkan untuk mencari tahu pelaku pencurian atau
pembunuhan atau kejahatan lainnya.92
g. Mekanisme Air Panas Dalam Bambu
Mekanisme ini adalah suatu model pembuktian tradisional utuk mencari kebenaran
atau kepastian sesuatu yang akan dilakukan. Caranya adalah air putih direbus dalam bambu.
Untuk membuktikan tuduhan, maka pihak tertuduh memasukkan jari tangan dalam air yang
mendidih dalam bambu. Prosesnya, hakim Adat memegang tangan si tertuduh dan
memasukkan jari-jari tangannya ke dalam air panas tersebut dan kemudian tertuduh
mengangkat tangannya ke langit dengan bersumpah: “Nha Ik, Nha Bel, Nha Kla (dalam
nama Tuhan pencipta langit dan bumi), saya bersumpah bahwa saya tidak melakukan hal
yang dituduhkan terhadap saya”.
Kemudian memasukkan jari tangan kedua kali ke dalam air yang mendidih tersebut.
Jika jari-jari tangan kirinya tidak melepuh (tidak lecet), maka oknum itu tidak bersalah atas
tuduhan itu, sebaliknya jari-jari tangannya melepuh (lecet, terluka), berarti oknum itu
bersalah (pelaku).93
92
Ibid.
93
Wawancara dengan Tn Maithy Momot pada 24 September 2011 di Jayapura.
94
Yoteni, Op.Cit.
156
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
95
Wawancara dengan Ny. Pdt Ketty Yabansabra, pada 19 Oktober 2011 di Jayapura – Papua
157
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bab III
PEMBUKTIAN DI HADAPAN ALLAH
& PEMILIHAN PEMIMPIN MENURUT ALKITAB96
H
arun dan keturunannya dipilih Allah untuk menjadi imam untuk menangani hal-
hal yang berkenaan dengan urusan keagamaan Yahudi. Tugas para imam adalah
pertama, untuk memegang jabatan imam bagi Tuhan dalam melayani mezbah
Tuhan; kedua, pengajaran-pengajaran keagamaan (pewartaan kebenaran Firman Allah);
ketiga, bertugas memilih pemimpin atau membuktikan sesuatu di hadapan Tuhan dengan
membuang undi menggunakan Urim dan Tumim.
Di dalam baju efod tepatnya di dalam tutup dada di atas jantung Urim dan Tumim
itu diisi. Seperti ada tertulis: “Di dalam tutup dada pernyataan keputusan itu haruslah kau
taruh Urim dan Tumim; haruslah itu di atas jantung Harun, apabila ia masuk menghadap
Tuhan, dan Harun tetap membawa keputusan bagi orang Israel di atas jantungnya, di
hadapan Tuhan” (Keluaran 28: 30). Ada tertulis dalam kitab Amsal pasal 16 ayat 33 bahwa
“Undi dibuang di pangkuan, tetapi setiap keputusannya berasal dari pada Tuhan”.
96
Alkitab versi bahasa Indonesia aplikasi on line
158
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Tentang ini dimuat dalam Kitab Immamat 16: 7 – 10: “Ia harus mengambil kedua
ekor kambing jantan itu dan menempatkan di hadapan Tuhan, di depan pintu
kemah pertemuan, dan harus membuang undi atas kedua kambing jantan itu,
sebuah undi bagi Tuhan dan sebuah undi bagi Azazel. Lalu Harun harus
mempersembahkan kambing jantan yang kena undi bagi Tuhan itu dan
mengolahnya sebagai korban penghapus dosa. Tetapi kambing jantan yang kena
undi bagi Azazel haruslah ditempatkan hidup-hidup di hadapan Tuhan untuk
mengadakan pendamaian, lalu dilepaskan bagi Azazel ke padang gurun.”
Dalam kitab Bilangan 34:13 “Musa memerintahkan kepada orang Israel: Itulah
negeri yang akan kamu bagi sebagai milik pusaka dengan membuang undi yang
diperintahkan Tuhan untuk diberikan kepada suku yang sembilan setengah itu”.
Dalam kitab Yosua 18:6 “Kamu catat keadaan negeri itu dalam tujuh bagian dan
kamu bawa kemari kepadaku, lalu aku akan membuang undi di sini bagi kamu di
hadapan Tuhan, Allah kita”.
Juga dalam kitab Yosua 18:8 “…. Di Silo aku akan membuang undi bagi kamu di
hadapan Tuhan”. Yosua 18:10 “Lalu Yosua membuang undi bagi mereka di Silo, di
hadapan Tuhan, dan di sinilah Yosua membagikan negeri itu kepada orang Israel
sesuai dengan pembagian mereka”.
Baca juga dalam Kitab Bilangan 33:54, 36: 2; Yesaya 34:17 dan Yosua 23: 4.
159
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
“Kata Saul: „buanglah undi antara aku dan anakku Yonatan.‟ Lalu didapati Yonatan.
Kata Saul kepada Yonatan: „beritahulah kepadaku apa yang telah kau perbuat‟. Lalu
Yonatan beritahu kepadanya, katanya: „memang aku telah merasai sedikit madu
dengan ujung tongkat yang ada di tanganku. Aku bersedia mati” (Kitab I Samuel
14: 40 – 43).
Namun, rakyat bangsa Israel membela Yonatan agar ia dibebaskan dari hukuman
mati. Akhirnya raja Saul (ayahnya) mengurungkan niat untuk membunuh anaknya.
Selain itu, nabi Yunus diutus oleh Allah untuk menyerukan pertobatan bagi Niniwe,
namun ia menyingkir ke Tarsis dengan menumpangi sebuah kapal. Dalam perjalanan kapal
yang ditumpanginya mendapat badai besar, sehingga kapal itu hampir saja terpukul hancur.
Kemudian nahkoda membangunkan nabi Yunus yang tertidur di ruangan kapal yang paling
bawah.
“Lalu berkatalah mereka satu sama lain: „marilah kita buang undi, supaya kita
mengetahui karena siapa kita ditimpa oleh malapetaka ini‟. Mereka membuang undi
dan Yunuslah yang kena undi” (Kitab Yunus 1: 1-17).
Melalui buang undi itu nabi Yunus didapati bersalah. Ia mengakui kesalahannya
bahwa memang dirinya bersalah di hadapan Allah, karena tidak melaksanakan
perintah Allah dan menyingkir ke kota lain.
Nabi Yunus bersedia dibuang ke dalam laut, dan ditelan ikan paus hingga tiga hari.
Allah mendengar doa nabi Yunus dari dalam perut ikan dan Allah memerintahkan
ikan paus memuntahkan nabi Yunus ke pantai. Akhirnya ia selamat dan pergi
melaksanakan tugas yang diperintahkan Allah kepadanya, yaitu menyerukan
pertobatan bagi penduduk kota Niniwe melalui doa-puasa selama 40 hari 40
malam.
3.5. Buang Undi Untuk Membagi Jabatan Imam Dalam Beberapa Rombongan
Bangsa Israel juga membuang undi untuk membagi para imam dalam beberapa
rombongan (kelompok/ puak) untuk melaksanakan tugas pelayanan keagamaannya.
160
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
“Undian untuk pintu Timur jatuh pada Selemya; Selanjutnya mereka membuang
undi bagi Zakaria, anaknya, seorang penasehat yang berakal budi, lalu jatuhlah
undiannya untuk pintu utara” (Kitab 1 Tawarikh 26:14).
Mezbah Tuhan harus menyala siang maupun malam. Maka bangsa Israel membuang undi
untuk pengadaan kayu bakar secara bergilir.
“Pula dengan membuang undi kami, yakni para imam, orang-orang Lewi dan
kaum Awam, menetapkan suatu cara untuk menyediakan kayu api. Kayu itu
harus dibawa ke rumah Allah kami secara bergilir oleh kaum-kaum keluarga
kami pada waktu-waktu tertentu setiap tahun, supaya di atas mezbah Tuhan
Allah kami ada api yang menyala, seperti tertulis dalam Kitab Taurat” (Nehemia
10:34).
161
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
162
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bab IV
HAKEKAT PEMBUKTIAN HUKUM POSITIF, TRADISIONAL &
ALKITABIAH
P
embuktian adalah perbuatan membuktikan. Membuktikan bararti memberikan atau
memperlihatkan bukti, melakukan suatu kebenaran, melaksanakan, menandakan,
menyaksikan dan meyakinkan.
Tujuan pembuktian hukum positif (pidana dan perdata) adalah untuk memberikan
kepastian yang diperlukan dalam menilai sesuatu hal tertentu tentang fakta-fakta atas nama
penilaian tersebut harus didasarkan.97Atau menurut Riduan Syahrani pembuktian adalah
penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim yang memeriksa suatu
perkara guna memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang dikemukakan.98
Sedangkan tujuan pembuktian tradisional secara alami melalui model-model
pembuktian asli yang dipakai di suku-suku di tanah Papua adalah untuk memastikan pelaku
kejahatan, atau untuk memastikan sesuatu kegiatan yang akan dilaksanakan, atau
memastikan sesuatu yang diharapkan, atau membuktikan suatu kebenaran.
Tujuan pembuktian tradisional, hampir sama atau mirip dengan tujuan pembuktian
menurut Alkitab yang diperaktekkan dalam tradisi bangsa Israel yang difirmankan oleh
Allah melalui perantaraan nabi Musa. Tujuan membuang undi dengan urim dan tumim atau
pembuktian di hadapan Allah adalah: untuk perdamaian, untuk pembagian tanah pusaka,
memilih pasukan tempur, membuktikan siapa yang salah, membagi jabatan dalam beberapa
puak atau golongan, untuk membagi tugas, untuk menetap di salah satu kota atau tempat,
untuk mendapatkan sesuatu, untuk mengetahui suatu kepastian atau kebenaran, dan
digunakan untuk memilih pemimpin, dan lain-lain.
97
H.S.Brahmana, S.H. M.H, www:pn-lhoksukon.go.id
98
http://id.wikipedia.org
163
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
99
http://id.wikipedia.org/wiki/pembuktian_melaluideduksi#_note-o
100
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran_deduktif
101
Bdk. http://id.wikipedia/wiki/Logika#Logika_alamiah
164
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
atas terdakwa/tergugat/termohon, pada saat yang sama pula hakim merendahkan integritas
dirinya/integritas lembaganya; dan tindakan ini dapat dikategorikan pelanggaran Hak Asasi
Manusia karena merendahkan dan menghina martabat manusia.
Sebaliknya, ada masalah-masalah tertentu yang didukung oleh alat bukti yang sah,
namun seringkali para penegak hukum tidak memproses para pelaku. Hal ini terjadi karena
banyak sebab, antara lain: disuap dengan uang atau barang atau jabatan tertentu, adanya
hubungan keluarga atau hubungan kerja, tindakan yang dilakukannya untuk
menyelamatkan kepentingan Negara atau lembaga tertentu atau golongan tertentu; dan lain
sebagainya. Praktek hukum seperti ini disebut „hukum tebang pilih kasih‟.
102
H.S.Brahmana, S.H. M.H, Op.Cit.
103
Ibid.
165
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
104
Ibid.
105
Ibid.
106
http://www.kaskus.us/showthread,php?t=9386676
166
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
saya yakin bahwa ketika mengalami masalah yang paling rumit dan sulit mengatasinya,
pasti ia akan mencari pihak lain untuk mengatasi persoalan atau masalah rumit yang
dialaminya.
Misalnya, ketika seseorang dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh
pihak berwajib karena menyuarakan kebenaran, ruang geraknya terbatas, setiap saat
dihantui perasaan takut dan berada dalam ketidak-pastian akan keamanan dirinya. Dalam
kondisi seperti ini pastilah ia akan mencari pertolongan dari sesama, tetapi dalam hal ini
sangat sulit, karena ia berada dalam pantauan pihak berwajib. Satu-satunya yang ia lakukan
adalah mencari perlindung dari Allah, walaupun sebelumnya tidak mengakui adanya
Tuhan. Kasus serupa dialami oleh beberapa orang aktifis Papua merdeka.
Dalam dan melalui masalah yang sangat sulit diatasinya, manusia berusaha mencari
dan mengenali keberadaan tempat bergantung yang dapat menemukan jalan ke luar dari
konflik (masalah) yang dialaminya atau membebaskan manusia dari kemelut atau persoalan
yang dialaminya. Demikian pula para leluhur bangsa Papua menerapkan berbagai
mekanisme pembuktian tradisional agar Yang Ilahi campur tangan dalam persoalan rumit
yang dialami oleh manusia.
Tentang adanya Allah yang tak terbantahkan ditemukan oleh Thomas Aquino.
Menurutnya, pengetahuan manusia dapat mengetahui eksistensi Tuhan melalui indrawi.107
Pemikiran Thomas Aquino atas eksistensi Allah (keberadaan Allah) ditemukan dalam lima
jalan atau Quinquw viae dengan prinsip kausalitas.
Allah dipandang sebagai prinsip pertama yang menjadi sebab (causa) tertinggi dari
setiap gejala alamiah di bumi. Adapun lima jalan kausalitas tersebut, yakni:108
1) Jalan gerak atau matus. Fakta adanya gerak di dunia jasmani. Seperti perubahan
fisik terjadi disebabkan oleh gerak dan sesuatu yang menggerakkan pasti digerakkan
oleh sesuatu yang lain. Gerakkan tersebut tidak dapat berjalan tanpa batas sampai
tak terhingga. Fakta tersebut menyimpulkan adanya gerak pertama yang tidak
digerakkan oleh penggerak yang lain. Thomas Aquino menyebut penggerak pertama
adalah Allah.
2) Jalan sebab akibat (ex ratione causae). Fakta adanya sebab akibat. Akibat
disebabkan oleh sesuatu, di mana tidak semua merupakan penyebab yang
menghasilkan dirinya sendiri dan penyebab pertama tidak mungkin terbatas
(infinitum). Thomas Aquino menyebut penggerak pertama yang tidak disebabkan
oleh sesuatu yang lain adalah Allah.
4) Jalan derajat kausalitas atau (ex gradibus qui in rebus inveniuntur). Pembuktian
tingkat kausalitas. Di dunia jasmani ada ukuran, ada kurang, ada lebih seperti
kurang adil atau lebih adil, dll. Thomas Aquino menyebut ukuran yang superlatif
dan sempurna adalah Allah.
168
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
menggunakan „urim‟ dan „tumim‟, untuk mengetahui kehendak Tuhan dalam memastikan
sesuatu kebenaran dan dalam pemilihan pemimpin.
169
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bab V
METODE PEMBUKTIAN DI HADAPAN ALLAH
DALAM PERKARA PIDANA & PERDATA ALTERNATIF
S
ecara harafiah, pembuktian adalah perbuatan membuktikan. Membuktikan bararti
memberikan atau memperlihatkan bukti, melakukan suatu kebenaran, melaksanakan,
menandakan, menyaksikan dan meyakinkan.
Pembuktian tradisonal (yang disebut pembuktian di hadapan Allah), berbeda dengan
pembuktian hukum positif dalam perkara pidana dan perdata. Pembuktian hukum positif
adalah ketentuan-ketentuan yang berisi pedoman tata cara yang dibenarkan undang-undang
untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan terhadap terdakwa.
Pembuktian merupakan bagian terpenting dalam Sidang Pengadilan karena dengan
pembuktian akan tampak: apakah terdakwa bersalah atau tidak bersalah. Apabila hasil
pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup kuat
membuktikan kesalahan yang didakwakan, maka terdakwa dibebaskan dari jeratan
hukuman. Sebaliknya, kalau kesalahanya dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebut
dalam undang-undang terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa dinyatakan
bersalah, dan kepadanya dijatuhkan hukuman.109
Sedangkan mekanisme pembuktian di hadapan Allah dapat ditempuh untuk
memperoleh kepastian atau kebenaran akan sesuatu pelanggaran, tanpa pihak berwenang
(penegak hukum) bekerja keras menghadirkan bukti-bukti untuk mengadili perkara pidana
atau perdata. Selain itu, dalam pembuktian hukum, tidaklah dibutuhkan keyakinan akal
budi (subyektif) hakim dalam memutuskan suatu perkara.
Mekanisme pembuktian di hadapan Allah yang disidangkan oleh hakim Adat
didampingi hakim Agama di „Para-Para Adat‟ dapat secara jelas membuktikan masalah
yang dituduhkan: apakah yang bersangkutan (tertuduh) benar dan tidak benar, bersalah atau
tidak bersalah. Jika dalam pembuktian di hadapan Allah di para-para adat (melalui salah
satu mekanisme pembuktian tradisional), yang bersangkutan terbukti bersalah, maka hakim
Adat dan hakim Agama secara resmi menyerahkan yang bersangkutan (terdakwa) kepada
aparat penegak hukum untuk diproses hukum sesuai dengan hukum yang berlaku,
sebaliknya jika tidak terbukti, maka tertuduh dibebaskan dari masalah yang dituduhkan.
Terdakwa yang sudah terbukti dalam peradilan di para-para Adat, proses hukum
selanjutnya terdakwa disidangkan oleh hakim Negara untuk melengkapi bukti tambahan,
lalu sidang tuntutan dan divonis tanpa membutuhkan proses hukum dalam waktu yang
lama, tanpa membutuhkan kerja keras untuk membuktikan melalui alat-alat bukti (proses
peradilan cepat), karena di peradilan para-para adat oleh hakim Adat setempat didampingi
109
www.litigasi.co.id
170
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
hakim Agama sudah membuktikan melalui salah satu mekanisme tradisional sesuai
ketentuan hukum yang berlaku. Maka proses sidang tuntutan dan putusan selanjutnya
berlangsung cepat, tepat, bersih, berwibawa, adil, dan bertanggung jawab.
Dalam pembuktian hukum positif acara pidana, „hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya‟110, sementara dalam pembuktian di hadapan
Allah melalui mekanisme tradisional, sekurang-kurangnya satu alat bukti sudah cukup,
buktinya adalah bahwa dalam peradilan para-para adat melalui salah satu mekanisme
pembuktian di hadapan Allah telah dibuktikan bahwa yang bersangkutan adalah pelaku
yang terbukti melakukan suatu tindak kejahatan pidana atau perdata, maka proses hukum
selanjutnya pihak berwenang (Jaksa) mengajukan tuntutan dan hakim Negara menjatuhkan
putusan hukuman pidana, atau putusan perkara perdata.
110
Ibid.
171
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
penegak hukum Negara, karena pembuktian pelaku dilakukan di peradilan „Para-Para Adat‟
oleh hakim Adat setempat didampingi hakim Agama.
Supaya kita memiliki gambaran mengenai proses hukum ini, kami mencantumkan
salah satu contoh proses pembuktian untuk membuktikan pelaku kejahatan. Misalnya, salah
seorang ditemukan tewas (meninggal dunia) di dalam rumah. Ada saksi yang melihat
bahwa ada seorang laki-laki masuk di rumah korban dan tidak lama kemudian laki-laki itu
keluar dari rumah itu dengan bercak darah di tangannya.
Masalah tersebut dilaporkan kepada pihak berwenang (polisi Negara atau polisi
Adat). Kemudian pihak berwenang menyaring informasi. Ternyata ada saksi yang melihat
seorang pria masuk dalam rumahnya dan tidak lama kemudian laki-laki itu keluar. Pihak
berwenang menangkap orang tersebut dan untuk membuktikan tuduhan itu, maka yang
bersangkutan (tertuduh) di bawa ke peradilan „para-para adat‟ untuk pembuktian di hadapan
Allah melalui mekanisme tradisional oleh hakim Adat setempat didampingi hakim Agama.
Jika yang bersangkutan dibuktikan melalui peradilan adat bahwa dirinya terbukti sebagai
pelaku. Maka hakim Adat didampingi hakim Agama menyerahkan terdakwa ke pihak
berwajib (aparat penegak hukum) untuk diproses melalui hukum positif (sesuai ketentuan
hukum pidana atau perdata yang berlaku).
Dalam proses hukumnya, pasal-pasal yang dikenakan harus sesuai dengan
perbuatannya. Proses hukum dilakukan secara tepat, cepat, benar, bersih, berwibawa,
terukur, adil dan dapat dipertanggung-jawabkan. Putusan hukuman oleh hakim harus
setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya, artinya putusan pengadilan benar-benar
memberikan rasa keadilan, baik bagi pihak korban maupun pelaku.
Siapapun tidak pernah terbebas dari sanksi dan tidak akan membela diri, jika
memang seseorang melakukan pelanggaran hukum. Jika tertuduh itu melawan dan tidak
mengaku, dia tahu apa yang akan menimpanya; namun jika dia tidak bersalah, maka dia
akan terbebas dari hukuman. Siapapun tidak akan lolos, atau membela diri di depan
peradilan “Para-Para Adat”, karena peradilan ini dibuktikan di hadapan Allah atas suatu
perkara pidana dan perdata dengan menggunakan mekanisme tradisional oleh hakim adat
setempat didampingi hakim Agama. Peradilan ini tidak sama dengan peradilan modern
yang bisa membela diri dan merekayasa sesuatu. Model peradilan pembuktian di hadapan
Allah ini sangat ketat, tepat, terukur, bersih, berwibawa, pasti, benar, dapat dipercaya
(otentik), bertanggung jawab dan sah.
Mekanisme pembuktian di hadapan Allah ini digali dan dirumuskan oleh penulis
untuk diusulkan kepada bangsa Papua, juga bangsa lain agar diterapkan dalam penegakkan
hukum. Tujuannya adalah untuk kepastian hukum bagi pihak tertuduh. Jika terbukti
bersalah, maka putusan hukum dari pengadilan memberi rasa keadilan bagi pelaku maupun
pihak korban. Dan mekanisme ini dapat diterapkan juga dalam resolusi konflik laten
maupun konflik terbuka, baik konflik skala kecil maupun skala besar di dunia.
172
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bab VI
MODEL-MODEL DEMOKRASI
1. Demokrasi
1.1. Pengertian Demokrasi
ata demokrasi berasal dari kata Yunani „demos‟ yang berarti people (rakyat,
111
http://id.wikipedia.org/wiki/demokrasi
112
Diposkan oleh Alamin Rayyiis; Jurnal Media, 26 Juli, 2009
113
Wpbadmin, http://korandemokrasiindonesia.wordpress.com/2009/11/27/demokrasi; at 07/19/2010-
15:08; wpbadmin’sblog
114
Suteju K.Widodo, Makalah yang disampaikan dalam Diskusi Sejarah “Wajah Demokrasi di Indonesia”
diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, Departemen Kebudayaan
dan Pariwisata, di LPMP Semarang, 30-31 Maret 2009, hal. 3
173
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Demokrasi lahir di Yunani, khususnya kota Sparta dan Athena. Pada abad ke 6
Sebelum Masehi (5000 SM), orang Yunani memandang kediktatoran sebagai bentuk
pemerintahan terburuk yang mengabaikan hak-hak dasar masyarakat. Sistem demokrasi
klasik menjadi sistem pemerintahan alternatif. Sistem pemerintahan sebelumnya didominasi
oleh sistem Kerajaan, Kediktatoran, Aristokrasi atau Oligarki, dan lain-lain.
Demokrasi yang berkembang di Yunani, bukan sentralisasi demokrasi terpusat atau
perwakilan, seperti demokrasi modern, tetapi demokrasi langsung; artinya semua
masyarakat yang berada di polis (kota) berkumpul untuk membicarakan segala bentuk
persoalan pemerintahannya. Demokrasi model ini diterapkan karena masyarakat Yunani
dipecah menjadi kota-negara bagian kecil-kecil (tidak pernah lebih dari 10.000 warga) yang
lebih dikenal dengan nama „polis‟, dan dengan demikian semua orang mendapat
kesempatan untuk menyuarakan pendapat atas persoalan-persoalan pemerintahan.115
2. Model-Model Demokrasi
Secara garis besar aliran pikiran yang dinamakan demokrasi dapat dikelompokkan
ke dalam dua aliran besar, yaitu „demokrasi konstitusional‟ dan kelompok aliran yang
menamakan dirinya „demokrasi‟ yang pada hakekatnya mendasarkan diri pada komunisme
(liberal).116 Berikut ini beberapa model atau bentuk demokrasi yang pernah diterapkan oleh
umat manusia di planet bumi ini, antara lain:117
2.1. Monarkhi
Monarkhi berasal dari bahasa Yunani:„monas‟ (satu) dan „archein‟ (pemerintah).
Monarkhi adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh seorang penguasa Kerajaan atau
Kaisar. Raja atau Ratu atau Kaisar adalah penguasa tunggal untuk memerintah rakyat dalam
wilayah kekuasaan kerajaan atau kekaisarannya. Ini adalah bentuk pemerintahan kuno
(monarkhi mutlak/absolut). Berjalannya waktu kemudian, berkembanglah sistem Monarkhi
Parlementer dengan pembagian tugas dan tanggung jawab di antara (eksekutif, legislatif
dan yudikatif).
Raja atau Ratu atau Kaisar hanyalah sebagai simbol pemerintahan dan sebagai
kepala Negara (Kerajaan/Kekaisaran). Tugas pemerintahan dijalankan oleh para Dewan
Menteri yang dikepalai oleh Perdana Menteri yang dipilih langsung oleh rakyat melalui
demokrasi (Pemilihan Umum oleh Rakyat), termasuk anggota Parlemen (DPR). Perdana
menteri mengangkat para menterinya dan mereka bertanggung jawab kepada Perdana
Menteri. Selanjutnya Perdana Menteri bertanggung jawab kepada Parlemen sebagai
pemegang mandataris Rakyat. Juga ada Monarkhi Konstitusional adalah bentuk pemerin-
115
Alamin Rayyiis, Op.Cit.
116
Sutejo, Op.cit.hal. 4
117
Wpbadmin.Op.Cit
174
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
tahan dalam suatu Negara yang dikepalai oleh seorang Raja atau Kaisar yang kekuasannya
dibatasi oleh Undang Undang Dasar (Konstitusi).
2.2. Oligarki
Oligarki adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif
dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan,
keluarga atau militer. Istilah ini muncul dari bahasa Yunani: „oligon‟ (untuk sedikit) dan
„arkho‟ (memerintah).118 Maka kekuasaan politiknya dikuasai oleh segelintir individu (para
elite), atau bangsa berkelas atau yang disebut para bangsawan.
2.3. Aristokrasi
Aristokrasi berasal dari bahasa Yunani, “Aristokratia”, terdiri dari „Aristos‟
(excellent), „kratos‟ (kekuatan). Aristokratia yang berarti „aturan yang terbaik‟.
Aristrokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana kekuasaan berada di tangan kelompok
kecil, yang mendapat keistimewaan, atau kelas bangsawan yang berkuasa119.
2.4. Mobokrasi
Mobokrasi berdasarkan pendapat Plato bahwa Mobrokasi adalah pemerintahan yang
dikuasai oleh kelompok orang yang memiliki kepentingan kelompok yang berkuasa. Dalam
artian golongan-golongan tertentu saja. Mobrokrasi melanggengkan kekuasaan berdasarkan
kehendak pribadi pemimpin, bukan kepada kehendak keseluruhan masyarakat di dalam
negaranya.120 Akhirnya terjadi kekacauan dalam tatanan masyarakat dan pemerintahannya
sehingga masyarakat jelata membentuk perlawanan untuk merebut kekuasaan, walaupun
mereka tidak paham tentang mekanisme dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan.
2.5. Okhlokrasi
Demokrasi Okhlorasi hampir sama dengan Mobokrasi. „Okhloh‟ artinya “orang
tanpa pendidikan”. Pemerintahan yang dipimpin oleh orang yang belum berpendidikan
(belum mengetahui sistem dan tata kelolah pemerintahan).121
2.6. Anarkhi
Anarkhi adalah suasana hidup warga tanpa adanya pemerintahan yang kuat. Anarki
adalah suatu keadaan Negara dimana pemerintahan sangat lemah dan masing-masing rakyat
bertindak dengan sewenang-wenang seolah-olah merekalah penguasa dan menganggap
pemerintahan yang sah tidak ada.122
118
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Oligarki
119
Ibid, Aristokrasi
120
www:pokjawacana.com
121
http://ilmupolitikdanpemerintahan.blogspot
122
Ibid.
175
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
2.7. Polity
Polity menurut Aristores adalah kategori bentuk pemerintahan yang ideal, yaitu
pemerintahan yang dijalankan oleh banyak orang dan dengan tujuan untuk kepentingan
umum, atau kepentingan bersama.123
2.8. Tirani
Tirani adalah bentuk pemerintahan dimana kekuasaan pemerintahan berada di
bawah kendali seseorang dan digunakan bukan untuk kebaikan bersama, tetapi memerintah
untuk mencapai kepuasaan dan kepentingan sendiri.124
123
Ibid.
124
Ibid.
176
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
2.12. Sosialisme
Sosialisme adalah paham yang bertujuan perubahan bentuk masyarakat dengan
menjadikan perangkat produksi menjadi milik bersama dan pembagian hasil secara merata
disamping pembagian lahan kerja dan bahan konsumsi secara menyeluruh dan merata.
Dapat didefinisikan pula bahwa „sosialisme‟ adalah sistem hidup yang menjamin Hak Asasi
Manusia, hak sama rata, demokrasi, kebebasan dan sekularisme.
Yang mendukung paham ini meyakini bahwa dengan menganut paham sosialisme
jaminan keadilan akan terwujud. Sosialisme terpecah menjadi dua, yaitu sosialisme
komunis dan sosialisme demokrasi. Pada abad ke 20 sosialisme memiliki beberapa cabang
gerakan, antara lain: 1) sosialisme demokrasi, 2) Marxisme-Leninisme, 3) Anarkisme-
Sindikalisme.125
125
www:shonz512.wordpress.com
177
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
2.14. Meritokrasi
Meritokrasi berasal dari kata „merit‟ atau manfaat, meritokrasi menunjuk suatu
bentuk sistem politik yang memberikan penghargaan lebih kepada mereka yang berprestasi
atau berkemampuan. Kerap dianggap sebagai suatu bentuk sistem masyarakat yang sangat
adil dengan memberikan tempat kepada mereka yang berprestasi untuk duduk sebagai
pemimpin, tetapi tetap dikritik sebagai bentuk ketidak-adilan yang kurang memberi tempat
bagi mereka yang kurang memiliki kemampuan untuk tampil memimpin. Dalam pengertian
khusus meritokrasi kerap dipakai menentang birokrasi yang sarat KKN, terutama pada
aspek nepotisme.
2.15. Teokrasi
Teokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana agama atau iman memegang peranan
utama. Kata „Teokrasi‟ berasal dari bahasa yunani „Theokratia‟. „Theos‟ artinya „Tuhan‟.
Dan „Kratein‟ artinya „memerintah‟. Teokrasi artinya „Pemerintahan oleh Tuhan‟.
2.16. Plutokrasi
Plutokrasi merupakan suatu sitem pemerintahan yang mendasarkan suatu kekuasaan
atas dasar kekayaan yang mereka miliki. Berasal dari bahasa Yunani „Plautos‟ yang berarti
„kekayaan‟ dan Kratos yang berarti „kekuasaan‟. Riwayat keterlibatan kaum hartawan
dalam politik kekuasaan memang berawal di kota Yunani untuk kemudian diikuti di
kawasan Genova, Italia.
178
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
2.18. Teososiokrasi
Model demokrasi yang terakhir ini adalah Teososiokrasi. Sistem demokrasi inilah
yang saya - penulis teliti, digali dan dikembangkan dalam buku ini dari model demokrasi
asli yang digunakan oleh suku-suku di Tanah Papua.
Istilah Teososiokrasi terdiri dari tiga kata „Teo‟ „socius, „kratos/ kratein‟:
Teo artinya Tuhan;
Socius artinya masyarakat, penduduk, manusia, teman, kawan, sahabat;
Kratos artinya kekuasaan, memerintah.
Teososiokrasi „Tuhan memilih wakil rakyatnya untuk melayani‟, atau pengertian
lainnya adalah bentuk pemerintahan Tuhan yang dijalankan oleh wakil rakyat yang dipilih
dan ditentukan oleh Tuhan melalui mekanisme demokrasi tradisional.
Teososiokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana agama atau iman memegang
peranan utama.
Teososiokrasi adalah Tuhan yang maha kuasa berada di dalam struktur alam
semesta dan turut serta mengambil bagian dalam proses-proses kehidupan
masyarakat, termasuk turut serta dalam pemerintahan di bumi.
Teososiokrasi dapat diartikan sebagai bentuk pemerintahan Tuhan yang di dalam
penyelenggaraan pemerintahannya dilaksanakan oleh wakil masyarakat di bumi
yang dipilih dan ditentukan oleh Allah melalui mekanisme demokrasi tradisional.
Teososiokrasi juga diartikan sebagai bentuk pemerintahan yang di dalamnya Tuhan
bermain peranan dan atau Tuhan turut serta dalam pemerintahan secara alamiah.
Singkatnya Teososiokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang berdasarkan
Allah Tritunggal.
Tentang Teososiokrasi, lebih jelasnya baca keseluruhan dan pahami dalam buku ini,
karena demokrasi asli inilah yang penulis melakukan penelitian dan mengkaji serta
mengembangkan menjadi sebuah mekanisme yang baku, untuk diterapkan pada kehidupan
manusia post modern ini. Mengingat mekanisme demokrasi asli ini, masih relevan dan
masih efektif untuk diterapkan dalam dunia yang penuh harapan, tetapi penuh dengan
berbagai konflik ini. Agar harapan dan kerinduan masyarakat yang menghendaki suatu
kehidupan yang ideal „damai sejahtera‟ tanpa adanya konflik itu benar-benar diwujudkan di
dunia.
Maka demi kepentingan itulah, penulis dalam keterbatasan dan kekurangan dapat
merintis sebuah „proyek penelitian baru‟, mengkaji dan mengembangkan suatu model
demokrasi alternatif dan metode pembuktian hukum perkara pidana dan perdata secara
alami dalam buku ini, berdasarkan kekhasan (keaslian) yang ada dalam suku-suku di Tanah
Papua, yang ditulis dengan bahasa yang sangat sederhana, agar semua tingkatan umur,
pendidikan dan status sosial dapat menangkap isi dari buku ini.
179
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bab VII
PENERAPAN DEMOKRASI MODERN
versus TEO-SOSIOKRASI PAPUA
1. Latar Belakang
P
enerapan sistem Teososiokrasi di Tanah Papua dilatar-belakangi oleh dua hal pokok,
pertama, pengalaman penerapan demokrasi di Indonesia bahkan dunia yang jauh
dari harapan masyarakat dunia; dan kedua, pengalaman perjuangan orang Papua
selama 57 tahun (1961 s/d 2020) yang tidak memberi jawaban atas pergumulan bangsa
Papua. Di bawah ini kami menjabarkan latar belakang sejarah demokrasi untuk memahami
kedua pokok permasalahan tersebut.
180
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
nurani warga lain, demokrasi pemaksaan kehendak para elite (minoritas) kepada rakyat
(mayoritas), demokrasi yang mengekang kebebasan orang lain, dengan demikian demokrasi
Indonesia adalah demokrasi anti kebebasan dan anti kedaulatan rakyat.
Sesungguhnya demokrasi itu adalah kebebasan, dan kebebasan itulah Hak Asasi
Manusia. Namun demokrasi disiasati hanya untuk mempertahankan hegemoni golongan
tertentu dan para elit tertentu (kaum pemodal dan kaum yang berkuasa). Demokrasi itulah
kedaulatan rakyat itu. Jika demokrasi tidak ditegakkan, maka kedaulatan rakyat dikhianati.
“Banyak orang tertipu karena tidak memahami hakekat demokrasi yang sebenarnya.
Secara konsep, rakyat memiliki wewenang dalam mengatur urusan pemerintahan
(kedaulatan rakyat). Rakyatlah penentu kebijakan bagi diri mereka sendiri. Rakyat bebas
berbicara, mengkritik, dan berekspresi. Namun, konsep ini hanya ada pada saat
kelahirannya, yakni pada abad ke 6 SM. Fakta justru menunjukkan bahwa yang
sesungguhnya yang berdaulat adalah para elit politik dan para pemilik modal. Tak salah
jika kemudian orang mengatakan sistem demokrasi sama halnya dengan sistem
korporatokrasi”.126
Fakta penegakkan demokrasi di Indonesia berbanding terbalik dengan harapan
masyarakat pada umumnya. “banyak pihak berharap bahwa demokrasi akan mampu
memberikan kesejahteraan bagi rakyat, berdasarkan asumsi bahwa semakin demokratis,
rakyat kian akan sejahtera. Berbagai model demokrasipun dicoba. Mulai dari demokrasi
terpimpin ala Soekarno, demokrasi Pancasila ala Soeharto, hingga demokrasi liberal ala
reformasi. Namun, hasil yang diharapkan tak kunjung tiba. Rakyat tetap saja tidak
menikmati buah dari demokrasi, selain hanya pesta demokrasi”.127
Kebanyakan para pejabat Indonesia berevoria dengan suksesnya (PEMILU) alias
pesta demokrasi. Namun, pesta demokrasi itu hanyalah sebagai pengumbal janji para
kandidat legislatif dan eksekutif. Pesta demokrasi tidak memberi manfaat bagi masyarakat
yang mengantarnya hingga menduduki kursi empuk.
Para politisi ini tidak memiliki beban moril terhadap suara dan dukungan rakyat
yang telah diberikannya. Dengan berakhirnya pesta demokrasi yang mengantarnya untuk
memegang tampuk kekuasaan, mereka menyibukkan diri dengan urusan kepentingan diri,
keluarga dan golongan untuk memperkaya diri; kepentingan masyarakat umum diabaikan,
janji-janji politiknya tidak diwujudkan dalam perbuatan nyata, bahkan para politisi ini lupa
bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat.
Belum terbangunnya demokrasi sejati di dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara di Indonesia. Demokrasi sejati adalah demokrasi yang menjunjung
tinggi prinsip-prinsip Dasar Hak-Hak Asasi Manusia (HAM); Demokrasi sejati adalah
demokrasi yang menghargai perbedaan dan menghargai keunikan; Demokrasi sejati adalah
demokrasi yang menghargai pandangan orang lain, demokrasi yang menghargai hak-hak
masyarakat pribumi; demokrasi yang memberi ruang kepada masyarakat pribumi untuk
memperjuangkan hak-hak dasarnya, termasuk hak penentuan nasib sendiri.
126
www.bkimipb.org:Copyright@2010.bkimipb.org.DesignedbyShape5.com
127
Ibid.
181
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Berbagai macam produk hukum yang dilahirkan oleh pemerintah, bukan bertujuan
untuk menciptakan keadilan untuk kemakmuran rakyat semesta, tetapi bertujuan untuk
menciptakan peluang tumbuhnya kapitalisme lokal, nasional dan global. Sesungguhnya
apapun produk hukum atau kebijakan apapun yang hendak diterapkan, seharusnya
menempuh beberapa langkah yang kami tawarkan di bawah ini:
1) Pertama, aspirasi datangnya dari rakyat atau kebijakan pemerintah dapat diterima
oleh rakyat setelah pemerintah mensosialisasikan kepada rakyat;
2) Kedua, aspirasi rakyat atau kebijakan pemerintah itu dirancang dalam produk
hukum;
3) Ketiga, sebelum disahkan hasil rancangan (draf) peraturan itu disosialisasikan
kepada rakyat semesta sebagai pemegang kedaulatan yang sesungguhnya untuk
mendapat klarifikasi, masukan dan kritikan untuk perbaikan;
4) Keempat, Penetapan produk hukum;
5) Kelima, mensosialisasikan apa yang sudah diputuskan dan ditetapkan kepada
masyarakat;
6) Keenam, Penerapan produk hukum;
7) Ketujuh, Jika dalam penerapannya tidak menjawab kebutuhan rakyat, maka produk
hukum itu perlu ditinjau kembali untuk: a) dicabut jika produk hukum itu terbukti
dalam evaluasinya benar-benar tidak efektif dan tidak produktif; b) dibenahi
kembali jika produk hukum itu adanya kekurangan (kelemahan) materi-formilnya.
Tujuh tahapan yang kami tawarkan ini sebaiknya ditempuh oleh pemerintah agar
masyarakat sebagai pemegang mandat yang sesungguhnya benar-benar dilibatkan dalam
pengambilan kebijakan pemerintah. Karena apapun produk hukum yang dilahirkan oleh
pemerintah, ujung-ujungnya produk hukum itu diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Memang rakyat telah memilih wakilnya (DPR) untuk legislasi, pengawasan dan hak
budget (anggaran), tetapi wakil rakyat (DPR dan eksekutif) seharusnya melibatkan
masyarakat untuk terlibat dalam proses legislasi dan pengawasan agar pemerintahan
eksekutif sungguh-sungguh menjalankan mandat rakyat sebagai beban dan tanggung-jawab
yang harus diwujudkan dalam tindakan yang nyata dan terukur dalam mensejahterahkan
masyarakat.
Melalui PEMILU warga Indonesia memilih pemimpin Negara dan wakil rakyat
untuk menduduki posisi eksekutif dan legislatif. Harapan rakyat adalah melalui para pejabat
itu akan memberikan perlindungan, penghormatan dan keberpihakan (kesejahteraan lahir-
bathin). Namun, kebanyakan orang yang telah dipercayakan untuk menjadi pejabat publik,
balik menindas rakyat. Mereka melahirkan berbagai produk hukum untuk memperkaya diri,
keluarga dan golongannya; bukan melahirkan produk hukum untuk kesejahteraan rakyat
umum.
Dalam kasus tertentu mereka berlindung di balik hukum, artinya kebal hukum;
penegak hukum melindungi penegak hukum, politisi melindungi politisi, kaum pemodal
182
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
183
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
184
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Target kedua adalah bagi-bagi proyek dan bagi-bagi jabatan jika yang bersangkutan
terpilih. Akhirnya para politikus yang terpilih menjadi anggota legislatif maupun eksekutif
bagaikan boneka yang dipermainkan, bahkan dijadikan bagai „sapi perah‟ dari partai-partai
politik pendukungnya. Tidak sedikit proyek, jabatan serta uang yang diraup oleh para
politisi partai yang mengusungnya.
Target ketiga, memperjuangkan kepentingan mereka dalam bidang tertentu agar itu
dituangkan dalam suatu produk hukum agar selanjutnya mereka menikmati hasilnya, entah
itu membuka usaha menengah dan besar, atau entah itu proyek, atau investasi, atau apapun.
