Anda di halaman 1dari 19

1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada banyak sekali mitos yang beredar tentang sejarah penciptaan bumi menurut
suku-suku yang ada di Dunia ini. Salah satunya adalah Suku Batak yaitu suku yang
berada di Indonesia, tepatnya di Sumatera Utara. Suku Batak adalah salah satu suku
dari Indonesia yang sangat terkenal bahkan sampai keseluruh belahan Dunia. Oleh
karena itu banyak para ahli yang mencoba merumuskan konsep penciptaan menurut
suku Batak.
Agama Suku dan Kebatinan (Asuke) adalah salah satu mata kuliah wajib yang
harus di tempuh oleh Mahasiswa/I di kampus STT HKBP Pematangsiantar. Mata kuliah
ini membahas tentang agama/aliran kepercayaan dan adat istiadat setiap suku. Menurut
Gisler agama adalah usaha manusia secara konkrit untuk keluar dari yang fana
(kehidupan) masa kini yang terbatas dan penuh pergumulan/penderitaan untuk masuk
ke dalam dunia yang baka (Kehidupan tidak terbatas dan tanpa akhir). Agama juga
memiliki keterkaitan dengan suku dan kebatinan. Dalam kesempatan ini penulis
membahas dan melakukan penelitian secara kualitatif dengan judul Penciptaan
Menurut Batak Toba. Penciptaan menurut setiap suku mungkin berbeda bahkan juga
penciptaan menurut agama Kristen. Narasi Penciptaan menurut Alkitab/ Genesis
creation narrative adalah suatu catatan mengenai penciptaan alam semesta menurut
kepercayaan Kristen dan Yudaisme yang terdapat dalam kitab Kejadian. Alkitab
menjelaskan manusia pertama kali diciptakan oleh Tuhan secitra dan segambar
denganNya (Kej 1 :27). Sedangkan kepercayaan Peciptaan manusia menurut Batak
Toba sangat berbeda dengan agama ataupun suku – suku lainnya. Kepercayaan tentang
asal usul manusia inilah yang menjadi pembahasan laporan penelitian ini. Penulis
hendak melihat bagaimana keyakinan orang Batak tentang asal usulnya.

B. Rumusan Masalah
Masalah merupakan suatu bentuk pertanyaan yang memerlukan penyelesaian atau
pemecahan. Bentuk perumusan adalah biasanya berupa kalimat yang kiat menarik atau
mengubah perhatian.
1. Apa yang dimaksud dengan Penciptaan?
2. Bagaimana cerita atau tahapan Penciptaan menurut Batak Toba?

2
3. Keturunan - Keturunan Sejarah Penciptaan Batak Toba?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian
adalah sebagai berikut :
1. Memahami dan mendeskripsikan apa itu narasi penciptaan menurut Agama dan
menurut suku Batak Toba.
2. Mendeskripsikan bagaimana tahapan Penciptaan menurut Batak Toba.
3. Salah satu syarat untuk menyelesaikan ujian Mid Semester dalam mata kuliah
Agama Suku dan Kebatinan.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua pembaca khusunya buat
kelompok peneliti sendiri. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk kelompok peneliti sendiri untuk lebih mengenal dan mengetahui lebih
dalam lagi mengenai Penciptaan menurut Batak Toba.
2. Kepada teman – teman kelas terkhusus yang mengampu mata kuliah Agama
Suku dan Kebatinan (Asuke).
3. Menjadi sumber referensi bagi mahasiswa STT HKBP terutama yang ingin
mengetahui Penciptaan menurut Batak Toba

BAB II

3
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Penciptaan
1. Secara Etimologis
Penciptaan berasal dari kata cipta (kesanggupan) yang berarti pikiran untuk
mengadakan sesuatu yang baru. Mencipta yaitu memusatkan pikiran untuk
mengadakan sesuatu. Menciptakan dibedakan menjadi tiga bagian yang berarti :
a. Membuat atau mengadakan sesuatu dengan kekuatan batin
b. Mengadakan sesuatu yang baru ( belum pernah ada dan lain dari yang
lainnya)
c. Membuat sesuatu hasil
Istilah “penciptaan” merupakan hal yang transendental terhadap kenyataan atau
real. Penciptaan harus diandaikan sebagai prinsip atau penyebab metaphysis.
Penciptaan menjelaskan asal, alasan dari mana semua kenyataan tercipta, dan
menjelaskan alasan terus-menerus memberi kualitas bagi sesuatu yang tidak ada
menjadi ada.

