Anda di halaman 1dari 318

[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Selpius Bobii

Wirewit Study Centre

1
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Papua dalam Bola Dunia:


Pulau Papua tampak memukau di Ufuk Timur bagai burung Cenderawasih raksasa, atau burung
Kasuari Raksasa atau Kangguru raksasa. Tuhan Allah punya rencana indah bahwa pada menjelang
akhir zaman, Tuhan Allah akan membangunkan Pulau Papua yang sedang tertidur nyenyak ini
„bangkit, berdiri dan berjalan‟, bergandengan bersama bangsa Israel untuk memancarkan kasih Tuhan
Allah kepada sesama bangsa di bumi dalam mempersiapkan JALAN TUHAN yang akan datang kedua
kali ke dunia ini untuk memimpin Kerajaan 1.000 tahun”.
“Kata Yesus: Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Allah” (Injil Lukas 18:27).

Bendera Kebangsaan Papua: „Bintang Fajar‟ Bendera Perdamaian : „Bintang Salib‟


2
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

BERGULAT
‘MENUJU TANAH SUCI PAPUA’

BARA ANEKSASI di Tanah Papua

PEMBUKTIAN DI HADAPAN ALLAH


& SISTEM TEO-SOSIOKRASI PAPUA

MEMBUKA SELUBUNG RAHASIA ALLAH DI BALIK KATA


‘P A P U A’

BANGSA PAPUA ‘LAHIR BARU’ di DALAM TUHAN

Selpius Bobii

Penerbit: Wirewit Study Centre


Port Numbay – Papua Barat
(2020)

3
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

BERGULAT MENUJU TANAH SUCI PAPUA


@ Wirewit Study Centre

Hak cipta ada pada Wirewit Study Centre


All right reserved

Cetakan I, 2020

Penerbit:
Wirewit Study Centre

Penulis:
Selpius Bobii

Penyunting & Tata Letak:


Selpius Bobii

Desain Sampul:
Selpius Bobii

Isi :
312 halaman, 21 x 29,7 cm (kertas berukuran A4)

Dicetak:
WSC – Port Numbay – Papua Barat

Isi sepenuhnya menjadi tanggung-jawab Penulis

Bagi Anda yang punya berkat, buku ini TOLONG foto copy dan dijilid, serta bagi ke
sesama Anda, Tapi TIDAK untuk dijual.

4
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Motto

“Bukalah mulutmu untuk orang yang bisu, untuk hak semua orang yang merana. Bukalah mulutmu,
ambillah keputusan secara adil dan berikanlah kepada yang tertindas dan yang miskin hak mereka”.
(Amsal 31:8-9)

Persembahan:
„Persembahan yang paling berharga di mata Tuhan adalah menjaga kemurnian dan memberi diri secara
total untuk keselamatan dan kebahagian sesama manusia, hanya untuk kemuliaan nama Tuhan. Buku
ini sebagai bukti pengorbanan kami dalam mengawal perjuangan ini untuk mewujudkan keselamatan
dan kebahagiaan bangsa Papua dengan bantuan Tuhan. Kupersembahkan buku ini kepada mereka
semua yang paling berjasa dalam hidupku, mereka semua yang telah gugur dalam medan perjuangan
kemerdekaan Papua dan juga kepada bangsa Papua serta para simpatisan Internasional‟
(Selpius Bobii, 3 April 2020)

5
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Pengantar
„Syukur bagi-Mu Tuhan, Kau beri Tanahku, Kau beri rajin juga sampaikan maksud-Mu‟
alam buku ini BERGULAT „MENUJU TANAH SUCI PAPUA‟ mengulas

D empat bagian penting yaitu: bagian satu „BARA ANEKSASI di Tanah Papua‟.
Bagian ini penulis membagi ANEKSASI Papua ke dalam tiga tahap, yaitu
Aneksasi Tahap Awal (1961 – 1969), Aneksasi Lanjutan Tahap Kedua „Otonomi Daerah‟
(OTDA) Jilid I (1969-2001), dan Aneksasi Lanjutan Tahap Ketiga „Otonomi Khusus‟
(OTSUS) Jilid II (2001-hingga berlanjut sampai UU Otus itu dicabut/Papua merdeka).
Masing-masing tahapan aneksasi, penulis menampilkan perjuangan bangsa Papua
dan dampak dari aneksasi itu. Tulisan ini diakhiri dengan bagian penutup sebagai solusi
akhir, menyeluruh, tuntas, adil, damai, demokratis dan bermartabat yang harus ditempuh
oleh semua pihak untuk menegakkan Hak Asasi Manusia Papua.
Tanah Papua memang secara politik ada dalam genggaman Negara Indonesia, tetapi
secara hukum sangat lemah. Papua dalam bingkai NKRI dapat bertahan karena adanya
konspirasi kepentingan ekonomi, politik dan keamanan dari Indonesia dan para sekutunya.
Demi mempertahankan kepentigan Indonesia dan para sekutunya, tanah Papua dijadikan
„daerah konflik‟ identik dengan „Tanah Darah‟. Dari awal tanah Papua dijadikan „daerah
merah‟, maka sampai detik ini „darah‟ warga Papua terus menetes. Berbagai operasi militer
terbuka dan tertutup dengan ideologi pembangun bias pendatang diterapkan di Tanah Papua
berawal dari Tiga Komando Rakyat (TRIKORA) yang dikumandangkan oleh Soekarno 19
Desember 1961.
Untuk mengembalikan hak kesulungan bangsa Papua yang telah dianeksasi, banyak
metode dan mekanisme diterapkan dan ditempuh. Namun, metode dan mekanisme yang
digunakan bangsa Papua selama ini kurang memberi jalan ke luar. Salah satu mekanisme
yang digunakan selama ini adalah melalui demokrasi modern. Namun, demokrasi modern
ini tidak memberi jawaban yang memuaskan. Kami menilai demokrasi modern ini
diciptakan oleh masyarakat Barat sebagai jalan atau jembatan untuk memanipulasi hak-hak
masyarakat pribumi dan itu sebagai jembatan untuk meraih kepentingan ekonomi semata
oleh segelintir pemegang kuasa atau kaum pemodal (kapitalis) di dunia.
Forum-forum demokrasi yang dibangun oleh bangsa Papua selama ini untuk
membangun persatuan nasional Papua, selalu dimanfaatkan oleh pihak lain untuk
menghancurkan kesatuan persatuan bangsa Papua. Akhirnya, sampai saat ini bangsa Papua
belum bersatu secara penuh, solid dan kuat. Untuk membangun sistem demokrasi yang
ideal dan melindungi diri dari intervensi dari pihak luar, maka penulis menggali mekanisme
demokrasi asli yang dimuat dalam bagian kedua buku ini.
Bagian dua dari buku ini membahas „PEMBUKTIAN DI HADAPAN ALLAH &
SISTEM TEO-SOSIOKRASI PAPUA‟ adalah landasan „teoritis praktis‟ untuk
membangun peradaban bangsa Papua. Metode ini digali dari kebiasaan suku-suku di Tanah
Papua. Tujuannya adalah sebagai resolusi konflik, memilih pemimpin sesuai kehendak
Allah, membuktikan hukum perkara pidana dan perdata secara alami; agar bangsa Papua
6
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dalam suasana yang penuh adil dan penuh
damai sejahtera lahir bathin, dalam penantian kedatangan Yesus yang kedua kali ke dunia
ini untuk memimpin kita Kerajaan 1.000 tahun.
Kita tidak menghendaki masa depan bangsa Papua dihancurkan oleh pihak-pihak
lain melalui jembatan demokrasi modern. Kita sudah mengalaminya dalam perjuangan ini
bahwa ada pihak-pihak tertentu dipakai untuk menghancurkan persatuan bangsa Papua
melalui praktek demokrasi modern ini. Melalui sistem Teososiokrasi ini kita membangun
tembok permanen „tembok raksasa memagari bangsa Papua‟ agar pihak-pihak lain tidak
mengintervensi dan menghancurkan sistem Teososiokrasi Papua yang hendak dibangun.
Kebanyakan intelektual Papua sudah memahami kelemahan dan kelebihan dari
mekanisme demokarsi modern dan sejenisnya. Saya berharap bangsa Papua memiliki
kesamaan pandangan bahwa lebih baik kembali ke budaya kita untuk meminum air dari
sumur asli yang dipakai oleh para leluhur Papua.
Metode pembuktian di hadapan Allah dan pemilihan pemimpin dengan sistem
Teososiokrasi melalui mekanisme tradisional seperti yang dilakukan oleh para moyang
suku-suku di tanah Papua masih relevan untuk diterapkan pada masa kini; walaupun ada
orang beranggapan bahwa mekanisme asli seperti itu bukan zamannya lagi, artinya
dipandang perilaku primitif. Namun demikian, inti dari semua teori dan praktek dalam
berbagai dimensi kehidupan manusia yang berkembang semakin pesat ini, tujuannya adalah
menolong manusia untuk mencapai kesuksesan, kebahagian, kedamaian, keadilan dan
kesejahteraan.
Kami memandang bahwa mekanisme yang digunakan oleh para moyang Papua
masih relevan dan sangat evektif untuk diterapkan di era post modern ini untuk menjawab
berbagai tantangan zaman. Lebih dari itu tujuannya adalah untuk menciptakan suasana
kehidupan yang lebih harmonis, lebih adil, lebih bermartabat, lebih sejahtera, lebih
demokratis, serta memproteksi dini untuk mengantisipasi dan menekan timbulnya berbagai
konflik di masa mendatang, baik dari internal maupun eksternal .
Tak perlu bangsa lain bilang apa. Masing-masing bangsa memiliki pandangan yang
berbeda dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk menilai sesuatu. Perbedaan
pandangan itu wajar. Kritikan model apapun tidak mengubah tekad kita untuk kembali
meminum dari sumur budayanya sendiri.
Demokrasi suku (demokrasi asli) dan pembuktian hukum dalam perkara pidana dan
perdata adalah mekanisme alternatif yang diinspirasikan oleh Sang Khalik (Tuhan) kepada
para moyang di setiap suku di Tanah Papua untuk digunakan sebagai mekanisme resolusi
konflik dan pemilihan pemimpin pada suku tertentu dalam rangka mewujudkan suasana
damai sejahtera. Maka itu, kita sebagai generasi penerus perlu mewariskan mekanisme
demokrasi asli dan pembuktian secara alami ini untuk mewujudkan impian bangsa Papua,
yaitu „damai sejahtera‟, baik jasmani maupun rohani (holistik).
Kami yakin suku-suku lain di seluruh dunia juga memiliki mekanisme seperti itu
ada, dan itu dapat digali dan dikembangkan bila dipandang perlu dan penting untuk menga-

7
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

tasi berbagai konflik, demi mewujdukan keadilan untuk semua, sebagai jalan bagi
terciptanya perdamaian dan kesejahteraan masyarakat di dunia.
Bagian tiga dari buku ini adalah MEMBUKA SELUBUNG RAHASIA ALLAH
DI BALIK KATA „PAPUA‟. Agar semua pihak yang berkepentingan di Tanah Papua
harus tahu dan sadar bahwa “Tanah Papua” adalah “Tanah Perjanjian Allah”. Menjelang
akhir zaman ini, Allah hendak memakai bangsa Papua bergandeng dengan bangsa Israel
untuk mewujudkan rencana-Nya. Berawal dari Israel dan akan berakhir di Papua.
Semakin banyak pengorbanan yang diberikan, semakin tinggi nilainya. Bangsa
Papua sudah lama berjuang, bergelut dan bergumul untuk mempertahankan hidupnya
Menuju Tanah Suci, Papua Penuh Damai Sejahtera, Papua Penuh Kemuliaan Tuhan. Allah
telah mendengar dan melihat tangisan, tetesan air mata darah bangsa Papua. Hakim Agung
sudah siap berdiri di ambang pintu untuk memberi keadilan dan anugerah.
Maka itu “carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya
itu akan ditambahkan kepadamu”, kata Yesus (Matius 6:33). Apakah yang kita cari dalam
kehidupan ini? Dalam konteks Papua: kita mau merdeka bebas dari segala macam tirani
perbudakan, baik bebas dari perbudakan dosa, bebas dari tirani pemerintah dan tirani
swasta yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Jika kita cari itu, maka Tuhan bilang:
“carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya”, artinya kita perlu sadar akan segala
salah dan dosa kita, menyesal atas dosa itu, lalu mengaku segala kesalahan kita kepada
Allah dan memohon pengampunan dari Allah (bertobat), lalu hiduplah dalam kebenaran
Firman Tuhan; atau menguduskan diri kita di dalam kebenaran Allah dan hiduplah dalam
ketaatan firman Tuhan.
Lalu kita juga perlu sadar akan penindasan ini, lalu ambil sikap (komitmen)
untuk berjuang, dan sikap itu diwujudkan dalam tindakan nyata, yaitu terlibat dalam
perjuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tunggu apa lagi, inilah saatnya: „sadar‟ akan dosa, „menyesal‟ atasnya,
„mengaku‟ kepada Allah untuk mendapat „pengampunan‟, dan „bertobat‟; Kita juga
„sadar‟, akan penindasan ini, „ambil sikap‟ dan „berjuang‟ terlibat langsung atau
tidak langsung. Maka apa yang kita cari selama ini, Tuhan akan berikan kepada kita
dengan cuma-cuma (merdeka secara jasmani dan rohani).
Bagian empat dari buku ini adalah sebagai „Bottom Line‟ BANGSA PAPUA
„LAHIR BARU‟ di DALAM TUHAN. Bangsa Papua akan terima kebebasan total sebagai
“kemenangan iman” atas rahmat dari Tuhan, bukan karena kemampuan dan kebolehan
kita. Waktu yang Allah hendak berikan kepada bangsa Papua adalah sebagai “masa
transisi”, untuk mempersiapkan JALAN bagi kedatangan Yesus yang akan datang ke dunia
ini untuk memimpin Kerajaan 1.000 tahun. Untuk itu, bagi yang belum bertobat segera
sadar, menyesal dan bertobat; bagi yang sudah bertobat, bertahanlah dalam kekudusan
dalam kebenaran Allah „MENUJU TANAH SUCI PAPUA‟ yang penuh susu dan madu
serta penuh ceria.
“Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada
jemaat-jemaat”, (Wahyu 3:22); Kata Yesus: “Setiap orang yang mengatakan sesuatu
8
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

melawan Anak Manusia (Yesus), ia akan diampuni, tetapi barang siapa menghujat Roh
Kudus, ia tidak akan diampuni” (Injil Lukas 12:10). Bagian Dua, Tiga dan Empat dalam
buku ini adalah kesaksian dan pewartaan yang diwahyukan melalui penglihatan dan dari
Roh Kudus, siapa menghujat Roh Kudus, dosanya tidak akan diampuni (dosa kekal).
Ditulis dalam bahasa sederhana, maka buku ini layak dan perlu dibaca oleh orang
Papua dan simpatisan serta semua pihak yang punya kepentingan dengan tanah ini. Kami
mengucapkan terima-kasih kepada para pendukung, yang kami tidak sebut satu persatu
yang telah membantu kami dalam proses penulisan, sampai percetakan, dan publikasi buku
BERGULAT „MENUJU TANAH SUCI PAPUA‟ ini.
Akhirnya, dalam nama Allah Tritunggal, kami mempersembahkan buku ini ke
sidang pembaca, dengan sebuah harapan bahwa „perubahan positif yang mengembirakan‟
dapat terjadi di Tanah Papua demi kemanusiaan untuk perdamaian dunia hanya untuk
kemuliaan nama Tuhan.
“Semakin banyak pengorbanan yang diberikan, semakin tinggi nilainya”

Mengenang tragedi kemanusiaan yang kelabu,


Port Numbay, 16 Maret 2020
Penulis

Selpius Bobii

9
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

DAFTAR ISI

Motto dan Persembahan.…………………………………………………………….5


Pengantar.…………………………………………………………………………....6
Daftar Isi.……………………………………………………………………………10
Bagian Satu: „Bara Aneksasi di Tanah Papua‟
Motto dan Persembahan.……………………………………………………………16
Prakata………………………………………………………………………………17
Bab I. Bara Papua di era Aneksasi tahap awal (1961 – 1969).………………...…...19
1. Kilas balik nama Papua.…………………………………………………….19
2. Berdirinya Negara Papua secara bertahap.…………………………………20
3. Maklumat Trikora…………………………………………………………..25
4. RI gandeng Rusia.………………………………………………………......27
5. Manufer politik Amerika.…………………………………………………..28
6. Perjanjian New York.…………………………………………………….....28
7. Perjanjian Roma.……………………………………………………………29
8. Belanda dipaksa ke luar.……………………………………………....…....30
9. Tindak lanjut perjanjian New York ………………………………………..30
10. Perlawanan orang Papua …………………………………………………...33
11. Tindak lanjut perjanjian Roma ……………………………………………..36
Bab II. Bara Papua di era Aneksasi tahap kedua „OTSUS Jilid I‟ (1969-2001).…...39
1. Otsus Jilid I, UU OTDA 1969.……………………………………………...39
2. OPM bangkit melawan.……………………………………………...……...40
2.1. Proklamasi 1 Juli 1971.……………………………..………………...40
2.2. Deklarasi Sorong-Somarai…………………………………………....40
3. Perjuangan melalui budaya masuk kota...…………………………………..41
4. Perjuangan dengan damai masuk kota…..……………….............................44
4.1. Pengibaran Bintang Fajar...…………………………………………...44
4.2. Proklamasi versi David Heremba, BA, cs…..………………………..44
4.3. Proklamasi Melanesia Barat...………………………………………..45
5. Kampanye Papua Merdeka lewat penyanderaan…..…………………….…45
6. Operasi-operasi militer Indonesia…………………...……………………...46
7. Papua Bangkit di awal reformasi.……………………..……………………48
7.1 Apirasi Papua merdeka membara………………..…………………...48
7.2 Pembentukan AMP.………………………………...………………...49
7.3 Pembentukan FORERI.……………………………..………………...49
7.4 Tim 100 Papua ketemu presiden RI…………………..………………50
7.5 Pendirian posko-posko.………………………………..……………...51
7.6 Penggantian nama Irian Jaya menjadi Papua.…………..…………….51
Bab III. Bara Papua di era Aneksasi tahap ketiga „OTSUS Jilid II‟ (2001-2021).....52
1. Aspirasi politik di awal milenium 2000…………………………………......52
1.1. Musyawarah besar Papua.……………………………………….…......52

10
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

1.2. Kongres II Papua.………………………………………………………53


2. UU OTSUS Jilid II : dari Jakarta “Solusi Final”…………………………....56
3. UU OTSUS Jilid II : dari Papua “Bukan Solusi”……………………………59
4. UU OTSUS Papua: „Model Penjajahan Lanjutan di Era Post Modern……...62
4.1. Apa itu Otonomi Khusus?........................................................................62
4.2.Apa tujuan diberlakukannya UU OTSUS di tanah Papua……………….63
4.3.Bagaimana Pandangan RI vs Papua terhadap OTSUS?............................64
4.4.Bagaimana dengan Implementasi UU OTSUS Papua?.............................65
4.5.Sebenarnya pihak mana yang gagalkan UU OTSUS Papua?....................72
4.6.UU OTSUS: good political will atau the political secret war?.................74
4.7.Apakah UU OTSUS Penyelamat atau Laknat?..........................................78
4.8.Perlukah UU OTSUS Papua direvisi/ diperpanjang lagi?..........................79
4.9.Dalam UU OTSUS Papua tidak ada ketentuan OTSUS berakhir 2026….80
4.10. OTSUS Papua: Virus Penghancur Persatuan Bangsa Papua…………81
4.11. UU OTSUS: Langkah RI Perpanjang Penindasan……………………82
5. UU OTSUS Jilid II: Tak Padamkan „Api‟, Tak Hentikan „Darah‟..………….83
6. Kongres III Papua digelar.……………………….. …………………….…….94
7. Pembentukan ULMWP.………………………………………..………….......99
8. Aksi kunci.…………………………………………………….………….…...101
Bab IV. Bara Aneksasi di Tanah Papua harus diakhiri ……….…………………......104
1. Aneksasi versus Integrasi.…………………………………………………….104
2. Klaim Indonesia atas Papua tidak mendasar.…………………………………107
3. NKRI harga mati versus Papua merdeka harga mati…………….………........110
4. Sejarah berdarah di Papua.……………………………………………….........112
5. Bara Papua, bara Indonesia, bara Dunia.………………………………...…….114
6. Dasar hukum penentuan nasib sendiri………………………………………....115
7. PBB dibentuk untuk apa dan untuk siapa?.………………………………........116
8. Demokrasi Asli solusi penyatuan………………………………………..…….123
9. Solusi akhir harus lahir………………………………………………………...125
10. Kesimpulan dan Saran……………………………………………………........132
10.1. Kesimpulan…………………………………………………………........132
10.2. Saran dan Rekomendasi………………………………………………….133
a) Saran dan Rekomendasi kepada RI dan PBB………………….........133
b) Saran dan Rekomendasi kepada Pemerintah Daerah Papua….……..134
c) Saran dan Rekomendasi kepada bangsa Papua…………………......136
d) Saran dan Rekomendasi kepada Solidaritas Internasional………….137
e) Kita Harus Akhiri Penindasan Ini……………………………….......138
Lampiran: Gambar-gambar bersejarah………………………………………..……....139
Daftar Pustaka.……………………………………………………………….…….......141

Bagian Dua: „Pembuktian di Hadapan Allah dan Sistem Teososiokrasi Papua‟


Motto dan Persembahan………………………………………………………….........144
Prakata.………………………………………………………………………………...145
Bab I. Pendahuluan.……………………………………………………………...……146
11
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bab II. Mekanisme pembuktian tradisional…………………………………….....151


1. Adat.……………………………………………………………………….151
1.1. Pengertian adat……………………………………………………..…151
1.2. Hukum adat.…………………………………………………………..151
2. Peradilan adat.……………………………………………………………..152
3. Pembuktian tradisional.……………………………………………………152
3.1. Mekanisme pembuktian tradisional.………………………………….152
3.2. Model-model pemilihan pemimpin dan pembuktian tradisional……..153
Bab III. Pembuktian di hadapan Allah & pemilihan pemimpin menurut Alkitab...158
1. Pengertian pembuktian dan pemilihan pemimpin di hadapan Allah ……..158
2. Tujuan membuang undi di hadapan Allah.………………………………..158
3. Pembuktian di hadapan Allah menurut Alkitab…………………………...159
4. Pemilihan pemimpin menurut Alkitab...…………………………………..162
Bab IV. Hakekat pembuktian hukum positif, tradisional dan Alkitabiah.…….......163
1. Pengertian pembuktian.……………………………………………………163
2. Hakekat pembuktian hukum positif.……………………………………....163
3. Hakekat pembuktian tradisional.……………………………………….…166
4. Hakekat pembuktian Alkitabiah……………………….……………….…168
5. Perbedaan hakekat pembuktian……………………………………….…..169
Bab V. Metode pembuktian di hadapan Allah dalam perkara pidana
dan perdata alternatif……………………………….……………………..170
1. Pengertian pembuktian di hadapan Allah……………………………….....170
2. Tujuan pembuktian di hadapan Allah……………………………………...171
3. Proses hukum pidana dan perdata………………………………………….171
Bab VI. Model-model demokrasi………………………………………………….173
1. Demokrasi………………………………………………………………….173
1.1. Pengertian demokrasi……………………………...…………………..173
1.2. Tujuan demokrasi……………………………………………………...173
1.3. Latar belakang lahirnya demokrasi…………………………...…….....174
2. Model-model demokrasi……………………………………………………174
2.1. Monarkhi……………………………………………………...……….174
2.2. Oligarki………………………………………………………………...175
2.3. Aristokrasi………………………………………………………...…...175
2.4. Mobokrasi.………………………………………………………...…..175
2.5. Okhlokrasi………………………………………………...…………...175
2.6. Anarkhi…………………………………………………..………….…175
2.7. Polity………………………………………………………………......176
2.8. Tirani……………………………………………………………...…...176
2.9. Demokrasi klasik………………………………………………...…….176
2.10. Demokrasi modern………………………………………...……….176
2.11. Demokrasi liberal………………………………………………......177
2.12. Sosialisme.…………………………………………………….…....177
2.13. Demokrasi totaliter……………………………………………...….178
2.14. Meritokrasi…………………………………………………….…...178
2.15. Teokrasi………………………………………………………….....178
2.16. Plutokrasi.……………………………………………………..…....178
2.17. Demokrasi kesukuan.…………………………………………........178
2.18. Teososiokrasi..…..…………….………………………………........179
12
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bab VII. Penerapan demokrasi modern versus Teososiokrasi Papua………..……..180


1. Latar belakang.……………………………………………………………...180
1.1. Penerapan demokrasi modern di Indonesia/dunia………………….…..180
1.2. Penerapan demokrasi modern dalam perjuangan Papua….……………186
2. Penerapan Teososiokrasi Papua.…………………………………….............187
3. Makna Teologis di balik Teososiokrasi Papua.………………………...........191
Bab VIII. Kekuatan dan kelemahan demokrasi modern versus Teososiokrasi...........192
1. Demokrasi modern.…………………………………………………………..192
1.1. Kekuatan demokrasi modern.…………………………………..……….192
1.2. Kelemahan demokrasi modern.……………………………......…..........193
2. Sistem Teososiokrasi Papua………………..…………………………….......197
2.1. Teososiokrasi Papua……………………………..………………………197
2.2. Kekuatan Teososiokrasi..………………………………………………..197
2.3. Dasar, Prinsip, ciri dan asas keutamaan Teososiokrasi..………………..201
2.4. Kelemahan Teososiokrasi……………………………………...………..204
Bab IX. Teososiokrasi Papua…………………..…………………………...………..205
1. Pengertian Teososiokrasi..……………………………………………………205
1.1. Pengertian imanen………………………………………………………..205
1.2. Pengertian transenden……………………………………………………205
1.3. Pengertian Sosio………………………………………………….……...206
1.4. Devinsi Teososiokrasi..……………………………………………….....206
2. Model Teososiokrasi Papua…………..……………………………….....…..208
2.1. Partai tunggal: „Partai rakyat‟.…………………………………..….…...208
2.2. Proses pemilihan pemimpin…………………………………………......209
Bab X. Penutup………………………………………………………………………213
1. Kesimpulan…………………………………………………………………..213
2. Saran………………………………………………………………………….215
Daftar Pustaka……………………………………………………………………......216
Bagian Tiga: „Membuka Selubung Rahasia Allah di Balik kata PAPUA‟
Motto dan Persembahan.…………………………………………………………......218
Prakata……………………………………………………………………………......219
„Sejarah Sunyi‟……………………………………………………………………….218
Bab I. Pendahuluan…………………………………………………………………..222
1. Kilas balik nama Papua……………………………........................................222
2. Kilas balik sejarah Papua………………………………………………….....224
3. Kontruksi iman di balik kata PAPUA………..……………...........................227
4. Maksud penulisan…………………………………........................................227
Bab II. Membuka selubung rahasia Allah di balik kata PAPUA……………………230
1. Kata PAPUA dalam padangan budaya Mesianik…………………...……….230
1.1. Pengutusan……………………………………........................................231
1.2. Akhir……………………………………………………………….…….233
1.3. Perjanjian………………………………………………………….…......236
1.4. Umat…………………………………………………………………......241
1.5. Allah……………………………………………………………….…….243
2. Kata PAPUA dalam pandangan Rohani…………………………………......244
2.1.Tawaran rencana Allah kepada Abraham.………………………………..244

13
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

2.2.Tawaran rencana Allah kepada bangsa Papua……………………………245


3. Kata PAPUA dalam pandangan Dunia…………………………………...….248
3.1.Tanggapan bunda Maria atas tawaran Allah………………………..........249
3.2.Tanggapan bangsa Papua atas tawaran Allah…………………………….250
Bab III. Penutup…………………………………………............................................252
1. Tujuan akhir hidup manusia………………………………………………….252
2. Berjuang menggapai impian………………………………………………….252
3. Allah dipihak Papua.………………………………........................................253
4. Meraih kemenangan iman……………………………………………............256
5. Hukum dasar dan asas keutamaan Papua……………….................................257
5.1. Hukum dasar Papua…………………………………...............................257
5.2. Asas keutamaan Papua…………………………………………….…….258
5.3. Tujuh jalan menuju kesuksesan………………………………….…..…..262
6. Kesimpulan………………………….………………………………....……..265
„Jalan Sunyi‟…………………………………………………….…………………....268

Bagian Empat Bottom Line: Bangsa Papua „Lahir Baru‟ di Dalam Tuhan
Deklarasi Pemulihan Bangsa Papua………………………………………..270
Bangsa Papua „Lahir Baru‟ di Dalam Tuhan……………………………….271
I. Falsafah hidup bangsa Papua……………………………………………….…272
II. Hukum Dasar Papua………………………………………………………..…277
III. Sistem Pemerintahan Papua….……………………………………………….278
IV. Profil Kerajaan Transisi Papua……………………………………………….. 281
V. Prinsip-prinsip hidup manusia baru…………………………………..……….282
Lampiran:
1. Seruan Konsolidasi dan Rekonsiliasi Bangsa Papua……………………...287
2. Versi Doa Umum………………………………………………………….293
3. Versi Doa Khusus………………………………………………………….310
4. Pertolonganku PAPUA dari Tuhan……….……………………………….314
Profil Penulis……………………....……………………………………………...…...317

14
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bagian Satu

BARA ANEKSASI di Tanah Papua

„Merahnya API bisa dipadam,

Tapi Merahnya DARAH Tak Kunjung Padam‟

Selpius Bobii

Wirewit Study Centre

15
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Motto
ROH dari perjuangan bangsa Papua adalah NASIONALISME & PATRIOTISME. JIWAnya adalah PERSATUAN; TUBUHnya
adalah TINDAKAN NYATA (aksi kebebasan). Tanpa nasionalisme dan patriotisme, tidak mungkin lahir Persatuan;
Persatuan tanpa semangat nasionalisme, tidak mungkin gerakan dapat bertahan; Nasionalisme dan Persatuan tanpa
diwujudkan dalam tindakan nyata, maka cita-cita hanyalah menjadi impian semata. Singkat kata: ROH: Nasionalisme
dan Patriotisme. JIWA: Persatuan. TUBUH: Tindakan nyata (Aksi Kebebasan). Ketiga hal ini tak dapat dipisahkan dalam
suatu gerakan perjuangan hak-hak dasar suatu kelompok, golongan dan bangsa.

Saat ini rakyat bangsa Papua beserta para simpatisan sedang berjuang. Berjuang melawan: NEO-KOLONIALISME,
MILITERISME & NEO-IMPERIALISME. Areal perjuangan: DI PENTAS NURANI & BUDI. Bentuk perjuangan: DIPLOMASI,
DEMONSTRASI, DISKUSI, SEMINAR, LOKA KARYA, MIMBAR BEBAS, MENULIS BUKU, MOGOK SIPIL, GOLPUT PEMILU, DOA
PUASA, dan lain-lain. Jenis senjata yang kita pakai: AKAL BUDI. Pelurunya: KEBENARAN SEJARAH & REALITA MASA
KINI. Bahasa yang kita pakai: BAHASA KEBENARAN. Kita gunakan pakaian anti peluru: IMAN & DOA. Petunjuk yang kita
pakai: SUARA HATI. Pemimpin tertinggi perjuangan bangsa Papua: TUHAN ALLAH. Personilnya: RAKYAT BANGSA PAPUA
& para SIMPATISAN (1 Mei 2008).

Persembahan:
„Kepadamu Tuhanku hidup ini dibakhtikan; kepadamu pahlawanku jejak langkahmu terukir dalam
lembaran sejarah, Air mata darahmu menyuburkan nasionalisme dan patriotisme; kepadamu „mama
Papua‟ kisah piluh ini dipersembahkan; untukmu generasi penerus lembaran sejarah ini dirangkaikan;
maknailah sejarah ini dalam hidupmu, inilah kebenaran sejarah yang t‟lah dibayar dengan air mata
darah keringat, dibayar dengan harga yang tiada tara; dalam dadamu meteraikan rekam jejak sejarah
bangsamu, tuliskan sejarah ini dalam loh hatimu; jadikan rekam jejak pendahulumu ini menjadi
pijakanmu untuk bangkit, berdiri dan berjalan menuju menyambut mentari negeri yang kian merekah di
Ufuk Timur yang „kan b‟ri kelegaan jiwa Papua.‟

16
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Prakata

„Syukur bagi-Mu Tuhan! Kau bri Tanahku, Kau bri rajin juga untuk sampaikan maksud-Mu‟

K
ami memanjatkan puji dan syukur kepada Allah Tritunggal Maha Kudus atas
nafas hidup dan berkat, serta perkenan-Nya, kami dapat merampungkan „BARA
ANEKSASI di Tanah Papua‟ ini indah pada waktu-Nya.
Papua terus membara, akibat dari ANEKSASI Papua ke dalam NKRI melalui invasi
militer dan Traktat Perjanjian New York, 15 Agustus 1962, dan tindak-lanjutnya melalui
Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 yang manipulatif. Demi mengamankan
kepentingan Amerika Serikat dan para sekutunya, Papua dianeksasi ke dalam NKRI. Papua
menjadi „dapur kepentingan‟ Indonesia dan Amerika Serikat serta para sekutunya. Bangsa
Papua Barat menjadi korban konspirasi kepentingan ekonomi, politik dan keamanan
Indonesia dan Amerika Serikat serta para sekutu yang mendukungnya.
Pertarungan Ideologi Pancasila versus Ideologi Mabruk telah memakan korban yang
tidak sedikit, baik korban materi, waktu, pikiran, perasaan bahkan korban manusia. Tanah
Papua identik dengan „Tanah Darah‟. Dari awal tanah Papua dijadikan „daerah merah‟,
maka sampai detik ini „darah‟ orang asli Papua terus menetes membasahi Tanah ini.
Operasi militer terbuka dan tertutup, dengan ideologi pembangunan bias pendatang
diterapkan di Tanah Papua. Operasi militer terbuka dan tertutup serta ideologi
pembangunan bias pendatang ini mengakibatkan marginalisasi, diskriminalisasi, minoritasi
dan pembantaian orang asli Papua yang kini sedang menuju ancaman bahaya kepunahan
etnis Papua, yang sedang merangkak perlahan-lahan (slow moving genocide).
Tanah Papua memang secara politik ada dalam genggaman Negara Indonesia, tetapi
secara hukum sangat lemah, buktinya bahwa Papua dianeksasi diawali dengan maklumat
TRIKORA, disusul perjanjian „Traktat Manipulatif‟ 15 Agustus 1962, yang disertai dengan
invasi politik dan militer Indonesia, yang didukung penuh oleh Amerika Serikat dan para
sekutunya. Maka, PEPERA 1969 itu adalah CACAT HUKUM, CACAT MORAL dan
CACAT DEMOKRASI.
Dalam buku ini, kami membagi ANEKSASI Papua (pencaplokan Papua) itu ke
dalam tiga tahap, yaitu Aneksasi Tahap Awal (1961 – 1969), Aneksasi Lanjutan Tahap
Kedua melalui OTDA Jilid I (1969-2001), dan Aneksasi Lanjutan Tahap Ketiga melalui
OTSUS Jilid II (2001 - berlanjut hingga UU ini dicabut atau berhenti sampai Papua
merdeka). Buku ini diakhiri dengan bagian penutup sebagai solusi akhir, menyeluruh,
tuntas, adil, damai, demokratis dan bermartabat yang harus ditempuh oleh semua pihak,
untuk menegakkan Hak Asasi Manusia Papua, termasuk Hak Asasi Politik bangsa Papua di
atas segala kepentingan.
Buku ini secara garis besar menggambarkan perjalanan perjuangan bangsa Papua.
Tujuannya adalah sebagai pendidikan politik dan dokumentasi sejarah, serta menjaga
benang merah perjuangan bangsa Papua, agar tidak ke luar dari jalan yang telah dirintis
oleh para pendahulu. Mengingat peristiwa hidup kemarin adalah sejarah yang telah diukir

17
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

dengan darah, air mata dan keringat. Peristiwa darah, air mata dan keringat hari ini sedang
mengukir sejarah untuk hari besok. Sejarah kemarin menentukan hari ini. Peristiwa hari ini
menentukan hari esok. Rekam jejak para pendahulu telah merintis jalan. Lorong jalan
penuh onak dan duri bersimpah air mata darah keringat; tak dapat dibayangkan berapa
banyak pengorbanan bangsa Papua sudah dan sedang menebus kebebasan Papua yang
menjadi kerinduan dalam setiap jiwa Papua.
Pengorbanan bangsa Papua yang tiada tara ini, tak dapat dibayar dengan tawaran
barang dunia apapun, termasuk paket politik OTSUS tidak dapat menggadaikan
pengorbanan yang luar biasa ini. Pengorbanan air mata, darah dan keringat ini adalah harga
termahal yang sudah dan sedang dibayar hanya untuk pembebasan total; Bukan berkorban
untuk perbaikan pelayanan publik, bukan pula berkorban untuk meningkatkan
kesejahteraan semata. Ingat! Pengorbanan untuk „kebebasan total‟ harus dibayar dengan
„kebebasan total‟. Pengorbanan bangsa Papua yang luar biasa ini, hanya dapat dibayar
dengan kebebasan total (Papua harus berdaulat penuh) untuk mengakhiri penindasan ini.
Camkanlah bahwa perjuangan bangsa Papua kemarin, hari ini dan besok bukan
untuk mendirikan Negara dalam Negara, tetapi perjuangan bangsa Papua adalah perjuangan
untuk menegakkan kembali kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua (1 Desember 1961)
yang telah dianeksasi ke dalam NKRI melalui invasi militer dan traktat perjanjian 15
Agustus 1962, yang tindak-lanjutnya melalui PEPERA 1969 yang CACAT HUKUM,
CACAT DEMOKRASI dan CACAT MORAL ITU.
Maka itu, kobaran api revolusi terus dikobarkan hingga lonceng kebebasan total
berkumandang, sampai Bintang Fajar mengudara selamanya di atas Tanah Papua; hingga
syair-syair menawan hati „Hai Tanahku Papua‟ terus berkumandang di negeri
Cenderawasih; sampai „Kemenangan Iman‟ berkumandang di pelosok negeri Tanah Papua,
seraya menabuhkan tifa memuji menyembah Tuhan selama-lamanya.
Buku ini ditulis dengan bahasa sederhana, agar mudah ditangkap dan menjadi
konsumsi publik. Perlu diketahui bahwa tidak semua peristiwa sejarah Papua terekam
dalam buku ini. Tulisan ini adalah „iktisar‟ kilas balik sejarah Aneksasi Papua ke dalam
NKRI untuk dipahami oleh semua pihak, khususnya generasi muda Papua; agar ditindak-
lanjuti oleh pihak-pihak terkait.
Tentu dalam buku ini banyak kekurangan, maka kritik dan saran dari Saudara-
Saudari kami menanti dengan senang hati untuk penyempurnaan buku ini. Kami
mengucapkan terima kasih kepada para pendukung, yang kami tidak sebut satu persatu
yang telah membantu kami dalam proses penulisan, sampai percetakan, dan publikasi buku
„BARA ANEKSASI di Tanah Papua‟ ini. Akhirnya, dalam nama Allah Tritunggal, kami
mempersembahkan buku ini ke sidang pembaca, dengan sebuah harapan bahwa „perubahan
positif yang mengembirakan‟ dapat terjadi di Tanah Papua.
Port Numbay, 23 Februari 2020
Penulis
Selpius Bobii

18
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bab I
BARA PAPUA DI ERA ANEKSASI AWAL (1961-1969)
„Trikora, Invasi Militer dan Perjanjian New York, PEPERA 1969‟
“Wahai kebenaran sejarah sang Bintang Fajar „kami berdiri di sini‟; walau kau dianeksasi secara
sepihak, tapi kami sedang mengikuti jejak langkahmu ke mana dikau pergi, berapapun harga kami
membayarnya, untuk mendapatkanmu kembali: biarpun mentari terbenam, biarpun letih lesuh-berbeban
berat menimpa, biarpun kegelapan malam menyelimutinya, biarpun banyaknya air mata darah
berjatuhan, walau anak negeri hilang lenyap satu persatu, biarpun kau disembunyi - dirantai di ruang
terdalam apapun, di manapun, kapanpun, resiko apapun, kami „kan t‟rus mencarimu sampai
mendapatkanmu kembali ke pangkuan Tanah Papua yang melahirkanmu;
inilah janji, inilah nazar yang keluar dari lubuk hati kami yang terdalam”.

5. Kilas Balik Nama Papua

D
alam sejarah, pulau besar ini menyandang berbagai macam nama. Dalam buku
“Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik Politik di Papua” yang ditulis oleh
Bapak Decki Natalis Pigai BIK mengurai secara rinci sejarah nama Papua 1. Awal
mulanya pulau ini disebut sebuah daratan yang tidak dikenal; sekitar tahun 200 Sesudah
Masehi ahli geografi bernama Ptolamy menyebutnya dengan nama „Labadios‟2. Belum
diketahui maksudnya apa disebut demikian. Pada abad VI-VII Sesudah Masehi, pelaut dan
pedagang Persia dan Gujarat memberi nama Samudrata atau Dwi Panta, artinya ujung
Samudera, atau ujung Lautan.
Pada abad VIII pelaut dan pedagang China bernama Ghau Yua Kua memberi nama
Tungki; pada abad yang sama pelaut dan pedagang Sriwijaya menyebut Janggi; pada
tahun 1511 Antonio d‟Abraw dan Francesco Serano pada tahun 1521 menyebut Os Papuas,
atau Ilha de Papo Ia; pada tahun 1526-1527 seorang Portugis bernama Don Jorge de
Menetes memberi nama Papua. Nama Papua menurut bahasa Tidore adalah Papa Ua
artinya “anak piatu yang tidak bergabung” atau “tidak bersatu” dalam Kerajaan Tidore.
Dalam bahasa Melayu “Pua Pua” artinya “keriting”.
“Walaupun dari pihak luar, Papua diidentikkan dengan kaum keriting, hitam,
penduduk primitif, tertinggal yang merupakan slogan yang tidak mempunyai arti apapun
dengan nama Papua, tetapi penduduk pribumi menerima nama tersebut dengan baik, sebab
nama Papua itu mencerminkan indentitasnya sebagai manusia hitam dan keriting”, kata
Decki Natalis Pigai, BIK.
Pada tahun 1528 pelaut Spanyol Alvaro de Savedra ia menyebut Isla del Oro
(Island of Gold) artinya Pulau Emas. Pada tahun 1545 pelaut Spanyol bernama Ini go
Oertis de Retes memberi nama Nueva Guinea, karena penduduknya hampir mirip dengan
penduduk Guinea di Afrika Barat, nama latinnya Nova Guinea. Pada tahun 1945 – an oleh
Frans Kaisepo, Corinus Krey dan Yan Waromi memberi nama Irian; menurut bahasa Biak
“Tanah Panas”, Irian menurut bahasa Serui “Tanah Air atau Tiang Bangsa”, Irian menurut

1
Decki Natalis Pigay, BIK, Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik Politik di Papua, hal 93-98.
2
http://siradel.blogspot.com
19
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

bahasa Merauke “bangsa yang diangkat tinggi”; sebutan pemerintah Belanda: Nederlands
Nieuw Guinea pada tahun 1951, dan dalam Sidang Kongres I Papua oleh Komite Nasional
Papua antara 17-19 Oktober 1961 menetapkan nama Papua Barat. Pada masa
pemerintahan sementara PBB (United Nations Temporary Executive Autority - UNTEA)
sejak 1 Oktober 1962 menggunakan nama West Nieuw Guinea.
Selanjutnya nama Irian dipolitisasi oleh para pejuang merah putih seperti Marthen
Indey dan Silas Papare mengartikannya: “Ikut Republik Indonesia Anti Nederland”, dengan
demikian nama Papua yang terkenal di dunia selama berabad-abad lamanya terputus ketika
diganti dengan Irian, kemudian Irian Barat digunakan resmi oleh Indonesia pada tanggal 1
Mei 1963. Pada proklamasi 1 Juli 1971 menggunakan nama West Papua (Papua Barat),
tetapi Indonesia masih pakai nama Irian Barat.
Pada 1 Maret 1973 nama Irian Barat diganti menjadi Irian Jaya oleh presiden
Soeharto; (arti kata „Jaya‟ dalam bahasa Inggrisnya victory „kemenangan‟, artinya Irian
dimenangkan oleh RI, artinya Indonesia berhasil merebut Irian dari tangan Belanda); pada
proklamasi 3 Juli 1982 versi David Heremba, B.A, Cs di Jayapura, menyebut nama Papua
Barat; tetapi Indonesia masih pakai nama Irian Jaya, kemudian di Jayapura pada
proklamasi, 14 Desember 1988 versi Dr. Thomas Wapai Wanggai menyebut nama
Melanesia Barat; tetapi Indonesia masih pakai nama Irian Jaya.
Dengan bergulirnya reformasi yang dimulai pada tahun 1998 di Indonesia, maka
penduduk pribumi di tanah Papua menghendaki perubahan nama Irian Jaya menjadi Papua.
Mengapa memilih nama PAPUA? Karena nama itu mencerminkan identitasnya: “Keriting
dan Hitam”. Kehendak penduduk pribumi ini disampaikan kepada presiden Indonesia.
Presiden RI Gusdur amat berjasa besar, karena pada malam pergantian tahun, tanggal 31
Desember 1999 “Irian Jaya” diganti dengan nama “PAPUA”.

6. Berdirinya Negara Papua Secara Bertahap (1951-1961)


Dalam sejarah dunia mencatat bahwa pulau Papua dibagi ke dalam tiga wilayah
kekuasaan, yaitu: Papua barat dikuasai oleh Belanda, Papua bagian Timur dibagi menjadi
dua wilayah, yaitu Papua Timur bagian Selatan dan Papua Timur bagian Utara. Papua
Timur bagian Selatan disebut Nieuw Guinea diserahkan kepada kekuasaan Inggris dan
Papua Timur bagian Utara yang disebut “Papua” dikuasai oleh Jerman.
Dalam perjalanan waktu kemudian, Jerman menyerahkan wilayah kekuasaannya
kepada pemerintah Inggris. Selanjutnya Inggris menggabungkan dua wilayah itu menjadi
satu yaitu Papua Nieuw Guinea (PNG). Inggris mempercayakan kepada Pemerintahan
Australia untuk menjadi wali pemerintahan atas PNG untuk mempersiapkan PNG menjadi
sebuah “pemerintahan berdaulat” yang berada di bawah kekuasaan Ratu Inggris.
Dalam tulisan ini kami memfokuskan diri pada sejarah bangsa Papua Barat. Batas
geografis wilayah bangsa Papua bagian Barat adalah: Pulau Gak batas bagian Barat, Pulau
Adi dan Australia batas bagian Selatan, Barat daya laut Arafuru, Pulau Mapia batas bagian
Utara, dan Papua Nieuw Guinea (PNG) batas bagian Timur.

20
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Pemerintah Belanda mendirikan pos pertamanya di Kaimana. Pada tanggal 24


Agustus 1828 Belanda mendirikan sebuah tugu „For de Bus‟ di teluk Triton di bawah kaki
gunung Lumenciri, pada hari itu atas nama Sri Banginda Ratu Belanda menyatakan Tanah
Papua resmi berada di bawah kekuasaan Belanda. Dengan adanya penegasan ini, maka
Negara lain tidak bisa masuk di wilayah ini. Berapa waktu kemudian, karena mendapatkan
tantangan keras dari masyarakat setempat, Belanda meninggalkan pos itu.
Melalui pendekatan politik 3G (Gold, Gospel dan Glory) “Kekayaan (emas),
Firman Tuhan (Injil) dan Kejayaan (kemuliaan), maka dibentuklah sebuah yayasan Hevorm
de Kerk melalui Gereja lalu mengutus dua orang Misionaris ke Tanah Papua Ottow dan
Geisller” untuk Pekabaran Injil. Pada tanggal 5 Februari 1855 keduanya tiba di pulau
Mansinam – Manokwari dengan mengatakan: “Dengan nama Tuhan kami menginjak Tanah
ini‟.
Ottouw dan Geisler menyatu dengan masyarakat setempat. Karena keterbukaan
masyarakat setempat menerima pekabaran Injil, maka pada tahun 1898 pemerintah Belanda
membuka posnya di Manokwari. Untuk itu, dalam tahun itu juga Parlemen Belanda
mengesahkan Pengeluaran Anggaran pertama sebanyak f. 115.000 untuk mendirikan pos
pemerintahan Belanda di Manokwari.
Dengan adanya pendudukan Inggris dan Jerman di bagian Timur Papua, maka
Belanda memindahkan pusat adminitrasi pemerintahan dari Manokwari ke Hollandia (kini
Jayapura) dan pada tahun 1902 pemerintah Belanda membuka pos pemerintahan di
Merauke untuk memperkuat pertahanannya3.
Dalam sejarah perjalanan bangsa-bangsa di dunia, khususnya yang ada dalam
dokumen-dokumen resmi PBB, mencatat bahwa Papua Barat adalah mantan koloni hindia
Belanda. Memang awalnya Papua Barat bersama wilayah lain di kepulauan Indonesia
diduduki oleh Belanda yang sering disebut Nederland Indich (Indo Belanda). Dalam
pertemuan Meja Bundar di Denhaag Belanda pada tahun 1949, pemerintah Belanda
mengakui kemerdekaan Republik Indonesia Serikat (RIS) dari Sabang sampai Amboina –
Maluku.
Wilayah Papua Barat direkomendasikan dalam pertemuan itu akan dibahas setahun
kemudian pada 1950. Belanda sengaja menunda status politik Papua artinya tidak
diputuskan dalam pertemuan itu. Tentu Belanda memiliki rencana terselubung untuk
mempersiapkan wilayah Papua berpemerintahan sendiri, terpisah dari RIS. Pada tahun 1946
Pemerintah Belanda telah mendaftarkan Papua ke dalam komite dekolonisasi PBB “Non
Self Goverment Territory - wilayah yang belum berpemerintahan sendiri”. Dengan adanya
Papua didaftarkan ke dalam komite dekolonisasi, mendatangkan kemarahan besar dari
pihak Indonesia.
Rencana Belanda ini dari awal dibaca oleh pihak Indonesia, maka dalam berbagai
kesempatan Indonesia berusaha keras memasukkan Papua dalam wilayah kekuasaan RIS.
Pertemuan yang direncanakan sebelumnya memang digelar pada tahun 1950, namun

3
John Anari, Makalah: Analisis Penyebab Konflik Papua dan Solusinya secara hukum Internasional, hal 4-5
21
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Belanda tetap mempertahankan Papua terlepas dari RIS. Belanda mengubah Undang-
Undang Dasarnya pada tahun 1951. Dalam amandemen UUD itu, Belanda meningkatkan
status Papua menjadi “Nederlands Nieuw Guinea” (Papua Belanda).
Dengan adanya peningkatan status kekuasaan Belanda atas Papua, maka Belanda
memainkan rencana selanjutnya, yaitu mempersiapkan orang asli Papua dalam berbagai
bidang kehidupan. Untuk itu, Belanda membuka berbagai persekolahan. Dalam beberapa
tahun, sejak tahun 1952, perwakilan Belanda di Nederlands Nieuw Guinea mempersiapkan
tenaga-tenaga terdidik Papua dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya pendidikan,
kesehatan, pemerintahan, bidang keamanan, perekonomian, dan bidang kelautan.
Tujuannya adalah menyiapkan orang asli Papua untuk suatu kemerdekaan. Belanda
berpandangan bahwa masa depan bangsa Papua harus ditentukan oleh orang Papua, ini
terkait dengan jaminan penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua sebagai suatu hak dalam
kaitannya dengan pasal 73 dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pada masa-masa itu, Negara Indonesia selalu mengklaim atas wilayah Nederlands
Nieuw Guinea sebagai bagian sah dari RIS. Karena itu, pemerintah Belanda mengundang
Indonesia untuk menjelaskan klaimnya atas Nederlands Nieuw Guinea di depan Pengadilan
Internasional, namun Indonesia menolak tawaran itu. Pasti Indonesia tidak menang atas
klaimnya atas wilayah yang disengketakannya, karena pertama, Belanda sudah
mendaftarkan status Papua ke komite dekolonisasi PBB, kedua, pada tahun 1951 Belanda
sudah mengamandemen (mengubah UUD) untuk meningkatkan status menjadi Nederlands
Nieuw Guinea (menjadi salah satu propinsi seberang laut dari Hindia Belanda), untuk
mempersiapkan orang Papua menentukan sendiri masa depan bangsanya.
Belanda berpandangan bahwa lebih baik mempersiapkan orang Papua agar pada
saatnya mereka sendiri dapat menentukan pilihannya untuk masa depan bangsanya. Upaya
Belanda itu mulai terbukti bahwa pada tahun 1960, orang Papua sudah mulai membentuk
12 Partai yaitu:
1) Partai Nasional (PARNA, ketua Umum Hermanus Wayoi);
2) Democratische Volks Partij (DVP, Ketua: A. Runtuboi);
3) Ke U Embay (KUD, Ketua: Esau Itar);
4) Nasionalis Partai Papua (Nappa, anggota N. Tanggahma);
5) Partai Papua Merdeka (PPM, Ketua Moses Rumainum);
6) Commite Nasional Papua (KNP, ketua Willem Itar);
7) Front Nasional Papua (FNP, ketua Lodewijk Ayamiseba);
8) Partai Orang Nieuw Guinea (PONG, ketua John Ariks);
9) Eenheids Partij Nieuw Guinea (APANG, Ketua L Mandacan);
10) Persatuan Kristen Islam Raja Ampat (Perkisra, Ketua M.N Majalibit);
11) Persatuan Pemuda Pemudi Papua (PERPEP, Ketua A.J.F. Marei);
12) Partai Sama-sama Manusia (PSM).
Partai-partai itu dibentuk agar melalui partai ini menyakinkan masyarakat bahwa
dari pihak Belanda akan memberikan kesempatan kepada bangsa Papua untuk menentukan
nasib sendiri. Satu tahun kemudian, awal tahun 1961, orang Papua mencalonkan diri
22
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

melalui partai-partai yang didirikannya untuk dipilih secara demokratis oleh rakyat di tanah
Nederlands Nieuw Guinea (Papua Belanda). Pemilu secara demokratis berlangsung antara
tanggal 18 – 25 Februari 1961. Hasil pemilihan itu disahkan pada tangal 5 April 1961
sebagai anggota Neiuw Guenea Raad (Parlemen Papua) berjumlah 28 anggota. Di tahun itu,
masyarakat Papua Belanda berhasil memilih dan membentuk Parlemen Papua4.
Pemerintah Belanda memberi kesempatan kepada orang Papua untuk
mempersiapkan kemerdekaan Papua secara bertahap, yang dimulai dengan pendirian partai,
pemilihan Parlemen Papua. Melalui badan legislatif Papua ini membentuk sebuah badan
atas permintaan gubernur Nederlands Neiuw Guinea untuk mempersiapkan kemerdekaan
bangsa Papua, yaitu Komite Nasional Papua, dalam badan ini terdiri dari 21 orang Papua
terdidik. Badan komite ini dipimpin oleh seorang peranakan yang bernama Mr. De Rijke.
Komite ini menggelar Kongres I Papua dari tanggal 17 – 19 Oktober 1961.
Sidang Kongres I Papua dihadiri oleh 70 orang Papua terdidik dari tujuh wilayah
Papua. Dalam sidang terhormat ini mempersiapkan atribut-atribut bangsa Papua, yaitu
Bendera: „Bintang Fajar‟, Lagu Kebangsaan: „Hai Tanahku Papua‟, lambang Negara:
„Burung Mabruk‟, dengan semboyang “Satu Bangsa, Satu Jiwa” (One People, One Soul).
Tidak hanya itu, dalam forum demokrasi itu Komite Papua mengubah nama wilayah dari
Nederlands Nieuw Guinea menjadi „Papua Barat‟, nama bangsanya adalah „bangsa Papua‟.
Semua keputusan penting ini dimeteraikan dalam sebuah “manifesto bangsa Papua”.
Manifesto itu dinyatakan dan ditanda-tangani oleh wakil masyarakat Papua dari tujuh
wilayah Papua, yaitu Mamta, Saireri, Domberai, Bomberai, Animha, Lapago dan Meepago.
Berikut ini kami mencantumkan manifesto politik bangsa Papua, yang dinyatakan
pada sesi terakhir dari Kongres I Papua, tanggal 19 Oktober 1961 di Hollandia (kini
Jayapura).
MANIFEST
Kami jang bertanda-tangan di bawah ini, penduduk tanah Papua bahagian Barat, terdiri dari berbagai golongan, suku dan
agama, merasa terikat dan bersatu padu sebagai satu bangsa dan satu tanah air:

MENYATAKAN :
Kepada penduduk sebangsa dan setanah air bahwa:
I. Berdasarkan fasal 73 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa bahagian a dan b;
II. Berdasarkan maklumat akan kemerdekaan bagi Daerah-Daerah jang belum berkepemerintahan sendiri,
sebagai termuat dalam Resolusi jang diterima oleh Sidang Pleno Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam
sidangnja ke 15, dari 20 September 1960 sampai 20 Desember 1960, No. 1514 (XV);
III. Berdasarkan hak mutlak dari kita penduduk tanah Papua bahagian Barat atas tanah air kita;
IV. Berdasarkan hasrat dan keinginan bangsa kita akan kemerdekaan sendiri;

Maka kami dengan perantaraan Komite Nasional dan Badan Perwakilan Rakjat kita Nieuw Guinea Raad mendorong
Gubernemen Nederlans-Nieuw-Guinea dan Pemerintah Nederlands supaja mulai dari November 1961:
a. Bendera kami dikibarkan disamping Bendera Belanda Nederland;
b. Njanjian kebangsaan kita (kami) “Hai Tanahku Papua” dinjanjikan atau dilagukan disamping Wilhemus;
c. Nama tanah kami mendjadi Papua Barat dan

4
Decki, Op.Cit. hal. 217-222
23
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

d. Nama bangsa kami mendjadi Papua.

Atas dasar-dasar ini kami bangsa Papua menuntut untuk mendapat tempat kami sendiri, sama seperti bangsa-bangsa
merdeka dan di antara bangsa-bangsa itu kami bangsa Papua ingin hidup sentosa dan turut memeliharakan perdamaian
dunia.
Dengan manifest ini kami mengundang semua penduduk jang mentjintai tanah air dan bangsa kita Papua menjetudjui
Manifest ini dan mempertahankannja, oleh karena inilah satu-satunja dasar kemerdekaan bagi kita bangsa Papua.

Hollandia, 19 Oktober 1961.


W. Inury J. S. Dekeniap D. Sarwom S. L. Rumadas
F. Poana T. S. Akwan A. Onim H. Jomungga
F. J. S. Rumainum M. Buotabui E. Itaar F. Torey
M. Suwae M. W. Kaisiepo J. J. Roembiak B. Gebze
J. Jaab Th. Mezet M. Ongge J. E. Bonay
P. H. Jochu N. Tanggahma Iz. Menufandu H. I. Bauw
M. Wai Sp. Malibela N. Jouwe T. Dansidan
H. Mori Muzendi W. Giay P. Koejab Nemnay
W. Zonggonao A. Sefa F. Jufuway J. Manory
A. J. A. Rumtoboy L. Ajamiseba E. Noembery M. Rumainum
Dan 12 tak dapat dibatja karena dokumennja rusak.5

Kongres I Papua yang difasilitasi oleh Komite Nasional Papua dihadiri oleh 70
orang Papua dari tujuh wilayah dan Nieuw Guinea Raad (Parlemen Papua). Dalam sidang
Komite Nasional memutuskan untuk mendorong pemerintah Belanda agar hasilnya
diumumkan pada 1 November 1961 dengan ditandai pengibaran Bendera Bintang Fajar,
tetapi sesuai persetujuan Gubernur Plateel atas nama Sri Baginda dalam Peraturan
“Ordinasi” bernomor 68 menyatakan bahwa hasil itu diumumkan dan bendera itu
dikibarkan pada 1 Desember 1961, berdampingan dengan Bendera Belanda.
Berikut ini kami mengutip petikan keputusan Gubernur tentang bendera negeri itu:
“bahwa sesuai dengan hak, jang ditetapkan pada artikel 111 dari Bewendsregeling Nieuw Guinea guna pemasukan usulan
akan penetapan ordinasi-ordinasi. Nieuw Guinea Raad telah memadjukan sebuah usulan guna penetapan sebuah ordinasi
mengenai sebuah bendera negeri Nederlands-Nieuw-Guinea. Sehabis mendengar Dewan Kepala-Kepala Djawatan dan dalam
persetudjuan dengan Nieuw Guinea Raad, telah menetapkan ordinasi jang berikut: bendera negeri Nederlands-Nieuw-Guinea
itu merupakan sebuah persegi pandjang terdiri atas satu baris merah melangit dekat tiang dan tudjuh baris biru
membumi jang ditjeraikan enam baris putih. Pada pertengahan baris merah itu terdapat sebuah bintang putih berputjuk
lima jang antaranja satu menundjuk melangit. Kelima udjung bintang itu masing-masing merupakan siku 36 deradjat.
Tinggi dan padjang bendera itu berbanding 2 : 3. Lebar baris merah adalah dua perlima tinggi, garis tengah lingkaran
luar bintang itu adalah tudjuh perdelapan lebar baris merah itu”.6
Pada 1 Desember 1961 bendera Bintang Fajar bersamaan Bendera Belanda
dikibarkan diiringi lagu „Hai Tanahku Papua‟ juga „Wilhemus‟ lagu kebangsaan Belanda
dalam upacara resmi. Berita tentang pengibaran bendera Papua, serta Deklarasi Manifesto
Politik bangsa Papua tersebar ke seluruh tanah air Papua, dan disambut penuh kegembiraan

5
Dokumen sejarah Papua.
6
Ibid.
24
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

oleh warga di Tanah Papua. Berita itu tersebar juga ke belahan dunia lainnya. Kejadian ini
mendapat perhatian dunia internasional, atas usaha publikasi dari berbagai media yang ada.
Belanda secara resmi menyampaikan kepada dunia, termasuk Indonesia bahwa
Belanda memiliki tanggung jawab moral untuk mempersiapkan orang Papua agar suatu saat
orang Papua menentukan masa depan bangsanya. Belanda tidak bermaksud menguasai
Tanah Papua untuk selamanya. Dalam hal ini, ambisi Indonesia berbeda dengan Belanda.
Justru Belanda memilih untuk mempersiapkan orang Papua untuk menentukan masa depan
dan membangun bangsanya sendiri, tanpa campur tangan dari bangsa lain di dunia.
Sementara Indonesia berambisi besar untuk mencaplok bangsa Papua ke dalam NKRI.

7. Maklumat Trikora
Mendengar bahwa adanya pengibaran Bintang Fajar di Hollandia (kini Jayapura) –
Papua, Soekarno beraksi cepat. Setelah 18 hari pengibaran Bintang Fajar, pada tanggal 19
Desember 1961 di Lapangan alun-alun Yogyakarta, presiden Soekarno mengeluarkan
Maklumat Trikora (Tiga Komando Rakyat). Tiga komando itu adalah: 1) Bubarkan Negara
Papua buatan Belanda; 2) Kibarkan bendera merah putih di Irian Barat, 3) Bersiaplah untuk
mobilisasi umum.
Berikut ini isi komando Aneksasi yang asli: “… Belanda mengadakan „Negara
Papua‟. Belanda mengibarkan „Bendera Papua‟. Apa yang harus kita perbuat di sini?
Tidak ada lain kita harus bertindak. Bertindak! Maka oleh karena itu saya berikan
komando kepada seluruh rakyat Indonesia. Nah, dan apa komando saya? Dengarkan
saudara-saudara! Komando saya dengan tegas ialah: Gagalkan, hai seluruh rakyat
Indonesia, gagalkan pendirian „Negara Papua‟ itu. Apa komando saya lagi? Hai seluruh
rakyat Indonesia, kibarkan sang merah putih di Irian Barat itu! Tegas saya memberikan
komando ini. Batalkan „Negara Papua‟ itu. Kibarkan bendera kita! Siap sedialah, akan
datang mobilisasi umum…Sudara-saudara kita inilah bunyinya…”.7
Dalam nats asli maklumat Trikora di atas, presiden Soekarno tidak pernah
mengatakan Negara „boneka‟ Papua. Kata „boneka‟ ditambahkan kemudian oleh
pemerintah Indonesia. Kata „boneka‟ yang bernada penghinaan tidak pernah diucapkan oleh
Soekarno dalam naskah asli yang dikutip oleh Tn Yorris T.H Raweyai dalam bukunya
“Mengapa Papua Ingin Merdeka‟. Ini sudah menunjukkan manipulasi sejarah Indonesia.
Walaupun suatu kebenaran dapat dimanipulasi untuk mencapai kepentingan tertentu, tetapi
„kebenaran‟ tetaplah „kebenaran‟. Bagaimanapun juga suatu saat, namanya „kebenaran itu‟
tetap terkuak atau terbongkar.
Dalam maklumat aneksasi di atas, presiden Soekarno sudah mengakui adanya
sebuah Negara Papua dibentuk oleh Belanda. Soekarno juga mengakui bahwa adanya
bendera Papua dikibarkan, maka dalam maklumat itu Soekarno juga memerintahkan supaya
bendera merah putih dikibarkan di Irian Barat (Papua). Maklumat TRIKORA pada
dasarnya telah melanggar hukum Internasional. Setiap bangsa di dunia ini dijamin oleh

7
Yoris TH Raweyai, (2002), Mengapa Papua Ingin Merdeka, hal. 26
25
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Deklarasi Umum Hak-hak Asasi Mamnusia oleh PBB dan beberapa kovenan lainnya untuk
menentukan nasib sendiri, dijamin juga dalam pembukaan mukadimah UUD RI: „bahwa
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan peri kemanusian dan peri keadilan‟.
„Penentuan nasib sendiri‟ ditempuh melalui dua jalur legal formal, yaitu: Pertama,
melalui jalur Proklamasi sepihak, seperti Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya
pada tanggal 17 Agustus 1945; atau Deklarasi Manifesto, seperti yang dilakukan oleh
bangsa Papua pada 19 Oktober 1961 yang secara resmi diumumkan pada 1 Desember
1961, dengan ditandai Pengibaran Bendera Bintang Fajar (Morning Star); Kedua, melalui
jalur refrendum.
Melalui jalur proklamasi sepihak atau deklarasi sepihak dibutuhkan pengakuan dari
Negara-negara lain sebagai legitimasi politik, terutama dari kolonial yang menduduki
wilayah itu. Legitimasi hukum lahir dari penanda-tanganan pengakuan, penyerahan
kemerdekaan dan kedaulatan suatu Negara bangsa (de jure). Melalui jalur refrendum
ditempuh dengan tata cara atau ketentuan hukum Internasional. PBB dapat mempercayakan
wali pemerintahan tertentu, atau membentuk suatu badan PBB untuk mempersiapkan
masyarakat setempat menentukan nasib masa depan bangsanya.
Pengakuan presiden Soekarno sebagai kepala Negara RI atas adanya „Negara
Papua‟ dalam TRIKORA adalah sah atau legitim, artinya sudah diakui secara de facto dan
de jure adanya Negara Papua. Walaupun pengakuan itu tujuannya dalam rangka
membubarkan atau menggagalkan Negara Papua, karena memang Soekarno punya ambisi
besar untuk merebut Tanah Papua dari kekuasaan Belanda. Isi maklumat TRIKORA itu
sudah membuktikan bahwa Indonesia menyatakan kehendaknya untuk MENGANEKSASI
Negara baru Papua ke dalam NKRI. Maklumat TRIKORA itu adalah komitmen awal untuk
menganeksasi Negara baru Papua ke dalam wilayah kekuasaan Indonesia.
Pengertian „ANEKSASI‟ menurut hukum bangsa-bangsa adalah meluaskan wilayah
Negara melalui kekerasan (invasi militer) dan juga melalui traktat (perjanjian). Maklumat
TRIKORA itu pada prinsipnya sudah membuktikan bahwa Indonesia berkehendak untuk
menganeksasi Negara baru Papua ke dalam wilayah NKRI. Aneksasi itu biasa dilakukan
dengan alasan sejarah, budaya, religi, politik, etnografi, geografis, ekonomi, dan juga
karena alasan strategis lainnya. Jika pemerintahan suatu wilayah yang dianeksasi itu
ditiadakan dengan peperangan, maka aneksasi itu dinamakan debellitio (latin). Contoh:
Debellitio Korea oleh Jepang (1910), Albania oleh Italia (1939), Ceko oleh Jerman (1939).
Jika daerah yang dianeksasi itu tidak mempunyai status (tak bertuan) dinamakan
accopation (latin), contoh accupation: Montenegro oleh Serbia (Perang dunia I), Indonesia
oleh Jepang 1942-19458.
Dilihat dari devinisi aneksasi di atas, maka dalam maklumat TRIKORA tersurat
adanya sikap atau kemauan keras untuk mencaplok Negara baru Papua ke dalam NKRI.
Tetapi dalam maklumat TRIKORA itu belum diikuti dengan tindakan nyata. Dalam per-

8
Forkorus Yaboisembut, SPd, Surat Peninjauan Hukum, hal. 10 mengutip Ensiklopedi Indonesia, Edisi
khusus jilid I, hal. 213
26
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

jalanan waktu kemudian, Soekarno membentuk Komando Tertinggi untuk pembebasan


Irian. Yang menjadi Panglima Tertinggi adalah Soekarno, Wakilnya adalah Nasution dan
Mayor Jenderal A. Yani menjadi kepala stafnya. Untuk melaksanakan tugas operasi perang
perebutan Irian, maka pada tanggal 2 Januari 1962 Soekarno membentuk Komando
Mandala perebutan Irian, di mana Soekarno menjadi Panglima Mandala, Subono menjadi
wakilnya dan Leo Watimena serta A. Tahir sebagai kepala staf gabungan.
Di awal tahun1962 pasukan militer Indonesia digerakkan ke tanah Papua untuk
infiltrasi (operasi militer) menganeksasi Papua ke dalam NKRI. Dengan adanya pengiriman
pasukan militer ini, sudah terbukti bahwa upaya yang dilakukan oleh Indonesia adalah
tindakan nyata untuk mengANEKSASI Negara baru Papua ke dalam wilayah
kekuasaannya.
Militer Belanda menenggelamkan kapal perang MBT Macam Tutul yang dipimpin
oleh komodor Jos Sudarso deputi I KSAL di laut Arafuru adalah bukti bahwa invasi militer
itu benar-benar terjadi untuk membubarkan Negara baru Papua dan menganeksasi Papua
Barat ke dalam NKRI.
Indonesia menyikapi insiden di laut Arafuru dengan meningkatkan pengiriman
pasukannya ke tanah Papua untuk melakukan berbagai operasi, antara lain: Operasi banteng
dengan sasaran Fak-fak, Operasi garuda sasarannya Kaimana, Operasi Seringala sasarannya
Teminabuan dan Sausafor, Operasi Lumba-lumba dengan sasaran Tanah Merah
(Bovendigul), Operasi Naga sasarannya Merauke.9

8. RI Gandeng Rusia
Indonesia memutuskan hubungan kerja-sama bilateral dengan Belanda sejak tahun
1950-1960-an. Untuk memuluskan ambisi besar untuk merebut Papua, Negara Indonesia
memanfaatkan perang dingin yang terjadi antara blok Barat dan Blok Timur (Amerika dan
Rusia). Indonesia yang tadinya menganut paham “politik bebas aktif” artinya tidak
memihak ke blok Barat maupun blok Timur, berubah menjadi paham NASAKOM
(nasionalis, agama dan komunis). Peralihan dari politik bebas aktif menjadi paham
NASAKOM bertujuan untuk menggandeng Rusia dalam rangka perebutan Irian.
Negara Indonesia mencari jalan untuk memperkuat pertahanannya. Karena itu,
Soekarno mengutus Jenderal A. H. Nasution untuk membeli persenjataan di Amerika
Serikat dan Australia, tetapi tidak berhasil. Hal ini mendorong presiden Soekarno
membangun kerja-sama dengan Rusia yang adalah Negara Komunis dalam bidang
pertahanan keamanan. Dan ia berhasil membeli persenjataan dengan pembayaran jangka
panjang. Tujuannya adalah melengkapi sarana-prasana dibidang pertahanan keamanan
untuk menghadapi Papua Belanda di Tanah Papua. Suhu politik antara RI dan Belanda juga
makin memanas.

9
Decki, Op. Cit. hal 223-234
27
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

9. Manufer Politik Amerika


Haluan politik Jakarta ini dibaca oleh Amerika Serikat. Amerika khawatir bahwa
langkah politik RI ini jika masih diteruskan dengan Rusia, maka akan mengganggu
kepentingan Amerika di Asia dan Pasifik, jika dua kawasan ini benar-benar dikuasai oleh
musuhnya „Rusia‟. Mengingat Partai Komunis di Indonesia juga tumbuh semakin pesat.
Maka, dalam waktu yang singkat, Amerika menekan Belanda untuk menyerahkan Papua ke
dalam NKRI, agar kawasan Asia dan Pasifik diselamatkan dari pengaruh komunis.
Sebagaimana tertera dalam surat rahasia presiden Amerika Serikat John F. Kennedy
kepada Perdana Mentri Belanda Dr. J. E. de Quay tanggal 2 April 1962 mengakibatkan
Belanda tunduk pada tekanan politik Amerika Serikat.
Berikut ini kutipan surat rahasia presiden Jhon F. Kennedy: “……..kita sedang
menghadapi bahaya dimana peningkatan kekuatan militer bakal memicu timbulnya
perang terbuka di wilayah tersebut. ……hanya komunis sajalah yang akan memetik
keuntungan manfaat dari konflik semacam itu….sasaran empuk intervensi komunis.
Jika Indonesia takluk kepada komunis dalam keadaan seperti ini, maka seluruh posisi
non komunis di Vietnam, Thailand, dan Malaya akan terancam bahaya, pada hal
kawasan tersebutlah yang saat ini justru menjadi pusat perhatian Amerika Serikat.
….Pihak Indonesia telah menyampaikan kepada kami tentang keinginannya untuk
mengambil secara langsung pemerintahan atas wilayah itu…..Dalam keadaan seperti
ini, serta didorong oleh tanggung jawab kami terhadap „Dunia Bebas (non komunis)‟,
saya mendesak dengan sangat, agar pemerintah Belanda menerima rumusan yang
digagaskan oleh tuan Bunker”10.
Presiden AS juga mengutus adiknya Robert F. Kennedy yang saat itu menjabat
sebagai Jaksa Agung AS berkunjung ke Belanda dan juga Indonesia pada bulan Februari
1962 untuk bertemu dengan presiden Soekarno dalam upaya penyelesaian masalah Irian
Barat (Papua). Untuk memuluskan misinya, Presiden AS, John F. Kennedy mempengaruhi
Negara-negara lain, seperti Inggris, Australia, Roma dan Negara lain yang menjadi
sekutunya. Tujuannya adalah melemahkan posisi Belanda agar tidak mempertahankan
kekuasaannya atas Tanah Papua.

10.Perjanjian New York


Manufer Amerika membuahkan hasil. Pada tanggal 15 Agustus 1962 terjadi
Perjanjian New York (New York Agreement) antara Belanda dan Indonesia yang disaksikan
oleh Amerika dan PBB. Selanjutnya, pada tanggal 1 Oktober 1962 Belanda menyerahkan
Papua ke tangan UNTEA (sebuah badan yang dibentuk oleh PBB). Dengan ini, kekuasaan
Belanda berakhir di tanah Papua.
Traktat perjanjian itu dibuat oleh Ellsworth Bunker (mantan Dubes AS di PBB).
Perjanjian New York adalah suatu kesepakatan yang tidak sah, baik secara yuridis (hukum)
maupun moral. Kesepakatan New York itu dibuat untuk membicarakan status tanah dan

10
Anari, Op.Cit. hal. 10-11
28
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

nasib bangsa Papua, namun dalam proses itu tidak pernah melibatkan wakil-wakil resmi
bangsa Papua.
Penanda-tanganan perjanjian New York itu dilakukan saat operasi militer antara
Belanda dan Indonesia sedang terjadi, khususnya di Pantai Selatan Papua. Ketika terjadi
operasi militer (perang antara pasukan Belanda dan RI) di Tanah Papua, Panglima
Komando Mandala (Soekarno) mengabarkan melalui radio tentang perjanjian damai telah
dilangsungkan antara Belanda dan RI di New York, 15 Agustus 1962. Beberapa waktu
kemudian berakhirlah perang sengit antara militer Belanda dan Indonesia di tanah Papua.

11.Perjanjian Roma
Setelah penanda-tanganan Perjanjian New York 15 Agustus 1962, Indonesia dan
Amerika memainkan peran ganda untuk menggagalkan Perjanjian New York.
Sesungguhnya Traktat yang telah ditanda-tangani itu menguntungkan posisi Indonesia,
sementara pihak Belanda apalagi bangsa Papua benar-benar dirugikan. Tetapi, Indonesia
dan Amerika tidak merasa puas dengan Traktat yang dibuat oleh Bunker (mantan duta besar
Amerika di PBB). Maka itu, menteri luar negeri Indonesia (Subandrio) bersama Amerika
menggandeng Roma untuk memuluskan ambisinya.
Pada tanggal 30 September 1962 sehari sebelum Belanda menyerahkan status
kekuasaan Papua ke sebuah badan PBB (UNTEA), di Roma menggelar suatu pertemuan.
Pihak-pihak yang hadir dalam pertemuan itu adalah Indonesia, Belanda dan Amerika.
Dalam buku Gereja dan Politik di Papua Barat yang ditulis Dr. Socratez Sofyan Yoman,
M.A (mengutip makalah yang disampaikan oleh Pdt Herman Awom) memuat beberapa
pokok penting dalam Perjanjian Roma, yaitu: 11
1) Penundaan atau bahkan pembatalan pelaksanaan PEPERA 1969;
2) Indonesia menduduki Papua Barat selama 25 tahun terhitung 1 Mei 1963 – sampai
1988;
3) Pelaksanaan PEPERA 1969 adalah dengan sistem „musyawaran untuk mufakat‟
sesuai dengan sistem Dewan Musyawarah Indonesia;
4) Mempersiapkan laporan akhir tentang hasil-hasil plebisit tahun 1969 kepada Sidang
Umum PBB agar diterima tanpa sanggahan terbuka;
5) Pihak Amerika Serikat bertanggung Jawab menanamkan modalnya pada sejumlah
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang eksploitasi Sumber Daya Alam
(SDA) di Papua Barat;
6) Amerika Serikat menunjang pembangunan Papua Barat selama 25 tahun melalui
jaminan kepada Bank Pembangunan Asia sebesar USD 30 juta;
7) Amerika Serikat menjamin pendanaan Program Trasmigrasi Indonesia ke Papua
Barat melalui Bank Dunia.
Kenapa Perjanjian ini dibuat di Roma? Jawabannya adalah Roma juga tentu
dipengaruhi oleh Amerika terkait ketakutannya terhadap pengaruh Negara Komunis Rusia
atas kawasan Asia - Pasifik. Roma juga secara diam-diam bergandeng bersama Amerika
Serikat untuk mengamankan wilayah Asia dan Pasifik dari pengaruh komunis. Ketimbang

11
Dr. Socratez Sofyan Yoman, M.A, Gereja dan Politik di Papua Barat, hal. 43-44
29
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

menyelamatkan kepentingan masa depan bangsa Papua. Sekarang kita tahu bahwa Roma
juga turut serta, walaupun Roma tidak berperan aktif dalam permainan politik tingkat
tinggi ini untuk menghancurkan masa depan bangsa Papua.

12.Belanda Dipaksa Keluar


Tanggal 1 Oktober 1962 adalah tanggal berlakunya Perjanjian New York. Maka
pada hari itu, Belanda menyerahkan status perwalian Papua kepada pihak PBB dalam hal
ini UNTEA (sebuah badan PBB yang dibentuk untuk memantau Penentuan Nasib Sendiri
1969). Berbagai terobosan yang dilakukan oleh Belanda di tanah Papua dalam rangka
mempersiapkan orang Papua untuk menentukan nasib sendiri berhenti sampai di sini.
Melalui traktat manipulatif yang menguntungkan Indonesia, yang disutradarai oleh
Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy menghakhiri kekuasaan Belanda di Tanah
Papua Barat.
Kenapa Belanda mengalah begitu saja? Karena Belanda tidak mendapat dukungan
dari Amerika, Inggris dan Australia. Ketiga Negara ini sebelumnya berjanji mendukung
Belanda atas kekuasaannya di Tanah Papua. Tetapi tiba-tiba haluan politik mereka berubah
setelah mengetahui bahwa RI bermanufer politik ke Negara Rusia yang adalah Negara
komunis. Maka itu, Inggris dan Australia juga dipengaruhi oleh Amerika Serikat untuk
menganeksasi Papua ke dalam NKRI. Tindakan ini harus ditempuh untuk mengamankan
kepentingan mereka di bidang ekonomi, politik dan keamanan di kawasan Asia dan Pasifik
dari pengaruh komunis.

13.Tindak Lanjut Perjanjian New York


Di Hollandia (kini Jayapura) upacara penyerahan perwalian Papua dari UNTEA ke
Indonesia digelar di lapangan Abepura, yang sekarang dikenal dengan nama lapangan
TRIKORA, pada tanggal 1 Mei 1963. Tugas Indonesia adalah mempersiapkan orang Papua
untuk Penentuan Nasib Sendiri pada tahun 1969. Tentu Indonesia memanfaatkan
kesempatan emas ini selama 6 tahun, untuk mewujudkan ambisinya yaitu „Papua dipaksa
masuk ke dalam NKRI‟. Untuk itu, Indonesia mengatur siasat dan menghalalkan segala
cara memaksa bangsa Papua masuk ke dalam NKRI. Ini memang didukung penuh oleh AS
dan PBB serta para sekutu lainnya.
Ironis memang! Dalam traktat perjanjian New York itu ada pasal yang mengatur
mengenai penyerahan Papua dari badan PBB (UNTEA) ke Indonesia untuk mempersiapkan
pelaksanaan PEPERA 1969. Kenapa Belanda diusir ke luar dari tanah Papua dan status
perwalian Papua melalui UNTEA (PBB) diserahkan kepada Indonesia yang sedang
berambisi besar agar Papua dianeksasi ke dalam NKRI? PEPERA itu seharusnya disiapkan
oleh UNTEA, atau PBB menunjuk salah satu Negara untuk menjadi pemerintahan

30
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

perwalian dalam mempersiapkan orang Papua untuk menentukan nasib sendiri pada tahun
196912. Ini memang “permainan politik tingkat tinggi”. Ini sangat tidak adil!
Pelaksanaan PEPERA 1969 melalui “sistem musyawarah” ala Indonesia itu sudah
diseting sebelum pelaksanaan PEPERA 1969, buktinya bahwa dalam perjanjian Roma 30
September 1962 dimasukan dalam satu butir bahwa Pelaksanaan PEPERA 1969 adalah
dengan sistem musyawarah untuk mufakat sesuai dengan „sistem dewan musyawarah‟
Indonesia. Dengan ditanda-tanganinya perjanjian Roma itu, maka Belanda dan Amerika
Serikat sudah mendukung penuh sistem musyawarah untuk mufakat. Dengan demikian,
Indonesia, Belanda dan Amerika turut serta menghancurkan nilai-nilai luhur dan praktek
hukum Internasional tentang penentuan nasib sendiri melalui mekanisme “satu orang satu
suara” (one man one vote).
Masa depan bangsa Papua dihancurkan melalui sistem yang tidak sesuai dengan
mekanisme Internasional. Dalam hal ini, kami tidak menyalahkan Belanda. Kami
memahami bahwa Belanda dalam posisi terjepit dan terpaksa mengalah untuk menyerahkan
Papua ke dalam NKRI, walaupun cara-cara yang ditempuh oleh Amerika, PBB dan
Indonesia, yang didukung oleh para sekutunya adalah praktek yang tidak bermanusiawi,
tidak etis, tidak adil, tidak demokratis, dan cacat hukum.
Dalam buku Gereja dan Politik yang ditulis oleh Dr. Socratez Sofyan Yoman, M.A
menanggapi pernyataan Indonesia yang selalu mengatakan bahwa PEPERA 1969 tidak
dilaksanakan satu orang satu suara (one man one vote), melainkan menggunakan dengan
sistem musyawarah untuk mufakat, karena dua alasan di bawah ini: pertama, Karena letak
geografis Papua yang amat sulit untuk dijangkau; kedua, Karena banyak orang Papua yang
belum berpendidikan, terutama kampung-kampung, pedalaman, dan pengunungan.
Pdt Dr. Socratez Sofyan Yoman, M.A menyatakan dengan tegas tidak sependapat
dengan dua alasan di atas. Beliau mempunyai empat alasan mendasar yang tak
terbantahkan, yakni: pertama, Dalam struktur sosial masyarakat Papua Barat, sejak leluhur
„nenek moyang‟ orang Melanesia, bangsa Papua mempunyai nilai-nilai demokrasi dalam
memilih kepala suku, memutuskan bersama untuk berperang, berkebun, membuat honai,
membuat pangar, membuat perahu, dan dalam banyak hal lainnya;
Kedua, Sebelum tahun 1969, orang Papua bagian pesisir Pantai dan Pedalaman
sudah memiliki proses demokrasi yang benar, adil dan jujur dalam memilih majelis Gereja,
Gembala, dan ketua-ketua Sinode. Metode yang digunakan di wilayah Pantai adalah dengan
cara menulis dengan kertas, karena mereka relatif sudah maju dalam bidang pendidikan.
Sedangkan di wilayah pedalaman Papua biasanya menggunakan dua cara, yaitu menulis
dan mengangkat tangan. Dengan cara itu, mereka memilih Majelis, Gembala Sidang, katua
Klasis/ ketua Wilayah, dan ketua Sinode.
Ketiga, Dalam pemilihan Parlemen Papua (Nieuw Guinea Raad) 1961 dilakukan
dengan sistem „satu orang satu suara‟ dari seluruh rakyat Papua. Proses ini demokratis,
jujur, dan adil. Metode satu orang satu suara (one man one vote) yang dilaksanakan ini
12
Tentang ini baca juga dalam buku “Gereja dan Politik di Papua Barat” yang ditulis oleh Pdt. Dr. Socratez
Sofyan Yoman, hal. 41-61.
31
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

tidak heran karena orang-orang asli Papua sudah mempunyai nilai demokrasi sejak turun
temurun. J. R. G. Jopari (pelaku sejarah Papua) membenarkan hal tersebut dengan berkata,
“…sejarah menunjukkan bahwa dalam pemilihan anggota Parlemen Papua pada tahun 1961
mereka mampu menggunakan sistem one man one vote. Inilah yang oleh masyarakat Papua
yang berjuang untuk merdeka, mereka katakan sebagai ketidak-adilan”.
Keempat, Dalam PEMILU tahun 1971 seluruh penduduk di tanah Papua memberi
suara dengan demokratis. Beliau mengatakan bahwa dalam PEPERA 1969 dilakukan
sistem musyawarah untuk mufakat karena alasan geografis, belum pendidikan dan belum
mengerti demokrasi adalah merupakan kebohongan besar pemerintah Indonesia. Pdt
Yoman mengatakan PEMILU 1971 menyaksikan sendiri di Kampungnya bahwa orang
tuanya memberikan suara mereka di tiga bilik suara yang disiapkan, masing-masing Golkar,
PPP dan PDI. Lima anggota TNI datang mengawasi pelaksanaan PEMILU itu13.
Dengan demikian, kita simpulkan bahwa PEPERA 1969 yang dilakukan di Tanah
Papua itu hanyalah „sandiwara politik semata‟, dan menurut Prof. Drooglever PEPERA
1969 itu „lelucon‟. Amerika Serikat, PBB dan Indonesia serta para sekutunya adalah
pemain sandiwara politik tingkat tinggi. Pembuat skenario dan pemeran utamanya adalah
Amerika Serikat, presiden John F. Kennedy yang berapa waktu kemudian, John F. Kennedy
ditembak mati oleh penjahat kelas kakap dunia.
Apa kepentingan mereka? Kepentingan mereka adalah ekonomi (minyak, emas,
tembaga, nikel, hutan, kayu, dan lain sebagainya) yang ada di tanah Papua. Atas demi
mengamankan kepentingan perut mereka, masa depan bangsa Papua dihancurkan dan orang
Papua menanggung penindasan yang paling mengerikan di era modern hingga post modern
ini. Tanah Papua memang secara politik, ada dalam genggaman Negara Indonesia, tetapi
secara hukum sangat lemah, bukti bahwa Papua dianeksasi dimulai dari maklumat
TRIKORA, disusul dengan penanda-tanganan perjanjian „Traktat Manipulatif‟ 15 Agustus
1962, yang disertai dengan invasi politik dan militer Indonesia, yang di dukung penuh oleh
Amerika Serikat, PBB dan para sekutunya. Maka, PEPERA 1969 itu adalah CACAT
HUKUM, CACAT MORAL dan CACAT DEMOKRASI.
Dalam sidang tahunan PBB ke 24 mendapat protes keras dari 15 negara di benua
Afrika dan Caribia setelah mendengar laporan dari Ortizan (wakil khusus PBB) yang
datang ke Papua untuk memantau jalannya pelaksanaan PEPERA pada 1969. Hasil voting
yang dilakukan dalam sidang tahunan PBB itu tidak mencapai kuarum 2/3 suara. Akhirnya
sidang PBB memutuskan untuk „refrendum ulang‟ di Irian Barat, tetapi menteri luar negeri
(Adam Malik) menolak tegas usulan itu dengan alasan tidak ada dana.14 Akhirnya pada
tanggal 19 November 1969 PBB mengeluarkan resolusi 2504.
Isi resolusi itu memuat dua hal penting, yaitu: pertama, mencatat laporan Sekertaris
Jenderal melalui wakilnya atas tugas yang dipercayakan sebagaimana tercantum dalam
persetujuan antara Belanda dan Indonesia pada 15 Agustus 1962; kedua, menghargai setiap
bantuan yang diberikan melalui bank Pembangunan Asia melalui lembaga-lembaga PBB

13
Yoman, Gereja dan Politik di Papua Barat, hal. 49-50
14
Decki, Op.Cit, hal. 282
32
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

atau melalui cara-cara lain kepada pemerintah Indonesia di dalam usaha memajukan
perkembangan ekonomi dan sosial di Irian Barat. Dalam resolusi itu „mencatat‟ (take note)
laporan wakil sekjen PBB atas pelaksanaan PEPERA 1969 dan penghargaan atas perjanjian
ekonomi untuk membangun Irian Barat.15 Artinya resolusi itu tidak disahkan dan tak
ditandata-tangani oleh para anggota PBB, hanya dicatat saja dalam lembaran sidang
tahunan PBB ke 24.
Dari isi resolusi 2504 itu sudah menunjukkan bahwa keberadaan Papua dalam
NKRI dari sisi hukum sangat lemah. Dari awal Papua dianenksasi ke dalam NKRI sudah
bermasalah, maka kebijakan politik apapun yang diterapkan di tanah Papua selama ini
gagal dan akan terus gagal serta bermasalah. Masalah mendasar Papua adalah hak asasi
politik bangsa Papua, yakni kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua 1 Desember 1961 yang
telah dianeksasi oleh NKRI dan para sekutunya melalui invasi militer dan invasi politik
(traktat perjanjian) secara sepihak, tanpa wakil bangsa Papua dilibatkan dalam pertemuan-
pertemuan penting antara Indonesia dan Belanda, serta pelaksanaan PEPERA yang tidak
prosedural dan tidak adil. Ambisi Indonesia yang didukung oleh Amerika Serikat dan
sekutunya untuk merebut Papua dari tangan Belanda benar-benar sukses. Ambisi mereka di
Papua adalah hanya untuk kepentingan ekonomi sambil membantai warga asli Papua.

14. Perlawanan Orang Papua Pada Masa Aneksasi Awal


Parlemen Papua (Nieuw Guinea Raad) yang dipilih langsung oleh orang Papua
menggelar pertemuan terbuka untuk membahas penentuan nasib sendiri. Dalam pertemuan,
yang digelar 16 Februari 1962 itu, dengan suara bulat menolak Indonesia menjadi wali
pemerintahan atas Papua Barat, berikut ini sikap Parlemen Papua: “Kepemerintahan
Indonesia ditolak, karena Indonesia di dalam masalah Papua Barat merupakan pihak
jang menuntut, jaitu tidak neutral. Dengan demikian Indonesia tidak akan meluaskan
bangsa Papua melaksanakan hak menentukan npasibnja sendiri atas dasar bebas”. Ini
adalah salah satu butir pertimbangan Nieuw Guinea Raad (Parlemen Papua) dalam rapat
terbuka yang digelar di Hollandia (Jayapura) 16 Februari1962.
Dalam pertemuan terbuka Parlemen Papua membahas penentuan nasib sendiri.
Mereka memutuskan bahwa pemerintah Indonesia dengan tegas ditolak, karena Indonesia
di dalam masalah Papua Barat merupakan pihak yang menuntut. Artinya Indonesia
berambisi besar mencaplok Papua Barat ke dalam wilayah kekuasaannya. Mereka menilai
bahwa jika Indonesia dipercayakan menjadi wali pemerintahan untuk mempersiapkan
penentuan nasib sendiri, maka Indonesia tidak akan memberikan kebebasan kepada orang
Papua untuk menentukan nasib masa depan bangsa Papua.
Ternyata prediksi Parlemen Papua terbukti bahwa dalam Traktat perjanjian yang
ditanda-tangani antara Belanda dan Indonesia di New York, 15 Agustus 1962. Dalam
perjanjian itu memaksa Belanda ke luar dari tanah Papua, dan wali pemerintahan atas
Papua diserahkan kepada UNTEA tertanggal 1 Oktober 1962, yang selanjutnya pada 1 Mei

15
Yan Christian Warinusi, Keputusan PBB soal Papua tidak mengikat, Jokowi diminta Dialog,
www.suarapapua.com
33
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

1963 ditransfer kepada Indonesia untuk mempersiapkan warga asli Papua bagi penentuan
nasib sendiri pada tahun 1969.
Dalam pertemuan terbuka itu, Parlemen Papua juga menyatakan: “anggapan
Indonesia hak menentukan nasib sendiri dari penduduk Papua Barat telah dilaksanakan
pada waktu proklamasi Indonesia 17 Agustus 1945, ditolak semata-mata sebab bangsa
Papua tidak mempunyai perwakilan di kala itu, terlebih proklamasi tersebut dinyatakan
di bawah kekuasaan Djepang jaitu pada suatu ketika dimana Nieuw Guinea telah lama
dibebaskan dan diduduki oleh tentara sekutu”, pada bulan April1944, jadi mulai tahun itu
Papua berada dalam tangan pemerintah sah, yaitu pemerintah Nederland (Belanda).
Pernyataan Parlemen Papua (Nieuw Guinea Raad) di atas adalah bukti bahwa
bangsa Papua melalui wakilnya menolak dengan tegas klaim Indonesia atas Papua Barat.
Dasar penolakan mereka adalah: pertama, tidak ada wakil Papua yang terlibat dalam proses
persiapan kemerdekaan sampai proklamasi 1945; kedua, Papua Barat sudah dibebaskan dari
pendudukan Jepang oleh tentara sekutu pada bulan April 1944, dan sejak itu Papua Barat
sudah berada dalam pemerintah sah Belanda. Parlemen Papua dengan suara bulat menolak
kehadiran Indonesia di tanah Papua Barat. Sikap penolakan Parlemen Papua sejak 16
Februari 1962 itu adalah awal perlawanan bangsa Papua atas klaim Indonesia untuk Papua
dan menolak secara tegas kehadiran Indonesia menjadi wali pemerintahan bagi Papua untuk
mempersiapkan penentuan nasib sendiri.
Dalam berbagai kesempatan, orang Papua menyampaikan sikap penolakan atas
kehadiran Indonesia di Papua Barat. Sikap penolakan mereka disampaikan kepada wakil
PBB (UNTEA) yang hadir hanya 6 bulan di Papua terhitung 1 Oktober 1962 – 1 Mei 1963.
Juga disampaikan kepada wakil khusus PBB, Ortizan yang datang ke Papua Barat
menjelang PEPERA 1969 digelar. Penolakan terang-terangan melalui demonstrasi juga
digelar di seluruh tanah Papua Barat. Perlawanan dengan senjata dimulai di Arfai -
Manokwari, 28 Juli 1965 di bawah pimpinan Permenas Ferry Awom. Inilah awal
kebangkitan TPN OPM.
Dalam suasana itu, ada pula masyarakat pendatang (amber) yang sudah lama berada
di Tanah Papua mempengaruhi orang asli Papua untuk menerima Indonesia sebagai Negara
yang sah atas Papua Barat. Bahkan sampai mereka membuat berbagai macam petisi atas
nama orang asli Papua dan diserahkan kepada wakil dari PBB baik UNTEA maupun utusan
khusus yang datang memantau pelaksanaan PEPERA 1969. Tindakan para amber
(pendatang) ini sangat memalukan, tidak terpuji, tidak etis, tidak bermanusiawi, tidak
demokratis dan tidak adil.
Berbagai sikap penolakan kepada Indonesia, baik perorangan dan kelompok serta
melibatkan massa rakyat berdemonstrasi di jalan-jalan sampai di kantor-kantor
pemerintahan. Apa tanggapan Negara Indonesia atas semua aksi penolakan ini? Negara
Indonesia melalui kaki tangannya di Tanah Papua Barat, baik TNI maupun POLRI, bahkan
juga rakyat sipil pendatang melumpuhkan perlawanan orang Papua, melalui penghinaan,
penyiksaan, intimidasi (terror mental), penangkapan sewenang-wenang, pemerkosaan,
pemenjaraan tanpa prosedural hukum, pembunuhan, penembakan, dan lain sebagainya.

34
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Untuk memantapkan langkah untuk memenangkan PEPERA 1969, Indonesia


menerapkan berbagai strategi, operasi militer baik terbuka maupun tertutup, strategi rumah
ke rumah untuk mengintimidasi dan untuk menanamkan ideologi Pancasila, orang ke orang
untuk mempengaruhi mereka untuk memilih Indonesia, dan segala macam tindakan, baik
tindakan lunak sampai tindakan yang paling keras.
Berikut ini ada beberapa Operasi Militer dengan berbagai sandi operasi di tanah
Papua (1962 – 1969) untuk memenangkan PEPERA dan menumpas OPM, antara lain:
Pertama, Pada tahun 1962 untuk perang melawan Papua Belanda, Soekarno membentuk
garda militer dengan berbagai sandi operasi dan mengirim ke Papua untuk invasi militer,
antara lain: operasi banteng, operasi garuda, operasi serigala, operasi naga dan operasi
lumba-lumba.
Kedua, „Operasi Sadar‟ dilakukan dengan tujuan meredam aspirasi politik Papua
merdeka dengan cara menangkap, menculik, membunuh; selain itu meningkatkan kegiatan-
kegiatan intelijen dengan mengumpulkan kepala-kepala suku untuk mendapatkan
pandangan mereka, dan memaksa mereka untuk setia kepada NKRI, serta mengusut atau
mendapatkan informasi orang-orang yang terlibat dalam gerakan OPM; Operasi ini
dilakukan di bawah panglima Komando Daerah Militer XVII Cenderawasih Brigjen
Kartidjo.
Ketiga, Operasi Bratajudha‟ dilakukan untuk menumpas OPM yang bergerak di
daerah Manokwari dan sekitarnya di bawah pimpinan Ferry Awom dengan kekuatan
anggota gerilyawan 14.000 dilengkapi dengan senjata api peninggalan Jepang dan Belanda.
Selain itu operasi diarahkan ke daerah lain di tanah Papua untuk menumpas kantong-
kantong OPM secara total. Operasi ini dilakukan di bawah komando Panglima R. Bintoro;
operasi ini dimulai pada tanggal 29 Maret 1967 sampai 1968.
Keempat, Panglima Kodam XVII Sarwo Edhi Wibowo menjalankan „Operasi
wibawa‟ (1968 – 1969), tujuannya adalah untuk meningkatkan wibawa militer dan
pemerintah Indonesia yang namanya sudah tercoreng di kalangan warga asli Irian (Papua),
karena selalu diintimidasi, dilecehkan, diculik, dibunuh, ditangkap dan dipenjara; melalui
operasi ini Sarwo mengulurkan tangan kepada OPM untuk kembali ke kampung dan kota
untuk membangun Papua dalam NKRI16.
Belum bisa dipastikan berapa besar kerugian materi yang dialami oleh orang Papua
selama proses aneksasi awal itu (19 Desember 1961 – 1969). Kita juga belum bisa pastikan
berapa banyak orang Papua yang disiksa sampai mati, diperkosa, ditembak mati, juga
belum bisa dipastikan berapa banyak orang Papua yang di penjara pada waktu itu, tanpa
melalui proses hukum. Ada pula orang asli Papua merantau ke luar negeri. Sungguh ini
sangat menyedihkan! Demi mempertahankan hak kesulungan bangsa Papua yang telah
dianeksasi itu, orang asli Papua harus mengalami korban di atas korban.
Kedatangan Jepang dan Indonesia di Tanah Papua membawa malapetaka besar.
Papua benar-benar merasakan penjajahan dari pendudukan Jepang dan pendudukan Indo-

16
Decki, Op.Cit. hal. 264-267
35
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

nesia. Pada masa kekuasaan Belanda, warga asli Papua belum pernah merasakan penjajahan
dari Belanda. Sejak 1898 hingga sebelum kedatangan Jepang pada 19 April 1942, di teluk
Humbolt Kota Hollandia (Jayapura), tak seorangpun penduduk pribumi Papua membentuk
suatu perlawanan anti Belanda, tak seorangpun dibunuh. Sehingga terjalinlah kehidupan
yang sangat harmonis antara Belanda dan warga asli setempat. Hal ini merupakan bukti
nyata bahwa bangsa Papua tidak pernah merasa dijajah oleh Belanda, tidak sama seperti
wilayah lainnya di Indonesia.
Penjajahan itu mulai dialami ketika pendudukan Jepang di Tanah Papua, dan kini
penjajahan itu menjadi paling sempurna dalam bingkai NKRI. Banyak warga asli Papua
dianiya, diintimidasi, dipaksa kerja rodi, dan bahkan dibunuh oleh Jepang. Akibat
kekejaman ini, banyak warga asli Papua membantu tentara Sekutu ketika mendarat di teluk
Humbolt (Jayapura) pada tanggal 22 April 1944 untuk mengusir Jepang di bawah komando
Jenderal Douglas McArthur. Sejak itu, pemerintahan Belanda membentuk suatu
pemerintahan dengan status keresidenan yang bertanggung jawab langsung kepada mahkota
Kerajaan Belanda17.

15. Tindak Lanjut Perjanjian Roma


Pelaksanaan PEPERA 1969 melalui “sistem musyawarah” ala Indonesia itu sudah
diseting sebelum pelaksanaan PEPERA 1969, buktinya bahwa dalam perjanjian Roma 30
September 1962 dimasukan dalam satu butir bahwa Pelaksanaan PEPERA 1969 adalah
dengan „sistem musyawarah untuk mufakat‟ sesuai dengan sistem dewan musyawarah
Indonesia. Dengan ditanda-tanganinya perjanjian itu, maka Belanda dan Amerika Serikat
sudah mendukung penuh sistem musyawarah untuk mufakat. Dengan demikian, Indonesia,
Belanda dan Amerika turut serta menghancurkan nilai-nilai luhur dan praktek hukum
Internasional tentang penentuan nasib sendiri dengan mekanisme “satu orang satu suara”
(one man one vote).
Dalam perjanjian Roma itu disepakati juga bahwa Indonesia akan menduduki di
Tanah Papua selama 25 tahun, terhitung 1 Mei 1963 – 1988. Setelah itu, Indonesia
melepaskan Tanah Papua membentuk satu pemerintahan sendiri (Hermanus Wayoi, 1999,
hal. 3) yang dikutip Dr. Socratez S. Yoman. Tetapi, kenapa perjanjian yang ditanda-tangani
oleh Indonesia, Belanda dan Amerika itu tidak direalisasi pada tahun 1988? Jawabannya
adalah ini hanyalah sandiwara politik dari para elit dunia untuk meloloskan kepentingan
ekonomi, politik dan keamanan di kawasan Asia-Pasifik, khususnya di Tanah Papua.
Pada tahun 1967 terjadi penanda-tanganan Kontrak Pertambangan Emas dan
Tembaga yang berada di Timika antara Indonesia dan Amerika, dua tahun sebelum
PEPERA 1969 digelar. Tentang eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) ini sudah ada
kesepakatan dalam Perjanjian Roma antara Belanda, Indonesia dan Amerika pada 30
September 1962 di Roma; dalam buku „Gereja dan Politik di Papua Barat‟ yang ditulis oleh
Pdt. Dr. Socratez Sofyan Yoman, M.A memuat beberapa pokok penting (mengutip makalah

17
Anari. Op.Cit. hal. 5
36
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

yang disampaikan oleh Pdt Herman Awom), bahwa Amerika Serikat bertanggung jawab
menanamkan modalnya pada sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibidang
eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) di Papua Barat.
Kesepakatan lain dalam perjanjian Roma adalah Amerika Serikat bersedia
menunjang pembangunan di Papua Barat selama 25 tahun melalui jaminan pendanaan
kepada Bank Pembangunan Asia sebesar US$ 30 juta pertahun. Realisasi perjajian itu,
Amerika Serikat membantu Indonesia per tahun US$ 25 juta. Menurut Herman Wayoi,
“sampai hari ini penggunaan dana yang begitu besar selama puluhan tahun tidak
dimanfaatkan untuk membangun masyarakat di Tanah Papua sehingga penduduk Irian Jaya
(Tanah Papua) masih berada di bawah garis kemiskinan”. 18
Dana besar setiap tahun dari Amerika untuk membantu Indonesia itu didapat dari
mana? Tentu didapat dari hasil eksploitasi Sumber Daya Alam di Tanah Papua, misalnya
Freeport di Timika, yang terkenal sebagai tambang tembaga dan emas terbesar urutan ke
dua di dunia. Bukti bahwa Freeport di Timika adalah hadiah yang diberikan oleh Indonesia
kepada Amerika, karena AS telah membantu Indonesia untuk menganeksasi Papua ke
dalam NKRI. Para sekutunya juga telah menanamkan sahamnya di tambang terbesar
“Freeport” milik Amerika ini. Saya menduga bahwa PBB dan Roma juga mendapat
suntingan dana diam-diam dari Freeport di Timika, karena mereka telah berjasa besar
dalam menganeksasi Papua ke dalam NKRI melalui sebuah traktat yang menguntungkan
RI, yang dibuat oleh Bunker (mantan duta besar Amerika di PBB).
Kesepakatan lain dalam perjanjian Roma adalah Amerika Serikat (AS) menjamin
pendanaan Program transmigrasi Indonesia ke Papua melalui Bank Dunia. Transmigrasi
besar-besaran yang terjadi selama ini didukung penuh oleh AS melalui bantuan dana
melalui Bank Dunia. Di akhir-akhir ini walaupun trasmigrasi ke Tanah Papua belum ada
program dari pemerintah pusat, tetapi program transmigrasi terselubung masih jalan di
Tanah Papua. Misalnya melalui pemekaran Propinsi, Pemekaran Kabupaten, Pemekaran
Distrik, dan Pemekaran Kampung. Pemekaran-pemekaran yang marak dan kian meningkat
di Tanah Papua adalah upaya transmigrasi terselubung dari pemerintah Indonesia.
Tujuannya untuk membuka akses bagi masuknya pendatang baru (amber) agar mereka
menguasai tanah, pusat-pusat ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan pemerintahan serta
bidang lainnya.
Orang Papua tidak memahami dengan baik strategi Indonesia untuk memusnahkan
orang asli Papua dari tanah leluhurnya melalui berbagai pemekaran yang terjadi ini.
Segelintir orang Papua yang haus akan jabatan dan harta menjadi pion Jakarta untuk melobi
pemekaran-pemekaran ini. Mereka ini tidak pikir akan dampak buruk dari semua
pemekaran. Yang terpenting bagi mereka adalah jabatan, harta dan wanita (untuk
memuaskan keinginan dagingnya). Orang Papua semakin minoritas, tersisih, termiskin,
termarginalisasi dan sedang musnah adalah salah satu akibat dari pemekaran-pemekaran
baru yang semakin marak di tanah Papua.

18
Yoman, Op.Cit. hal. 44
37
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Pertanyaannya adalah „pemekaran Propinsi, Kabupaten, Distrik, dan Kampung ini


untuk siapa?‟ Bukankah ini membuka akses (membuka jalan) bagi orang pendatang
(amber) untuk menguasai segala yang ada di Tanah Papua? Tidak ada manfaat satupun bagi
orang Papua dengan pemekaran ini. Orang Papua tertipu dengan berbagai iklan dari Jakarta
yang mengatakan “dengan adanya pemekaran, orang Papua akan meningkatkan taraf hidup,
pemekaran ini mendekatkan pelayanan pemerintah kepada rakyat, dengan pemekaran ini
membuka akses bagi orang kampung untuk bersaing positif dengan amber, dan berbagai
pernyataan lain‟. Sungguh di balik pernyataan ini tersimpan racun yang mematikan. Kita
perlu ingat bahwa racun ular bisa itu disimpan di dalam gigi taringnya dan di ujung
ekornya. Orang Papua maju kena, mundur juga kena dengan adanya pemekaran-pemekaran
yang semakin menjamur di Tanah Papua.
Semua kesepakatan yang dilahirkan dalam perjanjian Roma benar-benar sukses.
Berarti strategi Amerika Serikat dan Indonesia serta sekutunya sudah mencapai puncak
(klimaks) di Tanah Papua. Mereka benar-benar berhasil karena melalui transmigrasi,
pemekaran-pemekaran, eksploitasi Sumber Daya Alam, operasi militer, dan lain-lain;
semuanya ini berdampak pada kehidupan orang Papua menjadi minoritas, tersisih,
termiskin, termarginalisasi dan sedang menuju ke ambang pemusnahan etnis. Ada beberapa
marga di tanah Papua hilang-musnah adalah bukti bahwa Papua sedang terjadi pemusnahan
etnis perlahan-lahan.
Akhirnya, kami simpulkan bahwa Perjanjian Roma itu dibuat untuk menciptakan
konflik yang baru dan berkelanjutan bagi orang asli Papua. Dampak buruk yang luar biasa
dialami oleh orang asli Papua hingga kini, akibat penerapan perjajian Roma ini. Orang asli
Papua menjadi korban di atas korban di atas tanah leluhurnya. Sementara pihak lain
menari-menari di atas penderitaan orang asli Papua pemilik negeri ini.

38
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bab II
BARA PAPUA DI ERA ANEKSASI TAHAP KEDUA
(1969 – 2001) „UU OTDA Jilid I‟
„Kau ciptakan bara ini, kau besarkan bara ini, sampai bara ini menghanguskan semua yang ku miliki,
kau t‟lah rampas hak kesulungan, kini kau rampas lagi apa yang ku miliki, kini badanku kulit bungkus
tulang, hatiku tersayat, hatiku pedih bagai tertusuk duri, luka batin membara, kegelapan malam
menyelimutiku, hentakan laras, dentuman bedilpun terdengar, rintihan tangisan berkumandang di
rimba, di gunung, di pesisir pantai, di rantauan, membaranya darah t‟rus menetes, sejarah sunyi, sejarah
berdarah di ufuk Timur di Tanah Papua‟

1. OTSUS Jilid I „UU OTDA 1969‟

I
ndonesia dan para sekutunya terutama Amerika Serikat berhasil menganeksasi bangsa
Papua ke dalam NKRI. Untuk memperkuat eksistensi dan mempertahankan kekuasaan
Indonesia di Tanah Papua, maka Pemerintah Indonesia menerapkan Undang Undang
bernomor 12 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Daerah (OTDA) 1969, yang
diundangkan 10 September 1969 dan berlaku 10 September 1969.
UU OTDA adalah paket politik Jakarta untuk mempertahankan Papua Barat dalam
NKRI. UU OTDA adalah suatu kewenangan khusus yang diberikan oleh Pemerintah
Indonesia untuk membumikan ideologi Pancasila dalam warga asli Papua. Tujuannya
adalah melalui UU OTDA mengintegrasikan dan mentransfer segala macam budaya
Nusantara kepada warga asli Papua. Dengan kekhususan UU OTDA ini, maka kami
namakan UU OTSUS Jilid I.
Melalui UU OTDA ini Irian Jaya (Papua Barat) menjadi salah satu propinsi di
Indonesia. Negara Indonesia juga memekarkan beberapa kabupaten di Tanah Papua, yaitu:
Kabupaten Jayapura, Kabupaten Biak, Kabupaten Serui, Kabupaten Paniai di Nabire,
Kabupaten Manokwari, Kabupaten Sorong, Kabupaten Fak-Fak, Kabupaten Merauke dan
Kabupaten Jayawijaya. Setiap Kabupaten pemekaran ini dikepalai oleh Bupati dan Wakil
Bupati, dengan dinas-dinas terkait, diperkuat dengan aparat keamanan TNI dan POLRI,
serta kelompok pendukung lainnya, yaitu BIN, BAIS, BAKIN, dan barisan merah putih
(orang Papua pendukung NKRI).
Pada tahun 1971 di Indonesia menggelar Pemilihan Umum (Pemilu) serentak.
Warga Papua mensukseskan Pemilu ini dengan memberikan suara mereka melaui tiga bilik
kotak yang disiapkan, masing-masing kotak untuk Golkar, PDI dan PPP. Warga Papua
yang tersebar di pesisir pantai, di gunung dan lembah di Tanah Papua memberikan suara
mereka dalam pemilihan umum (pemilu) ini.
Alasan Negara Indonesia menerapkan sistem musyawarah untuk mufakat dalam
PEPERA 1969 karena letak geografis yang sulit dijangkau, dan taraf pendidikan orang
Papua masih rendah alias buta huruf, tidak dapat diterima sebagai suatu kebenaran dan itu
sebagai alasan yang dibuat oleh RI untuk memenangkan PEPERA 1969. Warga asli Papua
mensukseskan Pemuli 1971 adalah bukti bahwa warga asli Papua sudah biasa
39
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

berdemokrasi. Pada 18 – 25 Februari 1961 melalui partai-partai yang dibentuknya warga


Papua memilih anggota Nieuw Guinea Raad (Parlemen Papua) dengan sistem demokrasi
„satu orang satu suara‟ adalah bukti otentik bahwa orang asli Papua biasa berdemokrasi.

2. OPM Bangkit Melawan RI


Warga asli Papua 99,99% tidak menghendaki kehadiran Indonesia di Tanah Papua.
Hanya 0,1% orang Papua tertentu yang dipimpin Silas Papare dan kawan-kawannya
menghendaki Indonesia menduduki Tanah Papua. Akumalasi perlawanan yang mewarnai
dalam keseluruhan proses Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) adalah bukti bahwa
warga asli Papua menolak kehadiran Indonesia di Tanah Papua. Nasionalisme Papua tidak
dipadamkan dalam berbagai operasi-operasi, baik tertutup dan terbuka yang dilakukan
dalam proses PEPERA (1 Mei 1963-1969). Nasionalisme Papua justru tumbuh subur dalam
masa-masa sulit itu. Segala ruang kebebasan berekspresi disumbat dengan tekanan dan
intimidasi aparat TNI dan POLRI serta kekuatan pendukung lainnya, tetapi dalam keadaan
genting itu, nasionalisme Papua tumbuh subur dalam sanubari warga asli Papua.

2.1. Proklamasi 1 Juli 1971


Proklamasi 1 Juli 1971 (Republik Papua Barat) yang dinyatakan oleh Brigadir
Jenderal J. Zeth Rumkorem di Markas Victoria – Bewani adalah bukti bahwa nasionalisme
Papua tak bisa dipadamkan oleh kekuatan Militer Indonesia di Tanah Papua. Proklamasi itu
didampingi oleh Jakob Pray sebagai ketua Senat. Pilemon Tablamilena Jufuway sebagai
Kepala Staf Tentara Pembebasan Nasional (Tapenal). UUD terdiri dari 219 Pasal dan
lengkap dengan kabinet kementrian. Lagu kebangsaan „Hai Tanahku Papua‟ dan lambang
Negara „burung elang‟.19
Untuk mempertahankan eksistensi perjuangan, sayap OPM dibentuk di beberapa
daerah, misalnya di Merauke dibentuk pada 1972. Selain itu dibentuk di Jayawijaya, Paniai,
Biak, Manokwari, Sorong, Fak-Fak, dan Jayapura. Kemudian dibentuk di daerah-daerah
lain, seperti Serui, dan lain-lain. Perjuangan OPM ditempuh dengan jalan konfrontasi dan
jalur diplomasi. Antara tahun 1970-an perjuangan OPM di dalam negeri ditempuh dengan
jalan konfrontasi, sementara para diplomat orang Papua terdidik yang sudah mengungsi
sejak tahun 1960-an memperkuat kampanye-kampanye politik di luar negeri. Para diplomat
luar negeri yang melakukan kampanye-kampanye politik antara lain Willem Songgenau, N.
Tanggahma di Belanda, Nikolaus Youwe di Belanda, Jacob Pray di Swedia, Dr. Otto
Onawame, Markus Kaisiepo di Belanda, Andi Ayamiseba, Rec Rumaikiek, dan lain-lain.

2.2. Deklarasi Sorong Samarai versi Y.C.H. Mirino,cs


Dalam tahun 1974, tepatnya 3 Desember di Serui, Kabupaten Yapen Waropen
menggelar Deklarasi Kemerdekaan Sorang sampai Samarai yang disebut sebagai
„Pernyataan Yapen Waropen‟. Deklarasi ini diprakarsai oleh enam orang pegawai negeri di
Serui, yaitu S. Satya, Y.C.H Mirino, P. Muabuai, A.M. Tewa, P.J.Pedai, dan W.Rum. Pasca

19
Decki, Op.Cit. hal. 294-295
40
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

deklarasi itu, Mirino didapati tewas di dalam rumahnya karena keseluruhan proses deklarasi
itu dimotori oleh Mirino, sedangkan lima orang lainnya ditahan dan difonis penjara 8 tahun
di pengadilan Negeri Jayapura pada 3 Maret 1977.
Deklarasi Yapen Waropen ini diindikasikan bahwa memberikan dukungan
sepenuhnya atas proklamasi yang dilakukan oleh Zeth Rumkorem 1 Juli 1971 di Waris
“Markas Victoria”. Selain itu, adanya indikisi kuat bahwa Papua Barat juga memposisikan
diri bergabung dengan PNG atas rencana kemerdekaan PNG, yang rencananya diberikan
oleh Australia pada tahun 1975. PNG adalah sebuah wilayah koloni yang diserahkan oleh
Inggris kepada Australia untuk mempersiapkan warga PNG untuk menentukan masa depan
bangsanya menjadi sebuah bangsa berdaulat di bawah kekuasaan ratu Elisabet – Inggris20.
Dalam sejarah perjuangan OPM, dua kelompok yang paling gigih dan bertahan
perang menghadapi Militer Indonesia adalah:
 Pertama, Kelompok Kelly Kwalik yang memimpin di wilayah Pegunungan
Tengah bagian Selatan Papua, yang di dalamnya terdapat komandan Operasi
masing-masing Tadeus Yogi di Paniai dan Yudas Kogoya di daerah
Jayawijaya;
 Kelompok kedua adalah Matias Wenda yang beroperasi di wilayah
perbatasan dengan komandan operasi masing-masing Bernadus Mawen di
daerah Merauke dan Hans Bomey di daerah perbatasan Utara Papua21.

3. Perjuangan Dalam Budaya


Selain perjuangan dengan jalur konfrontasi dalam negeri oleh Tepenal OPM, pada
tahun 1978 perjuangan dalam bentuk budaya masuk dalam kota. Kelompok musik
Mambesak pertama kali dibentuk oleh Arnol Ap dan rekan-rekannya pada 15 Agustus 1978
di Jayapura, dalam rangka memperingati 17 Agustus 1978 di Universitas Cenderawasih.
Dalam kiprah selanjutnya kelompok musisi Mambesak memposisikan dirinya untuk
mengangkat lagu-lagu yang bernuansa menentang Indonesia dan melalui lagu-lagu khasnya
memberi semangat bagi para pejuang yang bergerilya di rimba raya Papua, serta menghibur
warga di Tanah Papua. Kaset-kaset produksi group Mambesak tersebar luas di Tanah Papua
sampai di kampung-kampung, di rimba raya, di gunung, di lembah, di pesisir Pantai,
bahkan sampai di luar negeri.
Para musisi mambesak antara lain Sam Kapisa, Marthin Sawaki, Yowel Kafiar
adalah mahasiswa Uncen, sedangkan Arnol Ap adalah seorang Kepala Kurator Museum
Sangsekerta Uncen, yang juga pernah terlibat dalam aksi menentang hasil PEPERA 1969
sebagai tindakan yang tidak adil yang dilakukan oleh Indonesia, pada saat Ferdinando
Ortizan (utusan khusus PBB) datang memantau jalannya pelaksanaan PEPERA.

20
Decki, Ibid. hal. 296
21
Ibid, hal. 334
41
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Munculnya pandangan positif atas lagu-lagu khas produksi mambesak. RRI (Radio
Republik Indonesia) Nusantara V Jayapura serta RRI regional menyuguhkan lagu-lagu
khas Papua produksi Mambesak. Hingga pada tahun 1984 group mambesak memproduksi
lima volume kaset mambesak, semuanya versi bahasa daerah. Semangat antosias dari
kalangan luas ini mendapat kecurigaan dari aparat TNI dan POLRI. Memang lagu-lagu
khas mambesak menumbuhkan nasionalisme di kalangan warga asli Papua. Sehingga
beberapa kali Arnol Ap berhubungan dengan pihak aparat keamanan Indonesia untuk
mengklarifikasi kecurigaan itu.
Melalui lagu-lagu khas itu mengungkapkan ekspresi terdalam duka dan harapan
orang Papua. Mengekspresikan beban penderitaan bangsa Papua yang dialaminya dan pada
waktu yang bersamaan mengungkapkan ekspresi terdalam akan suatu masa depan yang
indah, terbebas dari penderitaan, intimidasi, pembunuhan, penghinaan, ketidak-adilan dan
segala macam tindakan kejahatan lainnya.
Tarian/ yosim atau dansa mengekspresikan duka dan harapan tadi, yang juga
dikisahkan dalam mitos dan berbagai gerakan kargo, misianik yang merindukan suasana
yang penuh ceria dan damai sejahtera. Harapan dan kerinduan dalam berbagai gerakan
mesianik dan kargo ini diangkat dalam lagu-lagu Mambesak. Dengan demikian, warga
Papua benar-benar terhibur dengan lagu-lagu khas Papua yang mengandung penuh arti,
penuh misteri dan penuh pengharapan.
Kami memberikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada group
musisi mambesak. Karena melalui gerakan kesenian ini melahirkan generasi Papua yang
tangguh untuk menghargai budayanya sebagai suatu keunikan tersendiri dan itu sebagai jati
diri suatu bangsa. Melalui lagu-lagu khasnya memberi semangat bagi generasi muda Papua
untuk mempertahankan identitas dan harga diri bangsa yang memiliki keunikan tersendiri.
Penulis terinspirasi oleh lagu-lagu Mambesak sewaktu masih kecil pada tahun 1980-
1990-an di Kampung. Walaupun saya tidak mengeri arti dari syair-syair lagu yang
umumnya berbahasa daerah itu, namun lagu-lagu khas itu menyemai nasionalimse Papua
sewaktu saya masih kanak-kanak di Kampung yang paling terpencil. Saya hanya
menangkap satu kalimat dalam bahasa suku Mee terukir dalam syair salah satu lagu: „Irian
Yonine‟ artinya „Irian mau merdeka‟. Kalimat ini termeterai abadi dalam lubuk hatiku yang
paling dalam. Ternyata syair lagu ini menumbuhkan nasionalisme Papua dalam hati
nuraniku. Syair lagu „Irian Yonine‟ (Irian mau merdeka) inilah yang menginpirasi saya
hingga berapa kali masuk ke luar Penjara dalam perjuangan ini.
Sementara group Mambesak mendapat pengaruh positif di semua kalangan, lahirlah
group musisi lain “black broders” dalam versi bahasa Indonesia dengan nada-nada protes
atas kejahatan Negara Indonesia. Dengan lahirnya group baru yang mengecam Indonesia
melalui lagu-lagu, semakin mencurigai para musisi Mambesak yang memproduksi lagu-
lagu dalam bahasa daerah Papua.
Akhirnya pada 30 November 1984 Arnol Ap bersama Eddy Mofu dan lebih dari 20
orang ditahan oleh kopasandha (kini Kopasus), setelah pihak kopasandha membongkar
jaringan OPM yang berhubungan dengan Arnol Ap. Group mambesak dicurigai bahwa
42
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

hasil penjualan kaset-kasetnya membiayai perjuangan OPM, khsususnya dicurigai


membiayai pelarian beberapa mahasiswa ke luar negeri22.
Penangkapan dan penahanan para musisi Mambesak ini melahirkan kekhawatiran
dan ketakutan yang amat mendalam bagi kaum kerabat para musisi ternama group
mambesak ini. Sehingga mereka mengungsi ke Negara tetangga PNG dan menyebar ke
berbagai Negara meminta suaka. Belakangan diketahui bahwa Eddy Mofu dibunuh.
Peristiwa ini mendorong Arnol Ap budawan pemersatu bangsa Papua melarikan diri dari
tahanan selnya, dan kemudiaan musisi ternama ini ditemukan tewas dan mayatnya di bawah
ke Rumah Sakit Aryoko pada 26 April 1984.
Kematian budawan ternama bangsa Papua ini meninggalkan duka yang amat
mendalam bagi warga asli Papua. Jasa besarnya akan dikenang sepanjang sejarah bangsa
Papua. Karena melalui lagu-lagu khasnya menumbuhkan nasionalisme Papua dan
mengantar generasi muda Papua untuk menghargai budaya sebagai kekayaan bangsa Papua.
Melalui lagu-lagunya yang unik, merintis sebuah jalan bagi generasi muda Papua menuju
masa depan bangsa Papua yang penuh suka cita, indah dan damai sejahtera.
Kematian misterius budawan pemersatu bangsa Papua mengakibatkan banyak
warga asli Papua mengungsi ke PNG, baik melalui jalur darat dan laut. Demi keselamatan
perjuangan Papua Barat di masa depan, pemerintah PNG mengelompokkan warga asli
Papua Barat pelintas batas ke dalam tiga kategori, yaitu:
1) Mereka yang dianggap tokoh politik yang kelak dapat membahayakan, dicarikan
Negara lain yang mereka inginkan;
2) Mereka yang mendapat izin tinggal dan menjadi warga Negara PNG;
3) Kelompok ketiga adalah masyarakat biasa yang hanya ikut-ikutan, dikembalikan ke
tempat tinggalnya masing-masing di Irian (Papua Barat).
Negara Indonesia mendesak pemerintahan PNG untuk mendeportasi para pengungsi
warga Irian. Pengungsian warga asli Papua ke PNG dipandang RI sebagai pelanggaran
hukum yang harus dipertanggung-jawabkan. Untuk menyikapi upaya Indonesia itu,
berbagai gelombang demonstrasi digelar di PNG oleh warga Irian pelintas batas. Aksi
protes ini didukung penuh oleh warga PNG dengan pertimbangan satu keluarga besar
Melanesia; baik di tingkat akar rumput, maupun pihak Gereja serta di tingkat Parlemen
PNG, di antaranya Iambakey Okuk dan Tedi Doro (mantan Panglima Tentara PNG)
menekan Perdana Menteri PNG yang mengambil sikap lunak terhadap desakan Indonesia.
Aksi protes ini didukung juga oleh para wartawan PNG dengan berbagai publikasi
perjuangan politik OPM dan pelintas batas Indo-PNG. Dengan adanya sorotan dari
berbagai kalangan, termasuk sorotan dari Uskup Vanimo John Etheridge dan Uskup Gerard
Descamps, akhirnya Perdana Menteri PNG (tuan Maikel Somare) bersikap lunak terhadap
para pengungsi dan OPM.23

22
Ibid, hal. 297-300
23
Ibid, hal. 301-305
43
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

4. Perjuangan Dengan Damai Masuk Kota 1980-An


Sementara perjuangan dalam budaya mendapat tempat di warga Papua, perjuangan
melalui jalur damai secara terbuka dalam kota dimulai.

4.1. Pengibaran Bendera Bintang Fajar


Gendang perjuangan dengan damai berkumandang dalam kota oleh warga sipil
Papua. Pada 4 Agustus 1980 pagi subuh TPN OPM menyerang Korem di Jayapura, tetapi
tidak berhasil. Pada hari yang sama, 4 Agustus 1980 di Lingkaran Abepura di Jayapura,
sekelompok warga asli Papua mengatur siasat untuk mengibarkan bendera Bintang Fajar,
namun rencana itu digagalkan. Akhirnya penggagas kegiatan itu „Frans Waine‟ ditangkap
oleh militer, sedangkan Laorens Doga melarikan diri bergabung dengan TPN OPM di
rimba raya. Frans Waine diproses hukum dan dipenjara.
Pada tanggal yang sama, 4 Agustus 1980 pada sore harinya, kelompok perempuan
Papua yang dipimpin oleh Prisca Yakadewa berhasil menaikan bendera Bintang Fajar di
halaman Kantor Gubernur Dok II Jayapura. Bendera berkibar mengudara selama 30 menit,
kemudian militer menangkap para pelakunya dan melalui proses persidangan dan dihukum
4 sampai 6 tahun penjara.