Pesta demokrasi bukan layaknya “pesta makan bersama‟, tetapi PEMILU atau
PILKADA adalah „pesta makan memakan‟. Artinya siapa yang kuat secara finansial, kuat
secara mesin pendukung, dan kuat secara strategi dan taktik akan keluar sebagai pemenang
dalam pesta demokrasi yang kami sebut sebagai „pesta makan memakan‟.
Bagi yang kalah tidak menerima kekalahan dengan hati yang terbuka; tetapi justru
melakukan berbagai manufer politik. Jalur gugatan hukum ke Mahkama Konstitusipun
seringkali ditempuh karena tidak menerima kekalahan, tidak berjiwa besar, ini yang bilang
tidak dewasa dalam berdemokrasi dan berpolitik.
Berbagai manufer politik dari para kandidat seringkali menimbulkan berbagai
konflik, baik kebencian dan dendam kesumat antara kandidat yang satu dengan kandidat
yang lain, bahkan konflik ini tercipta di antara massa pendukung dari masing-masing
kandidat. Pesta demokrasi membuka pintu bagi terbukanya konflik antar pribadi, antar
keluarga, antara marga, antar kampung, antar wilayah, antar suku, antar para kandidat, antar
agama, antar partai, antar golongan, antar ras dan antar suku bangsa.
Berbagai opini yang menyesatkan berkembang di kalangan masyarakat sehingga
mengalami kerugian materi, bahkan korban jiwa dalam beberapa kasus di Indonesia,
khususnya di tanah Papua yang terjadi di Tolikara pada tahun 2009, hampir 300 warga yang
mati terbunuh akibat perebutan kursi Bupati dan wakil Bupati Tolikara. Dan pada bulan Juli
2011 terjadi peristiwa berdarah di Kabupaten Puncak akibat perebutan kursi Bupati dan
Wakil Bupati Puncak; serta terjadi perang suku di Nabire gara-gara pilkada Dogiyai.
Pesta demokrasi adalah pestanya para politisi dan para pendukung. Para kandidat
dan para politisi tidak memahami demokrasi dengan baik dan benar, sehingga banyak
terjadi benturan baik konflik secara vertikal maupun horizontal. Pesta demokrasi seringkali
berubah menjadi pesta konflik, berubah menjadi „pesta makan-memakan‟. Akibatnya nilai-
nilai luhur dalam budaya, agama dan hukum positif terkikis dan bahkan musnah melalui
pesta demokrasi yang penuh dengan rekayasa, pesta demokrasi yang merusak sistem
kekerabatan, dan sarat dengan berbagai kepentingan, bukan kepentingan untuk memajukan
masyarakat, tetapi kepentingan segelintir orang (para politisi dan kaum pemodal).
Dengan demikian, demokrasi modern adalah demokrasi yang tidak menjawab
kerinduan dan harapan masyarakat sebagai pemilik „kedaulatan‟ suatu Negara bangsa;
demokrasi modern hanyalah menciptakan kesempatan bagi segelintir orang untuk
memperkaya diri dan golongan, sementara masyarakat menanggung akibatnya: semakin
menjerit dan menderita. Para politisi hidup berdaulat, sementara rakyat pemilik kedaulatan
185
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
itu didaulatkan menjadi miskin, marginal dan makin menderita. Inilah wajah demokrasi
modern yang diagung-agungkan oleh masyarakat dunia, bahkan dipandang dan disembah
sebagai dewa penyelamat. Demokrasi modern sebagai dewa penyelamat ataukah dewa
perusak nilai-nilai budaya, agama dan hukum positif? Silahkan jawab sendiri.
rapi sampai di tingkat kampung). Kepemimpinan yang adapun terkadang didominasi oleh
sikap primondialisme kesukuan, ego organisasi yang kental, faksisme, dan agenda yang
didorong hanyalah agenda-agenda situasional, alias agenda timbul tenggelam (reaksioner).
Adapun upaya penyatuan nasional melalui West Papua National Coalition
Liberation (WPNCL). Dalam wadah ini sekitar 28 organisasi perjuangan bergabung di
dalam. Sementara wadah-wadah lain yang tidak tergabung dalam WPNCL mendorong
terbentuknya KONSENSUS. Dua wadah besar ini, yakni WPNCL dan Konsensus lahir
sebagai dua bodi nasional Papua.
Dua wadah besar ini belum bersatu dalam sebuah wadah nasional karena masih
mewarnai sikap arogansi, primondialisme, reaksisme, dan faksisme. Adanya kesadaran
pentingnya penyatuan organ-organ perlawanan muncul, akhirnya upaya penyatuan dimulai
antara WPNCL dan Konsensus melahirkan visi dan misi bersama dalam seminar dan
lokakarya 25-26 Oktober 2010 yang difasilitasi oleh pater Dr. Neles Kebadabi Tebai, Pr di
Aula STFT Fajar Timur Jayapura. Dalam kesempatan itu melahirkan Kepemimpinan
Nasional Papua (KNP) yang terdiri dari 6 orang, yakni tiga orang dari WPNCL (Drs, S.M.
Paiki, Drs. Albert Kaliele, dan Elieser Awom) dan dari Konsensus (Pdt. Herman Awom,
S.Th, Ev. Edison Klaudius Waromi, S.H, dan Forkorus Yaboisembut, S.Pd).
Dalam lokakarya itu melahirkan beberapa rekomendasi, salah satunya adalah
agenda Kongres III Papua digelar di tahun 2011. Disepakati juga bahwa kepemimpinan
kolektif adalah kepemimpinan transisi menuju kepemimpinan tunggal (pemimpin
pemersatu) yang akan dilahirkan melalui Kongres III Papua. Untuk melahirkan
kepemimpinan pemersatu bangsa Papua dari kepemimpinan organ-organ gerakan
perlawanan yang ada, tidaklah mudah; Untuk itu dibutuhkan suatu mekanisme demokrasi
alternatif; Ketika berbicara mekanisme, maka tentu ada metode yang tepat dan kena
sasaran. Perlu dipahami bahwa apapun metode memiliki kelemahan dan kelebihannya.
Hak Asasi kita, yang dihancurkan dan diabaikan melalui berbagai sandi operasi terbuka dan
tertutup oleh sistem perpolitikan dunia melalui Negara Indonesia.
Pesan-pesan propetis Gereja (suara kenabian) yang sedang dibangun di Tanah
Papua untuk mengantar kita memahami kekuatan-kekuatan luar biasa yang Allah
meteraikan dalam diri kita dan dalam tradisi budaya Papua. Namun, kita belum menangkap
dan memahami makna dari balik gerakan-gerakan para pemimpin Gereja di tanah Papua.
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, membuat kita melupakan
metode dan mekanisme yang Allah berikan kepada para leluhur kita. Mungkin kita berpikir
bahwa kebiasaan-kebiasaan yang dipakai oleh para leluhur Papua adalah sesuatu yang
sudah usang, kuno dan primitif. Otak kita dipenuhi dengan berbagai metode dan
mekanisme yang dipakai oleh bangsa-bangsa lain, sehingga selama ini kita menggunakan
metode dan mekanisme dari orang lain.
Tetapi metode dan mekanisme yang kita gunakan selama ini tidak memberikan jalan
keluar untuk mengatasi kompleksitas masalah di tanah Papua. Pada hal Allah
menyembunyikan metode dan mekanisme alternatif untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan hidup dalam komunitas-komunitas suku di Tanah Papua.
Mekanisme demokrasi modern yang selama ini diterapkan untuk mempersatukan
bangsa Papua tidak memberikan jalan ke luar. Justru demokrasi modern mencerai-beraikan
persatuan-kesatuan bangsa Papua. Maka itu, „saatnya kita kembali minum dari sumur kita‟,
„saatnya kita kembali menimba air dari sumur para leluhur bangsa Papua‟.
Tidak ada alasan untuk kita menolak metode dan mekanisme yang Allah berikan
kepada para leluhur bangsa Papua. Sudah saatnya kita membangun gerakan besar untuk
memanfaatkan metode dan mekanisme asli, yang di dalamnya terdapat “kekuatan-kekuatan
luar biasa”, yang Allah sembunyikan dalam tradisi-budaya Papua.
Semua yang baik yang Allah sembunyikan di dalam budaya suku-suku di Tanah
Papua adalah untuk kebaikan, bukan untuk mendatangkan malapetaka. Tradisi budaya yang
mendatangkan malapetaka bagi diri dan sesama manusia harus ditolak, tetapi tradisi budaya
yang baik, yang mendatang kebaikan untuk diri dan sesama manusia, kita perlu terapkan
dalam perjuangan ini, agar penindasan ini segera diakhiri. Kita harus tinggalkan metode
dan mekanisme modern yang tidak memberi kita kepastian dan jawaban. Mari kita
membangun suatu gerakan besar untuk „kembali meminum air dari sumur para leluhur
Papua‟.
Metode dan mekanisme penyelesaian masalah Papua kita tempuh melalui
mekanisme demokrasi alamiah, demokrasi asli, demokrasi barapen, demokrasi alternatif
yang kami sebut „Teososiokrasi Papua‟. Pemilihan pemimpin bangsa Papua, baik di tingkat
kampung sampai di tingkat pusat kita menggunakan metode demokrasi asli untuk
mengorbitkan pemimpin-pemimpin dari tingkat kampung sampai pusat, yang benar-benar
dihendaki oleh Tuhan. Dengan menggunakan metode dan mekanisme ini, sesungguhnya
kita mengembalikan masalah Papua kepada Allah agar Tuhan berperkara atas masalah
Papua.
188
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
3) Mekanisme demokrasi yang telah kami gali dari tradisi suku-suku di tanah Papua
ini, kami usulkan kepada semua komponen bangsa Papua untuk ditetapkan dan
dipakai sebagai landasan sistem „Teososiokrasi‟ untuk berdirinya Negara bangsa
yang kokoh dan damai sejahtera di ufuk Timur.
189
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
untuk membubarkan massa demo secara paksa; Kedua Kongres III Papua, 17-19 Oktober
2011, karena orang asing tadi sudah ada di Jayapura pada awal bulan Oktober 2011
menjelang Kongres III Papua digelar dan orang asing itu mempengaruhi pihak-pihak
tertentu untuk menggagalkan mekanisme pemilihan pemimpin melalui demokrasi asli yang
sudah disepakati bersama.
Kesimpulannya adalah Negara Indonesia dan pihak-pihak asing paling takut kalau
bangsa Papua menggunakan sistem demokrasi asli, untuk itu melalui orang asing tadi
dipasang untuk menggagalkan metode dan mekanisme demokrasi asli untuk pemilihan
pemimpin bangsa Papua yang dikehendaki Allah.
Sekarang, tergantung orang asli Papua, khususnya para pejuang bangsa Papua, baik
yang ada di dalam negeri maupun yang ada di luar negeri: Apakah mau menggunakan
sistem demokrasi asli “Teososiokrasi Papua” untuk memilih pemimpin bangsa Papua yang
dikehendaki Allah, yang mana metode dan mekanisme yang sedang ditakuti oleh Indonesia
dan pihak asing ini? Atau mau terus menggunakan demokrasi modern-ala Amerika, atau
demokrasi musyawarah untuk mufakat – ala Indonesia untuk memilih pemimpin bangsa
Papua yang dikehendaki oleh manusia?
Jikalau kita benar-benar menghendaki untuk mengakhiri penindasan ini, maka kami
mengusulkan metode dan mekanisme demokrasi asli yang kami beri nama Teososiokrasi ini
digunakan untuk memilih Pemimpin Bangsa Papua yang dikehendaki Tuhan, agar dengan
tangan kuatnya Tuhan membawa ke luar bangsa Papua menuju ke alam kemerdekaan –
„Papua Baru‟.
Jikalau kita memilih untuk menunda dan memperpanjang penindasan ini, maka
silahkan saja kita menggunakan mekanisme demokrasi modern ala Amerika Serikat dan
demokrasi musyarawarah untuk mufakat- ala Indonesia. Adalah hak warga asli Papua untuk
memilih salah satu dari dua opsi demokrasi ini untuk diterapkan di Tanah Papua dalam
perjuangan yang cukup lama ini.
Kami juga menawarkan sistem Teososiokrasi sebagai demokrasi permanen untuk
Papua. Artinya paham demokrasi yang disebut Teososiokrasi ini digunakan dalam
pemilihan pemimpin. Teososiokrasi adalah demokrasi alamiah yang sudah lama digunakan
oleh hampir semua suku di Tanah Papua. Sedangkan dalam mengungkap dan mengadili
kasus-kasus tertentu yang sulit dibuktikan dan diselesaikan, dapat ditempuh dengan
pembuktian tradisional di „Para-Para Adat‟, yang kami beri nama „Pembuktian di hadapan
Allah‟.
Dalam penerapannya, silahkan memilih salah satu model yang kami cantumkan
dalam bab II. Setiap wilayah dapat menggunakan model demokrasi asli yang biasa dipakai.
Sedangkan untuk tingkat pusat dapat memilih beberapa model demokrasi asli untuk
diterapkan dalam pemilihan pemimpin dan pembuktian kebenaran atau kepastian terhadap
pelanggaran Pidana dan Perdata. Kami tidak menampilkan tata cara pemilihan dan tata cara
pembuktian di hadapan Allah melalui mekanisme asli secara rinsi dalam tulisan ini. Hal itu
diatur kemudian dalam Undang-undang Pemilu Teososiokrasi dan dalam Hukum Acara
Pidana dan Perdata.
190
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
191
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bab VIII
KEKUATAN & KELEMAHAN
DEMOKRASI MODERN versus TEO-SOSIOKRASI PAPUA
1. Demokrasi Modern
D
emokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Begitulah
pemahaman yang paling sederhana tentang demokrasi, yang diketahui oleh hampir
semua orang. Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan
pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau
melalui perwakilan (demokrasi perwakilan).
Istilah ini berasal dari bahasa Yunani „demokratia‟ „kekuasaan rakyat‟, yang
dibentuk dari demos „rakyat‟ dan kratos „kekuasaan‟,128 merujuk pada sistem politik yang
muncul pada pertengahan abab ke 5 dan ke 4 SM di Negara kota Yunani Kuno, khususnya
Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 Sesudah Masehi.
128
http://id.wikipedia.org/wiki/demokrasi
129
Ibid.
192
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
130
Abdul karim, Aim, “Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Warga Negara yang demokratis”, PT
Garindo Media Pratama
131
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi.Op.Cit.
132
http://tasarkarsum.blogspot.com/2007/10/sisi_buruk_pemerintahan_demokrasi.html
193
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
luarkan dana milyaran dalam pemilihan, dan ini semua menarik pengikut agar bersatu dan
memilihnya sebagai wakil mereka. Mereka membiayai partai-partai politik dan membeli
para politikus serta membeli suara rakyat. Maka dari sinilah Negara diperintah oleh
sekelompok kecil yang menarik perhatian umum.
f. Pemerintahan Oleh Sekelompok Kecil
Di sini menegaskan demokrasi atas nama rakyat tidak tersokong. Setiap Negara
memiliki populasi terbesar tidak pernah melatih suaranya. Lagi pula, dalam demokrasi
dikebanyakan Negara yang melewati angka pemilihan teratas sebagai juara (pemenang). Di
bawah sistem ini sering terjadi atas minoritasi partai untuk mendapatkan suara meraih
kembali kekuatan. Sedangkan partai yang tidak meraih suara yang memadai, maka akan
menjadi partai oposisi atau sayap kiri. Jadi demokrasi adalah pemerintahan yang bermimpi
untuk menjadi pemerintahan mayoritas, tetapi sesungguhnya pemerintahan sekelompok
kecil yang kapitalis.
g. Sistem Partai Yang Korup dan Melemahkan Bangsa
Demokrasi berbasiskan sitem partai. Partai-partai dipandang sangat diperlukan
untuk kesuksesan demokrasi. Akan tetapi sistem partai telah merusak demokrasi di mana-
mana. Partai-partai meletakkan kepentingan golongan, ketimbang kepentingan bangsanya.
Semua perlengkapan institusional dan ideologi orang-orang yang memilih dalam pemilihan
adalah bermental korup. Mereka menganjurkan ketidak-tulusan, mengacaukan persatuan
bangsa, menyebarkan dusta dan merendahkan standar moral rakyat.
Mesin partai bekerja dengan baik untuk mempengaruhi setiap individu warga
Negara, siapa saja yang berkeinginan mengemukan pendapat dengan bebas tanpa kontrol
diri. Faktanya sistem fasilitas dari partai menghalangi pemerintah dalam menegakkan
aturan hukum. Sistem partai menciptakan kelompok politik profesional, yang mana
kebanyakan dari mereka tidak mampu bekerja secara serius dan membangun. Mereka
tumbuh dan berkembang di atas penderitaan masyarakat, yang berhasil mereka tipu dan
dimanfaatkan. Mereka selalu menciptakan kepalsuan pokok persoalan, untuk menjaga
bisnis yang berjalan.
Para politikus tidak hanya monopoli kekuatan, akan tetapi juga menguasai wibawa
sosial. Hasilnya, rakyat sibuk dalam profesi yang beragam dan lapangan kerja yang timbul
bermacam-macam dalam kondisi yang rumit dan tenggelam dalam pekerjaan masing-
masing, tanpa rakyat mengontrol wibawa partai dan pemerintah.
h. Menghalangi Perkembangan Sosial
Menurut Faguest demokrasi adalah sebuah benda yang aneh sekali bentuknya dalam
biologis; ia tidak sejalan dengan proses perkembangan. Hukum perkembangan adalah kita
mencapainya pada derajat perkembangan sentralisasi yang baik; perbedaan pada bagian
tubuh memberikan kelainan pada fungsi. Otak mengontrol semua organisme. Demokrasi
adalah anti perkembangan. Ia tidak memiliki sistem sentral yang ditakuti. Tidak ada satu
badan politik yang bisa berpikir dan merancang semua organismenya. Ia mengira bahwa
otak bisa mengalokasikan di mana-mana dalam organisme.
195
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
196
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
197
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
198
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Badan ini bekerja sama dengan Partai Rakyat (Otorita Adat). Mekanisme perekrutan
kandidat dimulai dari setiap kampung. Tentang hal ini diatur dalam suatu Undang-undang
khusus. Setiap warga Negara memiliki kesempatan untuk mencalonkan diri untuk
menduduki jabatan publik, serta jabatan struktural lainnya, jika yang bersangkutan
memenuhi kriteria dan syarat tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
h. Menghemat Biaya
Pesta demokrasi melalui sistem Teososiokrasi ini tidak membutuhkan biaya yang
mahal. Pembiayaan hanya dibutuhkan selama proses pencalonan dan pemilihan kandidat.
i. Tak Diberi Ruang Untuk Kampanye Publik
Dalam mekanisme demokrasi ini tidak mengenal kampanye publik yang terjadwal.
Setiap kandidat (calon) tidak diberikan kesempatan untuk berkampanye. Karena
pemilihannya bukan dilakukan oleh masyarakat, tetapi oleh Tuhan melalui mekanisme
Teososiokrasi. Kecuali yang bersangkutan menyampaikan visi-misinya kepada publik
melalui buku, majalah, bulletin, surat kabar, TV dan lain-lain.
Agar rakyat semesta mendukung dalam doa-puasa serta Tuhan menyelidiki
ketulusan hati sang kandidat. Siapapun dia yang ingin menduduki jabatan-jabatan struktural
dan jabatan politik, maka selama hidupnya ia perlu menjaga sikap dan tindakan, artinya
dengar-dengar pada Firman Tuhan, serta menguduskan diri dalam kebenaran Allah,
menjaga kemurnian, ketulusan serta kesetiaan. Sikap dan perbuatan baiknya kepada sesama
dan Allah itulah yang menjadi kampanye secara alami kepada Tuhan. Dengan demikian,
pada saatnya Tuhan menjawab impiannya.
j. Menekan Konflik
Sistem Teososiokrasi menekan konflik akibat perebutan jabatan publik (jabatan
politik) dan jabatan struktural (kelembagaan/dinas-dinas terkait). Pemilihan jabatan apapun
dalam organisasi pemerintahan dan non pemerintahan ditempuh dengan sistem
Teososiokrasi. Artinya tidak ada ruang untuk perebutan jabatan yang mengakibatkan
munculnya konflik vertikal dan horizontal.
k. Memiliki Sistem Sentral Yang Ditakuti
Sistem Teososiokrasi memiliki sistem sentral yang ditakuti, yakni Tuhan. Pemilihan
pemimpin melalui sistem ini terjadi campur tangan Tuhan secara alami, maka setiap orang
dengan seluruh kesadaran yang dimilikinya dituntut untuk tunduk dan patuh kepada
kehendak Tuhan. Barangsiapa melalaikan tugas dan tanggung-jawabnya, serta menyalah-
gunakan kewenangannya dalam memimpin, maka malapetaka dari Tuhan akan menimpa
kepada siapapun yang bertindak sewenang-wenang.
l. Menciptakan Pemerintahan Bersih dan Berwibawa
Sistem Teososiokrasi menjamin adanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa
serta bijaksana. Tidak ada ruang untuk menciptakan kolusi, korupsi dan nepotisme. Hal ini
dapat terjadi karena jabatan yang diperoleh atau kesempatan yang diberikan bukan semata-
mata karena kebolehan atau kemampuannya, akan tetapi karena diberikan kesempatan
199
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
(anugerah) oleh Tuhan untuk memimpin, dan tugas itu sebagai panggilan dan amanah dari
Tuhan untuk melayani rakyat semesta dan melayani Tuhan.
Pada akhir masa jabatannya dibuat laporan pertanggung-jawaban, dan laporan itu
dibuktikan dalam mekanisme pembuktian tradisional untuk membuktikan bahwa: apakah
laporan penggunaan keuangan dan kegiatannya dalam laporan itu akurat, terpercaya dan
bertanggung jawab, atau laporan palsu. Jika didapati laporan palsu, artinya adanya
penyelewengan penggunaan anggaran dan penyalahgunaan kewenangan, maka tentu akan
diproses hukum dan masuk penjara untuk mempertanggung-jawabkan pelanggarannya.
2.3. Dasar, Prinsip, Ciri dan Asas Keutamaan Dalam Teososiokrasi Papua
a. Hukum Dasar Teososiokrasi Papua
Hukum Dasar Papua atau Undang-Undang Dasar Papua (fundamental law) yang
dikehendaki oleh Allah berdasarkan pewahyuan kekinian kepada kami adalah 10
PERINTAH ALLAH ditambah dengan HUKUM KASIH, yang disingkat „ PA 10+ ‟. P
adalah Perintah; A adalah Allah. 10 adalah angka sepuluh; dan + adalah “tambah/plus”.
133
P. Ceslaus SVD, (1989), Pergilah kepada St. Yoseph, Mataloko: Kabar gembira, hal. 6-7.
201
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
202
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Tuhan-an dalam kehidupan asali yang mendasarkan pada „12 Asas Keutamaan Plus (+), di
mana mengasihi Allah dan sesama manusia menjadi prioritas utama atas dasar terang
kebenaran Firman Tuhan.
12 ASAS KEUTAMAAN+
+ Penebusan oleh Yesus vs + Kebakhtian oleh kita lewat perkataan dan perbuatan baik dan benar
204
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bab IX
TEO-SOSIOKRASI PAPUA
1. Pengertian Teososiokrasi
H
akekat Allah (Teo) dipandang dari dua sisi yang berbeda, yaitu Teo Imanensi dan
Teo Transendensi. Untuk memahami dua istilah ini, maka amatlah penting untuk
dijelaskan secara terpisah.
205
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
206
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
dan turut serta dalam kelangsungan hidup manusia; Tuhan yang maha kuasa itu ada dalam
tatanan kosmos atau terselami dalam ciptaan-Nya dengan cara yang misteri dan alamiah.
Karena diyakini bahwa Tuhan itu ada di sini dan kini, maka suku-suku di Melanesia
memandang Allah sebagai Bapa, dan Yesus sebagai „kakak‟. Ketiga, demi mengkon-
tekstualisasi Kitab Suci di kawasan Melanesia, khususnya di Tanah Papua dan mening-
katkan penghayatan iman kepercayaan kepada Allah yang melampaui batas kemampuan
manusia yang hadir (terselami) dalam kehidupan ciptaan-Nya kini dan di sini, maka paham
Imananen dan transenden relevan dalam penerapan mekanisme Teososiokrasi Papua.
Istilah Teososiokrasi terdiri dari tiga kata: „Teo‟ „Socius, „Kratos‟. Teo artinya
Tuhan; Socius artinya masyarakat, penduduk, manusia, kawan, sahabat; Kratos
artinya kekuasaan, memerintah. Maka Teososiokrasi artinya „Tuhan memilih wakil
masyarakatnya untuk melayani‟, atau pengertian lainnya adalah „bentuk
pemerintahan Tuhan yang dijalankan oleh wakil masyarakat yang dipilih dan
ditentukan oleh Tuhan melalui mekanisme demokrasi tradisional secara alami‟.
Dalam sistem pemerintahan terdapat „aturan‟ dan ada pula “aparat/ petugas‟
pemerintahan, maka Tuhan terselami dalam aturan (hukum adat, agama dan hukum positif
yang tujuannya baik dan benar); dan juga Tuhan tinggal pula di dalam atau bertahta dalam
hati setiap aparat pemerintahan dan menuntun-Nya untuk melakukan yang terbaik bagi
sesama manusia hanya demi pencapaian damai sejahtera di bumi (menghadirkan suasana
Surga di dunia).
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang paling mulia di antara
makhluk hidup. Individu-individu manusia yang diciptakan oleh Allah itulah rakyat. Rakyat
adalah pemegang mandat dari Allah. Maka itu Allah berdaulat atas rakyat. Bukan rakyat
berdaulat atas Allah. Rakyat adalah wakil Allah di bumi yang diberi tanggung jawab untuk
melindungi, memelihara dan memanfaatkan semua ciptaan Allah di bumi.
Untuk mengatur dinamika hidup masyarakat yang sangat kompleks dan begitu luas,
maka Tuhan melalui rakyat mendirikan Negara Bangsa. Sehingga Tuhan memilih dan
menentukan pemimpin rakyat untuk melayani rakyat semesta atas nama Tuhan melalui
sistem Teososiokrasi. Maka diambil kesimpulan secara sederhana bahwa kekuasaan
tertinggi yang menjadi motor penggerak pertama dan terutama „pemerintahan‟ disandarkan
kepada Tuhan, dan dalam penyelenggaraan pemerintahannya dijalankan oleh wakil rakyat
yang dipilih dan ditentukan oleh Tuhan melalui mekanisme tradisional „di para-para adat‟
atau pewahyuan langsung dari Allah melalui para nabi-Nya.
Pemerintah sebagai wakil rakyat yang dipilih dan ditentukan oleh Tuhan, maka
dalam penyelenggaraan pemerintahannya dipantau oleh Otorita Adat. Otorita Adat
memiliki kewenangan untuk menghadirkan siapapun pemimpin pemerintahan di peradilan
para-para adat, jika yang bersangkutan dinilai gagal melaksanakan tugasnya atau adanya
dugaan penyelewengan dalam penggunaan kekuasaan. Tujuannya adalah pemimpin
pemerintahan yang diduga tidak melaksanakan tugas dengan baik itu dihadirkan di
peradilan „para-para adat‟ melalui mekanisme tradisional untuk membuktikan dan
memastikan di hadapan Tuhan: „apakah yang bersangkutan jabatannya dicopot dan diganti
207
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
jika yang bersangkutan terbukti bahwa benar-benar bersalah‟, atau „tidak dicopot karena
yang bersangkutan tidak terbukti bersalah‟, atau „didapati adanya kesalahan sedikit, maka
yang bersangkutan diberi nasehat oleh tetua adat agar yang bersangkutan memperbaiki
kesalahannya‟.
Negara cq pemerintah ada karena adanya rakyat; Negara dikandung, dilahirkan,
dibesarkan dan dipertahankan oleh rakyat, maka kedaulatan Tuhan itu ada di tangan rakyat.
Tuhan yang satu dan sama pula hadir dan tinggal pula dalam setiap hati rakyat dan
menuntun-Nya untuk melakukan yang terbaik bersama pemerintah demi pencapaian damai
sejahtera di bumi.
Teososiokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana agama atau iman memegang
peranan utama; Teososiokrasi diartikan juga Tuhan yang maha kuasa berada di dalam
struktur alam semesta dan turut serta mengambil bagian dalam proses-proses kehidupan
masyarakat, termasuk turut serta dalam pemerintahan di bumi; Atau Teososiokrasi dapat
diartikan sebagai bentuk pemerintahan Tuhan yang di dalam penyelenggaraan
pemerintahannya dilaksanakan oleh wakil masyarakat yang dipilih dan ditentukan oleh
Tuhan melalui mekanisme demokrasi tradisional; Teososiokrasi juga diartikan sebagai
bentuk pemerintahan yang di dalamnya Tuhan bermain peranan dan atau Tuhan turut serta
dalam pemerintahan secara alamiah. Singkatnya Teososiokrasi adalah suatu bentuk
pemerintahan yang berdasarkan Allah Tritunggal.
Tuhan di bumi dalam menjaga tatanan semua ciptaan-Nya, maka masyarakat adat benar-
benar dilibatkan dalam proses mengorbitkan pemimpin masyarakat melalui sistem
Teososiokrasi.
Untuk kepastian hukum agar sistem Teososiokrasi menjadi baku, maka keseluruhan
proses demokrasi asli dalam pemilihan pemimpin dibuat dalam Undang-Undang oleh
Pemerintah sekaligus membentuk Badan Penyelenggara Pemilihan, baik di tingkat
Kampung hingga di tingkat Pusat. Dalam hal ini perlu ada kerja sama antara “Otorita
Adat”sebagai mesin politik masyarakat yang disebut „Partai Rakyat‟ dan Badan
Penyelenggara Pemilu yang dibentuk oleh Pemerintah.
Dalam pengajuan calon atau kandidat, badan penyelenggara tidak membuka ruang
sebebas-bebasnya. Maka itu, perlu adanya „peraturan khusus‟ untuk mengatur secara tegas
dan ketat dengan berbagai kriteria dan syarat. Sehingga proses perengkuran kandidat
berjalan dengan baik, tertib dan lancar sesuai hukum yang berlaku.
Bagian terpenting yang harus dilaksanakan dalam tahapan awal adalah sebelum
pemilihan pemimpin di hadapan Allah melalui mekanisme tradisional di para-para adat,
para kandidat (para calon) diberi kesempatan untuk doa dan puasa selama 40 hari dan 40
malam. Hal ini penting agar para kandidat itu mempersiapkan diri, baik lahir maupun
bathin.
Hal-hal yang penting dan mendasar yang perlu diatur dalam undang-Undang
Khusus, antara lain penetapan kriteria bakal calon, dilengkapi dengan beberapa syarat; bagi
kandidat yang memenuhi kriteria dan syarat-syaratnya diberi kesempatan untuk doa-puasa,
kemudian proses pemilihan melalui mekanisme demokrasi tradisional (Teososiokrasi)
dilakukan untuk mengorbitkan pemimpin-pemimpin yang benar-benar dikehendaki oleh
209
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Tuhan sebagai wakil rakyat untuk memimpin dalam rangka mewujudkan kehendak-Nya
yaitu mewujudkan “damai sejahtera‟ bebas dari berbagai konflik kepentingan.
Kami tidak menjelaskan secara mendeteil sub pokok bahasan ini, karena tahapan
penyelenggaraan pemilihan pemimpin, baik pemimpin di tingkat Kampung hingga tingkat
Pusat diatur dalam suatu Undang-Undang oleh Pemerintah. Pemilihan pemimpin melalui
Teososiokrasi, maka dipastikan tidak ada ruang untuk kampaye terbuka. Setiap kandidat
mengkampanyekan dirinya kepada Tuhan agar dipilih dan diangkat oleh Tuhan dan
didukung penuh oleh rakyat semesta‟.
Setiap orang yang terpilih tentu diberi hikmat dan kuasa oleh Tuhan, serta
perlindungan asalkan yang bersangkutan taat pada perintah Tuhan, dan menjauhi larangan-
Nya serta melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya dengan sebaik-baiknya, serta
mengandalkan Tuhan dalam hidupnya. Kandidat yang terpilih bertindak sesuai dengan
kehendak Tuhan dan melakukan yang terbaik bagi keseluruhan bangsanya (rakyat semesta).
Dari sekian banyak model demokrasi tradisional yang digunakan oleh suku-suku di
Tanah Papua, sebagai contoh kami mengangkat tujuh model demokrasi asli, agar kita dapat
memahami proses pemilihan pemimpin dengan sistem Teososiokrasi.
b. Pemilihan Pemimpin
1) Model Barapen
Berikut ini langkah-langkahnya: a) Menyiapkan bahan-bahan kelengkapan untuk
barapen, seperti kayu bakar, batu, dedaunan untuk bungkus, serta dedaunan khusus sebagai
sampel pemilihan; b) Siapkan para-para perampian dan batu dibakar sampai batu-batunya
membara; c) Nama-nama bakal calon dilabelkan pada bahan makanan tertentu, atau
dedaunan tertentu; d) Dibarapenkan di antara batu-batu panas yang membara; e) Satu atau
dua jam kemudian barapennya dibuka dan di antara para calon itu hanya satu kandidat yang
terbukti „masak betul‟, dan yang lainnya mentah atau stengah mentah atau hangus terbakar;
f) Yang terbukti „masak‟ betul, „dialah‟ yang dipilih dan diangkat oleh Tuhan.
2) Model Panah Babi
Mekanisme demokrasi Panah Babi, berikut ini langkah-langkahnya: a) Babi
disiapkan oleh penyelenggara pemilihan sesuai dengan jumlah kandidat (calon); b) Masing-
masing babi dimasukkan dalam kotak lingkaran putih; c) Masing-masing kandidat
memanah babi yang ada dalam kotak lingkaran putih; d) Setelah memanah babi, perhatikan
reaksi dari babi itu: Jika babi mati di tempat tanpa bergerak keluar dari lingkaran putih,
maka dialah pemimpin yang dikehendaki oleh Tuhan. Jika panahnya terlingkar dikulit, atau
panahnya tampias (tidak kena babi), atau setelah memanah, babi bergerak keluar dari
lingkaran putih, atau babi tidak mati, atau lama baru mati, atau anak panah atau busurnya
patah, maka kandidat itu tidak dikehendaki oleh Tuhan/ tidak terpilih.
210
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
211
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
212
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bab X
PENUTUP
1. Kesimpulan
S
istem Teososiokrasi Papua alias demokrasi Alternatif dan mekanisme pembuktian di
hadapan Allah secara tradisional ini digali dari tradisi suku-suku di tanah Papua dan
dirumuskan sedemikian rupa oleh penulis dalam rangka:
Pertama, memecahkan kompleksitas permasalahan di tanah Papua yang
mengancam keberlangsungan hidup rakyat pribumi bangsa Papua. Kompleksitas masalah
ini dibagi ke dalam dua, yaitu masalah internal orang Papua dan eksternal (dari pihak luar
Papua); Mekanisme alternatif ini dapat dipandang sebagai suatu metode resolusi konflik
yang dapat digunakan oleh siapapun dan institusi apa saja. Untuk itu, mekanisme ini sangat
tepat untuk digunakan dalam mengadili masalah-masalah tertentu yang amat sulit
dipecahkan dan sangat sulit dibuktikan. Kepastian hukum atas suatu perkara Pidana atau
Perdata benar-benar dibuktikan di hadapan Allah secara alami melalui mekanisme
pembuktian tradisional di „Para-Para Adat‟, jika masalah yang dituduhkan benar-benar
terbukti di Peradilan Adat di „Para-Para Adat‟, maka yang bersangkutan diproses hukum di
pengadilan Negara untuk mendapatkan keputusan tetap dan mengikat.
Kedua, dalam buku ini juga mengulas mengenai sistem Teososiokrasi dan ini
ditawarkan sebagai mekanisme demokrasi alternatif yang dapat diterapkan dalam
pemerintahan untuk menciptakan sistem demokrasi yang aman, tidak manipulatif, bebas
dari politik uang, lancar, tidak memakan biaya, tidak ada ruang untuk konflik, demokratis,
rahasia, bebas, tertib, bersih, berwibawa, adil dan bermartabat.
Mekanisme alternatif ini digali dari tradisi suku-suku di Tanah Papua. Kita
membangun gerakan „meminum air dari sumur kita sendiri‟, meminum dari sumur yang
ditinggalkan oleh para moyang bangsa Papua atas ilham Sang Khalik. Tujuannya adalah
mewujudkan damai sejahtera dengan mekanisme yang ada pada kita. Selain itu, sistem
pembuktian di hadapan Tuhan ini dapat dikatakan juga sebagai „mekanisme menemukan
suatu kebenaran dan kepastian dalam mencari kehendak Tuhan.
Metode pembuktian di hadapan Allah dan pemilihan pemimpin dengan sistem
Teososiokrasi melalui mekanisme tradisional seperti yang dilakukan oleh para moyang
suku-suku di tanah Papua masih relevan dan efektif untuk diterapkan pada masa kini,
walaupun ada orang yang beranggapan bahwa mekanisme pembuktian seperti itu bukan
zamannya lagi, artinya dipandang perilaku primitif. Namun demikian, inti dari semua teori
dan praktek dalam berbagai dimensi kehidupan manusia yang berkembang semakin pesat
ini, tujuannya adalah menolong manusia untuk mencapai kesuksesan, kebahagian,
kedamaian, keadilan dan kesejahteraan.
Kami memandang bahwa mekanisme yang digunakan oleh para moyang Papua
masih relevan dan sangat evektif untuk diterapkan di era post modern ini untuk menjawab
berbagai tantangan zaman. Lebih dari itu tujuannya adalah untuk menciptakan suasana
213
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
kehidupan yang lebih harmonis, lebih adil, lebih bermartabat, lebih sejahtera, lebih
demokratis, serta memproteksi dini untuk mengantisipasi dan menekan timbulnya berbagai
konflik di masa mendatang.
Kita perlu meletakkan dasar yang kuat agar generasi Papua di masa depan
mengalami suasana hidupnya berbeda dengan suasana hidup kita hari ini. Sebagian
cendikiawan Papua sudah mempelajari mekanisme demokrasi yang dipakai di seluruh
dunia. Bahkan mekanisme demokrasi modern telah kita gunakan dalam perjuangan bangsa
Papua, namun demokrasi modern ini tidak memberi jawaban yang memuaskan.
Kami menilai demokrasi modern ini diciptakan sebagai jalan atau jembatan untuk
memanipulasi hak-hak masyarakat pribumi dan sebagai jembatan untuk meraih kepentingan
ekonomi semata oleh segelintir pemegang kuasa dan kaum pemodal di dunia. Kami tidak
mau masa depan bangsa Papua dihancurkan oleh pihak-pihak lain melalui jembatan
demokrasi modern. Kita sudah mengalaminya dalam perjuangan ini bahwa ada pihak-pihak
tertentu dipakai untuk menghancurkan persatuan bangsa Papua melalui praktek demokrasi
modern ini. Melalui sistem Teososiokrasi ini, kita membangun tembok permanen „tembok
raksasa memagari bangsa Papua‟ agar pihak-pihak lain tidak mengintervensi dan
menghancurkan sistem Teososiokrasi dari dalam. Selain membuat pagar, kita juga sudah
memahami kelemahan dan kelebihan dari mekanisme demokarsi modern dan sejenisnya.
Saya pikir, kita memiliki pandangan yang sama bahwa lebih baik kembali ke budaya kita
untuk meminum air dari sumur asli yang dipakai oleh para leluhur bangsa Papua.
Tak perlu bangsa lain bilang apa. Masing-masing orang memiliki pandangan yang
berbeda dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk menilai sesuatu. Perbedaan
pandangan itu wajar. Kritikan model apapun tidak mengubah tekad bangsa Papua untuk
kembali meminum dari sumur budayanya sendiri. Cukup, cukup dan cukup sudah! Kita
bangsa Papua sudah mengalami kehancuran dari berbagai paham demokrasi yang
dipandang oleh kebanyakan orang sebagai malaikat penyelamat, ternyata setelah kami teliti
dan pahami itu hanyalah sebagai jalan untuk merampas apa yang ada pada kami dan
menghancurkan apa yang bangsa Papua miliki. Maka itu, kritikan model apapun kami
terima sebagai masukan untuk menggali lebih jauh mekanisme demokrasi asli dan
pembuktian di hadapan Allah melalui mekanisme tradisional ini.
Dengan penerapan mekanisme pemilihan dan pembuktian di hadapan Allah melalui
mekanisme tradisonal, kami bangsa Papua hendak tampil beda dengan bangsa-bangsa lain
di dunia yang mendewakan demokrasi modern dan sejenisnya. Kami hendak hidup apa
adanya dengan segala sesuatu yang Tuhan sediakan di Tanah Papua. Dengan segala
keterbatasan dan kemampuan yang Tuhan berikan, kami bangsa Papua hendak bangkit,
berdiri dan berjalan menuju padang rumput yang hijau dan ke air hidup yang tenang.
Bangkit dari keterpurukan, bangkit dari perbudakan, bangkit dari kemiskinan, bangkit dari
kebodohan, bangkit dari penindasan untuk mengobati luka-luka bathin yang membara
dalam hati, dan bangkit dari ketidak-berdayaan menuju Papua Penuh Damai Sejahtera,
Menuju Tanah Suci yang penuh dengan kemuliaan Tuhan.
214
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Daftar Pustaka
216
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bagian Tiga
Selpius Bobii
217
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Motto
“Segala perkara dapat ku tanggung dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Filipi 4 : 13)
“Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan” (Lukas 18 : 27)
„Apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, apa yang
lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan
hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang
berarti, supaya jangan ada seseorang manusia yang memegahkan diri di hadapan Allah‟.
( I Korintus 1 : 27-29)
“Banyak orang yang terdahulu, akan menjadi yang terakhir; dan yang terakhir akan menjadi yang
terdahulu”.
(Matius 19 : 30, 20 : 16, Markus 10 : 13)
Persembahan
„Kepadamu bangsaku Papua buku „Membuka Selubung Rahasia Allah di Balik Papua‟ ini ku
persembahkan‟.