2. Menurut Batak Toba


Kultur Batak Toba mengenal kisah penciptaan. Kisah penciptaan itu berangkat
dari dunia Ilahi yang berbada dari manusia dan wujud yang tak terbatas. Ajaran
penciptaan berbicara tentang dimensi baru tentang sesuatu yang harus diandaikan
sebagai pendasaran dari kenyataan real.
Dalam pengertian orang Batak, mereka memahami sebuah cerita yang terjadi
melalui pengalaman pribadi maupun kelompok, yaitu penciptaan. Menurut orang
Batak, penciptaan itu sendiri diartikan sebagai “ Manompa atau Manjadihon”, tetapi
dalam istilah lain disebut “ Mambahen dan Manompa”. Dalam pengertian orang
Batak, kata tersebut memiliki pengelompokan dan makna yang berbeda. Kata
manompa atau mambahen merujuk pada manusia, kemampuan manusia untuk
berkreasi, mencipta tetapi bisa juga merujuk pada Allah pencipta. Sedangkan kata
Manjadihon dan Manopa/Menempa lebih merujuk pada satu oknum yang lebih
kuasa, yaitu hanya untuk Debata. Kata ini dalam pengertian orang Batak mengarah
pada Mulajadi Na Bolon yang dianggap sebagai penguasa bumi dan alam semesta
ini. Dialah yang Manjadihon (Menjadikan) dan Manopa (Menempa) bumi ini dan
segala yang ada didalamnya.

4
BAB III
HASIL PENELITIAN

5
A. Penciptaan menurut Batak Toba
Semua mitos itu sejak dahulu diceritakan dari mulut ke mulut atau melalui lisan
oleh orang tua yang paham akan hal itu kepada orang yang lebih muda atau anak-anak.
Mitos itu sering di kemas dalam sebuah turi-turian (cerita dongeng) menurut tema-tema
yang berbeda.
Menurut mitologi batak bahwa asal mula Batak, bahkan kejadian awal manusia
pertama di dunia ini berasal dari tanah batak, tepatnya dari pusuk buhit, sebuah gunung
yang terletak di pinggiran sebelah barat –pulau samosir. Pulau ini berada di tengah-
tengah danau toba yang kini terkenal sebagai objek wisata. Dalam mitos tersebut,
bahwa manusia pertama ialah Si Raja Ihat Manisia dan Si Boru Ihat Manisia. Sepasang
putra-putri ini adalah hasil perkawinan antara Si Boru Deak Parujar dengan Raja Odap-
Odap.
Dalam cerita mitos yang lain di sebutkan bahwa sebelum mereka berdua kawin,
Boru Deak Parujar sudah lebih dahulu menciptakan Banua Tonga (bumi) berkat kuasa
dari Debata. Sedangkan Raja Odap-Odap salah satu dewa yang menurut cerita mitos
berada di Banua Ginjang bersama-sama dengan dewa-dewa lainnya. Perkawinan
mereka berdua di Banua Tonga (bumi).
Dalam Mitologi Batak burung layang-layang yang disebut leang-leang,
berkedudukan seperti kurir atau penghubung antara penghuni langit dengan bumi.
Suatu ketika, burung itu di panggil oleh Mulajadi Na Balon, sang Awal Yang Maha
Besar yang berkuasa atas segala yang ada, untuk mengantarkan sebuah lodong (poting,
bambo tabung air) berisi benih kepada Boru Deak-Parujar, putri seorang dewa yang
berada di bumi. Setelah burung itu tiba di tempat Boru Deak Parujar, dia berkata :
“Boru Deak Parujar, tenunlah sehelai ulos ragidup (kain adat Batak), kemudian lilitkan
ulos itu pada lodong itu lalu bukalah tutup nya. “Setelah Boru Deak-Parujar menenun
sehelai ulos, dia melilitkan pada lodong itu kemudian dia buka tutupnya dan dari
dalamnya meloncatlah keluar seorang pria. Dialah yang disebut Tuan Mulana (yang
awal). Boru Deak menempatkan pria itu disebuah daerah yang terang, lalu dia
menyuruh burung itu kembali kepada Mulajadi Na Bolon untuk menyampaikan
pertanyaan Boru Deak yang oleh Mulajadi dijawab, “Boru Deak sendirilah yang akan
menjadi teman hidupnya !” Dan mulai saat itu Boru Deak-Parujar menjadi seorang