4.2. Proklamasi versi David Heremba, B.A, cs


Dalam sejarah perjuangan bangsa Papua di era pemerintahan tangan besi Soeharto,
pada 3 Juli 1982 terukir sebuah peristiwa yang selama ini tidak mendapat tempat dalam
warga asli Papua. Pada 2 Juli 1982 sebuah pertemuan penting digelar di rumahnya David
Heremba, BA (asal Fak-fak). Dalam pertemuan itu hadir juga Mazmur Asso dan Gerardus
Timang, keduanya diundang oleh Simon Tuturop. Dalam pertemuan itu disepakti bahwa
tanggal 3 Juli 1982 akan mengibarkan Bendera Bintang Kejora (Bintang Fajar). Keesokan
harinya di halaman gedung DPRD Propinsi Irian Jaya, mereka menaikan bendera Bintang
Fajar (berkibar 15 menit) dan selanjutnya David Haremba, BA membacakan teks
proklamasi Kemerdekaan Papua Barat.
Peristiwa ini dihentikan oleh pihak kepolisian setempat dengan menangkap para
aktor dan peserta yang hadir dalam kegiatan dimaksud. Sehingga 9 orang laki-laki dan
seorang perempuan diamankan di Polsek Jayapura. Selama satu minggu diinterogasi di
Polda Papua dan selanjutnya ditahan di Penjara Abepura. Mereka ini adalah: Yosepina
Gewab bersama bayinya Siska Heremba Gewab, David Heremba, Simon Tuturop, Yohanes
Hegemur, Ismail Patiran, Geradus Timang, Otto Rumawak, Tadisu Waripang. M. Daniel,
George Patiran dan Mazmur Asso. Mereka divonis penjara 4 sampai 10 tahun penjara.
Awal tahun 1984 para tahanan politik yang ditahan di POM (Polisi Militer) di
Klofkam – Jayapura dipindakan ke Penjara Abepura, di antaranya: Saul Bomay, Frans
Waine, Paulus Kuntui, Lambertus Herman Mirib, Prisca Yakadewa dan teman-temannya.
Dalam Penjara Abepura masing-masing ditahan di sel tahanan yang berbeda. Sipir penjara
melarang Tapol (Tahanan Politik) dan Napol (Narapidana Politik) berkomunikasi dengan
tahanan kriminal lainnya. Tahanan dan Narapidana Politik semakin bertambah, maka pihak

44
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

sipir penjara mengalami kewalahan untuk menjaganya. Sehingga beberapa orang tahanan
Narapidana Politik yang dianggap berbahaya dipindahkan ke Penjara Kalisosok Surabaya,
di antaranya adalah Frans Waine, Saul Bomai, Mazmur Asso, Geraldus Timang, dll.24.

4.3. Proklamasi Melanesia Barat


Dalam salah satu butir perjanjian Roma, antara Belanda, Indonesia dan Amerika
menyepakati bahwa „Indonesia akan menduduki Tanah Papua selama 25 tahun (1 Mei 1963
– 1988)‟, selanjutnya akan diberikan kesempatan Papua berdaulat (merdeka). Janji ini
sampai pada bulan Desember 1988 tidak ditepati oleh pihak-pihak yang menganeksasi
Papua ke dalam NKRI. Keinggaran janji ini mendorong Dr. Thomas Wanggai
memproklamasikan berdirinya Negara Republik Melanesia Barat, pada 14 Desember 1988.
Pada pukul 14.00 WP proklamasi itu dikumandangkan di Lapangan Stadion Mandala – di
Jayapura. Terlibat dalam kegiatan ini sekitar 60 orang, baik laki-laki dan perempuan.
Dr. Thomas adalah seorang terdidik jeblosan Pergurung Tinggi Jepang dan Amerika
Serikat jurusan adminitrasi pemerintahan. Proklamasi ini berbeda dengan proklamasi 1 Juli
1971, baik perbedaan bendera, lagu kebangsaan, lambang dan wilayah geografis negaranya.
Benderanya Hitam, Putih, Merah dengan 14 bintang; Dengan semboyang “Tuhanlah
Gembala kami”.
Sedangkan wilayah teritorialnya adalah seluruh Melanesia Barat. Belum tahu pasti
apakah wilayah teritorinya termasuk PNG, Papua Barat, Maluku, NTT dan Timor-Timur.
Karena wilayah-wilayah ini masuk dalam rumpun Melanesia Barat. Wanggai divonis
Penjara 8 tahun di pengadilan Negeri Klas IIA - Jayapura, selanjutnya dari Penjara Abepura
dipindahkan ke Penjara Cipinang – Jakarta, hingga akhir hayatnya tahun 199625.
Wanggai meninggal dunia pada tanggal 13 Maret 1996 di Penjara Cipinang.
Keberanian Dr. Thomas Wanggai memproklamasikan kemerdekaan Melanesia Barat di
tengah kota Jayapura menjadi cacatan tersendiri. Thom demikianlah sapaan warga asli
Papua adalah putra terdidik Papua yang dengan lantang menagih janji Belanda, Amerika
dan Indonesia dalam perjanjian Roma pada tanggal 30 September 1962.

5. Kampanye Papua Merdeka Lewat Penyanderaan


Penyanderaan menjadi salah satu strategi untuk mengkampanyekan isu perjuangan
TPN OPM untuk kemerdekaan bangsa Papua. Selain menyandera pihak militer Indonesia,
TPN OPM juga menyandera masyarakat sipil, baik warga sipil Indonesia dan juga warga
sipil asing yang datang berkunjung ke Tanah Papua.
Aksi penyanderaan dan penculikan pertama dilakukan pada tanggal 16 Mei 1978 di
Kampung Aurina, Kecamatan Kaureh, Jayapura. Penyenderaan itu dilakukan oleh Marthen
E. Tabu terhadap rombongan Komandan Korem 172 Kolonel Ismail. Setelah 4 bulan
disandera, rombongan itu berhasil dibebaskan setelah melakukan pendekatan persuasif

24
Drs. Mazmur Asso, M.A, M.Th, Lahir dan Hidup dalam Budaya Kekerasan; Otobiografi, hal. 56-65
25
Decki, Op.Cit. hal. 305-309
45
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

yang dijalankan oleh Samsuding Meliala Sembiring (Asisten Operasi Kodam XVII
Cenderawasih) melalui Operasi Sandiyudha pada awal September 1978.
Penculikan dan penyanderaan yang terbesar dan menjadi perhatian dunia
internasional adalah penyanderaan Lorens di Mapinduma. Pihak OPM dibawah pimpinan
Daniel Yudas Kogoya menyandera 24 anggota Tim Ekspedisi Lorenz yang sedang
melakukan penelitian biologi di Desa Mapinduma, Kecamatan Tiom – Jayawijaya, pada 8
Januari 1996. Dari 24 orang yang disandera, 9 warga asli Papua dilepaskan, sementara 15
orang lainnya ditahan untuk membangun opini dunia, terkait dengan perjuangan
kemerdekaan Papua. Tujuh orang di antaranya adalah warga Negara asing, sedangkan 8
orang lainnya adalah warga sipil Indonesia.
Pendekatan dilakukan oleh pihak Gereja, antara lain Uskup keuskupan Jayapura
Herman Munninghoff, John M. Gobai (ketua wilayah GKII), Pdt Adrianus van der Bijl di
Mapiduma, Pdt Paul Burchard (ketua Misionaris Kristen di Irian Jaya). Dengan pendekatan
ini, pihak OPM melepaskan dua sandera, di antaranya warga Jerman, namun komando
OPM diambil alih oleh Panglima Jenderal Kelly Kwalik. Melalui berbagai media, baik
dalam dan luar negeri menyebarkan berita tentang penyanderaan dan tuntutan dari pihak
OPM. Paling penting dari semua tuntutan OPM adalah TPN OPM, Matias Wenda yang
bermarkas di Victoria – PNG.
Melalui berbagai pendekatan negosiasi, melalui operasi militer tentara bayaran
Inggris dan dibantu Kopasus dibawah pimpinan Prabowo Subianto, pada 15 Mei 1996 para
sandera dibebaskan, 9 orang selamat dan 2 orang ditemukan tewas. Diduga kuat bahwa 2
orang yang tewas dibunuh oleh pihak lain, karena pihak TPN OPM bersumpah bahwa
nyawa mereka tidak akan dicabut untuk menjaga simpati dunia internasional atas
perjuangan OPM dalam merebut kembali kemerdekaan Papua. Tindakan pembunuhan
terhadap 2 warga itu dilakukan oleh pihak lain untuk membangun opini buruk terhadap
perjuangan TPN OPM di dunia Internasional26.

6. Operasi-Operasi Militer Indonesia (1970 – 2001)


Tanah Papua menjadi „teritori militer‟. Dari 1962 RI menjadikan Tanah Papua
sebagai Daerah Operasi Militer (DOM). RI mendesain Tanah Papua menjadi daerah merah,
maka daerah merah itu harus dipertahankan dengan lars dan laras, artinya dipertahankan
dengan kekuatan militer.
Tujuan operasi Militer di Tanah Papua adalah: 1) Mempertahankan Tanah Papua
dalam bingkai NKRI; 2) Meredam perjuangan pembebasan bangsa Papua; 3) Operasi
militer sebagai lahan untuk mendapatkan dana operasi dari pemerintah dan menggiatkan
berbagai bisnis legal maupun illegal; 4) Untuk menaikan pangkat dan jabatan bagi TNI
POLRI; 5) Untuk memuluskan berbagai paket politik Jakarta, antara lain pemekaran-
pemekaran Propinsi, Kabupaten, Distrik dan Kampung; pembukaan hutan untuk
transmigrasi baik terbuka dan tertutup, eksploitasi sumber daya alam, dll.; 6) Untuk

26
Ibid. hal. 336-339
46
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

memarginalisasi, meminoritasi, mengintimidasi, menculik, membunuh, memperkosa dan


memusnahkan warga asli Papua dari tanah leluhurnya.
Sepanjang Indonesia mengkondisikan Tanah Papua sebagai Daerah Merah,
sepanjang itu pula Tanah Papua terus membara dengan operasi-operasi militer, baik secara
terbuka dan tertutup. Kita tidak dapat bayangkan berapa banyak warga asli Papua yang
telah tewas akibat pendekatan keamanan (operasi militer) yang ditempuh oleh Indonesia,
sejak tahun 1962 sampai detik ini.
Untuk mempertahankan Papua dalam NKRI, berbagai operasi militer dilakukan di
Tanah Papua. Pada tahun 1970 „Operasi pemungkas‟ mulai diterapkan oleh Panglima
Kodam XVII Cenderawasih. Operasi ini mengawali operasi-operasi selanjutnya yang
digelar di tanah ini di era Aneksasi Tahap Lanjutan melalui UU OTDA jilid I. „Operasi
Pamungkus‟ ditempuh untuk menumpas sisa-sisa OPM di Manokwari pimpinan OPM
Ferry Awom, di Paniai, dan di Biak melalui sandi ini. Ferry Awom berhasil dikembalikan
ke kota melalui sandi Operasi Pamungkas. Operasi ini dipimpin oleh Panglima Kodam
XVII Acub Zainal.
Operasi Militer yang terbesar juga terjadi di Mapinduma dan sekitarnya. Operasi
militer itu terjadi pada tahun 1977. Akibatnya ribuan warga asli Papua tewas dibunuh
dalam operasi militer ini. Operasi militer yang membabi buta juga sering terjadi di Paniai
pada tahun 1970 – 2000 an. Ribuan warga asli Papua tewas tertembak dan dibunuh dengan
sadis di Paniai dan sekitarnya.
Dari pembunuhan dengan cara menusuk besi panas dari dubur, penyiksaan dengan
pemotongan organ-organ tubuh, termasuk alat-alat kemaluan, dan ditutup dengan
pemotongan jantung untuk menutup nafas hidup, penembakan jarak dekat, dan jarak jauh,
perusakan rumah-rumah, kebun, ternak, pemerkosaan ibu-ibu rumah tangga, diculik dan
dibunuh, penyiksaan dan penangkapan sewenang-wenang, dan lain sebagainya.
Operasi Galak I dan Operasi Galak II juga pernah diterapkan pada tahun 1980-an.
Pada tahun 1985 Panglima Kodam XVII Trikora (kini Cenderawasih), menempatkan
pasukan TNI di setiap kampung (desa), yang dikenal dengan nama „ABRI masuk desa‟.
Hampir di seluruh tanah Papua mengalami apa yang disebut „Operasi Militer‟. Antara lain
peristiwa berdarah di Manokwari, di Mapinduma, di Bela, di Wamena, di Biak, di Serui, di
Wondama, di Sorong, di Fak-fak, di Merauke, di Yahukimo, di Timika, di Puncak Jaya, di
Tolikara, di Puncak, di Nabire, di Deiyai, di Dogiyai, di Paniai, di Pegunungan Bintang, di
Mamberamo, di Waropen, di Jayapura, di Arso-Waris, di Genyem, dan lain-lain.
Operasi militer dengan berbagai sandi operasi digelar di Tanah Papua. Tanah Papua
identik dengan „Tanah Darah‟. Karena setiap jam, setiap hari, setiap minggu, setiap tahun
orang Papua mengalami ketidak-adilan, diskriminasi, marginalisasi, diperkosa, dianiaya,
diculik, dan dibunuh atas nama keutuhan NKRI. Untuk menjaga bingkai NKRI, isi
bingkainya dibasmi hingga etnis Papua menjadi minoritas dan sedang terancam punah.

47
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

7. Papua Bangkit Di Awal Reformasi 1998


7.1. Aspira Papua Merdeka Membara
Gendang reformasi di Indonesia bagaikan petir membangunkan semua yang tertidur
lelap. Petir reformasi itu membangunkan warga yang berada di bawa hentakan lars dan
laras, dentuman bedil dan pedang. Reformasi di Indonesia memberikan angin segar bagi
orang Papua untuk menyampaikan aspirasinya yang dipendam sekian lama di era orde baru.
Momentum itu disambut dengan penuh suka cita di Indonesia, termasuk di Tanah Papua.
Bagaikan seekor burung dilepaskan dari sangkar yang terkekang, demikian pula insan
manusia yang rindu kebebasan menyambut momentum reformasi itu.
Orang Papua mulai mengangkat suara. Lantunan suara itu berkumandang di pelosok
Tanah Papua. Semangatnya membara bagai api yang berkobar-kobar. Kini orang Papua
berbicara kerinduannya yang terpendam di berbagai tempat, tanpa peduli orang lain bilang
apa. Suara itu berkumandang di jalan-jalan, di rimba raya, di gunung, di lembah, di pesisir
pantai, dan di rantauan.
Kebangkitan warga asli Papua ditanggapi dengan keras oleh aparat TNI dan POLRI.
Misalnya di Sorong antara 2 – 3 Juli 1998 sekitar 4000 warga asli Papua menggelar
demonstrasi di Kantor DPRD Sorong. Dalam demonstrasi ini terjadi bentrok antara pihak
keamanan dan masyarakat ketika masyarakat menaikan bendera Bintang Fajar. Dalam
insiden ini menewaskan David Kapisa dan Nyonya Sangkek dalam keadaan hamil.
Di Jayapura demontrasi damai berturut-turut digelar. Pada 5 Juli 1998 ketika
Mahasiswa Papua menggelar „Mimbar Bebas”, TNI yang bermarkas di Sipur dan Korem
dipimpin Letkol Inf Kumiadi mengepung mahasiswa dan menembak ke arah mahasiswa
yang sedang menggelar „mimbar bebas‟. Tima panas mengenai seorang mahasiswa
bernama Steven Suripaty dan dilarikan ke RSUD Jayapura dan meninggal dunia pada
tanggal 20 Juli 1998. Ada pula yang mengalami luka tembak, antara lain Corina Onim tima
panas (peluru) mengenai tempurung lutut.
Selain itu di Biak, Filep J. S. Karma memimpin warga Papua menaikan bendera
Bintang Fajar di menara pelabuhan Biak pada 6 Juli 1998. Serangan fajar yang dikenal
dengan nama “Operasi Fajar” dari TNI – POLRI menewaskan sekurang-kurangnya 50
orang Papua, puluhan warga mengalami pemerkosaan, aniaya, intimidasi, penculikan dan
pembunuhan. Sekitar 100 warga asli Papua ditangkap dan dipenjara, termasuk Filep J. S.
Karma.
Terkait dengan maraknya demonstrasi aspirasi Papua merdeka, wartawan
ANTEVE, pada jumat, 24 Juli 1998 di Jakarta mewawancarai mantan presiden Repulik
Indonesia, Soeharto. Dalam wawancara itu, Soeharto mengatakan: “Irian Jaya masuk
dalam pembinaan saya (- Soeharto), sekarang kalau mau merdeka sendiri silahkan,
jangan ditahan karena sumber daya orang Irian mampu sekali”27. Tanggapan mantan
presiden Soeharto ini tidak direspon oleh Negara Indonesia. Karena memang pada waktu

27
Ibid. hal. 311-317
48
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

itu pemerintah Indonesia tenggelam dalam dinamamika politik yang semakin meluas dan
menggema di seluruh Nusantara Indonesia.

7.2. Pembentukan AMP


Untuk menyikapi „Biak berdarah‟ dan menyalurkan aspirasi politik Papua melalui
wadah yang resmi, maka pada tahun 1998 Mahasiswa Papua dirantauan, di Jawa
membentuk “Aliansi Mahasiswa Papua” disingkat AMP. Melalui AMP, aspirasi Politik
Papua merdeka disalurkan dan disampaikan ke Pemerintah Indonesia dalam berbagai
bentuk aksi, baik demonstrasi, mimbar bebas, diskusi, seminar, loka karya, siaran pers,
bulletin, buku, dll.

7.3. Pembentukan FORERI


Berbagai demonstrasi digelar di Tanah Papua. Aspirasi yang disampaikan oleh
orang Papua tidak ditanggapi serius oleh Pemerintah, khususnya pihak Dewan Perwakilan
Rakyat. Kondisi ini mendorong Uskup Jayapura Mgr. Dr. Leo Laba Ladjar, OFM, Dr.
Benny Giay Ketua Wilayah GKII Irian Jaya (sekarang Ketua Sinode Kingmi Papua), Ketua
Sinode GKI Irian Jaya, para tokoh masyarakat seperti Theys Hiyo Eluay dan Thom Beanel,
serta beberapa kaum intelektual, tokoh pemuda dan tokoh wanita Irian mendirikan Forum
Rekonsiliasi Masyarakat Irian Jaya (FORERI), pada 24 Juli 1998.
Tujuan didirikan FORERI adalah:
1) Memantau, menerima dan menyalurkan semua aspirasi rakyat yang berkembang di
masyarakat Irian yang tersalurkan melalui pemerintah daerah kepada pemerintah
pusat maupun juga pihak yang terkait;
2) Menyampaikan aspirasi yang berkembang di dalam masyarakat dengan tidak
dikebiri oleh forum ini, tetapi disampaikan secara murni, apa adanya sehingga pihak
yang mengambil keputusan dapat mempertimbangkan dengan baik dan mengambil
keputusan yang dapat menguntungkan semua pihak;
3) Mengupayakan pendampingan kepada masyarakat dalam menyampaikan aspirasi
secara bebas, terkontrol, terarah dan demokratis28.
Dalam wadah ini orang Papua berkumpul untuk berbicara dengan terbuka dan jujur
tentang aspirasi politik „hak kesulungan bangsa Papua‟ yang dianeksasi melalui invasi
militer yang diawali dengan maklumat TRIKORA dan invasi politik (melalui traktat)
perjanjian New York, 15 Agustus 1962.
Dalam suatu pertemuan, 29 Juli 1998 FORERI dengan Tim Pencari fakta DPR RI
yang dipimpin oleh Dr. Abdul Gafur di hotel Matoa Jayapura. Tim pencari fakta ini datang
di Papua untuk menampung aspirasi yang mengemuka di kalangan masyarakat tentang
penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua. Setidaknya ada tiga isu besar yang tersebar-luas
di kalangan masyarakat Papua, yaitu Otonomi, Federal dan Merdeka.
Tentu isu Otonomi dan Federasi ini dihembuskan oleh RI melalui kaki tangannya
di Tanah Papua. Kedua isu „Otonomi-Federal‟ sengaja dihembuskan oleh pemerintah
28
Ibid. hal. 318-320
49
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Indonesia dengan tujuan melemahkan isu penentuan nasib sendiri yang begitu menggema
dan meluas di kalangan bangsa Papua. Dalam bahasa politik kedua isu ini disebut „kontra
isu‟. Isu Otonomi dan Federal adalah kontra isu dengan isu penentuan nasib sendiri bagi
Papua (isu merdeka). Pemerintah Indonesia punya target dengan membuang isu ini ke
tengah masyarakat Papua. Melalui orang-orang (kaki tangannya) menyebarkan isu-isu yang
melemahkan isu merdeka yang begitu menguat di kalangan orang asli Papua.
Dalam kesempatan pertemuan dengan DPR RI itu, FORERI mengusulkan beberapa
langkah strategis dalam menangani masalah Papua, dalam sebuah pernyataan sikap yang
isinya, antara lain:
1) Meminta pemerintah untuk dialog secara terbuka, jujur, dan demokratis atas dasar
kesetaraan manusia untuk menangkap aspirasi murni masyarakat Irian;
2) Suatu jajak pendapat tentang status yang dikehendaki oleh rakyat Irian merupakan
suatu keharusan;
3) Meminta ABRI (TNI dan Polri) menghindari tindakan kekerasan dan mencabut
status Daerah Operasi Militer (DOM) bagi Irian; mengusut tuntas semua
pelanggaran HAM yang terjadi selama Irian (Papua) berintegrasi dengan
Indonesia29.

7.4. Tim 100 Papua Ketemu Presiden RI


Momentum reformasi ini membuka kesempatan bagi bangsa Papua untuk bertemu
dengan presiden Indonesia B. J. Habibie. Pertemuan ini disebut „Dialog Nasional‟ yang
pertama setelah puluhan tahun RI tidak memberi ruang bagi Papua untuk menyampaikan
aspirasi politik secara terbuka dan resmi kepada Pemerintah Indonesia. Wakil bangsa Papua
terdiri dari 100 orang yang disebut „Tim Seratus‟ dipimpin oleh Tom Beanel bertemu
dengan presiden Habibie di Istana Presiden Jakarta – Indonesia, pada 26 Februari 1999.
Dalam kesempatan itu, Tim 100 menyatakan bahwa bangsa Papua telah lama berada
bersama dengan Indonesia. “Selama ini kami diperlakukan tidak bermanusiawi. Martabat
kami sebagai manusia tidak dihargai oleh Indonesia. Karena itu, bangsa Papua sudah jenuh,
sudah tidak percaya lagi kepada pemerintah Indonesia. Dengan demikian kami bangsa
Papua meminta dengan sangat kepada RI mengakui kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua
sesuai dengan kenyataan yang telah dinyatakan pada 1 Desember 1961.”
Atas aspirasi politik dari Tim 100 itu, presiden Habibie menanggapinya dalam
bahasa diplomatis: „orang Papua kembali pulang merenungkan aspirasi ini‟. Artinya
Indonesia tidak akan memberi ruang untuk Papua merdeka ke luar dari NKRI, dan jika itu
dipaksakan, maka Indonesia siap menumpas; kecuali merdeka dalam NKRI melalui
OTSUS.

29
Ibid. hal. 318-320
50
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

7.5. Pendirian Posko-Posko


Masyarakat asli Papua menyambut dengan penuh suka cita aspirasi bangsa Papua
yang telah disampaikan Tim 100 kepada presiden Indonesia. Aspirasi Papua Merdeka yang
telah disampaikan oleh wakil orang Papua kepada presiden RI itu, dukungannya semakin
meluas dan merata di seantero tanah Papua. Masyarakat asli Papua mengorganisir diri
dengan membentuk dan mendirikan „Posko-Posko‟ di seluruh Tanah Papua.
Posko ini sebagai pusat informasi dan organisasi gerakan di tingkat akar rumput
(massa rakyat). Konsolidasi gerakan di tingkat akar rumput dipusatkan di Posko. Posko-
posko ini memberikan konstribusi yang amat besar dalam proses demokratisasi di Tanah
Papua saat itu. Tugas dan fungsi posko adalah:
1) Sebagai pusat gerakan di tingkat kampung-kampung (akar rumput);
2) Sebagai pusat informasi aspirasi politik;
3) Sebagai pusat pengamanan kampung dan pengamanan berbagai kegiatan terkait
aspirasi politik;
4) Sebagai pusat konsolidasi politik di tingkat akar rumput;
5) Dan sebagai pusat konsolidasi logistik.
Singkatnya adalah bahwa „spirit-roh‟ dari kebangkitan orang Papua untuk
menentukan nasib sendiri terkoordinasi efektif melalui posko-posko ini dan menjadi dapur
aspirasi merdeka yang menyokong penuh segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh orang
Papua, dalam rangka pengembalian hak kemerdekaan bangsa Papua yang telah dianeksasi.
Melalui dukungan penuh posko-posko di tanah Papua ini terselenggara dua pertemuan
besar, yaitu Musyawarah Besar (MUBES) Papua pada bulan Februari 2000 dan Kongres II
Bangsa Papua dalam bulan Mei – Juni 2000. Melalui posko-posko inilah hasil dari forum
demokrasi tertinggi bangsa Papua ini disosialisasikan dan dipertahankannya.

7.6. Pergantian Nama Irian Jaya Menjadi Papua


Dengan bergulirnya reformasi yang dimulai pada tahun1998 di Indonesia, maka
penduduk pribumi di tanah ini menghendaki perubahan nama Irian Jaya menjadi Papua.
Mengapa memilih nama PAPUA? Karena nama itu mencerminkan identitasnya: „keriting
dan hitam‟. Kehendak penduduk pribumi ini disampaikan kepada presiden Indonesia.
Presiden RI Gusdur amat berjasa besar, karena pada malam pergantian tahun, tanggal 31
Desember 1999 „Irian Jaya‟ diganti dengan nama „PAPUA‟.
Beliau memahami dengan amat baik berbagai gejolak yang terjadi di Tanah Papua.
Maka Bapak Gusdur mengganti nama yang dikehendaki masyarakat pribumi di tanah ini.
Ada upaya Papuanisasi dari presiden Gusdur, tetapi langkah ini dikuatirkan oleh
kebanyakan kaum politisi Indonesia, maka mereka menurunkan Bapak Gusdur dari orang
nomor satu RI, dan menggeser kursi presiden ke Megawati Soekarno Putri yang kala itu
menjabat sebagai wakil presiden RI.

51
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bab III
BARA PAPUA DI ERA ANEKSASI TAHAP KETIGA
(2001 – 2021 „Periode pertama OTSUS Jilid II‟)
“Kran demokrasi terbuka lebar, luapan aspirasi membara, kerinduan yang terpendam disalurkan, suara
hati nurani yang lama dipendam terkuak, adapun suara-suara menuntut „kembalikan hak kedaulatan
politik bangsa Papua‟, tuntutan itu melantun di belantara rimba raya, di gunung, di lembah, di pesisir
pantai, di rantauan, di jalan-jalan, di kantor-kantor, di kampus-kampus; suara itu mencuat keras
bahkan pula nyaring, walau seringkali dipandang dari pihak lain suara tak bermakna;
Apa yang terjadi? Diminta lain, yang dikasih lain; latihan lain, main lain;
Dia bilang OTSUS itu solusi final, tapi solusi itu tak mampu padamkan api yang t‟rus membara,
tak pula hentikan darah yang t‟rus menetes di tanah Papua”

1. Aspirasi Politik Di Awal Milenium 2000


1.1. Musyawarah Besar Papua

U
ntuk mengakomodir aspirasi politik Papua merdeka, maka orang Papua
membentuk Panitia untuk menyelenggarakan Musyawarah Besar (MUBES) Papua
tahun 2000. „MUBES‟ Papua berlangsung antara 23 – 26 Februari 2000 di Sentani
- Jayapura – Papua. Tujuan Musyawarah Besar Orang Asli Papua adalah: 1) Sebagai
wahana demokrasi untuk menyalurkan aspirasi politik orang asli Papua; 2) Suatu langkah
strategis untuk mempersiapkan Kongres II Papua; 3) Menguji tingkat kematangan
demokrasi rakyat Papua dan berbagai gerakan aspirasi politik di dalam bangsa Papua.
Dalam forum demokrasi „MUBES Papua‟ ini dihadiri oleh massa rakyat Papua dari
tujuh wilayah Adat Papua (Mamta, Saireri, Domberai, Bomberai, Animha, Lapago dan
Meepago). Juga perwakilan orang Papua rantauan, juga utusan dari berbagai elemen
gerakan bangsa Papua. Dalam „MUBES‟ ini diundang juga pihak-pihak lain yang
berkompeten. Pertemuan forum demokrasi ini digelar di Hotel Sentani Indah. Puluhan ribuh
orang Papua dari pelosok negeri Papua tumpah ruah, datang ikut sebagai peserta resmi
„MUBES‟ dan juga hanya sebagai partisipan untuk ikut menyangsikan dan memantau
forum demokrasi ini.
Proses dan hasil „MUBES‟ Papua menunjukkan bahwa rakyat Papua sudah siap dan
sudah matang dalam berdemokrasi. Karena dalam „MUBES‟ berhasil merumuskan agenda-
agenda penting sebagai pilar-pilar (thema-thema) perjuangan bangsa Papua. Dalam forum
„MUBES‟ itu memutuskan bahwa agenda-agenda perjuangan itu akan dibahas tuntas dalam
Kongres II Bangsa Papua. Agenda-agenda penting itu adalah agenda tentang pelurusan
sejarah, agenda politik dan konsolidasi komponen perjuangan Papua. Selain itu, „MUBES‟
juga mempersiapkan kendaraan politik bangsa Papua yang kemudian disahkan di dalam
forum demokrasi tertinggi bangsa Papua, yaitu Kongres II Papua.

52
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Kendaraan politik bangsa Papua adalah membentuk Dewan Papua, yang terdiri dari
dua kamar, yaitu: Panel Papua dan Presidium Dewan Papua. Disepakati dalam forum
„MUBES‟ bahwa agenda-agenda perjuangan dan kendaraan politik tersebut digarap lebih
dalam forum Kongres II Papua dan itu disahkan secara yuridis formal dan demokratis
sebagai keputusan politik bangsa Papua melalui Kongres II Papua tahun 200030.

1.2. Kongres II Papua Tahun 2000


Untuk mempersiapkan Kongres II Papua sesuai amanat bangsa Papua melalui
MUBES Papua, maka Dewan Presidium Papua dan tujuh orang tokoh Papua menggelar
pertemuan pada 16 – 19 April 2000 di Hotel Graha, Angkasapura – Jayapura. Dalam
pertemuan itu melahirkan beberapa hal, antara lain: pemilihan panitia Kongres II Papua,
antara lain Drs Agus A. Alua menjadi ketua Panitia, menetapkan tanggal dan tempat
pelaksanaan Kongres; serta menetapkan thema Kongres “Mari kita meluruskan sejarah
Papua Barat”; dengan sub thema “rakyat Papua bertekad menegakkan demokrasi dan Hak
Asasi Manusia berdasarkan prinsip kebenaran dan keadilan menuju Papua Baru”.
Berikut ini tujuan menggelarnya Kongres II Papua adalah:
1) Menyatukan visi dan misi perjuangan, baik dalam strategi maupun aksi di lapangan;
2) Menata diri agar perjuangan Papua semakin rapih, terarah dan terfokus menuju
tujuan perjuangan;
3) Mempertegas dan memantapkan agenda-agenda perjuangan dengan pembagian
peran dan tanggung jawab yang jelas bagi tiap komponen perjuangan.
Sesuai dengan tujuan di atas, maka agenda-agenda Kongres II Papua mengacu pada
garis-garis besar yang telah ditetapkan dalam MUBES Papua, yaitu:
1) Konsolidasi Organisasi, yakni pembenahan pengembangan keanggotaan Panel
Dewan Papua dan Dewan Presidium Papua;
2) Pelurusan Sejarah, di mana sejarah Papua menurut orang Papua dan Sejarah Papua
menurut Pemerintah Indonesia harus dikaji kembali untuk menemukan kebenaran,
yakni kebenaran yang menyelamatkan Papua, bukan kebenaran yang dibenarkan
untuk memusnahkan orang Papua;
3) Agenda politik, untuk pemberdayaan Papua dan Dialog Politik untuk meninjau
kembali status politik Papua;
4) Hak-Hak Dasar Rakyat Papua sebagai hak rakyat Papua dan kewajiban pemerintah,
tanpa dikaitkan dengan bentuk aspirasi apapun, sebagai sesuatu yang wajar dan
manusiawi31.
Menjelang Kongres II Papua tersebarlah berbagai isu di kalangan masyarakat. Isu-
isu itu terkait dengan penyelenggaraan Kongres. Berbagai macam isu yang disebar-luaskan
entah secara pribadi dan juga terkoordinasi efektif. Isu-isu itu di antaranya adalah
proklamasi kemerdekaan Papua dan pemerintahan transisi Papua. Isu-isu yang mengemuka

30
Drs. Agus A. Alua, Kongres Papua 2000, hal. 1-2
31
Ibid. hal. 35-36
53
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

di masyarakat Papua ini tidak sesuai dengan agenda-agenda yang sudah dipersiapkan dalam
MUBES Papua untuk dibahas secara mendalam dalam Kongres II Papua.
Wacana proklamasi Kemerdekaan Papua dan pembentukan Pemerintahan Transisi
Papua bukan sekedar wacana. Kedua isu ini diusung oleh orang-orang Papua yang sangat
kompeten dalam perjuangan bangsa Papua, yakni kelompok garis keras, seperti OPM dan
ex Tapol-Napol Papua serta Panel-Panel Papua dari tujuh wilayah mendorong Kongres II
untuk memproklamasikan kemerdekaan Papua, sementara kelompok intelektual Papua
(akademisi) yang dimotori oleh Drs. Don A. Flassyi M.A mendorong Kongres II Papua
untuk membentuk Pemerintahan Transisi Papua.
Dalam sidang-sidang Kongres II Papua, kedua isu itu menguat dan mendesak keras
kepada Dewan Presidium Papua dan Panitia Kongres untuk mengakomodir aspirasi
masyarakat Papua, agar menyatakan Proklamasi Kemerdekaan Papua dalam momentum
penting dan langka ini. Dalam forum demokrasi ini Panitia memberikan kesempatan kepada
penggagas pemerintahan Transisi untuk menyampaikan materinya. Setelah memahami isi
dari pemerintahan Transisi Papua itu, sidang Kongres kecewa dengan konsep pemerintahan
transisi yang disampaikan oleh penggagasnya dan mereka mendesak Panitia untuk
menghilangkan atau mengeluarkan agenda pemerintahan transisi itu dari agenda Kongres.
Sedangkan desakan orang Papua untuk proklamasi kemerdekaan bangsa Papua tidak
diakomodir oleh Panitia dan Dewan Prisidium Papua. Mengapa aspirasi politik untuk
proklamasi kemerdekaan ini tidak diakomodir? Pertimbangan Panitia dan Dewan Prisidium
Dewan Papua adalah:
1) Aspirasi Proklamasi Kemerdekaan Papua dan Pemerintahan Transisi Papua itu
dipandang oleh Panitia dan Dewan Presidium sebagai aspirasi ekstrim yang belum
bisa menjamin proses demokrasi ke depan di Papua dan keselamatan nyawa orang
Papua;
2) Oleh karena itu, perjuangan bangsa Papua untuk pengembalian hak kedaulatannya
harus ditempuh secara damai dan demokratis yang didorong oleh nilai-nilai iman
dan sopan santum adat tanpa kekerasan.
Atas pertimbangan tersebut di atas, maka Panitia dan Dewan Presidium Papua tidak
mengakomodir dua tuntutan tersebut sebagai agenda politik Kongres, melainkan mencari
jalan yang damai dan lebih aman untuk menuntut dan menyampaikan aspirasi politik rakyat
Papua di dalam Kongres II Papua pada tahun 200032. Di bawah ini kami memuat
sepenggalan Resolusi Kongres II Papua pada tahun 2000.
“Berdasarkan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa Desember 1948, Alinea I
Makadimah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-
bangsa 1514 (XV) 14 Desember 1960 mengenai jaminan pemberian kemerdekaan kepada rakyat dan wilayah-wilayah
jajahan, Manifesto Politik Komite Nasional Papua tanggal 19 Oktober 1961, Pengakuan Presiden Soekarno atas keberadaan
Negara Papua Barat yang dicetuskan melalui Tri Komando Rakyat tanggal 19 Desember 1961, Surat Kongres Amerika
Serikat tertanggal 22 Mei 1998, Pernyataan Tim 100 Masyarakat Papua Barat pada tanggal 26 Februari 1999 kepada
presiden Republik Indonesia dan kabinetnya, dan hasil-hasil Kongres II Papua Juni 2000 terutama keinginan kuat dari

32
Ibid. hal. 7 – 11
54
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

seluruh rakyat dan bangsa Papua untuk melepaskan diri dari Negara kesatuan Republik Indonesia, maka rakyat bangsa
Papua melalui Kongres II Papua 2000 menegaskan kepada Indonesia dan bangsa-bangsa di seluruh dunia, bahwa:
1. Bangsa Papua telah berdaulat sebagai sebuah Bangsa dan Negara, sejak 1 Desember 1961.
2. Bangsa Papua melalui Kongres II menolak New York Agreement 1962 yang cacat hukum dan cacat moral karena
tidak melibatkan wakil-wakil bangsa Papua.
3. Bangsa Papua melalui Kongres II menolak hasil-hasil Pepera, karena dilaksanakan di bawah ancaman, intimidasi,
pembunuhan sadis, kekerasan militer, dan perbuatan-perbuatan amoral di luar batas-batas peri kemanusiaan.
Karena itu, bangsa Papua menuntut PBB untuk mencabut resolusi PBB Nomor 2504 tanggal 19 November 1969.
4. Indonesia, Belanda, Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa harus mengakui hak politik dan kedaulatan
bangsa Papua yang sah berdasarkan kajian sejarah, hukum dan sosial budaya.
5. Kejahatan terhadap kemanusiaan di Papua Barat yang terjadi sebagai akibat dari konspirasi politik Amerika
Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa harus usut tuntas, dan pelaku-pelakunya diadili di peradilan
Internasional.
6. Perserikatan Bangsa-bangsa, Amerika Serikat dan Belanda agar meninjau keterlibatan mereka dalam proses
aneksasi Indonesia atas Papua Barat dan menyampaikan hasil-hasilnya secara jujur, adil dan benar kepada
rakyat Papua 1 Desember 2000.
Proses perundingan politik untuk penyelesaian masalah-masalah di atas dilakukan secara jujur, damai, dan demokratis
berdasarkan prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran”.

Demikianlah sepenggalan „Resolusi Kongres II Papua tahun 2000‟ yang


disampaikan pada sesi terakhir dari seluruh persidangan Kongres pada 4 Juni 2000.
Resolusi ini dideklarasikan dalam dua bahasa, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Tindak-lanjut dari hasil Kongres II Papua adalah:
1) Agenda konsolidasi gerakan mengesahkan Panel Papua dan Presidium Dewan
Papua (PDP) sebagai kendaraan politik Papua merdeka. Yang menjadi ketua umum
PDP adalah Dortheys Hiyo Eluay, Wakilnya Thom Beanel, Thaha Alhamid sebagai
Sekjen PDP dan Agus A. Alua sebagai wakil Sekjen. Sedangkan Pdt Herman
Awom, Pdt Benny Giay, Willy Mandowen dan Nick Meset sebagai moderator PDP
dalam dan luar negeri, serta beberapa tokoh lainnya menjadi anggota PDP, seperti
Dr. Drs. Don Flassy, Haji Sabuku, serta membentuk Panel Papua yang di dalamnya
ada beberapa pilar. Beberapa waktu kemudian Dr. Benny Giay mengundurkan diri
dari moderator PDP karena alasan tertentu.

Selanjutnya PDP membentuk Front Nasional Papua (FNP) yang diketuai oleh
Herman Wayoi). FNP adalah front taktis untuk eksekusi kegiatan-kegiatan di
lapangan. Kendati demikian, pada tahun 2001 bangsa Papua kehilangan pemimpin
Papua, tokoh kharismatik yang penuh wibawa almarhum Theys Hiyo Eluay. Beliau
diculik dan dibunuh oleh Kopasandha, yang kini disebut Kopasus. Bangsa Papua
bagai anak ayam kehilangan induknya. Peristiwa yang menggenaskan ini
meninggalkan duka yang amat mendalam dan menambah luka dalam hati nurani
bangsa Papua.

2) Agenda pelurusan sejarah Papua, agenda ini telah dieksekusi oleh pihak
pemerintah Belanda atas lobi-lobi yang dilakukan oleh PDP. Mr. Prof. P. J.
Drooglever dipercayakan oleh Pemerintah Belanda untuk menyelidiki dokumen-
dokumen terkait dengan masalah Papua. Hasil penelitian dan kajian Profesor P. J.
55
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Drooglever diluncurkan secara resmi dalam bahasa Belanda pada 2005 dan dalam
versi bahasa Inggris pada 2009. Dengan judul buku: “Tindakan Pilihan Bebas,
Papua dan Penentuan Nasib Sendiri” buku bertebal hampir 900 halaman. Dengan
hadirnya buku sejarah Papua terpopuler, lengkap, akurat dan ilmiah yang ditulis
oleh akademisi dan peneliti senior Belanda ini memberikan senjata ampuh bagi
bangsa Papua untuk menjadikannya sebagai pedoman kebenaran sejarah dalam
rangka mengembalikan hak kesulungan bangsa Papua yang telah dianeksasi secara
sepihak oleh Indonesia, Belanda, Amerika Serikat dan PBB.

3) Agenda Politik ini belum tuntas eksekusi sampai hari ini. Artinya belum adanya
kemauan dari pemerintah Indonesia untuk pentingnya Dialog Politik untuk
membahas dan menyelesaikan masalah Papua secara menyeluruh, tuntas, adil dan
bermartabat. Dari pihak Papua menghendaki perlu adanya „dialog tanpa syarat‟
yang dimediasi oleh pihak ketiga yang netral. Untuk itu, pada bulan Juli 2011
menggelar Konfrensi Papua Tanah Damai bertempat di Auditorium Uncen yang
digagas oleh JDP (Jaringan Damai Papua) yang dikoordinir oleh Pater Dr. Neles
Kebadabi Tebai, Pr dan Dr. Muridan. Namun, Indonesia sampai detik ini, masih
menutup diri untuk berdialog seperti yang diinginkan oleh Papua. Indonesia lebih
memilih dialog-dialog parsial dengan tujuan mengelabui desakan masyarakat
Internasional untuk berdialog damai dengan Papua.

4) Agenda menegakkan Hak-Hak Dasar Rakyat Papua. Agenda ini pada tahun 2002
dipisahkan dari agenda kerja PDP. Untuk itu, dibentuklah Dewan Adat Papua
(DAP). Tujuan pembentukan Dewan Adat Papua adalah secara fokus
memperjuangkan Hak-Hak Dasar Maryarakat Adat Papua. Dalam beberapa tahun
pertama Dewan Adat Papua bersatu dibawah satu kepemimpinan, tetapi perjalanan
waktu kemudian Dewan Adat Papua terpecah menjadi dua, yakni Dewan Adat
Papua versi Biak dan Dewan Adat Papua versi Wamena. Keterpecahan DAP itu
terjadi karena pemimpin tertinggi DAP lompat ke dunia politik sejak Kongres III
Papua tahun 2011. Kita harap ke depan Dewan Adat Papua ini mengkonsolidasi diri
menjadi „satu honai adat Papua‟ seperti sediakala, agar secara efektif memperkuat
struktur Dewan Adat di Tanah Papua untuk memperjuangkan Hak-Hak Dasar
Masyarakat Adat Papua, bukan memperjuangkan hak-hak pribadi atau kolektif.

2. UU OTSUS Jilid II: Dari Jakarta “Solusi Final”


Indonesia piawai dalam melahirkan kontra isu untuk menyikapi situasi tertentu. Di
saat aspirasi politik Papua untuk menentukan masa depan bangsanya semakin mencuat
dalam berbagai kalangan orang Papua, dua isu “federal” dan “Otonomi” dihembuskan dari
pihak Jakarta. Dengan demikian ada tiga isu besar yang makin meluas di Tanah Papua dan
dirantauan, yakni Merdeka, Otonomi, Federal. Kaki tangan Indonesia, baik orang Papua
tertentu dan amber tertentu dipasang untuk mengelolah isu-isu itu, baik melalui perorangan,
kelompok dan juga melalui institusi (lembaga).

56
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Indonesia punya strategi untuk meredam aspirasi politik. Tim pencari fakta dari
Jakarta datang ke Tanah Papua pada tahun 1998 bukan untuk menerima aspirasi dari orang
Papua, tetapi datang untuk menawarkan rencana Jakarta untuk diterapkan di tanah Papua.
Wacana Otonomi, bukan sekedar wacana, tetapi wacana itu mulai terbuka ketika Jakarta
menawarkan draf dialog nasional yang disiapkan dari Jakarta. Dalam draf itu arah yang
hendak didialogkan itu dicantumkan, yakni semacam Otonomi Khusus yang diberikan
untuk mengatur kewenangan sendiri di Tanah Papua.
Walaupun, dalam Dialog Nasional yang berlangsung di Jakarta pada 26 Februari
1999 itu tidak menyampaikan rencana Pemerintah Indonesia, tetapi presiden Habibie
menanggapi tuntutan aspirasi Papua merdeka dengan bahasa diplomatis “kembali ke Papua
dan merenungkan aspirasi yang telah disampaikan”. Artinya pemerintah Indonesia tidak
akan memberikan kesempatan kepada orang Papua untuk ke luar dari NKRI. Karena itu,
pemerintah Indonesia meminta kepada orang Papua untuk memikirkan baik terhadap
aspirasi politik itu. Di balik bahasa diplomatis itu ditegaskan bahwa Jakarta tidak akan
diam, jika keinginan bangsa Papua untuk merdeka itu benar-benar dilakukan.
Ini peringatan yang disampaikan kepada orang asli Papua. Sebenarnya di balik
bahasa diplomatis, Jakarta mau bilang kepada orang Papua bahwa pintu RI tidak akan
dibuka kalau memilih opsi untuk merdeka ke luar dari bingkai NKRI, tetapi Indonesia akan
membuka pintu lebar-lebar jikalau orang Papua memilih opsi „merdeka dalam bingkai
NKRI‟. Memang Jakarta menyiapkan opsi yang kedua, yaitu. merdeka dalam bingkai
NKRI yang disebut “UU Otonomi Khusus Papua”.
Banyak Tokoh Papua, khususnya yang bekerja dalam sistem Pemerintah Indonesia,
dan juga ada orang Papua tertentu di luar sistem tergiur dengan nona manis dari Jakarta
“Otsus”. Setelah Theys diculik dan dibunuh karena menolak UU OTSUS Papua, ada tokoh-
tokoh tertentu dalam kendaraan politik yang dilahirkan dalam Kongres II Papua ini ada
yang menerima nona manis Jakarta “Otsus”.
Tokoh-tokoh politik Papua tertentu itu berpandangan bahwa „OTSUS‟ adalah jalan
menuju kemerdekaan Papua. Bahkan mereka bilang dengan OTSUS itu Papua sudah
merdeka 99%, hanya 1% yang belum diberikan dari Jakarta, 1% itulah pengakuan
kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Papua. Pandangan seperti ini sungguh amat
memalukan dan dengan sikap seperti ini tidak menghargai mandat bangsa Papua yang
diembankan pada pundaknya.
Saya sendiri mendengar pandangan yang sangat memalukan ini. Pada saat saya
sedang mempersiapkan pernyataan sikap politik untuk disampaikan dalam aksi damai
memperingati hari HAM sedunia, tanggal 10 Desember 2004 di ruang kerja Senat
Mahasiswa STFT “Fajar Timur”, ada seorang Panel Papua menemui saya dan
menyampaikan bahwa: “Anak, kita jangan menolak Otonomi Khusus dan MRP karena itu
jalan menuju kemerdekaan Papua. Dengan OTSUS kita sudah merdeka 99%, tinggal 1%
saja belum dikasih dari Jakarta”.
Mendengar pandangan politik dari Panel Papua itu, saya beradu argument
dengannya. Pada intinya saya mengatakan bahwa Jakarta tidak punya niat baik untuk me-
57
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

majukan orang Papua. Apapun paket politik Jakarta tujuannya adalah menghancurkan
tatanan hidup orang Papua dan dengan demikian memperpanjang penindasan bangsa Papua.
Rencana demonstrasi hari itu batal dilaksanakan, karena saya tidak menerima pandangan
politik yang memalukan dan menghancurkan masa depan bangsa Papua. Akhirnya massa
pendemo yang menunggu kami dibeberapa titik kumpul membubarkan diri, karena kami
sebagai penyelenggara demonstrasi tidak hadir tepat waktu.
Pandangan beberapa tokoh politik Papua yang melihat „OTSUS sebagai jalan
menuju kemerdekaan Papua‟ itu bisa saja muncul sebagai langkah melindungi diri dari
sikap agresif Negara Indonesia. Mengingat pemimpin tertinggi bangsa Papua (Theys)
diculik dan dibunuh setelah beliau menolak dengan tegas paket politik Jakarta yang
dikemas dalam UU OTSUS Papua.
Atau alasan lain yang melatar-belakangi pendapat para tokoh politik Papua yang
sangat kontras dengan kenyataan yang ada dalam dinamika perpolitikan yang berputar di
kanca Indonesia, Papua dan dunia Internasional. Yang mengetahui hal itu adalah Tuhan dan
para aktor yang terlibat dalam perpolitikan memainkan „bola panas‟ yang bergerak dengan
leluasa di lapangan Papua – Indonesia - dunia Internasional.
Sangat disayangkan, kebanyakan orang Papua dalam sistem pemerintahan dan ada
orang Papua tertentu yang berada di luar sistem tergiur dengan nona manis Jakarta ini.
Mereka bermufakat untuk menerima OTSUS yang ditawarkan oleh Jakarta sebagai win win
solution. Indonesia katakan OTSUS adalah win win solution. Tetapi lahirnya UU OTSUS
ini tidak ada kesepakatan bersama antara Indonesia dan bangsa Papua.
Secara sepihak Indonesia paksakan UU OTSUS ini diterapkan di Tanah Papua.
Maka itu dari pihak bangsa Papua, pernyataan win win solution tidak dapat diterima.
Mayoritas orang Papua telah menolak paket politik Jakarta, sementara segelintir orang
Papua mengabaikan penolakan OTSUS. Segelintir orang Papua yang adalah pion Jakarta
ini ramai-ramai menggodok draf UU Otonomi Khusus Papua.
Ternyata draf UU OTSUS yang digagas atas prakrasai pihak Universitas
Cenderawasih itu, ada beberapa hal penting dipangkas dari Jakarta. Artinya rohnya OTSUS
dikebiri, akhirnya draf UU OTSUS yang disiapkan dari Jakarta yang digolkan, artinya
disahkan oleh DRP RI. Draf versi Papua tidak diakomodir sepenuhnya, tetapi draf versi
Jakarta ditetapkan oleh DPR RI. Inilah kelakuan Jakarta: “latihan lain, main lain, berkata
lain, berbuat lain, ya inilah politik kotor Jakarta”.
Akhirnya, “UU OTSUS Papua” yang menurut Indonesia adalah solusi final itu
dipaksakan untuk diterapkan di Tanah Papua. Pada tahun 2021 periode pertama untuk
alokasi dana OTSUS Papua akan berakhir. Apakah UU OTSUS itu benar-benar menjadi
solusi final untuk menyelesaikan semua permasalahan yang terjadi di Tanah Papua?
Apakah UU OTSUS Papua itu benar-benar menjadi jalan menuju kemerdekaan Papua?
Ataukah UU OTSUS Papua itu dalam penerapannya, telah terbukti secara sah dan
meyakinkan menjadi jalan menuju kehancuran bangsa Papua? Silahkan jawab sendiri.

58
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

3. UU OTSUS Jilid II: Dari Papua “Bukan Solusi Final”


Indonesia bilang OTSUS adalah solusi final. Tetapi bangsa Papua katakan OTSUS
bukan solusi final. Berbagai gelombang demonstrasi digelar di Tanah Papua dan
dirantauan, di kota-kota studi di Indonesia menolak paket politik Jakarta itu. Jakarta
menutup mata terhadap berbagai gelombang demostrasi yang digelar untuk menolak paket
politik ini. Tidak hanya turun jalan, berbagai sikap penolakan disampaikan oleh orang
Papua dalam berbagai kesempatan, baik secara pribadi, kelompok dan organisasi
perjuangan Papua merdeka, bahkan juga penolakan lewat penulisan buku terkait OTSUS.
Untuk memuluskan penerapan paket politik Jakarta itu, pemimpin besar bangsa
Papua, Bapak Theys Hiyo Eluay diculik dan dibunuh oleh Kopasandha (sekarang Kopasus).
Mengapa peristiwa menggenaskan ini menimpa pemimpin karismatik bangsa Papua, Theys
H. Eluay? Beliau dimandatkan oleh bangsa Papua dalam Kongres II Papua bukan untuk
memperjuangkan Otonomi Khusus Papua, tetapi bangsa Papua memberi tanggung jawab
besar untuk mengembalikan hak kesulungan bangsa Papua yang telah dianeksasi oleh
Indonesia atas bantuan Amerika dan PBB serta para sekutunya. Tentu paket politik Jakarta
yang ditawarkan kepada orang Papua itu bukan kehendak bangsa Papua, tetapi kemauan
Jakarta untuk meredam aspirasi politik Papua merdeka.
Sebagai pemimpin bangsa Papua, Bapak Theys tentu memiliki tanggung jawab
moril dengan sejuta harapan orang Papua yang diletakkan di atas pundaknya. Ketika
tawaran paket politik dari Jakarta OTSUS begitu kencang, ditanggapi balik oleh orang
Papua dengan berbagai gelombang demonstrasi menolak paket politik Jakarta itu. Dalam
keadaan itu, sebagai pemimpin yang dikukuhkan dalam mekanisme demokrasi tertinggi
bangsa Papua (kongres II Papua), tentu ada pertimbangan-pertimbangan untuk memilih
salah satu opsi dari dua desakan yang sedang terjadi: desakan dari Jakarta untuk
menawarkan OTSUS, dan desakan dari orang Papua untuk menolak OTSUS.
Pada saat pengesahan rancangan Undang Undang (RUU) Otonomi Khusus bagi
propinsi Papua oleh DPR RI di Jakarta 20 Oktober 2001, Theys dan Presidium Dewan
Papua lainnya ikut hadir. Mereka secara tegas menolak UU Otsus ini melalui gerakan
damai. Dalam berbagai kesempatan, Theys berkali-kali menyampaikan kepada wartawan
bahwa Otonomi Khusus bukan urusannya, “Saya tidak mau menerima ide Otonomi, saya
hanya berpikir soal Papua merdeka. Dalam Kongres saya dimandatkan untuk kembalikan
hak kemerdekaan, tidak diberi mandat untuk perjuangkan Otonomi Khusus”.
Kepada Tempo pada bulan Oktober 2001, Theys menyampaikan “PDP adalah badan
representatif seluruh rakyat Papua, besar, kecil, tua, muda, lelaki, perempuan yang tinggal
di dalam dan luar negeri, yang hidup dan mati, semuanya menghendaki kemerdekaan
Papua, hanya segelintir orang Papua, seperti Fredy Numbery yang hanya memikirkan diri
sendiri. Mereka menipu diri sendiri, bangsa Papua dan juga menipu Tuhan”33.
Negara Indonesia menilai bahwa Theys Hiyo Eluay sebagai pemimpin besar bangsa
Papua akan menghalangi OTSUS yang dinilai Jakarta sebagai solusi final, maka melalui

33
www:majalahbaliem.wordpress.com
59
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

kaki tangan presiden Megawati Soekarno Putri menculik dan membunuh pemimpin besar,
pemimpin kharismatik bangsa Papua, pada 10 November 2001. Pada Minggu, 11
November 2001 pada jam 08.00, Bapak Dhortheis Hiyo Eluay ditemukan di Koya dalam
keadaan tidak bernyawa (meninggal dunia) dalam mobilnya. Ini tindakan kejahatan Negara
yang mencoreng presiden Megawati dan Negara Indonesia di mata Internasional.
Tetapi pemerintahan diberbagai belahan dunia tidak mengambil langkah-langkah
kongkrit terhadap Negara Indonesia atas tindakan kejahatan yang dilakukannya. PBB juga
diam membisu. Tidak ada sanksi apapun yang diberikan oleh PBB kepada Indonesia atas
tindakan kejahatan Negara itu terhadap pemimpin bangsa Papua. Ini semua “sandiwara
politik”. Penjahat berdasi melindungi penjahat berdasi, pencuri melindungi pencuri,
pembunuh melindungi pembunuh, pembohong melindungi pembohong. Ini biasa terjadi
dan bahkan menjadi sebuah tradisi dalam dunia perpolitikan Internasional.
Dalam dunia politik yang dikejar adalah “kepentingan”. Kepentingan untuk
segelintir orang “kaum pemodal, kaum pemegang kuasa”. Singkatnya bukan mengejar
kepentingan „kebaikan‟ untuk semua, tetapi mengejar kepentingan „kebaikan‟ untuk kaum
pemodal dan kaum berdasi. Mereka berpikir bahwa tidak ada keuntungan untuk membela
seorang manusia yang mati dibunuh dengan sadis oleh kaki tangan Megawati, ketimbang
mereka melindungi dan menyelamatkan kepentingan kerja sama dengan Negara Indonesia.
Demikianlah praktek perpolitikan di dunia dimainkan: penonton berhura-hura, pemain
menari-nari sambil menindas yang lemah, pihak korban semakin menderita. Itulah yang
sedang dialami oleh bangsa Papua.
Berbagai demonstrasi dilakukan dalam rangka menyikapi kematian pemimpin besar
bangsa Papua. Di mana-mana melakukan aksi protes atas tindakan itu dan menolak paket
politik Jakarta „Otsus‟ Papua. Ternyata berbagai gelombang demonstrasi itu memancing
Jakarta untuk mempercepat pembentukan MRP. Presiden Republik Indonesia datang
melawat Papua dalam suasana natal pada akhir bulan Desember 2004. Dalam kunjungan itu
presiden Susilo Bambang Yudohyono (SBY) menyerahkan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 54 tentang Pembentukan MRP.
SBY menyampaikan bahwa Peraturan Pemerintah yang dibawanya adalah sebagai
kado natal bagi rakyat Papua. Sungguh langkah SBY dalam suasana Natal ini sangat
melecehkan umat Kristiani, khususnya orang Papua di tanah Papua yang merayakan hari
besar keagamaan (natal), apalagi paket politik yang dibawa oleh SBY itu bertolak belakang
dengan kemauan orang asli Papua.
Demontrasi terbesar dalam pengembalian Otsus Papua terjadi pada tanggal 12
Agustus 2005. Awalnya pengembalian OTSUS Papua itu menjadi keputusan Pertemuan
Tahunan Dewan Adat Papua yang digelar di Manokwari dalam tahun 2005. Wacana
pengembalian OTSUS Papua itu disetting oleh Mahasiswa Papua, khususnya Mahasiswa
STFT Fajar Timur dan Mahasiswa STT GKI Isaac Samuel Kijne yang peduli terhadap
masalah kemanusiaan dalam sebuah makalah “OTSUS Papua gula-gula Politik Jakarta”.
Salah seorang mahasiswa STT GKI I. S. Kijne diutus untuk mengikuti Pertemuan
Dewan Adat Papua mewakili mahasiswa, tujuannya untuk mempengaruhi Dewan Adat dari
60
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

tujuh Wilayah untuk mengeluarkan sebuah resolusi mengenai pengembalian OTSUS


kepada pemiliknya Jakarta. Akhirnya settingan itu berhasil. Pengembalian UU OTSUS itu
menjadi keputusan Dewan Adat Papua dalam pertemuan tahunan Dewan Adat Papua di
Manokwari pada awal tahun 2005.
Untuk mengeksekusi agenda pengembalian OTSUS Papua itu, Dewan Adat Papua
memberi mandat kepada Front PEPERA Papua Barat untuk mempersiapkan aksi damai itu
sebagai pelaksana di lapangan. Maka, kami dengan teman-teman mempersiapkan aksi
damai dimaksud dengan koordinasi langsung ke Dewan Adat Papua. Pada 12 Agustus 2005
hampir 12.000 massa pendemo memadati kantor DPRP. Kapolda Papua panik melihat
massa aksi membludak, maka dari lantai 3 Kantor DPRP, Kapolda Papua mengontrol
pasukan kepolisian untuk mengawasi jalannya demonstrasi besar itu.
Dalam momentum itu, Masyarakat Adat dari tujuh wilayah Adat melalui Dewan
Adat Papua (DAP) mengembalikan UU Otsus Papua dalam kemasan “peti mayat Otsus
Papua” kepada pihak DPRP dan eksekutif (Gubernur Papua) untuk dikembalikan ke
Jakarta. Sebelumnya Masyarakat Adat Papua melalui Dewan Adat Papua meminta DPRP
untuk menggelar sidang paripurna untuk memutuskan OTSUS Papua dikembalikan ke
Jakarta pemiliknya. Masyarakat Adat Papua menghendaki bertahan dan bermalam di kantor
DPRP sampai DPRP menggelar sidang paripurna, namun hal itu tidak dilakukan, atas
pertimbangan lain dari pimpinan DAP. Akhirnya pada sore harinya, massa pendemo
membubarkan diri tanpa ada respon positif dari pihak DPRP.
Momentum demonstrasi itu tidak ditindak-lanjuti oleh pihak DPRP. Desakan
Masyarakat Adat melalui Dewan Adat Papua kepada DPRP untuk menggelar Sidang
Paripurna tidak dilaksanakan. Pihak DPRP justru mencari jalan untuk menyelamatkan diri,
karena takut mengambil keputusan politik dalam mekanisme DPRP untuk mengembalikan
paket politik OTSUS kepada pemiliknya Jakarta.
Momentum itu tidak menghasilkan apa-apa, dan Indonesia mempercepat
pembentukan MRP. Kata Jakarta „MRP‟ adalah anak sulung dari OTSUS Papua. Ternyata
setelah MRP dibentuk, suara dari anak sulung dari OTSUS Papua itu tidak ditanggapi
serius dari Jakarta sebagai ibu kandung yang melahirkan OTSUS Papua. MRP sebagai anak
sulung OTSUS dibuat tidak mampu melaksanakan tugasnya untuk melindungi dan
memproteksi serta memperjuangkan hak-hak dasar orang asli Papua dalam regulasi
Peraturan Daerah Khusus (PERDASUS). Misalnya, pada tahun 2010 ketua MRP, Drs.
Agus A. Alua, M.Th mengantar 23 Draf Peraturan Daerah Khusus (PERDASUS) ke Jakarta
untuk koordinasi, namun menteri dalam negeri menolak semua perdasus yang telah
digodok oleh MRP.
Karena itu, pada awal tahun 2010 MRP bersama Orang Asli Papua menggelar Rapat
Akbar untuk mengevaluasi UU OTSUS Papua. Dalam evaluasi itu dinyatakan bahwa
OTSUS Papua sudah gagal total. Maka dalam demonstrasi orang asli Papua bersama MRP
mengembalikan paket politik itu kepada Jakarta melalui DPRP dan gubernur Propinsi
Papua.

61
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Aksi pengembalian OTSUS ini dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk mendorong
pembentukan MRP di Propinsi Papua Barat, yang disebut MRPB. Begitulah yang sering
terjadi selama ini di tanah Papua. Demonstrasi damai selalu dimanfaatkan oleh orang Papua
tertentu bekerja sama dengan Indonesia untuk menerapkan sesuatu yang bertolak
belakangan dengan kemauan mayoritas warga asli di Tanah Papua.

4. Penerapan UU OTSUS Papua: „Model Penjajahan Lanjutan di Era


Post Modern‟
4.1. Apa itu Otonomi Khusus?
Otonomi Khusus (special outonomy) adalah „desentralisasi pemerintahan‟, artinya
„pelimpahan kewenangan penyelenggaraan pemerintahan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah‟; kebalikan dari „sentralisasi pemerintahan‟ yang terpusat.
„Desentralisasi pemerintahan‟ merupakan pelimpahan (transfer) kewenangan khusus dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menjalankan pemerintahan di tingkat
daerah. Otonomi Khusus Papua adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan
kepada propinsi Papua untuk mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua.34 Namun, tidak
sepenuhnya RI memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada pemerimtah daerah, tetapi
adapula kewenangan penting tertentu menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Otonomi Khusus dapat juga diartikan sebagai „dekonsentrasi‟ pemerintahan, artinya
pelimpahan kewenangan tatakelola pememerintahan dari pusat ke pemerintah daerah,
khususnya „pembangunan‟ yang tadinya terpusat di Jakarta, dengan adanya Otonomi
Khusus, pembangunan di daerah diselenggarakan oleh pemerintah daerah dengan mandiri
dan bertanggung-jawab sesuai dengan kondisi daerah setempat‟. „Dekonsentrasi‟
pemerintahan daerah dalam berbagai bidang pembangunan, kebalikan dari „konsentrasi‟
pembangunan yang terpusat hanya di pusat kekuasaan RI.
Otonomi Khusus sesungguhnya adalah suatu paham ideologi pembangunan.
Tergantung motivasi awal dari suatu Negara atas pemberlakukan Otonomi Khusus kepada
wilayah tertentu. Misalnya, Negara PNG memberlakukan Otonomi Khusus bagi propinsi
Bouvangille; Tujuannya adalah Otonomi Khusus sebagai masa transisi untuk
mempersiapkan diri dalam berbagai bidang kehidupan untuk sebuah refrendum bagi rakyat
Bouvangille. Akhir dari pemberlakukan Otonomi Khusus itu, Pemerintahan PNG
memberikan kesempatan kepada rakyat Bouvangille untuk penentuan nasib sendiri melalui
suatu jajak pendapat yang disebut refrendum. Pada akhir tahun 2019 refrendum itu digelar;
hasilnya mayoritas (98%) masyarakat Bouvangille telah memenangkan refrendum itu. Ini
sangat berbeda dengan pemberian Otonomi Khusus bagi Papua oleh RI yang didukung
penuh oleh negara-negara sekutunya.

34
MRP, Keputusan Kultural Majelis Rakyat Papua tentang Kebijakan Khusus dalam rangka Keberpihakan,
Perlindungan dan Pemberdayaan orang asli Papua, nomor: III/KK-MRP/2009, hal 1.
62
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

4.2. Apa tujuan diberlakukannya Otonomi Khusus di Tanah Papua?


Berikut ini saya mengutip pertimbangan RI melahirkan UU OTSUS Papua yang
tertulis dalam keputusan DPR RI: “Dalam rangka mengurangi kesenjangan antara propinsi
Papua dan propinsi lain, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di propinsi Papua,
serta memberikan kesempatan kepada penduduk asli Papua, diperlukan adanya kebijakan
khusus dalam kerangka NKRI. Pemberlakukan kebijakan khusus dimaksud didasarkan
pada nilai-nilai dasar yang mencakup perlindungan dan penghargaan terhadap etika dan
moral, hak-hak dasar penduduk asli, Hak Asasi Manusia, supremasi hukum, demokrasi,
pluralisme, serta persamaan kedudukan, hak dan kewajiban sebagai warga negara”.35
Pertimbangan RI itu ditegaskan dalam UU OTSUS bagi propinsi Papua bernomor
21 tahun 2001 yang ditetapkan dan diundangkan pada 21 Oktober 2001. Dalam UU
OTSUS Papua ditegaskan bahwa Negara Indonesia menyadari berbagai kebijakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik belum sepenuhnya
memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan
rakyat, belum sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakkan hukum dan belum
sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia di Tanah Papua,
khususnya masyarakat Papua.36
Tujuan Otonomi Khusus adalah pemberian kewenangan seluas-luasnya dari
pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan
secara mandiri, bersih dan bertanggung jawab dalam meningkatkan taraf hidup,
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, mewujudkan penerimaan hasil sumber daya
alam, penegakkan Hak Asasi Manusia, supremasi hukum dan demokrasi. Di atas kertas
memang tertulis demikian! Tetapi apa tujuan sesungguhnya di balik penerapan UU OTSUS
di Tanah Papua oleh RI dan para sekutunya? Pemberlakuan UU OTSUS Papua BUKANlah
kemauan baik dari RI untuk mengejar ketertinggalan masyarakat Papua dalam segala
bidang kehidupan. Latar-belakang lahirnya UU Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua
adalah „kekhususan yang diakui dan diberikan untuk mempertahankan Tanah Papua dalam
bingkai NKRI dan untuk membendung gerakan perjuangan kemerdekaan Papua‟; artinya
kekhususan yang diakui dan diberikan ke Papua untuk mempertahankan penindasan.
Ideologi pembangunan „Otonomi Khusus‟ ini dipaksakan dan diterapkan di Papua
untuk membendung gerakan ideologi politik bangsa Papua. Semua pihak, baik dalam negeri
dan luar negeri mengetahui bahwa ide pemberian OTSUS bagi Papua muncul ketika
aspirasi politik bangsa Papua mengemuka di kancah lokal, nasional dan internasional.
Bahkan justru pihak-pihak luar (Negara-negara sekutunya) bersekongkol dengan RI untuk
menerapkan UU OTSUS bagi propinsi Papua. UU OTSUS di dukung penuh oleh negara-
negara yang tergabung dalam Uni Eropa, Australia, Amerika, Inggris, dll. Untuk
membuktikan dukungannya, ada beberapa Negara menjadi sponsor dana OTSUS Papua.
Mengapa Negara-negara ini bersekongkol dengan RI untuk menerapkan OTSUS
bagi propinsi Papua, bahkan bersedia menjadi pendonor dana OTSUS? Kepentingan

35
www.dpr.go.id.
36
Yafet Kambai, dkk, Perlawanan Kaki Telanjang, Foker LSM Papua, hal 14.
63
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

negara-negara pendonor ini hanya satu, yakni kepentingan kerjasama bilateral dan
multilateral dengan RI, khususnya dalam bidang ekonomi. Perusahaan-perusahaan raksasa
yang sedang beroperasi di Tanah Papua, khususnya dalam bidang Eksploitasi Sumber Daya
Alam (SDA) adalah milik Amerika, Jerman, China, Jepang, Korea, Inggris, Australia,
Swedia, dll. Negara-negara ini bersedia menjadi pendonor dana OTSUS bagi Papua. Tentu
dana yang didonorkan itu adalah hasil eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) di Tanah
Papua. Artinya sedikit hasil eksploitasi SDA dikembalikan ke Tanah Papua.
Para negara sekutu bersama RI dari awal sejak tahun 1960-an telah bersekongkol
(bermufakat jahat) untuk mencaplok Papua ke dalam NKRI. Maka sampai saat ini, negara-
negara sekutu ini masih memegang komitmennya melalui kerjasama bilateral dan
multilateral dalam berbagai bidang, khususnya bidang ekonomi. „Kepentingan ekonomi‟
menjadi kata kunci. Maka, tidak ada jalan lain yang ditempuh oleh RI dan para sekutunya,
pendekatan „penerapan Otonomi Khusus‟ menjadi metode sangat efektif untuk membatasi
langkah Papuanisasi yang diperjuangkan oleh bangsa Papua.

4.3. Bagaimana Pandangan RI versus Papua terhadap UU OTSUS?


Indonesia dan Papua memandang UU OTSUS Papua dengan kaca mata yang berbeda.
1) RI memandang UU OTSUS adalah „win-win solution‟ [solusi menang-menang],
dengan kata lain OTSUS Papua adalah „kompromi politik‟ antara Jakarta dan
Papua. Pandangan bahwa UU OTSUS Papua sebagai „win-win solution‟ atau
„kompromi politik‟ antara Jakarta dan Papua TIDAK DAPAT DITERIMA oleh
rakyat bangsa Papua. Mengapa? „Kompromi politik‟ berarti adanya kesepakatan
antara Jakarta dan Papua. Sejak kapan RI menggelar forum terbuka untuk
membahas dan menyepakati pemberlakuan UU OTSUS di tanah Papua? Secara
sepihak Negara Indonesia memaksakan penerapan UU OTSUS bagi Papua, maka
bangsa Papua TIDAK DAPAT MENERIMA pandangan Indonesia dan para
sekutunya bahwa OTSUS Papua adalah „kompromi politik‟. Hanyalah segelintir
orang „berwajah Papua berhati Indo‟ yang disebut „Papua Indonesia‟ (Papindo)
yang haus kekuasaan dan harta benda yang tergiur dengan gula-gula politik RI itu.

2) Negara Indonesia memandang OTSUS sebagai „desentralisasi pemerintahan‟


sebagai langkah efektif untuk mengatur tatakelola pemerintahan daerah secara
mandiri tanpa campur tangan pemerintah pusat. Namun sesungguhnya UU OTSUS
Papua dalam penerapannya telah terbukti menjadi langkah efektif untuk
mempertahankan penjajahan. „Desentralisasi pemerintahan‟ itu hanyalah sebagai
wacana politik Jakarta; buktinya adalah kewenangan-kewenangan terpenting seperti
urusan luar negeri, pertahanan-keamanan, moneter dan fisikal, peradilan dan agama,
serta kewenangan lain yang akan ditetapkan UU menjadi kewenangan pemerintah
pusat. Kewenangan-kewenangan lainnya diberikan kepada Pemerintahan Propinsi,
tetapi dalam penerapan UU OTSUS Papua sudah terbukti bahwa Pemerintahan
OTSUS Papua dibuat tidak mampu oleh RI untuk melaksanakan kewenangan-
kewenangan sesuai amanat UU OTSUS Papua.

64
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Pemerintah pusat masih memegang kendali pelaksanaan UU OTSUS Papua, artinya


pemeritah pusat masih mengendalikan pemerintahan OTSUS Papua dalam
penyelenggaraan pemerintahannya. Melihat kondisi ini, maka rakyat bangsa Papua
berpandangan bahwa UU OTSUS Papua sesungguhnya adalah „desentralisasi
pemerintahan wayangan‟ di daerah yang dikendalikan dari pemerintah pusat.
Penolakan 23 Keputusan Kultural Majelis Rakyat Papua oleh Mendagri pada tahun
2010 adalah bukti bahwa sesungguhnya tidak ada kewenangan khusus yang
diberikan kepada Pemerintah daerah. Segelintir „Papindo‟ bilang: menjadi „tuan-
puan‟ di negerinya sendiri, ternyata mereka menjadi „budak wayangan‟ dari pusat
kekuasaan RI.

3) RI berpandangan bahwa UU OTSUS Papua adalah solusi final untuk


mempertahankan Papua dalam NKRI. Maka itu, segala kekuatan RI digerakkan
untuk mempertahankan Papua dalam NKRI. Namun, bangsa Papua berpandangan
bahwa UU OTSUS Papua adalah „ideologi pembangunan‟. Ingatlah bahwa
„pembagunan adalah kewajiban pemerintah‟ dan „pembangunan itu hak
rakyat‟, maka UU OTSUS Papua yang adalah „ideologi pembangunan‟ tak
dapat digadaikan dengan „ideologi politik Papua merdeka‟. Perjuangan untuk
menegakkan dan memulihkan kembali „kemerdekaan kedaulatan Papua‟ sebagai
hak kesulungan bangsa Papua (1 Desember 1961) yang dianeksasi ke dalam NKRI
adalah hak mutlak bangsa Papua, karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa,
segaimana juga tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

4.4. Bagaimana dengan Implementasi UU OTSUS Papua selama 19 tahun?


Dalam UU OTSUS Papua tersurat bahwa tujuan pemberian OTSUS adalah untuk
mengejar ketertinggalan dalam tujuh faktor utama yaitu: pendidikan, kesehatan, ekonomi
kerakyatan, pembangunan infrastruktur, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia di
Tanah Papua, supremasi hukum dan demokrasi. Dalam dan melalui UU OTSUS pemerintah
daerah diberikan kewenangan untuk mengambil kebijakan tertentu dalam rangka
„pemberdayaan‟, „keberpihakan‟ dan „perlindungan‟ orang asli Papua. Namun,
implementasi UU OTSUS Papua tidak mengangkat martabat orang asli Papua. Pendidikan,
kesehatan dan ekonomi kerakyatan tidak mengalami kemajuan ke arah yang lebih baik,
justru terjadi sebaliknya. Bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi kerakyatan
mengalami kemunduran di era OTSUS Papua.
Kegiatan belajar – mengajar di Sekolah-sekolah di pelosok Tanah Papua tidak
berjalan dengan efektif. Banyak sekolah didirikan, tetapi tidak ditunjangi dengan sarana dan
prasarana yang memadai. Persentase Indeks Pembangunan Manusia di Papua berada paling
rendah dari propinsi lain di Indonesia yaitu berada diangka 34%.
Menurut Ferdy Hasiman mengatakan „terhitung sejak 2013 - 2019 Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Papua tidak bergerak dan selalu konsisten di angka
34%”.37 Menurut data Badan Pusat Statistik Indonesia, IPM Papua tahun 2002 berada di

37
www.facebook.com, berita itu dinaikan di group Merah Putih, tanggal 11 Oktober 2019.
65
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

angka 58,08% dan pada tahun 2019 hanya 60,84%. Data ini membuktikan bahwa di era
OTSUS, IPM Papua tumbuh hanya 2%. Sedangkan IPM Papua Barat pada tahun 2019
berada di angka 64,70%; sementara IPM rata-rata nasional 71,92%. 38 Lihat diagram di
bawah ini (oleh Mr. Natalis Pigai bersumber dari data BPS).

Selain itu, Papua juga termasuk Partisipasi Pendidikan Terendah di Indonesia, di


Papua Barat untuk SMP 63,19 % dan SD 69,92 pada tahun 2019; sementara di Papua untuk
SD 79,19%, SMP 57,19% dan SMU 44,32%. Sedangkan rata-rata nasional lebih dari
93,75% (Sumber BPS 2019). Dengan angka ini menempatkan propinsi Papua Barat dan
Papua di posisi ke 33 dan 34 propinsi di Indonesia, artinya Tingkat Partisipasi Pendidikan
di propinsi Papua paling rendah di Indonesia. Lihat diagram di bawah ini (oleh Mr. Natalis
Pigai, bersumber dari data: BPS 2017-2019).39

Dilihat dari pemberantasan butu huruf, penduduk buta huruf di Papua dan Papua
Barat terbanyak di Indonesia. Angka buta huruf di Papua pada tahun 2019 sebanyak
38
www.oborkeadilan.com (judul artikelnya Natalis Pigai: Pemerintah Tidak Bisa Bohong lagi, Ini Data Resmi
bahwa Otsus Sudah Gagal, sabtu 25 Juli 2020
39
Ibid.
66
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

20,21%. Sedangkan rata-rata nasional 0,76%. Jumlah buta huruf di Papua terbanyak di
Indonesia. Lihat diagram di bawah ini (oleh Mr. Natalis Pigai, bersumber dari data: BPS
2017-2019).40

Bidang kesehatan juga mengalami hal demikian. Buktinya kematian ibu dan anak
setiap tahun kasusnya tertinggi di Tanah Papua dari propinsi lain di Indonesia. Menurut
UNICEF Jakarta 2019 angka kematian ibu di Papua tertinggi di Indonesia yakni mencapai
305 per 1000 kelahiran; hampir 30% dari 1000 ibu yang melahirkan tiap tahun meninggal.
Lihat diagram di bawah ini (oleh Mr. Natalis Pigai bersumber dari data BPS).

Kematian anak di Papua 3 kali lipat lebih tinggi dari pada Jakarta. Jumlah kematian
bayi dari data rutin pada tahun 2017 sebanyak 257 yang mengalami peningkatan dibanding
tahun 2016 sebanyak 236 bayi. Pada tahun 2002 angka kematian bayi berdasarkan SKDI 56

40
Ibid.
67
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

bayi yang meninggal per 1000 kelahiran, namun pada tahun 2017 justru mengalami
peningkatan kematian bayi menjadi 257 jiwa. Lihat diagram di bawah ini (oleh Mr. Natalis
Pigai bersumber dari data BPS).

Sementara itu, HIV/AIDS sedang mengancam rakyat Papua menjadi bom waktu;
pada tahun 2010 jumlah pengidap HIV/AIDS di Papua 5.000 jiwa, dan pada tahun 2019
bertambah secara drastis menjadi 40.805 jiwa (Sumber BPS 2017-2019). “Peningkatan
jumlah prevalensi HIV/AIDS akan terus meningkat secara deret ukur, sementara „angka
kelahiran mengalami pertumbuhan minimal secara deret hitung, sehingga diperkirakan
penduduk Papua terancam berkurang drastis,” demikian kata Mr. Natalis Pigai.41 Lihat
diagram di bawah ini (oleh Mr. Natalis Pigai bersumber dari data BPS).

Apalagi pemberdayaan terhadap ekonomi kerakyatan jauh dari harapan. Tingkat


kemiskinan di Tanah Papua berada pada tingkat paling tinggi dari propinsi-propinsi lain di
Indonesia. Pada tahun 2002 orang miskin di Papua berjumlah 900.800 orang, dan pada

41
www.oborkeadilan.com (judul artikelnya Natalis Pigai: Pemerintah Tidak Bisa Bohong lagi, Ini Data Resmi
bahwa Otsus Sudah Gagal, sabtu 25 Juli 2020
68
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

tahun 2019 orang miskin di Papua bertambah menjadi 926.360 orang (sumber data BPS
Indonesia 2019).42
Selama 19 tahun orang miskin di Papua makin naik sebanyak 26.360 orang.
Sementara angka kemiskinan di Propinsi Papua Barat 21,51% yang berada di atas rata-rata
nasional 9,22%; hal ini disampaikan oleh Dirjen Otonomi Daerah Drs. Akmal Malik, M.Si
mewakili mendagri (Tito) saat pembukaan MUSRENBANG secara on line, Selasa 29 April
2020.43
Sedangkan propinsi Papua berada pada peringkat pertama kemiskinan tertinggi di
Indonesia 27,53% dan urutan ke dua adalah propinsi Papua Barat dari data Badan Pusat
Statistik (BPS) pusat per maret 2019 adalah 22,17%.44 Lihat diagram di bawah ini (oleh Mr.
Natalis Pigai bersumber dari data BPS).

Selain itu, tingkat inflasi dan biaya hidup tertinggi di Indonesia, misalnya semen
satu sak di Wamena Rp 500 ribuh rupiah, di Pegunungan Bintang satu sak semen Rp 1,2
juta rupiah, sedangkan harga rata-rata di Jakarta Rp 60 ribuh rupiah (Sumber Badan Pusat
Statistik Indonesia 2017-2019). Lihat diagram di bawah ini (oleh Mr. Natalis Pigai
bersumber dari data BPS).

42
Ibid.
43
www.beritaaktual.co
44
www.databoks.katadata.co.id
69
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Sementara Indeks Kebahagian Hidup orang Papua paling rendah di Indonesia yaitu
di Papua 60,97%, rata-rata nasional 68,28% sementara propinsi lain rata-rata di atas 70%.45
Lihat diagram di bawah ini (oleh Mr. Natalis Pigai bersumber dari data: BPS 2017-2019).

45
Op.Cit. www.oborkeadilan.com
70
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Kebijakan khusus dalam pelaksanaan OTSUS di Tanah Papua sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2 meliputi aspek keberpihakan, perlindungan dan pemberdayaan
terhadap hak-hak dasar orang asli Papua. Keberpihakan yang dimaksud di sini adalah
meliputi keberpihakan di bidang pembangunan, politik, pemerintahan, kebudayaan,
keagamaan, ketenaga-kerjaan, dan pemerintahan adat. Kebijakan khusus dalam aspek
perlindungan terhadap orang asli Papua meliputi perlindungan hak hidup orang asli Papua,
perlindungan di bidang kebudayaan, sumber daya alam, sumber daya air, dan sumber daya
hayati. Sedangkan kebijakan khusus dalam aspek pemberdayaan terhadap orang asli Papua
meliputi: pemberdayaan sumber daya manusia asli Papua, pemberdayaan di bidang adat,
pemberdayaan perempuan asli Papua dan pemberdayaan pembangunan Kampung. 46
Dalam implementasi UU OTSUS Papua, khususnya regulasi terkait dengan
Keberpihakan, Perlindungan dan Pemberdayaan terhadap hak-hak dasar orang asli Papua
sama sekali TIDAK JALAN sesuai harapannya. Salah satu indikator paling penting untuk
menilai OTSUS berhasil atau gagal dapat dilihat dari penghormatan terhadap Hak Asasi
Manusia di Tanah Papua, khususnya orang asli Papua. Laporan-laporan tahunan dari
lembaga-lembaga kemanusiaan, membuktikan bahwa pelanggaran HAM semakin
meningkat di era OTSUS. Berbagai strategi diterapkan oleh Indonesia untuk membasmi
orang asli Papua. Operasi-operasi militer terbuka dan tertutup masih diterapkan di era
OTSUS. Demi mengamankan kedaulatan NKRI, rakyat semesta Papua dikorbankan.
Keamanan manusia (security human) diabaikan demi keamanan keutuhan Negara (security
state).
Hal lain adalah penegakkan supremasi hukum yang sangat diskriminatif dan kebal
hukum, serta ketidak-adilan semakin meningkat di era OTSUS Papua. Selain itu, tidak ada
ruang demokrasi di era OTSUS Papua. Kebebasan berekspresi dan berpendapat di muka
umum berada di ujung lars dan laras senjata. Bahkan orang asli Papua yang kritik terhadap
dinamika sosial politik dipandang oleh Negara Indonesia sebagai pihak yang harus
dimusuhi dan dilawan. Misalnya pelarangan buku „menguak fakta-fakta kejahatan
kemanusiaan negara Indonesia di Tanah Papua‟ yang ditulis oleh almarhum Sendius Wonda
dilarang untuk dijual dan beredar.
Negara Indonesia menganut sistem demokrasi liberal yang pancasilais, tetapi dalam
prakteknya di lapangan, sistem demokrasi itu berubah menjadi „demokrasi diktator‟ yang
tidak memberi ruang bagi warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum
baik tertulis maupun lisan. Ini sangat kontra dengan konstitusi negara dan undang-undang
terkait lainnya di Indonesia. Ketika kebebasan berekspresi dan berpendapat dibungkam,
maka warga sipil akan membangun kekuatan untuk merombak sistem otoritarian yang sarat
dengan kolusi, korupsi dan nepotisme, atau lahirnya nasionalisme lain untuk memisahkan
diri dari negara otoritarian. Negara Indonesia punya pengalaman di masa orde baru.
Kekuatan rakyat telah menggulingkan sang diktator „Soeharto‟ adalah bukti bahwa
kedaulatan rakyat memiliki kekuatan untuk merombak sistem pemerintahan yang tidak
bermanusiawi dan bobrok.

46
Op.Cit, MRP, hal. 6-7.
71
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Ketidak-berhasilan implementasi UU OTSUS Papua diakui juga oleh ketua Pansus


DPD RI, Filep Wamafma. Menurutnya implikasi masalah Otsus yang terlihat antara lain
pemerataan pembangunan belum tercapai, pelayanan publik belum membaik, pemanfaatan
dana Otsus tidak tepat sasaran, belum terbitnya sejumlah regulasi di tingkat daerah sebagai
payung hukum pelaksanaan. “Tingkat kemiskinan masih tinggi, bagaimana dinamika Otsus
dan bagaimana kelanjutan dana Otsus setelah tahun 2021, maka harus dicarikan solusinya
seperti apa”; Untuk itu, ia menambahkan bahwa “pansus Papua DPD RI dan kemendagri
sudah bersepakat untuk mendorong revisi terbatas”, katanya.47
Sesungguhnya banyak regulasi khusus yang telah dilahirkan oleh MRP sebagai
lembaga kultur dan regulasi perdasi lain disiapkan oleh pemerintahan Papua sebagai
payung hukum untuk mengatur tatakelolah pemerintahan dalam upaya mengejar
ketertinggalan dalam berbagai bidang kehidupan, namun RI melalui Mendagri menolak
semua regulasi yang disiapkan oleh pemerintah daerah. Berikut ini komentar Gubernur,
Lukas Enembe: „Undang-undang apapun tidak bisa. Undang-Undang 21 juga tidak bisa,
harus perjanjian dengan lembaga-lembaga tertentu, lembaga Internasional. Undang-
undang 21 tidak berjalan, hanya dikasih uang; kewenangan tidak ada. Kita usulkan
perdasus tidak dikasih. Di Papua hanya 1 PP yang jadi yaitu MRP.‟48

4.5. Sebenarnya pihak mana yang gagalkan UU OTSUS Papua?

Dari penjelasan singkat di atas ini, lebih khusus dari komentar gubernur propinsi
Papua (Lukas Enembe), kita pastikan bahwa sesungguhnya UU OTSUS dalam
implementasinya 99% digagalkan oleh pemerintah pusat. Dan hanya 1% saja kegagalan
OTSUS ada pada pemerintah daerah di Tanah Papua, ini terkait dengan pemanfaatan dana
OTSUS yang belum maksimal dirasakan oleh orang asli Papua. Namun, semua regulasi
khusus sebagai payung hukum yang disiapkan oleh pemerintah daerah, ditolak semuanya
oleh pemerintah pusat, maka dalam pengelolaan dana OTSUS Papua mengalami
kepincangan karena tidak ada payung hukum untuk mengatur dana OTSUS. Akhirnya
dengan tegas tanpa keraguan, kami menyimpulkan bahwa UU OTSUS Papua dalam
implementasinya BENAR-BENAR DIGAGALKAN oleh Pemerintah pusat.
Selama ini pemerintah pusat selalu melemparkan kegagalan UU OTSUS kepada
pemerintah daerah. Ini terkait dengan penggunaan dana OTSUS. Pemerintah pusat telah
„membonsai‟ semua kewenangan yang mereka sendiri rumuskan dan sahkan serta tetapkan
dalam UU OTSUS Papua. Para elit Jakarta „memandang UU OTSUS hanya sebatas dana
OTSUS‟. Mereka pikir bahwa hanya dengan mengkucurkan „dana OTSUS‟ segala
permasalahan di Tanah Papua akan tuntas. Ada pula yang mengatakan bahwa orang asli
Papua sendirilah yang menggagalkan UU OTSUS, dengan dalih bahwa para pejabat hampir
90% orang asli Papua. Tanggapan seperti ini TIDAK diterima, karena bagimana mungkin
mengelola dana OTSUS, jikalau tidak ada payung hukumnya dalam bentuk perdasus dan

47
www.jitunews.com.
48
Gubernur Lukas Enembe, m.facebook.com, http:west papua, trans 7.
72
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

perdasi? Bagimana mungkin mengelolah sumber daya yang ada di Tanah Papua, jikalau
tidak ada kewenangan yang diberikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah?
Cara pandang RI atas persoalan di Papua itu hanya dilihat dari sudut pandang
pembangunan di bidang kesejahteraan, maka itu uang banyak dikucurkan di tanah Papua di
era OTSUS. Berikut ini komentar Mendagri Tito: “Dengan adanya anggaran yang besar,
nah ini akan mempercepat pembangunan di Papua untuk peningkatan kesejahteraan.” Ia
juga menambahkan: “Karena kalau Otsusnya tidak ada, dana Otsusnya berarti selesai juga,
kekhususan Papua jadi hilang nantinya”.49 Pernyataan mendagri (Tito) ini menunjukkan
bahwa kekhususan Papua di era OTSUS itu hanya „DANA – UANG‟, kewenangan lain
tidak diberikan kepada pemerintah daerah di Tanah Papua (Papua dan Papua Barat).
Pada hal dalam UU OTSUS Papua telah memberikan banyak kewenangan kepada
pemerintah Propinsi di Tanah Papua, kecuali urusan luar negeri, pertahanan-keamanan,
moneter dan fisikal, peradilan dan agama, serta kewenangan lain yang akan ditetapkan UU
menjadi kewenangan pemerintah pusat. Kewenangan-kewenangan lainnya diberikan
kepada Pemerintahan Propinsi, tetapi dalam penerapan UU OTSUS Papua sudah terbukti
bahwa Pemerintahan OTSUS Papua dibuat tidak mampu oleh RI untuk melaksanakan
kewenangan-kewenangan sesuai amanat UU OTSUS Papua.
Cara pandang‟ dalam penanganan masalah Papua dari para elit Jakarta seperti ini
benar-benar menunjunjukkan „ketidak-mampuan‟ dan „ketidak-seriusan‟ RI untuk
menangani dan menuntaskan segala permasalahan di Tanah Papua yang sangat kompleks
dan rumit. Justru sebaliknya RI mampu dan serius untuk meminoritasi, memarginalisasi,
mendiskriminasi dan memusnahkan orang asli Papua secara perlahan-lahan.
Yang membuat permasalahan di Tanah Papua menjadi rumit dan sangat kompleks
adalah Negara Indonesia dan para sekutunya. Kehadiran „Negara Indonesia‟ di Tanah
Papua dari awal tahun 1960-an sudah menjadi „masalah‟ (ini terkait dengan distorsi sejarah
Papua – status Politik bangsa Papua pada tahun 1960-an yang dianeksasi ke dalam NKRI,
dan lanjutannya adalah hak suara bangsa Papua dimanipulasi dalam PEPERA 1969) yang
menjadi „masalah mendasar,‟ sehingga apapun langkah Jakarta terhadap rakyat bangsa
Papua selalu menjadi „masalah.‟
Semua kebijakan Pemerintah pusat untuk Tanah Papua selalu menjadi „masalah
baru‟ di atas „masalah-masalah‟ yang sudah ada. Karena itu, UU OTSUS Papua sendiri
menjadi „masalah baru‟ sejak sebelum UU OTSUS Papua itu dirumuskan, disahkan dan
diundangkan serta diterapkan. Perlu kami tegaskan di sini bahwa yang menjadi „masalah‟
dari awal adalah semua pihak yang „bersekongkol – bermufakat jahat) untuk melahirkan
UU OTSUS untuk diterapkan di tanah Papua. Apa „niat‟ awalnya, berikut ini
penjelasannya.

49
www.suarapapua.com
73
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

4.6. UU OTSUS PAPUA: „Good Political Will‟ atau „The Political Secret War‟?
UU OTSUS Papua bukan „good political will‟ (kemauan politik untuk kebaikan)
dari Jakarta untuk menegakkan martabat orang asli Papua, tetapi „the political secret war‟
(politik perang rahasia) dari Jakarta untuk semakin gencar menghancurkan harkat dan
martabat orang asli Papua. Niat awal RI dan para sekutunya untuk melahirkan UU OTSUS
adalah „untuk mempertahankan Papua dalam NKRI‟ dan „membendung aspirasi politik
Papua merdeka.‟ „Niat awal saja sudah menjadi „masalah,‟ maka jelaslah bahwa dalam
implementasinya, UU OTSUS Papua menjadi „masalah‟ di atas „masalah-masalah‟ yang
sudah ada di Tanah Papua. Orientasi pemerintah pusat menerapkan UU OTSUS adalah
sarat dengan kepentingan politik dan ekonomi untuk menjajah, menjarah dan meredam
aspirasi politik Papua merdeka, maka apapun langkah yang diambil di era OTSUS adalah
„kekhususan yang diakui dan diberikan untuk mempertahankan Tanah Papua dalam bingkai
NKRI dan untuk membendung gerakan perjuangan kemerdekaan Papua‟.
UU OTSUS tidak menjadi „obat‟ untuk menyembuhkan penyakit kronis yang sudah
ada; justru yang terjadi sebaliknya, kehadiran UU OTSUS menjadi „virus‟ yang
menghancurkan tatanan hidup bangsa Papua dan mengancam hak hidup orang asli Papua,
bahkan kini etnis Papua sedang terancam musnah dari tanah leluhurnya. Ada beberapa
marga yang sudah musnah (hilang) adalah bukti bahwa di Tanah Papua sedang terjadi
pemusnahan etnis Papua - merangkak perlahan-lahan (slow moving genocide).
Melihat banyaknya kasus terjadi di era OTSUS di Tanah Papua, maka almarhum
pater Dr. Neles Kebadabi Tebay, Pr pernah mengatakan: “UU Otonomi KHUSUS
diplesetkan oleh pemerintah Indonesia menjadi UU Otonomi KASUS”. Bukan UU Otonomi
„Khusus‟ Papua, tetapi UU Otonomi „Kasus‟ Papua. UU OTSUS adalah metode penjajahan
lanjutan di era post modern yang dimodifikasi. Seperti komputer dimodifikasi sedemikian
rupa untuk menaikan daya tarik bagi pembeli, demikian pula UU OTSUS dimodifikasi
sedemikian rupa dengan assesori neo-kolonialisme, neo-imperialisme/kapitalisme dan
militerisme untuk memarginalisasi, mendiskriminalisasi, meminoritasi, dan bahkan
memusnahkan orang asli Papua dari tanah leluhurnya.
Dengan apakah UU OTSUS Papua diumpamakan? UU OTSUS diumpakan dengan
beberapa perumpamaan di bawah ini:
1) OTSUS bagai nona manis Jakarta. Segelintir orang Papua tergiur dengan nona
manis Jakarta. Mereka meninggalkan nona hitam manis Papua. Walaupun segelintir
orang asli Papua sudah menaruh maskawin atas „nona manis‟ itu, tetapi para elit
Jakarta sebagai orang tuanya membatasi para elit Papua sebagai suaminya dalam
menunaikan hak dan kewajibannya dalam kelangsungan hidup bersama nona manis
OTSUS itu. Para elit Papua berpikir bahwa orang tuanya dari Jakarta akan
memberikan hak dan kewajiban dalam berumah tangga, agar nona manis itu
melahirkan anak sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan; Ternyata itu hanyalah
kebahagiaan sesaat. Nona manis Jakarta itu hanya melahirkan dana OTSUS dan
MRP dalam bentuk HARTA, TAHTA dan WANITA itu hanyalah kenikmatan
sesaat. Artinya pemerintah pusat tidak memberikan kewenangan kepada pemerintah

74
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

daerah untuk melaksanakan UU OTSUS Papua sebagaimana mestinya.


Kewenangan hanya satu saja diberikan oleh Jakarta yaitu kewenangan untuk
mengatur dana OTSUS, itupun tanpa adanya regulasi dalam bentuk perdasus,
karena semua perdasus yang dilahirkan oleh pemerintah daerah melalui DPRP,
MRP dan gubernur ditolak oleh para elit Jakarta melalui Menteri Dalam Negeri.
OTSUS Papua melahirkan MRP sebagai kakak kandung untuk melahirkan regulasi
perdasus, tetapi para elit Jakarta tidak memberi kewenangan dan tidak menghargai
upaya yang dilakukan oleh MRP. Ternyata UU OTSUS Papua identik dengan „UU
Keuangan Khusus Papua‟. Uang Otsus Papua itu „panas membara‟ sehingga
kebanyakan pejabat Papua mati terbunuh karena panasnya HARTA - TAHTA –
WANITA (tiga TA). Ada yang mati benaran (meninggal dunia karena banyak
sebab), ada yang masih hidup, tetapi rasa belas kasihnya sudah mati, rasa
solidaritasnya sudah mati, harga dirinya sudah tidak ada, karena harga dirinya sudah
digadaikan dengan harTA – tahTA – waniTA dari JakarTA.

2) UU OTSUS bagai ular naga tua Jakarta. Ekornya masih dipegang di Jakarta, dan
kepalanya berada di Tanah Papua. UU OTSUS Papua dikendalikan dari Jakarta
karena ekornya masih dipegang di pusat. Ular naga tua Jakarta ini sedang
menceburkan racun-racunnya di Tanah Papua, sehingga sedang menghancurkan
sendi-sendi hidup bangsa Papua, buktinya adalah segelintir orang Papua tertentu
yang ada dalam sistem pemerintahan dan luar sistem tertentu menjadi makin tamak,
semakin egois, semakin konsumtif dan bermental KKN.

3) UU OTSUS bagai pedang bermata dua. Pedang OTSUS Papua dirancang


sedemikian rupa oleh Jakarta dan para sekutunya, sehingga mata pedang yang satu
memakan para pejabat Papua yang menerima dan merancang UU OTSUS Papua,
sementara mata pedang yang lainnya menikam rakyat jelata bangsa Papua yang
tidak bersalah; pedang bermata dua ini terus beraksi dua arah untuk memusnahkan
bangsa Papua dari tanah leluhurnya dengan sistematis, masif dan terukur.

4) UU OTSUS bagai virus mematikan. UU OTSUS Papua adalah paket politik Jakarta
bagaikan virus yang mematikan bagi orang asli Papua. Di antara mereka yang telah
memperjuangkan dan menerima UU OTSUS Papua sudah tiada. UU OTSUS Papua
menjadi virus yang mematikan bagi segelintir orang asli Papua yang menerima
OTSUS dan lebih mengerikan lagi adalah kematian rakyat semesta Papua yang
tidak bersalah di era OTSUS, akibat dari segelintir orang Papua yang menerima dan
mempertahankan UU OTSUS Papua.

5) UU OTSUS bagaikan „kotak kosong‟ yang dikemas dengan permandani. Indonesia


mensiasati UU OTSUS sedemikian rupa dan memberikannya kepada orang asli
Papua sebagai jawaban atas aspirasi politik Papua merdeka yang mengkristal
dimulai tahun 1998. Awalnya para elit Papua tertentu dengan semangat menerima
paket UU OTSUS Papua yang dikirim melalui via kantor Pos. UU OTSUS itu
dibungkus dengan assesoris yang indah, namun ternyata setelah dibuka tidak ada isi
di dalamnya, alias „kotak kosong‟, yang ada di dalamnya hanya sehelai „seratus
75
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

ribuh rupiah‟. Uang itu pun tidak sebanding dengan perampasan kekayaan Sumber
Daya Alam dari Tanah Papua. Artinya TIDAK ADA kewenangan yang diberikan,
hanya sehelai dana OTSUS yang dikasih. „Para elit Jakarta tra kosong memainkan
para elit Papua dengan kotak kosong OTSUS.‟

6) UU OTSUS Papua bagaikan „Tarian Wayang Golek‟. Paket politik Jakarta didesain
sedemikian rupa „ menjadi tari wayangan‟. Penarinya tampil di panggung terbuka,
sementara pengontrolnya bersembunyi di balik tirai. Penarinya melakukan apa saja
yang diperankan oleh pengontrol (sutradara) yang dikendalikan dari balik tirai. Arti
dari perumpamaan ini adalah para elit Jakarta mengambil peran sebagai pengontrol
atau sutradara UU OTSUS Papua; sedangkan para elit Papua berperan menjadi
„penari‟ untuk mentontonkan OTSUS Papua kepada publik. Ketika „wayang golek‟
dimainkan, di saat itu pula „ada yang tersolek‟, ada yang tersobek‟. Jakarta tra
kosong memainkan „tarian wayang golek‟ di Tanah Papua dengan penerapan UU
OTSUS Papua. Banyak orang asli Papua „tersolek‟ dan „tersobek‟ akibat dari „tarian
wayang golek‟ yang digerakkan dengan lembut - lemah gemulai mengikuti irama
pengontrol, tetapi tarian itu membawa kehancuran dalam keseluruhan tatanan hidup
bangsa Papua.

7) UU OTSUS Papua bagaikan „kolam besar yang amat dalam‟. Negara Indonesia
mendesain UU OTSUS Papua sama seperti menggali „sebuah kolam besar dan
paling dalam‟. Semua aspirasi orang asli Papua yang disampaikan selama ini kepada
Indonesia dan para sekutunya, aspirasi-aspirasi itu mengalir masuk dalam kolam itu,
atau RI dan para sekutunya membuang aspirasi-aspirasi Papua ke dalam kolam
besar itu. Bahkan pula Orang Asli Papua satu persatu dibasmi di era OTSUS dan
dibuang ke dalam kolam besar OTSUS itu.

8) UU OTSUS Papua bagaikan „bom nuklir yang memiliki daya ledak dasyat yang
dapat mengakibatkan sunami‟. Negara Indonesia mendesain UU OTSUS bagai
„bom nuklir‟ yang memiliki daya ledak yang sangat dasyat, setelah „bom nuklir UU
OTSUS Papua‟ itu dibuat dan dibuang ke tanah Papua oleh Negara Indonesia pada
tanggal 21 Oktober 2001, maka bom nuklir OTSUS itu meledak sangat dasyat
sehingga mengakibatkan gempa bumi berkuatan sangat besar yang
mengguncangkan tanah air Papua, sehingga terjadilah „sunami besar‟ yang
berkepanjangan selama UU OTSUS diberlakukan di Tanah Papua. Gelombang
sunami pertama telah berhasil menyeret pemimpin kharismatik bangsa Papua,
Dorthys Hiyo Eluay pada tanggal 10 November 2001 dan kemudian sunami ini
menghancurkan sendi-sendi hidup bangsa Papua, bahkan gelombang sunami ini
menyeret banyak orang asli Papua terhilang di era OTSUS.

9) UU OTSUS Papua bagaikan „mobil mewah tanpa kunci mobil‟. Negara Indonesia
mendesain UU OTSUS Papua sedemikian rupa dan sejak tanggal 21 Oktober 2001
„mobil OTSUS Papua‟ itu dikirimkan ke Papua, tetapi pemerintah Indonesia tidak
memberikan „kunci mobil‟ itu kepada para elit Papua untuk menghidupkan mesin
mobil mewah itu. Para elit Papua sebagai sopir dari mobil mewah itu berkali-kali
76
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

bolak-balik ke Jakarta untuk meminta „kunci mobil‟ itu, tetapi para elit Jakarta
mengeraskan hatinya dan menyembunyikan kunci itu. Akhirnya „bahan bakar –
bensin/solar‟ yang disiapkan oleh pemerintah pusat digunakan oleh para elit Papua
tanpa adanya „kunci mobil mewah itu‟. Artinya pemerintah pusat tidak memberikan
kewenangan satupun untuk menjalankan OTSUS Papua sebagaimana diatur dalam
UU Nomor 21 tentang Pemerintahan Papua. „Bahan bakar bensin/solar‟
mengandaikan „dana OTSUS‟ yang diberikan oleh Jakarta setiap tahun tanpa
memberikan kewenangan lanjutan untuk mengelolah dana OTSUS dalam regulasi
perdasus. Dengan lain perumpamaan: „UU OTSUS Papua bagaikan kapal khusus
tanpa kunci kapal untuk menghidupkan mesin kapal.‟ Para elit Papua sebagai
nahkoda kapal telah berkali-kali pulang pergi ke Jakarta untuk meminta kunci kapal
itu, tetapi Jakarta tidak memberikan „kunci kapal khusus itu‟ sehingga para elit
Papua sebagai nahkoda kapal itu membuat kincir angin buatan agar kapal itu dapat
bergerak. Dengan bantuan kincir angin buatan itu, kapal dipaksa berlayar. Selama
kapal itu berlayar perlahan-lahan dengan bantuan angin, „warga lain‟ datang dan
memuat kapal itu sehingga „warga khusus‟ yang ada dalam „kapal khusus‟ itu
terdampar ke luar dari kapal dan mereka tenggelam ke dalam lautan. „Kapal khusus‟
ini sedang terkatung-katung di samudera raya, sementara „warga khusus‟ hilang
musnah dalam „kapal khusus‟ itu yang „dirancang khusus‟ untuk „memusnahkan
orang asli Papua.‟

10) UU OTSUS Papua bagaikan „gula-gula maut‟. Gula-gula adalah kesukaan anak
kecil. Hanyalah orang yang belum dewasa yang tertarik dengan gula-gula politik
OTSUS yang adalah gula-gula maut yang membawa kehancuran bagi bangsa Papua.
Gula-gula jenis ini, manis di mulut, tetapi menjadi virus mematikan dalam tubuh
manusia Papua.

11) UU OTSUS Papua bagaikan „lempar batu sembunyi tangan‟ bahkan menjadi „bola
liar‟. Para elit Jakarta melempar wacana „OTSUS‟ ke Papua. Orang asli Papua
terbagi ke dalam tiga kubu: ada yang menerima, ada menolak dan ada yang memilih
diam (tidak menolak, tidak juga menerima). Wacana OTSUS Papua menjadi „batu
panas‟ di tengah orang asli Papua dan pemerintah. Namun para elit politik Jakarta
mengabaikan suara mayoritas orang asli Papua, malah justru Pemerintah
mengesahkan dan memberlakukan UU OTSUS Papua secara sepihak pada tanggal
21 Oktober 2001. Setelah „batu OTSUS Papua‟ dilempar ke Papua, UU OTSUS
Papua menjadi „batu membara‟. Setelah 19 tahun UU OTSUS diterapkan,
munculnya wacana revisi terbatas. Wacana revisi ini menuai protes dari berbagai
kalangan. Para elit Papua mengatakan bahwa UU OTUS Papua digagalkan oleh
pemerintah pusat, sementara para elit Jakarta mengatakan bahwa UU OTSUS
digagalkan oleh pemerintah daerah. Alasan yang dipakai oleh para elit Jakarta
adalah gubernur dan bupati adalah orang asli Papua, bahkan 90% pejabat struktural
diisi oleh orang asli Papua. Pernyataan para elit Jakarta ini tujuannya untuk
mengadu-domba antara orang asli Papua, alias „lembar batu sembunyi tangan‟.
Sementara para elit Papua mengatakan bahwa kegagalan UU OTSUS Papua
77
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

disebabkan karena pemerintah pusat tidak memberikan kewenangan sebagaimana


mestinya, hanya dikasih dana OTSUS, bahkan perdasus sebagai payung hukum
untuk mengelolah OTSUS saja ditolak dari Jakarta melalui Mendagri. UU OTSUS
Papua menjadi „bola liar‟ saling lempar melempar antara para elit Jakarta versus
para elit Papua, antara orang asli Papua (pro OTSUS versus kontra OTSUS), antara
warga asli Papua versus para elit Papua dan elit Jakarta, antara bangsa Papua versus
bangsa Indonesia.

12) UU OTSUS Papua bagaikan „teka-teki jerat maut‟. Untuk mengetahui rahasia teka-
teki dibutuhkan hikmat. Hanyalah orang-orang yang memandang teka-teki dengan
hikmat dari Tuhan sajalah yang memahaminya dan selamat dari teka-teki jerat maut
ini. Sedangkan orang-orang yang melihat OTSUS dengan pengertian dari duniawi,
terjerat dalam teka-teki maut itu. Pengertian dari dunia mengantar manusia untuk
mengerti rencana dunia dan menyembah kepada mamon (harta benda, tahta dan
wanita); sedangkan hikmat dari Surga – dari Allah mengantar manusia untuk
memahami rencana Allah dan menyembah Tuhan Allah dalam Roh dan kebenaran.

13) OTSUS Papua bagaikan „anak adopsi‟. Adapula kepala suku dari pulau lain datang
ke salah satu pulau dan ia merampas seorang bayi mungil. Kemudian anak itu
dibesarkan oleh kepala suku di bawah tekanan, ancaman dan penganiyaan, artinya
bayi itu dibesarkan di bawah kekuasaan tangan besi. „Anak perbudakan‟ itu tumbuh
besar hingga dewasa. Setelah dewasa, ia meminta ijin ke kepala suku itu untuk
berumah tangga sendiri. Namun, kepala suku itu memberikan sebuah kamar khusus
untuk mengurus dirinya, namun tetap tinggal dalam rumah besarnya dan menjadi
hambanya sebagai „budak‟. Walaupun demikian, suatu saat nanti indah pada waktu
Tuhan, anak adopsi ini akan kembali membangun rumah permanen di kampung
halamannya. Sama seperti nabi Musa. Ia ditemukan dalam sungai Nil dan diadopsi
oleh putri Firaun dan dibesarkan di dalam istana Firaun di bawah asuhan ibu
kandungnya Yokbed. Kemudian Musa mengetahui bahwa dirinya adalah orang
Yahudi, bukan orang Mesir. Ia tidak menerima segala bentuk perbudakan terhadap
bangsanya Israel. Akhirnya ia ke luar dari Istana Firaun dan menyingkir ke tanah
Midian. Dari sanalah Tuhan memanggil Musa kembali ke Mesir untuk membawa
bangsa Israel ke luar dari perbudakan Firaun indah pada waktu Tuhan.

4.7. Apakah UU OTSUS Papua Penyelamat atau Laknat?


Sudah terbukti bahwa implementasi UU OTSUS Papua BUKAN penyelamat. Ada
tujuh indikator untuk menilai: apakah penerapan UU OTSUS berhasil atau gagal? Tujuh
indikator itu adalah: bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan, pembangunan
infrastruktur, penghormatan terhadap hak-hak dasar orang asli Papua, supremasi hukum
dan demokrasi. Kriteria untuk menilai keberhasilan atau kegagalan UU OTSUS Papua itu
relatif. Tetapi secara kasat mata kita bisa lihat dampak dari implementasi UU OTSUS itu,
walaupun dari tahun 2002 sampai 2020, dana OTSUS Rp 94,24 triliun dikucurkan, namun
dana itu tidak memberikan dampak positif bagi Orang Asli Papua.

78
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Dalam tujuh indikator utama itu, apakah ada kebijakan khusus dari pemerintah:
untuk „keberpihakan‟, „perlindungan‟ dan „pemberdayaan‟ orang asli Papua? Secara kasat
mata dapat dilihat bahwa yang berubah di Tanah Papua adalah bangunan-bangunan
bertingkat, pembangunan jalan, jembatan, Papua bagai kebun binatang „rusa‟ dengan
banyaknya berbagai macam mobil; pembangunan itu untuk siapa dan untuk apa? Bukankah
pembangunan jalan, jembatan serta pemekaran propinsi, kabupaten, distrik dan kampung
untuk merintis jalan bagi pengembangan struktur teritorial TNI-POLRI; dan sebagai jalan
masuknya transmigrasi terselubung dari luar Papua untuk menguasai segala bidang
kehidupan di Tanah Papua, yang menurut Pdt. Dr. Benny Giay pembangunan„bias
pendatang‟; dan menurut Pdt. Dr. Socratez Sofyan Yoman: „Papua bukan bangsa budak‟.
UU OTSUS Papua adalah bagi-bagi jabatan, bagi-bagi proyek, bagi-bagi dana
OTSUS, kesempatan bagi amber untuk menguasai segala bidang kehidupan, dan OTSUS
sebagai langkah efektif RI dan para sekutunya untuk membasmi orang asli Papua secara
langsung dan tak langsung. Adalah fakta yang tak bisa dibantah oleh siapapun bahwa orang
Papua sedang tersisih, dimarginalisasi, diminoritasi, dan terancam hak hidupnya, bahkan
terancam musnah pelan tapi pasti (slow moving genocide). Hilangnya beberapa marga
adalah bukti bahwa di Papua sedang terjadi proses pemusnahan etnis. Maka UU OTSUS
Papua menjadi lambang kejahatan kemanusiaan bagi orang asli Papua atau menjadi paket
pembunuh, perusak, penghancur atau menjadi laknat bagi orang asli Papua.

4.8. Perlukah UU OTSUS Papua direvisi dan diperpanjang lagi?


Secara kasat mata kita bisa lihat hasil capaian UU OTSUS. Dari hasil pengamatan
itu kita simpulkan bahwa RI sudah gagal total melaksanakan UU OTSUS di Tanah Papua.
Ini berbeda dengan apa yang tertulis dalam UU OTSUS. Dalam UU OTSUS ditegaskan
bahwa pemerintah pusat memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada pemerintah
propinsi untuk mengatur tatakelola pemerintahan untuk mengejar ketertinggalan dalam
segala bidang kehidupan, namun kenyataannya dalam 19 tahun implementasi UU OTSUS
malah semakin terpuruk. UU OTSUS sudah gagal total dalam penerapannya: untuk apa UU
OTSUS itu harus direvisi? Apa alasan yang mendasari pemerintah mendorong DPR RI
untuk merevisi UU OTSUS? Sudah terbukti bahwa pemerintah pusat telah gagal total
mewujudkan semua yang tercantum dalam UU OTSUS. Yang berhasil adalah kucuran dana
OTSUS dan pemerintah daerah hanya diberi kewenangan untuk mengatur penggunaan
anggaran dana OTSUS dan pembentukan MRP melalui PP 54 tahun 2004. Tetapi MRP
yang diakui sebagai „kakak kandung OTSUS‟ sama sekali tak diberikan kewenangan oleh
RI. Kewenangan lain juga tidak diberikan ke pemerintah daerah. Semua kewenangan
dikendalikan dari pusat kekuasaan Indonesia di Jakarta. Ini bertolak belakang dengan UU
OTSUS Papua.
Berikut ini komentar Gubernur, Lukas Enembe: „Undang-undang apapun tidak
bisa. Undang-Undang 21 juga tidak bisa, harus perjanjian dengan lembaga-lembaga
tertentu, lembaga Internasional. Undang-undang 21 tidak berjalan, hanya dikasih uang;
kewenangan tidak ada. Kita usulkan perdasus tidak dikasih. Di Papua hanya 1 PP yang

79
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

jadi yaitu MRP.‟50 Dengan demikian: „kewenangan apa yang hendak diperjuangkan oleh
pemerintah daerah dalam UU OTSUS plus atau dengan lebel nama apapun yang kini sudah
masuk dalam Program Legislasi Nasional 2020?‟ Dalam revisi UU OTSUS akan ditambahi
kewenangan lain, tetapi kita sudah tahu kelakuan Jakarta: „tertulis lain, laksanakan lain.‟
OTSUS 21 tahun 2001 saja Pemerintah Pusat gagal, apalagi revisi UU OTSUS.
MRP juga menyatakan sikapnya bahwa MRP akan bubar pada tahun 2021 ketika
dana UU OTSUS berakhir. „Dana OTSUS berakhir, MRP juga berakhir‟, kata ketua MRP.
Beliau menambahkan: „waktu Tuhan tepat, pemimpin tepat, masalah tepat‟. Sikap MRP itu
disampaikan ketika massa demo menyampaikan aspirasinya ke lembaga kultur Papua.
Kami menilai bahwa sikap MRP itu tidak tegas dan masih ragu-ragu. Ketika Jakarta
melanjutkan dana OTSUS dengan menambah dana besar dan menambahi kewenangan
tertentu, MRP dan pemerintah daerah serta legislatif Papua akan menerima UU OTSUS. Itu
sudah jelas dalam komentar ketua MRP itu: „Dana OTSUS berakhir, MRP juga berakhir‟.
Dalam pernyataan ini mengandung kemauan terselubung dari ketua MRP bahwa „jika dana
OTSUS lanjut, maka MRP juga lanjut‟. Rakyat bangsa Papua meminta perlu adanya sikap
tegas dan bulat dari para elit Papua yang selama ini mempertahankan penindasan RI
melalui penerapan UU OTSUS. Kita akan ikuti: „apakah sikap MRP ini hanyalah gertak
sambal, atau benar-benar akan dilakukan?‟ Hanyalah proses waktu yang akan
menjawabnya.

4.9. Dalam UU OTSUS tak ada ketentuan OTSUS berakhir 2026


Dalam “UU OTSUS Papua TIDAK mengatur masa berakhirnya OTSUS, akan
berakhir apabila UU OTSUS itu dicabut oleh pembuat Undang-Undang yaitu oleh
Presiden RI dan DPR RI,” demikian kata Sdr Marthen Goo.51 Elit Jakarta bilang: „OTSUS
Papua berlaku 25 tahun‟ itu hanyalah wacana politik Jakarta untuk menipu orang asli
Papua. RI dan para sekutunya bersekongkol lagi untuk merevisi UU OTSUS, karena
alokasi dana OTSUS yang diatur dalam UU OTSUS Papua akan berakhir pada tahun 2001.
„Dalam UU OTSUS pasal 34 ayat (3) huruf (e) mengatur tentang „dana OTSUS Papua
setara 2 persen platform Dana Alokasi Umum akan berakhir pada tahun 2021.‟52 Karena
itu, pemerintah pusat hendak revisi terbatas UU OTSUS Papua.
Wacana revisi ini dimunculkan oleh Jakarta untuk mencapai kepentingan tertentu.
Salah satu kepentingan RI adalah pengalihan isu. Saat ini isu „rasisme‟ dari Indonesia
kepada orang asli Papua sedang menggema di seantero dunia, maka Inonesia sedang
mengalihkan isu rasisme dengan isu revisi UU OTSUS Papua. “Ada pula isu politik Papua
merdeka dari sisi kwalitas sedang meningkat di luar negeri yang dimotori oleh ULMWP,
maka Indonesia sedang mendorong revisi UU OTSUS Papua untuk mengalihkan perhatian
bangsa Papua pada isu revisi OTSUS Papua. Lagi pula melalui revisi UU OTSUS itu,
pemerintah Indonesia menyiapkan payung hukum untuk memekarkan beberapa propinsi di
Tanah Papua. Selain itu, RI memasang kuda-kuda untuk menyaring „aspirasi‟; dengan

50
Gubernur Lukas Enembe, Ibid.
51
Wawancara dengan Sdr. Marthen Goo, Minggu, 19 Juli 2020
52
www.jubi.co.id
80
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

tujuan memantapkan „strategi‟ RI dalam menghadapi isu Papua merdeka yang semakin
meningkat di lokal, nasional dan internasional,” demikian kata Christianus Dogopia.53
Bagaimanapun sikap bangsa Papua terhadap revisi UU OTSUS Papua, RI akan
menutup mata terhadap berbagai sikap penolakan dan akan tetap mendorong revisi itu
dilakukan oleh RI. Berikut ini komentar Nono Sampono (wakil ketua DPR RI): “saya mau
katakan, kami di DPD kita akan kawal dan kami akan berjuang sampai titik darah
penghabisan untuk OTSUS 2021 tetap. Saya berani menyatakan sebagai salah satu
pimpinan, (OTSUS) tetap berlanjut di Papua”. Ia menambahkan bahwa terkait OTSUS
Papua pihaknya akan berjuang agar bisa berlanjut untuk 20 tahun ke depan. Tito (mendagri)
juga mengungkapkan bahwa pemerintah akan tetap dengan skenario melanjutkan OTSUS
20 tahun lagi. Ini terungkap dalam rapat terbatas para elit Jakarta dengan para elit Papua di
Timika, 22 Juli 2020. 54
Pernyataan-pernyataan para elit Jakarta ini menunjukkan bahwa Jakarta akan
memaksakan revisi UU OTSUS untuk mempertahankan penjajahan di Tanah Papua. Kita
punya pengalaman yang panjang 58 tahun hidup bersama RI. Berbagai gelombang
demonstrasi kita sudah lakukan untuk menolak paket politik UU OTSUS Papua,
pembentukan MRP dan pemekaran propinsi Papua Barat, serta MRPB; namun pemerintah
pusat mengabaikan semua bentuk protes itu dan tetap memberlakukan UU OTSUS,
membentuk MRP dan propinsi Papua Barat, serta MRPB tetap jalan, walaupun pemekaran
propinsi dan MRPB itu belum diatur dalam UU OTSUS Papua kala itu. Itu semua terjadi
karena adanya segelintir orang asli Papua menerima UU OTSUS Papua dan itu didukung
oleh negara-negara sekutunya.

4.10. OTSUS Papua bagaikan „virus‟ menghancurkan Kesatuan - Persatuan


Bangsa Papua
Ketika wacana Otonomi Khusus dikeluarkan oleh para elit politik Jakarta pada
tahun 1998 untuk mempertahankan Papua dalam bingkai NKRI dan membendung aspirasi
politik Papua merdeka, orang asli Papua (OAP) terbagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu
OAP pro Otsus, OAP kontra Otsus dan OAP netral.
Kelompok pertama, OAP pro OTSUS dibagi juga ke dalam tiga kategori, yaitu
pertama, OAP yang dengan sungguh-sungguh mendukung kekuasaan NKRI di Tanah
Papua, artinya 100% mendukung Papua dalam bingkai NKRI. Kategori pertama yang
disebut „golongan merah putih‟ ini merasa bahwa Papua sudah final dalam NKRI dan
meyakini bahwa Papua tidak akan merdeka sampai akhir khiamatpun, maka 100% mereka
mendukung segala macam bentuk penjajahan yang dilakukan oleh Indonesia di Tanah
Papua; tentu kelompok ini memanfaatkan isu Papua merdeka untuk mengejar TAHTA,
HARTA dan WANITA; kategori kedua adalah OAP yang memandang UU OTUS Papua
sebagai kesempatan untuk memperoleh kekuasaan (jabatan atau TAHTA), kekayaan
(HARTA) dan mengejar WANITA dengan jalan mengumpulkan istri (baik menjadi istri sah
maupun istri piaraan). Kelompok ini dengan setengah hati mendukung Papua merdeka,
53
Hasil diskusi dengan Chritianus Dogopia, Minggu, 12 Juli 2020.
54
www.Suarapapua.com
81
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

artinya walaupun mereka memandang OTSUS untuk mengejar kepentingannya, tetapi


mereka punya hati untuk Papua merdeka (artinya 50% untuk Papua merdeka dan 50%
untuk NKRI); kategori ini disebut „golongan abu-abu‟. Kategori ketiga adalah OAP yang
memandang OTUS sebagai jalan menuju kemerdekaan bangsa Papua. OAP dalam kategori
ini 100% mendukung Papua merdeka, tetapi mereka memanfaatkan OTSUS Papua sebagai
wahana untuk mempersiapkan orang asli Papua demi mencapai kemerdekaan bangsa
Papua. Tentu kategori ini juga memanfaatkan OTSUS sebagai kesempatan untuk mengejar
tahta, harta dan wanita walaupun tidak semua pejabat demikian. Memang OAP dalam
kategori ini yang disebut „golongan merah biru abu-abu‟ mendukung 100% Papua merdeka,
tetapi di antara mereka adapula secara diam-diam menjadi mata-mata Indonesia, artinya
menjadi agen Intelijen, ada yang bersembunyi di dalam gerakan (menjadi musuh dalam
selimut), ada pula yang tidak terlibat dalam gerakan, tetapi memantau para aktifis melalui
orang-orang yang dipasangnya.
Kelompok kedua, OAP kontra OTSUS adalah mereka yang dengan sungguh-
sungguh mendukung Papua merdeka (100%), bahkan terlibat penuh dalam perjuangan
kemerdekaan bangsa Papua (100%) yang disebut „golongan merah biru putih‟. Dalam
kelompok ini ada OAP yang terlibat secara full time, dan ada pula yang part time.
Kelompok OAP ini 100 % TIDAK berkompromi dengan paket politik apapun dari
Indonesia yang diterapkan di Tanah Papua. Orietantasi hidup mereka adalah PAPUA
MERDEKA, titik, lain tidak ada. OAP kontra OTSUS ini selalu dipandang oleh RI dan
oleh pendukung NKRI sebagai kelompok frustrasi. Stigma „kelompok frustrasi‟ adalah lagu
lama yang selalu dinyanyikan oleh penjajah dan stigma itu ditiru oleh segelintir OAP yang
mendukung penjajahan Indonesia atas bangsa Papua. Stigma serupa pernah dialami oleh
para pejuang kemerdekaan Indonesia oleh kolonial Belanda. Maka kini stigma serupa
dipakai oleh Indonesia untuk membalas kekejaman Belanda itu kepada bangsa Papua.
Kelompok ketiga adalah OAP netral. Kelompok ini memandang bahwa entah
merdeka atau tidak merdeka, yang penting bisa hidup dan berkarya. Kelompok ini dapat
dikategorikan ke dalam „golongan putih‟, artinya mereka tidak mendukung NKRI, juga
tidak mendukung Papua merdeka.
Dalam wacana revisi UU OTSUS Papua, tiga kelompok besar OAP ini masing-
masing memberikan pandangan yang berbeda-beda. Segelintir OAP menerima revisi
OTSUS 100%, ada yang menerima OTSUS, tetapi dengan syarat tertentu harus dipenuhi
oleh Jakarta, dan ada pula mayoritas OAP menolak OTSUS 100%. Kelompok yang merima
OTSUS tentu dipengaruhi oleh kaki tangan NKRI melalui pendekatan tawaran jabatan,
harta serta wanita - (walaupun tidak semua mengejar wanita). Ini terjadi seperti PEPERA
pada tahun 1969 di mana 1.025 mewakili orang asli Papua dipaksa menerima NKRI
sebagai negaranya; buktinya adalah para kepala suku di Tanah Papua dipengaruhi oleh kaki
tangan NKRI untuk melegitimasi revisi UU OTSUS dan mempertahankannya.

4.11. OTSUS Papua: Langkah RI Perpanjang Penindasan


UU OTSUS Papua adalah ideologi pembangunan yang intinya ialah untuk
mempertahankan penindasan terhadap rakyat bangsa Papua. Ideologi pembangunan itu
82
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

isinya adalah neo-kolonialisme, neo-imperialisme dan militerisme. Segala bentuk tirani


penjajahan RI dibungkus dalam ideologi pembangunan yang namanya „UU OTSUS‟. „UU
ini sebagai „baju pembungkus‟ dan „isinya‟ adalah tiga bentuk penjajahan: „neo-
kolonialisme‟, „neo-imperialisme/kapitalisme‟ dan „militerisme‟.
„Neo-kolonialisme‟ adalah penguasaan wilayah baru secara politik; tujuannya
adalah untuk memecah-belah persatuan kesatuan serta tatanan kehidupan masyarakat
setempat, merampas tanah air dan menjajah (devide et impera). Dalam kasus Papua, untuk
menguasai tanah air Papua secara politik, Negara Indonesia didukung penuh oleh para
sekutunya. Misalnya Amerika yang dari awal mendukung Indonesia mencaplok Papua dari
tangan Belanda. Setelah Indonesia menguasai tanah air Papua, maka langkah selanjutnya
adalah menguasai ekonomi (menjarah). Untuk menguasai ekonomi, RI bekerja sama juga
dengan para sekutunya. Inilah yang disebut „neo-imperialisme/ kapitalisme global‟.
Penguasaan wilayah baru secara politik dan ekonomi didukung penuh (di back up)
oleh kekuatan militer. Kekuatan pendukung dan penentu ini disebut militerisme. Misi
pertahanan dan keamanan atas wilayah baru yang dikuasainya secara politik dan ekonomi
adalah upaya untuk menekan masyarakat setempat untuk tidak melakukan perlawanan; jika
ada masyarakat asli yang melawan atau bertindak menyatakan kebenaran untuk
menegakkan keadilan, maka mereka selalu berhadapan dengan kekuatan militer (TNI-
POLRI) sebagai benteng terakhir untuk mempertahankan penindasan dan berupaya untuk
memusnahkan masyarakat setempat melalui berbagai sandi operasi terbuka dan tertutup.
Dalam UU OTSUS Papua mengandung tiga bentuk penjajahan itu: neo-
kolonialisme, neo-imperialisme/ kapitalisme, dan militerisme. Siapapun orang asli Papua
yang sedang memperjuangkan revisi UU OTSUS dan siapapun dia yang akan menerima
UU OTSUS dengan lebel nama apapun, mereka adalah pembunuh secara tak langsung dan
penindas rakyat bangsa Papua, serta menjadi antek Jakarta untuk mempertahankan
penjajahan RI dan para sekutunya terhadap bangsa Papua. Penindasan yang dialami oleh
orang asli Papua selama 19 tahun terakhir (dari 2001-2020) ini adalah akibat dari segelintir
orang Papua yang telah menerima dan mempertahankan OTSUS. Mereka ini dikategorikan
sebagai PENGKHIANAT perjuangan luhur dalam menegakkan harkat-martabat yang
adalah HARGA DIRI bangsa Papua.