„Kesengsaraan yang Papua alami menimbulkan ketekunan untuk terus berjuang menegakkan Hak Asasi
Manusia, termasuk hak asasi politik bangsa Papua; Ketekunan menimbulkan tahan uji atas berbagai
pencobaan dari pihak manapun; Tahan uji menimbulkan pengharapan kita kepada Allah bahwa apa
yang kita harapkan itu kita imani serta yakini bahwa Allah pasti akan menjawab indah pada waktu-
Nya‟.
218
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Prakata
„Syukur bagi-Mu Tuhan, Kau beri tanah ku, Kau beri rajin juga sampaikan maksud-Mu‟
K
ami memanjatkan puji dan syukur Kepada Allah Tritunggal Maha Kudus atas
pemberian nafas hidup dan berkat-berkat, serta perkenan-Nya, kami diberi
kesempatan untuk membuka selubung rahasia Allah di balik “PAPUA”.
Dalam tulisan ini kami membuka selubung rahasia tentang rencana Allah di balik
“PAPUA”. “PAPUA” dipandang dari tiga sisi: pertama, dari sudut pandang Budaya
Mesianik; kedua, dari sudut pandang Rohani; dan ketiga dari sudut pandang Dunia. Bahasa
yang kami gunakan dalam tulisan ini sederhana, agar tulisan ini dapat dimengerti dan
menjangkau semua orang (baik kecil dan besar, yang berpendidikan tinggi sampai rendah).
Buku ini hadir ke publik karena adanya dukungan dari orang Samaria yang baik hati;
kepada mereka, penulis mengucapkan limpah terima kasih.
Dengan hadirnya tulisan ini, pasti ada tanggapan positif dan negatif, menerima dan
menolak. Bagi kami hal itu wajar, jika ada hal baru yang muncul pasti ada pro-kontra, dan
ini sering terjadi sepanjang sejarah manusia. Perlu diketahui bahwa tulisan ini di luar dari
konstruksi nalar (logika) dunia. Tulisan ini menggunakan konstruksi penghayatan iman dan
keyakinan (logika iman - keyakinan) dengan pendekatan kontekstual Papua. Karena itu,
jika Anda adalah orang beragama, gunakanlah logika iman - keyakinanmu untuk
memahami isi tulisan ini; jika Anda atheis (tidak beragama), gunakanlah akal budimu (baca
dengan penyatuan pikiran-hati nuranimu) untuk memahami isi tulisan ini.
Tulisan ini bukanlah ilusi, bukan pula halusinasi, bukan pula khayalan, bukanlah
fiktif, tetapi ini nubuatan dalam Kitab Suci, dan juga Wahyu yang tertulis maupun tidak
tertulis (pewahyuan kekinian). Kesaksian dan pewartaan dalam tulisan ini adalah melalui
penglihatan dan dari Roh Kudus, siapa menghujat Roh Kudus, akan ada akibatnya:
“Apabila seseorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya,
melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal” (Injil Markus 3:29).
Doa Yesus: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena
semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau
nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu” (Injil Lukas
10:21, Injil Matius 11:25).
Akhirnya, tulisan ini kami persembahkan dalam nama Allah Bapa, Allah Putra dan
Allah Roh Kudus kepada publik, khususnya kepada bangsa Papua. Yakinlah bahwa jika
kita benar-benar melakukan perintah Allah, maka tulisan ini akan bermanfaat bagi kita
untuk „perubahan positif‟ yang membebaskan bangsa Papua yang terpenjara oleh tirani
penjajahan Indonesia bersama sekutunya dan terbebas dari tirani dosa.
Di kala HUT Pekabaran Injil di Tanah Papua ke 165
Port Numbay: Rabu, 5 Februari 2020
Penulis
Selpius Bobii
219
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
„SEJARAH SUNYI‟
PAPUA… membara…
Membara merah darah, bukan merah api
Merahnya api bisa dipadam
Tapi merahnya darah tak kunjung padam
221
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bab I. PENDAHULUAN
“Hanya karena kami menyatakan kebenaran, Anda jadikan kami musuhmu”
B
angsa yang besar adalah bangsa yang menghargai dan mencintai sejarah
bangsanya; bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai dan mencintai
pejuang-pejuangnya - pemimpin-pemimpinnya; bangsa yang besar adalah bangsa
yang menghargai dan mencintai segala macam etnik (suku) serta budayanya yang unik;
bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai tanah airnya dan segala yang ada di
dalamnya; Akhirnya bangsa yang besar adalah bangsa yang mengagungkan nama Allah
Tritunggal atas semua anugerah Tuhan yang diberi dengan cuma-cuma.
Demi mengabadikan sejarah bangsa Papua, dalam tulisan ini, kami mengutip sebuah
pragaraf dalam Panduan Kongres II Papua tahun 2000 yang penuh makna: “PAPUA, bukan
sekedar sebuah nama. Jauh melampaui itu, Papua adalah sebuah identitas kodrati yang
khas, penuh misteri dan hanya sama persis dengan dirinya sendiri. Kalau kemudian
ternyata sistem kesejarahan tanah Papua berbeda dengan Amerika, Belanda, atau
Indonesia, itu bukan lantaran ia harus dibedakan demi alasan politik dan rasial,
melainkan demi itulah „eksistensi azasi‟ sesuai kehendak Sang Maha Pencipta. Berbeda-
beda untuk saling kenal-mengenal (sesama subyek), bukan untuk saling memiliki dan
menguasai” (Agus A. Alua dalam buku Kongres Papua 2000, hal. 12).
apapun dengan nama Papua, tetapi penduduk pribumi menerima nama tersebut dengan
baik, sebab nama Papua itu mencerminkan indentitasnya sebagai manusia hitam dan
keriting”, kata Decki Natalis Pigai, BIK.
Pada tahun 1528 pelaut Spanyol Alvaro de Savedra ia menyebut Isla del Oro
(Island of Gold) artinya Pulau Emas. Pada tahun 1545 pelaut Spanyol bernama Ini go
Oertis de Retes memberi nama Nueva Guinea, karena penduduknya hampir mirip dengan
penduduk Guinea di Afrika Barat, nama latinnya Nova Guinea.
Pada tahun 1945 – an oleh Frans Kaisepo, Corinus Krey dan Yan Waromi memberi
nama Irian; menurut bahasa Biak “Tanah Panas”, Irian menurut bahasa Serui “Tanah Air
atau Tiang Bangsa”, Irian menurut bahasa Merauke “Bangsa yang diangkat tinggi”; sebutan
pemerintah Belanda: Nederlands Nieuw Guinea pada tahun 1951, dan dalam Sidang
Kongres I bangsa Papua melalui Komite Nasional Papua (KNP) antara 17-19 Oktober 1961
menetapkan nama Papua Barat. Pada masa pemerintahan sementara PBB (UNTEA) sejak
1 Oktober 1962 menggunakan nama West Nieuw Guinea.
Selanjutnya nama Irian dipolitisasi oleh para pejuang merah putih seperti Marthen
Indey, Frans Kaisepo dan Silas Papare mengartikannya: “Ikut Republik Indonesia Anti
Nederland”, dengan demikian nama Papua yang terkenal di dunia selama berabad-abad
lamanya terputus ketika diganti dengan Irian, kemudian Irian Barat digunakan resmi oleh
Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963. Pada Proklamasi 1 Juli 1971 menggunakan nama West
Papua (Papua Barat), tetapi Indonesia masih pakai nama Irian Barat.
Pada 1 Maret 1973 nama Irian Barat diganti menjadi Irian Jaya oleh presiden
Soeharto; (arti kata „Jaya‟ dalam bahasa Inggrisnya victory „kemenangan‟, artinya Irian
dimenangkan oleh RI, artinya Indonesia berhasil merebut Irian dari tangan Belanda); pada
Proklamasi 3 Juli 1982 versi David Heremba, B.A, Cs di Jayapura, menyebut nama Papua
Barat; tetapi Indonesia masih pakai nama Irian Jaya, kemudian di Jayapura pada
Proklamasi, 14 Desember 1988 versi Dr. Thomas Wapai Wanggai menyebut nama
Melanesia Barat; tetapi Indonesia masih pakai nama Irian Jaya.
Dengan bergulirnya reformasi yang dimulai pada tahun 1998 di Indonesia, maka
penduduk pribumi di tanah ini menghendaki perubahan nama Irian Jaya menjadi Papua.
Mengapa memilih nama “PAPUA”? Karena nama itu mencerminkan identitasnya:
“Keriting dan Hitam”. Kehendak penduduk pribumi ini disampaikan kepada presiden
Indonesia. Presiden RI Gusdur amat berjasa besar, karena pada malam pergantian tahun,
tanggal 31 Desember 1999 “Irian Jaya” diganti dengan nama “PAPUA”.
Beliau memahami dengan amat baik berbagai gejolak politik yang terjadi sejak
Papua dianeksasi ke dalam NKRI. Maka Bapak Gusdur mengganti nama yang dikehendaki
masyarakat pribumi di tanah ini. Ada upaya Papuanisasi dari presiden Gusdur, tetapi
langkah ini dikuatirkan oleh kebanyakan kaum politisi Indonesia, maka mereka
menurunkan Bapak Gusdur dari orang nomor satu RI, dan menggeser kursi presiden ke
Megawati Soekarno Putri yang kala itu menjabat sebagai wakil presiden RI.
223
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
224
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
misalnya Freeport di Timika, yang terkenal sebagai tambang tembaga dan emas terbesar
urutan ke dua di dunia.
Kenapa perjanjian ini dibuat di Roma? Jawabannya adalah Roma juga tentu
dipengaruhi oleh Amerika terkait ketakutannya terhadap pengaruh Negara Komunis Rusia
atas kawasan Asia - Pasifik. Maka itu, Roma pun secara diam-diam bergandeng bersama
Amerika Serikat untuk mengamankan wilayah Asia dan Pasifik dari pengaruh komunis,
ketimbang menyelamatkan kepentingan masa depan bangsa Papua. Sekarang kita tahu
bahwa Roma juga turut serta, walaupun Roma tidak berperan aktif dalam permainan
politik tingkat tinggi ini untuk menghancurkan masa depan bangsa Papua.
Dalam perjanjian Roma itu disepakati juga bahwa Indonesia akan menduduki di
Tanah Papua selama 25 tahun, terhitung 1 Mei 1963 – 1988. Tetapi, kenapa perjanjian yang
ditandatangani oleh Indonesia, Belanda dan Amerika itu tidak direalisasi pada tahun 1988?
Jawabannya adalah ini hanyalah sandiwara politik dari para elit dunia untuk kepentingan
ekonomi, politik dan keamanan di kawasan Asia-Pasifik, khususnya di Tanah Papua. Bukti
bahwa Freeport di Timika adalah hadiah yang diberikan oleh Indonesia kepada Amerika,
karena AS telah membantu Indonesia untuk menganeksasi Papua ke dalam NKRI. Para
sekutunya juga telah menanamkan sahamnya di tambang terbesar “Freeport” milik Amerika
ini. Saya menduga PBB dan Roma juga mendapat suntingan dana diam-diam dari Freeport
di Timika, karena mereka telah berjasa dalam menganeksasi Papua ke dalam NKRI melalui
sebuah traktat yang menguntungkan Indonesia, yang dibuat oleh Bunker (mantan duta besar
Amerika di PBB).
Ironis memang! Dalam traktat itu ada pasal yang mengatur mengenai penyerahan
Papua dari badan PBB (UNTEA) ke Indonesia untuk mempersiapkan pelaksanaan
PEPERA 1969. Kenapa Belanda diusir ke luar dari tanah Papua dan status perwalian Papua
melalui UNTEA (PBB) diserahkan kepada Indonesia yang sedang berambisi besar Papua
dianeksasi ke dalam NKRI? PEPERA itu seharusnya disiapkan oleh UNTEA, atau PBB
menunjuk salah satu Negara untuk menjadi pemerintahan perwalian dalam mempersiapkan
orang Papua untuk menentukan nasib sendiri pada tahun 1969.134 Ini tidak adil!
Langkah ini memang “permainan politik tingkat tinggi untuk merebut Papua dari
tangan Belanda”. Kenapa Belanda mengalah begitu saja? Karena Belanda tidak mendapat
dukungan dari Amerika, Inggris dan Australia. Ketiga Negara ini sebelumnya berjanji
mendukung Belanda atas kekuasaannya di Tanah Papua, tetapi tiba-tiba haluan politik
mereka berubah setelah mengetahui bahwa RI bermanufer politik ke Negara Komunis
Rusia. Maka itu, Inggris dan Australia juga dipengaruhi oleh Amerika Serikat untuk
menganeksasi Papua ke dalam NKRI, ini dilakukan demi kepentingan ekonomi, politik, dan
keamanan mereka di kawasan Asia dan Pasifik dari bahaya pengaruh negara komunis.
Pelaksanaan PEPERA 1969 melalui “sistem musyawarah” ala Indonesia itu sudah
diseting sebelum pelaksanaan PEPERA 1969, buktinya bahwa dalam perjanjian Roma, 30
September 1962 dimasukan dalam satu butir bahwa Pelaksanaan PEPERA 1969 adalah
134
Tentang ini baca juga dalam buku “Gereja dan Politik di Papua Barat” yang ditulis oleh Pdt. Dr. Socratez
Sofyan Yoman, hal. 41-61
225
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
dengan sistem musyawarah untuk mufakat sesuai dengan sistem dewan musyawarah
Indonesia. Dengan ditanda-tanganinya perjanjian itu, maka Belanda dan Amerika Serikat
sudah mendukung penuh sistem musyawarah untuk mufakat. Dengan demikian, Indonesia,
Belanda dan Amerika menghancurkan nilai-nilai luhur dan praktek hukum Internasional
tentang penentuan nasib sendiri dengan mekanisme “satu orang satu suara”.
Masa depan bangsa Papua dihancurkan melalui sistem yang tidak sesuai dengan
mekanisme Internasional. Dalam hal ini kami tidak menyalahkan Belanda, kami memahami
bahwa Belanda dalam posisi terjepit dan terpaksa mengalah untuk menyerahkan Papua ke
dalam NKRI, walaupun cara-cara yang ditempuh oleh Amerika, PBB dan Indonesia, yang
didukung oleh para sekutunya adalah praktek yang tidak bermanusiawi, tidak etis, tidak
adil, tidak demokratis, dan cacat hukum.
Dengan demikian, kita simpulkan bahwa PEPERA 1969 yang dilakukan di Tanah
Papua itu hanyalah „sandiwara politik semata‟, dan „ini lelucon‟. Amerika Serikat, PBB,
Roma, Inggris, Australia dan Indonesia serta para sekutu lainnya adalah pemain sandiwara
politik tingkat tinggi. Pembuat skenario dan pemeran utamanya adalah Amerika Serikat,
presiden John F. Kennedy yang berapa tahun kemudian, John F. Kennedi ditembak mati
oleh penjahat kelas kakap dunia. Apa kepentingan mereka? Kepentingan mereka adalah
ekonomi (minyak, emas, tembaga, nikel, hutan, kayu, dll) yang ada di tanah Papua; demi
kepentingan perut mereka, masa depan bangsa Papua dihancurkan dan orang Papua
menanggung penindasan yang paling mengerikan di era modern hingga post modern ini.
Tanah Papua memang secara politik, ada dalam genggaman Negara Indonesia,
tetapi secara hukum sangat lemah, bukti bahwa Papua dianeksasi melalui sebuah “traktat
manipulatif”, yang disertai dengan invasi politik dan militer Indonesia, yang di dukung
penuh oleh Amerika Serikat dan para sekutunya. Maka, PEPERA 1969 itu CACAT
HUKUM, CACAT MORAL dan CACAT DEMOKRASI artinya tidak adil. Tetapi sejarah
mencatat bahwa 1 Desember 1961 bangsa Papua sudah merdeka. Presiden Soekarno dalam
TRIKORA sudah mengakui adanya sebuah „Negara baru di Papua‟. Pada waktu Tuhan,
kemerdekaan itu akan menjadi nyata. Ini iman - keyakinan, serta pengharapan bangsa
Papua kepada Tuhan bahwa kemerdekaan itu akan diraih oleh bangsa Papua indah pada
waktu Tuhan, bukan pada waktu manusia.
Tanah Papua berada dalam NKRI selama 57 tahun hanya karena kepentingan
ekonomi, politik dan keamanan dari Amerika Serikat, PBB dan Indonesia, serta Negara
sekutu lainnya. Karena itu, Negara Indonesia selama ini, menempuh banyak cara, untuk
merampas tanah dan kekayaan alam Papua bersama para sekutunya, dengan menjalankan
proyek pemusnahan etnis Papua, baik secara langsung maupun terselubung. Maka saat ini
orang asli Papua berada dalam ancaman bahaya “pemusnahan etnis yang merangkak
perlahan-lahan (slow moving genocide). Ada beberapa marga di tanah Papua yang musnah
(hilang), ini bukti bahwa pemusnahan etnis Papua sedang terjadi dengan perlahan-lahan.
Orang Papua harus tahu bahwa perjuangan bangsa Papua selama ini bukan hanya
menghadapi Indonesia, tetapi juga kita sedang menghadapi dunia, yang adalah para
sekutunya Indonesia, termasuk PBB di dalamnya. Karena memang dari awalnya mereka
226
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
4. Maksud Penulisan
„PAPUA‟ memiliki daya tarik dan daya tolak. PAPUA dikenal oleh dunia karena
dua hal berikut ini: Pertama, alam Papua menyimpan 101 kekayaan alam dan keindahan
alam yang indah mempesona, itulah daya tariknya; Kedua, PAPUA juga dikenal oleh dunia
karena penindasan luar biasa yang dialami oleh orang asli Papua, itulah daya tolaknya.
Demi mengambil kekayaan alam dan menguasai tanah Papua, orang asli Papua sebagai
pemilik negeri ini ditumpas, baik melalui operasi militer terbuka dan tertutup.
Spiral kekerasan di tanah ini sudah membudaya dan membumi. Maka itu, sangat
susah untuk mengubah “wajah kekerasan” di tanah ini menjadi “wajah damai”. Karena
adanya konspirasi kepentingan dari berbagai pihak telah menancapkan kukunya di tanah
ini. Berbagai pendekatan demi pendekatan ditempuh untuk menyelesaikan masalah Papua
dari Negara Indonesia, yang didukung oleh para sekutunya, akan tetapi ini hanyalah
“sandiwara politik semata”. Semua yang Indonesia lakukan bukan untuk membangun
227
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Tanah dan orang asli Papua, tetapi memusnahkan etnis Papua dan merusak alam Papua,
serta menguasai Tanah Papua. Kehadiran Indonesia dan para sekutunya di Tanah Papua
sudah terbukti bahwa „bukan untuk membangun budaya damai, tetapi membangun budaya
kekerasan‟. RI dan para sekutunya “menjadi pembunuh, perusak dan perampok” di era
modern hingga post modern ini.
Allah menciptakan Tanah Papua bukan dengan maksud untuk menjadikan
“Panggung Sandiwara Politik Semata” dari berbagai pihak, yang ujung-ujungnya
mengorbankan penduduk asli di Tanah ini. Allah punya rencana yang luar biasa dan indah
untuk Tanah Papua. Maka dalam tulisan ini, kami membuka sedikit rahasia Allah di balik
PAPUA. Agar semua pihak yang berkepentingan di tanah Papua harus tahu dan sadar
bahwa “Tanah Papua” adalah “Tanah Perjanjian Allah”.
Karena itu, menjelang akhir zaman ini, Allah hendak menggenapi janji-Nya. Allah
mau memakai PAPUA untuk mewujudkan rencana-Nya. Tuhan mau mengubah “wajah
kekerasan” di tanah ini menjadi “wajah damai sejahtera”. Bangsa Papua yang sedang
berjalan dalam kekerasan demi kekerasan akan melihat campur tangan Tuhan yang maha
dasyat. Hakim Agung (Tuhan Allah) telah berdiri di ambang pintu untuk memberi keadilan
bagi bangsa Papua, yang telah lama berkorban untuk menegakkan keadilan dan
mewujudkan damai sejahtera.
Untuk itu, bangsa Papua bangunlah dari tidurmu, berdiri dan lihatlah ke ufuk Timur:
“Penyelamatan dari Tuhan sedang datang untuk membawa kita ke Padang rumput yang
hijau dan ke Air Hidup yang tenang – ke negeri yang penuh damai sejahtera untuk
mempersiapkan jalan bagi kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali ke dunia ini.
Tulisan ini bukan bermaksud untuk meresahkan orang, bukan juga membuat orang
takut dan gelisah, tetapi tulisan ini bermaksud agar kita siap sedia lahir bathin sebelum
semuanya yang dinubuatkan Allah melalui hamba-hamba-Nya digenapi, agar kita tidak
terlambat dan tidak menyalahkan orang lain. Tidak tahukah kita bahwa Jagad Raya ini ada
dalam genggaman Allah dan ini berjalan sesuai dengan rencana dan ketetapan Allah?
Bagi yang atheis (tidak beragama) pasti ada banyak sanggahan atas tulisan ini,
bahkan orang beragamapun akan melahirkan beragam sanggahan dan kritikan atas tulisan
ini setelah membacanya. Bagi kami sanggahan dan kritikan itu biasa dan wajar saja, dan hal
itu selalu terjadi dalam kehidupan ini sepanjang sejarah manusia. Apapun cercaan, fitnah,
intimidasi, penghinaan dan sebagainya itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam
hidupku dalam mencari keadilan dan kedamaian di bumi ini. Tugas kami adalah hanya
mengingatkan kembali apa yang sebenarnya suda tertulis dalam Kitab Suci dan melalui
pewahyuan kekinian, agar ketika waktu Tuhan itu tiba, kita sudah tahu dan sudah siap sedia
untuk menerima semuanya yang akan terjadi.
Tulisan ini “bukanlah warning” bukanlah “peringatan”. Saya sadar akan posisiku,
saya bukan penguasa dunia ini, karena hanya orang yang memiliki kapasitas dan pengaruh
sajalah yang dapat mengeluarkan “peringatan atau warning”. Saya tidak punya kapasitas
untuk memberikan “warning” atau peringatan, saya hanyalah seorang manusia biasa yang
sedang mencari keadilan dan kedamaian di dunia ini.
228
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Saya telah mencari keadilan dan kedamaian di dunia ini, sampai ke luar masuk
“Kantor Pengadilan” sampai ke luar masuk penjara, tetapi di dalam “kantor pengadilan”
pun saya tidak menemukan keadilan dan kedamaian, apa lagi di dalam penjara yang di
kelilingi tembok, saya tidak menemukan keadilan dan kedamaian di sana. Akhirnya kami
simpulkan bahwa di dunia ini kita tidak akan menemukan keadilan dan kedamaian,
hanyalah di dalam Tuhan kita dapatkan keadilan dan kedamaian yang sempurna.
Di dunia ini yang ada adalah “kepentingan”. Apa itu kepentingan? Kepentingan
arti harafiahnya adalah “keperluan, kebutuhan”. Dalam kampanye-kampanye politik, para
kandidat selalu mengatakan bahwa “kami akan mengutamakan kepentingan umum” jikalau
rakyat percayakan kepada kami, bahkan dalam pengajaran-pengajaran selalu katakan “kita
harus mengutamakan kepentingan umum, dari pada kepentingan pribadi”. Pernyataan
seperti ini dalam prakteknya terbalik: “mendahulukan kepentingan pribadi, kelompok dan
golongan, dari pada kepentingan umum”. Para jargon-jargon politik ini menerjemahkan
kata “umum” itu hanya untuk mengejar kepentingan di kalangan elit, golongan dan etnitas
tertentu.
Dalam sudut pandang ekonomi, kata “kepentingan” diartikan: “saya bekerja untuk
saya dapat sesuatu atau mendapat keuntungan atau manfaat”. Singkat kata: „kepentingan
dari dua belah pihak yang saling menguntungkan‟. Bagi yang tidak melakukan sesuatu,
tidak akan mendapatkan apa-apa. Maka, rakyat jelata, yang hina dan miskin tidak
mendapatkan keadilan dari penguasa dunia ini, bahkan mereka dibuat tidak mampu oleh
sistem ini untuk melakukan sesuatu bagi kemajuan dan kesejahteraan hidupnya.
Praktek dunia ini sudah jauh dari harapan Tuhan. Allah menghendaki penguasa
dunia dapat menciptakan keadilan dan kedamaian atas dasar “KASIH”. Tetapi KASIH itu
tiada; karena kalau ada setitik KASIH dalam dirinya (siapapun dia), maka pasti ada
keadilan, dan jika ada keadilan, maka tentu di sana tercipta damai sejahtera. Memang!
KASIH itu telah diabaikan, bahkan telah musnah oleh KEPENTINGAN para elit. Hanyalah
orang-orang yang mempunyai kesamaan dalam “KEPENTINGAN” sajalah yang dapat
menikmati hidup ini, di atas penderitaan rakyat semesta.
Karena itu, Allah hendak mengakhiri kejayaan dunia yang penuh dengan ketidak-
adilan ini, dan itu karena memang pada waktu-Nya. Allah telah mendengar jeritan,
tangisan, dan doa dari masyarakat jelata yang tiada henti-hentinya memohon kepada Allah,
untuk keadilan dan kedamaian itu tercipta di dunia ini; Allah juga telah melihat banyaknya
air mata darah dan keringat yang tercurah, dan darah itu naik ke tahta Allah untuk menuntut
keadilan dari Allah.
Akhirnya, kami tegaskan di sini bahwa tulisan ini hanyalah untuk diingatkan
kembali apa yang ada dalam Kitab Suci, ditambah dengan pewahyuan terkini, agar bagi
yang belum bertobat supaya segera sadar, menyesal dan bertobat; dan bagi yang sudah
bertobat selalu setia dalam mempertahankan kekudusan dalam kebenaran firman Tuhan,
sambil menanti penggenapan nats-nats dalam Kitab Suci dan pewahyuam kekinian yang
belum digenapi dari waktu ke waktu.
229
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bab II
MEMBUKA SELUBUNG RAHASIA ALLAH DI BALIK KATA
„P.A.P.U.A‟
„Papua menyimpan 101 rahasia Allah yang hanya bisa diselami dengan kemurnian hati nurani
dalam kebenaran firman Allah yang disingkapkan oleh Roh Kudus‟
P
APUA, bukan sekedar sebuah nama. Jauh melampaui itu, Papua adalah sebuah
identitas kodrati yang khas, penuh misteri dan hanya sama persis dengan dirinya
sendiri”, kata Almarhum Bapak Agus A. Alua dalam Panduan Kongres Papua II
tahun 2000. Allah menciptakan tanah air Papua dan menempatkan masyarakat asli di tanah
ini dengan keunikan tersendiri. Allah punya rencana yang indah dan luar biasa dengan
PAPUA.
Orang lain memandang PAPUA dengan memakai kaca matanya dan melahirkan
berbagai pandangan terkait Papua. Kami tidak masuk dalam pandangan mereka tentang
negeri yang berbentuk burung raksasa ini. Pada bagian ini, marilah kita memandang
PAPUA dengan cara yang berbeda, yakni memandang PAPUA dengan memakai kaca mata
IMAN berdasarkan nats-nats Kitab Suci dan pewahyuan kekinian dari Tuhan yang sedang
dan akan digenapi dari waktu ke waktu.
Kata „PAPUA‟ ditinjau dari tiga sudut pandang (dengan memakai kaca mata iman),
yaitu: pertama, dari sudut pandang Budaya Mesianik; kedua, dari sudut pandang Rohani,
dan ketiga dari sudut pandang Dunia.
230
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Marilah kita merangkai dan menyimak: “5 huruf dalam PAPUA, P.A.P.U.A dalam
5 kata, 1 kalimat dalam PAPUA: “Pengutusan Akhir Perjanjian Umat Allah”. Berikut
ini gambaran umum rahasia Allah yang termeterai di balik kata “P.A.P.U.A”.
1.1. Pengutusan
Pengutusan kata dasarnya adalah utusan. Pengutusan adalah amanah atau tugas
untuk melaksanakan sesuatu. Yang mengutus adalah Tuhan Allah. Dan yang diutus adalah
PAPUA. Papua sedang disiapkan oleh Allah untuk diutus menjadi saksi bagi dunia. Ada
dua bentuk kesaksian, yaitu: kesaksian dalam pewartaan (kata); dan itu diwujudkan dalam
perbuatan (aksi nyata), dengan dilandasi falsafah hidup bangsa Papua „Saling Mengasihi
Dalam Tuhan‟ dengan semboyang „Satu Bangsa Satu Jiwa Siapkan Jalan Tuhan‟.
232
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Negara Israel modern pada tanggal 14 Mei 1948. Sampai saat ini, bangsa Israel dikepung
dari segala arah dan masih terjadi ketegangan serta perang dari bangsa-bangsa yang ada di
sekitarnya. Namun, bangsa Israel tidak terkalahkan, karena Allah masih menyertainya,
walaupun sampai saat ini masih banyak orang Israel yang belum mengakui bahwa Yesus -
anak Maria yang mereka bersekongkol dengan penguasa Romawi untuk disalibkan adalah
Mesias dari Allah.
c. Bersaksi Bagi Israel Agar Percaya „Yesus‟ Adalah Mesias Dari Allah
Allah memakai bangsa Papua agar orang Israel yang belum percaya bahwa „Yesus
adalah Mesias dari Allah‟ itu disadarkan dan diselamatkan. Melalui karya-karya besar yang
sedang dibuat oleh Allah bagi Papua dalam nama Yesus, bangsa Israel yang tersandung
“karena tidak mengakui Yesus sebagai Mesias dari Allah” (Kitab Roma 11:20), akan
muncul sikap kecemburuan (Kitab Roma, 11:11-12) dari pihak Israel atas karya-karya besar
yang pernah dilakukan-Nya kepada nenek moyang mereka, yang kini karya-karya besar itu
dibuat oleh Allah dalam nama Yesus bagi bangsa Papua.
Maka dari sikap kecemburuan itu, mengantar mereka (bangsa Israel) pada suatu
„kesadaran‟, kemudian akan ada „penyesalan‟, dan terjadilah „pertobatan massal‟ melalui
“pengakuan” bahwa Yesus yang dilahirkan melalui bunda Maria di kandang yang hina-
Betlehem, yang telah berkarya, dianiaya dan disalibkan, dimakamkan, kemudian
dibangkitkan oleh Allah itu adalah „Mesias dari Allah‟ (Kitab Roma 11:23, 25, 26, 27).
1.2. Akhir
“Akhir” berbicara tentang akhir zaman (parusia). „Akhir zaman‟ dibagi dalam tiga
masa; yaitu: a) Masa Transisi; b) Masa Kerajaan 1000 tahun, c). Masa Kekekalan.
a. Masa Transisi
Akan ada satu masa menjelang akhir zaman diberikan kesempatan kepada bangsa
Papua untuk menikmati anugerah (keadilan) dari Tuhan sedikit waktu, dan bersaksi bagi
dunia. Masa ini disebut “masa transisi” untuk mempersiapkan jalan bagi kedatangan Yesus
yang kedua kali. Dalam masa transisi ini, berbagai denominasi Gereja yang ada saat ini,
baik Protestan maupun Katolik akan DISATUKAN oleh Tuhan menjadi satu Gereja;
tentang penyatuan Gereja ini tidak akan bersatu dalam salah satu denominasi Gereja
Protestan maupun Katolik yang ada saat ini. Tetapi nama Gereja itu akan diwahyukan dari
Tuhan melalui wakil-Nya, artinya akan bersatu dalam nama Gereja yang baru, yang
diwahyukan dari Tuhan.
Mengapa semua denominasi Gereja, baik Protestan maupun Katolik harus disatukan
dalam satu konstitusi Gereja? Karena kemerdekaan bangsa Papua itu diberikan oleh Allah
untuk menyiapkan jalan bagi kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali ke dunia ini.
Sebelum kedatangan Yesus Kristus untuk memimpin Kerajaan 1000 tahun, Gereja-Nya
harus bersatu. Gereja di sini berbicara tentang umat-Nya. Kristus sebagai kepala mau
233
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
datang kepada umat kepunyaan-Nya, maka umat-Nya yang adalah tubuh-Nya harus bersatu
dalam satu konstitusi “Gereja”.
Pada awalnya (Gereja Perdana) hanya ada satu Gereja, tetapi berjalannya waktu
kemudian, Gereja yang satu itu membuka aliran-aliran baru, hanya karena perbedaan
pandangan dalam ajaran Gereja. Maka menjelang akhir zaman, Allah hendak menyatukan
Gereja sebagai tubuh mistik Kristus, karena “Kristus sebagai Kepala Gereja” hendak datang
yang kedua kali ke dunia ini untuk memimpin Kerajaan 1.000 tahun.
Oleh karena itu, kita semua yang percaya kepada Kristus yang menjadi pengikut
Kristus, hendaklah berkemas-kemas untuk bersatu dalam satu konstitusi “Gereja” dalam
Tanah Suci Papua. Ini sesuai kehendak Tuhan, bukan kehendak manusia atau rencana
manusia. Ada tertulis: “Rancangan-Ku, bukanlah rancanganmu, jalanmu bukanlah
jalan-Ku” (Yesaya 55:8). “Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah
yang menentukan arah langkahnya” (Amsal 16: 9).
berperang dan jumlah mereka sama dengan banyaknya pasir di laut. Maka naiklah
mereka ke seluruh dataran bumi, lalu mengepung perkemahan tentara orang-orang
kudus dan kota yang dikasihi itu. Tetapi dari langit turunlah api menghanguskan
mereka”.
Perang ini akan dimenangkan oleh Yesus Kristus. Dengan kekuasaan dan
kedasyatan yang dimiliki-Nya, dalam sekejap mata akan mengalahkan para pembangkang
yang melawan Tuhan. Inilah perang terbesar dan terakhir yang akan terjadi. Perang ini
disebut Gog dan Magog. Dengan ini, berakhirlah sudah masa Kerajaan 1.000 tahun.
235
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
1.3. Perjanjian
“Perjanjian” berbicara mengenai janji Allah kepada umat-Nya. Perjanjian lama:
“Allah berjanji kepada Abraham, kemudian dengan umat Israel, yang bersisi janji-janji
Allah, serta menuntut kesetiaan dari pihak manusia. Perjanjian baru: “penumpasan darah
Kristus di Golgota memperbaharui perjanjian Allah itu”. Kata Yesus: “Cawan ini adalah
Perjanjajin Baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagimu” (Injil Lukas 22:20). Melalui
Kristus, Allah membuat suatu “perjanjian yang baru” (Ibr. 9:15). Janji-janji Tuhan dalam
nubuatan-nubuatan yang belum digenapi, baik dalam Kitab Suci maupun dalam budaya
akan segera digenapi.
Yang kedua, dari aspek jasmani (dunia), Tuhan hendak menggenapkan janji dalam
nast Kitab Suci ini: “Apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-
orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan
apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah,
bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti” (I
Korintus 1:27-28). Nats Kitab Suci ini benar-benar akan segera digenapi. Ini bukan lelucon,
ini bukan dogeng, ini bukan cerita novel, ini bukan fiksi, ini janji Tuhan melalui hamba-
Nya, pasti segera akan digenapi. Tentang ini dalam pewahyuan kekinian telah disampaikan.
Hari ini perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang begitu cepat dan
dasyat, hingga manusia terjerumus ke dalam berbagai pencobaan. Bahkan menjadi semakin
gila untuk mengejar tahta dan harta duniawi, menghalalkan segala cara, bahkan dengan
kejahatan untuk memenuhi keinginan dagingnya. Tetapi banyak orang belum sadar bahwa
akhir zaman sedang di ambang pintu. Virus Corona adalah lonceng peringatan awal.
Penggenapan nast Kitab Suci di atas akan segera digenapi, bahwa “orang-orang
yang merasa dirinya berhikmat, mereka yang merasa dirinya kuat (hebat), orang-orang yang
merasa dirinya terpandang, orang-orang yang merasa dirinya berarti dan paling
berpengaruh di dunia ini”, semuanya akan dipermalukan oleh Tuhan melalui orang-orang
bodoh, yang lemah, yang hina, dan yang tidak berarti yang dipilih dan ditentukan oleh
Allah, untuk mewujudkan rencana dan kehendak-Nya, pada mejelang akhir zaman. Dengan
demikian, semua yang merasa diri hebat, kuat, berhikmat, terpandang dan berarti itu akan
dilenyapkan Tuhan Allah dalam sekejap mata, dan semuanya yang sudah berakhir itu akan
menjadi sebuah “kenangan manis” (sweet memory).
Jangan sampai ada yang salah tafsir, perlu kami jelaskan di sini bahwa kata “akan
dilenyapkan Tuhan Allah dalam sekejap mata”, dalam arti “hikmat dan kuasanya yang
selama ini Tuhan berikan itu akan diambil kembali oleh Tuhan Allah dalam sekejap mata‟,
dan „itu diberikan kepada orang-orang bodoh, yang lemah, yang hina, dan yang tidak
berarti untuk mempermalukan semua yang hebat dan berpengaruh di dunia ini‟. Tentang
ini, Tuhan telah sampaikan juga dalam pewahyuan kekinian. (Sebagai bahan pembanding
nonton video dengan judul: „Nubuatan tahun 2020, corona, epidemik penyakit, krisis
bangsa-bangsa, ujian api dan roh‟, m.youtube.com – Father‟s Miracle Ministry).
Karena itu, jangan kita heran, gelisah, gentar dan takut, serta membangkitkan
kemarahan kepada siapapun atas semuanya ini. Janganlah kita salahkan kepada siapapun.
Karena, tentang semua yang akan terjadi itu, sesuai dengan kehendak Allah, dan dalam
Kitab Suci, salah satunya dalam nats di atas, sudah dari dulu kala mengingatkan kepada
umat manusia, bahwa pada akhir zaman akan terjadi situasi-situasi yang akan
mengguncangkan dunia, seperti virus Corona yang memukul dunia adalah peringatan dini
bahwa ini adalah detik-detik menjelang akhir zaman agar umat manusia sadar, menyesal
dan bertobat dari segala bentuk kejahatan; ini bukan kebetulan, tetapi ini sesuai rencana dan
ketetapan Allah sebelum dunia ini dijadikan. Kita manusia tidak memiliki kuasa sedasyat
seperti yang Allah miliki. Kita tak sanggup melawan Allah, kalau itu kehendak-Nya untuk
dinyatakan di dunia ini pada waktu-Nya.
237
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Simaklah doa Yesus berikut ini: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit
dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang
pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan
kepada-Mu” (Injil Lukas, 10:21, Injil Matius 11:25).
Yang penting bagi kita saat ini adalah “takutlah kepada Tuhan”. Takut kepada
Tuhan yang kami maksudkan adalah kita hidup dalam kesucian, kekudusan, dan mentaati
firman Tuhan dan menjauhi larangan-Nya. Karena waktu-waktu ini akan berlalu cepat,
penggenapan nubuatan akan segera terjadi, baca dan renungkanlah tanda-tanda akhir zaman
dalam Kitab Suci yang sedang digenapi. Ada beberapa nats Kitab Suci yang dapat dibaca
dan direnungkan, antara lain: injil Matius 14:15-22 dan injil Lukas 21: 7- 33.
Berikut ini tanda-tanda akhir zaman menurut Kitab Suci: malapetaka, bencana
alam, kelaparan, kemiskinan, penyakit, kekerasan di luar kontrol, seks bebas, terjadi
perang di mana-mana, kemerosotan moral, stres, pembangunan rohani besar-besaran,
penyebaran ajaran palsu secara global, krisis lingkungan global, munculnya tanda-
tanda aneh di langit. Tanda-tanda akhir zaman ini sudah dan sedang terjadi di seantero
dunia.
berada dalam wilayah kekuasaannya, (sebuah propinsi di sebarang laut dari Belanda), akan
tetapi kita semua tahu bahwa Belanda dipaksa ke luar dari Tanah Papua oleh Amerika
Serikat, PBB dan Indonesia. Walaupun demikian, kami memberikan apresiasi kepada
Belanda, karena kehadiran mereka di tanah Papua terjadi pembaharuan dalam berbagai
aspek kehidupan orang Papua, lebih khusus dalam bidang pendidikan dan keagamaan.
Melalui itu Belanda sangat berjasa besar untuk meletakkan awal peradaban bangsa Papua.
Sudah 57 tahun orang Papua berada dalam kekuasaan Negara Indonesia yang
didukung penuh oleh para sekutunya. Tetapi apa yang terjadi? Indonesia mampu
mempertahankan bingkai NKRI, dengan menghalalkan segala cara, termasuk dengan invasi
politik, invasi ekonomi, dan invasi militer (terbuka maupun terselung), disertai dengan
berbagai doktrin Ideologi Pancasila melalui berbagai pengajaran pendidikan, tetapi
Indonesia tidak mampu untuk meng-indonesia-kan orang asli Papua. Artinya bahwa Negara
Indonesia dan para sekutunya sudah gagal total di Tanah Papua. Nubuatan Pdt. I. S. Kijne
benar-benar terbukti: “sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi, dan
marifat, tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini”.
Bangsa Papua dengan iman dan keyakinan, menanti dan mengharapkan kepada
Tuhan, akan pengenapan sepenggalan nubuatan Pdt Kijne ini: “bangsa ini akan bangkit
dan memimpin dirinya sendiri”. Bangsa Papua sejak zaman Belanda sudah bangkit dan
berjuang untuk memimpin dirinya sendiri. Sudah puluhan tahun bangsa Papua terus
berjuang, sambil menanti waktu Tuhan itu tiba untuk memimpin dirinya sendiri.
Marilah kita menyimak juga Nubuatan dari seorang Pastor Katolik Misionaris
Belanda, yang pernah bertugas di Moanemani “pater Reigro, OFM” pada tahun 1970-an.
Pater Reigro pernah menceriterakan kepada Bapak Germanus Bobii, tentang nubuatan dari
para nenek moyang Pater Reigro, tentang suatu etnik bangsa, dan (pater Reigro meyakini
bahwa bangsa itu Papua), yang sudah ditentukan Tuhan, yang akan dibangkitkan oleh Allah
menjelang akhir zaman.
Pater Reigro menceritakan bahwa kami datang ke Tanah Papua dengan petunjuk
Tuhan, untuk mempersiapkan orang Papua, karena menjelang akhir zaman, Allah akan
memberikan kesempatan kepada bangsa Papua untuk memimpin. Beliau juga mengatakan
bahwa kami akan pulang ke tanah kelahiran kami, tetapi suatu saat (pada waktu Tuhan),
kami akan datang kembali ke tanah ini. Nubuatan melalui nenek moyang Pater Reigro
OFM di atas ini, bukanlah fiktif dan khayalan belaka. Nubuatan ini pasti akan digenapi
indah pada waktu Tuhan.