6
manusia seperti Tuan Mulana. Merekalah yang menjadi nenek-moyang orang Batak di
atas dunia ini.
Dari cerita tersebut dapat disimpulkan, bahwa suku Batak di zaman keberhalaan
sudah percaya pada Allah Yang Esa, yang disebut Mulajadi Na Bolon, yang menjadi
awal dari segala yang ada. Dialah Yang Mahatinggi, Allah yang oleh suku Batak di
percaya sebagai Allah dari segala ilahi yang menjadikan langit, bumi dan segala isinya,
yang secara terus-menerus memelihara hidup ini.
Dia juga yakin bahwa Mula jadi na bolon berkuasa untuk menjadikan yang ada
dari yang tidak ada dan singgasananya berada di atas langit ke tujuh. Keyakinan itu
dapat dilihat dari ungkapan doa pemujaan yang diucapkan para datu pada upacara
Martonggo (memanggil sang ilah).
Doa yang biasa diucapkan oleh suku Batak adalah : “Daompung Debata na tolu,na
tolu sada, na tolu suhu,na tolu harajaon sian langit napi tu tindisian ombun napitu
lapis” yang berarti : Allah Yang Maha Agung ,yang tiga rupa, yang menguasai tiga
kehidupan, yang berkuasa atas tiga kerajaan yang terdapat di langit yang ketujuh
tingkat dan di atas awan-awan yang terdiri dari tujuh lapis.
Dari doa pemujaan itu dapat diketahui, bahwa suku Batak membayangkan langit
sebagai tempat yang bertingkat tujuh dan berada di atas awan-awan yang berlapis
tujuh, sesuai dengan pengertian yang terdapat pada : “tujuh tingkat dan tujuh lapis
awan”.
“Langit Pertama” adalah tempat untuk mereka selama hidupnya selalu
mengerjakan yang salah. Disana mereka harus berdiri terus menerus dengan bertumpu
pada kepala. Di “Langit kedua” akan dijumpai para pencopet dan pencuri yang
sepanjang waktu berdiri bertumpu dengan tangannya di undak-undakan tangga langit
bersama semua barang curiannya. “Langit ketiga” dihuni oleh semua pemfitnah dan
pendusta (si ganjang dila). Allah memanjangkan lidah mereka 10 sampai 100 kali lipat,
sesuai dengan jumlah dusta dan fitnah yang mereka lakukan dalam hidupnya. “Langit
keempat” menjadi tempat para penipu, pemberontak, dan pemecah belah persatuan.
Merekalah yang menimbulkan keonaran dan kerusuhan di atas bumi. Oleh karena itu,
di dalam langit keempat terdapat kerusuhan , kekacauan dan kericuhan, yang
berkepanjangan sampai akhir zaman. “Langit ke lima” diperuntukkan bagi orang-orang
baik.“ Langit keenam” merupakan tempat khusus. Di sana berdiri sebatang pohon yang

7
memainkan peranan yang amat penting dalam kehidupan batak. Disinilah roh-roh
sebelum menjelma jadi manusia memperoleh kesempatan untuk menentukan nasibnya.
Menurut orang Batak ‘roh memiliki nasibnya sendiri.
Dalam langit ke enam, roh-roh yang akan menjelma itu disuruh untuk mengambil
selembar daun yang diinginkan dari sebuah pohon nasib yang amat besar yang tumbuh
disana. Pada Setiap lembar daun sudah tertulis nasib yang akan mereka alami kelak
dalam hidupnya sebagai manusia. Ketentuan itu akan berlaku segera setelah orang itu
dilahirkan dan tidak akan dapat diubah oleh siapa pun. Mula Jadi Na Bolon pun tidak
dapat lagi mengubahnya.
Melalui cerita berikut ini, dapat diketahui bagaimana orang-orang dulu
membayangkan proses penentuan nasib itu. Seorang raja yang sangat berkuasa punya
seorang adik yang berputra 7 orang, sedangkan dia sendiri tidak punya seorang pun
anak. Suatu hari ia berdoa pada Mulajadi na Bolon supaya kepadanya diberikan juga 7
orang anak.

B. Keturunan -Keturunan dalam Sejarah Penciptaan Batak Toba


Suku batak mengenal bermacam-macam legenda tentang kejadian manusia
pertama. Debata Mulajadi na Bolon adalah ilah yang tidak bermula dan tidak berakhir.
Dia adalah awal dari semua yang ada. Ketika menciptakan terang dalam ketujuh tingkat
langit, dia juga telah memberi bibit kehidupan bagi 6 orang anak. Kemudian ia juga
menciptakan seekor ayam yang bernama Hulambujati ayam itu mempunyai paruh
yang Terbuat dari besi dan taji sebesar kepompong kupu-kupu raksasa yang terbuat
dari tembaga. Bulunya berkilat-kilat seperti bintang Humarairi (bintang timur).
Hulambujati sangat gagah dan perkasa. Pada suatu hari Hulambujati bertelur tiga butir.
Tetapi betapa kagetnya ketika ia melihat telur-telurnya itu masing-masing lebih besar
dari badannya. Dalam keadaan bingung ia memanggil burung layang-layang yang
bernama Untung-untung Na Bolon.
Dia menyuruh burung itu menemui Mulajadi Na Bolon untuk menanyakan apa
yang harus dia lakukan dengan telur-telur sebesar itu, sebab jelas dia tidak akan mampu
mengeraminya. Burung layang-layang itu terbang ke langit ketujuh untuk menemui
Mulajadi Na Bolon. Dia menyampaikan pertanyaan ayam Hulambujati, yang oleh
Mulajadi Na Bolon dijawab, “Hulambujati harus mengerami telur-telurnya itu. Dia
tidak perlu takut atau merasa ragu-ragu karena aku tahu apa yang kuperbuat. Bawa dan