5. UU OTSUS Jilid II : „Tak Mampu Padamkan Api, Tak Mampu


Hentikan Darah‟
UU OTSUS Papua adalah model penjajahan di era post modern yang sistematis,
terukur dan terselubung. Negara Indonesia dan para sekutunya memang dari awal
bersekongkol untuk mendesain UU OTSUS Papua sedemikian rupa, agar target
pemusnahan etnis Papua tercapai dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian RI dan
para sekutunya dapat memiliki segala yang ada di Tanah Papua. Desain strategi RI dan para
sekutunya untuk memusnahkan orang asli Papua dengan pendekatan penerapan UU
OTSUS Papua sudah mulai menunjukkan keberhasilan. Marginalisasi, diskriminasi,
minoritasi dan pemusnahan etnis Papua melalui berbagai bentuk adalah bukti bahwa
83
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

penerapan UU OTSUS Papua telah terbukti mengancam kelangsungan hidup orang asli
Papua.
Dalam buku karya Dr. Jim Elmslie dan Dr. Carmellia Webb-Gannon berjudul:
„West Papuan Demographic Transition and the 2010 Indonesian Census: „Slow Motion
Genocide‟ or „Not?‟ yang diterbitkan oleh University of Sidney di Australia. Centre for
Peace and Conflict Studies digambarkan dengan sangat jelas proses dehumanisasi Orang
Asli Papua (OAP) dari tanah leluhurnya. Jumlah keseluruhan penduduk di Papua
berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010 menunjukkan 3.612.856 jiwa. Angka inipun
belum tentu benar, karena sensus ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Artinya angka di
atas bisa benar, bisa juga tidak benar. Demi kepentingan mempertahankan Papua dalam
NKRI, Pemerintah Indonesia dapat melakukan apa saja, misalnya membuat data palsu
untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam buku yang ditulis oleh Dr. Jim, dkk menjelaskan populasi penduduk asli
Papua pada tahun 1971 sebanyak 887.000 jiwa atau 96% dan pada tahun 2000 meningkat
menjadi 1.505.405 jiwa; ini artinya pertumbuhan penduduk asli Papua pertahunnya adalah
hanya 1,84%. Sedangkan jumlah penduduk Non Papua pada tahun 1971 sebanyak 36.000
jiwa (4%) dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 708.425 jiwa; jadi persentase
pertumbuhan penduduk non Papua pertahunnya adalah 10,82%, ini artinya pertumbuhan
penduduk non Papua semakin tinggi dibanding OAP.
Dalam buku itu, peneliti Jim, dkk menampilkan jumlah OAP hingga pertengahan
tahun 2010 mencapai 1.730.330 jiwa atau 48,89%, sementara non Papua mencapai
1.882.517 jiwa atau 52,10%. Di akhir tahun 2010 jumlah OAP menjadi 1.760.557 (48,73%)
dan non Papua berjumlah 1.852.297 jiwa atau (51,27%). Hingga pada tahun 2010 jumlah
keseluruhan penduduk Papua mencapai 3.612.854 jiwa atau dalam persentase 100%. Dari
data sensus penduduk tahun 2010 itu, Dr. Jim, dkk memperkirakan bahwa pada tahun 2020
jumlah penduduk Papua secara keseluruhan akan mencapai 7.287.463 jiwa; dengan
perbandingan: jumlah Orang Asli Papua (OAP) 2.112.681 jiwa atau 28,99% dan jumlah
non Papua 5.174.782 atau 71,01%. Dari data ini sudah membuktikan bahwa pertumbuhan
penduduk non Papua melaju cepat ketimbang penduduk asli Papua. Dalam buku itu, Jim,
dkk menjelaskan bahwa lambatnya pertumbuhan penduduk asli Papua disebabkan karena
„masalah sosial‟ dan „pelanggaran HAM‟, terutama „masalah migrasi penduduk dari luar
Papua‟ yang sangat besar pertahunnya. 55 Masih ada laporan lainnya terkait minoritasi
orang asli Papua hingga etnis Papua sedang terancam musnah dari tanah leluhurnya.
Pastor Santon Tekege, Pr mengatakan: “Orang asli Papua semakin berkurang setiap
tahun di Tanah Papua. Itu terjadi karena kurangnya angka kelahiran dan meningkatnya
angka kematian OAP pertahun; sementara angka kelahiran bagi non Papua semakin melaju
dan angka kematian bagi non Papua sangat minim di Tanah Papua; ditambah lagi dengan
banyaknya migrasi non Papua yang masuk ke Tanah Papua.” Hal ini terungkap juga dalam
wawancara dengan Pastor Alberto John Bunai Pr oleh Alnold Belau, wartawan Suara

55
Arnold Belau, www:suaraPapua.com dari hasil kajian Pastor Santon Tekege , Pr yang diaolah dari berbagai
sumber terpercaya.
84
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Papua.com di Abepura (1/8/2020). Pastor John yang adalah koordinator Jaringan Damai
Papua (JDP) mengatakan bahwa di Tanah Papua sedang mengalami krisis kemanusiaan.
Menurutnya, krisis ini terjadi karena adanya gejolak sosial politik dalam mempertahankan
dua harga yang sama-sama mati, yaitu NKRI harga mati dan Papua merdeka harga mati.
“Berbagai cara yang digunakan untuk membungkam suara-suara dari Papua, ini namanya
pembunuhan. Ujung-ujungnya adalah krisis kemanusiaan terjadi. sama seperti yang terjadi
saat ini. Banyak orang Papua mati dengan banyak cara”, tegas Pastor John.56
„Depopulasi‟ kepada Orang Asli Papua melalui berbagai sandi operasi oleh
Indonesia adalah kejahatan Negara terhadap „kemanusiaan‟ (pelanggaran HAM berat) yang
harus dipertanggung-jawabkan. Tetapi „siapakah yang akan menekan RI untuk
mempertanggung-jawabkan pelanggaran HAM berat di Tanah Papua, karena lembaga
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sendiri adalah aktornya di bawah tekanan presiden Jhon
F Kennedy telah mencaplok Papua ke dalam NKRI pada tahun 1960-an? Sampai saat ini
PBB belum mengambil langkah-langkah kongkrit untuk menuntaskan „darurat
kemanusiaan terselubung‟ yang sedang terjadi di tanah Papua; ketidak-seriusan PBB dalam
menangani dan menyelesaikan masalah Papua itu menunjukkan bahwa PBB masih
membiarkan negara Indonesia dan para sekutunya untuk terus memusnahkan orang asli
Papua dari tanah leluhurnya melalui berbagai sandi operasi tertutup dan terbuka.
Walaupun demikian, setelah sekian lama bangsa Papua bersuara didukung oleh
komunitas Internasional, pada akhir tahun 2019 Papua Barat ditetapkan oleh PBB sebagai
„daerah konflik‟ urutan keempat yang harus dipantau oleh PBB. Dan pada akhir tahun 2019
juga sebanyak 79 Negara dari kawasan Afrika, Caribia dan Pasifik (ACP) menyatakan
sikapnya mendukung Papua melalui komunike bersama yang ditandanganinya. Ini
kemajuaan perjuangan bangsa Papua setelah bangsa Papua berjuang 57 tahun. Harapan kita
adalah bahwa dalam waktu-waktu mendatang terjadi proses Tuhan yang luar biasa untuk
menyelamatkan bangsa Papua dari „darurat kemanusiaan‟ yang mengerikan. Karena „tak
ada masa depan Papua dalam NKRI‟; „Papua dalam Tuhan ada masa depan yang indah‟.
Maka itu, persatuan bangsa Papua dalam Tuhan menjadi keharusan untuk memutuskan
mata rantai penindasan ini.
Dana UU OTSUS itu berakhir pada tahun 2021, tetapi segala macam persoalan yang
ada di tanah Papua belum final, artinya masalah Papua belum tuntas diselesaikan melalui
paket politik ini. Otsus Papua tidak mampu memadamkan api yang terus membara, Otsus
Papua tidak mampu menghentikan darah yang terus menetes di Tanah Papua. Memang kita
tahu, bahwa target Jakarta bukan untuk memajukan orang Papua melalui penerapan UU
OTSUS ini. Target RI dalam OTSUS, antara lain: membungkam aspirasi politik Papua
merdeka, mempertahankan Papua dalam NKRI melalui paket politik Otsus, untuk
memperpanjang penjajahan serta menguasai Tanah Papua melalui berbagai program, antara
lain pemekaran Kabupaten dan Propinsi, yang semuanya ini dilakukan oleh Indonesia untuk
memusnahkan orang asli Papua dari tanah leluhurnya.

56
Ibid.
85
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Banyak tragedi berdarah telah mewarnai pada masa OTSUS selama 19 tahun.
Berikut ini beberapa peristiwa tragedi berdarah kami angkat sebagai bukti bahwa Otsus
tidak mampu hentikan darah pada masa aneksasi tahap ketiga (periode I 2001- 2021).57

5.1. Penculikan dan Pembunuhan Dortheys Hiyo Eluay


Penculikan dan pembunuhan pemimpin besar, pemimpin kharismatik bangsa Papua
Dortheis Hiyo Eluay mengawali tragedi berdarah di masa aneksasi tahap ketiga melalui
penerapan UU Otsus di tanah Papua. Tak bisa dibayangkan bahwa almarhum Theis yang
sedang pulang malam, setelah memenuhi undangan dari aparat keamanan di Hamadi,
mobilnya dihadang oleh aparat kopasus di tanjakan Skyline dan diculik serta dibunuh.
Mayatnya dibuang di Koya, sedangkan sopirnya Aristoles Masoka sampai hari ini hilang
jejak. Peristiwa kelabu ini membuka lembaran-lembaran tragedi demi tragedi berdarah
dalam Aneksasi lanjutan tahap ketiga (periode I 2001 – 2021).

5.2. Tragedi Berdarah Di Puncak Jaya


Berbagai macam tragedi berdarah sudah berlangsung lama di Puncak Jaya. Akibat
kontak senjata antara TNI-POLRI dengan TPN OPM pimpinan Panglima Jenderal Goliat
Tabuni. Ratusan warga sipil yang tidak berdosa menjadi korban dalam berbagai operasi
militer yang berlangsung selama ini di Puncak Jaya.

5.3. Tragedi Berdarah Di Dogiyai


Pada 13 dan 14 April 2011 Aparat TNI dan POLRI menewaskan warga asli Papua
di Dogiyai, korban tewas adalah Dominkus Auwe dan Aloisius Waine. Serta tiga orang
lainnya dirawat di rumah sakit, yaitu Otin Yobe, Matias Iyai, dan Albert Pigai.

5.4. Tragedi Berdarah Di Deiyai


Ada tujuh warg sipil korban tertembak dalam aksi demontstrasi tolak rasisme di
Deiyai. Tujuh warga itu adalah Alpius Pigai (20 tahun), Derison Adi (21 tahun), Hans
Ukago (27 tahun), Marinus Ikomou (35 tahun), Filemon Waine (30 tahun), seorang berfam
Pakage, dan seorang yang namanya kami tidak ketahui. Peristiwa ini terjadi hari Rabu, 28
Agustus 2019 ketika massa yang tergabung dalam Front Rakyat Papua Anti Rasisme datang
menyampaikan aspirasinya. Sebelum massa sekitar 3.000-an itu datang ke kantor Bupati
Deiyai, aparat polisi sudah siaga lebih dulu. Ketika massa pendemo long-mars menuju
Kantor Bupati, ada sebuah truk milik aparat keamanan menabrak seorang pemuda hingga
tewas di tempat, maka pendemo memprotes kejadian ini. Tiba-tiba ada penyerangan dari
pihak TNI dan POLRI. Aparat keamanan membubarkan massa pendemo dengan tembakan
membabi buta, akhirnya saling serang menyerangpun terjadi. Dari pihak warga menyerang
dengan panah, sementara aparat keamanan menembak mati tiga warga di Kantor bupati,
antara lain Alpius Pigai, Filemon Waine, dan satu belum diketahui. Sedangkan empat orang
yang lainnya ditemukan mati tewas di tempat terpisah. Dan sedikitnya 15 warga yang
sempat dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Madi di Paniai.

57
Peristiwa-peristiwa berdarah ini diperoleh dari berbagai sumber.
86
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Dalam insiden ini di pihak aparat juga korban tewas dan juga korban luka. Tragedi
kemanusiaan ini merupakan skenario tingkat tinggi yang dikemas dengan rapi oleh aparat
keamanan bersama dengan pihak-pihak terkait. Tragedi berdarah di Deiyai dikategorikan ke
dalam pelanggaran HAM berat. Namun, pihak aparat sebagai pemicu tragedi ini tidak
diproses hukum, sementara 9 warga sipil yang menjadi korban dalam tragedi itu diproses
hukum di Pengadilan Negeri Nabire. Para aktor di balik kerusuhan itu tidak diproses
hukum, sementara pihak korban dari kerusuhan itu diproses hukum. Ini tidak adil.

5.5. Tragedi Berdarah Di Paniai


Pada 16 Desember 2011, dalam pertemuan dengan pimpinan Gereja di tanah Papua
dengan SBY, berjanji untuk menghentikan operasi militer di Paniai, namun janji itu tidak
ditindak-lanjuti. Sejak operasi keamanan diumumkan Agustus 2011, sekitar 6 warga sipil
orang asli Papua meninggal dunia di tempat pengungsian58. Selain kasus itu, terjadi
penembakan terhadap tiga pelajar oleh aparat kepolisian (brimob) yang ditugaskan di
Paniai. Dalam peristiwa Paniai antara tanggal 7 – 8 Desember 2014 terjadi kekerasan aparat
keamanan gabungan TNI dan POLRI terhadap penduduk sipil mengakibatkan 4 orang yang
berusia 17 – 18 meninggal dunia akibat luka tembak dan luka tusuk.
Keempat orang yang tewas adalah Alpius Gobay (16 tahun), Alpius Youw (18),
Simon Degei (17) dan Yulian Yeimo (17). Sementara 21 orang lainnya mengalami luka
penganiyaan. Tindakan ini tidak terlepas dari status Paniai sebagai daerah rawan konflik
yang dikelola oleh aparat TNI dan POLRI hingga kini untuk kepentingan politik, bisnis dan
dana pengamanan bagi TNI - POLRI. Dari pihak pemda Paniai untuk menebus kejahatan
TNI, menawarkan 4 miliar rupiah kepada keluarga korban, namun keluarga korban
menolak tawaran itu. Hal itu disampaikan oleh salah satu keluarga korban, Obeth Gobai
saat mendatangi kantor Amnesti Internasional di Jakarta Pusat, Jumat 7 Desember 2018
didampingi aktifis HAM Yones Douw. Obeth tidak menerima uang tersebut karena
manusia tak bisa dibeli dengan uang dan barang apapun. Ia meminta harus ada keadilan
untuk mengusut tuntas dan para pelakunya harus ditangkap untuk diproses hukum.
5.6. Tragedi Berdarah Di Nabire
Pada bulan Mei 2015 pimpinan Makodam TPN-OPM di Eduda ditembak mati di
Nabire. Tragedi ini skenarionya hampir sama dengan skenario yang dibuat oleh Indonesia
untuk menewaskan Jenderal Kelly Kwalik. Ketika dalam perjalanan menuju ke Nabire ada
oknum tertentu memainkan perannya sedemikian rupa untuk membangun komunikasi
dengan pihak aparat keamanan. Melalui perantaraan pengkhianat ini, pimpinan Makodam
IV Eduda Paniai ditembak mati oleh brimob yang bertugas di Kapolres Nabire.
Sampai saat ini, mayatnya belum diketahui. Kami mendengar informasi bahwa
kepalanya dipenggal. Beliau gugur bukan dalam medan pertempuran di rimba raya, tetapi
beliau gugur dalam perjalanan ke Nabire, diakhianati oleh orang dekatnya. Kenapa pihak
kepolisian tidak menangkap untuk diproses hukum membuktikan pelanggarannya di
pengadilan? Katanya Negara Indonesia „Negara hukum‟, tetapi banyak kasus selama ini di

58
Pdt Dr. Benny Giay (Peny.), Surat-Surat Gembala, hal. 29-30
87
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

tanah Papua terjadi di luar ranah hukum, artinya aparat TNI dan POLRI main hakim sendiri
di lapangan. Inilah wajah Indonesia di Tanah Papua. Selain itu, seorang pelajar SMA
YPPGI Karang Mulia – Nabire ditemukan tewas di depan kantor Bupati Nabire, kompleks
Kota Baru. Pelajar itu bernama Owen Pekei (18) tahun. Ia ditemukan tewas timah panas
menembus kepalanya pada 27 Juni 2016.

5.7. Tragedi Berdarah Di Timika


Pembunuhan tragis terhadap Jenderal TPN/OPM Kelly Kwalik oleh aparat
gabungan Densus 88 dan TNI pada 16 Desember 2009 di kota Timika. Awalnya ada oknum
tertentu berjanji akan memberikan uang, maka bersama dua ajudannya datang ke kota
Timika, ternyata itu hanyalah perangkap. Seorang ajudannya ke luar malam, tidak lama
kemudian rumahnya dikepung gabungan TNI dan Densus 88, dan Jenderal Kelly ditangkap.
Walaupun dari pihak Kelly tidak ada perlawanan, namun beliau dilumpuhkan dengan tima
panas di panggal pahanya. Indonesia berhasil membuat perangkap melalui orang-orang
dekatnya, maka panglima jenderal Kally tewas di dalam mobil aparat TNI dan Densus 88.
Ada skenario tingkat tinggi yang dirancang oleh Indonesia bersama pihak terkait
untuk menewaskan jenderal Kelly di tangan aparat gabungan Densus 88 dan TNI. Jenderal
Kelly, sang gerilyawan sejati, mati menggenaskan di tangan TNI dan Densus 88. Beliau
gugur bukan dalam medan pertempuran di rimba raya, tetapi beliau gugur di dalam kota
Timika atas jebakan orang-orang dekatnya yang bekerja sama dengan Indonesia. Tragedi
berdarah ini akan dikenang oleh bangsa Papua sepanjang masa. Selain itu, penembakan di
Timika yang menewaskan 2 orang warga Komoro pada bulan Oktober 2015.

5.8. Tragedi Berdarah Di Abepura


Latar belakang Abepura berdarah 16 Maret 2006 berawal dari demonstrasi damai
menyikapi beberapa warga asli Papua yang telah ditewaskan oleh aparat keamanan yang
bertugas mengamankan areal Freeport di Timika. Para warga asli setempat adalah
pendulang emas lokal di area Freeport. Aksi brutal aparat Indonesia itu disikapi oleh warga
asli Papua. Di Jayapura, untuk menyikapi tragedi berdarah itu menggelar demonstrasi
berturut-turut dikoordinir oleh beberapa organisasi gerakan yang tergabung dalam wadah
taktis Front PEPERA Papua Barat. Mulai tanggal 23 Februari 2006 aksi damai serentak di
Papua dan di luar Papua digelar menyikapi tragedi berdarah di areal Tembagapura.
Demonstrasi secara meluas di seluruh Tanah Papua dan di rantauan di kota-kota studi di
Indonesia, termasuk di luar negeri. Demonstrasi-demonstrasi dikoordinir oleh organisasi-
organisasi ditingat pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam Front Persatuan
Perjuangan Rakyat Papua Barat (Front PEPERA PB). Demi mengamankan PT Freeport di
Timika, warga asli Papua pendulang emas lokal dikorbankan.
Dalam demonstrasi-demonstrasi itu, selain mendesak pemerintah bertanggung
jawab atas semua bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh PT Freeport yang
mengakibatkan kerusakan alam dan penembakan warga asli Papua, Front PEPERA PB juga
melalui demonstrasi yang meluas itu mendorong pemerintah Indonesia, Amerika Serikat
sebagai pemilik PT. Freeport menggelar dialog segitiga dengan bangsa Papua untuk

88
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

menutup PT Freeport di Timika yang telah menjadi lambang kejahatan kemanusiaan. PT


Freeport di Timika adalah hadiah yang diberikan oleh Indonesia kepada Amerika Serikat
dan para sekutunya karena mereka telah berjasa besar untuk mencaplok bangsa Papua ke
dalam NKRI. Mengganggu PT Freeport di Timika berarti mengusik aneksasi Papua ke
dalam NKRI. Indonesia menggadaikan Tanah Papua dengan PT Freeport. Amerika Serikat
sampai saat ini masih menjamin keutuhan NKRI karena AS memiliki kepentingan ekonomi
di Tanah Papua. Bukan hanya AS, Negara-negara lain yang telah menanamkan sahamnya
dalam perusahaan-perusahaan Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) yang beroperasi di
Tanah Papua, misalnya PT Freeport, minyak dan gas bumi di Sorong serta di Bintuni.
Bentrokan yang terjadi antara massa aksi dengan aparat kepolisian dalam tragedi 16
Maret 2006 adalah bukan setingan elemen-elemen gerakan yang mengawal isu penutupan
PT Freeport dan tuntutan dialog segitiga antara Indonesia, AS dan Papua. Tragedi berdarah
di Abepura – Jayapura adalah setingan murni Indonesia dan para sekutunya, termasuk
Amerika Serikat. Tujuan tragedi berdarah 16 Maret 2006 adalah Indonesia melalui kaki
tangan menyeting untuk mengorbankan anak buahnya demi mencapai empat kepentingan di
bawah ini: 1) Untuk meredam demonstrasi meluas dalam rangka penutupan PT Freeport
dan desakan dialog segitiga antara pihak Indonesia, Amerika dan Papua, agar PT Freeport
tetap meneruskan eksploitasi SDA (Sumber Daya Alam); 2) Mereka yang terlibat penuh
dan partisipan dalam mensukseskan setingan Indonesia dan sekutunya dalam tragedi
berdarah Abepura itu mendapatkan imbalan setimpal yakni mendapatkan uang; 3)
Kenaikan pangkat dan jabatan bagi aparatus pemerintah yang terlibat langsung maupun
tidak langsung dalam kasus kelabu itu; 4) Untuk mendegradasikan gerakan perjuangan
bangsa Papua.
Tentang skenario besar di balik tragedi berdarah 16 Maret 2006, kami telah
membongkarnya dan telah disampaikan secara legal formal dalam pembelaan di dalam
persidangan Pengadilan Negeri Klas IIA Jayapura. Kami sebanyak 24 Pemuda dan
Mahasiswa ditangkap dan diproses hukum. Kami menjadi korban dari tragedi berdarah
yang diskenariokan oleh Indonesia dan sekutunya melalui kaki tangannya. Sebagai bukti,
ketika presiden SBY ditanya oleh wartawan TV One yang disiarkan jam 5 sore pada 16
Maret 2006 terkait insiden Abepura, presiden SBY mengatakan: “kita mau dengar yang di
dalam, atau dengar yang seberang sana”. „Dengar yang seberang sana‟ maksudnya adalah
dengar Amerika Serikat, dari pada mendengar aspirasi rakyat dalam negeri. Skenario RI
yang telah kami bongkar dan sampaikan dalam persidangan itu, selanjutnya
dikompanyekan oleh pejuang dan pemerhati HAM, bahkan sampai ke Dewan HAM PBB.
Pihak Dewan HAM PBB menekan Jakarta dan memberitahu bahwa 24 orang Papua
yang dipenjara adalah bukan tahanan kriminal, tetapi mereka adalah tahanan Politik.
Akhirnya pada bulan Februari 2007, beberapa anggota Komisi A DPR RI datang menemui
kami di Penjara Abepura untuk menyampaikan perubahan status tahanan kriminal menjadi
tahanan politik. Awalnya Indonesia memainkan kampanye tragedi berdarah itu untuk
memojokkan pemuda dan mahasiswa Papua, agar perjuangan bangsa Papua tidak mendapat
simpati dan dukungan dari masyarakat Internasional. Tetapi setelah kami membongkar
skenario besar Indonesia di balik tragadi itu, semua pihak mengetahui bahwa tragedi
89
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Abepura berdarah adalah permainan Indonesia melalui kaki tangannya untuk mencapai
empat tujuan di atas. Akhirnya Indonesia tercoreng di mata Internasional.

5.9. Tragedi Berdarah Di Perumnas III Waena – Jayapura


Pembunuhan aktifis Mako Tabuni (Ketua I KNPB) tanpa dasar dan di luar prosedur
hukum pada 14 Juli 201259. Peristiwa berdarah ini terjadi di Perumnas III Waena –
Jayapura saat Mako bersama dengan teman-temannya berdiri di pinggir jalan makan
pinang. Pihak aparat memasang skenario untuk menewaskan pimpinan KNPB ini.
Ada aparat bergaya preman mengikuti masuk – keluar Mako. Tiba-tiba ada mobil
avanza berhenti di dekat Mako dan teman-temannya, beberapa aparat dengan memakai
pakaian preman ke luar dari mobil itu dan melumpuhkan kakinya. Kemudian mereka mem-
bawanya ke rumah sakit angkatan kepolisian di Kota Raja. Beliau sempat dirawat di rumah
sakit itu, namun dibawa keluar dari rumah sakit, dan tidak lama kemudian Mako dibawah
kembali ke Rumah Sakit dalam keadaan tidak bernyawa.
Tragedi berdarah di Perumnas III Waena – Jayapura itu menuai protes dari berbagai
kalangan. Tindakan pihak kepolisian Polda Papua adalah tindakan kejahatan Negara,
tidakan itu di luar prosedural hukum. Menurut kesaksian teman-temannya, bahwa pada
waktu itu, Mako tidak melakukan perlawanan, namun kakinya dilumpuhkan. Kenapa Mako
tidak ditangkap jika ada dugaan melakukan pelanggaran hukum. Katanya “Negara ini
Negara hukum”, mengapa Mako tidak ditangkap dan tidak diproses hukum untuk
membuktikan pelanggarannya di pengadilan. Ini keterlaluan. Ini tindakan kebiadaban.
Pihak kepolisian (densus 88) yang melakukan tindakan kejahatan ini, tidak diproses
hukum. Tindakan kejahatannya dilegalkan oleh para penegak hukum. Malah mereka
anggap upayanya berhasil. Mako bukan teroris, Mako bukan penjahat kelas kakap. Teroris
dan penjahat kelas beratpun biasa menempuh upaya-upaya untuk menangkap, bukan
langsung melumpuhkan dan menewaskan. Ini tidak ada perlawanan dari pihak Mako,
langsung ditembak, dilumpuhkan dan nyawanya dicabut dengan sadis. Tragedi
kemanusiaan ini tercatat dalam lembaran sejarah bangsa Papua.

5.10. Tragedi Berdarah Di Manokwari


Selasa, 20 April Bernard Furima dan Mateus Nasira tewas ditembak anggota polisi,
serta dua warga asli Papua lainnya terkena tembakan. Insiden berdarah ini terjadi di Desa
Maride – Distrik Forwate – Bintuni – Manokwari – Papua Barat.

5.11. Tragedi Berdarah Di Sorong


Aparat gabungan TNI dan POLRI menembak warga sipil yang berkumpul dan
mengadakan doa (ibadat) memperingati 1 Mei sebagai hari aneksasi di Aimas – Sorong.
Dalam tragedi berdarah ini menewaskan tiga orang warga sipil, dan melukai tiga warga
sipil lainnya. Kasus lain, pada 13 April 2012 brigadir Edy Kurni menembak seorang warga

59
Ibid. hal 35
90
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

bernama Yerry Wakum di pangkalan Ojek Sorong Kota, tetapi tidak ada proses hukum bagi
pelaku, tidak ada penyelesaian.
Selain itu penculikan dan pembunuhan terhadap aktifis Martinus Yohame (ketua
KNPB) Sorong. Awalnya Yohame ditelpon oleh salah seorang perempuan yang mengaku
dirinya anggota komnas HAM dari Jakarta untuk bertemu. Di samping toko Mega mal KM
9 Sorong sambil makan, mereka melakukan pertemuan. Dalam pertemuan itu tidak tahu apa
saja yang mereka bicarakan. Pada tanggal 20 Agustus 2014, saat malam hari ada yang
menyuruh Martinus keluar dari rumah ke jalan, dan kemudian Martinus tidak pulang-
pulang sampai tanggal 26 Agustus 2014 mayatnya ditemukan di kamar mayat.
Penculikan dan pembunuhan itu adalah pengkondisian sebelum kedatangan presiden
SBY di Sorong dalam rangka pembukaan Sail Raja Empat di Waisal Sabtu, 23 Agustus
2014. Dikatakan “pengkondisian”, karena pada 19 Agustus 2014 bersama rekan-rekannya,
ia menggelar siaran pers menyikapi kedatangan SBY ke Sorong. Ia dinilai akan meng-
ganggu kunjungan SBY, maka sebelum kedatangannya, diduga ia diculik dan dibunuh, agar
kunjungan SBY dilakukan tanpa ada respon atau protes dari warga asli Papua di Sorong.

5.12. Tragedi Berdarah Di Puncak


Kasus puncak berlangsung hampir satu tahun dan telah memakan korban 81 orang,
berawal dari ajudan Elvis Tabuni menembak mati seorang warga bernama Yadi. Kasus ini
belum ditangani oleh pihak kepolisian. Selain itu, ada tiga orang warga asli Papua korban
tewas pada jam 17.30 WPB, sedangkan empat lainnya luka-luka.

5.13. Tragedi Berdarah Di Serui


Penyiksaan dan pembunuhan Yawan Weyani pada 31 Agustus 2009 di Serui oleh
Kapolres Serui AKBP Imam Setiawan; dan penembakan 2 warga Angkaisera, Serui, pada
Desember 2015.

5.14. Tragedi Berdarah Di Lanny Jaya


Pada tanggal 1 Juli 2013, Arlince Tabuni ditembak mati oleh anggota Kaposus di
Lany Jaya.

5.15. Tragedi Berdarah di Wamena


Pada 16 Desember 2012, terjadi pembunuhan Hubertus Mabel oleh polisi densus 88
di Kurulu Wamena. Awalnya, ia ditelpon oleh seorang rekannya yang ditahan kepolisian
Wamena. Temannya itu menelpon Hubertus Mabel bahwa dirinya sudah dibebaskan, dan
memintanya untuk bertemu di rumahnya. Ternyata temannya itu membawa beberapa
anggota densus 88, mengepung rumahnya dan mereka melumpahkan kakinya saat Hubertus
Mabel keluar dari rumahnya.
Ia dinaikan ke dalam mobil dan dalam perjalanan ia dibunuh oleh densus 88.60
Selain tragedi ini, pada 8 Agustus 2013 Irwan Yanengga (19 tahun) ditembak mati oleh

60
Wawancara dengan Sdr. Benny Hisage, 25 Januari 2020
91
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

seorang anggota polisi di Wamena. Juga Anton Kogoya ditembak mati oleh POLRI di
Jayawijaya. Termasuk Opius Tabuni ditembak mati di Wamena.

5.16. Tragedi Berdarah Merauke


Penembakan dua pemuda asal Mappi di Merauke, Oktober 2015.

5.17. Tragedi Berdarah Di Dugama


Operasi militer di Dugama berlangsung hampir dua tahun lebih. Laporan pekerja
HAM menyebutkan sampai awal bulan Februari 2020, sekitar 17 polisi ditembak OPM,
pihak gabungan TNI dan POLRI menewaskan warga sipil Dugama sebanyak 243 baik
secara langsung dan tidak langsung, sementara 45.000 warga sipil mengungsi, 21 Sekolah
ditutup, dan 59 Gereja ditutup. Gedung Sekolah dan gedung Gereja dijadikan sebagai kamp
untuk menampung gabungan TNI dan POLRI yang menggelar operasi militer menghadapi
TPN OPM di Dugama.

5.18. Tragedi Berdarah Di Yahukimo


Penembakan kilat, penyiksaan, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang
berulang kali terjadi di Yahukimo dari bulan Maret sampai bulan Oktober 2015.

5.19. Tragedi Berdarah Di Intan Jaya


Pada tanggal 18 Februari 2020 dua warga asli Papua tewas ditembak di dalam
rumah yang berbeda di Kampung Yaparu, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya. Dua
warga yang tewas itu adalan Kayus Sani dan Meky Tipagau. Dua ibu juga mengalami luka
tembak. Tanggal 26 Januari 2020 juga seorang warga sipil bernama Aleks Kobogau (28)
tewas ditembak oleh aparat TNI dan Polri. Banyak korban di pihak sipil di Intan Jaya, tetapi
belum ada akses ke sana untuk mengungkap pelanggaran HAM yang terjadi di Intan Jaya,
sejak bulan Desember 2019 – hingga bulan Februari 2020.

5.20. Tragedi Berdarah Di Tolikara


Penembakan 11 warga Tolikara pada 17 Juli 2015; selain itu, Sabtu, 09 November
2019 seorang warga asli Papua tewas tertembak di Tolikara bernama Yalimen Wandik (27)
oleh TNI. Ia sempat dilarikan ke Rumah sakit, namun tidak tertolong.

5.21. Tragedi Berdarah Demo Rasisisme Di Jayapura


Serangkain aksi meluas di Tanah Papua dan di rantauan menyikapi rasisme yang
dialami oleh Mahasiswa Papua di Jawa Timur. Awalnya, aparat bersenjata (POLRI)
bersama masyarakat setempat mengepung Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya 16
Agustus 2019. Semua mahasiswa penghuni Asrama itu diseret ke kantor kepolisian
setempat atas tuduhan pelecehan terhadap bendera merah putih, sementara sejumlah
anggota organisasi massa dan sejumlah aparat meneriaki para mahasiswa Papua „monyet‟.
Untuk menyikapi rasisme ini berbagai gelombang demonstrasi secara cepat dan
meluas terjadi di berbagai belahan dunia. Unjuk rasa seperti ini belum pernah terjadi, isu
92
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

rasisme kali ini semua orang asli Papua angkat bicara dalam berbagai kesempatan. Di
Jayapura demonstrasi menyikapi rasisme rusuh, 29 Agustus 2019.
Sebelum massa pendemo sampai di Kota Raja, kantor MRP sudah mengepul asap
hitam pertanda gedung itu terbakar. Entah dari kelompok mana yang membakarnya. Tidak
hanya itu Polsek Jayapura Selatan, kantor Telkomsel, kantor Pos Jayapura, dan sebuah
kawasan pertokoan ludes terbakar. Pembakaran gedung-gedung ini terjadi dalam waktu
yang bersamaan. Adanya indikasi kuat bahwa ada pihak tertentu yang mendalangi
pembakaran-pembakaran ini.
Menurut salah satu badan perangkat Front Rakyat Papua Anti Rasisme dalam demo
rasisme mengatakan bahwa aksi pembakaran itu tidak ada dalam setingan demo rasisme.
Diduga kuat bahwa ada pihak yang memanfaatkan demo rasis ini. Dengan tujuan untuk
meredam demonstrasi rasis yang semakin meningkat dan meluas, dengan demikian para
aktor-aktornya ditangkap dan dipenjara serta dimasukkan dalam DPO (daftar pencarian
orang), sehingga melalui tindakan ini mendegradasikan perjuangan bangsa Papua.
Akibat dari kerusuhan demo rasis di Jayapura menyebkan beberapa gedung ludes
terbakar dan satu barak pertokoan. Selain itu terjadi penikaman, penganiaan, pelecehan,
intimidasi dan pembunuhan terhadap warga asli Papua. Tindakan ini dilakukan oleh warga
pendatang (amber) yang diduga didalangi oleh pihak tertentu untuk membuat rusuh demo
rasis yang digelar dengan damai. Ada beberapa orang yang tewas, akibat serangan aparat
keamanan dan warga pendatang, antara lain: Oktopianus Mote meninggal dunia dibunuh
oleh aparat keamanan Indonesia.
Sementara, beberapa aktor-aktor pejuang Papua ditangkap. Inilah modus operandi
yang dipasang dalam demonstrasi rasisme ini, di antaranya: Buctar Tabuni (Ketua PNWP),
Agus Kosai (Ketua Umum KNPB), Surya Anta (aktifis pro Papua), dan lain-lain. Para
aktor-aktor Papua ini dikenakan pasal penghasutan dan pasal makar.
Sedangkan yang lainnya dikenakan beragam macam pasal terkait dengan kerusuhan
yang terjadi di beberapa kota di Tanah Papua dan di rantauan. Sementara aktor (pelaku)
rasis di Jawa Timur yang telah diproses hukum diberikan hukuman ringan. Padahal justru
mereka inilah yang mengobarkan kemarahan orang asli Papua atas ungkapan “mahasiswa
Papua monyet”.

5.22. Meninggalnya Para Tokoh Intelektual Papua


Dalam kurun waktu 19 tahun, sejak UU OTSUS diberlakukan di Tanah Papua,
bangsa Papua kehilangan tokoh-tokoh pemikir, antara lain: pemimpin besar Theys Hiyo
Eluay, Drs Obeth Badii, Drs. Jaap Solosa, M.Si, aktifis muda Eko Berotabui (mati dalam
Penjara Abe 2 Februari 2007), Drs Agus A. Alua, M.Th, Bapak Wospakrik (mantan rektor
Uncen), Pastor Nato Gobay , Bapak Tanawani di Serui, Pastor Dr. Neles Kebadaby Tebay,
Mama Pdt Koibur (pendiri suara perempuan Papua), Pastor Yulianus Mote, Pastor Michael
Tekege, Tn Andi Ayamiseba.
Selain itu, Pdt Korinus Berotabui (ketua Sinode GKI di tanah Papua), Willy
Mandowen, Sendius Wonda (penulis buku tenggelamnya rumpun Melanesia), Hermanus
93
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Wayoi (pelaku sejarah Papua), Willem Songgonauw (pelaku sejarah Papua), Dr. Otto
Onawame (pelaku sejarah Papua), Drs Ruben Edowai (ketua Dewan Adat Wilayah
Meepago), Rishal Yoweni (Pemimpin TPN-OPM juga ketua umum WPNCL), Stan Gebze
(Ketua Dewan Adat Wilayah Animha), dan masih banyak lagi kaum intelektual Papua
meninggal dunia dalam era OTSUS jilid II, atau di masa aneksasi tahap ketiga.
Masih banyak tragedi berdarah terjadi di Tanah Papua selama penerapan UU
OTSUS Jilid II di Tanah Papua. Kasus-kasus yang kami angkat dalam tulisan ini hanya
sebagai contoh dan bukti bahwa UU OTSUS Papua tidak mampu memandamkan „api‟ dan
tak mampu menghentikan „darah‟ yang setiap saat menetes membasahi Tanah ini. Wajah
Otsus di tanah Papua memperlihatkan wajah kekerasan, bukan wajah damai sejahtera. Tak
ada keadilan, tiada ruang demokrasi, tiada keberpihakan, tiada penghormatan martabat
manusia, tiada proteksi. Inikah yang RI bilang UU Otsus Papua solusi final?

6. Kongres III Papua Digelar


Sejak penculikan dan pembunuhan tuan Dortheys Hiyo Eluay pada 10 November
2001, orang Papua kehilangan pemimpin kharismatik. Walaupun masih ada tokoh-tokoh
Papua, namun belum mampu mambangkitkan warga asli Papua. Usai Kongres II Papua
telah membentuk Front Nasional Papua, namun wadah taktis ini belum ada tanda-tanda
untuk membangkitkan warga asli Papua.
Kondisi ini mendorong para mahasiswa dan pemuda Papua membentuk organ-organ
taktis. Antara lain: Cabang Aliansi Mahasiswa Papua di Jayapura, Parlemen Jalanan
(PARJAL), Front Nasional Mahasiswa Papua (FNMP), Solidaritas Perempuan Papua
(SPP), Koalisi Rakyat Papua Bersatu, Garda Papua, Sonamapa, Front PEPERA PB untuk
menyatukan organ-organ ditingkat Mahasiswa dan Pemuda pada tahun 2005, KNPB 2009;
BUK, SOLPAP, Solidaritas Hukum, HAM dan Demokrasi Rakyat Papua (SHDRP) 2010,
Forum Demokrasi Papua (FORDEM), dll..
Dibentuk juga Otorita Nasional Papua Barat (WPNA – West Papua National
Autority). Kemudian sekitar 28 organ gerakan Papua membentuk WPNCL (West Papua
National Coalition for Leberation), di Vanuatu pada 10 April 2008. PDP dan DAP tidak
bergabung dalam WPNCL, walau sebelumnya disepakati bersama untuk membentuk wadah
penyatuan Papua.
Warga asli Papua merindukan pemimpin kharismatik, seperti Theys yang mampu
membangkitkan bangsa Papua. Dalam berbagai kesempatan, warga asli Papua
menyampaikan kerinduan ini kepada tokoh-tokoh Papua. Pada 30 April 2009 terjadi
konsolidasi antara tokoh-tokoh Papua dan dibentuk „Kepemimpinan Nasional Papua‟ yaitu
PDP, Ex Tapol/Napol dan WPNA, kemudian WPNCL juga bergabung. Setelah 9 tahun
bangsa Papua berjalan tanpa kepemimpinan kharismatik, maka pemuda dan mahasiswa
Papua di Jayapura mendorong para tokoh-tokoh Papua yang tergabung dalam
“Kepemimpinan Nasional Papua” untuk membentuk Panitia agar mempersiapkan Kongres
III Papua. Kepemimpinan Nasional Papua adalah kepemimpinan transisi menuju
kepemimpinan tunggal yang dilahirkan dalam Kongres III.
94
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Di rumah bina Waena – Jayapura, Panitia Kongres III Papua berhasil dibentuk pada
awal April 2011. Kepanitiaan Kongres ini ditetapkan dalam sebuah surat keputusan dari
“Kepemimpinan Nasional Papua” bernomor 001/KNP/IV/2011 tertanggal 19 April 2011,
yang ditanda-tangani oleh: Albert Kaliele, Pdt Herman Awom, Forkorus Yaboisembut,
S.M. Paiki, Edison Waromi, dan Elieser Awom.
Kepemimpin Kolektif Papua bertindak juga sebagai Tim Pengarah (steering
comitte) dalam kepantiaan Kongres. Panitia Pelaksana Kongres, Ketua Umum: Selpius
Bobii; Wakil ketua Panitia adalah Usman Usama Yogobi dan semua pimpinan elemen
gerakan Papua; Sekertaris Umum: Zakarias Horota dibantu oleh Yopi Hindom, Diana
Gebze, Nova Sroyer, dll.; Bendahara: Ida Faidiban, dan Wakil Bendahara: Didimus Kosay.
Dan badan kelengkapan lainnya.
Dalam pertemuan yang digelar di Gues House Uncen, Kepemimpinan Nasional
Papua bersama Panitia membahas Panduan Kongres III Papua sekaligus menetapkan thema
yang diusung dalam Kongres. Thema Kongres III Papua adalah: “Mari kita menegakkan
Hak-hak Dasar orang asli Papua di masa kini dan masa depan”. Dengan sub Thema:
“Membangun pemahaman secara jujur, adil, dan menyeluruh demi penegakkan Hak-hak
Dasar orang asli Papua, termasuk hak politik di masa depan yang lebih baik, maju, adil,
demokratis, aman, damai sejahtera dan bermartabat”. Dalam pertemuan disepakati bahwa
pelaksanaan Kongres III Papua digelar antara 16 – 19 Oktober 2011.
Tujuan menyelenggarakan Kongres III Papua adalah:
1) Konsolidasi menyeluruh berbagai organisasi perjuangan bangsa Papua, baik dalam
negeri dan luar negeri menuju Persatuan Nasional Papua;
2) Mengevaluasikan jalannya perjalanan bangsa Papua selama berada dalam NKRI;
3) Menentukan langkah-langkah kongkrit untuk menegakkan Hak-hak Dasar orang asli
Papua, termasuk hak politik di masa depan;
4) Melahirkan kendaraan politik sebagai wadah Penyatuan Nasional dengan
kepemimpin tunggal bangsa Papua.
Mekanisme pemilihan pemimpin disepakati oleh seluruh komponen bangsa Papua,
baik dalam dan luar negeri ditempuh dengan mekanisme demokrasi alamiah (demokrasi
barapen, demokrasi asli ala Papua). Ide pemilihan pemimpin dengan menggunakan
mekanisme demokrasi asli berawal dari pertemuan pimpinan ditingkat pemuda dan
mahasiswa di Aula Sang Surya – Abepura - Papua pada bulan Juni 2011. Dalam pertemuan
pimpinan pemuda dan mahasiswa Papua mendiskusikan mengenai persoalan persatuan
bangsa Papua dan kepemimpinan. Pada kesempatan itu, kami menawarkan bahwa
pemilihan kepemimpinan bangsa Papua dalam Kongres III Papua bisa ditempuh dengan
mekanisme demokrasi asli – ala Papua (mekanisme barapen), kalau semua komponen
bangsa Papua menerima mekanisme demokrasi alamiah.
Mekanisme ini diterima oleh pimpinan pemuda dan mahasiswa Papua yang hadir
dalam pertemuan itu. Kami selaku ketua Panitia Kongres III Papua mensosialisasi
mekanisme pemilihan pemimpin melalui demokrasi asli kepada semua komponen bangsa
Papua, baik yang ada dalam sistem Indonesia maupun di luar sistem, baik dalam negeri dan
95
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

luar negeri melalui media yang ada dan juga bertemu langsung. Mekanisme demokrasi asli
diterima oleh semua komponen bangsa Papua sebagai mekanisme alternatif untuk
mengorbitkan kepemimpinan bangsa Papua yang dikehendaki oleh Allah.
Sebelumnya, hanya beberapa orang Papua tidak menerima mekanisme demokrasi
asli karena mereka terkontaminasi dengan demokrasi modern. Untuk mempertanggung
jawab mekanisme demokrasi yang hendak digunakan dalam Kongres III Papua kepada
dunia dan kepada warga asli Papua, maka kami melakukan penelitian di tujuh wilayah adat
Papua, sehingga hasil penelitiannya kami rumuskan dalam sebuah buku.
Pada awal September 2011 suatu pertemuan digelar di Gues House Uncen bersama
Kepemimpinan Nasional sebagai pengarah Panitia. Dalam pertemuan itu membentuk Tim
Khusus untuk mengantar undangan langsung ke pemerintah Indonesia (presiden RI).
Mereka adalah Selpius Bobii (sebagai koordinator Tim), Drs. Don Flassy, M.A, Pdt Ketty
Yabansabra, Dominikus Sorabut dan seorang mahasiswa utusan Uncen. Karena Domi
Sorabut berhalangan, maka tidak ikut serta dalam Tim ke Jakarta. Tujuan bertemu dengan
presiden SBY, tidak membuahkan hasil.
Menurut staf Menkopolhukum, presiden SBY berhalangan untuk bertemu dengan
Tim dari Papua, maka staf Menkopolhukam menyarankan kami mengantar surat undangan
Panitia itu ke kantor Sekretaris Negara Republik Indonesia. Copian undangannya, termasuk
Panduan Kongres III Papua diserahkan juga ke staf Menkopolhukam untuk diteruskan ke
Presiden SBY. Semua biaya akomodasi dan transportasi Tim ke Jakarta ditanggung dari
sumbangan sukarela masyarakat asli dari tiga wilayah adat Papua.
Pemerintah Pusat melalui kurirnya dan juga telpon gelap dari pemerintah yang
mengaku dirinya bahwa dari Kemenkopolhukam menawarkan kami untuk bersedia
membiayai Kongres III Papua, namun kami selaku ketua Panitia menolak dengan tegas
berbagai tawaran pemerintah itu. Panitia tidak mau terikat dengan pemberian dana dari
pemerintah RI yang tujuannya sangat kontra dengan keinginan warga asli Papua.
Walaupun ada permintaan juga dari para tokoh Papua tertentu untuk menerima dana
jika pemerintah Indonesia bersedia membiayai Kongres, namun kami menolak permintaan
itu. Panitia percaya kepada warga asli Papua, karena dalam konsolidasi yang dilakukan oleh
Panitia, warga asli Papua dari tujuh wilayah adat Papua menyatakan kesediaannya untuk
membiayai Kongres III Papua dan mereka juga bersedia bahwa biaya akomodasi dan
transportasi pulang-pergi ditanggung masing-masing peserta Kongres.
Warga asli Papua mendanai Kongres dan membiayai diri sendiri, dengan satu
kerinduan dan harapan besar bahwa dalam Kongres III Papua harus mengeksekusi salah
satu agenda terpenting yang tertunda dalam Kongres II Papua 2000, yakni Proklamasi
Kemerdekaan bangsa Papua. Menanggapi kerinduan dan harapan warga asli ini, Panitia
menyampaikan bahwa agenda Kongres adalah forum demokrasi tertinggi bangsa Papua,
panitia hanya mempersiapkan tempat dan waktu, serta memperlancar kegiatan Kongres;
yang membahas dan memutuskan apapun agenda adalah warga asli Papua sebagai pemilik
sah negeri Papua; maka kami mempersilahkan mereka datang hadir, bahas dan putuskan

96
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

sendiri dalam Kongres, serta eksekusi apa yang menjadi kehendak dan kerinduan bangsa
Papua.
Pemerintah Indonesia memberi kesempatan kepada bangsa Papua menggelar
Kongres III, namun pihak pemerintah daerah tidak memberi ijin penggunaan Gedung
Olahraga (GOR), juga pihak Uncen tidak memberi ijin untuk menggunakan Auditorium
Uncen. Adanya indikasi kuat bahwa pihak tertentu menekan pihak pengelola GOR dan
Uncen untuk tidak diberi akses bagi warga asli Papua untuk menggunakan dua tempat ini.
Sehingga Kongres III Papua digelar di Lapangan Misi Zakeus Padang Bulan – Abepura –
Jayapura – Papua atas ijin yang diberikan oleh Ketua STFT – Fajar Timur, Dr. Neles
Kebadaby Tebay, Pr.
Peserta Kongres dari tujuh wilayah dan rantauan ditampung di asrama-asrama
mahasiswa dan menumpang juga ke keluarga mereka masing-masing. Kongres III Papua
digelar dengan dukungan penuh warga asli Papua, baik dukungan biaya akomodasi,
transportasi, adminitrasi, konsumsi dan lain-lain. Baik mereka yang ada dalam sistem
pemerintahan khususnya warga asli Papua (namun tidak semua) dan di luar sistem,
termasuk para pemimpin Gereja memberikan dukungan mereka dalam bentuk dana dan
logistik untuk mensukseskan forum demokrasi tertinggi bangsa Papua ini.
Kongres III Papua dibuka resmi oleh Ketua Panitia juga sebagai ketua pimpinan
sidang Kongres dengan membaca Pidato Pembukaan Kongres ditandai dengan pemukulan
tifa, selanjutnya diberikan kesempatan kepada group “Tarian Sampari” yang diakhiri
dengan membentangkan bendera Bintang Fajar sebagai kekhasan dari tarian sampari itu,
pada 17 Oktober 2011. Hampir 12.000 warga asli Papua baik peserta, peninjau dan
penggembira turut hadir dalam Kongres III Papua.
Pada sesi pertama, pimpinan sidang memberikan kesempatan kepada masing-
masing pimpinan organisasi perjuangan untuk menyampaikan pandangan politiknya.
Dilanjut pada hari kedua Kongres, 18 Oktober 2011. Kemudian membentuk Komisi-
Komisi, terdiri dari Komisi A, Komisi B, Komisi C dan Komisi Khusus. Sidang
pembahasan komisi A, B, dan C berjalan lancar. Namun di komisi khusus, yang membahas
struktur organisasi dan kepemimpinan terjadi dead lock (tidak ada kata sepakat).
Mekanisme pemilihan pemimpin bangsa Papua yang sudah disepakati sebelumnya
melalui demokrasi asli (mekanisme barapen) dilanggar oleh pihak tertentu. Panitia dibuat
tidak mampu untuk melaksanakan kesepakatan bersama memilih pemimpin melalui
mekanisme demokrasi asli ala Papua. Komisi khusus membubarkan diri tanpa ada
kesepakatan pada hari kedua Kongres III Papua.
Pada hari ketiga Kongres, sesi pertama menerima hasil dari pembahasan Komisi A,
B dan C; sedangkan untuk komisi khusus tidak ada kata sepakat terkait kepemimpinan,
maka sidang diskorsing untuk membahas ulang masalah mendasar „kepemimpinan‟ ini.
Namun, pihak-pihak tertentu tetap berkeras hati, bahkan mereka menawarkan
menerbangkan burung cenderawasih, pada hal mekanisme seperti itu tidak ada dalam
demokrasi asli bangsa Papua.

97
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Karena mereka ngotot memaksa Panitia untuk terbangkan burung cenderawasih,


maka dengan terpaksa Panitia menerima usulan itu. Ternyata mekanisme terbangkan
burung cenderawasih itupun digagalkan oleh kekerasan hati manusia dari pihak tertentu itu.
Karena kondisi tidak memungkinkan untuk menunda Kongres, mengingat Lapangan misi
(Zakeus) dikepung oleh aparat TNI dan POLRI tiga lapisan lengkap dengan peralatan
perang modern. Maka dengan terpaksa Panitia melalui Pimpinan Sidang Kongres
menetapkan kepemimpinan yang lahir dengan tidak demokratis dan tidak etis itu.
Pada sesi terakhir dari kongres III Papua, Pimpinan Sidang memberikan kesempatan
kepada tuan Forkorus Yaboisembut, S.Pd dan tuan Edison Klaudius Waromi, S.H untuk
membacakan teks deklarasi kemerdekaan bangsa Papua, pada 19 Oktober 2011 sekitar jam
13.30 WPB. Kongres III Papua ditutup dengan sebuah hasil terakhir (khususnya
kepemimpinan) yang mengecewakan kebanyakan komponen bangsa Papua. Karena itu,
pada hari itu juga, banyak komponen bangsa Papua menyatakan menarik dukungannya,
artinya menyatakan tidak mengakui keseluruhan hasil Kongres III Papua.Yang terjadi
adalah pemaksaan kehendak dan rencana manusia, bukan kehendak dan rencana Tuhan
melalui mekanisne demokrasi asli. Apa yang terjadi dengan hasil Kongres III Papua itu?
Sampai 2020 kondisi hidup kita masih di bawah penjajahan Indonesia dan para sekutunya.
Akhir dari Kongres III Papua, pihak aparat gabungan TNI dan POLRI mengepung
warga asli Papua sekitar 1.000-an yang berada di Lapangan Zakeus – Padang Bulan –
Abepura – Jayapura – Papua. Sekitar 380-an warga asli Papua ditangkap, diintimidasi,
disiksa, dilecehkan dan bahkan 3 warga asli Papua tewas tertembak tima panas dan tusukan
benda tajam. Sedangkan kami selaku ketua Panitia saat itu hendak menyerahkan diri, tetapi
aparat keamanan terlalu brutal, maka saya menyelamatkan diri dari kepungan TNI-POLRI.
Keesokan harinya, sekitar jam 10.00 WPB, kami menyerahkan diri ke Mapolda
Papua didampingi Penasehat Hukum Ibu Olga Hamadi, S.H (Direktris Kontras Papua) dan
Bapak Gustaf Kawer S.H, M.Si, serta Bapak Victor Mambor, juga pemimpin redaksi Cepos
dan suara perempuan Papua. Melalui seorang staf senior polisi di Polda Papua, kami
meminta Kapolda Papua untuk membebaskan semua warga asli Papua yang ditangkap dan
diamankan di lapangan bulu tangkis Mapolda Papua. Karena kami selaku ketua Panitia
Kongres telah menyerahkan diri untuk mempertanggung jawabkan kegiatan Kongres.
Akhirnya warga asli Papua yang ditahan dibebaskan pada hari itu, sedangkan
Forkus Yaboisembut, Edison Klaudius Waromi, Agus Sananai Kraar, Dominikus Sorabut
dan Gad Wenda, serta Selpius Bobii ditahan untuk mempertanggung jawabkan Kongres III
Papua. Dalam pertemuan dengan Kapolda Papua, pada 20 Oktober 2011, kami meminta
Kapolda untuk membebaskan 5 tahanan yang lain, karena kami selaku ketua Panitia siap
mempertanggung jawabkan kegiatan Kongres, namun Kapolda mengatakan: “kalian yang
sudah ditahan harus mengikuti proses hukum”. Melalui proses hukum di Pengadilan Negeri
Klas IIA menetapkan hukuman tiga tahun penjara bagi kami berlima (Forkus, Edison,
Agus, Dominikus, dan Selpius). Sedangkan Gad Wenda difonis 4 bulan 15 hari. Gad
Wenda bebas lebih dulu karena humannya ringan. Pada 21 Juli 2014 masa hukuman
berakhir, maka kami berlima dibebaskan dari Penjara Abepura – Jayapura – Papua.

98
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Peristiwa Kongres III Papua dengan dinamikanya sengaja kami mengulas sedikit
dalam tulisan ini sebagai kritik dan otokritik, agar ke depan jangan masuk ke dalam lubang
yang sama. Dalam Kongres II Papua tahun 2000 juga terjadi perebutan kepemimpinan
Papua, sama seperti yang terjadi dalam Kongres III Papua. Kita harus belajar meneggakkan
kebenaran dan demokrasi serta nilai-nilai luhur lainnya dalam perjuangan bangsa Papua.
Kita harus meletakkan dasar demokrasi yang kuat, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
luhur, agar generasi penerus bangsa Papua ke depan memperjuangkan dan membangun
negeri ini di atas dasar demokrasi dan nilai-nilai luhur yang sudah diletakkan oleh para
pendahulunya.
Kita tidak boleh mewariskan sesuatu yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai
luhur. Kita juga jangan bermain di wilayah „abu-abu‟, jika salah, kita harus mengakui
kesalahan itu dan jangan kita kembali masuk ke dalam lubang yang sama lagi: „seekor
keledai lebih pintar dari manusia‟. Memang kepemimpinan Papua dan finansial (dana)
menjadi masalah mendasar dalam proses perjuangan bangsa Papua.

7. Pembentukan ULMWP
ULMWP (United Libration Movment for West Papua – Persatuan Gerakan
Pembebasan untuk Papua Barat) adalah wadah penyatuan bangsa Papua. Wadah penyatuan
ini dibentuk dalam rangka memperkuat posisi bangsa Papua dalam memperjuangkan hak-
hak dasar sebagai suatu bangsa, termasuk hak politik untuk menentukan masa depan bangsa
Papua yang berdaulat penuh lahir bathin dan mandiri. ULMWP adalah wadah koordinatif
untuk mengawal proses perjuangan penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua.
Kongres III Papua gagal membangun Persatuan Bangsa Papua menjadi alasan
utama terbentuknya ULMWP melalui „Deklarasi Saralana‟ di Vanuatu, 6 Desember 2014.
Awalnya ada beberapa pemuda dan mahasiswa datang menemui Tahanan Politik di Penjara
Abepura – Jayapura – Papua pada pertengahan tahun 2013. Kehancuran persatuan bangsa
Papua didiskusikan dalam pertemuan-pertemuan itu. Akhirnya lahirlah ide untuk
membentuk Tim Rekonsiliasi bangsa Papua.
Tugas dari Tim ini adalah membangun pemahaman di berbagai organisasi
perjuangan Papua untuk pentingnya membangun Penyatuan Nasional Papua. Untuk itu
pertemuan demi pertemuan dengan berbagai komponen bangsa Papua yang ada mulai
dilakukan oleh Tim Rekonsiliasi. Mereka yang tergabung dalam Tim ini, di antaranya
adalah Usama Usman Yogobi, Christianus Dogopia, Benny Hisage, Alius Asso, Yusak
Pakage, Aprianus Iyai, dan lain-lain. Pada bulan Februari 2014 Tim Rekonsiliasi ditambah
lagi antara lain: Simion Alua, Meki Yeimo, Sem Awom, Warpo, Manu Lokobal, dll..
Di saat membangun pemahaman untuk pentingnya Penyatuan Nasional Papua, di
Vunuatu juga terbentuklah Tim Rekonsiliasi yang tujuannya untuk memfasilitasi para
aktifis Papua merdeka membangun Penyatuan Nasional Papua. Tim di Vanuatu ini diketuai
oleh Pastor Alan Nafuki. Akhirnya, Tim rekonsiliasi dalam negeri dan luar negeri di
Vanuatu mulai membangun kerja sama untuk mengawal persatuan bangsa Papua. Setelah
adanya kesepahaman bersama untuk membangun persatuan nasional Papua, Tim
99
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Rekonsiliasi mulai membangun diskusi untuk mencari format penyatuan nasional.


Pertemuan demi pertemuan dilakukan untuk mendiskusikan format penyatuan yang tepat
untuk menjawab kebutuhan Persatuan Nasional Papua.
Dalam awal bulan November 2014, kami merumuskan format penyatuan nasional
untuk diusulkan kepada Pemuda dan Mahasiswa Papua. Format penyatuan itu dibahas
bersama pemuda dan mahasiswa Papua di Jayapura bertempat di Asrama Tunas Harapan.
Setelah pemuda dan mahasiswa Papua menyetujui format penyatuan itu, maka format
penyatuan ini diserahkan kepada Tim Rekonsiliasi dalam negeri untuk dipertimbangkan
dan bila perlu format itu digunakan dalam pembentukan wadah penyatuan alternatif (wadah
koordinatif) yang dibentuk di Vanuatu pada akhir bulan November 2014.
Perwakilan komponen perjuangan, baik dalam negeri dan luar negeri hadir dalam
pertemuan rekonsiliasi para pemimpin Bangsa Papua di Vanuatu. Dalam pertemuan itu
disepakati membentuk Wadah Penyatuan Nasional Papua sebagai wadah koordinatif.
Wadah yang dibentuk itu diberi nama ULMWP (United Libration Movment for West Papua
– Persatuan Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat). Dalam ULMWP ini ada tiga pilar
utama, yaitu: West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL), Parlemen National
West Papua (PNWP) dan Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB).
Organisasi-organisasi yang berafiliasi dalam WPNCL, PNWP dan NFRPB tetap
merapatkan barisan untuk mendukung semua proses perjuangan yang ditempuh oleh
ULMWP sebagai wadah koordinatif yang mengemban tugas untuk mengeksekusi
keputusan-keputusan penting dari para pemimpin organisasi Papua merdeka. Mr
Oktovianus Mote dipilih menjadi Sekertaris Jenderal untuk mengkoordinasikan dan
mengeksekusi agenda-agenda penting yang disepakati bersama oleh para pemimpin
perjuangan bangsa Papua. Sementara sekitar 8 organisasi perjuangan Papua di dalam negeri
Papua membentuk Faksi Independen. Wadah faksi Independen ini mengambil posisi khusus
untuk mengawal dan mengontrol ULMWP agar konsisten dengan kesepakatan bersama
demi persatuan nasional bangsa Papua dan lebih dari itu demi pembebasan total.
Setelah tiga tahun ULMWP dibentuk, pada bulan Oktober 2017 para pemimpin
perjuangan, baik dari dalam negeri dan luar negeri serta para perwakilan dari ketujuh
wilayah adat menghadiri pertemuan yang digelar di Vanuatu. Dalam pertemuan ini struktur
dan mekanisme dalam wadah ULMWP dirubah total, katanya untuk memenuhi kebutuhan
dalam gerakan perjuangan ke depan, maka dibentuklah apa yang disebut Trias Politika:
Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Maka struktur dalam kepemimpinan organisasi juga
mengalami perubahan signifikan. Dengan demikian dalam pertemuan itu memilih Mr
Benny Wenda menjadi Ketua ULMWP dan Mr Oktovianus Mote menjadi wakil Ketua
ULMWP.
Tugas dari ULMWP di luar negeri adalah membangun kompanye dan diplomasi.
Kampanye politik sasarannya adalah menyampaikan aspirasi politik secara terbuka kepada
publik tentang kondisi nyata yang terjadi dalam negeri di Tanah Papua, dan menyampaikan
fakta kebenaran sejarah melalui berbagai kegiatan yang sifatnya terbuka. Tujuannya adalah
mencari dukungan dan simpati masyarakat internasional. Sedangkan, sasaran diplomasi

100
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

politik adalah mendatangi para pemimpin pemerintahan Negara-negara di dunia untuk


mencari dukungan secara legal formal untuk penyelesaian masalah Papua, dengan
pendekatan face to face, door to door (bertemu muka dengan muka, bertemu dari ruangan
ke ruangan) yang sifatnya sangat tertutup dan rahasia.
Sedangkan tugas ULMWP di dalam negeri adalah menata struktur ULMWP dan
menjaga supaya api revolusi tetap menyala, artinya berbagai aksi damai tetap dilakukan
untuk mempertahankan radikalisasi massa rakyat dalam hal positif dan aksi dengan jalan
damai, bukan radikalisasi massa rakyat dengan kekerasan (negatif). Nasionalisme
kebangsaan Papua dipertahankan melalui berbagai aksi damai sambil berusaha
mewujudkan Persatuan Nasional Papua dalam negeri dan membangun kantor ULMWP di
tujuh wilayah di tanah Papua, karena yang hendak merdeka (bebas) adalah rakyat bangsa
Papua yang ada di Tanah Papua.
Untuk itu, salah satu pemimpin tertinggi ULMWP seharusnya ada di dalam negeri
untuk berjalan bersama rakyat Papua dalam keadaan apapun dan menghadirkan wajah
ULMWP di Tanah Papua. Kerja-kerja politik di luar negeri (kampanye dan diplomasi)
cukup dipercayakan kepada para diplomat Papua yang ada di luar negeri. Hal ini menjadi
sebuah cacatan penting yang hendaknya diperhatikan dan dipertimbangkan oleh komponen-
komponen perjuangan yang ada dalam kendaraan politik ULMWP dalam waktu berjalan.
Ini hanyalah saran saja, jadi diterima juga boleh, ditolak mentah-mentah juga boleh.
Keputusannya ada di tingkat komponen-komponen gerakan Papua merdeka yang mengawal
perjuangan ini.

8. Aksi Kunci
Dari keseluruhan proses perjuangan bangsa Papua, berbagai bentuk aksi kita sudah
lakukan. Aksi damai yang dilakukan pada 1 Desember 2019 di dalam Gereja Paroki
Gembala Baik di Abepura – Jayapura adalah aksi kunci. Selama ini orang Papua
mengibarkan bendera Bintang Fajar dalam berbagai kesempatan dan momentum. Tetapi
bendera Bintang Fajar ini belum pernah dibawa masuk ke dalam Gereja dan
dipersembahkan kepada Allah. Empat mahasiswa milenial Papua membawa masuk bendera
Bintang Fajar di dalam perayaan misa pada hari Minggu, 1 Desember 2019 di Gereja
Gembala Baik Abepura adalah aksi monumental.
Keempat mahasiswa itu mengikuti perayaan Ekaristi. Selama Perayaan Ekaristi
berlangsung, bendera Bintang Fajar diletakkan disamping mereka masing-masing dengan
rapi. Mereka duduk di bangku paling belakang dan mengikuti perayaan hari Minggu
dengan tenang dan penuh khusuk. Di saat menyambut komuni (perjamuan tubuh Kristus
dalam rupa hostia), mereka pergi menyambut hostia dengan membawa bendera Bintang
Fajar. Ini tujuannya bukan bermaksud bendera Bintang Fajar ditontonkan kepada umat-
jemaat yang mengikuti sembayang, tetapi keempat mahasiswa yang membawa masuk
bendera Bintang Fajar ini ada maksud dan tujuan.
Seusai doa dan berkat penutup dari Pastor Jems Kosai, Pr yang memimpin perayaan
pada hari Minggu itu, pihak kepolisian, anggota Polsek Abepura datang menangkap
101
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

keempat mahasiswa itu di dalam Gereja dan dibawa ke Mapolsekta Abepura, didampingi
kuasa hukum. Kemudian keempat mahasiswa itu dibawa ke Polresta Jayapura untuk
diinterogasi. Keempat mahasiswa itu adalah Marvin Yobe, Devion Tekege, Desepianus
Dumapa dan frater Paul Hilapok. Ketika diinterogasi, polisi bertanya kepada keempat
mahasiswa itu: “Kalian membawa bendera Bintang Kejora ke dalam Gereja itu tujuannya
apa?” Desepianus Dumapa menjawab: “Tujuan kami ke Gereja adalah kami bawa bendera
Bintang Fajar kepada Allah untuk miminta pertolongan Allah membebaskan Tanah Papua,
karena kalian tidak akan memberikan kebebasan bagi bangsa Papua”.
Setelah mengambil data, keempat mahasiswa itu dibebaskan, artinya tidak ditahan.
Beberapa hari kemudian, kami pernah bertemu dan bertanya kepada mahasiswa Desepianus
Dumapa: “apa yang saudara pikir saat polisi bertanya demikian?” Sobat itu mengatakan
bahwa saya juga tidak tahu, bagaimana sampai ungkapan itu ke luar spontan dari hati saya,
ketika polisi tanya, saya jawab seperti itu”. Saudara itu katakan “ungkapan itu keluar dari
hati saya”.61 Hati nurani manusia adalah tempat tinggal Roh Kudus. Roh Allah menuntun
saudara mahasiswa ini mengatakan demikian kepada Polisi saat bertanya apa tujuan kalian
membawa bendera ke dalam Gereja. Ungkapan spontan itu digerakkan oleh Roh Kudus.
Ungkapan spontan dari mahasiswa Desepianus Dumapa: “Tujuan kami ke Gereja
adalah kami membawa bendera Bintang Fajar kepada Allah untuk miminta pertolongan
Allah membebaskan Tanah Papua, karena kalian tidak akan memberikan kebebasan bagi
bangsa Papua”, adalah ungkapan kunci. Berbagai aksi kita lakukan dalam berbagai
kesempatan, tetapi kita belum pernah membawa Bintang Fajar ini dipersembahkan kepada
Tuhan dalam Gereja. Tuhan memberi hikmat kepada para mahasiswa Milenial Papua untuk
melakukan sesuatu hal yang tidak pernah dilakukan oleh orang Papua. Sejarah akan
mencatat bahwa empat mahasiswa dengan gagah berani, tetapi dengan penuh kerendahan
hati menghadap Tuhan untuk mempersembahkan Bendera Bintang Fajar kepada Tuhan
dalam suatu Perayaan Ekaristi agar Tuhan menolong membebaskan bangsa Papua.
Di kala itu, aparat keamanan Indonesia tidak memberikan ruang bagi bangsa Papua
untuk merayakan hari kemerdekaan yang jatuh pada 1 Desember 2019. Surat permohonan
ijin yang disampaikan oleh sekertariat ULMWP ditolak oleh pihak kepolisian Papua.
Artinya perayaan 1 Desember 2019 dalam bentuk doa (ibadat) yang rencananya digelar di
Lapangan Trikora di Abepura tidak diijinkan. Ruang kebebasan untuk berdemokrasi dan
juga ruang untuk beribadat untuk mengenang peristiwa bersejarah bagi bangsa Papua tidak
diberi ijin, singkatnya semua ruang ditutup rapat.
Di seluruh tanah Papua, aparat Indonesia mengkondisikan sedemikian rupa, agar
tidak ada orang Papua yang melakukan aksi apapun untuk mengenang hari bersejarah itu.
Beberapa petinggi RI juga datang ke Papua untuk menutup akses bagi warga asli Papua
merayakan hari bersejarah itu. Namun, di tengah situasi yang amat mencekam itu, keempat
mahasiswa milenial Papua melakukan sesuatu yang luar biasa, yang sebelumnya tidak
pernah dibayangkan bahwa peristiwa 1 Desember 2019 itu akan dirayakan, dengan cara

61
Wawancara dengan Sdr. Desepianus Dumapa, pada tanggal 10 Desember 2019 di Padang Bulan –
Jayapura.
102
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

yang berbeda di dalam Gereja, bersama umat Gembala Baik dan mempersembahkan
bendera kemegahan jati diri bangsa Papua “Bintang Fajar” itu kepada Allah, agar Tuhan
berperkara atas beban berat yang dipikul oleh bangsa Papua.
Melalui aksi ini kita diingatkan dan disadarkan bahwa semua ruang di dunia ini bisa
ditutup rapat, tetapi masih ada ruang lain yang terbuka lebar, ruang itu bebas hambatan,
ruang bebas biaya, ruang bebas intimidasi, ruang bebas siksaan, ruang bebas penghinaan,
dan ruang bebas dari kompromi politik; ruang yang terbuka lebar itu adalah “ruang
berdemo kepada Allah” agar masalah ini diselesaikan oleh Allah, kita memohonnya melalui
persembahan, doa-puasa, pujian dan penyembahan kepada Allah. Berikut ini janji Tuhan:
“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi
kelegaan kepadamu” (Matius 11:28).
Selama ini kebanyakan orang Papua melayangkan pandangan ke segala penjuru
dunia, namun belum ada jawaban yang mengembirakan datang dari berbagai pemerintahan
dunia, kecuali Vanuatu yang dengan sungguh-sungguh mendukung kami, serta beberapa
Negara lain mulai bermunculan mendukung Papua pada akhir-akhir ini. Banyak pihak yang
berkompeten (para negarawan di dunia ini) hanya mencari dan mengejar „kepentingan
ekonomi‟. Maka suara-suara bangsa Papua selama ini masuk ke ruang hampa dan di buang
ke tong sampah. Tetapi syukurlah! Bahwa karena ini waktu Tuhan, maka pada akhir-akhir
ini dukungan secara meluas sedang terjadi di berbagai manca Negara, walaupun
kebanyakan dari mereka bicara pada tataran pelanggaran HAM dan ketidak-adilan dalam
berbagai dimensi kehidupan yang dialami oleh orang Papua dalam bingkai NKRI.
Melalui aksi yang dilakukan oleh keempat mahasiswa ini, bangsa Papua disadarkan
bahwa masalah Papua hendaknya diserahkan kepada Tuhan untuk membebaskan bangsa
Papua melalui tangan kuat-Nya, bukan dengan kekuatan kita manusia. Kita tidak memiliki
kekuatan sedasyat yang dimiliki oleh Allah. Mahasiswa milenial Papua melalui aksinya
mengajak kita untuk memandang kepada Allah dan membawa segala permasalahan bangsa
Papua kepada-Nya untuk menolong kita membebaskan dengan kekuasaan tangan Tuhan.
Di mana ada iman – (keyakinan) dan pengharapan yang teguh kepada Tuhan, di situ Tuhan
hadir untuk menyatakan kuasa-Nya. Bagi Tuhan tidak ada perkara yang mustahil. Allah
dasyat!

103
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bab IV

BARA ANEKSASI DI TANAH PAPUA HARUS DI AKHIRI


“Kau pandang aku manusia kelas dua, sekelumit stigma kau beri padaku; kau tak sadar bahwa aku juga
manusia, kau dan aku sama-sama diciptakan Allah, kita hanya beda dalam warna kulit-rambut, beda
dalam budaya, beda dalam tradisi, tapi punya hak asasi yang sama; harusnya kau hargai aku sebagai
manusia sama seperti dirimu; sepanjang kau memandang aku sebagai manusia kelas dua (memandang
aku monyet) sepanjang itu pula konflik t‟rus tercipta; perbedaan itu kekayaan, perbedaan itu indah, tapi
kau memandangnya dengan cara yang berbeda, maka itu kau buat aku hancur; demi rampas hak milik
ku, kau buat aku tak berdaya, namun semuanya yang kau buat padaku „kan petik hasilnya apa yang
kau tabur selama ini, dan ini semua „kan berakhir indah pada waktu Tuhan”

1. Aneksasi versus Integrasi


NEKSASI‟ versus „INTEGRASI‟, dua kata ini selalu menjadi perdebatan yang

A alot sepanjang 57 tahun Papua bersama Indonesia. Sebelum kita membedah dua
kata ini, kita terlebih dahulu memahami pengertian dari kedua kata ini. Pengertian
“aneksasi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) on line adalah pengambilan
dengan paksa tanah (wilayah) orang (Negara) lain untuk disatukan dengan tanah atau
Negara sendiri, penyerobotan, pencaplokan. Ada pula “aneksasi” menurut hukum bangsa-
bangsa adalah meluaskan wilayah Negara dengan cara kekerasan (perang), (terkadang
dengan Traktat perjanjian). Biasanya dengan dalih kekeluargaan bangsa, serta hubungan
kenegaraan atau kebudayaan62.
Sedangkan pengertian “integrasi” menurut KBBI adalah penyatuan berbagai
kelompok budaya dan sosial ke dalam kesatuan wilayah dan pembentukan suatu identitas
nasional. Berintegrasi artinya berpadu atau bergabung supaya menjadi kesatuan.
Mengintegrasikan berarti menggabungkan atau menyatukan.
Dalam berbagai kesempatan Indonesia selalu mengatakan sejak 1 Mei 1963 Papua
kembali ke pangkuan NKRI. Maka 1 Mei setiap tahun dirayakan oleh Indonesia sebagai
hari kembalinya Papua ke pangkuan ibu pertiwi Indonesia. Kapan bangsa Papua berada
bersama dengan NKRI? Orang Papua belum pernah bergabung bersama dengan Indonesia
untuk mengusir penjajah Belanda dan Jepang yang menguasai Indonesia di kala itu.
Tidak ada bukti sejarah yang membenarkan klaim Indonesia bahwa Papua
sebelumnya berada dalam NKRI, maka sejak 1 Mei 1963 Papua kembali ke pangkuan
NKRI. Buktinya bahwa dalam sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928 tidak ada orang
Papua yang hadir dalam pertemuan yang menentukan masa depan Indonesia itu.
Selain itu, tidak ada orang Papua yang hadir dalam proses pembentukan Republik
Indonesia Serikat (RIS). Tak satupun orang Papua ikut hadir dan memberikan pandangan
dalam pertemuan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia). Bahkan orang Papua tidak hadir pula dalam upacara Proklamasi kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus 1945.
62
Ensklopedi Indonesia, Edisi Khusus Jilid I, hal. 213
104
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Tidak ada bukti sejarah bahwa Papua pernah bergabung juga dalam salah satu
Kerajaan yang ada di wilayah Nusantara Indonesia. Yang ada bukti sejarah itu adalah hanya
ada kepentingan rempah-rempah (kepentingan bisnis-ekonomi), maka pelaut dan pedagang
Sriwijaya datang ke Papua. Kerajaan Tidore dan Ternate yang bertetangga dengan Papua
saja belum ada bukti sejarah bahwa Papua berada dalam kekuasaan dua kerajaan ini.
Bukti sejarah itu hanyalah kepentingan bisnis “rempah-rempah” dan untuk
mendapatkan burung kuning dari Papua, maka ada kontak orang luar Papua dengan orang
Papua. Misalnya, orang Papua bagian kepala burung kontak dengan kepaluan Indonesia
bagian Timur hanya kepentingan bisnis “kain timur‟ dan kepentingan rempah-rempah
lainnya. Juga orang Biak yang berlayar ke Maluku dan sekitarnya untuk kepentingan bisnis.
Bukan bergabung dengan salah satu Kerajaan di Nusantara Indonesia.
Kapan bangsa Papua ke luar dari Pangkuan ibu pertiwi NKRI, sehingga 1 Mei 1963
Papua kembali lagi ke Indonesia? Tidak ada bukti sejarah bahwa Papua pernah ke luar dari
pangkuan NKRI. Klaim Indonesia bahwa Papua Barat dan wilayah lain di Indonesia adalah
sama-sama dijajah oleh Belanda, karena itu sebagai mantan koloni dari Belanda, maka
Papua Barat dicaplok menjadi bagian wilayah sah dari NKRI, klaim ini sangat keliru.
Papua Barat adalah wilayah yang dipisahkan secara adminitrasi lepas dari Hindia
Belanda yang berpusat di Batavia jauh sebelum Indonesia menyatakan Proklamasi
kemerdekaan. Papua dilepaskan oleh Sekutu dari tangan Jepang pada bulan April 1944,
maka Belanda segera menaikan status Papua „residen‟ lepas dari Hindia Belanda di Batavia.
Sewaktu itu, wilayah-wilayah Indonesia (Sabang sampai Amboina) masih dikuasai oleh
Jepang.
Kemerdekaan Indonesia adalah pemberian dari Jepang. Bukan semata-mata
perjuangan murni bangsa Indonesia. “Setelah Jepang berhasil mengusir Belanda dan
menduduki Indonesia pada tahun 1942. Pada tahun 1945 Jepang memberikan sinyal kepada
para pejuang Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan di seluruh nusantara yang
dikuasai oleh Jepang.
Wilayah yang disampaikan oleh Jepang melalui Gunseikanbu adalah to Indo,
artinya wilayah RI yang sedang dikuasai oleh Jepang. Waktu itu, Irian tidak termasuk to
Indo, sebab ketika itu Irian sudah berada di tangan sekutu termasuk Belanda. Dan jauh
sebelumnya pada bulan April 1944 Irian jatuh ke tangan sekutu”, maka Belanda menaikan
status Papua dan admintrasi pemerintahannya langsung berurusan dengan Ratu Belanda,
bukan ke Batavia, karena wilayah-wilayah di Indonesia masih dikuasai Jepang63.
Atas permintaan Jepang telah membentuk BPUPKI untuk mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia. Dalam persiapan itu, orang Jepang juga turut hadir memberikan
dukungan penuh untuk mempercepat kemerdekaan Indonesia. Jepang memberikan sinyal
kepada pejuang Indonesia karena Jepang telah mempridiksi bahwa akan mengalami
kekalahan perang menghadapi beberapa Negara yang bergabung dalam sekutu, setelah
Jepang mengalami kekalahan di Tanah Papua oleh pasukan gabungan sekutu pada bulan

63
Decki, Op.Cit. hal. 142
105
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

April 1944. Jepang tidak mau setelah kekalahan perang, wilayah Indonesia jatuh kembali
ke kekuasaan Belanda.
Pridiksi Jepang benar bahwa pada tanggal 15 Agustus 1945 BOM dari sekutu
menghancurkan Hirosima dan Nagasaki. Dua kota ini adalah kota terpenting, karena
menyimpan cadangan peralatan perang modern. Dengan dihancurkannya dua kota ini,
Jepang sudah tidak berdaya menghadapi sekutu. Dengan demikian momentum ini didorong
oleh Jepang untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Karena itu, kemerdekaan
Indonesia bukan semata-mata perjuangan murni, tetapi kemerdekaan Indonesia adalah
pemberian dari Negara Jepang. Juga keterlibatan Sekutu memberi ruang kepada Indonesia
untuk menyatakan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Jika dua kota itu tidak dibom oleh
Sekutu, maka pada saat itu Indonesia tidak menyatakan proklamasi kemerdekaan.
Pertanyaannya: Kenapa presiden Soekarno dalam maklumat TRIKORA-nya
menyatakan „bubarkan atau gagalkan Negara Papua buatan Belanda?‟ Belanda saat itu tidak
pernah mengatakan bubarkan atau gagalkan Negara Indonesia Serikat buatan Jepang.
Belanda paham akan hukum Internasional yang menjamin setiap bangsa mempunyai hak
yang sama untuk menentukan nasib sendiri. Maka itu, Belanda tidak mengeluarkan
maklumat yang serupa untuk menyatakan Negara Indonesia buatan Jepang itu harus
dibubarkan atau digagalkan. Cara pandang Indonesia dan Belanda dalam hal ini berbeda.
Dalam berbagai kesempatan, pejabat publik Indonesia selalu mengatakan bahwa
Integrasi Papua ke dalam NKRI sudah final. Anggapan ini sangat keliru. Maka pandangan
Indonesia yang keliru ini ditanggapi dengan tegas dan lugas oleh Pdt Dr. Socratez Sofyan
Yoman, M.A dalam bukunya: „Integrasi Papua belum final‟. Lebih baik Indonesia
membaca buku yang ditulis oleh Pdt Yoman.
Indonesia bilang „Papua diintegrasikan‟ ke dalam NKRI. Tetapi kami bangsa Papua
katakan „Papua dianeksasikan‟ ke dalam NKRI.. Kenapa aneksasi? Buktinya sudah jelas:
Papua dicaplok, dipaksa masuk ke dalam NKRI melalui maklumat TRIKORA yang disertai
dengan Invasi Militer ke Tanah Papua sebelum kesepakatan/ perjanjian New York, 15
Agustus 1962. Sementara sedang terjadi perang sengit antara RI dan Belanda di Tanah
Papua, khususnya di bagian Selatan Papua, pemerintah Indonesia melakukan manuver
politik dengan Rusia64.
Karena takut kawasan Asia Pasifik jatuh ke tangan pengaruh komunis Rusia, maka
Amerika Serikat menekan Belanda untuk menyerahkan Papua Barat ke dalam NKRI
melalui traktat perjanjian New York. Maka itu, sebagai ungkapan terima kasih kepada
Amerika Serikat, dari pihak Indonesia telah menyerahkan Tambang PT. Freeport di Timika
kepada Amerika Serikat dan para sekutunya yang telah mendukungnya.
Jika Amerika Serikat tidak melakukan manuver politik menekan Belanda untuk
serahkan Papua ke dalam Indonesia, maka kami yakin bahwa Indonesia pasti kalah perang
menghadapi Belanda yang kekuatan militernya sangat siap di tanah Papua, dibanding

64
Ibid, hal. 223-234
106
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Indonesia65. Manuver politik Amerika Serikat tentu memiliki pertimbangan. AS


memandang bahwa jauh lebih baik mendukung Indonesia, ketimbang mendukung Belanda.
Mendukung Belanda belum tentu memberikan salah satu tambang di Papua untuk dikelola
oleh Amerika. Maka itu, pilihan Amerika jatuh ke Indonesia untuk mendukungnya
mencaplok Papua dari tangan Belanda.
Kepentingan Amerika Serikat dan Indonesia serta para sekutunya yang
mendukungnya hanya satu: “EKONOMI”. Dengan demikian kami simpulkan bahwa
aneksasi Papua ke dalam NKRI bukan karena alasan sejarah, bukan budaya, bukan religi,
bukan juga hubungan kekeluargaan, tetapi karena kepentingan ekonomi dan keamanan di
kawasan Asia – Pasifik pada umumnya dan khususnya di Tanah Papua.

2. Klaim Indonesia Atas Papua Tidak Mendasar


Klaim Indonesia atas tanah Papua perlu dipertanyakan. Berikut ini beberapa hal
substansial yang membuktikan bahwa klaim Indonesia atas Tanah Papua sangat keliru,
penuh kebohongan dan tidak mendasar.
1) Papua Barat adalah suatu daerah dengan sifat khas. Tim peneliti senior Belanda
G. H. Vander Kolff, R. van Dijk dan J. M. Pieters berdasarkan kajiannya
menunjukkan suatu penelitian ilmiah dari berbagai sumber dan literatur dan dapat
dibuktikan secara ilmiah pula. Dalam laporannya bahwa dari segi geologi, biologi,
geografi, antropologi, linguistik, kultural, sejarah, dan religi West Nieuw Guinea
(Papua Barat) merupakan suatu daerah dengan sifat khas yang tidak bisa dianggap
sebagai suatu bagian dari Indonesia. West Nieuw Guinea dalam semua segi itu lebih
erat pertalian dengan daerah Pasifik/ Oceania/ Melanesia, oleh karena itu Belanda
berkesimpulan bahwa penyerahan pemerintahan West Nieuw Guinea kepada RI
sebenarnya bertentangan dengan kepentingan penduduk asli Papua di masa depan66.

2) Bangsa Papua memiliki hak yang sama untuk menentukan nasib sendiri. Belanda
berpandangan bahwa jika pemerintah Belanda menyerahkan Papua ke dalam
wilayah Indonesia, itu berarti secara otomotis hak menentukan nasib sendiri bagi
bangsa Papua dihapus, hal ini bertentangan dengan piagam PBB. Walaupun hak
penentuan nasib sendiri itu diberikan kepada orang Papua pada tahun 1969, tetapi
dalam keseluruhan persiapan dan pelaksanaannya, tidak sesuai dengan ketentuan
hukum Internasional yang sudah ditanda-tangani dalam Perjanjian New York. Maka
semua proses PEPERA 1969 itu kami menyimpulkan bahwa CACAT HUKUM,
CACAT MORAL dan CACAT DEMOKRASI.

3) Ditinjau dari hukum kolonial, Papua adalah mantan kolonial Belanda dengan
status hukum “Nederlands Nieuw Guinea” (Papua Belanda). Di musim panas
tahun 1951 Papua Barat sudah ditingkatkan status hukumnya sebagai bagian dari
Kerajaan Belanda dalam UUD, maupun Undang-Undang Belanda dengan nama

65
Ibid, hal. 234-237
66
Ibid. hal. 178-179
107
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

„Nederlands Nieuw Guinea‟ (Papua Belanda) dengan mayoritas dua pertiga suara
dalam sidang Parlemen Belanda67. Indonesia merdeka atas mantan koloni
Nederlands Indisch, dan Papua berjuang untuk merebut kembali hak kesulungan
yang telah dianeksasi oleh RI atas mantan koloni Nederlands Nieuw Guinea. Secara
historis, pada tanggal 24 Agustus 1828 di Labo, teluk Triton Kaimana (Pantai
Selatan Papua) „diproklamasikan penguasaan Papua Barat‟ atas nama Sri Baginda
Ratu Nederland.

4) Dalam sejarah Papua Barat tidak pernah bergabung dengan Kerajaan manapun
yang ada di Indonesia. Kerajaan Tidore yang bertetangga dengan Papua saja tidak
pernah bergabung. Nama Papua menurut bahasa Tidore adalah Papo ua artinya
“tidak bergabung” atau “tidak bersatu” dalam Kerajaan Tidore. Ini bukti bahwa
Papua tidak pernah bergabung dengan Kerajaan Tidore. Apalagi bergabung dengan
Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya yang amat jauh dengan pulau Papua. Memang
diakui bahwa ada pelaut dan pedagang dari kepulauan Indonesia sering datang ke
Papua, tetapi kepentingan mereka adalah mencari rempah-rempah dan burung
kuning (kepentingan bisnis). Seperti pelaut dan pedagang Sriwijaya pada abad VIII
mengunjungi tanah ini dan pulau yang ia kunjungi itu diberi nama „Janggi‟.

5) Dalam keseluruhan proses perjuangan Indonesia untuk mendirikan Republik


Indonesia Serikat (RIS), orang Papua tidak pernah bergabung. Misalnya dalam
Sumpa Pemuda 28 Oktober 1928, tidak disebut Jong Papua hadir dalam pertemuan
penting itu. Yang hadir dalam sumpah pemuda adalah Jong Java, Jong Selebes,
Jong Ambon, dan Jong Jong yang lain. Belakangan Marten Indei, Silas Papare dan
Frans Kaisepo yang diangkat menjadi Pahlawan Nasional bukan karena mereka
terlibat dalam perjuangan mendirikan Republik Indonesia Serikat, yang kemudian
dirubah nama menjadi NKRI. Tetapi, ketiga orang Papua itu dianggap sebagai tokoh
penting karena terlibat penuh dalam proses menganeksasi Papua Barat ke dalam
NKRI.

6) Pendapat Mohammat Hatta. Dalam pertemuan antara wakil-wakil Indonesia dan


penguasa perang Jepang pada tanggal 12 Agustus 1945, Mohammad Hatta
menegaskan bahwa bangsa Papua adalah ras negroid bangsa Melanesia, maka
biarlah bangsa Papua menentukan nasibnya sendiri; bangsa Papua masih primitif
sehingga tidak perlu dikaitkan dengan kemerdekaan bangsa Indonesia. Selain itu,
Mohammad Hatta dalam salah satu persidangan BPUPKI bulan Juli 1945. Juga
dalam konfrensi Meja Bundar di Den Haag – Belanda, 23 Agustus – 2 November
1949 status Papua Barat (Nederlands Nieuw Guinea) secara eksplisit dinyatakan
oleh Mohammad Hatta, ketua Delegasi Indonesia bahwa: “ …masalah Irian Barat
tidak perlu dipersoalkan karena bangsa Papua berhak menjadi bangsa merdeka”.
Selain itu, pada 2 November 1949 melalui surat menyurat antara ketua Delegasi
Indonesia dan ketua delegasi Belanda di s‟Gravenhage Belanda, menyepakati untuk
mencari penyelasaiannya. Kesepakatan lewat surat yang ditulis oleh Moh. Hatta
67
Prof. P. J. Droog Lever, Tindakan Pilihan Bebas, Papua dan Penentuan Nasib Sendiri, hal. 226
108
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

kepada J. H. van Maarseven sebagai balasan atas surat delegasi Belanda tersebut
menyatakan bahwa: “Pihak Indonesia menyerahkan kepada Belanda untuk
melanjutkan kekuasaan kerajaan Belanda atas keresidenan Nieuw Guinea”68.

7) Keutuhan wilayah tanah jajahan Hindia Belanda sebelum perang dunia ke II


dari Sabang sampai Merauke telah terpecah, karena pada bulan April 1944 sekutu
membebaskan Tanah Papua dari tangan Jepang. Pemerintah Belanda ikut serta
dalam tentara sekutu langsung membentuk pemerintahan dengan keresidenan
tersendiri yang langsung bertanggung jawab kepada Mahkota Kerajaan Belanda dan
bukan bertanggung jawab ke Batavia yang saat itu diduduki oleh tentara Jepang.
Berdasarkan perubahan status wilayah tersebut, maka pada saat proklamasi
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 diucapkan, wilayah tanah
Papua tidak termasuk di dalamnya. Jadi kemerdekaan yang diproklamasikan hanya
dari Sabang sampai Maluku. Maka berdasarkan ini, apabila dilihat dari Proklamasi
saja, baik secara de facto maupun juga de jure tanah Papua tidak termasuk ke dalam
Republik Indonesia69.
Dari ketujuh fakta otentik dan mendasar di atas ini, kami menyimpulkan bahwa
klaim Indonesia atas tanah dan orang Papua TIDAK SAH. Artinya keberadaan Indonesia
atas tanah Papua adalah ILLEGAL. Hasil PEPERA 1969 dalam sidang umum PBB telah
menuai protes keras dari 15 Negara setelah mendengar laporan dari utusan khusus PBB
„Ortizan‟ yang memantau jalannya pelaksanaan PEPERA itu. Maka itu, dalam dokumen
PBB hasil PEPERA itu hanya DICATAT bahwa suatu penentuan nasib sendiri telah
dilaksanakan di Irian (Papua Barat) dalam resolusi 2504, artinya hasil PEPERA itu tidak
disahkan dalam sidang umum PBB, hanya dicatat saja.
Keberadaan Indonesia di Tanah Papua tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Dari
aspek hukum sangat lemah. Negara Indonesia bertahan di Tanah Papua karena didukung
oleh Negara lain. Kepentingan negara lain mendukung Papua dalam NKRI hanya karena
kerjasama dalam bidang ekonomi, dan di bidang lainnya. Artinya Negara lain memberikan
legitimasi Papua adalah bagian yang tidak terpisahkan dari NKRI, legitimasi Negara lain itu
atas dasar „kepentingan kerjasama‟ artinya legitimasi politik kepentingan, bukan legitimasi
atas dasar „hukum‟. Tambang Freeport di Timika dan tambang lainnya di tanah Papua
adalah hadiah yang diberikan kepada Amerika dan Negara sekutu lainnya. Tiang
penyangga Papua dalam NKRI adalah kerja sama di bidang ekonomi. Lain tidak ada.
Jika ada kunjungan dari Negara lain ke Indonesia, pejabat publik Indonesia dan para
wartawan selalu bertanya kepada pihak luar tentang keutuhan NKRI, dalam hal ini Papua.
Tanggapan pihak luar atas pengakuan keutuhan NKRI itu selalu disebarluaskan dan
dihebohkan melalui media cetak maupun elektronik. Negara Indonesia adalah negara yang
selalu mengemis kepada pihak luar (Negara lain) untuk mengakui kedaulatan (keutuhan
NKRI). Dari sikap ini sudah membuktikan bahwa pejabat publik dan warga Indonesia tidak
percaya akan kedaulatan NKRI, karena itu harus ada pengakuan dari Negara lain. Ini sudah

68
Ibid. hal. 176-177
69
Ibid. hal. 147
109
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

membuktikan bahwa pendudukan Indonesia atas Papua adalah illegal atau tidak sah.
Dengan demikian, kami menyimpulkan bahwa “Negara Indonesia tidak mempunyai alasan
yang kuat dan mendasar untuk mempertahankan Papua Barat sebagai bagian dari wilayah
kekuasaannya.

3. NKRI Harga Mati versus Papua Merdeka Harga Mati


Dua analogi politik beradu kekuatan dipentas perpolitikan modern hingga berlanjut
di era post modern, yaitu NKRI harga mati vs Papua merdeka harga mati. Kedua pihak ini
menciptakan „panggung politik‟. Pihak Indonesia melengkapi dirinya dengan segala macam
kekuatan perangkatnya untuk menghadapi Papua, sementara pihak Papua menghadapi
Indonesia dengan segala macam keterbatasan yang dimilikinya. Yang satu pihak ini adalah
sebuah bangsa yang sudah lama merdeka dari tahun 1945, sedangkan pihak lain adalah
sebuah bangsa yang sedang berjuang untuk mengembalikan hak kesulungan kemerdekaan
dan kedaulatannya yang dirampas secara sepihak pada tahun 1960-an.
Jika keduanya: „RI dan Papua‟ sama-sama memasang harga mati, maka keduanya
tidak akan menemukan jalan ke luar. Kalau sama-sama memasang harga mati, maka „di
pasaran dunia politik‟ barang yang didagangkan oleh kedua belah pihak ini tidak akan laku
terjual. Dalam pasaran dunia politik itu, adanya prinsip: “tidak ada kawan abadi” dan “tidak
ada lawan abadi”, yang ada adalah „kepentingan‟.
Papua juga punya „kepentingan‟ dengan Indonesia untuk membangun kerja sama
bilateral di masa depan, dan sebaliknya Indonesia juga memiliki „kepentingan‟ dengan
Papua di waktu-waktu mendatang. NKRI dan Papua adalah dua bangsa bertetangga;
keduanya memiliki “kepentingan” yang sama untuk membangun masa depan kedua bangsa
bertetangga yang setara, yang keduanya pernah menjadi koloni dari Belanda (Nederlans
Indich dan Nederlands Nieuw Guinea).
Maka itu, NKRI dan Papua harus memasang harga hidup demi menyelamatkan
kepentingan kedua bangsa di waktu-waktu mendatang. NKRI bukanlah sebuah organisasi
yang mati, tetapi NKRI adalah sebuah organisasi besar yang berpenduduk 260 juta jiwa
yang sedang berkiprah di dunia. NKRI ini masih hidup karena dikendalikan oleh manusia
yang masih hidup. NKRI ini bukan benda mati, tetapi NKRI adalah suatu organisasi
kenegaraan yang besar dan masih hidup yang sedang bersaing (positif) dengan bangsa-
bangsa lain di dunia.
Sedangkan Papua adalah suatu bangsa yang berpenduduk minoritas yang sedang
menuju ke ambang pemusnahan, yang penduduknya berpenghasilan di bawah rata-rata
(kategori miskin, tetapi punya kekayaan alam yang tiada tara), yang sedang bergerak jatuh
bangun dalam keterbatasannya untuk menyelamatkan etnis Papua yang sedang terancam
punah. Tidak ada jalan lain untuk selamatkan bangsa Papua dari ancaman kepunahan etnis.
Jalan satu-satunya untuk selamatkan bangsa Papua dari kepunahan adalah pengakuan
secara de facto dan de jure dari Negara-negara di dunia akan “jati diri bangsa” yang disebut
„hak asasi” sebagai suatu bangsa berdaulat (1 Desember 1961), agar bangsa Papua juga

110
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan bangsa-bangsa merdeka lainnya di
dunia ini.
Di bawah ini saya memuat sebuah artikel sakti dengan judul “apakah NKRI harga
mati?” yang lahir dari balik terali besi, penjara Rutan Salemba oleh Surya Anta (aktifis
HAM pro Papua), tertanggal 19 Januari 2020.70
„ Apakah NKRI harga mati? ‟
Segala sesuatu yang ada sebelumnya tiada. Lahir kemudian mati. Berubah menjadi sesuatu yang baru. Seperti
itulah hukum alam. Begitu pula takdir perkembangan sosial. Bangsa, apakah Indonesia, atau bangsa Papua dan Timor
Leste merupakan sesuatu yang ada dan hadir dari sesuatu yang mana sebelumnya tidak ada. Dan karenanya dapat
bertransformasi. 150 tahun yang lalu belum ada bangsa Indonesia, sebagai konsep maupun identitas. Begitu pula bangsa
Papua. Masa itu wilayah-wilayah di Nusantara merupakan wilayah yang dikuasai tuan-tuan feodal kecil maupun puak-puak
yang mempertahankan privilegenya dari invasi merkantilis Eropa.
Bangsa dan kebangsaan dikenali dan diyakini belum sampai 1,5 abad lamanya di nusantara ini. Mereka yang
berpandangan NKRI harga mati sungguh salah kaprah dan sesat pikir. Indonesia dan ke-Indonesia-an sangat mungkin
bertransformasi menjadi sesuatu yang lain. Begitu pula Papua dan ke-Papua-annya.
Indonesia dan kebangsaannya merupakan sesuatu yang unik. Sebagai bangsa, Indonesia tak lahir hanya karena
perasaan senasib sepenanggungan. Pula karena ada integrasi ekonomi dan politik yang sama. Serta kebudayaan yang sama
yang terwujud dalam bahasa yang sama. Namun proses apa yang disebut sebagai “National Character Building” mandeg
bahkan mundur karena penindasan orde baru. Reformasi setengah hati ini tak membuat proses tersebut melangkah maju.
Mengapa? Sebab reformasi tak pernah tuntas dan kesalahan masa lampau tak kunjung perbaiki. Kita hidup dalam selimut
perdamaian palsu.
“Integrasi” Papua ke Indonesia penuh dengan paksaan, kekerasan dan tipu daya. Hal tersebut merupakan fakta
yang tak terbantahkan. Paksaan, kekerasan, dan tipu daya terhadap rakyat Papua merupakan cerminan dari pembekuan
nilai-nilai dan filosofi bangsa Indonesia yang termaktub dalam konstitusi republik ini. Nilai-nilai dan filosofi yang
merupakan hasil dari perjuangan melawan kolonialisme, kapitalisme, dan rasisme saat itu. Dan segala macam paksaan,
kekerasan dan tipu daya dan tindakan rasial merupakan metode untuk penundukan dan melanggengkan penindasan serta
penjajahan terhadap rakyat Papua.
Papua yang begitu majemuk dengan ratusan suku, tak sedikit di antaranya terisolir satu dan lainnya antara
gunung dan pantai. Dan terhambat dengan keberagaman bahasa yang tinggi. Namun keadaan hari ini masalah-masalah
tersebut tak cukup membendung pertumbuhan bangsa Papua. Penindasan yang begitu sistematik selama 58 tahun ini
mempercepat karakter kebangsaan.
Perasaan yang sama telah tumbuh diantara rakyat Papua berbeda-beda suku dan bahasa, yakni perasaan
sebagai orang-orang terjajah. Sebagaimana perasaan yang sama pula diantara orang-orang Indonesia saat di bawah
penjajahan Belanda dan Jepang. Perasaan yang tumbuh karena kekejian pembunuhan, penculikan, pembantaian,
pembungkaman hak-hak politik melalui penjara dan penangkapan serta segala tindakan rasial oleh apparatus kekerasan
dan birokrasi kolonial Belanda serta fasis Jepang menjadi faktor yang memberikan landasan pertumbuhan embrio bangsa
Indonesia. Selanjutnya kaum pergerakan pembebasan nasional mempercepat proses tersebut.
Apa yang terjadi pada Indonesia begitu pula yang terjadi di Papua. Tak sepenuhnya sama, namun secara
esensial tak berbeda. Kekerasan sistematik apparatus TNI dan Polri serta diskriminasi birokrasi memperkuat tumbuh
kembang embrio bangsa Papua. Aspek sejarah 1961 – 1969 yang ditelikung menjadi landasan historisnya.
Tak ada jalan kembali. Sebagaimana Indonesia tak akan kembali ke zaman Majapahit atau Sriwijaya. Papua pun
pada akhirnya akan menemukan takdir sejarahnya sebagai suatu bangsa yang dapat menentukan nasibnya sendiri. Alih-alih

70
Surya Anta (Aktifis HAM Pro Papua), Artikel: Apakah NKRI harga mati?”, Penjara Rutan Salemba,
tertanggal 19 Januari 2020.

111
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

menghambat proses tersebut dengan pemenjaraan, penangkapan, pembunuhan, pembantaian yang berujung pada genosida
perlahan. Dan segala macam operasi gabungan di tanah Papua dilakukan, yang terjadi kehendak rakyat Papua
menentukan nasib sendiri justru mengkristal.
NKRI harga mati hanyalah jargon untuk mempertahankan “persatean” bukan persatuan, menancapkan ketakutan
serta ancaman bukan persetujuan dan kesepakatan. Faktanya, karena doktrin NKRI harga mati banyak orang Papua mati.
Apakah anda bersedia hidup dalam ketakutan dan ancaman? Saya tidak! Generasi yang akan datang pun tidak boleh
hidup dalam ancaman dan ketakutan.
Demokrasi harus diperluas agar setiap orang bebas dari rasa takut, dari ancaman, bebas bicara hingga bebas
menentukan nasib dan masa depannya sendiri. Sehingga kita dapat hidup dalam kedamaian dan persatuan sebagai
manusia, bukan ancaman dan “persatean”.
Rutan Salemba, 19 Januari 2020
Surya Anta

4. Sejarah Berdarah di Papua


Aneksasi kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Papua ke dalam NKRI membawa
malapetaka besar dalam kehidupan orang asli Papua. Setelah Papua dianeksasi ke dalam
NKRI. RI melahirkan slogan „NKRI harga mati‟. Maka, Papua juga melahirkan slogan
„Papua Merdeka harga mati‟. Pertarungan NKRI harga mati dan Papua Merdeka harga
mati, lebih tepatnya pertarungan “Ideologi Pancasila” dan “Ideologi Mabruk” telah
melahirkan berbagai kekerasan demi kekerasan di atas tanah Papua.
Indonesia tidak mau kehilangan tanah Papua. Sementara Papua juga tidak mau
tinggal diam untuk merebut kembali kemerdekaan dan kedaulatan Papua yang telah
dianeksasi. Karena setiap bangsa memiliki hak yang sama untuk menentukan nasibnya
sendiri. Itu dijamin oleh Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia oleh PBB dan dijamin juga
oleh beberapa kovenan hukum Internasional, bahkan dijamin oleh konstitusi UUD 1945.
Kepentingan Indonesia dan para sekutunya di tanah Papua adalah ekonomi, politik
dan keamanan. Karena itu, Negara Indonesia bersama para sekutunya selama ini menempuh
banyak cara untuk merampas tanah dan kekayaan alam Papua, sambil menjalankan proyek
pemusnahan etnis Papua, baik secara langsung maupun terselubung. Komentar Jenderal Ali
Murtopo 1960-an benar-benar terbukti: “kami tidak mencintai orang Papua, kami hanya
mencintai tanah dan kekayaan alam Papua; jika orang Papua mau merdeka, kami akan
beritahu Amerika untuk bawa orang Papua ke bulan”.
Selain itu, di bawah ini pernyataan Farhat Abbas: “Sewaktu Indonesia merdeka
memang Papua tidak ikut…belakangan baru direbut Indonesia dari Belanda…Jadi
wajar kalau Papua minta pisah dari Indonesia… Tapi jangan sampai itu terjadi,
Indonesia akan rugi besar karna Papua tanahnya luas penduduknya sedikit…Sebaiknya
pemerintah memindahkan separuh penduduk pulau Jawa yang padat itu ke
Papua…Buat penduduk asli Papua tidak berdaya…Ajak dia kawin campur supaya ciri
khas wajah Papuanya pelan-pelan hilang”71.

71
Pdt. Dr. Benny Giay, Peny., Suat-Surat Gembala, 2018, hal. 15.
112
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Minoritasi etnis Papua memang sedang terjadi. Fakta membuktikan bahwa


eksistensi orang asli Papua semakin terancam dari hari ke hari menuju kepunahan etnis.
Pada tahun 1963 jumlah penduduk pribumi Papua berjumlah 1.000.000 – satu juta jiwa
(700.000 jiwa terdaftar bayar pajak dan 300.000 jiwa tidak membayar pajak), hingga pada
tahun 1969 warga Papua merosot tajam menjadi 800.000 jiwa (gabungan pribumi dan non
pribumi), dan hingga sensus penduduk tahun 2000 warga asli Papua masih tetap berjumlah
1.000.000 (satu juta jiwa). Sedangkan penduduk pendatang pada tahun 1963 masih 0,01 %,
tetapi pada sensus penduduk tahun 2000 warga pendatang di tanah Papua berjumlah
1.200.000 jiwa (satu juta dua ratus ribuh). Hal ini terbukti bahwa saat ini orang asli Papua
menjadi semakin minoritas dan berada dalam ancaman bahaya “pemusnahan etnis yang
merangkak perlahan-lahan (slow moving genocide)72.
Ada beberapa marga di tanah Papua yang musnah (hilang) adalah bukti bahwa
pemusnahan etnis Papua sedang terjadi dengan perlahan-lahan tapi pasti. Dipridiksikan
bahwa pada tahun 2030 orang asli Papua akan musnah dari muka bumi ini jika dalam
tahun-tahun mendatang ini tidak ada perubahan politik, artinya jika Papua masih terus
berada di bawah NKRI, maka diprediksikan tahun 2030 orang asli Papua musnah dari tanah
leluhurnya. Orang Papua menjadi minoritas. Sensus BPS tahun 2010 menunjukkan bahwa
di enam wilayah, non Papua mendominasi. Keenam wilayah itu adalah Merauke (62,73%),
Nabire (52,46%), Mimika (57,49%), Keerom (58,68%), Jayapura (65,09%) dan kota
Sorong (73,93%). Seorang pakar Australia „Lemslie‟ mengatakan bahwa proses minoritasi
terus berlangsung di Tanah Papua, bahkan semakin parah. Diprediksikan bahwa pada tahun
2020 penduduk asli Papua di enam Kabupaten/ kota di atas, orang asli Papua akan turun
drastis menjadi 15-20%)73.
Setiap hari orang asli Papua meninggal karena banyak sebab. Mati ditabrak, mati
diracuni, mati ditembak, dan masih banyak lagi. Sebagai contoh, setiap hari warga asli
Papua meninggal dunia di setiap rumah sakit di Tanah Papua. Di propinsi Papua ada 29
Kabupaten. Misalnya di Timika ada dua rumah sakit terkenal, yaitu Caritas SP 5 dan RSUD
SP 1. Di rumah sakit Caritas lima orang asli Papua meninggal dalam sehari. Belum lagi
yang meninggal di RSUD Timika.
Jika kami ambil sampel 1 orang meninggal dunia di setiap rumah sakit yang ada di
29 Kabupaten di Propinsi Papua, maka dalam satu hari ada 29 orang Papua meninggal di
Rumah Sakit. Kalau dua hari sudah 54 orang. Dalam satu minggu 203 orang. Satu bulan
812 orang asli Papua meninggal dunia di Rumah Sakit. Dalam satu tahun sudah menembus
9.744 jiwa orang asli Papua meninggal dunia di 29 Rumah Sakit Umum Daerah yang
tersebar di Propinsi Papua, belum lagi orang asli Papua yang meninggal di rumah sakit lain
yang ada di propinsi Papua Barat.74 Belum lagi meninggal dunia karena sebab yang lain. Ini
sungguh menyedihkan!

72
Anari, Op. Cit. hal. 13-14
73
www.satuharapan.com
74
www.m.facebook.com//sektor//knpb Wamena Barat SP 13 ‘812 orang Papua mati dalam satu bulan, satu
tahun sudah 9.744 orang mati, belum dengan mati penyebab lain.
113
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Ancaman kepunahan etnis Papua sudah di ambang pintu. Ini terjadi lantaran distorsi
sejarah pada 1960-an mengakibatkan ketidak-adilan dalam berbagai bidang kehidupan dan
ancaman bahaya kepunahan etnis Papua. Untuk menyelamatkan diri dari ancaman
kepunahan ini hanya satu yaitu Papua harus merdeka. Sejak 1 Mei 1963 bangsa Papua
sudah berjuang hingga 2020 genap 57 tahun. Perjuangan amat panjang dan melelahkan.
Orang Papua harus tahu bahwa perjuangan bangsa Papua selama ini bukan
hanya menghadapi Indonesia, tetapi kita sedang menghadapi dunia, yang adalah para
sekutunya Indonesia, termasuk PBB di dalamnya. Karena memang dari awalnya
mereka telah bersepakat mendukung Indonesia dan Amerika Serikat untuk
meloloskan kepentingannya di Tanah Papua pada khususnya dan kawasan Asia-
Pasifik pada umumnya. Maka, wajarlah bahwa suara orang Papua selama ini jatuh di
ruang hampa dan tulisan bangsa Papua dibuang di tong sampah.
Dengan demikian kami menyimpulkan bahwa pemusnahan etnis Papua yang
merangkak perlahan-lahan (slow moving genocide) yang sedang terjadi di Tanah
Papua adalah sebuah strategi terselubung dari pihak-pihak yang sudah dan sedang
bersekutu dengan Indonesia, untuk menghilangkan jejak bangsa Papua dari muka
bumi ini, agar mereka memiliki Tanah Papua dan segala macam kekayaan alamnya.
Kami juga manusia ciptaan Tuhan, sama seperti saudara-saudari yang berada di
Indonesia dan di belahan dunia lainnya. Memang Tuhan menciptakan kami bangsa Papua
„berkulit hitam‟ dan „berambut keriting‟, yang menurut pandangan Indonesia “hitam dan
keriting” itu adalah manusia kelas dua, manusia monyet, manusia kotor, jijik, terbelakang,
tidak beradab, primtif, dll.; berbeda dengan bangsa Melayu berkulit sawo matang dan
berambut lurus yang menganggap dirinya sebagai manusia terdidik, maju, dan beradab.
Indonesia tidak menerima „perbedaan‟ warna kulit dan rambut itu sebagai
„kekayaan‟ dan itu sebagai „anugerah‟ dari Allah yang harus diterima dan disyukuri. Tetapi
Indonesia memandang kami bangsa Papua – rumpun Melanesia adalah manusia kelas dua,
yang berbeda dengan ras melayu, ia merasa dirinya adalah ras yang unggul dan beradab,
maka dengan berbagai cara ditempuh untuk menghabiskan kami bangsa Papua dari tanah
leluhur kami.

5. Bara Papua, Bara Indonesia, Bara Dunia


Bara “api” di tanah Papua berawal dari “aneksasi Papua” secara sepihak yang
dilakukan oleh Indonesia, Amerika Serikat, Belanda dan PBB yang didukung penuh oleh
para sekutunya. „Aneksasi sepihak‟ yang kami maksudkan di sini adalah proses penyerahan
status politik bangsa Papua ke dalam NKRI itu dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan
orang asli Papua. Pertemuan-pertemuan yang pernah digelar oleh Amerika, Belanda, PBB
dan Indonesia dalam proses aneksasi itu, orang asli Papua sebagai subyek dari sengketa
politik tidak pernah dilibatkan.
Masyarakat dunia, dalam hal ini pihak-pihak yang terlibat dalam proses aneksasi itu,
menempatkan kami orang asli Papua sebagai obyek, bukan sebagai subyek. Bangsa Papua

114
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

dijadikan sebagai „suatu barang – benda mati - yang didagangkan‟ di pasaran dunia politik.
Pada waktu itu, Belanda sudah menyiapkan generasi Papua terdidik, tetapi mengapa orang-
orang terdidik itu tidak pernah dilibatkan dalam proses aneksasi itu? Ini suatu kesalahan,
bahkan pelanggaran HAM berat karena menganeksasi sebuah bangsa, tanpa persetujuan
bangsa yang bersangkutan. Ini adalah awal mula dari bara „api‟ dan ini adalah awal dari
„malapetaka‟ bagi bangsa Papua.
Bara „api‟ yang diciptakan oleh pihak Indonesia, Amerika, Belanda dan PBB yang
didukung penuh oleh para sekutunya sedang menghanguskan bangsa Papua. Bara „api‟ itu
sudah menghanguskan sendi-sendi hidup bangsa Papua. Artinya terjadi kehancuran di
mana-mana dalam tatanan hidup bangsa Papua karena bara „api‟ ini. Bara „api‟ ini bukan
keinginan orang Papua, tetapi keinginan pihak-pihak yang memainkan bangsa Papua.
Orang lain yang menciptakan „bara api‟ di tanah Papua, dan mereka juga yang sedang
memelihara „bara api‟ ini hingga api menjadi besar dan menyebar luas sampai
menghancurkan tatanan hidup bangsa Papua.
Bangsa Papua sebagai pihak yang dikorbankan dalam perpolitikan dunia pada masa
silam, sampai saat ini juga masih dikorbankan demi kepentingan ekonomi, politik dan
keamanan. Bangsa Papua sebagai pihak yang dihancurkan oleh „merahnya api kepentingan
para kapitalis dan imperialis itu‟, bangsa Papua sedang bergerak dengan kesederhanaannya
untuk memadamkan „merahnya api‟ dan menghentikan „merahnya darah‟ di tanah Papua.
Perjuangan bangsa Papua sampai saat ini belum memberikan harapan yang
mengembirakan. Karena dunia masih berjalan dengan segala kepentingan di atas tanah
Papua, sambil memelihara bara api untuk terus membakar hangus bangsa Papua.
Seharusnya pihak-pihak yang telah menghasilkan „bara api‟ di tanah Papua
bertanggung jawab penuh untuk memadamkan api di tanah Papua. Tetapi mereka masih
terbuai menikmati “kepentingan ekonomi” dengan Negara Indonesia sambil menjaga api
terus membara di tanah Papua. Mereka tidak pikir untuk selamatkan orang asli Papua dari
kobaran api ganas yang mematikan itu, tetapi mereka hanya berpikir untuk kepentingan
perutnya diselamatkan. Dalam berbagai kesempatan mereka bicara demi keselamatan
manusia, Hak Asasi Manusia, Demokrasi, Kebebasan, Keadilan, Kedamaian, Kejujuran,
dan lain-lain, tetapi itu hanyalah slogan hampa, kata tanpa makna, kata tanpa isi. Justru
mereka sendirilah yang melanggar nilai-nilai luhur itu.
Mereka tidak menghayati dan melaksanakan kata-kata indah, nilai-nilai luhur yang
terucap dari mulut mereka, artinya kata-kata indah itu tidak diwujudkan dalam tindakan
kongkrit. Berbagai forum-forum resmi digelar “atas nama kemanusian”, tetapi
sesungguhnya forum-forum itu digelar “atas nama kepentingan para pihak”. Memang
„dunia politik‟ ini penuh dengan teka-teki, penuh dengan kebohongan dan penuh dengan
kepentingan.

6. Dasar Hukum Penentuan Nasib Sendiri


Semua bangsa memiliki hak yang sama dalam menentukan nasib sendiri. Berikut
ini, dasar hukum bagi penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua:
115
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

1) Masyarakat pribumi (Masyarakat Adat) secara kodrati memiliki hak mutlak untuk
Menentukan Nasib Sendiri; atau dengan kata lain „memiliki Hak Mutlak untuk
melahirkan suatu Negara Berdaulat‟. Dengan demikian, tak ada hukum atau
kekuatan manapun yang dapat mengganggu-gugat atau menghalangi suatu
perjuangan masyarakat pribumi untuk menentukan nasib masa depan bangsanya.

2) Dijamin oleh konstitusi UUD 1945. Dalam mukadimah UUD 1945 pragraf pertama
menyatakan: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan.

3) Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia oleh PBB 1945, khususnya dalam pasal 73 a
dan b; dan resolusi No. 1514 (XV) tahun 1960 tentang kemerdekaan bangsa-bangsa
daerah jajahan (koloni). Selain itu, dijamin oleh tiga kovenan Internasional, yaitu:
Kovenan Hukum Internasional tentang Hak Sipil dan Politik; Kovenan Internasional
tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya; dan Kovenan Internasional tentang Hak-
hak Masyarakat Pribumi. Misalnya, dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil
dan Politik dalam pasal 1 ayat 1 menyatakan: “Semua bangsa mempunyai hak
menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut mereka bebas menentukan
status politik mereka dan bebas berupaya mencapai pembangunan ekonomi, sosial
dan budaya”.75

7. PBB Dibentuk Untuk Apa dan Untuk Siapa?


Di bawah ini kami memuat sebuah artikel yang kami tulis dari balik Penjara
Abepura – Jayapura – Papua pada awal bulan Agustus 2013 dengan judul “Etnis Papua
Musnah, PBB dibentuk untuk apa dan untuk siapa” yang disebarluaskan dalam berbagai
media dalam versi bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Karena artikel ini masih relevan
dengan judul buku ini, maka kami memuat kembali dalam buku ini.
Papua Barat terus membara. Papua Barat menjadi arena politik konflik kepentingan
dari berbagai pihak. Ini akibat dari Hak Asasi Politik Bangsa Papua Barat yang digadaikan
secara sepihak oleh Belanda, Amerika Serikat (AS) dan PBB ke dalam NKRI. Konflik
antara pendukung Merah Putih dan pendukung Bintang Fajar, atau lebih tepat disebut
konflik antara Ideologi Pancasila dan Ideologi Mabruk semakin meningkat tajam. Konflik
ini diciptakan oleh Belanda, Amerika, Indonesia dan PBB. Akar konflik di Papua Barat
adalah aneksasi kemerdekaan bangsa Papua Barat ke dalam NKRI pada tahun 1961-1969.
Ingatan penderitaan (memoria passionis) membekas dalam setiap jiwa orang asli
Papua yang mengalami korban kekerasan dari Republik Indonesia (RI) bersama sekutunya.
Konflik itu kemarin ada, hari ini masih terjadi, dan konflik itu terus akan terjadi selama
bangsa Papua berada dalam NKRI. Konflik ideologi politik dan ekonomi ini semakin
menambah ingatan penderitaan bagi orang Papua.

75
Selpius Bobii, Hukum Makar: „Anti Demokrasi dan Hak Asasi Manusia‟
116
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Konflik pertarungan antara Ideologi Pancasila dan Ideologi Mabruk semakin


membara di setiap lembah, di setiap gunung, di setiap pesisir pantai, di setiap lorong jalan,
dan konflik terus membara menghanguskan jiwa-jiwa umat manusia yang tidak berdosa.
Selain itu, tanah Papua Barat sebagai paru-paru dunia, yang menyimpan cadangan oksigen
bagi dunia ini semakin dihancurkan oleh banyak perusahaan kayu, perkebunan, dan
tambang yang diberi ijin oleh RI, bahkan dieksploitasi tanpa ijin resmi (illegal).
Akar konflik itu telah melahirkan dua masalah berikutnya, yaitu masalah
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) atau kejahatan Negara terhadap orang asli Papua,
yang mengakibatkan pemusnahan etnis Papua merangkak secara perlahan-lahan. Dan
masalah ketidak-adilan dalam berbagai dimensi kehidupan yang mengakibatkan
diskriminasi, marginalisasi, dan minoritasi orang asli Papua di atas tanah leluhurnya.
Itulah wajah Papua Barat kemarin, wajah Papua Barat hari ini, dan wajah Papua
Barat hari esok selama bangsa Papua berada dalam cengkeraman NKRI. Memang keadaan
inilah yang diinginkan Negara Indonesia bersama para sekutunya sejak bangsa Papua Barat
dianeksasi ke dalam NKRI secara sepihak pada tahun 1960-an.
Berbagai konflik kepentingan ini mengakibatkan orang asli Papua makin musnah.
Kondisi ini mengingatkan kami atas sebuah pernyataan jenderal Ali Murtopo saat
ditugaskan oleh Presiden RI (Soekarno) untuk merebut bangsa Papua Barat ke dalam
NKRI. Ali Murtopo mengatakan: “Kami hanya mencintai tanah air dan kekayaan alam
Papua, bukan mencintai orang Papua. Jika ada orang Papua yang mau merdeka, kami
akan beritahu Amerika Serikat untuk pindahkan kamu ke bulan”.
RI hanya jatuh cinta dengan tanah air Papua yang subur dan indah, serta kekayaan
alam Papua, tetapi RI tidak jatuh cinta kepada pemilik negeri yang mendiami di tanah
Papua Barat. Karena itu, sambil menguasai tanah air dan merampas kekayaan alam Papua,
pemilik negerinya dibunuh oleh RI secara langsung dan tidak langsung dengan cara
meneror, meracuni, membenci, memperkosa, menyiksa, menghina, menculik, memenjara,
dan membantai orang asli Papua. Itulah yang terjadi kemarin, itu masih terjadi hari ini, dan
akan terjadi pula pada hari esok selama bangsa Papua Barat berada dalam NKRI.
Untuk keluar dari segala bentuk tirani penjajahan RI dan para sekutunya, kemarin
orang Papua sudah berjuang, hari ini masih berjuang dan hari esok akan terus berjuang
untuk mendapatkan kembali hak kesulungan bangsa Papua yang telah dianeksasi ke dalam
NKRI. Dalam perjalanan perjuangan bangsa Papua Barat telah memakan korban, sedang
memakan korban, dan akan memakan korban lagi.
Kemarin orang asli Papua sudah mengorbankan materi, waktu, tenaga yang tidak
sedikit, bahkan banyak nyawa manusia Papua Barat korban di ujung moncong senjata
aparat RI. Hari ini orang asli Papua masih korbankan waktu, tenaga, pikiran, perasaan dan
materi, bahkan ada pula jiwa manusia yang jatuh bersimpah darah kena tima panas dari
aparat militer Indonesia. Hari esokpun orang asli Papua akan terus korbankan waktu,
tenaga, pikiran, perasaan, materi dan bahkan pula jiwa manusia yang tidak berdosa akan
gugur pula.

117
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bangsa Papua Barat sudah berjalan menempuh perjuangan selama 57 tahun, tetapi
belum tiba kepada tujuan akhir, yaitu kebebasan total (berdaulat penuh). Selama 57 tahun
bangsa Papua Barat telah bersuara, tetapi suara bangsa Papua jatuh ke padang sunyi, tanpa
ada reaksi dan aksi nyata. Walaupun ada reaksi dari semua yang peduli atas suara bangsa
Papua Barat, tetapi itu belum cukup menurunkan frekuensi konflik di tanah Papua;
walaupun ada aksi nyata dari sesama manusia yang berhati mulia untuk menolong Papua,
tetapi itu belum cukup meredahkan konflik ideologi politik antara RI dan bangsa Papua
Barat; walaupun ada reaksi dari mereka yang peduli bangsa Papua, tetapi kebanyakan dari
mereka hanya berbicara untuk memperbaiki sistem RI dan pelayanan publik. Walaupun ada
reaksi dari mereka yang peduli, tetapi mereka ini hanya bicara untuk memperbaiki
kesejahteraan Papua yang semu.
Sampai saat ini belum ada langkah-langkah nyata dari bangsa-bangsa merdeka di
dunia dan PBB untuk memutuskan mata rantai penjajahan RI dan para sekutunya.
Singkatnya, orang asli Papua selama ini minta Papua Barat diakui secara de jure sebagai
Negara yang berdaulat, tetapi dijawab dengan hal-hal lain yang tidak dituntut oleh bangsa
Papua Barat (alias minta lain, dijawab dengan lain). Sungguh ini ironis memang! Tetapi
itulah yang bangsa Papua sudah alami, masih mengalami, dan akan dialami pula selama
bangsa Papua berada dalam penjajahan NKRI.
Merasa tak ada jalan bagi bangsa Papua Barat untuk ke luar dari lingkaran konflik
ini. Tetapi bangsa Papua Barat punya keyakinan kuat bahwa pasti ada jalan untuk keluar
dari kemelut penjajahan yang membelenggu setiap jiwa orang Papua. Bangsa Papua masih
ada jalan lain (jalan Tuhan), bangsa Papua masih ada penolong lain, yaitu Tuhan Allah.
Maka itu, pasti ada solusi bermartabat untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan bathin
dalam kedaulatan Negara Bangsa Papua Barat.
Organisasi Perserikatan bangsa-bangsa yang bermarkas di Amerika Serikat dibentuk
untuk melindungi dan menghormati setiap umat manusia di dunia. Organisasi ini bertugas
untuk menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM), kebenaran, keadilan, demokrasi, dan
memelihara perdamaian dunia. Tetapi justru PBB inilah yang telah mengorbankan bangsa
Papua pada tahun 1960-an, dan sedang mengorbankan, serta akan terus mengorbankan
bangsa Papua, selama belum ada langkah nyata dari PBB untuk memutuskan mata rantai
penindasan dari RI dan para sekutunya.
Kami menilai bahwa PBB belum secara maksimal menegakkan Hak Asasi Manusia,
khususnya dalam kasus Papua Barat. PBB telah bertindak menjadi jembatan untuk
mewujudkan kepentingan politik dan ekonomi dari Indonesia dan Amerika Serikat dengan
adanya aneksasi bangsa Papua ke dalam NKRI pada tahun 1960-an. PT Freeport di Timika
menjadi bukti otentik adanya percaturan konspirasi kepentingan Amerika dan RI itu. PBB
menggadaikan Papua Barat kepada Indonesia demi kepentingan ekonomi, keamanan, dan
politik semata. Dari fakta ini, kami bertanya: “mungkinkah organisasi PBB dibentuk untuk
menjadi jembatan bagi Negara-negara kolonial untuk menguasai tanah air dan merampas
kekayaan alam, serta membasmi masyarakat pribumi dengan sewenang-wenang?”