Selain dua nubuatan ini, masih ada lagi nubuatan dari Pdt. Troutman, yang pernah
bertugas di pedalaman, Waghete – Deiyai. Dalam suatu pertemuan yang digelar selama
tiga hari di Kampung Gakokebo, pada tahun 1980-an, Pendeta Troutman menceritakan
tentang masa depan bangsa Papua. Bapak Toudaibo Pigome menceritakan kepada penulis
bahwa ada tiga agenda penting yang dibahas dalam pertemuan itu, yaitu: tentang
pendidikan, ekonomi-kesehatan, dan masa depan bangsa Papua. Pdt Troutman
menyampaikan: “Tuhan sudah menyiapkan masa depan bagi bangsa Papua. Maka itu, anak-
anak harus disekolahkan, anak-anak Papua harus disiapkan dengan baik, karena masa depan
239
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
bangsa Papua berada di pundak anak-anak. Suatu saat, setelah anak-anak ini besar, dengan
pendidikan yang baik, bangsa Papua akan bangkit untuk membangun negeri ini”.
Pada saat itu, di Paniai ada gerakan pembakaran Balai Desa dan Gedung-gedung
Sekolah oleh TPN-OPM pimpinan Tadeus Yogi, maka dalam pertemuan itu, Pdt Troutman
mengatakan: “Tidak boleh membakar gedung-gedung Sekolah, karena pendidikan sangat
penting bagi anak-anak, untuk disiapkan membangun masa depan tanah Papua”. Beliau
menegaskan bahwa ada rencana Tuhan yang indah untuk negeri ini. Beliau juga
mengatakan bahwa dalam waktu dekat ini, kami akan kembali ke tanah air kami, tetapi
suatu saat kami akan kembali ke tanah Papua. Pernyataan terakhir ini, senada dengan
pernyataan dari Pater Reigro OFM pada tahun 1970-an di Moanemani – sekarang menjadi
ibu kota kabupaten Dogiyai.
Dari nubuatan-nubuatan melalui hamba-hamba Tuhan (para misionaris) yang
pernah berbakti di tanah Papua, mengingatkan kepada kita, bahwa masa depan bangsa
Papua sudah ditentukan oleh Tuhan, artinya bahwa bangsa Papua ada dalam rencana Ilahi.
Tidak ada kekuatan manapun di dunia ini, yang akan menggagalkan rencana, ketetapan, dan
janji Tuhan untuk “Bangsa Papua bangkit, berdiri, dan berjalan” menjelang akhir zaman ini.
Camkanlah baik-baik kata-kata Pdt. I. S. Kijne berikut ini: “Di tanah ini, kita
bekerja di antara satu bangsa (Papua) yang kita tidak tahu apa maksud Tuhan buat
bangsa ini. Di tanah ini, kita boleh pegang kemudi, tetapi kita tidak menentukan arah
angin, arus, dan gelombang di laut serta tujuan yang hendak kita capai di tanah ini.
Siapa yang bekerja dengan jujur, setia dan dengar-dengaran pada Firman Allah di
tanah ini, maka ia akan berjalan dari satu pendapatan (tanda) heran yang satu, ke
pendapatan (tanda) heran yang lain”, Pdt. Isaac Samuel Kijne, Hollandia Binnen,
Numbay-Abepura, 26 Oktober 1956. Memang benarlah bahwa siapapun di tanah ini
(Papua) boleh memegang kemudi, tetapi yang menentukan arah angin, arus, gelombang di
laut dan tujuan yang hendak dicapainya hanya ada di tangan Tuhan. Luar biasa!
Selain itu, Pdt Bambang Noorisene juga membuka nubuatan dalam Kitab Yesaya
pasal 24 dan 60; beliau juga melakukan riset tentang nubuatan akhir zaman. Dalam
videonya, Pdt Norisene mengatakan bahwa Negeri Timur yang dimaksud adalah Indonesia
di Papua; hal ini dibuktikan dengan seorang penulis Israel yang menulis buku dengan judul:
„From Yerusalem to Papua‟ (Dari Yerusalem ke Papua).135
Nubuatan-nubuatan itu adalah janji Tuhan melalui para hambanya. Tuhan akan
menepati janji, karena Allah itu setia dalam mewujudkan janji-Nya yang telah menjadi
rencana dan ketetapan-Nya. Rencana, ketetapan dan janji Tuhan itu, “ya dan amin”, pasti
digenapi indah pada waktu Tuhan. Yang terpenting bagi kita adalah „jangan pernah ragu
dengan janji Tuhan‟. Janji manusia dapat saja diragukan, tetapi janji Tuhan senantiasa
ditepati indah pada waktu-Nya. Ia setia dalam menepati janji-Nya. Tanah Kanaan yang kini
menjadi milik pusaka bangsa Israel adalah menebus janji Allah kepada moyang bangsa
Israel yaitu nabi Abraham, Ishak dan Yakob. Masih banyak nubuatan lain (kepada orang
Papua dan warga lain), namun kami tidak menuliskannya di dalam tulisan ini.
135
Nubuatan Papua dan Kedar Indomie di Alkitab, https://youtu.be/VTBbCongmCM
240
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
RI dan para sekutunya tidak akan mampu membendung kemarahan Tuhan yang
maha dasyat, karena bangsa Papua yang telah ditentukan dari sejak dulu kala, sebelum
dunia ini dijadikan, telah mengalami penderitaan yang mengerikan. Tangisan, rintihan,
keringat, darah, dan doa bangsa Papua sudah dilihat dan didengar Tuhan.
Berbagai malapetaka yang sudah, sedang menimpa bangsa Indonesia, adalah bukti
bahwa Tuhan marah atas tindakan kejahatan kemanusiaan atas orang Papua, yang sudah
dikemas dengan rapi di tanah Papua. Sesungguhnya peringatan awal dari Tuhan telah
disampaikan kepada Indonesia melalui berbagai malapetaka itu; akan tetapi Indonesia
melihat hal itu fenomena alam biasa. Baiklah, jika sampai pendapat umum seperti itu, tetapi
lebih baik simaklah sederatan malapetaka di atas malapetaka yang menimpa Indonesia dan
para sekutunya: bukankah itu peringatan dini dari Tuhan?
“Siapkanlah payung sebelum hujan”, inilah pepatah Indonesia. Sebelum terjadi
malapetaka yang paling besar menimpa Negara Indonesia, lebih bijak kalau RI
mempertimbangkan dengan baik, langkah penyelesaian masalah Papua secara menyeluruh,
yang lebih manusiawi dan lebih adil. Saat ini bangsa Papua sambil berjuang, sedang
menanti dengan penuh iman dan pengharapan kepada Allah, agar Ia memberikan kuasa,
hikmat dan pengamanan kepada orang-orang yang telah ditentukan dan dipilih-Nya, sama
seperti nabi Musa dan Yosua, yang diutus oleh Allah untuk pembebasan bangsa Israel dari
penindasan Firaun di Mesir menuju tanah Kanaan. Kami imani dan yakini, bahwa dengan
tangan Allah yang maha dasyat, di dalam nama Yesus, bangsa Papua akan keluar sebagai
pemenang, dan kemenangan yang kami maksudkan adalah “Kemenangan Iman”.
1.4. U mat
“Umat” di sini berbicara tentang umat pilihan. Mereka yang terpanggil (umat
pilihan) ini dibagi ke dalam dua kategori dalam dua masa; yakni: umat pilihan di Tanah
Suci Papua dan umat pilihan di era Kerajaan 1.000 tahun.
241
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
dan masih melakukan perbuatan keji, masih terus melanggar perintah-perintah Allah (tidak
bertobat). Maka itu, pembersihan ini dilakukan oleh bala tentara Allah.
Pembersihan tahapan pertama sedang berlangsung, telah dimulai sejak tanggal 7
Januari 2019. Sasaran pembersihan tahap pertama adalah orang-orang Papua yang sedang
bekerja sama dengan Negara Indonesia. Dalam hal ini, menjadi kaki tangan Indonesia,
khususnya bagi mereka yang pekerjaannya memata-matai gerakan perjuangan Papua, yang
menjadi Yudas untuk menjual sesama Papua. Sebagai upahnya, mereka yang terlibat penuh
maupun partisipan (mata-mata Indonesia), mendapatkan harta dan kekuasaan, baik dari
skala kecil sampai besar (dalam kekuasaan jabatan, dan uang, serta barang).
Sasaran kedua pada tahap pertama, adalah orang Papua yang membunuh sesama
Papua, dengan menggunakan black magic (ilmu hitam/obat-obatan). Dalam pembersihan
tahap pertama, yang sedang berlangsung ini, hampir lima ribuh lebih orang asli Papua, telah
dicabut nyawanya oleh bala tentara Allah, yang tidak bisa kita lihat dengan mata jasmani,
hanya bisa dilihat oleh orang-orang tertentu yang telah dibuka mata rohaninya, atau hanya
bisa dilihat dalam mimpi, atau penglihatan.
Pembersihan tahap kedua disebut “malam pembersihan”. Tahapan pembersihan
ini, akan dilaksanakan serentak dalam sekejap mata di Tanah Papua dan di rantauan. Semua
orang Papua yang tidak menguduskan diri di dalam kebenaran Firman Tuhan, yang menjadi
hamba “mamon” (hamba harta, tahta dan wanita), mereka yang hari-harinya sibuk dengan
perkara-perkara duniawi, yang melacurkan diri dalam kejahatan, tidak taat pada perintah
Allah, semuanya akan dibersihkan dari muka bumi ini dalam “malam pembersihan itu”, ini
hanya berlaku bagi orang asli Papua yang belum sadar, menyesal dan bertobat.
Mengapa hanya orang asli Papua saja akan dibersihkan? Yang menjadi sasaran
penindasan RI dan para sekutunya adalah orang asli Papua. Dan yang mau merdeka adalah
bangsa Papua. Karena itu, orang asli Papua yang belum bertobat sesuai pewahyuan
kekinian tidak akan diberikan kesempatan untuk masuk ke Tanah Suci Papua. Ada tertulis:
“Sebab itu tempulah jalan orang baik, dan peliharalah jalan-jalan orang benar. Karena
orang jujurlah akan mendiami tanah, dan orang yang tak bercelalah yang akan tetap
tinggal di situ, tetapi orang fasik akan dipunahkan dari tanah itu, dan pengkhianat akan
dibuang dari situ” (Amsal 2:20-22).
Kemerdekaan bangsa Papua yang dikehendaki dan ditetapkan oleh Allah, adalah
kemerdekaan total (lahir dan bathin, kemerdekaan jasmani dan rohani). Tidak seperti yang
selama ini direncanakan dan diproklamasikan oleh orang Papua dengan tujuan hendak
menerapkan sistem dan tatalaksana pemerintahan yang dipakai di belahan dunia. Tuhan
menghedaki lain dengan bangsa Papua. Karena itu, mekanisme demokrasi alamiah
(barapen) yang sesuai dengan kehendak Allah, kami sudah usulkan dalam Kongres Bangsa
Papua III, namun digagalkan oleh setingan pihak lain. Tetapi memang, apa yang dilakukan
selama ini, ditempatkan dalam tahapan awal untuk mencari kehendak Allah. Apa yang
dikehendaki dan direncanakan oleh manusia, belum tentu dikehendaki oleh Allah. Ada
tertulis dalam Kitab Suci: “Rancangan-Ku, bukanlah rancanganmu, jalanmu bukanlah
242
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
1.5. Allah
Allah adalah “Yang Ada” sebelum segala sesuatu „yang ada‟ itu diciptakan oleh Dia
dan dari Dia. Dia-lah „Alfa dan Omega‟, „Yang Awal dan Yang Akhir‟. Dia-lah yang
menciptakan semuanya, dan Allah tidak berhenti sampai di situ; tetapi Allah masih terus
bekerja untuk merawat, memelihara, dan melindungi ciptaan-Nya. Hanya Tuhan sajalah
yang akan memberikan kemerdekaan bagi bangsa Papua. Maka itu, marilah kita
mempersiapkan diri lahir dan batin, sambil berjuang dan berdoa untuk menyambut „hari
mulia‟, hari pembebasan total yang akan diberikan Tuhan kepada kita bangsa Papua.
Kemerdekaan yang akan kita raih, memang sudah ditentukan oleh Allah, sebelum
dunia ini dijadikan. Maka itu, janganlah kita bermegah, tinggi hati, sombong, dan memukul
dada bahwa kita ini hebat. Yang paling hebat, yang paling dasyat, dan yang memiliki kuasa
yang melampaui akal budi manusia itu, hanya ada pada Tuhan. Kemerdekaan total bangsa
Papua, yang akan kita terima nanti adalah anugerah dari Tuhan. Walaupun kemerdekaan
lahir dan bathin itu masih dalam penantian, artinya waktu Tuhan belum tiba, tetapi kita
terus mengucap syukur dalam kasih, iman dan pengharapan kepada Tuhan, bahwa kita
masih diberi waktu (nafas), tenaga, kemampuan, dan berkat lain untuk terus bergumul
dengan perjuangan ini, yang cukup panjang dan melelahkan. Oleh karena itu, hanya kepada
243
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Allah Tritunggal sajalah, kita berbakthi, memuji, dan menyembah, di dalam Roh dan
Kebenaran, kekal hingga kekal.
logika manusia tidak dapat mengandung, dan tak bisa melahirkan anak, artinya Sarai sudah
mengalami masa “monopause”, artinya datang bulan (haid) sudah berhenti lama. Sarai
menyadari bahwa usianya sudah tua, maka ia miminta Abram suaminya, untuk
menghampiri budaknya bernama “Hagar”, agar budak itu melahirkan anak baginya.
Dengan terpaksa, permintaan istrinya diterima; lalu Abram menghampiri Hagar, dan
melahirkan anak laki-laki yang diberi nama: Ismail.
Kitab Suci mencatat, bahwa pada hari tua, ada tiga tamu istimewa datang menemui
Abram dan istrinya, dan ketika istrinya sibuk di dalam tendanya, untuk melayani para tamu
itu, mereka beritahu kepada Abram, bahwa istrinya Sarai akan segera mengandung, dan
akan melahirkan seorang anak laki-laki. Mendengar itu, Sarai tertawa, menyadari bahwa
dirinya yang sudah tua itu, tidak akan mengandung, karena memang haidnya sudah lama
berhenti. Sarai tidak percaya dan yakin bahwa Allah itu dasyat. Mendengar bahwa Sarai
tertawa, maka para tamu itu beritahu, bahwa apa yang tidak mungkin bagi manusia,
mungkin bagi Allah. Para tamu juga beritahu nama bayi, yang akan dilahirkan satu tahun
kemudian itu: “Ishak”, artinya tertawa. Dan benarlah bahwa janji Allah digenapi, Sarai
melahirkan anak laki-laki diusia senja, pada usia 90 tahun, sedangkan suaminya 100 tahun.
Luar biasa, Allah itu dasyat!
Allah menguji iman Abraham. Dan ujian ini adalah ujian yang paling terakhir dan
paling berat. Kita bayangkan, “bagaimana mungkin anak laki-laki (Ishak) yang tunggal itu,
diminta oleh Allah untuk dikorbankan sebagai persembahan bagi Allah. Di sini, keteguhan
iman dan ketaatan Abraham kepada Allah diuji. Walaupun anak satu-satunya, yang lahir
pada usia senja, tetapi Abraham taat pada perintah Allah.
Ketika Abraham mau memotong leher anaknya dengan sebilah pisau, sebagai
korban bakaran bagi Allah di gunung Moria; tiba-tiba ada suara memanggilnya: “Abraham,
Abraham, Abraham! Janganlah anakmu dikorbankan”. Sebagai gantinya, Allah
menyiapkan seekor domba, yang tertambat dalam belukar untuk korban persembahan bagi
Allah. Karena Abram sangat taat pada perintah Allah, maka Allah mengganti nama Abram
menjadi Abraham, artinya “Bapak sejumlah besar bangsa”; serta Sarai istrinya menjadi
Sara, artinya “Ibu bangsa-bangsa”. „Sarai‟ artinya „Putri‟ menjadi „Sara‟ artinya „Ratu‟.
Kesimpulan dari cerita tentang nabi Abraham adalah Allah menawarkan jalan
keselamatan bagi Abraham melalui panggilan dan perintah-Nya. Tawaran Allah itu untuk
mendatangkan kebaikan bagi Abraham. Dan tidak hanya Abraham, melalui tawaran itu,
Allah mau mewujudkan keselamatan bagi Abraham dan keturunannya untuk selama-
lamanya.
245
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Marilah kita memahami arti PAPUA dalam pandangan Rohani. “PAPUA: “Pintu
Allah Pintu Untuk Anda”. Allah telah lama memanggil bangsa Papua untuk mendengar
suara-Nya, seperti Allah memanggil Abraham. Apakah bangsa Papua sudah membuka
telinganya untuk mendengar panggilan Allah itu? Panggilan Allah itu begitu lembut, maka
kebanyakan orang Papua tidak mendengar suara-Nya. Mungkin saja, ada yang mendengar
panggilan-Nya, tetapi tidak merensponnya untuk mendengarkan. Allah telah lama
membuka pintu lebar-lebar bagi bangsa Papua, untuk masuk melalui pintu-Nya menyelami
rencana Tuhan bagi bangsa Papua. Tetapi, hanya sedikit orang mendengar panggilan-Nya
dan masuk ke dalam pintu-Nya, untuk menyelami sedikit maksud Tuhan untuk tanah ini.
Misalnya, Pdt. I. S. Kijne adalah seorang misionaris asing, yang telah mendengar suara-
Nya, dan mengabadikan syair-syair yang indah, di atas sebuah batu di bukit Automeri -
Wondama pada, 25 Oktober 1925: “Di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang
Papua, sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi, dan marifat, tetapi tidak
dapat memimpin bangsa ini, bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri”.
Selain itu, berikut ini nubuatan lainnya: “Di tanah ini, kita bekerja di antara satu
bangsa (Papua), yang kita tidak tahu apa maksud Tuhan buat bangsa ini. Di tanah ini,
kita boleh pegang kemudi, tetapi kita tidak menentukan arah angin, arus, dan
gelombang di laut, serta tujuan yang hendak kita capai di tanah ini. Siapa yang bekerja
dengan jujur, setia, dan dengar-dengaran pada Firman Allah di tanah ini, maka ia akan
berjalan dari satu pendapatan (tanda) heran yang satu, ke pendapatan (tanda) heran
yang lain”, Pdt. Isaac S. Kijne, Hollandia Binnen, Numbay-Abepura, 26 Oktober 1956.
Tak seorangpun manusia di dunia, yang akan menentukan arah dan tujuan, yang
hendak ditempuh oleh bangsa Papua. Pengendali dan penentu satu-satunya untuk bangsa
Papua, hanya berada pada Allah Tritunggal. Karena itu, jika siapapun orang Papua, yang
mau “pegang kemudi” bagi bangsa Papua, maka terlebih dahulu ia masuk ke dalam pintu
Allah, untuk menyelami (mengetahui) maksud dan tujuan Allah untuk bangsa Papua.
Mari kita pahami dengan baik nats Kitab Suci berikut ini: “Rancangan-Ku,
bukanlah rancanganmu, jalanmu bukanlah jalan-Ku” (Yesaya 55:8). Selain nats ini,
berikut ini kata Allah dalam kitab Amsal 16:9: “Hati manusia memikir-mikirkan
jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya”. Setiap orang Papua,
khususnya para pejuang yang berjalan dalam barisan pelopor dalam perjuangan ini, harus
memahami dengan baik dua nats Kitab Suci di atas ini.
Selama ini, kita berlomba-lomba untuk merencanakan banyak hal, bahkan sampai
melahirkan berbagai macam organisasi perjuangan (banyak kepala), tanpa kita mengetahui
rencana dan kehendak Allah buat tanah Papua. Yang terjadi selama ini, rencana kita dan
rencana Allah tidak baku ketemu, artinya saling berlawanan (tidak konek). Walaupun ada
kemajuan gerakan pada akhir-akhir ini, tetapi itu proses Tuhan. Ada dua proses gerakan
yang sedang terjadi: proses Dunia dan proses Tuhan. Proses dunia ini, kita jalan dengan
ide-pemikirannya, yang dielaborasikan dengan ide-pemikiran orang lain, yang tidak sejalan
dengan kehendak dan rencana Allah.
246
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Masalah mendasar dari semua ini adalah bahwa: “selama ini kita tidak merendahkan
hati (arogansi/sombong) dan tidak masuk melalui pintu Allah untuk memahami rencana
Tuhan buat tanah Papua”. Keangkuhan adalah awal dari kejatuhan dan kehancuran.
Sebaliknya kerendahan hati adalah awal dari kebangkitan dan kesuksesan. Persatuan bangsa
Papua hancur karena faktor utamanya adalah arogansi pribadi, faksi/organ perjuangan, suku
dan prestise lainnya. Tuhan menyingkapkan rahasia kepada orang tertentu dengan maksud
mengubah hidupnya atau untuk melaksanakan tugas tertentu. Tuhan tidak menyingkapkan
misteri-Nya: “rencana dan ketetapan-Nya” jikalau kita terus mengeraskan hati, bertahan
dengan ide-pemikiran yang berasal dari duniawi, bukan dari atas (Surga dari Allah) yang
disebut hikmat dari Allah. Berjalan dengan pengertian duniawi: “akan menuai kegagalan
yang satu, ke kegalalan yang berikutnya”; sebaliknya, berjalan dengan hikmat dari Allah
(dengar-dengaran pada Firman Allah): “akan mengalami tanda heran yang satu, ke tanda
heran berikutnya”. Dengan memahami kehendak Allah (pikiran Allah), kita akan keluar
(bebas total) melalui pintu Allah juga.
Papua bukan berada dalam rencana manusia, tetapi ada dalam rencana Allah.
Sesungguhnya Allah telah menetapkan “kemudi” tanah Papua sebelum dunia ini diciptakan.
Maka, untuk mengorbitkan pemimpin bangsa Papua yang dikehendaki oleh Tuhan, kami
sudah menawarkan mekanisme pemilihan “pemimpin” sesuai dengan kehendak Tuhan,
yakni melalui mekanisme demokrasi alamiah (barapen) dalam Kongres III Papua pada
tahun 2011, tetapi ada yang menggagalkan mekanisme yang dikehendaki oleh Tuhan itu.
Ada „pihak‟ yang memaksakan rencana dan konsep manusia. Akhirnya demokrasi luhur
dinodai dan persatuan kita hancur lagi. „Pihak‟ yang kami maksudkan itu, mereka juga
dipengaruhi oleh “seseorang asing” yang datang ke Jayapura menjelang Kongres III Papua
untuk menggagalkan mekanisme demokrasi alami (mekanisme barapen) yang sudah
disepakti sebelumnya oleh orang Papua. Seorang asing itu saya pernah lihat dia berada di
depan Uncen dengan memegang kamera menjelang aksi damai yang berubah menjadi aksi
kekerasan pada 16 Maret 2006.
Pertanyaannya adalah: apa kepentingan orang asing itu hadir dalam aksi damai yang
diusung dengan thema penutupan PT. Freeport pada tahun 2006 itu ? Orang asing ini bukan
wartawan, wartawan saja selama ini tidak diijinkan oleh Indonesia untuk meliput berita di
Papua, tetapi dia ini adalah hamba Tuhan. Ternyata hamba Tuhan asing ini dipakai untuk
memantau gerakan bangsa Papua. Kami memastikan bahwa seorang asing itu adalah mata-
mata yang dipasang oleh pihak asing tertentu untuk merusak persatuan bangsa Papua dalam
perjuangan ini. Ke depan kita harus hati-hati dengan orang-orang yang akan menyusup
masuk dalam gerakan kita, karena saya sudah memastikan bahwa keterlibatan seseorang
asing ini telah menghancurkan perjuangan kita dalam dua momentum besar, yaitu aksi
damai 2006 yang berubah menjadi aksi kekerasan, dan kongres III Papua 2011 yang telah
merusak demokrasi dan itu mengakibatkan persatuan bangsa Papua hancur berantakan.
Maafkan kami, karena dalam tulisan ini, kami sedikit mengevaluasikan perjalanan
bangsa Papua. Mungkin ada yang marah, ada yang tidak sependapat dengan otokritik dan
kritik ini, akan tetapi ini kondisi real (fakta) yang terjadi sampai hari ini dalam gerakan kita.
Kritik dan otokritik terhadap dinamika perjuangan Papua ini penting, agar ke depan kita
247
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
tidak berjalan melingkar pada porosnya, tetapi bergerak ke depan, pelan tapi pasti dalam
rencana dan kehendak Allah, untuk pembebasan bangsa Papua bagi perdamaian dunia,
hanya demi kemuliaan nama Tuhan.
Mari kita lihat kondisi orang Papua pada umumnya, rakyat semesta Papua terbagi
dalam tiga kelompok besar, yaitu: 1) Orang Papua pro Indonesia; 2) Orang Papua pro
Papua merdeka; 3) Orang Papua netral. Situasi keterpecahan massa rakyat asli Papua ini
kita tidak heran, karena memang dalam perjuangan bangsa-bangsa lain di dunia, yang
sudah merdeka, mereka juga telah melewati fase-fase yang hampir sama. Tetapi, intensitas
karakter dan situasi politik penjajah dan terjajah berbeda-beda dari sisi ruang dan waktu.
Tetapi perlu adanya kesadaran warga asli Papua, bahwa dengan adanya kondisi
keterpecahan massa rakyat asli seperti ini, kita sedang menguntungkan pihak Indonesia dan
para sekutunya, untuk terus mempertahankan hegemoni penjajahan, dalam berbagai bentuk,
baik yang nyata maupun terselubung. Massa rakyat asli Papua, tidak boleh menerima
kondisi ini dengan tangan dan hati yang terbuka, tetapi pentingnya menumbuhkan semangat
kebersatuan bangsa Papua, dalam nasionalisme dan ideologi Papua, dengan semboyang:
“Satu Bangsa, Satu Jiwa– One People, One Soul” dan diwujudkan dalam tindakan nyata”.
Bangsa Papua mempunyai masa depan yang indah, yang sudah disiapkan oleh
Tuhan. Penjajah yang hari ini ada, kita tidak akan lihat dia lagi pada waktu Tuhan itu tiba.
Penjajah itu tidak selamanya menjajah suatu wilayah bangsa: ada waktunya kita dijajah,
tetapi ada waktunya untuk kita bebas. Semuanya ini akan berakhir indah pada waktu
Tuhan”. Ada kabar suka cita besar yang sedang menanti bangsa Papua. Yang penting bagi
kita sekarang, siapapun dia (tua, muda, besar, kecil) merendahkan diri di hadapan Allah dan
sesama serta berdamai, dalam hal ini “bertobat”. Kerendahan hati dan berdamai (bertobat)
itu penting, agar kita masuk dalam pintu Allah untuk memahami rencana luar biasa dan
yang indah yang disiapkan oleh Tuhan bagi bangsa Papua. Akhirnya melalui pintu Allah
kita masuk dapatkan semua berkat luar biasa, yang Tuhan siapkan bagi bangsa Papua.
Pintu Allah terbuka lebar melalui Yesus, yang adalah Jalan, Kebenaran dan
Kehidupan. Apakah kita sudah siap sedia untuk masuk ke dalam pintu Allah melalui Yesus.
Pertanyaannya adalah apakah kita sudah siap menerima rencana keselamatan bangsa Papua
yang sudah disiapkan oleh Tuhan? Bagaimana kita merespons (menanggapi) rencana
Tuhan, yang mau dinyatakan (diwujudkan) di tanah Papua? Pertanyaan ini akan dibahas
dalam pokok bahasan berikut ini.
248
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
kehendak Allah. Dengan kehendak bebasNya, Allah memakai siapa saja yang berkenan
kepada-Nya untuk mewujudkan rencana-Nya. Manusia yang dipakai Allah, bertindak
sebagai alat (hamba) untuk rencana Allah itu dinyatakan di dunia ini.
249
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
kepasrahan (keterbukaan hatinya) pada rencana Allah. Kepasrahan bunda Maria dalam
menerima rencana Allah, untuk diwujudkan dalam dirinya, adalah suatu sikap iman yang
sejati. Bunda Maria memberikan teladan yang luar biasa kepada kita umat manusia
sepanjang masa, khususnya orang asli Papua, agar menerima rancana Allah yang sedang
dinyatakan menjelang akhir zaman di tanah Papua.
250
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Tuhan adalah melalui mekanisme barapen (demokrasi alamiah) atau Teososiokrasi Papua.
Agar pemimpin Papua yang terpilih itu sesuai kehendak Tuhan, bukan sesuai kehendak
manusia. Jika kita jalan dengan cara dan kehendak manusia, maka kita akan lalui dari satu
badai ke badai yang berikutnya.
Papua beda dengan bangsa lain di dunia. Bangsa Papua adalah bangsa alternatif
(bangsa penggenapan) menjelang akhir zaman, karena Allah punya rencana dengan bangsa
Papua. Maka, pemimpin Papua itu sesungguhnya sudah ditetapkan sebelum semua yang
ada ini diciptakan. Tuhan memakai siapa saja yang dikehendaki-Nya. Tuhan memiliki
kehendak bebas untuk memilih siapapun untuk menjadi alat-Nya dalam melaksanakan
sesuatu misi-Nya; Tuhan tidak melihat kepandaian yang setinggi langit dan pengaruh yang
besar, Tuhan tidak melihat banyaknya pengalaman dan banyaknya massa pendukung.
Hikmat, kuasa dan berkat itu bersumber dari Tuhan, maka Tuhan memakai siapa
saja yang berkenan kepada-Nya untuk mewujudkan rencana-Nya. Tetapi tak apalah, kita
belum terlambat, kita masih diberi waktu untuk menata diri. Kita punya Tuhan yang paling
dasyat, yang sedang bekerja siang dan malam buat keselamatan bangsa Papua.
Tuhan mau menyatakan rencana keselamatan di tanah Papua pada waktu-Nya, maka
kita diminta untuk menyiapkan hati kita, untuk menerima rencana keselamatan Allah itu
dalam diri kita, kampung kita, wilayah kita, dan di dalam bangsa kita Papua. Jikalau kita
tidak siapkan hati kita untuk menerima rencana itu, maka kita akan mendapat resiko. Apa
resikonya? Bagi yang belum menguduskan diri dalam kebenaran Firman Tuhan, yang
masih bergaul dengan kejahatan, yang main-main dengan rahmat yang diberikan Tuhan
(yang tidak mau bertobat), maka bagi mereka ini, tidak akan diijinkan untuk masuk ke
Tanah Suci Papua, untuk menikmati kemurahan Tuhan.
Karena itu, inilah waktunya untuk mempersiapkan diri: “bagi yang belum bertobat
segera bertobat, bagi yang sudah menguduskan diri, bertahanlah dalam kekudusan”.
Hati kita adalah pintu masuk Allah. Maka, bukalah pintu hatinya, agar Tuhan bertahta dan
memerintah dalam hati kita selama-lamanya. Hanya kepada Tuhan sajalah kita berbakti,
memuji dan menyembah di dalam Roh dan Kebenaran, kekal hingga kekal. Haleluya,
terpujilah Tuhan! Allah dasyat.
251
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
K
ita sebagai umat manusia yang menganut agama, tertentu memiliki tujuan akhir.
Tujuan akhir umat beragama Kristen adalah berbahagia bersama dengan Allah di
Surga. Tetapi bagi ateis tujuan akhir hidup adalah mati dalam kemewahan.
Untuk menggapai tujuan akhir ini, marilah kita memahami beberapa prinsip hidup
manusia, antara lain: hidup ini anugerah dan hidup ini perjuangan.
1) Pertama, hidup ini adalah anugerah dari Tuhan yang diberikan cuma-cuma kepada
manusia, maka kita manfaatkan hidup ini untuk melakukan segala sesuatu yang
mendatangkan kebaikan untuk diri sendiri dan sesama. Ketika anugerah (nafas
hidup ini) diambil kembali oleh Tuhan (alias meninggal dunia), kita akan
menghadap Tuhan untuk mempertanggung jawabkan semua yang dilakukannya
semasa hidup di dunia ini. Hidup di dunia ini sementara, maka berbuatlah kebaikan
sebanyak-banyaknya. Karena apa yang kita tabur selama hidup di dunia, itulah yang
akan dituai di akhirat nanti.
2) Kedua, untuk mencapai sesuatu yang kita impikan, kita harus berjuang. Tanpa
perjuangan, kita tidak akan menggapai impian. Kita tak bisa pasrah dengan tangan
terbuka menerima apa yang tidak sesuai dengan impian kita. Ada impian pribadi,
ada impian keluarga, ada impian kampung, ada impian wilayah tertentu, ada impian
organisasi, ada impian suku tertentu, bahkan ada impian suatu bangsa.
ke pangkuan dengan memikul beban penderitaan; yang menurut Pdt. Dr. Benny Giay:
“Papua bergerak dari satu episode ke episode berikutnya”. Dari pangkuan Belanda, ke
Pangkuan Jepang, dari Jepang kembali ke pangkuan Belanda, dari pangkuan Belanda,
bangsa Papua “dianeksasi” melalui invasi politik dan militer dipaksa masuk ke pangkuan
NKRI.
Pengalaman paling pahit kita alami selama Papua berada di dalam pangkuan NKRI.
Kita banyangkan selama 57 tahun Papua bersama NKRI. Setitik keadilanpun kita tidak
dapat dari NKRI, apalagi kedamaian. Keadilan dan kedamaian telah jauh dari harapan
Papua selama berada dalam NKRI. Walaupun Indonesia bersama sekutunya paksakan UU
OTSUS diterapkan di atas tanah ini untuk membungkam aspirasi politik Papua merdeka.
Tetapi Indonesia dan para sekutunya gagal meredam aspirasi politik Papua merdeka. Justru
di era OTSUS Papua, aspirasi politik Papua merdeka dari sisi kwalitasnya meningkat tajam.
NKRI dan sekutunya berpikir bahwa dengan diberikannya UU OTSUS, perjuangan
kemerdekaan bangsa Papua akan berhenti. Pandangan RI dan sekutunya ini sangat keliru.
Bangsa Papua berjuang bukan untuk OTSUS. Bangsa Papua berjuang untuk menegakkan
harga diri. Segala sesuatu dapat ditawar dan dibeli, tetapi harga diri suatu bangsa tidak bisa
digadaikan dengan barang duniawi apapun. Harga diri suatu bangsa itu hanya dapat
ditegakkan melalui kemerdekaan total. Sudah saatnya harga diri bangsa Papua untuk
ditegakkan. Kata Dr. Soctatez Sofyan Yoman, MA “saya bukan bangsa budak”. Melalui
berbagai dimensi kehidupan di tanah ini, bangsa Papua diperbudak oleh NKRI. Sudah 57
tahun kita diperlakukan bagaikan budak dari NKRI. Ada saatnya Papua diperbudak, tetapi
ada saatnya Papua bebas.
253
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
di pihak iblis? Jika kita berada di pihak Allah, maka Allah akan membela kita kapan saja, di
mana saja dan dalam masalah apa saja.
Mengapa Allah mau menyelamatkan bangsa Papua dari penindasan Indonesia dan
para sekutunya?
1). Pertama, “Allah mau selamatkan orang orang kudusnya dari kepunahan etnis –
Allah mau selamatkan sisa-sisa Papua dari ancaman bahaya kepunahan etnis”.
Allah melihat bahwa ada orang Papua yang hidup di dalam kekudusan dan
kebenaran Firman Allah; ada orang Papua yang dalam hidupnya mengandalkan
Tuhan dalam segala hal; ada orang Papua yang pasrah (beriman) dan
berpengharapan penuh hanya kepada Tuhan; ada pula orang asli Papua yang dengan
sungguh-sungguh bertahan pantang mundur dalam perjuangan ini, maka itu Allah
sedang bekerja dengan cara yang luar biasa untuk menyelamatkan sisa-sisa Papua.
Hal ini sesuai dengan rencana dan ketetapan Allah.
Camkanlah bahwa hanya orang-orang yang telah bertobat dan menguduskan dirinya
di dalam kebenaran Firman Tuhan, orang-orang itu saja yang akan ijinkan oleh
Tuhan untuk masuk ke Tanah Suci Papua; Dan sebaliknya, bagi yang belum
bertobat, tidak akan diijinkan oleh Tuhan untuk masuk ke Papua Baru - (akan ada
“malam pembersihan” bagi yang belum bertobat). Ini kehendak Allah. Kita tak
sanggup membatalkan ketetapan Allah.
Pembersihan tahap pertama sedang berlangsung, sasarannya kepada orang Papua
yang berperan sebagai mata-mata Indonesia dan memiliki ilmu hitam (yang punya
obat-obatan) yang sering bunuh sesama Papua. Sedangkan tahap kedua adalah
“malam pembersihan” dalam sekejap mata untuk orang Papua yang belum bertobat.
Pembersihan ini dilakukan oleh bala tentara Allah, yang terdiri dari: bala tentara
alam dan bala tentara Surga. Kedua kelompok pasukan ini dinamakan “Laskar
Kristus” di bawah pimpinan panglima yang mulia malaikat Mikhael.
2). Kedua, Allah mau menegakkan keadilan. Bangsa Papua sudah puluhan tahun
mengalami ketidak-adilan dari Indonesia dan para sekutunya. Banyak air mata darah
membasahi tanah ini. Air mata darah orang Papua itu telah naik ke tahta Allah untuk
menuntut keadilan dari Allah. Dan Allah telah mendengar seruan, tangisan dan
rintihan orang Papua, Allah juga telah melihat penindasan ini, maka Allah mau
menegakkan keadilan bagi bangsa Papua. Keadilan bagi Papua adalah keadilan
untuk dunia.
3). Ketiga, Allah punya rencana yang indah untuk Papua. Tentang rencana itu, Allah
telah berjanji di dalam Kitab Suci, terkait dengan nubutan-nubutan tertentu yang
belum digenapi, dan janji Allah melalui pewahyuan melalui para nenek moyang
maupun pewahyuan melalui para misionaris yang pernah bekerja di Tanah Papua,
serta pewahyuan kekinian kepada kita yang akan segera digenapi indah pada waktu
Tuhan.
Dengan tangan kuat-Nya, akan melepaskan bangsa Papua dari belenggu penjajahan
ini. Sejak tanggal 12, bulan 12, tahun 2012, pada jam 12 siang waktu Papua Tuhan telah
254
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
mengambil alih perjuangan ini. Pada hari itu, Sion Kids Papua melakukan pawai keliling
kota Jayapura. Sudah tujuh tahun lebih Tuhan telah bekerja melalui para abdi-Nya yang
digerakkan oleh Roh Kudus. Tuhan sudah siap untuk membebaskan bangsa Papua, karena
memang ini waktu-Nya.
Sekarang apa yang kita buat? Tuhan bersabda: “Carilah dahulu Kerajaan Allah
dan kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Matius 6:33).
Tuhan meminta bangsa Papua untuk menyiapkan diri menerima rahmat ini. Maka itu, kita
mengosongkan diri (sadar, menyesal, dan bertobat) serta berdamai dengan siapapun;
selanjutnya kita membuka hati kita untuk menerima rahmat dari Tuhan ini.
Kita tidak perlu takut dengan NKRI dengan segala macam perangkatnya; Takutlah
kepada Allah, takutlah pada perbuatan-perbuatan keji yang kita lakukan untuk melawan
Allah. Kita takut pada Allah berarti kita sadar akan dosa kita dan menyesal atasnya, serta
bertobat. Tuhan hanya meminta kita “sadar, menyesal dan bertobat” serta berdamai. Untuk
berhadapan dengan Indonesia dan para sekutunya, kita serahkan sepenuhnya kepada Allah.
Karena ini saatnya, Tuhan membebaskan bangsa Papua untuk mempersiapkan kedatangan
Yesus yang kedua kali ke dunia ini untuk memimpin kita Kerajaan 1.000 tahun.
Tuhan berfirman: “Jangan takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari
TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu
lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya. Tuhan akan berperang
untuk kamu, dan kamu akan diam saja” (Keluaran 14:13-14).
Nats di atas adalah janji Allah, ini sudah digenapi bagi bangsa Israel tradisonal. Dan
janji Allah itu akan digenapi juga untuk bangsa Papua, karena tentang hal ini Tuhan sudah
janji dalam pewahyuan kekinian, maka kita sungguh-sungguh imani dan yakini bahwa janji
Tuhan akan menjadi nyata pada waktu-Nya. Nats Kitab Suci di atas, mengingatkan dan
meneguhkan iman kita bahwa janganlah kita takut kepada kekuatan apapun di dunia ini;
Tuhan meminta kita PERCAYAlah dengan sungguh-sungguh atas kedaulatan dan
kekuasaan Tuhan yang maha dasyat. Ketika kita percaya dengan sungguh-sungguh kepada
Tuhan, maka mukjizat terjadi.
Perangkat Allah sudah siap tertata rapi. Tentang hal ini sudah menjadi rahasia
umum, artinya kepada orang Papua tertentu Tuhan telah menyampaikan rencana yang akan
dinyatakan itu melalui mimpi, penglihatan dan bahkan ada yang bertemu dengan para abdi-
Nya dan berbicara. Dan melalui perangkat Allah itu sedang mewujudkan rencana Allah itu
di bumi ini, khususnya di Tanah Papua.
Berbagai peringatan dini (awal) kepada Indonesia dan para sekutunya sudah dan
sedang disampaikan melalui berbagai malapetaka bahwa Allah sudah memihak Papua
untuk menyelamatkan sisa-sisa Papua, Allah mau memberikan keadilan bagi Papua, dan
dengan tujuan akhirnya adalah Allah mau mewujudkan rencana-Nya di tanah Papua.
Sesungguhnya tentang hal ini Indonesia sudah mengetahuinya, tetapi Indonesia selama ini
menutup mata. Baiklah! Indonesia sedang menunggu malapetaka yang lebih besar dari
Allah, dari situlah Indonesia akan membuka mata lebar-lebar. Luar biasa, Allah dasyat!
255
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
kita bayar; seperti emas memberi dirinya dibakar sampai mendapatkan emas yang murni;
demikianlah iman kita dibakar sampai mendapatkan “iman sejati” dalam pengorbanan kita.