8
berikan dua belas butir padi ini kepada Hulambujati, suruh ia mematuk satu butir setiap
bulan. Dan kalau paruhnya merasa gatal suruh dia memaguti telurnya. Nah, sekarang
terbanglah kembali dan sampaikan semua kata-kataku kepada Hulambujati.” Ayam itu
mendengar dan menuruti semua petunjuk sang dewata yang disapaikan kepadanya.
Setelah lewat duabelas bulan semua butir-butir padi sudah habis dipatuki, paruhnya
mulai merasa gatal. Lalu dia segera memaguti telur-telurnya dan pada saat itu terjadilah
suatu keajaiban.
Dari telur yang pertama keluar dua orang anak dewa, yang pertama diberi nama
Bataraguru, dialah yang menjadi pendiri segala kerajaan yang akan ada di atas dunia
ini, dan yang kedua dinamai Raja Odap-odap, Sipasongta-sipasongti palarut parrohaon
di saluhut siulaon ni na tinompa. Artinya, yang memelihara dan menenteramkan
perasaan semua mahluk yang diciptakan dalam segala bidang pekerjaan mereka. Dari
telur kedua, keluar juga dua anak. Masing-masing bernama Debata Sori atau Soripada,
yang menjadi dewa nasib manusia, dan Tuan Dihurmajati, dewa halilintar dan petir,
yang Setiap tiga bulan berpindah tempat dari pernjuru yang satu ke penjuru yang lain.
Dan dari telur yang terkahir, keluar juga dua anak mereka adalah Balabulan, penguasa
atas segala ilmu hitam dan ilmu putih, dengan Raja Padoha yang menjadi dewa malam,
yang memiliki kekuasaanatas topan dan gempa bumi.
Terdapat sebuah versi lain mengenai jumlah anak yang keluar dari telur-telur itu.
Menurut, penelitian J. Warneck, dari masing-masing telur hanya keluar satu amak
dewa, yaitu Bataraguru, Soripada, dan Mangalabulan, atau Balabulan. Akan tetapi,
tentang kekuasaan apa yang dimiliki masing-masing anak dewa itu tidak dijelaskan.
Cerita menurut versi Hutagalung itu selanjutnya mengatakan, bahwa setelah anak-
anak itu menjadi dewasa, ayam Hulambujati tidak tahu lagi apa yang harus dia perbuat
selanjutnya dengan mereka. Oleh sebab itu, kembali dia menyuruh burung layang-
layang, Untung-untungna Bolon, terbang ke langit yang ketujuh untuk menanyakan hal
itu kepada sang Dewata. Mulajadi Na Bolon menyuruh burung layang-layang itu
mengatakan kepada Hulambujati, bahwa dia tidak perlu merisaukan hal itu, karena dia
sendiri akan merawat mereka. Selanjutnya ia memberikan sepotong bambu yang terdiri
dari tiga ruas kepada burung itu. Katanya kepada burung itu, “Bawa tongkat itu dan
tanam di dekat Hulambujati, begitu juga dengan sebelas butir padi ini. Suruh

9
Hulambujati memagutnya sebuah setiap bulan dan kalau paruhnya mulai gatal, suruh
dia segera mematuki ruas-ruas bambu itu.
Ayam itu melakukan apa yang dikatakan padanya. Sebelas bulan kemudian,
setelah semua butir padi itu habis dipaguti, paruhnya merasa gatal, lalu dia segera
mematuki ruas-ruas bambu itu yang ditanam didekatnya. Kembali terjadi keajaiban.
Dari ruas-ruas bambu itu keluar tiga anak perempuan. Anak-anak itu tumbuh dan
kemudian menjadi dewasa. Hulambujati menjadi bingung, apa yang harus dia perbuat
dengan gadis-gadis itu. Dan untuk yang ketiga kalinya dia meminta bantuan burung
layang-layang untuk menanyakannya kepada sang dewata. Burung itu segera pergi.
Selang beberapa waktu dia kembali dengan membawa pesan dari Mulajadi na Bolon
supaya ketiga orang gadis itu diberikan kepada ketiga orang anaknya : Bataraguru,
Soripada dan Balabulan, untuk menjadi isteri mereka. Hal itu segera dilakukan
Hulambujati. Tetapi kemudian menjadi bingung menghadapi anaknya yang tiga orang
lagi, yang tidak memperoleh isteri. Untuk keempat kalinya, dia meminta Untung-
untung na Bolon terbang ke langit ketujuh untuk menanyakan hal itu. Tidak lama
kemudian burung itu kembali dengan jawaban bahwa tiga anak yang lain harus
menunggu sampai tiga saudara mereka kelak mempunyai anak perempuan. Dengan
gadis-gadis yang akan lahir itulah mereka akan dikawinkan.
Beberapa tahun kemudian, Batara Guru memperoleh seorang anak laki-laki dan
enam orang anak perempuan. Anak perempuannya yang paling bungsu diberi nama
boru Deak Parujar. Soripada juga sudah mendapat seorang anak laki-laki dan seorang
anak perempuan, yang diberi nama Nan Bauraja. Begitu juga dengan Bala bulan, dia
memperoleh seorang anak laki-laki dan anak perempuan, yang diberi nama Narudang
Ulubegu. Setelah anak-anak gadis itu dewasa , Mulajadi menyampaikan pesannya
supaya Boru Deak Parujar dikawinkan dengan Raja Odap-Odap, Nan Baruja dengan
Dihurmajati, dan Narudang Ulubegu dengan Raja Padoha.
Akan tetapi boru Deak Parujar tidak mau dikawinkan. Oleh sebab itu, gadis-gadis
lain juga menolak dikawinkan. Untuk menghindarkan diri dari perkawinan yang
ditetapkan itu, Boru Deak mencari alasan. Dia meminta tujuh gumpal benang wol
untuk dipintal jadi benang dan kelak kalau dia berhasil menenun selembar kain yang
dipintalnya dari benang yang dipintalnya itu, barulah dia mau dikawinkan dengan raja
Odap-Odap. Mulajadi Nabolon mewujudkan permintaannya itu. Boru Deak mendapat