118
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Setelah Bangsa Papua digadaikan kepada Indonesia, PBB telah membiarkan Papua
Barat dan mendukung Negara Indonesia untuk terus menjajah rakyat pribumi Papua Barat.
Selama ini PBB tidak memberikan sanksi tegas dan keras kepada Negara Indonesia atas
pelanggaran HAM dan kejahatan Negara terhadap orang Papua.
Badan-badan PBB selama ini hanyalah memberikan rekomendasi kepada RI untuk
diperhatikan dan dilaksanakan. Itupun jika ada banyak pihak yang menyoroti kasus-kasus
yang terjadi di Indonesia, termasuk kasus-kasus yang terjadi di tanah Papua. Ternyata RI
tidak dengan sungguh-sungguh melaksanakan rekomendasi-rekomendasi dari badan PBB
itu. Negara Indonesia sebagai salah satu anggota PBB telah gagal melaksanakan prinsip-
prinsip umum dan luhur yang terkandung dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia oleh
PBB dan kovenan-kovenan hukum Internasional lainnya, bahkan juga RI gagal
melaksanakan konstitusi UUD 1945 terkait pasal-pasal yang mengatur tentang Hak Asasi
Manusia.
Kegagalan RI dalam melindungi dan menghormati martabat manusia Papua adalah
juga merupakan kegagalan PBB dalam membina Negara Indonesia sebagai salah satu
anggota resmi PBB. Kami menilai bahwa PBB belum sepenuhnya mewujudkan tanggung
jawab moral dan telah gagal melindungi dan menghormati martabat manusia di Papua
Barat. Karena selama ini PBB membiarkan dan mendukung RI sebagai salah satu anggota
PBB terus menjajah rakyat pribumi Papua.
Kalau Oragnisasi PBB adalah melindungi dan memperjuangkan penegakkan HAM,
maka tentunya bangsa Papua tidak menjadi korban Hak Asasi Manusia yang diusung oleh
PBB. Jikalau PBB memperjuangkan keadilan, maka tentunya bangsa Papua tidak menjadi
korban ketidak-adilan dan PBB pasti melaksanakan tugasnya dengan baik pada waktu
Belanda dan Indonesia bertarung untuk memperebutkan tanah Papua Barat. Jika PBB
menegakkan demokrasi, maka tentunya bangsa Papua tidak menjadi korban demokrasi
yang telah dimanipulasi pada saat Penentuan Pendapat Rakyat Papua pada tahun 1969,
yang cacat hukum, cacat demokrasi dan cacat moral itu.
Jika demikian, badan PBB ini dibentuk untuk apa dan untuk siapa? Kalau organisasi
PBB memiliki kepedulian terhadap darurat kemanusiaan secara terselubung yang
mengerikan yang terjadi di Papua Barat, maka PBB tentunya sudah mulai mengambil
langkah-langkah nyata untuk intervensi kemanusiaan di Tanah Papua. Ataukah PBB sedang
menunggu dan akan intervensi kemanusiaan setelah sebagian besar orang asli Papua
musnah dari negeri leluhurnya? Darurat kemanusiaan model apa yang sedang ditunggu oleh
PBB untuk intervensi?
Perlu kami sampaikan bahwa setiap saat orang Papua mati karena banyak sebab.
Ada yang mati karena diracuni, mati karena ditabrak, mati karena mengkonsumsi minuman
keras yang kadar alkoholnya tinggi yang tidak layak dijual di toko-toko, mati karena
HIV/AIDS, mati karena pelayanan kesehatan yang tidak memadai dan setengah hati, mati
karena gisi buruk, mati karena disiksa, mati karena trouma, mati karena kemiskinan
struktural, mati karena ditembak, diculik dan dibunuh, dan lain sebagainya.

119
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

RI tidak memberikan akses bagi jurnalis asing, pekerja HAM asing, atau lembaga
non pemerintahan asing untuk kunjungi ke tanah Papua Barat, seperti RI tidak memberikan
ijin (akses) kepada pelapor khusus PBB bidang kebebasan ekspresi (Frank LaRue) pada
awal tahun 2013 adalah bukti bahwa di tanah Papua tertutup bagi pihak asing, karena
memang di tanah Papua sedang terjadi darurat kemanusiaan secara terselubung, tetapi
sangat mengerikan. Dan itu sedang mengancam eksistensi hidup orang asli Papua di atas
tanah leluhurnya.
Negara Indonesia menempuh empat pendekatan untuk menghancurkan bangsa
Papua Barat, yaitu pendekatan keamanan, hukum, sosial budaya dan kesejahteraan semu
yang penuh diskriminatif (bias pendatang). Di tanah Papua, ruang demokrasi benar-benar
ditutup dengan berbagai aturan yang akal-akalan dan tidak etis. Banyak aktifis ditangkap
dan dipenjara. Tidak diberi akses bagi orang asli Papua untuk berdemonstrasi atau mimbar
bebas dengan damai. Bahkan aparat Indonesia melarang dan membubarkan ibadah
syukuran di lapangan terbuka yang mau diperingati peristiwa-peristiwa bersejarah bangsa
Papua Barat, seperti terjadi pada 1 Desember 2012 di Lapangan makam almarhum Theys
Hiyo Eluay di Sentani – Jayapura – Papua Barat.
Untuk membendung tekanan masyarakat Internasional atas semua bentuk kejahatan
Negara Indonesia terhadap orang asli Papua dan untuk membendung aspirasi politik Papua
merdeka, maka pada tahun 2001 Negara Indonesia secara sepihak memaksakan
menerapkan Undang-Undang (UU) Otonomi Khusus Papua itu. Dalam implementasinya
UU Otonomi Khusus itu selama 12 tahun sampai 2013, terbukti bahwa sudah gagal total
melindungi dan menghormati serta menegakkan hak-hak dasar orang asli Papua, termasuk
hak hidup dan tidak menjawab hak politik bangsa Papua untuk merdeka penuh.
Kegagalan Otsus Papua ditemukan juga dalam evaluasi implementasi UU Otsus
Papua, yang digelar antara tanggal 25 – 27 Juli 2013 di Hotel Sahid Entrop – Jayapura.
MRP propinsi Papua dan MRP propinsi Papua Barat menfasilitasi sekitar 300 orang asli
Papua untuk ikut evaluasi itu. Dalam evaluasi itu menyatakan bahwa UU Otonomi Khusus
Papua telah gagal, dan merekomendasikan pemerintah Indonesia dan Papua mengadakan
dialog, yang difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral dan dilaksanakan di tempat netral.
UU Otonomi Khusus itu, pada saat ini RI secara sepihak sedang merubah ke dalam
UU Otonomi Khusus plus atau UU Pemerintahan Papua untuk membendung aspirasi
politik Papua merdeka yang sedang menggema di penjuru dunia dan untuk memperpanjang
penjajahan RI di tanah Papua Barat. Orang asli Papua sudah menolak tegas semua
kebijakan paket politik dari RI, termasuk UU Otonomi Khusus plus atau UU Pemerintahan
Papua itu dan bangsa Papua telah meminta merdeka penuh. Karena UU Otonomi Khusus
plus atau UU Pemeritahan Papua yang sedang dipaksakan secara sepihak itu, justru paket
politik itu akan membawa kehancuran dan malapetaka besar bagi eksistensi dan
kelangsungan hidup orang asli Papua di tanah leluhurnya.
Masalah utama Papua Barat bukan soal kesejahteraan semu atau makan minum,
tetapi masalah hak kemerdekaan bangsa Papua Barat yang telah dirampas dan dianeksasi ke
dalam NKRI pada tahun 1960-an, bangsa Papua menolak dan akan tetap menolak terhadap

120
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

semua kebijakan paket politik dari RI yang akan mau diterapkan di Tanah Papua.
Walaupun aksi penolakan Papua dipandang tidak berarti, bangsa Papua Barat akan berjuang
sampai RI dan Negara di dunia serta PBB mengakui kemerdekaan bangsa Papua Barat.
Dilihat dari kasat mata, di tanah Papua itu tenang-tenang saja, tetapi arus bawah
operasi militer secara terselubung sangat kuat dan kencang (tenang-tenang
menghanyutkan), seperti kali yang terlihat tenang, tetapi di bawahnya arus air sangat kuat
dan kencang. Tidak ada ruang gerak bagi aktifis HAM karena setiap saat di pantau oleh
mata-mata Indonesia, BIN, Polri, TNI, bahkan keluarga dekat tertentu dari aktifis HAM
pun sudah menjadi mata-mata Indonesia, hanya demi memperoleh uang atau barang dan
kekuasaan semata. Sungguh! Ini mengerikan dan menyedihkan.
Semua bentuk pendekatan yang diterapkan di tanah Papua oleh RI, baik pendekatan
keamanan, hukum, sosial budaya dan kesejahteraan yang semu (yang penuh diskriminatif-
bias pendatang) adalah merupakan tindakan RI yang sistematik, terencana dan terukur yang
sudah lama diterapkan oleh RI melalui aparat Indonesia, yang para aktornya adalah TNI
dan Polri serta BIN, BAIS, BAKIN dan kelompok pro NKRI lainnya.
Darurat kemanusiaan terselubung yang sedang terjadi di tanah Papua Barat; itu
akibat dari akar masalah utama yaitu aneksasi kemerdekaan bangsa Papua ke dalam NKRI
pada tahun 1960-an. Akar masalah politik yang telah melahirkan darurat kemanusiaan itu
harus segera ditangani dan diselesaikan oleh semua pihak, khususnya oleh PBB dan
Negara-negara di dunia. Orang Papua dibunuh atas nama menjaga kedaulatan NKRI.
Tindakan membunuh orang Papua dalam rangka „menjaga kedaulatan NKRI‟, menurut
hukum positif di Indonesia dapat dilegalkan. Ini tidak bisa diterima, baik secara hukum
adat, hukum agama, dan hukum positif.
Penjajahan oleh Negara Indonesia di Tanah Papua adalah penjajahan sistematik dan
terencana serta terukur. PBB sebagai organisasi internasional yang memiliki legitimasi dan
pengaruh kuat untuk mengambil langkah-langkah nyata selamatkan bangsa Papua Barat.
Jika darurat kemanusiaan yang amat mengerikan ini dibiarkan oleh PBB dan Negara-negara
di dunia sebagai pelaksana dan penanggung jawab dalam melindungi dan menghormati
HAM, maka diprediksi bahwa orang Papua akan musnah dalam kurung waktu 20-30 tahun
ke depan.
Data-data pendukung bahwa di Tanah Papua sedang terjadi darurat kemanusiaan
terselubung, silahkan anda kunjungi di:
1) “Etnis bangsa Papua sedang musnah” dalam versi bahasa Inggris di web:
www.scoop.co.nz/stories/HL1303/S00152/annihilation-of-indigenous-west-
papuans-challenge-and-hope.htm ;
2) “Bangsa Papua korban konspirasi kepentingan”, silahkan kunjungi dan baca di
web: www.scoop.co.nz/stories/HL11307/S00084/papua-victim-of-conspiracy-of-
interests.htm ; www.papuapost.com/2013/07/8095/# ;
3) PBB sebagai pelindung atau penyalahgunaan HAM”, dalam versi bahasa Indonesia
silahkan Anda kunjungi dan baca di web:
www.tigidoovoice.blogspot.com/2013/03/pbb-sebagai-pelindung-atau-7.html?m=1
121
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

; dalam versi bahasa Inggris silahkan Anda kunjungi dan baca di web:
www.dissidentvoice.org/2013/03/un-as-protector-or-abuser-of-human-rights/ .
Darurat kemanusiaan terselubung yang sistematik terencana dan terukur yang
melanda Papua Barat ini harus diakhiri segera oleh semua pihak yang berhati mulia, untuk
melindungi dan menegakkan martabat manusia di atas segala kepentingan. Untuk itu
melalui tulisan ini, kami menyampaikan bahwa:
1) PBB memiliki tanggung jawab moral dan legal untuk menuntaskan akar masalah
Politik Papua dan masalah-masalah lain di tanah Papua Barat, yang menyebabkan
marginalisasi, diskriminasi, minoritasi orang asli Papua dan darurat kemanusiaan
terselubung dan nyata yang sistematis, terencana dan terukur yang berdampak pada
pemusnahan etnis Papuan secara perlahan-lahan, tetapi pasti (slow moving
genocide);
2) Untuk itu, PBB membentuk sebuah Tim Ad Hoc untuk mengunjungi Tanah Papua
dalam rangka mengumpulkan bukti-bukti akurat darurat kemanusiaan terselubung
dan dampak lainnya;
3) PBB membentuk Tim Intervensi Kemanusiaan untuk Papua Barat;
4) PBB memfasilitasi perundingan antara bangsa Indonesia dan bangsa Papua yang
setara dan tanpa syarat untuk mencari solusi yang menyeluruh, tuntas, adil dan
bermartabat;
5) Negara-negara regional (MSG), Kawasan Afrika, Caribia dan Pasifik (ACP) bersatu
untuk membawa masalah Papua Barat ke dalam mekanisme resmi PBB untuk
mendaftakan Papua Barat ke komite dekolonisasi PBB dan tindak-lanjutnya;
6) Negara-negara dunia dan PBB segera mengakui secara de facto dan de jure
kemerdekaan kedaulatan bangsa dan Negara Papua, 1 Desember 1961; Selanjutnya
PBB mengatur peralihan kekuasaan adminitrasi pemerintahan dari Negara Indonesia
kepada Negara Papua Barat;
7) Jika pengakuan kemerdekaan bangsa Papua Barat secara de jure ini dirasa berat
sekali dan sulit diwujudkan oleh Negara-negara di dunia dan PBB, maka PBB
membentuk badan Ad Hoc untuk memfasilitasi suatu refrendum ulang bagi orang
asli Papua; tetapi sebelumnya keabsahan PEPERA 1969 itu perlu ditinjau kembali
dalam mekanisme Pengadilan Internasional; karena penentuan pendapat rakyat
(PEPERA) yang dilaksanakan pada tahun 1969 itu cacat hukum, cacat demokrasi
dan cacat moral.
Harapan kami bahwa tujuh point di atas dapat diperhatikan dan ditindak-lanjuti oleh
pihak-pihak terkait untuk menegakkan nilai-nilai luhur seperti keadilan, kebenaran,
kejujuran, Hak Asasi Manusia, demokrasi, dan kedamaian dalam rangka menyelamatkan
etnis Papua dari marginalisasi, menoritasi, diskriminasi dan ancaman bahaya pemusnahan
etnis Papua yang merangkak perlahan-lahan, tetapi pasti.

122
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

8. Demokrasi Asli Sebagai Solusi Penyatuan


Bangsa Papua sudah lama menggunakan berbagai metode dan berbagai macam
mekanisme untuk mengembalikan hak kesulungan Papua yang telah dianeksasi oleh RI dan
para sekutunya. Berbagai metode dan mekanisme yang dipakai dalam proses perjuangan
selama ini tidak memberikan jawaban. Kita tidak memanfaatkan metode dan mekanisme
yang Allah sembunyikan di dalam tradisi – budaya dalam suku-suku di Tanah Papua.
Kata Amsal dalam Kitab Suci: “Minumlah air dari kulahmu sendiri, minumlah
air dari sumurmu yang membual” Amsal 5:15. Gerakan „minum air dari sumur sendiri‟
yang dibangun oleh Ketua Umum Sinode Babtis Papua, Pdt Dr. Socratez Sofyan Yoman,
M.A, dan gerakan “Berubah Menjadi Kuat” yang dibangun oleh Ketua Sinode Kingmi
Papua, Pdt Dr. Benny Giay, serta gerakan „tunggu api keluarga‟ yang dibangun oleh
keuskupan Timika, dan gerakan kenabian Gereja dari pemimpin Gereja lain di Tanah Papua
adalah dengan tujuan untuk mensiasati segala sesuatu yang Allah sembunyikan di dalam
dimensi kehidupan manusia Papua, agar itu dijadikan sebagai kekuatan dalam
mengembalikan hak asasi kita, yang dihancurkan dan diabaikan melalui berbagai sandi
operasi terbuka dan tertutup oleh sistem perpolitikan dunia ini. Pesan-pesan propetis Gereja
(suara kenabian) yang sedang dibangun di Tanah Papua mengantar kita memahami
kekuatan-kekuatan luar biasa yang Allah meteraikan dalam diri kita dan dalam tradisi-
budaya Papua. Namun, kita belum menangkap dan memahami makna dari balik gerakan-
gerakan para pemimpin Gereja di tanah Papua ini.
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang tumbuh semakin pesat, membuat kita
melupakan metode dan mekanisme yang Allah berikan kepada para leluhur kita. Mungkin
kita berpikir bahwa kebiasaan-kebiasaan yang dipakai oleh para leluhur adalah sesuatu
yang sudah usang, kuno dan primitif. Pikiran kita dipenuhi dengan berbagai metode dan
mekanisme yang dipakai oleh bangsa-bangsa lain, sehingga selama ini kita menggunakan
metode dan mekanisme dari orang lain. Tetapi metode dan mekanisme yang kita gunakan
selama ini tidak memberikan jalan ke luar untuk mengatasi kompleksitas masalah di tanah
Papua. Pada hal Allah menyembunyikan berbagai metode dan mekanisme untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan hidup dalam komunitas-komunitas suku di Papua.
Mekanisme demokrasi modern yang selama ini diterapkan untuk mempersatukan
bangsa Papua tidak memberikan jalan ke luar. Justru demokrasi modern mencerai-berai
persatuan-kesatuan bangsa Papua. Maka itu, „sudah saatnya kita kembali minum dari sumur
asli yang ada di tanah Papua‟, „saatnya kembali menimba air dari sumur para leluhur
bangsa Papua‟. Tidak ada alasan untuk menolak metode dan mekanisme yang Allah berikan
kepada para leluhur kita. Sudah saatnya kita membangun gerakan besar untuk
memanfaatkan metode dan mekanisme asli, yang di dalamnya terdapat “kekuatan-kekuatan
luar biasa”, yang Allah sembunyikan dalam tradisi-budaya Papua.
Semua yang baik yang Allah sembunyikan dalam budaya pada masing-masing suku
di Tanah Papua adalah untuk kebaikan, bukan untuk mendatangkan malapetaka. Tradisi-
budaya yang mendatangkan malapetaka bagi diri dan sesama manusia harus ditolak, tetapi
tradisi-budaya yang baik yang mendatang kebaikan untuk diri dan sesama manusia, kita

123
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

menerapkannya dalam perjuangan ini, agar penindasan ini segera kita akhiri. Nilai-nilai
baik yang ada dalam budaya kita terapkan. Sudah waktunya kita tinggalkan metode dan
mekanisme modern yang tidak memberi kita kepastian dan jawaban. Mari kita membangun
suatu gerakan besar untuk „kembali meminum air dari sumur para leluhur kita‟.
Metode dan mekanisme penyelesaian masalah Papua kita tempuh melalui
mekanisme demokrasi alamiah, demokrasi asli, demokrasi barapen, demokrasi alternatif.
Pemilihan pemimpin bangsa Papua, baik ditingkat kampung sampai ditingkat pusat kita
menggunakan metode demokrasi asli untuk mengorbitkan pemimpin-pemimpin dari tingkat
kampung sampai pusat yang benar-benar dihendaki oleh Tuhan. Dengan menggunakan
metode dan mekanisme demokrasi asli ini sesungguhnya kita mengembalikan masalah
Papua kepada Allah agar Tuhan berperkara atas masalah Papua.
Tujuan dari metode dan mekanisme ini adalah:
1) Pertama, melalui mekanisme demokrasi alternatif ini, kita mengembalikan
masalah Papua kepada Tuhan. Sikap ini adalah kepasrahan total bangsa Papua
kepada Allah agar Tuhan berperkara atas masalah Papua;
2) Kedua, agar Allah memilih orang yang dikehendaki-Nya untuk memimpin
bangsa Papua keluar dari penjajahan Negara Indonesia dan para sekutunya,
sama seperti Musa diutus Allah untuk memimpin bangsa Israel keluar dari
penjajahan Firaun di Mesir menuju tanah Kanaan yang dijanjikan Allah kepada
moyang bangsa Israel „nabi Abraham‟.
Penerapan metode dan mekanisme demokrasi asli ini sudah pernah menjadi
kesepakatan bersama pada tahun 2011 untuk digunakan dalam pemilihan pemimpin dalam
Kongres III Papua, tetapi ada kekuatan besar yang diseting oleh seorang asing yang datang
menjelang Kongres, dan akhirnya mekanisme demokrasi asli yang telah disepakati itu
digagalkan oleh setingan orang asing melalui pihak-pihak tertentu di Papua. Di belakang
orang asing ini ada kekuatan besar (pihak asing) yang selama ini bekerjasama dengan
Indonesia untuk menguasai tanah dan kekayaan alam Papua, serta memusnahkan etnis
bangsa Papua, melalui berbagai sandi operasi tertutup dan terbuka. Pihak-pihak asing
bersama Indonesia sangat takut kalau kita pakai metode dan mekanisme demokrasi asli
(demokrasi barapen) ini, yang di dalam metode dan mekanisme ini adanya campur tangan
Allah dalam pemilihan pemimpin Papua yang benar-benar dikehendaki oleh Allah. Pihak
asing bersama Indonesia sangat khawatir dan takut kalau kita berhasil menggunakan
metode dan mekanisme demokrasi alternatif (demokrasi asli).
Orang asing tadi dibacking oleh kekuatan besar (pihak asing) yang bekerjasama
dengan Indonesia untuk memantau dan menghancurkan gerakan melalui orang Papua yang
bekerjasama dengan orang asing tadi. Tentang keterlibatan pihak asing yang menyeting
untuk menggagalkan menakisme demokrasi asli dalam Kongres itu, saya diberitahu ketika
saya berada dalam Penjara Abepura pada tahun 2012. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita,
agar ke depan berhati-hati dengan pihak-pihak lain yang mendekati para aktifis Papua.
Kami memastikan bahwa melalui orang asing ini sudah dua kali berhasil
menghancurkan persatuan bangsa Papua, yakni:
124
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

1) Pertama 16 Maret 2006 karena pada hari itu saya melihat orang asing (yang
menamakan dirinya hamba Tuhan) itu ada di depan Uncen Abepura sedang
mengambil video pada saat pihak kepolisian sedang bergerak maju untuk
membubarkan massa demo secara paksa;
2) Kedua Kongres III Papua, 17-19 Oktober 2011, karena orang asing tadi sudah ada di
Jayapura pada awal bulan Oktober 2011 menjelang Kongres III Papua digelar.
Bersama dengan kelompok tertentu, dia melakukan permufakatan dan menyiapkan
pemimpin secara terpisah di pantai pasir II, 10 Oktober 2011 untuk menggagalkan
mekanisme demokrasi asli dalam pemilihan pemimpin bangsa Papua.
Kesimpulannya adalah Negara Indonesia dan pihak-pihak asing paling takut kalau
bangsa Papua menggunakan metode dan mekanisme demokrasi asli, untuk itu melalui
orang asing tadi dipasang untuk menggagalkan metode dan mekanisme demokrasi asli
untuk pemilihan pemimpin bangsa Papua yang dikehendaki Allah. Sekarang, tergantung
orang asli Papua, khususnya para pejuang bangsa Papua, baik yang ada di dalam negeri
maupun yang ada di luar negeri:
1) Apakah mau menggunakan metode dan mekanisme demokrasi asli – ala Papua
untuk memilih pemimpin bangsa Papua yang dikehendaki Allah, yang mana metode
dan mekanisme yang sedang ditakuti oleh RI dan pihak asing ini?
2) Atau mau terus menggunakan demokrasi modern-ala Amerika, atau demokrasi
musyawarah untuk mufakat – ala Indonesia untuk memilih pemimpin bangsa Papua
yang dikehendaki oleh manusia?
Jikalau kita benar-benar menghendaki untuk mengakhiri penindasan ini, maka kami
menawarkan metode dan mekanisme demokrasi asli (demokrasi barapen) ini digunakan
untuk memilih Pemimpin Bangsa Papua yang dikehendaki Tuhan, agar dengan tangan
kuatnya Tuhan membawa ke luar bangsa Papua menuju ke alam kemerdekaan – „Papua
baru‟. Jikalau kita memilih untuk menunda dan memperpanjang penindasan ini, maka
silahkan saja kita menggunakan mekanisme demokrasi modern ala Amerika Serikat dan
demokrasi musyarawarah untuk mufakat- ala Indonesia. Adalah hak warga asli Papua untuk
memilih salah satu dari dua opsi demokrasi ini untuk diterapkan di Tanah Papua dalam
perjuangan ini dan juga setelah Papua merdeka.

9. Solusi Akhir Harus Lahir


Masalah Papua adalah bara api dalam dunia, karena bara api itu diciptakan oleh
dunia, dalam hal ini pihak-pihak yang telah menganeksasikan bangsa Papua ke dalam
NKRI melalui “traktat perjanjian” 15 Agustus 1962 di New York, yang diikuti dengan
invasi militer RI yang didukung penuh para sekutunya. Maka itu, pihak-pihak yang terlibat
penuh dalam perpolitikan Papua masa lalu, seperti Indonesia, Belanda, Amerika, Roma,
Inggris, Australia, dan PBB serta para sekutu lainnya harus bertanggung jawab untuk
memadamkan api yang membara di Tanah Papua. Selama dunia belum memahami masalah
kemanusiaan di tanah Papua dengan hati nurani yang murni, maka selama itu pula krisis
kemanusiaan yang mengerikan terus terjadi di atas tanah Papua. “Di ufuk Timur ada
125
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

matahari, di Timur ada harapan, tapi di situ masih ada hati nurani kemanusiaan yang
terluka. Menyelami hati nurani, hanya bisa dilakukan dengan hati nurani, bukan
dengan hentakan lars dan laras”, kata hati Alm. Agus. A. Alua.
Banyak orang Papua telah berkorban, bahkan sampai kehilangan nyawa mereka
untuk memperjuangkan nasib bangsa Papua yang diabaikan selama ini oleh dunia. Dunia
tidak memahami derita bangsa Papua, dunia tidak mengerti jeritan bangsa Papua. Kata hati
almarhum Agus A. Alua di atas ini adalah kata kunci: “menyelami hati nurani, hanya bisa
dilakukan dengan hati nurani, bukan dengan hentakan lars dan laras”.
Banyak orang asli Papua hilang lenyap (mati) lantaran suara hati nurani orang
Papua tidak diselami dengan hati nurani. Suara hati nurani orang Papua ditanggapi dengan
kekerasan demi kekerasan. Spiral kekerasan ini tak ada ujung pangkalnya, artinya
kekerasan yang satu melahirkan kekerasan berikutnya. Bukan hanya Papua saja yang
korban, sesungguhnya Indonesia juga sedang berkorban untuk Papua. Tetapi pengorbanan
dari pihak Papua berbeda tujuannya dengan pengorbanan dari Indonesia. Pihak Papua
berkorban untuk melepaskan diri dari penjajahan Negara Indonesia dan para sekutunya;
sedangkan pihak Indonesia berkorban untuk mempertahankan Papua dalam bingkai NKRI.
Keduanya mempunyai pengorbanan dengan tujuan dan kepentingan yang berbeda-
beda. Memang Indonesia mengorbankan uang bermiliyaran rupiah untuk membangun tanah
Papua. Tetapi pembangunan Indonesia di Tanah Papua untuk siapa? Bukankah untuk orang
migran (pendatang –amber? Karena masyarakat pendatang inilah yang menguasai pusat-
pusat ekonomi dan juga aspek kehidupan lainnya, kondisi ini menurut Pdt. Dr. Benny Giay:
“pembangunan Indonesia di Tanah Papua adalah bias pendatang”. Buktinya orang asli
Papua menjadi miskin di atas tanah leluhurnya, angka kemiskinan di Tanah Papua menjadi
uratan teratas dari daerah lain di Indonesia, yakni 27 %. Dan pemberdayaan sumber daya
manusia di Papua jauh dari harapan, sumber ideks Papua dari sisi SDM menunjukkan
angka terendah dengan daerah lain di Indonesia.
Uang yang Indonesia pakai untuk membangun Tanah Papua yang bias pendatang itu
didapat dari hasil eksploitasi Sumber Daya Alam di Tanah Papua. Karena itu, kami
simpulkan bahwa tidak ada pengorbanan dari Indonesia untuk membangun Papua yang
penuh diskriminatif ini. Justru sebaliknya Tanah Papua berkonstribusi besar melalui hasil
Eksploitasi Sumber Daya Alam Papua untuk pembangunan Indonesia pada umumnya, dan
Jawa pada khususnya. Karena itu, tidak ada dalih dari Indonesia untuk mempertahankan
Papua dengan alasan Indonesia mengkucurkan danah besar untuk bangun Papua.
Pembangunan Indonesia di Tanah Papua adalah pembangunan memarginalisasikan,
meminorisasi, membuat orang Papua tersisih, penghancuran alam Papua dan pembangunan
pemusnahan warga asli dari tanah leluhurnya. Demi mempertahankan tanah leluhurnya,
bangsa Papua mengalami korban di atas korban. Sementara itu dari pihak Indonesia untuk
merampaskan kekayaan alam Papua dan menguasai tanah Papua, pemilik hak kesulungan
“orang Papua" ditumpas, ditindas, dipenjara, diculik, dibunuh, ditembak, diintimidasi,
diperkosa, diperbudak, dianiaya, dan lain sebagainya.

126
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

RI bilang UU OTSUS Papua solusi final. Tetapi terbukti bahwa UU OTSUS Jilid II
tidak mampu menghentikan api dan tidak mampu menghentikan darah, artinya alokasi dana
OTSUS Papua untuk periode pertama akan berakhir pada tahun 2021, tetapi OTSUS itu
tidak mampu menyelesaikan segala permasalahan di Tanah Papua, justru menambah
banyak masalah di era OTSUS Papua. Setelah UU OTSUS Papua jilid II gagal, Pemerintah
Pusat bersama Propinsi Papua dan Papua Barat mendorong UU OTSUS Plus, tetapi UU
OTSUS Plus ini pasti tidak akan mampu selesaikan akar masalah politik dan masalah
ketidak-adilan yang mengakibatkan orang asli Papua tersisih, diskriminatif, dimarginalkan,
diminoritasi dan pembantaian orang Papua yang sedang menuju pemusnahan etnis
merangkak perlahan-lahan.
Papua sedang memikul beban berat untuk membebaskan diri dari segala bentuk
penindasan. Maka itu, Papua membutuhkan solidaritas Internasional yang menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan untuk merapatkan barisan menekan RI agar melahirkan
solusi akhir yang sifatnya menyeluruh, tuntas, yang lebih adil dan bermanusiawi. Dengan
solusi akhir itu dipastikan untuk mengkhiri segala bentuk penindasan yang terjadi selama
ini di tanah Papua oleh Negara Indonesia dan para sekutunya.
Perjuangan bangsa Papua selama ini adalah untuk menentukan nasib masa depan
bangsanya. Penentuan nasib sendiri ditempuh dengan: pertama, melalui deklarasi manifesto
yang sudah dilakukan oleh bangsa Papua pada 1961; atau kedua, melalui refrendum ulang.
Untuk penyelesaian masalah Papua, dua jalan ini terbuka lebar. Tergantung mana yang
dipilih. Keduanya memiliki sejarahnya masing-masing di Tanah Papua.
Menurut kami solusi akhir yang bersifat menyeluruh, tuntas, lebih adil, dan lebih
bermanusiawi adalah mengembalikan hak kesulungan bangsa Papua yang telah dianeksasi
melalui traktat perjanjian dan invasi militer. Artinya mengakui kemerdekaan dan
kedaulatan bangsa Papua 1 Desember 1961. Tentang ini, dalam resolusi Kongres II Papua
2000 telah mendeklarasikannya kembali bahwa “Bangsa Papua telah berdaulat sebagai
sebuah Bangsa dan Negara, sejak 1 Desember 1961”. Soekarno pernah mengakui adanya
sebuah „Negara Papua‟ dalam maklumat TRIKORA pada 19 Desember 1961. Maka tidak
salahnya, bangsa Indonesia dengan jiwa besar menegaskan kembali pengakuan presiden
Soekarno itu dalam suatu forum resmi dengan dilandasi semangat 1945 bahwa
“kemerdekaan ialah hak segala bangsa, maka kemerdekaan itu hak bangsa Papua juga”.
Bangsa-bangsa di seluruh dunia, khususnya Indonesia, Belanda, Amerika Serikat,
Roma, Inggris, Australia dan PBB sebagai para pihak yang mengorbankan masa depan
bangsa Papua, sudah waktunya mengambil langkah-langkah kongkrit untuk menyelesaikan
sengketa masalah Papua dengan jalan mengembalikan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa
Papua yang dinyatakan dalam MANIFESTO, pada 19 Oktober 1961 yang diumumkan
secara resmi pada tanggal 1 Desember 1961.
Berikut ini kami mengutip pragraf penutup dari Manifesto Bangsa Papua dalam
Kongres I Papua yang difasilitasi oleh Komite Nasional Papua: “Dengan manifest ini kami
mengundang semua penduduk jang mentjintai tanah air dan bangsa kita Papua
menjetudjui Manifest ini dan mempertahankannja, oleh karena inilah satu-satunja

127
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

dasar kemerdekaan bagi kita bangsa Papua”. Hasil manifesto itu diumumkan secara
resmi pada 1 Desember 1961, ditandai dengan pengibaran bendera Bintang Fajar.
Tiga hari sebelum hasil manifesto itu diumumkan, menteri luar negeri Belanda, Dr.
Joseph Luns mengajukan beberapa usulan sebagai usaha dekolonisasi atas wilayah
Nederlands Nieuw Guinea (Papua Belanda) dalam Sidang Umum PBB, pada 28 November
1961, antara lain: 1) Harus ada jaminan tentang penentuan nasib sendiri bagi orang Papua;
2) Harus ada kesediaan sampai terbentuknya pemerintahan dengan persetujuan
Internasional; 3) Sehubungan dengan kesediaan tersebut juga akan diberikan kedaulatan; 4)
Belanda juga akan terus membiayai perkembangan masyarakat ke taraf yang lebih tinggi.
Sesungguhnya dengan langkah yang ditempuh oleh “Luns itu sebenarnya keinginan
Belanda adalah kemerdekaan bangsa Papua harus diakui secara de jure melalui sidang
Umum PBB, tetapi rencana tersebut digagalkan oleh pemerintah Amerika dan Indonesia.
Pada saat itu Irian (Papua) telah merdeka secara de facto, tetapi belum pernah diakui secara
de jure oleh Negara manapun kecuali Belanda dan Australia. Presiden Soekarno juga
mengakuinya secara de jure bahwa adanya Negara Papua, tetapi ia nyatakan akan bubarkan
Negara itu dalam maklumat Trikoranya, 19 Desember 1961. Tetapi usul Luns itu diterima
PBB dan diagendakan dalam sidang umum PBB pada bulan November 1961, maka tidak
menutup kemungkinan kemerdekaan Papua diakui secara de facto maupun de jure”76.
Walaupun sekian banyak deklarasi atau proklamasi dinyatakan oleh orang Papua
dalam berbagai kesempatan dalam sejarah perjuangan ini, akan tetapi, kami lebih memilih
tanggal 1 Desember 1961 sebagai hari kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Papua.
Mengapa? Pertama, Alasan mendasarnya adalah bahwa tanggal 1 Desember 1961 selama
ini diterima oleh semua komponen bangsa Papua sebagai hari kemerdekaan dan kedaulatan
bangsa Papua, maka setiap tahun 1 Desember dirayakan oleh bangsa Papua, baik di dalam
negeri Papua, maupun kota-kota studi di Indonesia serta di luar negeri; Kedua, Tanggal 1
Desember 1961 sebagai “roh atau spirit” yang menggerakkan bangsa Papua untuk
berjuang menggapai cita-cita luhur bangsa Papua.
Tentu kami sangat menghargai deklarasi atau proklamasi lain yang dinyatakan
dalam proses perjuangan kemerdekaan selama ini. Ini semua akan tercatat dalam lembaran
sejarah perjuangan bangsa Papua. Pengembalian hak kesulungan bangsa Papua adalah
solusi final, menyeluruh, tuntas, adil dan bermanusiawi; mengingat “bara api” Papua
berawal dari aneksasi kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua ke dalam NKRI secara
sepihak oleh Indonesia, Belanda, Amerika, Roma, Inggris, Australia dan PBB, tanpa
melibatkan bangsa Papua dalam keseluruhan proses aneksasi itu. Dengan demikian, melalui
pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Papua ini akan memadamkan bara api yang
selama ini menghanguskan tananan hidup bangsa Papua, yang membakar Indonesia bahkan
dunia Internasional dan menghentikan darah yang terus menetes di tanah Papua.
Kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Papua adalah kemerdekaan dan
kedaulatan bangsa Indonesia, juga dunia Internasional. Karena masalah Papua
adalah masalah Indonesia, dan juga masalah dunia Internasional. Kedamaian Papua

76
Decki. Op.Cit. hal. 220
128
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

adalah kedamaian Indonesia dan dunia internasional karena masalah Papua menjadi
duri dalam daging, yang telah membuat hidup kita terasa terganggu. Juga kebebasan
Papua adalah kebebasan Indonesia dan dunia Internasional karena dengan masalah
Papua kita semua terpenjara dalam berbagai gejolak kepentingan.
Jika bangsa-bangsa dunia terasa berat untuk pengakuan kemerdekaan dan
kedaulatan bangsa Papua 1 Desember 1961, maka jalan penyelesaian masalah Papua
melalui refrendum ulang dapat ditempuh. Tetapi masalahnya adalah: Pertama, Refrendum
ulang tidak dapat dipastikan sebagai jalan untuk penyelesaian masalah Papua secara
menyeluruh, tuntas, adil dan bermanusiawi. Mengapa? Karena kita belum bisa memastikan
hasil akhir dari refrendum ini jika obsi ini dipilih. Apakah bangsa Papua akan keluar
sebagai pemenang, atau keluar sebagai kekalahan? Jika refrendum ulang itu dimenangkan
oleh bangsa Papua, maka dari situlah kita katakan refrendum itu solusi final yang tuntus,
menyeluruh, adil, demokratis, dan bermanusiawi; Kedua, sebaliknya, jika refrendum ulang
itu mengalami kekalahan, maka refrendum ulang itu bukan sebagai solusi final untuk
menyelesaikan kompleksitas masalah Papua. Jika bangsa Papua mengalami kekalahan
melalui refrendum, maka selamanya bangsa Papua akan bersama Indonesia sampai Yesus
datang ke dua kali ke dunia ini. Kecuali Tanah Papua direbut melalui revolusi total, artinya
perang terbuka.
Maka itu, masyarakat dunia, khususnya orang asli Papua yang sedang berjuang ini
harus membaca peta politik dengan baik. Kita harus membaca strategi terselubung yang
sedang dilakukan oleh Indonesia dan para sekutunya di tanah Papua, khususnya pada akhir-
akhir ini Indonesia sedang buat apa di Tanah Papua. Tuhan memberi hikmat kepada kita,
karena itu hikmat dari Tuhan itu digunakan dengan baik untuk membawa keluar bangsa
Papua dari segala macam penindasan ini.
Pertarungan NKRI harga mati versus Papua Merdeka harga Mati, lebih tepatnya
pertarungan Ideologi Pancasila dan Ideologi Mabruk telah melahirkan berbagai macam
tragedi kemanusiaan. Perjuangan bangsa Papua adalah untuk menegakkan harga diri bangsa
yang telah dianeksasi ke dalam NKRI melalui invasi militer dan traktat perjanjian New
York. Dasar hukum perjuangan bangsa Papua adalah: “penentuan nasib sendiri adalah hak
segala bangsa” yang dijamin Hukum Internasional, seperti tertulis dalam mukadimah UUD
1945 “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, maka penjajahan
di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusian dan peri
keadilan”.
Tujuan perjuangan bangsa Papua adalah: 1) Mengembalikan kemerdekaan
kedaulatan bangsa Papua yang telah dianeksasi melalui invasi militer dan invasi politik
(traktat perjanjian); 2) Menyelamatkan bangsa Papua dari minoritasi, diskriminasi,
marginalisasi dan ancaman kepunahan etnis yang sedang merangkak perlahan-lahan (slow
moving genocide); 3) Membangun Papua tanah damai-sejahtera; 4) Membangun kerja
sama dalam segala bidang kemanusiaan dengan bangsa-bangsa lain di dunia; 5) Ikut
memelihara perdamaian dunia.

129
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

RI mempertahankan Tanah Papua melalui berbagai macam operasi militer dan


operasi politik hanya karena kepentingan ekonomi di tanah Papua. Dasar dan tujuan
perjuangan Indonesia untuk mempertahankan Papua adalah „hanya kepentingan ekonomi
itu‟. Tidak ada dasar hukum bagi Indonesia mempertahankan kekuasaannya di Tanah
Papua; resolusi 2504 tentang PEPERA 1969 itu hanya dicacat saja, tidak disahkan oleh
PBB, karena tidak mencapai kuarum 2/3 suara dalam sidang Umum PBB, mengingat
adanya pertentangan keras dari 15 Negara di benua Afrika dan Caribia yang mendukung
Papua dalam sidang tahunan PBB ke 24, 19 November 1969. PBB sendiri sudah
mengetahui berbagai bentuk pelanggaran serius yang dilakukan oleh Indonesia dalam
keseluruhan proses persiapan sampai pelaksanaan PEPERA (dari 1 Mei 1963 sampai
puncak PEPERA 1969).
“Dalam sidang tahunan PBB itu, Indonesia dinilai tidak jujur dan tidak adil
dalam melaksanakan refrendum dan tidak sesuai dengan kesepakatan New York (15
Agustus 1962). Setelah perdebatan panjang, diadakanlah voting, namun tidak mencapai
kuarum 2/3 suara. Akhirnya sidang menyepakati bahwa PEPERA harus diulang, namun
Menteri luar negeri Indonesia Adam Malik menolak dengan alasan tidak ada dana. Dari
penolakan itu muncul apa yang kemudian disebut „Nota Diplomatik‟ dan dimuat dalam
resolusi PBB 2504 (XXIV) yang mencatat hasil PEPERA tersebut. Isi nota diplomatik itu
adalah PBB hanya mencacat bahwa pernah dilakukan semacam pemilu di Irian Barat
atau dibekas wilayah koloni Belanda”.77
Penegakkan keadilan yang sedang diperjuangkan oleh orang Papua adalah
untuk menegakkan kembali kemerdekaan bangsa Papua sebagai hak kesulungan
bangsa Papua yang telah dianeksasi. Ingat kami tidak minta keadilan di bidang
pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lain sebagainya.
Indonesia dan sekutunya selama ini kasi obat yang salah untuk tangani masalah
Papua. Biarpun RI dan sekutunya mencairkan jutaan triliun rupiah untuk bangun
Papua, tetapi masalah Papua tidak akan pernah diselesaikan dengan pembangunan di
segala bidang kehidupan. Karena perjuangan bangsa Papua bukan berjuang untuk
meminta penegakan keadilan dalam pembangunan di segala bidang, tetapi orang
Papua berjuang untuk menegakkan keadilan dalam menegakkan hak kemerdekaan
bangsa Papua sebagai hak kesulungan bangsa Papua yang telah dianeksasi ke dalam
NKRI. Itulah obat yang paling tepat dan ampuh untuk mengobati luka batin (ingatan
penderitaan) memoria passionis) bangsa Papua.
Selama ini warga asli Papua menikmati buah penindasan, buah kepahitan, buah
pembungkaman, buah diskriminasi, buah penculikan, buah pembunuhan, buah ketidak-
adilan, buah minoritasi, buah manipulasi, buah pemusnahan etnis, buah pemenjaraan, dan
lain sebagainya. Segala bentuk kepahitan hidup ini kami sudah mengalaminya selama 57
tahun bersama RI. Sudah saatnya Indonesia dan para sekutunya dengan berjiwa besar
meminta maaf kepada bangsa Papua atas segala bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia,
termasuk perampasan hak asasi politik, yang dilakukan kepada bangsa Papua dengan jalan
mencabut resolusi 2504 itu; selanjutnya memberikan kesempatan kepada bangsa Papua,
77
Dimuat dalam ‘Republika’, 12 Oktober 1998, halaman 9 dikutip oleh Decki Natalis Pigai, Op. Cit. hal. 282
130
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

melalui pengakuan kemerdekaan kedaualatan Papua secara de facto dan de jure, untuk
menikmati buah dari kebebasan, buah dari kemerdekaan, buah dari kedamaian, buah dari
demokrasi, buah dari keadilan dan buah dari kebenaran itu.
Kami berpendapat bahwa Indonesia sudah membalas kepada bangsa Papua atas
segala macam penjajahan yang dialaminya selama Belanda dan Jepang menjajah Indonesia.
Bangsa Papua tidak membalas semua bentuk penindasan ini kepada siapapun, karena
pembalasan ada di tangan Allah; kami memandang semuanya ini sebagai harga yang
harus kami bayar untuk sebuah kebebasan, untuk sebuah kemerdekaan, untuk sebuah
keadilan, untuk sebuah kedamaian dan akhirnya untuk penegakkan sebuah HARGA
DIRI. Ternyata untuk menegakkan semuanya ini harus melalui pengorbanan yang tiada
tara.
Semua yang kami bangsa Papua rasakan selama ini, RI juga pernah mengalaminya
ketika RI dijajah oleh Belanda dan Jepang. Kami juga manusia ciptaan Tuhan, sama seperti
saudara-saudari yang berada di Indonesia dan di belahan dunia lainnya, yang punya
perasaan dan kehendak, yang memiliki Hak Asasi yang sama sebagai manusia ciptaan
Allah. Kami juga ingin bebas dari semua belenggu penjajahan ini, ingin menghirup udara
merdeka, ingin hidup damai, menikmati sedikit apa yang Tuhan sediakan di atas tanah
leluhur kami, dan akhirnya ingin menegakkan HARGA DIRI kami sebagai manusia ciptaan
Allah sama seperti saudara-saudari yang sudah merdeka di belahan dunia lainnya.
Terkait dengan maraknya demonstrasi aspirasi Papua merdeka, wartawan
ANTEVE, pada jumat, 24 Juli 1998 di Jakarta mewawancarai mantan presiden Repulik
Indonesia, Soeharto. Dalam wawancara itu, Soeharto mengatakan: “Irian Jaya masuk
dalam pembinaan saya (- Soeharto), sekarang kalau mau merdeka sendiri silahkan,
jangan ditahan karena sumber daya orang Irian mampu sekali”78. Mantan presiden RI
Soeharto akhirnya menyadari bahwa sudah saatnya bangsa Papua diberi kesempatan untuk
merdeka penuh, setelah puluhan tahun Papua berada di bawah pemerintahan tangan besi.
Tetapi kesadaran Soeharto sudah terlambat. Ia tidak pernah memikirkan bahwa masa
kejayaannya akan berakhir dengan tidak terhormat. Namun, demikian kesadaran mantan
presiden Soeharto terkait dengan Papua dan pernyataannya itu adalah nasehat bagi RI untuk
memikirkan dan memahami dinamika hidup orang asli Papua, dalam hal ini etnis bangsa
Papua yang sedang menjadi minoritas dan menuju ke ambang kepunahan etnis.
Bangsa yang beradab adalah bangsa yang menghargai kehidupan sesama warganya;
bangsa yang beradab adalah bangsa yang menghargai kehidupan bangsa lain. Kita bukan
hidup di zaman tempo dulu: „siapa yang kuat ia menang memangsa sesamanya‟, janganlah
kita mewariskan perilaku „manusia adalah serigala bagi sesama‟; „kita bukan hidup di
zaman bar-bar‟. Hukum karma (hukum Tabur-Tuai) sedang menanti RI dan para sekutunya.
Sebelum terlambat, RI dan para sekutunya segera mengambil langkah kongkrit untuk
menyelesaikan kompleksitas masalah Papua, dalam hal ini mengembalikan hak kesulungan
bangsa Papua yang telah dianeksasi. Ingat penyesalan itu selalu datang kemudian!

78
Ibid. hal. 317
131
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Malapetaka besar sedang menanti bangsa Indonesia dan para sekutunya,


warning (peringatan dini) bagi Indonesia dan para sekutunya sudah dan sedang
terjadi. Sebelum terlambat, DALAM NAMA TUHAN ALLAH pencipta langit dan
bumi serta segala isinya, Allah moyang bangsa Israel, yang juga adalah Allah moyang
bangsa Papua: „kami mengharapkan adanya kesadaran dari Negara bangsa
Indonesia dan para sekutunya atas segala bentuk pelanggaran HAM terhadap warga
asli Papua yang terjadi selama 57 tahun (1963-2020), dan dengan demikian perlu
adanya kemauan baik dari Negara Indonesia dan para sekutunya untuk mengakhiri
semua bentuk pelanggaran HAM di tanah ini, dengan jalan „pengakuan kemerdekaan
kedaulatan bangsa Papua, 1 Desember 1961‟ secara de facto dan de jure‟.

10. Kesimpulan dan Saran


10.1. Kesimpulan
Aneksasi Papua ke dalam NKRI termotivasi oleh kepentingan ekonomi, politik dan
alasan keamanan di kawasan Asia Pasifik dari pengaruh komunis. Yang utama dan
terutama adalah KEPENTINGAN EKONOMI di Tanah Papua menjadi daya tariknya,
sehingga kekuatan-kekuatan dunia berlomba-lomba menancapkan kukunya di tanah ini.
Bara aneksasi di Tanah Papua telah dan sedang menghancurkan tatanan hidup bangsa
Papua. Bara aneksasi tahap pertama berawal dari maklumat Trikora, 19 Desember 1961,
kemudian penanda-tanganan perjanjian secara sepihak antara Belanda dan Indonesia pada
15 Agustus 1962 di New York, disusul dengan penyerahan adminitratif pemerintahan
Papua dari kekuasaan Belanda ke UNTEA 1 Oktober 1962, dilanjutkan dengan penyerahan
perwalian adminitrasi Papua dari UNTEA kepada Indonesia pada 1 Mei 1963, hingga
puncaknya Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) pada tahun 1969 yang cacat hukum,
cacat moral dan cacat demokrasi. Bara aneksasi itu berlanjut ke aneksasi tahap kedua
melalui paket politik jilid I melalui „Otonomi Daerah‟ pada tahun 1969 hingga 20 Oktober
2001, dan lanjut ke bara aneksasi tahap ketiga melalui paket politik Jilid II UU Otonomi
Khusus Papua dari tanggal 21 Oktober 2001 hingga kini sampai UU OTSUS Papua itu akan
dicabut oleh pembuat Undang-undang (presiden dan DPR RI) ; atau sampai Undang-
undang OTSUS itu secara otomatis akan berhenti setelah mengalami „perubahan besar atas
status politik bangsa Papua dengan campur tangan Tuhan Allah‟.
UU OTSUS Papua jilid II adalah produk manusia yang dikuasai nafsu untuk
menguasai segalanya di Tanah Papua, tetapi UU OTSUS itu bersifat fana dan relatif. Tidak
ada yang abadi dan tidak ada yang mutlak (absolute) di dunia ini. Yang ada di dunia ini
adalah bersifat sementara dan relatif. „UU OTSUS Papua Jilid II BUKAN segalanya‟. Yang
segalanya, kekal dan mutlak (absolute) adalah Tuhan Allah dan firman-Nya. Ada „awal‟
dan ada pula „akhir‟. Pandanglah Tuhan Allah kita yang empunya segalanya; yakinlah pada
janji-janji-Nya, karena Tuhan Allah itu setia dalam menepati janji-janji-Nya; dan milikilah
kebenaran firman-Nya yang kekal dan mutlak yang memerdekakan kita. Bersama Tuhan
Allah, kita PASTI akan meraih „revolusi kemenangan Iman‟ indah pada waktu-Nya.

132
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

10.2. Saran dan Rekomendasi

a) Saran dan Rekomendasi Untuk RI dan PBB


Dalam pembukaan UUD 1945 tertulis: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu
ialah hak segala bangsa, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”. Maka itu di sini kami tegaskan lagi:
„bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak bangsa Papua juga, karena itu
penjajahan Negara Indonesia atas bangsa Papua harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan‟. Selama ini RI selalu mengatakan bahwa
dalam sistem perundang-undangan Indonesia tidak mengatur terkait pemberian
kemerdekaan secara politik bagi suatu wilayah dalam NKRI yang ingin memisahkan diri.
Padahal dalam pembukaan UUD 1945 sudah menjamin „kemerdekaan bagi suatu bangsa
itu‟. RI sudah melanggar konstitusinya sendiri. Pelanggaran yang dilakukan oleh Indonesia
dan para sekutunya itu berawal dari aneksasi kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua ke
dalam NKRI secara sepihak, dan pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat Papua pada
tahun 1969 yang cacat hukum, cacat moral dan cacat demokrasi.
Sesungguhnya perjuangan bangsa Papua untuk berdaulat penuh TIDAK
merongrong keutuhan NKRI, karena bangsa Papua sudah menyatakan diri merdeka secara
bertahap sejak 19 Oktober 1961 oleh Komite Nasional Papua (KNP) dalam Kongres I
Bangsa Papua, selanjutnya atas restu baginda ratu Kerajaan Belanda, secara resmi
diumumkan dalam suatu perayaan akbar, 1 Desember 1961 yang disaksikan oleh
perwakilan pemerintah Belanda dan Australia. Naskah deklrasi KNP itu terlampir dalam
bab I buku ini.
Setelah bangsa Papua dianeksasi ke dalam NKRI pada tahun 1960-an, negara
Indonesia menerapkan “UU Otonomi Daerah” bagi Papua sejak 1969 s/d 2001. Sejak
aspirasi politik Papua merdeka menguat, negara Indonesia memberlakukan UU OTSUS
Papua pada tanggal 21 Oktober 2001 dengan tujuan untuk mempertahankan penjajahan dan
membendung perjuangan kemerdekaan bangsa Papua.
Selama 19 tahun (2001-2020) sudah terbukti bahwa OTSUS Papua menjadi senjata
ampuh untuk memarginalisasi, meminoritasi, mendiskriminasi dan mengancam hak hidup
Orang Asli Papua, bahkan etnis Papua sedang terancam musnah perlahan-lahan (slow
moving genocide), maka UU OTSUS Papua yang dipandang oleh RI dan para sekutunya
sebagai „win-win solution‟ itu tidak relevan dan tidak efektif untuk dipertahankan lagi,
maka RI dan para sekutunya HARUS MENINJAU KEMBALI UU OTSUS Papua dan
HARUS DICABUT DEMI KEADILAN UNTUK KEMANUSIAAN dan PERDAMAIAN
DUNIA. Karena apapun kebijakan RI untuk membangun Papua sudah terbukti gagal dan
akan terus gagal, dan ini hanya memperpanjang penindasan terhadap rakyat bangsa Papua.
Bangsa Papua juga meminta negara-negara pendonor untuk „STOP‟ mendukung
penindasan RI terhadap bangsa Papua melalui donor dana OTSUS. Sudah saatnya negara-
negara di dunia yang tergabung dalam forum PBB mengambil langkah-langkah kongkrit
untuk memutuskan mata rantai kejahatan kemanusian Neraga Indonesia kepada bangsa
Papua.
133
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Banyak pihak belum memahami tujuan perjuangan bangsa Papua. Adapula yang
memahami dengan baik, tetapi seolah-seolah tidak tahu, bahkan mereka memanfaatkan isu
Papua merdeka untuk meningkatkan kerja sama dengan RI demi kepentingan ekonomi.
Papua berjuang bukan untuk meminta pembangunan apapun dari Indonesia, tetapi rakyat
bangsa Papua berjuang untuk menegakkan dan memulihkan kembali kemerdekaan
kedaulatan bangsa Papua, 1 Desember 1961. Selama RI dan para sekutunya (PBB) belum
mengakui kemerdekaan bangsa Papua, maka selama itu pula bangsa Papua akan terus
berjuang, dan selama itu pula banyak orang korban berjatuhan.
Untuk mengakhiri penjajahan ini, sudah saatnya RI dan para sekutunya dengan
berjiwa besar mengakui semua pelanggaran HAM di masa lalunya terhadap rakyat bangsa
Papua; dan selanjutnya mengakui kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua 1 Desember 1961
secara de facto dan de jure, atau jika opsi pengakuan dirasa berat, maka dapat menempuh
opsi refrendum ulang demi „penegakkan martabat manusia‟ dan „perdamaian‟ dunia.

b) Saran dan Rekomendasi Untuk Pemerintah Daerah Papua


Salah satu langkah efektif yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dalam
rangka mengembalikan UU OTSUS Papua ke pemerintah pusat adalah „menolak dana
OTSUS Papua‟. Tentang hal ini pada tahun 2016 gubernur propinsi Papua (Bapak Lukas
Enembe) pernah mengancam pemerintah pusat bahwa akan menolak dana OTSUS Papua.
Menurutnya langkah ini akan diambil setelah mendapat persetujuan dari para bupati di
Tanah Papua. Kata gubernur bahwa hal ini akan dilakukan lantaran pemerintah pusat selalu
menuduh pejabat di tanah Papua menyelewengkan dana OTSUS Papua. Padahal menurut
Bapak Lukas bahwa besaran dana OTSUS 100 milyar tidak cukup untuk membangun
Papua yang medannya rumit, beliau mencontohkan dana kecil ini cukup membangun dua
proyek jembatan di pengunungan Tengah Papua,‟ Rabu 17 Februari 2016.79
Sesungguhnya pemerintah daerah, baik eksekutif dan legislatif serta MRP tidak
memiliki kewenangan untuk mengusulkan UU OTSUS Papua untuk direvisi tanpa adanya
usulan atau aspirasi dari masyarakat, dalam hal ini orang asli Papua. Dalam UU OTSUS
Papua pasal 77 mengatur tentang hal itu. Tetapi perlu diketahui bahwa dari awal mayoritas
orang asli Papua telah menolak UU OTSUS Papua, hanya segelintir orang „berwajah
Papua berhati Indo‟ yang disebut Papua Indonesia (Papindo) yang menghendaki UU
OTSUS Papua diberlakukan di Tanah Papua.
Yang berhak mengusulkan UU OTSUS Papua untuk direvisi adalah MRP dan
DPRP setelah mendengar usulan atau aspirasi dari orang asli Papua yang tersebar dalam
tujuh wilayah adat. Maka itu, kedua gubernur dan para bupati di tanah Papua tidak
memiliki kewenangan untuk mengusulkan revisi UU OTSUS Papua; dan juga MRP, MRPB
serta DPRP dan DPRD Papua Barat tidak memiliki kewenangan untuk mengusulkan UU
OTSUS direvisi tanpa adanya aspirasi atau usulan dari orang asli Papua.
Di sini yang menjadi masalah adalah bahwa para kelompok kepentingan, seperti
barisan merah putih, dll yang adalah antek Jakarta selalu memanfaatkan kesempatan

79
www.detik.com.
134
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

mengatas-namakan orang asli Papua mendorong pemerintah untuk menerapkan sesuatu


atau menerima paket politik tertentu yang bertolak belakang dengan kemauan mayoritas
orang asli Papua.
Untuk itu, MRP, DPRP, MRPB dan DPRD Papua Barat, serta kedua gubernur di
Tanah Papua untuk TIDAK MELAKUKAN KESALAHAN yang sama dalam mendorong
dan mengawal revisi terbatas yang dikehendaki oleh pemerintah pusat. MRP, DPRP,
MRPB dan DPRD Papua Barat HARUS MENDENGAR KEMAUAN mayoritas orang asli
Papua. Melalui tulisan ini, kami sekali lagi mengingatkan bahwa JANGAN
MENGULANGI KESALAHAN YANG SAMA. Karena rakyat bangsa Papua sudah
menolak dan sudah berkali-kali mengembalikan UU OTSUS Papua ke Jakarta dalam
kemasan peti. UU OTSUS Papua sudah menjadi almarhum, hanya segelintir orang asli
Papua yang ada di dalam sistem dan di luar sistem yang masih mempertahankan bangkai
UU OTSUS Papua. Kami telah mengikuti semua komentar dari para pejabat publik orang
asli Papua dalam berbagai media publik. Para pejabat ini bukan berbicara untuk
mengembalikan UU OTSUS Papua ke Jakarta, tetapi berusaha untuk mempertahankannya
dengan target tertentu. Kami menyimpulkan bahwa target para pejabat publik Papua hanya
dua yakni meminta kewenangan lebih dari Jakarta dan menambah dana OTSUS Papua.
Adakah segelintir orang asli Papua masih percaya dengan NKRI sehingga sedang
memperjuangkan revisi UU OTSUS Papua untuk meminta kewenangan lebih? Ingatlah,
sudah 19 tahun UU OTSUS diberlakukan di Tanah Papua, tetapi Pemerintah pusat tidak
memberikan kewenangan apapun segaimana tercantum dalam UU itu. Bangsa Papua sudah
ditipu oleh Jakarta dalam paket politik OTSUS, tetapi masih ada segelintir orang Papua
dalam sistem dan di luar sistem masih menginginkan kewenangan lebih. Kewenangan-
kewenangan yang sudah ada dalam UU OTSUS saja sudah tidak dikasih, terus sekarang
segelintir orang asli Papua mau meminta kewenangan lebih lagi? Ini ironis memang!
Kami berharap dan bahkan kami tegaskan bahwa DPRP, MRP, DPRD Papua Barat
dan MRPB serta kedua gubernur harus mempu membedakan: mana kelompok-kelompok
kepentingan yang diperalat atau didorong oleh pemerintah pusat untuk mengatas-namakan
orang asli Papua mengusulkan revisi UU OTSUS Papua yang sudah menjadi almarhum itu;
dan mana kelompok-kelompok yang benar-benar mengawal kemauan murni mayoritas
orang asli Papua untuk memutuskan mata rantai penjajahan Indonesia dan para sekutunya.
Para elit di seluruh Tanah Papua, baik yang ada di propinsi Papua maupun di Papua
Barat serta di luar Papua HARUS MAMPU MENAGKAP ISI HATI mayoritas rakyat
bangsa Papua yang selama ini menjadi korban kepentingan politik dan ekonomi dari RI dan
para sekutunya. Allah melengkapi kita dengan „akal budi‟ sebagai „pusat daya berpikir‟ dan
„hati nurani‟ sebagai „pusat daya timbang‟. Para elit politik, khususnya orang asli Papua
mengunakan akal budi dan hati nurani yang murni untuk berpikir dan menimbang akan
keselamatan bangsa Papua yang sedang termarginalisasi, terminoritasi, tersisih dan
terancam hak hidupnya, bahkan terancam musnah dari tanah leluhurnya. Allah
menciptakan bangsa Papua bukan untuk menjadi minoritas, tersisih, termarginalisasi
dan bahkan musnah dari tanah leluhurnya. Allah punya maksud yang besar dan

135
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

luhur (mulia) menciptakan tanah Papua dan menempatkan orang asli Papua di atas
negeri yang berbentuk seperti binatang raksasa ini.

Pulau Papua sama seperti burung Cenderawasih raksasa atau burung Kasuari
raksasa atau Kangguru raksasa. Para elit dan para kelompok kepentingan, khususnya orang
asli Papua harusnya menangkap maksud Allah di balik penciptaan Tanah Papua seperti
hewan raksasa yang sedang tertidur ini. Burung cenderawasih adalah burung terindah dan
paling unik yang hanya dimiliki dan ada di pulau Papua; dan burung kasuari memiliki
karakter tubuh yang sangat kuat dan kemampuan berlari yang paling cepat; serta Kangguru
memiliki karakter yang khas dan punya rongga di bawah perut untuk membawa anaknya.
Allah punya rencana yang luar biasa dengan pulau Papua dari Raja Ampat sampai Samarai.
Pulau Papua bagaikan hewan raksasa ini berada dalam rencana Allah menjelang
akhir zaman. Pada waktunya, Allah akan membangunkan binatang raksasa yang sedang
tertidur pulas ini. Maka itu, baik orang asli Papua dalam sistem maupun di luar sistem
„MARI KITA BERSATU MENYAMBUT RENCANA ALLAH YANG LUAR BIASA
UNTUK BANGSA PAPUA‟. „Persatuan kita adalah kekuatan kita untuk menegakkan dan
memulihkan kembali kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua, 1 Desember 1961‟.
c) Saran dan Rekomendasi Untuk Bangsa Papua
NKRI bukan segalanya. UU OTSUS Papua bukan segalanya. Aneksasi Papua dalam
NKRI 1 Mei 1963 belum final. PEPERA 1969 cacat hukum, moral dan demokrasi. UU
OTSUS Papua bukan solusi final. Kemerdekaan suatu bangsa adalah HAK MUTLAK.
Bangsa Papua TIDAK merongrong keutuhan NKRI. Justru RI bersama para sekutunya
telah MENCAPLOK kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua (1 Desember 1961) ke dalam
NKRI, yang aneksasinya diawali dengan maklumat TRIKORA oleh presiden Soekarno,
pada 19 Desember 1961 diikuti invasi militer dan politik. Maka itu, sudah saatnya semua
orang asli Papua, baik yang ada dalam sistem maupun di luar sistem pemerintahan, baik
orang Papua pendukung merah putih maupun pendukung bintang fajar, baik yang kaya
maupun yang miskin, baik yang lemah maupun kuat, baik yang tua maupun yang muda,
baik laki-laki maupun perempuan bangsa Papua MARILAH BERSATU dan menyatakan
TIDAK UNTUK OTONOMI KHUSUS; Selanjutnya menyatakan YA UNTUK
KEMERDEKAAN BANGSA PAPUA.
Untuk itu, bangsa Papua harus REKONSOLIDASI dan REKONSILIASI
BERSATU untuk mengawal proses politik Papua yang dari sisi kwalitas semakin
meningkat di luar negeri yang dimotori oleh ULMWP atas campur tangan Tuhan Allah.
Yakinlah bahwa atas bantuan Tuhan Allah, bangsa Papua PASTI akan meraih „REVOLUSI
KEMENANGAN IMAN‟ indah pada waktu-Nya. Yesus bersabda: „Apa yang tidak
mungkin bagi manusia, mungkin bagi Allah‟ (Injil Lukas 18:27).

136
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Pro dan kontra antara pendukung Papua merdeka dan pendukung NKRI telah
mewarnai perjalanan sejarah berdarah bangsa Papua. Hanya demi „sepiring nasi‟ atau
sebatang „rokok‟ segelintir orang asli Papua tertentu telah memilih jalan yang salah untuk
mendukung NKRI. Mendukung NKRI dengan cara „mengkhianati‟ perjuangan luhur
bangsa Papua adalah perbuatan yang tidak terpuji, karena mendukung NKRI berarti
mendukung penjajahan perbudakan terhadap bangsa Papua. Mendukung penjajahan
perbudakan berarti perbuatan jahat. Perbuatan jahat berarti dosa. Kata rasul Paulus: “Upah
dosa ialah maut, tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal di dalam Kristus, Tuhan
kita” (Roma 6:23).
Segelintir orang asli Papua tertentu yang mendukung penjajahan ini dikategorikan
„sudah murtad‟ artinya „menyangkal jati dirinya sebagai orang asli Papua ras Melanesia.
Adalah lebih baik „berwajah Papua berhati Papua‟, dari pada „berwajah Papua berhati
Indo‟. Janganlah memberi hatimu kepada sesuatu yang menghancurkan jiwa ragamu,
keluargamu dan bangsamu Papua. Adalah lebih baik mempertahankan keaslian ke-PAPUA-
an, dari pada mencangkok sesuatu yang asing dalam tubuhmu yang dapat membawanya
kepada kehancuran diri dan sesama bangsamu Papua.
Karena itu, kami mengajak Saudara-Saudari Papua tertentu yang masih
bersekongkol dengan RI untuk mempertahankan penjajahan perbudakan, yang sudah
„murtad‟: BERTOBATLAH sementara masih diberi waktu yaitu „kasih Karunia‟ dari Allah
untuk „pengampunan‟. Berpalinglah Saudara-Saudariku Papua ke jalan yang benar sebelum
terlambat, karena waktu Tuhan untuk menyelamatkan bangsa Papua akan berlalu cepat
pada „kairos‟ Tuhan. Rencana dan ketetapan Allah serta janji-janji-Nya itu „YA‟ dan
„AMIN‟. Pasti digenapi indah pada waktu Tuhan, bukan pada waktu manusia. Manusia bisa
merencanakan apapun dalam kehidupan ini, tetapi Tuhanlah yang menentukan. Siapakah
manusia di dunia ini yang dapat membatalkan rencana dan ketetapan Allah untuk Papua?

d) Saran dan Rekomendasi Untuk Solidaritas Internasional


Dukungan Anda semua di manapun berada, baik secara langsung maupun tidak
langsung bagi perjuangan bangsa Papua adalah bukti dari „solidaritas‟ bagi „kemanusiaan‟
untuk melawan segala bentuk kejahatan kemanusiaan, baik yang nyata maupun terselubung
oleh RI dan para sekutunya. Tujuannya adalah untuk menegakkan martabat manusia Papua
di atas segala kepentingan.
Kami memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya bagi Anda semua di mana saja
berada. Teruslah bersuara bagi kami bangsa Papua demi penegakkan keadilan untuk
menegakkan dan memulihkan kembali Kemerdekaan Kedaulatan bangsa Papua (1
Desember 1961) sebagai hak kesulungan bangsa Papua yang telah dianeksasi ke dalam
NKRI. Opsi pengakuan kemerdekaan bangsa Papua ini harus ditempuh untuk penyelesaian
akar permasalahan „status politik Papua (distorsi sejarah politik Papua) yang telah
melahirkan segala bentuk kejahatan kemanusiaan, yang berdampak pada terancamnya hak
hidup orang asli Papua. Jika opsi pengakuan kemerdekaan bangsa Papua secara de facto
dan de jure ini dirasa berat, maka opsi refrendum ulang dapat ditempuh.

137
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

e) Kita harus akhiri penindasan ini


Mata rantai kejahatan kemanusiaan oleh RI terhadap orang asli Papua akan terputus
ketika „bangsa Papua merdeka secara politik‟. „Papua berdaulat secara politik‟ adalah „pintu
masuk‟ untuk mengakhiri penjajahan perbudakan ini. „Kunci‟ untuk „membuka pintu‟ itu
adalah „Pengakuan Kemerdekaan Papua secara de facto dan de jure‟ sebagai opsi pertama;
dan Opsi kedua adalah „Refrendum Ulang‟, (jika refrendum itu menang, maka kuncinya
tepat, jika kalah, maka kuncinya tidak tepat).
Jika „dua kunci‟ ini: „pengakuan kemerdekaan Papua secara de facto dan de jure‟,
atau „refrendum ulang bagi Papua‟ yang kewenangannya berada di dalam forum
„Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)‟ ini TIDAK TERGERAK HATINYA untuk membuka
„pintu gerbang kemerdekaan kedaulatan bagi bangsa Papua‟ untuk selamatkan etnis Papua
yang hak hidupnya sedang terancam musnah ini, maka bangsa Papua masih memiliki
„KUNCI CADANGAN‟ yang disebut „KUNCI SERBAGUNA‟ yang terbuat dari emas
tulen. „KUNCI EMAS‟ yang disebut „kunci serbaguna‟ itu termeterai abadi dan berada di
tangan Tuhan Allah. Pada waktu-Nya, dengan „kunci emas‟ itu akan membuka “Pintu
Gerbang di ufuk Timur‟ untuk menggenapi janji-janji Tuhan kepada hamba-hamba-Nya
melalui nubuatan (penglihatan dan melalui Roh Kudus) demi menyelamatkan sisa-sisa
Papua dari kekejaman dunia ini.
Satu pertanyaan refleksi buat OAP: „Masih adakah orang asli Papua percaya kepada
NKRI?‟ Camkanlah bahwa „tak ada masa depan Papua dalam NKRI‟. Hanyalah
makhluk hidup yang tak punya perasaan dan tak punya akal budilah yang dapat bertahan
hidup dalam sistem tirani Firaun Indonesia yang bobrok ini. Sebaliknya, „PAPUA dalam
TUHAN ada masa depan yang indah‟. Maka itu, bangsa Papua harus „Rekonsolidasi‟ dan
„Rekonsiliasi‟ bersatu dalam Tuhan untuk selamatkan masa depan BANGSA PAPUA dari
ancaman kepunahan etnis Papua.
Akhirnya, dalam nama Elohim (Tuhan) moyang bangsa Israel, yang juga Elohim
(Tuhan) moyang bangsa Papua, serta Tuhan moyang segala bangsa, kami menyatakan
dengan tegas bahwa:
1) „PEMBEBASAN MANUSIA‟ dari segala bentuk tirani penindasan adalah
KEHARUSAN‟;
2) MENYELAMATKAN JIWA-JIWA dari belenggu tirani penindasan adalah
HUKUM yang TERTINGGI;
3) „BELAS KASIH‟ adalah „HUKUM yang TERUTAMA‟;
4) Menegakkan KEBENARAN dan KEADILAN adalah JALAN menuju DAMAI
SEJAHTERA;
5) Segala bentuk TIRANI PENINDASAN ini HARUS DIAKHIRI oleh semua umat
manusia di dunia; termasuk penindasan dan perbudakan dalam berbagai bentuk
terhadap bangsa Papua harus diakhiri demi keadilan dan kemanusiaan;
6) Karena TAAT pada „HUKUM KASIH‟ dan TAAT pada nilai-nilai luhur „HAM‟
yang dijunjung tinggi (hukum positif, agama dan norma adat);
7) Semuanya ini dilakukan hanya untuk „KEMULIAAN NAMA TUHAN‟.

138
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Lampiran: Gambar – Gambar Bersejarah80

Foto Benteng Fort du Bus (24 Agustus 1828)

Peta Pembagian Wilayah oleh Belanda, Inggris dan Jerman

Peta PBB 1946 Wilayah Tak Berpemerintahan Sendiri


(Warna Hijau adalah wilayah yang belum berpemerintahan sendiri)

Foto Kantor Nieuw Guinea Raad (Kantor Parlemen Papua)

Foto Anggota Niuew Guinea Raad (Anggota Parlemen Papua)

80
Gambar-gambar ini diambil dari sebuah tulisan Sdr. John Anari dalam Makalahnya: Analisis Penyebab
Konflik Papua dan Solusinya secara hukum Internasional.

139
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Foto Batalion Kasuari di Arfai I, Manokwari Naikan Bendera Bintang Fajar

Foto Presiden John F. Kennedy dan Mr. Ellsworth Bunker (aktor utama aneksasi Papua)

Foto Tahanan Warga Asli Papua oleh TNI AD di Ifar Gunung sebelum PEPERA 1969

Gambar Mata Uang Irian Barat Rupiah (IB, Rp) tahun 1963-1966

Foto Komandan Operasi Khusus, Ali Murtopo


(Murtopo katakan: “kami tidak mencintai orang Papua, kami hanya mencintai tanah dan
kekayaan alam Papua; jika orang Papua mau merdeka, kami akan beritahu Amerika
untuk bawa orang Papua ke bulan”

140
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Daftar Pustaka

I. Buku
1. Alua, A. Agus, (2002), Kongres Papua 2000, Jayapura: Sekertariat Dewan
Presidium Dewan Papua dan Biro Penelitian STFT “Fajar Timur” .
2. Asso, Mazmur, (2012), Lahir dan Hidup Dalam Budaya Kekerasan, Jayapura:
Deiyai.
3. Bobii, Selpius, (2013), Hukum Makar: „Anti Demokrasi dan Hak Asasi Manusia‟,
Jayapura: Wirewit Study Centre.
4. Droog Lever, P. J., Prof., Tindakan Pilihan Bebas, Papua dan Penentuan Nasib
Sendiri.
5. Ensklopedi Indonesia, Edisi Khusus Jilid I.
6. Giay, Benny, Pdt, et al., (penyunting), (2018), Surat-Surat Gembala, Jayapura:
Forum Kerja Oikumenis Gereja Papua.
7. MRP; Keputusan Kultural Majelis Rakyat Papua tentang Kebijakan Khusus dalam
rangka Keberpihakan, Perlindungan dan Pemberdayaan orang asli Papua.
8. Pigai, Decki Natalis, BIK, (2000), Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik Politik
di Papua, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
9. Raweyai, T.H. Yorris, (2002), Mengapa Papua Ingin Merdeka.
10. Yoman, Socratez Sofyan, Pdt.,(2011), Gereja dan Politik di Tanah Papua,
Jayapura: Cenderawasih Press.
11. Kambai Yafet, dkk (editor); Perlawanan Kaki Telanjang: 25 Tahun Gerakan
Masyarakat Sipil di Papua; Foker LSM Papua.
12. Kitab Suci

II. Buletin – Makalah – Artikel – Surat Kabar


1. John Anari S.Kom, Analisis Penyebab Konflik Papua dan Solusinya Secara Hukum
Internasional, Jayapura, 9 Oktober 2008. .
2. Forkorus Yaboisembut, S.Pd, „Surat Peninjauan Hukum „Judicial Review‟‟,
Jayapura, 8 November 2019.
3. www.majalahbaliem.wordpress.com
4. www.satuharapan.com
5. http://siradel.blogspot.com
6. www.m.facebook.com//sektor//knpb Wamena Barat SP 13 Timika
7. www.suarapapua.com// Yan Christian Warinusi, Keputusan PBB soal Papua tidak
mengikat, Jokowi diminta Dialog.
8. www.detik.com
9. www.dpr.go.id
10. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) on line.
11. Kamus Wikipedia on line.
12. Data-data pelanggaran HAM di tanah Papua.

141
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

13. www.facebook.com, group Merah Putih


14. www.oborkeadilan.com
15. www.beritaaktual.com
16. www.databoks.katadata.co.id
17. www.jitunews.com
18. www.jubi.co.id
19. Gubernur Lukas Enembe, m.facebook.com, http:west papua, trans 7.
20. Peristiwa-peristiwa berdarah di Papua dari berbagai sumber.

III. Wawancara/ Diskusi


1. Sdr. Benny Hisage, 25 Januari 2020 di Asrama Tunas Harapan - Jayapura;
2. Sdr. Christianus Dogopia, Minggu, 12 Juli 2020 di Aula Asrama Tauboria -
Jayapura;
3. Sdr. Marthen Goo, Minggu, 19 Juli 2020.

142
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bagian Dua

Pembuktian Di Hadapan Allah


& Sistem Teo-sosiokrasi Papua

Selpius Bobii

Wirewit Study Centre

143
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Motto
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai budaya bangsanya”
“Minumlah air dari kulahmu sendiri, minumlah air dari sumurmu yang membual”
(Amsal 5:15)
“Di mana ada iman – (keyakinan) disertai pengharapan kepada Tuhan, di situ Tuhan hadir untuk
menyatakan kuasa-Nya”
“Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan”
(Lukas 18: 27)

Persembahan:
Buku ini dipersembahkan kepada bangsa Papua sebagai bukti kecintaanku kepada tanah air dan warga
bangsa Papua hanya untuk kemuliaan nama Tuhan.
Kerinduanmu adalah kerinduanku, deritamu adalah deritaku, bebanmu adalah bebanku,
tangisanmu adalah tangisanku, doamu adalah doaku, imanmu adalah imanku, kasihmu adalah kasihku,
keyakinanmu adalah keyakinanku, harapanmu adalah harapanku.
Harapan untuk bebas, bebas dan bebas dari tirani ini.
Dikau dan aku senasib dan sepenanggungan:
Apa yang dikau alami, aku juga alami; apa yang dikau rasakan; aku juga merasakannya;
selama dikau teraniaya, akupun teraniaya;
Ketika dikau bebas, aku juga „kan bebas; BEBAS bersama negeri ini untuk selama-lamanya.
(Selpius Bobii, 11 Maret 2020)

144
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Prakata
„Syukur bagi-Mu Tuhan, Kau beri Tanah ku, Kau beri rajin juga sampaikan maksud-Mu‟

P
ertama-tama saya memanjatkan puji dan syukur kepada Allah Tritunggal, atas
rahmat, bimbingan dan pertolongan-Nya, kita diperkenankan oleh Allah untuk
berziarah menggapai masa depan bangsa Papua yang penuh misteri, namun penuh
pengharapan; dan atas bimbingannya pula kami dapat menggali mutiara yang terpendam
dalam kekhasan budaya Papua yang kami beri judul: “Pembuktian di Hadapan Allah dan
Teo-sosiokrasi Papua”.
Mekanisme alternatif ini digali dari tradisi rakyat bangsa Papua dan dirumuskan
sedemikian rupa oleh penulis dalam rangka memecahkan kompleksitas permasalahan di
Tanah Papua yang mengancam keberlangsungan hidup bangsa Papua; dan lebih dari itu
meletakkan peradaban bangsa Papua di atas tiga hukum dasar yakni: hukum Adat, hukum
Agama dan hukum positif berdasarkan sistem„Teososiokrasi‟.
Penggunaan demokrasi alternatif ini berawal dari pertemuan para pimpinan gerakan
di tingkat pemuda dan mahasiswa Papua pada bulan Juni 2011 di Aula Sang Surya Padang
Bulan – Jayapura – Papua. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa mekanisme demokrasi
alamiah digunakan dalam Kongres III Papua untuk pemilihan pemimpin pemersatu bangsa
Papua. Setelah kami sosialisasikan mekanisme ini ke berbagai lapisan warga bangsa Papua,
mendapat dukungan dan persetujuan dari semua kalangan, baik akademisi, birokrasi, LSM,
Gereja, Pemuda, Mahasiswa dan di tingkat basis massa rakyat asli Papua.
Untuk mengaktulisasikan mekanisme ini dan sebagai pertanggung-jawaban kami
kepada bangsa Papua serta kepada masyarakat Internasional, maka kami melakukan
penelitian yang hasilnya terangkum dalam buku ini. Kajian ini dapat terampung atas
dukungan dari orang-orang yang baik hati, baik dukungan materi maupun moril; kepada
mereka, kami menyampaikan terima kasih atas dukungannya dalam proses penelitian,
penulisan dan percetakan hingga pendistribusian buku ini.
Wirewit Study Centre berusaha menggali dan mengembangkan „makenisme
alternatif‟ ini agar dapat dijadikan sebagai sebuah metode resolusi konflik; dan juga sebagai
mekanisme demokrasi alternatif yang dapat diterapkan dalam kelangsungan hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Penulis menyadari bahwa kajian ini jauh dari
kesempurnaan, maka dibutuhkan kritikan dan masukan yang konstruktif dari para pembaca
demi penyempurnaan mekanisme ini. Penelitian ini adalah sebuah rintisan dan buku ini
adalah „pengantar‟ untuk selanjutnya diperkaya dengan penelitian-penelitian yang jauh
lebih ilmiah oleh kaum intelektual Papua, dari Papua dan untuk Papua, bahkan untuk dunia.
Akhirnya, dalam nama Allah Tritunggal, penulis mempersembahkan buku ini ke publik
untuk dipahami, dihayati dan diterapkan dengan harapan suatu perubahan positif yang
mengembirakan terjadi di tanah Papua, hanya untuk kemuliaan nama Tuhan.

Port Numbay, 1 Oktober 2011


Penulis
Selpius Bobii

145
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bab I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

B
erkembangnya peradaban suatu bangsa membutuhkan proses. Untuk itu,
dibutuhkan kaum visioner yang mampu melakukan terobosan dalam berbagai
bidang kehidupan manusia. Kemajuan peradaban suatu bangsa sangat ditentukan
dari latar belakang budaya, praktek ekonomi, pendidikan, sosial, politik, religi, letak
ekologis, geografis, dan lain sebagainya.
Peradaban dunia kuno yang dikatakan sebagai „bangsa termaju‟ adalah „peradaban
Timur Tengah‟ pada abad 2.500 sebelum masehi di mana mulai mengenal tradisi tulis
menulis dengan pola yang sangat sederhana. Pada zaman inilah struktur kemasyarakatan
dari kesukuan menjadi sistem Kerajaan mulai dibangun. Timur Tengah sebagai pencetus
peradaban manusia kuno dengan membuka sekolah-sekolah.
Mula-mula sekolah-sekolah yang didirikannya bertujuan untuk mempersiapkan
orang yang mampu berkomunikasih dalam berdiplomasi, baik di dalam maupun luar negeri;
serta disiapkan pegawai-pegawai di Istana raja, entah menjadi panitera, sekertaris, imam,
hakim, dan nabi di istana raja. Pengaruh Timur Tengah ini berdampak juga ke Israel sejak
raja Daud berkuasa. Baik Timur Tengah kuno dan Israel mendirikan sekolah-sekolah agar
dipersiapkan tenaga-tenaga profesional yang nantinya dipekerjakan di istana raja, bahkan
menjadi diplomat di luar negeri.
Kemajuan itu terjadi karena dilatar-belakangi oleh tradisi tulis-menulis. Budaya
tulis-menulis inilah yang melahirkan banyak filsuf, pertama-tama muncul di Yunani.
Seiring dengan perputaran waktu, peradaban manusia mulai berkembang ke pelosok planet
bumi. Kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang berkembang pesat, akibat
pengaruh para pemikir kuno di Timur Tengah. Keingin-tahuan manusia mulai meningkat,
maka para pemikir bertanya dan terus bertanya sambil mencari hakekat yang paling hakiki,
sambil mencari solusi-solusi alternatif untuk menjawab permasalahan yang dihadapi umat
manusia; dan ini dilakukan untuk menjawab kebutuhan manusia dalam kelangsungan
hidup, baik individu, keluarga, komunitas tertentu dan bahkan Negara bangsa.
Keingin-tahuan yang didukung oleh budaya tulis-menulis memacu ilmu
pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat. Kemajuan-kemajuan itu telah
mengantar manusia melahirkan berbagai hal yang sederhana sampai hal-hal yang
spektakuler di berbagai bidang kehidupan manusia. Perkembangan peradaban suatu bangsa
yang kemudian mendirikan suatu Negara ditentukan oleh tokoh-tokoh visioner yang
mampu melahirkan perbagai hal-hal yang baru. Cina yang dikenal sebagai pengusaha kelas
dunia, justru dipacuh oleh latar-belakang peradaban budaya, ekonomi, politik, geografis
dan lain sebagainya.
Makin meningkatnya perkembangan ilmu dan teknologi, seiring dengan makin
meningkatnya pula berbagai tantangan zaman. Berbagai konflik laten, konflik terbuka dan

146
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

masalah realitas sosial makin menjamur dalam kehidupan umat manusia, baik individu
dengan individu, indvidu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, golongan dengan
pemerintah, atau bangsa tertentu dengan Negara, atau Negara dengan Negara lain.
Latar belakang konflik-konflik ini disebabkan karena adanya perbedaan
kepentingan, perbedaan pandangan, dan juga terjadi karena tidak terpenuhinya suatu
harapan, yang berdampak pada pelanggaran nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh
umat manusia di planet bumi ini.
Kata orang bijak, „masalah dibuat oleh manusia, maka manusialah yang dapat
menyelesaikannya‟. Untuk menyelesaikan suatu persoalan membutuhkan suatu metode dan
cara tertentu. Metode yang lasim digunakan adalah mekanisme demokrasi dan hukum. Ada
masalah tertentu yang dapat diselesaikan melalui musyawarah bersama, yang sering
dikatakan “para-para adat”, dan cara lain dengan voting (pemungutan suara). Ada pula
masalah diselesaikan melalui jalur hukum positif, atau menempuh jalur hukum Agama.
Dalam kehidupan masyarakat di masa lalu, kita sering mendengar dan membaca,
bahkan menjumpai begitu banyak metode dan cara yang digunakan untuk mengantisipasi
dan mengatasi konflik. Metode dan cara penanganan konflik sangat berfariasi dan
sederhana, tetapi metode itu tepat dan terukur serta tuntas. Komunitas manusia tertentu itu
mengunakan metode dan cara sederhana yang menurut mereka anggap baik dan tepat;
sementara komunitas manusia lain mengunakan metode dan cara sederhana yang lain pula.
Pada hakekatnya metode dan cara yang ditemukannya itu digunakan untuk
mengatasi suatu konflik atau menjawab kebutuhan hidupnya. Tentu diakui bahwa sekalipun
metode dan cara yang digunakan pada masa lalu oleh para moyong sangat sederhana, tetapi
sesungguhnya bagi mereka metode dan cara yang digunakan itu amat membantu mereka
dalam mengatasi konflik dan menjawab kebutuhan hidupnya.
Dewasa ini kita juga mengenal banyak metode dan cara penanganan konflik.
Sesungguhnya metode dan cara yang digunakan itu digali dan dikembangkan dari metode
dan cara yang sudah dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat secara turun-temurun
(moyang) secara sederhana. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi,
lahirlah berbagai metode dan cara untuk mengatasi masalah antar pribadi, antar keluarga,
lintas budaya, lintas agama, dan bahkan lintas Negara bangsa (kawasan maupun global).
Metode dan cara yang sering digunakan dalam resolusi konflik dewasa ini adalah
mengedepankan mekanisme demokrasi dan julur hukum, serta pendekatan budaya (adat)
dan agama. Tak dapat dipungkiri bahwa metode yang digunakan tidak bebas hambatan dan
tidak bebas perjuangan. Setiap metode dan cara yang digunakan memiliki kelemahan,
namun sesungguhnya kelemahan itu bisa diatasi oleh manusia. Walaupun demikian, sering
terjadi bahwa metode dan cara yang amat tepat itu dimainkan atau dikendalikan oleh
manusia tertentu hanya untuk mencapai kepentingan tertentu. Sesungguhnya konflik itu
dapat diatasi dengan amat mudah, namun dipersulit, diperhambat, dan direkayasa oleh
manusia yang tidak menjunjung tinggi nilai-nilai universal, yakni keadilan, kebenaran,
kejujuran, demokrasi, Hak Asasi Manusia, solidaritas, kedamaian, dll..

147
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

2. Perumusan Masalah
Masalah yang digali dalam penelitian ini adalah:
1) Adakah mekanisme yang digunakan oleh masyarakat pribumi Papua untuk
memecahkan persoalan rumit yang dihadapinya?
2) Bagaimana perbandingan model pembuktian tradisional dan pembuktian hukum
positif dalam perkara Pidana dan Perdata?
3) Apa saja model-model demokrasi yang dipraktekkan oleh masyarakat Internasional
dari zaman ke zaman?
4) Apakah mekanisme pembuktian tradisonal ini dapat dikembangkan menjadi suatu
mekanisme demokrasi alternatif dan dapat diterapkan dalam proses hukum perkara
Pidana dan Perdata?

3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan adalah:
1) Mengetahui mekanisme yang digunakan oleh masyarakat pribumi Papua dalam
memecahkan persoalan dan pemilihan pemimpin tradisional;
2) Mengetahui mekanisme yang digunakan dalam pembuktian di hadapan Allah dan
pemilihan pemimpin menurut Alkitabiah;
3) Menampilkan perbandingan model pembuktian hukum positif, tradisional dan
Alkitabiah;
4) Menggali dan merumuskan suatu metode pembuktian hukum dalam perkara pidana
dan perdata alternatif;
5) Menggambarkan bentuk-bentuk demokrasi yang dipraktekkan oleh masyarakat
Internasional dari zaman purbakala sampai zaman post modern ini;
6) Menampilkan perbandingan mekanisme demokrasi modern versus Demokrasi Asli;
7) Mengetahui kekuatan dan kelemahan Demokrasi Modern versus Demokrasi Asli;
8) Menggali dan merumuskan suatu mekanisme demokrasi alternatif.

4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menpunyai dua kegunaan, antara lain:
1) Kegunaan Teoritas: sebagai masukan dan konstribusi dalam upaya pengembangan
pengetahuan, terutama menyangkut mekanisme pembuktian hukum acara pidana-
perdata dan demokrasi, serta resolusi konflik. Disamping itu sebagai bahan
pembanding bagi penelitian dalam bidang yang sama pada masa yang akan datang;
2) Kegunaan Praktis: Sebagai masukan bagi masyarakat untuk mengetahui dan
memperdalam pemahaman mekanisme pembuktian hukum pidana-perdata dan
demokrasi. Dan lebih khusus menawarkan mekanisme pembuktian hukum alternatif
yang dapat digunakan dalam resolusi konflik, baik konflik horizontal maupun
vertikal, konflik antar golongan, antar bangsa, dan juga masalah realitas sosial biasa.

148
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Juga menawarkan demokrasi alternatif (sistem Teososiokrasi) dalam


penyelenggaraan pemerintahan Negara bangsa.

5. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan lima pendekatan, yaitu:
metode survey, metode interview (wawancara), metode observasi (pengamatan), metode
partisipasi dan penelitian pustaka.

6. Metode Penulisan
Pendekatan penulisan dalam karya tulis ini adalah menggunakan metode kualitatif-
komparatif.

7. Metode Analisis
Analisis data dilakukan dengan motode analisis kualitatif komparatif.

8. Pokok Penelitian dan Pembahasan


Penelitian ini diuraikan dalam sepuluh bab, yakni: bab pendahuluan sebagai
pembukaan dan bab penutup, serta delapan bab isi. Bab pertama berisi latar belakang dan
gambaran umum mengenai penelitian ini. Bab kedua penulis menggali dan merumuskan
mekanisme pembuktian tradisional yang digunakan oleh masyarakat pribumi Papua. Dalam
bab ini, peneliti mengkaji mekanisme pembuktian alamiah dan menampilkan jenis-jenis
(model-model) pembuktian tradisional yang diterapkan dari para moyang pribumi Papua
secara turun temurun.
Dalam bab ketiga, penulis merumuskan pembuktian di hadapan Allah dan pemilihan
pemimpin menurut Alkitabiah. Kajian perbandingan antara mekanisme pembuktian
tradisional dan hukum positif (peradilan modern) serta Alkitabiah penulis rumuskan dalam
bab keempat. Dalam bab kelima peneliti merumuskan metode „Pembuktian di Hadapan
Allah dalam perkara Pidana dan Perdata‟ alternatif.
Dalam bab keenam peneliti menampilkan model-model demokrasi yang diterapkan
oleh masyarakat di belahan bumi. Dalam bab ketujuh penulis merumuskan perbandingan
mekanisme demokrasi modern versus mekanisme demokrasi asli. Dalam bab kedelapan
kami menampilkan kekuatan dan kelemahan demokrasi modern dan demokrasi asli.
Perpaduan (koherelasi) dari bab-bab sebelumnya, peneliti merumuskan paham
„Teososiokrasi‟ dan penerapannya dalam bab kesembilan. Dan kesimpulan dan saran
dirumuskan dalam bab sepuluh sebagai penutup dari karya tulis ini.
Penelitian Demokrasi Asli dan Pembuktian Alamiah dalam buku ini adalah kajian
salah satu unsur budaya bangsa Papua. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang,
dan dimiliki bersama oleh suatu kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.

149
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni.81
Seperti halnya sebuah tradisi demokrasi klasik atau disebut „demokrasi langsung‟
lahir di Athena pada abad ke 6 sebelum masehi, yang kemudian demokrasi itu berkembang
dan melahirkan berbagai model demokrasi (demokrasi berevolusi). Demikian pula
mekanisme pemilihan pemimpin dan pembuktian secara alami yang dipakai oleh para
leluhur suku-suku di Tanah Papua dikaji sedemikian rupa untuk dikembangkan menjadi
suatu paham demokrasi alternatif dalam penyelenggaraan pemerintahan dan mekanisme
pembuktian secara alami dikembangkan menjadi sebuah mekanisme pembuktian hukum
perkara pidana dan perdata.
„Setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta
kebudayaan,‟82 maka demokrasi asli yang dianut oleh suku-suku di tanah Papua adalah
hasil dari evolusi kebudayaan itu. Layaknya demokrasi klasik di Yunani kuno berkembang
(berevolusi) melahirkan beragam model demokrasi, maka „demokrasi suku‟ demokrasi asli
yang ada di Papua juga bagian dari evolusi demokrasi itu. Sehingga bangsa Papua kembali
ke demokrasi asli, dimana tidak akan ada ruang untuk memanipulasi suara, tidak ada ruang
untuk politik uang, tidak ada ruang untuk pilih kasih, tidak ada ruang untuk konflik, tidak
ada ruang untuk manopoli kekuasaan, tidak ada ruang untuk menciptakan ketidak-adilan,
dan menekan biaya, serta dalam prosesnya tidak membutuhkan waktu yang lama.
Mekanisme pembuktian di hadapan Allah dan pemilihan pemimpin dengan
membuang undi dengan menggunakan „urim‟ dan „tumim‟ diterapkan juga oleh bangsa
Israel tradisional. Allah memerintahkan penggunaan „urim‟ dan „tumim‟ melalui
perantaraan nabi Musa (Keluaran 28:30, Immamat 8:8). Melalui membuang undi „urim‟
dan „tumim‟ oleh para imam Israel di hadapan Allah, maka Allah menyatakan kehendak-
Nya, baik dalam pemilihan pemimpin atau membuktikan kebenaran/ kepastian sesuatu hal.
Demikian pula, demokrasi suku (demokrasi asli) dan pembuktian hukum dalam
perkara pidana dan perdata adalah mekanisme alternatif yang diinspirasikan oleh Yang Ilahi
kepada para moyang di setiap suku di Tanah Papua untuk resolusi konflik dan di suku
tertentu mekanisme itu digunakan juga untuk pemilihan pemimpin dalam rangka
mewujudkan suasana damai sejahtera. Maka itu, kami sebagai generasi penerus perlu
menggali kembali untuk mewariskan mekanisme demokrasi asli dan pembuktian secara
alamiah ini sehingga dapat mewujudkan impian bangsa Papua, yaitu „damai sejahtera‟, baik
jasmani dan rohani (holistik).
Kami yakin suku-suku lain di seluruh dunia juga memiliki mekanisme seperti itu
ada, dan itu dapat digali serta dikembangkan bila dipandang perlu dan penting untuk
mengatasi berbagai konflik dan sistem demokrasi alternatif dalam rangka mewujdukan
keadilan sebagai jalan bagi terciptanya perdamaian dan kesejahteraan masyarakat di dunia.

81
http://id.m.wikipedia.org/wiki/budaya
82
Ibid.
150
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bab II
MEKANISME PEMBUKTIAN TRADISIONAL

1. Adat
1.1. Pengertian Adat
da dua pendapat mengenai asal kata „adat‟. Di satu pihak ada yang mengatakan

A „adat‟ diambil dari bahasa Arab yang berarti „kebiasaan‟. Sedangkan menurut
Prof. Amura, istilah ini berasal dari bahasa Sansekerta karena menurut istilah ini
telah dipergunakan oleh orang Minangkabau kurang lebih 2000 tahun yang lalu.
Menurutnya „adat‟ berasal dari dua kata, „a‟ dan „dato‟. „a‟ berarti tidak, dan „dato‟ berarti
sesuatu yang bersifat kebendaan.83
Adat adalah kebiasaan yang diakui, dipatuhi dan dilembagakan, serta dipertahankan
oleh masyarakat adat setempat secara turun temurun. Setiap individu dan lembaga apapun
wajib mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak
masyarakat Adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku.
Masyarakat Adat adalah warga masyarakat asli yang hidup dalam wilayah dan terikat serta
tunduk kepada adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya.
Hak-hak masyarakat adat tersebut meliputi hak ulayat masyarakat hukum adat dan
hak perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Hak ulayat adalah
hak persekutuan yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas suatu wilayah
tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yang meliputi hak untuk
memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta isinya.

1.2. Hukum Adat


Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial
di dalam etnis suku bangsa. Hukum Adat adalah hukum asli suatu etnis suku bangsa.
Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang
dan dipertahankan dari generasi ke generasi berikutnya dengan kesadaran hukum
masyarakatnya.
Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan berkembang, maka hukum adat
memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat
hukum adat yaitu sekelompok orang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga
bersama suatu persekutuan hukum, karena kesamaan tempat tinggal atau atas dasar
keturunan.84
Hukum Adat adalah aturan atau norma tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat
hukum adat, mengatur, mengikat, dan dipertahankan, serta mempunyai sanksi. Masyarakat

83
Lih. http://id.wikipedia.org/wiki/hukum_adat#Definisi_Hukum_Adat
84
http://wikipedia.org/wiki/Hukum_adat
151
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

hukum adat adalah warga masyarakat asli yang sejak kelahirannya hidup di wilayah
tertentu dan terikat serta tunduk kepada hukum adat tertentu dengan rasa solidaritas yang
amat tinggi di antara para anggotanya.

2. Peradilan Adat
„Peradilan adat adalah peradilan perdamaian di lingkungan masyarakat hukum adat,
yang mempunyai kewenangan memeriksa dan mengadili sengketa perdana dan perkara
pidana di antara para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Pengadilan
memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana berdasarkan hukum
adat masyarakat yang bersangkutan. Pengadilan adat tidak menjatuhkan hukuman pidana
penjara atau kurungan. Putusan pengadilan adat mengenai delik pidana yang perkaranya
tidak dimintakan pemeriksaan ulang oleh pengadilan tingkat pertama, menjadi putusan
akhir dan berkekuatan hukum tetap.85
Peradilan Adat dibagikan ke dalam beberapa kategori, antara lain: Pertama,
Peradilan Adat Biasa. Dalam peradilan adat biasa, masalah tertentu dapat ditangani dan
diselesaikan dengan bijaksana oleh para tetua adat dalam komunitas masyarakat tertentu;
Kedua, Peradilan Adat Luar Biasa. Peradilan adat luar biasa adalah peradilan adat yang
dilakukan dengan campur tangan Yang Ilahi (Allah) untuk memecahkan persoalan yang
rumit dan memastikan suatu kebenaran atau kepastian.
Kategori peradilan kedua ini disebut peradilan istimewa, yang dalam prosesnya
melibatkan Yang Ilahi (Allah) untuk membuktikan suatu pelanggaran dan memastikan
sesuatu tindakan yang hendak dilakukan. Karena itu peradilan ini dinamakan„mekanisme
pembuktian alamiah‟. Dalam kategori tertentu, praktek pembuktian alamiah ini dapat
dikatakan juga sebagai mekanisme untuk mencari kebenaran, tanpa adanya campur tangan
dari pihak manapun, kecuali campur tangan Allah secara alami melalui mekanisme
pembuktian tradisional.

3. Pembuktian Tradisional
3.1. Mekanisme Pembuktian Tradisional
Mekanisme pembuktian tradisional merupakan peradilan istimewa dengan
melibatkan Allah secara alami dalam memecahkan persoalan dan atau membuktikan suatu
kebenaran atau kepastian. Aspek utama yang harus dipenuhi dalam mekanisme ini adalah
aspek „kerendahan hati, kepasrahan, keyakinan atau kepercayaan‟ kepada sang Khalik
(Allah). Keyakinan yang dimaksud di sini adalah sikap dan tindakan manusia yang disertai
dengan kerendahan hati dan penyerahan diri total kepada Sang Khalik agar turut serta dan
terlibat secara alamiah dalam memecahkan persoalan yang dialami dan atau menemukan
suatu kebenaran/ kepastian sesuatu.
Peradilan istimewa ini telah lama dipraktekkan oleh masyarakat pribumi di Tanah
Papua. Dalam dan melalui mekanisme ini, Sang Khalik (Allah) hadir dan ikut campur
85
http://wikipedia.Org/w/index.php?title=Istimewa:Pencarian&search=pengadilan+adat
152
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

tangan dalam menangani dan menyelesaikan persoalan hidup yang dialami oleh warga asli
Papua. Dengan adanya penerapan mekanisme adat ini, maka masalah-masalah rumit
apapun dapat diatasi dan diselesaikan.

3.2. Model-Model Pemilihan Pemimpin dan Pembuktian Tradisional


Banyak ragam (jenis) pembuktian tradisional dan pemilihan pemimpin yang
dipraktekkan oleh Masyarakat Adat Papua secara turun temurun. Berikut ini beberapa
bentuk pembuktian tradisional secara alami dan pemilihan pemimpin yang diterapkan oleh
warga asli Papua, antara lain:
a. Mekanisme Barapen
Pembuktian dengan „barapen‟ dipraktekkan oleh masyarakat Pegunungan Tengah
Papua (dari Nabire gunung sampai ke Pegunungan Bintang) antara lain: Nabire Gunung,
Dogiyai, Deiyai, Paniai, Intan Jaya, Puncak, Puncak Jaya, Yahukimo, Tolikara, Dugama,
Wamena, Pegunungan Bintang, Tiom, Bokondini, Kelila, Karubaga, dan lain-lain, bahkan
mekanisme ini dipakai juga oleh masyarakat adat yang berdomisili di Pegunungan Tengah
di Negara PNG. Mekanisme barapen ini dilakukan ketika menghadapi masalah yang sulit
untuk dipecahkan dan atau sulit diketahui.
Ada beberapa tujuan penerapan mekanisme barapen, antara lain: Pertama,
pembuktian „perang‟. Adalah menjadi suatu tradisi bahwa sebelum turun ke medan perang
suku, masyarakat Papua khususnya di Pedalaman Papua Tengah memastikan perang itu
akan mengalami „kekalahan‟ atau „kemenangan‟, atau „keselamatan‟ atau „malapetaka‟
dalam dan melalui mekanisme „barapen‟. Mekanisme barapen ditempuh dengan keyakinan
teguh bahwa apa yang akan dinyatakan melalui mekanisme barapen itu pasti terjadi.
Misalnya, masing-masing orang yang hendak terjun ke medan pertempuran (perang suku),
masing-masing meletakkan dedaunan tertentu atau bahan makanan tertentu untuk
memastikan: apakah ia akan mendapat musibah atau selamat dalam perang; misalnya jika
bahan yang telah ditentukan dalam barapen itu tidak masak, maka yang bersangkutan tidak
ikut serta dalam medan perang; jika yang bersangkutan tidak mentaatinya, maka ia pasti
mendapatkan malapetaka, artinya mengalami musibah dalam medan perang.
Kedua, masyarakat adat Papua di Pegunungan Tengah Papua melalui mekanisme
barapen ini memastikan kegiatan yang akan dilakukan: apakah perang yang mereka hadapi
itu akan meraih kemenangan, atau kekalahan. Misalnya, jika bahan-bahan yang
dibarapenkan sebagian besar atau semuanya masak, maka mereka akan mengalami
kemenangan; dan sebaliknya sebagian bahan (dedaunan atau makanan yang dibarapenkan)
itu tidak masak, maka akan mengalami kekalahan perang.86
Ketiga, pembuktian „pelaku‟. Untuk membuktikan pelaku pelanggaran juga
menempuh mekanisme barapen. Orang yang diduga pelaku kejahatan atau pelanggaran
terhadap norma adat tidak dapat membela diri di hadapan Allah, ketika sistem pembuktian
tradisional secara alami melalui barapen itu dilakukan.

86
Wawancara dengan Tn Yance Miage pada tanggal 7 September 2011 di Biak
153
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Misalnya, jika seekor babi hilang; pemiliknya mencari-cari, namun tidak


menemukannya, maka mereka membuktikan pelaku secara alami melalui mekanisme
barapen dengan cara membarapenkan nama-nama yang diduga pelaku. Jika di antara nama-
nama itu, dari oknum tertentu „bahan‟ yang dibarapenkan itu didapati tidak masak, artinya
masih mentah, berarti dialah pelaku; dan sebaliknya kalau bahan yang dibarapenkan itu
masak, maka ia dinyatakan tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan (artinya ia bukan
pelaku kejahatan).
Pembuktian tradisional secara alami untuk mencari kepastian melalui mekanisme
barapen adalah suatu tradisi turun temurun yang dipraktekkan oleh para moyang dari
masyarakat Pegunungan Tengah Papua. Mekanisme barapen ini dapat disebut dengan
istilah: Sanii (bahasa Lani, Dani) dan dalam bahasa Mee disebut baagapi. Istilah „senii‟
dapat dibedakan dari seniimo. Seniimo adalah pesta makan bersama dalam acara-acara
biasa. Tetapi senii adalah mekanisme barapen sebagai suatu model pembuktian tradisional
secara alami untuk mencari kebenaran atau kepastian sesuatu hal.87

b. Mekanisme Panah Babi


Panah Babi adalah salah satu mekanisme dalam pembuktian sesuatu atau
memastikan sesuatu hal yang hendak dilaksanakan. Menurut Usman Usama Yogobi „panah
babi‟ juga biasa diterapkan untuk mencari kepastian (kebenaran) sesuatu dan ini dapat
diterapkan juga untuk memilih pemimpin. Babi piaran disiapkan dan dipanah. Jika babi itu
mati cepat di tempat (tidak bergerak ke luar dari lingkaran), maka sesuatu yang hendak
dilakukan itu akan mengalami keberhasilan; dan sebaliknya jika babi itu bergerak ke luar
dari lingkaran dan tidak mati, maka sesuatu yang direncanakan itu tidak akan berhasil.
Hal ini dibuktikan juga melalui barapen (masak). Babi yang telah dipanah itu
disembelih dan dibarapenkan. Kemudian dinilai hasilnya: „apakah masak semua‟ atau „ada
bagian tertentunya masih mentah‟. Jika ada yang mentah, maka sesuatu yang diharapkan itu
kurang berhasil, sebaliknya jika semuanya masak, (baik ubi, sayuran dan babi), maka
sesuatu yang telah direncanakan dan diharapkan itu akan berhasil (sukses).88

c. Mekanisme Asar
Mekanisme Asar adalah suatu pembuktian tradisonal secara alami dengan cara
mengasar di atas para-para perapian yang membara. Untuk membuktikan apakah setiap
personil akan mendapat malapetaka atau selamat dalam perang, sebelumnya mereka
terlebih dahulu melakukan pembuktian tradisonal.
Caranya masing-masing personil membungkus sagu untuk diasar; selanjutnya
mereka membuat para-para perapian. Masing-masing menandai bungkusan sagu itu agar
tidak tercampur dengan bungkusan personil lainnya. Asar sagu yang sudah bungkus
diproses dalam perapian selama satu malam. Saat hendak pergi menghadapi perang,
masing-masing mengambil sagunya dari para-para perapian dan masing-masing
mematahkan sagu asarannya; jika hasil sagu asarannya sedikit mentah, maka ia pasti kena
87
Ibid.
88
Wawanca dengan Usman Usama Yogobi, 23 Februari 2020, Jayapura – Papua.
154
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

luka ringan di dalam medan perang. Jika sagu asarannya mentah sebagian, maka ia akan
mendapat luka berat; dan jika sagu asarannya mentah seantero, maka ia akan tewas di
dalam perang. Kebiasaan ini dipraktekkan oleh masyarakat Pribumi Papua yang berdomisili
di wilayah teluk Wondama, Kaimana, Teluk Etna dan Nabire Pesisir.89
d. Mekanisme Bakar/Asar Sagu/Babi
Mekanisme Bakar adalah suatu mekanisme pembuktian tradisional untuk
membuktikan kebenaran atau kepastian akan sesuatu hal yang hendak dilakukan.
Mekanisme ini diterapkan oleh masyakar adat yang berdomisili di Papua Selatan. Yang
lebih menarik adalah mekanisme ini digunakan untuk „memilih pemimpin kepala suku‟;
selain itu mekanisme ini dipakai juga untuk membuktikan kepastian dalam menghadapi
perang: Apakah akan menang atau kalah, apakah kena musibah dalam perang atau selamat.
Bahan yang digunakan dalam pembuktian atau pemilihan pemimpin ini adalah sagu
dan babi hutan berbulu kasar. Prosesnya, sagu atau potongan babi dibakar di para-para
perampian yang membara selama satu hari dan satu malam. Jika bahan-bahan yang dibakar
itu tidak masak atau sebagiannya mentah, maka yang bersangkutan tidak layak menjadi
pemimpin atau tidak ikut serta dalam pertempuran; dan sebaliknya jika bahan yang dibakar
itu masak betul (matang), maka yang bersangkutan layak menjadi pemimpin kepala suku,
atau dapat ikut serta dalam perang suku atau pertempuran.90

e. Mekanisme Air Panas


Mekanisme Air Panas adalah pembuktian tradisonal untuk mencari kepastian akan
suatu kebenaran atau suatu kegiatan yang hendak dilakukan. Mekanisme memasukkan
tangan atau jari tangan dalam air yang mendidih adalah sebuah mekanisme yang
diperaktekkan oleh Masyarakat Adat yang berdomisili di kepulauan Yapen Waropen
(Serui) dan Biak. Pembuktian tradisional secara alami untuk mencari tahu pelaku kejahatan
atau pelanggaran atas norma adat ditempuh dengan metode ini.
Caranya adalah jika dua orang atau lebih saling menuduh tentang suatu masalah.
Untuk mencari tahu kebenaran, mereka menempuh mekanisme mencelupkan jari tangan ke
dalam air yang mendidih untuk membuktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Jika
jari tangannya melepuh (lecet/terluka), atau ragu-ragu memasukkan tangannya ke dalam air
mendidih, atau takut untuk melakukannya, maka dialah yang bersalah; dan jika tanpa ragu-
ragu mencelupkan tangannya ke dalam air yang mendidih dan tangannya biasa-biasa saja
dalam waktu yang lama, artinya tidak lecet dan tidak merasakan kesakitan, maka dia adalah
pihak yang benar, artinya dia bukan pelaku.91

f. Mekanisme Mawi
Mawi adalah salah satu mekanisme yang digunakan untuk memastikan sesuatu hal.
Tradisi ini dipraktekkan oleh masyarakat asli yang mendiami di Teluk Cenderawasih
(Teluk Saireri). Proses pembuktiannya adalah seutas tali dibuat sampul di ujungnya.
89
Wawanca dengan Tn Gunawan Inggeruhi, pada 1 September 2011 di Jayapura – Papua
90
Wawancara dengan Tn Dai, pada 8 Juli 2011 di Jayapura – Papua
91
Wawancara dengan Tn Ifraim Yoteni, 10 September 2011 di Biak - Papua
155
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Dibentangkan mengikuti jarak tangan kiri dan kanan. Apabila jangkauan tangannya sampai
pada ujung simpul dari tali tersebut, maka apa yang diramalkan itu terlaksana; dan
sebaliknya, apabila jangkauan tangannya tidak sampai di ujung simpul dari tali tersebut,
maka maksud ramalannya tidak akan terpenuhi.
Bisa juga menggunakan anak panah. Misalnya, apabila seorang nelayan meramal
tentang keadaan cuaca dan hasil tangkapan ikan yang banyak, dia melakukan ramalan
seperti yang dimaksud. Hal ini juga dipraktekkan untuk mencari tahu pelaku pencurian atau
pembunuhan atau kejahatan lainnya.92
g. Mekanisme Air Panas Dalam Bambu
Mekanisme ini adalah suatu model pembuktian tradisional utuk mencari kebenaran
atau kepastian sesuatu yang akan dilakukan. Caranya adalah air putih direbus dalam bambu.
Untuk membuktikan tuduhan, maka pihak tertuduh memasukkan jari tangan dalam air yang
mendidih dalam bambu. Prosesnya, hakim Adat memegang tangan si tertuduh dan
memasukkan jari-jari tangannya ke dalam air panas tersebut dan kemudian tertuduh
mengangkat tangannya ke langit dengan bersumpah: “Nha Ik, Nha Bel, Nha Kla (dalam
nama Tuhan pencipta langit dan bumi), saya bersumpah bahwa saya tidak melakukan hal
yang dituduhkan terhadap saya”.
Kemudian memasukkan jari tangan kedua kali ke dalam air yang mendidih tersebut.
Jika jari-jari tangan kirinya tidak melepuh (tidak lecet), maka oknum itu tidak bersalah atas
tuduhan itu, sebaliknya jari-jari tangannya melepuh (lecet, terluka), berarti oknum itu
bersalah (pelaku).93

h. Mekanisme Bulu Bambu


Bulu Bambu adalah salah satu mekanisme tradisional untuk mencari tahu pelaku
kejahatan yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat Teluk Saireri (Biak dan
sekitarnya). Caranya adalah salah seorang Tua Adat memegang sebatang bulu bambu di
tengah-tengah. Bulu bambu itu diangkat tinggi-tinggi dan berbicara kepada Sang Khalik
(Allah). Kedua belah pihak yang bertikai, atau yang saling menuduh diajak memegang
bambu pada ujung-ujungnya, satu di sebelah kiri dan satu di sebelah kanan.
Mereka berdiri di dalam laut setinggi dada; Tetua Adat berdiri di tengah-tengah
kedua belah pihak yang bertikai dan mereka memegang ujung bulu bambu. Sang ritual
menenggelamkan bulu bambu bersama kedua belah pihak yang bermasalah. Setelah
ditenggelamkan, apabila salah satu pihak muncul ke permukaan laut terlebih dahulu, berarti
dia adalah pihak yang bersalah. Dia muncul ke permukaan laut terlebih dahulu karena
kelopak matanya diserang oleh gerombolan ikan-ikan kecil.94

92
Ibid.
93
Wawancara dengan Tn Maithy Momot pada 24 September 2011 di Jayapura.
94
Yoteni, Op.Cit.
156
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

i. Mekanisme Batu Lingkaran


Batu Lingkaran adalah mekanisme peradilan adat untuk mengadili pihak tertentu
yang diduga melakukan kejahatan. Mekanisme „batu lingkaran adat‟ digunakan di daerah
Mamta/Tabi, lebih khusus di Moy, Genyem, Tanah Merah, Demta, dan sekitarnya. Bila
seseorang diduga melakukan pelanggaran terhadap norma adat, dan seseorang itu tidak
mengaku, maka yang diduga pelaku itu diadili di Batu Lingkaran Adat oleh tua-tua adat.
Secara umum ada dua mekanisme peradilan adat ditempuh: Pertama, yang diduga
pelaku dibawa ke Batu Lingkaran Adat dan diadili oleh tua-tua adat, jika tidak mengaku,
maka dia dipanah dan jika terkena panah dan mati, maka dialah pelaku; dan sebaliknya, jika
seseorang itu bukan pelaku, maka dia tidak terpanah. Bagi yang tidak terkenah panah
membuktikan bahwa dia bukan pelaku dan dibebaskan dari jeratan hukuman; Kedua, untuk
membuktikan kesalahannya, terdakwa dibawa ke laut dan dibuang ke dalam laut dan
memukul kepalanya dengan ujung dayung; jika terdakwa (dugaan pelaku) itu mati, maka
dialah pelakunya; dan jika tidak mati, dia bukan pelaku dan terbebas dari jeratan hukuman.
Siapapun dia tidak pernah terbebas dari sanksi dan tidak akan membela diri, jika
memang seseorang itu melanggar norma adat. Jika terdakwa itu melawan dan tidak
mengaku, dia tahu apa yang akan menimpanya; namun jika dia tidak bersalah, maka dia
akan terbebas dari hukuman. Jika terdakwa mati terpanah dan atau mati karena pukulan
ujung dayung, maka keluarganya tidak akan mempersalahkan. Kematiannya terjadi karena
perbuatan (pelanggaran) dan akibat terdakwa tidak mengaku, jika si terdakwa mengaku,
maka tentu diberikan hukuman lain, bukan ditembak panah atau dipukul mati.95
j. Mekanisme Bakar Udang
Bakar Udang merupakan suatu mekanisme alamiah dalam membuktikan sesuatu
atau memastikan sesuatu kegiatan tertentu yang akan dilaksanakan. Tradisi bakar udang
kali dalam perapian adalah suatu kebiasaan yang diterapkan oleh masyarakat adat di Sorong
dan sekitarnya. Caranya untuk membuktikan pelaku kejahatan atau untuk memastikan
sesuatu yang akan dilakukan, masyarakat adat Sorong dan sekitarnya menggunakan
mekanisme bakar udang kali. Jika udang yang dibakar dalam api yang membara itu masak
(kulit udangnya menguning dalam sekejap), maka terdakwa yang dituduhkan bukan pelaku
kejahatan (tidak bersalah), jika udang itu kulitnya tidak menguning dalam sekejap (masih
mentah) walau dibakar dalam api yang membara, maka dialah pelaku kejahatan (terbukti
bersalah).

95
Wawancara dengan Ny. Pdt Ketty Yabansabra, pada 19 Oktober 2011 di Jayapura – Papua
157
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bab III
PEMBUKTIAN DI HADAPAN ALLAH
& PEMILIHAN PEMIMPIN MENURUT ALKITAB96

H
arun dan keturunannya dipilih Allah untuk menjadi imam untuk menangani hal-
hal yang berkenaan dengan urusan keagamaan Yahudi. Tugas para imam adalah
pertama, untuk memegang jabatan imam bagi Tuhan dalam melayani mezbah
Tuhan; kedua, pengajaran-pengajaran keagamaan (pewartaan kebenaran Firman Allah);
ketiga, bertugas memilih pemimpin atau membuktikan sesuatu di hadapan Tuhan dengan
membuang undi menggunakan Urim dan Tumim.
Di dalam baju efod tepatnya di dalam tutup dada di atas jantung Urim dan Tumim
itu diisi. Seperti ada tertulis: “Di dalam tutup dada pernyataan keputusan itu haruslah kau
taruh Urim dan Tumim; haruslah itu di atas jantung Harun, apabila ia masuk menghadap
Tuhan, dan Harun tetap membawa keputusan bagi orang Israel di atas jantungnya, di
hadapan Tuhan” (Keluaran 28: 30). Ada tertulis dalam kitab Amsal pasal 16 ayat 33 bahwa
“Undi dibuang di pangkuan, tetapi setiap keputusannya berasal dari pada Tuhan”.

1. Pengertian Pembuktian dan Pemilihan Pemimpin Di Hadapan


Allah
Pengertian pembuktian dan pemilihan pemimpin di hadapan Allah menurut Alkitab
adalah salah satu model pembuktian yang diterapkan oleh para imam Israel untuk
membuktikan sesuatu kepastian atau kebenaran atau mencari-tahu kehendak Allah dalam
pemilihan pemimpin atau keputusan Allah atas sesuatu hal dengan cara membuang undi
dengan menggunakan urim dan tumim.

2. Tujuan Membuang Undi Di Hadapan Allah


Tujuan membuang undi atau pembuktian di hadapan Allah adalah untuk
perdamaian, untuk pembagian tanah pusaka, memilih pasukan tempur, membuktikan siapa
yang salah, membagi jabatan dalam beberapa puak atau golongan, untuk membagi tugas,
untuk menetap di salah satu kota atau tempat, untuk mendapatkan sesuatu, dan digunakan
untuk memilih pemimpin, untuk memastikan sesuatu, mencari tahu kehendak Tuhan atas
sesuatu hal, dan lain-lain.

96
Alkitab versi bahasa Indonesia aplikasi on line
158
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

3. Pembuktian Di Hadapan Allah Menurut Alkitab


3.1. Buang Undi Bagi Perdamaian
Bangsa Israel membuang undi dalam menentukan dua kambing jantan: di mana
„satu ekor kambing untuk Tuhan‟ dan „satu untuk Azazel‟ yang digunakan dalam hari raya
pendamaian.

 Tentang ini dimuat dalam Kitab Immamat 16: 7 – 10: “Ia harus mengambil kedua
ekor kambing jantan itu dan menempatkan di hadapan Tuhan, di depan pintu
kemah pertemuan, dan harus membuang undi atas kedua kambing jantan itu,
sebuah undi bagi Tuhan dan sebuah undi bagi Azazel. Lalu Harun harus
mempersembahkan kambing jantan yang kena undi bagi Tuhan itu dan
mengolahnya sebagai korban penghapus dosa. Tetapi kambing jantan yang kena
undi bagi Azazel haruslah ditempatkan hidup-hidup di hadapan Tuhan untuk
mengadakan pendamaian, lalu dilepaskan bagi Azazel ke padang gurun.”

3.2. Buang Undi Untuk Pembagian Tanah Pusaka


Tradisi membuang undi juga diterapkan dalam pembagian tanah „Kanaan‟ sebagai
milik pusaka kepada kedua belas suku Israel.
 Dalam kitab Bilangan 26:55 dengan jelas menegaskan terkait hal ini: “Tetapi tanah
itu harus dibagikan dengan membuang undi, menurut nama suku-suku nenek
moyang mereka haruslah mereka mendapat milik pusaka”.

 Dalam kitab Bilangan 34:13 “Musa memerintahkan kepada orang Israel: Itulah
negeri yang akan kamu bagi sebagai milik pusaka dengan membuang undi yang
diperintahkan Tuhan untuk diberikan kepada suku yang sembilan setengah itu”.

 Dalam kitab Yosua 18:6 “Kamu catat keadaan negeri itu dalam tujuh bagian dan
kamu bawa kemari kepadaku, lalu aku akan membuang undi di sini bagi kamu di
hadapan Tuhan, Allah kita”.

 Juga dalam kitab Yosua 18:8 “…. Di Silo aku akan membuang undi bagi kamu di
hadapan Tuhan”. Yosua 18:10 “Lalu Yosua membuang undi bagi mereka di Silo, di
hadapan Tuhan, dan di sinilah Yosua membagikan negeri itu kepada orang Israel
sesuai dengan pembagian mereka”.

 Baca juga dalam Kitab Bilangan 33:54, 36: 2; Yesaya 34:17 dan Yosua 23: 4.

3.3. Buang Undi Untuk Memilih Pasukan Tempur


„Perang‟ menjadi bagian dari dinamika hidup yang tidak terlepas dalam sejarah
perjalanan bangsa Israel. Untuk itulah seleksi bagi pasukan tempur dapat ditempuh dengan
membuang undi. Tentang ini bacalah dalam kitab Hakim-hakim 20: 1-48.

159
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

3.4. Buang Undi Untuk Membuktikan Siapa Yang Bersalah


Bangsa Israel juga membuang undi untuk membuktikan pelaku atas suatu
pelanggaran. Seperti yang dilakukan oleh raja Saul.
 “Kemudian berkatalah ia kepada seluruh Israel: „kamu berdiri di sebelah yang satu
dan aku serta anakku Yonatan akan berdiri di sebelah yang lain‟. Lalu jawab rakyat
kepada Saul: „Perbuatlah apa yang kau pandang baik‟. Lalu berkatalah Saul: „Ya
TUHAN, Allah Israel, mengapa Engkau tidak menjawab aku pada hari ini? Jika
kesalahan itu ada padaku atau anakku Yonatan, ya Tuhan Allah Israel tunjukkanlah
kiranya urim, tetapi jika kesalahan itu ada pada umat-Mu Israel, tunjukkanlah
Tumim.‟ Lalu didapati Yonatan dan Saul, tetapi rakyat itu terluput”.

 “Kata Saul: „buanglah undi antara aku dan anakku Yonatan.‟ Lalu didapati Yonatan.
Kata Saul kepada Yonatan: „beritahulah kepadaku apa yang telah kau perbuat‟. Lalu
Yonatan beritahu kepadanya, katanya: „memang aku telah merasai sedikit madu
dengan ujung tongkat yang ada di tanganku. Aku bersedia mati” (Kitab I Samuel
14: 40 – 43).

 Namun, rakyat bangsa Israel membela Yonatan agar ia dibebaskan dari hukuman
mati. Akhirnya raja Saul (ayahnya) mengurungkan niat untuk membunuh anaknya.
Selain itu, nabi Yunus diutus oleh Allah untuk menyerukan pertobatan bagi Niniwe,
namun ia menyingkir ke Tarsis dengan menumpangi sebuah kapal. Dalam perjalanan kapal
yang ditumpanginya mendapat badai besar, sehingga kapal itu hampir saja terpukul hancur.
Kemudian nahkoda membangunkan nabi Yunus yang tertidur di ruangan kapal yang paling
bawah.
 “Lalu berkatalah mereka satu sama lain: „marilah kita buang undi, supaya kita
mengetahui karena siapa kita ditimpa oleh malapetaka ini‟. Mereka membuang undi
dan Yunuslah yang kena undi” (Kitab Yunus 1: 1-17).

 Melalui buang undi itu nabi Yunus didapati bersalah. Ia mengakui kesalahannya
bahwa memang dirinya bersalah di hadapan Allah, karena tidak melaksanakan
perintah Allah dan menyingkir ke kota lain.

 Nabi Yunus bersedia dibuang ke dalam laut, dan ditelan ikan paus hingga tiga hari.
Allah mendengar doa nabi Yunus dari dalam perut ikan dan Allah memerintahkan
ikan paus memuntahkan nabi Yunus ke pantai. Akhirnya ia selamat dan pergi
melaksanakan tugas yang diperintahkan Allah kepadanya, yaitu menyerukan
pertobatan bagi penduduk kota Niniwe melalui doa-puasa selama 40 hari 40
malam.

3.5. Buang Undi Untuk Membagi Jabatan Imam Dalam Beberapa Rombongan
Bangsa Israel juga membuang undi untuk membagi para imam dalam beberapa
rombongan (kelompok/ puak) untuk melaksanakan tugas pelayanan keagamaannya.

160
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

 “Dan orang membagi-bagi mereka dengan membuang undi tanpa mengadakan


perbedaan, sebab ada “pemimpin-pemimpin kudus” dan “pemimpin-pemimpin
Allah,” baik di antara keturunan Eleazar maupun di antara keturunan Itamar”
(Kitab 1 Tawarikh 24:42).

3.6. Buang Undi Dalam Pembagian Tugas


Bangsa Israel membuang undi dalam pembagian peran, tugas dan tanggung jawab.
 “Tua dan muda, guru dan murid, membuang undi mengenai tugasnya” (1
Tawarikh 25:8).
Mereka juga membuang undi untuk menjaga pintu gerbang.
 “Untuk setiap pintu gerbang mereka membuang undi, menurut puak-puak
mereka, baik puak yang kecil maupun puak yang besar” (Kitab 1 Tawarikh
26:13).