Maka itu, kemenangan bangsa Papua yang akan diraih adalah KEMENANGAN
IMAN – REVOLUSI IMAN. Kemenangan itu adalah rahmat dari Allah Tritunggal bagi
bangsa Papua. Karena itu, janganlah kita bermegah (memukul dada); jika mau bermegah,
bermegalah dalam Tuhan. Dengan demikian, hanya kepada Allah Tritunggal sajalah, kita
berbakhti, memuji dan menyembah di dalam Roh dan Kebenaran.
257
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
di dalam semua ciptaan-Nya. Sumber „kasih‟ adalah Allah sendiri, dan „Kasih‟ itu adalah
Allah, (silahkan Anda baca dalam Kitab Suci I Korintus 13:1-13).
Kata kunci dari keseluruhan pengajaran Yesus adalah „kasih‟. Atas dasar „belas
kasih‟, Yesus berusaha menghadirkan suasana Surga di dunia ini. Suasana Surga adalah
„damai sejahtera‟. Damai sejahtera itu akan terwujud di bumi ini kalau ada „keadilan‟.
Keadilan itu terwujud di dunia ini karena ada „setitik belas kasih‟ dalam hati manusia.
„Belas kasih‟ menjadi „mahkota‟ dari keseluruhan pengajaran Yesus. Maka itu, „hukum
kasih‟ menjadi mahkota dari semua aturan hukum yang berlaku sepanjang sejarah hidup
manusia di dunia ini. Dengan lain kata: „hukum kasih‟ menjadi „topi‟ bagi keseluruhan
hukum yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Berikut ini kami mengutip kata Imam Karmelit Adrianus Pristiono, O.Carm: “Jika
hukum telah kehilangan mahkotanya – „belas kasih‟, maka hukum lebih menjadi beban dari
pada mensejahterahkan masyarakat”. Artinya tanpa adanya belas kasih, produk hukum
apapun tidak akan mampu mensejahterakan masyarakat. Tujuan pembuatan hukum adalah
untuk kebaikan hidup bersama. Maka spirit (roh) yang menggerakkan manusia dalam
pembuatan hukum adalah “belas kasih” dengan mempertimbangkan aspek “keadilan”.
Produk hukum yang dibuat tanpa mempertimbangkan aspek “keadilan” atas dasar
“belas kasih”, maka produk hukum apapun tidak akan mempu menciptakan damai sejahtera
di bumi ini. Jika dalam proses pembuatan hukum mempertimbangkan asas “keadilan”
dilandasi asas belas kasih, tetapi dalam penerapannya menyimpang (tidak sesuai) dengan
hukum yang ditetapkan, maka tentu produk hukum itu tidak akan membawa perubahan ke
arah yang lebih baik, yang ada adalah ketidak-adilan. Karena itu, dari awal proses
pembuatan hukum sampai penerapannya, pihak yang berwenang harus mempertimbangkan
asas keadilan atas dasar belas kasih untuk menciptakan damai sejahtera.
5.2. Asas Keutumaan Papua
Pengertian keutamaan adalah keunggulan atau keistimewaan (hal yang penting,
terbaik, unggul), kebaikan budi pekerti. Asas keutumaan ini adalah nilai-nilai luhur yang
dijiwai oleh Yesus dalam menjalankan misi perutusan Allah bagi penyelamatan dunia. Ada
dua belas Asas Keutamaan plus. “Plus” artinya ada satu asas yang hanya dilakukan oleh
Yesus satu kali untuk selamanya, yakni “Asas Penebusan”.
Bintang dua belas di bawah ini adalah lambang dari “kedua belas Asas Keutamaan”
itu; yang disebut Bintang Timur yang Gilang Gemilang dalam Wahyu 22:16 - b. Sedangkan
“Salib” di tengahnya melambangkan “Kemenangan Kristus”, Kristus yang telah
mengalahkan maut dan ke luar dengan Jaya sebagai Pemenang Abadi. Salib di tengah itu
adalah “Asas Penebusan” yang hanya dimiliki dan dibuat oleh Yesus Kristus; Ia (Kristus)
telah menebus kita umat manusia, satu kali untuk selama-lamanya. Melalui penebusan itu,
Yesus membuat “perjanjian baru” dengan kita umat manusia. Perjanjian baru itu
dimeteraikan dengan darah Yesus satu kali untuk selamanya. Salib adalah lambang
kemenangan Kristus atas maut, dan kemenangan umat manusia yang percaya pada Yesus.
Penebusan itu terjadi karena dasarnya belas kasih-Nya kepada umat-Nya, artinya dengan
258
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
darah yang tertumpah, Yesus menebus umat manusia yang percaya kepada-Nya satu kali
untuk selamanya, menjadi ahli waris Kerajaan Surga
Yang penting bagi kita adalah PERCAYA bahwa Yesus adalah Jalan, Kebenaran
dan Kehidupan; berikut ini kata Yesus: “AKUlah JALAN, dan KEBENARAN dan
HIDUP. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”
(Injil Yohanes 14:6). Ini adalah maklumat Yesus tentang diri-Nya yang adalah “Firman
Allah (Kebenaran) yang telah menjadi manusia, untuk membawa umat manusia melalui
diri-Nya (Jalan), untuk berbahagia bersama Tuhan di Surga (Hidup). Ingatlah: “Tubuh
tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati”
(Yakobus 2:26).
12 ASAS KEUTAMAAN+
Arti kata „asas‟ adalah dasar, dasar cita-cita, atau hukum dasar. Mari kita memahami
pengertian dari masing-masing asas keutamaan di atas.
1) Pertama, Keimanan. Pengertian keimanan/ ketakwaan; iman adalah kepercayaan
atau keyakinan terhadap Allah Tritunggal (Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah Roh
Kudus); Takwa berarti kita menjalankan segala perintah Tuhan, dan kita juga
menjauhi segala macam larangan Tuhan. Iman adalah dasar dari segala sesuatu
yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibrani
11:1). Keimanan sebagai keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan
apa yang dimaksud iman.
2) Kedua, Kesetiaan adalah berpegang teguh pada janji, pendirian, patuh dan taat
bagaimanapun berat tugas yang harus dijalankannya (KBBI). Dalam perjanjian
lama, kesetiaan adalah kokoh, tidak tergoyahkan, tidak berubah sikap. Dalam
perjanjian baru kesetiaan adalah dapat dipercaya, taat, orang percaya atau orang
beriman yang taat pada perintah Allah. Kesetiaan sebagai keutamaan adalah sikap
dan tekad untuk melaksanakan apa yang dimaksud setia.
Kebenaran lawan dari kekeliruan. Ada dua jenis kebenaran, yaitu: kebenaran mutlak
(absolut) dan kebenaran relatif. Kebenaran mutlak hanya ada pada Tuhan dan
bersumber dari Tuhan (doktrin/ajaran Agama), sedangkan kebenaran relatif adalah
kebenaran duniawi. Kebenaran sebagai keutamaan adalah sikap dan tekad untuk
melaksanakan apa yang benar.
4) Keempat, Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu
hal, baik menyangkut benda/ orang. Arti lain keadilan adalah meletakkan segala
sesuatu pada tempatnya atau sesuai dengan porsinya. Adil tidak merata berlaku bagi
semua orang, tetapi sifatnya sangat subyektif. Keadilan juga bisa diartikan suatu hal
yang berkaitan dengan sikap dan tindakan dalam hubungan manusia yang berisi
sebuah tuntutan, agar antar sesama mendapatkan perlakuan sesuai hak dan
kewajibannya.
Lain kata keadilan adalah pengakuan dan perlakuan seimbang antara hak dan
kewajiban. Kalau kita mengakui hak hidup kita, maka sebaiknya kita wajib
mempertahankan hidup dengan bekerja keras tanpa merugikan orang lain. Karena
orang lainpun memiliki hak hidup seperti kita. Jika kitapun mengakui hak hidup
orang lain, kita wajib memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
mempertahankan hak hidup mereka sendiri. Jadi keadilan pada pokoknya terletak
pada keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan
kewajiban.
5) Kelima, Kejujuran adalah dapat dipercaya dan ketulusan hati, tidak berbohong
(berkata apa adanya), tidak curang (misalnya dalam permainan, dengan mengikuti
aturan yang berlaku), atau kelurusan hati, tulus, juga ikhlas. Kejujuran sebagai
keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa yang dimaksud jujur.
260
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
keharmonisan dengan diri, sesama, alam semesta, leluhur dan Tuhan (keharmonisan
tatanan kosmos, manusia dan Tuhan). Keadaan tidak bermusuhan, rukun, tenang.
Kedamaian sebagai keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa
yang dimaksud damai.
11) Kesebelas, Kerendahan hati ialah suatu sikap menyadari keterbatasan kemampuan
diri dan ketidak-mampuan diri sendiri, sehingga dengannya seseorang tidak angkuh,
dan tidak pula sombong. Arti lain adalah orang yang memiliki sifat baik hati, suka
menolong, dan juga peduli terhadap sesama manusia. Kerendahan hati sebagai
keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa yang dimaksud rendah
hati.
12) Kedua belas, Kasih adalah perasaan sayang (cinta, suka), memberi, cinta kasih,
perasaan iba, belarasa, belas kasih, persahabatan yang mempersatukan kita dengan
Allah. Kasih sebagai keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa
yang dimaksud belas kasih.
Penebusan, kata dasarnya tebus yang berarti: memperbaiki kesalahan (dosa, dan
sebagainya) dengan berbuat jasa, kebaikan; memulihkan kekalahan (kerugian); membalas
(jasa, kebaikan, karunia); menepati atau menunaikan (janji, perkataan, cita-cita, nazar) yang
telah diucapkan. Maka, arti tebusan adalah bayaran untuk membebaskan seseorang atau
261
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
untuk membeli kembali sesuatu. Menurut Alkitab tebusan juga berarti bayaran yang
sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan. Tuhan Yesus menebus kita umat manusia
satu kali untuk selama-lamanya melalui darah-Nya yang tercurah di atas kayu salib, yang
kita sebut „Asas Penebusan‟. Yesus telah menebus kita menjadi umat kepunyaan-Nya,
maka dari pihak kita dituntut untuk PERCAYA dan BERKARYA. Penebusan Yesus itu,
kita membalasnya dalam dan melalui „kebakhtian‟ kita.
Kebakhtian; Pengertian kebakhtian menurut KBBI adalah: 1) Rasa tunduk dan
khidmat, perbuatan (pekerjaan) bakti, kesetiaan; 2) Perbuatan baik; 3) Upacara agama
dalam Gereja (berdoa, menyanyikan puji-pujian).
Kebaktian kita melalui penjiwaan dan kepatutan atas dua belas keutamaan yang
dijiwai oleh Yesus dalam hidup-Nya. Menjiwai berarti kita melaksanakan 12 Asas
keutamaan itu melalui „kebakhtian‟ kita. „Kebaktian‟ kita dalam dua bentuk, yaitu dalam
„kata‟ – perkataan yang baik dan benar, dan dalam „perbuatan‟ - yang baik dan benar.
Melalui perkataan dan perbuatan yang baik dan benar dalam hidup kita, maka kita
memancarkan dua belas keutamaan yang dijiwai oleh Yesus itu.
Dengan melaksanakan 12 Asas Keutamaan itu, kita turut serta dalam panggilan
Tuhan untuk memikul Salib melalui kebakhtian kita yaitu perkataan dan perbuatan yang
mendatangkan kebaikan untuk semua. Singkat kata: Yesus menebus kita satu kali untuk
selamanya, maka dari pihak kita membalas penebusan itu melalui „pengorbanan‟ kita dalam
melayani sesama dan Tuhan demi kemulian nama Tuhan.
262
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
dipercaya (cocok dengan keadaan yang sesungguhnya), tidak bohong; 5). Sah; 6). Sangat,
sekali, sungguh.
Berikut ini cara kerja dari sistem organ tubuh manusia: Panca indra (mata, telinga,
hidung, lidah dan kulit) adalah bagian organ khusus untuk menerima segala jenis rancangan
mentah tertentu dari luar tubuhnya. Panca indra memiliki saraf yang berfungsi sebagai alat
perantara agar dapat membawa kesan dari sebuah rasa (sensori impression), selanjutnya
sensor (sinyal) dari panca indra tersebut diteruskan ke otak di mana otak merupakan tempat
perasaan itu diterjemahkan sebagai penglihatan, suara (pendengaran), penciuman, rasa,
sentuhan (peraba).
Misalnya, mata melihat suatu hal, dan mengirimkan informasi ke otak (pikiran), lalu
otak mengolah informasi itu lalu dikirim ke hati nurani untuk menimbang: apakah layak
dilakukan atau tidak layak. Setelah hati nurani mengolah info itu, dikirim kembali ke otak
(pikiran); jika informasi itu mau dilakukan, maka pikiran (otak) perintahkan kepada tangan
atau kaki, atau mulut, atau anggota badan lainnya untuk diwujudkan dalam tindakan (aksi
nyata). Demikian pula cara kerja anggota badan yang lain.
Manusia adalah makhluk paling mulia di antara makhluk ciptaan yang lain. Allah
melengkapi manusia dengan akal budi dan hati nurani untuk membedakan baik/tidak baik,
salah /benar, layak/ tidak layak, pantas/tidak pantas. Sebelum melakukan sesuatu (aksi),
terlebih dahulu dipikirkannya di otak dan menimbangnya di hati nurani.
Pengendali dari seluruh aktifitas tubuh manusia adalah terletak di akal budi (otak).
Daya timbangnya ada dalam hati nurani. Otak hanya berpikir saja, tetapi daya timbang
„layak atau tidak layak, baik dan tidak baik‟, berada dalam hati nurani manusia. Mata
adalah jendela dunia untuk melihat hal-hal yang nampak, tetapi hati nurani adalah jendela
jiwa untuk melihat hal-hal yang tidak nampak.
Hati adalah tempat bersemayamnya (tempat tinggalnya) Allah Bapa, Allah Putra
dan Allah Roh Kudus. Agar Tuhan ambil tempat (bertahta) dalam hati kita, apa yang kita
lakukan? Kita bersihkan hati dari segala macam kotoran. Apa itu kotoran? Kotoran dalam
hati kita adalah perbuatan-perbuatan kita yang tidak sesuai dengan perintah-perintah Allah,
seperti mencuri, membunuh, berbuat zinah/ cabul, tidak ikut ibadat pada hari Minggu,
togel, main judi, minum minuman keras, tidak hormati orang tua, menipu, iri hati,
kecemburuan tanpa bukti, dendam kesumat, sombong/ angkuh, menjadi mata-mata
Indonesia (jadi Yudas), menyembah berhala, sumpah palsu, tukang sihir, dan lain-lain.
Tuhan itu suci dan kudus. Tuhan itu tidak bisa tinggal di dalam hati yang penuh
dengan kotoran. Agar Tuhan ambil tempat dan buat rumah permanen dalam hati kita, maka
kita harus sadar. Apa itu sadar? Sadar adalah sikap kita untuk mengerti dan memahami
bahwa hidup kita tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, artinya sadar bahwa kita berada
dalam dosa.
Setelah kita sadar, sikap berikutnya adalah kita menyesal. Apa itu menyesal?
Menyesal atas semua perbuatan tidak baik yang kita lakukan dalam hidup kita. Lalu kita
mengakui segala kesalahannya kepada Allah dalam doa, kita memohon kepada Tuhan
untuk mengampuni dosanya. Itu berarti kita sudah ambil keputusan untuk tidak berbuat
263
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
dosa lagi. Lalu berdoa undang Tuhan dalam hati kita agar Tuhan tinggal menetap dalam
hati kita.
Kalau kita berbuat dosa lagi, maka Tuhan akan ke luar dari hati kita. Agar Tuhan
masuk kembali, kita harus sadar bahwa sudah buat dosa lagi, maka kita menyesal lalu
mengaku kepada Tuhan dan undang Tuhan kembali lagi ke dalam hati kita. Tetapi, jangan
kita terus menerus buat dosa, tidak boleh permainkan kasih karunia Tuhan pada kita, jangan
kita main-main dengan Tuhan, seperti anak kecil masuk ke luar dari dalam rumah.
Kalo hati kita sudah bersih, maka Roh Kudus yang ada di dalam hati kita, akan
memimpinnya ke dalam seluruh kebenaran dan kehendak Allah. Roh Kudus akan
membimbing kita untuk melakukan hal-hal baik sesuai kehendak Tuhan. Roh Kudus akan
memberi tahu kepada kita mana yang baik, dan mana yang tidak baik, mana yang layak kita
lakukan dan mana yang tidak layak, mana yang benar dan mana yang tidak benar.
Kebenaran Allah itu berada di dalam hati manusia yang bersih, yang rajin membaca firman-
Nya serta dengar-dengaran pada Firman Allah.
Misalnya, kalau kita berpikir untuk melakukan sesuatu, lalu dalam hati kita
muncul perasaan tidak enak atau ingatkan kita untuk tidak boleh lakukan hal itu
karena hal itu jahat, yang ingatkan kita itu suara hati – suara Roh Kudus, maka kita
tidak boleh lakukan hal itu. Kalau kita berulang kali tidak dengar suara hati – suara
Roh Kudus itu, lalu melakukan banyak dosa, maka Roh Kudus akan keluar dari hati
dan tinggalkan kita. Suara Roh Kudus dalam hati kita itu suaranya lembut, maka itu
kita harus tajamkan pendengaran kita, agar kita bisa dengar baik suara Roh Kudus
yang lembut dalam hati kita.
Segala sesuatu yang kita buat dalam hidupnya, semuanya disimpan di dalam hati.
Entah perbuatan baik atau tidak baik. Kita melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, maka
kita simpan dalam hatinya hal-hal yang baik; tetapi sebaliknya, jika kita buat hal-hal yang
tidak baik, maka kita simpan hal-hal yang tidak baik dalam hatinya.
Misalnya, kalau tangan kita mencuri sesuatu barang, maka hasil dari perbuatan
tangan itu diserahkan ke hati untuk disimpan, kalau kita menipu sesama, maka apa yang
dihasilkan oleh mulut itu diserahkan kepada hati untuk disimpan. Kalau kita membantu
orang yang susah, perbuatan baik itu disimpan dalam hatinya.
Singkatnya, apapun perbuatan kita, entah itu baik atau jahat, semuanya disimpan
dalam hati kita, dengan kata lain: “kita menabung dalam hati”. Nanti pada waktu akhir
zaman, di pengadilan terakhir Roh Allah yang ada dalam hati akan bersaksi, akan beritahu
semua yang kita buat, entah itu baik atau tidak baik kepada Allah. Karena itu, inilah saatnya
untuk kita keluarkan semua kotoran (dosa) dari dalam hatinya. Lalu berbuatlah kebaikan
(pekerjaan-pekerjaan baik) yang dapat diterima oleh Allah.
Semua gerakan tubuh kita terpusat di otak dan hati kita; maka gunakan akal budi
dan hati nurani kita dengan baik dan benar untuk berbuat kebaikan. Kita harus “berani
menolak” dan “kita katakan tidak” terhadap perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan
perintah Tuhan. Maka itu, kendalikan akal budi (pikiran) dan hati nurani kita dengan baik
dan benar agar apapun yang kita lakukan itu mendatangkan kebaikan untuk diri sendiri dan
264
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
sesama manusia untuk mencapai kesuksesan (keberhasilan) di dunia dan untuk meraih
mahkota kemuliaan dari Tuhan di akhirat nanti.
6. Kesimpulan
Doa Yesus: “Aku telah memberi firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci
mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Aku tidak
meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau
melindungi mereka dari pada yang jahat. Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku
bukan dari dunia. Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah
kebenaran. Sama seperti Engkau mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku
mengutus mereka ke dalam dunia; dan Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya
merekapun dikuduskan dalam kebenaran”, (Injil Yohanes 17: 14-19).
“Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan
kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu”,
demikianlah firman Yesus dalam Injil Yohanes 8: 31-32. Kalau kita dengar-dengaran pada
Firman Tuhan, maka kita menjadi murid Yesus; kalau kita benar-benar menjadi murid
Yesus, maka kita akan mengetahui kebenaran dan kehendak-Nya. Roh Kudus akan
menuntun kita untuk memahami kebenaran dan kehendak Tuhan.
Apa itu kebenaran? „Kebenaran adalah Firman Tuhan‟ (Injil Yohanes 17:17). Ingat,
Yesus adalah JALAN, KEBENARAN dan HIDUP. Jika kita sudah memiliki Yesus yang
adalah jalan, kebenaran dan hidup, maka kita akan dimerdekakan. Dimerdekakan dari apa?
Dimerdekakan terutama dari perbudakan tirani dosa, dan turunannya adalah dari
perbudakan tirani pemerintah dan tirani swasta yang bertentangan dengan kehendak Tuhan.
Dan apa itu kehendak Tuhan? Kehendak Tuhan adalah kemauan atau keinginan
atau harapan yang keras dari Tuhan untuk kita lakukan. Apapun perbuatan baik yang Tuhan
kehendaki untuk kita lakukan dalam kehidupan kita. Jikalau kita mau mengetahui kehendak
Tuhan, maka ada beberapa syarat harus dipenuhi. Adapun syarat-syarat itu, antara lain:
1) Pertama, kita harus pastikan bahwa kita adalah pengikut Kristus yang setia;
2) Kedua, kita hidup dalam ketaatan dalam Firman Tuhan, hidup dalam kebenaran
Firman Tuhan, atau menguduskan diri di dalam kebenaran Allah, karena dosa dan
kesalahan kita akan menghalangi kita memahami kehendak Tuhan;
3) Ketiga, dari dalam diri kita harus ada kemauan yang kuat untuk mengetahui
kehendak Tuhan, dan hal itu didukung dengan doa-puasa (mati raga) supaya Tuhan
menunjukkan kehendak-Nya;
4) Keempat, dalam diri kita harus adanya kemauan yang kuat untuk melakukan
kehendak Tuhan itu, artinya apapun yang Tuhan perintahkan, kita siap menurutinya.
Bagaimana caranya kita mengetahui kehendak Tuhan? Dalam Alkitab kita akan
menjumpai ada banyak tanda kehendak Tuhan itu dinyatakan, antara lain: penggunaan
urim-tumim (membuang undi), penampakan, nubuatan dalam penglihatan atau dalam
mimpi, malaikat berbicara langsung, tiang awan-tiang api, Tuhan atau Roh Kudus berbicara
265
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
langsung), meminta tanda, melalui nabi (pelihat), adanya ketenangan dan kesucian dalam
hati kita untuk mendengar suara hati (suara Roh Kudus yang lembut itu), dan mencari
kehendak Tuhan dalam Alkitab dengan membacanya dengan tuntunan Roh Kudus. Bukan
sekedar membaca Alkitab, tetapi membaca dengan sungguh-sungguh dan dengan tuntunan
Roh Kudus. Tanpa tuntutan Roh Kudus, kita tidak akan mampu memahami kehendak
Tuhan dalam Alkitab.
Akhirnya yang paling penting adalah hati kita benar-benar siap menerima kehendak
Tuhan dan apapun yang akan diperintahkan-Nya siap untuk dilakukannya. Artinya dalam
keadaan/ situasi apapun, di manapun, dan kapanpun kita siap untuk melaksanakan apapun
yang Tuhan perintahkan untuk kita lakukan. Karena itu, di sini dibutuhkan komitmen kita
yang amat kuat, dibutuhkan kesetiaan yang tulus, iman dan pengharapan yang kuat, serta
dibutuhkan pengorbanan apapun: waktu, tenaga, pikiran, perasaan, materi, tugas, bahkan
penderitaan atau kesukaran, ujian-tantangan, dan sejenisnya, serta bahkan nyawapun siap
diperaturahkan kalau itu Allah perkenannya; Yesus bersedia mati bagi kita karena taat pada
kehendak Allah. Demikianlah berapa hal yang bisa diterapkan, jika kita punya kemauan
yang kuat untuk memahami rencana Tuhan, dan dengan sunguh-sungguh kita mau
melaksanakan kehendak Tuhan itu.
“Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan
ditambahkan kepadamu”, kata Yesus (Matius 6:33). Apakah yang kita cari dalam hidup
kita saat ini? Dalam konteks Papua: kita mau merdeka bebas dari segala macam tirani
perbudakan, baik bebas dari perbudakan dosa, bebas dari tirani pemerintah dan adat yang
bertentangan dengan kehendak Tuhan. Jika kita cari itu, maka Tuhan bilang: “carilah
dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya”, artinya kita sadar akan segala salah dan dosa
kita, menyesal atas semuanya itu, lalu mengaku segala kesalahan kita kepada Allah dan
memohon pengampunan dari Allah (bertobat), lalu hiduplah dalam kebenaran Firman
Tuhan; atau menguduskan diri kita di dalam kebenaran dan ketaatan pada Firman Tuhan.
Lalu kita juga perlu sadar akan penindasan ini, lalu ambil sikap (komitmen)
untuk berjuang, dan sikap itu diwujudkan dalam tindakan nyata, yaitu terlibat dalam
perjuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tunggu apa lagi, inilah saatnya:
Sadar akan dosa, menyesal atasnya, mengaku kepada Allah untuk mendapat
pengampunan, dan bertobat;
Kita juga sadar akan penindasan ini, ambil sikap dan berjuang (terlibat)
secara langsung atau tidak langsung.
Maka apa yang kita cari selama ini, Tuhan akan berikan kepada kita dengan cuma-
cuma (merdeka secara jasmani dan rohani).
Kita akan terima itu sebagai “kemenangan iman” atas rahmat dari Tuhan, bukan
karena kemampuan dan kebolehan kita.
Sesuai kehendak Tuhan berdasarkan pewahyuan kekinian: Kelompok kambing
“orang Papua yang tidak bertobat, tidak akan diijinkan masuk ke Tanah Suci Papua; Hanya
kelompok domba “orang Papua yang sudah bertobat dan warga lain tertentu yang sudah
266
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
bertobat yang ditentukan oleh Allah” sajalah yang akan diijinkan masuk ke Tanah Suci
Papua untuk menikmati anugerah dari Tuhan sedikit waktu; Waktu itu diberikan kepada
Papua sebagai “masa transisi”, untuk mempersiapkan JALAN bagi kedatangan Yesus,
yang akan datang ke dunia ini, untuk memimpin Kerajaan 1.000 tahun.
Kesaksian dan pewartaan dalam tulisan ini adalah melalui penglihatan dan dari
Roh Kudus (pewahyuan), siapa menghujat Roh Kudus, akan ada akibatnya.
Terpujilah Tuhan kekal hingga kekal, Amin.
267
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
„JALAN SUNYI‟
268
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bagian Empat
Bottom Line
“Bangsa Papua „Lahir Baru‟ di Dalam Tuhan”
Selpius Bobii
269
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Dengan ini, atas mandat YAHWE (Elohim) melalui Yesus Kristus yang memegang kuasa penuh di bumi
dan di surga, atas nama bangsa Papua, saya menyatakan Pemulihan Manifesto deklarasi Kebangsaan
dan Kemerdekaan bangsa Papua yang dinyatakan pada tanggal Sembilan Belas Oktober Seribuh
Sembilan Ratus Enam Puluh Satu yang dirayakan dan diumumkan secara resmi pada tanggal Satu
Desember Seribuh Sembilan Ratus Enam Puluh Satu sebagai hari kemerdekaan bangsa Papua yang
ditandai dengan Upacara pengibaran Bendera Bintang Fajar, diiringi lagu kebangsaan „Hai Tanahku
Papua‟.
Melalui deklarasi pemulihan ini, bangsa Papua pulau besar ini dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, atas
kehendak YAHWE, saya menyatakan bangsa Papua lahir baru di dalam Tuhan yaitu merdeka berdaulat
penuh secara jasmani dan rohani di dalam Kerajaan Transisi Papua, untuk mewujudkan damai sejahtera
lahir bathin dan untuk mempersiapkan kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali ke dunia ini, yang akan
memimpin Kerajaan 1.000 tahun, serta untuk memelihara perdamaian dunia.
Untuk itu, saya menyerukan kepada Negara-negara di dunia dan Perserikatan Bangsa Bangsa, segera
mengakui kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua Satu Desember Seribuh Sembilan Ratus Enam Puluh
Satu yang dipulihkan kembali melalui Deklarasi hari ini, untuk memutuskan mata rantai pemusnahan
etnis Papua dengan perlahan-lahan oleh Negara Indonesia. Hal hal mengenai pemindahan kekuasaan
pemerintahan dan lain-lain dari Negara Indonesia kepada Kerajaan Transisi Papua, akan dilaksanakan
atas bantuan YAHWE – ELOHIM, melalui Yesus Kristus dengan perantaraan Roh Kudus indah pada waktu-
Nya.
SELPIUS BOBII
270
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
B ahwa sesungguhnya “harga diri” adalah kodrat asali manusia yang serupa dan segambar
dengan Allah pencipta yang berkodrat Ilahi: maha suci, maha kudus, maha murni dan maha
mulia. Manusia memiliki tubuh, jiwa dan roh yang berbeda dengan makhluk ciptaan lain-Nya
di bumi. Allah melengkapi manusia dengan akal budi sebagai pusat daya berpikir dan hati nurani
sebagai pusat daya timbang. Karena itu, nilai manusia tak dapat dibandingkan atau diukur dengan
barang dunia apapun.
Bahwa kesucian, kekudusan, kemurnian dan kemuliaan yang adalah kodrat asali manusia yang
segambar dan serupa dengan Allah itu dikotori dan derajatnya dijatuhkan oleh Adam dan Hawa sejak
melanggar perintah Allah. Kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa adalah kejatuhan derajat (kodrat)
manusia itu, namun karena begitu besar kasih Allah bagi dunia ini, maka Allah mengutus Yesus sebagai
Adam baru untuk mengangkat derajat manusia ke level yang semula.
Bahwa dalam perjalanan sejarah bangsa-bangsa di dunia, telah melakukan berbagai macam dan
bentuk pelanggaran kejahatan terhadap insan manusia yang adalah segambar dan serupa dengan Allah
itu. Kekerasan di atas kekerasan telah melanda dunia mengakibatkan milyaran manusia bersimpah
darah dalam perjalanan sejarah dunia. Lebih khusus lagi dalam perjalanan hidup bangsa Papua;
manusia Papua tidak dihargai dan dihormati sebagai insan manusia yang serupa dan segambar dengan
Allah. Kejahatan kemanusiaan kepada bangsa Papua berawal dari aneksasi Papua ke dalam NKRI
secara sepihak untuk menjajah dan menjarah (kepentingan politik, ekonomi dan keamanan semata).
Bahwa perjuangan bangsa Papua adalah perjuangan untuk menegakkan harga diri, agar kodrat
asali manusia itu dihargai dan dihormati oleh siapapun dan di manapun di dunia ini. „Harga diri
manusia‟ berada di atas segala kepentingan apapun, karena „harga diri‟ itu adalah kodrat asali manusia
yang serupa dan segambar dengan Allah yang memiliki nilai tertinggi suci, kudus, murni dan mulia.
Bahwa untuk menegakkan kembali harga diri bangsa Papua, maka atas perkenaan Tuhan
melalui pewahyuan oleh Roh Kudus dan penglihatan, kami merumuskan beberapa pokok pikiran
mendasar yang menjadi landasan berdirinya „Kerajaan Transisi Papua‟ untuk mempersiapkan
kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali ke dunia ini yang akan memimpin Kerajaan 1.000 tahun.
Bahwa pokok-pokok pikiran mendasar itu bertujuan untuk menegakkan dan memulihkan
kembali kemerdekaan bangsa Papua, 1 Desember 1961 sebagai hak kesulungan bangsa Papua yang telah
dianeksasi ke dalam NKRI pada tahun 1960-an, serta untuk menegakkan dan memulihkan kembali
harga diri manusia Papua yang telah dinodai oleh tirani dosa, serta oleh berbagai bentuk tirani
penindasan NKRI dan para sekutunya kepada bangsa Papua, sehingga di masa depan bangsa Papua
mewujudkan kehendak Tuhan dalam hidup ini „syalom‟ dan menjadi „manusia baru dalam Tuhan‟.
Bahwa untuk mewujudkan „syalom‟ dan menjadi „manusia baru dalam Tuhan‟, bangsa Papua
harus mematuhi falsafah hidup yang dijabarkan ke dalam 12+ Asas Keutamaan, Semboyang, Undang-
Undang Dasar, dan prinsip-prinsip hidup manusia baru dalam Kitab Suci, nilai-nilai Adat yang baik,
UU Papua lainnya dan hukum humaniter Internasional. Dengan demikian, bangsa Papua menjadi
„bangsa yang diberkati, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya
bangsa Papua memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Tuhan, yang telah memanggil bangsa
Papua keluar dari kegelapan kepada terang Tuhan yang ajaib‟. AMIN.
‘Tunas Harapan’ - Port Numbay – Papua: ‘pada waktu Tuhan’ 1 Desember 2020
Selpius Bobii
271
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
F yang dijabarkan dalam 12+ Asas Keutamaan Papua, Hukum Dasar Papua, Sistem
Pemerintahan, dan Prinsip-Prinsip Hidup Manusia Baru, serta undang-undang
lainnya, dengan semboyang „Satu Bangsa Satu Jiwa Siapkan Jalan Tuhan‟.
„Saling Mengasihi Dalam Tuhan‟ adalah perintah baru oleh Yesus dalam Injil
Yohanes pasal 13 ayat 34 “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya
kamu „saling mengasihi‟; sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu
harus saling mengasihi”. Saling mengasihi antar sesama adalah bukti cinta kasih. Hukum
yang paling utama (terutama) adalah HUKUM KASIH.
Hukum “Kasih” itu dalam ketaatan dan kepatuhannya kepada dua subyek, yaitu:
pertama, Subyek Ilahi adalah kepada Allah Tritunggal (Allah Bapa, Allah Putra dan Allah
Roh Kudus). Hukum yang paling utama dan yang pertama adalah: “Kasihilah Tuhan
Allahmu, dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budimu”
(Matius 22:37-38); kedua, Subyek Insani adalah kepada sesama manusia. Hukum yang
paling utama yang kedua ialah: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”,
(Matius 22:39).
Hukum yang „paling utama‟ dari semua hukum yang ada adalah „Hukum Kasih‟
(Matius 22:40). Kasih itu menembus segala ruang dan waktu. Allah menciptakan segala
sesuatu atas dasar „kasih‟. Kasih Allah itu tersembunyi dan termeterai di dalam semua
ciptaan-Nya. Sumber „kasih‟ adalah Allah sendiri, dan „Kasih‟ itu adalah Allah, (silahkan
Anda baca dalam Kitab Suci I Korintus 13:1-13).
Kata kunci dari keseluruhan pengajaran Yesus adalah „kasih‟. Atas dasar „belas
kasih‟, Yesus berusaha menghadirkan suasana Surga di dunia ini. Suasana Surga adalah
„damai sejahtera‟. Damai sejahtera itu akan terwujud di bumi ini kalau ada „keadilan‟.
Keadilan itu terwujud di dunia ini karena ada „setitik belas kasih‟ dalam hati manusia.
„Belas kasih‟ menjadi „mahkota‟ dari keseluruhan pengajaran Yesus. Maka itu, „hukum
kasih‟ menjadi mahkota dari semua aturan hukum yang berlaku sepanjang sejarah hidup
manusia di dunia ini. Dengan lain kata: „hukum kasih‟ menjadi „topi‟ bagi keseluruhan
hukum yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Falsafah bangsa Papua “Saling Mengasihi Dalam Tuhan” adalah sejalan dengan
filosofi hidup suku-suku yang tersebar dari Raja Ampat sampai Samarai. Dalam
kelangsungan hidup suku-suku di Tanah Papua, „kebersamaan‟ adalah prasyarat paling
penting untuk mewujudkan harapan ideal komunitas masyarakat. Dalam dan melalui
„kebersamaan‟ dapat mewujudkan cita-cita bersama yaitu mewujudkan damai sejahtera
(kebahagian bersama kini dan di sini) dalam komunitas masyarakat adalah suatu dambaan
ideal.
Pada zaman dahulu, suku-suku di tanah Papua melahirkan berbagai macam gerakan
yang mendambakan kehidupan yang jauh lebih damai dan bahagia. Harapan ideal akan
suatu masa depan yang damai dan bahagia itu diperjuangkan dalam gerakan Kargo, gerakan
272
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Koreri, gerakan Ratu Adil, gerakan Zaman Bahagia, dan lain-lain. Kini gerakan-gerakan itu
ada yang sudah sirnah dimakan waktu, ada pula gerakan kebatinan itu masih tumbuh subur
di bawah tanah. Gerakan-gerakan kebathinan itu, kini berevolusi menjadi gerakan
perjuangan pembebasan dengan menggunakan metode-metode perjuangan modern, artinya
dari gerakan kebahtinan berpindah ke gerakan intelektual dengan memanfaatkan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang dengan pesat.
Gerakan-gerakan kebahtinan yang tumbuh dengan subur pada masa dahulu di Tanah
Papua adalah „embrio nasionalisme Papua merdeka‟. Kini embrio nasiolisme Papua
merdeka itu tumbuh dengan subur berdampingan dengan kekejaman Negara Indonesia yang
memaksa bangsa Papua menerima Indonesia sebagai negaranya. Namun demikian, dalam
masa-masa suram itu Nasionalisme Papua merdeka tumbuh merambat, hingga kini
nasionalisme Papua merdeka sudah sangat sulit dibendung. Nasionalisme Papua merdeka
sudah menjadi darah daging, bahkan sudah tumbuh subur dalam sum-sum, maka Negara
Indonesia dan para sekutunya tidak akan mudah menumpas Nasionalisme Papua merdeka.
Hukum alam terbukti dalam hal ini: „semakin dibabat, semakin tumbuh merambat‟;
„semakin ditebas, semakin menjalar‟.
Mengapa nasionalimse Papua merdeka susah sekali dibendung, bahkan tak mampu
ditumpas atau dicabut dari akarnya oleh Negara Indonesia dan para sekutunya?
1) Pertama, nasionalimse Papua merdeka itu bukan tumbuh tiba waktu tiba akal,
artinya nasionalisme Papua merdeka bukan semata-mata lahir karena pendudukan
Belanda, bukan juga karena pendudukan Jepang dan bukan juga karena pendudukan
Indonesia di Tanah Papua. Embrio nasionalisme Papua merdeka itu sudah tumbuh
dengan subur dalam gerakan-gerakan kebahtinan dalam suku-suku di Tanah Papua
yang mendambahkan zaman bahagia.
2) Kedua, gerakan perjuangan bangsa Papua untuk mendirikan suatu Negara berdaulat
terkait dengan nubuatan para leluhur suku-suku tertentu yang ada di Tanah Papua.
3) Ketiga, nasionalisme Papua merdeka sulit ditumpas karena ini berhubungan dengan
penggenapan nubuatan para misionaris yang pernah berkarya di Tanah Papua;
4) Dan keempat yang paling mendasar adalah perjuangan bangsa Papua untuk
mendirikan Negara berdaulat menjelang akhir zaman adalah terkait dengan rencana
dan ketetapan Allah sebelum dunia ini diciptakan. Dan tentang ini, Tuhan telah
berjanji melalui berbagai nubuatan pewahyuan dari generasi ke generasi hingga ke
generasi saat ini. Bahkan ada warga RI sudah mendapat nubuatan tentang Papua.
Dengan demikian, tidak ada kekuatan manapun di dunia ini yang akan mampu
membendung aspirasi politik Papua merdeka, bahkan siapapun dengan kekuatan sehebat
apapun tidak akan mampu mencabut dan membatalkan rencana dan ketetapan Tuhan bagi
bangsa Papua „bangkit, berdiri dan berjalan‟ untuk MENEGAKKAN HARGA DIRI
sebagai „bangsa alternatif‟ di akhir zaman, yang akan bergandeng bersama dengan bangsa
Israel untuk mewujudkan rencana Tuhan di bumi. „Barang dunia bisa ditawar dan dibeli‟,
tetapi „menyangkut HARGA DIRI tidak dapat ditawar dengan barang dunia apapun‟,
bahkan „tak dapat dibeli dengan selautan emas murni‟. Pengorbanan bangsa Papua yang
273
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
tiada tara dalam perjuangan untuk menegakkan HARGA DIRI, hanya dapat dibayar dengan
KEMERDEKAAN TOTAL atau BERDAULAT PENUH lahir dan bathin.
Perjuangan penegakkan HARGA DIRI bangsa Papua dapat terwujud dengan jalan
“kebersamaan” dalam cita, rasa, karsa dan karya dilandasi kerendahan hati, solidaritas,
saling menghargai, saling mengasihi, saling mengakui, saling memberi kesempatan, serta
saling menghormati. Filosofi hidup bangsa Papua “kebersamaan dengan dilandasi
semangat saling mengasihi” adalah kunci menuju “kebahagian bersama”. Kebersamaan
hidup yang dilandasi semangat cinta kasih yang menghasilkan buah-buah kebaikan dan
memberi buah-buah kebaikan itu kepada sesama yang lain, kasih yang memberi
pengorbanan demi pencapaian kebahagiaan bersama atau kebahagiaan atau keselamatan
orang lain. Kebahagian bersama tercapai atas hasil kerjasama dilandasi nilai-nilai luhur di
atas. „Kasih‟ yang mengorbankan diri untuk kepentingan bersama atau keselamatan atau
kepentingan orang lain, bukan „nafsu serakah‟ yang mengorbankan orang lain hanya untuk
mencapai kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Kebersamaan hidup dalam suku-suku di Tanah Papua dilandasi oleh cinta kasih.
Identitas bangsa Papua adalah „menjunjung tinggi kebersamaan dalam hidup‟ yang
dilandasi semangat „cinta kasih‟. Maka perintah baru oleh Yesus untuk SALING
MENGASIHI adalah sangat cocok dengan tradisi hidup suku-suku di Tanah Papua,
sehingga amanat Yesus kepada para pengikut-Nya untuk “SALING MENGASIHI” atas
pewahyuan melalui Roh Kudus ditetapkan sebagai falsafah hidup bangsa Papua yang
dijabarkan ke dalam 12+ Asas Keutamaan Papua.
Arti kata „asas‟ adalah dasar, dasar cita-cita, atau hukum dasar. Mari kita memahami
pengertian dari masing-masing asas keutamaan di atas.