10
benang wol itu, yang dilemparkan dari langit. Boru Deak Parujar mulai memintalnya
jadi benang, akan tetapi gulungan benang yang dihasilkan tidak bertambah banyak. Dia
sudah memintal selama tujuh tahun tujuh bulan tidak bertambah-tambah dan tetap saja
kecil. Hal itu terjadi karena setiap malam dia membongkar kembali hasil pintalannya
hari itu untuk dipintal kembali esok harinya.
Melihat perbuatannya itu, sang Dewata, menjadi Marah. Boru Deak Parujar
dilemparkan dari langit. Dia jatuh keatas dunia tengah yang hampir seluruhnya ditutupi
air. Di sana tidak terdapat kehidupan. Dalam alam yang sedemikian suram dan sepi,
Boru Deak Parujar tidak dapat berbuat apa-apa kecuali menangisi nasibnya. Melihat
keadaanya yang begitu memilukan Mulajadi Nabolon merasa kasihan padanya. Dia
menyuruh burung untung-untung na Bolon menemuinya dan membujuknya supaya
dia menuruti perintahnya dan mengikuti perintahnya dan kembali ke langit. Tetapi Boru
Deak menolak ajakan itu, dia tetap tidak mau dikawinkan dengan Raja Odap-Odap.
Kepada burung itu dia berkata:”saya tidak mau kembali kelangit,saya merasa lebih
senang ditengah dunia bagian tengah ini. Hanya tolonglah saya, sampaikan
permohonanku kepada Mula Jadi Nabolon supaya diberikan kepadaku sesuatu yang
dapat ku olah menjadi tempat tinggalku di dunia tengah ini.” Melihat kekerasan hati
sang Boru Deak yang lebih suka menetap di dunia tengah daripada dikawinkan, dan
kemudian Mulajadi mengirimkan segenggam tanah untuk diolah.
Selanjutnya, tersebutlah dari tanah yang segenggam itu Boru Deak- Parujar
menjadikan bumi ini. Setiap hari dia mengambil sejumput dari persediaan tanah yang
diberikan Mulajadi padanya dan dari sejumput tanah itu dia berhasil membuat sebuah
lapangan yang begitu luas, sehingga diperlukan waktu satu hari untuk mengelilinginya.
Mulajadi melihat pekerjaan anaknya itu. Dia merasa iba melihat Boru Deak bekerja
begitu keras. Oleh sebab itu, dia kembali menyuruh burung Untung-untung itu
menjumpai Boru Deak untuk membujuknya, supaya mau kembali ke lagit, tetapi Boru
Deak Parujar tetap menolak.
Melihat kekerasan hatinya itu, Mulajadi na Bolon mengatur sebuah siasat untuk
membuat Boru Deak atas kehendaknya sendiri kembali ke langit. Dia memanggil Raja
Padoha dan menyuruhnya turun ke dunia tengah untuk mengganggu Boru Deak-
Parujar. Akan tetapi, Raja Padoha menolak karena dia tidak mau mengganggu anak
perempuan yang sudah ditunangkan dengan orang lain. Mulajadi berkata kepadanya