 “Undian untuk pintu Timur jatuh pada Selemya; Selanjutnya mereka membuang
undi bagi Zakaria, anaknya, seorang penasehat yang berakal budi, lalu jatuhlah
undiannya untuk pintu utara” (Kitab 1 Tawarikh 26:14).
Mezbah Tuhan harus menyala siang maupun malam. Maka bangsa Israel membuang undi
untuk pengadaan kayu bakar secara bergilir.
 “Pula dengan membuang undi kami, yakni para imam, orang-orang Lewi dan
kaum Awam, menetapkan suatu cara untuk menyediakan kayu api. Kayu itu
harus dibawa ke rumah Allah kami secara bergilir oleh kaum-kaum keluarga
kami pada waktu-waktu tertentu setiap tahun, supaya di atas mezbah Tuhan
Allah kami ada api yang menyala, seperti tertulis dalam Kitab Taurat” (Nehemia
10:34).

3.7. Buang Undi Untuk Menetap Di Yerusalem


Untuk menetap di kota kudus, kota Yerusalem, bangsa Israel juga membuang undi.
 “Para pemimpin bangsa menetap di Yerusalem, sedang orang-orang lain (warga
biasa) membuang undi untuk menentukan satu dari sepuluh orang yang harus
menetap di Yerusalem, kota yang kudus itu, sedang yang sembilan orang lagi
tinggal di kota-kota yang lain” (Kitab Nehemia 11:1).

3.8. Buang Undi Untuk Mendapatkan Sesuatu


Bangsa Israel juga membuang undi untuk mendapatkan sesuatu. Seperti jubah atau pakaian
Yesus diundikan di antara para pasukan Romawi.
 “Sesudah menyalibkan Dia, mereka membagi-bagi pakaian-Nya dengan membuang
undi” (Matius 27:35).
 Baca juga Markus 15:24, Lukas 23:34, Yohanes 19:24, Mazmur 22:18.

161
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

4. Pemilihan Pemimpin Menurut Alkitab


Dalam Alkitab perjanjian lama dengan jelas menampilkan model pemilihan
pemimpin yang unik. Bangsa Israel memilih pemimpin dengan cara membuang undi.
Misalnya mereka memilih kepala rombongan imam atau kepala puak para imam. “Mereka
inipun, sama seperti saudara-saudara sesuku mereka, anak-anak Harun, membuang undi di
depan raja Daud, di depan Zadok, Ahimelekh dan para kepala puak, para imam dan orang
Lewi. Dalam hal ini seorang kepala puak sama dengan saudaranya yang terkecil” ( Kitab 1
Tawarikh 24:31).
Untuk menggantikan nabi Musa, Allah memerintahkan Musa mengambil Yosua dan
memberkatinya dan ia (Yosua) berdiri di depan imam Eleazar dan segenap umat Israel
untuk menanyakan keputusan „urim‟ di hadapan Tuhan.
 “Lalu Tuhan berfirman kepada Musa: „Ambillah Yosua bin Nun, seorang yang
penuh roh, letakkanlah tanganmu atasnya, suruhlah ia berdiri di depan imam Eleazar
dan di depan segenap umat, lalu berikanlah kepadanya perintahmu di depan mata
mereka itu dan berilah dia sebagian dari kewibawaanmu, supaya segenap umat
Israel mendengarkan dia. Ia harus berdiri di depan imam Eleazar, supaya Eleazar
menanyakan keputusan „urim‟ bagi dia di hadapan Tuhan; atas titahnya mereka
akan keluar dan atas titahnya mereka akan masuk, ia berserta semua orang Israel,
segenap umat itu” (Bilangan 27:18-21).
Tradisi buang undi digunakan juga oleh para murid Yesus untuk memilih pengganti
Yudas Iskariot yang telah menggantungkan diri setelah ia mengkhianti Yesus. Yustus dan
Matias dicalonkan oleh para murid Yesus untuk memilih salah satu melalui mekanisme
membuang undi (Kisah Para Rasul 1: 15-25). “Lalu mereka membuang undi bagi kedua
orang itu, dan yang kena undi adalah Matias dan dengan demikian ia ditambahkan kepada
bilangan kesebelas rasul itu” (Kisah Para Rasul 1:26).
Dalam situasi tertentu Allah memilih dan mengangkat pemimpin secara langsung
tanpa perantaraan membuang undi melalui urim dan tumim. Misalnya pengutusan Musa
dan para nabi, hakim-hakim, serta para raja serta pemimpin lainnya dalam perjalanan
sejarah umat pilihan Allah (Israel Tradisional). Tuhan mengangkat pemimpin terkadang
melalui perantaraan nabi Allah, atau langsung memberi kuasa kepada orang yang
dikehendaki oleh Allah untuk melaksanakan tugas perutusan-Nya.
Yesus juga memilih para murid-Nya tidak menggunakan urim dan tumim. Sebagai
Anak Allah, Yesus memiliki kuasa penuh untuk memilih pewaris pekabaran Injil ke seluruh
dunia. Tuhan juga memanggil Saulus dalam perjalanan menuju Damsyik untuk mewartakan
kabar baik. Pancaran cahaya dari langit memenuhi dirinya dan ia rebah ke tanah. Selama
tiga hari matanya menjadi buta dan selama tiga hari lamanya tidak makan dan minum.
Namun, Tuhan mengutus seorang murid-Nya bernama Ananias untuk menolongnya.
Akhirnya Saulus menjadi Paulus berkat pengutusan Tuhan untuk mewartakan Injil ke
bangsa-bangsa lain, serta raja-raja dan orang-orang Israel (Kisah Para Rasul 9:1-18).

162
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bab IV
HAKEKAT PEMBUKTIAN HUKUM POSITIF, TRADISIONAL &
ALKITABIAH

1. Pengertian Pembuktian dan Tujuannya

P
embuktian adalah perbuatan membuktikan. Membuktikan bararti memberikan atau
memperlihatkan bukti, melakukan suatu kebenaran, melaksanakan, menandakan,
menyaksikan dan meyakinkan.
Tujuan pembuktian hukum positif (pidana dan perdata) adalah untuk memberikan
kepastian yang diperlukan dalam menilai sesuatu hal tertentu tentang fakta-fakta atas nama
penilaian tersebut harus didasarkan.97Atau menurut Riduan Syahrani pembuktian adalah
penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim yang memeriksa suatu
perkara guna memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang dikemukakan.98
Sedangkan tujuan pembuktian tradisional secara alami melalui model-model
pembuktian asli yang dipakai di suku-suku di tanah Papua adalah untuk memastikan pelaku
kejahatan, atau untuk memastikan sesuatu kegiatan yang akan dilaksanakan, atau
memastikan sesuatu yang diharapkan, atau membuktikan suatu kebenaran.
Tujuan pembuktian tradisional, hampir sama atau mirip dengan tujuan pembuktian
menurut Alkitab yang diperaktekkan dalam tradisi bangsa Israel yang difirmankan oleh
Allah melalui perantaraan nabi Musa. Tujuan membuang undi dengan urim dan tumim atau
pembuktian di hadapan Allah adalah: untuk perdamaian, untuk pembagian tanah pusaka,
memilih pasukan tempur, membuktikan siapa yang salah, membagi jabatan dalam beberapa
puak atau golongan, untuk membagi tugas, untuk menetap di salah satu kota atau tempat,
untuk mendapatkan sesuatu, untuk mengetahui suatu kepastian atau kebenaran, dan
digunakan untuk memilih pemimpin, dan lain-lain.

2. Hakekat Pembuktian Hukum Positif

2.1. Pembuktian Penalaran (Logika)


Sebelum memahami hakekat pembuktian hukum positif dalam mengadili atau
memecahkan masalah tertentu, terlebih dahulu kita memahami pembuktian penalaran
(logika). Pembuktian penalaran dapat ditempuh melalui deduksi dan induksi. Pembuktian
penalaran (logika) melalui deduksi adalah sebuah analogi yang menggunakan argumen-
argumen deduksi untuk beralih dari premis-premis yang ada, yang dianggap benar, kepada

97
H.S.Brahmana, S.H. M.H, www:pn-lhoksukon.go.id
98
http://id.wikipedia.org
163
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

kesimpulan-kesimpulan, yang mestinya benar apabila premis-premisnya benar.99


Sebaliknya, jika premis-premisnya keliru atau salah, maka kesimpulan-kesimpulan yang
dihasilkan juga salah.
Contoh klasik dari penalaran deduktif, yang diberikan oleh Aristoles, berikut ini:
a) Semua manusia fana [pasti akan mati] (premis mayor).
b) Resimus adalah manusia (premis minor).
c) Resimus pasti [akan] mati (kesimpulan).
Penalaran deduktif seringkali dikontraskan dengan penalaran induktif, yang
menggunakan sejumlah besar contoh partikular lalu mengambil kesimpulan umum.
Penalaran deduktif harus dibedakan dari konsep yang terkait yaitu deduksi alamiah,100
sebuah pendekatan kepada teori pembuktian bahwa upaya-upaya untuk memberikan sebuah
model penalaran logis yang formal sebagaimana ia terjadi „secara alamiah‟.

2.2. Pembuktian Hukum Positif Dalam Perkara Pidana dan Perdata


Sebagaimana adanya logika (penalaran) filsafati dan logika matematika,101 pada
hakekatnya ada pula logika dalam pembuktian hukum positif. Hakekat pembuktian
peradilan dengan menggunakan hukum positif adalah terpenuhinya unsur materil dan
formil. Untuk terpenuhinya dua unsur ini, pihak berwajib (penegak hukum) harus berusaha
sekuat tenaga dalam mengumpulkan bukti-bukti akurat yang tak terbantahkan. Namun,
pembuktian peradilan (kebenaran) yang ditempuh melalui jalur hukum positif tak
selamanya menjamin bahwa dapat menemukan kebenaran (kepastian).
Selalu kita jumpai bahwa hakekat pembuktian dari hukum positif dapat
dimanipulasi, atau dapat direkayasa demi kepentingan pribadi, golongan, atau juga demi
mengamankan kepentingan Negara atau institusi tertentu; asas praduga tak bersalah
seringkali tidak berlaku dalam penanganan kasus-kasus tertentu, baik perkara Perdata
maupun Pidana, karena integritas penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, dll) dapat
dikendalikan oleh pihak lain, atau tergiur dengan berbagai tawaran lainnya, dan atau
dikuasai oleh emosi yang tidak terkontrol (dendaman, kebenciaan), dll sehingga tidak
memproses dan mengadili kasus-kasus itu dengan hati nurani yang jernih.
Jika alat-alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan tidak dapat membuktikan
secara sah dan meyakinkan, maka hakekat hukum positif (unsur materil) tidak/ kurang
terpenuhi. Dengan tidak/ kurang terpenuhi delik materil, maka sesungguhnya proses hukum
dapat dihentikan. Namun faktanya, ada kasus-kasus tertentu pihak penegak hukum terus
memproses walau tidak didukung oleh alat-alat bukti sah dan otentik. Tindakan ini
dilakukan demi mengamankan kepentingan-kepentingan tertentu, sehingga proses hukum
dilanjutkan dan menjatuhkan hukuman sesuka hatinya. Ketika penegak hukum bertindak
sewenang-wenang menjatuhkan hukuman bagi terdakwa atau tergugat atau termohon tanpa
memenuhi hakekat hukum positif, maka sesungguhnya pada saat menjatuhkan hukuman

99
http://id.wikipedia.org/wiki/pembuktian_melaluideduksi#_note-o
100
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran_deduktif
101
Bdk. http://id.wikipedia/wiki/Logika#Logika_alamiah
164
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

atas terdakwa/tergugat/termohon, pada saat yang sama pula hakim merendahkan integritas
dirinya/integritas lembaganya; dan tindakan ini dapat dikategorikan pelanggaran Hak Asasi
Manusia karena merendahkan dan menghina martabat manusia.
Sebaliknya, ada masalah-masalah tertentu yang didukung oleh alat bukti yang sah,
namun seringkali para penegak hukum tidak memproses para pelaku. Hal ini terjadi karena
banyak sebab, antara lain: disuap dengan uang atau barang atau jabatan tertentu, adanya
hubungan keluarga atau hubungan kerja, tindakan yang dilakukannya untuk
menyelamatkan kepentingan Negara atau lembaga tertentu atau golongan tertentu; dan lain
sebagainya. Praktek hukum seperti ini disebut „hukum tebang pilih kasih‟.

2.3. Teori Pembuktian Hukum Positif


a. Teori Pembuktian Obyektif Murni
Teori ini dianut oleh hukum Gereja Katolik dan disebut juga aliran ajaran positif
menurut hukum positif. Menurut teori ini hakim sangat terikat pada alat bukti serta
pembuktian yang telah ditentukan oleh undang-undang, yakni dengan menyatakan bahwa
sesuatu perbuatan-perbuatan yang didakwakan telah terbukti, haruslah didasarkan kepada
hal-hal yang telah disimpulkan dari sekian jumlah alat-alat pembuktian yang semata-mata
berdasarkan undang-undang. Sedangkan keyakinan hakim berdasarkan hati nuraninya yang
paling dalam sekalipun tidak boleh ikut memegang peranan dalam pengambilan keputusan.
Pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif ini berusaha menyingkirkan semua
pertimbangan subyektif hakim dan mengikat hakim secara ketat menurut peraturan
pembuktian yang keras. Hanya dengan keterangan dua saksi hakim mengatakan terdakwa
melakukan perbuatan yang disangkakan, maka hakim harus menghukum. Putusan ini hanya
dengan mengandalkan ketentuan pembuktian undang-undang, sehingga putusan hakim
tidak mungkin obyektif.102
b. Teori Pembuktian Subyektif Murni
Teori pembuktian subyektif murni ini bertolak belakang dengan teori obyektif
murni, karena dalam teori pembuktian subyektif murni didasarkan kepada keyakinan hakim
belaka (keyakinan semata). Prinsip pembuktiannya kepada penilaian hakim atas dasar
keyakinan menurut perasaan semata-mata, dan tidak menurut pembuktian undang-undang;
hakim diberi kebebasan mutlak untuk memutuskan sesuatu perkara pidana atau perdata.
Mekanisme pembuktian seperti ini sangat sulit untuk mengawasinya karena hakim
diberikan kewenangan mutlak dalam memutuskan perkara pidana dan perdata secara
subyektif semata.103

c. Teori Pembuktian Bebas


Teori pembuktian bebas adalah merupakan sistem pembuktian yang menghendaki
agar hakim dalam menentukan keyakinan secara bebas tanpa dibatasi oleh undang-undang,
akan tetapi hakim wajib mempertanggung-jawabkan dengan cara bagaimana hakim tersebut

102
H.S.Brahmana, S.H. M.H, Op.Cit.
103
Ibid.
165
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

memperoleh keyakinan dan selanjutnya hakim wajib menguraikan alasan-alasan yang


menjadi dasar putusannya, yakni semata-mata dengan keyakinan atas dasar ilmu
pengetahuan, dan logika, serta hakim tidak terikat pada alat-alat bukti yang ditentukan oleh
undang-undang. Dalam sistem ini hakim dapat menggunakan alat bukti lain di luar
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.104

d. Teori Pembuktian Negatif Menurut Undang-Undang


Teori pembuktian yang negatif ini dalam putusan hakim perlu memperhatikan dua
syarat ini:
 Pertama, harus ada alat-alat bukti yang sah yang telah ditentukan oleh
undang-undang;
 Kedua, selain alat-alat bukti berdasarkan ketentuan undang-undang untuk
menyatakan terdakwa bersalah atau tidak bersalah, perlu adanya penilaian
atau keyakinan dari hakim dalam putusan peradilan dan dijelaskan alasan
mendasar keyakinannya.
Menurut sistem pembuktian ini harus ada hubungan sebab akibat antara alat-alat
bukti menurut undang-undang dan keyakinan hakim (kehendak bebas hakim) dalam
pengambilan putusan tetap. Alat bukti yang sah menurut KUHP yang dimiliki Indonesia
adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.105

3. Hakekat Pembuktian Tradisional


Kata orang bijak “masalah dibuat oleh manusia, maka manusialah yang dapat
menyelesaikannya”. Dalam memecahkan masalah tertentu membutuhkan campur tangan
pihak lain, karena manusia dalam keberadaannya pastilah memiliki keterbatasan dalam
memecahkan persoalan yang dialaminya. Kehadiran manusia lain dalam memecahkan
persoalan sangat dibutuhkan; namun seringkali dalam kasus tertentu manusia (sesamanya)
juga amat sulit memecahkan persoalan yang dihadapinya.
Keterbatasan dan ketidak-mampuan manusia inilah yang mengantar manusia pada
suatu ketergantungan kepada Yang Ilahi. Hal ini dilatar-belakangi oleh suatu pandangan
bahwa kehadiran manusia di bumi adalah rangkaian „sebab akibat‟. „Anak‟ adalah sebab
adanya ayah-ibunya, begitu pula ayah-ibunya „ada‟ adalah akibat dari orang-orang tuanya.
Lantas di mana ujung dari „sebab-sebab‟ yang ada? Karena itu, tidak ada seorangpun yang
mampu membuktikan „ketiadaan Tuhan‟.106
Sisi alamiah manusia, mau tidak mau, suka atau tidak suka dalam keadaan apapun,
dalam kesendirian maupun keramaian, „pasti‟ manusia merasa perlu bergantung kepada
Yang Ilahi. Ini adalah salah satu bukti alamiah, bahwa sifat manusia adalah bergantung.
Kalaupun dalam kehidupan ini kebanyakan orang tidak mengakui adanya Tuhan, tetapi

104
Ibid.
105
Ibid.
106
http://www.kaskus.us/showthread,php?t=9386676
166
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

saya yakin bahwa ketika mengalami masalah yang paling rumit dan sulit mengatasinya,
pasti ia akan mencari pihak lain untuk mengatasi persoalan atau masalah rumit yang
dialaminya.
Misalnya, ketika seseorang dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh
pihak berwajib karena menyuarakan kebenaran, ruang geraknya terbatas, setiap saat
dihantui perasaan takut dan berada dalam ketidak-pastian akan keamanan dirinya. Dalam
kondisi seperti ini pastilah ia akan mencari pertolongan dari sesama, tetapi dalam hal ini
sangat sulit, karena ia berada dalam pantauan pihak berwajib. Satu-satunya yang ia lakukan
adalah mencari perlindung dari Allah, walaupun sebelumnya tidak mengakui adanya
Tuhan. Kasus serupa dialami oleh beberapa orang aktifis Papua merdeka.
Dalam dan melalui masalah yang sangat sulit diatasinya, manusia berusaha mencari
dan mengenali keberadaan tempat bergantung yang dapat menemukan jalan ke luar dari
konflik (masalah) yang dialaminya atau membebaskan manusia dari kemelut atau persoalan
yang dialaminya. Demikian pula para leluhur bangsa Papua menerapkan berbagai
mekanisme pembuktian tradisional agar Yang Ilahi campur tangan dalam persoalan rumit
yang dialami oleh manusia.
Tentang adanya Allah yang tak terbantahkan ditemukan oleh Thomas Aquino.
Menurutnya, pengetahuan manusia dapat mengetahui eksistensi Tuhan melalui indrawi.107
Pemikiran Thomas Aquino atas eksistensi Allah (keberadaan Allah) ditemukan dalam lima
jalan atau Quinquw viae dengan prinsip kausalitas.
Allah dipandang sebagai prinsip pertama yang menjadi sebab (causa) tertinggi dari
setiap gejala alamiah di bumi. Adapun lima jalan kausalitas tersebut, yakni:108
1) Jalan gerak atau matus. Fakta adanya gerak di dunia jasmani. Seperti perubahan
fisik terjadi disebabkan oleh gerak dan sesuatu yang menggerakkan pasti digerakkan
oleh sesuatu yang lain. Gerakkan tersebut tidak dapat berjalan tanpa batas sampai
tak terhingga. Fakta tersebut menyimpulkan adanya gerak pertama yang tidak
digerakkan oleh penggerak yang lain. Thomas Aquino menyebut penggerak pertama
adalah Allah.

2) Jalan sebab akibat (ex ratione causae). Fakta adanya sebab akibat. Akibat
disebabkan oleh sesuatu, di mana tidak semua merupakan penyebab yang
menghasilkan dirinya sendiri dan penyebab pertama tidak mungkin terbatas
(infinitum). Thomas Aquino menyebut penggerak pertama yang tidak disebabkan
oleh sesuatu yang lain adalah Allah.

3) Jalan kemungkian dan keniscayaan (ex possibli et necessario). Adanya


kemungkinan dan keniscayaan di dunia jasmani. Di dalam dunia, ada yang bisa
berubah dan bisa musnah. Maka, perubahan dapat terjadi bila diadakan oleh sesuatu
yang „ada‟ sebelum yang telah ada. Thomas Aquino menyebut sesuatu yang „ada‟
sebelum yang lain „ada‟ adalah yang niscaya dan mutlak yaitu Allah.
107
Petrus L Tjahjadi, Simon; Petualang Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. 2004
108
http://id.wikipedia.org/wiki/Teologi_kodrati
167
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

4) Jalan derajat kausalitas atau (ex gradibus qui in rebus inveniuntur). Pembuktian
tingkat kausalitas. Di dunia jasmani ada ukuran, ada kurang, ada lebih seperti
kurang adil atau lebih adil, dll. Thomas Aquino menyebut ukuran yang superlatif
dan sempurna adalah Allah.

5) Jalan finalitas atau (ex gubernatione rerum). Kenyataan dunia terselenggaranya


dengan baik. Segala ciptaan dapat mencapai tujuan yang terbaik, baik yang tidak
berakal budi maupun berakal budi. Thomas Aquino menyebut penyelenggara
tertinggi di dunia jasmani adalah Allah.
Eksistensi (keberadaan) Allah ditemukan dalam lima jalan yang dikemukakan oleh
filsuf Thomas Aquino adalah lima jalan untuk memahami adanya Allah yang tidak
terbantahkan. Pembuktian alamiah yang dipraktekkan oleh suku-suku di Tanah Papua dapat
dipandang sebagai jalan untuk memahami adanya Allah yang melampaui segala akal
(Ilahi), tetapi Allah yang dasyat itu hadir dalam keseluruhan ciptaan-Nya secara alamiah.
Karena itu, mekanisme-mekanisme pembuktian kebenaran dan kepastian dalam
memecahkan persoalan yang rumit serta mengetahui kepastian akan sesuatu itu dilakukan
sebagai jalan adanya pengakuan akan „keberadaan Allah‟ yang dasyat itu hadir dalam
kehidupan manusia untuk turut serta memecahkan persoalan hidup manusia.
Sikap dan tindakan manusia Papua (leluhur) dalam mekanisme pembuktian alamiah
dapat dipahami sebagai suatu sikap kepasrahan (merendahkan diri) kepada Yang Ilahi; dan
pada saat yang sama pula manusia mengakui kemaha-kuasaan yang terselami ke-Ilahi-an
Allah. Dengan sikap merendahkan diri kepada Yang Ilahi, maka kemahakuasaan dari Yang
Ilahi menempati (sisi) keterbatasan, kelemahan, dan kekurangan manusia. Selanjutnya,
Yang Ilahi bertindak atas masalah yang dialaminya dengan memperlihatkan sisi kebenaran
dan kepastian („pembuktian alamiah‟ yang selanjutnya disebut „pembuktian di hadapan
Allah‟) yang tak terbantahkan.

4. Hakekat Pembuktian Di Hadapan Allah Menurut Alkitab


Mekanisme undian yang digunakan oleh bangsa Israel tradisional adalah suatu
metode untuk memastikan sesuatu agar sesuatu itu terjadi sesuai dengan kehendak Allah.
Seperti yang tertulis dalam Kitab Amsal pasal 16 ayat 33 menyatakan: “Undi dibuang di
pangkuan, tetapi setiap keputusannya berasal dari pada Tuhan”. Artinya undian dibuang di
pangkuan ibu bumi, tetapi setiap keputusannya terjadi sesuai dengan kehendak Tuhan.
Hakekat (dasar) pembuktian Alkitabiah dan pemilihan pemimpin di hadapan Allah
adalah dengan mengandalkan iman - keyakinan dan pengharapan kepada Tuhan. Bangsa
Israel tradisional telah merasakan penyertaan Tuhan diawali dengan pembebasan dari
perbudakan Firaun di Mesir, penyertaan Tuhan selama 40 tahun di Padang Gurun dan
penyertaan Tuhan selama di Tanah Kanaan.
Pengalaman iman bangsa Israel menjadi pedoman atau dasar pijakan dalam
menyelesaikan segala macam persoalan rumit apapun dengan membuang undi dengan

168
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

menggunakan „urim‟ dan „tumim‟, untuk mengetahui kehendak Tuhan dalam memastikan
sesuatu kebenaran dan dalam pemilihan pemimpin.

5. Perbedaan Hakekat Pembuktian


Dengan demikian sudah jelas bahwa adanya perbedaan antara pembuktian hukum
positif dan pembuktian tradisional secara alami yang dipakai oleh suku-suku di Tanah
Papua. Dalam hukum positif dalam perkara Pidana dan Perdata adalah pembuktian secara
empiris (pembuktian dunia dengan menggunakan logika/nalar melalui alat bukti dan
penilaian subyektif atau obyektif atau pembuktian bebas dengan pendekatan nalar/logika
oleh hakim).
Sedangkan pembuktian tradisional yang dipakai oleh suku-suku di tanah Papua
adalah pembuktian dengan melibatkan Ilahi atau Allah (Elohim) dengan menggunakan
iman-keyakinan dan pengharapan (logika iman). Suku-suku di Tanah Papua memiliki
pandangan bahwa di luar dari segala yang ada, ada kekuatan supra-natural yang melampaui
segala sesuatu, dasyat, maha kuasa, maha besar, Dialah Sang Khalik atau Sang Ilahi atau
Allah. Dengan modal keyakinan itulah para moyang suku-suku di Tanah Papua
menyerahkan segala permasalahan rumit yang dihadapinya kepada Yang Ilahi agar Yang
Ilahi memecahkan persoalannya melalui mekanisme pembuktian secara alamiah.
Dengan demikian„pembuktian di hadapan Allah‟ berbeda hakekatnya dengan
pembuktian hukum positif dengan menggunakan hakekat pembuktian secara empiris. Unsur
terpenting dalam pembuktian tradisional adalah hukum Allah (iman - keyakinan dan
pengharapan kepada Allah); sementara unsur terpenting dalam pembuktian empiris-hukum
positif (hukum dunia) adalah alat-alat bukti dan keyakinan subyektif hakim.
Hakekat pembuktian Alkitabiah dan pemilihan pemimpin di hadapan Allah yang
dipraktekkan oleh bangsa Israel tradisional dengan menggunakan urim dan tumim, tidak
berbeda jauh dengan hakekat pembuktian dan pemilihan pemimpin di hadapan Allah secara
tradisional yang dipraktekkan oleh suku-suku di Tanah Papua. Perbedaannya adalah
keyakinan tradisional suku-suku di Tanah Papua adalah „pantheisme‟ yang berevolusi
menjadi „monotheisme‟, sama halnya juga keyakinan bangsa Israel dari „pantheisme‟
berevolusi menjadi„monotheisme‟ melalui perantaraan moyang Israel nabi Abraham.
Dengan pendekatan „pembuktian di hadapan Allah‟, hasilnya adalah mendapatkan
„kepastian‟ dan „kebenaran‟ akan sesuatu hal. Sementara pembuktian empiris hukum
positif, hasilnya ada dua kemungkinan bisa terjadi yaitu: kemungkinan pertama, suatu
keputusan hakim atas perkara pidana dan perdata bisa keliru (tidak tepat/tidak benar/ tidak
pasti/ tidak adil); dan kemungkinan kedua, suatu keputusan hakim atas perkara pidana dan
perdata bisa tepat, benar, pasti dan adil.

169
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bab V
METODE PEMBUKTIAN DI HADAPAN ALLAH
DALAM PERKARA PIDANA & PERDATA ALTERNATIF

1. Pengertian Pembuktian Di Hadapan Allah

S
ecara harafiah, pembuktian adalah perbuatan membuktikan. Membuktikan bararti
memberikan atau memperlihatkan bukti, melakukan suatu kebenaran, melaksanakan,
menandakan, menyaksikan dan meyakinkan.
Pembuktian tradisonal (yang disebut pembuktian di hadapan Allah), berbeda dengan
pembuktian hukum positif dalam perkara pidana dan perdata. Pembuktian hukum positif
adalah ketentuan-ketentuan yang berisi pedoman tata cara yang dibenarkan undang-undang
untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan terhadap terdakwa.
Pembuktian merupakan bagian terpenting dalam Sidang Pengadilan karena dengan
pembuktian akan tampak: apakah terdakwa bersalah atau tidak bersalah. Apabila hasil
pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup kuat
membuktikan kesalahan yang didakwakan, maka terdakwa dibebaskan dari jeratan
hukuman. Sebaliknya, kalau kesalahanya dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebut
dalam undang-undang terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa dinyatakan
bersalah, dan kepadanya dijatuhkan hukuman.109
Sedangkan mekanisme pembuktian di hadapan Allah dapat ditempuh untuk
memperoleh kepastian atau kebenaran akan sesuatu pelanggaran, tanpa pihak berwenang
(penegak hukum) bekerja keras menghadirkan bukti-bukti untuk mengadili perkara pidana
atau perdata. Selain itu, dalam pembuktian hukum, tidaklah dibutuhkan keyakinan akal
budi (subyektif) hakim dalam memutuskan suatu perkara.
Mekanisme pembuktian di hadapan Allah yang disidangkan oleh hakim Adat
didampingi hakim Agama di „Para-Para Adat‟ dapat secara jelas membuktikan masalah
yang dituduhkan: apakah yang bersangkutan (tertuduh) benar dan tidak benar, bersalah atau
tidak bersalah. Jika dalam pembuktian di hadapan Allah di para-para adat (melalui salah
satu mekanisme pembuktian tradisional), yang bersangkutan terbukti bersalah, maka hakim
Adat dan hakim Agama secara resmi menyerahkan yang bersangkutan (terdakwa) kepada
aparat penegak hukum untuk diproses hukum sesuai dengan hukum yang berlaku,
sebaliknya jika tidak terbukti, maka tertuduh dibebaskan dari masalah yang dituduhkan.
Terdakwa yang sudah terbukti dalam peradilan di para-para Adat, proses hukum
selanjutnya terdakwa disidangkan oleh hakim Negara untuk melengkapi bukti tambahan,
lalu sidang tuntutan dan divonis tanpa membutuhkan proses hukum dalam waktu yang
lama, tanpa membutuhkan kerja keras untuk membuktikan melalui alat-alat bukti (proses
peradilan cepat), karena di peradilan para-para adat oleh hakim Adat setempat didampingi

109
www.litigasi.co.id
170
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

hakim Agama sudah membuktikan melalui salah satu mekanisme tradisional sesuai
ketentuan hukum yang berlaku. Maka proses sidang tuntutan dan putusan selanjutnya
berlangsung cepat, tepat, bersih, berwibawa, adil, dan bertanggung jawab.
Dalam pembuktian hukum positif acara pidana, „hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya‟110, sementara dalam pembuktian di hadapan
Allah melalui mekanisme tradisional, sekurang-kurangnya satu alat bukti sudah cukup,
buktinya adalah bahwa dalam peradilan para-para adat melalui salah satu mekanisme
pembuktian di hadapan Allah telah dibuktikan bahwa yang bersangkutan adalah pelaku
yang terbukti melakukan suatu tindak kejahatan pidana atau perdata, maka proses hukum
selanjutnya pihak berwenang (Jaksa) mengajukan tuntutan dan hakim Negara menjatuhkan
putusan hukuman pidana, atau putusan perkara perdata.

2. Tujuan Pembuktian Di Hadapan Allah


Tujuan pembuktian di hadapan Allah melalui mekanisme tradisional adalah:
1) Memastikan pelaku kejatahan tanpa harus didukung oleh banyak bukti, cukup satu
atau dua orang menjadi saksi sebagai alat bukti awal; karena masih ada proses
pembuktian di hadapan Allah melalui peradilan di para-para adat;
2) Memastikan sesuatu kegiatan yang akan dilaksanakan, misalnya sebelum perang,
melakukan mekanisme pembuktian di hadapan Allah untuk memastikan apakah
akan kalah perang atau menang, apakah akan selamat ataukah tertimpa malapetaka;
3) Memastikan sesuatu yang diharapkan, artinya apakah suatu agenda yang
direncanakan akan berhasil atau tidak, untuk itu dilakukan mekanisme pembuktian
di hadapan Allah melalui mekanisme pembuktian tradisional yang berlaku dalam
budaya setempat.
4) Intinya adalah melibatkan Tuhan dalam proses pembuktian perkara pidana dan
perdata serta mengetahui kehendak Tuhan sebelum melakukan sesuatu hal atau
memastikan suatu hal.

3. Proses Hukum Perkara Pidana dan Perdata Alternatif


Dalam proses hukum, langkah pertama yang harus dilakukan adalah pihak yang
disangkakan atau diduga kuat harus dibuktikan melalui pembuktian di hadapan Allah
melalui mekanisme peradilan tradisional setempat. Model mekanisme pembuktiannya dapat
memilih salah satu model yang kami cantumkan dalam bab II atau bab IX dalam buku ini.
Tentang model peradilan pembuktian yang hendak diterapkan, dapat dirumuskan
dalam „Hukum Acara Pidana dan Perdata‟ oleh Pemerintah. Dalam hukum acara Pidana
dan Perdata itu perlu adanya kerja sama antara hakim Adat dan hakim Agama serta pihak

110
Ibid.
171
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

penegak hukum Negara, karena pembuktian pelaku dilakukan di peradilan „Para-Para Adat‟
oleh hakim Adat setempat didampingi hakim Agama.
Supaya kita memiliki gambaran mengenai proses hukum ini, kami mencantumkan
salah satu contoh proses pembuktian untuk membuktikan pelaku kejahatan. Misalnya, salah
seorang ditemukan tewas (meninggal dunia) di dalam rumah. Ada saksi yang melihat
bahwa ada seorang laki-laki masuk di rumah korban dan tidak lama kemudian laki-laki itu
keluar dari rumah itu dengan bercak darah di tangannya.
Masalah tersebut dilaporkan kepada pihak berwenang (polisi Negara atau polisi
Adat). Kemudian pihak berwenang menyaring informasi. Ternyata ada saksi yang melihat
seorang pria masuk dalam rumahnya dan tidak lama kemudian laki-laki itu keluar. Pihak
berwenang menangkap orang tersebut dan untuk membuktikan tuduhan itu, maka yang
bersangkutan (tertuduh) di bawa ke peradilan „para-para adat‟ untuk pembuktian di hadapan
Allah melalui mekanisme tradisional oleh hakim Adat setempat didampingi hakim Agama.
Jika yang bersangkutan dibuktikan melalui peradilan adat bahwa dirinya terbukti sebagai
pelaku. Maka hakim Adat didampingi hakim Agama menyerahkan terdakwa ke pihak
berwajib (aparat penegak hukum) untuk diproses melalui hukum positif (sesuai ketentuan
hukum pidana atau perdata yang berlaku).
Dalam proses hukumnya, pasal-pasal yang dikenakan harus sesuai dengan
perbuatannya. Proses hukum dilakukan secara tepat, cepat, benar, bersih, berwibawa,
terukur, adil dan dapat dipertanggung-jawabkan. Putusan hukuman oleh hakim harus
setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya, artinya putusan pengadilan benar-benar
memberikan rasa keadilan, baik bagi pihak korban maupun pelaku.
Siapapun tidak pernah terbebas dari sanksi dan tidak akan membela diri, jika
memang seseorang melakukan pelanggaran hukum. Jika tertuduh itu melawan dan tidak
mengaku, dia tahu apa yang akan menimpanya; namun jika dia tidak bersalah, maka dia
akan terbebas dari hukuman. Siapapun tidak akan lolos, atau membela diri di depan
peradilan “Para-Para Adat”, karena peradilan ini dibuktikan di hadapan Allah atas suatu
perkara pidana dan perdata dengan menggunakan mekanisme tradisional oleh hakim adat
setempat didampingi hakim Agama. Peradilan ini tidak sama dengan peradilan modern
yang bisa membela diri dan merekayasa sesuatu. Model peradilan pembuktian di hadapan
Allah ini sangat ketat, tepat, terukur, bersih, berwibawa, pasti, benar, dapat dipercaya
(otentik), bertanggung jawab dan sah.
Mekanisme pembuktian di hadapan Allah ini digali dan dirumuskan oleh penulis
untuk diusulkan kepada bangsa Papua, juga bangsa lain agar diterapkan dalam penegakkan
hukum. Tujuannya adalah untuk kepastian hukum bagi pihak tertuduh. Jika terbukti
bersalah, maka putusan hukum dari pengadilan memberi rasa keadilan bagi pelaku maupun
pihak korban. Dan mekanisme ini dapat diterapkan juga dalam resolusi konflik laten
maupun konflik terbuka, baik konflik skala kecil maupun skala besar di dunia.

172
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bab VI
MODEL-MODEL DEMOKRASI

1. Demokrasi
1.1. Pengertian Demokrasi
ata demokrasi berasal dari kata Yunani „demos‟ yang berarti people (rakyat,

K orang-orang, kelompok orang), lalu „kratos/kratein‟ artinya „pemerintahan‟ atau


„kekuasaan‟. Arti sebenarnya dari demokrasi adalah „kekuasaan rakyat‟ atau
„pemerintahan rakyat‟.111 Merujuk term ini, maka diambil kesimpulan secara sederhana
bahwa kekuasaan tertinggi yang dianggap menjadi motor pemerintahan harus disandarkan
kepada rakyat;112 atau dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. Maka kedaulatan ada di tangan rakyat. Kedaulatan rakyat yang dimaksud di
sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen
secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas.

1.2. Tujuan Demokrasi


Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu Negara
sebagai upaya mewujudkan Kedaulatan Rakyat (kekuasaan warga Negara) atas Negara
untuk dijalankan oleh pemerintah Negara tersebut.113 Maka pemerintahan rakyat yang
menganut paham demokrasi adalah suatu bentuk pemerintah dimana hak untuk membuat
keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga Negara yang
bertindak berdasar prosedur mayoritas.
Demokrasi langsung (direct democracy) pada Negara kota Yunani Kuno dapat
berlangsung efektif karena berlangsung dalam kondisi sederhana, wilayahnya terbatas, serta
jumlah penduduk yang sedikit, dan itupun hanya berlaku bagi warga Negara resmi, dimana
sebagian besar penduduk merupakan budak yang tidak mempunyai hak membuat keputusan
politik. Dalam Negara modern, demokrasi tidak lagi bersifat langsung, tetapi bersifat
demokrasi berdasar perwakilan (representative democracy).114
Tujuan lahirnya demokrasi adalah pemerintahan rakyat memberikan partisipasi
rakyat dalam pemerintahan; juga pengakuan hakikat dan martabat manusia, dalam hal ini
Negara memiliki kewajiban mutlak untuk melindungi dan pemenuhan Hak-hak Asasi
Manusia, termasuk pemenuhan kesejahteraan rakyat, serta menghargai hak-hak dasar
masyarakat pribumi.

111
http://id.wikipedia.org/wiki/demokrasi
112
Diposkan oleh Alamin Rayyiis; Jurnal Media, 26 Juli, 2009
113
Wpbadmin, http://korandemokrasiindonesia.wordpress.com/2009/11/27/demokrasi; at 07/19/2010-
15:08; wpbadmin’sblog
114
Suteju K.Widodo, Makalah yang disampaikan dalam Diskusi Sejarah “Wajah Demokrasi di Indonesia”
diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, Departemen Kebudayaan
dan Pariwisata, di LPMP Semarang, 30-31 Maret 2009, hal. 3
173
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

1.3. Latar Belakang Lahirnya Demokrasi

Demokrasi lahir di Yunani, khususnya kota Sparta dan Athena. Pada abad ke 6
Sebelum Masehi (5000 SM), orang Yunani memandang kediktatoran sebagai bentuk
pemerintahan terburuk yang mengabaikan hak-hak dasar masyarakat. Sistem demokrasi
klasik menjadi sistem pemerintahan alternatif. Sistem pemerintahan sebelumnya didominasi
oleh sistem Kerajaan, Kediktatoran, Aristokrasi atau Oligarki, dan lain-lain.
Demokrasi yang berkembang di Yunani, bukan sentralisasi demokrasi terpusat atau
perwakilan, seperti demokrasi modern, tetapi demokrasi langsung; artinya semua
masyarakat yang berada di polis (kota) berkumpul untuk membicarakan segala bentuk
persoalan pemerintahannya. Demokrasi model ini diterapkan karena masyarakat Yunani
dipecah menjadi kota-negara bagian kecil-kecil (tidak pernah lebih dari 10.000 warga) yang
lebih dikenal dengan nama „polis‟, dan dengan demikian semua orang mendapat
kesempatan untuk menyuarakan pendapat atas persoalan-persoalan pemerintahan.115

2. Model-Model Demokrasi
Secara garis besar aliran pikiran yang dinamakan demokrasi dapat dikelompokkan
ke dalam dua aliran besar, yaitu „demokrasi konstitusional‟ dan kelompok aliran yang
menamakan dirinya „demokrasi‟ yang pada hakekatnya mendasarkan diri pada komunisme
(liberal).116 Berikut ini beberapa model atau bentuk demokrasi yang pernah diterapkan oleh
umat manusia di planet bumi ini, antara lain:117

2.1. Monarkhi
Monarkhi berasal dari bahasa Yunani:„monas‟ (satu) dan „archein‟ (pemerintah).
Monarkhi adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh seorang penguasa Kerajaan atau
Kaisar. Raja atau Ratu atau Kaisar adalah penguasa tunggal untuk memerintah rakyat dalam
wilayah kekuasaan kerajaan atau kekaisarannya. Ini adalah bentuk pemerintahan kuno
(monarkhi mutlak/absolut). Berjalannya waktu kemudian, berkembanglah sistem Monarkhi
Parlementer dengan pembagian tugas dan tanggung jawab di antara (eksekutif, legislatif
dan yudikatif).
Raja atau Ratu atau Kaisar hanyalah sebagai simbol pemerintahan dan sebagai
kepala Negara (Kerajaan/Kekaisaran). Tugas pemerintahan dijalankan oleh para Dewan
Menteri yang dikepalai oleh Perdana Menteri yang dipilih langsung oleh rakyat melalui
demokrasi (Pemilihan Umum oleh Rakyat), termasuk anggota Parlemen (DPR). Perdana
menteri mengangkat para menterinya dan mereka bertanggung jawab kepada Perdana
Menteri. Selanjutnya Perdana Menteri bertanggung jawab kepada Parlemen sebagai
pemegang mandataris Rakyat. Juga ada Monarkhi Konstitusional adalah bentuk pemerin-

115
Alamin Rayyiis, Op.Cit.
116
Sutejo, Op.cit.hal. 4
117
Wpbadmin.Op.Cit
174
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

tahan dalam suatu Negara yang dikepalai oleh seorang Raja atau Kaisar yang kekuasannya
dibatasi oleh Undang Undang Dasar (Konstitusi).

2.2. Oligarki
Oligarki adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif
dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan,
keluarga atau militer. Istilah ini muncul dari bahasa Yunani: „oligon‟ (untuk sedikit) dan
„arkho‟ (memerintah).118 Maka kekuasaan politiknya dikuasai oleh segelintir individu (para
elite), atau bangsa berkelas atau yang disebut para bangsawan.

2.3. Aristokrasi
Aristokrasi berasal dari bahasa Yunani, “Aristokratia”, terdiri dari „Aristos‟
(excellent), „kratos‟ (kekuatan). Aristokratia yang berarti „aturan yang terbaik‟.
Aristrokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana kekuasaan berada di tangan kelompok
kecil, yang mendapat keistimewaan, atau kelas bangsawan yang berkuasa119.

2.4. Mobokrasi
Mobokrasi berdasarkan pendapat Plato bahwa Mobrokasi adalah pemerintahan yang
dikuasai oleh kelompok orang yang memiliki kepentingan kelompok yang berkuasa. Dalam
artian golongan-golongan tertentu saja. Mobrokrasi melanggengkan kekuasaan berdasarkan
kehendak pribadi pemimpin, bukan kepada kehendak keseluruhan masyarakat di dalam
negaranya.120 Akhirnya terjadi kekacauan dalam tatanan masyarakat dan pemerintahannya
sehingga masyarakat jelata membentuk perlawanan untuk merebut kekuasaan, walaupun
mereka tidak paham tentang mekanisme dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan.

2.5. Okhlokrasi
Demokrasi Okhlorasi hampir sama dengan Mobokrasi. „Okhloh‟ artinya “orang
tanpa pendidikan”. Pemerintahan yang dipimpin oleh orang yang belum berpendidikan
(belum mengetahui sistem dan tata kelolah pemerintahan).121

2.6. Anarkhi

Anarkhi adalah suasana hidup warga tanpa adanya pemerintahan yang kuat. Anarki
adalah suatu keadaan Negara dimana pemerintahan sangat lemah dan masing-masing rakyat
bertindak dengan sewenang-wenang seolah-olah merekalah penguasa dan menganggap
pemerintahan yang sah tidak ada.122

118
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Oligarki
119
Ibid, Aristokrasi
120
www:pokjawacana.com
121
http://ilmupolitikdanpemerintahan.blogspot
122
Ibid.
175
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

2.7. Polity
Polity menurut Aristores adalah kategori bentuk pemerintahan yang ideal, yaitu
pemerintahan yang dijalankan oleh banyak orang dan dengan tujuan untuk kepentingan
umum, atau kepentingan bersama.123

2.8. Tirani
Tirani adalah bentuk pemerintahan dimana kekuasaan pemerintahan berada di
bawah kendali seseorang dan digunakan bukan untuk kebaikan bersama, tetapi memerintah
untuk mencapai kepuasaan dan kepentingan sendiri.124

2.9. Demokrasi Klasik


Demokrasi dalam pengertian klasik pertama kali muncul pada abad ke 6 SM,
tepatnya di Yunani. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi dilakukan secara langsung, dalam
artian rakyat berkumpul pada suatu tempat tertentu dalam rangka membahas berbagai
permasalahan kenegaraan.
Bentuk Negara klasik lahir dari pemikiran aliran yang dikenal dengan pandangan „a
tree partite classification‟ yang membedakan bentuk Negara atas tiga bentuk ideal yang
dikenal sebagai bentuk Negara klasik tradisonal. Para penganut aliran ini adalah Plato,
Aristoteles, Polybius dan Thomas Aquino.

2.10. Demokrasi Modern


Demokrasi dalam pengertiannya yang modern muncul pertama kali di Amerika
Serikat. Konsep demokrasi modern sebagian besar dipengaruhi oleh para pemikir besar
seperti Marx, Hegel, Montesquieu dan Alexis de Tocqueville. Mengingat semakin
berkembangnya Negara-negara pada umumnya, secara otomatis menyebabkan makin
luasnya Negara dan banyaknya jumlah warga, serta meningkatnya kompleksitas urusan
kenegaraan, mengakibatkan terjadinya perwalian aspirasi dari rakyat, yang disebut juga
sebagai demokrasi secara tidak langsung. Ada tiga model (bentuk) demokrasi modern,
yakni:

a. Demokrasi Representatif Dengan Sistem Presidensial


Dalam sistem ini terdapat pemisahan tegas antara badan dan fungsi legislatif dan
eksekutif, serta yudikatif. Badan eksekutif terdiri dari seorang presiden, wakil presiden dan
menteri yang membantu presiden dalam menjalankan pemerintahan. Dalam hubungannya
dengan badan perwakilan rakyat (legislatif), para menteri tidak memiliki hubungan
pertanggung-jawaban dengan badan legislatif. Pertanggung jawaban para menteri
diserahkan sepenuhnya kepada presiden. Presiden dan menteri tidak dapat diberhentikan
oleh badan legislatif. Presiden bertanggung jawab kepada legislatif.

123
Ibid.
124
Ibid.
176
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

b. Demokrasi Representatif Dengan Sistem Parlementer


Sistem ini menggambarkan hubungan yang erat antara badan eksekutif dan
legislatif. Badan eksekutif terdiri dari kepala Negara dan kabinet (dewan menteri),
sedangkan badan legislatifnya dinamakan parlemen. Yang bertanggung-jawab atas
kekuasaan pelaksanaan pemerintah adalah kabinet, sehingga kebijaksanaan pemerintahan
ditentukan olehnya. Kepala Negara hanyalah sebagai simbol kekuasaan, tetapi mempunyai
hak untuk membubarkan parlemen.

c. Demokrasi Representatif Dengan Sistem Refrendum (Badan Pekerja)


Dalam sistem ini tidak terdapat pembagian dan pemisahan kekuasaan. Hal ini dapat
dilihat dari sistemnya sendiri dimana badan eksekutifnya merupakan bagian badan
legislatif. Badan eksekutifnya dinamakan bundesrat yang merupakan bagian dari
bundesversammlung (legislatif) yang terdiri dari nationalrat– badan perwakilan nasional –
dan standerat yang merupakan perwakilan dari Negara-negara bagian yang disebut kanton.

2.11. Demokrasi Liberal


Liberalisme atau liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat dan tradisi
politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik utama.
Secara umum, leberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberal menolak adanya pembatasan,
khususya dari pemerintah dan agama. Leberalisme menghendaki adanya: 1) Pertukaran
gagasan bebas; 2) Ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise); 3)
Suatu sistem pemerintahan yang transparan; 4) Menolak adanya pembatasan terhadap
pemilikan individu. Oleh karena itu, paham liberal lebih lanjut menjadi dasar bagi
tumbuhnya kapitalisme lokal, nasional dan global .

2.12. Sosialisme
Sosialisme adalah paham yang bertujuan perubahan bentuk masyarakat dengan
menjadikan perangkat produksi menjadi milik bersama dan pembagian hasil secara merata
disamping pembagian lahan kerja dan bahan konsumsi secara menyeluruh dan merata.
Dapat didefinisikan pula bahwa „sosialisme‟ adalah sistem hidup yang menjamin Hak Asasi
Manusia, hak sama rata, demokrasi, kebebasan dan sekularisme.
Yang mendukung paham ini meyakini bahwa dengan menganut paham sosialisme
jaminan keadilan akan terwujud. Sosialisme terpecah menjadi dua, yaitu sosialisme
komunis dan sosialisme demokrasi. Pada abad ke 20 sosialisme memiliki beberapa cabang
gerakan, antara lain: 1) sosialisme demokrasi, 2) Marxisme-Leninisme, 3) Anarkisme-
Sindikalisme.125

125
www:shonz512.wordpress.com
177
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

2.13. Demokrasi Totaliter


Demokrasi Totaliter adalah sebuah istilah yang diperkenalkan oleh sejarahwan J. L.
Talmon untuk merujuk kepada suatu sistem pemerintahan dimana wakil rakyat yang
terpilih secara sah mempertahankan kesatuan Negara kebangsaan warga negaranya,
meskipun memiliki hak untuk memilih, tidak banyak atau bahkan sama sekali tidak
memiliki partisipasi dalam proses pengambilan keputusan pemerintah. Ungkapan
sebelumnya telah digunakan oleh Bertrand de Jouvenel dan E. H. Carr.

2.14. Meritokrasi
Meritokrasi berasal dari kata „merit‟ atau manfaat, meritokrasi menunjuk suatu
bentuk sistem politik yang memberikan penghargaan lebih kepada mereka yang berprestasi
atau berkemampuan. Kerap dianggap sebagai suatu bentuk sistem masyarakat yang sangat
adil dengan memberikan tempat kepada mereka yang berprestasi untuk duduk sebagai
pemimpin, tetapi tetap dikritik sebagai bentuk ketidak-adilan yang kurang memberi tempat
bagi mereka yang kurang memiliki kemampuan untuk tampil memimpin. Dalam pengertian
khusus meritokrasi kerap dipakai menentang birokrasi yang sarat KKN, terutama pada
aspek nepotisme.

2.15. Teokrasi
Teokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana agama atau iman memegang peranan
utama. Kata „Teokrasi‟ berasal dari bahasa yunani „Theokratia‟. „Theos‟ artinya „Tuhan‟.
Dan „Kratein‟ artinya „memerintah‟. Teokrasi artinya „Pemerintahan oleh Tuhan‟.

2.16. Plutokrasi
Plutokrasi merupakan suatu sitem pemerintahan yang mendasarkan suatu kekuasaan
atas dasar kekayaan yang mereka miliki. Berasal dari bahasa Yunani „Plautos‟ yang berarti
„kekayaan‟ dan Kratos yang berarti „kekuasaan‟. Riwayat keterlibatan kaum hartawan
dalam politik kekuasaan memang berawal di kota Yunani untuk kemudian diikuti di
kawasan Genova, Italia.

2.17. Demokrasi Kesukuan


Demokrasi kesukuan adalah sebuah sistem atau bentuk pemerintahan setempat yang
diselenggarakan di dalam batas-batas, wilayah ulayat, jangkauan hukum adat, dan sistem
kepemimpinan serta pola kepemimpinan suku dan segala perangkat kesukuannya (tribal
properties). Demokrasi kesukuan juga dapat disebut sebagai demokrasi yang asli dan
alamiah.
Demokrasi Kesukuan, menurut penggagasnya, Sem Karoba, adalah sebuah
demokrasi yang tidak mengenal partai politik, karena partai politik pada dasarnya dibentuk
untuk membangun aliansi, afliasi dan asosiasi satu orang dengan yang lainnya. Masyarakat
adat di dalam suku-suku sudah memiliki aliansi, afiliasi, dan asosiasi, maka demokrasi yang
dibangun berasaskan suku, dibangun atas dasar kondisi real dimaksud.

178
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

2.18. Teososiokrasi
Model demokrasi yang terakhir ini adalah Teososiokrasi. Sistem demokrasi inilah
yang saya - penulis teliti, digali dan dikembangkan dalam buku ini dari model demokrasi
asli yang digunakan oleh suku-suku di Tanah Papua.
Istilah Teososiokrasi terdiri dari tiga kata „Teo‟ „socius, „kratos/ kratein‟:
Teo artinya Tuhan;
Socius artinya masyarakat, penduduk, manusia, teman, kawan, sahabat;
Kratos artinya kekuasaan, memerintah.
Teososiokrasi „Tuhan memilih wakil rakyatnya untuk melayani‟, atau pengertian
lainnya adalah bentuk pemerintahan Tuhan yang dijalankan oleh wakil rakyat yang dipilih
dan ditentukan oleh Tuhan melalui mekanisme demokrasi tradisional.
 Teososiokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana agama atau iman memegang
peranan utama.
 Teososiokrasi adalah Tuhan yang maha kuasa berada di dalam struktur alam
semesta dan turut serta mengambil bagian dalam proses-proses kehidupan
masyarakat, termasuk turut serta dalam pemerintahan di bumi.
 Teososiokrasi dapat diartikan sebagai bentuk pemerintahan Tuhan yang di dalam
penyelenggaraan pemerintahannya dilaksanakan oleh wakil masyarakat di bumi
yang dipilih dan ditentukan oleh Allah melalui mekanisme demokrasi tradisional.
 Teososiokrasi juga diartikan sebagai bentuk pemerintahan yang di dalamnya Tuhan
bermain peranan dan atau Tuhan turut serta dalam pemerintahan secara alamiah.
Singkatnya Teososiokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang berdasarkan
Allah Tritunggal.
Tentang Teososiokrasi, lebih jelasnya baca keseluruhan dan pahami dalam buku ini,
karena demokrasi asli inilah yang penulis melakukan penelitian dan mengkaji serta
mengembangkan menjadi sebuah mekanisme yang baku, untuk diterapkan pada kehidupan
manusia post modern ini. Mengingat mekanisme demokrasi asli ini, masih relevan dan
masih efektif untuk diterapkan dalam dunia yang penuh harapan, tetapi penuh dengan
berbagai konflik ini. Agar harapan dan kerinduan masyarakat yang menghendaki suatu
kehidupan yang ideal „damai sejahtera‟ tanpa adanya konflik itu benar-benar diwujudkan di
dunia.
Maka demi kepentingan itulah, penulis dalam keterbatasan dan kekurangan dapat
merintis sebuah „proyek penelitian baru‟, mengkaji dan mengembangkan suatu model
demokrasi alternatif dan metode pembuktian hukum perkara pidana dan perdata secara
alami dalam buku ini, berdasarkan kekhasan (keaslian) yang ada dalam suku-suku di Tanah
Papua, yang ditulis dengan bahasa yang sangat sederhana, agar semua tingkatan umur,
pendidikan dan status sosial dapat menangkap isi dari buku ini.

179
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bab VII
PENERAPAN DEMOKRASI MODERN
versus TEO-SOSIOKRASI PAPUA

1. Latar Belakang

P
enerapan sistem Teososiokrasi di Tanah Papua dilatar-belakangi oleh dua hal pokok,
pertama, pengalaman penerapan demokrasi di Indonesia bahkan dunia yang jauh
dari harapan masyarakat dunia; dan kedua, pengalaman perjuangan orang Papua
selama 57 tahun (1961 s/d 2020) yang tidak memberi jawaban atas pergumulan bangsa
Papua. Di bawah ini kami menjabarkan latar belakang sejarah demokrasi untuk memahami
kedua pokok permasalahan tersebut.

1.1. Penerapan Demokrasi Di Indonesia / Dunia


Negara yang menganut paham demokrasi adalah Negara yang menjamin semua
warga Negara bebas menyampaikan pendapat di Muka Umum, semua warga Negara
mempunyai hak yang sama dalam hukum, semua warga Negara (dewasa) mempunyai „hak
pilih dan dipilih‟, serta memiliki „hak satu orang satu suara‟. Artinya tidak ada satu
kelompok masyarakat yang menyatakan bahwa mereka berhak memerintah dan mengambil
keputusan yang mengikat rakyat, tanpa persetujuan dari masyarakat pada umumnya.
Semua warga Negara dan semua kelompok masyarakat mempunyai hak dan
kesempatan yang sama dalam pembuatan kebijakan publik, dalam mengawasi dan menilai
penyelenggaraan pemerintahan. Terbukanya kesempatan untuk menduduki jabatan-jabatan
struktural Negara, ukurannya bukan asal-usul, suku, agama, kedudukan, golongan,
kekayaan, tetapi ditentukan oleh dukungan warga Negara lainnya.
Selain itu, adanya pengakuan kesederajatan manusia, artinya tidak ada orang atau
kelompok orang yang karena keturunan, asal-usul, suku, ras, agama, golongan dan jenis
kelamin berhak memerintah orang lain; dalam kesederajatan manusia tetap ada pemimpin
yang akan memerintah, tetapi mereka dipilih oleh orang yang diperintah dari antara mereka
sendiri.
Namun demikian, perjalanan demokratisasi di Indonesia jauh dari harapan ideal.
Sistem demokrasi yang sudah dan sedang dibangun di Indonesia adalah demokrasi sempit,
artinya demokrasi yang tidak menghargai pandangan warga Negara lain, tidak menghargai
perbedaan, tidak menghargai keunikan, tidak menghargai perjuangan hak-hak dasar
masyarakat pribumi yang lain, dan tidak memberikan kesempatan bagi masyarakat pribumi
untuk mengemukan pandangan ideologinya.
Demokrasi yang dibangun di Indonesia bukan demokrasi yang membebaskan,
bukan demokrasi yang menghargai perbedaan, tetapi demokrasi yang membelenggu hati

180
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

nurani warga lain, demokrasi pemaksaan kehendak para elite (minoritas) kepada rakyat
(mayoritas), demokrasi yang mengekang kebebasan orang lain, dengan demikian demokrasi
Indonesia adalah demokrasi anti kebebasan dan anti kedaulatan rakyat.
Sesungguhnya demokrasi itu adalah kebebasan, dan kebebasan itulah Hak Asasi
Manusia. Namun demokrasi disiasati hanya untuk mempertahankan hegemoni golongan
tertentu dan para elit tertentu (kaum pemodal dan kaum yang berkuasa). Demokrasi itulah
kedaulatan rakyat itu. Jika demokrasi tidak ditegakkan, maka kedaulatan rakyat dikhianati.
“Banyak orang tertipu karena tidak memahami hakekat demokrasi yang sebenarnya.
Secara konsep, rakyat memiliki wewenang dalam mengatur urusan pemerintahan
(kedaulatan rakyat). Rakyatlah penentu kebijakan bagi diri mereka sendiri. Rakyat bebas
berbicara, mengkritik, dan berekspresi. Namun, konsep ini hanya ada pada saat
kelahirannya, yakni pada abad ke 6 SM. Fakta justru menunjukkan bahwa yang
sesungguhnya yang berdaulat adalah para elit politik dan para pemilik modal. Tak salah
jika kemudian orang mengatakan sistem demokrasi sama halnya dengan sistem
korporatokrasi”.126
Fakta penegakkan demokrasi di Indonesia berbanding terbalik dengan harapan
masyarakat pada umumnya. “banyak pihak berharap bahwa demokrasi akan mampu
memberikan kesejahteraan bagi rakyat, berdasarkan asumsi bahwa semakin demokratis,
rakyat kian akan sejahtera. Berbagai model demokrasipun dicoba. Mulai dari demokrasi
terpimpin ala Soekarno, demokrasi Pancasila ala Soeharto, hingga demokrasi liberal ala
reformasi. Namun, hasil yang diharapkan tak kunjung tiba. Rakyat tetap saja tidak
menikmati buah dari demokrasi, selain hanya pesta demokrasi”.127
Kebanyakan para pejabat Indonesia berevoria dengan suksesnya (PEMILU) alias
pesta demokrasi. Namun, pesta demokrasi itu hanyalah sebagai pengumbal janji para
kandidat legislatif dan eksekutif. Pesta demokrasi tidak memberi manfaat bagi masyarakat
yang mengantarnya hingga menduduki kursi empuk.
Para politisi ini tidak memiliki beban moril terhadap suara dan dukungan rakyat
yang telah diberikannya. Dengan berakhirnya pesta demokrasi yang mengantarnya untuk
memegang tampuk kekuasaan, mereka menyibukkan diri dengan urusan kepentingan diri,
keluarga dan golongan untuk memperkaya diri; kepentingan masyarakat umum diabaikan,
janji-janji politiknya tidak diwujudkan dalam perbuatan nyata, bahkan para politisi ini lupa
bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat.
Belum terbangunnya demokrasi sejati di dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara di Indonesia. Demokrasi sejati adalah demokrasi yang menjunjung
tinggi prinsip-prinsip Dasar Hak-Hak Asasi Manusia (HAM); Demokrasi sejati adalah
demokrasi yang menghargai perbedaan dan menghargai keunikan; Demokrasi sejati adalah
demokrasi yang menghargai pandangan orang lain, demokrasi yang menghargai hak-hak
masyarakat pribumi; demokrasi yang memberi ruang kepada masyarakat pribumi untuk
memperjuangkan hak-hak dasarnya, termasuk hak penentuan nasib sendiri.
126
www.bkimipb.org:Copyright@2010.bkimipb.org.DesignedbyShape5.com
127
Ibid.
181
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Berbagai macam produk hukum yang dilahirkan oleh pemerintah, bukan bertujuan
untuk menciptakan keadilan untuk kemakmuran rakyat semesta, tetapi bertujuan untuk
menciptakan peluang tumbuhnya kapitalisme lokal, nasional dan global. Sesungguhnya
apapun produk hukum atau kebijakan apapun yang hendak diterapkan, seharusnya
menempuh beberapa langkah yang kami tawarkan di bawah ini:
1) Pertama, aspirasi datangnya dari rakyat atau kebijakan pemerintah dapat diterima
oleh rakyat setelah pemerintah mensosialisasikan kepada rakyat;
2) Kedua, aspirasi rakyat atau kebijakan pemerintah itu dirancang dalam produk
hukum;
3) Ketiga, sebelum disahkan hasil rancangan (draf) peraturan itu disosialisasikan
kepada rakyat semesta sebagai pemegang kedaulatan yang sesungguhnya untuk
mendapat klarifikasi, masukan dan kritikan untuk perbaikan;
4) Keempat, Penetapan produk hukum;
5) Kelima, mensosialisasikan apa yang sudah diputuskan dan ditetapkan kepada
masyarakat;
6) Keenam, Penerapan produk hukum;
7) Ketujuh, Jika dalam penerapannya tidak menjawab kebutuhan rakyat, maka produk
hukum itu perlu ditinjau kembali untuk: a) dicabut jika produk hukum itu terbukti
dalam evaluasinya benar-benar tidak efektif dan tidak produktif; b) dibenahi
kembali jika produk hukum itu adanya kekurangan (kelemahan) materi-formilnya.
Tujuh tahapan yang kami tawarkan ini sebaiknya ditempuh oleh pemerintah agar
masyarakat sebagai pemegang mandat yang sesungguhnya benar-benar dilibatkan dalam
pengambilan kebijakan pemerintah. Karena apapun produk hukum yang dilahirkan oleh
pemerintah, ujung-ujungnya produk hukum itu diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Memang rakyat telah memilih wakilnya (DPR) untuk legislasi, pengawasan dan hak
budget (anggaran), tetapi wakil rakyat (DPR dan eksekutif) seharusnya melibatkan
masyarakat untuk terlibat dalam proses legislasi dan pengawasan agar pemerintahan
eksekutif sungguh-sungguh menjalankan mandat rakyat sebagai beban dan tanggung-jawab
yang harus diwujudkan dalam tindakan yang nyata dan terukur dalam mensejahterahkan
masyarakat.
Melalui PEMILU warga Indonesia memilih pemimpin Negara dan wakil rakyat
untuk menduduki posisi eksekutif dan legislatif. Harapan rakyat adalah melalui para pejabat
itu akan memberikan perlindungan, penghormatan dan keberpihakan (kesejahteraan lahir-
bathin). Namun, kebanyakan orang yang telah dipercayakan untuk menjadi pejabat publik,
balik menindas rakyat. Mereka melahirkan berbagai produk hukum untuk memperkaya diri,
keluarga dan golongannya; bukan melahirkan produk hukum untuk kesejahteraan rakyat
umum.
Dalam kasus tertentu mereka berlindung di balik hukum, artinya kebal hukum;
penegak hukum melindungi penegak hukum, politisi melindungi politisi, kaum pemodal

182
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

melindungi pemodal, kaum berdasi melindungi kaum berdasi, demikianlah permainan


politik kepentingan yang dimainkan.
Terbukti dukungan masyarakat dengan memberikan suara bukan untuk
memperjuangkan dan mewujudkan kesejahteraan umum dan perlindungan, tetapi justru
memberi dukungan untuk menghalalkan berbagai cara untuk memperkaya diri dan
golongannya dengan jalan korupsi, kolusi dan nepotisme;
Dukungan masyarakat melalui pemberian suara kepada kandidat tertentu adalah
merupakan sebuah legitimasi politik untuk mendukung semua yang dilakukannya (kebaikan
dan kejahatannya), termasuk penyelewengannya dalam menggunakan kepercayaan rakyat,
termasuk KNN serta bentuk penyelewengan lainnya.
Dengan demikian, siapa yang salah? Apakah rakyat pendukung dan pemberi suara
yang salah memilih? Atauhkah para politikus yang salah menggunakan kepercayaan yang
diberikan oleh rakyat? Apakah praktek demokrasi yang salah? Ataukah ada sesuatu yang
lain? Sekarang, kita mau salahkan siapa.
Maklum! Kebanyakan rakyat jelata, bahkan kaum terdidik tidak berdewasa dalam
berdemokrasi. Bahkan kebanyakan orang belum memahami apa itu demokrasi. Maka
wajarlah demokrasi di Indonesia hanya ada di suam-suam kuku, artinya rakyatnya termasuk
para kaum politisi belum dewasa dalam berdemokrasi dan berpolitik.
Langkah-langkah apa yang sesungguhnya dilakukan oleh para pemilih agar kandidat
yang terpilih itu benar-benar berbuat sesuatu bagi kesejahteraan lahir bathin bagi bangsa
dan negaranya? Pertama, kenalilah kandidat politikus itu, tidak asal memilih. Latar
belakang pendidikan, pengalaman kerja dan lain-lain. Lihat raportnya: etika-moral,
intelektual, berjiwa pembaharu, berjiwa pemersatu, visioner, kreatif, inovatif, berkarakter
tangguh, berjiwa kerakyatan, rendah hati, takut akan Tuhan, integritas, dan lain-lain.
Selain itu, pelajari kariernya (tugas) yang diemban sebelumnya, apakah dia berhasil
atau kurang berhasil. Ingat! hindarilah memilih dan mendukung dia karena ada hubungan
keluarga, teman/ sahabat, atau teman sekerja atau senasib. Belum tentu setelah kita
memberikan suara, ia mewujudkan harapan masyarakat umum yaitu menciptakan keadilan
untuk menuju masyarakat damai sejahtera.
Kemudian, pelajari dan pahamilah visi-misinya yang dikampanyekannya. Terhadap
itu, rakyat haruslah pandai membaca karier atau pengalaman hidupnya, agar kita bisa
mengukur apakah kandidat itu layak didukung dan memberikan suaranya dengan harapan
yang bersangkutan dipastikan bahwa akan mampu melaksanakan visi-misi tersebut.
Masyarakat juga perlu mempelajari partai-partai apa saja yang mengusungnya.
Pelajari raport dari masing-masing partai yang mengusungnya. Apakah partai-partai itu
sebelumnya benar-benar menjadi mesin politik yang menghasilkan pemimpin-peminpin
yang handal (bersih dan berwibawa) untuk membangun masyarakat, ataukah sebaliknya.
Jangan kita terpesona dan terbuai serta terhanyut dengan kampanye yang berapi-api
dari para kandidat. Terkadang saat kampanye menjadi „orator ulang,‟ tetapi setelah ia

183
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

mendapatkan apa yang diimpikannya, ia menjadi „pembual ulung‟ artinya tidak


merealisasikan kata-kata yang diucapkan di panggung politik di hadapan rakyat.
Kalau masyarakat salah memilih, maka dampaknya masyarakat sendiri
mengalaminya. Orasi-orasi politik para kandidat berubah menjadi racun yang mematikan
bagi rakyat yang mendukung dan memilihnya. Orasi-orasi politiknya berubah menjadi bom
waktu yang menghancurkan sendi-sendi hidup masyarakat, karena yang bersangkutan tidak
melaksanakan apa yang telah dijanjikan kepada masyarakat, bahkan balik
menyelengsarakan rakyat melalui berbagai sikap dan tindakannya.
Pesta demokrasi seringkali berubah menjadi pesta konflik. Mengapa terjadi
demikian? Pemilihan kepala desa, legislatif dan eksekutif baik ditingkat Kampung,
Kabupaten, Propinsi dan Pusat menjadi peluang melahirkan berbagai konflik, baik konflik
laten (diam-diam membenci, mendendam), bahkan konflik secara terbuka sulit dihindarkan.
Para kandidat berlomba-lomba mencari dukungan dengan menghalalkan segala
cara, sehingga masyarakat pendukung juga terpecah-pecah; akhirnya di antara para
kandidatpun menciptakan konflik, apalagi masyarakat pendukung yang terbagi-bagi sesuai
selera atau kesukaannya masing-masing.
Para kandidat saling menjatuhkan dengan berbagai opini yang sesungguhnya jika
diteliti ternyata tidak benar (opini rekayasa). Rakyat pendukung juga menyebarkan berbagai
opini atau isu yang sesungguhnya tidak benar dan tidak mendasar. Semuanya ini dilakukan
untuk merebut massa pendukung untuk mendulang suara pada saat pencoblosan.
Dalam membangun kampanye tidak menjaga etika, para kandidat ini justru dalam
kampanye tidak menjunjung tinggi nilai-nilai luhur, seperti demokrasi, kerendahan hati,
ketulusan, kejujuran, menghormati martabat manusia, menciptakan suasana yang kondusif,
etika moral, etika politik, dan lain sebagainya. Sehingga setelah terpilih menjadi anggota
legislatif atau eksekutif, mereka justru semakin melanggar nilai-nilai luhur yang dijunjung
tinggi.
Akhirnya, benturan atau banyak insiden ringan sampai berat seringkali terjadi dalam
pesta demokrasi. Ini menjadi catatan buram dalam sejarah demokratisasi di Indonesia,
bahkan di belahan dunia lainnya juga mengalami hal yang sama dengan apa yang seringkali
terjadi di Indonesia.
Maklum! Masyarakat dan para politisi belum disiapkan dengan baik, dalam bidang
politik, khususnya berdemokrasi yang benar, baik, pantas, bersih dan berwibawa. Wibawa
Negara diukur dari kematangan keseluruhan warga dalam berdemokrasi dan berpolitik.
Indonesia musti kembali ke dasar untuk belajar berdemokrasi dan berpolitik yang ideal.
Partai-partaipun berlomba-lomba untuk mengusung kandidat yang menjamin
kepentingan partainya: Pertama mesin-mesin politik (partai-partai) hanya mengejar para
kandidat yang dompet tebal. Baik pada tahapan lobi partai, tahapan sosialisasi, pendaftaran,
kampanye dan puncak pemilihannya, para kandidat mengeluarkan uang yang jumlahnya
tidak sedikit. Para politikus di partai memanfaatkan kesempatan ini dengan berbagai akal
tidak sehat untuk meraup keutungan dalam hal finansial dan fasilitas pendukung lainnya.

184
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Target kedua adalah bagi-bagi proyek dan bagi-bagi jabatan jika yang bersangkutan
terpilih. Akhirnya para politikus yang terpilih menjadi anggota legislatif maupun eksekutif
bagaikan boneka yang dipermainkan, bahkan dijadikan bagai „sapi perah‟ dari partai-partai
politik pendukungnya. Tidak sedikit proyek, jabatan serta uang yang diraup oleh para
politisi partai yang mengusungnya.
Target ketiga, memperjuangkan kepentingan mereka dalam bidang tertentu agar itu
dituangkan dalam suatu produk hukum agar selanjutnya mereka menikmati hasilnya, entah
itu membuka usaha menengah dan besar, atau entah itu proyek, atau investasi, atau apapun.
Pesta demokrasi bukan layaknya “pesta makan bersama‟, tetapi PEMILU atau
PILKADA adalah „pesta makan memakan‟. Artinya siapa yang kuat secara finansial, kuat
secara mesin pendukung, dan kuat secara strategi dan taktik akan keluar sebagai pemenang
dalam pesta demokrasi yang kami sebut sebagai „pesta makan memakan‟.
Bagi yang kalah tidak menerima kekalahan dengan hati yang terbuka; tetapi justru
melakukan berbagai manufer politik. Jalur gugatan hukum ke Mahkama Konstitusipun
seringkali ditempuh karena tidak menerima kekalahan, tidak berjiwa besar, ini yang bilang
tidak dewasa dalam berdemokrasi dan berpolitik.
Berbagai manufer politik dari para kandidat seringkali menimbulkan berbagai
konflik, baik kebencian dan dendam kesumat antara kandidat yang satu dengan kandidat
yang lain, bahkan konflik ini tercipta di antara massa pendukung dari masing-masing
kandidat. Pesta demokrasi membuka pintu bagi terbukanya konflik antar pribadi, antar
keluarga, antara marga, antar kampung, antar wilayah, antar suku, antar para kandidat, antar
agama, antar partai, antar golongan, antar ras dan antar suku bangsa.
Berbagai opini yang menyesatkan berkembang di kalangan masyarakat sehingga
mengalami kerugian materi, bahkan korban jiwa dalam beberapa kasus di Indonesia,
khususnya di tanah Papua yang terjadi di Tolikara pada tahun 2009, hampir 300 warga yang
mati terbunuh akibat perebutan kursi Bupati dan wakil Bupati Tolikara. Dan pada bulan Juli
2011 terjadi peristiwa berdarah di Kabupaten Puncak akibat perebutan kursi Bupati dan
Wakil Bupati Puncak; serta terjadi perang suku di Nabire gara-gara pilkada Dogiyai.
Pesta demokrasi adalah pestanya para politisi dan para pendukung. Para kandidat
dan para politisi tidak memahami demokrasi dengan baik dan benar, sehingga banyak
terjadi benturan baik konflik secara vertikal maupun horizontal. Pesta demokrasi seringkali
berubah menjadi pesta konflik, berubah menjadi „pesta makan-memakan‟. Akibatnya nilai-
nilai luhur dalam budaya, agama dan hukum positif terkikis dan bahkan musnah melalui
pesta demokrasi yang penuh dengan rekayasa, pesta demokrasi yang merusak sistem
kekerabatan, dan sarat dengan berbagai kepentingan, bukan kepentingan untuk memajukan
masyarakat, tetapi kepentingan segelintir orang (para politisi dan kaum pemodal).
Dengan demikian, demokrasi modern adalah demokrasi yang tidak menjawab
kerinduan dan harapan masyarakat sebagai pemilik „kedaulatan‟ suatu Negara bangsa;
demokrasi modern hanyalah menciptakan kesempatan bagi segelintir orang untuk
memperkaya diri dan golongan, sementara masyarakat menanggung akibatnya: semakin
menjerit dan menderita. Para politisi hidup berdaulat, sementara rakyat pemilik kedaulatan
185
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

itu didaulatkan menjadi miskin, marginal dan makin menderita. Inilah wajah demokrasi
modern yang diagung-agungkan oleh masyarakat dunia, bahkan dipandang dan disembah
sebagai dewa penyelamat. Demokrasi modern sebagai dewa penyelamat ataukah dewa
perusak nilai-nilai budaya, agama dan hukum positif? Silahkan jawab sendiri.

1.2. Penerapan Demokrasi Modern Dalam Perjuangan Bangsa Papua


Selama 57 tahun bangsa Papua mengembara di bawah penindasan Negara Indonesia
dan para sekutunya. Berbagai cara kita sudah tempuh melawan tirani-tirani penindasan;
perlawanan dengan damai mulai dilakukan oleh warga asli Papua diawal tahun 1960-an.
Dan perlawanan dengan senjata pertama kali mulai bangkit pada 28 Juli 1965 di Arfai
Manokwari dibawah pimpinan Fermenas Ferry Awom. Berbagai cara kita sudah tempuh
untuk mengembalikan hak kesulungan bangsa Papua yang sudah dianeksasi, tetapi sampai
saat ini, Indonesia dan para sekutunya belum ada kemauan untuk menyelesaikan masalah
Papua; justru Indonesia dan sekutunya meningkatkan penjajahan di segala bidang
kehidupan orang asli Papua.
Sejak pintu reformasi terbuka pada tahun 1998 dengan menggulingkan
pemerintahan sang diktator „Soeharto‟, memberi angin segar bagi bangsa Papua untuk
menyampaikan aspirasi politik, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada
pemerintah Indonesia. Akumulasi kebangkitan aspirasi politik Papua merdeka saat itu
berpuncak pada Kongres II Papua tahun 2000. Kongres itu terselenggara atas ijin dan
dukungan dana 1 milyar dari pemerintahan Gusdur.
Mekanisme pemilihan pemimpin politik dalam MUBES Papua yang kemudian
dikukuhkan dalam Kongres II Papua yang digunakan waktu itu adalah mekanisme
penunjukkan dan pengangkatan. Pemilihan kepemimpinan Presidium Dewan Papua (PDP)
tidak ditempuh melalui mekanisme demokrasi modern yang baku, akan tetapi almarhum
Dortheys Hiyo Eluay mengangkat dirinya menjadi Ketua dan Theys menunjuk Tom Beanel
menjadi wakil ketua dalam forum MUBES (Musyawarah Besar Papua). Kongres II Papua
hanya melegitimasi kepemimpinan yang mengangkat diri menjadi pemimpin.
Bagaimanapun juga almarhum Dortheys Hiyo Eluay adalah pemimpin kharismatik
yang mampu membangkitkan masyarakat Papua. Kepemimpinan Bangsa Papua dipatahkan
sejak 10 November 2001 sejak Dortheys Hiyo Eluay diculik dan dibunuh oleh Kopasandha
(Kopasus) atas perintah pemerintahan Megawati Soekarno Putri. Selama 10 tahun sejak
Theys diculik dan dibunuh, bangsa Papua mengembara tanpa kepemimpinan politik, alias
anak ayam kehilangan induknya. Negara Indonesia melalui kaki tangannya makin
melancarkan serangan-serangan, baik secara nyata maupun terselubung untuk
menghancurkan gerakan perlawanan Papua dan menghancurkan sendi-sendi kehidupan
orang asli Papua, sambil menguasai Tanah dan menguras kekayaan alam Papua.
Untuk mengisi krisis kepemimpinan ini, maka lahirlan berbagai komponen gerakan,
baik di tingkatan pemuda-mahasiswa maupun di tingkat orang tua (sipil). Organ gerakan
tumbuh bagaikan jamur di musim penghujan pasca penculikan dan pembunuhan alm Theys.
Namun organ-organ gerakan ini belum mampu merangkul dan membangkitkan rakyat
bangsa Papua dari tingkat kampung sampai di kota (struktur organisasinya belum tertata
186
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

rapi sampai di tingkat kampung). Kepemimpinan yang adapun terkadang didominasi oleh
sikap primondialisme kesukuan, ego organisasi yang kental, faksisme, dan agenda yang
didorong hanyalah agenda-agenda situasional, alias agenda timbul tenggelam (reaksioner).
Adapun upaya penyatuan nasional melalui West Papua National Coalition
Liberation (WPNCL). Dalam wadah ini sekitar 28 organisasi perjuangan bergabung di
dalam. Sementara wadah-wadah lain yang tidak tergabung dalam WPNCL mendorong
terbentuknya KONSENSUS. Dua wadah besar ini, yakni WPNCL dan Konsensus lahir
sebagai dua bodi nasional Papua.
Dua wadah besar ini belum bersatu dalam sebuah wadah nasional karena masih
mewarnai sikap arogansi, primondialisme, reaksisme, dan faksisme. Adanya kesadaran
pentingnya penyatuan organ-organ perlawanan muncul, akhirnya upaya penyatuan dimulai
antara WPNCL dan Konsensus melahirkan visi dan misi bersama dalam seminar dan
lokakarya 25-26 Oktober 2010 yang difasilitasi oleh pater Dr. Neles Kebadabi Tebai, Pr di
Aula STFT Fajar Timur Jayapura. Dalam kesempatan itu melahirkan Kepemimpinan
Nasional Papua (KNP) yang terdiri dari 6 orang, yakni tiga orang dari WPNCL (Drs, S.M.
Paiki, Drs. Albert Kaliele, dan Elieser Awom) dan dari Konsensus (Pdt. Herman Awom,
S.Th, Ev. Edison Klaudius Waromi, S.H, dan Forkorus Yaboisembut, S.Pd).
Dalam lokakarya itu melahirkan beberapa rekomendasi, salah satunya adalah
agenda Kongres III Papua digelar di tahun 2011. Disepakati juga bahwa kepemimpinan
kolektif adalah kepemimpinan transisi menuju kepemimpinan tunggal (pemimpin
pemersatu) yang akan dilahirkan melalui Kongres III Papua. Untuk melahirkan
kepemimpinan pemersatu bangsa Papua dari kepemimpinan organ-organ gerakan
perlawanan yang ada, tidaklah mudah; Untuk itu dibutuhkan suatu mekanisme demokrasi
alternatif; Ketika berbicara mekanisme, maka tentu ada metode yang tepat dan kena
sasaran. Perlu dipahami bahwa apapun metode memiliki kelemahan dan kelebihannya.

2. Penerapan Teososiokrasi Papua


Bangsa Papua sudah lama menggunakan berbagai metode dan berbagai macam
mekanisme untuk mengembalikan hak kesulungan Papua yang telah dianeksasi oleh
Indonesia dan para sekutunya. Berbagai metode dan mekanisme yang diterapkan dalam
proses perjuangan selama ini tidak memberikan jawaban. Kita tidak memanfaatkan metode
dan mekanisme yang Allah sembunyikan di dalam tradisi – budaya dalam suku-suku di
Tanah Papua.
Kata Amsal dalam Kitab Suci:“Minumlah air dari kulahmu sendiri, minumlah air
dari sumurmu yang membual” Amsal 5:15. Gerakan „minum air dari sumur kita sendiri‟
yang dibangun oleh Ketua Umum Sinode Babtis Papua, Pdt Dr. Socratez Sofyan Yoman,
M.A, dan gerakan “Berubah Menjadi Kuat” yang dibangun oleh Ketua Sinode Kingmi
Papua, Pdt Dr. Benny Giay, serta gerakan „Tunggu Api Keluarga‟ yang dibangun oleh
keuskupan Timika, dan gerakan kenabian Gereja dari pemimpin Gereja lain di Tanah Papua
adalah dengan tujuan untuk mensiasati segala sesuatu yang Allah sembunyikan di dalam
dimensi kehidupan manusia, agar itu dijadikan sebagai kekuatan dalam mengembalikan
187
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Hak Asasi kita, yang dihancurkan dan diabaikan melalui berbagai sandi operasi terbuka dan
tertutup oleh sistem perpolitikan dunia melalui Negara Indonesia.
Pesan-pesan propetis Gereja (suara kenabian) yang sedang dibangun di Tanah
Papua untuk mengantar kita memahami kekuatan-kekuatan luar biasa yang Allah
meteraikan dalam diri kita dan dalam tradisi budaya Papua. Namun, kita belum menangkap
dan memahami makna dari balik gerakan-gerakan para pemimpin Gereja di tanah Papua.
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, membuat kita melupakan
metode dan mekanisme yang Allah berikan kepada para leluhur kita. Mungkin kita berpikir
bahwa kebiasaan-kebiasaan yang dipakai oleh para leluhur Papua adalah sesuatu yang
sudah usang, kuno dan primitif. Otak kita dipenuhi dengan berbagai metode dan
mekanisme yang dipakai oleh bangsa-bangsa lain, sehingga selama ini kita menggunakan
metode dan mekanisme dari orang lain.
Tetapi metode dan mekanisme yang kita gunakan selama ini tidak memberikan jalan
keluar untuk mengatasi kompleksitas masalah di tanah Papua. Pada hal Allah
menyembunyikan metode dan mekanisme alternatif untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan hidup dalam komunitas-komunitas suku di Tanah Papua.
Mekanisme demokrasi modern yang selama ini diterapkan untuk mempersatukan
bangsa Papua tidak memberikan jalan ke luar. Justru demokrasi modern mencerai-beraikan
persatuan-kesatuan bangsa Papua. Maka itu, „saatnya kita kembali minum dari sumur kita‟,
„saatnya kita kembali menimba air dari sumur para leluhur bangsa Papua‟.
Tidak ada alasan untuk kita menolak metode dan mekanisme yang Allah berikan
kepada para leluhur bangsa Papua. Sudah saatnya kita membangun gerakan besar untuk
memanfaatkan metode dan mekanisme asli, yang di dalamnya terdapat “kekuatan-kekuatan
luar biasa”, yang Allah sembunyikan dalam tradisi-budaya Papua.
Semua yang baik yang Allah sembunyikan di dalam budaya suku-suku di Tanah
Papua adalah untuk kebaikan, bukan untuk mendatangkan malapetaka. Tradisi budaya yang
mendatangkan malapetaka bagi diri dan sesama manusia harus ditolak, tetapi tradisi budaya
yang baik, yang mendatang kebaikan untuk diri dan sesama manusia, kita perlu terapkan
dalam perjuangan ini, agar penindasan ini segera diakhiri. Kita harus tinggalkan metode
dan mekanisme modern yang tidak memberi kita kepastian dan jawaban. Mari kita
membangun suatu gerakan besar untuk „kembali meminum air dari sumur para leluhur
Papua‟.
Metode dan mekanisme penyelesaian masalah Papua kita tempuh melalui
mekanisme demokrasi alamiah, demokrasi asli, demokrasi barapen, demokrasi alternatif
yang kami sebut „Teososiokrasi Papua‟. Pemilihan pemimpin bangsa Papua, baik di tingkat
kampung sampai di tingkat pusat kita menggunakan metode demokrasi asli untuk
mengorbitkan pemimpin-pemimpin dari tingkat kampung sampai pusat, yang benar-benar
dihendaki oleh Tuhan. Dengan menggunakan metode dan mekanisme ini, sesungguhnya
kita mengembalikan masalah Papua kepada Allah agar Tuhan berperkara atas masalah
Papua.

188
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Tujuan dari metode dan mekanisme Teososiokrasi Papua adalah:


1) Melalui mekanisme demokrasi alternatif ini, kita mengembalikan masalah Papua ke
pada Tuhan. Sikap ini adalah kepasrahan bangsa Papua ke pada Allah agar Tuhan
berperkara atas masalah Papua;

2) Agar melalui sistem Teososiokrasi Allah memilih orang yang dikehendaki-Nya


untuk memimpin bangsa Papua ke luar dari penjajahan Negara Indonesia dan para
sekutunya, sama seperti Musa diutus Allah untuk memimpin bangsa Israel ke luar
dari penjajahan Firaun di Tanah Mesir menuju tanah Kanaan, tanah perjanjian
Allah, tanah yang dijanjikan Allah kepada moyang bangsa Israel „nabi Abraham‟.

3) Mekanisme demokrasi yang telah kami gali dari tradisi suku-suku di tanah Papua
ini, kami usulkan kepada semua komponen bangsa Papua untuk ditetapkan dan
dipakai sebagai landasan sistem „Teososiokrasi‟ untuk berdirinya Negara bangsa
yang kokoh dan damai sejahtera di ufuk Timur.

4) Intinya adalah melibatkan Tuhan dalam proses pemilihan pemimpin di tingkat


Kampung sampai di tingkat pusat pemerintahan dan juga mekanisme ini digunakan
juga dalam pemilihan pemimpin di lembaga-lembaga swasta (non pemerintahan).
Penerapan sistem Teososiokrasi yang adalah mekanisme demokrasi asli ini sudah
pernah menjadi kesepakatan bersama pada tahun 2011 untuk digunakan dalam pemilihan
pemimpin dalam Kongres III Papua, tetapi ada kekuatan besar yang diseting oleh seseorang
asing yang datang menjelang Kongres, dan akhirnya mekanisme Teososiokrasi yang kita
sepakati itu digagalkan oleh setingan orang asing itu melalui pihak-pihak tertentu yang ada
di tanah Papua. Di belakang orang asing ini ada kekuatan besar (pihak asing) yang selama
ini bekerjasama dengan Indonesia untuk menguasai tanah dan kekayaan alam Papua, serta
memusnahkan etnis bangsa Papua melalui berbagai sandi operasi tertutup dan terbuka.
Pihak-pihak asing bersama Indonesia sangat takut memakai metode dan mekanisme
demokrasi asli Teososiokrasi Papua, yang mana di dalam mekanisme ini adanya campur
tangan Allah dalam pemilihan pemimpin Papua yang benar-benar dikehendaki oleh Allah.
Pihak asing bersama Indonesia sangat khawatir dan takut kalau kita berhasil menggunakan
metode dan mekanisme demokrasi alternatif.
Orang asing tadi dibacking oleh kekuatan besar (pihak asing) yang bekerjasama
dengan Indonesia untuk memantau dan menghancurkan gerakan kita melalui jembatan yang
ada di Papua. Tentang keterlibatan pihak asing yang mengatur skenario untuk
menggagalkan menakisme demokrasi asli dalam Kongres itu, saya diberitahu ketika berada
dalam Penjara Abepura pada tahun 2012. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita, agar ke depan
harus berhati-hati dengan pihak-pihak lain yang mendekati aktifis Papua.
Kami memastikan bahwa melalui orang asing ini sudah dua kali berhasil
menghancurkan persatuan bangsa Papua, yakni: Pertama 16 Maret 2006 karena pada hari
itu saya melihat orang asing (yang menamakan dirinya hamba Tuhan) itu ada di depan
Uncen Abepura sedang mengambil video di saat pihak kepolisian sedang bergerak maju

189
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

untuk membubarkan massa demo secara paksa; Kedua Kongres III Papua, 17-19 Oktober
2011, karena orang asing tadi sudah ada di Jayapura pada awal bulan Oktober 2011
menjelang Kongres III Papua digelar dan orang asing itu mempengaruhi pihak-pihak
tertentu untuk menggagalkan mekanisme pemilihan pemimpin melalui demokrasi asli yang
sudah disepakati bersama.
Kesimpulannya adalah Negara Indonesia dan pihak-pihak asing paling takut kalau
bangsa Papua menggunakan sistem demokrasi asli, untuk itu melalui orang asing tadi
dipasang untuk menggagalkan metode dan mekanisme demokrasi asli untuk pemilihan
pemimpin bangsa Papua yang dikehendaki Allah.
Sekarang, tergantung orang asli Papua, khususnya para pejuang bangsa Papua, baik
yang ada di dalam negeri maupun yang ada di luar negeri: Apakah mau menggunakan
sistem demokrasi asli “Teososiokrasi Papua” untuk memilih pemimpin bangsa Papua yang
dikehendaki Allah, yang mana metode dan mekanisme yang sedang ditakuti oleh Indonesia
dan pihak asing ini? Atau mau terus menggunakan demokrasi modern-ala Amerika, atau
demokrasi musyawarah untuk mufakat – ala Indonesia untuk memilih pemimpin bangsa
Papua yang dikehendaki oleh manusia?
Jikalau kita benar-benar menghendaki untuk mengakhiri penindasan ini, maka kami
mengusulkan metode dan mekanisme demokrasi asli yang kami beri nama Teososiokrasi ini
digunakan untuk memilih Pemimpin Bangsa Papua yang dikehendaki Tuhan, agar dengan
tangan kuatnya Tuhan membawa ke luar bangsa Papua menuju ke alam kemerdekaan –
„Papua Baru‟.
Jikalau kita memilih untuk menunda dan memperpanjang penindasan ini, maka
silahkan saja kita menggunakan mekanisme demokrasi modern ala Amerika Serikat dan
demokrasi musyarawarah untuk mufakat- ala Indonesia. Adalah hak warga asli Papua untuk
memilih salah satu dari dua opsi demokrasi ini untuk diterapkan di Tanah Papua dalam
perjuangan yang cukup lama ini.
Kami juga menawarkan sistem Teososiokrasi sebagai demokrasi permanen untuk
Papua. Artinya paham demokrasi yang disebut Teososiokrasi ini digunakan dalam
pemilihan pemimpin. Teososiokrasi adalah demokrasi alamiah yang sudah lama digunakan
oleh hampir semua suku di Tanah Papua. Sedangkan dalam mengungkap dan mengadili
kasus-kasus tertentu yang sulit dibuktikan dan diselesaikan, dapat ditempuh dengan
pembuktian tradisional di „Para-Para Adat‟, yang kami beri nama „Pembuktian di hadapan
Allah‟.
Dalam penerapannya, silahkan memilih salah satu model yang kami cantumkan
dalam bab II. Setiap wilayah dapat menggunakan model demokrasi asli yang biasa dipakai.
Sedangkan untuk tingkat pusat dapat memilih beberapa model demokrasi asli untuk
diterapkan dalam pemilihan pemimpin dan pembuktian kebenaran atau kepastian terhadap
pelanggaran Pidana dan Perdata. Kami tidak menampilkan tata cara pemilihan dan tata cara
pembuktian di hadapan Allah melalui mekanisme asli secara rinsi dalam tulisan ini. Hal itu
diatur kemudian dalam Undang-undang Pemilu Teososiokrasi dan dalam Hukum Acara
Pidana dan Perdata.
190
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

3. Makna Teologis Di Balik Teososiokrasi Papua


Dalam dan melalui sistem Teososiokrasi Papua, sesungguhnya bangsa Papua
menyatakan lima makna teologis, yaitu:
1) Bangsa Papua menyatakan ketidak-mampuannya untuk memerdekakan diri ke luar
dari belenggu penjajahan. Ketidak-mampuan ini disebabkan oleh dua faktor, yakni
pertama, tidak dimampukan oleh faktor-foktor internal (sikap primondialisme
kesukuan yang amat kental, aroganisme, faksisme, reaksisme dan adanya musuh di
dalam selimut, terutama tidak ada kerendahan hati); kedua, disebabkan oleh faktor
eksternal (neokolonialisme, imperialisme/kapitalisme dan militerisme);
2) Bangsa Papua mengakui kemaha-kuasaan Tuhan;
3) Bangsa Papua merendahkan diri dan memasrahkan persoalan kita kepada Tuhan;
4) Bangsa Papua mengembalikan perjuangan kemerdekaan kepada Tuhan, agar Tuhan
bertindak mengangkat para pemimpin dari tingkat Kampung sampai mengorbitkan
pemimpin pemersatu bangsa Papua atas kehendak Allah dan menuntun bangsa
Papua ke luar dari tirani penindasan Negara Indonesia dan para sekutunya;
5) Dengan demikian bangsa Papua dipimpin oleh Tuhan secara alamiah.
Di mana ada iman – (keyakinan) dan pengharapan kepada Tuhan, di situ Tuhan
hadir untuk menyatakan kuasa-Nya. Beriman melampaui kemampuan akal budi manusia.
Inilah landasan teologis dari mekanisme Teososiokrasi yang juga sebagai mekanisme
demokrasi sejati alias demokrasi ideal harapan masyarakat. Intinya adalah melibatkan
Tuhan dalam proses pemilihan pemimpin di tingkat Kampung sampai di tingkat pusat
pemerintahan dan juga mekanisme ini digunakan juga dalam pemilihan pemimpin di
lembaga-lembaga swasta (non pemerintahan).

191
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bab VIII
KEKUATAN & KELEMAHAN
DEMOKRASI MODERN versus TEO-SOSIOKRASI PAPUA

1. Demokrasi Modern

D
emokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Begitulah
pemahaman yang paling sederhana tentang demokrasi, yang diketahui oleh hampir
semua orang. Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan
pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau
melalui perwakilan (demokrasi perwakilan).
Istilah ini berasal dari bahasa Yunani „demokratia‟ „kekuasaan rakyat‟, yang
dibentuk dari demos „rakyat‟ dan kratos „kekuasaan‟,128 merujuk pada sistem politik yang
muncul pada pertengahan abab ke 5 dan ke 4 SM di Negara kota Yunani Kuno, khususnya
Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 Sesudah Masehi.

1.1. Kekuatan Demokrasi Modern


Berbicara mengenai demokrasi adalah memperbincangkan tentang kekuasaan, atau
lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan secara baik dan benar. Ia adalah sistem manajemen
kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika serta peradaban yang menghargai
martabat manusia. Pelaku utama demokrasi adalah semua orang, setiap orang yang selama
ini selalu di atas-namakan, namun tidak ikut menentukan dalam sistem pemerintahan.
Menjaga proses demokrasi adalah memahami secara benar hak-hak yang kita miliki,
menjaga hak-hak itu agar siapapun menghormatinya, melawan siapapun yang berusaha
melanggar hak-hak itu. Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang (people rule), dan di
dalam sistem politik yang demokratis warga mempunyai hak, kesempatan dan suara yang
sama di dalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Sedang demokrasi adalah keputusan
berdasarkan suara terbanyak.
“Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan Negara
demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-liberalisme, dengan tujuan membentuk
masyarakat sosialis. Bagi Gusdur, landasan demokrasi adalah keadilan, dalam arti
terbukanya peluang kepada semua orang, dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari
orang yang bersangkutan untuk mengatur hidupnya, sesuai dengan apa yang dia ingini. Jadi
masalah keadilan menjadi penting, dalam arti dia mempunyai hak untuk menentukan
sendiri jalan hidupnya, tetapi harus dihormati haknya dan harus diberi peluang dan
kemudahan serta pertolongan untuk mencapai hal tersebut.”129Setiap demokrasi dan
prasyarat dari berdirinya Negara demokrasi telah terakomodasi dalam suatu konstitusi
masing-masing Negara yang menganut paham demokrasi.

128
http://id.wikipedia.org/wiki/demokrasi
129
Ibid.
192
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Berikut ini beberapa prinsip demokrasi menurut Almadudi adalah:130 1) Kedaulatan


rakyat; 2) Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah; 3) Kekuasaan
mayoritas; 4) Hak-hak minoritas; 5) Jaminan Hak Asasi Manusia; 6) Pemilihan bebas dan
jujur; 7) Persamaan hak di depan hukum; 8) Proses hukum yang wajar; 9) Pembatasan
pemerintah secara konstitusional; 10) Pluralisme sosial, ekonomi dan politik; 11) Nilai-nilai
toleransi, pragmatisme, kerja sama dan mufakat.
Istilah demokrasi pertama kali diperkenalkan oleh filsuf Aristoteles sebagai suatu
bentuk pemerintahan, yaitu suatu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan
berada di tangan banyak orang (rakyat). Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi
suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh Negara bangsa di dunia.
Ciri-ciri suatu pemerintahan demokratis adalah sebagai berikut:131
1) Adanya keterlibatan warga Negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan publik,
baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan);
2) Adanya persamaan hak bagi seluruh warga Negara dalam segala bidang;
3) Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga Negara;
4) Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga
perwakilan rakyat.
Para pemikir mendefinisikan demokrasi dengan cara yang berbeda-beda. Mereka
kategorikan dalam tiga kelompok. Kelompok pertama menyatakan bahwa demokrasi
merupakan sebuah bentuk pemerintahan umum; Dan kelompok kedua menganggap konsep
demokrasi secara luas dan mencari jangkauan untuk memperpanjang bidang ekonomi dan
juga sosial. Sedangkan kelompok yang terakhir memegang pandangan bahwa demokrasi
adalah filsafat kehidupan, dimana menekankan martabat manusia dan memandang semua
kehendak individu.

1.2. Kelemahan Demokrasi Modern


Demokrasi modern memiliki kelemahan tersendiri. Menurut S. N. Dubey
mengemukan beberapa macam sisi buruk pemerintahan demokratis di bawah ini:132
a. Prinsip Persamaan Hak Yang Tak Waras
Demokrasi berbasis kemasyarakatan beranggapan bahwa semua manusia sama
(sederajat), karena mereka akrab dan memiliki hal serupa di dalam mental, spiritual, dan
kwalitas moral. Akan tetapi para pengkritik demokrasi membantah bahwa anggapan
tersebut mustahil. Manusia tampak sangat luas berbeda di dalam bentuk jasmani, kekuatan
moral, dan kapasitas untuk belajar dengan berlatih dan pengalaman. Demokrasi adalah
sebuah ide yang tidak mungkin dan juga tidak logis, untuk memberikan hak setiap individu
dalam memilih merupakan hal yang merusak perhatian masyarakat.

130
Abdul karim, Aim, “Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Warga Negara yang demokratis”, PT
Garindo Media Pratama
131
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi.Op.Cit.
132
http://tasarkarsum.blogspot.com/2007/10/sisi_buruk_pemerintahan_demokrasi.html
193
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

b. Pemujaan Atas Ketidak-mampuan


Kritikan ini menggambarkan pemujaan atas ketidak-mampuan. Pemerintah oleh
mayoritas merupakan peraturan yang dipegang oleh manusia biasa, di mana secara umum
tidak mampu, memiliki opini yang tidak terkontrol dan bertindak secara emosional tanpa
alasan, pengetahuan yang terbatas, kurangnya waktu luang yang diperlukan untuk
memahami informasi, dan curiga atas kecakapan yang dimiliki oleh orang lain. Oleh karena
itu, demokrasi adalah lemah di dalam kwalitas. Tiada nilai politik yang tinggi tanpa anggota
yang unggul di dalamnya.
c. Mobokrasi
Di dalam demokrasi yang memerintah adalah publik; sedangkan publik atau
kelompok seringkali beraksi dengan cara menyolok yang sangat berbeda, dari cara normal
individu yang menyusun kelompok. Setiap kelompok kehilangan perasaan untuk
bertanggung jawab, personalitas individu dan kesadaran mereka merupakan pilihan.
Aksinya bersifat menyulutkan kata hati dan menghasilkan dengan mudah, pengaruh atas
saran dan pengaruh buruk perasaan dari kelompok lainnya.
Oleh karena itu, jenis kelompok apapun beraksi di bawah opini sementara; mereka
bergerak dengan mamanfaatkan dukungan massa rakyat. Publik seringkali berkelakuan
zalim, bahkan merupakan orang yang sangat alim. Hal yang tidak indah di mana pemimpin
politik memanfaatkan psikologis rakyat banyak dan membangun opini masyarakat dalam
komando untuk memenangkan dukungannya untuk kepentingan segelintir penguasa.
d. Oligarki Yang Terburuk
Beberapa kritikan menegaskan bahwa demokrasi adalah pelatihan pemimpin untuk
menuju oligarki yang terburuk. Telleyrand menggambarkan demokrasi adalah sebuah
Aristokrasi yang jahat. Hal lazim pada setiap manusia adalah cemburu atas keunggulan
orang lain. Oleh karena itu, mereka jarang untuk memilih orang yang mampu untuk
memimpin mereka.
Mereka sering memilih orang yang rendah kwalitasnya, dimana sering tidak
mengindahkan dan secara luar biasa cakap dalam mengatur diri mereka sendiri dengan
sentiment yang tinggi. Orang yang jujur dan mampu jarang terpilih di dalam demokrasi.
Kekuatan demokrasi berada di tangan perusak dan koruptor. Carlyle mengungkapkan
bahwa demokrasi pemerintahan tukang membual janji dan perusak tatanan hidup
masyarakat.
e. Pemerintahan Para Kapitalis
Marxist mengkritik demokrasi yang menggolongkan demokrasi kaum borjuis.
Mereka memperdebatkan doktrin kedaulatan yang menjadi dasar di dalam demokrasi
adalah sebuah dongeng. Padahal demokrasi dalam hak suara orang dewasa melahirkan
dendam, dan berada di bawah analisa pemerintahan kapitalis, yang mana dikatakan dari
kapitalis untuk kapitalis.
Uang adalah pemimpin dan peraturan di dalam pemerintahan demokrasi, seperti
bentuk pemerintahan yang lain. Bisnis dan finansial adalah tokoh terkemuka yang menge-
194
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

luarkan dana milyaran dalam pemilihan, dan ini semua menarik pengikut agar bersatu dan
memilihnya sebagai wakil mereka. Mereka membiayai partai-partai politik dan membeli
para politikus serta membeli suara rakyat. Maka dari sinilah Negara diperintah oleh
sekelompok kecil yang menarik perhatian umum.
f. Pemerintahan Oleh Sekelompok Kecil
Di sini menegaskan demokrasi atas nama rakyat tidak tersokong. Setiap Negara
memiliki populasi terbesar tidak pernah melatih suaranya. Lagi pula, dalam demokrasi
dikebanyakan Negara yang melewati angka pemilihan teratas sebagai juara (pemenang). Di
bawah sistem ini sering terjadi atas minoritasi partai untuk mendapatkan suara meraih
kembali kekuatan. Sedangkan partai yang tidak meraih suara yang memadai, maka akan
menjadi partai oposisi atau sayap kiri. Jadi demokrasi adalah pemerintahan yang bermimpi
untuk menjadi pemerintahan mayoritas, tetapi sesungguhnya pemerintahan sekelompok
kecil yang kapitalis.
g. Sistem Partai Yang Korup dan Melemahkan Bangsa
Demokrasi berbasiskan sitem partai. Partai-partai dipandang sangat diperlukan
untuk kesuksesan demokrasi. Akan tetapi sistem partai telah merusak demokrasi di mana-
mana. Partai-partai meletakkan kepentingan golongan, ketimbang kepentingan bangsanya.
Semua perlengkapan institusional dan ideologi orang-orang yang memilih dalam pemilihan
adalah bermental korup. Mereka menganjurkan ketidak-tulusan, mengacaukan persatuan
bangsa, menyebarkan dusta dan merendahkan standar moral rakyat.
Mesin partai bekerja dengan baik untuk mempengaruhi setiap individu warga
Negara, siapa saja yang berkeinginan mengemukan pendapat dengan bebas tanpa kontrol
diri. Faktanya sistem fasilitas dari partai menghalangi pemerintah dalam menegakkan
aturan hukum. Sistem partai menciptakan kelompok politik profesional, yang mana
kebanyakan dari mereka tidak mampu bekerja secara serius dan membangun. Mereka
tumbuh dan berkembang di atas penderitaan masyarakat, yang berhasil mereka tipu dan
dimanfaatkan. Mereka selalu menciptakan kepalsuan pokok persoalan, untuk menjaga
bisnis yang berjalan.
Para politikus tidak hanya monopoli kekuatan, akan tetapi juga menguasai wibawa
sosial. Hasilnya, rakyat sibuk dalam profesi yang beragam dan lapangan kerja yang timbul
bermacam-macam dalam kondisi yang rumit dan tenggelam dalam pekerjaan masing-
masing, tanpa rakyat mengontrol wibawa partai dan pemerintah.
h. Menghalangi Perkembangan Sosial
Menurut Faguest demokrasi adalah sebuah benda yang aneh sekali bentuknya dalam
biologis; ia tidak sejalan dengan proses perkembangan. Hukum perkembangan adalah kita
mencapainya pada derajat perkembangan sentralisasi yang baik; perbedaan pada bagian
tubuh memberikan kelainan pada fungsi. Otak mengontrol semua organisme. Demokrasi
adalah anti perkembangan. Ia tidak memiliki sistem sentral yang ditakuti. Tidak ada satu
badan politik yang bisa berpikir dan merancang semua organismenya. Ia mengira bahwa
otak bisa mengalokasikan di mana-mana dalam organisme.

195
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

i. Menghalangi Perkembangan Intelektual


Kritikan terhadap demokrasi adalah menghalangi perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, kesenian serta kesusastraan. Rakyat jelata menjadi bodoh dan kolot dalam
segi pandang, di mana bermusuhan terhadap aktifitas intelektual. Seniman dan penulis
memenuhi keinginan para politikus dan memiliki selera rendah bahkan menjadi tontonan
rakyat jelata. Hasil dari seni dan sastra sama dengan merendahkan derajat. Burn
berpendapat bahwa „peradaban yang dihasilkan oleh demokrasi bisa dikatakan biasa-biasa
saja, cukupan dan tumpul‟.
j. Demokrasi Adalah Bentuk Pemerintahan Yang Mahal
Propoganda partai melalui berbagai macam kampanye, bahkan mengunjungi para
pemilih membutukan pengeluaran dana yang sangat besar. Sebagai contoh di India,
milyaran rupees tersalurkan untuk setiap lima tahun pemilihan. Jumlah uang yang sangat
besar ini dikeluarkan sebagai gaji dan upah para legislator. Dana yang seharusnya dipakai
untuk tujuan produktif bagi kesejahteraan rakyat dihabiskan dengan sia-sia untuk kampanye
dan membiayai semua perangkat operasional pemilihan.
Lord Brice adalah pakar yang mempelajari praktek demokrasi secara mendalam. Ia
membuat catatan demokrasi dari berbagai Negara, menyatakan beberapa praktek buruk di
dalam demokrasi modern sebagai berikut:
1) Uang adalah kekuatan yang menyesatkan adminitrasi dan perundang-undangan;
2) Kecenderungan untuk memanfaatkan demokrasi sebagai profesi yang
menguntungkan;
3) Kelonggaran di dalam adminitrasi artinya untuk melengkapi adminitrasi dapat
dimanipulasi karena kepentingan tertentu, terutama politik uang;
4) Penyalahgunaan doktrin persamaan hak dan gagal untuk menghargai keahlian dalam
bidang adminitrasi;
5) Kekuatan organisasi partai yang besar yang menyebabkan beban biaya yang besar
pula, sehingga para politikus dalam partai berorientasi mencari uang dengan
menghalkan berbagai cara;
6) Kecenderungan para regislator dan pejabat untuk bermain atas suara, di dalam
proses hukum dan taat terhadap perintah pihak atasan untuk menggolkan suatu
kandidat.

Dari penjelasan di atas kita menarik kesimpulan bahwa praktek mekanisme


demokrasi modern mencederai dan melumpuhkan kedaulatan rakyat. Pengalaman
membuktikan bahwa demokrasi hanya dijadikan sebagai jalan untuk memuluskan
kepentingan para pihak (aktor) yang adalah para politikus, baik para kandidat maupun
politikus dalam elemen partai politik.
Berikut ini beberapa hal yang sering terjadi dalam proses demokratisasi di belahan
dunia, khususnya dalam perjuangan bangsa Papua:

196
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

1) Demokrasi dimainkan sesuai kemauan segelintir orang dengan permainan kotor


seperti bisa dibayar, bisa disetting demi kepentingan ekonomi dan politik
semata;
2) Demokrasi modern melahirkan kekacauan di mana-mana, bahkan di dalam satu
keluargapun terjadi konflik akibat masing-masing anggota keluarga mengusung
kandidat sesuai seleranya masing-masing, banyak persoalan terjadi bahkan
mengalami kerugian materi dan nyawa manusia melayang akibat perebutan
kekuasaan untuk memenangkan salah satu kandidat;
3) Dalam proses perjuangan kemerdekaan bangsa Papua, sudah terbukti bahwa
praktek demokrasi modern tidak memberikan manfaat, justru melahirkan
berbagai masalah dan konflik, sehingga tidak mampu mewujudkan persatuan
nasional karena demokrasi itu dimanipulasi dan dinodai dalam forum-forum
demokrasi yang diselenggarakan oleh orang asli Papua, misalnya Mubes,
Kongres, Konfrensi, dan lain-lain;
4) Pemimpin bangsa Papua yang dilahirkan melalui mekanisme demokrasi modern
kurang berhasil karena pemimpin itu diangkat oleh kehendak manusia, dan
belum tentu pemimpin yang diangkat melalui demokrasi modern ini dikehendaki
oleh Tuhan, bahkan ada tokoh Papua yang didukung oleh pihak tertentu
mensabotase dan mengkudeta untuk mengambil alih tampuk kepemimpinan
dengan tidak etis, tidak demokratis, tidak adil dan tidak bermartabat.

2. Sistem Teososiokrasi Papua


2.1. Teososiokrasi Papua
Teososiokrasi dan pembuktian di hadapan Allah” adalah mekanisme demokrasi asli
yang sudah lama diterapkan oleh suku-suku yang ada di Tanah Papua, baik Pantai dan
Pegunungan Papua. Mekanisme demokrasi ini dikategorikan ke dalam demokrasi sejati
yang selanjutnya disebut „Teososiokrasi Papua‟. Mengapa dikatakan demokrasi sejati.
Berikut ini kekuatan Teososiokrasi Papua.

2.2. Kekuatan Teososiokrasi Papua


Ada beberapa kekuatan prinsipil yang dimiliki Teososiokrasi, antara lain:
a. Memiliki Kekuatan Spritual
Demokrasi alamiah pada hakekatnya memiliki kekuatan spiritual karena makanisme
ini mengandalkan pembuktian tradisional secara alami dan pemilihan pemimpin atas
campur tangan Allah. Itu dapat terjadi karena kerendahan hati, kepasrahan dan keyakinan
manusia kepada Tuhan bahwa Tuhan dengan segala kemaha-kuasaan-Nya yang dimilikinya
turut campur tangan secara alami dalam kehidupan manusia.

197
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

b. Mempertebal Iman, Kasih dan Pengharapan


Demokrasi asli ini mempertebal iman, kasih dan pengharapan kepada Tuhan.
Artinya dengan menempuh mekanisme Teososiokrasi ini kita pasrahkan persoalan hidup
tertentu diselesaikan melalui campur-tangan Tuhan.
c. Tak Ada Unsur Politik Uang (Money Politic)
Mekanisme ini memiliki keunikan tersendiri, yaitu pemimpin dilahirkan secara
alami (murni) tanpa adanya unsur politik uang (money politic) dan tidak ada permainan
kepentingan lainnya, artinya tidak bisa dibeli dengan uang atau tak dapat digadaikan
dengan janji-janji bohong, serta tak ada ruang untuk membeli suara / dukungan dengan
barang dan jasa apapun. Teososiokrasi ini sangat ketat, tepat dan murni – alias- mekanisme
demokrasi sejati.
d. Tak Ada Pilih Kasih
Dalam mekanisme demokrasi modern, dalam pemilihan pemimpin, kita bisa pilih
kasih karena ada hubungan keluarga, hubungan kerja, hubungan teman-sahabat; tetapi
mekanisme Teososiokrasi (demokrasi asli) ini tidak ada unsur pilih kasih. Pemilihan
pemimpin terjadi diluar kendali dan kontrol manusia.
e. Terjadi Sesuai Kehendak Allah
Pembuktian tradisional untuk mencari kebenaran/ kapastian dan pemilihan
pemimpin serta sejenisnya bukan dipilih atau terjadi oleh karena kehendak manusia, akan
tetapi atas kehendak Tuhan.
f. Memiliki Aspek Jerah
„Teososiokrasi‟ memiliki aspek jerah bagi pemimpin (kandidat) yang terpilih dan
seluruh aparatur pemerintahan. Bagi yang terpilih dan aparatur pemerintahannya terikat
dengan komitmen, janji dan sumpah yang dibuatnya kepada Tuhan dan rakyat semesta.
Komitmen, janji dan sumpah yang dibuatnya bagai kalung yang dikalungkan di lehernya
dan dimeteraikan dalam hatinya. Kelalaian atau pengingkaran atas komitmen, janji dan
sumpah yang telah dibuatnya akan berdampak pada kelangsungan hidupnya. Bagi yang
memegang komitmen, janji dan sumpahnya kepada Tuhan dan rakyat semesta dengan jalan
melaksanakannya dengan tulus, setia dan penuh tanggung jawab, maka ia akan
mendapatkan tanda heran yang satu ke tanda heran yang berikutnya. Dan sebaliknya, bagi
yang tidak berpegang pada komitmen awal, dan melanggar janji serta sumpah, maka ia
akan mendapatkan berbagai macam malapetaka dalam hidupnya.
g. Tak Mengenal Sistem Partai
Negara bangsa yang menganut sistem Teososiokrasi, tidak memiliki multi partai.
Yang ada adalah Partai Rakyat (partai tunggal) melalui Otorita Adat Setempat. Sistem
perwakilan suku dan perwakilan agama direkrut melalui Partai Rakyat (Partai Tunggal)
yang dikendalikan oleh Otorita Adat Setempat. Mekanisme perekrutan harus diatur oleh
sebuah Badan Penyelenggara Pemilu yang dibentuk oleh pemerintah.

198
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Badan ini bekerja sama dengan Partai Rakyat (Otorita Adat). Mekanisme perekrutan
kandidat dimulai dari setiap kampung. Tentang hal ini diatur dalam suatu Undang-undang
khusus. Setiap warga Negara memiliki kesempatan untuk mencalonkan diri untuk
menduduki jabatan publik, serta jabatan struktural lainnya, jika yang bersangkutan
memenuhi kriteria dan syarat tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
h. Menghemat Biaya
Pesta demokrasi melalui sistem Teososiokrasi ini tidak membutuhkan biaya yang
mahal. Pembiayaan hanya dibutuhkan selama proses pencalonan dan pemilihan kandidat.
i. Tak Diberi Ruang Untuk Kampanye Publik
Dalam mekanisme demokrasi ini tidak mengenal kampanye publik yang terjadwal.
Setiap kandidat (calon) tidak diberikan kesempatan untuk berkampanye. Karena
pemilihannya bukan dilakukan oleh masyarakat, tetapi oleh Tuhan melalui mekanisme
Teososiokrasi. Kecuali yang bersangkutan menyampaikan visi-misinya kepada publik
melalui buku, majalah, bulletin, surat kabar, TV dan lain-lain.
Agar rakyat semesta mendukung dalam doa-puasa serta Tuhan menyelidiki
ketulusan hati sang kandidat. Siapapun dia yang ingin menduduki jabatan-jabatan struktural
dan jabatan politik, maka selama hidupnya ia perlu menjaga sikap dan tindakan, artinya
dengar-dengar pada Firman Tuhan, serta menguduskan diri dalam kebenaran Allah,
menjaga kemurnian, ketulusan serta kesetiaan. Sikap dan perbuatan baiknya kepada sesama
dan Allah itulah yang menjadi kampanye secara alami kepada Tuhan. Dengan demikian,
pada saatnya Tuhan menjawab impiannya.
j. Menekan Konflik
Sistem Teososiokrasi menekan konflik akibat perebutan jabatan publik (jabatan
politik) dan jabatan struktural (kelembagaan/dinas-dinas terkait). Pemilihan jabatan apapun
dalam organisasi pemerintahan dan non pemerintahan ditempuh dengan sistem
Teososiokrasi. Artinya tidak ada ruang untuk perebutan jabatan yang mengakibatkan
munculnya konflik vertikal dan horizontal.
k. Memiliki Sistem Sentral Yang Ditakuti
Sistem Teososiokrasi memiliki sistem sentral yang ditakuti, yakni Tuhan. Pemilihan
pemimpin melalui sistem ini terjadi campur tangan Tuhan secara alami, maka setiap orang
dengan seluruh kesadaran yang dimilikinya dituntut untuk tunduk dan patuh kepada
kehendak Tuhan. Barangsiapa melalaikan tugas dan tanggung-jawabnya, serta menyalah-
gunakan kewenangannya dalam memimpin, maka malapetaka dari Tuhan akan menimpa
kepada siapapun yang bertindak sewenang-wenang.
l. Menciptakan Pemerintahan Bersih dan Berwibawa
Sistem Teososiokrasi menjamin adanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa
serta bijaksana. Tidak ada ruang untuk menciptakan kolusi, korupsi dan nepotisme. Hal ini
dapat terjadi karena jabatan yang diperoleh atau kesempatan yang diberikan bukan semata-
mata karena kebolehan atau kemampuannya, akan tetapi karena diberikan kesempatan
199
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

(anugerah) oleh Tuhan untuk memimpin, dan tugas itu sebagai panggilan dan amanah dari
Tuhan untuk melayani rakyat semesta dan melayani Tuhan.
Pada akhir masa jabatannya dibuat laporan pertanggung-jawaban, dan laporan itu
dibuktikan dalam mekanisme pembuktian tradisional untuk membuktikan bahwa: apakah
laporan penggunaan keuangan dan kegiatannya dalam laporan itu akurat, terpercaya dan
bertanggung jawab, atau laporan palsu. Jika didapati laporan palsu, artinya adanya
penyelewengan penggunaan anggaran dan penyalahgunaan kewenangan, maka tentu akan
diproses hukum dan masuk penjara untuk mempertanggung-jawabkan pelanggarannya.

m. Tak Ada Ruang Untuk Membela Diri


Korupsi, Kolusi dan Nepotisme adalah musuh rakyat semesta dan musuh Tuhan.
Maka siapapun dia yang akan melakukan KNN tidak ada ruang untuk membela diri. Selain
itu, siapapun dia yang akan melakukan pelanggaran hukum, tidak ada ruang untuk membela
diri. Karena semua bentuk pelanggaran yang dituduhkan dibuktikan melalui mekanisme
pembuktian di hadapan Allah melalui mekanisme tradisional di para-para adat. Dan jika
terbukti salah melalaui mekanisme pembuktian alami, maka siapapun dia diproses hukum
untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya sesuai dengan perundang-undangan yang
berlaku (hukum perkara pidana dan perdata).
n. Tak Ada Ruang Untuk Mencari Keuntungan
Mekanisme Teososiokrasi ini dalam dirinya sangat ketat. Maka tidak ada ruang
untuk mencari keuntungan pribadi dan golongan. Karena setiap dugaan pelanggaran akan
dibuktikan melalui mekanisme pembuktian tradisional. Siapapun dia tidak terbebas dari
kesalahan, baik mereka yang ada dalam penyelenggaraan pemerintahan maupun non
pemerintahan. Dengan demikian, siapapun pejabat struktural dan pejabat publik serta
organisasi non pemerintahan mencukupi kebutuhannya dengan hasil keringatnya sendiri,
bukan hasil korupsi.
o. Mengedepankan Persamaan Hak dan Kewajiban
Sistem Teososiokrasi menekankan pentingnya penegakkan persamaan hak dan
kewajiban bagi setiap warga. Hak dan kewajiban sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus
dipenuhi, dihormati, dan dilindungi. Sistem Teososiokrasi adalah mekanisme yang ideal
untuk menciptakan persamaan hak dan kewajiban di dalam hukum dan pemerintahan, lebih
khusus dalam pelayanan sosial, ekonomi, kesehatan, pendidikan, hukum, politik, gender,
perlindungan hak minoritas, miningkatkan iman dan takwa. Singkatnya sistem
Teososiokrasi dapat menciptakan iklim yang harmonis dalam segala bidang kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
p. Mengutamakan Keadilan Untuk Semua
Kunci dari penciptaan damai sejahtera adalah „keadilan‟. Maka Pemerintahan yang
menganut paham Teososiokrasi harus menciptakan pemerataan dalam pembangunan
(menciptakan keadilan), artinya berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah bagi setiap
warga Negara. Pemerintahannya harus menciptakan iklim damai sejahtera melalui keadilan.
Iri hati, kedengkian, dendaman, pencurian, pembunuhan, dan lain-lain kebanyakan muncul
200
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

terutama karena ketidak-adilan dan tidak menegakkan kebenaran. Keadilan harus


diciptakan disemua aspek kehidupan, baik keadilan di dalam sistem pemerintahan dan di
luar sistem pemerintahan.
q. Menjunjung Tinggi Nilai-Nilai Luhur
Sistem Teososiokrasi dari dalam dirinya memancarkan nilai-nilai luhur, seperti
keadilan, kebenaran, kedamaian, solidaritas, kerendahan hati, kebebasan, kesetiaan,
keimanan, kejujuran, kasih sayang, pengharapan, kesederhanaan, dan pengorbanan lewat
karsa dan karya.
r. Melawan Tujuh Dosa Pokok
Mekanisme ini menekan, bahkan melawan tujuh dosa pokok, yaitu sombong, kikir,
cabul, iri hati, rakus, marah, dan apatis (masa bodoh). Teososiokrasi dalam dirinya
menumbuhkan tujuh kebajikan untuk melawan tujuh dosa pokok. Ketujuh nilai kebajikan
itu adalah rendah hati, tulus, murah hati, mati raga, lemah lembut, rela hati, dan tegar
bersemangat.133 Dan masih banyak kekuatan Teososiokrasi lainnya yang perlu digali dan
dikembangkan.
Dampak positif di balik sistem Teososiokrasi dan pembuktian di hadapan Allah
melalui mekanisme tradisional, antara lain:
1) Pembuktian sesuatu hal untuk kepastian sesuatu (kebenaran) hanya terjadi karena
campur tangan Tuhan;
2) Juga pemilihan pemimpin melalui mekanisme Teososiokrasi terjadi karena
kehendak Tuhan;
3) Kepemimpinan yang dipilih oleh Tuhan melalui mekanisme ini dituntan oleh
Tuhan, dilengkapi dengan hikmat, kuasa dan perlindungan;
4) Pihak manapun tidak dapat mengoyahkan kepemimpinannya karena ia diangkat
oleh Tuhan sepanjang yang bersangkutan melaksanakan tugas dan tanggung-
jawabnya dengan bersih dan berwibawa dengan sikap dasar takut kepada Tuhan dan
kepada rakyat, karena mandat yang diembannya adalah amanah dari Tuhan dan
amanah dari rakyat;
5) Tuhan tak pernah mempermalukan orang-orang pilihan-Nya, asalkan taat pada
perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, serta mengandalkan Tuhan dalam
segala hal.

2.3. Dasar, Prinsip, Ciri dan Asas Keutamaan Dalam Teososiokrasi Papua
a. Hukum Dasar Teososiokrasi Papua
Hukum Dasar Papua atau Undang-Undang Dasar Papua (fundamental law) yang
dikehendaki oleh Allah berdasarkan pewahyuan kekinian kepada kami adalah 10
PERINTAH ALLAH ditambah dengan HUKUM KASIH, yang disingkat „ PA 10+ ‟. P
adalah Perintah; A adalah Allah. 10 adalah angka sepuluh; dan + adalah “tambah/plus”.

133
P. Ceslaus SVD, (1989), Pergilah kepada St. Yoseph, Mataloko: Kabar gembira, hal. 6-7.
201
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

PA 10+ HUKUM DASAR PAPUA (HDP) atau UUDP


1. Akulah Tuhan Allahmu, jangan menyembah berhala;
2. Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan tidak hormat;
3. Kuduskanlah hari Tuhan;
4. Hormatilah Ayah-Ibumu;
5. Jangan membunuh;
6. Jangan mencuri;
7. Jangan menipu;
8. Jangan berzinah;
9. Jangan ingin berbuat cabul;
10. Jangan mengingini barang milik sesamamu manusia;
+ Hukum Kasih
Sepuluh Hukum Dasar itu disempurnakan dengan Hukum Kasih. Karena hukum
yang paling utama (terutama) adalah HUKUM KASIH. Hukum “Kasih” itu dalam ketaatan
dan kepatuhannya kepada dua subyek, yaitu:
1) Subyek Ilahi adalah kepada Allah Tritunggal (Allah Bapa, Allah Putra dan Allah
Roh Kudus). Hukum yang paling utama dan yang pertama adalah: “Kasihilah Tuhan
Allahmu, dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal
budimu” (Matius 22:37-38);
2) Subyek Insani adalah kepada sesama manusia. Hukum yang paling utama yang
kedua ialah: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”, (Matius 22:39).