1) Pertama, Keimanan. Pengertian keimanan/ ketakwaan; iman adalah kepercayaan
atau keyakinan terhadap Allah Tritunggal (Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah Roh
Kudus); Takwa berarti kita menjalankan segala perintah Tuhan, dan kita juga
menjauhi segala macam larangan Tuhan. Iman adalah dasar dari segala sesuatu
274
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibrani
11:1). Penyerahan diri kepada Allah yang menyelamatkan. Keimanan sebagai
keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa yang dimaksud iman.
2) Kedua, Kesetiaan adalah berpegang teguh pada janji, pendirian, patuh dan taat
bagaimanapun berat tugas yang harus dijalankannya (KBBI). Dalam perjanjian
lama, kesetiaan adalah kokoh, tidak tergoyahkan, tidak berubah sikap. Dalam
perjanjian baru kesetiaan adalah dapat dipercaya, taat, orang percaya atau orang
beriman yang taat pada perintah Allah. Kesetiaan sebagai keutamaan adalah sikap
dan tekad untuk melaksanakan apa yang dimaksud setia.
4) Keempat, Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu
hal, baik menyangkut benda/ orang. Arti lain keadilan adalah meletakkan segala
sesuatu pada tempatnya atau sesuai dengan porsinya. Adil tidak merata berlaku bagi
semua orang, tetapi sifatnya sangat subyektif. Keadilan juga bisa diartikan suatu hal
yang berkaitan dengan sikap dan tindakan dalam hubungan manusia yang berisi
sebuah tuntutan agar antar sesama mendapatkan perlakuan sesuai hak dan
kewajibannya. Lain kata keadilan adalah pengakuan dan perlakuan seimbang antara
hak dan kewajiban. Kalau kita mengakui hak hidup kita, maka sebaiknya kita wajib
mempertahankan hidup dengan bekerja keras tanpa merugikan orang lain. Karena
orang lainpun memiliki hak hidup seperti kita. Jika kitapun mengakui hak hidup
orang lain, kita wajib memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
mempertahankan hak hidup mereka sendiri. Jadi keadilan pada pokoknya terletak
pada keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan
kewajiban.
5) Kelima, Kejujuran adalah dapat dipercaya dan ketulusan hati, tidak berbohong
(berkata apa adanya), tidak curang (misalnya dalam permainan, dengan mengikuti
aturan yang berlaku), atau kelurusan hati, tulus, juga ikhlas. Kejujuran sebagai
keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa yang dimaksud jujur.
11) Kesebelas, Kerendahan hati ialah suatu sikap menyadari keterbatasan kemampuan
diri dan ketidak-mampuan diri sendiri, sehingga dengannya seseorang tidak angkuh,
dan tidak pula sombong. Arti lain adalah orang yang memiliki sifat baik hati, suka
menolong, dan juga peduli terhadap sesama manusia. Kerendahan hati sebagai
276
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa yang dimaksud rendah
hati.
12) Keduabelas, Kasih adalah perasaan sayang (cinta, suka), memberi, cinta kasih,
perasaan iba, belarasa, belas kasih, persahabatan yang mempersatukan kita dengan
Allah. Kasih sebagai keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa
yang dimaksud kasih.
Penebusan, kata dasarnya tebus yang berarti: memperbaiki kesalahan (dosa, dan
sebagainya) dengan berbuat jasa, kebaikan; memulihkan kekalahan (kerugian);
membalas (jasa, kebaikan, karunia); menepati atau menunaikan (janji, perkataan,
cita-cita, nazar) yang telah diucapkan. Maka, arti tebusan adalah bayaran untuk
membebaskan seseorang atau untuk membeli kembali sesuatu.
Menurut Alkitab tebusan juga berarti bayaran yang sebanding dengan kerugian yang
ditimbulkan. Tuhan Yesus menebus kita umat manusia satu kali untuk selama-
lamanya melalui darah-Nya yang tercurah di atas kayu salib, yang kita sebut „Asas
Penebusan‟. Yesus telah menebus kita menjadi umat kepunyaan-Nya, maka dari
pihak kita dituntut untuk PERCAYA dan BERKARYA. Penebusan Yesus itu, kita
membalasnya dalam dan melalui „kebakhtian‟ kita.
277
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
S dijabarkan dalam 12+ Asas Keutamaan, dengan semboyang “Satu Bangsa Satu Jiwa
Siapkan Jalan Tuhan‟, maka sistem demokrasi yang dianut oleh pemerintahan Papua
adalah „Sistem Teososiokrasi‟. Sistem Teososiokrasi sesuai dengan filosofi hidup suku-
suku di Tanah Papua dari Sorong sampai Samarai, serta suku-suku di pulau-pulau di sekitar
pulau Papua yang sudah menjadi satu kesatuan kultur budaya bangsa Papua.
„Teo‟ berasal dari bahasa latin yaitu Tuhan (Allah). Dan „Sosio‟ berasal dari kata
latin „socius‟ artinya manusia, penduduk, masyarakat, kawan, sahabat. Pada hakekatnya
manusia (person/ individu) tidak dapat hidup sendiri. Manusia yang satu membutuhkan
manusia yang lainnya untuk membangun dan mempertahankan kehidupan dalam
kebersamaan. Maka manusia disebut makhluk sosial. Dalam kelangsungan hidupnya,
masing-masing individu diberikan kebebasan untuk memberikan konstribusi bagi sesama
yang lain dalam kelangsungan hidup komunitasnya.
Dalam kehidupan suku-suku di Tanah Papua nilai kesetia-kawanan sosial lebih
diutamakan, ketimbang individualitas yang dianut dalam paham liberal oleh masyarakat
barat. Kebersamaan dalam membangun kehidupan dan mempertahankan kehidupan
bersama sangat nampak dalam berbagai kebiasaan dalam suku-suku yang ada di Papua
pada khususnya, dan pada umumnya kawasan Melanesia. Tujuannya adalah mewujudkan
kebahagiaan bersama dalam komunitasnya kini dan di sini.
Nilai kesetia-kawanan sosial paling diutamakan, maka dalam kehidupan
komunitasnya menciptakan suasana kekeluargaan yang harmonis dan dinamis. Kasih
278
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
sayang kepada sesama manusia paling kental dalam suku-suku di kawasan Melanesia –
Papua, artinya kasih sayangnya sangat tebal. Maka, negara dilahirkan dan hadir untuk
melindungi dan membangun tatanan sosial, politik religi, dan ekonomi serta bidang
kehidupan lainnya yang suda ada, bukan untuk merusak dan bukan untuk meniadakan yang
sudah ada.
Dalam pandangan Teososiokrasi, ada tiga usur keyakinan yang paling penting dan
mendasar:
1) Pertama, transenden dan imanen, kedua paham ini mengandung sifat misteri,
artinya Tuhan itu Maha Kuasa, namun sentuhan, kasih dan anugerah-Nya dapat
dialami dalam kelangsungan hidup manusia.
berdaulat atas Allah. Rakyat adalah wakil Allah di bumi yang diberi tanggung jawab untuk
melindungi, memelihara dan memanfaatkan semua ciptaan Allah di bumi. Dan juga rakyat
sebagai manusia ciptaan Tuhan yang hidup bersama dengan makhluk ciptaan lain yang ada
di sekitarnya, maka dalam hidupnya manusia menjaga hubungan yang harmonis dengan
makhluk ciptaan lainnya, agar kerinduan „damai sejahtera itu‟ benar-benar terwujud.
Untuk mengatur dinamika hidup masyarakat yang sangat kompleks dan begitu luas,
maka Tuhan melalui rakyat mendirikan Negara Bangsa. Sehingga Tuhan memilih dan
menentukan pemimpin rakyat untuk melayani rakyat semesta atas nama Tuhan melalui
sistem Teososiokrasi. Maka diambil kesimpulan secara sederhana bahwa kekuasaan
tertinggi yang menjadi motor penggerak pertama dan terutama „pemerintahan‟ disandarkan
kepada Tuhan, dan dalam penyelenggaraan pemerintahannya dijalankan oleh wakil rakyat
yang dipilih dan ditentukan oleh Tuhan melalui mekanisme tradisional „di para-para adat‟
atau pewahyuan langsung dari Allah melalui para nabi-Nya.
Pemerintah sebagai wakil rakyat yang dipilih dan ditentukan oleh Tuhan, maka
dalam penyelenggaraan pemerintahannya dipantau oleh Otorita Adat dan Agama. Otorita
Adat dan Agama memiliki kewenangan untuk menghadirkan siapapun pemimpin
pemerintahan di peradilan para-para adat, jika yang bersangkutan dinilai gagal
melaksanakan tugasnya atau adanya dugaan penyelewengan dalam penggunaan kekuasaan.
Tujuannya adalah pemimpin pemerintahan yang diduga tidak melaksanakan tugas
dengan baik itu dihadirkan di peradilan „para-para adat‟ melalui mekanisme tradisional
untuk membuktikan dan memastikan di hadapan Tuhan: „apakah yang bersangkutan
jabatannya dicopot dan diganti jika yang bersangkutan terbukti bahwa benar-benar
bersalah‟, atau „tidak dicopot karena yang bersangkutan tidak terbukti bersalah‟, atau
„didapati adanya kesalahan sedikit, maka yang bersangkutan diberi nasehat oleh tetua adat
agar yang bersangkutan memperbaiki kesalahannya‟.
Negara cq pemerintah ada karena adanya rakyat; Negara dikandung, dilahirkan,
dibesarkan dan dipertahankan oleh rakyat, maka kedaulatan Tuhan itu ada di tangan rakyat.
Tuhan yang satu dan sama pula hadir dan tinggal pula dalam setiap hati rakyat dan
menuntun-Nya untuk melakukan yang terbaik bersama pemerintah demi pencapaian damai
sejahtera di bumi.
Teososiokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana agama atau iman memegang
peranan utama; Teososiokrasi diartikan juga Tuhan yang maha kuasa berada di dalam
struktur alam semesta dan turut serta mengambil bagian dalam proses-proses kehidupan
masyarakat, termasuk turut serta dalam pemerintahan di bumi; Atau Teososiokrasi dapat
diartikan sebagai bentuk pemerintahan Tuhan yang di dalam penyelenggaraan
pemerintahannya dilaksanakan oleh wakil masyarakat yang dipilih dan ditentukan oleh
Tuhan melalui mekanisme demokrasi tradisional;
Teososiokrasi juga diartikan sebagai bentuk pemerintahan yang di dalamnya Tuhan
bermain peranan dan atau Tuhan turut serta dalam pemerintahan secara alamiah.
Singkatnya Teososiokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang berdasarkan Allah
Tritunggal.
280
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
281
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
P
rinsip-prinsip hidup manusia baru yang dapat dihayati dalam kehidupan ini adalah
falsafah hidup bangsa Papua yang dijabarkan dalam 12+ Keutamaan, Hukum Dasar,
semboyang bangsa Papua, keseluruhan prinsip hidup baru yang ada dalam Kitab
Suci, nilai-nilai Adat yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Injili, dan Undang-Undang
lainnya yang akan diundangkan oleh Kerajaan Transisi Papua, serta hukum humaniter yang
berlaku secara internasional. Berikut ini beberapa prinsip hidup manusia baru, antara lain:
1. Kemerdekaan bangsa Papua adalah anugerah dari Tuhan, maka dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bertujuan untuk „Saling Mengasihi Dalam
Tuhan” untuk mewujudkan damai sejahtera dengan pertolongan Tuhan; dengan lain
kata: satu bangsa satu jiwa mewujdukan damai sejahtera untuk siapkan jalan Tuhan;
2. Hidup ini adalah anugerah dari Tuhan; hidup ini kesempatan untuk bekerja –
bekerja untuk melayani sesama yang lain; kita melayani sesama berarti kita
melayani Tuhan, karena sesama manusia itu adalah gambaran Allah yang kelihatan,
manusia adalah ciptaan Allah yang serupa dan segambar dengan Allah; hidup ini
kesempatan untuk bekerja menghasilkan buah-buah kebaikan – (bukan
menghasilkan buah-buah kejahatan), dan memberi buah-buah kebaikan itu kepada
sesama hanya untuk kemuliaan nama Tuhan; dalam hidup ini kita menjadi berkat
bagi sesama, bukan hidup untuk membawa atau mendatangkan malapetaka bagi
sesama;
3. “Sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah
demikian kepada mereka” (Lukas 6:31);
4. “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang lain perbuat kepadamu,
perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh Hukum Taurat dan kitab
para nabi” (Injil Matius 7:12);
5. “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap Firman yang keluar dari
mulut Allah” (Injil Matius 4: 4);
6. Hidup bukan untuk makan, tetapi makan untuk hidup agar rencana Tuhan atas diri
seseorang itu dapat terwujud, itulah yang disebut orang yang sukses dalam
hidupnya, bukan sukses dalam mengumpulkan kekayaan atau ketenaran semata
yang sifatnya sementara (tidak kekal);
7. Bekerja bukan semata-mata untuk menyambung hidup, tetapi bekerja untuk
melayani Tuhan dan sesama demi kemuliaan nama Tuhan; Bekerja bukan semata-
mata untuk mendapatkan upah (hasil) dari dunia, tetapi juga bekerja untuk
mendapatkan upah di akhirat nanti;
8. Kunci dari pembangunan adalah manusia, maka mempersiapkan Sumber Daya
Manusia (SDM) adalah prioritas utama dalam pembangunan;
9. Membangun bukan semata-mata untuk mengubah keutuhan ciptaan Tuhan, tetapi
membangun untuk mempertahankan dan melestarikan serta mengembangkan
kehidupan (menjaga dan menata keutuhan ciptaan Tuhan);
282
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
23. Kebahagian yang hakiki hanya dapat ditemukan dalam diri Allah yang disingkapkan
oleh Roh Kudus dalam Firman Allah; dengar-dengaran pada Firman Tuhan berarti
anda telah menemukan kebahagiaan sejati itu;
24. Menegakkan keadilan adalah prasyarat untuk mewujudkan damai sejahtera di bumi,
maka utamakanlah keadilan dalam segala hal dengan dilandasi belas kasih untuk
mewujudkan damai sejahtera di bumi;
25. Miliki pengertian dan kuasa dari dunia adalah bersifat fana dan relatif, maka
milikilah hikmat dan kuasa dari atas (dari Tuhan) yang mulia dan mutlak;
26. “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk
Tuhan dan bukan untuk manusia” (Kolose 3:23);
27. “Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat hidup
bertahan melawan tipu muslihat iblis” (Efesus 6:11);
28. “Berdirilah tegap, berikat-pinggangkan kebenaran dan berbaju-zirahkan keadilan,
kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; dalam
segala hal pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan
memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopang keselamatan
dan pedang Roh, yaitu Firman Allah, serta bertekun berdoa” (Efesus 6:14-18);
29. “Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah
langkahnya” (Amsal 16:9), maka hadirkan Tuhan dalam perencanaan anda untuk
memahami rencana dan kehendak Tuhan atas rencanamu;
30. Pada hakekatnya manusia adalah hamba Allah yang diciptakan dalam rupa dan
gambar Allah, bukan hamba mamon (hamba harta – hamba iblis); karena hati
manusia sepenuhnya terpikat pada harta benda, maka manusia berhamba kepada
harta benda yang fana, bukan berhamba kepada Tuhan;
31. Hidup berfoya-foya di tengah kemelaratan rakyat jelata adalah tindakan orang yang
tidak mengenal Tuhan;
32. “Sesungguhnya mata Tuhan tertuju kepada mereka yang takut akan Dia, kepada
mereka yang berharap akan kasih setia-Nya” (Mazmur 33:18);
33. Tuhan bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya
diberitahukan-Nya kepada mereka” (Mazmur 25:14);
34. “Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian Tuhan sayang kepada orang-
orang yang takut akan Dia” (Mazmur 103:13);
35. Takut akan Tuhan ialah membenci kejahatan; benci kepada kesombongan, kecong-
kakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat” (Amsal 8:13);
36. Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan, semua orang yang melakukannya
berakal budi baik” (Mazmur 111:10);
37. “Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina
hikmat dan didikan” (Amsal 1:7);
38. “Lebih baik sedikit barang dengan disertai takut akan Tuhan dari pada banyak harta
dengan disertai kecemasan” (Amsal 15:16);
39. “Ganjaran kerendahan hati dan takut akan Tuhan adalah kekayaan, kehormatan dan
kehidupan” (Amsal 22:4);
284
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
40. Lakukanlah segala sesuatu yang anda dapat kerjakan dengan ketulusan dilandasi
belas kasih untuk mewujudkan damai sejahtera hanya demi kemuliaan nama Tuhan;
41. Memberikan sesuatu kepada sesama atau mengerjakan sesuatu dengan bersungut-
sungut adalah pengorbanan yang tak ada nilainya;
42. Bekerja adalah kodrat asali manusia; maka berkerjalah senantiasa selagi Tuhan
masih memberi kesempatan untuk berbuat kebaikan kepada sesama; melalui bekerja
kita memuliakan nama Tuhan;
43. Lebih nikmat menikmati sesuatu dari hasil keringatnya, dari pada menikmati
sesuatu dari hasil keringat orang lain atau dari hasil rampasan milik orang lain;
44. Harga diri tak dapat digadaikan dengan barang dunia apapun, maka jagalah harga
diri anda dengan melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya dengan dilandasi takut
akan Tuhan;
45. Harga diri anda jauh lebih bernilai dari pada intan permata, maka jaga sikap dan
tingkah laku anda untuk menjaga harga diri anda tetap bernilai tinggi;
46. Janganlah menjual harga diri anda dengan perbuatan-perbuatan yang bertentangan
dengan firman Tuhan; orang yang senantiasa bersahabat dengan kejahatan (selalu
berbuat kejahatan), ia menjual harga dirinya;
47. Menjual harga diri berarti mencoreng kodrat manusia yang adalah segambar dan
serupa dengan Allah;
48. Harga diri adalah kodrat asali manusia yang serupa dan segambar dengan Allah.
Allah miliki kodrat Ilahi: maha suci, maha kudus, maha murni dan maha mulia.
Sedangkan manusia miliki kodrat suci, kudus, murni dan mulia, maka kita dituntut
untuk menjaga kodrat asali itu tidak dikotori dan atau dihancurkan oleh berbagai
macam kejahatan dan tawaran duniawi yang sifatnya sementara;
49. Perjuangan kita adalah perjuangan untuk menegakkan harga diri agar martabat
manusia dihargai dan dihormati oleh siapapun di atas segala kepentingan apapun;
50. Harga diri berada di atas segala kepentingan manusia, karena harga diri itu kodrat
asali manusia yang serupa dan segambar dengan Allah;
51. Kepentingan Allah menciptakan manusia adalah sebagai rekan kerja Allah atau
sebagai mitra kerja Allah, maka Allah menciptakan manusia pertama (Adam)
segambar dan serupa dengan Allah;
52. Setiap kali kita melanggar perintah Allah, kita mengotori dan menurunkan derajat
manusia yang segambar dan serupa dengan Allah itu, maka kita dituntut untuk
mengangkat dan memurnikan kodrat asali itu melalui tindakan penyesalan dan
pertobatan (menjadi manusia baru), serta menolong sesama tanpa pamrih;
53. Kesucian, kekudusan, kemurnian dan kemuliaan yang adalah kodrat asali manusia
yang segambar dan serupa dengan Allah itu dikotori dan derajatnya dijatuhkan oleh
Adam dan Hawa sejak melanggar perintah Allah; kejatuhan manusia pertama ke
dalam dosa adalah kejatuhan derajat (kodrat) manusia itu, namun Allah mengutus
Yesus sebagai Adam baru untuk mengangkat derajat manusia ke level yang semula;
54. Hidup dalam dosa (menjadi hamba dosa) memimpin manusia kepada kematian
kekal, sebaliknya hidup dalam ketaatan kebenaran Allah (menjadi hamba
kebenaran) memimpin manusia kepada kebenaran yang membebaskan dan memberi
285
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
kehidupan kekal; upah dosa adalah maut, tetapi karunia Allah adalah hidup yang
kekal dalam Yesus Kristus, Tuhan kita (Roma 6:15-23);
55. Amanat agung Yesus: “KepadaKu telah diberikan segala kuasa di Surga dan di
bumi. Karena itu, pergilah jadikanlah semua bangsa muridKu dan babtislah mereka
dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala
sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu
senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Injil Matius 28:18-20);
56. Kata Yesus: “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku akan
mengakuinya di depan BapaKu yang di Sorga; Tetapi barangsiapa menyangkal Aku
di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu di Surga (Injil
Matius 10:32-33);
57. “Janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang
tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia (Tuhan) yang
berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka”, kata Yesus
(Injil Matius 10:28);
58. Kata Yesus: “Barang siapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak
layak bagiKu; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih
dari padaku, ia tidak layak bagiKu. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan
mengikut Aku, ia tidak layak bagiKu. Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia
akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia
akan memperolehnya. Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan
barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku”. (Injil
Matius 10:37-40);
59. “Hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar
kelebihan mereka kumudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada
keseimbangan” (II Korintus 8:14);
60. Kata Yesus: “Jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga
akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang,
Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” (Injil Matius 6:14-15);
61. Dan seterusnya.
Yesus berfirman: “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan
ditambahkan kepadamu” (Injil Matius 6:33)
‘Ketika kita percaya dan berpengharapan dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan, maka mukjizat terjadi’
“Satu Bangsa Satu Jiwa Siapkan Jalan Tuhan, dengan dilandasi semangat Saling Mengasihi Dalam Tuhan”
“One people one soeul to make a way for God with founded the spirit ach other to love in God”
“Komitmen, kesetiaan dan kebersamaan kita dalam kasih, iman dan pengharapan adalah kekuatan kita
untuk membebaskan diri dari belenggu tirani dosa dan tirani penindasan ini”.
286
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Lampiran 1
P
erjalanan bangsa Papua sangat menyedihkan! Kedaulatan bangsa Papua dicaplok,
hak-hak dasar orang asli Papua diinjak-injak. Penghancuran budaya dilakukan
secara sistematis, terencana dan terukur; Tanah Papua diakuasai, kekayaan alamnya
dikuras dan penghancuran keutuhan alam ciptaan semakin meningkat. Hutan sebagai
tempat mata pencarian digusur, ditebang, dan dialih fungsikan untuk eksploitasi sumber
daya alam baik legal maupun illegal. Ketidak-adilan dalam berbagai dimensi kehidupan
tumbuh subur di segala dimensi kehidupan. Demi mengambil Emas Papua, Mas Papua
dibantai.
Dikala aspirasi politik Papua merdeka memuncak di awal reformasi Indonesia,
dibungkam dengan OTSUS – si naga tua dari Jakarta. OTSUS telah menghancurkan sendi-
sendi hidup orang asli Papua. OTSUS adalah ular naga tua buatan Jakarta, yang dengan
leluasa beraksi di Tanah Papua. Ekornya dipegang di Jakarta, sedangkan kepalanya berada
di Tanah Papua. Naga tua „OTSUS‟ itu berusaha dengan sekuat tenaga membungkam
aspirasi politik Papua Merdeka, namun upayanya TIDAK BERHASIL dan TIDAK AKAN
BERHASIL, kerjanya bagai menjaring angin.
Racun naga tua itu sudah dan sedang melumpuhkan tatanan hidup orang asli Papua.
Si naga tua „OTSUS‟ itu sudah dan sedang menggoda segelintir orang Papua tergila-gila
mengejar jabatan (kedudukan-kekuasaan), harta dan wanita sehingga berbagai macam
pemekaran Kabupaten dan Propinsi makin meningkat di Tanah Papua. OTSUS si naga tua
itu mendidik para pejabat tertentu di Tanah Papua menjadi semakin tamak, semakin egois
diikuti dengan sikap hedonisme, menjadi preman berdasi, pembungkam suara akar rumput,
apatis (masa bodoh) dengan penderitaan warga asli, menjadi pencuri berdasi (koruptor),
menjadi penipu berdasi, penimbun harta kekayaan, kebal salah, kebal malu, kebal hukum,
bermental pilih kasih, menjadi pembunuh berdasi, menjadi pion (antek Jakarta), dan lain-
lain. Inilah buah-buah hasil kerja si naga tua Jakarta „OTSUS‟ itu.
Orang asli Papua telah berkali-kali menolak dan mengembalikan si naga tua OTSUS
itu dalam berbagai demonstrasi, salah satunya demonstrasi terbesar pada 12 Agustus 2005
si naga tua itu secara de facto dikembalikan oleh Masyarakat Adat Papua melalui Dewan
Adat Papua dalam kemasan peti jenasah OTSUS, dan secara de jure dikembalikan oleh
MRP ke DPRP agar disidangkan dalam rapat Paripurna DPRP untuk dikembalikan ke
Jakarta. Namun, pihak DPRP tidak berani mengambil keputusan politik, bahkan
kebanyakan anggota DPRP hilang alias sembunyi, karena takut dengan desakan orang asli
Papua di kala itu.
Ironis memang! Bangsa Papua bagaikan burung terkekang dalam sarang. Lebih
tepat orang asli Papua terpenjara dalam penindasan terstruktur yang dikemas dengan rapi,
287
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
sistematis dan terukur. Hanyalah segelintir orang yang menikmati OTSUS Papua. Manusia
Papua dan segala yang ada di Tanah Papua berada dalam bayang-bayang kehancuran dan
kepunahan. Penindasan terhadap sesama manusia dapat dikatakan „tirani‟ apabila
penindasan itu menjadi sebuah tradisi yang menyebabkan penderitaan paling mengerikan
terhadap sesama manusia, entah individu, golongan/ suku atau bangsa tertentu. Tirani
penindasan ini dapat dilakukan entah secara sadar atau tidak sadar oleh individu,
pemerintah atau non pemerintah, atau adat terhadap sesama manusia.
Bangsa Papua terkekang dalam dua kategori tirani di bawah ini:
1) Tirani penindasan Jasmani; Bangsa Papua terkekang dalam lingkaran tiga tembok
tirani penindasan, yaitu: Tirani Adat, Tirani Swasta dan Tirani Negara. Tubuh
jasmani orang asli Papua terbelenggu oleh tiga bentuk tirani penindasan ini. Tirani
yang paling mengancam kelangsungan hidup bangsa Papua adalah tirani Negara.
Bentuk-bentuk tirani penindasan yang mendatangkan penderitaan hebat bagi
kebanyakan umat manusia ini harus dilawan.
2) Tirani penindasan Rohani; Kita juga terkekang dalam tirani dosa. Tubuh rohani kita
terkekang dalam tembok „salah dan dosa‟. Ada dosa warisan, ada dosa sosial, ada
dosa para moyang kita, ada dosa pribadi (perkataan, pikiran/keinginan, kelalaian,
dan perbuatan).
Gerakan pemulihan penting dilakukan untuk membebaskan diri dari kedua kategori
tirani (tirani penindasan tubuh jasmani dan tubuh rohani). Kita harus membebaskan tirani
jasmani dan tirani rohani melalui langkah-langkah yang tepat, benar dan terarah serta
terukur dengan penuh ketulusan dan bertanggung-jawab.
Melepaskan pengampunan kepada sesama manusia yang telah menyakiti hati kita
adalah prasyarat yang paling penting agar Tuhan juga mengampuni segala salah dan
dosa kita. Ini adalah perintah Tuhan Yesus, maka kita sebagai pengikut Yesus mau
atau tidak mau perlu melakukan perintah ini.
2) Kita juga berdamai dengan segala sesuatu yang Tuhan ciptakan yang ada di sekitar
kita, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Rekonsiliasi atau berdamai
kembali dengan semua yang ada di sekitar kita, karena ada yang tersakiti oleh sikap
dan perbuatan tidak terpuji yang sering kita lakukan.
3) Kita juga berdamai kembali dengan Allah Tritunggal. Hubungan kita dengan Tuhan
yang telah terputus akibat dosa, kita perlu memulihkan kembali hubungan itu
melalui kesadaran dan penyesalan atas salah dan dosanya, permohonan
pengampunan dari Tuhan dan bertobat, selanjutnya menjaga kekudusan dalam
kebenaran Firman Allah.
Pemulihan diri akan menentukan pemulihan bangsa Papua. Jikalau kita katakan
bahwa bangsa Papua adalah bangsa yang diberkati Tuhan, dan kita akan memberkati
bangsa-bangsa lain, maka syaratnya hanya satu: „kita harus memulihkan diri kita masing-
289
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
masing agar bangsa kita dipulihkan oleh Tuhan‟; dengan demikian bangsa Papua akan
menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain di dunia dalam penantian kedatangan Yesus yang
kedua kali ke dunia ini untuk memimpin kita dalam Kerajaaan 1.000 Tahun.
290
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
291
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
budi kita. Satukan komitmen dan agenda kita. Kuatkan hati dan iman kita. Tingkatkan doa-
puasa kita. Naikkan pujian dan penyembahan kepada Allah di seluruh Tanah Air Papua.
Tak ada perubahan positif akan terjadi, jika kita tidak sadar, menyesal dan bertobat.
Tidak ada perubahan positif akan terwujud, jika kita tidak sadar akan penindasan ini, tidak
mengambil komitmen (tidak ambil sikap tegas) dan tidak diwujudkan dalam tindakan nyata
(aksi kebebasan dengan damai).
Di mana ada iman – (keyakinan) di situ Tuhan hadir untuk menyatakan kuasa-Nya.
Di dalam iman ada pengharapan kepada Tuhan Allah. Pengharapan adalah dasar dari iman
kita. Karena „iman‟ adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari
segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibrani 11:1). Perubahan besar sedang menanti di depan
mata kita, maka itu kita beriman teguh dan memulihkan diri, karena „pemulihan diri kita
yang dilandasi dengan beriman teguh menentukan pemulihan bangsa Papua‟. „TUHAN-lah
Pemulih dan Pembebas bangsa Papua‟, hanyalah kepada Dia sajalah kita berbakhti, memuji
dan menyembah dalam Roh dan Kebenaran kekal hingga kekal. Amin.
Berdamai
dengan Allah
Tritunggal
Keterangan:
= Relasi vertikal (Pemulihan relasi atau hubungan diri dengan Allah Tritunggal)
= Relasi horizontal (Pemulihan relasi atau hubungan diri dengan sesama manusia dan
makhluk ciptaan lainnya, termasuk leluhur.
Catatan: Waktu berdoa yang paling tepat adalah: pada jam 6 sore dan 6 pagi, pada jam 9 pagi dan 9 malam,
pada jam 12 siang dan 12 malam, pada jam 3 sore dan 3 subuh.
292
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
(Mazmur Ratapan di bawah ini kita mendaraskan atau doakan pada jam 12 siang dan jam 12 malam)
Sungguh mengagumkan buah karya-Mu ya Bapa; Engaku mendandani alam raya dengan kemuliaan-Mu;
Keelokan alam raya mewartakan keagungan-Mu yang maha dasyat; Pesona kemuliaanMu terpatri dalam
semua ciptaanMu; Engkau menciptakan aneka macam planet; Dan menempatkan semua mahluk ciptaan-Mu di
planet bumi ini; Dikau membentuk beragam benua dan pulau; Dikau menempatkan segala suku dan bangsa di
berbagai benua dan gugusan pulau dengan batas-batasnya yang amat jelas.
Padamulanya dunia hidup dalam suasana damai sejahtera dipenuhi kemuliaan-Mu ya Bapa; Manusia awalnya
menikmati buah karya-Mu dengan bebas tanpa perbudakan; Namun dalam sejarah perjalanan bangsa
manusia dipenuhi berlumuran air mata darah; Suku bangsa yang satu bangkit melawan suku bangsa yang
lain; Bangsa yang satu bangkit melawan bangsa yang lainnya. Ini semua terjadi karena „ada golongan bangsa
manusia tertentu‟ yang merasa dirinya paling unggul dan lebih beradab;
Mereka memandang suku bangsa lain, atau bangsa lain tidak beradab, primitif, kolot, dan jijik; Kaum yang
merasa diri paling unggul dan beradab melahirkan „rasisme‟;
Rasisme melahirkan „ketidak-adilan‟; Ketidak-adilan melahirkan pelanggaran HAM dalam segala aspek
kehidupan, penaklukan dan penguasaan wilayah baru, melahirkan kemelaratan, kemiskinan struktural,
diskriminasi, marginalisasi, meminoritasi, pemusnahan etnis dan lain sebagainya.
Ya Tuhan, bangsa Papua adalah korban dari penjajahan bangsa lain yang merasa dirinya paling unggul dan
beradab; Padahal padamulanya nenek moyang mereka juga tentu hidup dalam penuh keterbelakangan,
keterbatasan dan primitif;
Namun, karena ya Bapa Engkau terlebih dahulu memberkati mereka, Engkau terlebih dahulu membuka mata
akal-budinya, artinya mengenal budaya tulis-menulis; Oleh karenanya peradaban bangsanya berkembang
dengan cepat;
Ya Bapa, jika Engkau tidak membuka mata akal-budi mereka terhadap segala realita alam raya dan tidak
menuntunnya untuk mengenal budaya tulis-menulis, maka sesungguhnya mereka juga sama keadaannya
dengan bangsa-bangsa lain yang hanya mengenal budaya lisan; Mereka tidak mengucap syukur atas hujan
berkatMU yang terlebih dahulu diturunkan kepada mereka;
Sesungguhnya dengan berkatMu yang diterima dengan cuma-cuma itu, mereka gunakan untuk memberkati
bangsa-bangsa lain yang belum berkembang dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, terlebih dahulu
menuntun suku bangsa yang dipandang primitif itu untuk mengenal budaya tulis menulis;
293
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Ya Bapa, walaupun mereka telah melaksanakan tugas mulia itu, tetapi motivasi mereka tidak murni; Motivasi
utama mereka adalah penguasaan wilayah baru untuk kepentingan politik dan ekonominya, mereka
menunjukkan kekuatannya dengan penuh kesombongan bahwa mereka berkuasa melakukan apa saja,
dan hal itu terkait dengan „kekuasaan politik‟; dan untuk mencapai „kekuasaan politik‟ itu didukung oleh
„kekuatan ekonomi‟.
Penaklukan wilayah baru demi „Gold, Gospel‟ and Glory (Emas, Injil dan Kejajaan); Pekabaran Injil sebagai
jalan masuk untuk menguasai sumber-sumber ekonomi di wilayah baru; „Kepentingan ekonomi‟ adalah „kata
kunci‟ dari penjajahan dan perbudakan itu; Walaupun demikian, ya Bapa, Engkau memakai mereka untuk
mewartakan Injil sampai ke ujung bumi, walau cara-cara yang ditempuhnya tidak terlepas dari penjajahan
dan penjarahan; Di tengah penjajahan dan penjarahan, pewartaan Injil serta pengenalan budaya tulis-menulis
pun dijalankan sebagai jalan untuk memuluskan penguasaan wilayah baru secara politik dan ekonominya,
serta sebagai pelengkap untuk penguasaan politik dan ekonomi di wilayah baru itu dibekap dengan kekuatan
militer (aparat keamanan – polisi dan pertahanan - tentara) sebagai alat paksa, agar masyarakat setempat
tunduk dan taat kepada penguasa (kolonial).
Ya Bapa yang maha pengasih, Engkau memperkenankan bangsa lain masuk ke Tanah Papua untuk
mempersiapkan orang asli Papua demi terwujudnya rencana-Mu di Tanah Papua, namun Engkau tak
merestujui segala bentuk penindasan dan penjarahan besaran-besaran yang dilakukan oleh bangsa-bangsa
lain yang sudah pernah dan sedang menduduki Tanah Papua; Bangsa Papua sudah satu setengah abad
berada dalam penaklukan bangsa-bangsa lain; Papua dari pangkuan Belanda ke pangkuan Jepang, dari
Jepang kembali ke pangkuan Belanda, dan dari tangan Belanda diserahkan ke sebuah badan PBB – UNTEA,
dan Papua dari tangan UNTEA dipaksa masuk ke pangkuan NKRI.
Di depan mataMu ya Bapa, bangsa Papua bagian barat merana seorang diri dari episode demi episode, dari
pangkuan yang satu ke pangkuan berikutnya; Tak terbayangkan betapa banyaknya manusia Papua korban
berguguran akibat kekejaman kaum manusia yang merasa dirinya paling super dan beradab; Orang asli
Papua gugur bagaikan daun di musim semi; Mereka hilang lenyap bagaikan uap air; Mereka pergi tanpa
berkata, tanpa perlawanan; Alam semesta Papua menjadi saksi bisu.
Ya Tuhan, Dikau tahu bahwa Tanah Papua sudah dan sedang memandi darah; merahnya „api‟ bisa dipadam,
tetapi „merahnya darah‟ di Tanah Papua tak kunjung padam; Air mata darah Papua terus membasahi pelosok
negeri Cenderawasih;
Tanah Damai‟ berubah menjadi „Tanah Darah‟; „Tanah Leluhur‟ berubah status menjadi „Tanah Jajahan‟;
„Tanah Kasih‟ beralih wujud menjadi „Tanah Kekerasan‟;
Negeri Cenderawasih menjadi pekuburan umum; Pusara tak bernama dapat dijumpai di mana-mana di
pelosok negeri Papua; Tulang belulang manusia Papua dapat dijumpai di gunung, di bukit, di lembah, di pesisir
pantai, di laut, di kali dan di danau.
Ya Bapa, bangsa Papua terus menerus meratap; Dari episode ke episode, dari Pangkuan ke Pangkuan -
Papua tak berhenti meratap; Meratapi kehilangan anak, meratapi kehilangan ayah, meratapi kehilangan
mama, meratapi kehilangan suami, meratapi kehilangan isteri, meratapi kaum kerabatnya, meratapi
kehilangan dusunnya, meratapi kehilangan hutan sebagai sumber penghidupannya; Meratapi kehilangan
pekerjaannya, meratapi kehilangan hak-hak dasarnya, meratapi sungai-kali – danau yang jernih berubah
menjadi kabur dan kotor di penuhi sampah dan limbah perusahaan raksasa para kapitalis lokal, nasional dan
global; Ini sungguh menyedihkan ya Tuhanku!
294
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Atas kehendakMu ya Bapa, Dikau perkenankan bangsa Papua bangkit bersuara; Gong perlawanan
dikumandangkan di seantero Papua; Awalnya bangsa Papua menempuh perjuangan dengan jalan damai pada
tahun 1960-an, tetapi karena penjajahan Indonesia atas orang asli Papua paling kejam dan bengis, maka gong
perlawanan dengan senjata di Arfai Manokwari Papua dicetuskan di bawah pimpinan Lodewik Mandacan dan
adiknya pada 18 Juli 1965; Selama puluhan tahun gong perlawanan bergema di rimba raya Papua
menghadapi operasi-operasi militer dari TNI-POLRI; Walaupun ya Bapa, perjuangan dengan cara kekerasan
Dikau tidak merestujuinya.
Ya Bapa yang maha suci, atas perkenaanMu, perjuangan bangsa Papua dari rimba raya masuk di dalam kota;
sejak tahun 1978 perjuangan bangsa Papua masuk di dalam kota dengan memproduksi lagu-lagu nuansa
budaya Papua melalui group Mambesak di bawah pimpinan Tn Arnold Ap;
Pada tahun 1980-an perjuangan dengan damai masuk kota ditandai dengan peristiwa-peristiwa pengibaran
Bendera Bintang Fajar secara damai; Negara Indonesia menyikapi perjuangan damai di dalam kota dengan
tangan besi;
Hampir semua rakyat sipil Papua yang berjuang dengan damai di dalam kota diperlakukan tidak
bermanusiawi, ditangkap, dianiaya, diperkosa, ada yang diculik dan dibunuh dengan sadis, serta dipenjara;
Sementara para gerilyawan tetap melakukan perjuangan di rimba raya Papua menghadapi operasi-operasi
militer yang dilancarakan oleh TNI-POLRI atas perintah pimpinan tertinggi pertahanan dan keamanan, serta
presiden RI atas persetujuan DPR-RI dan MRP-RI;
Banyak rakyat sipil yang tertembak mati dan terluka, akibat kontak senjata antara militer Indonesia dan
TPNPB-OPM, serta banyak kerugian yang dialami masyarakat Papua akibat operasi-operasi militer yang tak
henti-hentinya yamg diterapkan oleh Negara Indonesia menghadapi gerilyawan TPNPN-OPM selama Papua
dalam pangkuan NKRI.
Ya Bapa yang maha kuasa, atas perkenaan-Mu pula, rakyat Indonesia menurunkan pemerintahan tangan
besi, presiden Soeharto dari singgasana, sehingga momentum itu memberikan ruang dan kesempatan bagi
bangsa Papua untuk menata kembali barisan perjuangan, maka diselenggarakanlah Musyawarah Besar
(MUBES Papua) dan Kongres II Papua pada tahun 2000;
Dalam forum demokrasi yang menentukan itu memutuskan bahwa perjuangan bangsa Papua ditempuh
dengan cara-cara yang bermartabat – perjuangan dengan damai; Perjuangan dengan damai adalah
perjuangan kudus, suci dan mulia, maka hingga kini rakyat bangsa Papua, dalam hal ini sipil dalam kota dan
orang Papua rantauan di kota-kota studi di Indonesia, serta di luar negeri mengawal perjuangan Papua
dengan jalan damai; sementara TPN-OPM sudah lama bertahan di rimba raya Papua dari tahun 1965
menghadapi operasi-operasi militer TNI-POLRI yang berusaha keras menumpas pergerakan bangsa Papua.
Ya Bapa yang kekal, Dikau tahu bahwa perjuangan ini diperjuangkan hingga kini sudah tiga generasi;
Generasi pertama yang telah merintis perjuangan ini sudah tiada; Kemudian perjuangan ini diteruskan oleh
generasi ke dua; Kini generasi kedua ada yang sudah tiada dan hanya sedikit orang masih mengabdi;
Dan kami adalah generasi ketiga bersama generasi kedua yang tersisa sedang mengawal perjuangan
penegakkan keadilan ini; Ya Bapa, kami telah bertekad untuk mengakhiri penindasan ini pada generasi ketiga,
agar di era generasi ke empat yang sedang tumbuh mekar di tengah penjajahan ini, nantinya mengisi
kemerdekaan itu; Inilah kerinduan kami yang menjadi harapan; Sekiranya Bapa mendengar rintihan derita
bangsa Papua dan menjawab kerinduan umat-Mu yang mengembara dalam padang derita.