11
bahwa Raja Padoha tidak perlu mengganggu dirinya secara langsung. Cukup kalau dia
mempergunakan kekuasaannya atas topan dan gempa bumi untuk menghancurkan
pekerjaan Boru Deak. Dengan begitu, dia akan menjadi takut dan tidak mau tanggal di
dunia tengah lagi dan akan kembali ke langit. Raja Padoha menyetujui rencana itu.
Lalu dia dibawa ke dunia tengah, di sana dia disuruh mencari tempat bersembunyi
supaya Boru Deak tidak melihatnya.
Pada malam hari, mulailah Raja Padoha menggoncangkan dunia tengah sekuat-
kuatnya, sehingga bumi yang dibuat Boru Deak itu pecah dan hancur. Boru Deak
terkejut dan sedih melihat runtuhnya bumi buatan tangannya itu. Dan karena tidak
berdaya mencegahnya, dia menangis teriba-iba. Dalam tangisnya, dia bersenandung
memanggil burung layang-layang. Katanya, “Apakah sebenarnya yang terjadi Untung-
untung na Bolon, dengarlah saya dan ceritakanlah sebab-sebabnya kepadaku”.
Mendengar tangisnya itu, Mulajadi menyuruh burung itu pergi menjumpai Boru
Deak.Setelah Boru Deak melihat burung itu, dia berkata, “Saya memanggilmu karena
bumi yang saya buat sudah runtuh. Sekarangpun, pergilah kepada Mulajadi untuk
meminta segenggam tanah yang baru supaya saya dapat memperbaiki bagian-bagian
yang rusak itu”.
Burung itu kembali menghadap Sang Dewata untuk menyampaikan permintaan
Boru Deak. Terdorong oleh rasa kasihan, Mulajadi na bolon memenuhi permintaan itu.
Dengan tanah itu Boru Deak memperbaiki bumi yang sudah mengalami kerusakan dan
berhasil membuat buminya utuh kembali. Tetapi,kegembiraannya tidak lama. Malam
harinya, setelah dia selesai membuat perbaikan-perbaikan, Raja Padoha kembali
menggoncang-goncangkan dunia tengah dan mendera bumi dengan topan, sehingga
bumi Boru Deak hancur berantakan. Kerusakan kali itu jauh lebih parah dari
sebelumnya. Boru Deak menjadi marah. Sekarang, dia ingin tahu apa gerangan yang
menyebabkan goncangan itu dan siapa yang menjadi pelakunya. Maka dia pergi
menjelajah seluruh penjuru dunia tengah sambil berteriak : ”Dimana kau orang
jahat,pengecut! Tunjukkan muka jahatmu yang buruk itu. Apakah tanganmu yang
terkutuk itu tidak berbuat sesuatu kecuali merusak pekerjaan tanganku?”.
Raja Padoha yang mendengar cacian Boru Deak yang begitu pedas, merasa
kupingnya panas. Dia keluar dari tempat persembunyiannya dan berkata: “Sayalah
orangnya, Raja Padoha, yang berkuasa atas topan, badai dan gempa. Mengapa engkau

12
masih berada disini? Sudah berapakali burung layang-layang memanggilmu supaya
engkau dapat dikawinkan dengan tunanganmu?” “Saya tidak mau kelangit karna saya
tidak mau kawin dengan Raja Odap-odap, apapun yang terjadi”, sahut Boru Deak.
“Pekerjaan saya disini jauh lebih penting”, katanya selanjutnya. Sementara itu, dia
memutar otaknya mencari akal, supaya dia dapat meringkus penjahat itu. Dia segera
menyuruh burung layang-layang meminta daun siri dari Narundang Ulubegu dan nan
Bauraja. Setelah burung itu kembali dengan daun sirih yang dimintanya, Boru Deak
mengunyahnya sehingga mulut dan bibirnya segera menjadi merah. Sedikit dari air
sirih itu dilumurkan pada bahu Raja Padoha. Melihat Boru Deak yang merah serta
giginya yang putih berkilat itu, Raja Padoha terpesona. Dengan lembut dia bertanya :
“Apakah yang engkau kunyah itu? Maukah kau memberi sedikit kepadaku?”.
Namun Boru Deak parujar menjawab Raja Padoha dengan ketus. Sehingga membuat
Raja Padoha sangat marah.Dia meronta-meronta sekuat-kuatnya hingga seluruh bumi
jadi goncang dan hancur.
Versi lain dari hasil wawancara kami dengan bapak A. Dapot Limbong yang
bertempat tinggal di Sianjur Mula-Mula beliau juga yang menjaga Batu Sawan.
Menurut beliau dalam sejarah penciptaan menurut sudut pandang orang Batak adalah
bahwa orang pertama di Tanah Batak adalah yang disebut sebagai Siraja Batak. Siraja
Batak ini adalah seorang yang datang atau dalam istilah orang Batak disebut dengan
Manosor dari tanah India ke daerah barus dengan membawa bahan makan yaitu :
Jagung, Ubi, Padi dan Kemenyan. Lalu terus manosor ke daerah Pakkat. Tetapi karena
sudah merasa lelah membawa bawaan yang begitu berat Ia pun meninggalkan
Kemenyan di Pakkat sehingga sampai saat ini daerah Pakkat terkenal sebagai penghasil
kemenyan.
Lalu terus melanjutkan hingga sampai ke Daerah Toba. Disana Ia melihat bahwa
ada salah satu dataran tinggi. Lalu Ia naik ke tanah itu yaitu Pusuk Buhit. Siraja Batak
berdoa atau suku Batak mengatakan Martonggo kepada Debata Mula Jadi Na Bolon.
Menurutnya bahwa Siraja Batak sudah mengenal Debata Mula Jadi Na Bolon. Dia
meminta agar diberikan teman hidup. Dengan sangat banyak perjuangan dan
pertumpahan darah untuk tetap bertahan hidup di Pusuk Buhit karena banyak sekali
pertarungan yang harus Ia hadapi. Maka perjuangan dan pertumpahan darah ini
dilambangkan dengan warna Merah. Tetapi Siraja Batak bertulus hati untuk berdoa