202
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

b. Prinsip Teososiokrasi Papua


Adapun beberapa prinsip Teososiokrasi Papua, di antaranya:
1) Kedaulatan Tuhan terwujud dalam rakyat semesta.
2) Pemerintahan berdasarkan penyelenggaraan campur tangan Allah secara alami;
3) Kekuasaan kedaulatan Tuhan terwujud dalam rakyat semesta yang dipegang oleh
wakil-wakil rakyat yang dipilih dan ditentukan oleh Tuhan melalui sistem
Teososiokrasi untuk mengemban amanah dalam pemerintahan;
4) Pemerataan dalam pemenuhan hak-hak;
5) Terjaminannya Hak-HakAsasi Manusia;
6) Pemilihan melalui sistem Teososiokrasi melalui mekanisme tradisional;
7) Persamaan hak di depan hukum dan kepastian hukum;
8) Proses pembuktian hukum perkara pidana dan perdata secara alami melalui
mekanisme tradisional;
9) Pembatasan pemerintah secara konstitusional dengan berasaskan taat pada
pewahyuan Tuhan;
10) Menghargai perbedaan sosial, ekonomi dan politik;
11) Menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

c. Ciri Pemerintahan Teososiokrasi


Ciri-ciri suatu pemerintahan Teososiokrasi adalah:
1) Tersedianya ruang bagi keterlibatan warga dalam pengambilan keputusan publik,
baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan);
2) Adanya persamaan hak bagi seluruh warga Negara dalam segala bidang kehidupan
tanpa memandang suku, ras dan golongan serta agama;
3) Adanya kebebasan secara holistik (jasmani-rohani) bagi seluruh warga Negara;
4) Adanya keterlibatan warga dalam mendukung proses pemilihan pemimpin yang
dikehendaki Tuhan melalui sistem Teososiokrasi yang digelar di „Para-para Adat‟.
5) Adanya kepatutan terhadap nilai-nilai luhur atau nilai-nilai kebajikan yang
dijunjung tinggi oleh umat manusia;
6) Terciptanya suasana keharmonisan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang aman, tertib, dan bermartabat;
7) Terciptanya suasana kehidupan etika politik, ekonomi dan sosial yang dinamis,
harmonis, terarah, terukur, adil, dan berkesinambungan untuk kemuliaan nama
Tuhan.
d. Asas Keutamaan Dalam Teososiokrasi Papua
Teososiokrasi adalah sebuah bentuk pemerintahan ideal yang dalam
penyelenggaraan pemerintahannya taat pada rencana dan kehendak Allah yang disampaikan
melalui pewahyuan, baik melalui perantaraan nabi-Nya, atau penyataan pewahyuan
langsung kepada Otoritas yang berwenang.
Sistem Teososiokrasi pada hakekatnya menjangkau secara luas, baik dalam
pemenuhan kebutuhan jasmani dan juga pemenuhan kebutuhan rohani (hidup sederhana
alias berkecukupan). Dalam pandangan sesungguhnya, Teososiokrasi adalah filsafat ke-
203
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Tuhan-an dalam kehidupan asali yang mendasarkan pada „12 Asas Keutamaan Plus (+), di
mana mengasihi Allah dan sesama manusia menjadi prioritas utama atas dasar terang
kebenaran Firman Tuhan.

12 ASAS KEUTAMAAN+

1) Asas Keimanan 7) Asas Pengharapan


2) Asas Kesetiaan 8) Asas Solidaritas
3) Asas Kebenaran 9) Asas Kebebasan
4) Asas Keadilan 10) Asas Kesederhanaan
5) Asas Kejujuran 11) Asas Kerendahan hati
6) Asas Kedamaian 12) Asas Kasih
+ Penebusan Oleh Yesus vs + Kebakhtian oleh Kita

+ Penebusan oleh Yesus vs + Kebakhtian oleh kita lewat perkataan dan perbuatan baik dan benar

2.4. Kelemahan Teososiokrasi Papua


Metode apapun memiliki kelemahan. Kami harus jujur menyampaikan kelemahan
dari sistem Teososiokrasi ini. Sistem ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain: 1)
Teososiokrasi mengandalkan campur tangan Allah, maka sistem demokrasi ini sangat sulit
diterapkan di Negara yang tidak mengakui adanya Tuhan (atheis) atau Negara komunis. 2)
Teososiokrasi kurang memberikan ruang bagi kebebasan manusia untuk bertindak atas
kehendak pribadi dan rakyat dalam pemilihan pemimpin; 3) Teososiokrasi mengarahkan
manusia untuk bergantung kepada Allah dalam memecahkan persoalan yang rumit dan
kompleks.

204
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bab IX
TEO-SOSIOKRASI PAPUA

1. Pengertian Teososiokrasi

H
akekat Allah (Teo) dipandang dari dua sisi yang berbeda, yaitu Teo Imanensi dan
Teo Transendensi. Untuk memahami dua istilah ini, maka amatlah penting untuk
dijelaskan secara terpisah.

1.1. Pengertian Imanen


Imanen (imanensi) adalah paham yang berpandangan„berpikir dengan diri sendiri‟
atau „subyektif‟. Istilah imanensi berasal dari bahasa Latin „immanere‟ yang berarti tinggal
di dalam. „Imanen‟ adalah lawan kata dari „transenden‟. Pertama kali istilah ini diajukan
oleh Aristoles yang memiliki arti „bathin‟ dari suatu obyek, fenomena atau gejala.
Kemudian dikembangkan oleh Imanuel Kant dan berlaku sampai sekarang.
Dalam istilah filsafat ketuhanan, Tuhan yang imanen berarti Tuhan berada di dalam
struktur alam semesta serta turut serta mengambil bagian dalam proses-proses kehidupan
manusia. Imanensi lebih dekat dan terbatas pada pengalaman hidup manusia, seperti
dikemukan oleh Hume dalam teori fenomenalisme emperis dan Kant dalam Crititique of
Pure Reason.
Dalam bidang aliran agama, imanensi sangat ditekankan oleh ajaran panteisme
untuk menentang transendensi. Hal ini dimaksudkan agar manusia lebih akrab dengan
Tuhan dalam kehidupannya. Namun, terdapat pandangan bahwa hal ini hanya akan
membatasi Allah yang maha kuasa atas kehidupan manusia, Allah kehilangan unsur
misterinya. Dalam Teologi Kristen, imanen dapat dilihat dalam ajaran Trinitas, yaitu Allah
yang memiliki pribadi begitu nyata, Allah menjadi begitu dekat dengan umat-Nya. Sifat
Allah yang imanen dibutuhkan sifat transenden juga.

1.2. Pengertian Transenden


Allah yang transenden adalah Allah yang melampaui segala yang ada. Allah yang
tidak terbatas untuk memimpin dan mengontrol dunia dalam kemaha-kuasaan-Nya.
Transenden adalah sesuatu yang di luar batas kemampuan manusia. Di luar batas
pengetahuan dan kesanggupan manusia. Sesuatu yang luar biasa (Maha Kuasa). Sesuatu
yang luar biasa yang berada di luar batas kemampuan dan kesanggupan manusia, yang
melampaui segala sesuatu, unggul, agung, superlatif, dan melampaui pengalaman manusia
adalah Allah. Maka Allah dipandang sebagai „transenden‟, maka Allah yang transenden,
yang begitu jauh, yang melampaui segala sesuatu sehingga umat manusia sangat hormat
dan sujud menyembah-Nya.

205
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

1.3. Pengertian Sosio


Sosio berasal dari kata latin „socius‟ artinya manusia, penduduk, masyarakat,
kawan, sahabat. Pada hakekatnya manusia (person/ individu) tidak dapat hidup sendiri.
Manusia yang satu membutuhkan manusia yang lainnya untuk membangun dan
mempertahankan kehidupan. Maka manusia disebut makhluk sosial. Dalam kelangsungan
hidupnya, masing-masing individu diberikan kebebasan untuk memberikan konstribusi bagi
sesama manusia yang lain dalam kelangsungan hidup komunitasnya.
Dalam kehidupan suku-suku di Tanah Papua nilai kesetia-kawanan sosial lebih
diutamakan, ketimbang individualitas yang dianut dalam paham liberal oleh masyarakat
Barat. Kebersamaan dalam membangun kehidupan dan mempertahankan kehidupan
bersama, sangat nampak dalam berbagai kebiasaan dalam suku-suku yang ada di Papua
pada khususnya, dan pada umumnya kawasan Melanesia. Tujuannya adalah mewujudkan
kebahagian bersama dalam komunitasnya kini dan di sini.
Nilai kesetia-kawanan sosial paling diutamakan, maka dalam kehidupan
komunitasnya menciptakan suasana kekeluargaan yang harmonis dan dinamis. Kasih
sayang kepada sesama manusia paling kental dalam suku-suku di kawasan Melanesia –
Papua, artinya kasih sayangnya sangat tebal. Negara dilahirkan dan hadir untuk melindungi
dan membangun tatanan sosial, politik religi, dan ekonomi serta bidang kehidupan lainnya
yang suda ada, bukan untuk merusak dan bukan untuk meniadakan yang sudah ada.
Sebagai bukti bahwa tanah menjadi milik komunal (milik bersama suatu marga),
bukan milik individu. Mereka membagi-bagi tanah bukan untuk menjadi milik pribadi,
tetapi dibagi hanya untuk hak mengelalo dan memanfaatkan tanah, bukan menjadi hak
milik pribadi. Hak kepemilikan tanah berada pada marga, artinya milik komunal marga
tertentu. Karena tanah Papua sudah dibagi habis ke masing-masing suku yang ada, dan dari
suku dibagikan ke sub suku, dari sub suku dibagi lagi ke marga, dan sub marga yang ada.
Tanah dipandang sebagai bagian dari kehidupan sosial (manusia) yang paling
penting, maka tanah dipandang sebagai „mama‟ yang paling berarti dalam kelangsungan
hidup. Maka Tanah dijaga dan dirawat secara khusus dan istimewa. Menjual tanah kepada
orang lain berarti menjual kehidupan, baik diri dan menjual masa depan anak cucunya,
artinya mengubur kehidupan diri dan anak cucunya. Tanah adalah tumpuan kehidupan
segala yang ada di atas bumi, maka tanah ditempatkan oleh suku-suku di Tanah Papua
sebagai bagian dari kehidupan sosial (manusia) yang penuh harapan dan penuh misiteri
kehidupan, yang di dalamnya ada tempat-tempat keramat (tanah kudus).

1.4. Devinisi Teososiokrasi


Dalam pandangan Teososiokrasi, ada tiga usur keyakinan yang paling penting dan
mendasar: Pertama, transenden dan imanen, kedua paham ini mengandung sifat misteri,
artinya Tuhan itu Maha Kuasa, namun sentuhan, kasih dan anugerah-Nya dapat dialami
dalam kelangsungan hidup manusia. Kedua, spritualitas alami suku-suku di Kawasan
Melanesia adalah spritualitas imanensi; artinya Tuhan yang maha kuasa itu secara alamiah
terlibat dalam kehidupan manusia. Adanya keyakinan bahwa Tuhan itu kini dan di sini ada,

206
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

dan turut serta dalam kelangsungan hidup manusia; Tuhan yang maha kuasa itu ada dalam
tatanan kosmos atau terselami dalam ciptaan-Nya dengan cara yang misteri dan alamiah.
Karena diyakini bahwa Tuhan itu ada di sini dan kini, maka suku-suku di Melanesia
memandang Allah sebagai Bapa, dan Yesus sebagai „kakak‟. Ketiga, demi mengkon-
tekstualisasi Kitab Suci di kawasan Melanesia, khususnya di Tanah Papua dan mening-
katkan penghayatan iman kepercayaan kepada Allah yang melampaui batas kemampuan
manusia yang hadir (terselami) dalam kehidupan ciptaan-Nya kini dan di sini, maka paham
Imananen dan transenden relevan dalam penerapan mekanisme Teososiokrasi Papua.
Istilah Teososiokrasi terdiri dari tiga kata: „Teo‟ „Socius, „Kratos‟. Teo artinya
Tuhan; Socius artinya masyarakat, penduduk, manusia, kawan, sahabat; Kratos
artinya kekuasaan, memerintah. Maka Teososiokrasi artinya „Tuhan memilih wakil
masyarakatnya untuk melayani‟, atau pengertian lainnya adalah „bentuk
pemerintahan Tuhan yang dijalankan oleh wakil masyarakat yang dipilih dan
ditentukan oleh Tuhan melalui mekanisme demokrasi tradisional secara alami‟.
Dalam sistem pemerintahan terdapat „aturan‟ dan ada pula “aparat/ petugas‟
pemerintahan, maka Tuhan terselami dalam aturan (hukum adat, agama dan hukum positif
yang tujuannya baik dan benar); dan juga Tuhan tinggal pula di dalam atau bertahta dalam
hati setiap aparat pemerintahan dan menuntun-Nya untuk melakukan yang terbaik bagi
sesama manusia hanya demi pencapaian damai sejahtera di bumi (menghadirkan suasana
Surga di dunia).
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang paling mulia di antara
makhluk hidup. Individu-individu manusia yang diciptakan oleh Allah itulah rakyat. Rakyat
adalah pemegang mandat dari Allah. Maka itu Allah berdaulat atas rakyat. Bukan rakyat
berdaulat atas Allah. Rakyat adalah wakil Allah di bumi yang diberi tanggung jawab untuk
melindungi, memelihara dan memanfaatkan semua ciptaan Allah di bumi.
Untuk mengatur dinamika hidup masyarakat yang sangat kompleks dan begitu luas,
maka Tuhan melalui rakyat mendirikan Negara Bangsa. Sehingga Tuhan memilih dan
menentukan pemimpin rakyat untuk melayani rakyat semesta atas nama Tuhan melalui
sistem Teososiokrasi. Maka diambil kesimpulan secara sederhana bahwa kekuasaan
tertinggi yang menjadi motor penggerak pertama dan terutama „pemerintahan‟ disandarkan
kepada Tuhan, dan dalam penyelenggaraan pemerintahannya dijalankan oleh wakil rakyat
yang dipilih dan ditentukan oleh Tuhan melalui mekanisme tradisional „di para-para adat‟
atau pewahyuan langsung dari Allah melalui para nabi-Nya.
Pemerintah sebagai wakil rakyat yang dipilih dan ditentukan oleh Tuhan, maka
dalam penyelenggaraan pemerintahannya dipantau oleh Otorita Adat. Otorita Adat
memiliki kewenangan untuk menghadirkan siapapun pemimpin pemerintahan di peradilan
para-para adat, jika yang bersangkutan dinilai gagal melaksanakan tugasnya atau adanya
dugaan penyelewengan dalam penggunaan kekuasaan. Tujuannya adalah pemimpin
pemerintahan yang diduga tidak melaksanakan tugas dengan baik itu dihadirkan di
peradilan „para-para adat‟ melalui mekanisme tradisional untuk membuktikan dan
memastikan di hadapan Tuhan: „apakah yang bersangkutan jabatannya dicopot dan diganti

207
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

jika yang bersangkutan terbukti bahwa benar-benar bersalah‟, atau „tidak dicopot karena
yang bersangkutan tidak terbukti bersalah‟, atau „didapati adanya kesalahan sedikit, maka
yang bersangkutan diberi nasehat oleh tetua adat agar yang bersangkutan memperbaiki
kesalahannya‟.
Negara cq pemerintah ada karena adanya rakyat; Negara dikandung, dilahirkan,
dibesarkan dan dipertahankan oleh rakyat, maka kedaulatan Tuhan itu ada di tangan rakyat.
Tuhan yang satu dan sama pula hadir dan tinggal pula dalam setiap hati rakyat dan
menuntun-Nya untuk melakukan yang terbaik bersama pemerintah demi pencapaian damai
sejahtera di bumi.
Teososiokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana agama atau iman memegang
peranan utama; Teososiokrasi diartikan juga Tuhan yang maha kuasa berada di dalam
struktur alam semesta dan turut serta mengambil bagian dalam proses-proses kehidupan
masyarakat, termasuk turut serta dalam pemerintahan di bumi; Atau Teososiokrasi dapat
diartikan sebagai bentuk pemerintahan Tuhan yang di dalam penyelenggaraan
pemerintahannya dilaksanakan oleh wakil masyarakat yang dipilih dan ditentukan oleh
Tuhan melalui mekanisme demokrasi tradisional; Teososiokrasi juga diartikan sebagai
bentuk pemerintahan yang di dalamnya Tuhan bermain peranan dan atau Tuhan turut serta
dalam pemerintahan secara alamiah. Singkatnya Teososiokrasi adalah suatu bentuk
pemerintahan yang berdasarkan Allah Tritunggal.

2. Model Teososiokrasi Papua


2.1. Partai Rakyat (Partai Tunggal)
Dengan diterapkannya mekanisme demokrasi asli (Teososiokrasi) di Tanah Papua,
maka sudah memastikan bahwa tak ada banyak partai di era kemerdekaan bangsa Papua
untuk memperebutkan tampuk kekuasaan, baik eksekutif maupun legislatif. Partainya
hanya satu yaitu „Otoritas Adat‟. Kita kembalikan „partai politik‟ kepada masyarakat
sebagai pemegang kedaulatan Tuhan. Pemegang kedaulatan Tuhan melalui Otoritas Adat.
Mengapa hanya satu partai „Otorita Adat‟ saja? Berikut ini dasar pemikirannya:
Allah menempatkan masing-masing suku bangsa di berbagai pulau dan benua dengan
batas-batas yang sangat jelas. Otorita Adat diberi tanggung jawab oleh Allah untuk
menjaga, memelihara dan melestarikan semua ciptaan Allah. Sebelum agama modern lahir,
Otorita Masyarakat Adat sudah ada; dan dalam masyarakat adat mereka menganut
kepercayaan/ religi. Dan yang melahirkan agama modern (agama samawi) adalah oleh
Tuhan melalui anggota masyarakat Adat.
Selain itu, sebelum ide Negara/ pemerintah lahir, sistem pemerintahan Adat sudah
ada dari dulu di masing-masing suku. Dan yang melahirkan Negara/ pemerintah itu oleh
Tuhan melalui masyarakat adat, dari masyakarakat adat dan untuk masyarakat adat. Para
penganut agama adalah anggota masyarakat adat; dan para pemangku pemerintah adalah
anggota masyarakat adat. Maka itu, proses demokratisasi dikembalikan sepenuhnya kepada
masyarakat adat dalam dan melalui Otorita Adat Setempat. Masyarakat sebagai wakil
208
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Tuhan di bumi dalam menjaga tatanan semua ciptaan-Nya, maka masyarakat adat benar-
benar dilibatkan dalam proses mengorbitkan pemimpin masyarakat melalui sistem
Teososiokrasi.
Untuk kepastian hukum agar sistem Teososiokrasi menjadi baku, maka keseluruhan
proses demokrasi asli dalam pemilihan pemimpin dibuat dalam Undang-Undang oleh
Pemerintah sekaligus membentuk Badan Penyelenggara Pemilihan, baik di tingkat
Kampung hingga di tingkat Pusat. Dalam hal ini perlu ada kerja sama antara “Otorita
Adat”sebagai mesin politik masyarakat yang disebut „Partai Rakyat‟ dan Badan
Penyelenggara Pemilu yang dibentuk oleh Pemerintah.

2.2. Proses Pemilihan Pemimpin


Proses penyeleksian bakal calon dimulai dari tingkat Kampung, maka Badan
Penyelenggara Pemilu bekerja sama dengan Otorita Adat dan Otoritas Agama. Pemilihan
bakal pemimpin berlangsung di para-para Adat atas kerja sama dengan Badan
Penyelenggara Pemilu yang dibentuk oleh pemerintah. Setelah proses pemilihan di para-
para adat, kemudian Otorita Adat bersama dengan Otoritas Agama dan Badan
Penyelenggara Pemilu membuat berita acara tentang Proses Pemilihan Pemimpin yang
telah dilakukan, yang disaksikan oleh para saksi dari pihak-pihak terkait sesuai ketentuan
hukum yang berlaku. Kemudian Badan penyelenggara Pemilu mengumumkan hasilnya
dalam Rapat „Pleno Penetapan Kandidat‟ yang telah terpilih; Selanjutnya direkomendasikan
kepada pemerintah untuk mengatur upacara pelantikan .
Dalam penerapan Teososiokrasi untuk memilih pemimpin baik dalam sistem
pemerintahan, atau di luar sistem (non pemerintahan), kita dengan bebas memilih salah satu
atau dua model sekaligus dari model-model pembuktian tradisional yang kami cantumkan
dalam bab tiga buku ini. Sebagai contoh, berikut ini kami merumuskan proses pemilihan
pemimpin melalui sistem Teososiokrasi Papua.
a. Tahapan Persiapan

Dalam pengajuan calon atau kandidat, badan penyelenggara tidak membuka ruang
sebebas-bebasnya. Maka itu, perlu adanya „peraturan khusus‟ untuk mengatur secara tegas
dan ketat dengan berbagai kriteria dan syarat. Sehingga proses perengkuran kandidat
berjalan dengan baik, tertib dan lancar sesuai hukum yang berlaku.
Bagian terpenting yang harus dilaksanakan dalam tahapan awal adalah sebelum
pemilihan pemimpin di hadapan Allah melalui mekanisme tradisional di para-para adat,
para kandidat (para calon) diberi kesempatan untuk doa dan puasa selama 40 hari dan 40
malam. Hal ini penting agar para kandidat itu mempersiapkan diri, baik lahir maupun
bathin.
Hal-hal yang penting dan mendasar yang perlu diatur dalam undang-Undang
Khusus, antara lain penetapan kriteria bakal calon, dilengkapi dengan beberapa syarat; bagi
kandidat yang memenuhi kriteria dan syarat-syaratnya diberi kesempatan untuk doa-puasa,
kemudian proses pemilihan melalui mekanisme demokrasi tradisional (Teososiokrasi)
dilakukan untuk mengorbitkan pemimpin-pemimpin yang benar-benar dikehendaki oleh
209
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Tuhan sebagai wakil rakyat untuk memimpin dalam rangka mewujudkan kehendak-Nya
yaitu mewujudkan “damai sejahtera‟ bebas dari berbagai konflik kepentingan.
Kami tidak menjelaskan secara mendeteil sub pokok bahasan ini, karena tahapan
penyelenggaraan pemilihan pemimpin, baik pemimpin di tingkat Kampung hingga tingkat
Pusat diatur dalam suatu Undang-Undang oleh Pemerintah. Pemilihan pemimpin melalui
Teososiokrasi, maka dipastikan tidak ada ruang untuk kampaye terbuka. Setiap kandidat
mengkampanyekan dirinya kepada Tuhan agar dipilih dan diangkat oleh Tuhan dan
didukung penuh oleh rakyat semesta‟.
Setiap orang yang terpilih tentu diberi hikmat dan kuasa oleh Tuhan, serta
perlindungan asalkan yang bersangkutan taat pada perintah Tuhan, dan menjauhi larangan-
Nya serta melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya dengan sebaik-baiknya, serta
mengandalkan Tuhan dalam hidupnya. Kandidat yang terpilih bertindak sesuai dengan
kehendak Tuhan dan melakukan yang terbaik bagi keseluruhan bangsanya (rakyat semesta).
Dari sekian banyak model demokrasi tradisional yang digunakan oleh suku-suku di
Tanah Papua, sebagai contoh kami mengangkat tujuh model demokrasi asli, agar kita dapat
memahami proses pemilihan pemimpin dengan sistem Teososiokrasi.
b. Pemilihan Pemimpin

Langkah-langkah pemilihan pemimpin yang kami gambarkan di bawah ini hanyalah


sebagai contoh, dan ini dapat diatur kemudian dalam Aturan Khusus oleh Pemerintah untuk
merumuskan dan menetapkan Undang-Undang tentang penyelenggaraan pemilihan
pemimpin, baik di tingkat Kampung hingga di tingkat Pusat, baik eksekutif maupun
legislatif, termasuk judikatif.

1) Model Barapen
Berikut ini langkah-langkahnya: a) Menyiapkan bahan-bahan kelengkapan untuk
barapen, seperti kayu bakar, batu, dedaunan untuk bungkus, serta dedaunan khusus sebagai
sampel pemilihan; b) Siapkan para-para perampian dan batu dibakar sampai batu-batunya
membara; c) Nama-nama bakal calon dilabelkan pada bahan makanan tertentu, atau
dedaunan tertentu; d) Dibarapenkan di antara batu-batu panas yang membara; e) Satu atau
dua jam kemudian barapennya dibuka dan di antara para calon itu hanya satu kandidat yang
terbukti „masak betul‟, dan yang lainnya mentah atau stengah mentah atau hangus terbakar;
f) Yang terbukti „masak‟ betul, „dialah‟ yang dipilih dan diangkat oleh Tuhan.
2) Model Panah Babi
Mekanisme demokrasi Panah Babi, berikut ini langkah-langkahnya: a) Babi
disiapkan oleh penyelenggara pemilihan sesuai dengan jumlah kandidat (calon); b) Masing-
masing babi dimasukkan dalam kotak lingkaran putih; c) Masing-masing kandidat
memanah babi yang ada dalam kotak lingkaran putih; d) Setelah memanah babi, perhatikan
reaksi dari babi itu: Jika babi mati di tempat tanpa bergerak keluar dari lingkaran putih,
maka dialah pemimpin yang dikehendaki oleh Tuhan. Jika panahnya terlingkar dikulit, atau
panahnya tampias (tidak kena babi), atau setelah memanah, babi bergerak keluar dari
lingkaran putih, atau babi tidak mati, atau lama baru mati, atau anak panah atau busurnya
patah, maka kandidat itu tidak dikehendaki oleh Tuhan/ tidak terpilih.
210
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

3) Model Asar Babi atau Asar Sagu


Mekanisme Asar adalah suatu mekanisme pemilihan pemimpin di hadapan Allah.
Mekanisme ini diterapkan oleh masyakar adat yang berdomisili di Papua Selatan untuk
„memilih pemimpin kepala suku‟, selain itu dipakai juga oleh masyarakat yang berdomisili
di Nabire Pantai dan sekitarnya. Mekanisme ini juga kita dapat gunakan dalam pemilihan
pemimpin agar siapapun yang terpilih adalah benar-benar dikehendaki oleh Tuhan.
Bahan yang digunakan dalam pemilihan pemimpin ini adalah sagu dan babi hutan
berbulu kasar. Prosesnya, sagu atau potongan babi disiapkan, lalu masing-masing kandidat
(calon pemimpin) mengasarnya sendiri di para-para perampian yang membara selama satu
hari dan satu malam disaksikan oleh Hakim Adat, Hakim Agama dan Badan Penyelenggara
Pemilihan, serta dijaga ketat oleh pihak berwajib. Jika bahan-bahan yang dibakar itu tidak
masak atau sebagian mentah, maka yang bersangkutan tidak layak atau tidak direstujui oleh
Tuhan menjadi pemimpin; dan sebaliknya jika bahan yang dibakar itu masak betul, maka
yang bersangkutan layak atau dikehendaki oleh Tuhan menjadi pemimpin.
4) Model Masukan Tangan Dalam Air Mendidih
Mekanisme ini adalah suatu model pemilihan pemimpin di hadapan Tuhan.
Mekanisme ini biasa digunakan oleh masyarakat di Sorong dan sekitarnya serta masyarakat
yang berdomisili di wilayah Saireri untuk membuktikan pelaku kejahatan. Metode ini kita
terapkan juga untuk pemilihan pemimpin.
Prosesnya adalah air putih direbus dalam wadah tertentu. Masing-masing kandidat
memasukkan tangannya ke dalam air panas (air mendidih) tersebut dan kemudian sang
kandidat mengangkat tangannya ke langit dengan bersumpah: dalam nama Tuhan pencipta
langit dan bumi, saya bersumpah bahwa jika Tuhan menghendaki saya menjadi pemimpin,
maka saya akan melaksanakan amanah-Mu dengan tulus, setia, takut pada Tuhan dan
rakyat, serta bertanggungjawab. Kemudian memasukkan tangan kedua kali ke dalam air
yang sedang mendidih tersebut. Jika jari-jari tangan kanannya tidak melepuh (tidak lecet),
maka kandidat itu dikehendaki oleh Tuhan menjadi pemimpin, sebaliknya jari-jari
tangannya melepuh (lecet, terluka), berarti kandidat yang bersangkutan tidak direstujui atau
tidak dikehendaki oleh Tuhan.
5) Mekanisme Bakar Udang
Bakar Udang merupakan salah satu mekanisme pemilihan pemimpin di hadapan
Tuhan. Tradisi bakar udang kali dalam bara api adalah suatu kebiasaan yang diterapkan
oleh masyarakat adat di Sorong dan sekitarnya. Proses pemilihannya adalah siapkan udang
kali. Kemudian siapkan para-para perapian. Lalu masing-masing kandidat membakar udang
kali itu. Jika udang yang dibakar dalam api yang membara itu masak (kulit udangnya
menguning dalam sekejap), maka yang bersangkutan adalah pemimpin yang dikehendaki
oleh Tuhan dan sebaliknya, jika udang itu tidak matang walau dibakar dalam api yang
membara, maka yang bersangkutan tidak dikehendaki Tuhan.

211
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

6) Model Membuang Undi Urim Tumim


Kita juga gunakan mekanisme membuang undi dengan menggunakan urim dan
tumim, seperti yang dipakai oleh bangsa Israel tradisional yang terdapat dalam Alkitab
(lengkapnya baca di bab III dalam buku ini). Mekanisme membuang undi adalah salah satu
model pemilihan pemimpin di hadapan Allah untuk mencaritahu kehendak Allah dalam
pemilihan pemimpin atau mendapat keputusan Allah dengan cara membuang undi dengan
menggunakan urim dan tumim. Model pemilihan ini dapat digunakan untuk memilih
pemimpin atau badan pengurus Agama/Gereja.
7) Model Bakar Kertas
Sebagai pembanding, kami juga menawarkan mekanisme demokrasi bakar.
Makanisme demokrasi ini boleh dipakai, atau tidak dipakai juga boleh, tergantung
kesepakatan bersama. Karena ini bukan tradisi suku-suku yang ada di Tanah Papua. Berikut
ini langkah-langkahnya: a) Masing-masing nama kandidat (calon) ditulis di kertas
sepotong; b) Kertas yang tertulis nama-nama kandidat itu digulung; c) Kertas-kertas yang
digulung itu dibakar satu persatu satu; d) Gulungan kertas (yang di dalamnya ada nama
kandidat) yang tidak terbakar api, dialah yang dikehendaki dan dipilih Tuhan; sedangkan
yang tidak dikehendaki Tuhan dan tak terpilih, gulungan kertas akan terbakar sampai kertas
itu menjadi abu.
Metode lainnya adalah kertas nama dibakar di dalam gerbong khusus: a) Nama-
nama kandidat disiapkan dan nama para kandidat ditulis dalam kertas, dan masing-masing
kertas nama itu dibakar satu per satu dalam gerbong khusus; b) Jika asap putih bersih keluar
dari gerbong dan asapnya lurus naik ke langit, maka dialah pemimpin yang dikehandaki
dan dipilih oleh Tuhan; c) Sedangkan kertas namanya dibakar, lalu asapnya hitam dan tidak
lurus naik ke langit, maka dia tidak dikehendaki oleh Tuhan; d) Mekanisme pemilihan
„model bakar‟ ini dapat digunakan dalam pemilihan Otorita Agama dan jajarannya.
Pemilihan pemimpin baik di tingkat kampung sampai pusat dilangsungkan di „para-
para adat‟ oleh „Otorita Adat setempat‟ didampingi hakim agama bekerja sama dengan
badan Penyelenggara Pemilu yang dibentuk oleh Pemerintah. Kedaulatan Tuhan dalam dan
melalui Otorita Adat bekerjasama Otoritas Agama mengorbitkan pemimpin-pemimpin yang
benar-benar dikehendaki oleh Tuhan. Mekanisme pemilihan ini melahirkan pemimpin-
pemimpin yang handal, bersih, berwibawa, kharismatik, lebih dari itu takut kepada rakyat
semesta dan takut kepada Tuhan yang memberinya amanah untuk memimpin.
Mekanisme perekrutan, tata cara dan keseluruhan penyelenggaraan pemilihan
pemimpin (eksekutif, legislatif maupun yudikatif) dibuat aturan legal formal dalam
Undang-Undang Khusus. Organisasi non pemerintahan juga dapat merumuskan mekanisme
perekrutan dan tata cara dalam keseluruhan proses pemilihan dibuat juga Aturan Khusus
yang legal formal untuk membangun peradaban bangsa Papua di segala aspek kehidupan
yang mandiri dan kuat; tujuannya adalah mewujudkan Tanah Papua Damai Sejahtera (lahir
bathin), serta memancarkan kasih dan damai kepada bangsa-bangsa lain di dunia, hanya
untuk kemuliaan nama Tuhan.

212
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bab X
PENUTUP

1. Kesimpulan

S
istem Teososiokrasi Papua alias demokrasi Alternatif dan mekanisme pembuktian di
hadapan Allah secara tradisional ini digali dari tradisi suku-suku di tanah Papua dan
dirumuskan sedemikian rupa oleh penulis dalam rangka:
Pertama, memecahkan kompleksitas permasalahan di tanah Papua yang
mengancam keberlangsungan hidup rakyat pribumi bangsa Papua. Kompleksitas masalah
ini dibagi ke dalam dua, yaitu masalah internal orang Papua dan eksternal (dari pihak luar
Papua); Mekanisme alternatif ini dapat dipandang sebagai suatu metode resolusi konflik
yang dapat digunakan oleh siapapun dan institusi apa saja. Untuk itu, mekanisme ini sangat
tepat untuk digunakan dalam mengadili masalah-masalah tertentu yang amat sulit
dipecahkan dan sangat sulit dibuktikan. Kepastian hukum atas suatu perkara Pidana atau
Perdata benar-benar dibuktikan di hadapan Allah secara alami melalui mekanisme
pembuktian tradisional di „Para-Para Adat‟, jika masalah yang dituduhkan benar-benar
terbukti di Peradilan Adat di „Para-Para Adat‟, maka yang bersangkutan diproses hukum di
pengadilan Negara untuk mendapatkan keputusan tetap dan mengikat.
Kedua, dalam buku ini juga mengulas mengenai sistem Teososiokrasi dan ini
ditawarkan sebagai mekanisme demokrasi alternatif yang dapat diterapkan dalam
pemerintahan untuk menciptakan sistem demokrasi yang aman, tidak manipulatif, bebas
dari politik uang, lancar, tidak memakan biaya, tidak ada ruang untuk konflik, demokratis,
rahasia, bebas, tertib, bersih, berwibawa, adil dan bermartabat.
Mekanisme alternatif ini digali dari tradisi suku-suku di Tanah Papua. Kita
membangun gerakan „meminum air dari sumur kita sendiri‟, meminum dari sumur yang
ditinggalkan oleh para moyang bangsa Papua atas ilham Sang Khalik. Tujuannya adalah
mewujudkan damai sejahtera dengan mekanisme yang ada pada kita. Selain itu, sistem
pembuktian di hadapan Tuhan ini dapat dikatakan juga sebagai „mekanisme menemukan
suatu kebenaran dan kepastian dalam mencari kehendak Tuhan.
Metode pembuktian di hadapan Allah dan pemilihan pemimpin dengan sistem
Teososiokrasi melalui mekanisme tradisional seperti yang dilakukan oleh para moyang
suku-suku di tanah Papua masih relevan dan efektif untuk diterapkan pada masa kini,
walaupun ada orang yang beranggapan bahwa mekanisme pembuktian seperti itu bukan
zamannya lagi, artinya dipandang perilaku primitif. Namun demikian, inti dari semua teori
dan praktek dalam berbagai dimensi kehidupan manusia yang berkembang semakin pesat
ini, tujuannya adalah menolong manusia untuk mencapai kesuksesan, kebahagian,
kedamaian, keadilan dan kesejahteraan.
Kami memandang bahwa mekanisme yang digunakan oleh para moyang Papua
masih relevan dan sangat evektif untuk diterapkan di era post modern ini untuk menjawab
berbagai tantangan zaman. Lebih dari itu tujuannya adalah untuk menciptakan suasana
213
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

kehidupan yang lebih harmonis, lebih adil, lebih bermartabat, lebih sejahtera, lebih
demokratis, serta memproteksi dini untuk mengantisipasi dan menekan timbulnya berbagai
konflik di masa mendatang.
Kita perlu meletakkan dasar yang kuat agar generasi Papua di masa depan
mengalami suasana hidupnya berbeda dengan suasana hidup kita hari ini. Sebagian
cendikiawan Papua sudah mempelajari mekanisme demokrasi yang dipakai di seluruh
dunia. Bahkan mekanisme demokrasi modern telah kita gunakan dalam perjuangan bangsa
Papua, namun demokrasi modern ini tidak memberi jawaban yang memuaskan.
Kami menilai demokrasi modern ini diciptakan sebagai jalan atau jembatan untuk
memanipulasi hak-hak masyarakat pribumi dan sebagai jembatan untuk meraih kepentingan
ekonomi semata oleh segelintir pemegang kuasa dan kaum pemodal di dunia. Kami tidak
mau masa depan bangsa Papua dihancurkan oleh pihak-pihak lain melalui jembatan
demokrasi modern. Kita sudah mengalaminya dalam perjuangan ini bahwa ada pihak-pihak
tertentu dipakai untuk menghancurkan persatuan bangsa Papua melalui praktek demokrasi
modern ini. Melalui sistem Teososiokrasi ini, kita membangun tembok permanen „tembok
raksasa memagari bangsa Papua‟ agar pihak-pihak lain tidak mengintervensi dan
menghancurkan sistem Teososiokrasi dari dalam. Selain membuat pagar, kita juga sudah
memahami kelemahan dan kelebihan dari mekanisme demokarsi modern dan sejenisnya.
Saya pikir, kita memiliki pandangan yang sama bahwa lebih baik kembali ke budaya kita
untuk meminum air dari sumur asli yang dipakai oleh para leluhur bangsa Papua.
Tak perlu bangsa lain bilang apa. Masing-masing orang memiliki pandangan yang
berbeda dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk menilai sesuatu. Perbedaan
pandangan itu wajar. Kritikan model apapun tidak mengubah tekad bangsa Papua untuk
kembali meminum dari sumur budayanya sendiri. Cukup, cukup dan cukup sudah! Kita
bangsa Papua sudah mengalami kehancuran dari berbagai paham demokrasi yang
dipandang oleh kebanyakan orang sebagai malaikat penyelamat, ternyata setelah kami teliti
dan pahami itu hanyalah sebagai jalan untuk merampas apa yang ada pada kami dan
menghancurkan apa yang bangsa Papua miliki. Maka itu, kritikan model apapun kami
terima sebagai masukan untuk menggali lebih jauh mekanisme demokrasi asli dan
pembuktian di hadapan Allah melalui mekanisme tradisional ini.
Dengan penerapan mekanisme pemilihan dan pembuktian di hadapan Allah melalui
mekanisme tradisonal, kami bangsa Papua hendak tampil beda dengan bangsa-bangsa lain
di dunia yang mendewakan demokrasi modern dan sejenisnya. Kami hendak hidup apa
adanya dengan segala sesuatu yang Tuhan sediakan di Tanah Papua. Dengan segala
keterbatasan dan kemampuan yang Tuhan berikan, kami bangsa Papua hendak bangkit,
berdiri dan berjalan menuju padang rumput yang hijau dan ke air hidup yang tenang.
Bangkit dari keterpurukan, bangkit dari perbudakan, bangkit dari kemiskinan, bangkit dari
kebodohan, bangkit dari penindasan untuk mengobati luka-luka bathin yang membara
dalam hati, dan bangkit dari ketidak-berdayaan menuju Papua Penuh Damai Sejahtera,
Menuju Tanah Suci yang penuh dengan kemuliaan Tuhan.

214
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

2. Saran Untuk Diperhatikan dan dilaksanakan


Pembuktian di hadapan Allah dan sistem Teososiokrasi yang disebut demokrasi asli ini:
1) Penulis persembahkan sebagai mekanisme alternatif dari sekian banyak mekanisme
pembuktian dan demokrasi yang digunakan oleh masyarakat dunia.
2) Mekanisme ini dilakukan hanya dengan mengandalkan iman (keyakinan) dan
pengharapan, disertai dengan kerendahan hati dan kepasrahan total kepada Tuhan.
Di mana ada iman – (keyakinan) dan pengharapan kita kepada Tuhan, di situ Tuhan
hadir untuk menyatakan kuasa-Nya, bagi Tuhan tidak ada perkara yang mustahil.
3) Mekanisme ini diusulkan untuk digunakan dalam pemilihan Kepala Negara serta
kabinetnya, legislatif, gubernur, bupati, kepala distrik, kepala kampung dan
jajarannya. Juga kepengurusan non pemerintahan, organisasi sosial dan keagamaan.
4) Sistem Teososiokrasi ini tentu digunakan pada bentuk Negara atau Kerajaan yang
berlandaskan pada tiga hukum yakni hukum Adat, hukum Agama dan hukum positif
yang dielaborasikan menjadi satu kesatuan yang utuh dan kokoh untuk meletakkan
dasar peradaban suatu bangsa.
5) Mekanisme pembuktian di hadapan Allah dan sistem pemilihan pemimpin melalui
mekanisme tradisional di para-para adat hanya dapat diselenggarakan oleh hakim
Adat dan Agama yang dipilih dan diangkat oleh Tuhan. Maka itu, tidak diberikan
ruang atau kesempatan kepada siapapun untuk melakukan acara pembuktian di
hadapan Allah dan pemilihan pemimpin di luar dari tata cara dan mekanisme resmi
yang diatur oleh Pemerintah atas kerja sama Otorita Adat dan Agama.
6) Mekanisme pembuktian di hadapan Allah dan pemilihan pemimpin melalui
mekanisme tradisional ini adalah Upacara Suci (kudus) Adat bekerja sama dengan
Otorita Agama, maka dilarang keras melakukan acara ini di luar dari Otorita Agama
dan Otorita Adat. Artinya tidak diberi kewenangan kepada siapapun untuk
memperaktekkan acara kudus ini, kecuali diselenggarakan oleh Otorita Adat dan
Agama yang dipilih dan ditentukan oleh Tuhan dengan kerja sama Pemerintah.
7) Ingat! Proses pembuktian di hadapan Allah dan pemilihan pemimpin terjadi atas
kuasa Roh Allah, maka kepada siapapun DILARANG KERAS melakukan acara ini
untuk mencobai Tuhan Allah dengan maksud menghina atau memprovokasi dengan
maksud jahat. Barangsiapa melakukan hal ini, ia menghujat Roh Kudus. Menghujat
Roh Kudus berarti dosa kekal, artinya kesalahannya tidak dapat diampuni. Kata
Yesus: “Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia [Yesus],
ia akan diampuni, tetapi barang siapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan
diampuni ” (Lukas 12 : 10, Markus 3 : 29).
Akhirnya, sistem „Teososiokrasi‟ ini penulis usulkan sebagai suatu bentuk
mekanisme demokrasi alternatif (demokrasi ideal) dan metode Pembuktian di Hadapan
Allah melalui mekanisme tradisional untuk menangani perkara Pidana dan Perdata. Selain
itu, mekanisme pembuktian di hadapan Allah ini dapat dipakai sebagai metode resolusi
konflik untuk menuntaskan permasalahan yang sulit dibuktikan dan sulit diselesaikan.
„Damai sejahtera Allah (Elohim) yang melampaui segala akal, terus memelihara hati dan pikiran kita
dalam Kristus Yesus‟.
215
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Daftar Pustaka

1. Aim, Abdullah, “Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Warga Negara yang


Demokratis, PT Grafindo Media Pratama.
2. Deane, Drumond, Celia, (2006), Teologi dan Ekologi, Jakarta: PBK Gunung Mulia.
3. Simon Petrus L Tjahjadi; (2004), Petualang Intelektual, Yogyakarta: Kanisius.
4. Sutejo, K, Widodo, Makalah yang disampaikan dalam Diskusi Sejarah “Wajah
Demokrasi di Indonesia”, Semarang, 2009.
5. P. Ceslaus SVD, (1989), Pergilah lagi kepada St. Yoseph, Mataloko: Kabar gembira
6. http://id.wikipedia.org/wiki/demokrasi
7. Diposkan oleh Alamin Rayyiis; Jurnal Media, 26 Juli, 2009
8. Wpbadmin, http://korandemokrasiindonesia.wordpress.com/2009/11/27/demokrasi;
at 07/19/2010-15:08; wpbadmin‟sblog
9. www:shonz512.wordpress.com
10. http://id.wikipedia.org/wiki/hukum_adat#Definisi_Hukum_Adat
11. http://wikipedia.org/wiki/Hukum_adat
12. http://wikipedia.Org/w/index.php?title=Istimewa:Pencarian&search=pengadilan+ad
at
13. H.S.Brahmana, S.H. M.H, www:pn-lhoksukon.go.id
14. http://id.wikipedia.org/wiki/pembuktian_melaluideduksi#_note-o
15. http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran_deduktif
16. http://id.wikipedia/wiki/Logika#Logika_alamiah
17. http://www.kaskus.us/showthread,php?t=9386676
18. http://id.wikipedia.org/wiki/Teologi_kodrati
19. http://id.wikipedia.org/wiki/demokrasi
20. http://tasarkarsum.blogspot.com/2007/10/sisi_buruk_pemerintahan_demokrasi.html
21. www.bkimipb.org:Copyright@2010.bkimipb.org.DesignedbyShape5.com
22. http://id.m.wikipedia.org/wiki/budaya
23. http://id.m.wikipedia.org/wiki
24. www:pokjawacana.com
25. http://ilmupolitikdanpemerintahan.blogspot
26. www.litigasi.co.id
27. www:shonz512.wordpress.com
28. Alkitab versi bahasa Indonesia aplikasi on line
29. Wawancara dengan Tn Yance Miage pada tanggal 7 September 2011 di Biak
30. Wawanca dengan Tn Gunawan Inggeruhi, pada 1 September 2011 di Jayapura –
Papua
31. Wawancara dengan Tn Dai, pada 8 Juli 2011 di Jayapura – Papua
32. Wawancara dengan Tn Ifraim Yoteni, 10 September 2011 di Biak – Papua
33. Wawancara dengan Tn Maithy Momot pada 24 September 2011 di Jayapura.
34. Wawancara dengan Ny. Pdt Ketty Yabansabra, pada 19 Oktober 2011 di Jayapura –
Papua.
35. Wawanca dengan Usman Usama Yogobi, 23 Februari 2020, Jayapura – Papua.

216
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bagian Tiga

Membuka Selubung Rahasia Allah di Balik Kata


„P A P U A‟

Selpius Bobii

Wirewit Study Centre

217
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Motto
“Segala perkara dapat ku tanggung dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Filipi 4 : 13)
“Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan” (Lukas 18 : 27)
„Apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, apa yang
lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan
hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang
berarti, supaya jangan ada seseorang manusia yang memegahkan diri di hadapan Allah‟.
( I Korintus 1 : 27-29)
“Banyak orang yang terdahulu, akan menjadi yang terakhir; dan yang terakhir akan menjadi yang
terdahulu”.
(Matius 19 : 30, 20 : 16, Markus 10 : 13)

Persembahan
„Kepadamu bangsaku Papua buku „Membuka Selubung Rahasia Allah di Balik Papua‟ ini ku
persembahkan‟.
„Kesengsaraan yang Papua alami menimbulkan ketekunan untuk terus berjuang menegakkan Hak Asasi
Manusia, termasuk hak asasi politik bangsa Papua; Ketekunan menimbulkan tahan uji atas berbagai
pencobaan dari pihak manapun; Tahan uji menimbulkan pengharapan kita kepada Allah bahwa apa
yang kita harapkan itu kita imani serta yakini bahwa Allah pasti akan menjawab indah pada waktu-
Nya‟.

218
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Prakata
„Syukur bagi-Mu Tuhan, Kau beri tanah ku, Kau beri rajin juga sampaikan maksud-Mu‟

K
ami memanjatkan puji dan syukur Kepada Allah Tritunggal Maha Kudus atas
pemberian nafas hidup dan berkat-berkat, serta perkenan-Nya, kami diberi
kesempatan untuk membuka selubung rahasia Allah di balik “PAPUA”.
Dalam tulisan ini kami membuka selubung rahasia tentang rencana Allah di balik
“PAPUA”. “PAPUA” dipandang dari tiga sisi: pertama, dari sudut pandang Budaya
Mesianik; kedua, dari sudut pandang Rohani; dan ketiga dari sudut pandang Dunia. Bahasa
yang kami gunakan dalam tulisan ini sederhana, agar tulisan ini dapat dimengerti dan
menjangkau semua orang (baik kecil dan besar, yang berpendidikan tinggi sampai rendah).
Buku ini hadir ke publik karena adanya dukungan dari orang Samaria yang baik hati;
kepada mereka, penulis mengucapkan limpah terima kasih.
Dengan hadirnya tulisan ini, pasti ada tanggapan positif dan negatif, menerima dan
menolak. Bagi kami hal itu wajar, jika ada hal baru yang muncul pasti ada pro-kontra, dan
ini sering terjadi sepanjang sejarah manusia. Perlu diketahui bahwa tulisan ini di luar dari
konstruksi nalar (logika) dunia. Tulisan ini menggunakan konstruksi penghayatan iman dan
keyakinan (logika iman - keyakinan) dengan pendekatan kontekstual Papua. Karena itu,
jika Anda adalah orang beragama, gunakanlah logika iman - keyakinanmu untuk
memahami isi tulisan ini; jika Anda atheis (tidak beragama), gunakanlah akal budimu (baca
dengan penyatuan pikiran-hati nuranimu) untuk memahami isi tulisan ini.
Tulisan ini bukanlah ilusi, bukan pula halusinasi, bukan pula khayalan, bukanlah
fiktif, tetapi ini nubuatan dalam Kitab Suci, dan juga Wahyu yang tertulis maupun tidak
tertulis (pewahyuan kekinian). Kesaksian dan pewartaan dalam tulisan ini adalah melalui
penglihatan dan dari Roh Kudus, siapa menghujat Roh Kudus, akan ada akibatnya:
“Apabila seseorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya,
melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal” (Injil Markus 3:29).
Doa Yesus: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena
semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau
nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu” (Injil Lukas
10:21, Injil Matius 11:25).
Akhirnya, tulisan ini kami persembahkan dalam nama Allah Bapa, Allah Putra dan
Allah Roh Kudus kepada publik, khususnya kepada bangsa Papua. Yakinlah bahwa jika
kita benar-benar melakukan perintah Allah, maka tulisan ini akan bermanfaat bagi kita
untuk „perubahan positif‟ yang membebaskan bangsa Papua yang terpenjara oleh tirani
penjajahan Indonesia bersama sekutunya dan terbebas dari tirani dosa.
Di kala HUT Pekabaran Injil di Tanah Papua ke 165
Port Numbay: Rabu, 5 Februari 2020
Penulis
Selpius Bobii

219
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

„SEJARAH SUNYI‟

P ULAU… bagai seekor binatang raksasa


Terbentang membujur Timur ke Barat
Dari kejauhan awan gemawan menyelimutinya
Pulau raksasa tak punya nama kala itu
Waktu berjalan kau menyandang sekelumit nama
Ada yg bilang Labadios, samudrata-dwipanta,Tungki,Janggi
Ada juga yang bilang Os Papua, Papoua, Pua Pua, Papua
Ada pula yang beri nama Is la Del Oro (Pulau Emas)
Ada yang bilang Nueva Guinea, Nova Guinea, Nieuw Guinea
Ada pula yang bilang Irian, Irian Barat, Irian Jaya
Sekelumit nama diberi padamu sesuai sudut pandangnya

PAPUA… termetarai sesuai identitasmu „keriting‟


Dunia pandang kau seperti apa, kau tetap PAPUA
PAPUA adalah hitamku, PAPUA adalah keritingku
PAPUA adalah diriku, PAPUA adalah hidupku

PAPUA… jadi primadona


Kau berdandan berseri bagai bidadari
Berjuta mata memandangmu
Kau simpan daya tarik „susu madumu‟
Lebah dari segala penjuru datang padamu
Susu madunya diperas, pemiliknya ditumpas
Pemiliknya ditolak, susu madunya disedot

PAPUA… membara…
Membara merah darah, bukan merah api
Merahnya api bisa dipadam
Tapi merahnya darah tak kunjung padam

PAPUA … bersuara …..


Tapi semua diam membisu
Tak ada yang peduli denganmu
Suaramu jatuh di ruang hampa
Goresanmu terbuang di tong sampah
S‟makin keras suaramu, s‟makin ditumpas dengan laras
S‟makin bebas langkahmu, s‟makin dirantai dalam trali besi

PAPUA …merana seorang diri


Di ufuk Timur ada matahari… di Timur ada harapan
220
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Tapi di situ masih ada insan manusia yang terluka


Menyelami hati nurani, hanya dilakukan dengan hati nurani
Bukan dengan hentakan laras, bukan dengan bedil

PAPUA … bukan sekedar sebuah nama


Dikau jauh melampaui namamu, berbeda dengan yang lain
Bukan saja beda karena etnik-budayamu yang unik
Dikau juga penuh misteri nan penuh harapan
Maha Pencipta sembunyi sesuatu di balik namamu

PAPUA … bangkit, berdiri dan berjalanlah


Pandanglah di ufuk Timur mentari sedang merekah
Dikau tak seorang diri, masih ada yang peduli denganmu
Rintihanmu sampai pada Penciptamu
Darah air matamu naik ke tahta-Nya minta keadilan
Suaramu didengar, darah air matamu dipandang-Nya

LIHATLAH….Penciptamu berdiri di ambang pintu


Dengan tangan kuat-Nya „kan bri keadilan kelepasan
Dengan gada-Nya „kan halau para algojo
Parasit „kan dibersihkan, ilalang „kan dicabut-Nya
Tapi gandum „kan dibiarkan-Nya berbuah berlipat ganda.

Port Numbay - Papua, 30 Januari 2020


Selpius Bobii

221
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bab I. PENDAHULUAN
“Hanya karena kami menyatakan kebenaran, Anda jadikan kami musuhmu”

B
angsa yang besar adalah bangsa yang menghargai dan mencintai sejarah
bangsanya; bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai dan mencintai
pejuang-pejuangnya - pemimpin-pemimpinnya; bangsa yang besar adalah bangsa
yang menghargai dan mencintai segala macam etnik (suku) serta budayanya yang unik;
bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai tanah airnya dan segala yang ada di
dalamnya; Akhirnya bangsa yang besar adalah bangsa yang mengagungkan nama Allah
Tritunggal atas semua anugerah Tuhan yang diberi dengan cuma-cuma.
Demi mengabadikan sejarah bangsa Papua, dalam tulisan ini, kami mengutip sebuah
pragaraf dalam Panduan Kongres II Papua tahun 2000 yang penuh makna: “PAPUA, bukan
sekedar sebuah nama. Jauh melampaui itu, Papua adalah sebuah identitas kodrati yang
khas, penuh misteri dan hanya sama persis dengan dirinya sendiri. Kalau kemudian
ternyata sistem kesejarahan tanah Papua berbeda dengan Amerika, Belanda, atau
Indonesia, itu bukan lantaran ia harus dibedakan demi alasan politik dan rasial,
melainkan demi itulah „eksistensi azasi‟ sesuai kehendak Sang Maha Pencipta. Berbeda-
beda untuk saling kenal-mengenal (sesama subyek), bukan untuk saling memiliki dan
menguasai” (Agus A. Alua dalam buku Kongres Papua 2000, hal. 12).

1. Kilas Balik Nama PAPUA


Dalam sejarah, pulau besar ini menyandang berbagai macam nama. Dalam buku
“Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik Politik di Papua” yang ditulis oleh Bapak
Decki Natalis Pigai BIK mengurai secara rinci sejarah nama Papua. Awal mulanya pulau
ini disebut sebuah daratan yang tidak dikenal.
Sekitar tahun 200 Sesudah Masehi ahli geograpi bernama Ptolamy menyebutnya
dengan nama „Labadios‟, (http://siradel.blogspot.com). Belum diketahui maksudnya apa
disebut demikian. Pada abad VI-VII Sesudah Masehi, pelaut dan pedagang Persia dan
Gujarat memberi nama Samudrata atau Dwi Panta, artinya Ujung Samudera, atau Ujung
Lautan.
Pada abad VIII pelaut dan pedagang China bernama Ghau Yua Kua memberi nama
Tungki; pada abad yang sama pelaut dan pedagang Sriwijaya menyebut Janggi; pada
tahun 1511 Antonio d‟Abraw dan Francesco Serano pada tahun 1521 menyebut Os Papuas,
atau Ilha de Papo Ia; pada tahun 1526-1527 seorang Portugis bernama Don Jorge de
Menetes memberi nama Papua.
Nama Papua menurut bahasa Tidore adalah Papa Ua artinya “anak piatu yang tidak
bergabung” atau “tidak bersatu” dalam Kerajaan Tidore. Dalam bahasa Melayu “Pua Pua”
artinya “keriting”. “Walaupun dari pihak luar, Papua diidentikkan dengan kaum keriting,
hitam, penduduk primitif, tertinggal yang merupakan slogan yang tidak mempunyai arti
222
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

apapun dengan nama Papua, tetapi penduduk pribumi menerima nama tersebut dengan
baik, sebab nama Papua itu mencerminkan indentitasnya sebagai manusia hitam dan
keriting”, kata Decki Natalis Pigai, BIK.
Pada tahun 1528 pelaut Spanyol Alvaro de Savedra ia menyebut Isla del Oro
(Island of Gold) artinya Pulau Emas. Pada tahun 1545 pelaut Spanyol bernama Ini go
Oertis de Retes memberi nama Nueva Guinea, karena penduduknya hampir mirip dengan
penduduk Guinea di Afrika Barat, nama latinnya Nova Guinea.
Pada tahun 1945 – an oleh Frans Kaisepo, Corinus Krey dan Yan Waromi memberi
nama Irian; menurut bahasa Biak “Tanah Panas”, Irian menurut bahasa Serui “Tanah Air
atau Tiang Bangsa”, Irian menurut bahasa Merauke “Bangsa yang diangkat tinggi”; sebutan
pemerintah Belanda: Nederlands Nieuw Guinea pada tahun 1951, dan dalam Sidang
Kongres I bangsa Papua melalui Komite Nasional Papua (KNP) antara 17-19 Oktober 1961
menetapkan nama Papua Barat. Pada masa pemerintahan sementara PBB (UNTEA) sejak
1 Oktober 1962 menggunakan nama West Nieuw Guinea.
Selanjutnya nama Irian dipolitisasi oleh para pejuang merah putih seperti Marthen
Indey, Frans Kaisepo dan Silas Papare mengartikannya: “Ikut Republik Indonesia Anti
Nederland”, dengan demikian nama Papua yang terkenal di dunia selama berabad-abad
lamanya terputus ketika diganti dengan Irian, kemudian Irian Barat digunakan resmi oleh
Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963. Pada Proklamasi 1 Juli 1971 menggunakan nama West
Papua (Papua Barat), tetapi Indonesia masih pakai nama Irian Barat.
Pada 1 Maret 1973 nama Irian Barat diganti menjadi Irian Jaya oleh presiden
Soeharto; (arti kata „Jaya‟ dalam bahasa Inggrisnya victory „kemenangan‟, artinya Irian
dimenangkan oleh RI, artinya Indonesia berhasil merebut Irian dari tangan Belanda); pada
Proklamasi 3 Juli 1982 versi David Heremba, B.A, Cs di Jayapura, menyebut nama Papua
Barat; tetapi Indonesia masih pakai nama Irian Jaya, kemudian di Jayapura pada
Proklamasi, 14 Desember 1988 versi Dr. Thomas Wapai Wanggai menyebut nama
Melanesia Barat; tetapi Indonesia masih pakai nama Irian Jaya.
Dengan bergulirnya reformasi yang dimulai pada tahun 1998 di Indonesia, maka
penduduk pribumi di tanah ini menghendaki perubahan nama Irian Jaya menjadi Papua.
Mengapa memilih nama “PAPUA”? Karena nama itu mencerminkan identitasnya:
“Keriting dan Hitam”. Kehendak penduduk pribumi ini disampaikan kepada presiden
Indonesia. Presiden RI Gusdur amat berjasa besar, karena pada malam pergantian tahun,
tanggal 31 Desember 1999 “Irian Jaya” diganti dengan nama “PAPUA”.
Beliau memahami dengan amat baik berbagai gejolak politik yang terjadi sejak
Papua dianeksasi ke dalam NKRI. Maka Bapak Gusdur mengganti nama yang dikehendaki
masyarakat pribumi di tanah ini. Ada upaya Papuanisasi dari presiden Gusdur, tetapi
langkah ini dikuatirkan oleh kebanyakan kaum politisi Indonesia, maka mereka
menurunkan Bapak Gusdur dari orang nomor satu RI, dan menggeser kursi presiden ke
Megawati Soekarno Putri yang kala itu menjabat sebagai wakil presiden RI.

223
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

2. Kilas Balik Sejarah Papua


Kehadiran Belanda di tanah Papua terjadi pembaharuan dalam berbagai aspek
kehidupan orang Papua, lebih khusus dalam bidang pendidikan dan keagamaan. Melalui itu
Belanda sangat berjasa besar untuk meletakkan awal peradaban bangsa Papua. Pemerintah
Belanda memberi kesempatan kepada orang Papua untuk mempersiapkan kemerdekaan
Papua secara bertahap, yang dimulai dari pendirian partai, pemilihan Parlemen Papua,
melahirkan “manifesto bangsa Pupua” oleh Komite Nasional Papua dalam Kongres I Papua
dari tanggal 17 s/d 19 Oktober 1961, yang hasilnya, atas persetujuan Ratu Belanda,
diumumkan dan dinyatakan secara resmi pada 1 Desember 1961.
Namun, upaya ini digagalkan oleh Maklumat Trikora 19 Desember 1961 oleh
presiden RI „Soekarno‟, yang diikuti dengan invasi militer dan invasi politik. Untuk
memuluskan ambisi besar merebut Papua, Negara Indonesia memanfaatkan perang dingin
yang terjadi antara Amerika dan Rusia. Presiden Soekarno membangun kerja sama dengan
Rusia. Negara Rusia adalah negara komunis (negara tidak beragama). Haluan politik
Jakarta ini dibaca oleh Amerika. Langkah politik RI ini jika diteruskan dengan Rusia, maka
akan mengganggu kepentingan Amerika di Asia dan Pasifik jika dua kawasan ini benar-
benar dikuasai oleh musuhnya Rusia.
Dalam waktu yang singkat, Amerika menekan Belanda untuk menyerahkan Papua
ke dalam NKRI, agar kawasan Asia dan Pasifik diselamatkan dari pengaruh negara
komunis. Maka pada 15 Agustus 1962 terjadi Perjanjian New York (New York Agreement)
antara Belanda dan Indonesia. Penanda-tanganan ini disaksikan oleh Amerika dan PBB.
Pada tanggal 1 Oktober 1962 Belanda menyerahkan Papua ke tangan UNTEA (sebuah
badan yang dibentuk oleh PBB). Dengan ini, kekuasaan Belanda berakhir di tanah Papua.
Sejak 1 Mei 1963 Tanah Papua dari UNTEA diserahkan kepada kekuasaan Negara
Indonesia untuk mempersiapkan Penentuan Nasib Sendiri bagi bangsa Papua pada tahun
1969. Tetapi Indonesia mengatur siasat dan menghalalkan segala cara untuk memaksa
bangsa Papua masuk ke dalam NKRI. Ini memang didukung penuh oleh Amerika Serikat
dan PBB serta para sekutunya. Untuk memuluskan dukungan Amerika Serikat, pada tahun
1967 terjadi penanda-tanganan kontrak kerja Pertambangan Emas dan Tembaga yang
berada di Timika antara Indonesia dan Amerika, dua tahun sebelum PEPERA 1969 digelar.
Tentang eksploitasi Sumber Daya Alam ini sudah ada kesepakatan dalam Perjanjian
Roma antara Belanda, Indonesia dan Amerika pada 30 September 1962 di Roma; dalam
buku Gereja dan Politik di Papua Barat yang ditulis oleh Pdt. Dr. Socratez Sofyan Yoman
memuat beberapa pokok penting (mengutip makalah yang disampaikan oleh Pdt Herman
Awom), bahwa Amerika Serikat bertanggung jawab menanamkan modalnya pada sejumlah
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibidang eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) di
Papua Barat, juga Amerika bersedia menunjang pembangunan di Papua Barat selama 25
tahun melalui jaminan pendanaan kepada Bank Pembangunan Asia sebesar US$ 30 juta
pertahun; selain itu, Amerika juga menjamin pendanaan Program transmigrasi Indonesia ke
Papua melalui Bank Dunia. Dana besar setiap tahun dari Amerika membantu Indonesia itu
didapat dari mana? Jelas didapat dari hasil eksploitasi Sumber Daya Alam di Tanah Papua,

224
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

misalnya Freeport di Timika, yang terkenal sebagai tambang tembaga dan emas terbesar
urutan ke dua di dunia.
Kenapa perjanjian ini dibuat di Roma? Jawabannya adalah Roma juga tentu
dipengaruhi oleh Amerika terkait ketakutannya terhadap pengaruh Negara Komunis Rusia
atas kawasan Asia - Pasifik. Maka itu, Roma pun secara diam-diam bergandeng bersama
Amerika Serikat untuk mengamankan wilayah Asia dan Pasifik dari pengaruh komunis,
ketimbang menyelamatkan kepentingan masa depan bangsa Papua. Sekarang kita tahu
bahwa Roma juga turut serta, walaupun Roma tidak berperan aktif dalam permainan
politik tingkat tinggi ini untuk menghancurkan masa depan bangsa Papua.
Dalam perjanjian Roma itu disepakati juga bahwa Indonesia akan menduduki di
Tanah Papua selama 25 tahun, terhitung 1 Mei 1963 – 1988. Tetapi, kenapa perjanjian yang
ditandatangani oleh Indonesia, Belanda dan Amerika itu tidak direalisasi pada tahun 1988?
Jawabannya adalah ini hanyalah sandiwara politik dari para elit dunia untuk kepentingan
ekonomi, politik dan keamanan di kawasan Asia-Pasifik, khususnya di Tanah Papua. Bukti
bahwa Freeport di Timika adalah hadiah yang diberikan oleh Indonesia kepada Amerika,
karena AS telah membantu Indonesia untuk menganeksasi Papua ke dalam NKRI. Para
sekutunya juga telah menanamkan sahamnya di tambang terbesar “Freeport” milik Amerika
ini. Saya menduga PBB dan Roma juga mendapat suntingan dana diam-diam dari Freeport
di Timika, karena mereka telah berjasa dalam menganeksasi Papua ke dalam NKRI melalui
sebuah traktat yang menguntungkan Indonesia, yang dibuat oleh Bunker (mantan duta besar
Amerika di PBB).
Ironis memang! Dalam traktat itu ada pasal yang mengatur mengenai penyerahan
Papua dari badan PBB (UNTEA) ke Indonesia untuk mempersiapkan pelaksanaan
PEPERA 1969. Kenapa Belanda diusir ke luar dari tanah Papua dan status perwalian Papua
melalui UNTEA (PBB) diserahkan kepada Indonesia yang sedang berambisi besar Papua
dianeksasi ke dalam NKRI? PEPERA itu seharusnya disiapkan oleh UNTEA, atau PBB
menunjuk salah satu Negara untuk menjadi pemerintahan perwalian dalam mempersiapkan
orang Papua untuk menentukan nasib sendiri pada tahun 1969.134 Ini tidak adil!
Langkah ini memang “permainan politik tingkat tinggi untuk merebut Papua dari
tangan Belanda”. Kenapa Belanda mengalah begitu saja? Karena Belanda tidak mendapat
dukungan dari Amerika, Inggris dan Australia. Ketiga Negara ini sebelumnya berjanji
mendukung Belanda atas kekuasaannya di Tanah Papua, tetapi tiba-tiba haluan politik
mereka berubah setelah mengetahui bahwa RI bermanufer politik ke Negara Komunis
Rusia. Maka itu, Inggris dan Australia juga dipengaruhi oleh Amerika Serikat untuk
menganeksasi Papua ke dalam NKRI, ini dilakukan demi kepentingan ekonomi, politik, dan
keamanan mereka di kawasan Asia dan Pasifik dari bahaya pengaruh negara komunis.
Pelaksanaan PEPERA 1969 melalui “sistem musyawarah” ala Indonesia itu sudah
diseting sebelum pelaksanaan PEPERA 1969, buktinya bahwa dalam perjanjian Roma, 30
September 1962 dimasukan dalam satu butir bahwa Pelaksanaan PEPERA 1969 adalah

134
Tentang ini baca juga dalam buku “Gereja dan Politik di Papua Barat” yang ditulis oleh Pdt. Dr. Socratez
Sofyan Yoman, hal. 41-61
225
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

dengan sistem musyawarah untuk mufakat sesuai dengan sistem dewan musyawarah
Indonesia. Dengan ditanda-tanganinya perjanjian itu, maka Belanda dan Amerika Serikat
sudah mendukung penuh sistem musyawarah untuk mufakat. Dengan demikian, Indonesia,
Belanda dan Amerika menghancurkan nilai-nilai luhur dan praktek hukum Internasional
tentang penentuan nasib sendiri dengan mekanisme “satu orang satu suara”.
Masa depan bangsa Papua dihancurkan melalui sistem yang tidak sesuai dengan
mekanisme Internasional. Dalam hal ini kami tidak menyalahkan Belanda, kami memahami
bahwa Belanda dalam posisi terjepit dan terpaksa mengalah untuk menyerahkan Papua ke
dalam NKRI, walaupun cara-cara yang ditempuh oleh Amerika, PBB dan Indonesia, yang
didukung oleh para sekutunya adalah praktek yang tidak bermanusiawi, tidak etis, tidak
adil, tidak demokratis, dan cacat hukum.
Dengan demikian, kita simpulkan bahwa PEPERA 1969 yang dilakukan di Tanah
Papua itu hanyalah „sandiwara politik semata‟, dan „ini lelucon‟. Amerika Serikat, PBB,
Roma, Inggris, Australia dan Indonesia serta para sekutu lainnya adalah pemain sandiwara
politik tingkat tinggi. Pembuat skenario dan pemeran utamanya adalah Amerika Serikat,
presiden John F. Kennedy yang berapa tahun kemudian, John F. Kennedi ditembak mati
oleh penjahat kelas kakap dunia. Apa kepentingan mereka? Kepentingan mereka adalah
ekonomi (minyak, emas, tembaga, nikel, hutan, kayu, dll) yang ada di tanah Papua; demi
kepentingan perut mereka, masa depan bangsa Papua dihancurkan dan orang Papua
menanggung penindasan yang paling mengerikan di era modern hingga post modern ini.
Tanah Papua memang secara politik, ada dalam genggaman Negara Indonesia,
tetapi secara hukum sangat lemah, bukti bahwa Papua dianeksasi melalui sebuah “traktat
manipulatif”, yang disertai dengan invasi politik dan militer Indonesia, yang di dukung
penuh oleh Amerika Serikat dan para sekutunya. Maka, PEPERA 1969 itu CACAT
HUKUM, CACAT MORAL dan CACAT DEMOKRASI artinya tidak adil. Tetapi sejarah
mencatat bahwa 1 Desember 1961 bangsa Papua sudah merdeka. Presiden Soekarno dalam
TRIKORA sudah mengakui adanya sebuah „Negara baru di Papua‟. Pada waktu Tuhan,
kemerdekaan itu akan menjadi nyata. Ini iman - keyakinan, serta pengharapan bangsa
Papua kepada Tuhan bahwa kemerdekaan itu akan diraih oleh bangsa Papua indah pada
waktu Tuhan, bukan pada waktu manusia.
Tanah Papua berada dalam NKRI selama 57 tahun hanya karena kepentingan
ekonomi, politik dan keamanan dari Amerika Serikat, PBB dan Indonesia, serta Negara
sekutu lainnya. Karena itu, Negara Indonesia selama ini, menempuh banyak cara, untuk
merampas tanah dan kekayaan alam Papua bersama para sekutunya, dengan menjalankan
proyek pemusnahan etnis Papua, baik secara langsung maupun terselubung. Maka saat ini
orang asli Papua berada dalam ancaman bahaya “pemusnahan etnis yang merangkak
perlahan-lahan (slow moving genocide). Ada beberapa marga di tanah Papua yang musnah
(hilang), ini bukti bahwa pemusnahan etnis Papua sedang terjadi dengan perlahan-lahan.
Orang Papua harus tahu bahwa perjuangan bangsa Papua selama ini bukan hanya
menghadapi Indonesia, tetapi juga kita sedang menghadapi dunia, yang adalah para
sekutunya Indonesia, termasuk PBB di dalamnya. Karena memang dari awalnya mereka

226
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

telah bersepakat mendukung Indonesia dan Amerika Serikat untuk meloloskan


kepentingannya di Tanah Papua pada khususnya dan kawasan Asia-Pasifik pada umumnya.
Maka, wajarlah bahwa suara orang Papua selama ini jatuh di ruang hampa dan
tulisan bangsa Papua dibuang di tong sampah. Pemusnahan etnis Papua yang merangkak
perlahan-lahan (slow moving genocide) yang sedang terjadi di Tanah Papua adalah sebuah
strategi terselubung dari pihak-pihak yang sudah dan sedang bersekutu dengan Indonesia,
untuk menghilangkan jejak bangsa Papua dari muka bumi ini, agar mereka memiliki Tanah
Papua dan segala macam kekayaan alamnya. Namun demikian, bangsa Papua ada dalam
rencana dan ketetapan Ilahi. Allah memiliki rencana yang luar biasa dan indah buat bangsa
Papua. Dunia memiliki rencana untuk memusnahkan bangsa Papua dari muka bumi ini,
tetapi Allah punya rencana lain dengan Tanah dan bangsa Papua. Marilah kita mendalami
rencana Allah di balik kata P.A.P.U.A.

3. Konstruksi Iman Di Balik “PAPUA”


Dalam tulisan ini, kami membuka selubung rahasia di balik PAPUA. Rahasia itu
terkait dengan rencana Tuhan untuk bangsa Papua menjelang akhir zaman. Kami membuka
selubung rahasia Allah di balik PAPUA ini tidak menggunakan: “konstruksi nalar/logika
dunia”; tetapi “konstruksi iman” berdasarkan pewahyuan dalam Kitab Suci dan Pewahyuan
kekinian dari Tuhan. Berikut ini rahasia di balik kata “P.A.P.U.A” dipandang dari tiga sisi:

PAPUA dalam Pandangan PAPUA dalam PAPUA dalam


“Budaya Mesianik” Pandangan “Rohani” Pandangan “Dunia”
P = Pengutusan P = Pintu P = Pintu
A = Akhir A = Allah A = Anda
P = Perjanjian P = Pintu P = Pintu
U = Umat U = Untuk U = Untuk
A = Allah A = Anda A = Allah

4. Maksud Penulisan
„PAPUA‟ memiliki daya tarik dan daya tolak. PAPUA dikenal oleh dunia karena
dua hal berikut ini: Pertama, alam Papua menyimpan 101 kekayaan alam dan keindahan
alam yang indah mempesona, itulah daya tariknya; Kedua, PAPUA juga dikenal oleh dunia
karena penindasan luar biasa yang dialami oleh orang asli Papua, itulah daya tolaknya.
Demi mengambil kekayaan alam dan menguasai tanah Papua, orang asli Papua sebagai
pemilik negeri ini ditumpas, baik melalui operasi militer terbuka dan tertutup.
Spiral kekerasan di tanah ini sudah membudaya dan membumi. Maka itu, sangat
susah untuk mengubah “wajah kekerasan” di tanah ini menjadi “wajah damai”. Karena
adanya konspirasi kepentingan dari berbagai pihak telah menancapkan kukunya di tanah
ini. Berbagai pendekatan demi pendekatan ditempuh untuk menyelesaikan masalah Papua
dari Negara Indonesia, yang didukung oleh para sekutunya, akan tetapi ini hanyalah
“sandiwara politik semata”. Semua yang Indonesia lakukan bukan untuk membangun

227
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Tanah dan orang asli Papua, tetapi memusnahkan etnis Papua dan merusak alam Papua,
serta menguasai Tanah Papua. Kehadiran Indonesia dan para sekutunya di Tanah Papua
sudah terbukti bahwa „bukan untuk membangun budaya damai, tetapi membangun budaya
kekerasan‟. RI dan para sekutunya “menjadi pembunuh, perusak dan perampok” di era
modern hingga post modern ini.
Allah menciptakan Tanah Papua bukan dengan maksud untuk menjadikan
“Panggung Sandiwara Politik Semata” dari berbagai pihak, yang ujung-ujungnya
mengorbankan penduduk asli di Tanah ini. Allah punya rencana yang luar biasa dan indah
untuk Tanah Papua. Maka dalam tulisan ini, kami membuka sedikit rahasia Allah di balik
PAPUA. Agar semua pihak yang berkepentingan di tanah Papua harus tahu dan sadar
bahwa “Tanah Papua” adalah “Tanah Perjanjian Allah”.
Karena itu, menjelang akhir zaman ini, Allah hendak menggenapi janji-Nya. Allah
mau memakai PAPUA untuk mewujudkan rencana-Nya. Tuhan mau mengubah “wajah
kekerasan” di tanah ini menjadi “wajah damai sejahtera”. Bangsa Papua yang sedang
berjalan dalam kekerasan demi kekerasan akan melihat campur tangan Tuhan yang maha
dasyat. Hakim Agung (Tuhan Allah) telah berdiri di ambang pintu untuk memberi keadilan
bagi bangsa Papua, yang telah lama berkorban untuk menegakkan keadilan dan
mewujudkan damai sejahtera.
Untuk itu, bangsa Papua bangunlah dari tidurmu, berdiri dan lihatlah ke ufuk Timur:
“Penyelamatan dari Tuhan sedang datang untuk membawa kita ke Padang rumput yang
hijau dan ke Air Hidup yang tenang – ke negeri yang penuh damai sejahtera untuk
mempersiapkan jalan bagi kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali ke dunia ini.
Tulisan ini bukan bermaksud untuk meresahkan orang, bukan juga membuat orang
takut dan gelisah, tetapi tulisan ini bermaksud agar kita siap sedia lahir bathin sebelum
semuanya yang dinubuatkan Allah melalui hamba-hamba-Nya digenapi, agar kita tidak
terlambat dan tidak menyalahkan orang lain. Tidak tahukah kita bahwa Jagad Raya ini ada
dalam genggaman Allah dan ini berjalan sesuai dengan rencana dan ketetapan Allah?
Bagi yang atheis (tidak beragama) pasti ada banyak sanggahan atas tulisan ini,
bahkan orang beragamapun akan melahirkan beragam sanggahan dan kritikan atas tulisan
ini setelah membacanya. Bagi kami sanggahan dan kritikan itu biasa dan wajar saja, dan hal
itu selalu terjadi dalam kehidupan ini sepanjang sejarah manusia. Apapun cercaan, fitnah,
intimidasi, penghinaan dan sebagainya itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam
hidupku dalam mencari keadilan dan kedamaian di bumi ini. Tugas kami adalah hanya
mengingatkan kembali apa yang sebenarnya suda tertulis dalam Kitab Suci dan melalui
pewahyuan kekinian, agar ketika waktu Tuhan itu tiba, kita sudah tahu dan sudah siap sedia
untuk menerima semuanya yang akan terjadi.
Tulisan ini “bukanlah warning” bukanlah “peringatan”. Saya sadar akan posisiku,
saya bukan penguasa dunia ini, karena hanya orang yang memiliki kapasitas dan pengaruh
sajalah yang dapat mengeluarkan “peringatan atau warning”. Saya tidak punya kapasitas
untuk memberikan “warning” atau peringatan, saya hanyalah seorang manusia biasa yang
sedang mencari keadilan dan kedamaian di dunia ini.
228
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Saya telah mencari keadilan dan kedamaian di dunia ini, sampai ke luar masuk
“Kantor Pengadilan” sampai ke luar masuk penjara, tetapi di dalam “kantor pengadilan”
pun saya tidak menemukan keadilan dan kedamaian, apa lagi di dalam penjara yang di
kelilingi tembok, saya tidak menemukan keadilan dan kedamaian di sana. Akhirnya kami
simpulkan bahwa di dunia ini kita tidak akan menemukan keadilan dan kedamaian,
hanyalah di dalam Tuhan kita dapatkan keadilan dan kedamaian yang sempurna.
Di dunia ini yang ada adalah “kepentingan”. Apa itu kepentingan? Kepentingan
arti harafiahnya adalah “keperluan, kebutuhan”. Dalam kampanye-kampanye politik, para
kandidat selalu mengatakan bahwa “kami akan mengutamakan kepentingan umum” jikalau
rakyat percayakan kepada kami, bahkan dalam pengajaran-pengajaran selalu katakan “kita
harus mengutamakan kepentingan umum, dari pada kepentingan pribadi”. Pernyataan
seperti ini dalam prakteknya terbalik: “mendahulukan kepentingan pribadi, kelompok dan
golongan, dari pada kepentingan umum”. Para jargon-jargon politik ini menerjemahkan
kata “umum” itu hanya untuk mengejar kepentingan di kalangan elit, golongan dan etnitas
tertentu.
Dalam sudut pandang ekonomi, kata “kepentingan” diartikan: “saya bekerja untuk
saya dapat sesuatu atau mendapat keuntungan atau manfaat”. Singkat kata: „kepentingan
dari dua belah pihak yang saling menguntungkan‟. Bagi yang tidak melakukan sesuatu,
tidak akan mendapatkan apa-apa. Maka, rakyat jelata, yang hina dan miskin tidak
mendapatkan keadilan dari penguasa dunia ini, bahkan mereka dibuat tidak mampu oleh
sistem ini untuk melakukan sesuatu bagi kemajuan dan kesejahteraan hidupnya.
Praktek dunia ini sudah jauh dari harapan Tuhan. Allah menghendaki penguasa
dunia dapat menciptakan keadilan dan kedamaian atas dasar “KASIH”. Tetapi KASIH itu
tiada; karena kalau ada setitik KASIH dalam dirinya (siapapun dia), maka pasti ada
keadilan, dan jika ada keadilan, maka tentu di sana tercipta damai sejahtera. Memang!
KASIH itu telah diabaikan, bahkan telah musnah oleh KEPENTINGAN para elit. Hanyalah
orang-orang yang mempunyai kesamaan dalam “KEPENTINGAN” sajalah yang dapat
menikmati hidup ini, di atas penderitaan rakyat semesta.
Karena itu, Allah hendak mengakhiri kejayaan dunia yang penuh dengan ketidak-
adilan ini, dan itu karena memang pada waktu-Nya. Allah telah mendengar jeritan,
tangisan, dan doa dari masyarakat jelata yang tiada henti-hentinya memohon kepada Allah,
untuk keadilan dan kedamaian itu tercipta di dunia ini; Allah juga telah melihat banyaknya
air mata darah dan keringat yang tercurah, dan darah itu naik ke tahta Allah untuk menuntut
keadilan dari Allah.
Akhirnya, kami tegaskan di sini bahwa tulisan ini hanyalah untuk diingatkan
kembali apa yang ada dalam Kitab Suci, ditambah dengan pewahyuan terkini, agar bagi
yang belum bertobat supaya segera sadar, menyesal dan bertobat; dan bagi yang sudah
bertobat selalu setia dalam mempertahankan kekudusan dalam kebenaran firman Tuhan,
sambil menanti penggenapan nats-nats dalam Kitab Suci dan pewahyuam kekinian yang
belum digenapi dari waktu ke waktu.

229
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bab II
MEMBUKA SELUBUNG RAHASIA ALLAH DI BALIK KATA
„P.A.P.U.A‟
„Papua menyimpan 101 rahasia Allah yang hanya bisa diselami dengan kemurnian hati nurani
dalam kebenaran firman Allah yang disingkapkan oleh Roh Kudus‟

P
APUA, bukan sekedar sebuah nama. Jauh melampaui itu, Papua adalah sebuah
identitas kodrati yang khas, penuh misteri dan hanya sama persis dengan dirinya
sendiri”, kata Almarhum Bapak Agus A. Alua dalam Panduan Kongres Papua II
tahun 2000. Allah menciptakan tanah air Papua dan menempatkan masyarakat asli di tanah
ini dengan keunikan tersendiri. Allah punya rencana yang indah dan luar biasa dengan
PAPUA.
Orang lain memandang PAPUA dengan memakai kaca matanya dan melahirkan
berbagai pandangan terkait Papua. Kami tidak masuk dalam pandangan mereka tentang
negeri yang berbentuk burung raksasa ini. Pada bagian ini, marilah kita memandang
PAPUA dengan cara yang berbeda, yakni memandang PAPUA dengan memakai kaca mata
IMAN berdasarkan nats-nats Kitab Suci dan pewahyuan kekinian dari Tuhan yang sedang
dan akan digenapi dari waktu ke waktu.
Kata „PAPUA‟ ditinjau dari tiga sudut pandang (dengan memakai kaca mata iman),
yaitu: pertama, dari sudut pandang Budaya Mesianik; kedua, dari sudut pandang Rohani,
dan ketiga dari sudut pandang Dunia.

1. Papua Dalam Pandangan Budaya Mesianik


Dari lima huruf P, A, P, U, A membentuk satu kata „PAPUA‟. Dari lima huruf itu
membentuk lima kata, yakni kata pertama „Pengutusan‟, kata kedua „Akhir‟; kata ketiga
„Perjanjian‟; kata keempat „Umat‟; serta kata terakhir „Allah‟. Kemudian kelima kata itu
menggabungkan diri menjadi satu kalimat „utuh‟ dan „termeterai‟: “Pengutusan Akhir
Perjanjian Umat Allah”, itulah arti PAPUA dalam pandangan budaya mesianik.
Mengapa utuh dan termeterai? Pertama, „Utuh‟ karena kasih Allah untuk Papua itu
sempurna. Allah hendak memancarkan kasih-Nya melalui Papua; artinya Papua dipilih dan
disiapkan Allah menjadi berkat bagi bangsa-bangsa; berkat dalam hal ini kepenuhan atas
kebutuhan manusia; kepenuhan di sini menggambarkan suasana lahir dan bathin, artinya
kepenuhan secara jasmani dan rohani. Kedua, „termeterai‟ karena sebelum menciptakan
segala sesuatu, Allah telah merencanakan dan menetapkan “Papua” sebagai bangsa
alternatif di akhir zaman, artinya “Papua” akan dipakai Allah sebagai “hamba-Nya” untuk
mewujudkan rencana-Nya. Untuk itu, bangsa Papua akan bergandeng bersama dengan
bangsa Israel menjelang akhir zaman. Ini berdasarkan pewahyuan dari Tuhan.

230
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Marilah kita merangkai dan menyimak: “5 huruf dalam PAPUA, P.A.P.U.A dalam
5 kata, 1 kalimat dalam PAPUA: “Pengutusan Akhir Perjanjian Umat Allah”. Berikut
ini gambaran umum rahasia Allah yang termeterai di balik kata “P.A.P.U.A”.

1.1. Pengutusan
Pengutusan kata dasarnya adalah utusan. Pengutusan adalah amanah atau tugas
untuk melaksanakan sesuatu. Yang mengutus adalah Tuhan Allah. Dan yang diutus adalah
PAPUA. Papua sedang disiapkan oleh Allah untuk diutus menjadi saksi bagi dunia. Ada
dua bentuk kesaksian, yaitu: kesaksian dalam pewartaan (kata); dan itu diwujudkan dalam
perbuatan (aksi nyata), dengan dilandasi falsafah hidup bangsa Papua „Saling Mengasihi
Dalam Tuhan‟ dengan semboyang „Satu Bangsa Satu Jiwa Siapkan Jalan Tuhan‟.

a. Bersaksi Tentang Karya-Karya Besar Allah Bagi Dunia


Karya terbesar yang dibuat oleh Allah adalah meng-“ada”-kan yang “tidak ada”
menjadi “ada” hanya dengan firman-Nya, kecuali manusia dibentuk dengan tangan-Nya.
Artinya, Allah menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan. Allah menempatkan semua yang
diciptakan pada tempatnya. Semua yang ditempatkannya berada dalam keteraturan, lain
kata “harmoni”, artinya serasi “tidak saling membenturkan diri”.
Kehancuran dalam kehidupan “alam semesta” terjadi pada awal kejatuhan Adam
dan Hawa dalam dosa. Walaupun terjadi kehancuran di mana-mana dalam berbagai aspek
kehidupan sepanjang sejarah manusia, tetapi Allah terus bekerja untuk menjaga tatanan
alam raya agar tidak hancur berpuing-puing. Allah tetap menjaga dan memelihara
kehidupan ini, agar manusia dan kosmosnya tidak punah; Allah menjaga dan mengatur tata
surya “planet-planet” berada pada tempatnya. Jika planet-planet “tata surya” ini saling
berbenturan, maka kita bayangkan apa yang bisa terjadi? Tentu alam semesta ini hancur,
artinya terjadi “kaos”, “kosong”, “hampa”, “ketiadaan kehidupan”, yang ada adalah puing-
puing kehancuran. Dalam situasi kehancuran kehidupan ini, Allah memiliki rencana
keselamatan bagi dunia.
Untuk itu, Allah mempersiapkan bangsa Papua bergandengan dengan bangsa Israel
untuk mewujudkan rencana Allah menjelang akhir zaman. Papua disiapkan oleh Tuhan
secara khusus untuk mewartakan karya-karya besar khusus yang sudah, sedang dan akan
dilakukan Allah untuk Papua, untuk Israel dan juga untuk dunia.

b. Bersaksi Memancarkan Berkat Allah Bagi Dunia


Papua tidak hanya mewartakan karya besar-Nya, akan tetapi melalui Papua akan
memancarkan kasih Allah bagi dunia. Papua menjadi saluran berkat bagi bangsa-bangsa.
Mengapa demikian? Karena Allah menyimpan segala macam harta karun di tanah Papua.
Artinya, Papua menyimpan berbagai macam kekayaan alam yang berlimpah-ruah, baik
dalam tanah maupun di permukaan tanah. Semuanya ini bukan hanya diperuntukkan bagi
bangsa Papua, tetapi akan disalurkan juga bagi kesejahteraan umat manusia di dunia.
Semuanya ini harus dilakukan oleh bangsa Papua, karena kepatutan dan ketaatan pada
perintah Tuhan atas dasar: “Hukum Kasih”, dan ini sesuai dengan kehendak Tuhan.
231
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Mengapa PAPUA harus lakukan demikian? Pertama, karena Allah mengasihi


Papua, maka Allah menyimpan harta karun di tanah Papua; Kedua, karena Allah mengasihi
Papua, maka Allah sedang menyelamatkan bangsa Papua dari bahaya ancaman kepunahan
etnis yang mengerikan, dan selamatkan keutuhan ciptaan-Nya dari kehancuran; Ketiga,
“KASIH” adalah hukum yang paling utama dari semua hukum yang ada di alam semesta
sepanjang sejarah manusia. Kasih itu menembus segala perbedaan, dan kasih itu menembus
segala ruang dan waktu. Hanya dengan belas kasih, kita dapat merekatkan kembali
hubungan yang sudah hancur; hanya dengan belas kasih, kita dapat menyelamatkan
kehidupan yang sedang menuju kehancuran ini; hanya dengan belas kasih, kita dapat
membangun hidup ini ke arah yang lebih baik, lebih adil, lebih bermartabat, lebih sejahtera
dan damai; Keempat adalah landasannya: Allah menciptakan segala sesuatu atas dasar
“kasih”. Kasih Allah itu tersembunyi dan termeterai di dalam semua ciptaan-Nya. Sumber
“kasih” adalah Allah sendiri dan “Kasih” itu adalah Allah.
Ketika kita menghancurkan kehidupan sesama dan alam raya, sesungguhnya kita
melawan Allah. Sebagai balasannya, dari pihak Allah dapat mendatangkan malapetaka
dalam kehidupannya demi penyadaran, pembaharuan, kebaikan dan keselamatan umat
manusia. Malapetaka itu dapat terjadi dalam skala kecil (ringan) sampai besar (berat), dan
dalam lingkup pribadi, keluarga, kampung, daerah, bahkan atas suatu bangsa, atau belahan
dunia. Misalnya virus corona yang menghantam dunia adalah peringatan dini dari Allah
agar umat manusia sadar, menyesal dan bertobat dari segala macam kejahatan.
Masih dalam ingatan kita bahwa malapetaka yang pernah ditimpahkan atas Firaun
dan rakyatnya di Mesir oleh Tuhan melalui nabi Musa. Allah memakai bangsa Israel untuk
menyatakan keagungan, kebesaran dan kedasyatan-Nya. Melalui berbagai tanda-tanda
heran yang dilakukan melalui perantaraan nabi Musa, Allah hendak menyatakan kepada
dunia bahwa tiada Allah lain yang lebih dasyat dari Allahnya Abraham, Ishak, Yakob dan
Allahnya bangsa Israel. Dengan penyertaan Allah, bangsa Israel merebut Tanah Kanaan.
Allah menjawab janjinya kepada Abraham bahwa tanah Kanaan akan diberikan
kepada keturunannya dan akan menjadi tanah pusaka turun temurun. Allah juga menyertai
bangsa Israel selama mereka mendiami di tanah Kanaan. Namun, karena ketidak-taatan
bangsa Israel kepada perintah-perintah Allah (mereka menyembah berhala), maka Allah
mendatangkan malapetaka di atas bangsa Israel berkali-kali, hingga kelahiran Yesus untuk
menggenapi janji Allah melalui para nabinya.
Namun, bangsa Israel tidak percaya bahwa Yesus adalah Mesias dari Allah, bahkan
mereka bersekongkol dengan kekaisaran Romawi untuk menyalibkan Yesus. Kejahatan
bangsa Israel terhadap Yesus mendatangkan malapetaka besar bagi bangsa Israel. Pada
tahun 70 sesudah Masehi, dipimpin Jenderal Titus menghancurkan bangsa Israel, sampai
tembok dan bait Allah rata dengan tanah (hancur berpuing-puing). Bahkan sampai orang
Israel dipencarkan ke seluruh dunia, menjadi warga terasing di belahan dunia. Ini semua
sudah dinubutkan dalam Kitab Suci.
Namun, atas dukungan Amerika Serikat dan Inggris, (sesuai ketentuan Allah),
bangsa Israel kembali merebut tanah pusakanya “Kanaan”, dan memproklamasikan berdiri

232
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Negara Israel modern pada tanggal 14 Mei 1948. Sampai saat ini, bangsa Israel dikepung
dari segala arah dan masih terjadi ketegangan serta perang dari bangsa-bangsa yang ada di
sekitarnya. Namun, bangsa Israel tidak terkalahkan, karena Allah masih menyertainya,
walaupun sampai saat ini masih banyak orang Israel yang belum mengakui bahwa Yesus -
anak Maria yang mereka bersekongkol dengan penguasa Romawi untuk disalibkan adalah
Mesias dari Allah.

c. Bersaksi Bagi Israel Agar Percaya „Yesus‟ Adalah Mesias Dari Allah
Allah memakai bangsa Papua agar orang Israel yang belum percaya bahwa „Yesus
adalah Mesias dari Allah‟ itu disadarkan dan diselamatkan. Melalui karya-karya besar yang
sedang dibuat oleh Allah bagi Papua dalam nama Yesus, bangsa Israel yang tersandung
“karena tidak mengakui Yesus sebagai Mesias dari Allah” (Kitab Roma 11:20), akan
muncul sikap kecemburuan (Kitab Roma, 11:11-12) dari pihak Israel atas karya-karya besar
yang pernah dilakukan-Nya kepada nenek moyang mereka, yang kini karya-karya besar itu
dibuat oleh Allah dalam nama Yesus bagi bangsa Papua.
Maka dari sikap kecemburuan itu, mengantar mereka (bangsa Israel) pada suatu
„kesadaran‟, kemudian akan ada „penyesalan‟, dan terjadilah „pertobatan massal‟ melalui
“pengakuan” bahwa Yesus yang dilahirkan melalui bunda Maria di kandang yang hina-
Betlehem, yang telah berkarya, dianiaya dan disalibkan, dimakamkan, kemudian
dibangkitkan oleh Allah itu adalah „Mesias dari Allah‟ (Kitab Roma 11:23, 25, 26, 27).

1.2. Akhir
“Akhir” berbicara tentang akhir zaman (parusia). „Akhir zaman‟ dibagi dalam tiga
masa; yaitu: a) Masa Transisi; b) Masa Kerajaan 1000 tahun, c). Masa Kekekalan.

a. Masa Transisi
Akan ada satu masa menjelang akhir zaman diberikan kesempatan kepada bangsa
Papua untuk menikmati anugerah (keadilan) dari Tuhan sedikit waktu, dan bersaksi bagi
dunia. Masa ini disebut “masa transisi” untuk mempersiapkan jalan bagi kedatangan Yesus
yang kedua kali. Dalam masa transisi ini, berbagai denominasi Gereja yang ada saat ini,
baik Protestan maupun Katolik akan DISATUKAN oleh Tuhan menjadi satu Gereja;
tentang penyatuan Gereja ini tidak akan bersatu dalam salah satu denominasi Gereja
Protestan maupun Katolik yang ada saat ini. Tetapi nama Gereja itu akan diwahyukan dari
Tuhan melalui wakil-Nya, artinya akan bersatu dalam nama Gereja yang baru, yang
diwahyukan dari Tuhan.
Mengapa semua denominasi Gereja, baik Protestan maupun Katolik harus disatukan
dalam satu konstitusi Gereja? Karena kemerdekaan bangsa Papua itu diberikan oleh Allah
untuk menyiapkan jalan bagi kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali ke dunia ini.
Sebelum kedatangan Yesus Kristus untuk memimpin Kerajaan 1000 tahun, Gereja-Nya
harus bersatu. Gereja di sini berbicara tentang umat-Nya. Kristus sebagai kepala mau

233
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

datang kepada umat kepunyaan-Nya, maka umat-Nya yang adalah tubuh-Nya harus bersatu
dalam satu konstitusi “Gereja”.
Pada awalnya (Gereja Perdana) hanya ada satu Gereja, tetapi berjalannya waktu
kemudian, Gereja yang satu itu membuka aliran-aliran baru, hanya karena perbedaan
pandangan dalam ajaran Gereja. Maka menjelang akhir zaman, Allah hendak menyatukan
Gereja sebagai tubuh mistik Kristus, karena “Kristus sebagai Kepala Gereja” hendak datang
yang kedua kali ke dunia ini untuk memimpin Kerajaan 1.000 tahun.
Oleh karena itu, kita semua yang percaya kepada Kristus yang menjadi pengikut
Kristus, hendaklah berkemas-kemas untuk bersatu dalam satu konstitusi “Gereja” dalam
Tanah Suci Papua. Ini sesuai kehendak Tuhan, bukan kehendak manusia atau rencana
manusia. Ada tertulis: “Rancangan-Ku, bukanlah rancanganmu, jalanmu bukanlah
jalan-Ku” (Yesaya 55:8). “Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah
yang menentukan arah langkahnya” (Amsal 16: 9).

b. Masa Kerajaan 1.000 Tahun


Waktu di mana Yesus Kristus akan memerintah umat manusia dengan “kasih dan
keadilan” pada Kerajaan 1.000 tahun; Allah telah memberikan kepada Yesus segala kuasa
di Sorga dan di Bumi. Maka, pada waktu-Nya atas perintah Allah, Yesus Kristus akan
datang ke dunia ini dengan penuh kemuliaan dan kehormatan sebagai Maha Raja di
kelilingi oleh berlaksa-laksa malaikat dan para kudus. Di kala itu, gegap gempita suara
yang merdu dari para malaikat dan orang-orang kudus akan memenuhi di seluruh bumi,
menyambut sang Raja Adil yang datang dalam keangungannya dan dalam nama Allah.
Waktu kedatangan Yesus yang kedua kali ke dunia ini tidak ada yang tahu, Yesus
sendiripun tidak tahu kapan Ia akan datang ke bumi ini. Yesus sedang menunggu suara
komando “perintah” dari Allah untuk datang ke dunia memimpin Kerajaan 1.000 tahun.
Mahkota kemuliaan dan kehormatan ada di atas kepala-Nya, dan tongkat gada besi
ada di tangan-Nya untuk memerintah umat-Nya dengan kasih dan keadilan. Di sana Yesus
menjadi Gembala Agung untuk mengembalakan domba-domba (orang-orang pilihan)
menjadi umat-Nya. Mereka akan hidup bersama Kristus selama 1.000 tahun. Berbahagialah
bagi mereka yang telah dipilih dan ditentukan oleh Allah untuk memasuki Kerajaan 1.000
tahun.
Selama 1.000 tahun, iblis akan diikat dan dicampakkan dalam kerajaan maut. Pada
akhir dari Kerajaan 1.000 tahun, Tuhan akan melepaskan iblis untuk mencobai bangsa-
bangsa di dunia. Banyak orang akan jatuh dalam ujian terakhir ini. Orang-orang yang akan
jatuh dalam pencobaan iblis, akan mengadakan pertemuan dan mengambil keputusan untuk
melawan Yesus Kristus dan kota suci-Nya. Pada akhir kerajaan 1.000 tahun peperangan
dasyat akan terjadi antara Yesus Kristus dengan para orang-orang fasik yang tidak percaya
dan telah murtad.
Berikut ini kutipan Wahyu 20:7-9: “Setelah masa seribu tahun itu berakhir, iblis
akan dilepaskan dari penjaranya, dan akan pergi menyesatkan bangsa-bangsa pada ke
empat penjuru bumi, yaitu Gog dan Magog, dan mengumpulkan mereka untuk
234
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

berperang dan jumlah mereka sama dengan banyaknya pasir di laut. Maka naiklah
mereka ke seluruh dataran bumi, lalu mengepung perkemahan tentara orang-orang
kudus dan kota yang dikasihi itu. Tetapi dari langit turunlah api menghanguskan
mereka”.
Perang ini akan dimenangkan oleh Yesus Kristus. Dengan kekuasaan dan
kedasyatan yang dimiliki-Nya, dalam sekejap mata akan mengalahkan para pembangkang
yang melawan Tuhan. Inilah perang terbesar dan terakhir yang akan terjadi. Perang ini
disebut Gog dan Magog. Dengan ini, berakhirlah sudah masa Kerajaan 1.000 tahun.

c. Masa Kekekalan Bersama Allah Di Surga


Masa ketiga ini akan diawali dengan pengadilan Allah yang terakhir. Berikut ini
kesaksian dari Rasul Yohanes (dalam Wahyu 20:11): “Aku melihat suatu “Tahta Putih”
yang besar dan Dia, yang duduk di atasnya. Dari hadapan-Nya lenyaplah bumi dan
langit, dan tidak ditemukan tempatnya”.
Semua orang yang mati sepanjang sejarah manusia, baik besar dan kecil akan
dikumpulkan di depan Tahta Putih yang besar yang disebut “Pengadilan Allah”. Lalu akan
dibuka semua kitab dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu buku kehidupan. Orang-orang
mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang tertulis di dalam kitab-
kitab itu (Wahyu, 20:12). Bagaimana dengan mereka yang mati dalam budaya lisan,
sebelum budaya tulis itu muncul, yang aturannya belum ditulis dalam kitab? Mereka yang
mati dalam budaya lisan, mereka akan diadili menurut kebiasaan-kebiasaan mereka, dalam
hal ini norma/etika yang dianut atau dipraktekkan dalam komunitasnya. Pengadilan ini akan
berlangsung sekejap. Semua orang yang tidak tercantum namanya di dalam buku
kehidupan, bersama dengan iblis “kepala kerajaan maut itu” akan dicampakkan (dilempar)
ke dalam lautan api (Wahyu, 20: 13-15).
Kelompok kambing” orang-orang yang memilih “iblis” sebagai rajanya, akan
menderita selama-lamanya di dalam lautan api yang kekal. Sedangkan kelompok domba
yang memilih Tuhan sebagai Rajanya, mereka akan melihat langit yang baru dan bumi
yang baru turun dari Sorga, dari Allah “yang diliputi penuh kemulian Allah”. Semua orang
kudus akan masuk ke dalam langit yang baru dan bumi yang baru diliputi dengan penuh
suka-cita dan penuh kegirangan. Kemah Allah ada di tengah-tengah manusia pilihan-Nya,
dan Allah akan diam bersama-sama dengan para kudusnya. Mereka akan menjadi umat-
Nya dan Ia akan menjadi Allahnya untuk selama-lamanya (Wahyu 21:1-3).
Di sana (di Surga) tidak dapat sakit, tidak ada lapar, tidak ada perang, tidak ada
dusta, tidak ada penderitaan. Berikut ini kabar suka-citanya: “Ia akan menghapus segala
air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak ada lagi perkabungan,
atau ratap tangis, atau duka cita, sebab segala sesuatu yang lama telah berlalu” –
kebahagian yang kekal, Wahyu: 21:4. Nats berikut ini untuk dipahami: “Barang siapa
menang, ia akan memperoleh semuanya ini, dan Aku akan menjadi Allahnya dan ia
akan menjadi anak-Ku. Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya,
orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir,

235
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian


mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang, inilah kematian
yang kedua” – penderitaan yang kekal, (Wahyu 21:7-8).

1.3. Perjanjian
“Perjanjian” berbicara mengenai janji Allah kepada umat-Nya. Perjanjian lama:
“Allah berjanji kepada Abraham, kemudian dengan umat Israel, yang bersisi janji-janji
Allah, serta menuntut kesetiaan dari pihak manusia. Perjanjian baru: “penumpasan darah
Kristus di Golgota memperbaharui perjanjian Allah itu”. Kata Yesus: “Cawan ini adalah
Perjanjajin Baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagimu” (Injil Lukas 22:20). Melalui
Kristus, Allah membuat suatu “perjanjian yang baru” (Ibr. 9:15). Janji-janji Tuhan dalam
nubuatan-nubuatan yang belum digenapi, baik dalam Kitab Suci maupun dalam budaya
akan segera digenapi.

a. Nubuatan Dalam Kitab Suci


“Banyak orang yang terdahulu, akan menjadi yang terakhir; dan yang terakhir
akan menjadi yang terdahulu”, (Mat. 19:30, 20: 16, Mrk. 10:13). Waktunya semakin dekat
untuk menggenapi janji Tuhan dalam nats ini. Nats ini mengandung dua makna, yakni:
aspek rohani dan jasmani.
Pertama, dari sisi rohani: menjelang akhir zaman, banyak orang yang bertekun
dalam doa, rajin beribadah, dan aktif dalam pengajaran-pengajaran agama (anggap diri suci,
anggap diri beragama), tetapi jatuh ke dalam berbagai percobaan dan akan menjadi murtad
(menjadi warga si iblis). Seperti ada tertulis dalam Injil Matius 24:10 “banyak orang akan
murtad”; (baca juga di Ibrani 6:4-6, II Timotius 4:10, II Petrus 2:15, Wahyu 2:4-5). Dan
sebaliknya, kebanyakan orang yang bergaul dengan kejahatan (yang selalu berbuat dosa),
menjelang akhir zaman, mereka akan disadarkan oleh Roh Kudus akan perbuatan keji yang
dilakukannya (dosanya), lalu menyesal, dan penyesalan ini akan mengantarnya pada
pertobatan total (menjadi warga Yesus Kristus).
Melalui hujan Roh Kudus menjelang akhir zaman, mereka yang selalu bergaul
dengan kejahatan, akan disadarkan dan bertobat. Dan mereka akan bersaksi dan bernubuat.
Berikut ini firman Tuhan dalam Kisah Para Rasul 2:17 “Akan terjadi pada hari-hari
terakhir – demikianlah firman Allah – bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas
semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat, dan
teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang
tua akan mendapat mimpi”. Bukankah hal ini sedang digenapi?
Kebanyakan orang yang merasa diri suci, taat pada perintah Tuhan menjelang akhir
zaman akan jatuh dalam ujian terakhir (menjadi murtad), dan sebaliknya, kebanyakan orang
yang hidup dalam dosa, akan segera disadarkan oleh Roh Kudus, menyesal dan bertobat.
Agar menggenapi nats Kitab Suci ini: “Banyak orang yang terdahulu, akan menjadi yang
terakhir; dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu”, (Mat. 19:30, 20: 16, Mrk.
10:13). Ini dari aspek rohani.
236
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Yang kedua, dari aspek jasmani (dunia), Tuhan hendak menggenapkan janji dalam
nast Kitab Suci ini: “Apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-
orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan
apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah,
bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti” (I
Korintus 1:27-28). Nats Kitab Suci ini benar-benar akan segera digenapi. Ini bukan lelucon,
ini bukan dogeng, ini bukan cerita novel, ini bukan fiksi, ini janji Tuhan melalui hamba-
Nya, pasti segera akan digenapi. Tentang ini dalam pewahyuan kekinian telah disampaikan.
Hari ini perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang begitu cepat dan
dasyat, hingga manusia terjerumus ke dalam berbagai pencobaan. Bahkan menjadi semakin
gila untuk mengejar tahta dan harta duniawi, menghalalkan segala cara, bahkan dengan
kejahatan untuk memenuhi keinginan dagingnya. Tetapi banyak orang belum sadar bahwa
akhir zaman sedang di ambang pintu. Virus Corona adalah lonceng peringatan awal.
Penggenapan nast Kitab Suci di atas akan segera digenapi, bahwa “orang-orang
yang merasa dirinya berhikmat, mereka yang merasa dirinya kuat (hebat), orang-orang yang
merasa dirinya terpandang, orang-orang yang merasa dirinya berarti dan paling
berpengaruh di dunia ini”, semuanya akan dipermalukan oleh Tuhan melalui orang-orang
bodoh, yang lemah, yang hina, dan yang tidak berarti yang dipilih dan ditentukan oleh
Allah, untuk mewujudkan rencana dan kehendak-Nya, pada mejelang akhir zaman. Dengan
demikian, semua yang merasa diri hebat, kuat, berhikmat, terpandang dan berarti itu akan
dilenyapkan Tuhan Allah dalam sekejap mata, dan semuanya yang sudah berakhir itu akan
menjadi sebuah “kenangan manis” (sweet memory).
Jangan sampai ada yang salah tafsir, perlu kami jelaskan di sini bahwa kata “akan
dilenyapkan Tuhan Allah dalam sekejap mata”, dalam arti “hikmat dan kuasanya yang
selama ini Tuhan berikan itu akan diambil kembali oleh Tuhan Allah dalam sekejap mata‟,
dan „itu diberikan kepada orang-orang bodoh, yang lemah, yang hina, dan yang tidak
berarti untuk mempermalukan semua yang hebat dan berpengaruh di dunia ini‟. Tentang
ini, Tuhan telah sampaikan juga dalam pewahyuan kekinian. (Sebagai bahan pembanding
nonton video dengan judul: „Nubuatan tahun 2020, corona, epidemik penyakit, krisis
bangsa-bangsa, ujian api dan roh‟, m.youtube.com – Father‟s Miracle Ministry).
Karena itu, jangan kita heran, gelisah, gentar dan takut, serta membangkitkan
kemarahan kepada siapapun atas semuanya ini. Janganlah kita salahkan kepada siapapun.
Karena, tentang semua yang akan terjadi itu, sesuai dengan kehendak Allah, dan dalam
Kitab Suci, salah satunya dalam nats di atas, sudah dari dulu kala mengingatkan kepada
umat manusia, bahwa pada akhir zaman akan terjadi situasi-situasi yang akan
mengguncangkan dunia, seperti virus Corona yang memukul dunia adalah peringatan dini
bahwa ini adalah detik-detik menjelang akhir zaman agar umat manusia sadar, menyesal
dan bertobat dari segala bentuk kejahatan; ini bukan kebetulan, tetapi ini sesuai rencana dan
ketetapan Allah sebelum dunia ini dijadikan. Kita manusia tidak memiliki kuasa sedasyat
seperti yang Allah miliki. Kita tak sanggup melawan Allah, kalau itu kehendak-Nya untuk
dinyatakan di dunia ini pada waktu-Nya.

237
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Simaklah doa Yesus berikut ini: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit
dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang
pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan
kepada-Mu” (Injil Lukas, 10:21, Injil Matius 11:25).
Yang penting bagi kita saat ini adalah “takutlah kepada Tuhan”. Takut kepada
Tuhan yang kami maksudkan adalah kita hidup dalam kesucian, kekudusan, dan mentaati
firman Tuhan dan menjauhi larangan-Nya. Karena waktu-waktu ini akan berlalu cepat,
penggenapan nubuatan akan segera terjadi, baca dan renungkanlah tanda-tanda akhir zaman
dalam Kitab Suci yang sedang digenapi. Ada beberapa nats Kitab Suci yang dapat dibaca
dan direnungkan, antara lain: injil Matius 14:15-22 dan injil Lukas 21: 7- 33.
Berikut ini tanda-tanda akhir zaman menurut Kitab Suci: malapetaka, bencana
alam, kelaparan, kemiskinan, penyakit, kekerasan di luar kontrol, seks bebas, terjadi
perang di mana-mana, kemerosotan moral, stres, pembangunan rohani besar-besaran,
penyebaran ajaran palsu secara global, krisis lingkungan global, munculnya tanda-
tanda aneh di langit. Tanda-tanda akhir zaman ini sudah dan sedang terjadi di seantero
dunia.

b. Nubuatan Pewahyuan Melalui Para Misionaris


Marilah kita menyimak nubuatan-nubuatan untuk Papua dari beberapa orang
misionaris (warga asing) yang pernah mengabdi (berkarya) di Tanah Papua pada masa
pemerintahan Hindia Belanda dan di awal RI menduduki dan menjajah bangsa Papua.
Pdt. Isaac Samuel Kijne menubuatkan masa depan bangsa Papua, berikut ini
nubuatannya: “Di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang Papua, sekalipun
orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi, dan marifat, tetapi tidak dapat memimpin
bangsa ini, bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri”, Automeri, Wasior,
Wondama, 25 Oktober 1925.
Pernyataan nubuatan ini bukanlah dogeng, bukanlah khayalan dan bukan pula fiksi
belaka. Tetapi nubuatan ini benar-benar akan segera digenapi pada waktu Tuhan. Pdt. I. S.
Kijne tentu mendapat visi dari Tuhan untuk masa depan bangsa Papua, maka dengan penuh
iman dan keyakinan mengukirkan kata-kata indah yang penuh misteri, dan penuh
pengharapan ini dimeteraikan di atas sebuah batu di bukit Automeri – Wasior.
“Batu” itu disebut dasar peradaban bangsa Papua, dan kata-kata indah Kijne adalah
sprit (dorongan) bagi orang Papua untuk membangun peradaban bangsa Papua. Kata-kata
ini diimani dan diyakini oleh bangsa Papua bahwa akan digenapi indah pada waktu Tuhan.
Dan kata-kata ini juga memberikan motivasi bagi orang Papua, untuk terus berjuang
menggapai cita-cita, menggapai nubuatan ini, dan untuk menggenapi nubuatan dalam Kitab
Suci, juga dalam nubuatan tradisi mesianik. Syair-syair indah ini terukir abadi dalam
lembaran sejarah bangsa Papua untuk selamanya.
Marilah kita menyimak sepenggalan nubuatan ini: “sekalipun orang memiliki
kepandaian tinggi, akal budi, dan marifat, tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini”, ini
sudah terbukti bahwa Belanda telah menguasai tanah ini, untuk menjadikan Tanah Papua
238
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

berada dalam wilayah kekuasaannya, (sebuah propinsi di sebarang laut dari Belanda), akan
tetapi kita semua tahu bahwa Belanda dipaksa ke luar dari Tanah Papua oleh Amerika
Serikat, PBB dan Indonesia. Walaupun demikian, kami memberikan apresiasi kepada
Belanda, karena kehadiran mereka di tanah Papua terjadi pembaharuan dalam berbagai
aspek kehidupan orang Papua, lebih khusus dalam bidang pendidikan dan keagamaan.
Melalui itu Belanda sangat berjasa besar untuk meletakkan awal peradaban bangsa Papua.
Sudah 57 tahun orang Papua berada dalam kekuasaan Negara Indonesia yang
didukung penuh oleh para sekutunya. Tetapi apa yang terjadi? Indonesia mampu
mempertahankan bingkai NKRI, dengan menghalalkan segala cara, termasuk dengan invasi
politik, invasi ekonomi, dan invasi militer (terbuka maupun terselung), disertai dengan
berbagai doktrin Ideologi Pancasila melalui berbagai pengajaran pendidikan, tetapi
Indonesia tidak mampu untuk meng-indonesia-kan orang asli Papua. Artinya bahwa Negara
Indonesia dan para sekutunya sudah gagal total di Tanah Papua. Nubuatan Pdt. I. S. Kijne
benar-benar terbukti: “sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi, dan
marifat, tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini”.
Bangsa Papua dengan iman dan keyakinan, menanti dan mengharapkan kepada
Tuhan, akan pengenapan sepenggalan nubuatan Pdt Kijne ini: “bangsa ini akan bangkit
dan memimpin dirinya sendiri”. Bangsa Papua sejak zaman Belanda sudah bangkit dan
berjuang untuk memimpin dirinya sendiri. Sudah puluhan tahun bangsa Papua terus
berjuang, sambil menanti waktu Tuhan itu tiba untuk memimpin dirinya sendiri.
Marilah kita menyimak juga Nubuatan dari seorang Pastor Katolik Misionaris
Belanda, yang pernah bertugas di Moanemani “pater Reigro, OFM” pada tahun 1970-an.
Pater Reigro pernah menceriterakan kepada Bapak Germanus Bobii, tentang nubuatan dari
para nenek moyang Pater Reigro, tentang suatu etnik bangsa, dan (pater Reigro meyakini
bahwa bangsa itu Papua), yang sudah ditentukan Tuhan, yang akan dibangkitkan oleh Allah
menjelang akhir zaman.
Pater Reigro menceritakan bahwa kami datang ke Tanah Papua dengan petunjuk
Tuhan, untuk mempersiapkan orang Papua, karena menjelang akhir zaman, Allah akan
memberikan kesempatan kepada bangsa Papua untuk memimpin. Beliau juga mengatakan
bahwa kami akan pulang ke tanah kelahiran kami, tetapi suatu saat (pada waktu Tuhan),
kami akan datang kembali ke tanah ini. Nubuatan melalui nenek moyang Pater Reigro
OFM di atas ini, bukanlah fiktif dan khayalan belaka. Nubuatan ini pasti akan digenapi
indah pada waktu Tuhan.
Selain dua nubuatan ini, masih ada lagi nubuatan dari Pdt. Troutman, yang pernah
bertugas di pedalaman, Waghete – Deiyai. Dalam suatu pertemuan yang digelar selama
tiga hari di Kampung Gakokebo, pada tahun 1980-an, Pendeta Troutman menceritakan
tentang masa depan bangsa Papua. Bapak Toudaibo Pigome menceritakan kepada penulis
bahwa ada tiga agenda penting yang dibahas dalam pertemuan itu, yaitu: tentang
pendidikan, ekonomi-kesehatan, dan masa depan bangsa Papua. Pdt Troutman
menyampaikan: “Tuhan sudah menyiapkan masa depan bagi bangsa Papua. Maka itu, anak-
anak harus disekolahkan, anak-anak Papua harus disiapkan dengan baik, karena masa depan

239
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

bangsa Papua berada di pundak anak-anak. Suatu saat, setelah anak-anak ini besar, dengan
pendidikan yang baik, bangsa Papua akan bangkit untuk membangun negeri ini”.
Pada saat itu, di Paniai ada gerakan pembakaran Balai Desa dan Gedung-gedung
Sekolah oleh TPN-OPM pimpinan Tadeus Yogi, maka dalam pertemuan itu, Pdt Troutman
mengatakan: “Tidak boleh membakar gedung-gedung Sekolah, karena pendidikan sangat
penting bagi anak-anak, untuk disiapkan membangun masa depan tanah Papua”. Beliau
menegaskan bahwa ada rencana Tuhan yang indah untuk negeri ini. Beliau juga
mengatakan bahwa dalam waktu dekat ini, kami akan kembali ke tanah air kami, tetapi
suatu saat kami akan kembali ke tanah Papua. Pernyataan terakhir ini, senada dengan
pernyataan dari Pater Reigro OFM pada tahun 1970-an di Moanemani – sekarang menjadi
ibu kota kabupaten Dogiyai.
Dari nubuatan-nubuatan melalui hamba-hamba Tuhan (para misionaris) yang
pernah berbakti di tanah Papua, mengingatkan kepada kita, bahwa masa depan bangsa
Papua sudah ditentukan oleh Tuhan, artinya bahwa bangsa Papua ada dalam rencana Ilahi.
Tidak ada kekuatan manapun di dunia ini, yang akan menggagalkan rencana, ketetapan, dan
janji Tuhan untuk “Bangsa Papua bangkit, berdiri, dan berjalan” menjelang akhir zaman ini.
Camkanlah baik-baik kata-kata Pdt. I. S. Kijne berikut ini: “Di tanah ini, kita
bekerja di antara satu bangsa (Papua) yang kita tidak tahu apa maksud Tuhan buat
bangsa ini. Di tanah ini, kita boleh pegang kemudi, tetapi kita tidak menentukan arah
angin, arus, dan gelombang di laut serta tujuan yang hendak kita capai di tanah ini.
Siapa yang bekerja dengan jujur, setia dan dengar-dengaran pada Firman Allah di
tanah ini, maka ia akan berjalan dari satu pendapatan (tanda) heran yang satu, ke
pendapatan (tanda) heran yang lain”, Pdt. Isaac Samuel Kijne, Hollandia Binnen,
Numbay-Abepura, 26 Oktober 1956. Memang benarlah bahwa siapapun di tanah ini
(Papua) boleh memegang kemudi, tetapi yang menentukan arah angin, arus, gelombang di
laut dan tujuan yang hendak dicapainya hanya ada di tangan Tuhan. Luar biasa!
Selain itu, Pdt Bambang Noorisene juga membuka nubuatan dalam Kitab Yesaya
pasal 24 dan 60; beliau juga melakukan riset tentang nubuatan akhir zaman. Dalam
videonya, Pdt Norisene mengatakan bahwa Negeri Timur yang dimaksud adalah Indonesia
di Papua; hal ini dibuktikan dengan seorang penulis Israel yang menulis buku dengan judul:
„From Yerusalem to Papua‟ (Dari Yerusalem ke Papua).135
Nubuatan-nubuatan itu adalah janji Tuhan melalui para hambanya. Tuhan akan
menepati janji, karena Allah itu setia dalam mewujudkan janji-Nya yang telah menjadi
rencana dan ketetapan-Nya. Rencana, ketetapan dan janji Tuhan itu, “ya dan amin”, pasti
digenapi indah pada waktu Tuhan. Yang terpenting bagi kita adalah „jangan pernah ragu
dengan janji Tuhan‟. Janji manusia dapat saja diragukan, tetapi janji Tuhan senantiasa
ditepati indah pada waktu-Nya. Ia setia dalam menepati janji-Nya. Tanah Kanaan yang kini
menjadi milik pusaka bangsa Israel adalah menebus janji Allah kepada moyang bangsa
Israel yaitu nabi Abraham, Ishak dan Yakob. Masih banyak nubuatan lain (kepada orang
Papua dan warga lain), namun kami tidak menuliskannya di dalam tulisan ini.

135
Nubuatan Papua dan Kedar Indomie di Alkitab, https://youtu.be/VTBbCongmCM
240
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

RI dan para sekutunya tidak akan mampu membendung kemarahan Tuhan yang
maha dasyat, karena bangsa Papua yang telah ditentukan dari sejak dulu kala, sebelum
dunia ini dijadikan, telah mengalami penderitaan yang mengerikan. Tangisan, rintihan,
keringat, darah, dan doa bangsa Papua sudah dilihat dan didengar Tuhan.
Berbagai malapetaka yang sudah, sedang menimpa bangsa Indonesia, adalah bukti
bahwa Tuhan marah atas tindakan kejahatan kemanusiaan atas orang Papua, yang sudah
dikemas dengan rapi di tanah Papua. Sesungguhnya peringatan awal dari Tuhan telah
disampaikan kepada Indonesia melalui berbagai malapetaka itu; akan tetapi Indonesia
melihat hal itu fenomena alam biasa. Baiklah, jika sampai pendapat umum seperti itu, tetapi
lebih baik simaklah sederatan malapetaka di atas malapetaka yang menimpa Indonesia dan
para sekutunya: bukankah itu peringatan dini dari Tuhan?
“Siapkanlah payung sebelum hujan”, inilah pepatah Indonesia. Sebelum terjadi
malapetaka yang paling besar menimpa Negara Indonesia, lebih bijak kalau RI
mempertimbangkan dengan baik, langkah penyelesaian masalah Papua secara menyeluruh,
yang lebih manusiawi dan lebih adil. Saat ini bangsa Papua sambil berjuang, sedang
menanti dengan penuh iman dan pengharapan kepada Allah, agar Ia memberikan kuasa,
hikmat dan pengamanan kepada orang-orang yang telah ditentukan dan dipilih-Nya, sama
seperti nabi Musa dan Yosua, yang diutus oleh Allah untuk pembebasan bangsa Israel dari
penindasan Firaun di Mesir menuju tanah Kanaan. Kami imani dan yakini, bahwa dengan
tangan Allah yang maha dasyat, di dalam nama Yesus, bangsa Papua akan keluar sebagai
pemenang, dan kemenangan yang kami maksudkan adalah “Kemenangan Iman”.

1.4. U mat
“Umat” di sini berbicara tentang umat pilihan. Mereka yang terpanggil (umat
pilihan) ini dibagi ke dalam dua kategori dalam dua masa; yakni: umat pilihan di Tanah
Suci Papua dan umat pilihan di era Kerajaan 1.000 tahun.

a. Umat Pilihan Di Tanah Suci Papua


Pada masa ini, umat pilihan yang (masih hidup), akan diperkenankan Tuhan untuk
masuk ke Tanah Suci Papua. Mereka adalah orang-orang yang telah memurnikan imannya
dalam berbagai pencobaan, dan bertahan dalam berbagai macam penderitaan, serta
menguduskan dirinya dalam kebenaran; Firman Tuhan itulah kebenaran itu (Injil Yohanes
17:17); yang telah ditebus oleh dan dalam darah Putra Allah, (Yesus yang mengalahkan
maut dan keluar sebagai pemenang abadi, yang disebut “KRISTUS”). Pengorbanan Yesus
di atas salib, menebus umat manusia yang percaya pada-Nya, dan menjadi anak-anak Allah,
menjadi ahli waris Kerajaan Allah.
Pada masa pertama ini, tidak semua orang Papua akan masuk ke Tanah Suci Papua.
Sesuai rencana dan ketetapan Allah, akan ada pembersihan khusus bagi orang asli Papua
yang fasik (yang tidak mau bertobat). Tuhan sudah berkali-kali mengingatkan mereka,
untuk bertobat melalui mimpi, penglihatan, pewartaan Firman Tuhan, peringatan melalui
wabah seperti virus Corona dan lain sebagainya, tetapi mereka terus mengeraskan hatinya

241
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

dan masih melakukan perbuatan keji, masih terus melanggar perintah-perintah Allah (tidak
bertobat). Maka itu, pembersihan ini dilakukan oleh bala tentara Allah.
Pembersihan tahapan pertama sedang berlangsung, telah dimulai sejak tanggal 7
Januari 2019. Sasaran pembersihan tahap pertama adalah orang-orang Papua yang sedang
bekerja sama dengan Negara Indonesia. Dalam hal ini, menjadi kaki tangan Indonesia,
khususnya bagi mereka yang pekerjaannya memata-matai gerakan perjuangan Papua, yang
menjadi Yudas untuk menjual sesama Papua. Sebagai upahnya, mereka yang terlibat penuh
maupun partisipan (mata-mata Indonesia), mendapatkan harta dan kekuasaan, baik dari
skala kecil sampai besar (dalam kekuasaan jabatan, dan uang, serta barang).
Sasaran kedua pada tahap pertama, adalah orang Papua yang membunuh sesama
Papua, dengan menggunakan black magic (ilmu hitam/obat-obatan). Dalam pembersihan
tahap pertama, yang sedang berlangsung ini, hampir lima ribuh lebih orang asli Papua, telah
dicabut nyawanya oleh bala tentara Allah, yang tidak bisa kita lihat dengan mata jasmani,
hanya bisa dilihat oleh orang-orang tertentu yang telah dibuka mata rohaninya, atau hanya
bisa dilihat dalam mimpi, atau penglihatan.
Pembersihan tahap kedua disebut “malam pembersihan”. Tahapan pembersihan
ini, akan dilaksanakan serentak dalam sekejap mata di Tanah Papua dan di rantauan. Semua
orang Papua yang tidak menguduskan diri di dalam kebenaran Firman Tuhan, yang menjadi
hamba “mamon” (hamba harta, tahta dan wanita), mereka yang hari-harinya sibuk dengan
perkara-perkara duniawi, yang melacurkan diri dalam kejahatan, tidak taat pada perintah
Allah, semuanya akan dibersihkan dari muka bumi ini dalam “malam pembersihan itu”, ini
hanya berlaku bagi orang asli Papua yang belum sadar, menyesal dan bertobat.
Mengapa hanya orang asli Papua saja akan dibersihkan? Yang menjadi sasaran
penindasan RI dan para sekutunya adalah orang asli Papua. Dan yang mau merdeka adalah
bangsa Papua. Karena itu, orang asli Papua yang belum bertobat sesuai pewahyuan
kekinian tidak akan diberikan kesempatan untuk masuk ke Tanah Suci Papua. Ada tertulis:
“Sebab itu tempulah jalan orang baik, dan peliharalah jalan-jalan orang benar. Karena
orang jujurlah akan mendiami tanah, dan orang yang tak bercelalah yang akan tetap
tinggal di situ, tetapi orang fasik akan dipunahkan dari tanah itu, dan pengkhianat akan
dibuang dari situ” (Amsal 2:20-22).
Kemerdekaan bangsa Papua yang dikehendaki dan ditetapkan oleh Allah, adalah
kemerdekaan total (lahir dan bathin, kemerdekaan jasmani dan rohani). Tidak seperti yang
selama ini direncanakan dan diproklamasikan oleh orang Papua dengan tujuan hendak
menerapkan sistem dan tatalaksana pemerintahan yang dipakai di belahan dunia. Tuhan
menghedaki lain dengan bangsa Papua. Karena itu, mekanisme demokrasi alamiah
(barapen) yang sesuai dengan kehendak Allah, kami sudah usulkan dalam Kongres Bangsa
Papua III, namun digagalkan oleh setingan pihak lain. Tetapi memang, apa yang dilakukan
selama ini, ditempatkan dalam tahapan awal untuk mencari kehendak Allah. Apa yang
dikehendaki dan direncanakan oleh manusia, belum tentu dikehendaki oleh Allah. Ada
tertulis dalam Kitab Suci: “Rancangan-Ku, bukanlah rancanganmu, jalanmu bukanlah

242
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

jalan-Ku” (Yesaya 55:8). “Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah


yang menentukan arah langkahnya” (Amsal 16:9).
Perlu diketahui, bahwa tidak hanya orang asli Papua yang akan masuk ke Tanah
Suci Papua, ada juga masyarakat lain, yang sudah bertobat, yang sudah dipilih dan
ditentukan oleh Allah, akan diberikan kesempatan, untuk bersama dengan orang asli Papua
yang sudah bertobat, akan menikmati kebahagian dan kebebasan lahir bathin di Tanah Suci
Papua. Masyarakat lain itu, dipilih dan ditentukan khusus oleh Allah, hanya untuk menjadi
pekerja “Pembangun dan Penataan Tanah Suci Papua” bersama dengan orang Papua yang
memiliki keahlian dalam bidang ini.
Dalam hal ini, mereka bukan menjadi budak Papua, tetapi sebagai warga Negara
Papua, sesuai kehendak dan ketentuan Tuhan, mereka ini ditetapkan sebagai pekerja
khusus, untuk membangun dan menata kota suci Papua. Sebagai warga Negara Papua,
mereka ini juga akan mendapat hak dan kewajiban yang sama dalam pelayanan publik.

b. Umat Pilihan Di Era Keraajaan 1000 Tahun


Ada dua kelompok umat pilihan yang akan diperkenankan Tuhan untuk masuk ke
dalam Kerajaan 1.000 tahun adalah: a) Umat pilihan yang masih hidup; dan b), umat
manusia yang sudah meninggal dunia yang namanya tertulis dalam buku kehidupan, (hanya
mereka yang sudah ditentukan, tidak semua) yang akan dibangkitkan Allah, untuk
memasuki Kerajaan 1.000 tahun. Dalam tulisan ini, kami tidak memuat sistem
pemerintahan dan kehidupan pada masa Kerajaan 1.000 tahun, karena itu ranahnya Maha
Raja “Yesus Kristus” dan itu masih menjadi rahasia (belum disingkapkan oleh Roh Kudus).