Ya Tuhan, sudah puluhan tahun bangsa Papua bersuara ke Barat, ke Utara, ke Selatan dan ke Timur; tetapi
suara Papua jatuh di padang sunyi, seruan Papua dibuang ke tong sampah; Belakangan ini walau ada yang
mendengar, namun itu tak mampu menghentikan darah Papua; Belakangan ini ada pihak tertentu yang peduli
dengan derita Papua, tetapi itu tak mampu memadamkan api yang terus membara.
295
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Ya Bapa di depan mata-Mu, „isu Papua‟ merdeka dijadikan sebagai aset bisnis dari pihak-pihak tertentu; isu
Papua dijadikan untuk menaikan pangkat, mendapat kekuasaan (promosi jabatan); isu Papua juga dipakai
untuk mendapatkan uang untuk kepentingan sekolah (kuliah), untuk kepentingan hidup berfoya-foya; isu
Papua juga digunakan untuk meningkatkan kerja sama dengan Negara Indonesia; Papua menjadi korban demi
kepentingan ekonomi kapitalisme lokal, nasional dan global;
Papua bagai kancil kecil yang terinjak di antara gajah-gajah raksasa dunia yang saling bertarung menguasai
sumber-sumber ekonomi di Tanah Papua; Para pembesar hanya sibuk dengan kepentingan ekonominya;
Manusia Papua korban di atas korban akibat pengisapan ekonomi di Tanah Papua;
Ternyata „dunia‟ tak mampu menghentikan „darah Papua„ yang terus menetes di Tanah Papua; Ya Bapa,
beratnya penderitaan yang menimpa Papua; Betapa beratnya salib yang dipikulnya; Ya Bapa, atas salah siapa
dan dosa siapakah, sehingga penderitaan yang berat ini Dikau embankan ke atas pundak bangsa Papua?
Jawablah kami ya Bapa, karena Dikau maha tahu dan maha adil.
Ya Allah, sudah puluhan tahun tanah Papua dijadikan sebagai arena pertarungan para kapitalis lokal,
nasional dan global; orang Papua diinjak-injak oleh para kapitalis ini; Mereka menguasai Tanah Air; Tanah
Papua bagai tanah tidak bertuan; Kaum kapitalis dunia ini menguasai dan merampok hasil kekayaan tanah
Papua; Mereka membagi-bagi hasil jarahannya untuk kenikmatan semata; Sementara kami masyarakat
setempat semakin melarat; Mereka menikmati hidup ini dari hasil rampasan kekayaan kami, mereka
berpesta pora sambil menari-nari di atas air mata darah orang asli Papua - pemilik negeri ini.
Ya Bapa, Dikau menempatkan kami orang Papua – berambut keriting dan berkulit hitam ini di Tanah Papua,
dilengkapi dengan kekayaan alam yang berlimpah ruah; namun di depan mata-Mu Tuhan orang asli Papua
mati terinjak punah di antara para kapitalis dunia yang bertikai menguasai kekayaan yang Engaku siapkan
bagi bangsa Papua; Bangsa Papua hidup melarat di tengah hiruk pikuknya para kapitalis lokal, nasional dan
global yang menguasai pusat-pusat ekonomi;
Mereka memperalat orang asli Papua tertentu hanya untuk memuluskan kepentingan ekonomi mereka di
Tanah Papua; Demi menguasai sumber-sumber ekonomi, orang setempat diintimidasi, diteror, dianiaya,
dibantai dan direlokasi;
Kami tidak ada kekuatan untuk menghentikan perampokan kekayaan alam Papua dari para konglomerat
dunia; Ketika kami protes, kami selalu dihadapkan dengan para algojo Indonesia yang memang disiapkan
untuk mengamankan asset-aset bisnisnya;
Para algojo memasang jerat, agar supaya kami terjerat; Para algojo menaruh batu di jalan, agar kami
tersandung; Kami selalu ditempatkan pada pihak yang bersalah;
Pada hal kami orang Papua adalah pemegang hak atas Tanah dan segala yang ada di atas, di permukaan dan
di dalam perut bumi Papua; Orang Papua menjadi penonton di tengah hiruk pikuknya perampokan besar-
besaran atas sumber-sumber kekayaan yang ada di Tanah Papua oleh para kapitalis lokal, nasional dan
global.
Ya Bapa di depan mata-Mu telah terjadi bahwa hak kesulungan bangsa Papua dicaplok ke dalam NKRI;
Kepentingan ekonomi kapitalis menjadi alasan utama dikorbankannya hak kesulungan bangsa Papua; Ketika
bangsa Papua menuntut hak kesulungan kami untuk diakui sebagai „bangsa yang berdaulat secara politik‟,
kami dihadapkan dengan para algojo Indonesia; Beragam operasi terbuka dan tertutup diterapkan oleh
Indonesia untuk meredam dan menumpas gerakan perjuangan bangsa Papua; Walaupun kami menyuarakan
kebenaran, namun pihak penguasa memutar-balikkan kebenaran itu dan berusaha membengkokannya;
Walaupun kami menuntut keadilan dengan damai, namun penguasa Indonesia menjawabnya dengan
memasang jerat, agar kami terjerat, dan menaruh batu agar kami tersandung;
296
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Bahkan pula sesama Papua tertentu dipasang penguasa Indonesia menjadi kaki tangannya; Para kaki
tangannya ini memainkan perannya untuk membendung gerakan pembebasan; Sebagai balasannya, para kaki
tangan RI mendapat HARTA, TAHTA dan WANITA dari Indonesia dan para sekutunya.
Ya Bapa yang kekal, mengapakah Engkau membiarkan kami orang Papua makin melarat dan terancam
musnah di negeri leluhur kami? Mengapakah Engkau terus membiarkan para kapitalis dunia ini menginja-
injak kami masyarakat setempat, agar dengan leluasa menjarah beragam kekayaan alam di Tanah ini?
Mengapakah Engkau tidak memberi kami kesempatan „merdeka berdaulat‟ untuk mengatur rumah Papua
sendiri, agar nantinya beragam kekayaan alam yang ada itu diatur oleh orang asli Papua untuk kepentingan
bangsa Papua sendiri dan juga kepentingan bangsa lain demi terwujudnya damai sejahtera di dunia? Berapa
lama lagi ya Bapa, kami merana seorang diri mencari keadilan untuk perdamaian dan kesejahteraan di bumi
ini?
Ya Bapa yang penuh kasih setia; sesungguhnya kedamaian dan kesejahteraan itu ada pada kami, ada di dalam
diri kami, ada di Tanah Papua; Akan tetapi „kedamaian‟ itu tidak akan terwujud, dan „kesejahteraan lahir
bathin‟ itu tak akan tercapai, jikalau Engkau terus membiarkan bangsa lain menduduki di Tanah Papua untuk
menjajah dan menjarah dengan tangan besi.
Ya Bapa yang maha adil, bangsa Papua memohon dari lubuk hati kami yang paling dalam serta dengan penuh
kerendahan hati bahwa: „Turunkanlah hujan berkat keadilanMu ke atas bangsa Papua – bangsa yang
menderita di ufuk Timur ini, agar bangsa Papua mewujudkan rencana dan kehendakMu pada menjelang akhir
zaman bahwa „Papua menjadi saksi-Mu bagi dunia‟ untuk mempersiapkan kedatangan Yesus yang kedua kali
untuk memimpin Kerajaan 1000 tahun sesuai amanat firmanMu.
Ya Bapa yang maha kudus, selama puluhan tahun bangsa Papua sudah mencari keadilan di dunia ini, namun
di dalam pengadilan yang menegakkan keadilan pun, kami tidak menemukan keadilan di sana; Kami juga tidak
menemukan keadilan dalam forum-forum para pembesar di dunia, seperti PBB; Ternyata forum PBB
diselenggarakan bukan untuk menjamin keadilan dan perdamaian dunia, tetapi forum PBB dibentuk untuk
menjamin dan meloloskan kepentingan para konglomerat (kapitalisme global);
Bangsa Papua adalah korban dari konspirasi kepentingan yang dijamin dan diloloskan oleh PBB atas skenario
presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy; Hingga kini forum PBB tidak bertanggung jawab atas kesalahan
masa lalunya, yang kini berdampak pada terancam musnahnya etnis Papua secara perlahan-lahan (slow
moving genocide).
Di depan mataMu ya Bapa, para tokoh Papua bagai pohon-pohan yang tinggi menjulang, sedang ditebang satu
persatu oleh Negara Indonesia; Mereka ditumbangkan satu persatu melalui berbagai cara; Kini tinggallah
beberapa pohon tinggi yang masih tersisa; Sehingga ibu bumi Papua sedang mengalami kekeringan, karena
akar dari pohon-pohon tinggi yang menyimpan cadangan air sedang berkurang; Pohon-pohon tinggi yang
dedaunannya rindang, yang selama ini memberikan kesejukan bagi masyarakat akar rumput Papua, yang
berlindung di bawahnya, sedang kepanasan mencari perlindungan; Kesuburan ibu bumi Papua mulai
berkurang, karena dedaunan pohon tinggi menjulang yang selalu menghasilkan humus, banyak yang sudah
ditebang oleh Indonesia atas kerjasama para sekutunya.
Ya Bapa, di depan mataMu, para penjajah berpesta pora merayakan keberhasilannya setelah menebang
banyak tokoh Papua bagai pohon-pohon tinggi menjulang di Tanah Papua; Target para penjajah adalah
dengan ditebang habisnya pohon-pohon tinggi, maka ibu bumi Papua akan mengalami kekeringan karena
cadangan airnya tak ada, ibu bumi akan menjadi tandus, karena tak ada dedaunan yang membusuk jadi
pupuk, dan masyarakat akar rumput akan mati kepanasan, karena pohon tempat berlindungnya sudah
297
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
ditebang. Ya Bapa, kami berdoa dengan kerendahan hati: „mohonlah kiranya ya Bapa menjaga para tokoh
Papua yang masih tersisah, demi menyelamatkan ibu bumi Papua dari kekeringan dan ketandusan; dan
menyelamatkan akar rumput Papua dari panas membara yang paling mematikan‟.
Bangsa Papua melayangkan padangan ke Barat, ke Utara, ke Selatan dan ke Timur, namun tak ada upaya
pertolongan yang sungguh-sungguh dari para pembesar di dunia untuk menghentikan penebangan para
tokoh Papua yang paling berpengaruh, yang berpandangan luas dan berkarakter serta berjiwa membangun;
Para pembesar dunia juga tidak tergerak hatinya untuk memadamkan api yang terus membara memakan
habis masyarakat akar rumput Papua; Dunia berlomba-lomba datang ke Papua hanya untuk menjajah dan
menjarah.
Ya Bapa, Dikau mengetahui bahwa demi mempertahankan integritas wilayah NKRI, integritas manusia Papua
dikorbankan; Untuk mempertahankan „kedaualatan wilayah NKRI‟, „kedaulatan rakyatnya‟ dikorbankan; Ketika
„kedaulatan rakyat‟ tidak dihargai dan dikorbankan, maka sesungguhnya „kedaulatanMu ya Allah‟ di dalam
„diri manusia‟ dinodai, dilecehkan dan tidak dihargai, sebab „manusia‟ yang disebut „rakyat‟ itu adalah
gambaran Allah yang kelihatan, karena manusia adalah ciptaanMU yang serupa dan segambar denganMu, ya
Bapa.
Berapa lama lagi bangsa Papua harus menderita ya Bapa? Tak cukupkah banyaknya air mata darah Papua
yang tercurah memenuhi kirbat-Mu selama ini? Bukankah Tuhan menenpatkan manusia Papua di Tanah ini
dengan maksud tertentu?
Kapankah Bapa menggenapi rencana dan ketetapanMu yang telah Dikau janjikan itu?
Ya Bapa yang maha pengasih dan penyayang, pulihkan hak kesulungan bangsa Papua yang telah dianeksasi
ke dalam NKRI; Pulihkanlah hidup kami sebagaimana sediakala para nenek moyang kami menikmati semua
yang Dikau siapkan di atas tanah ini tanpa rasa takut, tanpa perbudakan serta tanpa adanya penjarahan.
(Ya Bapa yang maha suci, untuk mengawal pemulihan bangsa Papua, pada hari Minggu, 4 Oktober 2020 pada
jam 00.30 malam di Tunas Harapan, Port Numbay (Jayapura) – Papua, di dalam nama-Mu Allah Tritunggal,
kami meluncurkan secara resmi:
“JARINGAN DOA REKONSILIASI untuk PEMULIHAN PAPUA”;
Di dalam nama-Mu Tuhan, bagi siapapun yang terlibat dan peduli dengan PEMBEBASAN bangsa Papua dari
belenggu penjajahan RI dan para sekutunya, yang selama ini mendukungnya dalam „Doa-Puasa‟ di manapun
berada adalah menjadi „Tim Doa‟ dalam „Jaringan Doa Rekonsiliasi untuk Pemulihan Papua‟. Maka itu, di
dalam namaMu Allah Tritunggal: „Kami semua yang terlibat penuh dan peduli dengan pembebasan bangsa
Papua di mana saja berada yang mendukungnya dalam „Doa-Puasa‟, ditetapkan secara resmi menjadi Tim
Doa dari Jaringan Doa Rekonsiliasi untuk Pemulihan Papua‟;
Ya Bapa berkatilah kami semua dan pakailah kami dengan bantuan Roh-Mu menjadi agen Rekonsiliasi untuk
Pemulihan Bangsa Papua bagi perdamaian dunia, hanya demi hormat dan kemuliaan namaMu).
Ya Bapa yang maha adil, bangsa Papua merindukan „surga dunia‟ yang sudah terhilang; Papua merindukan
„zaman bahagia‟ di mana tiada ratap dan tangis; Bawalah bangsa Papua ke dalam rencana dan kehendak-Mu;
Hanya Dikaulah yang memiliki Otorita Tertinggi untuk memutuskan mata rantai penjajahan ini;
Hanya kepada-Mu Bapa, bangsa Papua bermohon, berpasrah serta berharap. AMIN.
Mazmur Ratapan ini didaraskan oleh Selpius Bobii pada jam 00.00 – 00.33 malam
dalam „Doa Pemulihan Bangsa Papua‟, di Tunas Harapan - Port Numbay (Jayapura) – Papua,
Minggu 4 Oktober 2020
298
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
(Mazmur Rekonsiliasi di bawah ini kita mendaraskan atau doakan pada jam 3 sore dan jam 3 subuh serta
pada jam 9 pagi dan jam 9 malam)
Ya Bapa, kekallah hidup-Mu, kekallah kuasa-Mu dan agunglah karya-Mu; Engkau menjaga tatanan kosmos
alam raya dengan daya kasih-Mu yang tak terhingga; Dengan kasih-Mu yang maha besar, Dikau menciptakan
manusia pertama; Dan menempatkan manusia itu di taman bahagia „di Taman Eden‟; Namun, kejatuhan Adam
dan Hawa ke dalam dosa mengakibatkan hilangnya „zaman bahagia itu‟; Pelanggaran manusia pertama
berakibat pada putusnya hubungan antara Allah dengan manusia; Tatanan kosmos menjadi rapuh, relasi
manusia dengan Allah terputus, manusia menjadi serigala bagi sesama, keharmonisan antara manusia
dengan alam lingkunganpun terganggu.
“Karena begitu besar kasih Allah bagi dunia ini, maka Bapa mengutus „anakMu Yesus‟ ke dunia; Yesus adalah
„Adam baru‟ yang diutus Bapa untuk memulihkan hubungan yang sudah lama terputus dengan manusia dan
Allah akibat kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa; Yesus adalah firman Allah yang „terinkarnasi‟ yang
telah mengosongkan dirinya dan mengambil rupa sebagai seorang hamba;
Yesus adalah hamba Allah yang paling setia dalam melaksanakan misi Agung „Allah untuk mengembalikan
umat manusia kepada hakekatnya yang asli; Yesus menebus umat manusia dengan „darah-Nya yang murni
dan tak bercela‟; Yesus adalah „jalan, kebenaran dan hidup‟; Setiap umat manusia yang percaya kepada-Nya
dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruslamat tidak akan binasa, melainkan „akan beroleh hidup yang
kekal‟, disebut „anak-anak Allah‟ sebagai ahli waris „warga kerajaan Allah‟.
Ya Yesus, putra Allah yang tak bernoda, dengan darah-Mu yang maha suci, Engkau menebus umat manusia;
Barangsiapa percaya kepada-Mu dan bertobat, serta menerimaMu dalam hidupnya sebagai Tuhan dan
Juruselamat, maka semuanya yang percaya padaMu masuk dalam kawanan bangsa yang terpilih, imamat
yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri; Engkau disebut „Kristus‟ yang adalah
„pemenang abadi‟ yang telah mengalahkan dosa; Dosa adalah „maut‟; dan maut itu adalah „kematian kekal;
Walau Engkau mati dan dikuburkan, tetapi Dikau dibangkitkan Allah dengan Jaya; Dengan demikian maut tidak
akan menguasainya lagi kepada semua orang percaya yang memelihara hukum Tuhan dalam berbagai
tradisi; semuanya akan dibangkitkan pula dengan tubuh kemuliaannya.
Ya Yesus Kristus yang maha mulia, Dikau telah mengajarkan „Kebenaran‟; „Kebenaran‟ itulah „firman Allah‟;
Dan Engaku sendirilah „Kebenaran itu‟ karena Engkau adalah „Sang Logos, Sang Sabda‟ yang telah menjelma
menjadi manusia; Setiap umat manusia yang menerima-Mu sebagai „kebenaran‟ akan dimerdekakan;
„Kebenaran-Mu‟ yang memerdekakan, „kebenaran-Mu‟ yang menghidupkan, kebenaran-Mu yang
mendamaikan; Setiap umat manusia yang mengikuti teladan-Mu, akan menemukan „jalan menuju kepada
Bapa‟ karena Engkaulah „jalan menuju kepada Bapa‟; Setiap umat manusia yang menerima „kebenaran-Mu‟
dan menghayatinya dalam hidupnya, mereka menemukan kehidupan dan kedamaian kekal bersama Bapa di
Surga.
Dua ribuh tahun lalu Engkau, ya Yesus memaklumkan berita tentang „Kerajaan Allah‟ yang adalah Kerajaan
Damai yang tiada ratap dan tangis; Engkaa mengundang semua umat manusia untuk masuk menikmati
„Kerajaan Damai‟ yang kekal itu; Setiap umat manusia yang mendengar firman-Mu dan percaya kepada-Mu
serta bertobat, sehingga menerima-Mu sebagai Tuhan dan juruselamat, maka Engkau akan membukakan
299
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
pintu Kerajaan Allah yang abadi itu bagi umat manusia yang hidupnya berkenan kepadaMu dan memberi
mahkota kemuliaan serta memberinya jubah putih yang diliputi kemuliaanMu.
Dua ribuh tahun lebih telah berlalu, setelah Dikau ya Yeus Kristus memaklumkan berita tentang „Kerajaan
Allah‟; Akan tetapi masih banyak umat manusia belum percaya kepada firman-Mu, walaupun Dikau, ya Yesus
adalah satu-satunya tokoh sepanjang sejarah manusia yang memaklumkan bahwa „tiada jalan lain menuju
kepada Bapa di Surga, jikalau tidak melalui-Mu; Engkau telah memaklumkan bahwa Engkaulah „JALAN,
KEBENARAN dan HIDUP‟, namun kebanyakan umat manusia tidak percaya bahwa Engkau adalah „Anak Sulung
Allah – Mesias dari Allah‟, firman Allah yang hidup, yang telah menjelma menjadi manusia - mengambil rupa
seorang hamba; Walaupun ada banyak umat manusia yang percaya kepadaMu, namun dalam hidupnya tidak
dengan sungguh-sungguh melaksanakan perintah-perintahMu - ajaran-ajaranMu yang membebaskan,
menyelamatkan dan menghidupkan.
Yesus Kristus yang maha mulia, Engkau mengetahui bahwa „kebanyakan umat manusia di bumi ini‟ masih
berjalan dengan hikmat duniawi; Sebagian besar umat manusia sejagat ini menolak hikmat dari atas –
„hikmat dari Allah‟; Hikmat dari Allah menuntun manusia pada „kebenaran‟, menuntun manusia kepada
keadilan yang sejati, menuntun manusia kepada damai sejahtera lahir bathin; Tidak percaya kepadaMu ya
Yesus dan tidak mentaati perintah-perintahMu berarti menolak hikmat dari Allah; Menolak hikmat dari Allah
berarti menolak „kebenaran‟ yang adalah setiap firman yang ke luar dari mulut Allah.
Ya Tuhan, di depan mata-Mu dunia sedang hancur berpuing-puing karena „kesombongan manusia‟ yang tidak
menghargai martabat manusia dan tidak menjaga keutuhan ciptaan-Mu; Martabat manusia diinjak-injak oleh
kaum tertentu yang merasa diri paling unggul dan beradab; Hak-hak dasar masyarakat pribumi dikuasai dan
dijarah, bahkan terjadi pemusnahan etnis di belahan dunia; Ya Tuhan, manusia adalah makhluk yang paling
mulia di antara makhluk hidup yang lain, namun ada marga, ada suku dan ada etnis tertentu sudah dan
sedang hilang musnah dari muka bumi ini;
Wilayah tempat hunian masyarakat pribumi dikuasai, dijajah dan hasil kekayaan buminya dijarah; sehingga di
sentero dunia terjadi kekacauan, kemelaratan dan ketidak-adilan dalam berbagai dimensi kehidupan.
Ya Tuhan, salah satu bangsa yang mengalami penjajahan di era modern sampai post modern ini adalah
Papua; Di depan mata-Mu Tuhan, bangsa Papua dijajah dan dijarah oleh bangsa-bangsa tertentu yang merasa
diri paling super dan beradab; Bangsa Papua berjalan bertahan hidup ini dari pangkuan bangsa Belanda,
Bangsa Jepang, kembali ke Pangkuan Belanda, diserahkan ke pangkuan PBB (UNTEA) dan terakhir bangsa
Papua dipaksa masuk ke dalam NKRI; Penjajahan dan penjarahan paling mengerikan yang dirasakan oleh
bangsa Papua di era pendudukan Jepang dan terakhir pendudukan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Martabat manusia Papua dipandang rendahan, bahkan dianggap manusia kelas dua dan dilabeli dengan
berbagai stigma: monyet, kera, kotor, jijik, primitif, dan lain sebagainya;
Kehormanisan kehidupan di Tanah Papua yang telah lama dibangun dari generasi ke generasi telah hancur
berantakan; Relasi yang dibangun antara sesama ciptaan Tuhan serta dengan Yang Ilahi menjadi rapuh dan
khaos; Hak kesulungan bangsa Papua „untuk kemerdekaan kedaulatan‟pun dirampas.
300
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Ya Tuhan Yesus, bahtera kehidupan bangsa Papua sebagai sebuah bangsa di ufuk Timur sedang ditimpa
badai dari barat yang dasyat; Hidup kami semakin terancam, teraniya, terpenjara dan semakin terkekang;
Hidup kami bagaikan bunga bakung di padang yang kian mekar sebentar dan layu serta mati; Hari-hari umur
hidup orang Papua diperpendek, karena kapan saja etnis Papua dibantai bagai binatang oleh para algojo
Indonesia dan rakyatnya.
Ya Tuhan, kami jalani hidup di atas tanah leluhur kami diliputi perasaan takut, gentar, gelisah, kecemasan
dan ketidakpastian akan hari esok; Karena di semua lorong jalan diduduki oleh manusia pengintai, pembunuh
dan perampok; Langkah kaki kami semakin diperpendek, dibatasi, dikekang dan dipenjara; Masa depan kami
semakin suram.
Tuhan Yesus Kristus, Engkau datang ke dunia untuk mendamaikan kembali hubungan manusia dengan
manusia, hubungan manusia dengan makhluk ciptaan lain, dan terlebih memulihkan hubungan manusia
dengan Allah yang telah lama terputus akibat pelanggaran Adam dan Hawa; Dua ribuh tahun yang lalu, Tuhan
Yesus, Dikau memaklumkan „kasihilah musuhmu, berdamailah dengan sesamamu sebelum engkau
mempersembahkan korban persembahan di Mezbah, agar doamu didengar Bapa di Surga, ampunilah maka
dosamu juga akan diampuni Bapa, berdoalah bagi musuhmu, dan lain sebagainya; Betapa berat bagi kami ya
Tuhan untuk melaksanakan perintah-perintahMu; Karena begitu beratnya penindasan yang kami bangsa
Papua alami selama satu abad lebih; Tetapi Engkau berfirman: “ampunilah dan kamu akan diampuni” (Lukas
6:37), seperti dalam doa Bapa kami yang Tuhan Yesus sendiri ajarkan: „ampunilah akan dosa kami, sebab
kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami‟ (Lukas 11:4).
Ya Yesus Kristus sang pendamai sejati, bangsa Papua menyadari bahwa kami (baik yang terlihat dan tidak
terlihat) adalah makhluk ciptaan Allah yang tidak luput dari salah dan dosa; Banyak pelanggaran-
pelanggaran yang bangsa Papua lakukan sepanjang sejarah suku-suku di seluruh pulau Papua dan pulau-
pulau di sekitarnya;
Untuk itu, walau begitu beratnya hati kami untuk melepaskan pengampunan, tetapi kami bangsa Papua
mengambil inisiatif, sehingga di dalam namaMU Allah Tritunggal: „Dari lubuk hati kami yang paling dalam,
kami memaafkan mereka semua, kami melepaskan pengampunan kepada mereka semua yang telah
melakukan kejahatan kepada bangsa Papua‟; Karena bangsa Papua juga hendak berdiri sama tinggi dan
duduk sama rendah dengan bangsa-bangsa merdeka lainnya, serta hidup damai dengan siapapun dari
bangsa manapun di dunia yang telah menyakiti hati kami; Pelepasan pengampunan ini dilakukan atas dasar
tuntutan perintahMu ya Yesus Kristus: „ampunilah dan dosamu juga diampuni, kasihilah musuhmu,
berdamailah dengan sesama sebelum berdoa memohon kepada Allah‟, dan perintahMu yang lain.
Ya Tuhan Yesus, Sang Rekonsiliator Agung! Pelepasan pengampunan ini tidak semata-mata untuk selamanya
kami bangsa Papua tunduk ditindas dan menerima penindasan dari Negara Indonesia dan para sekutunya,
akan tetapi ini adalah perintah-Mu ya Yesus Kristus yang harus dilakukan oleh kami sebagai pengikut Kristus
yang setia; karena menjadi murid Yesus berarti merelakan diri sepenuhnya mengikuti teladan yang
diajarkan olehMu melalui perkataan dan perbuatan; Ya Tuhan, kami berdoa dan berharap bahwa bagi sesama
bangsa Papua yang mengaku dirinya sebagai pengikut Kristus dan penganut agama lain yang mendambakan
keadilan dan perdamaian Papua bagi perdamaian dunia, digerakkan oleh Roh Kudus untuk melepaskan
pengampunan juga bagi bangsa-bangsa lain di dunia yang menjajah dan menjarah bangsa Papua selama ini.
Tuhan Yesus, sang tokoh pendamai, pelepasan pengampunan ini tidak serta merta tunduk ditindas atau
menerima segala bentuk penindasan dari bangsa lain kepada bangsa Papua, tetapi pelepasan pengampunan
301
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
ini dilakukan sesuai perintahMu, agar doa permohonan bangsa Papua didengar dan dijawab oleh Allah
Tritunggal;
Karena RohMu bersaksi kepada kami bahwa hal ini menjadi salah satu faktor penghalang bagi terwujudnya
kerinduan bangsa Papua untuk memulihkan kembali „kedaulatan bangsa Papua‟ yang dirampas oleh Indonesia
atas dukungan bangsa-bangsa lain.
Ya Tuhan Yesus atas perintahMu, kami melakukan pelepasan pengampunan kepada bangsa-bangsa lain di
dunia adalah „sebagai pra-syarat bagi pemulihan kembali hak kedaulatan bangsa Papua yang telah dirampas
oleh NKRI dan para sekutunya‟; Dan pelepasan pengampunan ini „BUKAN sebagai pra-syarat untuk selamanya
bangsa Papua menerima pendudukan dan penjajahan Negara Indonesia dan para sekutunya‟.
Ya Allah, padamulanya Engkau menciptakan „semuanya baik adanya‟, namun ketika kejatuhan Adam dan Hawa
ke dalam dosa, tanah ini dikutuk, maka semuanya ada dalam kutukan-Mu; Sehingga bangsa Papua juga
diserang oleh makhluk lain (alam roh) atas perintah para penindas yang menjajah bangsa Papua, maka itu
kami bangsa Papua di dalam namaMu Yesus: „melepaskan pengampunan‟ kepada semua makhluk lain di dunia
yang menyerang bangsa Papua dalam „alam roh‟ dalam segala bentuk dan cara; Bangsa Papua berdamai
dengan mereka serta ingin hidup damai segaimana adanya pada sediakala di zaman bahagia di Taman Eden.
Ya Tuhan, kami bangsa Papua sebagai manusia biasa sebagaimana manusia lain di seluruh dunia, yang tidak
luput dari salah dan dosa, terlebih menumpahkan darah sesama manusia dari bangsa lain, maka bangsa
Papua (baik yang terlihat maupun tidak terlihat),„di dalam namaMu Yesus: „kami memohon dimaafkan kepada
bangsa-bangsa lain di dunia atas segala pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan sepanjang sejarah hidup
manusia Papua sejak berkontak dengan bangsa lain di dunia hingga saat ini.
Tuhan Yesus Kristus, dalam perjalanan bangsa Papua, kami juga menyadari bahwa di antara sesama bangsa
Papua, baik yang terlihat maupun tidak terlihat melakukan pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan
sesama Papua menderita, terluka, tersakiti, terbunuh dan teraniaya; Untuk itu, melalui doa mazmur
rekonsiliasi ini, di dalam namaMu Yesus, sang pendamai agung: „kami saling memaafkan dan dimaafkan serta
saling melepaskan pengampunan untuk merajut kembali kedamaian yang terhilang, demi terwujudnya
„syalom” yang menjadi kerinduan bangsa Papua.
Ya Tuhan, dalam perjalanan perjuangan bangsa Papua, kami menyadari bahwa kebanyakan aktifis Papua
tidak memahami rencana dan kehendakMu, sehingga rencanaMu dan rencana kami tidak konek; Sikap
primondialisme, nasionalisme Papua yang sempit, faksisme, keangkuhan dan tidak saling menghargai
sesama aktifis dan antar organisasi pergerakan mewarnai perjuangan ini, sehingga kami tidak bersatu
sehati, sejiwa, sepikir, sesuara, seaksi dan sekomando (artinya bangsa Papua tidak bersatu). Hal inilah yang
menjadi perjuangan bangsa Papua menempuh jalan panjang yang berliku-liku dan mengakibatkan banyak
anak negeri Papua telah tiada; Untuk itu, Ya Tuhan yang maha pengasih, di dalam namaMu: „kami saling
memaafkan dan dimaafkan untuk merajut kembali kesatuan bangsa Papua sebagai kekuatan yang utuh dan
tak terceraikan, yang disatukan oleh kuasa RohMu, sehingga selanjutnya sehati, sejiwa, sepikir, sesuara,
seaksi dan sekomando sesuai rencana dan kehendakMu ya Tuhan, yang digerakkan dan dituntun oleh RohMu
ke dalam kehendakMu dan kebenaranMu yang menghidupkan, mendamaikan, menyelamatkan dan
membebaskan bangsa Papua dari segala bentuk penjajahan dan penjarahan dari Negara Indonesia dan para
sekutunya.
Ya Kristus, pemulih hidup kami, mazmur ratapan, rekonsiliasi dan restorasi (pemulihan) Papua ini dibuat
atas perkenaanMu yang digerakkan RohMu; Pasti ada pihak tertentu mencemoh dan menolak doa-doa ini;
Untuk itu, kami memaafkan mereka bagi pihak tertentu yang akan meremehkan doa-doa ini, dan kami mohon
302
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
kepadaMu, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu rencana dan kehendak Allah untuk masa depan
bangsa Papua.
Selanjutnya, kepada-Mu ya Yesus Kristus, sang rekonsiliator sejati, kami bangsa Papua memohon dengan
sungguh-sungguh dari lubuk hati kami yang paling dalam: „Dengan tangan kudus-Mu menurunkan berkat
pengampunan bagi bangsa Papua dan bangsa-bangsa lain di dunia (baik terlihat maupun tidak terlihat)‟;
serta pakaikanlah jubah kemulianMu kepada segenap „alam roh‟ di Tanah Papua pada khususnya dan di dunia
yang takut dan berharap kepadaMu ya Tuhan;
Sebab ada tertulis: „Dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan,
karena seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan karena kehendaknya sendiri, tetapi oleh
kehendak Dia, yang telah menaklukannya, tetapi dalam pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan
dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah;
sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit
bersalin; dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga
mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak yaitu pembebasan tubuh kita ‟
(Roma 8:19-23).
Dan kami memohon kepada-Mu ya Yesus Kristus: „Damaikanlah Bangsa Papua dengan bangsa-bangsa lain di
dunia yang menduduki dan menjajah bangsa Papua serta menjarah segala macam kekayaan yang ada di atas
tanah leluhur kami Papua; Serta kami memohon dengan penuh kerendahan hati: „Engkau memulihkan kembali
hak kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua yang telah dicaplok ke dalam NKRI‟, sehingga keadilan dan
kedamaian-Mu itu sungguh nyata dan hadir di Tanah Papua bagi perdamaian dunia.
Akhirnya Ya Yesus, sang rekonsiliator agung, tebuslah bangsa Papua dengan „darah suci-Mu‟ menjadi bangsa
alternatif di akhir zaman sesuai janji-Mu, bergandeng bersama dengan bangsa Israel pilihanMu, serta bangsa
lain di dunia yang benar-benar takut akan Tuhan dan taat pada perintah-perintahMu untuk mempersiapkan
JALAN bagiMu yang akan memimpin Kerajaan 1000 tahun, sehingga menjadi „bangsa yang diberkati, imamat
yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kami semua memberitakan
perbuatan-perbuatan yang besar dari Tuhan, yang telah memanggil kami menjadi murid-Mu dan diangkat
menjadi umat kepunyaan-Mu, yang ke luar dari kegelapan kepada terang Tuhan yang ajaib‟.
Terpujilah Tuhan, kekallah kasih setiaMu sepanjang segala masa. AMIN.
Mazmur Rekonsiliasi ini didaraskan oleh Selpius Bobii pada jam 03.00 – 03.33 subuh
dalam „Doa Pemulihan Bangsa Papua, di Tunas Harapan - Port Numbay (Jayapura) – Papua,
Minggu 4 Oktober 2020
303
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
(Mazmur Pemulihan di bawah ini kita mendaraskan atau doakan pada jam 6 pagi dan jam 6 sore)
Ya Bapa yang maha tahu, Dikau mengetahuinya bahwa masalah mendasar Papua adalah „distorsi sejarah
politik‟ bangsa Papua;
Kami berdiri di sini bersama sejarah „Deklarasi Manifesto Politik Bangsa Papua‟ pada 19 Oktober 1961 dalam
Kongres I bangsa Papua dan kami juga berdiri di sini bersama sejarah Sang Bintang Fajar yang pertama kali
mengudara pada 1 Desember 1961;
Ya Allah pencipta langit dan bumi serta segala isinya, Dikau tahu bahwa bangsa Papua berjuang untuk
menegakkan kebenaran sejarah yang dibengkokkan dan ditutupi oleh NKRI dan para sekutunya;
Kami yakin dengan sungguh-sungguh bahwa sejarah politik Papua yang diteruskan oleh para pendahulu kami
adalah benar adanya, dan hal ini didukung oleh sebuah tulisan ilmiah karya Profesor Dr. Drooglever di
Belanda serta karya ilmiah lainnya yang ditulis oleh orang Papua dan non Papua.
Ya Bapa sumber kebenaran Ilahi, walaupun kami adalah generasi ketiga dalam perjuangan ini, kami berusaha
mendalami sejarah Papua dan kami meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa kami berada pada jalan yang
benar, karena jalan sejarah adalah jalan benar; Kami tidak akan pernah keluar dari jalan sejarah, jalan yang
dirintis para pendahulu kami, karena jalan sejarah ini dibayar dengan banyaknya air mata darah Papua yang
tidak bersalah.
Ya Bapa yang maha kudus, kami tidak pernah mundur selangkahpun, karena kami berada pada jalan sejarah
– jalan kebenaran; hidup kami dipertaruhkan untuk membela yang benar, untuk menegakkan kebenaran
sejarah Papua demi keadilan dan perdamaian Papua untuk perdamaian dunia; Kami tidak seperti Negara
Indonesia serta negara pendukung lainnnya yang selama ini pantang mundur dalam mempertahankan
penjajahan dan penjarahan di tanah Papua untuk membela yang salah.
Ya Allah yang maha adil, Engkau mengetahui dengan pasti siapa yang benar dan siapa yang salah; Karena
semua yang terjadi dalam perjalanan sejarah bangsa Papua terjadi di depan mata-Mu Tuhan; Pertarungan
Ideologi Pancasila dan Ideologi Mabruk telah memakan korban yang tiada tara; Indonesia di dukung oleh
negara-negara pendukungnya mempertahankan kebenaran menurut versi mereka; sementara bangsa Papua
serta para simpatisan Internasional mempertahankan kebenaran sejarahnya;
Jika kedua-duanya tidak ada yang mengalah dan mengakui kesalahannya, maka ke depan banyak manusia
yang akan dikorbankan selama mempertahankan kebenarannya masing-masing;
Kami bangsa Papua bertekad berjuang sampai titik darah penghabisan- artinya selagi masih ada generasi
Papua yang jatuh cinta pada tanah airnya, mereka akan terus bangkit untuk memperjuangkan penegakkan
kebenaran untuk keadilan dan perdamaian Papua bagi perdamaian dunia; kami bertekad berjuang sampai
kebenaran itu membuktikan dirinya bahwa „ia benar adanya‟ dan pada akhirnya „kebenaran itu akan ke luar
sebagai pemenang akhir yang tak terkalahkan.
Ya Bapa, hakim agung yang maha adil, kami bangsa Papua memohon-Mu yang kesekian kalinya dari lubuk hati
kami yang paling dalam bahwa “mohonlah kiranya selidikilah dan selesaikanlah perkara status politik bangsa
Papua yang sudah 57 tahun lebih bangsa Papua bertarung dengan Negara Indonesia; Keadilan-Mu bagaikan
hujan pada musim penghujan, keadilanMu bagaikan embun pada musim semi, dan kasih setiaMu bagaikan
sungai yang mengalir siang dan malam tiada henti;
304
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Ya Bapa, kami mohon campur tangan-Mu untuk menyelesaikan distorsi sejarah Papua yang telah memakan
korban materi, korban perasaan, korban waktu, korban tenaga, dan bahkan korban nyawa manusia yang
tidak sedikit; Biarlah ya Tuhan, keadilan-Mu bergulung-gulung meresap ke bumi ini membangkitkan jiwa-jiwa
yang rindu kebebasan, biarlah keadilan-Mu mengalir deras meresap ke dalam lelung jiwa-jiwa bangsa Papua
yang sedang letih, lesuh dan berbeban berat memikul Salib kebenaran untuk keadilan dan perdamaian Papua.
Ya Bapa, tak cukupkah jutaan orang asli Papua yang telah tewas dibunuh, baik secara nyata dan terselubung
oleh para algojo Indonesia? Ya Tuhan, tak cukupkah air mata darah Papua yang telah tercurah demi
menebus kebebasan bangsa Papua untuk terwujudnya keadilan dan perdamaian Papua?
Ya Tuhan, kepada siapakah kami meminta pertolongan? Kami telah berulang kali meminta tolong kepada para
pembesar di dunia ini, tetapi tidak ada yang mampu memutuskan belenggu penindasan ini; Kebanyakan dari
mereka hanya sibuk bekerja sama dengan Indonesia untuk menjajah bangsa Papua dan menjarah sumber-
sumber ekonomi di Tanah Papua; Pada forum-forum terhormat, misalnya di forum PBB, kebanyakan dari
mereka berbicara pentingnya penegakkan hukum, HAM dan demokrasi, tetapi itu hanyalah sederatan kata-
kata indah yang tak bermakna; Di balik kata-kata indah tersembunyi kepalsuan, kebohongan, kesombongan
dan kepentingan, serta keserakahan;
Walaupun demikian, kami bangsa Papua menghargai beberapa orang pembesar di manca negara yang
dengan sungguh-sungguh menyuarakan pembebasan bagi bangsa Papua dari segala bentuk penindasan dan
perbudakan terselubung yang sangat mengerikan dari Negara Indonesia serta para negara sekutunya
kepada orang Papua.
Ya Tuhan yang pengasih dan penyayang, berapa lama lagi Engkau membiarkan bangsa Papua merana
seorang diri mencari keadilan dan perdamaian di dunia ini?
Selama ini para politisi Indonesia serta rakyatnya mengatakan bahwa „kemerdekaan bangsa Papua sedang
menunggu waktu Tuhan‟, ada yang bilang bahwa „bangsa Papua tidak akan merdeka‟;
Pernyataan-pernyataan ini menantang Tuhan: „Apakah Tuhan sungguh-sungguh turun tangan untuk menolong
bangsa Papua keluar dari lingkaran belenggu penjajahan dan perbudakan ini?‟ Atau apakah Tuhan hendak
membiarkan bangsa Papua hilang musnah dari tanah leluhurnya– tanah Papua?
Jika Allah terus membiarkan bangsa Papua menderita dan musnah dari tanah leluhurnya, mengapakah Allah
menciptakan Tanah Papua dan menempatkan kami bangsa Papua di atas tanah ini? Bangsa Papua mati
terbunuh habis bagaikan „kancil kecil‟ terinjak-injak oleh gajah-gajah raksasa dunia; Mengapakah Allah terus
diam membisu?