13
kepada Mula Jadi Na Bolon. Ketulusan dan kesucian ini lah yang dilambangkan
dengan warna Putih. Lalu dalam segala persoalan dan pertikaian yang dihadapi oleh
Siraja Batak ia tetap dalam kerendahan hati dan tetap kalem atau tenang. Ketenangan
dan kerendahan hati inilah yang dilambangkan daengan warna Hitam. Itulah yang
membuat bendera Batak berwarna Merah, Putih, Hitam.
Menurut perkiraan bahwa Siraja Batak tinggal sekitar tahun 700. Siraja Bata
memiliki Umur sampai 400. Siraja Batak memiliki Keturunan :
1. Op raja utik/ op raja margeleng-geleng. Bertapa di batu sondi. Mempunyai 7
nama, 7 permintaan yg berubah-ubah.
2. Op. Saribu raja. Kembar dengan si boru pareme. Selalu bersama ,makan,tidur
bersama hingga dewasa. Pergi ke batu hobon (rubbi= bisa menjadi penyimpanan).
Pergi dan tak kembali dan menetapdi hulu darat. Memperanak si raja lottung.
Sebelum raja lottung lahir saribu raja pergi ke barus. Dan menikah lagi
3. Limbong mulana
4. Sagala raja
5. Si lau raja. Pergi ke urianiate. Dan mencari ibotonya/saudara perempuan.
6. Boru sipitung laut/ratu pantai selatan. Pergi hingga ke tepi laut. Terbawa angin
hingga ke jawa.
7. Siboru pareme.
8. Si attik haumasan
9. Si pungga haumasan
10. Boru sitinjo. Menjumpai si Lau Raja sampai ke Simanindo.
Tatea bulan termasuk pencipta. Bisa menciptakan batu menjadi berkuasa. Atau
apapun yg menjadi suru-suruan. Yang disembah: op. raja uti/telah menerima talenta
dari mula jadi na bolon. Jika ada kembar perempuan dan laki-laki harus di pisah. Itulah
yang menjadi pesan dari siboru pareme. Pantangan/subang dari Siraja Batak (umum
pusuk buhit) adalah tidak bisa makan daging babi,daging anjing,makan nasi di pesta
orang mati.
Dengan melalui banyak sekali kesusahan yang dialami Debata Mula Jadi Na
Bolon pun mengabulkan permintaan Siraja Batak dengan turunnya Siboru Deak Parujar
dari khayangan untuk menjadi isteri dari Siraja Batak. Dari perkawinannya dengan
Siboru Deak Parujar lahirlah dua Orang anak yaitu Tatea Bulan yang disebut sebagai

14
Guru dan Raja Isombaon. Sombaon adalah suruan ni Debata/Mula Jadi Nabolon yang
melindungi.
Namun Siboru Deak Parujar tidak bisa tinggal dibumi selamanya karena Ia harus
kembali ke Langit. Kembali ke hadapan Debata Mula Jadi Na Bolon. Sehingga anak
dari Siraja Batak tidak mengenal ibunya dengan baik.
Dalam kepercayaan Batak dahulu ada istilah Tondi, Sahala dan Sumangot. Tondi
adalah Roh yang dibedakan dengan orang percaya dan baik semasa hidupnya dengan
roh dari orang yang jahat, pencuri ataupun melanggar hukum adat dalam hidupnya.
Maka roh orang yang baik akan tinggal di Pusuk Buhit. Konsep ini hampir sama
dengan konsep kepercayaan orang kristen dimana roh orang mati akan diadili untuk
masuk Sorga. Dan sorga dalam konsep Siraja Batak adalah Pusuk Buhit.
Perbedaan dari tondi dan sahala adalah dimana setiap orang meninggal sudah
pasti memiliki tondi namu tondi itu belum tentu memiliki sahala. Jadi sahala adalah
Keagungan ataupun kekuatan dari roh orang meninggal. Kekuatan ini akan dimiliki
oleh roh dari orang meninggal yang semasa hidupnya adalah orang yang baik dan
percaya.
Ada tiga kepercayaan masyarakat Batak pada mulanya yaitu,
1. Parmalim
2. Raja Batak
3. Parbaringin, bersifat joker/ tidak berlawanan pada agama
Siakkangan ni partubu atau sekarang disebut sebagai anak pertama maka bekum
tentu sebagai seorang yang lebih baik dari saudaranya yang lain. Siakkangan ni parhata,
atau yang sekarang disebut sebagai seorang yang baik bukan anak pertama tetapi
meiliki kharisma untuk berbicara dan menyampaikan didepan umum. Siakkangan ni
haboion, yang saat ini disebut sebagai seorang yang bisa berperan sebagai penyokong
atau penyumbang dalam berbagai kegiatan adat ataupun kegiatan yang lainnya.
Di daerah Sianjur Mula-Mula atau kaki gunung Pusuk Buhit masyarakat sekitar
mempercayai tanda alam bahwa : Jika panas atau matahari masih bersinar hingga jam 7
malam di pusuk buhit, adalah bahwa Debata Mula Jadi Na Bolon meminta sesuatu.
Menurut tanda-tanda alam segala sesuatu yang akan terjadi selalu berawal tanda di
pusuk buhit. Namun kini sudah banyak tanda-tanda alam di gunung Pusuk Buhit yang