1.5. Allah

Allah adalah “Yang Ada” sebelum segala sesuatu „yang ada‟ itu diciptakan oleh Dia
dan dari Dia. Dia-lah „Alfa dan Omega‟, „Yang Awal dan Yang Akhir‟. Dia-lah yang
menciptakan semuanya, dan Allah tidak berhenti sampai di situ; tetapi Allah masih terus
bekerja untuk merawat, memelihara, dan melindungi ciptaan-Nya. Hanya Tuhan sajalah
yang akan memberikan kemerdekaan bagi bangsa Papua. Maka itu, marilah kita
mempersiapkan diri lahir dan batin, sambil berjuang dan berdoa untuk menyambut „hari
mulia‟, hari pembebasan total yang akan diberikan Tuhan kepada kita bangsa Papua.
Kemerdekaan yang akan kita raih, memang sudah ditentukan oleh Allah, sebelum
dunia ini dijadikan. Maka itu, janganlah kita bermegah, tinggi hati, sombong, dan memukul
dada bahwa kita ini hebat. Yang paling hebat, yang paling dasyat, dan yang memiliki kuasa
yang melampaui akal budi manusia itu, hanya ada pada Tuhan. Kemerdekaan total bangsa
Papua, yang akan kita terima nanti adalah anugerah dari Tuhan. Walaupun kemerdekaan
lahir dan bathin itu masih dalam penantian, artinya waktu Tuhan belum tiba, tetapi kita
terus mengucap syukur dalam kasih, iman dan pengharapan kepada Tuhan, bahwa kita
masih diberi waktu (nafas), tenaga, kemampuan, dan berkat lain untuk terus bergumul
dengan perjuangan ini, yang cukup panjang dan melelahkan. Oleh karena itu, hanya kepada

243
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Allah Tritunggal sajalah, kita berbakthi, memuji, dan menyembah, di dalam Roh dan
Kebenaran, kekal hingga kekal.

2. Papua Dalam Pandangan Rohani


Kita telah memahami kata “PUPUA”, dari sudut pandang Budaya Mesianik,
dihubungkan dengan nubuatan-nubuatan dalam Kitab Suci, dan melalui beberapa hamba
Tuhan yang pernah bekerja di tanah Papua, dihubungkan juga dengan pewahyuan kekinian
kepada kami. Pada bagian kedua ini, kata PAPUA dipandang dari sisi Rohani. Kata
“PAPUA” dari aspek rohaninya adalah “Pintu Allah Pintu Untuk Anda”.

2.1. Tawaran Rencana Allah Kepada Abraham


Sebelum kita menyimak bagian ini, sebagai bahan pembanding, marilah kita
mengambil hikmah dari perjalanan bangsa Israel. Awal peradaban bangsa Israel, diletakkan
oleh nabi Abraham, bapa leluhurnya. Bapak Abraham adalah nabi pertama, sebagai “Bapak
semua orang beriman”. Mengapa? Setelah Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, hubungan
antara Allah dan manusia terputus. Untuk menjalin kembali hubungan yang terputus
melalui diri Yesus, Allah memanggil Abraham, agar melalui keturunannya, Yesus yang
disebut “Adam Baru” itu, dilahirkan sebagai pemulih hubungan antara Allah dan manusia,
yang telah diputuskan oleh moyang manusia pertama “Adam dan Hawa”.
Allah memanggil “Abram”, “Abram”, “Abram” begitulah nama yang diberikan oleh
orang tuanya, dan Abram mendengar ada “suara” yang memanggilnya. Ia tidak tahu bahwa
orang yang memanggilnya itu adalah Allah. Suara itu begitu menggema di dalam hatinya,
bahkan ada dorongan dalam hatinya, yang mengajaknya untuk mendengar “suara” yang
memanggilnya. Bagaimana tanggapan Abram? Abram mendengar “suara” itu, artinya
Abram membuka telinga dan hatinya, untuk mendengar apa yang mau disampaikan-Nya.
“Engkau harus meninggalkan kampung halamanmu, dan pergilah ke tempat yang akan
Ku tujukkan kepadamu bersama dengan segala yang kamu miliki”, demikianlah perintah
Allah. Abram sendiri tidak tahu dewa mana yang berbicara dengannya.
Tanpa ada keraguan apapun, Abram menanggapi perintah itu. Ia bersama istri, serta
segala yang dimilikinya, termasuk para pekerja (budak) menempuh perjalanan jauh, yang ia
sendiri tidak tahu tujuan akhir dari perjalanan ini; hanya dengan modal percaya, dan yakin
akan perintah “suara” orang tadi, sampailah pada suatu tempat yang subur dan indah (Ibrani
11:8). Tiba-tiba suara itu datang lagi dan memanggil namanya: “Abram, Abram, Abram”,
lalu Abram membuka telinganya dan mendengarkan: “Pandanglah ke sekelilingmu ke
Timur, Barat, Utara dan Selatan. Inilah tanah yang ku janjikan itu, dan itu menjadi
tanah pusaka keturunanmu untuk selama-lamanya”. Allah juga berjanji bahwa Sarai
akan mengandung dan melahirkan anak laki-laki baginya untuk menjadi ahli waris tanah
pusaka “Kanaan” itu.
Abram dan Sarai menanti begitu lama janji Allah tentang “anak laki-laki” yang akan
menjadi ahli warisnya. Umur mereka sudah tua, Alkitab mencatat bahwa umur Abram
sudah 100 tahun, sementara Sarai istrinya berumur 90 tahun. Di usia senja seperti ini,
244
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

logika manusia tidak dapat mengandung, dan tak bisa melahirkan anak, artinya Sarai sudah
mengalami masa “monopause”, artinya datang bulan (haid) sudah berhenti lama. Sarai
menyadari bahwa usianya sudah tua, maka ia miminta Abram suaminya, untuk
menghampiri budaknya bernama “Hagar”, agar budak itu melahirkan anak baginya.
Dengan terpaksa, permintaan istrinya diterima; lalu Abram menghampiri Hagar, dan
melahirkan anak laki-laki yang diberi nama: Ismail.
Kitab Suci mencatat, bahwa pada hari tua, ada tiga tamu istimewa datang menemui
Abram dan istrinya, dan ketika istrinya sibuk di dalam tendanya, untuk melayani para tamu
itu, mereka beritahu kepada Abram, bahwa istrinya Sarai akan segera mengandung, dan
akan melahirkan seorang anak laki-laki. Mendengar itu, Sarai tertawa, menyadari bahwa
dirinya yang sudah tua itu, tidak akan mengandung, karena memang haidnya sudah lama
berhenti. Sarai tidak percaya dan yakin bahwa Allah itu dasyat. Mendengar bahwa Sarai
tertawa, maka para tamu itu beritahu, bahwa apa yang tidak mungkin bagi manusia,
mungkin bagi Allah. Para tamu juga beritahu nama bayi, yang akan dilahirkan satu tahun
kemudian itu: “Ishak”, artinya tertawa. Dan benarlah bahwa janji Allah digenapi, Sarai
melahirkan anak laki-laki diusia senja, pada usia 90 tahun, sedangkan suaminya 100 tahun.
Luar biasa, Allah itu dasyat!
Allah menguji iman Abraham. Dan ujian ini adalah ujian yang paling terakhir dan
paling berat. Kita bayangkan, “bagaimana mungkin anak laki-laki (Ishak) yang tunggal itu,
diminta oleh Allah untuk dikorbankan sebagai persembahan bagi Allah. Di sini, keteguhan
iman dan ketaatan Abraham kepada Allah diuji. Walaupun anak satu-satunya, yang lahir
pada usia senja, tetapi Abraham taat pada perintah Allah.
Ketika Abraham mau memotong leher anaknya dengan sebilah pisau, sebagai
korban bakaran bagi Allah di gunung Moria; tiba-tiba ada suara memanggilnya: “Abraham,
Abraham, Abraham! Janganlah anakmu dikorbankan”. Sebagai gantinya, Allah
menyiapkan seekor domba, yang tertambat dalam belukar untuk korban persembahan bagi
Allah. Karena Abram sangat taat pada perintah Allah, maka Allah mengganti nama Abram
menjadi Abraham, artinya “Bapak sejumlah besar bangsa”; serta Sarai istrinya menjadi
Sara, artinya “Ibu bangsa-bangsa”. „Sarai‟ artinya „Putri‟ menjadi „Sara‟ artinya „Ratu‟.
Kesimpulan dari cerita tentang nabi Abraham adalah Allah menawarkan jalan
keselamatan bagi Abraham melalui panggilan dan perintah-Nya. Tawaran Allah itu untuk
mendatangkan kebaikan bagi Abraham. Dan tidak hanya Abraham, melalui tawaran itu,
Allah mau mewujudkan keselamatan bagi Abraham dan keturunannya untuk selama-
lamanya.

2.2. Tawaran Rencana Allah Kepada Bangsa Papua


Rencana keselamatan bagi dunia telah ditetapkan oleh Allah sebelum bumi-langit
dan segala isinya diciptakan. Dari awal ciptaan sampai akhir zaman, ada dalam rencana dan
ketetapan Allah. Bahkan setelah akhir zamanpun, ada dalam rencana dan ketetapan-Nya.
Segala sesuatu berawal dan bermuara kepada Allah.

245
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Marilah kita memahami arti PAPUA dalam pandangan Rohani. “PAPUA: “Pintu
Allah Pintu Untuk Anda”. Allah telah lama memanggil bangsa Papua untuk mendengar
suara-Nya, seperti Allah memanggil Abraham. Apakah bangsa Papua sudah membuka
telinganya untuk mendengar panggilan Allah itu? Panggilan Allah itu begitu lembut, maka
kebanyakan orang Papua tidak mendengar suara-Nya. Mungkin saja, ada yang mendengar
panggilan-Nya, tetapi tidak merensponnya untuk mendengarkan. Allah telah lama
membuka pintu lebar-lebar bagi bangsa Papua, untuk masuk melalui pintu-Nya menyelami
rencana Tuhan bagi bangsa Papua. Tetapi, hanya sedikit orang mendengar panggilan-Nya
dan masuk ke dalam pintu-Nya, untuk menyelami sedikit maksud Tuhan untuk tanah ini.
Misalnya, Pdt. I. S. Kijne adalah seorang misionaris asing, yang telah mendengar suara-
Nya, dan mengabadikan syair-syair yang indah, di atas sebuah batu di bukit Automeri -
Wondama pada, 25 Oktober 1925: “Di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang
Papua, sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi, dan marifat, tetapi tidak
dapat memimpin bangsa ini, bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri”.
Selain itu, berikut ini nubuatan lainnya: “Di tanah ini, kita bekerja di antara satu
bangsa (Papua), yang kita tidak tahu apa maksud Tuhan buat bangsa ini. Di tanah ini,
kita boleh pegang kemudi, tetapi kita tidak menentukan arah angin, arus, dan
gelombang di laut, serta tujuan yang hendak kita capai di tanah ini. Siapa yang bekerja
dengan jujur, setia, dan dengar-dengaran pada Firman Allah di tanah ini, maka ia akan
berjalan dari satu pendapatan (tanda) heran yang satu, ke pendapatan (tanda) heran
yang lain”, Pdt. Isaac S. Kijne, Hollandia Binnen, Numbay-Abepura, 26 Oktober 1956.
Tak seorangpun manusia di dunia, yang akan menentukan arah dan tujuan, yang
hendak ditempuh oleh bangsa Papua. Pengendali dan penentu satu-satunya untuk bangsa
Papua, hanya berada pada Allah Tritunggal. Karena itu, jika siapapun orang Papua, yang
mau “pegang kemudi” bagi bangsa Papua, maka terlebih dahulu ia masuk ke dalam pintu
Allah, untuk menyelami (mengetahui) maksud dan tujuan Allah untuk bangsa Papua.
Mari kita pahami dengan baik nats Kitab Suci berikut ini: “Rancangan-Ku,
bukanlah rancanganmu, jalanmu bukanlah jalan-Ku” (Yesaya 55:8). Selain nats ini,
berikut ini kata Allah dalam kitab Amsal 16:9: “Hati manusia memikir-mikirkan
jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya”. Setiap orang Papua,
khususnya para pejuang yang berjalan dalam barisan pelopor dalam perjuangan ini, harus
memahami dengan baik dua nats Kitab Suci di atas ini.
Selama ini, kita berlomba-lomba untuk merencanakan banyak hal, bahkan sampai
melahirkan berbagai macam organisasi perjuangan (banyak kepala), tanpa kita mengetahui
rencana dan kehendak Allah buat tanah Papua. Yang terjadi selama ini, rencana kita dan
rencana Allah tidak baku ketemu, artinya saling berlawanan (tidak konek). Walaupun ada
kemajuan gerakan pada akhir-akhir ini, tetapi itu proses Tuhan. Ada dua proses gerakan
yang sedang terjadi: proses Dunia dan proses Tuhan. Proses dunia ini, kita jalan dengan
ide-pemikirannya, yang dielaborasikan dengan ide-pemikiran orang lain, yang tidak sejalan
dengan kehendak dan rencana Allah.

246
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Masalah mendasar dari semua ini adalah bahwa: “selama ini kita tidak merendahkan
hati (arogansi/sombong) dan tidak masuk melalui pintu Allah untuk memahami rencana
Tuhan buat tanah Papua”. Keangkuhan adalah awal dari kejatuhan dan kehancuran.
Sebaliknya kerendahan hati adalah awal dari kebangkitan dan kesuksesan. Persatuan bangsa
Papua hancur karena faktor utamanya adalah arogansi pribadi, faksi/organ perjuangan, suku
dan prestise lainnya. Tuhan menyingkapkan rahasia kepada orang tertentu dengan maksud
mengubah hidupnya atau untuk melaksanakan tugas tertentu. Tuhan tidak menyingkapkan
misteri-Nya: “rencana dan ketetapan-Nya” jikalau kita terus mengeraskan hati, bertahan
dengan ide-pemikiran yang berasal dari duniawi, bukan dari atas (Surga dari Allah) yang
disebut hikmat dari Allah. Berjalan dengan pengertian duniawi: “akan menuai kegagalan
yang satu, ke kegalalan yang berikutnya”; sebaliknya, berjalan dengan hikmat dari Allah
(dengar-dengaran pada Firman Allah): “akan mengalami tanda heran yang satu, ke tanda
heran berikutnya”. Dengan memahami kehendak Allah (pikiran Allah), kita akan keluar
(bebas total) melalui pintu Allah juga.
Papua bukan berada dalam rencana manusia, tetapi ada dalam rencana Allah.
Sesungguhnya Allah telah menetapkan “kemudi” tanah Papua sebelum dunia ini diciptakan.
Maka, untuk mengorbitkan pemimpin bangsa Papua yang dikehendaki oleh Tuhan, kami
sudah menawarkan mekanisme pemilihan “pemimpin” sesuai dengan kehendak Tuhan,
yakni melalui mekanisme demokrasi alamiah (barapen) dalam Kongres III Papua pada
tahun 2011, tetapi ada yang menggagalkan mekanisme yang dikehendaki oleh Tuhan itu.
Ada „pihak‟ yang memaksakan rencana dan konsep manusia. Akhirnya demokrasi luhur
dinodai dan persatuan kita hancur lagi. „Pihak‟ yang kami maksudkan itu, mereka juga
dipengaruhi oleh “seseorang asing” yang datang ke Jayapura menjelang Kongres III Papua
untuk menggagalkan mekanisme demokrasi alami (mekanisme barapen) yang sudah
disepakti sebelumnya oleh orang Papua. Seorang asing itu saya pernah lihat dia berada di
depan Uncen dengan memegang kamera menjelang aksi damai yang berubah menjadi aksi
kekerasan pada 16 Maret 2006.
Pertanyaannya adalah: apa kepentingan orang asing itu hadir dalam aksi damai yang
diusung dengan thema penutupan PT. Freeport pada tahun 2006 itu ? Orang asing ini bukan
wartawan, wartawan saja selama ini tidak diijinkan oleh Indonesia untuk meliput berita di
Papua, tetapi dia ini adalah hamba Tuhan. Ternyata hamba Tuhan asing ini dipakai untuk
memantau gerakan bangsa Papua. Kami memastikan bahwa seorang asing itu adalah mata-
mata yang dipasang oleh pihak asing tertentu untuk merusak persatuan bangsa Papua dalam
perjuangan ini. Ke depan kita harus hati-hati dengan orang-orang yang akan menyusup
masuk dalam gerakan kita, karena saya sudah memastikan bahwa keterlibatan seseorang
asing ini telah menghancurkan perjuangan kita dalam dua momentum besar, yaitu aksi
damai 2006 yang berubah menjadi aksi kekerasan, dan kongres III Papua 2011 yang telah
merusak demokrasi dan itu mengakibatkan persatuan bangsa Papua hancur berantakan.
Maafkan kami, karena dalam tulisan ini, kami sedikit mengevaluasikan perjalanan
bangsa Papua. Mungkin ada yang marah, ada yang tidak sependapat dengan otokritik dan
kritik ini, akan tetapi ini kondisi real (fakta) yang terjadi sampai hari ini dalam gerakan kita.
Kritik dan otokritik terhadap dinamika perjuangan Papua ini penting, agar ke depan kita
247
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

tidak berjalan melingkar pada porosnya, tetapi bergerak ke depan, pelan tapi pasti dalam
rencana dan kehendak Allah, untuk pembebasan bangsa Papua bagi perdamaian dunia,
hanya demi kemuliaan nama Tuhan.
Mari kita lihat kondisi orang Papua pada umumnya, rakyat semesta Papua terbagi
dalam tiga kelompok besar, yaitu: 1) Orang Papua pro Indonesia; 2) Orang Papua pro
Papua merdeka; 3) Orang Papua netral. Situasi keterpecahan massa rakyat asli Papua ini
kita tidak heran, karena memang dalam perjuangan bangsa-bangsa lain di dunia, yang
sudah merdeka, mereka juga telah melewati fase-fase yang hampir sama. Tetapi, intensitas
karakter dan situasi politik penjajah dan terjajah berbeda-beda dari sisi ruang dan waktu.
Tetapi perlu adanya kesadaran warga asli Papua, bahwa dengan adanya kondisi
keterpecahan massa rakyat asli seperti ini, kita sedang menguntungkan pihak Indonesia dan
para sekutunya, untuk terus mempertahankan hegemoni penjajahan, dalam berbagai bentuk,
baik yang nyata maupun terselubung. Massa rakyat asli Papua, tidak boleh menerima
kondisi ini dengan tangan dan hati yang terbuka, tetapi pentingnya menumbuhkan semangat
kebersatuan bangsa Papua, dalam nasionalisme dan ideologi Papua, dengan semboyang:
“Satu Bangsa, Satu Jiwa– One People, One Soul” dan diwujudkan dalam tindakan nyata”.
Bangsa Papua mempunyai masa depan yang indah, yang sudah disiapkan oleh
Tuhan. Penjajah yang hari ini ada, kita tidak akan lihat dia lagi pada waktu Tuhan itu tiba.
Penjajah itu tidak selamanya menjajah suatu wilayah bangsa: ada waktunya kita dijajah,
tetapi ada waktunya untuk kita bebas. Semuanya ini akan berakhir indah pada waktu
Tuhan”. Ada kabar suka cita besar yang sedang menanti bangsa Papua. Yang penting bagi
kita sekarang, siapapun dia (tua, muda, besar, kecil) merendahkan diri di hadapan Allah dan
sesama serta berdamai, dalam hal ini “bertobat”. Kerendahan hati dan berdamai (bertobat)
itu penting, agar kita masuk dalam pintu Allah untuk memahami rencana luar biasa dan
yang indah yang disiapkan oleh Tuhan bagi bangsa Papua. Akhirnya melalui pintu Allah
kita masuk dapatkan semua berkat luar biasa, yang Tuhan siapkan bagi bangsa Papua.
Pintu Allah terbuka lebar melalui Yesus, yang adalah Jalan, Kebenaran dan
Kehidupan. Apakah kita sudah siap sedia untuk masuk ke dalam pintu Allah melalui Yesus.
Pertanyaannya adalah apakah kita sudah siap menerima rencana keselamatan bangsa Papua
yang sudah disiapkan oleh Tuhan? Bagaimana kita merespons (menanggapi) rencana
Tuhan, yang mau dinyatakan (diwujudkan) di tanah Papua? Pertanyaan ini akan dibahas
dalam pokok bahasan berikut ini.

3. Papua Dalam Pandangan Dunia


Kita telah memahami kata “PUPUA” dari sudut pandang Budaya Mesianik dan
sudut Pandang Rohani. Pada bagian ketiga ini, marilah kita memahami kata PAPUA
dipandang dari sudut pandang “Dunia”.
Kata PAPUA dipandang dari perfektif dunia adalah “Pintu Anda Pintu Untuk
Allah”. Allah menempatkan kita di dunia ini untuk mewujudkan kehendak-Nya di bumi.
Allah membutuhkan manusia yang hidup di dalam kebenaran-Nya, yang senantiasa mencari

248
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

kehendak Allah. Dengan kehendak bebasNya, Allah memakai siapa saja yang berkenan
kepada-Nya untuk mewujudkan rencana-Nya. Manusia yang dipakai Allah, bertindak
sebagai alat (hamba) untuk rencana Allah itu dinyatakan di dunia ini.

3.1. Tanggapan Bunda Maria Atas Tawaran Allah


Sebagai bahan pembanding, mari kita pahami bunda Maria, ibu Yesus yang menjadi
hamba Allah untuk mewujudkan kehendak-Nya di bumi. Kehidupan bunda Maria sangat
berkenan kepada Allah. Maka, janji Allah melalui para nabinya, tentang seorang pembebas
“Mesias”, dihadirkan ke dunia ini, melalui perantaraan seorang gadis, bernama Maria. Jika
bunda Maria tidak menanggapi kabar malaikat dari Allah, maka kehadiran Yesus itu, tidak
terlaksana di dalam diri Maria.
Malaikat memberitahu bahwa Maria akan mengandung seorang anak laki-laki, yang
diberi nama Immanuel, yang berarti “Allah beserta kita”. Mendengar kabar itu, Maria
kaget, karena ia belum punya suami, artinya (masih gadis belia). Maka bunda Maria
mengatakan: “bagaimana mungkin hal itu terjadi, karena aku belum bersuami?” Kata
malaikat itu, bahwa Anak Allah itu, akan dikandung dari Roh Kudus. Lalu apa tanggapan
Maria atas tawaran Allah, untuk mewujudkan rencana Allah bagi keselamatan dunia? “Aku
ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu”, inilah jawaban bunda
Maria dengan penuh kerendahan hati sebagai hamba Allah.
Keputusan Maria untuk menerima rencana Allah, untuk dinyatakan dalam dirinya,
adalah keputusan yang beresiko tinggi. Mengapa? Dalam tradisi Yahudi – bangsa Israel,
jika seseorang gadis, yang belum bersuami, mengandung di luar dari perkawinan yang sah,
maka ia harus dihukum, dengan melempar batu, sampai ia meninggal dunia. Maria tahu
akan resiko itu. Tetapi Maria pasrah terhadap rencana Allah, yang hendak diwujudkan di
dalam dirinya. Maria melihat karya besar, yang dibuat oleh Allah, melalui Anak yang akan
dikandungnya; ketimbang resiko yang akan ditanggungnya, jika hal itu diketahui oleh
banyak orang. Tetapi Maria percaya bahwa Allah akan melindunginya dari segala yang
jahat. Dan memang itulah yang terjadi.
Syukurlah bahwa Yusuf tunangannya, menerima Maria yang sudah mengandung
dari Roh Kudus itu, menjadi istrinya. Memang awalnya, Yusuf dengan diam-diam mau
menceraikan tunangan itu, tetapi Malaikat Allah mengabarkan kepada Yusuf, untuk
mengambil Maria sebagai istrinya, karena anak yang dikandungnya itu dari Roh Kudus,
yang akan menyelamatkan umat manusia dari belenggu dosa (maut).
Seandainya jika bunda Maria menolak tawaran dari Allah itu, maka tentu Maria
menerima ganjarannya (resiko). Apa ganjarannya (resikonya)? Maria hanyalah menjadi
manusia biasa, artinya Maria tidak mendapat penobatan sebagai bunda Yesus, bahkan
sebagai Ibu dari semua orang beriman. Bahkan, mungkin juga bunda Maria dihapuskan
namanya dari buku kehidupan, karena Maria menolak tawaran Allah, untuk keselamatan
dirinya, dan keselamatan umat manusia, yang dinyatakan di dalam diri Yesus.
Keharuman nama bunda Maria, ketenaran nama bunda Maria, di kenang sepanjang
sejarah umat manusia, karena bunda Maria menerima tawaran Allah, dengan sikap

249
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

kepasrahan (keterbukaan hatinya) pada rencana Allah. Kepasrahan bunda Maria dalam
menerima rencana Allah, untuk diwujudkan dalam dirinya, adalah suatu sikap iman yang
sejati. Bunda Maria memberikan teladan yang luar biasa kepada kita umat manusia
sepanjang masa, khususnya orang asli Papua, agar menerima rancana Allah yang sedang
dinyatakan menjelang akhir zaman di tanah Papua.

3.2. Tanggapan Bangsa Papua Atas Tawaran Allah


Allah menciptakan manusia untuk menjadi rekan kerja dalam keselamatan dunia.
Namun, kebanyakan orang tidak memahami, bahwa kita adalah rekan kerja Allah.
Terkadang kita menolak tawaran dari Allah. Karena hati kita dibutakan oleh berbagai
kejahatan atau hal-hal duniawi, sehingga kita tidak mendengar suara Tuhan, yang
menggema lembut di dalam hati kita.
Ada tertulis dalam nats Kitab Suci, bahwa rancangan Tuhan bagi kita adalah
rancangan damai sejahtera, bukan malapetaka. Pertanyaannya adalah bahwa: apakah kita
sudah siap untuk menerima tawaran dari Allah bagi keselamatan bangsa Papua? Apakah
kita sudah membuka hati kita, agar Tuhan masuk meraja dalam hati kita, untuk melakukan
apa yang dikehendaki-Nya?
Tuhan telah memberi kita banyak kesempatan untuk menerima rencana-Nya agar
dinyatakan di tanah ini. Tetapi kebanyakan orang asli Papua telah mengeraskan hatinya.
Misalnya, para aktor dalam perjuangan Papua, kebanyakan telah mengeraskan hatinya.
Masing-masing membangun “dinasti” atau dalam bahasa sehari-hari membangun kubu-
kubu, dengan demikian kita menciptakan jurang pemisah, atau gab-gab, sehingga susah
sekali untuk dijembatani untuk bersatu dalam honai besar.
Memang Negara Indonesia memainkan strategi tingkat tinggi agar bangsa Papua
tidak bersatu. RI bersama para sekutunya takut sekali bangsa Papua bersatu di bawah satu
komando untuk satu tujuan „Papua merdeka‟. „Devide et impera‟ yang artinya „pecah belah
dan jajahlah‟ yang dulu dipakai oleh Belanda, kini RI gunakan lagi untuk menghancurkan
sendi-sendi persatuan dan menjajah bangsa Papua dengan leluasa.
Tuhan menghendaki, agar bangsa Papua membongkar dinasti-dinasti itu, dan
membangun persatuan bangsa Papua di bawah satu honai besar dan satu pemimpin yang
dikehendaki oleh Tuhan, namun kita sangat susah keluar dari hegemoni dinasti itu dan sulit
sekali untuk memahami kehendak Tuhan dalam mengorbitkan pemimpin yang dikehendaki
oleh Tuhan. Hanya karena kekerasan hati kitalah, berulang kali kita menolak rencana Allah,
untuk dinyatakan di tanah Papua, dengan demikian perjuangan bangsa Papua memakan
waktu 57 tahun dan memakan korban orang asli Papua yang tidak sedikit.
Masalah kepemimpinan dan finansial menjadi masalah yang paling mendasar dalam
perjuangan Papua. Dalam pemilihan pemimpin Papua, kita bisa cantumkan beberapa
kriteria dan syarat dari kaca mata manusia, tetapi belum tentu kriteria dan syarat itu sesuai
dengan kehendak Allah. Tuhan punya kriteria dan syarat lain yang amat berbeda dengan
kriteria dan syarat yang ditawarkan dari manusia dalam pemilihan pemimpin (nahkoda)
untuk Papua merdeka. Karena itu, mekanisme pemelihan pemimpin Papua sesuai kehendak

250
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Tuhan adalah melalui mekanisme barapen (demokrasi alamiah) atau Teososiokrasi Papua.
Agar pemimpin Papua yang terpilih itu sesuai kehendak Tuhan, bukan sesuai kehendak
manusia. Jika kita jalan dengan cara dan kehendak manusia, maka kita akan lalui dari satu
badai ke badai yang berikutnya.
Papua beda dengan bangsa lain di dunia. Bangsa Papua adalah bangsa alternatif
(bangsa penggenapan) menjelang akhir zaman, karena Allah punya rencana dengan bangsa
Papua. Maka, pemimpin Papua itu sesungguhnya sudah ditetapkan sebelum semua yang
ada ini diciptakan. Tuhan memakai siapa saja yang dikehendaki-Nya. Tuhan memiliki
kehendak bebas untuk memilih siapapun untuk menjadi alat-Nya dalam melaksanakan
sesuatu misi-Nya; Tuhan tidak melihat kepandaian yang setinggi langit dan pengaruh yang
besar, Tuhan tidak melihat banyaknya pengalaman dan banyaknya massa pendukung.
Hikmat, kuasa dan berkat itu bersumber dari Tuhan, maka Tuhan memakai siapa
saja yang berkenan kepada-Nya untuk mewujudkan rencana-Nya. Tetapi tak apalah, kita
belum terlambat, kita masih diberi waktu untuk menata diri. Kita punya Tuhan yang paling
dasyat, yang sedang bekerja siang dan malam buat keselamatan bangsa Papua.
Tuhan mau menyatakan rencana keselamatan di tanah Papua pada waktu-Nya, maka
kita diminta untuk menyiapkan hati kita, untuk menerima rencana keselamatan Allah itu
dalam diri kita, kampung kita, wilayah kita, dan di dalam bangsa kita Papua. Jikalau kita
tidak siapkan hati kita untuk menerima rencana itu, maka kita akan mendapat resiko. Apa
resikonya? Bagi yang belum menguduskan diri dalam kebenaran Firman Tuhan, yang
masih bergaul dengan kejahatan, yang main-main dengan rahmat yang diberikan Tuhan
(yang tidak mau bertobat), maka bagi mereka ini, tidak akan diijinkan untuk masuk ke
Tanah Suci Papua, untuk menikmati kemurahan Tuhan.
Karena itu, inilah waktunya untuk mempersiapkan diri: “bagi yang belum bertobat
segera bertobat, bagi yang sudah menguduskan diri, bertahanlah dalam kekudusan”.
Hati kita adalah pintu masuk Allah. Maka, bukalah pintu hatinya, agar Tuhan bertahta dan
memerintah dalam hati kita selama-lamanya. Hanya kepada Tuhan sajalah kita berbakti,
memuji dan menyembah di dalam Roh dan Kebenaran, kekal hingga kekal. Haleluya,
terpujilah Tuhan! Allah dasyat.

251
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bab III. PENUTUP


“Senjata dunia telah mengorbankan jutaan anak negeri demi penaklukan bangsa Papua dalam NKRI
selama 57 tahun, tetapi senjata iman dan kebenaran bangsa Papua dalam Tuhan, akan membebaskan
Indonesia bersama sekutunya dari perang terbuka dan rahasia di tanah ini, bersamaan dengan bebasnya
bangsa Papua untuk selama-lamanya”.

1. Tujuan Akhir Hidup Manusia

K
ita sebagai umat manusia yang menganut agama, tertentu memiliki tujuan akhir.
Tujuan akhir umat beragama Kristen adalah berbahagia bersama dengan Allah di
Surga. Tetapi bagi ateis tujuan akhir hidup adalah mati dalam kemewahan.
Untuk menggapai tujuan akhir ini, marilah kita memahami beberapa prinsip hidup
manusia, antara lain: hidup ini anugerah dan hidup ini perjuangan.
1) Pertama, hidup ini adalah anugerah dari Tuhan yang diberikan cuma-cuma kepada
manusia, maka kita manfaatkan hidup ini untuk melakukan segala sesuatu yang
mendatangkan kebaikan untuk diri sendiri dan sesama. Ketika anugerah (nafas
hidup ini) diambil kembali oleh Tuhan (alias meninggal dunia), kita akan
menghadap Tuhan untuk mempertanggung jawabkan semua yang dilakukannya
semasa hidup di dunia ini. Hidup di dunia ini sementara, maka berbuatlah kebaikan
sebanyak-banyaknya. Karena apa yang kita tabur selama hidup di dunia, itulah yang
akan dituai di akhirat nanti.

2) Kedua, untuk mencapai sesuatu yang kita impikan, kita harus berjuang. Tanpa
perjuangan, kita tidak akan menggapai impian. Kita tak bisa pasrah dengan tangan
terbuka menerima apa yang tidak sesuai dengan impian kita. Ada impian pribadi,
ada impian keluarga, ada impian kampung, ada impian wilayah tertentu, ada impian
organisasi, ada impian suku tertentu, bahkan ada impian suatu bangsa.

2. Berjuang Menggapai Impian


Impian bangsa Papua adalah: 1) Mewujudkan damai sejahtera, artinya hidup dalam
suasana damai dan berkecukupan, bukan hidup dalam kemewahan; 2) Turut serta dalam
memelihara perdamaian dunia; 3) Meningkatkan kerja sama antar bangsa untuk
membangun kesejahteraan umat manusia. Kunci untuk mewujudkan impian bangsa Papua
adalah melalui pintu kemerdekaan total masuk ke “Tanah Suci Papua”. Karena itu, dari
sejak tahun 1940-an bangsa Papua memiliki cita-cita luhur untuk merdeka bebas dari segala
bentuk tirani penindasan.
Bangsa Papua sudah dan sedang melewati masa-masa suram dan paling berat.
Pengorbanan bangsa Papua tidak sedikit. Bangsa Papua sedang berlayar dari satu pangkuan
252
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

ke pangkuan dengan memikul beban penderitaan; yang menurut Pdt. Dr. Benny Giay:
“Papua bergerak dari satu episode ke episode berikutnya”. Dari pangkuan Belanda, ke
Pangkuan Jepang, dari Jepang kembali ke pangkuan Belanda, dari pangkuan Belanda,
bangsa Papua “dianeksasi” melalui invasi politik dan militer dipaksa masuk ke pangkuan
NKRI.
Pengalaman paling pahit kita alami selama Papua berada di dalam pangkuan NKRI.
Kita banyangkan selama 57 tahun Papua bersama NKRI. Setitik keadilanpun kita tidak
dapat dari NKRI, apalagi kedamaian. Keadilan dan kedamaian telah jauh dari harapan
Papua selama berada dalam NKRI. Walaupun Indonesia bersama sekutunya paksakan UU
OTSUS diterapkan di atas tanah ini untuk membungkam aspirasi politik Papua merdeka.
Tetapi Indonesia dan para sekutunya gagal meredam aspirasi politik Papua merdeka. Justru
di era OTSUS Papua, aspirasi politik Papua merdeka dari sisi kwalitasnya meningkat tajam.
NKRI dan sekutunya berpikir bahwa dengan diberikannya UU OTSUS, perjuangan
kemerdekaan bangsa Papua akan berhenti. Pandangan RI dan sekutunya ini sangat keliru.
Bangsa Papua berjuang bukan untuk OTSUS. Bangsa Papua berjuang untuk menegakkan
harga diri. Segala sesuatu dapat ditawar dan dibeli, tetapi harga diri suatu bangsa tidak bisa
digadaikan dengan barang duniawi apapun. Harga diri suatu bangsa itu hanya dapat
ditegakkan melalui kemerdekaan total. Sudah saatnya harga diri bangsa Papua untuk
ditegakkan. Kata Dr. Soctatez Sofyan Yoman, MA “saya bukan bangsa budak”. Melalui
berbagai dimensi kehidupan di tanah ini, bangsa Papua diperbudak oleh NKRI. Sudah 57
tahun kita diperlakukan bagaikan budak dari NKRI. Ada saatnya Papua diperbudak, tetapi
ada saatnya Papua bebas.

3. Allah di Pihak Papua


Papua berusia 57 tahun bertahan hidup bersama NKRI adalah usia yang cukup tua.
Pada usia senja ini, Tuhan telah mendengar tangisan, rintihan dan doa orang Papua; Tuhan
juga telah melihat air mata darah yang tercurah. Darah sekian juta orang Papua yang gugur
dari penjajahan ini, telah naik ke tahta Allah menuntut keadilan. TUHAN SUDAH
DENGAR dan LIHAT semua yang bangsa Papua alami. Sesungguhnya HAKIM AGUNG
(Allah) telah berdiri di ambang pintu untuk menghakimi Indonesia bersama sekutunya, dan
untuk memberi “anugerah” bagi bangsa Papua. Peringatan awal dari Allah sudah dimulai.
Ada tertulis: “Jika Allah dipihak kita, siapakah yang akan melawan kita?”
(Roma, 8:31). Allah siap membela masalah kita, Tuhan siap untuk memberi keadilan bagi
kita. Keberpihakan Allah itu ada syaratnya, yaitu: “kita hidup di dalam kekudusan dan
kebenaran Allah (hidup di dalam Tuhan artinya hidup kita berkenan kepada Allah).
Allah menghendaki kita menjadi umat-Nya yang dengar-dengaran pada Firman Tuhan.
Jika kita dengar-dengaran pada Firman Allah, percaya pada Tuhan, dan menjauhi
larangan-Nya, serta menaati firman-Nya, maka kita menjadi milik Kristus, artinya menjadi
ahli waris Kerajaan Allah, maka kita sudah berada di pihak Allah. Pertanyaannya adalah
kita saat ini berada di pihak mana? Apakah kita berada di pihak Allah? Ataukah kita berada

253
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

di pihak iblis? Jika kita berada di pihak Allah, maka Allah akan membela kita kapan saja, di
mana saja dan dalam masalah apa saja.
Mengapa Allah mau menyelamatkan bangsa Papua dari penindasan Indonesia dan
para sekutunya?
1). Pertama, “Allah mau selamatkan orang orang kudusnya dari kepunahan etnis –
Allah mau selamatkan sisa-sisa Papua dari ancaman bahaya kepunahan etnis”.
Allah melihat bahwa ada orang Papua yang hidup di dalam kekudusan dan
kebenaran Firman Allah; ada orang Papua yang dalam hidupnya mengandalkan
Tuhan dalam segala hal; ada orang Papua yang pasrah (beriman) dan
berpengharapan penuh hanya kepada Tuhan; ada pula orang asli Papua yang dengan
sungguh-sungguh bertahan pantang mundur dalam perjuangan ini, maka itu Allah
sedang bekerja dengan cara yang luar biasa untuk menyelamatkan sisa-sisa Papua.
Hal ini sesuai dengan rencana dan ketetapan Allah.
Camkanlah bahwa hanya orang-orang yang telah bertobat dan menguduskan dirinya
di dalam kebenaran Firman Tuhan, orang-orang itu saja yang akan ijinkan oleh
Tuhan untuk masuk ke Tanah Suci Papua; Dan sebaliknya, bagi yang belum
bertobat, tidak akan diijinkan oleh Tuhan untuk masuk ke Papua Baru - (akan ada
“malam pembersihan” bagi yang belum bertobat). Ini kehendak Allah. Kita tak
sanggup membatalkan ketetapan Allah.
Pembersihan tahap pertama sedang berlangsung, sasarannya kepada orang Papua
yang berperan sebagai mata-mata Indonesia dan memiliki ilmu hitam (yang punya
obat-obatan) yang sering bunuh sesama Papua. Sedangkan tahap kedua adalah
“malam pembersihan” dalam sekejap mata untuk orang Papua yang belum bertobat.
Pembersihan ini dilakukan oleh bala tentara Allah, yang terdiri dari: bala tentara
alam dan bala tentara Surga. Kedua kelompok pasukan ini dinamakan “Laskar
Kristus” di bawah pimpinan panglima yang mulia malaikat Mikhael.
2). Kedua, Allah mau menegakkan keadilan. Bangsa Papua sudah puluhan tahun
mengalami ketidak-adilan dari Indonesia dan para sekutunya. Banyak air mata darah
membasahi tanah ini. Air mata darah orang Papua itu telah naik ke tahta Allah untuk
menuntut keadilan dari Allah. Dan Allah telah mendengar seruan, tangisan dan
rintihan orang Papua, Allah juga telah melihat penindasan ini, maka Allah mau
menegakkan keadilan bagi bangsa Papua. Keadilan bagi Papua adalah keadilan
untuk dunia.
3). Ketiga, Allah punya rencana yang indah untuk Papua. Tentang rencana itu, Allah
telah berjanji di dalam Kitab Suci, terkait dengan nubutan-nubutan tertentu yang
belum digenapi, dan janji Allah melalui pewahyuan melalui para nenek moyang
maupun pewahyuan melalui para misionaris yang pernah bekerja di Tanah Papua,
serta pewahyuan kekinian kepada kita yang akan segera digenapi indah pada waktu
Tuhan.
Dengan tangan kuat-Nya, akan melepaskan bangsa Papua dari belenggu penjajahan
ini. Sejak tanggal 12, bulan 12, tahun 2012, pada jam 12 siang waktu Papua Tuhan telah
254
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

mengambil alih perjuangan ini. Pada hari itu, Sion Kids Papua melakukan pawai keliling
kota Jayapura. Sudah tujuh tahun lebih Tuhan telah bekerja melalui para abdi-Nya yang
digerakkan oleh Roh Kudus. Tuhan sudah siap untuk membebaskan bangsa Papua, karena
memang ini waktu-Nya.
Sekarang apa yang kita buat? Tuhan bersabda: “Carilah dahulu Kerajaan Allah
dan kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Matius 6:33).
Tuhan meminta bangsa Papua untuk menyiapkan diri menerima rahmat ini. Maka itu, kita
mengosongkan diri (sadar, menyesal, dan bertobat) serta berdamai dengan siapapun;
selanjutnya kita membuka hati kita untuk menerima rahmat dari Tuhan ini.
Kita tidak perlu takut dengan NKRI dengan segala macam perangkatnya; Takutlah
kepada Allah, takutlah pada perbuatan-perbuatan keji yang kita lakukan untuk melawan
Allah. Kita takut pada Allah berarti kita sadar akan dosa kita dan menyesal atasnya, serta
bertobat. Tuhan hanya meminta kita “sadar, menyesal dan bertobat” serta berdamai. Untuk
berhadapan dengan Indonesia dan para sekutunya, kita serahkan sepenuhnya kepada Allah.
Karena ini saatnya, Tuhan membebaskan bangsa Papua untuk mempersiapkan kedatangan
Yesus yang kedua kali ke dunia ini untuk memimpin kita Kerajaan 1.000 tahun.
Tuhan berfirman: “Jangan takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari
TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu
lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya. Tuhan akan berperang
untuk kamu, dan kamu akan diam saja” (Keluaran 14:13-14).
Nats di atas adalah janji Allah, ini sudah digenapi bagi bangsa Israel tradisonal. Dan
janji Allah itu akan digenapi juga untuk bangsa Papua, karena tentang hal ini Tuhan sudah
janji dalam pewahyuan kekinian, maka kita sungguh-sungguh imani dan yakini bahwa janji
Tuhan akan menjadi nyata pada waktu-Nya. Nats Kitab Suci di atas, mengingatkan dan
meneguhkan iman kita bahwa janganlah kita takut kepada kekuatan apapun di dunia ini;
Tuhan meminta kita PERCAYAlah dengan sungguh-sungguh atas kedaulatan dan
kekuasaan Tuhan yang maha dasyat. Ketika kita percaya dengan sungguh-sungguh kepada
Tuhan, maka mukjizat terjadi.
Perangkat Allah sudah siap tertata rapi. Tentang hal ini sudah menjadi rahasia
umum, artinya kepada orang Papua tertentu Tuhan telah menyampaikan rencana yang akan
dinyatakan itu melalui mimpi, penglihatan dan bahkan ada yang bertemu dengan para abdi-
Nya dan berbicara. Dan melalui perangkat Allah itu sedang mewujudkan rencana Allah itu
di bumi ini, khususnya di Tanah Papua.
Berbagai peringatan dini (awal) kepada Indonesia dan para sekutunya sudah dan
sedang disampaikan melalui berbagai malapetaka bahwa Allah sudah memihak Papua
untuk menyelamatkan sisa-sisa Papua, Allah mau memberikan keadilan bagi Papua, dan
dengan tujuan akhirnya adalah Allah mau mewujudkan rencana-Nya di tanah Papua.
Sesungguhnya tentang hal ini Indonesia sudah mengetahuinya, tetapi Indonesia selama ini
menutup mata. Baiklah! Indonesia sedang menunggu malapetaka yang lebih besar dari
Allah, dari situlah Indonesia akan membuka mata lebar-lebar. Luar biasa, Allah dasyat!

255
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

4. Meraih Kemenangan Iman


“Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala
sesuatu yang tidak kita lihat” demikianlah pengertian iman dalam kitab Ibrani 11:1.
Dengan iman memberi kita kepastian akan sesuatu yang diharapkan; dengan iman atas
tuntunan Roh Kudus kita dapat mengetahui sedikit rahasia Allah yang telah dimeteraikan.
Dengan iman kita dikuatkan untuk bangkit dan berjalan. Dengan iman yang kuat kita dapat
dibebaskan dari segala sesuatu yang membelenggu jiwa kita. Dengan iman, kita dapatkan
apa yang kita harapkan. Iman memiliki kekuatan yang melampaui kemampuan fisik
manusia. Beriman melampau akal budi manusia.
Ingatlah bahwa Indonesia dan para sekutunya benar-benar menguasai dan
menghancurkan segala sesuatu yang kita miliki, tetapi kita tidak boleh memberi ruang
kepada Indonesia dan para sekutunya untuk menghancurkan iman, pengharapan dan kasih
kita kepada Tuhan. Iman, pengharapan dan kasih adalah kekuatan kita untuk mengalahkan
semua bentuk tirani penindasan. Jika iman, pengharapan dan kasih kita dihancurkan, maka
ini adalah awal kehancuran bangsa Papua. Setiap orang asli Papua berdiri kokoh di atas
wadas “iman, kasih dan pengharapan”. Inilah dasar kita berpijak, bangkit, berdiri dan
berjalan menuju Kemenangan Iman bersama Tuhan menuju Tanah Suci Papua.
“Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti
pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya” (Mazmur 126: 6).
Hukum menabur dan menuai berlaku di sini. Bangsa Papua sedang berjalan maju dengan
menangis sambil menabur benih iman, pengharapan dan kasih, pasti kita akan pulang
dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkas kita: “KEMENANGAN IMAN –
REVOLUSI IMAN”.
Mengapa “Kemenangan Iman – Revolusi Iman”? Kekuatan bangsa Papua selama
ini terdapat dua sisi yang tidak bisa dipisahkan, bagai satu mata keping logam yang
memiliki dua sisi, yakni:
1) Pertama, aspek rohani: iman, kasih dan pengharapan. Apa yang diimani itu
diwujudkan dalam kasih (kasih pada sesama, alam lingkungan dan Allah), dan apa
yang diimani itu diyakini bahwa pasti akan terjadi atau pasti akan didapat, bahkan
diimani dan diyakini bahwa apa yang diperjuangkan itu sesungguhnya sudah
didapat, hanyalah menunggu waktu untuk hal itu dinyatakan oleh Tuhan, dan itulah
iman dan pengharapan kita hanya kepada Tuhan.
2) Kedua, aspek jasmani: “kesadaran, komitmen dan aksi nyata”. Timbulnya
kesadaran bahwa bangsa Papua sedang dijajah, maka mengambil komitmen untuk
berjuang, dan komitmen itu diwujudkan dalam tindakan nyata (terlibat) dalam
perjuangan ini, baik secara langsung dan tidak langsung.
Iman bangsa Papua telah dibakar dalam api yang membara untuk mendapatkan
iman murni, bagaikan emas dibakar dalam api yang membara untuk mendapatkan emas
murni. Sudah puluhan tahun iman bangsa Papua telah diuji dalam berbagai penderitaan
(pencobaan), dan sudah saatnya bangsa Papua ke luar sebagai pemenang “iman tulen” atau
iman sejati. Pengorbanan yang kita berikan untuk pembebasan ini, adalah harga yang harus
256
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

kita bayar; seperti emas memberi dirinya dibakar sampai mendapatkan emas yang murni;
demikianlah iman kita dibakar sampai mendapatkan “iman sejati” dalam pengorbanan kita.
Maka itu, kemenangan bangsa Papua yang akan diraih adalah KEMENANGAN
IMAN – REVOLUSI IMAN. Kemenangan itu adalah rahmat dari Allah Tritunggal bagi
bangsa Papua. Karena itu, janganlah kita bermegah (memukul dada); jika mau bermegah,
bermegalah dalam Tuhan. Dengan demikian, hanya kepada Allah Tritunggal sajalah, kita
berbakhti, memuji dan menyembah di dalam Roh dan Kebenaran.

5. Hukum Dasar dan Asas Keutamaan Papua


5.1. Hukum Dasar Papua
Hukum Dasar Papua atau Undang-Undang Dasar Papua (fundamental law) yang
dikehendaki oleh Allah berdasarkan pewahyuan kekinian kepada kami adalah 10
PERINTAH ALLAH ditambah dengan HUKUM KASIH, yang disingkat „ PA 10+ ‟. P
adalah Perintah; A adalah Allah. 10 adalah angka sepuluh; dan + adalah “tambah/plus”.

PA 10+ HUKUM DASAR PAPUA (HDP) atau UUDP


1. Akulah Tuhan Allahmu, jangan menyembah berhala;
2. Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan tidak hormat;
3. Kuduskanlah hari Tuhan;
4. Hormatilah Ayah-Ibumu;
5. Jangan membunuh;
6. Jangan mencuri;
7. Jangan menipu;
8. Jangan berzinah;
9. Jangan ingin berbuat cabul;
10. Jangan mengingini barang milik sesamamu manusia;
+ Hukum Kasih
Sepuluh Hukum Dasar itu disempurnakan dengan Hukum Kasih. Karena hukum
yang paling utama (terutama) adalah HUKUM KASIH. Hukum “Kasih” itu dalam ketaatan
dan kepatuhannya kepada dua subyek, yaitu: pertama, Subyek Ilahi adalah kepada Allah
Tritunggal (Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus). Hukum yang paling utama dan
yang pertama adalah: “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hati, dengan segenap
jiwa dan dengan segenap akal budimu” (Matius 22:37-38); kedua, Subyek Insani adalah
kepada sesama manusia. Hukum yang paling utama yang kedua ialah: “Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”, (Matius 22:39).
Arti kata „terutama‟ adalah „paling pokok, pertama sekali, paling penting‟;
Sedangkan kata „pertama‟ dan „kedua‟ menunjukkan urutan „penomoran‟. Kata „terutama‟
dibentuk dari dua yakni: „Ter‟ dan „Utama‟. „Ter‟ artinya paling. Sedangkan „utama‟
artinya pokok atau dasar. Jadi hukum yang „paling utama‟ dari semua hukum yang ada
adalah „Hukum Kasih‟ (Matius 22:40). Kasih itu menembus segala ruang dan waktu. Allah
menciptakan segala sesuatu atas dasar „kasih‟. Kasih Allah itu tersembunyi dan termeterai

257
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

di dalam semua ciptaan-Nya. Sumber „kasih‟ adalah Allah sendiri, dan „Kasih‟ itu adalah
Allah, (silahkan Anda baca dalam Kitab Suci I Korintus 13:1-13).
Kata kunci dari keseluruhan pengajaran Yesus adalah „kasih‟. Atas dasar „belas
kasih‟, Yesus berusaha menghadirkan suasana Surga di dunia ini. Suasana Surga adalah
„damai sejahtera‟. Damai sejahtera itu akan terwujud di bumi ini kalau ada „keadilan‟.
Keadilan itu terwujud di dunia ini karena ada „setitik belas kasih‟ dalam hati manusia.
„Belas kasih‟ menjadi „mahkota‟ dari keseluruhan pengajaran Yesus. Maka itu, „hukum
kasih‟ menjadi mahkota dari semua aturan hukum yang berlaku sepanjang sejarah hidup
manusia di dunia ini. Dengan lain kata: „hukum kasih‟ menjadi „topi‟ bagi keseluruhan
hukum yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Berikut ini kami mengutip kata Imam Karmelit Adrianus Pristiono, O.Carm: “Jika
hukum telah kehilangan mahkotanya – „belas kasih‟, maka hukum lebih menjadi beban dari
pada mensejahterahkan masyarakat”. Artinya tanpa adanya belas kasih, produk hukum
apapun tidak akan mampu mensejahterakan masyarakat. Tujuan pembuatan hukum adalah
untuk kebaikan hidup bersama. Maka spirit (roh) yang menggerakkan manusia dalam
pembuatan hukum adalah “belas kasih” dengan mempertimbangkan aspek “keadilan”.
Produk hukum yang dibuat tanpa mempertimbangkan aspek “keadilan” atas dasar
“belas kasih”, maka produk hukum apapun tidak akan mempu menciptakan damai sejahtera
di bumi ini. Jika dalam proses pembuatan hukum mempertimbangkan asas “keadilan”
dilandasi asas belas kasih, tetapi dalam penerapannya menyimpang (tidak sesuai) dengan
hukum yang ditetapkan, maka tentu produk hukum itu tidak akan membawa perubahan ke
arah yang lebih baik, yang ada adalah ketidak-adilan. Karena itu, dari awal proses
pembuatan hukum sampai penerapannya, pihak yang berwenang harus mempertimbangkan
asas keadilan atas dasar belas kasih untuk menciptakan damai sejahtera.
5.2. Asas Keutumaan Papua
Pengertian keutamaan adalah keunggulan atau keistimewaan (hal yang penting,
terbaik, unggul), kebaikan budi pekerti. Asas keutumaan ini adalah nilai-nilai luhur yang
dijiwai oleh Yesus dalam menjalankan misi perutusan Allah bagi penyelamatan dunia. Ada
dua belas Asas Keutamaan plus. “Plus” artinya ada satu asas yang hanya dilakukan oleh
Yesus satu kali untuk selamanya, yakni “Asas Penebusan”.
Bintang dua belas di bawah ini adalah lambang dari “kedua belas Asas Keutamaan”
itu; yang disebut Bintang Timur yang Gilang Gemilang dalam Wahyu 22:16 - b. Sedangkan
“Salib” di tengahnya melambangkan “Kemenangan Kristus”, Kristus yang telah
mengalahkan maut dan ke luar dengan Jaya sebagai Pemenang Abadi. Salib di tengah itu
adalah “Asas Penebusan” yang hanya dimiliki dan dibuat oleh Yesus Kristus; Ia (Kristus)
telah menebus kita umat manusia, satu kali untuk selama-lamanya. Melalui penebusan itu,
Yesus membuat “perjanjian baru” dengan kita umat manusia. Perjanjian baru itu
dimeteraikan dengan darah Yesus satu kali untuk selamanya. Salib adalah lambang
kemenangan Kristus atas maut, dan kemenangan umat manusia yang percaya pada Yesus.
Penebusan itu terjadi karena dasarnya belas kasih-Nya kepada umat-Nya, artinya dengan

258
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

darah yang tertumpah, Yesus menebus umat manusia yang percaya kepada-Nya satu kali
untuk selamanya, menjadi ahli waris Kerajaan Surga
Yang penting bagi kita adalah PERCAYA bahwa Yesus adalah Jalan, Kebenaran
dan Kehidupan; berikut ini kata Yesus: “AKUlah JALAN, dan KEBENARAN dan
HIDUP. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”
(Injil Yohanes 14:6). Ini adalah maklumat Yesus tentang diri-Nya yang adalah “Firman
Allah (Kebenaran) yang telah menjadi manusia, untuk membawa umat manusia melalui
diri-Nya (Jalan), untuk berbahagia bersama Tuhan di Surga (Hidup). Ingatlah: “Tubuh
tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati”
(Yakobus 2:26).

12 ASAS KEUTAMAAN+

1) Asas Keimanan 7) Asas Pengharapan


2) Asas Kesetiaan 8) Asas Solidaritas
3) Asas Kebenaran 9) Asas Kebebasan
4) Asas Keadilan 10) Asas Kesederhanaan
5) Asas Kejujuran 11) Asas Kerendahan hati
6) Asas Kedamaian 12) Asas Kasih
+ Penebusan Oleh Yesus vs + Kebakhtian oleh Kita

Arti kata „asas‟ adalah dasar, dasar cita-cita, atau hukum dasar. Mari kita memahami
pengertian dari masing-masing asas keutamaan di atas.
1) Pertama, Keimanan. Pengertian keimanan/ ketakwaan; iman adalah kepercayaan
atau keyakinan terhadap Allah Tritunggal (Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah Roh
Kudus); Takwa berarti kita menjalankan segala perintah Tuhan, dan kita juga
menjauhi segala macam larangan Tuhan. Iman adalah dasar dari segala sesuatu
yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibrani
11:1). Keimanan sebagai keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan
apa yang dimaksud iman.

2) Kedua, Kesetiaan adalah berpegang teguh pada janji, pendirian, patuh dan taat
bagaimanapun berat tugas yang harus dijalankannya (KBBI). Dalam perjanjian
lama, kesetiaan adalah kokoh, tidak tergoyahkan, tidak berubah sikap. Dalam
perjanjian baru kesetiaan adalah dapat dipercaya, taat, orang percaya atau orang
beriman yang taat pada perintah Allah. Kesetiaan sebagai keutamaan adalah sikap
dan tekad untuk melaksanakan apa yang dimaksud setia.

3) Ketiga, Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan obyek; dapat


diartikan juga kebenaran adalah suatu pendapat atau perbuatan seseorang yang
sesuai (atau tidak ditolak oleh) orang lain dan tidak merugikan diri sendiri.
259
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Kebenaran lawan dari kekeliruan. Ada dua jenis kebenaran, yaitu: kebenaran mutlak
(absolut) dan kebenaran relatif. Kebenaran mutlak hanya ada pada Tuhan dan
bersumber dari Tuhan (doktrin/ajaran Agama), sedangkan kebenaran relatif adalah
kebenaran duniawi. Kebenaran sebagai keutamaan adalah sikap dan tekad untuk
melaksanakan apa yang benar.

4) Keempat, Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu
hal, baik menyangkut benda/ orang. Arti lain keadilan adalah meletakkan segala
sesuatu pada tempatnya atau sesuai dengan porsinya. Adil tidak merata berlaku bagi
semua orang, tetapi sifatnya sangat subyektif. Keadilan juga bisa diartikan suatu hal
yang berkaitan dengan sikap dan tindakan dalam hubungan manusia yang berisi
sebuah tuntutan, agar antar sesama mendapatkan perlakuan sesuai hak dan
kewajibannya.

Lain kata keadilan adalah pengakuan dan perlakuan seimbang antara hak dan
kewajiban. Kalau kita mengakui hak hidup kita, maka sebaiknya kita wajib
mempertahankan hidup dengan bekerja keras tanpa merugikan orang lain. Karena
orang lainpun memiliki hak hidup seperti kita. Jika kitapun mengakui hak hidup
orang lain, kita wajib memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
mempertahankan hak hidup mereka sendiri. Jadi keadilan pada pokoknya terletak
pada keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan
kewajiban.

Keadilan menurut Aristoteles adalah memberikan sesuatu kepada setiap orang


sesuai dengan apa yang menjadi haknya. Menurut Magnis Suseno keadilan adalah
keadaan manusia yang diperlakukan sama, yang sesuai dengan hak serta
kewajibannya masing-masing. Artinya, memberikan kepada setiap orang yang
menjadi haknya, seperti hak untuk hidup, hak untuk pendidikan, hak untuk kerja,
dll.

Pada prinsipnya, keadilan menunjuk pada suatu “keadaan”, “tuntutan” dan


“keutamaan”. 1) Keadilan sebagai keadaan menyatakan bahwa semua pihak
memperoleh apa yang menjadi hak mereka dan diperlakukan sama. Semua orang
diperlakukan secara adil; 2) Keadilan sebagai tuntutan adalah menuntut agar
keadaan keadilan itu diciptakan baik dengan mengambil tindakan yang diperlukan
maupun dengan menjauhkan diri dari tindakan yang tidak adil; 3) Keadilan sebagai
keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa yang dimaksud adil.

5) Kelima, Kejujuran adalah dapat dipercaya dan ketulusan hati, tidak berbohong
(berkata apa adanya), tidak curang (misalnya dalam permainan, dengan mengikuti
aturan yang berlaku), atau kelurusan hati, tulus, juga ikhlas. Kejujuran sebagai
keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa yang dimaksud jujur.

6) Keenam, Kedamaian adalah keadaan damai, suasana kehidupan yang aman


tenteram, suka cita. Suasana tanpa kekerasan dan tanpa perang, suasana

260
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

keharmonisan dengan diri, sesama, alam semesta, leluhur dan Tuhan (keharmonisan
tatanan kosmos, manusia dan Tuhan). Keadaan tidak bermusuhan, rukun, tenang.
Kedamaian sebagai keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa
yang dimaksud damai.

7) Ketujuh, Pengharapan adalah sesuatu yang diharapkan. Keinginan supaya menjadi


kenyataan, orang yang diharapkan atau dipercaya, keinginan supaya sesuatu terjadi,
mohon, minta, hendaklah, meminta supaya. Kita sebagai orang percaya (beriman),
dan berpengharapan kita hanya kepada Allah Tritunggal (Allah Bapa, Allah Putra,
dan Allah Roh Kudus). Pengharapan adalah dasar dari iman. Pengharapan sebagai
keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa yang dimaksud
pengharapan.

8) Kedelapan, Solidaritas adalah rasa kebersamaan, rasa kesatuan kepentingan, rasa


simpati sebagai salah satu anggota dari kelas yang sama, kepentingan bersama,
perasaan setia kawan, satu rasa, senasib, atau perasaan solider. Solidaritas sebagai
keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa yang dimaksud solider.

9) Kesembilan, Kebebasan adalah kondisi dimana individu memiliki kemampuan


untuk bertindak sesuai keinginannya, dalam hal ini tidak dimaksud kebebasan
seluas-luasnya, tapi tentu ada batasan kebebasan oleh ketentuan hukum. Keadaan
bebas atau kemerdekaan. Kebebasan sebagai keutamaan adalah sikap dan tekad
untuk melaksanakan apa yang dimaksud bebas.

10) Kesepuluh, Kesederhanaan kata dasarnya adalah sederhana, artinya bersahaja,


tidak berlebih-lebihan, sedang dalam arti pertengahan (tidak tinggi, tidak rendah,
dan sebagainya), tidak banyak seluk beluk, tidak banyak pernik, hidup apa adanya,
dan lugas. Kesederhanaan sebagai keutamaan adalah sikap dan tekad untuk
melaksanakan apa yang dimaksud sederhana.

11) Kesebelas, Kerendahan hati ialah suatu sikap menyadari keterbatasan kemampuan
diri dan ketidak-mampuan diri sendiri, sehingga dengannya seseorang tidak angkuh,
dan tidak pula sombong. Arti lain adalah orang yang memiliki sifat baik hati, suka
menolong, dan juga peduli terhadap sesama manusia. Kerendahan hati sebagai
keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa yang dimaksud rendah
hati.

12) Kedua belas, Kasih adalah perasaan sayang (cinta, suka), memberi, cinta kasih,
perasaan iba, belarasa, belas kasih, persahabatan yang mempersatukan kita dengan
Allah. Kasih sebagai keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa
yang dimaksud belas kasih.
Penebusan, kata dasarnya tebus yang berarti: memperbaiki kesalahan (dosa, dan
sebagainya) dengan berbuat jasa, kebaikan; memulihkan kekalahan (kerugian); membalas
(jasa, kebaikan, karunia); menepati atau menunaikan (janji, perkataan, cita-cita, nazar) yang
telah diucapkan. Maka, arti tebusan adalah bayaran untuk membebaskan seseorang atau
261
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

untuk membeli kembali sesuatu. Menurut Alkitab tebusan juga berarti bayaran yang
sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan. Tuhan Yesus menebus kita umat manusia
satu kali untuk selama-lamanya melalui darah-Nya yang tercurah di atas kayu salib, yang
kita sebut „Asas Penebusan‟. Yesus telah menebus kita menjadi umat kepunyaan-Nya,
maka dari pihak kita dituntut untuk PERCAYA dan BERKARYA. Penebusan Yesus itu,
kita membalasnya dalam dan melalui „kebakhtian‟ kita.
Kebakhtian; Pengertian kebakhtian menurut KBBI adalah: 1) Rasa tunduk dan
khidmat, perbuatan (pekerjaan) bakti, kesetiaan; 2) Perbuatan baik; 3) Upacara agama
dalam Gereja (berdoa, menyanyikan puji-pujian).
Kebaktian kita melalui penjiwaan dan kepatutan atas dua belas keutamaan yang
dijiwai oleh Yesus dalam hidup-Nya. Menjiwai berarti kita melaksanakan 12 Asas
keutamaan itu melalui „kebakhtian‟ kita. „Kebaktian‟ kita dalam dua bentuk, yaitu dalam
„kata‟ – perkataan yang baik dan benar, dan dalam „perbuatan‟ - yang baik dan benar.
Melalui perkataan dan perbuatan yang baik dan benar dalam hidup kita, maka kita
memancarkan dua belas keutamaan yang dijiwai oleh Yesus itu.
Dengan melaksanakan 12 Asas Keutamaan itu, kita turut serta dalam panggilan
Tuhan untuk memikul Salib melalui kebakhtian kita yaitu perkataan dan perbuatan yang
mendatangkan kebaikan untuk semua. Singkat kata: Yesus menebus kita satu kali untuk
selamanya, maka dari pihak kita membalas penebusan itu melalui „pengorbanan‟ kita dalam
melayani sesama dan Tuhan demi kemulian nama Tuhan.

5.3. Tujuh Jalan Meraih Kesuksesan


Tujuh jalan meraih kesuksesan disebut SAPTA MARGA+ (dibaca „Sapta Marga Plus‟):
1. Kepala (otak – akal budi) : berpikir yang baik dan benar;
2. Hati nurani: memahami (menimbang) yang baik dan benar;
3. Mata : melihat yang baik dan benar;
4. Mulut: berbicara yang baik dan benar;
5. Telinga: mendengar yang baik dan benar;
6. Tangan: memegang yang baik dan benar;
7. Kaki : berjalan yang baik dan benar.
+ Meraih kesuksesan, keberhasilan, kemenangan, mahkota dan kemuliaan.
Berikut ini pengertian kata “baik” menurut KBBI: 1). Elok, patut, teratur (apik, rapi,
tidak ada celanya, dan sebagainya); 2). Mujur, beruntung (tentang nasib); menguntungkan
tentang kedudukan dan sebagainya; 3). Berguna, manjur (tentang obat dan sebagainya)
(kata sifat); 4). Tidak jahat (tentang kelakuan, budi pekerti, keturunan, dsb), jujur (kata
sifat); 5). Sembuh, pulih (tentang luka, barang yang rusak, dsbnya); 6). Selamat (tidak
kurang suatu apa) kata sifat; 7). Selayaknya, sepatutnya (kata sifat); 8). Untuk menyatakan
(partikel); 9). Kebaikan, kebajikan (kata benda).
Pengertian “benar” menurut KBBI adalah: 1). Sesuai sebagaimana adanya
(seharusnya), betul, tidak salah; 2). Tidak berat sebelah, adil; 3). Lurus hati; 4). Dapat

262
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

dipercaya (cocok dengan keadaan yang sesungguhnya), tidak bohong; 5). Sah; 6). Sangat,
sekali, sungguh.
Berikut ini cara kerja dari sistem organ tubuh manusia: Panca indra (mata, telinga,
hidung, lidah dan kulit) adalah bagian organ khusus untuk menerima segala jenis rancangan
mentah tertentu dari luar tubuhnya. Panca indra memiliki saraf yang berfungsi sebagai alat
perantara agar dapat membawa kesan dari sebuah rasa (sensori impression), selanjutnya
sensor (sinyal) dari panca indra tersebut diteruskan ke otak di mana otak merupakan tempat
perasaan itu diterjemahkan sebagai penglihatan, suara (pendengaran), penciuman, rasa,
sentuhan (peraba).
Misalnya, mata melihat suatu hal, dan mengirimkan informasi ke otak (pikiran), lalu
otak mengolah informasi itu lalu dikirim ke hati nurani untuk menimbang: apakah layak
dilakukan atau tidak layak. Setelah hati nurani mengolah info itu, dikirim kembali ke otak
(pikiran); jika informasi itu mau dilakukan, maka pikiran (otak) perintahkan kepada tangan
atau kaki, atau mulut, atau anggota badan lainnya untuk diwujudkan dalam tindakan (aksi
nyata). Demikian pula cara kerja anggota badan yang lain.
Manusia adalah makhluk paling mulia di antara makhluk ciptaan yang lain. Allah
melengkapi manusia dengan akal budi dan hati nurani untuk membedakan baik/tidak baik,
salah /benar, layak/ tidak layak, pantas/tidak pantas. Sebelum melakukan sesuatu (aksi),
terlebih dahulu dipikirkannya di otak dan menimbangnya di hati nurani.
Pengendali dari seluruh aktifitas tubuh manusia adalah terletak di akal budi (otak).
Daya timbangnya ada dalam hati nurani. Otak hanya berpikir saja, tetapi daya timbang
„layak atau tidak layak, baik dan tidak baik‟, berada dalam hati nurani manusia. Mata
adalah jendela dunia untuk melihat hal-hal yang nampak, tetapi hati nurani adalah jendela
jiwa untuk melihat hal-hal yang tidak nampak.
Hati adalah tempat bersemayamnya (tempat tinggalnya) Allah Bapa, Allah Putra
dan Allah Roh Kudus. Agar Tuhan ambil tempat (bertahta) dalam hati kita, apa yang kita
lakukan? Kita bersihkan hati dari segala macam kotoran. Apa itu kotoran? Kotoran dalam
hati kita adalah perbuatan-perbuatan kita yang tidak sesuai dengan perintah-perintah Allah,
seperti mencuri, membunuh, berbuat zinah/ cabul, tidak ikut ibadat pada hari Minggu,
togel, main judi, minum minuman keras, tidak hormati orang tua, menipu, iri hati,
kecemburuan tanpa bukti, dendam kesumat, sombong/ angkuh, menjadi mata-mata
Indonesia (jadi Yudas), menyembah berhala, sumpah palsu, tukang sihir, dan lain-lain.
Tuhan itu suci dan kudus. Tuhan itu tidak bisa tinggal di dalam hati yang penuh
dengan kotoran. Agar Tuhan ambil tempat dan buat rumah permanen dalam hati kita, maka
kita harus sadar. Apa itu sadar? Sadar adalah sikap kita untuk mengerti dan memahami
bahwa hidup kita tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, artinya sadar bahwa kita berada
dalam dosa.
Setelah kita sadar, sikap berikutnya adalah kita menyesal. Apa itu menyesal?
Menyesal atas semua perbuatan tidak baik yang kita lakukan dalam hidup kita. Lalu kita
mengakui segala kesalahannya kepada Allah dalam doa, kita memohon kepada Tuhan
untuk mengampuni dosanya. Itu berarti kita sudah ambil keputusan untuk tidak berbuat
263
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

dosa lagi. Lalu berdoa undang Tuhan dalam hati kita agar Tuhan tinggal menetap dalam
hati kita.
Kalau kita berbuat dosa lagi, maka Tuhan akan ke luar dari hati kita. Agar Tuhan
masuk kembali, kita harus sadar bahwa sudah buat dosa lagi, maka kita menyesal lalu
mengaku kepada Tuhan dan undang Tuhan kembali lagi ke dalam hati kita. Tetapi, jangan
kita terus menerus buat dosa, tidak boleh permainkan kasih karunia Tuhan pada kita, jangan
kita main-main dengan Tuhan, seperti anak kecil masuk ke luar dari dalam rumah.
Kalo hati kita sudah bersih, maka Roh Kudus yang ada di dalam hati kita, akan
memimpinnya ke dalam seluruh kebenaran dan kehendak Allah. Roh Kudus akan
membimbing kita untuk melakukan hal-hal baik sesuai kehendak Tuhan. Roh Kudus akan
memberi tahu kepada kita mana yang baik, dan mana yang tidak baik, mana yang layak kita
lakukan dan mana yang tidak layak, mana yang benar dan mana yang tidak benar.
Kebenaran Allah itu berada di dalam hati manusia yang bersih, yang rajin membaca firman-
Nya serta dengar-dengaran pada Firman Allah.
Misalnya, kalau kita berpikir untuk melakukan sesuatu, lalu dalam hati kita
muncul perasaan tidak enak atau ingatkan kita untuk tidak boleh lakukan hal itu
karena hal itu jahat, yang ingatkan kita itu suara hati – suara Roh Kudus, maka kita
tidak boleh lakukan hal itu. Kalau kita berulang kali tidak dengar suara hati – suara
Roh Kudus itu, lalu melakukan banyak dosa, maka Roh Kudus akan keluar dari hati
dan tinggalkan kita. Suara Roh Kudus dalam hati kita itu suaranya lembut, maka itu
kita harus tajamkan pendengaran kita, agar kita bisa dengar baik suara Roh Kudus
yang lembut dalam hati kita.
Segala sesuatu yang kita buat dalam hidupnya, semuanya disimpan di dalam hati.
Entah perbuatan baik atau tidak baik. Kita melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, maka
kita simpan dalam hatinya hal-hal yang baik; tetapi sebaliknya, jika kita buat hal-hal yang
tidak baik, maka kita simpan hal-hal yang tidak baik dalam hatinya.
Misalnya, kalau tangan kita mencuri sesuatu barang, maka hasil dari perbuatan
tangan itu diserahkan ke hati untuk disimpan, kalau kita menipu sesama, maka apa yang
dihasilkan oleh mulut itu diserahkan kepada hati untuk disimpan. Kalau kita membantu
orang yang susah, perbuatan baik itu disimpan dalam hatinya.
Singkatnya, apapun perbuatan kita, entah itu baik atau jahat, semuanya disimpan
dalam hati kita, dengan kata lain: “kita menabung dalam hati”. Nanti pada waktu akhir
zaman, di pengadilan terakhir Roh Allah yang ada dalam hati akan bersaksi, akan beritahu
semua yang kita buat, entah itu baik atau tidak baik kepada Allah. Karena itu, inilah saatnya
untuk kita keluarkan semua kotoran (dosa) dari dalam hatinya. Lalu berbuatlah kebaikan
(pekerjaan-pekerjaan baik) yang dapat diterima oleh Allah.
Semua gerakan tubuh kita terpusat di otak dan hati kita; maka gunakan akal budi
dan hati nurani kita dengan baik dan benar untuk berbuat kebaikan. Kita harus “berani
menolak” dan “kita katakan tidak” terhadap perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan
perintah Tuhan. Maka itu, kendalikan akal budi (pikiran) dan hati nurani kita dengan baik
dan benar agar apapun yang kita lakukan itu mendatangkan kebaikan untuk diri sendiri dan
264
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

sesama manusia untuk mencapai kesuksesan (keberhasilan) di dunia dan untuk meraih
mahkota kemuliaan dari Tuhan di akhirat nanti.

6. Kesimpulan
Doa Yesus: “Aku telah memberi firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci
mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Aku tidak
meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau
melindungi mereka dari pada yang jahat. Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku
bukan dari dunia. Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah
kebenaran. Sama seperti Engkau mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku
mengutus mereka ke dalam dunia; dan Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya
merekapun dikuduskan dalam kebenaran”, (Injil Yohanes 17: 14-19).
“Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan
kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu”,
demikianlah firman Yesus dalam Injil Yohanes 8: 31-32. Kalau kita dengar-dengaran pada
Firman Tuhan, maka kita menjadi murid Yesus; kalau kita benar-benar menjadi murid
Yesus, maka kita akan mengetahui kebenaran dan kehendak-Nya. Roh Kudus akan
menuntun kita untuk memahami kebenaran dan kehendak Tuhan.
Apa itu kebenaran? „Kebenaran adalah Firman Tuhan‟ (Injil Yohanes 17:17). Ingat,
Yesus adalah JALAN, KEBENARAN dan HIDUP. Jika kita sudah memiliki Yesus yang
adalah jalan, kebenaran dan hidup, maka kita akan dimerdekakan. Dimerdekakan dari apa?
Dimerdekakan terutama dari perbudakan tirani dosa, dan turunannya adalah dari
perbudakan tirani pemerintah dan tirani swasta yang bertentangan dengan kehendak Tuhan.
Dan apa itu kehendak Tuhan? Kehendak Tuhan adalah kemauan atau keinginan
atau harapan yang keras dari Tuhan untuk kita lakukan. Apapun perbuatan baik yang Tuhan
kehendaki untuk kita lakukan dalam kehidupan kita. Jikalau kita mau mengetahui kehendak
Tuhan, maka ada beberapa syarat harus dipenuhi. Adapun syarat-syarat itu, antara lain:
1) Pertama, kita harus pastikan bahwa kita adalah pengikut Kristus yang setia;
2) Kedua, kita hidup dalam ketaatan dalam Firman Tuhan, hidup dalam kebenaran
Firman Tuhan, atau menguduskan diri di dalam kebenaran Allah, karena dosa dan
kesalahan kita akan menghalangi kita memahami kehendak Tuhan;
3) Ketiga, dari dalam diri kita harus ada kemauan yang kuat untuk mengetahui
kehendak Tuhan, dan hal itu didukung dengan doa-puasa (mati raga) supaya Tuhan
menunjukkan kehendak-Nya;
4) Keempat, dalam diri kita harus adanya kemauan yang kuat untuk melakukan
kehendak Tuhan itu, artinya apapun yang Tuhan perintahkan, kita siap menurutinya.
Bagaimana caranya kita mengetahui kehendak Tuhan? Dalam Alkitab kita akan
menjumpai ada banyak tanda kehendak Tuhan itu dinyatakan, antara lain: penggunaan
urim-tumim (membuang undi), penampakan, nubuatan dalam penglihatan atau dalam
mimpi, malaikat berbicara langsung, tiang awan-tiang api, Tuhan atau Roh Kudus berbicara

265
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

langsung), meminta tanda, melalui nabi (pelihat), adanya ketenangan dan kesucian dalam
hati kita untuk mendengar suara hati (suara Roh Kudus yang lembut itu), dan mencari
kehendak Tuhan dalam Alkitab dengan membacanya dengan tuntunan Roh Kudus. Bukan
sekedar membaca Alkitab, tetapi membaca dengan sungguh-sungguh dan dengan tuntunan
Roh Kudus. Tanpa tuntutan Roh Kudus, kita tidak akan mampu memahami kehendak
Tuhan dalam Alkitab.
Akhirnya yang paling penting adalah hati kita benar-benar siap menerima kehendak
Tuhan dan apapun yang akan diperintahkan-Nya siap untuk dilakukannya. Artinya dalam
keadaan/ situasi apapun, di manapun, dan kapanpun kita siap untuk melaksanakan apapun
yang Tuhan perintahkan untuk kita lakukan. Karena itu, di sini dibutuhkan komitmen kita
yang amat kuat, dibutuhkan kesetiaan yang tulus, iman dan pengharapan yang kuat, serta
dibutuhkan pengorbanan apapun: waktu, tenaga, pikiran, perasaan, materi, tugas, bahkan
penderitaan atau kesukaran, ujian-tantangan, dan sejenisnya, serta bahkan nyawapun siap
diperaturahkan kalau itu Allah perkenannya; Yesus bersedia mati bagi kita karena taat pada
kehendak Allah. Demikianlah berapa hal yang bisa diterapkan, jika kita punya kemauan
yang kuat untuk memahami rencana Tuhan, dan dengan sunguh-sungguh kita mau
melaksanakan kehendak Tuhan itu.
“Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan
ditambahkan kepadamu”, kata Yesus (Matius 6:33). Apakah yang kita cari dalam hidup
kita saat ini? Dalam konteks Papua: kita mau merdeka bebas dari segala macam tirani
perbudakan, baik bebas dari perbudakan dosa, bebas dari tirani pemerintah dan adat yang
bertentangan dengan kehendak Tuhan. Jika kita cari itu, maka Tuhan bilang: “carilah
dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya”, artinya kita sadar akan segala salah dan dosa
kita, menyesal atas semuanya itu, lalu mengaku segala kesalahan kita kepada Allah dan
memohon pengampunan dari Allah (bertobat), lalu hiduplah dalam kebenaran Firman
Tuhan; atau menguduskan diri kita di dalam kebenaran dan ketaatan pada Firman Tuhan.
Lalu kita juga perlu sadar akan penindasan ini, lalu ambil sikap (komitmen)
untuk berjuang, dan sikap itu diwujudkan dalam tindakan nyata, yaitu terlibat dalam
perjuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tunggu apa lagi, inilah saatnya:
 Sadar akan dosa, menyesal atasnya, mengaku kepada Allah untuk mendapat
pengampunan, dan bertobat;
 Kita juga sadar akan penindasan ini, ambil sikap dan berjuang (terlibat)
secara langsung atau tidak langsung.
 Maka apa yang kita cari selama ini, Tuhan akan berikan kepada kita dengan cuma-
cuma (merdeka secara jasmani dan rohani).
 Kita akan terima itu sebagai “kemenangan iman” atas rahmat dari Tuhan, bukan
karena kemampuan dan kebolehan kita.
Sesuai kehendak Tuhan berdasarkan pewahyuan kekinian: Kelompok kambing
“orang Papua yang tidak bertobat, tidak akan diijinkan masuk ke Tanah Suci Papua; Hanya
kelompok domba “orang Papua yang sudah bertobat dan warga lain tertentu yang sudah
266
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

bertobat yang ditentukan oleh Allah” sajalah yang akan diijinkan masuk ke Tanah Suci
Papua untuk menikmati anugerah dari Tuhan sedikit waktu; Waktu itu diberikan kepada
Papua sebagai “masa transisi”, untuk mempersiapkan JALAN bagi kedatangan Yesus,
yang akan datang ke dunia ini, untuk memimpin Kerajaan 1.000 tahun.

“Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh


kepada jemaat-jemaat” (Wahyu 3:22); Kata Yesus: “Setiap orang yang
mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia (Yesus), ia akan diampuni,
tetapi barang siapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni” (Injil
Lukas 12:10).

Kesaksian dan pewartaan dalam tulisan ini adalah melalui penglihatan dan dari
Roh Kudus (pewahyuan), siapa menghujat Roh Kudus, akan ada akibatnya.
Terpujilah Tuhan kekal hingga kekal, Amin.

267
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

„JALAN SUNYI‟

S urya merendah, ku terhempas antara tembok trali besi


Terdengar suara menggema lembut dalam kalbu ku
Ku membuka jendela jiwa menangkap suaraNya
Budi ku tersayat bagai tertusuk jarum
Jiwa ku kaget bagai disambar petir
Tak pernah ku terbayang akan hal itu
Budi ku merontak tak pedulikan„Nya‟
Tapi kalbuku mendesak taat pada„Nya‟

Jalan manakah yang ku pilih?


Jalan budi ataukah jalan sukma?
Ku dengar suara kalbu ku
Walau budi merontak, ku pilih jalan sukma
Jalan sukma adalah jalan sunyi
Ku yakini di ujung jalan suka cita menanti

Ku menghilang, ku menyingkir, ku menepi


Suara ku menghilang di dunia maya
Di dunia nyata kabar ku pun sirnah
Ku temui para abdi„Nya‟ di jalan sunyi
Berbagi cita, rasa, karsa bersamanya
Ku eratkan tali kasih dengan„Nya‟
Seraya banting tulang menata wahana keramat„Nya‟

Hari demi minggu, bulan demi tahun berlalu


Enam tahun lebih berlalu sudah, suara ku di penjara-Nya
Suara itu kembali menggema lembut dalam kalbu ku
Ku buka jendela jiwa menangkap suara„Nya‟
“Tiba saatnya kembali bersuara lagi”, kata‟Nya‟
Tapi bersuara dengan cara yang berbeda
Dengan cara yang dikendaki„Nya‟
Jalan sunyi, jalan sukma, jalan misteri, jalan penuh pengharapan.
Port Numbay - Papua, 25 Januari 2020
Selpius Bobii

268
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bagian Empat

Bottom Line
“Bangsa Papua „Lahir Baru‟ di Dalam Tuhan”

Selpius Bobii

Wirewit Study Centre

269
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

DEKLARASI PEMULIHAN BANGSA PAPUA


‘LAHIR BARU DI DALAM TUHAN’

„Syukur bagi-Mu Tuhan‟

Dengan ini, atas mandat YAHWE (Elohim) melalui Yesus Kristus yang memegang kuasa penuh di bumi
dan di surga, atas nama bangsa Papua, saya menyatakan Pemulihan Manifesto deklarasi Kebangsaan
dan Kemerdekaan bangsa Papua yang dinyatakan pada tanggal Sembilan Belas Oktober Seribuh
Sembilan Ratus Enam Puluh Satu yang dirayakan dan diumumkan secara resmi pada tanggal Satu
Desember Seribuh Sembilan Ratus Enam Puluh Satu sebagai hari kemerdekaan bangsa Papua yang
ditandai dengan Upacara pengibaran Bendera Bintang Fajar, diiringi lagu kebangsaan „Hai Tanahku
Papua‟.

Melalui deklarasi pemulihan ini, bangsa Papua pulau besar ini dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, atas
kehendak YAHWE, saya menyatakan bangsa Papua lahir baru di dalam Tuhan yaitu merdeka berdaulat
penuh secara jasmani dan rohani di dalam Kerajaan Transisi Papua, untuk mewujudkan damai sejahtera
lahir bathin dan untuk mempersiapkan kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali ke dunia ini, yang akan
memimpin Kerajaan 1.000 tahun, serta untuk memelihara perdamaian dunia.

Untuk itu, saya menyerukan kepada Negara-negara di dunia dan Perserikatan Bangsa Bangsa, segera
mengakui kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua Satu Desember Seribuh Sembilan Ratus Enam Puluh
Satu yang dipulihkan kembali melalui Deklarasi hari ini, untuk memutuskan mata rantai pemusnahan
etnis Papua dengan perlahan-lahan oleh Negara Indonesia. Hal hal mengenai pemindahan kekuasaan
pemerintahan dan lain-lain dari Negara Indonesia kepada Kerajaan Transisi Papua, akan dilaksanakan
atas bantuan YAHWE – ELOHIM, melalui Yesus Kristus dengan perantaraan Roh Kudus indah pada waktu-
Nya.

Hollandia (Port Numbay Jayapura) - Papua, Selasa 1 Desember 2020

Atas nama bangsa Papua

SELPIUS BOBII

270
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

BANGSA PAPUA ‘LAHIR BARU’ DALAM TUHAN


„Syukur bagi-Mu Tuhan, Kau beri Tanahku, Kau beri rajin juga sampaikan maksud-Mu‟

B ahwa sesungguhnya “harga diri” adalah kodrat asali manusia yang serupa dan segambar
dengan Allah pencipta yang berkodrat Ilahi: maha suci, maha kudus, maha murni dan maha
mulia. Manusia memiliki tubuh, jiwa dan roh yang berbeda dengan makhluk ciptaan lain-Nya
di bumi. Allah melengkapi manusia dengan akal budi sebagai pusat daya berpikir dan hati nurani
sebagai pusat daya timbang. Karena itu, nilai manusia tak dapat dibandingkan atau diukur dengan
barang dunia apapun.
Bahwa kesucian, kekudusan, kemurnian dan kemuliaan yang adalah kodrat asali manusia yang
segambar dan serupa dengan Allah itu dikotori dan derajatnya dijatuhkan oleh Adam dan Hawa sejak
melanggar perintah Allah. Kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa adalah kejatuhan derajat (kodrat)
manusia itu, namun karena begitu besar kasih Allah bagi dunia ini, maka Allah mengutus Yesus sebagai
Adam baru untuk mengangkat derajat manusia ke level yang semula.
Bahwa dalam perjalanan sejarah bangsa-bangsa di dunia, telah melakukan berbagai macam dan
bentuk pelanggaran kejahatan terhadap insan manusia yang adalah segambar dan serupa dengan Allah
itu. Kekerasan di atas kekerasan telah melanda dunia mengakibatkan milyaran manusia bersimpah
darah dalam perjalanan sejarah dunia. Lebih khusus lagi dalam perjalanan hidup bangsa Papua;
manusia Papua tidak dihargai dan dihormati sebagai insan manusia yang serupa dan segambar dengan
Allah. Kejahatan kemanusiaan kepada bangsa Papua berawal dari aneksasi Papua ke dalam NKRI
secara sepihak untuk menjajah dan menjarah (kepentingan politik, ekonomi dan keamanan semata).
Bahwa perjuangan bangsa Papua adalah perjuangan untuk menegakkan harga diri, agar kodrat
asali manusia itu dihargai dan dihormati oleh siapapun dan di manapun di dunia ini. „Harga diri
manusia‟ berada di atas segala kepentingan apapun, karena „harga diri‟ itu adalah kodrat asali manusia
yang serupa dan segambar dengan Allah yang memiliki nilai tertinggi suci, kudus, murni dan mulia.
Bahwa untuk menegakkan kembali harga diri bangsa Papua, maka atas perkenaan Tuhan
melalui pewahyuan oleh Roh Kudus dan penglihatan, kami merumuskan beberapa pokok pikiran
mendasar yang menjadi landasan berdirinya „Kerajaan Transisi Papua‟ untuk mempersiapkan
kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali ke dunia ini yang akan memimpin Kerajaan 1.000 tahun.
Bahwa pokok-pokok pikiran mendasar itu bertujuan untuk menegakkan dan memulihkan
kembali kemerdekaan bangsa Papua, 1 Desember 1961 sebagai hak kesulungan bangsa Papua yang telah
dianeksasi ke dalam NKRI pada tahun 1960-an, serta untuk menegakkan dan memulihkan kembali
harga diri manusia Papua yang telah dinodai oleh tirani dosa, serta oleh berbagai bentuk tirani
penindasan NKRI dan para sekutunya kepada bangsa Papua, sehingga di masa depan bangsa Papua
mewujudkan kehendak Tuhan dalam hidup ini „syalom‟ dan menjadi „manusia baru dalam Tuhan‟.
Bahwa untuk mewujudkan „syalom‟ dan menjadi „manusia baru dalam Tuhan‟, bangsa Papua
harus mematuhi falsafah hidup yang dijabarkan ke dalam 12+ Asas Keutamaan, Semboyang, Undang-
Undang Dasar, dan prinsip-prinsip hidup manusia baru dalam Kitab Suci, nilai-nilai Adat yang baik,
UU Papua lainnya dan hukum humaniter Internasional. Dengan demikian, bangsa Papua menjadi
„bangsa yang diberkati, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya
bangsa Papua memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Tuhan, yang telah memanggil bangsa
Papua keluar dari kegelapan kepada terang Tuhan yang ajaib‟. AMIN.
‘Tunas Harapan’ - Port Numbay – Papua: ‘pada waktu Tuhan’ 1 Desember 2020
Selpius Bobii

271
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

I. FALSAFAH HIDUP BANGSA PAPUA


alsafah hidup bangsa Papua adalah “SALING MENGASIHI DALAM TUHAN‟,

F yang dijabarkan dalam 12+ Asas Keutamaan Papua, Hukum Dasar Papua, Sistem
Pemerintahan, dan Prinsip-Prinsip Hidup Manusia Baru, serta undang-undang
lainnya, dengan semboyang „Satu Bangsa Satu Jiwa Siapkan Jalan Tuhan‟.
„Saling Mengasihi Dalam Tuhan‟ adalah perintah baru oleh Yesus dalam Injil
Yohanes pasal 13 ayat 34 “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya
kamu „saling mengasihi‟; sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu
harus saling mengasihi”. Saling mengasihi antar sesama adalah bukti cinta kasih. Hukum
yang paling utama (terutama) adalah HUKUM KASIH.
Hukum “Kasih” itu dalam ketaatan dan kepatuhannya kepada dua subyek, yaitu:
pertama, Subyek Ilahi adalah kepada Allah Tritunggal (Allah Bapa, Allah Putra dan Allah
Roh Kudus). Hukum yang paling utama dan yang pertama adalah: “Kasihilah Tuhan
Allahmu, dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budimu”
(Matius 22:37-38); kedua, Subyek Insani adalah kepada sesama manusia. Hukum yang
paling utama yang kedua ialah: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”,
(Matius 22:39).
Hukum yang „paling utama‟ dari semua hukum yang ada adalah „Hukum Kasih‟
(Matius 22:40). Kasih itu menembus segala ruang dan waktu. Allah menciptakan segala
sesuatu atas dasar „kasih‟. Kasih Allah itu tersembunyi dan termeterai di dalam semua
ciptaan-Nya. Sumber „kasih‟ adalah Allah sendiri, dan „Kasih‟ itu adalah Allah, (silahkan
Anda baca dalam Kitab Suci I Korintus 13:1-13).
Kata kunci dari keseluruhan pengajaran Yesus adalah „kasih‟. Atas dasar „belas
kasih‟, Yesus berusaha menghadirkan suasana Surga di dunia ini. Suasana Surga adalah
„damai sejahtera‟. Damai sejahtera itu akan terwujud di bumi ini kalau ada „keadilan‟.
Keadilan itu terwujud di dunia ini karena ada „setitik belas kasih‟ dalam hati manusia.
„Belas kasih‟ menjadi „mahkota‟ dari keseluruhan pengajaran Yesus. Maka itu, „hukum
kasih‟ menjadi mahkota dari semua aturan hukum yang berlaku sepanjang sejarah hidup
manusia di dunia ini. Dengan lain kata: „hukum kasih‟ menjadi „topi‟ bagi keseluruhan
hukum yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Falsafah bangsa Papua “Saling Mengasihi Dalam Tuhan” adalah sejalan dengan
filosofi hidup suku-suku yang tersebar dari Raja Ampat sampai Samarai. Dalam
kelangsungan hidup suku-suku di Tanah Papua, „kebersamaan‟ adalah prasyarat paling
penting untuk mewujudkan harapan ideal komunitas masyarakat. Dalam dan melalui
„kebersamaan‟ dapat mewujudkan cita-cita bersama yaitu mewujudkan damai sejahtera
(kebahagian bersama kini dan di sini) dalam komunitas masyarakat adalah suatu dambaan
ideal.
Pada zaman dahulu, suku-suku di tanah Papua melahirkan berbagai macam gerakan
yang mendambakan kehidupan yang jauh lebih damai dan bahagia. Harapan ideal akan
suatu masa depan yang damai dan bahagia itu diperjuangkan dalam gerakan Kargo, gerakan

272
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Koreri, gerakan Ratu Adil, gerakan Zaman Bahagia, dan lain-lain. Kini gerakan-gerakan itu
ada yang sudah sirnah dimakan waktu, ada pula gerakan kebatinan itu masih tumbuh subur
di bawah tanah. Gerakan-gerakan kebathinan itu, kini berevolusi menjadi gerakan
perjuangan pembebasan dengan menggunakan metode-metode perjuangan modern, artinya
dari gerakan kebahtinan berpindah ke gerakan intelektual dengan memanfaatkan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang dengan pesat.
Gerakan-gerakan kebahtinan yang tumbuh dengan subur pada masa dahulu di Tanah
Papua adalah „embrio nasionalisme Papua merdeka‟. Kini embrio nasiolisme Papua
merdeka itu tumbuh dengan subur berdampingan dengan kekejaman Negara Indonesia yang
memaksa bangsa Papua menerima Indonesia sebagai negaranya. Namun demikian, dalam
masa-masa suram itu Nasionalisme Papua merdeka tumbuh merambat, hingga kini
nasionalisme Papua merdeka sudah sangat sulit dibendung. Nasionalisme Papua merdeka
sudah menjadi darah daging, bahkan sudah tumbuh subur dalam sum-sum, maka Negara
Indonesia dan para sekutunya tidak akan mudah menumpas Nasionalisme Papua merdeka.
Hukum alam terbukti dalam hal ini: „semakin dibabat, semakin tumbuh merambat‟;
„semakin ditebas, semakin menjalar‟.
Mengapa nasionalimse Papua merdeka susah sekali dibendung, bahkan tak mampu
ditumpas atau dicabut dari akarnya oleh Negara Indonesia dan para sekutunya?
1) Pertama, nasionalimse Papua merdeka itu bukan tumbuh tiba waktu tiba akal,
artinya nasionalisme Papua merdeka bukan semata-mata lahir karena pendudukan
Belanda, bukan juga karena pendudukan Jepang dan bukan juga karena pendudukan
Indonesia di Tanah Papua. Embrio nasionalisme Papua merdeka itu sudah tumbuh
dengan subur dalam gerakan-gerakan kebahtinan dalam suku-suku di Tanah Papua
yang mendambahkan zaman bahagia.
2) Kedua, gerakan perjuangan bangsa Papua untuk mendirikan suatu Negara berdaulat
terkait dengan nubuatan para leluhur suku-suku tertentu yang ada di Tanah Papua.
3) Ketiga, nasionalisme Papua merdeka sulit ditumpas karena ini berhubungan dengan
penggenapan nubuatan para misionaris yang pernah berkarya di Tanah Papua;
4) Dan keempat yang paling mendasar adalah perjuangan bangsa Papua untuk
mendirikan Negara berdaulat menjelang akhir zaman adalah terkait dengan rencana
dan ketetapan Allah sebelum dunia ini diciptakan. Dan tentang ini, Tuhan telah
berjanji melalui berbagai nubuatan pewahyuan dari generasi ke generasi hingga ke
generasi saat ini. Bahkan ada warga RI sudah mendapat nubuatan tentang Papua.
Dengan demikian, tidak ada kekuatan manapun di dunia ini yang akan mampu
membendung aspirasi politik Papua merdeka, bahkan siapapun dengan kekuatan sehebat
apapun tidak akan mampu mencabut dan membatalkan rencana dan ketetapan Tuhan bagi
bangsa Papua „bangkit, berdiri dan berjalan‟ untuk MENEGAKKAN HARGA DIRI
sebagai „bangsa alternatif‟ di akhir zaman, yang akan bergandeng bersama dengan bangsa
Israel untuk mewujudkan rencana Tuhan di bumi. „Barang dunia bisa ditawar dan dibeli‟,
tetapi „menyangkut HARGA DIRI tidak dapat ditawar dengan barang dunia apapun‟,
bahkan „tak dapat dibeli dengan selautan emas murni‟. Pengorbanan bangsa Papua yang

273
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

tiada tara dalam perjuangan untuk menegakkan HARGA DIRI, hanya dapat dibayar dengan
KEMERDEKAAN TOTAL atau BERDAULAT PENUH lahir dan bathin.
Perjuangan penegakkan HARGA DIRI bangsa Papua dapat terwujud dengan jalan
“kebersamaan” dalam cita, rasa, karsa dan karya dilandasi kerendahan hati, solidaritas,
saling menghargai, saling mengasihi, saling mengakui, saling memberi kesempatan, serta
saling menghormati. Filosofi hidup bangsa Papua “kebersamaan dengan dilandasi
semangat saling mengasihi” adalah kunci menuju “kebahagian bersama”. Kebersamaan
hidup yang dilandasi semangat cinta kasih yang menghasilkan buah-buah kebaikan dan
memberi buah-buah kebaikan itu kepada sesama yang lain, kasih yang memberi
pengorbanan demi pencapaian kebahagiaan bersama atau kebahagiaan atau keselamatan
orang lain. Kebahagian bersama tercapai atas hasil kerjasama dilandasi nilai-nilai luhur di
atas. „Kasih‟ yang mengorbankan diri untuk kepentingan bersama atau keselamatan atau
kepentingan orang lain, bukan „nafsu serakah‟ yang mengorbankan orang lain hanya untuk
mencapai kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Kebersamaan hidup dalam suku-suku di Tanah Papua dilandasi oleh cinta kasih.
Identitas bangsa Papua adalah „menjunjung tinggi kebersamaan dalam hidup‟ yang
dilandasi semangat „cinta kasih‟. Maka perintah baru oleh Yesus untuk SALING
MENGASIHI adalah sangat cocok dengan tradisi hidup suku-suku di Tanah Papua,
sehingga amanat Yesus kepada para pengikut-Nya untuk “SALING MENGASIHI” atas
pewahyuan melalui Roh Kudus ditetapkan sebagai falsafah hidup bangsa Papua yang
dijabarkan ke dalam 12+ Asas Keutamaan Papua.

12+ ASAS KEUTAMAAN

„SALING MENGASIHI DALAM TUHAN‟


1. Asas Keimanan 7. Asas Pengharapan
2. Asas Kesetiaan 8. Asas Solidaritas
3. Asas Kebenaran 9. Asas Kebebasan
4. Asas Keadilan 10. Asas Kesederhanaan
5. Asas Kejujuran 11. Asas Kerendahan hati
6. Asas Kedamaian 12. Asas Kasih
+ Penebusan Oleh Yesus vs + Kebakhtian oleh Kita

Arti kata „asas‟ adalah dasar, dasar cita-cita, atau hukum dasar. Mari kita memahami
pengertian dari masing-masing asas keutamaan di atas.
1) Pertama, Keimanan. Pengertian keimanan/ ketakwaan; iman adalah kepercayaan
atau keyakinan terhadap Allah Tritunggal (Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah Roh
Kudus); Takwa berarti kita menjalankan segala perintah Tuhan, dan kita juga
menjauhi segala macam larangan Tuhan. Iman adalah dasar dari segala sesuatu
274
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibrani
11:1). Penyerahan diri kepada Allah yang menyelamatkan. Keimanan sebagai
keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa yang dimaksud iman.

2) Kedua, Kesetiaan adalah berpegang teguh pada janji, pendirian, patuh dan taat
bagaimanapun berat tugas yang harus dijalankannya (KBBI). Dalam perjanjian
lama, kesetiaan adalah kokoh, tidak tergoyahkan, tidak berubah sikap. Dalam
perjanjian baru kesetiaan adalah dapat dipercaya, taat, orang percaya atau orang
beriman yang taat pada perintah Allah. Kesetiaan sebagai keutamaan adalah sikap
dan tekad untuk melaksanakan apa yang dimaksud setia.

3) Ketiga, Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan obyek; dapat


diartikan juga kebenaran adalah suatu pendapat atau perbuatan seseorang yang
sesuai (atau tidak ditolak oleh) orang lain dan tidak merugikan diri sendiri.
Kebenaran lawan dari kekeliruan. Ada dua jenis kebenaran, yaitu: kebenaran mutlak
(absolut) dan kebenaran relatif. Kebenaran mutlak hanya ada pada Tuhan dan
bersumber dari Tuhan (doktrin/ajaran Agama), sedangkan kebenaran relatif adalah
kebenaran duniawi. Kebenaran sebagai keutamaan adalah sikap dan tekad untuk
melaksanakan apa yang benar.

4) Keempat, Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu
hal, baik menyangkut benda/ orang. Arti lain keadilan adalah meletakkan segala
sesuatu pada tempatnya atau sesuai dengan porsinya. Adil tidak merata berlaku bagi
semua orang, tetapi sifatnya sangat subyektif. Keadilan juga bisa diartikan suatu hal
yang berkaitan dengan sikap dan tindakan dalam hubungan manusia yang berisi
sebuah tuntutan agar antar sesama mendapatkan perlakuan sesuai hak dan
kewajibannya. Lain kata keadilan adalah pengakuan dan perlakuan seimbang antara
hak dan kewajiban. Kalau kita mengakui hak hidup kita, maka sebaiknya kita wajib
mempertahankan hidup dengan bekerja keras tanpa merugikan orang lain. Karena
orang lainpun memiliki hak hidup seperti kita. Jika kitapun mengakui hak hidup
orang lain, kita wajib memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
mempertahankan hak hidup mereka sendiri. Jadi keadilan pada pokoknya terletak
pada keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan
kewajiban.

Keadilan menurut Aristoteles adalah memberikan sesuatu kepada setiap orang


sesuai dengan apa yang menjadi haknya. Menurut Magnis Suseno keadilan adalah
keadaan manusia yang diperlakukan sama, yang sesuai dengan hak serta
kewajibannya masing-masing. Artinya, memberikan kepada setiap orang yang
menjadi haknya, seperti hak untuk hidup, hak untuk pendidikan, hak untuk kerja,
dll.

Pada prinsipnya, keadilan menunjuk pada suatu “keadaan”, “tuntutan” dan


“keutamaan”. 1) Keadilan sebagai keadaan menyatakan bahwa semua pihak
memperoleh apa yang menjadi hak mereka dan diperlakukan sama. Semua orang
275
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

diperlakukan secara adil; 2) Keadilan sebagai tuntutan adalah menuntut agar


keadaan keadilan itu diciptakan baik dengan mengambil tindakan yang diperlukan
maupun dengan menjauhkan diri dari tindakan yang tidak adil; 3) Keadilan sebagai
keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa yang dimaksud adil.

5) Kelima, Kejujuran adalah dapat dipercaya dan ketulusan hati, tidak berbohong
(berkata apa adanya), tidak curang (misalnya dalam permainan, dengan mengikuti
aturan yang berlaku), atau kelurusan hati, tulus, juga ikhlas. Kejujuran sebagai
keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa yang dimaksud jujur.

6) Keenam, Kedamaian adalah keadaan damai, suasana kehidupan yang aman


tenteram, suka cita. Suasana tanpa kekerasan dan tanpa perang, suasana
keharmonisan dengan diri, sesama, alam semesta, leluhur dan Tuhan (keharmonisan
tatanan kosmos, manusia dan Tuhan). Keadaan tidak bermusuhan, rukun, tenang.
Kedamaian sebagai keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa
yang dimaksud damai.

7) Ketujuh, Pengharapan adalah sesuatu yang diharapkan. Keinginan supaya menjadi


kenyataan, orang yang diharapkan atau dipercaya, keinginan supaya sesuatu terjadi,
mohon, minta, hendaklah, meminta supaya. Kita sebagai orang percaya (beriman),
dan berpengharapan kita hanya kepada Allah Tritunggal (Allah Bapa, Allah Putra,
dan Allah Roh Kudus). Pengharapan adalah dasar dari iman. Pengharapan sebagai
keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa yang dimaksud
pengharapan.

8) Kedelapan, Solidaritas adalah rasa kebersamaan, rasa kesatuan kepentingan, rasa


simpati sebagai salah satu anggota dari kelas yang sama, kepentingan bersama,
perasaan setia kawan, satu rasa, senasib, atau perasaan solider. Solidaritas sebagai
keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa yang dimaksud solider.

9) Kesembilan, Kebebasan adalah kondisi dimana individu memiliki kemampuan


untuk bertindak sesuai keinginannya, dalam hal ini tidak dimaksud kebebasan
seluas-luasnya, tetapi tentu ada batasan kebebasan oleh ketentuan hukum. Keadaan
bebas atau kemerdekaan. Kebebasan sebagai keutamaan adalah sikap dan tekad
untuk melaksanakan apa yang dimaksud bebas.

10) Kesepuluh, Kesederhanaan kata dasarnya adalah sederhana, artinya bersahaja,


tidak berlebih-lebihan, sedang dalam arti pertengahan (tidak tinggi, tidak rendah,
dan sebagainya), tidak banyak seluk beluk, tidak banyak pernik, hidup apa adanya,
dan lugas. Kesederhanaan sebagai keutamaan adalah sikap dan tekad untuk
melaksanakan apa yang dimaksud sederhana.

11) Kesebelas, Kerendahan hati ialah suatu sikap menyadari keterbatasan kemampuan
diri dan ketidak-mampuan diri sendiri, sehingga dengannya seseorang tidak angkuh,
dan tidak pula sombong. Arti lain adalah orang yang memiliki sifat baik hati, suka
menolong, dan juga peduli terhadap sesama manusia. Kerendahan hati sebagai
276
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa yang dimaksud rendah
hati.

12) Keduabelas, Kasih adalah perasaan sayang (cinta, suka), memberi, cinta kasih,
perasaan iba, belarasa, belas kasih, persahabatan yang mempersatukan kita dengan
Allah. Kasih sebagai keutamaan adalah sikap dan tekad untuk melaksanakan apa
yang dimaksud kasih.

Penebusan, kata dasarnya tebus yang berarti: memperbaiki kesalahan (dosa, dan
sebagainya) dengan berbuat jasa, kebaikan; memulihkan kekalahan (kerugian);
membalas (jasa, kebaikan, karunia); menepati atau menunaikan (janji, perkataan,
cita-cita, nazar) yang telah diucapkan. Maka, arti tebusan adalah bayaran untuk
membebaskan seseorang atau untuk membeli kembali sesuatu.
Menurut Alkitab tebusan juga berarti bayaran yang sebanding dengan kerugian yang
ditimbulkan. Tuhan Yesus menebus kita umat manusia satu kali untuk selama-
lamanya melalui darah-Nya yang tercurah di atas kayu salib, yang kita sebut „Asas
Penebusan‟. Yesus telah menebus kita menjadi umat kepunyaan-Nya, maka dari
pihak kita dituntut untuk PERCAYA dan BERKARYA. Penebusan Yesus itu, kita
membalasnya dalam dan melalui „kebakhtian‟ kita.

Kebakhtian; Pengertian kebakhtian menurut KBBI adalah: 1) Rasa tunduk dan


khidmat, perbuatan (pekerjaan) bakti, kesetiaan; 2) Perbuatan baik; 3) Upacara
agama dalam Gereja (berdoa, menyanyikan puji-pujian).
Kebaktian kita melalui penjiwaan dan kepatutan atas dua belas keutamaan yang
dijiwai oleh Yesus dalam hidup-Nya. Menjiwai berarti kita melaksanakan 12 Asas
keutamaan itu melalui „kebakhtian‟ kita. „Kebaktian‟ kita dalam dua bentuk, yaitu
dalam „kata‟ – perkataan yang baik dan benar, dan dalam „perbuatan‟ - yang baik
dan benar. Melalui perkataan dan perbuatan yang baik dan benar dalam hidup kita,
maka kita memancarkan dua belas keutamaan yang dijiwai oleh Yesus itu.
Dengan melaksanakan 12 Asas Keutamaan itu, kita turut serta dalam panggilan
Tuhan untuk memikul Salib melalui kebakhtian kita yaitu perkataan dan perbuatan
yang mendatangkan kebaikan untuk semua. Singkat kata: Yesus terlebih dahulu
mengasihi kita, maka Yesus menebus kita satu kali untuk selamanya, maka dari
pihak kita membalas penebusan itu melalui „pengorbanan‟ kita dalam melayani
sesama dan Tuhan demi kemulian nama Tuhan.

II. HUKUM DASAR PAPUA


da tertulis: “Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang

A menentukan arah langkahnya” (Amsal 16:9); “manusia tidak berkuasa untuk


menentukan jalannya, dan orang yang berjalan tidak berkuasa untuk menetapkan
langkahnya” (Yeremia 10:23).

277
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Dalam perjalanan sejarah perjuangan Papua, berbagai macam rancangan Undang-


Undang Dasar Papua (UUDP) yang sudah dan sedang disiapkan oleh kaum intelektual
Papua. Namun, semua yang disiapkan ini sangat bertolak belakang dengan rencana dan
kehendak Tuhan. Hukum Dasar Papua atau Undang-Undang Dasar Papua (fundamental
law) yang dikehendaki oleh Allah berdasarkan pewahyuan kekinian kepada kami adalah 10
PERINTAH ALLAH ditambah dengan HUKUM KASIH, yang disingkat „ PA 10+ ‟. P
adalah Perintah; A adalah Allah. 10 adalah angka sepuluh; dan + adalah “tambah/plus”.
PA 10+ HUKUM DASAR PAPUA (HDP) atau UUDP
1. Akulah Tuhan Allahmu, jangan menyembah berhala;
2. Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan tidak hormat;
3. Kuduskanlah hari Tuhan;
4. Hormatilah Ayah-Ibumu;
5. Jangan membunuh;
6. Jangan mencuri;
7. Jangan menipu;
8. Jangan berzinah;
9. Jangan ingin berbuat cabul;
10. Jangan mengingini barang milik sesamamu manusia;
+ Hukum Kasih

III. SISTEM PEMERINTAHAN PAPUA


ejalan dengan falsafah bangsa Papua „Saling Mengasihi Dalam Tuhan‟ yang

S dijabarkan dalam 12+ Asas Keutamaan, dengan semboyang “Satu Bangsa Satu Jiwa
Siapkan Jalan Tuhan‟, maka sistem demokrasi yang dianut oleh pemerintahan Papua
adalah „Sistem Teososiokrasi‟. Sistem Teososiokrasi sesuai dengan filosofi hidup suku-
suku di Tanah Papua dari Sorong sampai Samarai, serta suku-suku di pulau-pulau di sekitar
pulau Papua yang sudah menjadi satu kesatuan kultur budaya bangsa Papua.
„Teo‟ berasal dari bahasa latin yaitu Tuhan (Allah). Dan „Sosio‟ berasal dari kata
latin „socius‟ artinya manusia, penduduk, masyarakat, kawan, sahabat. Pada hakekatnya
manusia (person/ individu) tidak dapat hidup sendiri. Manusia yang satu membutuhkan
manusia yang lainnya untuk membangun dan mempertahankan kehidupan dalam
kebersamaan. Maka manusia disebut makhluk sosial. Dalam kelangsungan hidupnya,
masing-masing individu diberikan kebebasan untuk memberikan konstribusi bagi sesama
yang lain dalam kelangsungan hidup komunitasnya.
Dalam kehidupan suku-suku di Tanah Papua nilai kesetia-kawanan sosial lebih
diutamakan, ketimbang individualitas yang dianut dalam paham liberal oleh masyarakat
barat. Kebersamaan dalam membangun kehidupan dan mempertahankan kehidupan
bersama sangat nampak dalam berbagai kebiasaan dalam suku-suku yang ada di Papua
pada khususnya, dan pada umumnya kawasan Melanesia. Tujuannya adalah mewujudkan
kebahagiaan bersama dalam komunitasnya kini dan di sini.
Nilai kesetia-kawanan sosial paling diutamakan, maka dalam kehidupan
komunitasnya menciptakan suasana kekeluargaan yang harmonis dan dinamis. Kasih
278
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

sayang kepada sesama manusia paling kental dalam suku-suku di kawasan Melanesia –
Papua, artinya kasih sayangnya sangat tebal. Maka, negara dilahirkan dan hadir untuk
melindungi dan membangun tatanan sosial, politik religi, dan ekonomi serta bidang
kehidupan lainnya yang suda ada, bukan untuk merusak dan bukan untuk meniadakan yang
sudah ada.
Dalam pandangan Teososiokrasi, ada tiga usur keyakinan yang paling penting dan
mendasar:
1) Pertama, transenden dan imanen, kedua paham ini mengandung sifat misteri,
artinya Tuhan itu Maha Kuasa, namun sentuhan, kasih dan anugerah-Nya dapat
dialami dalam kelangsungan hidup manusia.

2) Kedua, spritualitas alami suku-suku di Kawasan Melanesia adalah spritualitas


imanensi; artinya Tuhan yang maha kuasa itu secara alamiah terlibat dalam
kehidupan manusia. Adanya keyakinan bahwa Tuhan itu kini dan di sini ada, dan
turut serta dalam kelangsungan hidup manusia; Tuhan yang maha kuasa itu ada
dalam tatanan kosmos atau terselami dalam ciptaan-Nya dengan cara yang misteri
dan alamiah. Karena diyakini bahwa Tuhan itu ada di sini dan kini, maka suku-suku
di Melanesia memandang Allah sebagai Bapa, dan Yesus sebagai „kakak‟.

3) Ketiga, demi mengkontekstualisasi Kitab Suci di kawasan Melanesia, khususnya di


Tanah Papua dan meningkatkan penghayatan iman kepercayaan kepada Allah yang
melampaui batas kemampuan manusia yang hadir (terselami) dalam kehidupan
ciptaan-Nya kini dan di sini, maka paham Imananen dan transenden relevan dalam
penerapan mekanisme Teososiokrasi Papua.

Istilah Teososiokrasi terdiri dari tiga kata: „Teo‟ „Socius, „Kratos‟.


 Teo artinya Tuhan;
 Socius artinya masyarakat, penduduk, manusia, kawan, sahabat;
 Kratos artinya kekuasaan, memerintah.
Maka Teososiokrasi artinya „Tuhan memilih wakil masyarakatnya untuk
melayani‟, atau pengertian lainnya adalah „bentuk pemerintahan Tuhan yang
dijalankan oleh wakil masyarakat yang dipilih dan ditentukan oleh Tuhan
melalui mekanisme demokrasi tradisional secara alami‟.
Dalam sistem pemerintahan terdapat „aturan‟ dan ada pula “aparat/ petugas‟
pemerintahan, maka Tuhan terselami dalam aturan (hukum adat, agama dan hukum positif
yang tujuannya baik dan benar, yang berdampak baik untuk mewujudkan damai sejahtera);
dan juga Tuhan tinggal pula di dalam atau bertahta dalam hati setiap aparat pemerintahan
dan menuntun-Nya untuk melakukan yang terbaik bagi sesama manusia hanya demi
pencapaian damai sejahtera di bumi (menghadirkan suasana Surga di bumi).
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang paling mulia di antara
makhluk hidup. Individu-individu manusia yang diciptakan oleh Allah itulah rakyat. Rakyat
adalah pemegang mandat dari Allah. Maka itu Allah berdaulat atas rakyat. Bukan rakyat
279
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

berdaulat atas Allah. Rakyat adalah wakil Allah di bumi yang diberi tanggung jawab untuk
melindungi, memelihara dan memanfaatkan semua ciptaan Allah di bumi. Dan juga rakyat
sebagai manusia ciptaan Tuhan yang hidup bersama dengan makhluk ciptaan lain yang ada
di sekitarnya, maka dalam hidupnya manusia menjaga hubungan yang harmonis dengan
makhluk ciptaan lainnya, agar kerinduan „damai sejahtera itu‟ benar-benar terwujud.
Untuk mengatur dinamika hidup masyarakat yang sangat kompleks dan begitu luas,
maka Tuhan melalui rakyat mendirikan Negara Bangsa. Sehingga Tuhan memilih dan
menentukan pemimpin rakyat untuk melayani rakyat semesta atas nama Tuhan melalui
sistem Teososiokrasi. Maka diambil kesimpulan secara sederhana bahwa kekuasaan
tertinggi yang menjadi motor penggerak pertama dan terutama „pemerintahan‟ disandarkan
kepada Tuhan, dan dalam penyelenggaraan pemerintahannya dijalankan oleh wakil rakyat
yang dipilih dan ditentukan oleh Tuhan melalui mekanisme tradisional „di para-para adat‟
atau pewahyuan langsung dari Allah melalui para nabi-Nya.
Pemerintah sebagai wakil rakyat yang dipilih dan ditentukan oleh Tuhan, maka
dalam penyelenggaraan pemerintahannya dipantau oleh Otorita Adat dan Agama. Otorita
Adat dan Agama memiliki kewenangan untuk menghadirkan siapapun pemimpin
pemerintahan di peradilan para-para adat, jika yang bersangkutan dinilai gagal
melaksanakan tugasnya atau adanya dugaan penyelewengan dalam penggunaan kekuasaan.
Tujuannya adalah pemimpin pemerintahan yang diduga tidak melaksanakan tugas
dengan baik itu dihadirkan di peradilan „para-para adat‟ melalui mekanisme tradisional
untuk membuktikan dan memastikan di hadapan Tuhan: „apakah yang bersangkutan
jabatannya dicopot dan diganti jika yang bersangkutan terbukti bahwa benar-benar
bersalah‟, atau „tidak dicopot karena yang bersangkutan tidak terbukti bersalah‟, atau
„didapati adanya kesalahan sedikit, maka yang bersangkutan diberi nasehat oleh tetua adat
agar yang bersangkutan memperbaiki kesalahannya‟.
Negara cq pemerintah ada karena adanya rakyat; Negara dikandung, dilahirkan,
dibesarkan dan dipertahankan oleh rakyat, maka kedaulatan Tuhan itu ada di tangan rakyat.
Tuhan yang satu dan sama pula hadir dan tinggal pula dalam setiap hati rakyat dan
menuntun-Nya untuk melakukan yang terbaik bersama pemerintah demi pencapaian damai
sejahtera di bumi.
Teososiokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana agama atau iman memegang
peranan utama; Teososiokrasi diartikan juga Tuhan yang maha kuasa berada di dalam
struktur alam semesta dan turut serta mengambil bagian dalam proses-proses kehidupan
masyarakat, termasuk turut serta dalam pemerintahan di bumi; Atau Teososiokrasi dapat
diartikan sebagai bentuk pemerintahan Tuhan yang di dalam penyelenggaraan
pemerintahannya dilaksanakan oleh wakil masyarakat yang dipilih dan ditentukan oleh
Tuhan melalui mekanisme demokrasi tradisional;
Teososiokrasi juga diartikan sebagai bentuk pemerintahan yang di dalamnya Tuhan
bermain peranan dan atau Tuhan turut serta dalam pemerintahan secara alamiah.
Singkatnya Teososiokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang berdasarkan Allah
Tritunggal.
280
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

IV. PROFIL KERAJAAN TRANSISI PAPUA (PROFILLE


TRANSITION KINGDOM PAPUA)
1. Kebangsaan dan Ras: Bangsa Papua, ras Melanesia.
2. Lambang Negara: Burung Mabruk.
3. Bendera Kebangsaan: Bintang Fajar.
4. Bendera Perdamaian: „Bintang Salib‟ sebagai lambang kemenangan Yesus Kristus
atas maut, penebusan, penghidupan, kemuliaan dan perdamaian.
5. Lagu Kebangsaan: Hai Tanahku Papua.
6. Mata Uang: Dolar Papua ditandai P&.
7. Falsafah hidup bangsa Papua: “Saling Mengasihi Dalam Tuhan‟ yang dijabarkan
dalam 12+ Asas Keutamaan, dengan semboyang kebangsaan “Satu Bangsa Satu
Jiwa Siapkan Jalan Tuhan – Unus Populus, Unus Anima Parate Viam Domini”.
8. Sistem Demokrasi Pemerintahan: Teososiokrasi, dengan sistem Partai Tunggal yang
disebut „Partai Rakyat‟ di bawah kendali Otoritas Adat Papua dan Agama.
9. Nama Negara: Kerajaan Transisi Papua (Transition Kingdom Papua).
10. Bentuk Kerajaan: Federasi.
11. Bentuk Pemerintahan: Monarkhi Parlementer.
12. Struktur Pemerintahan:
12.1. Kepala Kerajaan Transisi Papua: Wali Kerajaan (Guard man Kingdom).
12.2. Kepala Pemerintahan: Perdana Menteri.
13. 1. Wali Kerajaan Transisi Papua: ………………………………………..?
2. Kepala Pemerintahan Papua: ………………………………………….?
3. Kepala Negeri di tingkat Negara bagian: Gubernur.
4. Kepala Daerah di tingkat Distrik/ Kota: Kepala Distrik/ Wali Kota.
5. Kepala Kampung di tingkat Kampung: Kepala Kampung.
14. Parlemen Dua Kamar:
14.1. Kamar Adat.
14.2. Kamar Agama.
15. Pertahanan dan Keamanan: Pasukan Laskar Kristus.
16. Kehakiman: Para Laskar Kristus.
17. Batas Wilayah (Teritory): Keseluruhan Pulau Papua dan pulau-pulau di sekitarnya.
18. Bahasa Umum: bahasa pengantar di luar kedinasan adalah Melayu, Pigin; bahasa.
pengantar di Kantor dan Persekolahan: Bahasa Inggris.
19. Bahasa Negeri: Bahasa Daerah setiap suku.
20. Pembentukan bertahap sejak 19 Oktober 1961 yang diumumkan pada tanggal 1
Desember 1961 sebagai hari kemerdekaan bangsa Papua, dan dilengkapi sesuai
dengan petunjuk Tuhan (pewahyuan Tuhan melalui Roh Kudus dan penglihatan).
Catatan: Yang berwenang penuh untuk mempersiapkan kabinet Kerajaan Transisi Papua adalah Allah
Tritunggal. Kami hanya diberi tugas untuk mengumumkan rencana dan kehendak Tuhan itu
kepada bangsa Papua, para simpatisan dan semua pihak yang punya kepentingan dengan
Tanah Papua, agar diketahui dan ditindak-lanjuti untuk menegakkan dan memulihkan
kembali kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua 1 Desember 1961, demi penegakkan
martabat bangsa Papua, yang adalah HARGA DIRI bangsa Papua di atas segala
kepentingan. Allah Tritunggal akan mewujudkan rencana, ketetapan dan janji-janji-Nya
indah pada waktu Tuhan, inilah kasih karunia Allah bagi bangsa Papua.