Allah Roh Kudus berdoalah bagi kami bangsa Papua kepada Tuhan di Surga; Karena hari-hari hidup kami
semakin terancam, para algojo memasang para pengintai di pelosok negeri leluhur kami; Hanya demi sesuap
nasi sesama Papua tertentu diperalat menjadi hamba NKRI untuk mempertahankan penjajahan dan
penjarahan;
Hanya demi HARTA, TAHTA dan WANITA, orang Papua tertentu menjadi hamba NKRI; Para hamba NKRI ini
melancarkan berbagai bentuk aksinya untuk memburu para pejuang keadilan dan kedamaian; Mereka nekad
memburu, meneror dan mengintimidasi sesama Papua, bahkan ada pula yang nekad membunuh sesama
Papua yang jalan dalam barisan perjuangan; Langkah kami semakin dibatasi; suara kami semakin dikekang;
Tiada hari tanpa intimidasi;
Walau kebebasan kami dibatasi, ruang gerak kami dikekang, langkah kami dibatasi, tetapi kami tetap di sini –
di negeri leluhur Papua, kami tetap berdiri kokoh bersama kebenaran sejarah Sang Bintang Fajar.
Tiada hari tanpa pengintai yang memantau gerak langkah kami; tetapi tidak takut dengan kehilangan nyawa
kami; Kami hanya takut dan khawatir akan musnahnya etnis Papua dari tanah leluhurnya, akibat penjajahan
Indonesia yang didukung negara-negara sekutunya yang tak henti-hentinya melancarkan operasi terbuka
305
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
dan tertutup untuk memusnahkan etnis Papua; Seluruh hidup ini, dipersembahkan untuk kebebasan bangsa
Papua; Jika Tuhan menghendaki nyawa kami pun siap dipertaruhkan demi sebuah keadilan, demi sebuah
kebebasan dan demi sebuah kedamaian; Untuk itulah kami dilahirkan, untuk itulah kami dibesarkan dan
untuk itulah kami mengabdi; Banyak anak negeri Papua telah gugur dalam medan perjuangan adalah bukti
kecintaannya untuk pembebasan tanah tumpah darah Papua.
Tiada tempat untuk kami bersembunyi; Tiada tempat untuk kami berlari menyelamatkan diri; Walaupun
setiap saat kami diburu oleh para algojo dan para hamba NKRI, akan tetapi di tempat inilah - di Tanah Papua
tempat kami dilahirkan, tempat kami dibesarkan, tempat kami dibentuk, tempat kami dididik, tempat kami
berjuang, tempat kami mengabdi dan tempat ini pula – di Tanah Papua akan mengakhiri hidup kami ketika
nafas hidup ini diambil kembali oleh Tuhan; dan di negeri leluhur inilah tempat kami disemayamkan jika waktu
Tuhan tiba untuk mengakhiri nafas hidup ini; sementara sesama Papua lainnya ke luar negeri dengan tujuan
melaksanakan peran kampanye dan diplomasi;
Ya Tuhan, di manakah tempat sandaran kami, di manakah tempat untuk kami berlindung? Hanyalah kepada-
Mu Tuhan tempat perlindungan, tempat sandaran, kota yang berkubu dan benteng pertahanan kami.
Ya Bapa, di tangan kami hanya ada kebenaran sejarah dan realitas masa kini; Di tangan kami hanyalah
kebenaran FirmanMu; Itulah kebenaran yang kami gunakan untuk menghadapi Indonesia dan para sekutunya;
Selama ini negara Indonesia menghadapi bangsa Papua dengan segala kekuatan yang dimilikinya; Namun,
hingga kini, RI dan para sekutunya tak mampu menghentikan perjuangan bangsa Papua untuk menegakkan
kembali „kemerdekaan kedaulatan Papua‟ yang telah dicaplok ke dalam NKRI;
Mengapa RI tak mampu mematahkan perjuangan bangsa Papua? Bangsa Papua tidak memiliki kekuatan
seperti yang dimiliki oleh Negara Indonesia dan para sekutunya; Kekuatan kami adalah komitmen kami;
Kekuatan kami adalah kasih setia kami; Kekuatan kami adalah doa kami; Kekuatan kami adalah beriman dan
berpengharapan hanya kepadaMu Tuhan;
Selama ini negara Indonesia dan para sekutunya dengan mudah menghancurkan apapun yang ada di Tanah
Papua, tetapi mereka tak akan mampu menghancurkan kekuatan-kekuatan di atas ini yang dimiliki oleh
bangsa Papua; Kekuatan-kekuatan itu telah menjadi darah daging dalam jiwa-jiwa Papua, sehingga mereka
sangat sulit untuk menghancurkannya.
Wahai Roh Allah, Dikaulah diberi tugas untuk melanjutkan misi agung yang ditinggalkan oleh Yesus; Engkau
diutus Tuhan untuk melanjutkan misi penyelamatan Allah bagi umat manusia di planet bumi ini;
Papua berada dalam rencana dan ketetapan Allah; Papua adalah bangsa alternatif menjelang akhir zaman,
maka kami mohon dengan penuh kerendahan hati dan dari lubuk hati kami yang paling dalam: mohonlah
kiranya wahai Roh Allah pasanglah busur kebenaranMu dan luncurkanlah anak panah Roh Kebenaran-Mu ke
segala penjuru dunia, kepada pembebasar-pembesar di dunia yang mengemban tugas untuk mengambil
keputusan-keputusan penting;
Biarlah anak panah kebenaran-Mu meresap masuk ke dalam ruang terdalam – di lubuk hatinya dan meresap
masuk juga ke dalam akal budi mereka; agar para pembesar dunia ini berpikir dengan matang dan
menimbang di hatinya dengan baik, sehingga dapat menggerakkan hati mereka untuk mengambil keputusan
yang adil dan bijaksana bagi penyelesaian masalah status politik bangsa Papua,
yakni mengakui secara de facto dan de jure kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua, 1 Desember 1961, yang
mana presiden RI, Soekarno pernah mengakui „adanya negara Papua‟ dalam maklumat Tiga Komando Rakyat
(TRIKORA), tetapi Negara Indonesia dibantu oleh para negara sekutunya menganeksasi Papua ke dalam NKRI
pada tahun 1960-an melalui invasi militer dan invasi politik, yaitu traktat perjanjian New York, 15 Agustus
1962 secara sepihak tanpa melibatkan wakil dari bangsa Papua.
306
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Wahai Roh Allah, Dikaulah diutus Tuhan ke dunia dan diberi tanggung jawab untuk melanjutkan karya agung
yang ditinggalkan oleh Tuhan Yesus; Untuk itu, kami juga memohon kepada-Mu dengan penuh kerendahan
hati, bahwa mohonlah kiranya Roh Allah memasang busur keadilan-Mu dan tembakkan ke seluruh dunia,
kepada para pembesar di bumi yang mengemban tanggung jawab untuk penegakkan kebenaran untuk
keadilan dan perdamaian;
Biarlah anak panah keadilan-Mu merembes masuk ke dalam akal budi dan hati mereka, agar tergerak oleh
belas kasihan akan penderitaan yang dialami bangsa Papua, sehingga pada saatnya yang tepat mengambil
keputusan yang paling penting dan solusi final untuk memutuskan mata rantai penindasan dan perbudakan
oleh Indonesia serta para sekutunya kepada bangsa Papua.
Ya Roh Allah, Dikaulah diutus Tuhan ke dunia sebagai daya yang menggerakkan, daya yang menghidupi dan
daya yang menginspirasi Gereja agar semakin tumbuh berkembang menuju kepenuhan janji Allah;
Tanah Papua adalah tanah tempat penuaian akhir Gereja Tuhan yang akan menjadi saksi-Mu untuk
mewartakan perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah bagi Papua dan dunia; Jika busur anak panah
kebenaran, anak panah keadilan, dan anak panah kedamaian-Mu tidak direspon oleh para pembesar di dunia,
terlebih pembesar di Indonesia, maka pada kesempatan ini kami memohon kepada-Mu dengan penuh
kepasrahan dan kerendahan hati, bahwa mohonlah kiranya Roh Allah melepaskan „Pedang Roh yang
membara‟ dan luncurkanlah ke seluruh dunia untuk memberikan peringatan dan teguran dengan tanda-tanda
keajaiban-Mu yang maha dasyat kepada para pembesar di dunia yang mengemban tugas luhur dalam
menangani dan menuntaskan berbagai konflik di dunia;
Biarlah „Pedang RohMu yang membara itu merasuki ke dalam akal budi dan hati mereka, agar daya Pedang
Roh menyadarkan mereka, sehingga mereka mengambil keputusan yang mengikat dan paling menentukan
dengan „jalan damai‟ untuk mengembalikan hak kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua yang dianeksasi ke
dalam NKRI dengan jalan mengakui kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua secara de facto dan de jure, 1
Desember 1961.
Ya Bapa yang panjang sabar, namun setia dalam melaksanakan ketetapan dan janji-Mu, mata iman kami
melihat dan RohMu bersaksi kepada para hambaMu bahwa sesungguhnya anak panah-anak panah Kebenaran,
Keadilan, Kedamaian, dan Pedang RohMu yang membara itu sudah dan sedang dilepaskan oleh-Mu, namun
dunia tidak menyelaminya, dunia tidak memahaminya, dunia tidak menangkap maksud di balik semua bentuk
peringatan yang menimpa Indonesia dan belahan dunia lainnya;
Baiklah jika bersikap masah bodoh dengan cara membiarkan bangsa Papua perlahan-lahan musnah dari
tanah leluhurnya;
Tetapi ya Tuhan, Dikau berfirman bahwa „pembalasannya ada di tangan Allah‟, bukan berada di tangan bangsa
Papua, bukan juga berada di tangan bangsa lain yang mendukung kami Papua.
Ya Tuhan pemegang kekuasaan tertinggi di bumi dan di surga, kami bangsa Papua sedang menyerahkan
sepenuhnya kepadaMu Tuhan untuk menyelesaikan masalah status politik bangsa Papua dengan caraMu ya
Tuhan;
Sebab Tuhan mengetahui bahwa kami bangsa Papua telah mengambil inisiatif lebih awal untuk melepaskan
pengampunan, bukan supaya bangsa Papua tetap tunduk ditindas selamanya, akan tetapi pelepasan
pengampunan itu bangsa Papua lakukan sebagai PRA-SYARAT untuk PERDAMAIAN Papua bagi PERDAMAIAN
dunia;
Sehingga pengakuan kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua, 1 Desemeber 1961 secara de facto-de jure dan
penyerahan kedaulatan kemerdekaan Papua, serta pemindahan kekuasaan pemerintahan dari Negara
Indonesia kepada bangsa Papua itu berjalan dengan damai melalui jalur diplomasi politik yang berwibawa,
demokratis, adil, bermartabat dan bertanggung jawab di bawah penyelenggaraan otorita tertinggi Tuhan
Allah.
307
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Ya Bapa, kekallah kasih setiaMu bagi semua ciptaan-Mu; Bangsa Papua adalah ciptaanMu; Bangsa Papua
adalah milikMu; Engkau telah menebus bangsa Papua dengan darah anakMu Yesus Kristus, maka kini kami
mohon kepada Bapa, tebuslah kembali bangsa Papua dengan kasih setia dan keadilanMu menjadi hambaMu;
Pakailah bangsa Papua seturut kehendakMu; Bapa yang maha pengasih dan maha penyayang, kami ingin
hidup berdamai dengan sesama seperti sediakala, kami ingin menjaga keharmonisan dengan makhluk
ciptaanMu yang lain; Ya Tuhan, pulihkanlah bangsa Papua dan damaikanlah dunia hanya bagi kemuliaan
namaMu.
Ya Bapa, kekallah keadilan-Mu, kekallah kasih setia-Mu; masa depan Papua tidak berada dalam rencana
manusia apapun di dunia ini; Masa depan bangsa Papua berada dalam rencana dan ketetapan-Mu;
RencanaMu, ketetapanMu, janjiMu adalah ya dan amin; Kami yakin dengan sungguh-sungguh bahwa
rencanaMu, ketetapanMu dan janjiMu akan dinyatakan indah pada waktuMu.
Ya Bapa yang penuh belas kasih, kami mengucap syukur dan berterima kasih atas semua beban penderitaan
yang diembankan kepada bangsa Papua untuk dipikul, karena di ujung jalan penderitaan ini, RohMu bersaksi
kepada para hambaMu bahwa ada rencana Allah yang paling indah yang sedang menanti bangsa Papua „yakni
zaman bahagia Papua‟; Dari sanalah bangsa Papua akan mempersiapkan JALAN bagi Tuhan, yang akan
datang ke dunia ini untuk memimpin kerajaan 1000 tahun.
Ya Bapa yang penuh kasih setia, rencanaMu untuk bangsa Papua maha besar dan maha mulia; Sehabis hujan
lebat, ada penampakan pelangi; Sehabis malam suntuh, ada mentari pagi yang merekah di ufuk Timur;
Begitulah akhir dari penderitaan bangsa Papua, RohMu bersaksi kepada kami bahwa ada „zaman bahagia‟
sedang menanti bangsa Papua;
RohMu bersaksi kepada para hambaMu bahwa „berbahagialah kepada siapapun dia yang sedang siap sedia
lahir maupun bathin – yang jubahnya dibersihkan dalam darah Anak Domba Allah - Yesus Kristus; Karena
siapapun dia yang sudah mentahirkan diri sajalah yang akan diijinkan memasuki zaman bahagia Papua untuk
mempersiapkan kedatangan Yesus yang kedua kali ke dunia;
Untuk itulah, ya Tuhan, selama ini Engkau memberikan peringatan, baik lewat pewartaan di mimbar-mimbar
Gereja, Musola, melalui mimpi, melalui penglihatan, akan tetapi kebanyakan bangsa Papua belum sadar,
belum menyesal dan belum bertobat (artinya masih mengeraskan hatinya) dan hanya sibuk berlomba-lomba
dalam perkara-perkara duniawi;
Sementara kehidupan rohaninya mati terhimpit oleh nafsu serakah dan keinginan daging semata;
Kebanyakan umat/jemaatMu belum mehami rencanaMu yang indah untuk masa depan bangsa Papua,
sehingga masih banyak orang belum „mentahirkan diri‟ (belum bertobat) untuk memasuki „zaman bahagia
Papua‟ yang dipenuhi kemuliaan-Mu.
Untuk itulah ya Tuhan, atas perkenaanMu, kami telah membentuk dan meluncurkan „JARINGAN DOA
REKONSILIASI untuk PEMULIHAN PAPUA‟;
Dengan bantuan RohMu, ya Bapa, pakailah siapapun yang terpanggil dan tergerak hatinya, dengan sukarela
bergabung dalam Tim Doa Rekonsiliasi di mana saja berada, untuk melakukan pekerjaan yang besar dan
mulia ini, yang mengambil peran sebagai agen Rekonsiliasi untuk Pemulihan Papua; Karena „Pemulihan Diri‟
akan menentukan „Pemulihan Papua‟; Namun, „ketika waktuMu tiba ya Bapa, maka Engkau akan memisahkan
ilalang dari gandum;
Bagi yang ilalang Engkau akan mencabutnya, sementara bagi gandum yang menghasilkan buah yang baik,
Engkau akan membiarkannya hidup dan diperkenankannya memasuki „zaman bahagia Papua‟, demikianlah
RohMu bersaksi kepada para hambaMu ya Bapa.
308
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Ya Bapa, kekallah keadilanMu dan kekuasaanMu tiada batasnya; Atas perkenaanMu, Engkau menurunkan para
penguasa di bumi, dan atas perkenaanMu pula Engkau mengangkat para penguasa di bumi, atas
perkenaanMu membentuk pemerintahan-pemerintahan di dunia, dan atas perkenaanMu pula membubarkan
pemerintahan-pemerintahan di bumi;
Maka itu, ya Bapa yang maha kuasa, dengan penuh kerendahan hati dari lubuk hati kami yang paling dalam:
„mohonlah kiranya Bapa nyatakanlah kehendakMu yang telah Engkau janjikan itu di Tanah Papua dan
turunkanlah berkat hikmatMu, kuasaMu dan perangkat pengamananMu, serta karunia-karunia lainnya kepada
para hambaMu yang sudah ditentukan dan ditetapkan oleh-Mu ya Bapa, untuk mewujudkan rencana dan
kehendakMu di tanahMu yang Engkau berkati ini, untuk menghadirkan „syalom‟ di Tanah Papua bagi
perdamaian dunia, hanya untuk hormat dan kemuliaan namaMu ya Bapa.
Ya Bapa, RohMu bersaksi kepada kami bahwa Engkau akan menebus janjiMu untuk memulihkan bangsa Papua
indah pada waktuMu; Tak ada kekuatan apapun di dunia ini yang akan mampu menahan atau membendung
penegakkan keadilan-Mu bagi bangsa Papua ketika tibalah waktuMu untuk Pemulihan Papua;
Biarlah bangsa Papua menjadi hambaMu yang setia untuk melaksanakan misi agungMu yang sedang menanti
bangsa Papua; Biarlah bangsa Papua menjadi milik kepunyaanMu bersama umat/jemaat pilihan dari bangsa
manapun di dunia yang Engkau tebus di dalam darah Anak DombaMu – Anak Domba Paskah - Yesus Kristus;
Biarlah bangsa Papua menjadi saksiMu bergandeng bersama dengan bangsa pilihanMu Israel; Biarlah
namaMu dipuji dan disembah sepanjang hari dan sepanjang malam non stop di dalam bait-Mu yang kudus di
Tanah Papua, karena Engkau layak mendapat pujian dan hormat serta kemuliaan untuk selama-lamanya;
Biarlah „Tanah Papua‟ menjadi „tanah tempat penuaian akhir bagi Gereja Tuhan‟ pada menjelang akhir zaman
untuk mempersiapkan kedatangan Yesus yang kedua kali untuk memimpin Kerajaan 1000 tahun.
Akhirnya „orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih yang baik, pasti pulang dengan
sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya yang baik; Sebaliknya, orang yang berjalan maju dengan
tertawa sambil menabur benih yang tidak baik, pasti pulang dengan menangis sambil membawa berkas-
berkasnya yang tidak baik‟.
Terpujilah ya Tuhan, kekal abadi kasih setia serta keadilan-Mu untuk selama-lamanya. AMIN.
Mazmur Pemulihan ini didaraskan oleh Selpius Bobii pada jam 06.00 - 06.34 pagi
dalam „Doa Pemulihan Bangsa Papua‟‟ di Tunas Harapan - Port Numbay (Jayapura) – Papua,
Minggu 4 Oktober 2020
309
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Pengantar
Dalam hidup ini adalah lima jenis relasi atau hubungan yang perlu dibina atau ditata
sedemikian rupa, agar kita menemukan damai sejahtera lahir maupun bathin. Kelima
hubungan itu adalah pertama, hubungan pribadi dengan Allah; kedua, hubungan pribadi
dengan alam semesta; ketiga, hubungan pribadi dengan leluhur; keempat, hubungan pribadi
dengan sesama manusia; kelima, hubungan pribadi dengan dirinya sendiri. Karena kelalaian
kita dalam menjaga lima jenis hubungan ini, sehingga hubungannya terganggu yang
berdampak buruk pada kehidupan ini. Untuk memulihkan kembali hubungan itu, maka
dalam Doa Rekonsiliasi untuk Pertobatan dan Perdamaian, kita meluangkan waktu untuk
berdoa dengan sungguh-sungguh. „Kerangka Doa‟ yang kami siapkan di bawah ini dapat
digunakan dalam rangka „Doa Rekonsiliasi untuk Pertobatan dan Perdamaian‟. Dalam
doanya dapat disesuaikan. (Sebelum berdoa, Anda baca dulu keseluruhan doa ini untuk
memahami isi doanya agar doanya disiapkan dengan baik dan membaca catatan yang kami
cantumkan).
Ada Lima Ujud Doa Rekonsiliasi untuk Pertobatan dan Perdamaian „Kontekstual
Papua‟
Doa Pembuka
Bapa yang kekal, karena begitu besar kasihMu bagi umat manusia, maka Engkau mengutus
PutraMu ke dunia ini untuk memulihkan hubungan antara manusia dan Engkau ya Bapa,
yang sudah lama terputus akibat kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam dosa.
Ya Bapa, kami bersyukur karena Engkau memberi kami kesempatan untuk memulihkan
diri, sebelum Engkau memulihkan bangsa Papua indah pada waktu-Mu.
Bapa yang kekal, kupersembahkan kepada-Mu Tubuh dan Darah, Jiwa dan Ke-Allahan
Purta-Mu yang terkasih Tuhan kami Yesus Kristus, sebagai pemulih dosa-dosaku dan dosa
bangsa Papua. Demi sengsara Yesus yang pedih, tunjukanlah belaskasih-Mu kepadaku dan
bangsa Papua.
Allah yang kudus, kudus dan berkuasa, kudus dan kekal kasihanilah aku dan bangsa
Papua. Amin.
Ya Allah, Bapa maha Pencipta dan Penyelenggara hidup. Hanya Engkau yang kami
sembah. Kepada-Mu kami mohon ampuni atas segala salah dan dosa kami pada-Mu.
310
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Terutama, kurang menyerahkan seluruh hidup kami pada Kuasa Bapa. Mohon damai dan
belas kasih terhadap segala salah dan dosa kami. Pada Bapa (………….sebut salah dan dosa).
Semoga berkat penebusan dan belas kasih-Mu, kami selalu menaruh harapan Kepada-Mu
atas seluruh persoalan hidup kami. Dan mohon keselamatan, terutama dalam penyatuan diri
kami yang lemah ini dalam DIRIMU yang Maha Daya yang terungkap melalui Salib Suci
Kristus yang dipenuhi oleh Roh Cinta Kasih. Semoga bimbingan Roh Kudus-Mu, kami
mencintai-Mu dengan segenap budi, hati, jiwa dan kekuatan.
Ya Allah Bapa Pencipta Alam Semesta, syukur atas bumi, langit, dan samudera raya yang
Tuhan berikan kepada kami secara cuma-cuma. Teristimewa alam Papua yang indah ini.
Bapa telah hadirkan aku di alamku (……..sebut tempat asal), (…….tempat lahir), dan kini
tinggal di alam (…….sebut tempat tinggal kini). Alam semesta ini baik adanya, namun telah
dinodai oleh salah dan dosa para leluhur kami (……sebut dosa leluhur pada alam), dan salah
dan dosa dari kami yang masih hidup (…..sebut jenis dosa). Ini karena tidak menjaga relasi
yang baik dengan alam ciptaan-Mu ini. Allah Bapa, yang kerahiman-Nya nyata melalui
pengorbanan Yesus Kristus di salib, kami mohon: Ampuni atas semua salah dan dosa para
leluhur serta alam roh yang Dikau tempatkan sebagai saksiMu dan kami turunannya
terhadap alam semesta ini.
Nyatakan kepada kami damai dan belas kasih-Mu memenuhi kami manusia dan alam kami
ini. Dan karuniakan kepada kami keselamatan dan kehidupan kekal. Yakni di atas alam ini
kemuliaan, damai, dan suka-cita-Mu menutupi kami. Semoga daya Roh Kerahiman Ilahi
menjiwai kami untuk hidup menyatu dengan alam dalam perlindungan Bapa di Surga.
Ya Allah Bapa leluhur suku-suku bangsa di dunia, Engkaulah Pencipta dan Pemilik
manusia, Engkau menciptakan kami di atas tanah Papua ini sebagai ras Melanesia, suku
bangsa Papua, khususnya suku (…..sebutkan nama sukunya) dari turunan marga kami
(…..sebutkan nama marga anda). Leluhur kami pertama hingga generasi kami kini bila masih
ada di fase penantian kemurahanMu (……sebutkan nama-nama leluhur pertama hingga kini pihak
ayah dan ibu), pernah melakukan salah dan dosa terhadap Bapa sebagai Allah Pencipta
(…..sebutkan kesalahan pada Allah), terhadap sesama manusia (…..sebutkan kesalahan pada
sesama), dan terhadap dirinya sendiri (……sebutkan kesalahan pada diri sendiri), melalui perang
suku atau perang saudara dan berbagai jenis kejahatan lainnya karena kebencian dan
kejahatan.
Atas semua salah dan dosa serta kejahatan mereka ini, hidup yang luhur dan suci ini
ternodai. Akibatnya: hidup generasi kami kini banyak mengalami kesakitan dan kematian
serta terasa jauh dari keselamatan suka cita dan kedamaian. Ya Bapa, berkat kerahimanMu
yang nyata melalui Tubuh dan Darah Yesus Kristus, sucikan dan bersihkan semua
311
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
kesalahan dan dosa para leluhur ini. Anugerahi mereka damai dan belas kasih serta
antarkan mereka memasuki hidup kekal dalam Kerajaan Bapa di Surga. Semoga mereka
menjadi orang kudus di Surga. Semoga, segala kebaikan para leluhur yang diwariskan turun
temurun menjadi berkat dan kekuatan bagi kami untuk mampu menjalani hidup seturut
kehendak-Mu bersama pendampingan para leluhur yang Tuhan selamatkan dalam
Perlindungan Bapa di Surga.
Ya Allah, Pencipta dan Pemersatu umat manusia. Kami adalah citra-Mu. Engkau
menghendaki kami hidup atas dasar Cinta Kasih antar sesama agar dapat menyelamatkan
satu terhadap yang lain. Bapa menghendaki kami hidup rukun, damai dan solider. Namun,
oleh karena kejahatan lebih besar dari pada kebaikan, kebencian lebih kuat dari pada cinta
kasih, kesombongan lebih menguasai dari pada kerendahan hati, dan kepentingan duniawi
lebih dominan dari pada mengikuti tuntunan Roh Kudus, maka banyak kami jatuh dalam
salah, dosa, dan kegelapan dunia. Kini saudara-saudari berbuat salah dan dosa terhadap
kami (…..sebutkan nama-nama orang dan kesalahannya pada kita). Atas kesalahan ini saya
sedang mengalami (……...sebut keadaan yang anda sedang alami). Selain itu saya juga berbuat
salah dan dosa terhadap sesamaku (……….sebutkan orang-orang yang anda lukai dan benci, dll).
Atas kesalahan ini dia (mungkin) sedang mengalami (…….sebutkan keadaan yang dialami
korban). Atas semua salah dan dosa ini kami mohon ampuni dengan salib Kristus yang
penuh Daya. Nyatakan kepada kami damai dan cinta kasih. Kurniailah kepada kami
keselamatan dan suka cita Surgawi. Semoga oleh salib Kristus kami dipenuhi Roh
Pendamai dan Pembaharu.
Ya Allah, Bapa pemilik hidup kami. Kami bersyukur atas segala kebaikan-Mu yang
diberikan kepada kami secara gratis. Terutama, rahmat kehidupan selain kelengkapan tubuh
kami. Engkau menghendaki kami hidup jujur, benar dan hadir di muka bumi ini. Namun,
karena kelemahan dan kecenderungan dunia ini, sehingga kami muda jatuh dalam salah dan
dosa. Kini kami sedang terbebani dengan salah dan dosa-dosa kami ini (………sebutkan
dosa dan salah anda dalam bentuk pemikiran, perkataan, perbuatan, dan kelalaian yang masih
terbebani). Ya Allah Engkaulah Maha Pengampun dan Pendamai. Kami mohon ampuni
kami atas semua dosa kami ini dengan belas kasih Putra-Mu Yesus Kristus yang mati di
kayu salib. Penuhi kami dengan damai dan belas kasih-Mu. Selamatkanlah kami dari segala
yang jahat. Semoga kami semakin menghayati diri kami sebagai BAIT ROH KUDUS,
Tempat dimana Roh Allah bersemayam. Semoga hidup kami semakin terdorong dari dunia
ini kepada Surga abadi. Semoga Roh Kudus-Mu membimbing dan mengantar kami dari
dunia nyata ke dalam Misteri Tritunggal Maha Kudus. Amin.
312
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Doa Penutup
Bapa yang kekal, kupersembahkan kepada-Mu Tubuh dan Darah, Jiwa dan Ke-Allahan
Purta-Mu yang terkasih Tuhan kami Yesus Kristus, sebagai pemulih dosa-dosaku dan dosa
segenap bangsa Papua. Demi sengsara Yesus yang pedih, tunjukanlah belaskasih-Mu
kepadaku dan bangsa Papua.
Allah yang kudus, kudus dan berkuasa, kudus dan kekal kasihanilah aku dan bangsa
Papua.
Bapa yang kekal, terimakasih atas berkat pengampunanMu atas segala dosaku dan dosa
segenap bangsa Papua. Ya Bapa, curahilah Roh KudusMu atas diriku dan kepada segenap
bangsa Papua; Bimbinglah kami dengan RohMu ke dalam seluruh kebenaran dan
kehendakMu menuju Tanah Suci Papua untuk menyambut suka cita abadi bersamaMu di
Surga. Amin.
Catatan:
1. Sebelum doa tenangkan diri (meditasi) selama 5-10 menit.
2. Doa pada waktu yang dikehendaki Tuhan dan ditentukan pendoa, baik juga kalau
jam 3 sore.
3. Sebelum doa, sudah ada daftar para leluhur dan segala kesalahannya, tanah asal
kelahiran dan tempat tinggal serta salah dan dosa kita atau sesama kita yang
hendaknya kita mempersembahkan kepada kerahiman Ilahi (Tuhan).
4. Untuk informasi terkait Doa Rekonsiliasi untuk Pertobatan dan Perdamaian dalam
rangka Pemulihan Bangsa Papua, Anda dapat menghubungi „Jaringan Doa
Rekonsiliasi untuk Pemulihan Papua‟ (JDRP2), Selpius Bobii (No Hp 0823 9938
1321).
5. Doa ini wajib didoakan oleh setiap orang Papua di mana saja berada dalam rangka
„Pemulihan Diri Menuju Pemulihan Bangsa Papua‟. Baik kalau Anda masuk dalam
doa puasa entah tiga hari atau satu minggu, lalu mendoakan doa rekonsiliasi untuk
pertobatan dan perdamaian ini. Jam-jam doa yang tepat adalah jam 12 siang dan 12
malam, jam 9 pagi dan 9 malam, jam 6 pagi dan 6 sore, jam 3 sore dan 3 subuh.
Khusus untuk doa ini lebih baik berdoa pada jam 3 sore.
6. Mohon foto copy dan disebarkan kepada sesama Papua. Terimakasih. Tuhan
memberkati. Syalom.
Doa ini kami sadur dari Doa Koronka Kerahiman Ilahi Kontekstual Papua yang dibuat oleh
Pastor Yan P. A. Douw. Pr
313
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Lampiran 4
A
llah mendandani beragam bunga di padang untuk memperindah
alam ini dan beragam bintang untuk mempercantik cakrawala
pada malam hari; demikian pula Allah mendandani manusia
dengan akal budi dan hati nurani untuk menghadirkan ‘syalom’ di
bumi; akal budi adalah pusat daya pikir, sementara daya timbang
berpusat di hati nurani; tetapi akal budi disalah-gunakan oleh insan
manusia tanpa melibatkan hati nurani dalam mempertimbangkan sebelum
sesuatu hal dilakukan; akibatnya terjadi kehancuran di mana mana dalam
kehidupan ini.
Kau datang ke negeri leluhurku untuk mejajah dan menjarah; Kau
menghancurkan tatanan hidup bangsaku dengan bom akal budimu; kau
menginjak-injak martabatku dengan lars; kau mencabut nyawa sesamaku
dengan laras; kau memandang aku manusia kelas dua dan mencap aku
dengan berbagai stigma, bahkan memperbudak bangsaku melalui segala
bentuk aksimu. Semuanya ini kau lakukan untuk memusnahkan etnisku,
agar kau memiliki tanah airku dan isinya. Tapi upayamu bagaikan
menyaring angin; kau tak akan menjajah dan menjarah selamanya. Kau
sudah kenyang dengan setiap tetesan darah sesamaku yang kau bunuh;
kau sudah puas dengan setiap butiran logam mulia yang kau sedot dari
tanah airku; kau sudah menikmati hidup ini dengan hasil rampasan
kekayaan dari negeri leluhurku.
Kau datang ke negeriku PAPUA dengan membawa 101 virus mematikan.
Virus-virus itu menghancurkan sendi-sendi hidup bangsaku. Bahkan jutaan
rakyat semesta PAPUA hilang musnah disapuh bersih virusmu. Aku PAPUA
bergulat menghadapi virusmu yang selalu berubah wujud. Kau menabur,
tapi kau memetik hasil pada waktu-Nya: hukum karma ‘Tabur Tuai’ berlaku.
Aku PAPUA sudah 57 tahun terantai terbelenggu oleh tirani virus-virusmu.
Teriakanku PAPUA jatuh di padang sunyi, goresan duka piluhku PAPUA
jatuh di tong sampah. Aku PAPUA diam sejenak, lalu ku PAPUA
melayangkan pandangan ke segala arah: ke Timur, ke Barat, ke Utara dan
ke Selatan, tetapi tidak ada pertolongan yang datang untuk memutuskan
mata rantai segala bentuk virusmu.
Ada pula sesamaku PAPUA dari berbagai belahan dunia telah mendengar
dan menyambung suaraku PAPUA kepada para pembesar di dunia. Para
pembesar itu mendengar, tetapi tak menjawab, dan melihat, tapi tak
tergerak hatinya untuk menolongku PAPUA. Belakangan ini ada beberapa
pembesar di dunia peduli dengan aku PAPUA, tetapi upaya mereka belum
tuntas memutuskan mata rantai virus-virus tirani ini. Sementara itu, ada
banyak pembesar di dunia hanya sibuk merampas harta kekayaanku
PAPUA, tetapi mereka tak peduli dengan keadaanku PAPUA yang
terpenjara oleh tirani virus-virus mematikan.
314
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Akhirnya aku PAPUA sadar bahwa banyak pembesar tertentu di dunia ini
hanya mengejar kepentingan ekonomi semata. Untuk memenuhi
kepentingan itu, jutaan rakyat semesta PAPUA dikorbankan. Aku PAPUA
yang tersiksa diam sejenak dan menepi, kemudian bangkit lagi dan ‘Aku
melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang
pertolonganku? Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit
dan bumi (Mazmur 121: 1-2).
Aku PAPUA yakin pasti bahwa TUHAN akan datang menolongku PAPUA
indah pada waktu-Nya. Bersabarlah dalam penderitaan, sama seperti
petani menanti dengan setia hasil yang berharga dari tanamannya;
kuatkan hati, bertekunlah dalam iman, pengharapan dan kasih adalah
kekuatanku PAPUA. Mata imanku PAPUA melihat: ‘Sesungguhnya Hakim
Agung telah berdiri di ambang pintu Surga untuk memberi keadilan dan
anugerah.
Sesungguhnya keadilan Allah itu datang dalam berbagai bentuk untuk
penyadaran dan pembaharuan hidup; tetapi kau memandangnya
dengan cara yang berbeda; baiklah jika sampai kesimpulannya begitu;
tapi bukankah itu peringatan dini? Tegoklah ke dalam, ke dalam lelung
jiwamu; bertanyalah pada rohmu yang terdiam dalam bilik hatimu; jika
rohmu tak sudi menjawab, tanyalah pada rumput di padang hijau yang
sedang bergoyang kian kemari di tiup angin.
Lambaian dedaunan di padang yang kian kemari itu mengingatmu bahwa
waktumu untuk menjajah dan menjarah akan segera berakhir pada waktu
Tuhan, bukan pada waktu manusia; kau akan pergi dengan membawa
berbagai macam virusmu yang telah menghancurkan kehidupan
bangsaku selama setengah abad lebih; kau akan pergi dengan membawa
pulang segala berkas-berkasmu yang dijarah dari negeriku; kau akan
pulang untuk selamanya; kita akan berpisah untuk selamanya; yang akan
memisahkan kita adalah Tuhan Allah. Ketika waktu Tuhan itu tiba, siapakah
yang akan menggagalkan rencana dan ketetapan Allah bagi
pembebasan bangsa Papua?
Papua tidak berada dalam rencana dan ketetapan manusia. Papua
berada dalam rencana dan ketatapan Allah. Kau pikir Papua ada dalam
rencanamu, maka kau buat Papua sesuka hatimu? Kau buat rencana
untuk Papua, tetapi rencanamu itu ditentukan oleh Tuhan. Kau telah
berhasil menjajah dan menjarah bangsaku selama setengah abad lebih.
Ini waktu yang amat lama yang diberikan Tuhan kepadamu. Waktumu
untuk menjajah dan menjarah akan segera diakhiri indah pada waktu
Tuhan. Yang akan mengakhiri penjajahanmu di Tanah Papua adalah Tuhan
Allah. Karena Otorita Tertinggi untuk mengatur masa depan bangsa Papua
ada dalam rencana dan ketetapan Allah.
Kau akan pergi dengan kepala tertunduk malu; karena segala
kekuasaanmu di atas tanah ini akan segera di akhiri oleh Tuhan Allah. Jika
kau mau pergi dengan kepala terangkat, maka sebaiknya dengan jiwa
besar mengambil langkah kongkrit untuk mengakui kemerdekaan
315
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
316
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
PROFIL PENULIS
S
elpius Bobii adalah generasi Papua angkatan 2000-an yang dilahirkan di Deiyai, 17 September 1977.
Menyelesaikan Sarjana Teologi pada STFT “Fajar Timur” Abepura – Jayapura tahun 2010. Pernah
menjadi ketua Senat Mahasiswa STFT “Fajar Timur” 2004-2005, juga sebagai Sekertaris Umum Ikatan
Mahasiswa Teologi se-Jayapura – Papua pada Tahun 2004-2005.
Terlibat aktif dalam Gerakan Pembebasan Bangsa Papua dari tahun 2003. Pernah menjadi
Sekretaris Jenderal Front PEPERA Papua Barat 2005 s/d 2007. Sejak Maret 2006 mendekam di Penjara
selama 4 tahun, dan bebas dari Penjara pada tanggal 11 Januari 2010. Sejak tahun 2007 dipilih menjadi Ketua
Umum Front PEPERA Papua Barat.
Pada tahun 2011 dipercayakan menjadi Ketua Panitia Kongres III Bangsa Papua. Untuk
mempertanggung Jawabkan Konggres, Bobii menyerahkan diri ke MABES POLDA Papua, 20 Oktober 2011
didampingi Penasehat Hukum. Divonis tiga tahun Penjara dan menjalani hukuman di LP Abepura. Bebas dari
Penjara pada tanggal 21 Juli 2014. Ia juga aktif menulis buku dan artikel terkait masalah Papua. Selama 6
tahun lebih sejak 28 Oktober 2013 ia menempuh “JALAN SUNYI”. Kini ia kembali “bersuara lagi” dengan cara
yang berbeda.
317
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]
Dalam buku ini BERGULAT MENUJU TANAH SUCI PAPUA memuat empat bagian penting yaitu: Bagian Satu
„BARA ANEKSASI di Tanah Papua‟
Bagian ini memuat proses aneksasi Papua ke dalam NKRI dalam tiga tahap . Masing-masing tahap, penulis
menampilkan perjuangan bangsa Papua dan dampak dari aneksasi itu. Dan menawarkan solusi final untuk
mengakhiri penindasan di atas Tanah Papua.
Tanah Papua memang secara politik ada dalam genggaman Negara Indonesia, tetapi secara hukum
sangat lemah. Papua dalam NKRI dapat bertahan karena adanya konspirasi kepentingan ekonomi, politik
dan keamanan dari Indonesia dan para sekutunya. Tiang penopang utama Papua dalam NKRI adalah
kepentingan ekonomi, lain tidak ada.
Bagian Dua dari buku ini membahas „PEMBUKTIAN DI HADAPAN ALLAH & SISTEM TEO-SOSIOKRASI
PAPUA‟ adalah landasan Teoritis-Praktis untuk membangun peradaban bangsa Papua. Metode ini digali dari
kebiasaan suku-suku di Tanah Papua. Tujuannya sebagai resolusi konflik, memilih pemimpin sesuai
kehendak Allah, membuktikan hukum perkara pidana dan perdata secara alami; agar bangsa Papua berdiri
sama tinggi dan duduk sama rendah dalam suasana yang penuh adil dan penuh damai sejahtera lahir bathin,
dalam penantian kedatangan Yesus yang ke 2 kali ke dunia ini untuk memimpin Kerajaan 1.000 tahun.
Bagian Tiga dari buku ini adalah „MEMBUKA SELUBUNG RAHASIA ALLAH DI BALIK KATA PAPUA‟. Indonesia
dan para sekutunya memiliki rencana untuk memusnahkan bangsa Papua dari muka bumi ini, tetapi Allah
punya rencana lain dengan Tanah air dan bangsa Papua. Semua pihak yang berkepentingan di Tanah Papua
harus tahu dan sadar bahwa “Tanah Papua” adalah “Tanah Perjanjian Allah”. Menjelang akhir zaman ini,
Allah hendak memakai bangsa Papua bergandengan dengan bangsa Israel untuk mewujudkan rencana-Nya.
Bagian Empat dari buku ini adalah sebagai „Bottom Line‟ BANGSA PAPUA „LAHIR BARU‟ DI DALAM TUHAN.
Bagian ini berisi LANDASAN berdirinya „KERAJAAN TRANSISI PAPUA‟ untuk mempersiapkan JALAN Tuhan
yang akan datang ke dunia ini untuk memimpin Kerajaan 1.000 tahun. Kesaksian dan pewartaan dalam
Bagian Dua, Tiga dan Empat dalam buku ini adalah melalui penglihatan dan dari Roh Kudus, siapa menghujat
Roh Kudus, akan ada akibatnya. Kata Yesus: “Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia
[Yesus], ia akan diampuni, tetapi barang siapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni ” (Lukas 12 : 10,
Markus 3 : 29).
Bangsa Papua sudah lama berjuang, bergelut dan bergumul dengan IMAN untuk mempertahankan hidupnya
berziarah Menuju Tanah Suci, Papua Penuh Damai Sejahtera, Papua Penuh Kemuliaan Tuhan. Allah telah
mendengar dan melihat tangisan, tetesan air mata darah bangsa Papua. Hakim Agung (Tuhan) sudah siap
berdiri di ambang pintu untuk memberi keadilan dan anugerah. Untuk itu, bagi yang belum bertobat, segera
sadar, menyesal dan bertobat; bagi yang sudah bertobat, bertahanlah dalam kekudusan dalam kebenaran
Firman Allah „MENUJU TANAH SUCI PAPUA‟.
Ditulis dalam bahasa sederhana, maka buku ini layak dan perlu dibaca oleh warga asli Papua dan
simpatisan, serta semua pihak yang punya kepentingan dengan Tanah Papua.
“Satu Bangsa Satu Jiwa Siapkan Jalan Tuhan, dengan dilandasi semangat Saling Mengasihi Dalam Tuhan”
318
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]