15
tidak dapat dimengerti lagi oleh masyarakat sekitar karena pewarisan ilmu pengetahuan
melalui Turi-turian yaitu dongen atau secara mulut ke mulut.
Dalam ritual untuk menyampaikan permintaan kepada roh nenek moyang di
Pusuk Buhit ada syarat yang harus dilakukan yaitu dengan perantaraan daun hijau dari
Pusuk Buhit yaitu daun Sirih, jeruk Purut atau anggir. Daun sirih disebut sebagai
Napuran pangalualuan yang artinya daun sirih sebagai media untuk mengadukan,
menyampaikan atau meminta kepada Debata Mula Jadi Na Bolon. Ada juga media lain
yang digunakan yaitu : Kambing Putih, Kerbau, Gondang sabangunan, Telur ayam
kampung, Mentimun, Pisang, Semangka, Sagu-Sagu, Pinang, Kemenyan, Itak Gurgur,
Buah dari kayu liar dan Sihumisik atau uang. Juga pakaian yang bernuansa gelap atau
hitam. Urutan dari doa yang disampaikan adalah memulai dengan Siup mula ni tonggo.
Siup artinya dengan memanggil melalui suara dari mulut. Memanggil juga dengan bau
kemenyan yang di bakar dengan arang hitam. Tempat melaksanakan doa adalah di
Sopo atau Tempat yang mirip dengan rumah adat Batak namun tidak tertutup. Adapun
tujuan adalah untuk mengadu dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Namun saat ini Agama batak semakin hilang. Dan pengikutnya hingga sakarang
hanya perbaringin. Yaitu yang masih tetap menjaga Agama ini. Namun yang kami
temui adalah bahwa mayoritas pemeluk agama ini sudah memeluk agama yang sudah
diterima di negara kita atau bisa juga kita sebut mereka beragama ganda. Misalnya
bapak A. Dapot Limbong yang adalah narasumber yang kami wawancarai masih tetap
memeluk agama parbaringin namu di catatan sipil atau pemerintahan beliau beragama
Katolik.

16
BAB IV
KESIMPULAN

Setelah melakukan penelitian dengan metode kualitatif, maka kami kelompok 1


mengambil kesimpulan bahwa cerita historis mengenai penciptaan menurut sejarah
Siraja Batak merupakan suatu cerita yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiah dan
menurut pandangan dari beberapa narasumber yang berbeda-beda menceritakan
versinya masing-masing yang pada umumnya memiliki kesamaan besar. Sebagian besar
narasumber memiliki kepercayaan akan hal-hal mistis yang ada di gunung Pusuk Buhit
dan yang lainnya masih memiliki keraguan bahwa mereka menganggap itu hanya
sebagai suatu cerita karena mereka sudah menerima secara penuh bahwa pencipta alam
semesta ini adalah Tuhan. Walaupun sudah ada beberapa agama yang berkembang
disana seperti Kristen Protestan dan Katolik
Menurut pernyataan dari kelompok kami menyatakan bahwa cerita ini ataupun
peristiwa ini adalah cerita dari nenek moyang orang Batak untuk mewariskan
kebudayaan dan tradisi. Dimana dahulu suku Batak masih mempercayai kekuatan diluar
diriya itu berasal dari roh nenek moyang yang sudah meninggal. Sehingga mereka
membuat aturan-aturan untuk menyembah roh-roh itu.
Menurut kelompok bahwa ajaran agama ini hampir mirip dengan ajaran agama
pada saat ini. Misalnya kita kristen yang mengakui ada sesuatu kekuatan besar diluar
manusia yaitu Tuhan Yesus Kristus. Kemiripan nya adalah agama Siraja Batak juga
percaya ada kekuatan itu namun disebut dengan Debata Mula Jadi Na Bolon.

17
Dokumentasi Penelitian

18
19

Anda mungkin juga menyukai