281
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

V. PRINSIP - PRINSIP HIDUP MANUSIA BARU

P
rinsip-prinsip hidup manusia baru yang dapat dihayati dalam kehidupan ini adalah
falsafah hidup bangsa Papua yang dijabarkan dalam 12+ Keutamaan, Hukum Dasar,
semboyang bangsa Papua, keseluruhan prinsip hidup baru yang ada dalam Kitab
Suci, nilai-nilai Adat yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Injili, dan Undang-Undang
lainnya yang akan diundangkan oleh Kerajaan Transisi Papua, serta hukum humaniter yang
berlaku secara internasional. Berikut ini beberapa prinsip hidup manusia baru, antara lain:
1. Kemerdekaan bangsa Papua adalah anugerah dari Tuhan, maka dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bertujuan untuk „Saling Mengasihi Dalam
Tuhan” untuk mewujudkan damai sejahtera dengan pertolongan Tuhan; dengan lain
kata: satu bangsa satu jiwa mewujdukan damai sejahtera untuk siapkan jalan Tuhan;
2. Hidup ini adalah anugerah dari Tuhan; hidup ini kesempatan untuk bekerja –
bekerja untuk melayani sesama yang lain; kita melayani sesama berarti kita
melayani Tuhan, karena sesama manusia itu adalah gambaran Allah yang kelihatan,
manusia adalah ciptaan Allah yang serupa dan segambar dengan Allah; hidup ini
kesempatan untuk bekerja menghasilkan buah-buah kebaikan – (bukan
menghasilkan buah-buah kejahatan), dan memberi buah-buah kebaikan itu kepada
sesama hanya untuk kemuliaan nama Tuhan; dalam hidup ini kita menjadi berkat
bagi sesama, bukan hidup untuk membawa atau mendatangkan malapetaka bagi
sesama;
3. “Sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah
demikian kepada mereka” (Lukas 6:31);
4. “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang lain perbuat kepadamu,
perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh Hukum Taurat dan kitab
para nabi” (Injil Matius 7:12);
5. “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap Firman yang keluar dari
mulut Allah” (Injil Matius 4: 4);
6. Hidup bukan untuk makan, tetapi makan untuk hidup agar rencana Tuhan atas diri
seseorang itu dapat terwujud, itulah yang disebut orang yang sukses dalam
hidupnya, bukan sukses dalam mengumpulkan kekayaan atau ketenaran semata
yang sifatnya sementara (tidak kekal);
7. Bekerja bukan semata-mata untuk menyambung hidup, tetapi bekerja untuk
melayani Tuhan dan sesama demi kemuliaan nama Tuhan; Bekerja bukan semata-
mata untuk mendapatkan upah (hasil) dari dunia, tetapi juga bekerja untuk
mendapatkan upah di akhirat nanti;
8. Kunci dari pembangunan adalah manusia, maka mempersiapkan Sumber Daya
Manusia (SDM) adalah prioritas utama dalam pembangunan;
9. Membangun bukan semata-mata untuk mengubah keutuhan ciptaan Tuhan, tetapi
membangun untuk mempertahankan dan melestarikan serta mengembangkan
kehidupan (menjaga dan menata keutuhan ciptaan Tuhan);

282
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

10. Kesombongan manusia yang dilandasi nafsu duniawi menghancurkan kehidupan,


tetapi kerendahan hati manusia yang dilandasi belas kasih menghargai dan
menyelamatkan kehidupan;
11. Menaburkan belas kasih kepada sesama yang membutuhkan pertolongan itu bukan
untuk memuaskan keinginan daging semata, tetapi menaburkan belas kasih kepada
sesam untuk memenuhi keinginan Roh Kudus yang adalah keinginan Tuhan atau
kehendak Tuhan;
12. Mutu hidup manusia bukan dilihat dari lamanya ia hidup, tetapi berapa banyak
pengorbanan yang ia berikan untuk kebahagian sesama dan keselamatan keutuhan
ciptaan Allah di bumi; hidup ini adalah kesempatan untuk melakukan kebaikan
kepada sesama sebanyak-banyaknya, bukan kesempatan untuk lakukan kejahatan;
13. Hidup ini bukan kesempatan untuk mengumpulkan harta dunia sebanyak-
banyaknya, tetapi hidup ini kesempatan untuk mengumpulkan harta Surgawi
sebanyak-banyaknya, maka gunakanlah hidup ini secara baik dan benar untuk
melayani sesama dan Tuhan;
14. Kata Yesus: “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi. Di bumi ngengat dan
karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi
kumpulkanlah bagimu harta di Sorga, di Sorga ngengat dan karat tidak
merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Karena di mana
hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (Injil Matius 6:19-21);
15. Seseorang telah sukses dalam hidupnya jikalau seseorang itu hidup seturut
kehendak Allah; maka perbuatlah segala sesuatu yang baik dan benar sesuai
kehendak Tuhan;
16. Jika anda menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) dan melaksanakan kewajiban
sebagaimana adanya, maka anda menghargai kehidupan, dan sebaliknya jika anda
tidak menghormati HAM dan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana adanya,
maka anda menghancurkan kehidupan;
17. Jika anda telah menaklukkan keinginan daging dalam diri anda, maka anda telah
memerdekakan diri dalam Kristus; kalahkanlah segala bentuk nafsu jahat yang
dapat merusak keutuhan ciptaan Tuhan;
18. Sebelum anda berkehendak memperbaiki tatanan hidup sosial masyarakat,
perbaikilah tatanan kehidupan diri anda terlebih dahulu, jika tidak, maka kehidupan
anda bagaikan air di daun talas;
19. Persembahan yang kudus adalah persembahan yang diberikan dari hasil keringatnya
yang dilandasi dengan kerendahan hati yang tulus;
20. Persembahan yang murni dan berkenaan di hadapan Tuhan serta ibadah yang sejati
adalah menjaga kekudusan diri dalam kebenaran Firman Tuhan, maka jagalah
tubuhmu sebagai bait Allah yang hidup dari segala yang jahat;
21. Manusia menilai kepribadian seseorang dari apa yang tampak dipandang mata,
tetapi manusia tidak dapat menilai keperibadian seseorang yang tersembunyi di
dalam diri seseorang, hanya Tuhanlah yang mampu melihat isi hati manusia;
22. Manusia menegakkan keadilan di bumi dengan apa yang dipandang baik dan benar
adalah „keadilan relatif‟, sedangkan keadilan mutlak hanya ada pada Tuhan;
283
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

23. Kebahagian yang hakiki hanya dapat ditemukan dalam diri Allah yang disingkapkan
oleh Roh Kudus dalam Firman Allah; dengar-dengaran pada Firman Tuhan berarti
anda telah menemukan kebahagiaan sejati itu;
24. Menegakkan keadilan adalah prasyarat untuk mewujudkan damai sejahtera di bumi,
maka utamakanlah keadilan dalam segala hal dengan dilandasi belas kasih untuk
mewujudkan damai sejahtera di bumi;
25. Miliki pengertian dan kuasa dari dunia adalah bersifat fana dan relatif, maka
milikilah hikmat dan kuasa dari atas (dari Tuhan) yang mulia dan mutlak;
26. “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk
Tuhan dan bukan untuk manusia” (Kolose 3:23);
27. “Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat hidup
bertahan melawan tipu muslihat iblis” (Efesus 6:11);
28. “Berdirilah tegap, berikat-pinggangkan kebenaran dan berbaju-zirahkan keadilan,
kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; dalam
segala hal pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan
memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopang keselamatan
dan pedang Roh, yaitu Firman Allah, serta bertekun berdoa” (Efesus 6:14-18);
29. “Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah
langkahnya” (Amsal 16:9), maka hadirkan Tuhan dalam perencanaan anda untuk
memahami rencana dan kehendak Tuhan atas rencanamu;
30. Pada hakekatnya manusia adalah hamba Allah yang diciptakan dalam rupa dan
gambar Allah, bukan hamba mamon (hamba harta – hamba iblis); karena hati
manusia sepenuhnya terpikat pada harta benda, maka manusia berhamba kepada
harta benda yang fana, bukan berhamba kepada Tuhan;
31. Hidup berfoya-foya di tengah kemelaratan rakyat jelata adalah tindakan orang yang
tidak mengenal Tuhan;
32. “Sesungguhnya mata Tuhan tertuju kepada mereka yang takut akan Dia, kepada
mereka yang berharap akan kasih setia-Nya” (Mazmur 33:18);
33. Tuhan bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya
diberitahukan-Nya kepada mereka” (Mazmur 25:14);
34. “Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian Tuhan sayang kepada orang-
orang yang takut akan Dia” (Mazmur 103:13);
35. Takut akan Tuhan ialah membenci kejahatan; benci kepada kesombongan, kecong-
kakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat” (Amsal 8:13);
36. Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan, semua orang yang melakukannya
berakal budi baik” (Mazmur 111:10);
37. “Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina
hikmat dan didikan” (Amsal 1:7);
38. “Lebih baik sedikit barang dengan disertai takut akan Tuhan dari pada banyak harta
dengan disertai kecemasan” (Amsal 15:16);
39. “Ganjaran kerendahan hati dan takut akan Tuhan adalah kekayaan, kehormatan dan
kehidupan” (Amsal 22:4);

284
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

40. Lakukanlah segala sesuatu yang anda dapat kerjakan dengan ketulusan dilandasi
belas kasih untuk mewujudkan damai sejahtera hanya demi kemuliaan nama Tuhan;
41. Memberikan sesuatu kepada sesama atau mengerjakan sesuatu dengan bersungut-
sungut adalah pengorbanan yang tak ada nilainya;
42. Bekerja adalah kodrat asali manusia; maka berkerjalah senantiasa selagi Tuhan
masih memberi kesempatan untuk berbuat kebaikan kepada sesama; melalui bekerja
kita memuliakan nama Tuhan;
43. Lebih nikmat menikmati sesuatu dari hasil keringatnya, dari pada menikmati
sesuatu dari hasil keringat orang lain atau dari hasil rampasan milik orang lain;
44. Harga diri tak dapat digadaikan dengan barang dunia apapun, maka jagalah harga
diri anda dengan melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya dengan dilandasi takut
akan Tuhan;
45. Harga diri anda jauh lebih bernilai dari pada intan permata, maka jaga sikap dan
tingkah laku anda untuk menjaga harga diri anda tetap bernilai tinggi;
46. Janganlah menjual harga diri anda dengan perbuatan-perbuatan yang bertentangan
dengan firman Tuhan; orang yang senantiasa bersahabat dengan kejahatan (selalu
berbuat kejahatan), ia menjual harga dirinya;
47. Menjual harga diri berarti mencoreng kodrat manusia yang adalah segambar dan
serupa dengan Allah;
48. Harga diri adalah kodrat asali manusia yang serupa dan segambar dengan Allah.
Allah miliki kodrat Ilahi: maha suci, maha kudus, maha murni dan maha mulia.
Sedangkan manusia miliki kodrat suci, kudus, murni dan mulia, maka kita dituntut
untuk menjaga kodrat asali itu tidak dikotori dan atau dihancurkan oleh berbagai
macam kejahatan dan tawaran duniawi yang sifatnya sementara;
49. Perjuangan kita adalah perjuangan untuk menegakkan harga diri agar martabat
manusia dihargai dan dihormati oleh siapapun di atas segala kepentingan apapun;
50. Harga diri berada di atas segala kepentingan manusia, karena harga diri itu kodrat
asali manusia yang serupa dan segambar dengan Allah;
51. Kepentingan Allah menciptakan manusia adalah sebagai rekan kerja Allah atau
sebagai mitra kerja Allah, maka Allah menciptakan manusia pertama (Adam)
segambar dan serupa dengan Allah;
52. Setiap kali kita melanggar perintah Allah, kita mengotori dan menurunkan derajat
manusia yang segambar dan serupa dengan Allah itu, maka kita dituntut untuk
mengangkat dan memurnikan kodrat asali itu melalui tindakan penyesalan dan
pertobatan (menjadi manusia baru), serta menolong sesama tanpa pamrih;
53. Kesucian, kekudusan, kemurnian dan kemuliaan yang adalah kodrat asali manusia
yang segambar dan serupa dengan Allah itu dikotori dan derajatnya dijatuhkan oleh
Adam dan Hawa sejak melanggar perintah Allah; kejatuhan manusia pertama ke
dalam dosa adalah kejatuhan derajat (kodrat) manusia itu, namun Allah mengutus
Yesus sebagai Adam baru untuk mengangkat derajat manusia ke level yang semula;
54. Hidup dalam dosa (menjadi hamba dosa) memimpin manusia kepada kematian
kekal, sebaliknya hidup dalam ketaatan kebenaran Allah (menjadi hamba
kebenaran) memimpin manusia kepada kebenaran yang membebaskan dan memberi
285
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

kehidupan kekal; upah dosa adalah maut, tetapi karunia Allah adalah hidup yang
kekal dalam Yesus Kristus, Tuhan kita (Roma 6:15-23);
55. Amanat agung Yesus: “KepadaKu telah diberikan segala kuasa di Surga dan di
bumi. Karena itu, pergilah jadikanlah semua bangsa muridKu dan babtislah mereka
dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala
sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu
senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Injil Matius 28:18-20);
56. Kata Yesus: “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku akan
mengakuinya di depan BapaKu yang di Sorga; Tetapi barangsiapa menyangkal Aku
di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu di Surga (Injil
Matius 10:32-33);
57. “Janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang
tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia (Tuhan) yang
berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka”, kata Yesus
(Injil Matius 10:28);
58. Kata Yesus: “Barang siapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak
layak bagiKu; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih
dari padaku, ia tidak layak bagiKu. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan
mengikut Aku, ia tidak layak bagiKu. Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia
akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia
akan memperolehnya. Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan
barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku”. (Injil
Matius 10:37-40);
59. “Hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar
kelebihan mereka kumudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada
keseimbangan” (II Korintus 8:14);
60. Kata Yesus: “Jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga
akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang,
Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” (Injil Matius 6:14-15);
61. Dan seterusnya.
Yesus berfirman: “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan
ditambahkan kepadamu” (Injil Matius 6:33)

‘Ketika kita percaya dan berpengharapan dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan, maka mukjizat terjadi’
“Satu Bangsa Satu Jiwa Siapkan Jalan Tuhan, dengan dilandasi semangat Saling Mengasihi Dalam Tuhan”
“One people one soeul to make a way for God with founded the spirit ach other to love in God”

“Komitmen, kesetiaan dan kebersamaan kita dalam kasih, iman dan pengharapan adalah kekuatan kita
untuk membebaskan diri dari belenggu tirani dosa dan tirani penindasan ini”.

286
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Lampiran 1

SERUAN KONSOLIDASI dan REKONSILIASI BANGSA PAPUA


Thema: “Gerakan Pemulihan Diri Menuju Pemulihan Bangsa Papua”

1. Mengapa Gerakan Pemulihan Penting Dilakukan?

P
erjalanan bangsa Papua sangat menyedihkan! Kedaulatan bangsa Papua dicaplok,
hak-hak dasar orang asli Papua diinjak-injak. Penghancuran budaya dilakukan
secara sistematis, terencana dan terukur; Tanah Papua diakuasai, kekayaan alamnya
dikuras dan penghancuran keutuhan alam ciptaan semakin meningkat. Hutan sebagai
tempat mata pencarian digusur, ditebang, dan dialih fungsikan untuk eksploitasi sumber
daya alam baik legal maupun illegal. Ketidak-adilan dalam berbagai dimensi kehidupan
tumbuh subur di segala dimensi kehidupan. Demi mengambil Emas Papua, Mas Papua
dibantai.
Dikala aspirasi politik Papua merdeka memuncak di awal reformasi Indonesia,
dibungkam dengan OTSUS – si naga tua dari Jakarta. OTSUS telah menghancurkan sendi-
sendi hidup orang asli Papua. OTSUS adalah ular naga tua buatan Jakarta, yang dengan
leluasa beraksi di Tanah Papua. Ekornya dipegang di Jakarta, sedangkan kepalanya berada
di Tanah Papua. Naga tua „OTSUS‟ itu berusaha dengan sekuat tenaga membungkam
aspirasi politik Papua Merdeka, namun upayanya TIDAK BERHASIL dan TIDAK AKAN
BERHASIL, kerjanya bagai menjaring angin.
Racun naga tua itu sudah dan sedang melumpuhkan tatanan hidup orang asli Papua.
Si naga tua „OTSUS‟ itu sudah dan sedang menggoda segelintir orang Papua tergila-gila
mengejar jabatan (kedudukan-kekuasaan), harta dan wanita sehingga berbagai macam
pemekaran Kabupaten dan Propinsi makin meningkat di Tanah Papua. OTSUS si naga tua
itu mendidik para pejabat tertentu di Tanah Papua menjadi semakin tamak, semakin egois
diikuti dengan sikap hedonisme, menjadi preman berdasi, pembungkam suara akar rumput,
apatis (masa bodoh) dengan penderitaan warga asli, menjadi pencuri berdasi (koruptor),
menjadi penipu berdasi, penimbun harta kekayaan, kebal salah, kebal malu, kebal hukum,
bermental pilih kasih, menjadi pembunuh berdasi, menjadi pion (antek Jakarta), dan lain-
lain. Inilah buah-buah hasil kerja si naga tua Jakarta „OTSUS‟ itu.
Orang asli Papua telah berkali-kali menolak dan mengembalikan si naga tua OTSUS
itu dalam berbagai demonstrasi, salah satunya demonstrasi terbesar pada 12 Agustus 2005
si naga tua itu secara de facto dikembalikan oleh Masyarakat Adat Papua melalui Dewan
Adat Papua dalam kemasan peti jenasah OTSUS, dan secara de jure dikembalikan oleh
MRP ke DPRP agar disidangkan dalam rapat Paripurna DPRP untuk dikembalikan ke
Jakarta. Namun, pihak DPRP tidak berani mengambil keputusan politik, bahkan
kebanyakan anggota DPRP hilang alias sembunyi, karena takut dengan desakan orang asli
Papua di kala itu.
Ironis memang! Bangsa Papua bagaikan burung terkekang dalam sarang. Lebih
tepat orang asli Papua terpenjara dalam penindasan terstruktur yang dikemas dengan rapi,
287
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

sistematis dan terukur. Hanyalah segelintir orang yang menikmati OTSUS Papua. Manusia
Papua dan segala yang ada di Tanah Papua berada dalam bayang-bayang kehancuran dan
kepunahan. Penindasan terhadap sesama manusia dapat dikatakan „tirani‟ apabila
penindasan itu menjadi sebuah tradisi yang menyebabkan penderitaan paling mengerikan
terhadap sesama manusia, entah individu, golongan/ suku atau bangsa tertentu. Tirani
penindasan ini dapat dilakukan entah secara sadar atau tidak sadar oleh individu,
pemerintah atau non pemerintah, atau adat terhadap sesama manusia.
Bangsa Papua terkekang dalam dua kategori tirani di bawah ini:
1) Tirani penindasan Jasmani; Bangsa Papua terkekang dalam lingkaran tiga tembok
tirani penindasan, yaitu: Tirani Adat, Tirani Swasta dan Tirani Negara. Tubuh
jasmani orang asli Papua terbelenggu oleh tiga bentuk tirani penindasan ini. Tirani
yang paling mengancam kelangsungan hidup bangsa Papua adalah tirani Negara.
Bentuk-bentuk tirani penindasan yang mendatangkan penderitaan hebat bagi
kebanyakan umat manusia ini harus dilawan.

Untuk itu, kita meningkatkan kesadaran dan membangun solidaritas bersama,


satukan komitmen bersama untuk melawan semua bentuk-bentuk tirani yang
semakin menjamur dalam segala dimensi kehidupan manusia. Selanjutnya semua
umat manusia bahu membahu untuk menciptakan Papua damai sejahtera,
minimalnya bangsa Papua harus bersatu untuk melawan semua bentuk tirani dengan
jalan damai untuk terbebas dari perbudakan ini.

2) Tirani penindasan Rohani; Kita juga terkekang dalam tirani dosa. Tubuh rohani kita
terkekang dalam tembok „salah dan dosa‟. Ada dosa warisan, ada dosa sosial, ada
dosa para moyang kita, ada dosa pribadi (perkataan, pikiran/keinginan, kelalaian,
dan perbuatan).
Gerakan pemulihan penting dilakukan untuk membebaskan diri dari kedua kategori
tirani (tirani penindasan tubuh jasmani dan tubuh rohani). Kita harus membebaskan tirani
jasmani dan tirani rohani melalui langkah-langkah yang tepat, benar dan terarah serta
terukur dengan penuh ketulusan dan bertanggung-jawab.

2. Siapa Saja Yang Melakukan Gerakan Pemulihan?


Gerakan pemulihan dapat dilakukan oleh setiap orang asli Papua dan simpatisan
yang selama ini menjadi sasaran penindasan oleh Negara bangsa Indonesia. Ada tiga
kategori orang Papua dalam gerakan pembebasan nasional, yaitu:
 Pertama, kaum jelata adalah basis terpenting dari gerakan pembebasan
Nasional Papua;
 Kedua, kaum revolusioner. Kaum jelata melahirkan kaum revolusioner dan
dibesarkan oleh kaum jelata Papua. Kaum revolusioner adalah barisan
terdepan dalam gerakan pembebasan nasional. Maju mundurnya suatu
gerakan tergantung dari strategi dan taktik yang digunakan oleh kaum
revolusioner;
288
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

 Kelompok ketiga dalam gerakan pembebasan adalah kaum oportunis


(kelompok abu-abu). Kaum ini menjadi pion Jakarta memainkan perjuangan,
menjadi pembunuh darah dingin, menjadi pengkhianat perjuangan, ada yang
memilih apatis (diam membisu atau masa bodoh dengan penindasan ini), ada
pula aktifis yang berjuang Papua merdeka, tetapi diam-diam menikmati
suapan nasi, suapan uang, suapan barang, dan suapan kekuasaan (jabatan)
dari Indonesia; mereka menjadi musuh dalam selimut. Ini saatnya diakhiri.

3. Apa Saja Yang Perlu Dilakukan Dalam Gerakan Pemulihan?


Hal-hal penting yang dilakukan dalam pemulihan diri adalah:
1) Kita berdamai terlebih dahulu dengan diri kita, lalu berdamai dengan sesama kita.
Agar pemulihan diri dapat terjadi, maka pelepasan pengampunan kepada sesama
manusia penting untuk dilakukan; sikap melepaskan pengampunan dalam doa
kepada orang yang menyakiti atau menindas kita itu penting, agar pemulihan diri
dapat terjadi. Pelepasan pengampunan bukan supaya kita menerima segala bentuk
penindasan dengan hati dan tangan terbuka, tetapi pelepasan pengampunan itu
penting dilakukan agar Tuhan juga mengampuni salah dan dosa kita.

Kata Yesus dalam Matius 6: 14 “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan


orang, Bapamu yang di Sorga akan mengampuni dosamu juga”. Ada pula
tertulis: “Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada
barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya Bapamu yang di Sorga
mengampuni kesalahan-kesalahanmu” (Markus 11:25); Selain itu, baca juga
dalam Injil Matius 6:15, Matius 18:35, dan Lukas 11:4.

Melepaskan pengampunan kepada sesama manusia yang telah menyakiti hati kita
adalah prasyarat yang paling penting agar Tuhan juga mengampuni segala salah dan
dosa kita. Ini adalah perintah Tuhan Yesus, maka kita sebagai pengikut Yesus mau
atau tidak mau perlu melakukan perintah ini.

2) Kita juga berdamai dengan segala sesuatu yang Tuhan ciptakan yang ada di sekitar
kita, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Rekonsiliasi atau berdamai
kembali dengan semua yang ada di sekitar kita, karena ada yang tersakiti oleh sikap
dan perbuatan tidak terpuji yang sering kita lakukan.

3) Kita juga berdamai kembali dengan Allah Tritunggal. Hubungan kita dengan Tuhan
yang telah terputus akibat dosa, kita perlu memulihkan kembali hubungan itu
melalui kesadaran dan penyesalan atas salah dan dosanya, permohonan
pengampunan dari Tuhan dan bertobat, selanjutnya menjaga kekudusan dalam
kebenaran Firman Allah.
Pemulihan diri akan menentukan pemulihan bangsa Papua. Jikalau kita katakan
bahwa bangsa Papua adalah bangsa yang diberkati Tuhan, dan kita akan memberkati
bangsa-bangsa lain, maka syaratnya hanya satu: „kita harus memulihkan diri kita masing-
289
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

masing agar bangsa kita dipulihkan oleh Tuhan‟; dengan demikian bangsa Papua akan
menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain di dunia dalam penantian kedatangan Yesus yang
kedua kali ke dunia ini untuk memimpin kita dalam Kerajaaan 1.000 Tahun.

4. Kapan Gerakan Pemulihan Itu Dilakukan?


Gerakan pemulihan dapat dilakukan mulai dari sekarang. Inilah saatnya untuk kita
memulihkan diri. Tuhan memberi kita kesempatan setiap waktu. Setiap saat Tuhan
memanggil kita untuk memulihkan diri, berdamai kembali dengan diri sendiri, berdamai
kembali dengan sesama manusia, berdamai kembali dengan semua ciptaan Tuhan, baik
yang dilihat dan tidak dapat dilihat; kita memulihkan hubungan yang sudah retak itu dengan
Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus. Terlebih dahulu kita mengosongkan diri kita; artinya
kita merendahkan diri di hadapan Allah dan membangun hubungan kembali atau
perdamaian dengan semua pihak. Perdamaian itu terus menerus dilakukan dalam
kelangsungan hidup kita tanpa henti dengan sungguh-sungguh dari lubuk hati kita yang
paling dalam.

5. Di Tempat Mana Gerakan Pemulihan Itu Dilakukan?


Ada beberapa titik sentral pemulihan itu harus dilakukan, antara lain:
1) Gerakan pemulihan dimulai dari diri kita masing-masing (rekonsiliasi diri);
2) Pemulihan hubungan (rekonsiliasi) dalam keluarga kecil dan besar;
3) Pemulihan hubungan dilakukan juga di mana kita bekerja, sekolah, kuliah, dll.);
4) Pemulihan hubungan dengan Tuhan;
5) Pemulihan hubungan (rekonsiliasi) dilakukan dengan semua ciptaan Tuhan.
Jika hubungan antara suami istri rusak, segeralah memulihkan hubungan yang retak
itu; jika hubungan antara teman dengan teman rusak, pulihkan hubungan yang retak itu;
jika hubungan antara pimpinan dan bawahan rusak, damaikanlah kembali hubungan yang
tidak harmonis itu; jika hubungan dengan Tuhan terputus, pulihkan hubungan yang rusak
itu; jika hubungan kita dengan alam lingkungan rusak, maka damaikanlah hubungan
dengannya.

6. Bagaimana Gerakan Pemulihan Itu Dilakukan?


Gerakan pemulihan dapat dimulai dengan menempuh tiga aspek terpenting sebagai
penentu pemulihan, yaitu:
1) Langkah pertama adalah harus menumbuhkan „KESADARAN‟. Pemulihan diri
diawali dengan kesadaran yang tulus dan murni bahwa kita berada dalam tirani
perbudakan RI dan kita menjadi budak tirani dosa. Awal kebangkitan untuk
melawan penindasan adalah menumbuhkan kesadaran dalam hati nurani dan akal
budi. Kita juga perlu menyadari bahwa kita menjadi budak dari dosa. Untuk keluar
dari perbudakan kolonial Indonesia dan perbudakan Iblis (dosa), maka kita perlu
mengambil langkah berikut ini.

290
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

2) Langkah kedua adalah mengambil „KOMITMEN‟ yang bulat (AMBIL SIKAP


TEGAS) dan disertai dengan sikap „PENYESALAN‟ atas segala dosa. Setiap kita
perlu mengambil sikap tegas (mengambil komitmen) untuk mengatasi penderitaan
dan keluar dari perbudakan Negara bangsa Indonesia yang memenjara kita bangsa
Papua dan perbudakan dosa. Komitmen (sikap tegas) sebagai „roh‟ yang dapat
menggerakkan setiap kita untuk membangun solidaritas yang kuat (solid) bahwa
kita adalah senasib dalam penderitaan dan setekad untuk keluar dari penjara tirani
Indonesia dan para sekutunya yang membelenggu hidup kita. Komitmen tanpa
solidaritas bagaikan mobil tanpa bahan bakar. Demikian pula, solidaritas diperlukan
untuk menggapai kerinduan yang terinspirasi dalam komitmen kita agar terbebas
dari segala bentuk tirani, baik tirani Negara dan tirani dosa.

3) Langkah ketiga adalah „DIWUJUDKAN DALAM TINDAKAN NYATA‟ (AKSI


KEBEBASAN) dan „BERTOBAT‟ (menjadi manusia baru dalam sikap dan
tindakan). Membangun solidaritas massa rakyat untuk melawan segala bentuk tirani
adalah keharusan, tetapi perlawanan kita dengan jalan damai. Dengan solidaritas
dapat membangun kebersamaan dalam mengatasi berbagai masalah yang
membelenggu hidup kita. Kebersamaan adalah kekuatan kita. Kekuatan kita untuk
mengalahkan berbagai bentuk tirani. Pada tahapan ini setiap kita terlibat langsung
maupun tidak langsung dalam berbagai kegiatan yang bersifat damai untuk keluar
dari belenggu penindasan ini.
Jika kita belum sadar atas penindasan yang terjadi dalam hidup kita, maka inilah
saatnya untuk menumbuhkan kesadaran; jika selama ini kita belum mengambil komitmen
untuk melakukan perlawanan dengan jalan damai atas berbagai penindasan ini, maka inilah
saatnya untuk kita mengambil komitmen; jika selama ini belum terlibat, baik secara
langsung dan tidak langsung dalam perjuangan ini, maka inilah saatnya kita bangkit dan
maju terlibat dalam perjuangan ini, baik terlibat langsung maupun tidak langsung.
Selain itu, jika selama ini kita belum sadar atas salah dan dosa, maka inilah saatnya
untuk sadar; jika selama ini kita belum menyesal atas salah dan dosa, maka inilah saatnya
untuk menyesal; jika selama ini kita belum bertobat, maka inilah saatnya bertobat. Jika kita
selama ini memata-matai perjuangan Papua, maka inilah saatnya sadar, menyesal dan
bertobat; jika selama ini kita hanya memikirkan diri, keluarga dan golongan, maka inilah
saatnya untuk satukan barisan memikirkan keselamatan bangsa Papua. Singkatnya inilah
saatnya, kita bulatkan tekat, kuatkan hati dan iman untuk menghalau segala bentuk tirani
yang mengekang hidup kita dan terus kobarkan api revolusi iman untuk menyelamatkan
bangsa Papua dari kepunahan etnis. Tak ada kata terlambat dalam kamus revolusi. Ingat:
Revolusi Papua adalah Revolusi Iman; Revolusi kemenangan Iman.
Perjuangan bangsa Papua adalah perjuangan untuk menegakkan harkat dan martabat
manusia Papua di atas segala kepentingan; perjuangan untuk meneggakkan harga diri
sebagai manusia ciptaan Tuhan, yang semartabat dengan manusia lain di dunia ini. Maka
perjuangan dengan damai ini perlu didukung oleh semua pihak karena perjuangan dengan
damai adalah perjuangan yang suci, kudus dan murni. Pulihkan diri kita. Satukan hati dan

291
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

budi kita. Satukan komitmen dan agenda kita. Kuatkan hati dan iman kita. Tingkatkan doa-
puasa kita. Naikkan pujian dan penyembahan kepada Allah di seluruh Tanah Air Papua.
Tak ada perubahan positif akan terjadi, jika kita tidak sadar, menyesal dan bertobat.
Tidak ada perubahan positif akan terwujud, jika kita tidak sadar akan penindasan ini, tidak
mengambil komitmen (tidak ambil sikap tegas) dan tidak diwujudkan dalam tindakan nyata
(aksi kebebasan dengan damai).
Di mana ada iman – (keyakinan) di situ Tuhan hadir untuk menyatakan kuasa-Nya.
Di dalam iman ada pengharapan kepada Tuhan Allah. Pengharapan adalah dasar dari iman
kita. Karena „iman‟ adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari
segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibrani 11:1). Perubahan besar sedang menanti di depan
mata kita, maka itu kita beriman teguh dan memulihkan diri, karena „pemulihan diri kita
yang dilandasi dengan beriman teguh menentukan pemulihan bangsa Papua‟. „TUHAN-lah
Pemulih dan Pembebas bangsa Papua‟, hanyalah kepada Dia sajalah kita berbakhti, memuji
dan menyembah dalam Roh dan Kebenaran kekal hingga kekal. Amin.

Pemulihan Diri Menuju Pemulihan Bangsa Papua

Berdamai
dengan Allah
Tritunggal

Berdamai Berdamai dengan


dengan sesama Berdamai makhluk ciptaan
manusia dengan diri lainnya, termasuk
leluhur.

Keterangan:

= Relasi vertikal (Pemulihan relasi atau hubungan diri dengan Allah Tritunggal)

= Relasi horizontal (Pemulihan relasi atau hubungan diri dengan sesama manusia dan
makhluk ciptaan lainnya, termasuk leluhur.

Menentukan Pemulihan Bangsa


Pemulihan diri
PAPUA

Catatan: Waktu berdoa yang paling tepat adalah: pada jam 6 sore dan 6 pagi, pada jam 9 pagi dan 9 malam,
pada jam 12 siang dan 12 malam, pada jam 3 sore dan 3 subuh.

292
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Lampiran 2 (Versi Doa Umum)

Oleh: Selpius Bobii

(Mazmur Ratapan di bawah ini kita mendaraskan atau doakan pada jam 12 siang dan jam 12 malam)

Alam raya adalah buah karya-Mu ya Allah;


Engkau menciptakan segala sesuatu yang „tak ada‟ menjadi „ada‟ dengan firman-Mu; Di dalam firman yang
keluar dari mulut-Mu mengandung kuasa „daya cipta‟; Kecuali manusia pertama „Adam‟, Kau mengukirnya
dengan tangan-Mu; Dikau menciptakan manusia serupa dengan gambaran-Mu ya Allah; dan melengkapi
manusia dengan akal budi sebagai pusat daya pikir, dan hati nurani sebagai pusat daya timbang;
Engkau juga menciptakan makhluk lain yang tak dapat dilihat dengan mata jasmani sebagai saksi-Mu di bumi;
Mereka juga melaksanakan tugas yang Dikau berikan untuk melindungi dan memelihara keutuhan Ciptaan-Mu
dan berperan sebagai saksi-Mu.

Sungguh mengagumkan buah karya-Mu ya Bapa; Engaku mendandani alam raya dengan kemuliaan-Mu;
Keelokan alam raya mewartakan keagungan-Mu yang maha dasyat; Pesona kemuliaanMu terpatri dalam
semua ciptaanMu; Engkau menciptakan aneka macam planet; Dan menempatkan semua mahluk ciptaan-Mu di
planet bumi ini; Dikau membentuk beragam benua dan pulau; Dikau menempatkan segala suku dan bangsa di
berbagai benua dan gugusan pulau dengan batas-batasnya yang amat jelas.

Padamulanya dunia hidup dalam suasana damai sejahtera dipenuhi kemuliaan-Mu ya Bapa; Manusia awalnya
menikmati buah karya-Mu dengan bebas tanpa perbudakan; Namun dalam sejarah perjalanan bangsa
manusia dipenuhi berlumuran air mata darah; Suku bangsa yang satu bangkit melawan suku bangsa yang
lain; Bangsa yang satu bangkit melawan bangsa yang lainnya. Ini semua terjadi karena „ada golongan bangsa
manusia tertentu‟ yang merasa dirinya paling unggul dan lebih beradab;
Mereka memandang suku bangsa lain, atau bangsa lain tidak beradab, primitif, kolot, dan jijik; Kaum yang
merasa diri paling unggul dan beradab melahirkan „rasisme‟;
Rasisme melahirkan „ketidak-adilan‟; Ketidak-adilan melahirkan pelanggaran HAM dalam segala aspek
kehidupan, penaklukan dan penguasaan wilayah baru, melahirkan kemelaratan, kemiskinan struktural,
diskriminasi, marginalisasi, meminoritasi, pemusnahan etnis dan lain sebagainya.

Ya Tuhan, bangsa Papua adalah korban dari penjajahan bangsa lain yang merasa dirinya paling unggul dan
beradab; Padahal padamulanya nenek moyang mereka juga tentu hidup dalam penuh keterbelakangan,
keterbatasan dan primitif;
Namun, karena ya Bapa Engkau terlebih dahulu memberkati mereka, Engkau terlebih dahulu membuka mata
akal-budinya, artinya mengenal budaya tulis-menulis; Oleh karenanya peradaban bangsanya berkembang
dengan cepat;
Ya Bapa, jika Engkau tidak membuka mata akal-budi mereka terhadap segala realita alam raya dan tidak
menuntunnya untuk mengenal budaya tulis-menulis, maka sesungguhnya mereka juga sama keadaannya
dengan bangsa-bangsa lain yang hanya mengenal budaya lisan; Mereka tidak mengucap syukur atas hujan
berkatMU yang terlebih dahulu diturunkan kepada mereka;
Sesungguhnya dengan berkatMu yang diterima dengan cuma-cuma itu, mereka gunakan untuk memberkati
bangsa-bangsa lain yang belum berkembang dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, terlebih dahulu
menuntun suku bangsa yang dipandang primitif itu untuk mengenal budaya tulis menulis;

293
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Ya Bapa, walaupun mereka telah melaksanakan tugas mulia itu, tetapi motivasi mereka tidak murni; Motivasi
utama mereka adalah penguasaan wilayah baru untuk kepentingan politik dan ekonominya, mereka
menunjukkan kekuatannya dengan penuh kesombongan bahwa mereka berkuasa melakukan apa saja,
dan hal itu terkait dengan „kekuasaan politik‟; dan untuk mencapai „kekuasaan politik‟ itu didukung oleh
„kekuatan ekonomi‟.

Penaklukan wilayah baru demi „Gold, Gospel‟ and Glory (Emas, Injil dan Kejajaan); Pekabaran Injil sebagai
jalan masuk untuk menguasai sumber-sumber ekonomi di wilayah baru; „Kepentingan ekonomi‟ adalah „kata
kunci‟ dari penjajahan dan perbudakan itu; Walaupun demikian, ya Bapa, Engkau memakai mereka untuk
mewartakan Injil sampai ke ujung bumi, walau cara-cara yang ditempuhnya tidak terlepas dari penjajahan
dan penjarahan; Di tengah penjajahan dan penjarahan, pewartaan Injil serta pengenalan budaya tulis-menulis
pun dijalankan sebagai jalan untuk memuluskan penguasaan wilayah baru secara politik dan ekonominya,
serta sebagai pelengkap untuk penguasaan politik dan ekonomi di wilayah baru itu dibekap dengan kekuatan
militer (aparat keamanan – polisi dan pertahanan - tentara) sebagai alat paksa, agar masyarakat setempat
tunduk dan taat kepada penguasa (kolonial).

Ya Bapa yang maha pengasih, Engkau memperkenankan bangsa lain masuk ke Tanah Papua untuk
mempersiapkan orang asli Papua demi terwujudnya rencana-Mu di Tanah Papua, namun Engkau tak
merestujui segala bentuk penindasan dan penjarahan besaran-besaran yang dilakukan oleh bangsa-bangsa
lain yang sudah pernah dan sedang menduduki Tanah Papua; Bangsa Papua sudah satu setengah abad
berada dalam penaklukan bangsa-bangsa lain; Papua dari pangkuan Belanda ke pangkuan Jepang, dari
Jepang kembali ke pangkuan Belanda, dan dari tangan Belanda diserahkan ke sebuah badan PBB – UNTEA,
dan Papua dari tangan UNTEA dipaksa masuk ke pangkuan NKRI.

Di depan mataMu ya Bapa, bangsa Papua bagian barat merana seorang diri dari episode demi episode, dari
pangkuan yang satu ke pangkuan berikutnya; Tak terbayangkan betapa banyaknya manusia Papua korban
berguguran akibat kekejaman kaum manusia yang merasa dirinya paling super dan beradab; Orang asli
Papua gugur bagaikan daun di musim semi; Mereka hilang lenyap bagaikan uap air; Mereka pergi tanpa
berkata, tanpa perlawanan; Alam semesta Papua menjadi saksi bisu.

Ya Tuhan, Dikau tahu bahwa Tanah Papua sudah dan sedang memandi darah; merahnya „api‟ bisa dipadam,
tetapi „merahnya darah‟ di Tanah Papua tak kunjung padam; Air mata darah Papua terus membasahi pelosok
negeri Cenderawasih;
Tanah Damai‟ berubah menjadi „Tanah Darah‟; „Tanah Leluhur‟ berubah status menjadi „Tanah Jajahan‟;
„Tanah Kasih‟ beralih wujud menjadi „Tanah Kekerasan‟;
Negeri Cenderawasih menjadi pekuburan umum; Pusara tak bernama dapat dijumpai di mana-mana di
pelosok negeri Papua; Tulang belulang manusia Papua dapat dijumpai di gunung, di bukit, di lembah, di pesisir
pantai, di laut, di kali dan di danau.

Ya Bapa, bangsa Papua terus menerus meratap; Dari episode ke episode, dari Pangkuan ke Pangkuan -
Papua tak berhenti meratap; Meratapi kehilangan anak, meratapi kehilangan ayah, meratapi kehilangan
mama, meratapi kehilangan suami, meratapi kehilangan isteri, meratapi kaum kerabatnya, meratapi
kehilangan dusunnya, meratapi kehilangan hutan sebagai sumber penghidupannya; Meratapi kehilangan
pekerjaannya, meratapi kehilangan hak-hak dasarnya, meratapi sungai-kali – danau yang jernih berubah
menjadi kabur dan kotor di penuhi sampah dan limbah perusahaan raksasa para kapitalis lokal, nasional dan
global; Ini sungguh menyedihkan ya Tuhanku!

294
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Atas kehendakMu ya Bapa, Dikau perkenankan bangsa Papua bangkit bersuara; Gong perlawanan
dikumandangkan di seantero Papua; Awalnya bangsa Papua menempuh perjuangan dengan jalan damai pada
tahun 1960-an, tetapi karena penjajahan Indonesia atas orang asli Papua paling kejam dan bengis, maka gong
perlawanan dengan senjata di Arfai Manokwari Papua dicetuskan di bawah pimpinan Lodewik Mandacan dan
adiknya pada 18 Juli 1965; Selama puluhan tahun gong perlawanan bergema di rimba raya Papua
menghadapi operasi-operasi militer dari TNI-POLRI; Walaupun ya Bapa, perjuangan dengan cara kekerasan
Dikau tidak merestujuinya.

Ya Bapa yang maha suci, atas perkenaanMu, perjuangan bangsa Papua dari rimba raya masuk di dalam kota;
sejak tahun 1978 perjuangan bangsa Papua masuk di dalam kota dengan memproduksi lagu-lagu nuansa
budaya Papua melalui group Mambesak di bawah pimpinan Tn Arnold Ap;
Pada tahun 1980-an perjuangan dengan damai masuk kota ditandai dengan peristiwa-peristiwa pengibaran
Bendera Bintang Fajar secara damai; Negara Indonesia menyikapi perjuangan damai di dalam kota dengan
tangan besi;
Hampir semua rakyat sipil Papua yang berjuang dengan damai di dalam kota diperlakukan tidak
bermanusiawi, ditangkap, dianiaya, diperkosa, ada yang diculik dan dibunuh dengan sadis, serta dipenjara;
Sementara para gerilyawan tetap melakukan perjuangan di rimba raya Papua menghadapi operasi-operasi
militer yang dilancarakan oleh TNI-POLRI atas perintah pimpinan tertinggi pertahanan dan keamanan, serta
presiden RI atas persetujuan DPR-RI dan MRP-RI;
Banyak rakyat sipil yang tertembak mati dan terluka, akibat kontak senjata antara militer Indonesia dan
TPNPB-OPM, serta banyak kerugian yang dialami masyarakat Papua akibat operasi-operasi militer yang tak
henti-hentinya yamg diterapkan oleh Negara Indonesia menghadapi gerilyawan TPNPN-OPM selama Papua
dalam pangkuan NKRI.

Ya Bapa yang maha kuasa, atas perkenaan-Mu pula, rakyat Indonesia menurunkan pemerintahan tangan
besi, presiden Soeharto dari singgasana, sehingga momentum itu memberikan ruang dan kesempatan bagi
bangsa Papua untuk menata kembali barisan perjuangan, maka diselenggarakanlah Musyawarah Besar
(MUBES Papua) dan Kongres II Papua pada tahun 2000;
Dalam forum demokrasi yang menentukan itu memutuskan bahwa perjuangan bangsa Papua ditempuh
dengan cara-cara yang bermartabat – perjuangan dengan damai; Perjuangan dengan damai adalah
perjuangan kudus, suci dan mulia, maka hingga kini rakyat bangsa Papua, dalam hal ini sipil dalam kota dan
orang Papua rantauan di kota-kota studi di Indonesia, serta di luar negeri mengawal perjuangan Papua
dengan jalan damai; sementara TPN-OPM sudah lama bertahan di rimba raya Papua dari tahun 1965
menghadapi operasi-operasi militer TNI-POLRI yang berusaha keras menumpas pergerakan bangsa Papua.

Ya Bapa yang kekal, Dikau tahu bahwa perjuangan ini diperjuangkan hingga kini sudah tiga generasi;
Generasi pertama yang telah merintis perjuangan ini sudah tiada; Kemudian perjuangan ini diteruskan oleh
generasi ke dua; Kini generasi kedua ada yang sudah tiada dan hanya sedikit orang masih mengabdi;
Dan kami adalah generasi ketiga bersama generasi kedua yang tersisa sedang mengawal perjuangan
penegakkan keadilan ini; Ya Bapa, kami telah bertekad untuk mengakhiri penindasan ini pada generasi ketiga,
agar di era generasi ke empat yang sedang tumbuh mekar di tengah penjajahan ini, nantinya mengisi
kemerdekaan itu; Inilah kerinduan kami yang menjadi harapan; Sekiranya Bapa mendengar rintihan derita
bangsa Papua dan menjawab kerinduan umat-Mu yang mengembara dalam padang derita.

Ya Tuhan, sudah puluhan tahun bangsa Papua bersuara ke Barat, ke Utara, ke Selatan dan ke Timur; tetapi
suara Papua jatuh di padang sunyi, seruan Papua dibuang ke tong sampah; Belakangan ini walau ada yang
mendengar, namun itu tak mampu menghentikan darah Papua; Belakangan ini ada pihak tertentu yang peduli
dengan derita Papua, tetapi itu tak mampu memadamkan api yang terus membara.
295
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Ya Bapa di depan mata-Mu, „isu Papua‟ merdeka dijadikan sebagai aset bisnis dari pihak-pihak tertentu; isu
Papua dijadikan untuk menaikan pangkat, mendapat kekuasaan (promosi jabatan); isu Papua juga dipakai
untuk mendapatkan uang untuk kepentingan sekolah (kuliah), untuk kepentingan hidup berfoya-foya; isu
Papua juga digunakan untuk meningkatkan kerja sama dengan Negara Indonesia; Papua menjadi korban demi
kepentingan ekonomi kapitalisme lokal, nasional dan global;
Papua bagai kancil kecil yang terinjak di antara gajah-gajah raksasa dunia yang saling bertarung menguasai
sumber-sumber ekonomi di Tanah Papua; Para pembesar hanya sibuk dengan kepentingan ekonominya;
Manusia Papua korban di atas korban akibat pengisapan ekonomi di Tanah Papua;
Ternyata „dunia‟ tak mampu menghentikan „darah Papua„ yang terus menetes di Tanah Papua; Ya Bapa,
beratnya penderitaan yang menimpa Papua; Betapa beratnya salib yang dipikulnya; Ya Bapa, atas salah siapa
dan dosa siapakah, sehingga penderitaan yang berat ini Dikau embankan ke atas pundak bangsa Papua?
Jawablah kami ya Bapa, karena Dikau maha tahu dan maha adil.

Ya Allah, sudah puluhan tahun tanah Papua dijadikan sebagai arena pertarungan para kapitalis lokal,
nasional dan global; orang Papua diinjak-injak oleh para kapitalis ini; Mereka menguasai Tanah Air; Tanah
Papua bagai tanah tidak bertuan; Kaum kapitalis dunia ini menguasai dan merampok hasil kekayaan tanah
Papua; Mereka membagi-bagi hasil jarahannya untuk kenikmatan semata; Sementara kami masyarakat
setempat semakin melarat; Mereka menikmati hidup ini dari hasil rampasan kekayaan kami, mereka
berpesta pora sambil menari-nari di atas air mata darah orang asli Papua - pemilik negeri ini.

Ya Bapa, Dikau menempatkan kami orang Papua – berambut keriting dan berkulit hitam ini di Tanah Papua,
dilengkapi dengan kekayaan alam yang berlimpah ruah; namun di depan mata-Mu Tuhan orang asli Papua
mati terinjak punah di antara para kapitalis dunia yang bertikai menguasai kekayaan yang Engaku siapkan
bagi bangsa Papua; Bangsa Papua hidup melarat di tengah hiruk pikuknya para kapitalis lokal, nasional dan
global yang menguasai pusat-pusat ekonomi;
Mereka memperalat orang asli Papua tertentu hanya untuk memuluskan kepentingan ekonomi mereka di
Tanah Papua; Demi menguasai sumber-sumber ekonomi, orang setempat diintimidasi, diteror, dianiaya,
dibantai dan direlokasi;
Kami tidak ada kekuatan untuk menghentikan perampokan kekayaan alam Papua dari para konglomerat
dunia; Ketika kami protes, kami selalu dihadapkan dengan para algojo Indonesia yang memang disiapkan
untuk mengamankan asset-aset bisnisnya;
Para algojo memasang jerat, agar supaya kami terjerat; Para algojo menaruh batu di jalan, agar kami
tersandung; Kami selalu ditempatkan pada pihak yang bersalah;
Pada hal kami orang Papua adalah pemegang hak atas Tanah dan segala yang ada di atas, di permukaan dan
di dalam perut bumi Papua; Orang Papua menjadi penonton di tengah hiruk pikuknya perampokan besar-
besaran atas sumber-sumber kekayaan yang ada di Tanah Papua oleh para kapitalis lokal, nasional dan
global.

Ya Bapa di depan mata-Mu telah terjadi bahwa hak kesulungan bangsa Papua dicaplok ke dalam NKRI;
Kepentingan ekonomi kapitalis menjadi alasan utama dikorbankannya hak kesulungan bangsa Papua; Ketika
bangsa Papua menuntut hak kesulungan kami untuk diakui sebagai „bangsa yang berdaulat secara politik‟,
kami dihadapkan dengan para algojo Indonesia; Beragam operasi terbuka dan tertutup diterapkan oleh
Indonesia untuk meredam dan menumpas gerakan perjuangan bangsa Papua; Walaupun kami menyuarakan
kebenaran, namun pihak penguasa memutar-balikkan kebenaran itu dan berusaha membengkokannya;
Walaupun kami menuntut keadilan dengan damai, namun penguasa Indonesia menjawabnya dengan
memasang jerat, agar kami terjerat, dan menaruh batu agar kami tersandung;

296
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Bahkan pula sesama Papua tertentu dipasang penguasa Indonesia menjadi kaki tangannya; Para kaki
tangannya ini memainkan perannya untuk membendung gerakan pembebasan; Sebagai balasannya, para kaki
tangan RI mendapat HARTA, TAHTA dan WANITA dari Indonesia dan para sekutunya.

Ya Bapa yang kekal, mengapakah Engkau membiarkan kami orang Papua makin melarat dan terancam
musnah di negeri leluhur kami? Mengapakah Engkau terus membiarkan para kapitalis dunia ini menginja-
injak kami masyarakat setempat, agar dengan leluasa menjarah beragam kekayaan alam di Tanah ini?
Mengapakah Engkau tidak memberi kami kesempatan „merdeka berdaulat‟ untuk mengatur rumah Papua
sendiri, agar nantinya beragam kekayaan alam yang ada itu diatur oleh orang asli Papua untuk kepentingan
bangsa Papua sendiri dan juga kepentingan bangsa lain demi terwujudnya damai sejahtera di dunia? Berapa
lama lagi ya Bapa, kami merana seorang diri mencari keadilan untuk perdamaian dan kesejahteraan di bumi
ini?

Ya Bapa yang penuh kasih setia; sesungguhnya kedamaian dan kesejahteraan itu ada pada kami, ada di dalam
diri kami, ada di Tanah Papua; Akan tetapi „kedamaian‟ itu tidak akan terwujud, dan „kesejahteraan lahir
bathin‟ itu tak akan tercapai, jikalau Engkau terus membiarkan bangsa lain menduduki di Tanah Papua untuk
menjajah dan menjarah dengan tangan besi.

Ya Bapa yang maha adil, bangsa Papua memohon dari lubuk hati kami yang paling dalam serta dengan penuh
kerendahan hati bahwa: „Turunkanlah hujan berkat keadilanMu ke atas bangsa Papua – bangsa yang
menderita di ufuk Timur ini, agar bangsa Papua mewujudkan rencana dan kehendakMu pada menjelang akhir
zaman bahwa „Papua menjadi saksi-Mu bagi dunia‟ untuk mempersiapkan kedatangan Yesus yang kedua kali
untuk memimpin Kerajaan 1000 tahun sesuai amanat firmanMu.

Ya Bapa yang maha kudus, selama puluhan tahun bangsa Papua sudah mencari keadilan di dunia ini, namun
di dalam pengadilan yang menegakkan keadilan pun, kami tidak menemukan keadilan di sana; Kami juga tidak
menemukan keadilan dalam forum-forum para pembesar di dunia, seperti PBB; Ternyata forum PBB
diselenggarakan bukan untuk menjamin keadilan dan perdamaian dunia, tetapi forum PBB dibentuk untuk
menjamin dan meloloskan kepentingan para konglomerat (kapitalisme global);
Bangsa Papua adalah korban dari konspirasi kepentingan yang dijamin dan diloloskan oleh PBB atas skenario
presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy; Hingga kini forum PBB tidak bertanggung jawab atas kesalahan
masa lalunya, yang kini berdampak pada terancam musnahnya etnis Papua secara perlahan-lahan (slow
moving genocide).

Di depan mataMu ya Bapa, para tokoh Papua bagai pohon-pohan yang tinggi menjulang, sedang ditebang satu
persatu oleh Negara Indonesia; Mereka ditumbangkan satu persatu melalui berbagai cara; Kini tinggallah
beberapa pohon tinggi yang masih tersisa; Sehingga ibu bumi Papua sedang mengalami kekeringan, karena
akar dari pohon-pohon tinggi yang menyimpan cadangan air sedang berkurang; Pohon-pohon tinggi yang
dedaunannya rindang, yang selama ini memberikan kesejukan bagi masyarakat akar rumput Papua, yang
berlindung di bawahnya, sedang kepanasan mencari perlindungan; Kesuburan ibu bumi Papua mulai
berkurang, karena dedaunan pohon tinggi menjulang yang selalu menghasilkan humus, banyak yang sudah
ditebang oleh Indonesia atas kerjasama para sekutunya.

Ya Bapa, di depan mataMu, para penjajah berpesta pora merayakan keberhasilannya setelah menebang
banyak tokoh Papua bagai pohon-pohon tinggi menjulang di Tanah Papua; Target para penjajah adalah
dengan ditebang habisnya pohon-pohon tinggi, maka ibu bumi Papua akan mengalami kekeringan karena
cadangan airnya tak ada, ibu bumi akan menjadi tandus, karena tak ada dedaunan yang membusuk jadi
pupuk, dan masyarakat akar rumput akan mati kepanasan, karena pohon tempat berlindungnya sudah
297
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

ditebang. Ya Bapa, kami berdoa dengan kerendahan hati: „mohonlah kiranya ya Bapa menjaga para tokoh
Papua yang masih tersisah, demi menyelamatkan ibu bumi Papua dari kekeringan dan ketandusan; dan
menyelamatkan akar rumput Papua dari panas membara yang paling mematikan‟.

Bangsa Papua melayangkan padangan ke Barat, ke Utara, ke Selatan dan ke Timur, namun tak ada upaya
pertolongan yang sungguh-sungguh dari para pembesar di dunia untuk menghentikan penebangan para
tokoh Papua yang paling berpengaruh, yang berpandangan luas dan berkarakter serta berjiwa membangun;
Para pembesar dunia juga tidak tergerak hatinya untuk memadamkan api yang terus membara memakan
habis masyarakat akar rumput Papua; Dunia berlomba-lomba datang ke Papua hanya untuk menjajah dan
menjarah.

Ya Bapa, Dikau mengetahui bahwa demi mempertahankan integritas wilayah NKRI, integritas manusia Papua
dikorbankan; Untuk mempertahankan „kedaualatan wilayah NKRI‟, „kedaulatan rakyatnya‟ dikorbankan; Ketika
„kedaulatan rakyat‟ tidak dihargai dan dikorbankan, maka sesungguhnya „kedaulatanMu ya Allah‟ di dalam
„diri manusia‟ dinodai, dilecehkan dan tidak dihargai, sebab „manusia‟ yang disebut „rakyat‟ itu adalah
gambaran Allah yang kelihatan, karena manusia adalah ciptaanMU yang serupa dan segambar denganMu, ya
Bapa.

Berapa lama lagi bangsa Papua harus menderita ya Bapa? Tak cukupkah banyaknya air mata darah Papua
yang tercurah memenuhi kirbat-Mu selama ini? Bukankah Tuhan menenpatkan manusia Papua di Tanah ini
dengan maksud tertentu?
Kapankah Bapa menggenapi rencana dan ketetapanMu yang telah Dikau janjikan itu?
Ya Bapa yang maha pengasih dan penyayang, pulihkan hak kesulungan bangsa Papua yang telah dianeksasi
ke dalam NKRI; Pulihkanlah hidup kami sebagaimana sediakala para nenek moyang kami menikmati semua
yang Dikau siapkan di atas tanah ini tanpa rasa takut, tanpa perbudakan serta tanpa adanya penjarahan.

(Ya Bapa yang maha suci, untuk mengawal pemulihan bangsa Papua, pada hari Minggu, 4 Oktober 2020 pada
jam 00.30 malam di Tunas Harapan, Port Numbay (Jayapura) – Papua, di dalam nama-Mu Allah Tritunggal,
kami meluncurkan secara resmi:
“JARINGAN DOA REKONSILIASI untuk PEMULIHAN PAPUA”;
Di dalam nama-Mu Tuhan, bagi siapapun yang terlibat dan peduli dengan PEMBEBASAN bangsa Papua dari
belenggu penjajahan RI dan para sekutunya, yang selama ini mendukungnya dalam „Doa-Puasa‟ di manapun
berada adalah menjadi „Tim Doa‟ dalam „Jaringan Doa Rekonsiliasi untuk Pemulihan Papua‟. Maka itu, di
dalam namaMu Allah Tritunggal: „Kami semua yang terlibat penuh dan peduli dengan pembebasan bangsa
Papua di mana saja berada yang mendukungnya dalam „Doa-Puasa‟, ditetapkan secara resmi menjadi Tim
Doa dari Jaringan Doa Rekonsiliasi untuk Pemulihan Papua‟;
Ya Bapa berkatilah kami semua dan pakailah kami dengan bantuan Roh-Mu menjadi agen Rekonsiliasi untuk
Pemulihan Bangsa Papua bagi perdamaian dunia, hanya demi hormat dan kemuliaan namaMu).

Ya Bapa yang maha adil, bangsa Papua merindukan „surga dunia‟ yang sudah terhilang; Papua merindukan
„zaman bahagia‟ di mana tiada ratap dan tangis; Bawalah bangsa Papua ke dalam rencana dan kehendak-Mu;
Hanya Dikaulah yang memiliki Otorita Tertinggi untuk memutuskan mata rantai penjajahan ini;
Hanya kepada-Mu Bapa, bangsa Papua bermohon, berpasrah serta berharap. AMIN.

Mazmur Ratapan ini didaraskan oleh Selpius Bobii pada jam 00.00 – 00.33 malam
dalam „Doa Pemulihan Bangsa Papua‟, di Tunas Harapan - Port Numbay (Jayapura) – Papua,
Minggu 4 Oktober 2020

298
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Oleh: Selpius Bobii

(Mazmur Rekonsiliasi di bawah ini kita mendaraskan atau doakan pada jam 3 sore dan jam 3 subuh serta
pada jam 9 pagi dan jam 9 malam)

Ya Bapa, kekallah hidup-Mu, kekallah kuasa-Mu dan agunglah karya-Mu; Engkau menjaga tatanan kosmos
alam raya dengan daya kasih-Mu yang tak terhingga; Dengan kasih-Mu yang maha besar, Dikau menciptakan
manusia pertama; Dan menempatkan manusia itu di taman bahagia „di Taman Eden‟; Namun, kejatuhan Adam
dan Hawa ke dalam dosa mengakibatkan hilangnya „zaman bahagia itu‟; Pelanggaran manusia pertama
berakibat pada putusnya hubungan antara Allah dengan manusia; Tatanan kosmos menjadi rapuh, relasi
manusia dengan Allah terputus, manusia menjadi serigala bagi sesama, keharmonisan antara manusia
dengan alam lingkunganpun terganggu.

“Karena begitu besar kasih Allah bagi dunia ini, maka Bapa mengutus „anakMu Yesus‟ ke dunia; Yesus adalah
„Adam baru‟ yang diutus Bapa untuk memulihkan hubungan yang sudah lama terputus dengan manusia dan
Allah akibat kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa; Yesus adalah firman Allah yang „terinkarnasi‟ yang
telah mengosongkan dirinya dan mengambil rupa sebagai seorang hamba;
Yesus adalah hamba Allah yang paling setia dalam melaksanakan misi Agung „Allah untuk mengembalikan
umat manusia kepada hakekatnya yang asli; Yesus menebus umat manusia dengan „darah-Nya yang murni
dan tak bercela‟; Yesus adalah „jalan, kebenaran dan hidup‟; Setiap umat manusia yang percaya kepada-Nya
dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruslamat tidak akan binasa, melainkan „akan beroleh hidup yang
kekal‟, disebut „anak-anak Allah‟ sebagai ahli waris „warga kerajaan Allah‟.

Ya Yesus, putra Allah yang tak bernoda, dengan darah-Mu yang maha suci, Engkau menebus umat manusia;
Barangsiapa percaya kepada-Mu dan bertobat, serta menerimaMu dalam hidupnya sebagai Tuhan dan
Juruselamat, maka semuanya yang percaya padaMu masuk dalam kawanan bangsa yang terpilih, imamat
yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri; Engkau disebut „Kristus‟ yang adalah
„pemenang abadi‟ yang telah mengalahkan dosa; Dosa adalah „maut‟; dan maut itu adalah „kematian kekal;
Walau Engkau mati dan dikuburkan, tetapi Dikau dibangkitkan Allah dengan Jaya; Dengan demikian maut tidak
akan menguasainya lagi kepada semua orang percaya yang memelihara hukum Tuhan dalam berbagai
tradisi; semuanya akan dibangkitkan pula dengan tubuh kemuliaannya.

Ya Yesus Kristus yang maha mulia, Dikau telah mengajarkan „Kebenaran‟; „Kebenaran‟ itulah „firman Allah‟;
Dan Engaku sendirilah „Kebenaran itu‟ karena Engkau adalah „Sang Logos, Sang Sabda‟ yang telah menjelma
menjadi manusia; Setiap umat manusia yang menerima-Mu sebagai „kebenaran‟ akan dimerdekakan;
„Kebenaran-Mu‟ yang memerdekakan, „kebenaran-Mu‟ yang menghidupkan, kebenaran-Mu yang
mendamaikan; Setiap umat manusia yang mengikuti teladan-Mu, akan menemukan „jalan menuju kepada
Bapa‟ karena Engkaulah „jalan menuju kepada Bapa‟; Setiap umat manusia yang menerima „kebenaran-Mu‟
dan menghayatinya dalam hidupnya, mereka menemukan kehidupan dan kedamaian kekal bersama Bapa di
Surga.

Dua ribuh tahun lalu Engkau, ya Yesus memaklumkan berita tentang „Kerajaan Allah‟ yang adalah Kerajaan
Damai yang tiada ratap dan tangis; Engkaa mengundang semua umat manusia untuk masuk menikmati
„Kerajaan Damai‟ yang kekal itu; Setiap umat manusia yang mendengar firman-Mu dan percaya kepada-Mu
serta bertobat, sehingga menerima-Mu sebagai Tuhan dan juruselamat, maka Engkau akan membukakan
299
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

pintu Kerajaan Allah yang abadi itu bagi umat manusia yang hidupnya berkenan kepadaMu dan memberi
mahkota kemuliaan serta memberinya jubah putih yang diliputi kemuliaanMu.

Dua ribuh tahun lebih telah berlalu, setelah Dikau ya Yeus Kristus memaklumkan berita tentang „Kerajaan
Allah‟; Akan tetapi masih banyak umat manusia belum percaya kepada firman-Mu, walaupun Dikau, ya Yesus
adalah satu-satunya tokoh sepanjang sejarah manusia yang memaklumkan bahwa „tiada jalan lain menuju
kepada Bapa di Surga, jikalau tidak melalui-Mu; Engkau telah memaklumkan bahwa Engkaulah „JALAN,
KEBENARAN dan HIDUP‟, namun kebanyakan umat manusia tidak percaya bahwa Engkau adalah „Anak Sulung
Allah – Mesias dari Allah‟, firman Allah yang hidup, yang telah menjelma menjadi manusia - mengambil rupa
seorang hamba; Walaupun ada banyak umat manusia yang percaya kepadaMu, namun dalam hidupnya tidak
dengan sungguh-sungguh melaksanakan perintah-perintahMu - ajaran-ajaranMu yang membebaskan,
menyelamatkan dan menghidupkan.

Yesus Kristus yang maha mulia, Engkau mengetahui bahwa „kebanyakan umat manusia di bumi ini‟ masih
berjalan dengan hikmat duniawi; Sebagian besar umat manusia sejagat ini menolak hikmat dari atas –
„hikmat dari Allah‟; Hikmat dari Allah menuntun manusia pada „kebenaran‟, menuntun manusia kepada
keadilan yang sejati, menuntun manusia kepada damai sejahtera lahir bathin; Tidak percaya kepadaMu ya
Yesus dan tidak mentaati perintah-perintahMu berarti menolak hikmat dari Allah; Menolak hikmat dari Allah
berarti menolak „kebenaran‟ yang adalah setiap firman yang ke luar dari mulut Allah.

„Takut akan Tuhan‟ adalah „permulaan pengetahuan‟;


Takut akan Tuhan itulah hikmat dari Allah itu; Takut akan Tuhan berarti menaati perintah-perintahMu dan
menjauhi larangan-laranganMu; Akan tetapi, kenyataan kehidupan di dunia ini berbanding terbalik; Kehidupan
dunia dewasa ini dipenuhi dengan kejahatan; Dunia diliputi kecemasan, ratap, tangis, derita dan kecemasan;
Kehidupan dunia dipenuhi kesombongan dan keserakahan; Dunia hancur karena kesombongan manusia yang
merasa diri paling super, sehingga menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, walaupun cara-cara
yang seringkali ditempuhnya adalah tidak benar dan tidak terpuji.

Ya Tuhan, di depan mata-Mu dunia sedang hancur berpuing-puing karena „kesombongan manusia‟ yang tidak
menghargai martabat manusia dan tidak menjaga keutuhan ciptaan-Mu; Martabat manusia diinjak-injak oleh
kaum tertentu yang merasa diri paling unggul dan beradab; Hak-hak dasar masyarakat pribumi dikuasai dan
dijarah, bahkan terjadi pemusnahan etnis di belahan dunia; Ya Tuhan, manusia adalah makhluk yang paling
mulia di antara makhluk hidup yang lain, namun ada marga, ada suku dan ada etnis tertentu sudah dan
sedang hilang musnah dari muka bumi ini;
Wilayah tempat hunian masyarakat pribumi dikuasai, dijajah dan hasil kekayaan buminya dijarah; sehingga di
sentero dunia terjadi kekacauan, kemelaratan dan ketidak-adilan dalam berbagai dimensi kehidupan.

Ya Tuhan, salah satu bangsa yang mengalami penjajahan di era modern sampai post modern ini adalah
Papua; Di depan mata-Mu Tuhan, bangsa Papua dijajah dan dijarah oleh bangsa-bangsa tertentu yang merasa
diri paling super dan beradab; Bangsa Papua berjalan bertahan hidup ini dari pangkuan bangsa Belanda,
Bangsa Jepang, kembali ke Pangkuan Belanda, diserahkan ke pangkuan PBB (UNTEA) dan terakhir bangsa
Papua dipaksa masuk ke dalam NKRI; Penjajahan dan penjarahan paling mengerikan yang dirasakan oleh
bangsa Papua di era pendudukan Jepang dan terakhir pendudukan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Martabat manusia Papua dipandang rendahan, bahkan dianggap manusia kelas dua dan dilabeli dengan
berbagai stigma: monyet, kera, kotor, jijik, primitif, dan lain sebagainya;
Kehormanisan kehidupan di Tanah Papua yang telah lama dibangun dari generasi ke generasi telah hancur
berantakan; Relasi yang dibangun antara sesama ciptaan Tuhan serta dengan Yang Ilahi menjadi rapuh dan
khaos; Hak kesulungan bangsa Papua „untuk kemerdekaan kedaulatan‟pun dirampas.
300
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Ya Tuhan Yesus, bahtera kehidupan bangsa Papua sebagai sebuah bangsa di ufuk Timur sedang ditimpa
badai dari barat yang dasyat; Hidup kami semakin terancam, teraniya, terpenjara dan semakin terkekang;
Hidup kami bagaikan bunga bakung di padang yang kian mekar sebentar dan layu serta mati; Hari-hari umur
hidup orang Papua diperpendek, karena kapan saja etnis Papua dibantai bagai binatang oleh para algojo
Indonesia dan rakyatnya.

Ya Tuhan, kami jalani hidup di atas tanah leluhur kami diliputi perasaan takut, gentar, gelisah, kecemasan
dan ketidakpastian akan hari esok; Karena di semua lorong jalan diduduki oleh manusia pengintai, pembunuh
dan perampok; Langkah kaki kami semakin diperpendek, dibatasi, dikekang dan dipenjara; Masa depan kami
semakin suram.

Tuhan Yesus Kristus, Engkau datang ke dunia untuk mendamaikan kembali hubungan manusia dengan
manusia, hubungan manusia dengan makhluk ciptaan lain, dan terlebih memulihkan hubungan manusia
dengan Allah yang telah lama terputus akibat pelanggaran Adam dan Hawa; Dua ribuh tahun yang lalu, Tuhan
Yesus, Dikau memaklumkan „kasihilah musuhmu, berdamailah dengan sesamamu sebelum engkau
mempersembahkan korban persembahan di Mezbah, agar doamu didengar Bapa di Surga, ampunilah maka
dosamu juga akan diampuni Bapa, berdoalah bagi musuhmu, dan lain sebagainya; Betapa berat bagi kami ya
Tuhan untuk melaksanakan perintah-perintahMu; Karena begitu beratnya penindasan yang kami bangsa
Papua alami selama satu abad lebih; Tetapi Engkau berfirman: “ampunilah dan kamu akan diampuni” (Lukas
6:37), seperti dalam doa Bapa kami yang Tuhan Yesus sendiri ajarkan: „ampunilah akan dosa kami, sebab
kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami‟ (Lukas 11:4).

Ya Yesus Kristus sang pendamai sejati, bangsa Papua menyadari bahwa kami (baik yang terlihat dan tidak
terlihat) adalah makhluk ciptaan Allah yang tidak luput dari salah dan dosa; Banyak pelanggaran-
pelanggaran yang bangsa Papua lakukan sepanjang sejarah suku-suku di seluruh pulau Papua dan pulau-
pulau di sekitarnya;
Untuk itu, walau begitu beratnya hati kami untuk melepaskan pengampunan, tetapi kami bangsa Papua
mengambil inisiatif, sehingga di dalam namaMU Allah Tritunggal: „Dari lubuk hati kami yang paling dalam,
kami memaafkan mereka semua, kami melepaskan pengampunan kepada mereka semua yang telah
melakukan kejahatan kepada bangsa Papua‟; Karena bangsa Papua juga hendak berdiri sama tinggi dan
duduk sama rendah dengan bangsa-bangsa merdeka lainnya, serta hidup damai dengan siapapun dari
bangsa manapun di dunia yang telah menyakiti hati kami; Pelepasan pengampunan ini dilakukan atas dasar
tuntutan perintahMu ya Yesus Kristus: „ampunilah dan dosamu juga diampuni, kasihilah musuhmu,
berdamailah dengan sesama sebelum berdoa memohon kepada Allah‟, dan perintahMu yang lain.

Ya Tuhan Yesus, Sang Rekonsiliator Agung! Pelepasan pengampunan ini tidak semata-mata untuk selamanya
kami bangsa Papua tunduk ditindas dan menerima penindasan dari Negara Indonesia dan para sekutunya,
akan tetapi ini adalah perintah-Mu ya Yesus Kristus yang harus dilakukan oleh kami sebagai pengikut Kristus
yang setia; karena menjadi murid Yesus berarti merelakan diri sepenuhnya mengikuti teladan yang
diajarkan olehMu melalui perkataan dan perbuatan; Ya Tuhan, kami berdoa dan berharap bahwa bagi sesama
bangsa Papua yang mengaku dirinya sebagai pengikut Kristus dan penganut agama lain yang mendambakan
keadilan dan perdamaian Papua bagi perdamaian dunia, digerakkan oleh Roh Kudus untuk melepaskan
pengampunan juga bagi bangsa-bangsa lain di dunia yang menjajah dan menjarah bangsa Papua selama ini.

Tuhan Yesus, sang tokoh pendamai, pelepasan pengampunan ini tidak serta merta tunduk ditindas atau
menerima segala bentuk penindasan dari bangsa lain kepada bangsa Papua, tetapi pelepasan pengampunan

301
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

ini dilakukan sesuai perintahMu, agar doa permohonan bangsa Papua didengar dan dijawab oleh Allah
Tritunggal;
Karena RohMu bersaksi kepada kami bahwa hal ini menjadi salah satu faktor penghalang bagi terwujudnya
kerinduan bangsa Papua untuk memulihkan kembali „kedaulatan bangsa Papua‟ yang dirampas oleh Indonesia
atas dukungan bangsa-bangsa lain.

Ya Tuhan Yesus atas perintahMu, kami melakukan pelepasan pengampunan kepada bangsa-bangsa lain di
dunia adalah „sebagai pra-syarat bagi pemulihan kembali hak kedaulatan bangsa Papua yang telah dirampas
oleh NKRI dan para sekutunya‟; Dan pelepasan pengampunan ini „BUKAN sebagai pra-syarat untuk selamanya
bangsa Papua menerima pendudukan dan penjajahan Negara Indonesia dan para sekutunya‟.

Ya Allah, padamulanya Engkau menciptakan „semuanya baik adanya‟, namun ketika kejatuhan Adam dan Hawa
ke dalam dosa, tanah ini dikutuk, maka semuanya ada dalam kutukan-Mu; Sehingga bangsa Papua juga
diserang oleh makhluk lain (alam roh) atas perintah para penindas yang menjajah bangsa Papua, maka itu
kami bangsa Papua di dalam namaMu Yesus: „melepaskan pengampunan‟ kepada semua makhluk lain di dunia
yang menyerang bangsa Papua dalam „alam roh‟ dalam segala bentuk dan cara; Bangsa Papua berdamai
dengan mereka serta ingin hidup damai segaimana adanya pada sediakala di zaman bahagia di Taman Eden.

Ya Tuhan, kami bangsa Papua sebagai manusia biasa sebagaimana manusia lain di seluruh dunia, yang tidak
luput dari salah dan dosa, terlebih menumpahkan darah sesama manusia dari bangsa lain, maka bangsa
Papua (baik yang terlihat maupun tidak terlihat),„di dalam namaMu Yesus: „kami memohon dimaafkan kepada
bangsa-bangsa lain di dunia atas segala pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan sepanjang sejarah hidup
manusia Papua sejak berkontak dengan bangsa lain di dunia hingga saat ini.

Tuhan Yesus Kristus, dalam perjalanan bangsa Papua, kami juga menyadari bahwa di antara sesama bangsa
Papua, baik yang terlihat maupun tidak terlihat melakukan pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan
sesama Papua menderita, terluka, tersakiti, terbunuh dan teraniaya; Untuk itu, melalui doa mazmur
rekonsiliasi ini, di dalam namaMu Yesus, sang pendamai agung: „kami saling memaafkan dan dimaafkan serta
saling melepaskan pengampunan untuk merajut kembali kedamaian yang terhilang, demi terwujudnya
„syalom” yang menjadi kerinduan bangsa Papua.

Ya Tuhan, dalam perjalanan perjuangan bangsa Papua, kami menyadari bahwa kebanyakan aktifis Papua
tidak memahami rencana dan kehendakMu, sehingga rencanaMu dan rencana kami tidak konek; Sikap
primondialisme, nasionalisme Papua yang sempit, faksisme, keangkuhan dan tidak saling menghargai
sesama aktifis dan antar organisasi pergerakan mewarnai perjuangan ini, sehingga kami tidak bersatu
sehati, sejiwa, sepikir, sesuara, seaksi dan sekomando (artinya bangsa Papua tidak bersatu). Hal inilah yang
menjadi perjuangan bangsa Papua menempuh jalan panjang yang berliku-liku dan mengakibatkan banyak
anak negeri Papua telah tiada; Untuk itu, Ya Tuhan yang maha pengasih, di dalam namaMu: „kami saling
memaafkan dan dimaafkan untuk merajut kembali kesatuan bangsa Papua sebagai kekuatan yang utuh dan
tak terceraikan, yang disatukan oleh kuasa RohMu, sehingga selanjutnya sehati, sejiwa, sepikir, sesuara,
seaksi dan sekomando sesuai rencana dan kehendakMu ya Tuhan, yang digerakkan dan dituntun oleh RohMu
ke dalam kehendakMu dan kebenaranMu yang menghidupkan, mendamaikan, menyelamatkan dan
membebaskan bangsa Papua dari segala bentuk penjajahan dan penjarahan dari Negara Indonesia dan para
sekutunya.

Ya Kristus, pemulih hidup kami, mazmur ratapan, rekonsiliasi dan restorasi (pemulihan) Papua ini dibuat
atas perkenaanMu yang digerakkan RohMu; Pasti ada pihak tertentu mencemoh dan menolak doa-doa ini;
Untuk itu, kami memaafkan mereka bagi pihak tertentu yang akan meremehkan doa-doa ini, dan kami mohon
302
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

kepadaMu, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu rencana dan kehendak Allah untuk masa depan
bangsa Papua.

Selanjutnya, kepada-Mu ya Yesus Kristus, sang rekonsiliator sejati, kami bangsa Papua memohon dengan
sungguh-sungguh dari lubuk hati kami yang paling dalam: „Dengan tangan kudus-Mu menurunkan berkat
pengampunan bagi bangsa Papua dan bangsa-bangsa lain di dunia (baik terlihat maupun tidak terlihat)‟;
serta pakaikanlah jubah kemulianMu kepada segenap „alam roh‟ di Tanah Papua pada khususnya dan di dunia
yang takut dan berharap kepadaMu ya Tuhan;
Sebab ada tertulis: „Dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan,
karena seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan karena kehendaknya sendiri, tetapi oleh
kehendak Dia, yang telah menaklukannya, tetapi dalam pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan
dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah;
sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit
bersalin; dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga
mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak yaitu pembebasan tubuh kita ‟
(Roma 8:19-23).
Dan kami memohon kepada-Mu ya Yesus Kristus: „Damaikanlah Bangsa Papua dengan bangsa-bangsa lain di
dunia yang menduduki dan menjajah bangsa Papua serta menjarah segala macam kekayaan yang ada di atas
tanah leluhur kami Papua; Serta kami memohon dengan penuh kerendahan hati: „Engkau memulihkan kembali
hak kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua yang telah dicaplok ke dalam NKRI‟, sehingga keadilan dan
kedamaian-Mu itu sungguh nyata dan hadir di Tanah Papua bagi perdamaian dunia.

Akhirnya Ya Yesus, sang rekonsiliator agung, tebuslah bangsa Papua dengan „darah suci-Mu‟ menjadi bangsa
alternatif di akhir zaman sesuai janji-Mu, bergandeng bersama dengan bangsa Israel pilihanMu, serta bangsa
lain di dunia yang benar-benar takut akan Tuhan dan taat pada perintah-perintahMu untuk mempersiapkan
JALAN bagiMu yang akan memimpin Kerajaan 1000 tahun, sehingga menjadi „bangsa yang diberkati, imamat
yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kami semua memberitakan
perbuatan-perbuatan yang besar dari Tuhan, yang telah memanggil kami menjadi murid-Mu dan diangkat
menjadi umat kepunyaan-Mu, yang ke luar dari kegelapan kepada terang Tuhan yang ajaib‟.
Terpujilah Tuhan, kekallah kasih setiaMu sepanjang segala masa. AMIN.

Mazmur Rekonsiliasi ini didaraskan oleh Selpius Bobii pada jam 03.00 – 03.33 subuh
dalam „Doa Pemulihan Bangsa Papua, di Tunas Harapan - Port Numbay (Jayapura) – Papua,
Minggu 4 Oktober 2020

303
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Oleh: Selpius Bobii

(Mazmur Pemulihan di bawah ini kita mendaraskan atau doakan pada jam 6 pagi dan jam 6 sore)

Ya Bapa yang maha tahu, Dikau mengetahuinya bahwa masalah mendasar Papua adalah „distorsi sejarah
politik‟ bangsa Papua;
Kami berdiri di sini bersama sejarah „Deklarasi Manifesto Politik Bangsa Papua‟ pada 19 Oktober 1961 dalam
Kongres I bangsa Papua dan kami juga berdiri di sini bersama sejarah Sang Bintang Fajar yang pertama kali
mengudara pada 1 Desember 1961;
Ya Allah pencipta langit dan bumi serta segala isinya, Dikau tahu bahwa bangsa Papua berjuang untuk
menegakkan kebenaran sejarah yang dibengkokkan dan ditutupi oleh NKRI dan para sekutunya;
Kami yakin dengan sungguh-sungguh bahwa sejarah politik Papua yang diteruskan oleh para pendahulu kami
adalah benar adanya, dan hal ini didukung oleh sebuah tulisan ilmiah karya Profesor Dr. Drooglever di
Belanda serta karya ilmiah lainnya yang ditulis oleh orang Papua dan non Papua.

Ya Bapa sumber kebenaran Ilahi, walaupun kami adalah generasi ketiga dalam perjuangan ini, kami berusaha
mendalami sejarah Papua dan kami meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa kami berada pada jalan yang
benar, karena jalan sejarah adalah jalan benar; Kami tidak akan pernah keluar dari jalan sejarah, jalan yang
dirintis para pendahulu kami, karena jalan sejarah ini dibayar dengan banyaknya air mata darah Papua yang
tidak bersalah.

Ya Bapa yang maha kudus, kami tidak pernah mundur selangkahpun, karena kami berada pada jalan sejarah
– jalan kebenaran; hidup kami dipertaruhkan untuk membela yang benar, untuk menegakkan kebenaran
sejarah Papua demi keadilan dan perdamaian Papua untuk perdamaian dunia; Kami tidak seperti Negara
Indonesia serta negara pendukung lainnnya yang selama ini pantang mundur dalam mempertahankan
penjajahan dan penjarahan di tanah Papua untuk membela yang salah.

Ya Allah yang maha adil, Engkau mengetahui dengan pasti siapa yang benar dan siapa yang salah; Karena
semua yang terjadi dalam perjalanan sejarah bangsa Papua terjadi di depan mata-Mu Tuhan; Pertarungan
Ideologi Pancasila dan Ideologi Mabruk telah memakan korban yang tiada tara; Indonesia di dukung oleh
negara-negara pendukungnya mempertahankan kebenaran menurut versi mereka; sementara bangsa Papua
serta para simpatisan Internasional mempertahankan kebenaran sejarahnya;
Jika kedua-duanya tidak ada yang mengalah dan mengakui kesalahannya, maka ke depan banyak manusia
yang akan dikorbankan selama mempertahankan kebenarannya masing-masing;
Kami bangsa Papua bertekad berjuang sampai titik darah penghabisan- artinya selagi masih ada generasi
Papua yang jatuh cinta pada tanah airnya, mereka akan terus bangkit untuk memperjuangkan penegakkan
kebenaran untuk keadilan dan perdamaian Papua bagi perdamaian dunia; kami bertekad berjuang sampai
kebenaran itu membuktikan dirinya bahwa „ia benar adanya‟ dan pada akhirnya „kebenaran itu akan ke luar
sebagai pemenang akhir yang tak terkalahkan.

Ya Bapa, hakim agung yang maha adil, kami bangsa Papua memohon-Mu yang kesekian kalinya dari lubuk hati
kami yang paling dalam bahwa “mohonlah kiranya selidikilah dan selesaikanlah perkara status politik bangsa
Papua yang sudah 57 tahun lebih bangsa Papua bertarung dengan Negara Indonesia; Keadilan-Mu bagaikan
hujan pada musim penghujan, keadilanMu bagaikan embun pada musim semi, dan kasih setiaMu bagaikan
sungai yang mengalir siang dan malam tiada henti;

304
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Ya Bapa, kami mohon campur tangan-Mu untuk menyelesaikan distorsi sejarah Papua yang telah memakan
korban materi, korban perasaan, korban waktu, korban tenaga, dan bahkan korban nyawa manusia yang
tidak sedikit; Biarlah ya Tuhan, keadilan-Mu bergulung-gulung meresap ke bumi ini membangkitkan jiwa-jiwa
yang rindu kebebasan, biarlah keadilan-Mu mengalir deras meresap ke dalam lelung jiwa-jiwa bangsa Papua
yang sedang letih, lesuh dan berbeban berat memikul Salib kebenaran untuk keadilan dan perdamaian Papua.

Ya Bapa, tak cukupkah jutaan orang asli Papua yang telah tewas dibunuh, baik secara nyata dan terselubung
oleh para algojo Indonesia? Ya Tuhan, tak cukupkah air mata darah Papua yang telah tercurah demi
menebus kebebasan bangsa Papua untuk terwujudnya keadilan dan perdamaian Papua?
Ya Tuhan, kepada siapakah kami meminta pertolongan? Kami telah berulang kali meminta tolong kepada para
pembesar di dunia ini, tetapi tidak ada yang mampu memutuskan belenggu penindasan ini; Kebanyakan dari
mereka hanya sibuk bekerja sama dengan Indonesia untuk menjajah bangsa Papua dan menjarah sumber-
sumber ekonomi di Tanah Papua; Pada forum-forum terhormat, misalnya di forum PBB, kebanyakan dari
mereka berbicara pentingnya penegakkan hukum, HAM dan demokrasi, tetapi itu hanyalah sederatan kata-
kata indah yang tak bermakna; Di balik kata-kata indah tersembunyi kepalsuan, kebohongan, kesombongan
dan kepentingan, serta keserakahan;
Walaupun demikian, kami bangsa Papua menghargai beberapa orang pembesar di manca negara yang
dengan sungguh-sungguh menyuarakan pembebasan bagi bangsa Papua dari segala bentuk penindasan dan
perbudakan terselubung yang sangat mengerikan dari Negara Indonesia serta para negara sekutunya
kepada orang Papua.

Ya Tuhan yang pengasih dan penyayang, berapa lama lagi Engkau membiarkan bangsa Papua merana
seorang diri mencari keadilan dan perdamaian di dunia ini?
Selama ini para politisi Indonesia serta rakyatnya mengatakan bahwa „kemerdekaan bangsa Papua sedang
menunggu waktu Tuhan‟, ada yang bilang bahwa „bangsa Papua tidak akan merdeka‟;
Pernyataan-pernyataan ini menantang Tuhan: „Apakah Tuhan sungguh-sungguh turun tangan untuk menolong
bangsa Papua keluar dari lingkaran belenggu penjajahan dan perbudakan ini?‟ Atau apakah Tuhan hendak
membiarkan bangsa Papua hilang musnah dari tanah leluhurnya– tanah Papua?
Jika Allah terus membiarkan bangsa Papua menderita dan musnah dari tanah leluhurnya, mengapakah Allah
menciptakan Tanah Papua dan menempatkan kami bangsa Papua di atas tanah ini? Bangsa Papua mati
terbunuh habis bagaikan „kancil kecil‟ terinjak-injak oleh gajah-gajah raksasa dunia; Mengapakah Allah terus
diam membisu?

Allah Roh Kudus berdoalah bagi kami bangsa Papua kepada Tuhan di Surga; Karena hari-hari hidup kami
semakin terancam, para algojo memasang para pengintai di pelosok negeri leluhur kami; Hanya demi sesuap
nasi sesama Papua tertentu diperalat menjadi hamba NKRI untuk mempertahankan penjajahan dan
penjarahan;
Hanya demi HARTA, TAHTA dan WANITA, orang Papua tertentu menjadi hamba NKRI; Para hamba NKRI ini
melancarkan berbagai bentuk aksinya untuk memburu para pejuang keadilan dan kedamaian; Mereka nekad
memburu, meneror dan mengintimidasi sesama Papua, bahkan ada pula yang nekad membunuh sesama
Papua yang jalan dalam barisan perjuangan; Langkah kami semakin dibatasi; suara kami semakin dikekang;
Tiada hari tanpa intimidasi;
Walau kebebasan kami dibatasi, ruang gerak kami dikekang, langkah kami dibatasi, tetapi kami tetap di sini –
di negeri leluhur Papua, kami tetap berdiri kokoh bersama kebenaran sejarah Sang Bintang Fajar.

Tiada hari tanpa pengintai yang memantau gerak langkah kami; tetapi tidak takut dengan kehilangan nyawa
kami; Kami hanya takut dan khawatir akan musnahnya etnis Papua dari tanah leluhurnya, akibat penjajahan
Indonesia yang didukung negara-negara sekutunya yang tak henti-hentinya melancarkan operasi terbuka
305
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

dan tertutup untuk memusnahkan etnis Papua; Seluruh hidup ini, dipersembahkan untuk kebebasan bangsa
Papua; Jika Tuhan menghendaki nyawa kami pun siap dipertaruhkan demi sebuah keadilan, demi sebuah
kebebasan dan demi sebuah kedamaian; Untuk itulah kami dilahirkan, untuk itulah kami dibesarkan dan
untuk itulah kami mengabdi; Banyak anak negeri Papua telah gugur dalam medan perjuangan adalah bukti
kecintaannya untuk pembebasan tanah tumpah darah Papua.

Tiada tempat untuk kami bersembunyi; Tiada tempat untuk kami berlari menyelamatkan diri; Walaupun
setiap saat kami diburu oleh para algojo dan para hamba NKRI, akan tetapi di tempat inilah - di Tanah Papua
tempat kami dilahirkan, tempat kami dibesarkan, tempat kami dibentuk, tempat kami dididik, tempat kami
berjuang, tempat kami mengabdi dan tempat ini pula – di Tanah Papua akan mengakhiri hidup kami ketika
nafas hidup ini diambil kembali oleh Tuhan; dan di negeri leluhur inilah tempat kami disemayamkan jika waktu
Tuhan tiba untuk mengakhiri nafas hidup ini; sementara sesama Papua lainnya ke luar negeri dengan tujuan
melaksanakan peran kampanye dan diplomasi;
Ya Tuhan, di manakah tempat sandaran kami, di manakah tempat untuk kami berlindung? Hanyalah kepada-
Mu Tuhan tempat perlindungan, tempat sandaran, kota yang berkubu dan benteng pertahanan kami.

Ya Bapa, di tangan kami hanya ada kebenaran sejarah dan realitas masa kini; Di tangan kami hanyalah
kebenaran FirmanMu; Itulah kebenaran yang kami gunakan untuk menghadapi Indonesia dan para sekutunya;
Selama ini negara Indonesia menghadapi bangsa Papua dengan segala kekuatan yang dimilikinya; Namun,
hingga kini, RI dan para sekutunya tak mampu menghentikan perjuangan bangsa Papua untuk menegakkan
kembali „kemerdekaan kedaulatan Papua‟ yang telah dicaplok ke dalam NKRI;
Mengapa RI tak mampu mematahkan perjuangan bangsa Papua? Bangsa Papua tidak memiliki kekuatan
seperti yang dimiliki oleh Negara Indonesia dan para sekutunya; Kekuatan kami adalah komitmen kami;
Kekuatan kami adalah kasih setia kami; Kekuatan kami adalah doa kami; Kekuatan kami adalah beriman dan
berpengharapan hanya kepadaMu Tuhan;
Selama ini negara Indonesia dan para sekutunya dengan mudah menghancurkan apapun yang ada di Tanah
Papua, tetapi mereka tak akan mampu menghancurkan kekuatan-kekuatan di atas ini yang dimiliki oleh
bangsa Papua; Kekuatan-kekuatan itu telah menjadi darah daging dalam jiwa-jiwa Papua, sehingga mereka
sangat sulit untuk menghancurkannya.

Wahai Roh Allah, Dikaulah diberi tugas untuk melanjutkan misi agung yang ditinggalkan oleh Yesus; Engkau
diutus Tuhan untuk melanjutkan misi penyelamatan Allah bagi umat manusia di planet bumi ini;
Papua berada dalam rencana dan ketetapan Allah; Papua adalah bangsa alternatif menjelang akhir zaman,
maka kami mohon dengan penuh kerendahan hati dan dari lubuk hati kami yang paling dalam: mohonlah
kiranya wahai Roh Allah pasanglah busur kebenaranMu dan luncurkanlah anak panah Roh Kebenaran-Mu ke
segala penjuru dunia, kepada pembebasar-pembesar di dunia yang mengemban tugas untuk mengambil
keputusan-keputusan penting;
Biarlah anak panah kebenaran-Mu meresap masuk ke dalam ruang terdalam – di lubuk hatinya dan meresap
masuk juga ke dalam akal budi mereka; agar para pembesar dunia ini berpikir dengan matang dan
menimbang di hatinya dengan baik, sehingga dapat menggerakkan hati mereka untuk mengambil keputusan
yang adil dan bijaksana bagi penyelesaian masalah status politik bangsa Papua,
yakni mengakui secara de facto dan de jure kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua, 1 Desember 1961, yang
mana presiden RI, Soekarno pernah mengakui „adanya negara Papua‟ dalam maklumat Tiga Komando Rakyat
(TRIKORA), tetapi Negara Indonesia dibantu oleh para negara sekutunya menganeksasi Papua ke dalam NKRI
pada tahun 1960-an melalui invasi militer dan invasi politik, yaitu traktat perjanjian New York, 15 Agustus
1962 secara sepihak tanpa melibatkan wakil dari bangsa Papua.

306
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Wahai Roh Allah, Dikaulah diutus Tuhan ke dunia dan diberi tanggung jawab untuk melanjutkan karya agung
yang ditinggalkan oleh Tuhan Yesus; Untuk itu, kami juga memohon kepada-Mu dengan penuh kerendahan
hati, bahwa mohonlah kiranya Roh Allah memasang busur keadilan-Mu dan tembakkan ke seluruh dunia,
kepada para pembesar di bumi yang mengemban tanggung jawab untuk penegakkan kebenaran untuk
keadilan dan perdamaian;
Biarlah anak panah keadilan-Mu merembes masuk ke dalam akal budi dan hati mereka, agar tergerak oleh
belas kasihan akan penderitaan yang dialami bangsa Papua, sehingga pada saatnya yang tepat mengambil
keputusan yang paling penting dan solusi final untuk memutuskan mata rantai penindasan dan perbudakan
oleh Indonesia serta para sekutunya kepada bangsa Papua.

Ya Roh Allah, Dikaulah diutus Tuhan ke dunia sebagai daya yang menggerakkan, daya yang menghidupi dan
daya yang menginspirasi Gereja agar semakin tumbuh berkembang menuju kepenuhan janji Allah;
Tanah Papua adalah tanah tempat penuaian akhir Gereja Tuhan yang akan menjadi saksi-Mu untuk
mewartakan perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah bagi Papua dan dunia; Jika busur anak panah
kebenaran, anak panah keadilan, dan anak panah kedamaian-Mu tidak direspon oleh para pembesar di dunia,
terlebih pembesar di Indonesia, maka pada kesempatan ini kami memohon kepada-Mu dengan penuh
kepasrahan dan kerendahan hati, bahwa mohonlah kiranya Roh Allah melepaskan „Pedang Roh yang
membara‟ dan luncurkanlah ke seluruh dunia untuk memberikan peringatan dan teguran dengan tanda-tanda
keajaiban-Mu yang maha dasyat kepada para pembesar di dunia yang mengemban tugas luhur dalam
menangani dan menuntaskan berbagai konflik di dunia;
Biarlah „Pedang RohMu yang membara itu merasuki ke dalam akal budi dan hati mereka, agar daya Pedang
Roh menyadarkan mereka, sehingga mereka mengambil keputusan yang mengikat dan paling menentukan
dengan „jalan damai‟ untuk mengembalikan hak kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua yang dianeksasi ke
dalam NKRI dengan jalan mengakui kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua secara de facto dan de jure, 1
Desember 1961.

Ya Bapa yang panjang sabar, namun setia dalam melaksanakan ketetapan dan janji-Mu, mata iman kami
melihat dan RohMu bersaksi kepada para hambaMu bahwa sesungguhnya anak panah-anak panah Kebenaran,
Keadilan, Kedamaian, dan Pedang RohMu yang membara itu sudah dan sedang dilepaskan oleh-Mu, namun
dunia tidak menyelaminya, dunia tidak memahaminya, dunia tidak menangkap maksud di balik semua bentuk
peringatan yang menimpa Indonesia dan belahan dunia lainnya;
Baiklah jika bersikap masah bodoh dengan cara membiarkan bangsa Papua perlahan-lahan musnah dari
tanah leluhurnya;
Tetapi ya Tuhan, Dikau berfirman bahwa „pembalasannya ada di tangan Allah‟, bukan berada di tangan bangsa
Papua, bukan juga berada di tangan bangsa lain yang mendukung kami Papua.

Ya Tuhan pemegang kekuasaan tertinggi di bumi dan di surga, kami bangsa Papua sedang menyerahkan
sepenuhnya kepadaMu Tuhan untuk menyelesaikan masalah status politik bangsa Papua dengan caraMu ya
Tuhan;
Sebab Tuhan mengetahui bahwa kami bangsa Papua telah mengambil inisiatif lebih awal untuk melepaskan
pengampunan, bukan supaya bangsa Papua tetap tunduk ditindas selamanya, akan tetapi pelepasan
pengampunan itu bangsa Papua lakukan sebagai PRA-SYARAT untuk PERDAMAIAN Papua bagi PERDAMAIAN
dunia;
Sehingga pengakuan kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua, 1 Desemeber 1961 secara de facto-de jure dan
penyerahan kedaulatan kemerdekaan Papua, serta pemindahan kekuasaan pemerintahan dari Negara
Indonesia kepada bangsa Papua itu berjalan dengan damai melalui jalur diplomasi politik yang berwibawa,
demokratis, adil, bermartabat dan bertanggung jawab di bawah penyelenggaraan otorita tertinggi Tuhan
Allah.
307
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Ya Bapa, kekallah kasih setiaMu bagi semua ciptaan-Mu; Bangsa Papua adalah ciptaanMu; Bangsa Papua
adalah milikMu; Engkau telah menebus bangsa Papua dengan darah anakMu Yesus Kristus, maka kini kami
mohon kepada Bapa, tebuslah kembali bangsa Papua dengan kasih setia dan keadilanMu menjadi hambaMu;
Pakailah bangsa Papua seturut kehendakMu; Bapa yang maha pengasih dan maha penyayang, kami ingin
hidup berdamai dengan sesama seperti sediakala, kami ingin menjaga keharmonisan dengan makhluk
ciptaanMu yang lain; Ya Tuhan, pulihkanlah bangsa Papua dan damaikanlah dunia hanya bagi kemuliaan
namaMu.

Ya Bapa, kekallah keadilan-Mu, kekallah kasih setia-Mu; masa depan Papua tidak berada dalam rencana
manusia apapun di dunia ini; Masa depan bangsa Papua berada dalam rencana dan ketetapan-Mu;
RencanaMu, ketetapanMu, janjiMu adalah ya dan amin; Kami yakin dengan sungguh-sungguh bahwa
rencanaMu, ketetapanMu dan janjiMu akan dinyatakan indah pada waktuMu.

Ya Bapa yang penuh belas kasih, kami mengucap syukur dan berterima kasih atas semua beban penderitaan
yang diembankan kepada bangsa Papua untuk dipikul, karena di ujung jalan penderitaan ini, RohMu bersaksi
kepada para hambaMu bahwa ada rencana Allah yang paling indah yang sedang menanti bangsa Papua „yakni
zaman bahagia Papua‟; Dari sanalah bangsa Papua akan mempersiapkan JALAN bagi Tuhan, yang akan
datang ke dunia ini untuk memimpin kerajaan 1000 tahun.

Ya Bapa yang penuh kasih setia, rencanaMu untuk bangsa Papua maha besar dan maha mulia; Sehabis hujan
lebat, ada penampakan pelangi; Sehabis malam suntuh, ada mentari pagi yang merekah di ufuk Timur;
Begitulah akhir dari penderitaan bangsa Papua, RohMu bersaksi kepada kami bahwa ada „zaman bahagia‟
sedang menanti bangsa Papua;
RohMu bersaksi kepada para hambaMu bahwa „berbahagialah kepada siapapun dia yang sedang siap sedia
lahir maupun bathin – yang jubahnya dibersihkan dalam darah Anak Domba Allah - Yesus Kristus; Karena
siapapun dia yang sudah mentahirkan diri sajalah yang akan diijinkan memasuki zaman bahagia Papua untuk
mempersiapkan kedatangan Yesus yang kedua kali ke dunia;
Untuk itulah, ya Tuhan, selama ini Engkau memberikan peringatan, baik lewat pewartaan di mimbar-mimbar
Gereja, Musola, melalui mimpi, melalui penglihatan, akan tetapi kebanyakan bangsa Papua belum sadar,
belum menyesal dan belum bertobat (artinya masih mengeraskan hatinya) dan hanya sibuk berlomba-lomba
dalam perkara-perkara duniawi;
Sementara kehidupan rohaninya mati terhimpit oleh nafsu serakah dan keinginan daging semata;
Kebanyakan umat/jemaatMu belum mehami rencanaMu yang indah untuk masa depan bangsa Papua,
sehingga masih banyak orang belum „mentahirkan diri‟ (belum bertobat) untuk memasuki „zaman bahagia
Papua‟ yang dipenuhi kemuliaan-Mu.

Untuk itulah ya Tuhan, atas perkenaanMu, kami telah membentuk dan meluncurkan „JARINGAN DOA
REKONSILIASI untuk PEMULIHAN PAPUA‟;
Dengan bantuan RohMu, ya Bapa, pakailah siapapun yang terpanggil dan tergerak hatinya, dengan sukarela
bergabung dalam Tim Doa Rekonsiliasi di mana saja berada, untuk melakukan pekerjaan yang besar dan
mulia ini, yang mengambil peran sebagai agen Rekonsiliasi untuk Pemulihan Papua; Karena „Pemulihan Diri‟
akan menentukan „Pemulihan Papua‟; Namun, „ketika waktuMu tiba ya Bapa, maka Engkau akan memisahkan
ilalang dari gandum;
Bagi yang ilalang Engkau akan mencabutnya, sementara bagi gandum yang menghasilkan buah yang baik,
Engkau akan membiarkannya hidup dan diperkenankannya memasuki „zaman bahagia Papua‟, demikianlah
RohMu bersaksi kepada para hambaMu ya Bapa.

308
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Ya Bapa, kekallah keadilanMu dan kekuasaanMu tiada batasnya; Atas perkenaanMu, Engkau menurunkan para
penguasa di bumi, dan atas perkenaanMu pula Engkau mengangkat para penguasa di bumi, atas
perkenaanMu membentuk pemerintahan-pemerintahan di dunia, dan atas perkenaanMu pula membubarkan
pemerintahan-pemerintahan di bumi;
Maka itu, ya Bapa yang maha kuasa, dengan penuh kerendahan hati dari lubuk hati kami yang paling dalam:
„mohonlah kiranya Bapa nyatakanlah kehendakMu yang telah Engkau janjikan itu di Tanah Papua dan
turunkanlah berkat hikmatMu, kuasaMu dan perangkat pengamananMu, serta karunia-karunia lainnya kepada
para hambaMu yang sudah ditentukan dan ditetapkan oleh-Mu ya Bapa, untuk mewujudkan rencana dan
kehendakMu di tanahMu yang Engkau berkati ini, untuk menghadirkan „syalom‟ di Tanah Papua bagi
perdamaian dunia, hanya untuk hormat dan kemuliaan namaMu ya Bapa.

Ya Bapa, RohMu bersaksi kepada kami bahwa Engkau akan menebus janjiMu untuk memulihkan bangsa Papua
indah pada waktuMu; Tak ada kekuatan apapun di dunia ini yang akan mampu menahan atau membendung
penegakkan keadilan-Mu bagi bangsa Papua ketika tibalah waktuMu untuk Pemulihan Papua;
Biarlah bangsa Papua menjadi hambaMu yang setia untuk melaksanakan misi agungMu yang sedang menanti
bangsa Papua; Biarlah bangsa Papua menjadi milik kepunyaanMu bersama umat/jemaat pilihan dari bangsa
manapun di dunia yang Engkau tebus di dalam darah Anak DombaMu – Anak Domba Paskah - Yesus Kristus;
Biarlah bangsa Papua menjadi saksiMu bergandeng bersama dengan bangsa pilihanMu Israel; Biarlah
namaMu dipuji dan disembah sepanjang hari dan sepanjang malam non stop di dalam bait-Mu yang kudus di
Tanah Papua, karena Engkau layak mendapat pujian dan hormat serta kemuliaan untuk selama-lamanya;
Biarlah „Tanah Papua‟ menjadi „tanah tempat penuaian akhir bagi Gereja Tuhan‟ pada menjelang akhir zaman
untuk mempersiapkan kedatangan Yesus yang kedua kali untuk memimpin Kerajaan 1000 tahun.

Akhirnya „orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih yang baik, pasti pulang dengan
sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya yang baik; Sebaliknya, orang yang berjalan maju dengan
tertawa sambil menabur benih yang tidak baik, pasti pulang dengan menangis sambil membawa berkas-
berkasnya yang tidak baik‟.
Terpujilah ya Tuhan, kekal abadi kasih setia serta keadilan-Mu untuk selama-lamanya. AMIN.

Mazmur Pemulihan ini didaraskan oleh Selpius Bobii pada jam 06.00 - 06.34 pagi
dalam „Doa Pemulihan Bangsa Papua‟‟ di Tunas Harapan - Port Numbay (Jayapura) – Papua,
Minggu 4 Oktober 2020

309
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Lampiran 3 (Versi Doa Khusus)

DOA REKONSILIASI KONTEKSTUAL PAPUA


„Gerakan Pemulihan Diri Menuju Pemulihan Bangsa Papua‟

Pengantar

Dalam hidup ini adalah lima jenis relasi atau hubungan yang perlu dibina atau ditata
sedemikian rupa, agar kita menemukan damai sejahtera lahir maupun bathin. Kelima
hubungan itu adalah pertama, hubungan pribadi dengan Allah; kedua, hubungan pribadi
dengan alam semesta; ketiga, hubungan pribadi dengan leluhur; keempat, hubungan pribadi
dengan sesama manusia; kelima, hubungan pribadi dengan dirinya sendiri. Karena kelalaian
kita dalam menjaga lima jenis hubungan ini, sehingga hubungannya terganggu yang
berdampak buruk pada kehidupan ini. Untuk memulihkan kembali hubungan itu, maka
dalam Doa Rekonsiliasi untuk Pertobatan dan Perdamaian, kita meluangkan waktu untuk
berdoa dengan sungguh-sungguh. „Kerangka Doa‟ yang kami siapkan di bawah ini dapat
digunakan dalam rangka „Doa Rekonsiliasi untuk Pertobatan dan Perdamaian‟. Dalam
doanya dapat disesuaikan. (Sebelum berdoa, Anda baca dulu keseluruhan doa ini untuk
memahami isi doanya agar doanya disiapkan dengan baik dan membaca catatan yang kami
cantumkan).

Ada Lima Ujud Doa Rekonsiliasi untuk Pertobatan dan Perdamaian „Kontekstual
Papua‟

Doa Pembuka

Bapa yang kekal, karena begitu besar kasihMu bagi umat manusia, maka Engkau mengutus
PutraMu ke dunia ini untuk memulihkan hubungan antara manusia dan Engkau ya Bapa,
yang sudah lama terputus akibat kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam dosa.
Ya Bapa, kami bersyukur karena Engkau memberi kami kesempatan untuk memulihkan
diri, sebelum Engkau memulihkan bangsa Papua indah pada waktu-Mu.
Bapa yang kekal, kupersembahkan kepada-Mu Tubuh dan Darah, Jiwa dan Ke-Allahan
Purta-Mu yang terkasih Tuhan kami Yesus Kristus, sebagai pemulih dosa-dosaku dan dosa
bangsa Papua. Demi sengsara Yesus yang pedih, tunjukanlah belaskasih-Mu kepadaku dan
bangsa Papua.
Allah yang kudus, kudus dan berkuasa, kudus dan kekal kasihanilah aku dan bangsa
Papua. Amin.

Ujud Doa I (pertama)


Mohon Pemulihan Keretakan Hubungan Pribadi Manusia dengan Allah

Ya Allah, Bapa maha Pencipta dan Penyelenggara hidup. Hanya Engkau yang kami
sembah. Kepada-Mu kami mohon ampuni atas segala salah dan dosa kami pada-Mu.

310
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Terutama, kurang menyerahkan seluruh hidup kami pada Kuasa Bapa. Mohon damai dan
belas kasih terhadap segala salah dan dosa kami. Pada Bapa (………….sebut salah dan dosa).
Semoga berkat penebusan dan belas kasih-Mu, kami selalu menaruh harapan Kepada-Mu
atas seluruh persoalan hidup kami. Dan mohon keselamatan, terutama dalam penyatuan diri
kami yang lemah ini dalam DIRIMU yang Maha Daya yang terungkap melalui Salib Suci
Kristus yang dipenuhi oleh Roh Cinta Kasih. Semoga bimbingan Roh Kudus-Mu, kami
mencintai-Mu dengan segenap budi, hati, jiwa dan kekuatan.

Ujud Doa II (kedua)


Mohon Pemulihan Keretakan Hubungan Pribadi Manusia dengan Alam Semesta

Ya Allah Bapa Pencipta Alam Semesta, syukur atas bumi, langit, dan samudera raya yang
Tuhan berikan kepada kami secara cuma-cuma. Teristimewa alam Papua yang indah ini.
Bapa telah hadirkan aku di alamku (……..sebut tempat asal), (…….tempat lahir), dan kini
tinggal di alam (…….sebut tempat tinggal kini). Alam semesta ini baik adanya, namun telah
dinodai oleh salah dan dosa para leluhur kami (……sebut dosa leluhur pada alam), dan salah
dan dosa dari kami yang masih hidup (…..sebut jenis dosa). Ini karena tidak menjaga relasi
yang baik dengan alam ciptaan-Mu ini. Allah Bapa, yang kerahiman-Nya nyata melalui
pengorbanan Yesus Kristus di salib, kami mohon: Ampuni atas semua salah dan dosa para
leluhur serta alam roh yang Dikau tempatkan sebagai saksiMu dan kami turunannya
terhadap alam semesta ini.
Nyatakan kepada kami damai dan belas kasih-Mu memenuhi kami manusia dan alam kami
ini. Dan karuniakan kepada kami keselamatan dan kehidupan kekal. Yakni di atas alam ini
kemuliaan, damai, dan suka-cita-Mu menutupi kami. Semoga daya Roh Kerahiman Ilahi
menjiwai kami untuk hidup menyatu dengan alam dalam perlindungan Bapa di Surga.

Ujud Doa III (ketiga)


Mohon Pemulihan Keretakan Hubungan Pribadi Manusia dengan Leluhur

Ya Allah Bapa leluhur suku-suku bangsa di dunia, Engkaulah Pencipta dan Pemilik
manusia, Engkau menciptakan kami di atas tanah Papua ini sebagai ras Melanesia, suku
bangsa Papua, khususnya suku (…..sebutkan nama sukunya) dari turunan marga kami
(…..sebutkan nama marga anda). Leluhur kami pertama hingga generasi kami kini bila masih
ada di fase penantian kemurahanMu (……sebutkan nama-nama leluhur pertama hingga kini pihak
ayah dan ibu), pernah melakukan salah dan dosa terhadap Bapa sebagai Allah Pencipta
(…..sebutkan kesalahan pada Allah), terhadap sesama manusia (…..sebutkan kesalahan pada
sesama), dan terhadap dirinya sendiri (……sebutkan kesalahan pada diri sendiri), melalui perang
suku atau perang saudara dan berbagai jenis kejahatan lainnya karena kebencian dan
kejahatan.
Atas semua salah dan dosa serta kejahatan mereka ini, hidup yang luhur dan suci ini
ternodai. Akibatnya: hidup generasi kami kini banyak mengalami kesakitan dan kematian
serta terasa jauh dari keselamatan suka cita dan kedamaian. Ya Bapa, berkat kerahimanMu
yang nyata melalui Tubuh dan Darah Yesus Kristus, sucikan dan bersihkan semua
311
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

kesalahan dan dosa para leluhur ini. Anugerahi mereka damai dan belas kasih serta
antarkan mereka memasuki hidup kekal dalam Kerajaan Bapa di Surga. Semoga mereka
menjadi orang kudus di Surga. Semoga, segala kebaikan para leluhur yang diwariskan turun
temurun menjadi berkat dan kekuatan bagi kami untuk mampu menjalani hidup seturut
kehendak-Mu bersama pendampingan para leluhur yang Tuhan selamatkan dalam
Perlindungan Bapa di Surga.

Ujud Doa IV (keempat)


Mohon Pemulihan Keretakan Hubungan Pribadi Manusia dengan Sesama Manusia

Ya Allah, Pencipta dan Pemersatu umat manusia. Kami adalah citra-Mu. Engkau
menghendaki kami hidup atas dasar Cinta Kasih antar sesama agar dapat menyelamatkan
satu terhadap yang lain. Bapa menghendaki kami hidup rukun, damai dan solider. Namun,
oleh karena kejahatan lebih besar dari pada kebaikan, kebencian lebih kuat dari pada cinta
kasih, kesombongan lebih menguasai dari pada kerendahan hati, dan kepentingan duniawi
lebih dominan dari pada mengikuti tuntunan Roh Kudus, maka banyak kami jatuh dalam
salah, dosa, dan kegelapan dunia. Kini saudara-saudari berbuat salah dan dosa terhadap
kami (…..sebutkan nama-nama orang dan kesalahannya pada kita). Atas kesalahan ini saya
sedang mengalami (……...sebut keadaan yang anda sedang alami). Selain itu saya juga berbuat
salah dan dosa terhadap sesamaku (……….sebutkan orang-orang yang anda lukai dan benci, dll).
Atas kesalahan ini dia (mungkin) sedang mengalami (…….sebutkan keadaan yang dialami
korban). Atas semua salah dan dosa ini kami mohon ampuni dengan salib Kristus yang
penuh Daya. Nyatakan kepada kami damai dan cinta kasih. Kurniailah kepada kami
keselamatan dan suka cita Surgawi. Semoga oleh salib Kristus kami dipenuhi Roh
Pendamai dan Pembaharu.

Ujud Doa V (kelima)


Mohon Pemulihan Keretakan Hubungan Pribadi Manusia dengan Dirinya Sendiri

Ya Allah, Bapa pemilik hidup kami. Kami bersyukur atas segala kebaikan-Mu yang
diberikan kepada kami secara gratis. Terutama, rahmat kehidupan selain kelengkapan tubuh
kami. Engkau menghendaki kami hidup jujur, benar dan hadir di muka bumi ini. Namun,
karena kelemahan dan kecenderungan dunia ini, sehingga kami muda jatuh dalam salah dan
dosa. Kini kami sedang terbebani dengan salah dan dosa-dosa kami ini (………sebutkan
dosa dan salah anda dalam bentuk pemikiran, perkataan, perbuatan, dan kelalaian yang masih
terbebani). Ya Allah Engkaulah Maha Pengampun dan Pendamai. Kami mohon ampuni
kami atas semua dosa kami ini dengan belas kasih Putra-Mu Yesus Kristus yang mati di
kayu salib. Penuhi kami dengan damai dan belas kasih-Mu. Selamatkanlah kami dari segala
yang jahat. Semoga kami semakin menghayati diri kami sebagai BAIT ROH KUDUS,
Tempat dimana Roh Allah bersemayam. Semoga hidup kami semakin terdorong dari dunia
ini kepada Surga abadi. Semoga Roh Kudus-Mu membimbing dan mengantar kami dari
dunia nyata ke dalam Misteri Tritunggal Maha Kudus. Amin.

312
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Doa Penutup

Bapa yang kekal, kupersembahkan kepada-Mu Tubuh dan Darah, Jiwa dan Ke-Allahan
Purta-Mu yang terkasih Tuhan kami Yesus Kristus, sebagai pemulih dosa-dosaku dan dosa
segenap bangsa Papua. Demi sengsara Yesus yang pedih, tunjukanlah belaskasih-Mu
kepadaku dan bangsa Papua.
Allah yang kudus, kudus dan berkuasa, kudus dan kekal kasihanilah aku dan bangsa
Papua.
Bapa yang kekal, terimakasih atas berkat pengampunanMu atas segala dosaku dan dosa
segenap bangsa Papua. Ya Bapa, curahilah Roh KudusMu atas diriku dan kepada segenap
bangsa Papua; Bimbinglah kami dengan RohMu ke dalam seluruh kebenaran dan
kehendakMu menuju Tanah Suci Papua untuk menyambut suka cita abadi bersamaMu di
Surga. Amin.

Catatan:
1. Sebelum doa tenangkan diri (meditasi) selama 5-10 menit.
2. Doa pada waktu yang dikehendaki Tuhan dan ditentukan pendoa, baik juga kalau
jam 3 sore.
3. Sebelum doa, sudah ada daftar para leluhur dan segala kesalahannya, tanah asal
kelahiran dan tempat tinggal serta salah dan dosa kita atau sesama kita yang
hendaknya kita mempersembahkan kepada kerahiman Ilahi (Tuhan).
4. Untuk informasi terkait Doa Rekonsiliasi untuk Pertobatan dan Perdamaian dalam
rangka Pemulihan Bangsa Papua, Anda dapat menghubungi „Jaringan Doa
Rekonsiliasi untuk Pemulihan Papua‟ (JDRP2), Selpius Bobii (No Hp 0823 9938
1321).
5. Doa ini wajib didoakan oleh setiap orang Papua di mana saja berada dalam rangka
„Pemulihan Diri Menuju Pemulihan Bangsa Papua‟. Baik kalau Anda masuk dalam
doa puasa entah tiga hari atau satu minggu, lalu mendoakan doa rekonsiliasi untuk
pertobatan dan perdamaian ini. Jam-jam doa yang tepat adalah jam 12 siang dan 12
malam, jam 9 pagi dan 9 malam, jam 6 pagi dan 6 sore, jam 3 sore dan 3 subuh.
Khusus untuk doa ini lebih baik berdoa pada jam 3 sore.
6. Mohon foto copy dan disebarkan kepada sesama Papua. Terimakasih. Tuhan
memberkati. Syalom.

 Doa ini kami sadur dari Doa Koronka Kerahiman Ilahi Kontekstual Papua yang dibuat oleh
Pastor Yan P. A. Douw. Pr

313
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Lampiran 4

„PERTOLONGAN-KU PAPUA DARI TUHAN‟

A
llah mendandani beragam bunga di padang untuk memperindah
alam ini dan beragam bintang untuk mempercantik cakrawala
pada malam hari; demikian pula Allah mendandani manusia
dengan akal budi dan hati nurani untuk menghadirkan ‘syalom’ di
bumi; akal budi adalah pusat daya pikir, sementara daya timbang
berpusat di hati nurani; tetapi akal budi disalah-gunakan oleh insan
manusia tanpa melibatkan hati nurani dalam mempertimbangkan sebelum
sesuatu hal dilakukan; akibatnya terjadi kehancuran di mana mana dalam
kehidupan ini.
Kau datang ke negeri leluhurku untuk mejajah dan menjarah; Kau
menghancurkan tatanan hidup bangsaku dengan bom akal budimu; kau
menginjak-injak martabatku dengan lars; kau mencabut nyawa sesamaku
dengan laras; kau memandang aku manusia kelas dua dan mencap aku
dengan berbagai stigma, bahkan memperbudak bangsaku melalui segala
bentuk aksimu. Semuanya ini kau lakukan untuk memusnahkan etnisku,
agar kau memiliki tanah airku dan isinya. Tapi upayamu bagaikan
menyaring angin; kau tak akan menjajah dan menjarah selamanya. Kau
sudah kenyang dengan setiap tetesan darah sesamaku yang kau bunuh;
kau sudah puas dengan setiap butiran logam mulia yang kau sedot dari
tanah airku; kau sudah menikmati hidup ini dengan hasil rampasan
kekayaan dari negeri leluhurku.
Kau datang ke negeriku PAPUA dengan membawa 101 virus mematikan.
Virus-virus itu menghancurkan sendi-sendi hidup bangsaku. Bahkan jutaan
rakyat semesta PAPUA hilang musnah disapuh bersih virusmu. Aku PAPUA
bergulat menghadapi virusmu yang selalu berubah wujud. Kau menabur,
tapi kau memetik hasil pada waktu-Nya: hukum karma ‘Tabur Tuai’ berlaku.
Aku PAPUA sudah 57 tahun terantai terbelenggu oleh tirani virus-virusmu.
Teriakanku PAPUA jatuh di padang sunyi, goresan duka piluhku PAPUA
jatuh di tong sampah. Aku PAPUA diam sejenak, lalu ku PAPUA
melayangkan pandangan ke segala arah: ke Timur, ke Barat, ke Utara dan
ke Selatan, tetapi tidak ada pertolongan yang datang untuk memutuskan
mata rantai segala bentuk virusmu.
Ada pula sesamaku PAPUA dari berbagai belahan dunia telah mendengar
dan menyambung suaraku PAPUA kepada para pembesar di dunia. Para
pembesar itu mendengar, tetapi tak menjawab, dan melihat, tapi tak
tergerak hatinya untuk menolongku PAPUA. Belakangan ini ada beberapa
pembesar di dunia peduli dengan aku PAPUA, tetapi upaya mereka belum
tuntas memutuskan mata rantai virus-virus tirani ini. Sementara itu, ada
banyak pembesar di dunia hanya sibuk merampas harta kekayaanku
PAPUA, tetapi mereka tak peduli dengan keadaanku PAPUA yang
terpenjara oleh tirani virus-virus mematikan.
314
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Akhirnya aku PAPUA sadar bahwa banyak pembesar tertentu di dunia ini
hanya mengejar kepentingan ekonomi semata. Untuk memenuhi
kepentingan itu, jutaan rakyat semesta PAPUA dikorbankan. Aku PAPUA
yang tersiksa diam sejenak dan menepi, kemudian bangkit lagi dan ‘Aku
melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang
pertolonganku? Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit
dan bumi (Mazmur 121: 1-2).
Aku PAPUA yakin pasti bahwa TUHAN akan datang menolongku PAPUA
indah pada waktu-Nya. Bersabarlah dalam penderitaan, sama seperti
petani menanti dengan setia hasil yang berharga dari tanamannya;
kuatkan hati, bertekunlah dalam iman, pengharapan dan kasih adalah
kekuatanku PAPUA. Mata imanku PAPUA melihat: ‘Sesungguhnya Hakim
Agung telah berdiri di ambang pintu Surga untuk memberi keadilan dan
anugerah.
Sesungguhnya keadilan Allah itu datang dalam berbagai bentuk untuk
penyadaran dan pembaharuan hidup; tetapi kau memandangnya
dengan cara yang berbeda; baiklah jika sampai kesimpulannya begitu;
tapi bukankah itu peringatan dini? Tegoklah ke dalam, ke dalam lelung
jiwamu; bertanyalah pada rohmu yang terdiam dalam bilik hatimu; jika
rohmu tak sudi menjawab, tanyalah pada rumput di padang hijau yang
sedang bergoyang kian kemari di tiup angin.
Lambaian dedaunan di padang yang kian kemari itu mengingatmu bahwa
waktumu untuk menjajah dan menjarah akan segera berakhir pada waktu
Tuhan, bukan pada waktu manusia; kau akan pergi dengan membawa
berbagai macam virusmu yang telah menghancurkan kehidupan
bangsaku selama setengah abad lebih; kau akan pergi dengan membawa
pulang segala berkas-berkasmu yang dijarah dari negeriku; kau akan
pulang untuk selamanya; kita akan berpisah untuk selamanya; yang akan
memisahkan kita adalah Tuhan Allah. Ketika waktu Tuhan itu tiba, siapakah
yang akan menggagalkan rencana dan ketetapan Allah bagi
pembebasan bangsa Papua?
Papua tidak berada dalam rencana dan ketetapan manusia. Papua
berada dalam rencana dan ketatapan Allah. Kau pikir Papua ada dalam
rencanamu, maka kau buat Papua sesuka hatimu? Kau buat rencana
untuk Papua, tetapi rencanamu itu ditentukan oleh Tuhan. Kau telah
berhasil menjajah dan menjarah bangsaku selama setengah abad lebih.
Ini waktu yang amat lama yang diberikan Tuhan kepadamu. Waktumu
untuk menjajah dan menjarah akan segera diakhiri indah pada waktu
Tuhan. Yang akan mengakhiri penjajahanmu di Tanah Papua adalah Tuhan
Allah. Karena Otorita Tertinggi untuk mengatur masa depan bangsa Papua
ada dalam rencana dan ketetapan Allah.
Kau akan pergi dengan kepala tertunduk malu; karena segala
kekuasaanmu di atas tanah ini akan segera di akhiri oleh Tuhan Allah. Jika
kau mau pergi dengan kepala terangkat, maka sebaiknya dengan jiwa
besar mengambil langkah kongkrit untuk mengakui kemerdekaan
315
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

kedaulatan bangsa Papua 1 Desember 1961. Jika TIDAK, maka dengan


tangan kuatnya Tuhan Allah akan membebaskan Tanah Papua dari
kekuasaan Firaun Indoneia. Semuanya yang telah direncanakan dan
ditetapkan oleh dunia untuk menghancurkan Papua akan dihancurkan
dan digagalkan oleh Tuhan Allah. Sebaliknya, rencana dan ketetapan
Allah serta janji-janji-Nya untuk masa depan Papua akan digenapi indah
pada waktu-Nya. Tak ada kekuatan apapun yang akan menggagalkan
rencana dan ketetapan Allah bagi Bangsa Papua bangkit, berdiri dan
berjalan untuk menghadirkan ‘SYALOM’ di bumi demi kemuliaan nama
Tuhan.
‘SYALOM’ adalah dambaan setiap insan manusia di dunia ini. Perjumpaan
pertama Yesus Kristus dengan para murid-Nya setelah kebangkitan adalah
sapaan ‘SYALOM’. ‘SYALOM’ artinya ‘damai sejahtera’.
‘Adalah lebih baik DUA BELAS orang BERIMAN tulen BERSATU mewujudkan
HARAPAN menjadi NYATA untuk menghadirkan ‘SYALOM’ di Tanah Papua
dalam menghadapi SATU JUTA SATU orang FASIK bebal yang
BERSEKONGKOL mewujudkan IMPIAN menjadi NYATA untuk menghadirkan
‘KEHANCURAN’ di Tanah Papua’.

Port Numbay – Papua: 12 Juli 2020


Selpius Bobii

316
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

PROFIL PENULIS

S
elpius Bobii adalah generasi Papua angkatan 2000-an yang dilahirkan di Deiyai, 17 September 1977.
Menyelesaikan Sarjana Teologi pada STFT “Fajar Timur” Abepura – Jayapura tahun 2010. Pernah
menjadi ketua Senat Mahasiswa STFT “Fajar Timur” 2004-2005, juga sebagai Sekertaris Umum Ikatan
Mahasiswa Teologi se-Jayapura – Papua pada Tahun 2004-2005.
Terlibat aktif dalam Gerakan Pembebasan Bangsa Papua dari tahun 2003. Pernah menjadi
Sekretaris Jenderal Front PEPERA Papua Barat 2005 s/d 2007. Sejak Maret 2006 mendekam di Penjara
selama 4 tahun, dan bebas dari Penjara pada tanggal 11 Januari 2010. Sejak tahun 2007 dipilih menjadi Ketua
Umum Front PEPERA Papua Barat.
Pada tahun 2011 dipercayakan menjadi Ketua Panitia Kongres III Bangsa Papua. Untuk
mempertanggung Jawabkan Konggres, Bobii menyerahkan diri ke MABES POLDA Papua, 20 Oktober 2011
didampingi Penasehat Hukum. Divonis tiga tahun Penjara dan menjalani hukuman di LP Abepura. Bebas dari
Penjara pada tanggal 21 Juli 2014. Ia juga aktif menulis buku dan artikel terkait masalah Papua. Selama 6
tahun lebih sejak 28 Oktober 2013 ia menempuh “JALAN SUNYI”. Kini ia kembali “bersuara lagi” dengan cara
yang berbeda.

317
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]
[Bergulat Menuju Tanah Suci Papua] [Selpius Bobii]

Dalam buku ini BERGULAT MENUJU TANAH SUCI PAPUA memuat empat bagian penting yaitu: Bagian Satu
„BARA ANEKSASI di Tanah Papua‟
Bagian ini memuat proses aneksasi Papua ke dalam NKRI dalam tiga tahap . Masing-masing tahap, penulis
menampilkan perjuangan bangsa Papua dan dampak dari aneksasi itu. Dan menawarkan solusi final untuk
mengakhiri penindasan di atas Tanah Papua.
Tanah Papua memang secara politik ada dalam genggaman Negara Indonesia, tetapi secara hukum
sangat lemah. Papua dalam NKRI dapat bertahan karena adanya konspirasi kepentingan ekonomi, politik
dan keamanan dari Indonesia dan para sekutunya. Tiang penopang utama Papua dalam NKRI adalah
kepentingan ekonomi, lain tidak ada.
Bagian Dua dari buku ini membahas „PEMBUKTIAN DI HADAPAN ALLAH & SISTEM TEO-SOSIOKRASI
PAPUA‟ adalah landasan Teoritis-Praktis untuk membangun peradaban bangsa Papua. Metode ini digali dari
kebiasaan suku-suku di Tanah Papua. Tujuannya sebagai resolusi konflik, memilih pemimpin sesuai
kehendak Allah, membuktikan hukum perkara pidana dan perdata secara alami; agar bangsa Papua berdiri
sama tinggi dan duduk sama rendah dalam suasana yang penuh adil dan penuh damai sejahtera lahir bathin,
dalam penantian kedatangan Yesus yang ke 2 kali ke dunia ini untuk memimpin Kerajaan 1.000 tahun.
Bagian Tiga dari buku ini adalah „MEMBUKA SELUBUNG RAHASIA ALLAH DI BALIK KATA PAPUA‟. Indonesia
dan para sekutunya memiliki rencana untuk memusnahkan bangsa Papua dari muka bumi ini, tetapi Allah
punya rencana lain dengan Tanah air dan bangsa Papua. Semua pihak yang berkepentingan di Tanah Papua
harus tahu dan sadar bahwa “Tanah Papua” adalah “Tanah Perjanjian Allah”. Menjelang akhir zaman ini,
Allah hendak memakai bangsa Papua bergandengan dengan bangsa Israel untuk mewujudkan rencana-Nya.
Bagian Empat dari buku ini adalah sebagai „Bottom Line‟ BANGSA PAPUA „LAHIR BARU‟ DI DALAM TUHAN.
Bagian ini berisi LANDASAN berdirinya „KERAJAAN TRANSISI PAPUA‟ untuk mempersiapkan JALAN Tuhan
yang akan datang ke dunia ini untuk memimpin Kerajaan 1.000 tahun. Kesaksian dan pewartaan dalam
Bagian Dua, Tiga dan Empat dalam buku ini adalah melalui penglihatan dan dari Roh Kudus, siapa menghujat
Roh Kudus, akan ada akibatnya. Kata Yesus: “Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia
[Yesus], ia akan diampuni, tetapi barang siapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni ” (Lukas 12 : 10,
Markus 3 : 29).
Bangsa Papua sudah lama berjuang, bergelut dan bergumul dengan IMAN untuk mempertahankan hidupnya
berziarah Menuju Tanah Suci, Papua Penuh Damai Sejahtera, Papua Penuh Kemuliaan Tuhan. Allah telah
mendengar dan melihat tangisan, tetesan air mata darah bangsa Papua. Hakim Agung (Tuhan) sudah siap
berdiri di ambang pintu untuk memberi keadilan dan anugerah. Untuk itu, bagi yang belum bertobat, segera
sadar, menyesal dan bertobat; bagi yang sudah bertobat, bertahanlah dalam kekudusan dalam kebenaran
Firman Allah „MENUJU TANAH SUCI PAPUA‟.
Ditulis dalam bahasa sederhana, maka buku ini layak dan perlu dibaca oleh warga asli Papua dan
simpatisan, serta semua pihak yang punya kepentingan dengan Tanah Papua.

“Satu Bangsa Satu Jiwa Siapkan Jalan Tuhan, dengan dilandasi semangat Saling Mengasihi Dalam Tuhan”
318
[Bersama Sejarah Sang Bintang Fajar] [Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan]

Anda mungkin juga menyukai